SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember

advertisement
SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
BETON PORUS SEBAGAI MATERIAL ALTERNATIF PENGGANTI BATU BATA
Ridho Bayuaji
Diploma Teknik Sipil FTSP ITS
email : [email protected]
ABSTRAK
Batu bata sebagai material bahan bangunan sebagai partisi penyekat ruang. Beton porus adalah beton yang tidak
mengandung agregat kasar (AK) yang pada awalnya hanya diharapkan berfungsi sebagai volume pengisi dan bahan isolasi.
Ada minat baru yang terus berkembang untuk memanfaatkan berat volumenya yang bisa dirancang dengan variatif, lebih
ringan dari beton normal dan berpotensi memanfaatan limbah dalam skala besar seperti contoh fly ash, abu sekam padi.
Fokus makalah ini mengklarifikasi literatur tentang upaya pemanfaatan beton porus sebagai material konstruksi baik
dari material penyusunnya, proporsi campuran, metode produksi dan komposit dengan material lain. Penelitian ini bertujuan
untuk mengembangkan teknologi beton ringan dengan sistem foam agent agar bisa dimanfaatkan sebagai material alternatif
pengganti batu bata. Desain eksperimen yang digunakan untuk mengoptimalisasi bahan penyusun BRF adalah menggunakan
metode Taguchi, dengan 3 variabel dan 3 level. Benda uji beton ringan yang digunakan adalah silinder dengan diameter 150
mm dan tinggi 300 mm, dilakukan uji tekan dengan standar SNI 03-6825-2002 pada umur hidrasi 7 dan 28 hari.
Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa densiti memberi pengaruh signifikan terhadap kuat tekan beton ringan.
Kata kunci: Beton Porus, Densitas, Kuat Tekan, Porositas, Beton Ringan, Struktural
PENDAHULUAN
Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia
sebesar 1,49 per tahun memberikan prediksi jumlah
penduduk di Indonesia pada tahun 2013 akan
mencapai 250 juta jiwa (BPS, 2013), hal ini secara
langsung maupun tak langsung berimbas pada
peningkatan kebutuhan tempat tinggal. Pembangunan berbagai rumah sederhana (nonengineered)
muncul dengan berbagai tipe model dan kualitas
bangunan Ramainya pembangunan perumahan
memunculkan inovasi-inovasi penelitian material
bahan bangunan, khususnya untuk material dinding,
yang bertujuan memenuhi kebutuhan material yang
murah, terjangkau., praktis dan aman bagi pemakai.
Pembangunan berkelanjutan, pola penggunaan
sumber daya sehingga sumber daya dapat dipenuhi
tidak hanya di masa sekarang, tetapi juga untuk
generasi mendatang.
Pengembangan teknologi peningkatan mutu batu
batu ramah lingkungan wajib dilaksanakan secara
kontinyu dan intensif. Inovasi bahan bangunan
adalah: ringan, kuat, tahan lama, mudah digunakan,
ekonomis dan lebih ramah lingkungan. Pemahaman
karakteristik suatu material penyusun batu bata
dengan teliti, akan memberikan manfaat yang
maksimal. Pembangunan yang berkelanjutan banyak
memberikan peluang bagi banyak orang. Apalagi
ditunjang pendapatan yang semakin meningkat
sehingga memberikan kesempatan untuk memenuhi
kebutuhan utama, seperti properti. Dari hal inilah
sebuah peluang muncul dalam pengadaan material
utama pendukung dalam pembangunan properti
yaitu batu bata. Meskipun dewasa ini sudah
ditemukan inovasi bahan pengganti batu bata dalam
membuat dinding bangunan, tetapi sebagian besar
masyarakat masih menggunakan batu bata.
METODE PENELITIAN
Bata Merah yang dibuat dari tanah liat dengan atau
tanpa campuran bahan lainnya yang dibakar pada
suhu yang cukup tinggi hingga tidak hancur lagi bila
direndam dalam air (SII-021-1978) dan mempunyai
luas penampang yang berlubang kurang dari 15%
dari luas potongan datarnya (SK SNI S-04-1989-F)
Bahan utama penyusun bata merah adalah tanah
liat/lempung. Komponen utama tanah liat: silika,
alumina, mineral yang mengandung alkali, senyawa
besi, senyawa kalsium, senyawa magnesium,
senyawa titan, senyawa mangan, senyawa alumina,
bahan karbon dan air. Bahan tambahan atau bahan
campuran yang digunakan sebagai bahan penyusun
bata merah adalah tanah mengandung pasir atau
pasir kali yang lolos saringan 1,4 mm dan tidak
mengandung butir-butir kapur. Pasir untuk
campuran tanah liat adalah pasir yang mempunyai
diameter butir 0,0062 mm sampai 1,410 mm (Balai
Penelitian dan Pengembangan Industri, 1982:5)
Proses Tanah Liat/Lempung
Tanah liat merupakan hasil pelapukan dari batuan
keras (batuan beku) yang diakibatkan oleh alam.
