BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan manusia tentang benda-benda di luar angkasa terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu benda angkasa yang menarik perhatian adalah bintang. Secara sederhana, bintang dipahami sebagai bola raksasa yang dapat memancarkan cahaya sendiri. Bintang yang terdekat dan paling dikenal tentu adalah matahari kita. Namun, apakah matahari dan bintang-bintang lain akan selamanya bersinar? Jawabannya adalah tidak. Bintang pada akhirnya akan kehadapatn bahan bakar dan mati. Bintang yang telah mati akan menyisakan suatu benda yang dikenal sebagai bintang antap (compact star). Bintang antap adalah benda paling antap yang dapat ditemukan di alam semesta dan terdiri dari tiga jenis, yaitu bintang neutron, katai putih, dan lubang hitam. Saat bintang bermassa > 8M⊙ mencapai tahap revolusi bintang super raksasa dan helium telah habis, maka reaksi fusi karbon segera berlangsung. Saat karbon habis, bintang akan membesar dan kemudian meledak. Pada tahap ini bintang dikatakan mengalami supernova dan menyisakan intinya yang bermassa 1, 4M⊙ < M < 3M⊙ yang kemudian menjadi bintang neutron [Shapiro, 2004]. Pada tahun 1931, setahun sebelum penemuan neutron, Lev Landau berpendapat tentang adanya bintang yang lebih antap dari katai putih yaitu bintang yang bermassa > M⊙ dan pada bintang tersebut hukum mekanika kuantum tidak berlaku. Ketika kerapatan materi begitu besar sehingga inti atom menjadi sangat dekat maka akan membentuk sebuah inti atom raksasa. Penemuan neutron sendiri pertama kali oleh J. Chadwick pada tahun 1932 [Haensel dkk, 2007]. Setahun kemudian, Baade dan Zwicky mengusulkan gagasan adanya bintang neutron sebagai hasil dari ledakan supernova [Glendenning, 2000]. Pada masa hidup bintang, gravitasi diimbangi dengan tekanan sehingga bintang dapat dikatakan memiliki bentuk bulat sempurna (bergantung pada laju rotasinya). Ketika bintang mengalami ledakan supernova dan menjadi bintang neutron, keseimbangan antara gravitasi dan tekanan tidak berlaku lagi sehingga bentuk bintang neutron tidak bulat sempurna. Dikatakan bintang neutron karena masih memiliki beberapa sifat yang sama dengan bintang sekalipun bintang neutron adalah bintang yang sudah mati. Bintang neutron merupakan benda paling antap di alam semesta setelah lubang 1 2 hitam. Kerapatan yang tinggi membuat inti atom menjadi sangat dekat dan meluruh sehingga terjadi kelimpahan neutron di dalamnya. Ukuran bintang neutron jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran bintang katai putih dan pengamatannya baru dapat dilakukan setelah penemuan pulsar yang diyakini sebagai bintang neutron. Seperti halnya bintang biasa, bintang neutron juga berotasi. Rotasi bintang neutron sangat cepat, sekitar ratusan kali dalam satu detik. Rotasi bintang neutron menghasilkan gaya sentrifugal yang sangat besar dan menyebabkan bentuk bintang neutron yang tidak bulat sempurna. Ketika inti bintang meluruh menjadi bintang neutron, kelestarian momentum sudut mengakibatkan meningkatnya rotasi [Glendenning, 2000]. Relativitas umum memprediksi bahwa rotasi benda yang bermassa besar dapat merusak metrik ruang waktu. Hal ini tidak berlaku dalam mekanika Newton karena pada mekanika Newton gravitasi hanya bergantung pada massa, bukan rotasi. Josef Lense dan Hans Thirring yang pertama kali memprediksi efek rotasi benda terhadap ruang waktu di sekitarnya menggunakan teori relativitas umum Einstein. Rotasi suatu bintang akan memberikan efek pada ruang waktu di dalam bintang dan sekitarnya. Salah satunya adalah efek seretan kerangka inersial. Ketika suatu bintang berotasi, maka ruang waktu di sekitarnya juga ikut terseret searah dengan arah rotasi bintang. Misalkan sebuah partikel yang dijatuhkan dari suatu jarak tertentu di dekat bintang. Jika bintang tidak berotasi, partikel akan langsung jatuh ke pusat bintang. Tapi karena rotasi bintang, partikel akan terseret searah dengan arah rotasi bintang. Efek rotasi bintang terhadap ruang waktu di sekitarnya disebut sebagai seretan kerangka inersial lokal atau sering disebut efek Lense-thirring [Glendenning, 2000]. Efek seretan kerangka tidak hanya berlaku di sekitar bintang neutron tetapi juga di dalam bintang neutron. Selanjutnya akan dikaji lebih dalam Efek Lense-thirring dan bagaimana teori relativitas umum Einstein dapat menjelaskan seretan kerangka di dalam bintang neutron. Kemudian akan dirumuskan persamaan laju presesi seretan kerangka inersial (ΩLT ) di dalam bintang neutron yang stasioner [Chakraborty, 2014]. 