13 modern ditandai dengan salah satu ciri, yaitu meningkatnya kebutuhan terhadap aplikasi teknologi sistem informasi. Seperti misalnya penggunaan aplikasi sistem operasi toko dengan komputer seperti: Point of Sales (POS), Elektronic Data Interchange (EDI), dan EFT (Elektronic Fund Transfer), di mana aplikasi sistem tersebut diharapkan menunjang peningkatan efisiensi (Maulana, 1999). 2.1 Pengertian Jasa Menurut Gronroos (Tjiptono&Chandra,2007,p11), “Jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan”. Sedangkan menurut Arief (2006,p11), jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dala bentuk fisik atau konstruktif, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen. Thesis ini akan mengacu pada Kotler (2007,p42), berpendapat Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, 14 yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. 2.2.1 Karakteristik Jasa Menurut Kotler dan Keller (2007) menyebutkan bahwa jasa memiliki empat karakteristik jasa yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Tidak Berwujud (Intangibility) Berbeda dari produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum dibeli. 2. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparability) Biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Hal ini tidak berlaku bagi barang-barang fisik yang diproduksi, disimpan sebagai persediaan, didistribusikan melalui banyak penjual, dan dikonsumsi kemudian. 3. Bervariasi (Variability) Karena bergantung pada siapa memberikannya serta kapan dan di mana diberikan, jasa sangat bervariasi. 4. Tidak Tahan Lama (Perishability) Jasa tidak dapat disimpan. Sifat jasa yang mudah rusak (perishability) tidak akan menjadi masalah apabila permintaan tetap berjalan lancar. 15 2.2.2 Jenis - Jenis Jasa Menurut Tjiptono dan Chandra (2007,14) Jenis jasa dibedakan menjadi empat macam, yaitu: 1. Rented Good Service Dalam tipe ini, konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu spesifik. Konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap ditangan pihak perusahaan yang menyewakannya. Contohnya : penyewaan mobil, vcd, villa, apartemen. 2. Owned Goods Service Pada tipe ini, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan unjuk kerjanya, atau dipelihara/ dirawat oleh perusahaan jasa. Contohnya : jasa reparasi (arloji, mobil, sepeda motor). 3. Non – Goods Service Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contohnya: sopir, baby-sitter, dosen, guru. 16 2.3 Kualitas Pelayanan Menurut Wykof dalam Arief (2006,p118), kualitas Pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Definisi kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan (Simamora,2003,p180). Gronroos (1984) mendefinisikan kualitas layanan sebagai hasil evaluasi proses dimana konsumen membandingkan jasa yang diharapkan dan yang diberikan. Masyarakat dapat menilai jasa yang diberikan secara keseluruhan, sebelum dan sesudah jasa tersebut dirasakan, yaitu sikap yang diberikan kepada konsumen (Parasuraman et al, 1998) 2.3.1 Jenis-jenis Pelayanan Menurut Ma’ruf dalam buku pemasaran ritel (2006,p219-p220) jenisjenis pelayanan terdiri dari : 1. Customer service: a. Pramuniaga dan staf lain (seperti kasir dan SPG/sales promotion girls) yang terampil dengan cara pelayanan dan kesigapan membantu. 17 b. Personal shopper, yaitu staf perusahaan ritel yang melayani pembeli melalui telepon dan menyiapkan barang pesanan yang nantinya tinggal diambil oleh pelanggan. 2. Terkait fasilitas gerai: a. Jasa pengantaran (delivery). b. Gift wrapping. c. Gift certificates (voucher). d. Jasa pemotongan pakaian jadi (atau perbaikan). e. Cara pembayaran dengan credit card atau debit card. f. Fasilitas tempat makan (food corner). g. Fasilitas kredit. h. Fasilitas kenyamanan dan keamanan berupa tangga jalan dan tangga darurat. 