SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi BETON PORUS SEBAGAI MATERIAL ALTERNATIF PENGGANTI BATU BATA Ridho Bayuaji Diploma Teknik Sipil FTSP ITS email : [email protected] ABSTRAK Batu bata sebagai material bahan bangunan sebagai partisi penyekat ruang. Beton porus adalah beton yang tidak mengandung agregat kasar (AK) yang pada awalnya hanya diharapkan berfungsi sebagai volume pengisi dan bahan isolasi. Ada minat baru yang terus berkembang untuk memanfaatkan berat volumenya yang bisa dirancang dengan variatif, lebih ringan dari beton normal dan berpotensi memanfaatan limbah dalam skala besar seperti contoh fly ash, abu sekam padi. Fokus makalah ini mengklarifikasi literatur tentang upaya pemanfaatan beton porus sebagai material konstruksi baik dari material penyusunnya, proporsi campuran, metode produksi dan komposit dengan material lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi beton ringan dengan sistem foam agent agar bisa dimanfaatkan sebagai material alternatif pengganti batu bata. Desain eksperimen yang digunakan untuk mengoptimalisasi bahan penyusun BRF adalah menggunakan metode Taguchi, dengan 3 variabel dan 3 level. Benda uji beton ringan yang digunakan adalah silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm, dilakukan uji tekan dengan standar SNI 03-6825-2002 pada umur hidrasi 7 dan 28 hari. Penelitian ini memberi kesimpulan bahwa densiti memberi pengaruh signifikan terhadap kuat tekan beton ringan. Kata kunci: Beton Porus, Densitas, Kuat Tekan, Porositas, Beton Ringan, Struktural PENDAHULUAN Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia sebesar 1,49 per tahun memberikan prediksi jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2013 akan mencapai 250 juta jiwa (BPS, 2013), hal ini secara langsung maupun tak langsung berimbas pada peningkatan kebutuhan tempat tinggal. Pembangunan berbagai rumah sederhana (nonengineered) muncul dengan berbagai tipe model dan kualitas bangunan Ramainya pembangunan perumahan memunculkan inovasi-inovasi penelitian material bahan bangunan, khususnya untuk material dinding, yang bertujuan memenuhi kebutuhan material yang murah, terjangkau., praktis dan aman bagi pemakai. Pembangunan berkelanjutan, pola penggunaan sumber daya sehingga sumber daya dapat dipenuhi tidak hanya di masa sekarang, tetapi juga untuk generasi mendatang. Pengembangan teknologi peningkatan mutu batu batu ramah lingkungan wajib dilaksanakan secara kontinyu dan intensif. Inovasi bahan bangunan adalah: ringan, kuat, tahan lama, mudah digunakan, ekonomis dan lebih ramah lingkungan. Pemahaman karakteristik suatu material penyusun batu bata dengan teliti, akan memberikan manfaat yang maksimal. Pembangunan yang berkelanjutan banyak memberikan peluang bagi banyak orang. Apalagi ditunjang pendapatan yang semakin meningkat sehingga memberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan utama, seperti properti. Dari hal inilah sebuah peluang muncul dalam pengadaan material utama pendukung dalam pembangunan properti yaitu batu bata. Meskipun dewasa ini sudah ditemukan inovasi bahan pengganti batu bata dalam membuat dinding bangunan, tetapi sebagian besar masyarakat masih menggunakan batu bata. METODE PENELITIAN Bata Merah yang dibuat dari tanah liat dengan atau tanpa campuran bahan lainnya yang dibakar pada suhu yang cukup tinggi hingga tidak hancur lagi bila direndam dalam air (SII-021-1978) dan mempunyai luas penampang yang berlubang kurang dari 15% dari luas potongan datarnya (SK SNI S-04-1989-F) Bahan utama penyusun bata merah adalah tanah liat/lempung. Komponen utama tanah liat: silika, alumina, mineral yang mengandung alkali, senyawa besi, senyawa kalsium, senyawa magnesium, senyawa titan, senyawa mangan, senyawa alumina, bahan karbon dan air. Bahan tambahan atau bahan campuran yang digunakan sebagai bahan penyusun bata merah adalah tanah mengandung pasir atau pasir kali yang lolos saringan 1,4 mm dan tidak mengandung butir-butir kapur. Pasir untuk campuran tanah liat adalah pasir yang mempunyai diameter butir 0,0062 mm sampai 1,410 mm (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1982:5) Proses Tanah Liat/Lempung Tanah