dan gelap dapat diketahui karakteristik film yang dibuat bersifat dioda, resistansi atau kapasitansi. c. Karakterisasi sifat absorbansi dan reflektansi optik Alat yang digunakan, yaitu spektrofotometer model ocean optics DTmini-2. Karakterisasi sifat optik absorbansi dan reflektansi dilakukan untuk mengetahui tingkat absorbansi, reflektansi dan energy gap film. Energy gap diperoleh dengan cara menentukan energy gap film LiNbO3 berdasarkan kurva menurut (αhν)2 terhadap energi pada Gambar 4.3-4.6 [33]. d. Karakterisasi konstanta dielektrik Pada karakterisasi ini digunakan rangkaian seperti pada Gambar 3.1. Dari rangkaian pengukuran ini ditentukan time constant dan nilai kapasitansi film sedangkan penentuan besar konstanta dielektriknya dapat menggunakan persamaan 3.3. (3.3) Keterangan: ɛ adalah konstanta dielektrik, C adalah kapasitansi film (Farad), d adalah ketebalan film (m), A adalah luas kontak (m2), ɛ0 adalah permitivitas ruang hampa (8,85 x 10-12 F/m). Permitivitas relatif ɛ menunjukkan sifat kemampuan polarisasi dan menyimpan energi. e. Karakterisasi XRD Karakterisasi XRD dilakukan untuk menentukan model struktur kristal film yang telah dibuat, lalu dari hasil pengujian dapat digunakan untuk mencari indeks miller dan parameter kisi struktur kristal film. Sistem kristal trigonal adalah sistem kristal yang hanya dimiliki titik kelompok yang memiliki lebih dari satu sistem kisi terkait dengan kelompok ruang mereka: kisi heksagonal dan rhombohedral kedua muncul. Dalam sistem rhombohedral, kristal digambarkan oleh vektor yang sama panjang, dua di antaranya adalah ortogonal . Sistem rhombohedral dapat dianggap sebagai sistem kubik membentang sepanjang tubuh diagonal a = b = c;. α = β = γ ≠ 90 ° [14]. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Film yang dibuat merupakan persambungan antara dua buah semikonduktor. Silikon yang digunakan merupakan semikonduktor tipe-p, sedangkan lapisan LiNbO3 merupakan semikonduktor tipe-n [34]. Persambungan semikonduktor tipe-p dan tipe-n dikenal dengan nama p-n junction [35]. Dengan adanya p-n junction, maka film yang dibuat sama dengan karakteristik dari dioda. Sifat optik, sifat listrik, dan struktur film pada waktu annealing 1 jam, 8 jam, 15 jam dan 22 jam pada molaritas 0,5 M, 1 M, 2 M masing-masing menunjukkan hasil yang berbeda. Perbedaan ini mengindikasikan adanya pengaruh lama annealing terhadap film dan juga pengaruh molaritas terhadap film. 4.1 Sifat Optik Film Alat yang digunakan dalam karakterisasi sifat optik film LiNbO3, yaitu spektrofotometer. Dalam spektrofotometer fenomena yang terjadi merupakan interaksi sampel dengan panjang gelombang yang dibangkitkan dari sumber. Panjang gelombang yang digunakan yaitu panjang gelombang cahaya tampak. Karakterisasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat absorbansi dan reflektansi film yang dihasilkan pada panjang gelombang cahaya tampak. Setelah dilakukan karakterisasi diperoleh kurva hubungan absorbansi dengan panjang gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Dari kurva tersebut dapat dilihat film LiNbO3 pada molaritas 0,5 M dan waktu annealing 15 jam menyerap cahaya paling banyak pada panjang gelombang 570-600 nm (warna kuning) dan paling rendah pada panjang gelombang 450-500 nm (warna biru). Film LiNbO3 pada molaritas 1 M dan waktu annealing 22 jam menyerap cahaya paling banyak pada panjang gelombang 450-500 nm dan 570-600 nm sedangkan