1 BAB I HAMA IKAN A. Pengertian dan identifikasi

advertisement
BAB I HAMA IKAN
A. Pengertian dan identifikasi hama ikan
Definisi dari hama ikan adalah : hewan yang berukuran lebih kecil, sama / lebih besar
dan mampu menimbulkan gangguan pada ikan.
Secara umum, hama ikan dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan sifat
hidupnya, yaitu :
1. Predator
Predator secara harfiah diartikan sebagai pemangsa. Pada dasarnya predator adalah
binatang yang sifatnya karnivora (pemakan daging) dengan cara memangsa atau menyantap
targetnya. Predator sejatinya selalu memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari mangsanya atau
kalau predatornya berukuran kecil, biasanya memiliki “senjata” yang mematikan seperti bisa,
racun dan sejenisnya. Predator yang berukuran jauh lebih besar dari mangsanya, biasanya
memangsa santapan dalam jumlah banyak dan biasanya dilakukan berkali-kali. Predator ini
hidup menetap di kolam atau di lingkungan sekitar areal budidaya walaupun ada juga yang
sekedar mampir di areal budidaya tersebut dalam rangka mencari makan atau bermigrasi
(berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya).
Predator adalah hewan pemangsa yang secara sengaja maupun tidak sengaja masuk ke
areal budidaya ikan dan memangsa ikan yang dibudidayakan. Jenisnya dapat berupa ikan yang
lebih besar, hewan air jenis lain, hewan darat dan beberapa jenis serangga/insekta air.
Contohnya ikan tagih (Mystus nemurus), lele (Clarias batrachus), kakap (Lates calcalifer),
bulan-bulan (Megalops cyprinides), ikan gabus atau pemangsa lainnya seperti linsang, ular atau
burung (seperti bangau, kuntul, blekok, ibis,burung raja udang, dsb.) anjing, katak pada fase
dewasa dan lain-lain.
Pada Gambar 1 di bawah ini dapat dilihat beberapa contoh hama predator yang biasanya
ada di kolam atau areal budidaya lainnya.
Belut
1
Burung
Ikan gabus
Labi-labi
Gambar 1. Contoh Hama Predator
2. Kompetitor
Kompetitor adalah organisme yang menimbulkan persaingan dalam mendapatkan
oksigen, pakan dan ruang gerak. Hama ini tidak dikehendaki keberadaannya dalam wadah atau
areal budidaya. Kompetitor yang sering menyebabkan terjadinya persaingan dalam memperoleh
pakan adalah ikan mujair (Tilapia mossambica). Spesies ikan mujair ini selain rakus juga mudah
berkembang biak, sehingga populasinya di dalam kolam akan meningkat dengan cepat, sehingga
ikan budidaya menjadi terganggu, lambat pertumbuhannya dan dapat menyebabkan kematian.
Masuknya jenis organisme lain ke kolam pemeliharaan merupakan kompetitor selain dapat
menyebabkan terjadinya persaingan untuk mendapatkan pakan juga akan menyebabkan
terjadinya kompetisi untuk memperoleh oksigen dan ruang gerak, sehingga kompetisi yang
terjadi adalah kompetisi biological requirement, yakni ruang dan makanan.
Contoh hama
kompetitor lainnya adalah jenis ketam, seperti yuyu (Saesarma spp.), kepiting (Scylla serrata),
katak (pada fase berudu), keong dan sebagainya.
Pada Gambar 2 di bawah ini dapat dilihat beberapa contoh hama kompetitor yang
umumnya berada di kolam atau wadah budidaya lainnya.
Ikan mujair
Kodok
2
Kepiting
`Keong
Gambar 2. Contoh Hama Kompetitor
3. Pengganggu/Pencuri
Pengganggu adalah organisme atau aktivitas lain diluar ikan budidaya yang
keberadaannya dapat mengganggu ikan budidaya. Perlakuan manusia yang kurang baik dalam
mengelola ikan dapat dikategorikan sebagai pengganggu, seperti saat sampling yang tidak sesuai
aturan atau cara panen yang kurang baik. Selain itu, ada juga literatur yang mengelompokkan
hama ketiga ini dalam istilah ”pencuri”, yang merupakan hama menakutkan bagi petani ikan.
Selain hama predator, kompetitor dan pengganggu/pencuri, terdapat pula sekelompok
hewan yang dapat digolongkan ke dalam insekta air yang membahayakan ikan budidaya yang
dikenal dengan istilah predator kelompok serangga air. Golongan insekta air ini biasanya
ditemukan di areal pembenihan dan pendederan ikan di mana golongan hewan ini akan
menyerang dan memangsa larva dan benih ikan.
Sementara itu untuk predator benih ikan, ada yang hidup di air bersama ikan yang
dipelihara dan ada pula yang hidup di darat (di luar kolam ikan). Predator benih ikan ini ada yang
tinggal menetap di sekitar kolam dan ada pula yang hanya sekedar lewat dalam rangka migrasi.
Dalam prakteknya, predator benih ikan, ada yang memakan atau menyantap langsung benih ikan
secara utuh dan ada pula yang mematikan target terlebih dahulu beberapa waktu kemudian
dimakan setelah menjadi bangkai. Selain itu, ada juga predator benih ikan yang hanya
mematikan benih ikan untuk dihisap darah atau cairan tubuhnya, sementara tubuh benih yang
sudah mati tidak dimakan tetapi dibiarkan begitu saja.
3
Predator benih ikan umumnya merupakan binatang tingkat tinggi yang langsung
mengganggu atau mengancam kehidupan ikan. Benih ikan yang berukuran kecil dengan kondisi
tubuh yang masih lemah dan cenderung hidup berkelompok, maka benih ikan merupakan
santapan empuk sang predator ketimbang ikan yang sudah berukuran dewasa. Selain itu, benih
yang masih berukuran kecil tidak mampu menghindar apalagi melakukan perlawanan terhadap
predator. Beberapa contoh insekta tersebut adalah : kini-kini (dari larva capung Odonanta); ucrit
(Peupeundeuyan) dari larva Cybister (kumbang air); kelompok ordo Hemiptera yaitu Notonecta
spp. (bebeasan), Corixa spp. (Famili Corixidae), Nepa spp. (Famili Nepidae),
Belestoma
indicum (Famili Belestematidae) dan lintah.
Pada Gambar 3 di bawah ini dapat diperlihatkan dua contoh insekta air yang dapat
menjadi predator benih ikan budidaya, yaitu capung dan Cybister.
