1 PENDAHULUAN Xerosis adalah suatu istilah untuk kulit kering

advertisement
PENDAHULUAN
Xerosis adalah suatu istilah untuk kulit kering yang sering terjadi pada bagian tumit kaki,
siku, dan jari-jari tangan. Xerosis pada tumit kaki merupakan kondisi kulit kering pada
tumit kaki yang cukup parah hingga terjadi pecah-pecah. Xerosis disebabkan berkurangnya
kelembaban akibat hilangnya lipid dan faktor pelembab alami di stratum corneum. Xerosis
pada tumit kaki pertama kali ditunjukkan oleh gejala kekeringan dengan permukaan kulit
yang menjadi bersisik, keras, dan rasa tidak nyaman (Draelos, 2000). Kondisi yang
berkelanjutan akan menyebabkan permukaan kulit retak dan pecah-pecah yang berakibat
timbulnya iritasi dan inflamasi. Xerosis dapat menimbulkan masalah yang cukup serius
bila tidak ditangani sejak dini. Jika kedalaman pecahan tersebut cukup dalam hingga
lapisan dermis, akan menimbulkan pendarahan yang memicu infeksi oleh jamur dan
bakteri. Xerosis pada tumit kaki dapat terjadi pada kulit yang terpapar bahan kimia seperti
deterjen (yang dapat melarutkan lipid kulit), cuaca yang ekstrem seperti musim kemarau,
pada orang-orang tua sebagai akibat usia, dan juga karena kelainan genetik. Selain itu,
xerosis dapat disebabkan oleh pemakaian obat tertentu seperti obat diuretik atau penderita
penyakit tertentu seperti penyakit ginjal1.
Xerosis dapat diatasi dengan menggunakan pelembab yang berfungsi menjaga kelembaban
kulit dan membuat kulit menjadi lebih lembut. Pelembab yang ideal untuk mencegah
xerosis harus memiliki mekanisme kerja oklusif dan humektan untuk meningkatkan kadar
air serta emolien untuk melembutkan kulit yang kasar. Peningkatan kadar air pada
permukaan kulit melalui mekanisme kerja oklusif membentuk lapisan film tipis di atas
permukaan kulit, sedangkan melalui mekanisme kerja humektan memungkinkan air terikat
dan tertarik pada stratum corneum. Emolien memungkinkan dapat melembutkan kulit
dengan cara mengisi ruang-ruang desquamating keratinosit. Bahan pelembab dengan
mekanisme kerja oklusif berupa petrolatum, lanolin, beeswax, lesitin, dan minyak
tumbuhan, sedangkan bahan pelembab dengan mekanisme kerja humektan berupa
propilenglikol, urea, gliserin, dan asam α-hidroksi (Baumann, 2002).
1
Pray, W. S. and J. J. Pray, 2005, Managing Dry Skin, US Pharmacist, 5; 30(3) (24 November 2006)
1
2
Penelitian ini bertujuan membuat krim pelembab yang berbahan dasar minyak biji bunga
matahari, urea, dan lanolin. Minyak biji bunga matahari memiliki mekanisme kerja
pelembab oklusif dan emolien serta kaya akan asam linoleat yang merupakan prekursor
pembentukan seramid. Seramid merupakan salah satu komponen lipid dalam kulit (Möller,
2002). Urea memiliki mekanisme kerja pelembab humektan dan juga merupakan salah satu
komponen dari faktor pelembab alami pada sel keratinosit yang terdapat di stratum
corneum. Lanolin memiliki mekanisme kerja pelembab oklusif, humektan, dan emolien
serta mengandung kolesterol yang terkandung dalam lipid intrasel yang berada di antara
sel-sel keratinosit pada stratum corneum (Baumann, 2002).
Karena tumit kaki sering digunakan untuk berjalan, bentuk sediaan yang dibuat adalah
sediaan krim yang menggunakan basis emulsi dengan jenis air dalam minyak agar dapat
bertahan cukup lama, serta tidak mudah hilang atau tercuci oleh air.
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas kulit, patologi kulit kering, iritasi, pelembab, krim dan evaluasi
sediaan yang terkait dengan penelitian.