paling rendah pada panjang gelombang 500-550 nm (warna hijau) dan 620-750 nm (warna merah). Film LiNbO3 pada molaritas 1 M dan waktu annealing 15 jam paling banyak menyerap panjang gelombang warna biru dan merah sedangkan paling rendah pada panjang gelombang warna hijau. Sedangkan film LiNbO3 pada molaritas 2 M dan waktu 9 Tabel 4.2 Indeks bias dan energy gap film LiNbO3 Film LiNbO3 pada molaritas (M) dan waktu annealing (jam) 0,5 ; 15 Indeks bias Energy gap Eg (eV) 1,93 2,54 1 ; 15 1,64 3,12 1 ; 22 1,31 2,97 2 ; 22 1,60 3,19 Film LiNbO3 0,5 M, pada waktu annealing 15 jam Film LiNbO3 1 M, pada waktu annealing 15 jam Film LiNbO3 1 M, pada waktu annealing 22 jam Film LiNbO 2 M, pada waktu annealing 22 jam 5 4 Absorbansi (a.u) annealing 22 jam, kurva absorbansi yang diperoleh hampir membentuk garis lurus horizontal, artinya tingkat absorbansinya hampir sama untuk setiap panjang gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Selain pengukuran absorbansi juga dilakukan pengukuran terhadap besar reflektansi film. Kurva reflektansi yang dihasilkan merupakan kebalikan dari absorbansi. Jadi dapat disimpulkan bahwa film LiNbO3 pada molaritas 0,5 M dan waktu annealing 15 jam paling banyak mereflektansi cahaya daripada film LiNbO3 pada molaritas 1 M dan waktu annealing 15 jam, film LiNbO3 pada molaritas 1 M dan waktu annealing 22 jam serta film LiNbO3 pada molaritas 2 M dan waktu annealing 22 jam karena tingkat absorbansinya paling rendah. Perbedaan absorbansi ini mungkin disebabkan oleh jarak atom pada kristal film dari setiap sampel berbeda-beda. Tabel 4.2 menunjukkan nilai indeks bias dan energy gap film. Indeks bias dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.2, sedangkan energy gap diperoleh dengan memplotkan kurva (αhν)2 terhadap energi, dengan E = , ( keterangan: α adalah koefisien absorbansi, h adalah konstanta planck 4,136 x 10-15 eV.s, ν adalah frekuensi, c adalah kecepatan cahaya 2,998 x 108 m/s, dan λ adalah panjang gelombang dalam satuan meter). Pada Gambar 4.3-4.6 dapat dilihat pengaruh lama annealing film terhadap sifat optiknya. Film LiNbO3 dengan molaritas 0,5 M dan waktu annealing 15 jam memiliki persen reflektansi dan indeks bias paling besar, sedangkan film dengan molaritas 2 M dan waktu annealing 22 jam memiliki persen reflektansi dan indeks bias paling kecil, artinya semakin lama proses annealing dilakukan dan semakin besar molaritas maka film LiNbO3 memiliki indeks bias yang semakin kecil dan energy gap film meningkat. Panjang gelombang cahaya tampak ditabelkan dalam Tabel 4.1 [27]. 3 2 1 0 400 500 600 700 800 900 Panjang gelombang (nm) Gambar 4.1 Hubungan absorbansi dan panjang gelombang Film LiNbO3 0,5 M, pada waktu annealing 15 jam Film LiNbO3 1 M, pada waktu annealing 15 jam Film LiNbO3 1 M, pada waktu annealing 22 jam Film LiNbO 2 M, pada waktu annealing 22 jam Tabel 4.1 Spektrum panjang gelombang cahaya tampak Spektrum Ungu Biru Hijau Kuning Jingga Merah Panjang gelombang (nm) 380 - 450 450 - 495 495 - 570 570 - 590 590 - 620 620 - 750 Gambar 4.2 Hubungan reflektansi dan panjang gelombang 10 3e+12 6e+12 3e+12 5e+12 Eg=2,54 eV 2e+12 Eg=2,97 eV 4e+12 1e+12 3e+12 1e+12 2e+12 5e+11 1e+12 0 0 1,6 1,8 2,0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,0 1,6 1,8 2,0 2,2 Energi (eV) Gambar 4.5 Gambar 4.3 2,4 2,6 2,8 3,0 3,2 Energi (eV) Cara menentukan energy gap film berdasarkan kurva menurut (αhν)2 terhadap energi 1 M, pada waktu