Cybister. Sp. (dewasa)
Capung
Gambar 3. Contoh Predator Benih Ikan
Sementara itu, khususnya untuk hama yang menyerang ikan hias dibedakan dalam 2 (dua)
kelompok besar yaitu hama kompetitor dan hama predator. Hama kompetitor biasanya berupa
ikan yang mudah berkembang biak seperti ikan guppy dan mujair sedangkan hama predator
pada ikan hias adalah kucing, ular, ikan lele, ikan gabus dan burung.
Sementara itu, ada juga ahli dan pengamat budidaya perikanan khususnya dalam
pembenihan ikan mengidentifikasi tersendiri jenis predator pada ikan tersebut. Kategorinya
adalah :
a.)
Predator kelompok Hewan Besar seperti buaya, biawak, ular, katak, burung, labilabi dan sebagainya.
b.)
Predator ikan buas seperti ikan gabus dan belut.
c.)
Predator kelompok hewan kecil (serangga air) seperti ucrit, notonecta, dan kini-kini.
Untuk areal / lokasi budidaya ikan/udang di tambak, keberadaan hama diartikan sebagai
segala macam hewan yang ada ditambak, selain yang dibudidayakan, dan dianggap merugikan
4
karena mengurangi produktifitas maksimal, disebabkan hilangnya hewan (ikan/udang) yang
dibudidayakan
karena proses makan memakan (predasi), terjadinya persaingan dalam
pemanfaatan sumber energi atau menimbulkan kerugian di bidang fasilitas budidaya ikan/udang.
Hama tambak dapat dikelompokan menjadi:
a. Hama predator adalah hewan yang secara langsung membunuh dan memakan udang,
sehingga jumlah udang dalam petakan menjadi kurang. Disamping jumlah udang
berkurang, juga menimbulkan dampak lain seperti persaingan dalam pemanfaatan
oksigen, mengurangi ruang lingkup bagi udang, disamping itu jatah makanan yang
seharusnya untuk udang, akan dimakan juga oleh hewan pemangsa sehingga
pertumbuhan udang menjadi terhambat. Jenis-jenis hewan termasuk dalam golongan
predator sangat banyak, mulai dari vertebrata tingkat rendah, yaitu ikan sampai
vertebrata tingkat tinggi seperti lingsang. Bahkan jenis-jenis ikan, seperti ikan mujair,
ikan Bulan-bulan (Megalops cyprinoides), Kerapu (Epinephelus sp.) dan Sphyraena
sp, dan lain-lain. Pada Gambar 4 di bawah ini dapat dilihat contoh-contoh hama
predator yang biasanya ada di tambak ikan/udang.
Lingsang
Ikan Bulan-bulan
Ikan Kerapu
Gambar 4. Contoh Hama Predator di Tambak
5
b. Hama Penyaing.
Jenis-jenis hewan penyaing yang sering ditemukan di tambak dapat dilihat pada Tabel
1 dibawah ini :
Tabel 1. Kelompok Hama Penyaing di Tambak
Penyaing
Famili
Jenis-jenis
Cacing
Polychaeta
Dendronereis sp(Palolo)
Mesopodopsis (Jembret)
Metapenaus monoceros (udang api-api)
Udang-
Penaeus merguiensis (udang putih)
udangan
Penaeus indicus (udang jaring)
Serangga
Moluska
Chironomus sp.
Cerithidae
Trisipan
Cichlidae
Ikan
Chanos chanos (Bandeng)
Microryridae
Aplocheilus panchax (Kepala timah)
Mugiliidae
Mugil cephalus (Belanak)
Siganiidae
Siganus sp. (Samadar)
Keberadaan hama ini dapat menimbulkan beberapa kerugian diantaranya kerusakan pada
tanggul atau pematang sehingga menyebabkan kebocoran. Jenis perusak antara lain kepiting
(Scylla serrata) dan udang pantus (Thalassina sp). Kepiting biasanya membuat lubang-lubang
pada tanggul sehingga kedalaman air sulit dipertahankan dan dapat mengakibatkan masuknya
hama pemangsa dan penyaing dalam petakan tambak. Selain itu menyebabkan udang yang
dipelihara akan lolos melalui lubang kepiting tersebut.
Apapun bentuk serangan hama baik predator, kompetitor dan pengganggu ternyata
berdampak besar dan dapat pula mengancam kelangsungan usaha budidaya. Terutama jika
jumlah hama yang menyerang selain berkelompok juga dalam jumlah besar sehingga tingkat
kematian ikan budidaya tinggi.
Walaupun sampai saat ini belum ada yang mencoba menghitung seberapa besar tingkat
kematian akibat adanya hama di areal budidaya, tetapi dari tingginya tingkat kematian yang
6
dapat disebabkannya, terutama dari golongan predator maka dapat diyakini bahwa keberadaan
hama dapat menimbulkan kerugian di dalam usaha budidaya ikan/udang.
B. Penyebab Timbulnya Hama Dan Teknik Pengendalian Hama Ikan
Lingkungan budidaya yang tertata baik belumlah cukup untuk menjamin keberhasilan
usaha budidaya, karena organisme hama dapat masuk melalui berbagai media seperti air,
manusia dan peralatan budidaya. Sikap pelaku budidaya untuk tidak membuang hama ikan yang
sudah mati misalnya ke lingkungan, mensucihamakan peralatan yang akan digunakan serta
mengolah limbah sebelum dibuang ke lingkungan adalah hal-hal yang belum sepenuhnya
dilakukan secara benar.
Untuk itu perawatan ikan yang meliputi pemeliharaan dengan pengelolaan lingkungan
atau kualitas air, penggunaan alat-alat budidaya dengan baik dan hygienies, penanganan ikan
dengan cermat hendaknya selalu dilakukan.
Keberadaan hama ikan di areal budidaya dapat disebabkan oleh faktor-faktor :
1. Persiapan Lahan Yang Kurang Baik
Pada saat akan dilakukannya usaha budidaya ikan, baik pembenihan, pendederan,
maupun pembesaran, akan dilakukan tahapan persiapan kolam (dekontaminasi kolam) meliputi
proses pengapuran, pemupukan dan pemberantasan hama penyakit ikan. Salah satu tujuan
pengapuran adalah membunuh bakteri patogen dan organisme hama (eradikasi). Jika tahapan
pemberantasan hama dan penyakit ini tidak dilakukan, maka hama ikan akan bebas hidup dan
tumbuh bersama benih ikan yang dibudidayakan, sehingga hama akan menyerang dan
menimbulkan penyakit pada ikan. Akibatnya, dapat menimbulkan kematian pada ikan yang
dibudidayakan.