1.1 Kulit
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh manusia yang menyusun sistem integumen. Bobot
sistem integumen sekitar 16% dari bobot total tubuh dan memiliki luas permukaan sekitar
1,5–2 m2. Sistem integumen terdiri atas membran kutaneus dan struktur aksesori. Membran
kutaneus terdiri atas lapisan epidermis dan dermis, sedangkan sistem aksesori terdiri atas
rambut, kuku, dan kelenjar-kelenjar eksokrin. Kulit memiliki pH antara 4,2 sampai 5,6
(Martini, 2001).
1.1.1 Struktur dan Fisiologi Kulit
Kulit memiliki fungsi utama sebagai pelindung dan barier jaringan organ-organ dalam
tubuh. Selain itu, kulit memiliki fungsi lain untuk mengekskresi garam, air, dan senyawa
organik buangan melalui kelenjar-kelenjar eksokrin, menjaga suhu tubuh, dalam sintesis
dari vitamin D3, penyimpanan nutrien tubuh dan mendeteksi adanya sentuhan, tekanan,
rasa sakit, dan stimulus suhu untuk diteruskan ke sistem saraf pusat (Martini, 2001).
Kulit terbagi atas dua lapisan yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis. Lapisan dermis
berisi kolagen yang memberikan keelastisan dan kekuatan pada kulit. Selain itu juga
terdapat pembuluh darah, pembuluh limfatik, dan ujung-ujung saraf. Lapisan epidermis
adalah lapisan terluar dari kulit. Bagian ini adalah bagian terpenting karena lapisan ini
memberikan tekstur dan kelembaban serta terlibat dalam warna kulit. Lapisan epidermis
tidak memiliki pembuluh darah sehingga nutrisi diperoleh dari lapisan dermis (Martini,
2001).
Keratinosit yang juga dikenal sebagai korneosit adalah sel utama yang menyusun
epidermis. Keratinosit dibentuk dari bagian dasar dari epidermis pada DEJ (dermalepidermal junction). Sel-sel ini berasal dari sel stem, yang disebut juga sebagai lapisan
3
4
basal karena posisinya pada bagian dasar. Ketika sel stem berkembang, akan dibentuk selsel anak yang akan bergerak menuju bagian atas epidermis. Pergerakan dari sel anak ini
menuju ke bagian atas dan mengalami pematangan sel atau kematian sel. Pergerakan ini
disebut proses keratinisasi. Ketika sel-sel tersebut bergerak ke atas dan mengalami
pematangan akan berkembang dengan perbedaan-perbedaan tertentu. Perbedaan ini yang
akan membentuk lapisan-lapisan pada bagian epidermis (Baumann, 2002).
Lapisan epidermis terbagi atas lima lapisan berdasarkan perbedaan karakteristik yaitu :
a. Stratum corneum
Stratum corneum (lapisan tanduk) adalah lapisan terluar dari epidermis merupakan
massa padat sel yang telah kehilangan inti sel dan granul, digambarkan sebagai lapisan
mati karena tidak terjadi sintesis protein dan tidak ada respon selular sel hidup. Lapisan
ini terdiri atas 15-30 lapisan dari sel yang terkeratinasi pada kulit normal dengan
ketebalan bervariasi antara 0,02-0,3 mm. Lapisan ini relatif lebih tebal pada telapak
tangan dan kaki yaitu sekitar 0,4–0,6 mm (Harry, 1962). Lapisan ini memiliki
keratinosit yang disebut brick yang dikelilingi oleh matriks ganda lipid dan protein
yang disebut mortar. Mortar berfungsi sebagai pelindung kulit dan mencegah
penguapan air berlebihan (Baumann, 2002).
b. Stratum lucidum
Stratum lucidum merupakan lapisan yang paling tebal pada telapak tangan dan kaki.
Lapisan ini merupakan lapisan penghubung antara lapisan tanduk dan lapisan granular.
Sel-sel pada lapisan ini tipis dan berisi keratin (Baumann, 2002).
c. Stratum granulosum
Lapisan ini terdiri atas 3-5 lapisan keratinosit ditempatkan pada lapisan viabel teratas
dari epidermis. Pada lapisan ini dibentuk serabut-serabut keratin dan keratohialin. Sel
granular ini menunjukkan proses anabolik seperti sintesis filaggrin, kornifikasi sel
bungkus, dan keratin berbobot molekul tinggi serta proses katabolik seperti disolusi
dari inti sel dan organel sel. Keratohialin mengandung profilaggrin yang merupakan
prekursor pembentukan filaggrin. Filaggrin akan berikatan silang dengan filamen
keratin untuk menghasilkan kekuatan dan struktur (Baumann, 2002).