3. • 4. i. Fasilitas telepon dan mail orders. j. Lain-lain, seperti fasilitas kredit. Terkait jam operasional toko: Jam buka yang panjang atau buka 24 jam. Fasilitas-fasilitas lain: a. Ruang/lahan parkir. b. Gerai laundry. c. Gerai cuci cetak film. 18 2.3.2 Manfaat Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan yang baik sering dikatakan sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan suatu bisnis maka tentu saja kualitas pelayanan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut (Simamora,2003,p180) : a. Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami melebihi harapan konsumen) atau sangat memuaskan merupakan suatu basis untuk penetapan harga premium. Perusahaan yang memberikan kepuasan tinggi bagi pelanggannya dapat menetapkan suatu harga yang signifikan. b. Pelayanan istimewa membuka peluang untuk diversifikasi produk dan harga. Misalnya pelayanan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang diminta oleh pelanggan yaitu tarif yang lebih mahal dibebankan terhadap pelayanan yang membutuhkan penyelesaian yang paling cepat. c. Menciptakan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang loyal tidak hanya potensial untuk penjualan produk yang sudah ada tetapi juga untuk produk-produk baru dari perusahaan. d. Pelanggan yang terpuaskan merupakan sumber informasi positif dari perusahaan dan produk-produk bagi pihak luar bahkan mereka dapat menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangkal isu-isu negatif. 19 e. Pelanggan merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam hal intelijen pemasaran dan pengembangan pelayanan atau produk perusahaan pada umumnya. f. Kualitas yang baik berarti menghemat biaya-biaya seperti biaya untuk memperoleh pelanggan baru, untuk memperbaiki kesalahan, membangun kembali citra karena wanprestasi, dan sebagainya. Jadi mempertahankan pelanggan yang sudah ada melalui kualitas pelayanan yang memuaskan merupakan hal yang sangat penting. g. Kualitas pelayanan yang didesain dan diimplementasikan secara memadai bukan hanya memuaskan pelanggan tetapi juga memberikan kepuasan kerja bagi karyawannya. Karyawan dapat menerima tuntutan untuk senantiasa memuaskan pelanggan, karena dengan demikian ia dapat memajukan keadaan finansial dan ekspresi dirinya. Bagi usaha pelayanan, kepuasan karyawan yang berhubungan langsung dengan pelanggan memegang peranan penting dalam memelihara citra kualitas yang dibangun. 2.3.3 Dimensi Kualitas Pelayanan Dabholkar (1996) dalam Tjiptono (2005) mengkritik bahwa model Servqual tidak mampu menjelasakan secara akurat persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa toko ritel, yaitu toko yang menjual berbagai macam barang dan jasa (seperti pasar swalayan, toserba dan specialty store). Sebagai 20 contoh, sejumlah dimensi yang relevan untuk konteks toko ritel justru tidak tercakup dalam model SERVQUAL, di antaranya pengalaman pelanggan dalam mencari produk yang mereka butuhkan diantara rak-rak panjang, interaksi dengan staf toko sewaktu berbelanja dan pengalaman berkaitan dengan pengembalian produk yang tidak sesuai dengan harapan. Oleh sebab itu dimensi khusus untuk toko ritel dibutuhkan. Menurut Darshan (2005) dalam Dabholkar (1996), dimensi kualitas pelayanan jasa ritel meliputi lima faktor utama, yaitu : 1. Aspek Fisik (physical aspects), meliputi penampilan fasilitas fisik dan kenyamanan yang ditawarkan kepada pelanggan berkaitan dengan layout fasilitas fisik, misalnya : memudahkan pelanggan ubtuk bergerak di dalam toko dan mencari barang yang dibutuhkan, fasilitas fisik. 