annealing 22 jam. Cara menentukan energy gap film berdasarkan kurva menurut (αhν)2 terhadap energi 0,5 M, pada waktu annealing 15 jam. 3e+12 3,5e+13 Eg = 3,19eV 3e+12 3,0e+13 Eg=3,12 eV 2e+12 2,5e+13 1e+12 2,0e+13 1,5e+13 1e+12 1,0e+13 5e+11 5,0e+12 0 1,6 1,8 2,0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,0 3,2 3,4 0,0 1,6 1,8 2,0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,0 3,2 3,4 Energi (eV) Gambar 4.4 Cara menentukan energy gap film berdasarkan kurva menurut (αhν)2 terhadap energi 1 M, pada waktu annealing 15 jam. 4.2 Konstanta Dielektrik Konstanta dielektrik (ε) film dicari dengan menggunakan rangkaian seperti pada Gambar 3.1 dengan cara memberikan tegangan masukkan berupa sinyal kotak dari generator dengan frekuensi 20 kHz dan hambatan yang digunakan, yaitu 10 kΩ, sedangkan tegangan yang diberikan, yaitu 1 volt, 3 volt dan 5 volt. Sinyal keluaran yang dihasilkan tampak pada osiloskop seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.8, Gambar4.9, dan Gambar 4.10. Dari sinyal keluaran tersebut dicari time constant (τ) untuk mendapatkan nilai kapasitansi dan konstanta dielektrik film. Time constant (τ) itu sangat mempengaruhi nilai kapasitansi yang selanjutnya juga mempengaruhi konstanta dielektrik film. Terdapat perbedaan sinyal keluaran pada osiloskop sebelum dan sesudah film Energi (eV) Gambar 4.6 Cara menentukan energy gap film berdasarkan kurva menurut (αhν)2 terhadap energi 2 M, pada waktu annealing 22 jam. dipasang. Sebagai contoh, pada Gambar 4.8 (a) dan Gambar 4.8 (b) terlihat perbedaan antara sinyal keluaran pada osiloskop sebelum dan sesudah film dipasang. Pada Gambar 4.8 (a) sinyal pada osiloskop masih berbentuk kotak sedangkan pada Gambar 4.8 (b) ada perubahan pada peak sinyal berupa pemotongan sinyal berupa lengkungan karena pada saat itu terjadi pengisian atau pengosongan muatan. Peristiwa pengisian atau pengosongan muatan ini mengindikasikan film dapat menyimpan muatan seperti halnya kapasitor. Dalam penelitian ini variasi tegangan yang digunakan yaitu, 1 volt, 3 volt dan 5 volt. Konstanta dielektrik (ε) yang diperoleh ketika diberikan tegangan berbeda menghasilkan ε yang berbeda. 11 Dari data yang diperoleh nilai ε semakin kecil ketika tegangannya ditingkatkan hal ini sesuai dengan persamaan 4.1 [38]. (4.1) Keterangan: d adalah ketebalan film (m), adalah kapasitansi (coulomb/volt atau farad), ε adalah konstanta dielektrik (F/m), A adalah luas kontak (m2). Nilai ε semakin kecil ketika tegangannya ditingkatkan mengakibatkan penurunan kapasitansi. Oleh karena itu penurunan kapasitansi menjadikan nilai konstanta dielektrik film semakin kecil. Tabel 4.3 Nilai konstanta dielektrik film LiNbO3 Film LiNbO3 pada molaritas (M) dan waktu annealing (jam) 0,5 ; 1 Ketebalan film (x 10-6 m) Konstanta dielektrik V= 1 volt V= 3volt V= 5volt 0,442 10,3 9,0 7,6 1;8 0,608 18,7 13,1 12,5 1 ; 15 1,888 50,1 48,4 40,4 2 ; 22 2,157 54,6 51,7 44,3 Tabel 4.3 dapat dilihat ada peningkatan konstanta dielektrik (ε) film pada tegangan 1 volt, 3 volt dan 5 volt jika waktu annealing lebih lama dan molaritas yang semakin besar. Dalam penelitian ini ε paling besar dimiliki oleh film pada waktu annealing 22 jam dan molaritas 2 M dan ε paling kecil dimiliki oleh film pada waktu annealing 1 jam dan molaritas 0,5 M. Hal ini disebabkan oleh ketebalan film yang semakin meningkat. 