Pelapukan terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama
dikenal dengan pelapukan fisika, dimana pelapukan
dipengaruhi oleh: panas, dingin, mekanis/benturan,
akar tumbuhan dan jamur sehingga batuan beku
yang keras menjadi bagian-bagian kecil dan halus.
Tahap yang kedua disebut dengan pelapukan kimia.
Bagian-bagian kecil halus yang dihasilkan pada
pelapukan fisika, diteruskan oleh pelapukan kimia
oleh pengaruh air dan udara (Hartono dan Namara,
1983).
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013
S 1
SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
Jenis Lempung
Lempung Residual, lempung yang terdapat pada
tempat dimana lempung itu terjadi dan belum
berpindah tempat sejak terbentuknya. Sifat lempung
jenis ini adalah berbutir kasar dan masih bercampur
dengan batuan asal yang belum mengalami
pelapukan, tidak plastis. Semakin digali semakin
banyak terdapat batuan asalnya yang masih kasar
dan belum lapuk
Lempung Illuvial, lempung yang sudah terangkut
dan mengendap pada suatu tempat yang tidak jauh
dari tempat asalnya seperti di kaki bukit. Lempung
ini memiliki sifat yang mirip dengan lempung
residual, hanya saja lempung illuvial tidak
ditemukan lagi batuan dasarnya.
Lempung Alluvial, lempung yang diendapkan oleh
air sungai di sekitar atau di sepanjang sungai. Pasir
akan mengendap di dekat sungai, sedangkan
lempung akan mengendap jauh dari tempat asalnya.
Lempung Rawa, lempung yang diendapkan di rawarawa. Jenis lempung ini dicirikan oleh warnanya
yang hitam. Apabila terdapat di dekat laut akan
mengandung garam
Rumus kimia tanah liat/lempung
Tanah liat termasuk hidrosilikat alumina dan dalam
keadaan murni mempunyai rumus Al2O3, 2SiO2,
2H2O dengan perbandingan berat dari unsurunsurnya:47%,39% dan 14%.
Unsur penyusun liat/lempung dan Pengaruhnya
Silika (SiO2) dalam bentuk kuarsa, kadar yang
tinggi akan menyebabkan tanah liat kurang plastis
dan kurang sensitif terhadap pengeringan dan
pembahasan.
Alumina (Al2O3) terdapat pada mineral lempung
feldspar dan mika, kadar yang tinggi akan
memperlebar jarak temperatur sintering.
Fe2O3, komponen besi ini dapat menguntungkan
atau merugikan tergantung jumlahnya dan sebar
butirannya.
Kadar yang tinggi menyebabkan
semakin rendah temperatur pembakaran batu bata.
Mineral besi yang berbentuk kristal dengan ukuran
yang besar menyebabkan cacat pada permukaan
batu bata.
Kualitas Bahan Penyusun Batu Bata Merah (SNI 152094-1991):
Kualitas bata merah ditentukan kualitas bahan
penyusun dan proses produksi.
Kualitas bahan mentah ditentukan oleh sifat-sifat
tanah liat sebagai bahan bata merah: sifat plastis,
susut kering dan susut bakar.
Sifat plastis: sifat suatu zat yang memungkinkan zat
itu berubah bentuk selama ada gaya yang
mempengaruhinya.
Susut kering, pengurangan volume benda uji dari
keadaan plastis ke keadaan kering udara. Penyusutan
ini ditentukan dalam angka prosentase. Susut kering
tidak boleh lebih dari 10%, jika terlalu besar akan
menyebabkan perubahan bentuk .
Susut bakar adalah pengurangan volume suatu benda
uji dari keadaan kering udara sampai keadaan
sesudah dibakar, diperhitungkan terhadap keadaan
kering udara.
Memilih Tanah Yang Tepat
Hampir semua jenis tanah dapat digunakan sebagai
bahan pembuatan batu bata kecuali yanah yang
mengandung pasir atau kapur. Tanah yang
mengandung pasir atau kapur akan membuat batu
bata mudah pecah.
Sedangkan untuk mengetahui tanah itu cocok untuk
pembuatan batu bata, maka ada cara untuk
mengetahuinya.
Pertama, ambil tanah tersebut, campur dengan air,
kemudian diaduk hingga rata. Setelah itu diinjakinjak hingga lumat dan buang kerikil maupun
kotoran yang ada. Setelah lumat, tanah direndam
selama sehari semalam dan jangan sampe terkena
panas matahari. Jika tanah tersebut tidak merekah,
berarti tanah tersebut baik untuk bahan batu bata.
