Temu Teknis Fungsional Non Penelid 2001 TEKNIK PENGUJIAN DAYA HIDUP VIRUS VAKSIN ND (NEWCASTLE DISEASE) YANG TELAH DIENCERKAN DALAM WAKTU PENYIMPANAN YANG BERBEDA NANA SURYANA Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114 RINGKASAN Perlakuan pengujian daya hidup beberapa galur virus vaksin Newcastle Disease (ND) yang telah diencerkan dengan air suling steril dan air kelapa, kemudian disimpan pada suhu lapangan (21-29 °C) dikaji berdasarkan lama penyimpanan yang berbeda . Galur virus vaksin yang akan diuji adalah galur RIVS2, 131 dan La Sota, sedang lama penyimpanan dilakukan mulai dari 4, 8; 12 dan 24 jam. Pengujian daya hidup virus vaksin ini dilakukan dengan jalan menyuntikkan beberapa enceran virus vaksin (dari enceran 10" 5 - 10"'°), pada telur berembrio umur 9-10 hari kedalam ruang alantoik dan diamati selama 5 hari dengan suhu inkubasi 37° C. Daya hidup virus diukur dengan melakukan titrasi virus dan nilainya dinyatakan dalam Egg Infective Dose SO Percent End Point (EIDso). Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada galur RIVS2, titer virus tidak mengalami penurunan yang berarti meskipun telah disimpan selama 24 jam dalam suhu lapangan, baik dalam pelarut air kelapa maupun air suling . Selain itu air kelapa terbukti dapat digunakan sebagai bahan pelarut vaksin ND karena dapat memperpanjang daya hidup virus vaksin ND. Kata kunci : daya hidup, vaksin Newcastle disease, waktu penyimpanan. PENDAHULUAN Usaha pengembangan peternakan ayam di Indonesia selalu terganggu oleh wabah penyakit Tetelo (Newcastle disease, ND ) yang dapat terjadi setiap saat sepanjang tahun . Penyakit ND menyerang ayam pada semua umur dan dapat menimbulkan angka kematian tinggi yang dapat mencapai 90% - 100% pada kelompok ayam yang tidak mempunyai daya tahan terhadap penyakit tersebut. ( RONOHARDIO, 1995 ). Sejak ditemukanya penyakit ND oleh KRANEVELD , 1926 sampai sekarang belum ada obatnya, tetapi penyakit ini dapat dihindari dengan jalan vaksinasi yang teratur dan kontinyu . Cara vaksinasi yang telah biasa diaplikasikan adalah ; cara suntik, semprot, tetes mata/hidung, atau air minum. Cara - cara tersebut-mudah diaplikasikan pada ayam yang dipelihara secara intensif atau pada ayam komersial, namun pada pelaksanaan vaksinasi ND 205 Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 1001 untuk ayam buras masih banyak kendalanya terutama di daerah-daerah pedesaan di luar jawa. Kelangkaan dan ketidak tersediaannya vaksin ND di daerah - daerah tersebut menjadi faktor utama terhambatnya program vaksinasi ND dan apabila didapatkan vaksin, sering kali cars penyimpanan , pengenceran ataupun pelaksanaanya tidak sesuai dengan aturan, sehingga hal ini dapat mengakibatkan penurunan daya hidup vaksin yang dipakai . Dari segi kemasan perbotolnya selalu dalam jumlah besar (perbotol untuk 500 atau 1000 ekor ) sedangkan seorang peternak ayam buras biasanya hanya memiliki lebih kurang 100 ekor (RONOHARDJO et al., 1989) . Dalam mengatasi kendala-kendala tersebut maka para peternak dalam satu kelompok mengadakan vaksinasi secara bersama-sama, sebagai bahan pengencer vaksin biasanya dipakai air suling steril yang dapat diperoleh dari toko obat atau apotik, namun harganya relatif mahal untuk peternak ayam buras di pedesaan, selain itu dengan pelarut air suling umumya vaksin ND hanya dapat digunakan selama 4 jam setelah dilarutkan, apabila lebih dari 4 jam maka jumlah virus yang hidup akan mengalami penurunan atau dengan kata lain titer/potensi vaksin menurun, Penggunaan air kelapa sebagai bahan pelarut vaksin dapat tahan lebih lama antara 8 sampai 24 jam setelah diencerkan tergantung galur virus yang