4.3 Arus-Tegangan (I-V) Pengukuran I-V film dilakukan dalam kondisi gelap dan kondisi disinari dengan intensitas cahaya 405 lux. Hasil pengukuran I-V menunjukkan film yang telah dibuat peka terhadap cahaya karena terjadi pergeseran kurva dari gelap ke terang ketika diberikan tegangan dari -10 volt hingga +10 volt. Arus yang dihasilkan film pada kondisi terang lebih besar daripada kondisi gelap karena pemberian cahaya pada film mengakibatkan film tersebut menjadi lebih konduktif. Terjadinya sifat konduktif pada film karena adanya energi foton dari luar yang diserap oleh elektron yang dipengaruhi oleh kondisi terang dan kondisi gelap. Pada kondisi ini, energi foton memiliki kencenderungan memberikan energi cukup bagi difusi elektron, sehingga peningkatan difusi ini mengakibatkan terjadinya rekombinasi elektron dan hole lebih banyak [39-41]. Dari karakterisasi I-V yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa film yang telah dibuat bersifat fotodioda. Dari karakterisasi I-V didapat bahwa waktu annealing 22 jam adalah waktu annealing terbaik dibandingkan dengan waktu annealing yang lain, yaitu waktu annealing 1 jam, waktu annealing 8 jam dan waktu annealing 15 jam. Kriteria film LiNbO3 yang memperlihatkan waktu annealing yang terbaik 22 jam yaitu kurva I-V terang dan kurva I-V gelap yang berbentuk dioda. 4.4 Konduktivitas Listrik Nilai konduktivitas listrik bahan material yang saya teliti menunjukkan material bersifat semikonduktor. Besarnya nilai konduktivitas listrik berbanding terbalik dengan resistansinya. Konduktivitas listrik meningkat jika resistansi bahan material menurun [41]. Dalam penelitian ini pengukuran konduktivitas listrik film menggunakan LCR meter model HIOKI 3522-50. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai seperti dalam Tabel 4.4. Nilai konduktivitas listrik film meningkat jika waktu annealing lebih lama dan molaritas yang semakin besar. Film pada waktu annealing 1 jam dan molaritas 0,5 M memiliki konduktivitas listrik paling kecil daripada film pada waktu annealing 8 jam dan molaritas 1 M, molaritas 1 M dan waktu annealing 15 jam serta molaritas 2 M dan waktu annealing 22 jam. Tabel 4.4 Nilai konduktivitas film LiNbO3 berdasarkan perbedaan waktu annealing dan molaritas Molaritas (M) dan waktu annealing (jam) Konduktivitas listrik (x 10-3 S/m) 0,5 ; 1 1;8 1 ;15 2 ; 22 1,49 2.05 2,27 6,66 Semakin meningkatnya konduktivitas listrik disebabkan oleh ketebalan film yang semakin besar dan lamanya waktu annealing 12 yaitu film pada waktu annealing 22 jam memiliki konduktivitas paling besar serta berdasarkan perbedaan molaritas. Besarnya ukuran butir mempengaruhi konduktivitas listrik film, hal ini sesuai dengan persamaan 4.2 [44]. σ=L.e2.N.(2π.m.k.T)-1/2exp(-E/k.T) (4.2) Keterangan: σ adalah konduktivitas listrik (S/m), E adalah energi (J), L adalah ukuran panjang butir (m), N adalah konsentrasi pembawa muatan (m-3). (a) Berdasarkan literatur suatu bahan material dikatakan bersifat semikonduktor jika nilai konduktivitas listriknya berkisar antara 10-8 S/cm sampai 103 S/cm [45]. Dari data nilai konduktivitas listrik film yang diperoleh dapat dikatakan bahwa film ini merupakan bahan material semikonduktor karena nilai konduktivitas listrik yang didapatkan berkisar dalam konduktivitas listrik semikonduktor seperti yang 4.4. ditunjukkan dalam Tabel (d) (b) (e) (c) Gambar 4.7 Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 1 volt a) Sinyal keluaran sebelum film dipasang. b) Sinyal keluaran setelah film 0,5 M dan 