liat merupakan hasil pelapukan dari batuan keras (batuan beku) yang diakibatkan oleh alam. Pelapukan terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama dikenal dengan pelapukan fisika, dimana pelapukan dipengaruhi oleh: panas, dingin, mekanis/benturan, akar tumbuhan dan jamur sehingga batuan beku yang keras menjadi bagian-bagian kecil dan halus. Tahap yang kedua disebut dengan pelapukan kimia. Bagian-bagian kecil halus yang dihasilkan pada pelapukan fisika, diteruskan oleh pelapukan kimia oleh pengaruh air dan udara (Hartono dan Namara, 1983). SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013 S 1 SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi Jenis Lempung Lempung Residual, lempung yang terdapat pada tempat dimana lempung itu terjadi dan belum berpindah tempat sejak terbentuknya. Sifat lempung jenis ini adalah berbutir kasar dan masih bercampur dengan batuan asal yang belum mengalami pelapukan, tidak plastis. Semakin digali semakin banyak terdapat batuan asalnya yang masih kasar dan belum lapuk Lempung Illuvial, lempung yang sudah terangkut dan mengendap pada suatu tempat yang tidak jauh dari tempat asalnya seperti di kaki bukit. Lempung ini memiliki sifat yang mirip dengan lempung residual, hanya saja lempung illuvial tidak ditemukan lagi batuan dasarnya. Lempung Alluvial, lempung yang diendapkan oleh air sungai di sekitar atau di sepanjang sungai. Pasir akan mengendap di dekat sungai, sedangkan lempung akan mengendap jauh dari tempat asalnya. Lempung Rawa, lempung yang diendapkan di rawarawa. Jenis lempung ini dicirikan oleh warnanya yang hitam. Apabila terdapat di dekat laut akan mengandung garam Rumus kimia tanah liat/lempung Tanah liat termasuk hidrosilikat alumina dan dalam keadaan murni mempunyai rumus Al2O3, 2SiO2, 2H2O dengan perbandingan berat dari unsurunsurnya:47%,39% dan 14%. Unsur penyusun liat/lempung dan Pengaruhnya Silika (SiO2) dalam bentuk kuarsa, kadar yang tinggi akan menyebabkan tanah liat kurang plastis dan kurang sensitif terhadap pengeringan dan pembahasan. Alumina (Al2O3) terdapat pada mineral lempung feldspar dan mika, kadar yang tinggi akan memperlebar jarak temperatur sintering. Fe2O3, komponen besi ini dapat menguntungkan atau merugikan tergantung jumlahnya dan sebar butirannya. Kadar yang tinggi menyebabkan semakin rendah temperatur pembakaran batu bata. Mineral besi yang berbentuk kristal dengan ukuran yang besar menyebabkan cacat pada permukaan batu bata. Kualitas Bahan Penyusun Batu Bata Merah (SNI 152094-1991): Kualitas bata merah ditentukan kualitas bahan penyusun dan proses produksi. Kualitas bahan mentah ditentukan oleh sifat-sifat tanah liat sebagai bahan bata merah: sifat plastis, susut kering dan susut bakar. Sifat plastis: sifat suatu zat yang memungkinkan zat itu berubah bentuk selama ada gaya yang mempengaruhinya. Susut kering, pengurangan volume benda uji dari keadaan plastis ke keadaan kering udara. Penyusutan ini ditentukan dalam angka prosentase. Susut kering tidak boleh lebih dari 10%, jika terlalu besar akan menyebabkan perubahan bentuk . Susut bakar adalah pengurangan volume suatu benda uji dari keadaan kering udara sampai keadaan sesudah dibakar, diperhitungkan terhadap keadaan kering udara. Memilih Tanah Yang Tepat Hampir semua jenis tanah dapat digunakan sebagai bahan pembuatan batu bata kecuali yanah yang mengandung pasir atau kapur. Tanah yang mengandung pasir atau kapur akan membuat batu bata mudah pecah. Sedangkan untuk mengetahui tanah itu cocok untuk pembuatan batu bata, maka ada cara untuk mengetahuinya. Pertama, ambil tanah tersebut, campur dengan air, kemudian diaduk hingga rata. Setelah itu diinjakinjak hingga lumat dan buang kerikil maupun kotoran yang ada. Setelah lumat, tanah direndam selama sehari semalam dan jangan sampe terkena panas matahari. Jika tanah tersebut tidak merekah, berarti tanah tersebut baik untuk bahan batu bata. Kedua, tanah tersebut dikeringkan dan di bakar, jika berwarna merah menyala saat dibakar, maka bahan tersebut sangat baik untuk pembuatan batu bata. Tanah yang mengandung kapur bisa dipakai untuk bata tanpa proses pembakaran, kapur baik untuk bata tanpa bakar