2. Reliabilitas (realibility), yang pada prinsipnya sama dengan dimensi reliabilitas pada model SERVQUAL. Hanya saja, di sini reliabilitas dipilah ke dalam dua subdimensi, yaitu memenuhi janji dan memberikan layanan dengan tepat. 3. Interaksi personal (personal interaction), mengacu pada kemampuan karyawan jasa dalam menumbuhkan kepercayaan pelanggan dan sikap sopan / suka membantu. Pada prinsipnya dimensi ini berkaitan dengan cara karyawan memperlakukan para pelanggan. 4. Pemecahan masalah (problem solving), berkaitn dengan penanganan retur, penukaran dan komplain. 21 5. Kebijakan (policy), mencakup aspek-aspek kualitas jasa yang secara langsung dipengaruhi kebijakan toko, seperti jam opersi, fasilitas parkir,dan pemakaian kartu kredit. 2.3.4 Evaluasi Kualitas Layanan Pelanggan Pelanggan puas ketika kualitas layanan dirasa sesuai atau bahkan melebihi harapan, dan sebaliknya, pelanggan merasa tidak puas ketika kualitas layanan berada dibawah harapan mereka (Utami,2006,p260). 1. Meneliti harapan pelanggan dan persepsi Riset pemasaran dapat digunakan untuk memahami harapan pelanggan dan mutu layanan yang disajikan oleh suatu pedagang ritel dengan lebih baik. Metode untuk memperoleh informasi ini diantaranya adalah survey menyeluruh atau meminta tanggapan atau pendapat hanya beberapa pelanggan tentang layanan toko tersebut. a. Studi menyeluruh Beberapa ritel sudah menetapkan program untuk menaksir harapan pelanggan dan persepsi pelanggan. b. Menerka kepuasan dengan transaksi individu Metode lain untuk melakukan riset pelanggan adalah untik menyurvei pelanggan dengan seketika setelah transaksi ritel terjadi. 22 c. Panel pelanggan dan wawancara Dibanding dengan menyurvei banyak pelanggan, ritel dapat menggunakan panel 10 hingga 15 pelanggan untuk memperoleh pengertian yang mendalam terhadap harapan dan persepsi pelanggan. d. Saling berinteraksi dengan pelanggan Pemilik atau para manajer dari perusahaan ritel harus meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan pelanggan dan diharapkan mendapatkan informasi langsung dan akurat tentang harapan pelanggan. e. Keluhan pelanggan Keluhan yang disampaikan oleh pelanggan memberikan kesempatan bagi ritel untuk saling berhubungan dengan pelanggan dan sekaligus memperoleh informasi terperinci tentang barang dagangan dan kualitas layanan ritel. Penanganan keluhan pelanggan adalah alat yang murah untuk mengoreksi permasalahan layanan. 2. Menggunakan riset pelanggan Mengumpulkan informasi tentang harapan dan persepsi pelanggan bukan merupakan langkah akhir dari keseluruhan tahapan untuk memperbaiki kualitas layanan ritel. Umpan balik pada pencapaian kualitas layanan perlu pula untuk diinformasikan pada karyawan dalam suatu cara dengan pilihan waktu. 23 2.3.5 Tingkatan Pelayanan Prinsip roda ritel (the wheel of retailing) dalam ma’aruf (2006,p221) mengatakan antara lain bahwa suatu bisnis ritel yang bermula dari sebuah gerai kecil ketika tumbuh berkembang akan menjadi gerai besar dengan kualitas lebih baik sehingga membutuhkan staf seperti pramuniaga untuk memberikan nilai tambah berupa layanan. Adanya karyawan yang bertugas melayani pembeli menambah beban, atau biaya, operasional sehingga harga jual barang pun dinaikkan untuk bisa menutup pengeluaran tersebut. Namun, membesarnya gerai tidak harus diikuti dengan adanya pelayanan oleh pramuniaga. Gerai besar bisa memutuskan sistem penjualannya adalah swalayan, yakni tanpa pramuniaga Ada beberapa tingkatan pelayanan seperti berikut: a. swalayan (self-service), b. bisa memilih sendiri walau disediakan pramuniaga-disebut self-selection, c. pelayanan terbatas yaitu banyak barang disediakan sehingga pembeli memerlukan jasa pramuniaga, dan d. pelayanan penuh (full service) yaitu pramuniaga yang mendampingi pembeli dalam semua proses belanjanya datang-mencari-membandingkanmemilih. 