5
d. Stratum spinosum
Lapisan ini terdiri atas 8–10 lapisan sel-sel keratinosit yang dihubungkan dengan
desmosom. Desmosom adalah struktur kompleks yang dibuat molekul-molekul adhesi
dan protein lainnya yang berperan penting dalam adhesi sel dan transport sel seperti
involukrin, keratolinin, dan lorikrin. Sel ini mengandung lipid seperti seramid,
kolesterol, dan asam lemak, enzim-enzim seperti protease, asam fosfat, lipase, dan
glikosidase. Lipid-lipid ini terdapat dalam granul lamelar yang akan bermigrasi ke
permukaan dan membebaskan lipid dengan cara eksositosis bertujuan melingkupi
permukaan untuk menyediakan penahan/ pelindung (Baumann, 2002).
e. Stratum germinativum atau stratum basal
Lapisan ini merupakan lapisan dasar dari epidermis. Lapisan basal ini terdiri dari 10%
sel stem, 50% dari sel yang beramplifikasi, dan 40% sel postmitotik yang lebih utama
menjadi sel suprabasal yang memiliki peran dalam pertumbuhan kulit. Sel-sel stratum
germinativum akan bergerak menjadi stratum corneum akibat adanya pembelahan sel
oleh sel stem secara mitosis. Selain itu, sel yang bergerak ini akan mengalami proses
keratinisasi hingga mencapai permukaan. Siklus sel ini berlangsung umumnya 26
sampai 42 hari. Lapisan ini yang akan membentuk tekstur kulit pada manusia
(Baumann, 2002).
1.1.2 Absorpsi pada Kulit
Absorpsi pada kulit dapat dilakukan dengan permeasi melalui sel-sel stratum corneum atau
lipid intrasel dan penetrasi melalui appendagel. Penetrasi melalui appendagel memiliki
luas permukaan yang lebih kecil.
Dua teori yang dapat menjelaskan penetrasi kulit ini adalah:
a. Teori transappendagel
Transappendagel merupakan penetrasi melalui kelenjar keringat ekrin dan folikel
rambut. Penetrasi melalui kelenjar keringat ekrin kemungkinannya kecil karena
peningkatan permeabilitas tidak terjadi pada daerah ini. Peningkatan permeabilitas
hanya terjadi pada permukaan kulit yang tipis dan difusi obat akan melawan arah dari
pengeluaran keringat. Penetrasi melalui folikel rambut yang paling mungkin terjadi
karena obat langsung masuk menuju dermis dan tidak dihambat oleh sel keratin. Hal ini
akan menyebabkan obat dapat dengan mudah berdifusi. Obat yang bersifat lipofil
6
dihipotesakan akan melarut dengan sebum yang kemudian akan diserap langsung
menuju ke dermis (Lund, 1994).
b. Teori transepidermal
Transepidermal merupakan penetrasi secara difusi pasif. Difusi pasif dikenal sebagai
mekanisme transport melalui epidermis dan transport aktif pada sel-sel stratum
corneum. Ada dua rute absorpsi transepidermal yaitu melibatkan tortous antar sel
stratum corneum dan difusi langsung obat melalui sel (Lund, 1994).
1.1.3 Kelembaban Kulit
Lapisan epidermis terutama stratum corneum merupakan lapisan terluar permukaan yang
memiliki keseimbangan antara air dan lipida tertentu untuk menjaga agar kulit tersebut
tetap elastis dan tidak kasar. Lipid berfungsi menjaga faktor pelembab alami tetap di dalam
sel sehingga tidak terjadi penguapan air secara berlebihan. Faktor pelembab alami
terbentuk dari penguraian filaggrin dan berfungsi menahan air tetap berada di dalam sel.
Faktor pelembab alami terdiri dari asam amino, asam karboksilat pirolidon, asam laktat,
dan urea (Lodén, 2005). Lipid ini disusun oleh seramid sebanyak 40%, kolesterol 25%, dan
asam lemak bebas 10-15 %, diikuti dengan sejumlah kecil trigliserida dan ester stearil
(Möller, 2002). Bila kandungan lipid berkurang maka kelembaban akan menurun berakibat
korneosit akan memisah dan kulit menjadi pecah.