dengan material tanah yang muai susutnya tinggi Proses pembuatan bata merah (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1982:5): Penggalian bahan mentah tanah liat yang memenuhi persyaratan sebagai bahan baku dan dilanjutkan diangkut ke pabrik, Persiapan bahan mentah, bahan baku ditimbun di sekitar area pabrik selama 2-3 hari atau lebih untuk memberi kesempatan tanah liat untuk pelapukan karena pengaruh panas matahari dan air atau embun. Pemerataan Campuran, menghomogenkan lempung yang sudah direndam dalam air dengan cara diaduk hingga merata di tempat pemeraman (bak beton/bak sumur) dengan cara diinjak-injak atau dicangkul dengan diulang-ulang sampai homogen. Pembentukan, pencetakan dengan tangan, alat cetak kayu, alat press ulir, press ungkit atau press pukul. Pengeringan, memperhatikan ketentuan bentuk, nilai susut yang rendah dan kekuatan kering yang tinggi. Pengeringan alam bata dilletakkan di rak dan dikeringkan di bawah atap Pembakaran, dilakukan setelah batu bata benar kering, dilakukan di dalam tungku Permasalahan utama dari waduk tipe urugan ini adalah adanya rembesan air dari dalam waduk menuju keluar (seapages) yang apabila tidak dikendalikan dengan baik maka akan meruntuhkan waduk tersebut akibat proses piping. Proses pengendalian rembesan ini biasanya dilakukan dengan cara mengatur arah aliran rembesan sedemikian rupa sehingga keluarnya air dapat SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013 S 2 SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi terkonsentrasi pada suatu tempat tertentu, ditempat inilah biasanya dipasang filter yang berfungsi menyaring butir butir tanah yang terbawa rembesan air sehingga proses piping dapat dihindari. Filter semacam ini biasanya disebut dengan filter kaki. Filter kaki pada waduk tipe urugan biasa terbuat dari susunan butir butir kerikil mulai yang halus hingga yang kasar tergantung dari diameter butir tanah yang terbawa aliran rembesan. Konstruksi filter semacam ini biasanya sering mengalami kerusakan akibat gangguan dari luar sehingga perlu biaya perawatan yang tidak kecil per tahun. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu diupayakan bahan pengganti filter tersebut agar biaya perawatannya dapat ditekan sekecil mungkin walaupun dengan investasi yang sedikit lebih mahal. Beton ringan dengan konsep foam agent adalah mortar yang dicampur dengan gelembung gelembung udara sehingga mempunyai pori pori yang cukup banyak sehingga beton ini menjadi ringan. Beton ini oleh American Society for Testing and Material (ASTM) disebut dengan Celluler Lightweight Concrete (CLC), dalam penelitian ini diberi istilah Beton Ringan sistem Foam agent (BRF). BRF sebagai beton yang mempunyai porositas yang tinggi tentunya mempunyai kemampuan untuk merembeskan air dari sisi satu ke sisi lainya yang sekaligus dapat berfungsi sebagai filter. Berdasarkan karakteristik semacam ini maka BRF diduga dapat digunakan sebagai material pengganti filter kaki pada bendungan tipe Urugan. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM-ITS yang telah memberikan bantuan untuk menye-lesaikan penelitian hibah laboratorium ini. Selain itu, diucapkan terima kasih kepada Lab Uji Material Prodi DIII Teknik Sipil yang telah memberikan fasilitas dalam melaksanakan penelitian. 12. 13. 14. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. Ramamurthy, K., E.K.K. Nambiar, and G.I.S. Ranjani, A Classification of Studies on Properties of Foam Concrete. Cement & Concrete Composites, 2009. S09589465(09)00063-8. ASTM-C796-97, Standard Test Method for Foaming Agents for use in producing cellular concrete using Preformed Foam. 1997. ACI-committee523., Guide for cellular concretes above 50 pcf, and for aggregate concretes above 50 pcf with compressive strengths less than 2500 psi. . ACI Journal 1975. 72: p. 50-66. 15. 16. 17. Kearsley, E.P. and P.J. Wainwright, The effect of high fly ash content on the compressive strength of foamed concrete. Cement and Concrete Research, 2001. 31(1): p. 105-112. Aji, P. and R. Purwono, Pengendalian Mutu Beton sesuai SNI, ACI dan ASTM. 2010, Surabaya.: ITSPress. ASTM-C618-03, Standard Specification for Coal Fly Ash and Raw or Calcined Natural Pozzolan for Use in Concrete. Annual Book of ASTM Standards, Vol.04.02, , ed. A.S.f.T.a. Materials. 