24 2.4 Kepuasan Pelanggan Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai (Tjiptono,2005,p195). Sedangkan Kotler (2003,p61) mendefinisikan kepuasaan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan anatara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya. Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan, yaitu adanya perbandingan antara harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan pelanggan. Harapan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor, di antaranya pengalaman berbelanja di masa lampau, opini teman dan kerabat, serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing. Menurut Oliver (1997:13) mendefinisikan kepuasan sebagai respons pemenuhan konsumen. Hal ini merupakan penilaian bahwa produk atau jasa menyediakan suatu tingkat kesenangan dari pemenuhan konsumsi. Pemenuhan tersebut dapat di atas atau di bawah standar kesenangan. Pemenuhan yang berlebihan dapat memuaskan konsumen bila itu memberikan kesenangan yang tidak terduga. Sebaliknya, pemenuhan yang kurang dapat juga memuaskan konsumen bila memberikan kesenangan yang lebih dari yang dapat diantisipasi konsumen. Pemenuhan kesenangan dapat dinilai berdasarkan suatu standar sebagai dasar perbandingan. Dasar perbandingan tersebut adalah kepuasan sebelumnya, kepuasan lain dan sebagainya. Jadi menurut Oliver seperti dikutip Benner dan Rundle-Thiele (2004) kepuasan adalah respons emosional setelah konsumsi yang mungkin terjadi sebagai hasil perbandingan antara harapan dan 25 kinerja actual (diskonfirmasi) atau dapat juga terjadi sebagai hasil yang terjadi tanpa perbandingan dengan harapan. Kepuasan pelanggan dalam Yamit (2005, p.77) merupakan faktor kunci bagi konsumen dalam melakukan pembelian ulang. Memberikan kepuasan kepada pelanggan hanya dapat diperoleh jika perusahaan memperhatikan apa yang diinginkan oleh pelanggan. Memperhatikan apa yang diinginkan oleh pelanggan berarti kualitas produk dan jasa pelayanan yang dihasilkan ditentunkan pelanggan. 2.5 Loyalitas Pelanggan Kepuasaan yang dirasakan oleh pelanggan mempunyai konsekuensi perilaku berupa complain atau loyal. Pengertian loyalitas telah banyak dikemukakan oleh para ahli pemasaran. Secara umum diartikan sebagai pembeli ulang yang terus menerus pada merek yang sama, atau dengan kata lain adalah tindakan seseorang yang membeli merek, perhatian hanya pada merek tertentu, dan tidak mencari informasi yang berkaitan dengan merek tersebut. Pelanggan yang loyal atau setia adalah seorang yang melakukan pembelian ulang dari perusahaan yang sama, memberitahukan ke konsumen potensial lain dari mulut ke mulut (Evan dan Laski, 1994). Sedangkan menurut Engel dkk (1993), loyalitas adalah suatu perilaku pembelian pengulangan yang telah menjadi kebiasaan, yang telah ada keterkaitan dan keterlibatan pencarian informasi eksternal dan evaluasi alternatif. 26 Menurut Oliver (1999) loyalitas adalah komitmen mendalam yang dipegang konsumen untuk membeli atau berlanggan kembali produk atau jasa yang lebih disukai seccara konsisten di masa depan yang mengakibatkan pembelian berulang merek yang sama atau sekelompok merek yang sama meskipun situasi mempengaruhi dan usaha-usaha pemasaran memiliki potensi untuk menyebabkan perilaku yang berubah (switching behavior) Kesetiaan pelanggan dapat diukur dengan perilaku dan sikap (Getty dan Thompson, 1994). Ukuran pertama mengacu perilaku pelanggan pada pengulangan untuk memperoleh atau membeli kembali atas barang/jasa yang pernah dinikmati. Sedangkan ukuran sikap mengacu pada sebuah intensitas