Kelembaban kulit normal berkisar antara 10-30 % (Draelos, 2000). Lapisan terdalam dari
stratum corneum mengandung banyak air tetapi pada lapisan terluar kandungan airnya
tergantung pada kelembaban relatif lingkungan. Kelembaban kulit memperngaruhi
keplastisan dari stratum corneum. Terganggunya ikatan air karena efek samping dari toksin
eksogen atau senyawa endogen dari stratum corneum dapat menghasilkan kondisi yang
abnormal dan fenomena patologi (Baumann, 2002).
1.1.4 Patologi Xerosis
Xerosis dikarakterisasi dengan berkurangnya kelembaban yang mencapai kadar
kelembaban kurang dari 10% di stratum corneum. Hal ini dapat terjadi karena peningkatan
pada transepidermal waterloss (TEWL) karena berkurangnya permeabilitas pelindung.
Kelembaban yang berkurang akan menyebabkan terjadinya pemisahan korneosit. Ketika
kulit menjadi terlalu kering, kulit akan mengeras, memerah, dan berkembang menjadi
7
retak. Bila retakan menjadi melebar dan semakin dalam akan sampai pada bagian dermis
kulit dan dapat berkibat pendarahan yang akan memicu infeksi. Kondisi ini dapat terjadi
lebih parah pada daerah tubuh yang dengan relatif sedikit kelenjar minyak seperti tangan
dan kaki1.
Xerosis memiliki karakteristik tertentu yang dapat diamati secara visual, sentuhan, dan
sensori. Pengamatan visual ditunjukkan oleh kulit yang mengalami kemerahan, permukaan
yang kusut, lapisan putih, dan retakan. Pengamatan sentuhan ditunjukkan oleh kulit yang
terasa kasar dan ganjil ketika disentuh. Pengamatan sensori ditunjukkan oleh kulit yang
dirasakan kering, tidak nyaman, nyeri, sensasi sengatan, dan gatal (Lodén, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi xerosis yaitu cuaca (suhu dan kelembaban), paparan
bahan kimia dan mikroorganisme, penuaan dan stress fisiologi, genetik, atopic eczema,
psoriasis, dan ichtyosis (Lodén, 2005). Selain itu, penggunaan obat-obat diuretik dapat
mengakibatkan xerosis1.
Gejala pertama terjadi kekeringan kulit yaitu munculnya warna suram hitam-putih dan
perubahan topografi kulit. Dengan memburuknya kondisi kulit, akan terjadi penurunan
kohesi antar sel keratinosit berakibat ujung sel keratinosit akan menggulung dan muncul
ruam pada kondisi kering. Jika berlanjut akan terbentuk sisik, kulit yang berlapis-lapis dan
permukaan kulit terasa kasar. Penampilan kulit yang kasar menjadi suram karena kurang
mampu merefleksikan cahaya dibandingkan permukaan kulit yang halus. Kulit terasa
kurang elastis (pliable) dengan penarikan dan peregangan. Retakan dan pecahan akan
muncul sebagai hasil dari penurunan elastisitas (Baumann, 2002).
Kulit kering sebagai hasil dari penurunan kadar air pada stratum corneum, yang memicu
abnormal desquamation dari keratinosit. Gangguan pada struktur normal lapis ganda dari
lipid pada kondisi kulit kering karena adanya keterlibatan dari asam lemak dan seramid.
Desmosom dan desmoglein I dapat meningkat pada orang yang mengalami kulit kering
sehingga dirasakan kulit menjadi kasar. Enzim pengurai desmosom menjadi rusak saat
konsentrasi air dalam stratum corneum tidak mencukupi (Baumann, 2002).
1
Pray, W. S. and J. J. Pray, 2005, Managing Dry Skin, US Pharmacist, 5; 30(3) (24 November 2006)
8
1.2 Iritasi Kulit
Iritasi adalah hal penting yang harus diperhatikan dalam formulasi kosmetik dan bahanbahan kebutuhan rumah tangga. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan iritasi harus
dihindari karena dapat menimbulkan kerusakan pada kulit. Secara umum, terdapat dua
istilah yang terkait dengan iritasi yaitu iritasi dan sensitisasi. Iritasi yang terjadi mulai saat
kontak langsung dengan kulit, efek terjadi secara cepat (iritan pertama) atau setelah
beberapa jam (iritan kedua). Proses penyembuhannya terjadi seiring dengan berkurangnya
konsentrasi. Bahan yang menimbulkan sensitisasi diartikan sebagai senyawa yang
menghasilkan efek merusak pada kulit pada kontak kedua atau pengulangan kontak yang
diikuti karena kontak pertama yang tidak berbahaya. Tetapi ada beberapa senyawa yang
menghasilkan kedua mekanisme tersebut. Selain itu, fotosensitisasi dan fotoiritan adalah
suatu kondisi iritasi atau sensitisasi dikarenakan adanya cahaya (Harry, 1962).