2. Konstruksi Wadah
Konstruksi wadah dapat memicu timbulnya hama ikan. Wadah budidaya yang bersifat
terbuka (outdoor) seperti kolam memudahkan hama untuk masuk, seperti melalui pematang,
saluran air, pintu masuk air (inlet), atau melalui permukaan air atau tanaman yang ada di pinggir
kolam. Sedangkan wadah yang bersifat tertutup, seperti akuarium dan hatchery cukup aman dari
serangan hama, tetapi si pemilik wadah budidaya itu harus senantiasa waspada akan keberadaan
hama ikan.
3. Letak Wadah Budidaya
7
Wadah budidaya yang berdekatan dengan tempat hidup hama, seperti di luar ruangan,
atau tanpa atap, dekat dengan sungai akan memudahkan masuknya hama ke dalam kolam/wadah
budidaya. Contohnya linsang, hal ini dipicu oleh adanya sumber makanan yang lebih terjamin di
dalam kolam, sehingga mereka akan menyerang ikan budidaya.
Keberadaan hama juga dapat masuk bersama-sama dengan tanaman air yang digunakan
di wadah budidaya baik sebagai assesoris (hiasan) atau untuk keperluan budidaya lainnya.
Untuk itu kebersihan tanaman air harus selalu dijaga dengan mencucinya menggunakan air
bersih atau direndam dalam PK (Kalium Permanganat) bila diperlukan.
Hama ikan sering dikenal juga dengan hewan tingkat tinggi yang secara langsung
maupun tidak langsung mengganggu kehidupan ikan dengan cara mengisap cairan atau
memakan sebagian atau seluruh tubuh ikan budidaya. Serangan hama pada umumnya lebih
banyak terjadi pada pendederan dan pembesaran ikan, karena biasanya kegiatan tersebut
biasanya dilakukan di alam terbuka, sedangkan pembenihan ikan dilakukan di ruangan / areal
tertutup.
Upaya pemberantasan hama merupakan bagian penting kegiatan budidaya terutama untuk
golongan predator, kompetitor dan segala jenis hewan perusak. Untuk mengendalikan hama ikan
dapat dilakukan dua pendekatan, yaitu pencegahan dan penanggulangan. Pemberantasan hama
dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) cara yaitu :
1. Mekanis : dengan cara memburu, menangkap, membunuh hama dengan menggunakan
peralatan mekanis seperti jala, jaring, pancing, parang, tombak, dan cangkul. Dalam kondisi
serangan hama yang sudah parah, tindakan yang dapat dilakukan adalah memindahkan ikan
budidaya dan memisahkannya dari hama. Sementara itu tindakan pengendalian hama di
tambak dilakukan dengan cara seperti :
-
Sebelum benur ditebar, usahakan agar tambak dikeringkan secara total agar semua
organisme mati dan pengeringan dasar tambak dapat membantu memperbaiki struktur
tanah.
-
Lubang-lubang pada pematang sebaiknya diperbaiki, jika terdapat lubang dapat dilakukan
penyumbatan. Cara lain adalah dengan melapisi tanggul dengan plastik.
-
Dilakukan dengan menangkapi udang liar, ikan, kepiting dan ular. Cara ini sangat efektif
jika dilakukan teratur sehingga menghemat biaya pembelian pestisida.
8
-
Air yang ke dalam tambak harus disaring terlebih dahulu, misalnya dengan ijuk atau
dengan saringan yang berukuran halus agar hewan-hewan liar tidak dapat masuk ke
dalam petakan tambak.
2. Kimia : menggunakan bahan kimia untuk meracuni hama sehingga hama terganggu, sakit
dan mati. Bahan kimia yang disarankan adalah pestisida organik seperti saponin dan akar
tuba. Dalam keadaan biasa, air garam dapat diberikan untuk membunuh hama atau
hewan kecil seperti lintah.
Jika cara fisik mengalami hambatan maka cara kimiawi dapat digunakan tetapi tetap
harus hati-hati dalam pemilihan jenis maupun dosis yang digunakan.
Cara kimiawi lebih
menguntungkan dalam hal tenaga dan waktu.
Secara detail, beberapa tehnik pengendalian hama-hama ikan diuraikan sebagai berikut :
1. Pengendalian Burung : dengan melakukan pengawasan terhadap unit-unit usaha
pembenihan (kolam pendederan atau bak benih). Atau dengan melakukan pengusiran
jika melihat kehadiran burung,
membuat penghalang dari bambu dan diberi
rumbai/tali pada kolam sehingga burung tidak dapat menerkam ikan. Atau dengan
menyingkirkan ranting/dahan pohon mati di sekitar kolam sehingga tidak ada tempat
bertengger burung predator ikan.
2. Pengendalian Labi-labi : cara mudah adalah dengan menangkap labi-labi dengan
serok/tangguk, memancing dengan umpan daging seperti anak ayam/ikan, atau
dengan secara rutin melakukan pembersihan kolam, tempat pembenihan dan
sekitarnya seperti di lingkungan luar kolam sebagai lokasi persembunyian labi-labi,
walaupun tidak ada petunjuk yang jelas sebagai indikator keberadaan labi-labi di
lingkungan budidaya.
Beberapa petunjuk yang dapat dijadikan patokan untuk
keberadaan labi-labi adalah tidak adanya bangkai ikan yang mati tetapi hasil sampling
terhadap populasi ikan mengalami penurunan, air kolam menjadi keruh karena labilabi menyelam ke dalam lumpur.
3. Pengendalian Kodok : ada 3 (tiga) cara yaitu dengan perbaikan sarana perkolaman,
pengontrolan kebersihan lokasi dan pembuangan telur-telur kodok.
4. Pengendalian Ular : dengan cara menangkap langsung atau dengan cara pemberian
pagar sehingga ular tidak dapat masuk ke area perkolaman.
9
5. Pengendalian Biawak : dengan cara menangkap menggunakan jerat atau kail yang
dipasang pada tempat-tempat yang biasa didatangi oleh biawak.
6. Pengendalian Lingsang/Sero :
dengan cara memasang rintangan berupa ranting
bambu di kolam atau memasang jaring pengaman dari bahan tambang yang kuat.
Pemagaran dan pemasangan lampu penerangan di bagian-bagian tertentu sangat
efektif juga untuk mencegah keberadaan lingsang.
7. Pengendalian Kepiting : dengan cara memberantas secara langsung yakni dengan
membunuh atau menangkapi kepiting di luar dan di lubang-lubang tanggul. Atau
dengan cara menaburkan sekam padi ke dalam lubang-lubang kepiting sehingga akan
keluar dan pindah ke tempat lain.