pelanggan dalam memperoleh kembali dan merekomendasikan kepada orang lain. Loyalitas adalah komitmen yang dipegang teguh untuk membeli ulang atau berlangganan dengan produk atau jasa yang disukai secara konsisten di masa mendatang, situasional dan upaya pemasaran berpotensi untuk menyebabkan perilaku beralih merek (Tjiptono 2007,p.387). Menurut Griffin (2005, p.11) yang dikutip oleh Hurriyati (2005,p129) definisi loyalitas adalah : “loyalty is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit” berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit 27 pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Loyalitas dapat dicapai melalui dua tahap: (1) perusahaan harus mempunyai kemampuan dalam memberikan kepuasan kepada konsumennya agar konsumen mendapatkan suatu pengalaman positif, berarti pembelian ulang diprioritaskan pada penjualaan sebelumnya. (2) perusahaan harus mempunyai cara untuk mempertahankan hubungan yang lebih jauh dengan konsumennya dengan menggunakan strategi Forced Loyalty (kesetiaan yang dipaksa) supaya konsumen mau melakukan pembelian ulang (Kotler,2001) 2.5.1 Tahapan Peningkatan Loyalitas Pelanggan Tahapan peningkatan loyalitas konsumen dikutip oleh Samuel (2005), loyalitas dapat dicapai melalui dua tahap, yaitu : (1) Perusahaan harus mempunyai kemampuan dalam memberikan kepuasan kepada konsumennya agar konsumen mendapatkan suatu pengalaman positif, berarti pembelian ulang diprioritaskan pada penjualan sebelumnya. (2) Perusahaan harus mempunyai cara untuk mempertahankan hubungan yang lebih jauh dengan konsumennya dengan menggunakan strategi Forced Loyalty (kesetiaan yang dipaksa) supaya konsumen mau melakukan pembelian ulang, kotler (2001). 28 2.5.2 Pengukuran Loyalitas Pelanggan Dalam Griffin (2003,p.33-34) menyatakan ada empat aspek dalam pengukuran loyalitas, yaitu: 1. Melakukan pembelian berulang secara teratur Pelanggan yang merasa puas dengan produk atau jasa yang dibelinya dan akan melakukan pembelian kembali 2. Membeli secara antarlini produk dan jasa Selain melakukan pembelian produk dan jasa utama dan pelanggan juga membeli produk di luar keinginan yang paling pokoknya. 3. Merekomendasikan kepada orang lain Memberikan rekomendasi kepada orang lain mengenai pembelian produk dan jasa pada perusahaan tersebut 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan pesaing Pelanggan tidak mudah beralih pada perusahaan lain yang menawarkan produk atau jasa yang serupa. Sedangkan menurut Zeithaml (1996) menyatakan atribut mengukur kesetiaan, yaitu: 1. Mengatakan hal yang positif tentang perusahaan kepada orang lain 2. Merekomendasikan perusahaan kepada orang lain yang meminta saran 3. Mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan pilihan pertama dalam melakukan pembelian jasa 29 4. Melakukan lebih banyak bisnis atau pembelian dengan perusahaan beberapa tahun mendatang. 2.6 Hubungan Antar Variabel 2.6.1 Kualitas Pelayanan dengan Loyalitas Pelanggan Kualitas pelayanan merupakan evaluasi pelanggan tentang kesempurnaan kinerja layanan. Menurut Crorin dan Taylor (Prabowo, 2000), kualitas pelayanan mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan. Jadi dengan peningkatan kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggan maka kepuasan pelanggan akan tercipta. Lebih lanjut (Andreassen dan Lindestad dalam Hadi, 2002) berpendapat ketika pelayanan yang diberikan mampu memenuhi pengharapan pelanggan, maka pelanggan yang bersangkutan akan merasa puas. Bila ditinjau dari sudut pandang perusahaan, salah satu cara efektif dalam melakukan diferensiasi adalah melalui jasa atau pelayanan yang diberikan (Tjiptono, 2004). Parasuraman et al. (1998) dalam Hadi (2003) berpendapat bahwa kualitas pelayanan inheren dengan kepuasan pelanggan, dimana meningkatnya (semakin positif) kualitas pelayanan digunakan sebagai refleksi dari meningkatnya kepuasan pelanggan. Sementara itu, (Selnes 1993 dalam Hadi, 2003) membuktikan bahwa kualitas pelayanan sebagaimana dirasakan oleh pelanggan, mempengaruhi kepuasan dan pada gilirannya kepuasan pelanggan mempengaruhi loyalitas. 