Jika zat yang bersifat iritan digunakan pada kulit, reaksi pertama yang mungkin terjadi
adalah kemerahan diakibatkan oleh dilatasi pembuluh darah kecil dari kulit. Inflamasi
terjadi karena cairan yang keluar dari pembuluh darah akan menembus lapisan dermis dan
berada di antara sel keratinosit. Inflamasi merupakan reaksi karakteristik dari sel hidup,
ketika sel-sel mati maka tidak terjadi inflamasi walaupun terpapar oleh panas (Harry,
1962).
1.3 Kosmetik
Secara umum, kosmetik dibagi dalam 2 golongan besar yaitu kosmetika dan kosmesetikal.
Kosmetika adalah bahan yang digunakan dengan cara mengoleskan, menuangkan,
menaburkan, menyemprotkan, atau jenis pemakaian lain pada tubuh atau bagian tubuh
manusia untuk tujuan membersihkan, memperindah, mempercantik, atau mengubah
penampilan. Kosmesetikal adalah penggunaan bahan yang dapat mempengaruhi struktur
dan fisiologi kulit, cenderung memperbaiki fungsi beberapa komponen pada kulit, di mana
terjadi penetrasi atau permeasi melalui stratum corneum.
Yang tergolong dalam kosmetika yaitu sediaan-sediaan untuk tujuan dekoratif seperti
lipstick, pewarna pipi, pewarna mata, pewarna rambut, dan pewarna kuku. Sediaan-sediaan
untuk tujuan perawatan diri seperti pelembab, sabun, pembersih, prostetik, antipenuaan
dini, dan kosmetik bayi. Yang tergolong ke dalam kosmesetikal adalah obat jerawat,
shampo antiketombe, pasta gigi, deodorant/anti prespirant, pemutih, dan tabir surya. Pada
9
sediaan kosmesetikal, secara umum jarang digunakan pewarna dan pewangi dikarenakan
dapat menyebabkan iritasi (Jellinek, 1970).
1.4 Pelembab
Pelembab adalah campuran kompleks senyawa kimia yang dibuat dengan tujuan membuat
kulit menjadi lebih lembut dan elastis dengan meningkatkan hidrasi kulit. Mekanisme kerja
pelembab dibagi menjadi tiga yaitu oklusif, humektan, dan emolien. Pelembab yang baik
mengandung kombinasi dari ketiga mekanisme tersebut (Baumann, 2002).
1.4.1 Oklusif
Oklusif adalah mekanisme kerja pelembab dengan membentuk lapisan film di permukaan
kulit dengan tujuan mencegah hilangnya air dari stratum corneum. Pada umumnya yang
tergolong oklusif adalah lemak dan minyak lemak. Bahan-bahan yang memiliki
mekanisme oklusif merupakan bahan pelembab terbaik tetapi kurang dapat diterima
dengan baik karena sifatnya yang berminyak. Sebagai contoh adalah petrolatum, minyak
mineral, parafin, skualen, dimetikon, minyak kedelai, minyak biji anggur, malam lebah,
propilenglikol, dan lanolin (Baumann, 2002).
1.4.2 Humektan
Humektan adalah mekanisme pelembab dengan cara menarik air atau menyerap air..
Humektan dapat membantu menjerat air dari udara yang kemudian dapat berpenetrasi ke
dalam kulit, bila kelembaban relatif rendah. Tetapi humektan dapat juga menarik air dari
bagian epidermis dan dermis yang dapat menyebabkan kulit menjadi kering. Maka
sebaiknya penggunaan humektan dikombinasikan dengan bahan oklusif. Mekanisme
humektan yang menarik air penetrasi ke dalam kulit, akan mengakibatkan pengembangan
stratum corneum yang memberikan persepsi kulit halus dengan sedikit kerut. Contoh
berbagai bahan dengan mekanisme humektan antara lain gliserin, sorbitol, natrium
hialuronat, urea, propilenglikol, asam α-hidroksi, dan gula (Baumann, 2002).