2003, Philadelphia,USA. ASTM-C989, Standard specification for ground granulated blast-furnace slag for use in concrete and mortars. American Society for Testing and Materials, ed. Annual Book of ASTM Standards. Vol. Vol.04.02, . 2004: Philadelphia, USA. ASTM-C1240.. Standard specification for use of silica fume as mineral admixture in hydraulic cement concrete, mortar and grout”,, in Annual Book of ASTM Standards American Society for Testing and Materials. 2004: Philadelphia, USA. Jones, M.R. and A. McCarthy, Preliminary views on the potential of foamed concrete as a structural material. Magazine of Concrete Research, 2005. 57(1): p. 21-31. Nambiar, E.K.K. and K. Ramamurthy, Influence of filler type on the properties of foam concrete. Cement & Concrete Composites, 2006. 28: p. 475–480. Nambiar, E.K.K. and K. Ramamurthy, Fresh State Characteristics of Foam Concrete. Journal of Materials In Civil Engineering, 2008. February 2008. Laukaitis, A., R. Zurauskas, and J. Keriene, The effect of foam polystyrene granules on cement composite properties, . Cement and Concrete Composites 2005. 2005; 27: : p. 4147. Valore, R.C., Cellular Concrete. Journal of The American Concrete Institute, 1954. Park, S.B., E.S. Yoon, and B.I. Lee, Effects of processing and materials variations on mechanical properties of lightweight composites. Cement Concrete Research 1998. 29(2): p. 193-200. Hunaiti, Y.M., Composite action of foamed and lightweight aggregate concrete. Journal of Materials in Civil Engineering, 1996. 8(3): p. 111-13. Hunaiti, Y.M., Strength of Composite Sections with Foamed And Lightweight Aggregate Concrete. Journal of materials In Civil Engineering, 1997. May 1997. McCormick, F.C., Rational proportioning of preformed foam cellular concrete. . ACI Material Journal 1967 64 p. 104-09. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013 S 3 SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 18. Richard, T.G., Low temperature behaviour of cellular concrete. ACI Journal, 1977. 1977(74:): p. 173-78. 19. Richard, T.G., et al., Cellular concrete- A potential loadbearing insulation for cryogenic applications. . IEEE Transactions on Magnetics 1975. 11(2): p. 500-03. 20. Kearsley, E.P. and P.J. Wainwright, Porosity and permeability of foamed concrete. Cement and Concrete Research, 2001. 31(5): p. 805812. 21. Kearsley, E.P. and P.J. Wainwright, Ash content for optimum strength of foamed concrete. Cement and Concrete Research, 2002. 32(2): p. 241-246. 22. Byun, K.J., H.W. Song, and S.S. Park, Development of structural lightweight foamed concrete using polymer foam agent. , in ICPIC-98. 1998. 23. Koudriashoff, I.T., Manufacture of reinforced foam concrete roof slabs. . Journal of the American Concrete Institute, 1949. 21(1): p. 37-48. 24. Pugh, R.J., Foaming, foam films, antifoaming and defoaming. Advances in Colloid and Interface Science, 1996. 64: p. 67-72. 25. Jalmes AS, et al., Differences between protein and surfactant foams: Microscopic properties, stability and coarsening. Colloids and Surfaces: . A Physico Chem.Eng.Aspects 2005. 263: p. 219-225. 26.Myers, D., Surfactant Science and Technology. 1998, NewYork VCH Publishers. 27. Jones, M.R. and A. McCarthy. Behaviour and assessment of foamed concrete for construction applications. in Proceedings of the International Conference on the Use of Foamed Concrete in Construction. 2005. 28. Jones, M.R. and A. McCarthy, Heat of hydration in foamed concrete: Effect of mix constituents and plastic density. Cement and Concrete Research, 2006. 36(6): p. 1032-1041. 29. Joana Roncero, Susanna Valls, and R. Gettu, Study of the influence of superplasticizers on the hydration of cement paste using nuclear magnetic resonance and X-ray diffraction techniques. Cement and Concrete Research, 2002. 32: p. 103–108. 30. Bolboacă, S.D. and L. Jäntschi, Design of Experiments: Useful Orthogonal Arrays for Number of Experiments from 4 to 16 Entropy, 2007. 9: p. 198-232. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL, 14 Desember 2013 S 4