30 2.6.2 Kepuasan dengan Loyalitas Pelanggan Dalam Wijayanti (2008) kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan mempunyai konsekuensi perilaku berupa komplain dan loyalitas pelanggan, sehingga apabila organisasi atau perusahaan dapat memperhatikan segala hal yang dapat membentuk kepuasan pelanggan, maka kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan secara keseluruhan akan terbentuk. Di mana kepuasan keseluruhan didefinisikan sebagai pernyataan afektif tentang reaksi emosional terhadap pengalaman atas produk atau jasa, yang dipengaruhi oleh kepuasan pelanggan terhadap produk tersebut dan dengan informasi yang digunakan untuk memilih produk. Kepuasan konsumen atau pelanggan merupakan suatu darah kehidupan setiap perusahaan, sehingga kepuasan pelanggan merupakan salah satu elemen penting dalam peningkatan kinerja pemasaran dalam suatu perusahaan atau organisasi. Kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan dapat meningkatkan intensitas membeli dari pelanggan tersebut (Assael, 1995). Dengan terciptanya tingkat kepuasan pelanggan yang optimal maka mendorong terciptanya loyalitas di benak pelanggan yang merasa puas tadi. Loyalitas pelanggan dipandang sebagai kekuatan hubungan antara sikap relatif seseorang dan bisnis berulang. Hubungan ini dipandang karena dijembatani oleh norma-norma sosial dan faktor-faktor situasional. Hubungan kepuasan dengan loyalitas tidak bersifat linier, seperti yang dibayangkan oleh pemasar. Seperti yang dinyatakan oleh Rowley & Dawes (1999) bahwa hubungan antara kepuasan dengan loyalitas tidak jelas, buktinya penelitian yang dilakukan oleh Strauss & Neuhaus (1997) menemukan bahwa sejumlah pelanggan yang mengeskpresikan kepuasan, masih juga berpindah merk. Sejumlah pelanggan yang tidak puas, justru tidak berpindah merek. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ruyten & Bloemer (1999); Soderlund (1998) bahwa kepuasan 31 mempunyai asosiasi positif dengan loyalitas, tetapi dengan catatan peningkatan kepuasan tidak selalu menghasilkan peningkatan loyalitas dalam derajat yang sama (Soderlund, 1998). Oleh karena itu, hubungan antara kepuasan dengan loyalitas tidak bersifat linier, sehingga pelanggan yang puas pun masih dapat berpindah merek (Jones & Sassen, 1995). Oliva et al (1992) menyatakan bahwa hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan adalah non linier. Anderson dan Mital (2000) menyatakan bahwa hubungan antara kepuasan pelanggan dan customer retention asimetric dan non linier. O’Malley (1998) mengingatkan pemasar bahwa hubungan kepuasan dengan loyalitas tidak bersifat linier, akibatnya penggunaan promosi sebagai salah satu bentuk reward terhadap pelanggan yang loyal berbahaya. Bahayanya adalah pemasar mungkin akan terjebak pada lingkaran promosi, begitu insentif dihilangkan pemasar, konsumen juga tidak akan menemukan alasan untuk melakukan pembelian ulang. Loyalitas mendapat kritikan karena meskipun pelanggan puas dengan pelayanan mereka akan melanjutkan perpindahan karena mereka percaya mereka akan mendapatkan nilai yang lebih bagus, nyaman dan kualitas. Kepuasan penting tapi merupakan indikator loyalitas yang tidak cukup akurat. Dengan kata lain kita memiliki kepuasan tanpa loyalitas, tapi sulit untuk memiliki loyalitas tanpa kepuasan. Pada penelitian yang lain disebutkan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan misalnya, penelitian Selness (1993) pada 1062 perusahaan yang terdiri dari perusahaan telepon, asuransi, universitas dan supplier ikan salmon. Dalam Koskela (2002) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan telah menjadi fokus peneliti seperti Fornell (1992). Mcllroy dan Barnett (2000) menyatakan bahwa konsep penting yang harus dipertimbangkan ketika membangun program loyalitas adalah kepuasan pelanggan. 