8. Pengendalian Belut : dengan cara menangkap menggunakan tangan kosong atau alat
khusus menangkap belut seperti pancing yang diberi umpan ikan kecil/anak kodok
atau dengan bubu yang sudah diberi umpan dan dibenamkan ke dalam lumpur pada
sore hari. Ada juga yang menggunakan racun/tuba untuk membunuh belut pada saat
pengeringan kolam.
9. Pengendalian Ikan Gabus : dengan cara memasang saringan dari ijuk pada saluran
pemasukan air secara rapat sehingga telur, anak ikan dan ikan gabus dewasa tidak
ikut masuk ke kolam bersama aliran air.
Atau dengan cara menangkapnya
menggunakan pancing yang sudah diberi umpan ikan kecil, cacing atau anak kodok.
Pada saat pengolahan lahan untuk mencegah masuknya gabus ke kolam, dasar kolam
harus benar-benar kering sampai retak-retak karena kondisi ini akan menyulitkan bagi
ikan gabus untuk dapat bertahan hidup.
10. Pengendalian Kini-kini/Capung :
kimiawi.
dapat dilakukan secara mekanis, biologis dan
Secara mekanis adalah dengan cara mengendalikan perkembangbiakan
induk, telur serta larva capung melalui kegiatan sanitasi/kebersihan pematang atau
tanggul kolam baik dari rerumputan/semak ataupun perdu.
Sedangkan secara
biologis dititikberatkan pada upaya pemeliharaan terhadap benih yang tahan atau bisa
terhindar dari serangan kini-kini artinya dengan memanfaatkan kelemahan kini-kini
dan kelebihan jenis ikan tertentu. Pengendalian secara kimiawi umumnya dilakukan
sebagai alternatif akhir karena menggunakan pestisida/insektisida.
10
11. Pengendalian Ucrit/Larva Cybister : dengan cara menghindari bahan organik yang
menumpuk di sekitar kolam, memasang saringan pada pintu air masuk kolam.
Penangkapan dengan jumlah banyak dapat dilakukan dengan menggunakan alat
tangkap seser. Pemberantasan ucrit dapat dilakukan dengan penyemprotan bahan
kimia, walaupun ini merupakan solusi akhir jika populasi ucrit sulit diberantas secara
mekanis.
Bahan kimia yang umumnya digunakan adalah minyak tanah, yang
disemprotkan di permukaan air kolam sehingga ucrit yang ada di kolam tidak dapat
mengambil oksigen dari udara bebas dan akhirnya mematikan ucrit.
12. Pengendalian Notonecta/Bebeasan : dengan cara memasang saringan berupa filter
dari bahan kawat halus atau kain kassa halus pada pintu masuknya air untuk
mencegah telur dan benih Notonecta masuk ke air.
Pemberantasan dianjurkan
menggunakan minyak tanah dengan cara memercikkan minyak tanah ke permukaan
air sebanyak 500 cc/100 m2 luas permukaan kolam. Notonecta akan mati karena
stigma atau alat pernafasannya kemasukan minyak tanah. Yang perlu diingat adalah
pada saat pemberian minyak tanah, agar mendapatkan hasil yang efektif maka pintu
air masuk dan keluar harus ditutup.
Penanganan hama yang paling baik adalah melalui pencegahan di mana hama dicegah
untuk bisa masuk dan berkembang di dalam wadah produksi. Pencegahan dilakukan pada saat
dilakukannya persiapan wadah budidaya, melalui proses pengeringan dasar kolam yang baik dan
pemberian zat-zat beracun, baik racun alami seperti saponin, akar tuba, maupun racun buatan
seperti brestan. Pencegahan lainnya melalui pemasangan saringan pada pintu pemasukan air
(inlet) dan pembuatan/pemasangan pagar pengaman, penutupan wadah dengan jaring.
Penggunaan perangkap tertentu sering memberikan hasil positif terhadap upaya mengatasi
serangan hama pada ikan yang dibudidayakan.
11
BAB II
PENYAKIT IKAN
A. Penyebab Timbulnya Penyakit
Kenapa ikan sakit? Pertanyaan ini muncul ketika kita menemukan kejadian yang berbeda
dari kondisi ikan yang sehat. Penyakit pada budidaya ikan merupakan hal yang menakutkan bagi
petani. Karena hasil kerja keras yang dimulai dari persiapan lahan, penebaran benih sampai
dengan pemeliharaan yang perlu biaya dan lainnya akan berganti dengan kerugian jika ikan
terkena penyakit. Penyakit ikan terjadi jika ikan (inang), hidup dalam lingkungan perairan yang
kurang sesuai untuk kehidupan ikan, tetapi mendukung patogen untuk memperbanyak diri atau
berkembang biak. Ini akan menyebabkan perubahan secara patofisiologi pada organ-organ tubuh
ikan.
Timbulnya serangan penyakit ikan di kolam merupakan hasil interaksi yang tidak serasi
antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini telah
menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi
lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit. Jika pertahanan tubuh inang lemah dan
patogen yang terdapat dalam tubuh inang banyak, tetapi lingkungan tetap sesuai dan mendukung
untuk meningkatkan ketahanan tubuh inang maka penyakit tidak akan muncul karena patogen
tidak dapat berkembang biak.
Manusia memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya serangan
penyakit pada ikan di kolam budidaya, yaitu dengan cara memelihara keserasian interaksi antara
tiga komponen tersebut di atas. Umumnya wabah penyakit yang menyerang ikan di kolam
disebabkan oleh kesalahan manusia dalam mengelola lingkungan kolam.
Sebagai contoh,
serangan bakteri dari jenis Enterobacter sp., Aeromonas hydrophila dan Pseudomonas sp. pada
usaha budidaya air tawar di tahun 1980-an yang telah menimbulkan kematian puluhan ton ikan
air tawar di Jawa Barat (Rukyani, dkk. 1996). Kasus serangan penyakit yang terbaru adalah
timbulnya penyakit Koi Herves Virus (KHV) yang merupakan penyakit virus pada ikan koi dan
Ikan mas di Pulau Jawa pada tahun 2002 diakibatkan kelalaian pembudidaya menjaga kebersihan
kolam, sehingga keserasian ketiga komponen penyebab penyakit menjadi terganggu. Infeksi
KHV yang bermula terjadi di Pulau Jawa telah menyebar ke Bali, Sumatera dan Kalimantan
12
Selatan.
Bahkan pada tahun 2005, kasus KHV telah menyerang ikan mas pada kegiatan
budidaya ikan di danau Toba, yang kemudian diikuti dengan adanya larangan untuk
mengirimkan ikan mas ke pulau Sumatera yang merupakan kawasan karantina ikan.