1.2 Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari tugas akhir ini antara lain : 1. Bagaimana rotasi bintang neutron dapat mempengaruhi ruang waktu di sekitarnya? 3 2. Bagaimana perumusan laju presesi seretan kerangka bagi suatu partikel yang jatuh ke dalam bintang neutron? 1.3 Batasan Masalah Batasan-batasan masalah yang membatasi penulisan tugas akhir ini diantaranya : 1. Bintang neutron yang ditinjau adalah bintang neutron yang terisolasi (tidak ganda) dan berotasi cepat (dalam medan gravitasi kuat). 2. Bintang neutron yang ditinjau bersifat stasioner dan ber-simetri sumbu. 3. Materi di dalam bintang neutron dianggap fluida ideal. 4. Efek seretan kerangka inersial di dalam bintang neutron 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah-masalah di atas maka cakupan tujuan penelitian ini secara rinci dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mempelajari efek rotasi bintang neutron terhadap ruang waktu di sekitarnya. 2. Merumuskan laju presesi seretan kerangka inersial di dalam bintang neutron. 1.5 Tinjauan Pustaka Benda antap dalam astrofisika, seperti bintang neutron dan lubang hitam adalah laboratorium untuk mempelajari relativitas umum Eintein. Bintang neutron diketahui sebagai bintang dengan kelimpahan neutron di dalamnya. Neutron pertama kali ditemukan oleh J. Chadwick pada tahun 1932 [Haensel dkk, 2007]. Lalu pada tahun 1934, Walter Baada dan Fritz Zwicky memprediksi bahwa ledakan supernova dapat mengubah bintang biasa menjadi bintang neutron, suatu bintang dengan kerapatan sangat tinggi dan disusun oleh neutron, sering disebut sebagai inti atom raksasa [Arny, 2014]. Pada tahun 1939, Tolman, Openheimer, dan Volkof menurunkan persamaan kesetimbangan hidrostatik untuk bintang bersimetri bola dalam kerangka kerja relativitas umum [Haensel dkk, 2007]. Persamaan ini, dikenal sebagai persamaan TOV 4 yang menjadi persamaan dasar dalam menyusun model struktur bintang neutron. Setahun kemudian, Woltjer memperkirakan bahwa kelestarian fluks magnetik dalam bintang yang berubah dari raksasa merah ke bintang neutron dapat menghasilkan medan sebesar 1012 gauss [Glendenning, 2000]. Lalu pada tahun 1950, John Wheeler menurunkan model kulit bintang neutron dan menghitung persamaan keadaan inti bintang neutron yang tersusun atas neutron bebas, proton, dan elektron dalam keseimbangan beta [Haensel dkk, 2007]. Pada tahun 1957, penemuan superkonduktivitas yang menjelaskan teori Bardeen, Cooper, dan Schrieffer (teori BCS), menguatkan dorongan bagi para fisikawan untuk meninjau struktur bintang neutron yang tersusun atas materi dengan kerapatan tinggi dan mempunyai ikatan nukleon yang sangat kuat. Teori ini pertama kali digunakan oleh Migdal pada tahun 1959 untuk menunjukkan bahwa superfluida neutron dapat terjadi di dalam bintang neutron. Pada tahun 1965, sekelompok fisikawan Inggris yang dipimpin oleh Anthony Hewish mengamati fluktuasi sinyal radio pada suatu galaksi. Jocelyn Bell, salah satu anggota kelompok tersebut menemukan keanehan pada laju presesi pulsa radio yang dipercepat tiap 1,33 detik. Beberapa bulan kemudian Hewish menemukan beberapa sumber sinyal radio dan disebut sebagai pulsar (pulsating star) yang kemudian diketahui sebagai bintang neutron. Pulsar yang diamati memiliki periode yang sangat pendek dan jika dihubungkan dengan kerapatan, dimana periode berbanding terbalik dengan akar kuadrat dari kerapatan, maka diketahui pulsar adalah suatu benda dengan kerapatan yang sangat tinggi. Pada tahun 1967, Franco Pacini dan Thomas Gold menemukan kenyataan bahwa bintang neutron berotasi sangat cepat dan memiliki medan magnet yang sangat kuat. Pengamatan tentang pulsar terus dilakukan hingga pada tahun 1968, Gold menyimpulkan bahwa pulsar adalah bintang neutron yang berotasi dan termagnetisasi [Haensel dkk, 2007]. Pendapat Gold dikuatkan dengan penemuan pulsar Vela dan Crab di tahun yang sama dengan periode hanya