32 Kepuasan diukur dari sebaik apa harapan pelanggan dipenuhi. Sedangkan loyalitas pelanggan adalah ukuran semau apa pelanggan melakukan pembelian lagi. Dalam artikel yang dikemukakan oleh Morage et al (2008) yang bertujuan untuk meneliti tentang kepuasan pelanggan dan loyalitas berfokus pada merek daripada produk. Adapun dasar yang digunakan dalam menjelaskan kepuasan konsumen pada artikel ini adalah mengacu pada penelitian sebelumnya yakni dilakukan oleh Newman & Werbrl (1973); kasper (1998); Zeithmal (1996); Reynold, Arnold & Beauty (1999( dan Fitzell (1998), yang menjelaskan bahwa kepuasan sering digunakan untuk meramalkan konsumen yang akan membeli pada masa yang akan dating, pelanggan mempunyai kemungkinan yang cukup tinggi untuk melakukan pengulangan pembelian pada waktunya, merekomendasikan kepada yang lain untuk mencoba memperoleh kepuasan, dan tidak lagi berpaling untuk mencoba produk yang ditawarkan oleh pesaing. Lebih khusus dijelaskan bahwa kepuasan merupakan awal yang diperlukan dalam pembentukka loyalitas pelanggan (Fitzel (1998); Fornell (1992); Reynolds & Beatty (1999); Sivada & Baker-Prewitt (2000); Zeithaml et al (1999) dalam Moraga et al, 2008). Sementara itu kepuasan dan kesetiaan dikenali dalam sebagaian besar penelitian sebagai hal yang saling berhubungan (Anderson & Sullivan (1993); Fornell (1992); Rust & Zahorik (1993); Taylor & Baker (1994)), beberapa mempertimbangkan bahwa hubungan tersebut dapat dipertukarkan (Hallowell, 1996; Oliver, 1999), dan beberapa diantaranya memandang kedua hal tersebut menjadi searah, dimana langkah maju dari kepuasan adalah kesetiaan (Strauss & Neuhaus, 1997). Pelanggan terpuaskan cenderung untuk menjadi pelanggan setia dengan (Rowley, 2005) atau tanpa pemyelesaian sengketa dengan mengetengahkan variabel lain (Coyne, 1989; Fornell, 1992; Oliva et al., 1992) yang pada akhirnya artikel ini 33 menyimpulkan bahwa hubungan kesetiaan-kepuasan adalah signifikan saat ini ketika mengevaluasi sebuah produk sekalipun lebih lemah bila dibandingkan ketika mengevaluasi merek sendiri. Seperti terlihat dua perbedaan pada tradisional (botol anggur) dan produk inovatif (elektronik) sungguhpun itu adalah jauh lebih kuat pada produk inovatif. Hubungan loyalitas-kepuasan saat ini adalah ketika mengevaluasi kombinasi produk dan merek, menandakan bahwa ada satu posisi intermediate antara produk dan merek. Di lain pihak, literatur memperlakukan merek serta merek-produk seperti di kategori sama dengan demikian mengurangi pentingnya satu perbedaan antara merek serta merek-produk. Selanjutnya Faullant et al (2008) menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah faktor penentu utama dari loyalitas konsumen. Hal ini didasari oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mittal & Kamakura, (2001); Reicheld & Sasser, (1990); serta Zeithaml, (1996), yang menunjukkan asosiasi yang positif antara kepuasan dan pembelian kembali. Efek positif dari kepuasan terhadap loyalitas direflesikan pada intensitas konsumen melakukan pembelian kembali dari produk maupun jasa dan dia bersedia untuk merekomendasikannya kepada orang lain. Sebagai konsekuensinya perusahaan harus dapat memantapkan dasar