Hubungan antara parasit, ikan (inang) dan faktor lingkungan terhadap terjadinya
penyakit (yang disebut Interaksi Tripel) digambarkan dalam diagram Venn pada Gambar 5 di
bawah ini.
A
D
B
C
A : Parasit
B : Ikan
C : Lingkungan
D : Penyakit
Gambar 5. Hubungan antara parasit, ikan (host) dan faktor lingkungan terhadap proses
terjadinya penyakit.
Inang dapat berupa ikan atau hewan air lainnya dimana daya tahan tubuh inang terhadap
serangan penyakit dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain : umur dan ukuran, jenis, daya tahan
tubuh dan status kesehatan ikan.
Pada kondisi normal, ketiga faktor yaitu ikan, lingkungan dan patogen akan mampu
menjaga keseimbangan. Ikan yang kita budidayakan akan memanfaatkan makanan yang berasal
dari makanan yang bermutu, sehingga ikan dapat tumbuh berkembang dengan baik, bereproduksi
dalam rangka melanjutkan keturunan, mampu mempertahankan diri dari perubahan lingkungan
sekitarnya dengan baik. Terjadinya serangan penyakit pada ikan merupakan akibat adanya
ketidakseimbangan antara ketiga faktor di atas. Jasad patogen biasanya akan menimbulkan
gangguan sehingga terjadi perubahan pada kondisi lingkungan yang mengakibatkan penurunan
13
daya tahan tubuh ikan (ikan menjadi stress). Pada ikan yang dibudidayakan penyakit dapat
menyerang pada semua ukuran mulai dari benih, ikan konsumsi sampai induk. Penyakit yang
biasa menyerang benih ikan biasanya karena infeksi parasit, sedangkan pada ukuran yang besar
biasanya yang menyerang adalah jamur, luka borok, maupun benjolan.
Penjelasan dari interaksi tripel tersebut di atas dirincikan sebagai berikut :
1. Ikan
Ikan merupakan sasaran atau inang dari penyakit. Ikan sehat memiliki kemampuan
mempertahankan diri dari serangan berbagai penyakit dengan adanya mekanisme pertahanan
diri. Kemampuan ikan mempertahankan diri dari serangan penyakit tergantung pada kesehatan
ikan dan lingkungan. Jika kesehatan ikan menurun atau kondisi lingkungan kurang menunjang,
maka ikan akan mengalami stres, sehingga menurunkan kemampuannya mempertahankan diri
dari serangan penyakit.
Stres terjadi jika suatu faktor lingkungan (stressor) meluas atau melewati kisaran
toleransi untuk ikan dan akan mengganggu fungsi fisiologis pada ikan tersebut. Pengaruh stres
terhadap menurunnya ketahanan ikan terjadi secara hormonal. Ikan stres mempunyai respon
hormonal, contohnya dapat berupa hormon esteorase (hormon yang banyak tertimbun di otak),
atau hormon adrenaline dan respon seluler (phagocytic) relatif rendah, sehingga tidak
mempunyai ketahanan yang memadai terhadap serangan penyakit.
Penyebab stres pada ikan sangat bervariasi dan dikelompokkan menjadi stres kimia,
lingkungan dan biologis. Penyebab stres ini dapat langsung mempengaruhi ikan atau secara
tidak langsung mempengaruhi kondisi lingkungan menjadi tidak sesuai bagi ikan yang dipelihara
atau dibudidayakan.
Stres kimia disebabkan karena terjadinya penurunan konsentrasi oksigen, meningkatnya
konsentrasi karbondioksida, amonia maupun nitrit.
Konsentrasi sublethal dari insektisida,
pestisida maupun logam berat juga dapat dikategorikan sebagai salah satu penyebab terjadinya
stres kimia.
Beberapa parameter yang dapat menyebabkan terjadinya stres lingkungan antara lain
adalah temperatur yang ekstrem, air yang terlalu jenuh dengan gas, intensitas cahaya yang
berlebihan, fluktuasi pH, alkalinitas dan sistem buffer. Gangguan yang disebabkan oleh aktivitas
parasit eksternal maupun internal merupakan salah satu penyebab terjadinya stres biologi.
Penyebab stres biologi lainnya adalah kondisi pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan.
14
2. Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini air, merupakan media paling vital bagi kehidupan ikan.
Stressor (faktor lingkungan) dalam sistem budidaya ikan meliputi stressor 1) fisik (suhu, cahaya,
suara, tekanan air) 2) kimiawi (pH, NH3, NO2, CO2, buangan metabolik, logam berat), 3)
biologis (padat tebar, keberadaan hama) dan 4) prosedural budidaya (penebaran, sampling,
pergantian air, pergantian wadah, pemanenan). Ikan yang mengalami stres akan mengalami
rangkaian perubahan morfologi, biokimia, dan fisiologi yang disebut general adaptive syndrome
(GAS).
Selain jumlahnya, kualitas air yang memenuhi syarat merupakan salah satu kunci
keberhasilan budidaya ikan. Parameter-parameter air yang biasanya diamati untuk menenetukan
kualitas suatu perairan adalah :
2.1. Oksigen
Oksigen adalah salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan.
Beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi
oksigen 3 ppm, tetapi konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagian
besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan dengan
konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi
nafsu makannya rendah atau tidak ada sama sekali, sehingga pertumbuhannya menjadi
terhambat. Ikan akan mati atau mengalami stres bila konsentrasi oksigen mencapai nol.
2.2. Karbondioksida
Karbondioksida adalah komponen udara yang umum terdapat baik di air
maupun di udara.
Gas ini dapat dihasilkan oleh proses respirasi maupun proses
penguraian bahan organik. Meningkatnya konsentrasi gas ini pada wadah tertutup
selama pengangkutan ikan merupakan masalah utama di daerah tropis. Adanya gas
karbondioksida terhadap ikan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut di
perairan tersebut. Jika konsentrasi oksigen berada pada tingkat maksimal, pengaruh gas
karbondioksida dapat diabaikan.
2.3. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman adalah besaran yang menunjukkan sifat asam atau basa di
dalam air tempat hidup. Nilai optimal pH tergantung dari spesies ikan. Sebagian besar
ikan dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang mempunyai derajat
15
keasaman (pH) berkisar antara 5-9. Untuk sebagian besar spesies ikan air tawar, pH
yang cocok berkisar antara 6.5 – 7.5, sedangkan untuk ikan laut adalah 8.3.
Pada Tabel 2 di bawah ini dapat dilihat pengaruh derajat keasaman (pH) di kolam terhadap
ikan yang dibudidayakan.