1 jam annealing dipasang c) Sinyal keluaran setelah film 0,5 M dan 8 jam annealing dipasang d) Sinyal keluaran setelah film 0,5 M dan 15 jam annealing dipasang e) Sinyal keluaran setelah film 0,5 M dan 22 jam annealing dipasang 13 (d) (a) (b) (e) Gambar 4.8 Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 3 volt a) Sinyal keluaran sebelum film dipasang. b) Sinyal keluaran setelah film 1 M dan 1 jam annealing dipasang c) Sinyal keluaran setelah film 1 M dan 8 jam annealing dipasang d) Sinyal keluaran setelah film 1 M dan 15 jam annealing dipasang e) Sinyal keluaran setelah film 1 M dan 22 jam annealing dipasang (c) 14 (d) (a) (b) (e) Gambar 4.9 Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 5 volt a) Sinyal keluaran sebelum film dipasang. b) Sinyal keluaran setelah film 2 M dan 1 jam annealing dipasang c) Sinyal keluaran setelah film 2 M dan 8 jam annealing dipasang d) Sinyal keluaran setelah film 2 M dan 15 jam annealing dipasang e) Sinyal keluaran setelah film 2 M dan 22 jam annealing dipasang (c) 15 Terang [0, 0, 0] Curren t_1 (1) 2.00E-03 Arus (A) 1.00E-03 0.00E+00 Gelap 6.00E-03 4.00E-03 Arus (A) 3.00E-03 2.00E-03 0.00E+00 -5.00E+01 0.00E+00 5.00E+01 -1.00E-03 -5.00E+01 0.00E+00 5.00E+01 -2.00E-03 -2.00E-03 -4.00E-03 Tegangan (V) Tegangan (V) Gambar 4.10 Hubungan arus dan tegangan (I-V) terang dan gelap molaritas 0,5 M, pada waktu annealing 15 jam [0, 0, Gelap 0] Curren t_1 (1) Terang [0, 0, 0] Curren t_1 (1) Gambar 4.12 Hubungan arus dan tegangan ( I-V) terang dan gelap molaritas 1 M, pada waktu annealing 22 jam 1.00E-03 5.00E-04 Arus (A) 3.00E-04 2.00E-04 1.00E-04 0.00E+00 -5.00E+01 0.00E+00 5.00E+01 -1.00E-04 [0, 0, 0] Current _1 (1) [0, 0, 0] Current _1 (1) Arus (A) 5.00E-04 4.00E-04 0.00E+00 -5.00E+01 0.00E+00 5.00E+01 -5.00E-04 -1.00E-03 Tegangan (V) [0, 0, 0] Gelap Current _1 (1) Terang [0, 0, 0] Current _1 (1) Tegangan (V) Gambar 4.11 Hubungan arus dan tegangan (I-V) terang dan gelap molaritas 1 M, pada waktu annealing 15 jam 4.5 Hasil Karakterisasi XRD Gambar 4.14 pada halaman 16 menunjukkan pola difraksi sinar-X film yang dihasilkan. Puncak-puncak difraksi yang terbentuk mengindikasikan partikel film memiliki distribusi orientasi kristal. Dari puncak-puncak difraksi tersebut dapat ditentukan indeks miller (h k l) dengan menganggap struktur kristal LiNbO3 merupakan struktur rhombohedral. Difraksi tiap film terjadi pada bidang (2 0 0) hal ini disebabkan oleh banyaknya bidang pendifraksi pada bidang (2 0 0) yang memiliki parameter kisi yang sama dengan jarak yang berdekatan, sehingga gelombanggelombang yang mengalami difraksi tidak terlalu berbeda fase dan cenderung konstruktif [37]. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat intensitas difraksi terendah terjadi pada bidang (110) bahkan pada molaritas 2 M dan waktu annealing 15 jam tidak Gambar 4.13 Hubungan arus dan tegangan (I-V) terang dan gelap molaritas 2 M, pada waktu annealing 22 jam terdapat bidang (110), hal ini disebabkan oleh difraksi sinar X yang terjadi berupa interferensi destruktif sehingga gelombang yang dihamburkan akan saling menghilangkan. Hal lain yang bisa mengakibatkan bidang (110) tersebut hilang, yaitu pada bidang tersebut hanya terdapat sedikit bidang pendifraksi. Indeks miller yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan parameter kisi LiNbO3 dalam struktur trigonal [36]. Perbedaan dari empat substrat yang dibuat adalah pada tingginya intensitas difraksi. Secara keseluruhan intensitas difraksi tertinggi dimiliki oleh film LiNbO3 pada molaritas 2 M dan waktu annealing 22 jam. Sedangkan intensitas difraksi yang paling rendah dimiliki oleh film LiNbO3 pada molaritas 0,5 M dan waktu annealing 15 jam. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa film LiNbO3 pada molaritas 0,5 M dan waktu annealing 15 jam memiliki 16 struktur kristal paling baik daripada sampel yang lain, karena semakin tinggi puncak intensitas difraksi menunjukkan semakin banyaknya jumlah bidang pendifraksi yang seragam dalam orientasi bidang yang sama [38]. Perbedaan lainnya, yaitu adanya pergeseran sudut difraksi pada bidang (110). Pada penelitian ini bidang (110) untuk LiNbO3 terjadi pada 2θ = 31,61o (film LiNbO3 pada molaritas 1 M dan waktu annealing 15 jam) sedangkan peneliti lain memperoleh sudut difraksi bidang (110) untuk LiNbO3 yaitu 2θ = 31,99o. Pada film LiNbO3 dengan molaritas 0,5 M dan waktu annealing 15 jam bidang (110) terjadi pada 2θ = 33,74o, sudut difraksi ini mendekati sudut difraksi untuk 2-metoksietanol [H3COOCH2CH2OH, 99.9%], yaitu 2θ = 33,10o, sedangkan pada film LiNbO3 dengan molaritas 1 M, dan waktu annealing 15 jam bidang (110) terjadi pada 2θ = 30,90o, sudut difraksi ini mendekati sudut difraksi lithium asetat [(LiO2CH3), 99,9%], yaitu 2θ = 31,15o [36]. Pergeseran sudut difraksi film karena adanya pengaruh lama waktu annealing. a A Sampel b B Sampel c C Sampel Sampel d D Film pada waktu annealing 8 jam memunculkan bidang (110). Ketika waktu annealing 8 jam memunculkan bidang (110) LiNbO3 dan ketika lama annealing ditingkatkan menjadi 15 jam memunculkan bidang (110) untuk lithium asetat [(LiO2CH3), 99,9%]. Sedangkan film pada waktu annealing 22 jam tidak terdapat bidang (110) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Besar parameter kisi dapat dilihat pada Tabel 4.6 yang diperoleh dengan metode analitik (dapat dilihat pada Lampiran 3). Dari tabel tersebut dapat dilihat film LiNbO3 pada molaritas 2 M dan waktu annealing 22 jam pada suhu 900OC memiliki parameter kisi dan intensitas difraksi paling besar dibanding film yang lainnya. Dalam penelitian ini parameter kisi a dan b setiap sampel berkisar dari 4,008 - 4,203 Å dan parameter kisi c dari 4,017 - 4,214 Å. Sedangkan dalam JCPDS- International Centre for Diffraction Data (ICDD) dipaparkan bahwa parameter a, b dan c adalah 3,977 Å [36]. Tabel 4.5 Taksiran sudut difraksi dan indeks miller film LiNbO3 Sudut difraksi (2θ) Molaritas (M) dan waktu annealing (jam) 0,5 ; 15 1 ; 15 1 ; 22 2 ; 22 Indeks miller (hkl) 33,74* 38,12 44,49 64,84 77,80 (110) (111) (200) (220) (311) 31,61 38,33 44,03 64,40 77,54 30,90** 37,98 44,52 64,82 77,88 37,97 44,49 64,80 77,89 Keterangan:* = sudut difraksi ini mendekati sudut difraksi untuk 2-metoksietanol [H3COOCH2CH2OH, 99.9%]. ** = sudut difraksi ini mendekati sudut difraksi lithium asetat [(LiO2CH3), 99,9%]. - = tidak ada sudut. 0 20 40 60 80 100 2 Theta Gambar 4.14 Pola difraksi sinar-X film LiNbO3 Ket: a) film pada molaritas 2 M dan waktu annealing 22 jam; b) film pada molaritas 1 M dan waktu annealing 22 jam; c) film pada molaritas 1 M dan waktu annealing 15 jam; d) film pada molaritas 0,5 M dan waktu annealing 15 jam. Tabel 4.6 Parameter kisi film LiNbO3 berstruktur rhombohedral Film LiNbO3 Parameter kisi ( Å ) pada a=b=c molaritas (M) dan waktu annealing (jam) 0,5 ; 15 4,214 1 ; 15 4,052 1 ; 22 4,017 2 ; 22 4,018