konsumen yang stabil yang dengan demikian dapat mengurangi akuisisi dan biaya transaksi serta menekan pengurangan pendapatan. Pada kebanyakan studi diketahui bahwa kepuasan konsumen tidak diterjemahkan langsung sbegai loyalitas konsumen dan hubungan anatara kepuasan dan loyalitas bukanlah sesuatu yang linier (Oliver, 1999 dalam Faullant et al 2008). Sementara dalam laporannya Gierl (1993) menjelaskan bahwa mayoritas dari pelanggan yang menyatakan setia terhadap suatu merek, mau mencoba dan berpindah kepada merek lain sekalipun mereka telah terpuaskan dengan merek regulernya. 34 Hasil ini didukung pula oleh Mittal & Kamakura (2001) dalam Faullant et al (2008), yang menemukan bahwa bisa jadi siklus pembelian kembali seseorang akan berbeda dengan orang lain walaupun berada dalam satu kelompok yang sama-sama merasakan tingkat kepuasan yang sama pula. 2.7 Hasil Penelitian Relevan Kajian terhadap hasil penelitian terdahulu yang relevan dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang posisi dan kelayakan penelitian tentang kontribusi Kualitas Pelayanan Terhadap keputusan pembelian Pada Konsumen Hero Supermarket. Selain itu dimaksudkan pula untuk memberi gambaran tentang perbedaan fokus masalah dan hasil penelitian. 1. Noviani Sari (2008) dari hasil penelitian tentang “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas di Hypermarket Giant Mega Bekasi” ditemukan bahwa : • Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan setelah dilakukan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen pada Hypermarket Giant Mega Bekasi, maka dapt ditarik kesimpulan bahwa: a. Terdapat pengaruh positif dari faktor kualitas pelayanan yaitu keberwujudan terhadap loyalitas pelanggan di Hypermarket Giant Mega Bekasi. b. Terdapat pengaruh positif dari Kepuasan Konsumen terhadap Loyalitas konsumen di Hypermarket Giant Mega Bekasi. 35 c. Berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis regresi berganda, menunjukkan bahwa dari faktor kualitas pelayanan hanya faktor keberwujudan dan kepuasan konsumen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap loyalitas pelanggan Hypermarket Giant Mega Bekasi. • Penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan dan kepuasaan konsumen mempunyai pengaruh positif signifikan sehingga dapat menimbulkan loyalitas pelanggan pada Giant hendaknya lebih memperhatikan keberwujudan pada kualitas pelayanannya untuk membawa image yang semakin baik bagi perusahaan. Namun tetap memperhatikan faktor-faktor lainnya yaitu keandalan, ketanggapan, keyakinan dan empati meskipun tidak berpengaruh signifikan pada kepuasan konsumen Hypermarket Giant Mega Bekasi. 2. Rachmat Hidayat (2009) dari hasil penelitiannya tentang : “Pengaruh Kualitas Layanan, Kualitas Produk dan Nilai Nasabah Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah Bank Mandiri” ditemukan bahwa: Kualitas layanan berpengaruh nonsignifikan terhadap loyalitas nasabah. Hal ini berarti bahwa semakin baiknya kualitas layanan yang diberikan oleh Bank Mandiri di Jawa Timur belum tentu bisa membuat nasabah menjadi loyal kepada Bank Mandiri di Jawa Timur. Kondisi ini, mungkin saja disebabkan karena nasabah perbankan sudah sangat kritis terhadap masalah-masalah layanan perbankan. Sehingga untuk memutuskan loyal pada sebuah bank, nasabah harus berada pada posisi puas lebih dahulu terhadap layanan yang diberikan. Di samping itu sifat dari 36 layanan perbankan yang intangibles dimana seorang nasabah memutuskan loyal memerlukan waktu yang cukup untuk menikmati atau mengkonsumsi kualitas layanan yang menurut bank sudah ditingkatkan kualitasnya. Jika seorang nasabah sudah menikmati dan puas maka nasabah akan loyal pada bank tersebut.