digunakan ( DARMINTO et al., 1994 ) . Beberapa vaksin yang beredar di pasaran biasanya berasal dari virus ND galur lentogenik seperti galur F, B1 dan La Sota. Persyaratan titer/potensi untuk satu dosis optimal dari vaksin ND berbeda-beda antar negara . Indonesia juga memiliki persyaratan sendiri yang diawasi oleh Balai Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (ANONIM ., 1985). Namun menurut stndar internasional, potensi atau kandungan virus ND dalam satu dosis optimal adalah 10 6.5 - 10 "° EID 50 untuk vaksin hidup galur lentogenik dan 10 5 untuk galur mesogenik (ALLAN et al., 1978) . Dalam menunjang kegiatan penelitian penyakit ND untuk mempertahankan daya hidup virus vaksin maka diperlukan informasi tentang penyimpanan yang tepat sehingga virus tersebut tidak mati untuk dilakukan penelitian . Pada kesempatan ini dikemukakan teknik pengujian daya hidup virus (potensi) vaksin ND setelah dilakukan pengenceran pada selang waktu yang berbeda dari beberapa galur virus vaksin dengan uji EID-50 (Embryo Infective Dose SO Percent EndPoint) . BAHAN DAN CARA PENGUJIAN Virus Vaksin ND (Newcastle Diseases) Virus vaksin ND yang dipergunakan terdiri dari : Galur RIVS2, B1 dan La Sota. Galur vaksin RIVS2 adalah virus ND lentogenik tahan panas hasil seleksi Balitvet yang Sering digunakan dalam penelitian vaksin ND per-oral RONOHARDJO. et al.. 1988 ; DARMINTO DAN DANIELS, 1992; SAROSA et al. 1993 ). Sedangkan galur B1 dan La Sota diperoleh secara komersil dari penjual vaksin (Poultry shop) di Bogor . 206 Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 Bahan pelarut atau pengencer vaksin Bahan pelarut/pengencer yang dipakai untuk mengencerkan vaksin dipakai 2 macam Pelarut yaitu ; air suling steril (aquadest) dan air kelapa . Air kelapa yang dipergunakan sebagai bahan pelarut vaksin diambil secara aseptis dari buah kelapa muda berwama hijau, dengan cara, pertama-tama sebagian dari serabut kelapa tempat bertunas dibersihkan, kemudian air kelapa diambil dengan alat suntik 10 ml yang steril, dengan menusukkan jarumnya pada tempat bertunas tadi . Setelah itu diisap lalu masukkan kedalam botol yang steril umuk kemudian dipergunakan secara langsung sebagai bahan pelarut vaksin . Telur ayam berembrio Untuk mengetahui daya hidup (potensi) vaksin dilakukan titrasi virus dengan menggunakan telur ayam berembrio. Telur telur ayam berembrio yang dipakai sebaiknya telur ayam SPF (Spesifik Pathogen Free) atau yang tidak mengandung antibodi terhadap virus ND, tetapi telur ayam non SPF masih dapat digunakan apabila penyuntikan dilakukan pada umur 9 - 10 hari . Setiap pengujian titer/potensi dari tiap galur virus vaksin yang telah diencerkan dibutuhkan sebanyak 35 butir telur ayam berembrio. Pengenceran dan penyimpanan vaksin Pengenceran vaksin dilakukan secara aseptis di dalam laboratorium, Setiap vaksin, yaitu vaksin galur RIVS2, B1 dan La Sota masing - masing empat ampul/botol diambil dari tempat penyimpanannya . Setiap dua ampul dari masing - masing galur vaksin dilarutkan/diencerkan dengan air suling steril dan dua ampul lagi diencerkan dengan air kelapa . Selanjutnya vaksin-vaksin yang telah diencerkan ditempatkan dalam suatu wadah tanpa bahan pendingin, kemudian diletakkan diluar ruangan atau di lapangan dengan suhu udara pada waktu itu antara 21° - 29° C. Penyimpanan tersebut terlindung dari sinar matahari . Pada waktu 0, 4, 8, 12, dan 24 jam setelah penyimpanan diluar ruangan (di lapangan), setiap galur vaksin diambil satu dosis untuk dilakukan pengujian daya hidup virus vaksin atau di uji/di ukur titer/potensi virusnya . Prosedur uji titer/potensi virus vaksin Vaksin-vaksin yang telah