Tabel 2. Pengaruh pH terhadap kehidupan ikan di kolam
Kisaran
Pengaruh Terhadap Ikan
4-5
Tingkat keasaman yang mematikan dan tidak ada
reproduksi
4-6,5
Pertumbuhan lambat
6,5-9
Baik untuk produksi
> 11
Tingkat alkalinitas mematikan
Sumber : Afrianto Edddy dan Evi Liviawaty, 1992.
2.4. Alkalinitas dan Sistem Buffer
Sering dijumpai pH suatu perairan mengalami fluktuasi atau perubahan yang
cukup drastis. Hal ini kurang menguntungkan, sebab akan mempengaruhi kehidupan
ikan yang dipelihara. Fluktuasi atau perubahan nilai pH yang drastis di suatu perairan
dapat dicegah apabila perairan tersebut mempunyai sistem buffer yang memadai.
Apabila suatu perairan mengandung mineral karbohidrat, bikarbonat, borat, dan silikat,
maka perairan tersebut akan mempunyai pH di atas netral dan dapat mencegah
terjadinya penurunan pH secara drastis.
2.5. Ammonia
Pada suatu kolam budidaya, peningkatan konsentrasi ammonia dapat terjadi
karena pengeluaran hasil metabolisme ikan melalui ginjal dan jaringan insang. Selain
itu, ammonia dalam kolam juga dapat terbentuk sebagai hasil proses dekomposisi
protein yang berasal dari sisa pakan atau plankton yang mati.
Ammonia dengan konsentrasi yang tinggi atau melewati batas yang dapat
ditolerir ikan dapat menyebabkan terjadinya new tank syndrome yaitu kondisi tidak
stabil terhadap perubahan lingkungan.
16
Konsentrasi ammonia di bawah 0.02 ppm cukup aman bagi sebagian besar
ikan, sedangkan di atas angka tersebut dapat menyebabkan timbulnya keracunan pada
ikan. Disamping itu, peningkatan konsentrasi ammonia dalam suatu media budidaya
dapt mempengaruhi aktivitas bakteri, khususnya bakteri penyebab penyakit insang.
Konsentrasi yang rendah tetapi berlangsung dalam waktu lama juga dapat
menyebabkan kerusakan jaringan insang, sedangkan konsentrasi ammonia tinggi (di
atas 0.3 ppm) akan mempercepat kerusakan insang, sehingga ikan sulit mengambil
oksigen dari lingkungannya. Efek keracunan ammonia sangat bervariasi, tergantung
spesies ikan yang dipelihara, konsentrasi oksigen, pH dan temperatur air.
Peningkatan konsentrasi ammonia menjadi lebih berbahaya apabila terjadi
pada pH tinggi atau konsentrasi oksigen rendah. Pada umumnya kematian akan terjadi
dalam waktu 1- 4 hari.
2.6. Temperatur
Temperatur memiliki arti penting terhadap kelangsungan hidup ikan karena
temperatur secara langsung berpengaruh pada konsentrasi oksigen terlarut dalam air
(DO), konsentrasi nitrit dan metabolisme dalam tubuh ikan. Setiap ikan mempunyai
temperatur tertentu untuk mempertahankan petumbuhan agar tetap normal. Di luar
kisaran temperatur tersebut ikan akan mengalami gangguan, sehingga perlu melakukan
adaptasi agar dapat mempertahankan pertumbuhannya tetap normal.
Perubahan
temperatur yang terlalu drastis dapat menimbulkan gangguan terhadap laju respirasi,
aktivitas jantung, aktivitas metabolisme dan aktivitas lainnya.
3. Organisme Parasit
Penyakit ikan yang disebabkan oleh organisme parasit umumnya menimbulkan kerugian
cukup besar. Karakteristik khusus yang terdapat pada penyakit ikan yang menyebabkan infeksi
adalah kemampuan untuk menularkan penyakit (transmisi) dari satu ikan ke ikan yang lain
secara langsung dimana organisme parasit sering menyebabkan infeksi sekunder. Tubuh ikan
dapat terluka karena gesekan dengan benda keras atau berhasil meloloskan diri dari serangan
hama.
Tetapi jika terlambat mengobatinya, tubuh ikan yang luka akan mengalami infeksi
sekunder yang disebabkan oleh serangan organisme parasit.
17
Serangan parasit pada suatu usaha budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang
cukup tinggi. Jika tidak ditangani segera tidak tertutup kemungkinan terjadi infeksi sekunder
oleh patogen lain seperti bakteri dan virus misalnya melalui luka yang ditimbulkan olehnya.
Dengan demikian, petani tidak akan membuat kesalahan dalam menduga penyebab timbulnya
penyakit tersebut.
Infeksi sekunder yang disebabkan oleh organisme parasit telah terbukti telah
menimbulkan banyak kematian pada ikan dan beberapa faktor yang menentukan prevalensi dan
tingkat serangan dari parasit. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Faktor Biologis meliputi umur, stres, nutrisi dan tingkat kepadatan yang tinggi.
Umur : Umur ikan menentukan kerentanan ikan terhadap penyakit. Ikan yang lebih muda
lebih rentan terhadap penyakit dibanding ikan dewasa. Kondisi ini dikarenakan
daya tahan tubuh dan perkembangan sistem kekebalan pada tubuh ikan belum
sempurna sehingga belum banyak memproduksi anti bodi). Sebagai contoh
benih ikan sangat rentan terhadap parasit protozoa.
Stres : kolam budidaya yang terlalu padat atau kolam yang mengalami perubahan
kualitas air dapat berdampak terhadap timbulnya stres pada ikan.
Tingkat
imunitas pada ikan dapat menurun bila ikan mengalami stres sehingga ikan
lebih rentan terhadap penyakit. Ikan yang lemah akan mengalami serangan
parasit yang meningkat dan mungkin akan terjadi serangan sekunder oleh
patogen lainnya seperti bakteri atau virus melalui jaringan kulit yang rusak.
Nutrisi : Jika ikan tidak memiliki nutrisi yang cukup maka sistem kekebalan akan
menurun dan tidak dapat mentolerir keberadaan parasit. Pakan pada awal hidup
ikan sangat penting untuk membantunya selamat dari serangan parasit.
Tingkat Kepadatan Yang Tinggi : Tingkat kepadatan ikan yang tinggi mampu
menimbulkan stres dan peluang menyebarnya parasit. Transmisi langsung dari
ikan ke ikan digunakan oleh protozoa ciliata dan trematoda monogenea. Sangat
lebih mudah bagi parasit untuk menemukan inang pada kolam yang padat ikan
dan hal ini memungkinkan parasit untuk berkembang secara pesat.