Kedua, tanah tersebut dikeringkan dan di bakar, jika
berwarna merah menyala saat dibakar, maka bahan
tersebut sangat baik untuk pembuatan batu bata.
Tanah yang mengandung kapur bisa dipakai untuk
bata tanpa proses pembakaran, kapur baik untuk bata
tanpa bakar dengan material tanah yang muai
susutnya tinggi
Proses pembuatan bata merah (Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri, 1982:5):
Penggalian bahan mentah tanah liat yang memenuhi
persyaratan sebagai bahan baku dan dilanjutkan
diangkut ke pabrik,
Persiapan bahan mentah, bahan baku ditimbun di
sekitar area pabrik selama 2-3 hari atau lebih untuk
memberi kesempatan tanah liat untuk pelapukan
karena pengaruh panas matahari dan air atau embun.
Pemerataan Campuran, menghomogenkan lempung
yang sudah direndam dalam air dengan cara diaduk
hingga merata di tempat pemeraman (bak beton/bak
sumur) dengan cara diinjak-injak atau dicangkul
dengan diulang-ulang sampai homogen.
Pembentukan, pencetakan dengan tangan, alat cetak
kayu, alat press ulir, press ungkit atau press pukul.
Pengeringan, memperhatikan ketentuan bentuk, nilai
susut yang rendah dan kekuatan kering yang tinggi.
Pengeringan alam bata dilletakkan di rak dan
dikeringkan di bawah atap
Pembakaran, dilakukan setelah batu bata benar
kering, dilakukan di dalam tungku
Permasalahan utama dari waduk tipe urugan ini
adalah adanya rembesan air dari dalam waduk
menuju keluar (seapages) yang apabila tidak
dikendalikan dengan baik maka akan meruntuhkan
waduk tersebut akibat proses piping. Proses
pengendalian rembesan ini biasanya dilakukan
dengan cara mengatur arah aliran rembesan
sedemikian rupa sehingga keluarnya air dapat
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013
S 2
SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
terkonsentrasi pada suatu tempat tertentu, ditempat
inilah biasanya dipasang filter yang berfungsi
menyaring butir butir tanah yang terbawa rembesan
air sehingga proses piping dapat dihindari. Filter
semacam ini biasanya disebut dengan filter kaki.
Filter kaki pada waduk tipe urugan biasa terbuat dari
susunan butir butir kerikil mulai yang halus hingga
yang kasar tergantung dari diameter butir tanah yang
terbawa aliran rembesan. Konstruksi filter semacam
ini biasanya sering mengalami kerusakan akibat
gangguan dari luar sehingga perlu biaya perawatan
yang tidak kecil per tahun. Berkaitan dengan hal
tersebut maka perlu diupayakan bahan pengganti
filter tersebut agar biaya perawatannya dapat ditekan
sekecil mungkin walaupun dengan investasi yang
sedikit lebih mahal. Beton ringan dengan konsep
foam agent adalah mortar yang dicampur dengan
gelembung gelembung udara sehingga mempunyai
pori pori yang cukup banyak sehingga beton ini
menjadi ringan. Beton ini oleh American Society for
Testing and Material (ASTM) disebut dengan
Celluler Lightweight Concrete (CLC), dalam
penelitian ini diberi istilah Beton Ringan sistem
Foam agent (BRF).
BRF sebagai beton yang mempunyai porositas yang
tinggi tentunya mempunyai kemampuan untuk
merembeskan air dari sisi satu ke sisi lainya yang
sekaligus dapat berfungsi sebagai filter. Berdasarkan
karakteristik semacam ini maka BRF diduga dapat
digunakan sebagai material pengganti filter kaki
pada bendungan tipe Urugan.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
LPPM-ITS yang telah memberikan bantuan untuk
menye-lesaikan penelitian hibah laboratorium ini.
Selain itu, diucapkan terima kasih kepada Lab Uji
Material Prodi DIII Teknik Sipil yang telah
memberikan
fasilitas
dalam
melaksanakan
penelitian.
12.
13.
14.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Ramamurthy, K., E.K.K. Nambiar, and G.I.S.
Ranjani, A Classification of Studies on
Properties of Foam Concrete. Cement &
Concrete
Composites,
2009.
S09589465(09)00063-8.
ASTM-C796-97, Standard Test Method for
Foaming Agents for use in producing cellular
concrete using Preformed Foam. 1997.
ACI-committee523., Guide for cellular
concretes above 50 pcf, and for aggregate
concretes above 50 pcf with compressive
strengths less than 2500 psi. . ACI Journal
1975. 72: p. 50-66.
15.
16.
17.
Kearsley, E.P. and P.J. Wainwright, The effect
of high fly ash content on the compressive
strength of foamed concrete. Cement and
Concrete Research, 2001. 31(1): p. 105-112.
Aji, P. and R. Purwono, Pengendalian Mutu
Beton sesuai SNI, ACI dan ASTM. 2010,
Surabaya.: ITSPress.