diencerkan dan disimpan di lapangan dengan tenggang waktu yang berbeda yaitu 0, 4 , 8 , 12 , 24 jam kemudian diambil masing -masing satu dosis untuk dilakukan titrasi yaitu dengan cara sebagai berikut Setiap vaksin (per dosisnya) diencerkan secara desimal dalam larutan fosfat penyangga steril (PBSlphosphat Buffer Saline) dengan pH 7,2 yang mengandung 1000 I.U. Pennisiline dan 1000 FLg. Streptomisine per ml, yaitu dimulai dari pengenceran 10-1 sampai dengan 10-1°. Dari pengenceran itu kemudian diambil 6 pengenceran tertinggi yaitu 10-5 sampai dengan 10- 1° untuk disuntikkan kedalam telur - telur ayam berembrio umur 10 hari . Tiap pengenceran tersebut disuntikkan kedalam ruang khorio alantoik telur ayam berembrio sebanyak 5 butir dengan volume 0,1 ml per butir telur. Sedangkan untuk kontrol terdiri dari 5 butir telur ayam berembrio umur 10 hari, disuntik dengan 0,1 ml larutan PBS steril dengan pH 7,2. 20 7 Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 Kemudian telur-telur yang telah disuntik disimpan dalam inkubator pada suhu 37°C. Telur -telur tersebut diamati setiap hari dengan cara meneropong memakai bola lampu (Cdanling) . Apabila pada waktu pengamatan terdapat embrio yang mati dalam selang waktu kurang dari 24 jam setelah disuntik, maka telur berembrio tersebut tidak dimasukan ke dalam perhitungan karena kematian embrio tersebut tidak spesifik, kemungkinan kematian tersebut tidak disebabkan oleh adanya pertumbuhan virus, tetapi mungkin disebabkan oleh kesalahan pada waktu penyuntikan atau terjadi trauma (pecahnya pembuluh darah pada telur tersebut). Kematian embrio setelah 24 jam pasca inokulasi harus dicatat kemudian cairan khorio alantoiknya diambil untuk dilakukan uji hemaglutinasi (HA) untuk memastikan bahwa kematian tersebut disebabkan oleh virus ND.Penginkubasian dilakukan selama 5 hari, setelah 5 hari semua telur yang masih tersisa (embrio belum mati) dibunuh dengan cara menyimpan didalam lemari es pada suhu 4 ° C selama satu malam. Dari setiap telur diambil cairan khorio alantoiknya dan dilakukan uji hemaglutinasi (HA) satu persatu . Selanjutnya kandungan virus dalam EID50 ditentukan berdasarkan rumus sbb . : m=X k +1 d= d 2 Dimana m = Xk = d = Y- r i = n = F ri n Titik akhir (endpoint) (EID so) Nilai log pada garis akhir titrasi (10) Log - pengenceran dalam hal ini pengenceran 10 kali (log 10 = 1) Jumlah semua telur yang tidak terinfeksi Jumlah telur yang diinokulasi setiap pengenceran ( 5 butir telur) HASIL Setelah dilakukan pengujian daya hidup virus vaksin yaitu dengan cara melakukan titrasi menggunakan telur ayam berembrio atau yang lebih dikenal dengan uji titer/potensi virus vaksin (Uji EID50) dan kemudian ditentukan berdasarkan perhitungan Spearman- Kaerber, maka dapat ditentukan kandungan virus dari tiap-tiap galur vaksin dalam bahan pengencer dan waktu penyimpanan yang berbeda (Tabel 1). Dari hasil pengujian satu dosis vaksin RIVS2 yang telah diencerkan dengan air suling maupun air kelapa tidak mengalami penurunan titer yang berarti meskipun telah dibiarkan atau disimpan di lapangan dalam suhu udara antara 21 °- 29° selama 24 jam . Sedangkan dari hasil pengujian satu dosis vaksin galur B1 yang dilarutkan dalam air suling mengalami penurnnan titer (potensi) virus pada waktu pemeriksaan setelah penyimpanan 12 jam, sehingga titer virus dalam 208 Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 satu dosis hanya berisi 106 EID 5o, yang berarti titer tersebut telah berada di bawah persyaratan dosis optimal . Tabel 1 . Hasil titer EID50 (log 10 /dosis) dari galur vaksin ND yang telah dilakukan pengenceran dan Penyimpanan Galur Vaksin Bahan pelarut Air Suling