18
2. Faktor Lingkungan meliputi salinitas, kualitas air dan jenis sistem akuakultur.
Salinitas : Beberapa jenis parasit hanya dapat hidup pada air tawar sebaliknya beberapa
jenis hanya bisa hidup pada air yang bersalinitas tinggi (air laut). Salinitas
adalah faktor penting dalam serangan suatu parasit yang spesifik. Misalnya
beberapa spesies Trichodina hanya dapat mentoleransi air tawar dan akan
mati bila salinitas air meningkat sebanyak 5 ppt.
KualitasAir : Kualitas air yang buruk, misalnya kadar amoniak yang tinggi, oksigen
terlarut yang rendah, kandungan bahan organik yang tinggi dan keberadaan
bakteri akan menciptakan lingkungan hidup yang kurang baik bagi ikan dan
menimbulkan stres.
Jenis sistem akuakultur : Tiap jenis sistem akuakultur mempunyai karakter yang berbeda.
Sistem akuakultur seperti karamba yang menampung ikan dengan jumlah
yang banyak akan sangat mendukung bagi transmisi ektoparasit yang
mempunyai siklus hidup langsung. Kolam tanah adalah lingkungan yang
lebih kompleks di mana parasit seperti copepoda krustacea dapat
bereproduksi di sela tanaman air. Lumpurnya sendiri bisa menjadi reservoir
untuk dinoflagellata seperti Amyloodinium atau invertebrata sebagai inang
perantara dari Digenea Trematoda. Semakin besar kolam akan semakin sulit
untuk mengatasi populasi parasit.
Serangan organisme parasit terhadap ikan peliharaan dapat disebabkan karena organisme
parasit sudah ada di kolam tersebut atau secara tidak sengaja telah didatangkan dari daerah lain
misalnya melalui intoduksi induk atau benih ikan baru. Dalam kondisi lingkungan kolam yang
baik, organisme parasit yang ada di kolam maupun di tubuh ikan tidak mampu menyebabkan
timbulnya penyakit. Akan tetapi jika kondisi lingkungan kolam menjadi buruk, daya tahan ikan
cenderung menurun dan perkembangan organisme penyakit seringkali menjadi lebih baik.
Dengan demikian tidaklah mengherankan apabila pada kolam yang kurang terawat sering terjadi
wabah penyakit, sebab pada kolam semacam ini kondisi tubuh ikan menjadi lemah sehingga
tidak akan mampu menahan serangan organisme.
Adanya
serangan parasit yang dapat
menyebabkan kematian pada ikan dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.
19
Gambar 6. Contoh Ikan yang Terkena Parasit
B. Penyakit Pada Ikan
Penyakit ikan adalah suatu bentuk abnormalitas dalam struktur atau fungsinya yang
disebabkan oleh organisme hidup melalui tanda-tanda yang spesifik.
Sedangkan menurut
Sachlan dalam Afrianto (1992), penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan
gangguan pada ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengetahuan tentang
penyakit ikan dirasakan sangat penting ketika telah menyebabkan kegagalan dan kehilangan
yang sangat bermakna pada usaha budidaya ikan.
Penyakit ikan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Penyakit Parasiter/Infektif (Infectious disease) adalah penyakit yang disebabkan oleh
aktivitas organisme parasit. Organisme yang sering menyerang ikan peliharaan antara lain
virus, bakteri, jamur, protozoa, golongan cacing dan udang renik. Bakteri dan virus akan
menyebabkan infeksi pada ikan budidaya, sementara yang disebabkan oleh parasit akan
mengakibatkan investasi pada ikan budidaya.
2. Penyakit Non Parasiter/Non Infektif (Non Infectious disease) adalah penyakit yang
disebabkan bukan oleh hama maupun organisme parasit. Penyakit ini dapat dikelompokkan
menjadi tiga berdasarkan faktor penyebabnya.
2.1. Lingkungan
Penyakit non parasiter yang disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang
menunjang bagi kehidupan ikan, antara lain pH air terlalu tinggi/rendah, kandungan
oksigen terlarut terlalu tinggi/rendah, perubahan temperatur air secara tiba-tiba, adanya
20
gas beracun hasil penguraian bahan organik (gas metan, ammonia atau asam belerang),
adanya polusi dari pestisida (insektisida atau herbisida), limbah industri atau limbah
rumah tangga. Dalam budidaya laut khususnya, penyebab penyakit non parasiter (non
infektif/infectious disease) akibat lingkungan dapat berupa :
- faktor kimia dan fisika, antara lain: perubahan salinitas air secara mendadak; pH yang
terlalu rendah (air asam), pH yang terlalu tinggi (air basa / alkalis); kekurangan
oksigen dalam air; zat beracun, pestisida (insektisida, herbisida dan sebagainya);
perubahan suhu air yang mendadak; kerusakan mekanis (luka-luka); perairan terkena
polusi.
- stres : stres yang terjadi pada ikan berkaitan dengan timbulnya penyakit pada ikan
tersebut. Stres merupakan suatu rangsangan yang menaikan batas keseimbangan
psikologi dalam diri ikan terhadap lingkungannya. Biasanya stres pada ikan
diakibatkan perubahan lingkungan akibat beberapa hal atau perlakuan misalnya
akibat pengangkutan / transportasi ikan-ikan yang dimasukan kedalam jaring apung di
laut dari tempat pengangkutan biasanya akan mengalami shock, berhenti makan dan
mengalami pelemahan daya tahan terhadap penyakit.
- Kepadatan ikan
Kepadatan ikan yang melebihi daya dukung perairan (carrying capacity) akan
menimbulkan persaingan antar ikan tinggi, oksigen terlarut menjadi rendah dan sisa
metabolisme seperti ammonia akan meningkat sehingga dapat menimbulkan stres dan
merupakan penyebab timbulnya serangan penyakit.
2.2. Pakan/ Nutrisi
Salah satu penyakit non parasiter akibat pakan adalah kelaparan. Kelaparan merupakan
kekurangan nutrisi yang bersifat absolut. Kelaparan pada ikan menunjukkan gejala
seperti anemia dan hambatan pertumbuhan. Contoh lainnya adalah penyakit yang
disebabkan karena kualitas pakan yang diberikan kurang baik (malnutrition) antara lain
karena kekurangan vitamin, gizinya rendah, bahan pakan yang digunakan telah busuk
atau mengandung racun.
