TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Stres Psikologis terhadap Fungsi Pertahanan Kulit Ruri Diah Pamela RS Dr. Suyoto, Pusat Rehabilitasi Kementerian Pertahanan, Jakarta, Indonesia PENDAHULUAN Kulit merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, berfungsi sebagai pembatas antara tubuh dengan dunia luar sehingga paling sering terpapar langsung oleh berbagai risiko baik internal maupun eksternal karena tingginya mobilitas manusia. Salah satu fungsi utama kulit adalah sebagai pertahanan (barier) terhadap berbagai risiko eksternal dan internal yang berbahaya. Telah disepakati terdapat hubungan kuat antara stres psikologis dan reaksinya pada kulit. Stres psikologis sebagai salah satu faktor internal cukup sering berperan dalam berbagai gangguan kulit walaupun pengetahuan tentang psikodinamika dan studi yang ada masih sangat sedikit. FUNGSI PERTAHANAN ORGAN KULIT Fungsi pertahanan kulit manusia adalah suatu sistem yang unik karena kemampuan penyesuaiannya terhadap perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Fungsi pertahanan ini mencakup fungsi proteksi fisik (trauma mekanik), mempertahankan permeabilitas (mencegah kehilangan air dan mencegah masuknya bahan kimia berbahaya, alergen dan bahan yang dapat menimbulkan iritasi), proteksi terhadap sinar UV (sinar UV dapat menimbulkan kerusakan dan neoplasma), proteksi terhadap zat-zat oksidan (yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel), proteksi terhadap suhu dan juga mencegah masuknya mikroorganisme Alergen Sinar matahari Panas dan dingin Iritan Bahan kimia Infeksi Trauma Gesekan Kulit Faktor Psikologis Faktor Genetik Penyakit Internal Obat Gambar 1 Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi fungsi pertahanan kulit 420 CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 420 Infeksi patogen penyebab infeksi. Lapisan paling luar kulit yaitu stratum korneum berperan sebagai lapisan primer dalam fungsi pertahanan kulit. Setiap kerusakan kulit seperti laserasi, kulit kering atau iritasi akan menyebabkan gangguan diferensiasi sel di stratum korneum dan menurunkan fungsi pertahanan kulit. Lapisan kulit manusia memiliki fungsi keseimbangan untuk menghindari kerusakan lanjut akibat trauma fisik/mekanik, salah satunya adalah dengan membentuk jaringan parut. Fungsi barier terhadap tekanan juga didukung oleh lapisan serat kolagen dan elastin di dalam lapisan dermis serta jaringan lemak subkutan. Lapisan teratas epidermis yaitu stratum korneum, dengan ketebalan hanya 15 μm (di hampir seluruh area tubuh) memiliki kemampuan sebagai lapisan ‘tahan air’ yang mencegah hilangnya air dari tubuh melalui difusi transepidermal. Transepidermal Water Loss (TEWL) telah menjadi salah satu parameter klinis banyak studi yang menilai fungsi pertahanan kulit pada beberapa penyakit kulit seperti psoriasis, dermatitis atopik, luka bakar dan epidermolisis bulosa. Pada penyakit-penyakit ini, diketahui terjadi kehilangan air yang lebih dari normal pada lapisan epidermis dan terganggunya pengaturan lemak di stratum korneum. Fungsi pertahanan kulit terhadap radiasi sinar ultraviolet dari matahari diperankan oleh sel-sel pembentuk pigmen (melanosit) yang terletak di lapisan basal epidermis dengan melakukan tanning. Secara normal, di area kulit yang terpapar sinar matahari akan terjadi peningkatan TEWL sebagai mekanisme adaptasi tubuh untuk melakukan evaporasi pada permukaan yang terpajan. Sel-sel keratinosit sebagai salah satu sel utama di lapisan epidermis berperan dalam proses keratinisasi sebagai barier mekanis; sel-sel epidermis melepaskan diri secara teratur ke permukaan terluar kulit. Sel-sel keratinosit epidermis mengalami diferensiasi secara li- CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 6/8/2012 2:33:41 PM TINJAUAN PUSTAKA Stratum korneum Lipid bilayer Cornified envelope Keratin macrofibrils Granular layer Tight junctions Spinous layer Basal layer Dermis Gambar 2 Proses keratinisasi pada lapisan epidermis sebagai barier mekanis near dengan secara mitosis mulai dari sel-sel di stratum basalis menjadi sel-sel di stratum spinosum seterusnya ke stratum granulosum menjadi sel gepeng dan bergranula, akhirnya makin ke atas, inti sel makin menghilang, beralih menjadi sel tanduk dan berskuamasi di stratum korneum. Pada gambar 2, tampak skuama terdiri dari keratin makrofibril yang dikelilingi oleh lapisan tanduk terbungkus dalam lapisan lemak epidermis. Proses ini secara normal berlangsung selama kira-kira 14-21 hari dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanik fisiologik. KORELASI STRES PSIKOLOGIS DAN ORGAN KULIT Stres psikologis telah diketahui sebagai salah satu faktor internal pencetus beberapa kelainan kulit yang berhubungan dengan gangguan fungsi pertahanan di lapisan epidermis kulit seperti pada psoriasis dan dermatitis atopik, walaupun belum banyak studi yang dapat menerangkan patogenesisnya secara jelas. Berdasarkan beberapa studi lebih lanjut telah diketahui pula bahwa sistem imunitas dan neuroendokrin memegang peranan pada mekanisme reaksi yang ditimbulkan oleh stres psikologis dan pada fungsi pertahanan kulit. Terdapat tiga