Steril Air Kelapa Air Siding Stenl B1 Air Kelapa La Sota Air Suling Steril Air Kelapa *) Tidak memenuhi standaroptimal RIVS2 Waktu penyimpanan dilapangan (suhu udara 0 jam 7.3 7.5 7.5 7.5 7.3 7.3 4 jam 7.3 7.5 7.3 7.3 7.0 7.0 21 - 29° C) 8 jam 12 jam 7.3 6.9 7.3 7.3 7.3 6.0* 7.3 7.3 5 .3* 5 .0* 76 .9 5 .0* 24 jam 6.9 7.3 5.0* 6.0 4.7* 4.7* Pada satu dosis vaksin galur B1 yang dilarutkan dalam air kelapa tidak mengalami penurunan titer virus pada waktu pemeriksaan yang sama yaitu pada 12 jam setelah pemeriksaan . Untuk galur La Sota , perbedaan titer satu dosis antara virus vaksin yang dilarutkan dalam air suling dan air kelapa tidak terjadi secara menyolok setelah penyimpanan dalam suhu lapangan selama 4 jam, sedangkan pada pemeriksaan / pengujian 8jam setelah penyimpanan dalam suhu lapangan, titer virus yang dilarutkan dalam air suling telah mangalami penurunan sehirngga tinggal 105 EID 5o , namun pada virus yang dilarutkan dalam air kelapa titemya masih kurang lebih sama pada waktu pengujian sebelumnya (4jam). Pada waktu pengujian setelah penyimpanan pada suhu lapangan selama 12 jam, titer virus dalam kedua pelarut tersebut tidak jauh berbeda . Hasil pengujian daya hidup virus vaksin ND galur RIVS2, B1 . dan La Sota yang telah dilarutkan atau diencerkan dengan air kelapa dan air suling steril dalam suhu udara lapangan disajikan dalam gambar 1 . PEMBAHASAN Dari hasil uji titrasi/potensi vaksin yang dilakukan dapat dipakai sebagai bahan perbandingan mengenai daya hidup virus vaksin ND galur RIVS2, B1 dan La Sota. Antara virus vaksin yang dilarutkan dalam air suling dan air kelapa dalam suhu udara lapangan menunjukkan bahwa daya hidup .. virus vaksin ND tersebut lebih lama dalam pelarut air kelapa dibandingkan dengan pelarut air suling, kecuali pada galur vaksin RIVS2 yang memperlihatkan daya hidup sama lamanya. Dalam hal ini menunjukkan bahwa air kelapa dapat berfungsi sebagai konservan (bahan pengawet) vaksin yang cukup baik (DARMINTO, 1994) . 209 Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 Dalam pengujian ini dapat diamati bahwa virus vaksin ND galur B1 yang diencerkan dalam air suling kemudian disimpan dalam suhu udara lapangan selama 12 jam ternyata telah mengalami penurunan titer virus hingga mencapai 106EID 50 yang berarti satu dosis tersebut telah berada dibawah persyaratan dosis optimal, sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan dalam vaksinasi . Sedangkan pada pelarut air kelapa dalam waktu penyimpanan yang sama (12 jam) memiliki titer 107EID 50 untuk satu dosis, sehingga masih Inemenuhi persyaratan dosis optimal . Dengan demikian dalam melakukan vaksinasi ND di lapangan dengan menggunakan galur BI clan memakai air suling sebagai pelarut vaksinnya, vaksinasi ND sudah harus selesai dalam waktu 8 jam setelah vaksin dilarutkan . Namun bila pelarut air kelapa, maka waktu melaksanakan vaksinasi lebih panjang yakni 12 jam setelah vaksin d i larutkan . A . GALUR RIVS2 Titer virus EID; log ,) --9dr-Air suling --40---Air kelapa WAKTU (JAM) WAKTU (JAM) Gambar 1 . Perbandingan daya hidup dari satu dosis virus vaksin ND galur RIVS2. B1 clan La Sota dalam pelarut air suling clan pelarut air kelapa pada suhu udara di lapangan (21- 29°C) 21 0 Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 Pada galur La Sota, penurunan titer virus secara drastis terjadi pada virus yang dilarutkan dalam air suling setelah disimpan dalam suhu lapangan selama 8 jam . Pada saat itu titer virus mencapai IOSEID so untuk untuk satu dosisnya dan angka ini sudah jauh di bawah standar optimal, sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan vaksinasi . Pada virus yang