1.4.3 Emolien
Mekanisme kerja dari emolien yaitu mengisi ruang antara desquamating keratinosit untuk
membentuk permukaan yang halus. Emolien dapat meningkatkan kohesi dari sel-sel
keratinosit sehingga ujung-ujung sel tidak menggulung. Selain itu, ada beberapa bahan
dengan mekanisme kerja emolien yang juga memiliki mekanisme kerja pelembab sebagai
10
humektan dan oklusif. Sebagai contoh lanolin, minyak mineral, dan petrolatum (Baumann,
2002).
1.4.4 Bahan-bahan Pelembab yang Digunakan
Minyak bunga matahari merupakan kandungan biji Helianthus annuus Linne (famili
Compositae). Minyak ini terdiri atas campuran gliserida yang kaya akan komponen asam
tak jenuh. Kandungan asam tak jenuh ganda dari minyak bunga matahari sangat
dipengaruhi oleh iklim. Kandungan asam linoleatnya berkisar antara 44-75 %, kandungan
yang paling banyak terdapat pada biji yang tumbuh di daerah dingin atau daerah utara. Dari
minyak bunga matahari diketahui kandungan asam linoleatnya 66% dan asam oleatnya
23% (Tyler, 1988). Asam linoleat merupakan prekursor dari pembentukan seramid.
Seramid merupakan salah satu komponen lipid dalam kulit (Möller, 2002). Minyak biji
bunga matahari diperkirakan memiliki mekanisme kerja oklusif dan emolien.
Lanolin adalah lemak dari bulu domba, Ovis aries Linne (famili Bovidae). Lanolin
mengandung 25-30 % air dan disebut bulu lemak hidrous. Lanolin berwarna putih
kekuningan, seperti salep yang mempunyai bau khas. Ketika dipanaskan dengan uap,
lanolin terpisah menjadi dua lapis. Jika pemanasan dilanjutkan dengan pengadukan akan
terbentuk lapisan lagi di bawahnya. Kandungan yang paling penting adalah kolesterol dan
isokolesterol. Lanolin juga mengandung ester dari lanopalmitat, lanoserat, karnaubik, oleat,
miristik, dan asam lemak lainnya. Lanolin digunakan sebagai basis salep penyerap air,
penyembuhan lokal, komposisi krim kulit dan kosmetik (Tyler, 1988). Kolesterol yang
terkandung merupakan salah satu komponen dalam stratum corneum. Lanolin memiliki
mekanisme kerja pelembab oklusif dan emolien.
Urea adalah salah satu komponen dari faktor pelembab alami dalam sel keratinosit yang
memiliki peran penting dalam menjaga kelembaban kulit. Urea memiliki sifat humektan
dan mendorong proses desquamation dengan mengaktifkan enzim pengurai desmosom.
Peningkatan konsentrasi urea akan meningkatkan daya ikat air di stratum corneum
(Draelos, 2000).
1.5 Krim
Krim adalah bentuk sediaan semisolida yang viskos dan pada umumnya merupakan emulsi
minyak dalam air dan air dalam minyak. Emulsi adalah sistem termodinamika yang tidak
11
stabil terdiri paling sedikit dua fasa cairan yang tak bercampur di mana fasa satu terdispersi
sebagai globul (fasa terdispersi) dan fasa yang lainnya sebagai fasa cair (fasa kontinyu),
distabilisasi dengan adanya agen pengemulsi. Pada sistem emulsi pada umumnya ukuran
globul yang terbentuk antara 100-100,000 nanometer (Martin, 1993).
Krim digunakan untuk mengobati kulit untuk tujuan preparatif atau profilaksis di mana
efek oklusif yang tinggi tidak diperlukan. Krim emulsi pada umumnya memiliki sistem
non-newtonian dan sifat rheologi pseudoplastis dan memberikan yield value yang rendah.
Karakteristik aliran dan viskositas dapat berubah-ubah tergantung pada tingkat
kehomogenan dan tekanan yang diberikan selama proses (Martin, 1993).
