BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasl dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering sebagai asal usul komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2005 : 4). Secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media (Effendy, 2004 : 5). Pengertian komunikasi memang sangat sederhana dan mudah dipahami, tetapi dalam pelaksanaannya sangat sulit dipahami, terlebih lagi bila yang terlibat komunikasi memiliki referensi yang berbeda, atau di dalam komunikasi berjalan satu arah misalnya dalam media massa, tentunya untuk membentuk persamaan ini akan mengalami banyak hambatan (Wahyudi, 1986: 29). Pengertian komunikasi menurut Berelson dan Starainer dalam Fisher adalah penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan seterusnya melalui penggunaan simbol kata, angka, grafik dan lain-lain (Fisher, 1990:10). Sedangkan menurut Onong U. Effendy (1984 : 6), komunikasi adalah peristiwa penyampaian ide manusia. Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan yang dapat berupa pesan informasi, ide, emosi, keterampilan dan sebagainya melalui simbol atau lambang yang dapat menimbulkan efek berupa tingkah laku yang dilakukan dengan media-media tertentu. Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society dalam Effendy (2005: 10), mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect? 1 Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni : - Komunikator ( communicator, source, sender ) - Pesan ( message ) - Media ( channel, media ) - Komunikan ( communicant, communicatee, receiver, recipient) - Efek (effect, impact, influence) Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Peran film sebagai media komunikasi sama seperti peran media lainnya yaitu untuk menimbulkan efek tertentu bagi khayalayak. Sumber atau komunikator dalam film adalah pembuat film, sedangkan pesan adalah informasi yang ingin disampaikan kepada penerima. Komunikan adalah khalayak yang disasar oleh pembuat film dan efek yang diharapkan adalah agar pesan yang disampaikan dapat dirasakan, dinikmati dan dilakukan oleh khalayak. 2.2. Film Sebagai Media komunikasi pendidikan Menurut UU No.8 Tahun 1992 Pasal 1 tentang perfilman, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan lainnya. Menurut Mulyana (2008:52) film dapat mempengaruhi budaya. Pendidikan di Indonesia banyak dipengaruhi oleh sistem budaya, oleh karena itu melalui film pendidikan yang mendidik diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai konstruktif untuk memperbaharui nilai destruktif seperti malas, boros, hedonis, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab dan percaya tahayul. Lebih lanjut menurut Mulyana bahwa meskipun secara teoritis, hubungan antara film dan budaya itu bersifat dua arah, para 2 pakar lebih sering mengkaji apa pengaruh film terhadap nilai budaya dan khalayaknya daripada pengaruh nilai budaya terhadap film. Di dalam film aspek yang paling penting adalah bagaimana pesan-pesan yang akan disampaikan dikemas dalam bentuk adegan-adegan yang saling berkesinambungan dan menyatu membentuk suatu cerita. Jika cerita film tidak dapat dimengerti oleh khalayak maka dapat dikatakan komunikasi tidak tersampaikan dengan baik. Peransi (2005:10,11) membagi unsur-unsur yang membentuk suatu cerita yang berkesinambungan sebagai berikut : 1. Shot Shot adalah peristiwa yang direkam oleh film tanpa interupsi, dimulai pada saat tombol kamera dilepaskan lagi dan film berhenti berjalan di dalam kamera. Panjangnya shot tergantung pada lamanya tombol kamera tersebut ditekan. 