dilarutkan dalam air kelapa, pada waktu yang sama titer virusnya masih sekitar 107EID50 sehingga masih tetap memenuhi persyaratan dosis optimal . Oleh sebab itu bila vaksinasi ND menggunakan galur La Sota dan pelarut air suling, vaksin tersebut sudah tidak bisa digunakan lagi dalam waktu lebih dari 4 jam setelah dilarutkan, namun bila galur La Sota dilarutkan dalam air kelapa , waktu untuk melakukan vaksinasi lebih lama yakni 8 jam setelah dilarutkan . Untuk vaksin ND galur RIVS2, titer virus tidak mengalami penurunan yang berarti meskipun telah disimpan selama 24 jam dalam suhu udara luar, baik dalam pelarut air kelapa maupun air suling. KESIMPULAN Dalam pemeriksaan daya hidup virus vaksin ND yang terdiri dari beberapa galur, yaitu galur RIVS2, B1 dan La Sota dapat disimpulkan bahwa selain harus diperhatikan potensi vaksin yang akan digunakan juga perlu dilakukan pemilihan bahan pelarut vaksin yang dapat memperpanjang umur satu dosis optimal setelah diencerkan. Air kelapa bukan saja dapat digunakan sebagai pelarut vaksin ND, namun juga dapat memperpanjang daya hidup virus sehingga umur satu dosis optimal vaksin tersebut setelah dilarutkan dapat diperpanjang. hal ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program vaksinasi ND, terutama pada pelaksanaan vaksinasi ND, pada ayam buras di pedesaan. Lama waktu yang bisa digunakan untuk melakukan vaksinasi setelah vaksin diencerkan dengan air kelapa lebih lama yaitu 24 jam untuk galur RIVS2, 12 jam untuk galur B1 dan 8 jam untuk Vaksin galur La Sota. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis menggunpkan terima kasih kepada Drh . A. Sarosa. MS atas bimbingan dan saran-saran yang telah diberikan dalam penulisan makalah ini . DAFTAR BACAAN B.TOTH. 1978. Newcastle Disease Vaccines. Their Production dan Use . FAO of the United Nations, Rome. ALLAN, W . H ., 1.H . LANCASTER AND Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001 ANONIM . 1985. Kandungan virus dan stabilitas beberapa jenis vaksin virus ayam.In BulletinBalai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan.Pp. 11-13 . Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian . DARMINTO AND P.W. DANIELS . 1992. Laborator y trials of heat adapted V4 vaccinestrains of Newcastle disease virus in a simple feed delivery system for vaccination of village chickens. In Newcastle Disease in Village Chicken (P.B. Spradbrow, ed.). ACIAR Proceeding No. 39 : 7578 . DARMINTO, P. RONOHARDJO, S. SAURI, dan N. SURYANA . 1994. Pemanfaatan air kelapa sebagai pelarut vaksin Newcastle Disease (ND). Penyakit Hewan. 26(68) : 6-14.KRANEVELD, F.C. 1926. A Poultry disease in the Dutch East Indies, Ned. Ind. B1 .Diergeneesk.,38 :448-451 . RONOHARDJO, P., DARMINTO, M .ABUBAKAR DAN N. SURYANA . 1988b. Study on Newcastle disease vaccination in laboratory DAN field trials in kampong chickens in Indonesia . In Proceedings of the sixth Congrees ofFAVA (Eds.D.Sastradipradja dan S.H. Sigit) .pp.309-313. RONOHARDJO, P., DARMINTO, M. ISA DIRDJA DAN N. SURYANA . 1989 . Vaksinasiperoral terhadap penyakit tetelo pada ayam kampung dengan vaksin (RIVS)V4 di Kabupaten Bogor, Indonesia . Penyakit Hewan 21(37):40-47. RONOHARDJO, P. 1995. Pengendalian Newcastle Disease pada ayam buras (Makalah dipresentasikan pada pertemuan teknis PPS se DKI Jakarta 4 januari 1995) . SAROSA A., P. RONOHARDJO, L. PAREDE DAN DARMINTO. 1992 . Daya Hidup virus vaksin Newcastle disease peroral pada beberapa jenis pakan. Penyakit Hewan, 43A : 15-19 . SHORTRIDGE, K.F., W.H. ALLAN DAN D.J. ALEXDANER, 1982. Newcastle disease : laboratory diagnosis dan vaccine evaluation. Hongkong University Press, Hongkong. pp.53 . = -