beberapa milidetik. Penemuan kedua pulsar ini membuktikan adanya benda antap sebagai sisa supernova seperti yang sudah diprediksi oleh Baade dan Zwicky [Chamel, 2010]. Di tahun yang sama juga, Hartle dan Thorne menggunakan metode pendekatan usikan unuk menjelaskan struktur bintang neutron yang berotasi lambat. Lalu pada tahun 1974, R.A Hulse dan J.H taylor menemukan pulsar dalam sistem ganda sebagai bukti adanya gelombang gravitasi seperti yang diprediksi dalam teori relativitas umum Einstein. Sejak penemuan pulsar, penelitian tentang bintang neutron terus berlanjut. Pulsar diketahui sebagai bintang neutron yang berotasi sangat cepat sehingga diamati 5 di bumi dalam bentuk sinyal radio dengan periode yang sangat pendek. Ketika suatu bintang runtuh menjadi bintang neutron, kelestarian momentum sudut akan membuat rotasinya meningkat. Pulsar Crab sendiri merupakan bintang neutron yang masih muda dengan kecepatan rotasi 30 kali dalam satu detik. Rotasi suatu bintang yang sangat cepat akan mempengaruhi kerangka ruang waktu di sekitarnya. Ketika bintang neutron berotasi, ruang waktu di sekitar bintang neutron akan ikut terseret searah dengan arah rotasi bintang neutron. Keadaan ini dinamakan seretan kerangka inersial lokal. Efek seretan kerangka tidak dapat dijelaskan dengan mekanika Newton. Efek seretan kerangka merupakan salah satu efek relativistik penting yang di usulkan oleh Lens dan Thirring pada tahun 1918. Suatu ruang waktu stasioner dengan momentum sudut tertentu akan menunjukkan efek yaitu kerangka inersial lokal di seret ke arah yang sama dengan arah rotasi bintang. Hal ini membuat setiap giroskop uji pada ruang waktu tersebut akan mendekati frekuensi seretan kerangka atau disebut frekuensi Lense-Thirring (ΩLT ). Frekuensi Lense-Thirring sebanding dengan momentum sudut dan kekompakan benda astrofisika yang berotasi. Efek Lense-thirring untuk gyroskop uji telah di hitung dan menunjukkan kecenderungan untuk berbanding terbalik dengan pangkat tiga jarak gyroskop terhadap sumber dan akan hilang efeknya ketika jaraknya cukup besar dari sumber dan efek kelengkungan mengecil [Chakraborty, 2014]. Pengukuran massa presesi pulsar PSR J0348+0432 telah menunjukkan keberadaan bintang neutron yang bermassa > 2M⊙ [Antoniadis dkk, 2013]. Beberapa bintang neutron yang teramati memiliki kecepatan sudut yang sangat tinggi. Oleh karena itu kelengkungan ruang waktu di sekitarnya menjadi lebih tinggi dan efek seretan kerangka inersial menjadi lebih signifikan dalam medan gravitasi kuat. Efek seretan kerangka inersial tidak hanya di luar bintang neutron tetapi juga di dalam bintang neutron. Perhitungan secara teoretik untuk menentukan laju seretan kerangka inersial di dalam bintang neutron pertama kali di berikan oleh Hartle [Hartle, 1967]. Dalam perhitungan tersebut dapat diperkirakan laju seretan kerangka inersial di dalam bintang neutron yang berotasi lambat (ΩR ≪ c, dengan R adalah jari-jari pulsar dan c kecepatan cahaya di ruang hampa). Hasil akhir laju presesi seretan kerangka hanya bergantung pada r, yaitu jarak dari pusat bintang neutron dikarenakan pendekatan rotasi lambat. Pada perhitungan Hartle, diamati bahwa frekuensi seretan kerangka lebih tinggi di pusat bintang neutron dibandingkan dengan frekuensi seretan kerangka di permukaan. Frekuensi seretan kerangka tidak akan pernah melebihi frekuensi 6 rotasi bintang neutron. Efek seretan kerangka ini di terapkan pada berbagai masalah astrofisika menggunakan perhitungan Hartle. Hartle mempelajari efek ini pada keseimbangan struktur bintang neutron yang berotasi lambat [Hartle dan Thorne, 1968]. Efek seretan kerangka pada frekuensi Kepler diteliti oleh Glendenning dan Weber [Glendenning dan Weber, 1994]. Perhitungan Hartle juga menjelaskan cara efek seretan mempengaruhi momen inersial pada bintang neutron yang berotasi [Weber, dkk, 2006]. Selanjutnya, Morsink dan Stella mempelajari peran efek seretan kerangka dalam menjelaskan quasi periodik osilasi akresi bintang neutron [Morsink, dkk, 1999]. Morsink dan stella memperkirakan frekuensi presesi νp dari bidang orbit cakram di sekitar sumbu simetri bintang sebagai selisih antara frekuensi osilasi partikel sepanjang longitude dan latitude (2πνP = dϕ/dt−dθ/dt) yang diamati pada jarak tak hingga. Perhitungan tersebut memperkenalkan zero angular momentum observer (ZAMO) dan frekuensi presesi νp yang diamati pada tak hingga. Frekuensi Lense-Thirring sebanding dengan frekuensi ZAMO pada bidang equator pada batas rotasi lambat. Hal ini sama dengan perhitungan Hartle [Hartle, 1967] yaitu kecepatan anguler (dϕ/dt) yang diperoleh seorang pengamat yang jatuh bebas dari tak hingga ke suatu titik (r,θ), merupakan kecepatan rotasi kerangka inersial pada titik tersebut relative terhadap bintang yang jauh. Dalam tugas akhir ini akan diturunkan frekuensi presesi LT (ΩLT ) yang tidak hanya sebagai fungsi ω tetapi fungsi yang rumit dengan komponen metrik. Pada bintang yang berotasi cepat, tidak dapat diharapkan laju presesi yang sama sepanjang bidang equator dan kutub. Frekuensi seretan kerangka harus bergantung pada jarak radial (r) dan sudut colatitude (θ) dalam medan gravitasi yang sangat lemah (jauh dari permukaan benda yang berotasi) [Hartle dan Thorne, 1968]. Laju presesi LT pada ruang waktu stasioner yang sangat melengkung telah didiskusikan secara rinci oleh Chakraborty dan Majumdar [Chakraborty dan Majumdar, 2014]. Motivasi utama pada penulisan tugas akhir ini adalah perumusan persamaan laju presesi LT di dalam bintang neutron yang berotasi dengan beberapa batasanbatasan. Perhitungan dan hasil secara eksak mengenai efek seretan kerangka di dalam bintang neutron untuk berbagai model persamaan keadaan bintang neutron telah dijelaskan oleh Chakraborty. Laju seretan kerangka inersial di dalam bintang neutron akan mengecil dari pusat bintang menuju kutub bintang. Sedangkan untuk daerah ekuator, laju seretan kerangka mengecil dari pusat bintang menuju daerah tepat sebelum permukaan ekuator, lalu naik lagi sampai permukaan ekuator [Chakraborty, 2014]. Selanjutnya, dalam skripsi ini akan dijelaskan secara rinci perumusan laju seretan ke- 7 rangka inersial (LT) di dalam bintang neutron yang berada pada medan stasioner. 1.6 Metodologi penelitian Penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan metode kajian teoriis melalui studi literatur dan perhitungan matematis. Bintang neutron merupakan benda relativistik sehingga perumusannya menggunakan teori relativitas umum. Relativitas umum tentang kelengkungan ruang waktu menjelaskan bahwa suatu ruang waktu diwakili oleh suatu metrik. Metrik ruang waktu stasioner pada bintang neutron kemudian akan menjelaskan adanya efek seretan kerangka inersial di dalam bintang. Selanjutnya, dasar yang digunakan untuk perumusan laju presesi seretan kerangka inersial ΩLT adalah teori relativitas umum dan konsep matematika tentang geometri diferensial. 1.7 SistEmatika Penulisan Skipsi ini tersusun atas tujuh bab, dengan sistematika penulisannya sebagai berikut : 1. BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dipaparkan latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. 2. BAB II BINTANG NEUTRON. Pada bab ini akan dielaskan tentang konsep bintang neutron diantaranya kelahiran bintang neutron, evolusi bintang neutron, pulsar, struktur lapisan bintang neutron, dan metrik yang berlaku di dalam bintang neutron. 3. BAB III RELATIVITAS UMUM DAN GEOMETRI DIFERENSIAL. Pada bab ini dipaparkan teori relativitas umum yang mendasari pemahaman tentang bintang neutron dan efek seretan kerangka inersial. Selanjutnya juga dipaparkan geometri diferensial sebagai fondasi matematis yang digunakan untuk merumuskan persamaan laju presesi seretan kerangka inersial di dalam bintang neutron. 4. BAB IV EFEK LENSE THIRRING. Pada bab ini dijelaskan bagaimana efek seretan kerangka pada bintang neutron, konsep rotasi di dalam medan stasioner, dan perumusan laju presesi seretan kerangka inersial di dalam bintang neutron. 8 5. BAB V PENUTUP. Pada bab ini dipaparkan tentang simpulan dari hasil penelitian dalam skipsi ini dan saran yang diperlukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 6. LAMPIRAN. Pada lampiran dipaparkan beberapa konsep pendukung yang belum dijelaskan seperti perumusan tentang luminositas Eddington, tensor kelengkungan Riemann untuk merumuskan persamaan medan Einstein, pembuktian beberapa teorema, koneksi affine, dan penjabaran lengkap pada perumusan ΩLT .