2. Scene atau adegan Scene atau adegan terbentuk apabila beberapa shot disusun secara berarti dan menimbulkan suatu pengertian yang lebih luas tapi utuh. Scene atau adegan merupakan unit paling kecil yang lengkap dalam film dan mengkomunikasikan suatu aksi (action) yang lengkap atau suatu pikiran yang utuh. 3. Sequence atau babak Sequence terbentuk apabila beberapa adegan disusun secara berarti dan logis, luas dan kompleks, bisa berlangsung dalam jangka waktu yang panjang atau pendek, di berbagai lokasi, mengkomunikasikan suatu peristiwa yang utuh dan bermakna dalam menunjang tema dari film yang bersangkutan. Pada penelitian ini dibagi empat sequence yang akan menjadi fokus yaitu seperti pada sequence saat Denias dilarang oleh ayahnya untuk bersekolah namun Denias tetap memiliki semangat untuk sekolah. Penulis membagi ini menjadi sequence satu, menurut penulis ini merupakan hal yang berani karena Denias melawan keinginan ayahnya namun bukan dengan membangkang tetapi dengan lebih dulu menyelesaikan tugasnya untuk bekerja di kebun, melalui adegan ini ingin diajarkan nilai-nilai pendidikan bahwa anak tidak harus melawan keinginan orang tua 3 dengan membangkang namun dengan cara lain yang lebih baik seperti menyelesaikan dulu pekerjaan rumah. Saat Denias dan teman-temannya membuat honai sebagai sekolah, sebagai sequence dua, disini penulis melihat semangat anak-anak di desa Arwanop yang sangat rindu untuk mempunyai sekolah dengan bergotong royong tanpa lelah untuk membangun Honai. Penulis ingin melihat seberapa jauh film ini dapat memotivasi siswa SDN Balikalebu dan mempunyai kesadaran bahwa di tempat lain banyak anak-anak yang memiliki fasilitas terbatas namun tetap mempunyai semangat untuk bersekolah. Adegan Denias saat berlari puluhan kilo meter untuk sampai ke sekolah di kota. Sebagai sequence tiga, penulis melihat semangat Denias yang sangat besar untuk sekolah dimana dia rela meninggalkan ayahnya serta kehidupannya di desa untuk dapat bersekolah dan belajar. Adegan Denias saat belajar menghafal letak Indonesia melalui peta yang terbuat dari kardus bekas. Sebagai sequence empat, penulis melihat bahwa walaupun dengan fasilitas yang terbatas tetapi Denias tetap mempunyai semangat untuk belajar. Pemilihan sequence-sequence ini karena kondisi yang dibangun dalam film Denias Senandung Di Atas Awan hampir sama dengan situasi pendidikan yang terjadi di Sumba Barat yaitu tidak adanya dukungan dari orang tua kepada anak-anaknya untuk bersekolah sehingga anak-anak akhirnya tidak memiliki keinginan dan perasaan yang kuat untuk ke sekolah. Pesan- pesan dalam sequence-sequence tersebut kiranya dapat memotivasi siswa SDN Balikalebu untuk memiliki semangat ke sekolah. Didalam film adanya ilusi yang timbul secara kuat pada penonton karena tidak saja besarnya objektifitas yang terdapat pada pernyataan sinematografi itu, tetapi juga pada aktivitas penonton sendiri dalam mengandaikan berbagai pikiran dan motivasi yang berada pada gambar-gambar yang disaksikan. Gambar-gambar atau imaji-imaji itu tidak saja diproyeksikan oleh sebuah proyektor, tapi juga merupakan proyeksi dari kehidupan batiniah dari penontonnya (Peransi, 2005:24). Menurut Peransi (2005:6) dalam mengalami dan menghayati film terjadi proyeksi dan identifikasi. Proses ini memiliki tiga segi, yaitu : a) Proyeksi dan identifikasi optik. Imaji-imaji filmis yang dilihat pada layar, dilihat penonton melalui lensa kamera. Kalau kamera berpindah-pindah, maka melalui identifikasi ini penontonpun berpindah-pindah dalam ruang filmis itu. Penonton secara optik mengidentifikasikan dirinya dengan kameramen. Contohnya dalam film Denias Senandung Di Atas Awan pada scene tiga saat 4 Denias saat berlari puluhan kilo meter untuk sampai ke sekolah di kota. Dalam hal ini melalui indera penglihatan penonton mendapat imaji penglihatan penonton berpindah-pindah dari gunung melewati sungai dan sampai ke kota. b) Proyeksi dan identifikasi emosional. Melalui identifikasi optik ini terjadi identifikasi dan proyeksi emosional. Dengan sendirinya ia bisa terjadi kalau perpindahan kamera dalam menyingkapkan ruang kejadian filmis itu berlangsung secara logis dan bermotivasi, sebagaimana yang telah dikemukakan. Seperti dalam scene empat adegan saat Denias bertahan hidup di panti untuk bisa tetap bersekolah di kota. Dimana Denias di pukul dan tetap tabah, tidak melawan pada Nuel. Disini terdapat proyeksi emosional dimana penonton dibawa untuk merasakan motivasi Denias untuk tetap sabar dan bertahan di panti asuhan. c) Proyeksi dan identifikasi imajiner adalah kenyataan bahwa pada saat penonton melihat film, ia secara imajinatif berada diantara tokoh-tokoh dan benda-benda dalam ruang filmis itu, dan bahwa sewaktu-waktu ia melihat kejadian-kejadian dalam ruang itu melalui salah seorang tokoh sama seperti kita berdiri di depan cermin. Referensi hasil penelitian yang penulis temukan tentang film dengan efek kognitif, afektif maupun psikomotirik sangat terbatas. Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh Nanang Suhendri (2010 :78) tentan film laskar pelangi dan motivasi belajar SMP Dharma Pancasila Medan, hasil penelitian menunjukkan bahwa film laskar pelangi berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa SMP Dharma Pancasila Medan. Sehingga hasil ini paling tidak menunjukkan bahwa film dapat digunakan sebagai media pendidikan. 2.3. Efek Film Dalam Proses Pendidikan Efek dalam komunikasi terbagi atas 3 yaitu : 1. Efek Kognitif : Efek yang berhubungan dengan pengetahuan dari penerima pesan. 5 2. Efek Afektif : Efek yang diterima oleh penerima pesan berhubungan dengan apa yang dirasakan oleh penerima pesan. 3. Efek Konatif/Psikomotor : Efek yang mengharapkan tergeraknya komunikan atau penerima pesan untuk melakukan sesuatu yang disarankan oleh komunikator dalam penyampaian pesannya. Dari ketiga komponen diatas, Jallaludin Rakhmat (2005:37) menjelaskan bahwa manusia merupakan makhluk sosial, dari proses sosial inilah manusia memperoleh beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku dan mengambil sebuah keputusan. Efek media yang dapat juga dikaitkan dengan efek komunikasi instruksional dalam dunia pendidikan dapat mempengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga dengan cepat mempengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam waktu yang lama, sehingga memberi dampak pada perubahan-perubahan dalam waktu yang lama (Bungin, 2008:317). Menurut McQuail (2000:423) pengaruh media yang juga merupakan efek dapat dibedakan ke dalam tingkatan individu, kelompok atau organisasi, institusi sosial, keseluruhan masyarakat, dan budaya. Pada penelitian ini dibatasi hanya pada tingkatan individu saja karena objek dalam penelitian ini ada pada kognisi dan afeksi individu. Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu: 1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. 2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. 6 3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik,berenang,dan mengoperasikan mesin. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan sub kategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks.Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama. Dalam penelitian ini lebih di fokuskan pada kognisi dan afeksi siswa karena Dalam penelitian ini penulis hanya ingin melihat pengaruh film Denias Senandung Di Atas Awan pada pengetahuan dan pemahaman siswa SDN Balikalebu karena menurut penulis anak-anak baru sampai pada tahap tersebut dalam proses berfikir mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Oswald Kroh (dalam Ahmadi, 2005:79) yang mengatakan bahwa usia 10-12 tahun merupakan periode realism kritis. Pengamatan dan tanggapan anak bersifat kritis dan realistis. Anak sudah dapat mengadakan sintesis logis dan ia pun telah mampu menghubungkan bagian-bagian menjadi satu totalitas. Hal tersebut dikarenakan wawasan dan intelektual anak sudah mencapai taraf kematangan. Penelitian ini tidak sampai pada tahap psikomotorik siswa karena keterbatasan waktu yaitu bertepatan dengan liburan kenaikan kelas sehingga tidak memungkinkan untuk melihat efek psikomotik dari film Denias Senandung Di Atas Awan. 2.3.1. Domain Kognitif Karlinah (1999:7,8) mengemukakan efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Menurut Bloom (dalam Krathwohl, 2002:10-14), segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Efek kognitif berhubungan dengan pengaruh pada kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan 7 kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah: - Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge) Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah. - Pemahaman (comprehension) Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. - Penerapan (application) Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ideide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumusrumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman. - Analisis (analysis) Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi. 8 - Sintesis (syntesis) Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. - Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokanpatokan atau kriteria yang ada. Dalam penelitian ini penulis hanya ingin melihat pengaruh film Denias Senandung Di Atas Awan pada pengetahuan dan pemahaman siswa SDN Balikalebu karena menurut penulis anak-anak baru sampai pada tahap tersebut dalam proses berfikir mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Oswald Kroh (dalam Ahmadi, 2005:79) yang mengatakan bahwa usia 10-12 tahun merupakan periode realism kritis. Pengamatan dan tanggapan anak bersifat kritis dan realistis. Anak sudah dapat mengadakan sintesis logis dan ia pun telah mampu menghubungkan bagian-bagian menjadi satu totalitas. Hal tersebut dikarenakan wawasan dan intelektual anak sudah mencapai taraf kematangan. teori ini digunakan untuk menganalisa kognitif siswa SDN Balikalebu yang sebelumnya mereka sudah memiliki pengetahuan serta pemahaman tentang sekolah dan pendidikan. 2.3.2. Domain Afektif Rivers (2003:108) efek afektif adalah efek yang berkaitan dengan sikap dan nilai seseorang terhadap stimulus. Efek afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. 9 Ranah afektif menurut Kratwohl (dalam Sukmadinata, 2009:181 ) menjadi lebih rinci lagi ke dalam empat jenjang, yaitu: - Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attending juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. - Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. - Valuing (menilai, menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam efek film Denias Senandung Di Atas Awan ini siswa disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa siswa SDN Balikalebu telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di tanamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam diri siswa. 10 - Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain. Pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Teori toksonomi Bloom dan Krathwoh ini biasa digunakan untuk tujuan belajar yaitu upaya pengembangan seluruh kepribadian individu baik segi fisik maupun psikis (Yusup, 1990:12). Belajar yang dimaksud adalah belajar untuk mengenal dunia sosial di luar lingkungan individu melalui film agar dapat memberikan efek positif dalam diri siswa yang akan menjadi responden dalam penelitian ini. Perbedaan teori Bloom dengan penelitian efek media yang biasa digunakan dalam penelitian komunikasi pada umumnya karena hasilnya akan diketahui lebih mendetail hasil belajar melalui media instruksional dalam hal ini film yang mempengaruhi tingkatan kognitif dan afektif dalam proses belajar. Dalam komunikasi pendidikan, film banyak digunakan sebagai media instruksional untuk menimbulkan perubahan-perubahan agar menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berpendidikan. Perubahan ini bertumpu pada tiga domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik sesuai dengan taksonomi Bloom 11 2.4. Kerangka Pikir Film denias dalam sequencesequence yang telah ditetapkan efeknya Siswa SDN Balikalebu yang nonton film Siswa SDN Balikalebu yang tidak nonton film Efek film bagi anak didik (kognitif dan afektif ) Penjelasan : Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu untuk melihat secara langsung perbedaan kognitif dan afektif SDN Balikalebu yang dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol akibat pesan pendidikan dalam film Denias Senandung Di Atas Awan. 2.5. Hipotesa Statistik H0: Tidak ada perbedaan kognitif dan afektif kelompok kontrol dan kelompok eksperimen siswa SDN Balikalebu akibat Film Denias Senandung Di Atas awan tentang semangat ke sekolah. Ha: Ada perbedaan kognitif dan afektif kelompok kontrol dn kelompok eksperimen siswa SDN Balikalebu akibat Film Denias Senandung Di Atas awan tentang semangat ke sekolah. 12