Dalam formulasi krim diperlukan bahan-bahan sebagai fasa minyak, bahan-bahan yang
digunakan sebagai fasa air dan agen pengemulsi. Selain itu, penggunaan air dapat menjadi
sumber nutrisi bagi mikroba maka diperlukan pengawet dan juga peningkat konsistensi bila
viskositas dirasakan tidak mencukupi. Bila digunakan minyak yang berasal dari bahan
alam, sebaiknya digunakan antioksidan dikarenakan minyak dari bahan alam dapat
mengalami oksidasi.
Terdapat empat tipe basis krim bila digolongkan menurut sifat fisikokimia :
a. Basis lemak
Basis ini pada umumnya merupakan basis anhidrat dan mengandung minyak tidak larut
air seperti minyak tumbuhan, lemak hewan, malam, hidrokarbon, silikon, atau ester
sintetik tertentu. Basis ini tidak diabsorpsi, hanya menimbulkan efek oklusif pada
permukaan tubuh. Basis ini banyak digunakan sebagai emolien dan pembawa inert.
Kekurangan dari basis ini adalah tidak mudah dibersihkan karena bersifat berlawanan
dengan air yang hidrofilik. Waktu kontak antara basis dengan kulit lebih lama karena
kekakuannya (Lund, 1994).
b. Basis absorpsi
Basis yang mengandung pembawa yang bersifat anhidrat, menyerap air dari udara dan
basis lemak hidrofobik dalam emulsi air dalam minyak. Basis yang umum digunakan
lanolin anhidrat, wol alkohol, malam lebah, dan kolesterol. Basis ini relatif mudah
untuk disebarkan dan kurang oklusif bila dibandingkan dengan basis lemak (Lund,
1994).
12
c. Basis emulsi
Basis emulsi adalah basis di mana digunakan sistem emulsi. Adanya dua fasa tak
bercampur dan zat penstabil (emulgator). Jenis basis dua jenis yaitu air dalam minyak
dan minyak dalam air. Bila tipe air dalam minyak, maka bersifat lipofil sedangkan tipe
minyak dalam air maka akan bersifat hidrofil sehingga lebih mudah dicuci. Selain itu,
basis sistem ini lebih mudah untuk disebarkan dan diterima secara luas oleh
masyarakat. Jenis basis ini banyak digunakan oleh produk kosmetik dan telah dipakai
dalam jangka waktu yang cukup lama (Lund, 1994).
d. Basis larut air
Basis yang menggunakan bahan-bahan yang hidrofil seperti makrogol, polietilenglikol,
dan lain sebagainya. Konsistensi dari basis tergantung dari komposisi dari padat dan
cair dalam formula. Keuntungan basis ini adalah larut dalam air, sangat mudah
dibersihkan, stabil, tidak berminyak, dan sesuai dengan banyak zat aktif. Kerugian
basis ini perlu digunakan pengawet dan sangat mudah tercuci sehingga waktu kontak
sangat cepat (Lund, 1994).
Teknologi formulasi dan pembuatan krim dengan basis emulsi sama dengan pembuatan
emulsi. Dalam formulasi krim digunakan agen peningkat konsistensi. Terdapat empat
metode dalam prinsip pembuatan krim (Crowley, 2005), yaitu :
a. Metode penambahan fasa internal ke fasa eksternal
b. Metode penambahan fasa eksternal ke fasa internal, teknik musilago kering
c. Metode pencampuran kedua fasa setelah pemanasan
d. Metode alternatif dengan penambahan kedua fasa pada emulgator
Evaluasi sediaan krim bertujuan untuk menjamin keefektifan dan keamanan sediaan yang
akan digunakan dan sebagai arahan dalam pengembangan formulasi. Evaluasi sediaan krim
meliputi stabilitas fisika, kimia dan mikrobiologi.
a. Stabilitas fisika krim
Stabilitas fisika krim meliputi pemeriksaan organoleptik, penentuan jenis emulsi,
penentuan viskositas, penentuan ukuran globul, dan penentuan ketidakstabilan emulsi.
Secara umum, terdapat dua pengujian dalam menentukan ketidakstabilan emulsi yaitu
uji freeze-thaw dan uji menggunakan sentrifugasi. Uji freeze-thaw merupakan
pengujian yang melibatkan pengaruh dua suhu terhadap sistem emulsi sedangkan uji
13
menggunakan sentrifugasi memberikan tekanan atau gaya yang cukup tinggi terhadap
sistem emulsi. Stabilitas krim juga dapat diamati dengan penyimpanan pada suhu
tertentu (Idson, 1989).