ASTM-C618-03, Standard Specification for
Coal Fly Ash and Raw or Calcined Natural
Pozzolan for Use in Concrete. Annual Book of
ASTM Standards, Vol.04.02, , ed. A.S.f.T.a.
Materials. 2003, Philadelphia,USA.
ASTM-C989, Standard specification for
ground granulated blast-furnace slag for use
in concrete and mortars. American Society for
Testing and Materials, ed. Annual Book of
ASTM Standards. Vol. Vol.04.02, . 2004:
Philadelphia, USA.
ASTM-C1240.. Standard specification for use
of silica fume as mineral admixture in
hydraulic cement concrete, mortar and
grout”,, in Annual Book of ASTM Standards
American Society for Testing and Materials.
2004: Philadelphia, USA.
Jones, M.R. and A. McCarthy, Preliminary
views on the potential of foamed concrete as a
structural material. Magazine of Concrete
Research, 2005. 57(1): p. 21-31.
Nambiar, E.K.K. and K. Ramamurthy,
Influence of filler type on the properties of
foam concrete. Cement & Concrete
Composites, 2006. 28: p. 475–480.
Nambiar, E.K.K. and K. Ramamurthy, Fresh
State Characteristics of Foam Concrete.
Journal of Materials In Civil Engineering,
2008. February 2008.
Laukaitis, A., R. Zurauskas, and J. Keriene,
The effect of foam polystyrene granules on
cement composite properties, . Cement and
Concrete Composites 2005. 2005; 27: : p. 4147.
Valore, R.C., Cellular Concrete. Journal of
The American Concrete Institute, 1954.
Park, S.B., E.S. Yoon, and B.I. Lee, Effects of
processing and materials variations on
mechanical
properties
of
lightweight
composites. Cement Concrete Research 1998.
29(2): p. 193-200.
Hunaiti, Y.M., Composite action of foamed
and lightweight aggregate concrete. Journal of
Materials in Civil Engineering, 1996. 8(3): p.
111-13.
Hunaiti, Y.M., Strength of Composite Sections
with Foamed And Lightweight Aggregate
Concrete. Journal of materials In Civil
Engineering, 1997. May 1997.
McCormick, F.C., Rational proportioning of
preformed foam cellular concrete. . ACI
Material Journal 1967 64 p. 104-09.
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013
S 3
SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi
18.
Richard, T.G., Low temperature behaviour of
cellular concrete. ACI Journal, 1977.
1977(74:): p. 173-78.
19. Richard, T.G., et al., Cellular concrete- A
potential loadbearing insulation for cryogenic
applications. . IEEE Transactions on
Magnetics 1975. 11(2): p. 500-03.
20. Kearsley, E.P. and P.J. Wainwright, Porosity
and permeability of foamed concrete. Cement
and Concrete Research, 2001. 31(5): p. 805812.
21. Kearsley, E.P. and P.J. Wainwright, Ash
content for optimum strength of foamed
concrete. Cement and Concrete Research,
2002. 32(2): p. 241-246.
22. Byun, K.J., H.W. Song, and S.S. Park,
Development of structural lightweight foamed
concrete using polymer foam agent. , in
ICPIC-98. 1998.
23. Koudriashoff, I.T., Manufacture of reinforced
foam concrete roof slabs. . Journal of the
American Concrete Institute, 1949. 21(1): p.
37-48.
24. Pugh, R.J., Foaming, foam films, antifoaming
and defoaming. Advances in Colloid and
Interface Science, 1996. 64: p. 67-72.
25. Jalmes AS, et al., Differences between protein
and surfactant foams: Microscopic properties,
stability and coarsening. Colloids and
Surfaces: . A Physico Chem.Eng.Aspects
2005. 263: p. 219-225.
26.Myers, D., Surfactant Science and Technology.
1998, NewYork VCH Publishers.
27. Jones, M.R. and A. McCarthy. Behaviour and
assessment
of
foamed
concrete
for
construction applications. in Proceedings of
the International Conference on the Use of
Foamed Concrete in Construction. 2005.
28. Jones, M.R. and A. McCarthy, Heat of
hydration in foamed concrete: Effect of mix
constituents and plastic density. Cement and
Concrete Research, 2006. 36(6): p. 1032-1041.
29. Joana Roncero, Susanna Valls, and R. Gettu,
Study of the influence of superplasticizers on
the hydration of cement paste using nuclear
magnetic resonance and X-ray diffraction
techniques. Cement and Concrete Research,
2002. 32: p. 103–108.
30. Bolboacă, S.D. and L. Jäntschi, Design of
Experiments: Useful Orthogonal Arrays for
Number of Experiments from 4 to 16 Entropy,
2007.
9:
p.
198-232.
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013
S 4
Download