teori yang potensial dapat menjelaskan efek negatif stres psikologis pada fungsi pertahanan pejamu terhadap infeksi dan neoplasia: CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 421 1. Disfungsi psikoneuroimunoendokrin: terjadi peningkatan neuropeptida pro inflamasi dan produksi sitokin dengan atau tanpa melalui jalur Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal. 2. Peningkatan kadar glukokortikoid endogen plasma yang disebabkan aktivasi jalur Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal. 3. Sistem steroidogenik kulit, melalui produksi lokal Corticotropin Releasing Factor (CRF) yang merupakan mediator terhadap timbulnya efek lebih lanjut stres psikologis pada kulit. Efek merugikan stres psikologis dan peningkatan kadar plasma glukokortikoid endogen terhadap fungsi permeabilitas kulit disebabkan karena mekanisme inhibisi sintesis lemak di epidermis. Hal ini menyebabkan penurunan produksi badan lamellar epidermis, suatu organel fungsional yang bertugas menghantarkan lemak, enzim-enzim deskuamasi dan peptida antimikroba ke celah-celah stratum korneum yang berperan menjaga permeabilitas dan fungsi pertahanan terhadap mikroorganisme. Kondisi stres psikologis menyebabkan perubahan struktur dan fungsi stratum korneum lapisan epidermis yang menimbulkan perubahan ekspresi peptida antimikrobial di epidermis sehingga secara langsung meningkatkan risiko infeksi kulit. Robles (2007) menilai respons stres psikologis terhadap fungsi barrier kulit dengan mengukur TEWL. TEWL merupakan indikasi kemampuan kulit dalam mencegah kehilangan air dari lapisan dalam kulit. Peningkatan nilai TEWL menunjukkan penurunan fungsi barier kulit, dan penurunan nilai TEWL setelah terjadi gangguan mengindikasikan adanya peningkatan pemulihan fungsi barier kulit. Hasil studi tersebut menunjukkan peningkatan nilai TEWL kelompok yang mengalami stres psikologis diban-dingkan dengan kelompok non-stres. Dari pengukuran efek stres psikologis pada 25 wanita sehat terhadap beberapa parameter dermatologis Gambar 3 Dampak stres psikologis pada organ kulit dimediasi oleh jalur hipotalamus-hipofisis-adrenal 421 6/8/2012 2:33:41 PM TINJAUAN PUSTAKA yaitu TEWL, pemulihan dari fungsi barier kulit pasca-tekanan mekanis, dan kandungan air di stratum korneum; diketahui bahwa stres psikologis menyebabkan keterlambatan pemulihan fungsi barier kulit; juga terjadi peningkatan kadar kortisol plasma, norepinefrin, interleukin, dan Tumor Necrosis Factor. Bentuk stres psikologis dalam studi ini adalah dalam bentuk wawancara, kurang waktu tidur, dan latihan/olahraga. Perubahan permeabilitas kulit yang diinduksi oleh stres psikologis ini dimediasi oleh peningkatan kadar glukokortikoid endogen. Stres psikologis dalam bentuk insomnia menyebabkan gangguan fungsi stratum korneum dalam bentuk penurunan proliferasi sel epidermis, mengganggu diferensiasi epidermis dan menurunkan densitas dan ukuran korneodesmosome. Gangguan fungsi barier permeabilitas kulit dihubungkan dengan penurunan produksi dan sekresi dari badan lamelar yang akan mempengaruhi sintesis lemak epidermis. Gambar 4 Stres psikologis menginduksi penurunan jumlah badan lamelar di stratum korneum yang berperan dalam permeabilitas kulit PENUTUP Organ kulit mengalami perubahan sebagai reaksi terhadap stres psikologis. Selama periode tersebut, fungsi barrier permeabilitas kulit terganggu, begitu juga dengan fungsi proteksi dari stratum korneum. Beberapa penyakit kulit telah diketahui dicetuskan oleh stres psikologis seperti psoriasis dan dermatitis atopik dengan mekanisme patofisiologi yang belum sepenuhnya diketahui. Diperlukan lebih banyak studi dan penelitian bidang psikokutan untuk lebih memahami mekanisme patogenesis terkait agar dapat memberikan harapan pengobatan yang lebih baik di masa mendatang. DAFTAR PUSTAKA 1. Aberg K, Radek K et al. Psychological Stress Downregulates Epidermal Antimicrobial Peptide Expression and Increases Severity of Cutaneous Infections in Mice. J Clin Invest 2007;117:333949. 2. Altemus M, Rao B. Stres-Induced Changes in Skin Barrier Function in Healthy Women. J Invest Dermatol 2001;309-17. 3. Astrid J, Marcel T et al. Interleukin-17 in Inflammatory Skin Disorders:Immunity in the Skin. http://www.medscape.com/viewarticle/564395_2 4. Choi E, Brown B et al. Mechanism by Which Psychologic Stress Alters Cutaneus Permeability Barrier Homeostasis and Stratum Korneum Integrity. J Invest Dermatol 2005;124:587-95. 5. Denda M. Skin Barrier Function as a self-Organizing System. Forma 2000;15:227-32. 6. Elias P. Skin Barrier Function. Curr Allergy Asthma 2008;8(4):299-305. 7. Menon G, Kligman A. Barrier Function of Human Skin:A Holistic View. Skin Pharmacol Physiol 2009;22:178-89. 8. Richard P, John A et al. Clinical Dermatology.4th ed. Blackwell Publ 2008;23:342-47. 9. Robles T. Stress, Social Support and Delayed Skin Barrier Recovery. Psycho Med 2007;69:807-15. 10. Slominski A. A Nervous Breakdown in the Skin:Stress and the Epidermal Barrier. J Clin Invest 2007;117:3166-9. 422 CDK-194_vol39_no6_th2012 ok.indd 422 CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012 6/8/2012 2:33:43 PM