Pemeriksaan organoleptik adalah jenis evaluasi yang mengamati penampilan luar dari
suatu sediaan. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan warna dan bau yang tercium
ketika tutup sediaan dibuka. Pengamatan kehomogenan dengan mengoleskan pada
kaca.
Penentuan jenis emulsi meliputi metode warna, metode pengenceran, dan metode
konduktivitas. Metode warna menggunakan pewarna seperti sudan merah atau metilen
biru di mana sudan merah larut dalam minyak dan metilen biru larut dalam air. Metode
pengenceran dilakukan dengan mengencerkan fasa luar dengan minyak atau air.
Penentuan jenis emulsi yang pasti dapat dilakukan melalui pengujian daya hantar. Dua
kawat yang dihubungkan dengan suatu baterai lampu senter dicelupkan ke dalam
emulsi minyak dalam air akan terjadi suatu ayunan pada miliamperemeter. Peristiwa
tersebut terjadi karena air yang bersifat konduktor sebagai fasa luar memungkinkan
terjadinya suatu aliran listrik. Pada emulsi air dalam minyak, fasa luar berfungsi
sebagai isolator, sehingga suatu ayunan yang jelas pada amperemeter terhenti
(Swarbrick, 2005).
Penentuan viskositas atau kekentalan krim pada umumnya menggunakan viskosimeter
Brookfield yang merupakan viskosimeter banyak titik yang dapat ditentukan
pengukuran pada beberapa harga kecepatan geser sehingga diperoleh rheogram yang
sempurna. Penentuan viskositas dilakukan untuk mengetahui viskositas sediaan yang
dibuat dan digunakan sebagai salah satu parameter untuk mengamati terjadinya
perubahan selama penyimpanan.
Penentuan ukuran globul ditujukan untuk mengetahui kehomogenan sediaan yang
dibuat. Penentuan dapat menggunakan mikroskop tetapi kurang akurat untuk dilakukan
karena berbagai faktor dari luar yang mempengaruhi. Penentuan ukuran globul dapat
digunakan Coulter Counting dan Coulter Centrifugal Photosedimentometer untuk
memperoleh data yang lebih akurat. Selain itu, penetapan daya hantar listrik dari suatu
sistem emulsi dapat dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi (Martin,
14
1993). Digunakan dua elektroda platina, yang dihubungkan dengan suatu alat ukur
daya hantar dicelupkan dalam emulsi. Pengamatan waktu sampai muncul suatu
perubahan nilai hantaran (Swarbrick, 2005).
Pengujian menggunakan sentrifugasi dengan cara krim diputar dengan kecepatan
tertentu selama waktu tertentu kemudian diamati ketidakstabilan yang mungkin terjadi.
Sentrifugasi krim dengan kecepatan 3750 rpm selama 5 jam menunjukkan kestabilan
selama satu tahun atau menggunakan ultrasentrifugasi (Idson, 1989).
b. Stabilitas kimia krim
Stabilitas kimia krim meliputi penentuan pH. Penentuan pH dapat dilakukan
menggunakan pH meter untuk mengukur pH krim jenis minyak dalam air.
c. Stabilitas mikrobiologi
Pengujian stabilitas mikrobiologi meliputi uji efektivitas pengawet antimikroba.
Mikroba yang digunakan untuk pengujian antara lain Candida albicans, Aspergillus
niger, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Media
yang dapat digunakan adalah Soybean-Casein Digest Agar. Masing-masing mikroba
dibuat inokula terlebih dahulu kemudian dicampurkan dengan sediaan dan diinkubasi
pada suhu tertentu selama beberapa hari kemudian diamati terjadinya pertumbuhan
mikroba (Ditjen POM, 1995).
Sebaiknya krim yang telah dibuat terutama untuk sediaan kosmetika dilakukan pengujian
keamanan melalui uji iritasi. Pengujian iritasi dapat dilakukan pada hewan percobaan dan
manusia. Metode pengujian yang umum untuk dilakukan adalah pengujian Draize pada
punggung dan konjungtiva kelinci. Pengujian terhadap kelinci dapat dijadikan dasar untuk
lebih memperhatikan cara pengujian terhadap manusia bila hasil pada pengujian kelinci
menunjukkan hasil positif.
Download