2.3. Turunan
Penyakit yang disebabkan oleh turunan, misalnya bentuk fisik dan kelainan- kelainan
tubuh yang sudah ada sejak lahir, seperti tubuh bengkok, larva ikan yang cacat, sisik
21
tidak lengkap atau sirip melengkung. Bentuk fisik dan kelainan-kelainan tubuh yang
disebabkan oleh keturunan, dimana faktor keturunan sangat berpengaruh langsung
terhadap penampilan fisik ikan. Untuk mencegahnya harus dilakukan seleksi induk
yang ketat pada saat melakukan breeding. Variasi genetika ini juga dapat menyebabkan
terjadinya kanibalisme, tutup insang yang tidak dapat menutup sempurna, ikan menjadi
kerdil dan cacat.
Berdasarkan daerah penyerangannya pada tubuh ikan, penyakit yang disebabkan oleh
parasit dapat dibedakan lagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
1) Penyakit pada Kulit dan Sisik
Kulit dan sisik merupakan pertahanan pertama dan utama terhadap infeksi penyakit,
karena bagian ini menghasilkan lendir (mucus) yang berasal dari ikatan antara air dengan
glycoprotein yang terletak di bagian epidermis. Secara khusus, fiungsi kulit dan sisik adalah
untuk melindungi jaringan dan organ yang berada di bawahnya dari infeksi penyakit. Kulit dan
sisik menjadi indikator untuk kesehatan ikan.
Penyakit atau parasit yang menyerang kulit ikan mudah untuk dideteksi. Jika organisme
penyebabnya berukuran cukup besar, maka dengan mudah langsung diidentifikasi. Tetapi jika
berukuran kecil harus diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop atau dengan mengamati
akibat yang ditimbulkan oleh serangan organisme tersebut. Organisme yang menyerang sisik
dan kulit ikan biasanya berasal dari golongan bakteri, virus, jamur atau lainnya. Jika disebabkan
oleh jamur, biasanya akan gterlihat bercak-bercak putih, kelabu atau kehitam-hitaman pada kulit
ikan.
Ikan yang terserang penyakit pada kulitnya akan terlihat lebih pucat (tampak jelas pada
ikan yang berwarna gelap), luka, inflamasi (peradangan), pendarahan (haemorrhages) dan
perubahan abnormal produksi lendir.
Ikan tersebut biasanya akan menggosok-gosokkan
tubuhnya ke benda-benda yang ada di sekitarnya. Infeksi Argulus di permukaan tubuh ikan sepat
siam sebagai bentuk serangan penyakit pada kulit dan sisik dapat dilihat pada Gambar 7 di
bawah ini.
22
Gambar 7. Penyakit Pada Kulit dan Sisik
2) Penyakit pada Insang
Insang merupakan struktur dasar pernafasan ikan. Hubungan langsung antara insang dan
infeksi penyakit dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : insang berhubungan langsung dengan
lingkungan luar, mempunyai kemampuan dalam penyerapan nutrisi dari lingkungan luar,
mempunyai bentuk dan struktur seragam sehingga kemampuan dalam pencegahan infeksi sangat
terbatas.
Penyakit atau parasit yang menyerang organ insang agak sulit dideteksi secara dini
karena menyerang bagian dalam ikan. Salah satu cara yang dianggap cukup efektif mengetahui
adanya serangan penyakit atau parasit pada ikan adalah mengamati pola tingkah laku ikan.
Serangan penyakit ini akan menyebabkan ikan sulit bernafas, tutup insang mengembang dan
warna insang menjadi pucat. Pada lembaran insang sering terlihat bintik-bintik merah karena
pendarahan kecil (peradangan).
Jika terlihat bintik putih pada insang, kemungkinan besar
disebabkan oleh serangan parasit keci yang menempel. Contoh serangan penyakit pada insang
yang menyerang benih ikan koi dapat dilihat pada Gambar 8 di bawah ini.
Gambar 8. Penyakit Pada Insang
23
3) Penyakit pada Organ Dalam
Penyakit yang menyerang organ dalam sering mengakibatkan perut ikan membengkak
atau menjadi kurus dengan sisik-sisik yang berdiri (penyakit dropsy). Jika pada kotoran ikan
ditemukan bercak darah, ini berarti usus ikan sudah mengalami pendarahan (peradangan). Jika
serangannya sudah mencapai gelembung renang biasanya keseimbangan badan ikan menjadi
terganggu sehingga gerakan berenang ikan menjadi tidak terkendali.
Secara teori,
diketahui bahwa ikan mempunyai sistem pencernaan yang saling
berhubungan dan bersifat causalitas (sebab akibat). Penyakit dropsy merupakan akibat dari
infeksi virus, bakteri (contoh bakteri Myxobacter) dan parasit. Kondisi air akuarium yang tidak
bagus (seperti akibat terjadinya akumulasi nitrogen) dapat memicu terjadinya gejala dropsy.
Secara alamiah, bakteri penyebab dropsy kerap dijumpai dalam lingkungan akuarium, tetapi
biasanya dalam jumlah normal dan terkendali. Perubahan bakteri ini menjadi patogen, biasa
terjadi karena akibat masalah osmoregulator pada ikan, atau karena hal-hal seperti: kondisi
lingkungan yang memburuk, menurunnya fungsi kekebalan tubuh ikan, malnutrisi atau karena
faktor genetik. Infeksi utama biasanya terjadi melalui mulut, yaitu ikan secara sengaja atau tidak
memakan kotoran ikan lain yang terkontaminasi patogen atau akibat kanibalisme terhadap ikan
lain yang terinfeksi.
Tiga tingkatan serangan penyakit yang mungkin terjadi adalah :

Akut : Infeksi terjadi dengan cepat sehingga ikan mati tanpa menunjukan gejala yang
jelas.

Kronis : infeksi terjadi secara perlahan secara sistemik dan menunjukan berbagai gejala
yaitu pembangkakan rongga tubuh, yang biasanya disertai ulcer dan atau exophthalmia.

Laten : infeksi terjadi sangat lemah sehingga ikan tampak tidak menunjukan gejala
penyakit, tetapi berpotensi sebagai pembawa (carrier)
Jika salah satu organ dalam dari tubuh ikan mulai terinfeksi patogen/penyakit maka
kemungkinan besar organ lain akan ikut terinfeksi patogen. Jika menyerang usus ikan, biasanya
akan mengakibatkan peradangan, dan jika menyerang gelembung renang, ikan akan kehilangan
keseimbangan pada saat berenang.
Berdasarkan daerah serangannya, ada parasit yang menimbulkan penyakit di bagian luar
tubuh ikan disebut ektoparasit, sedangkan yang menyerang bagian dalam tubuh disebut
24
endoparasit.
Ektoparasit biasanya menyerang insang dan permukaan tubuh, sedangkan
endoparasit menyerang organ-organ dalam. Serangan endoparasit dianggap lebih berbahaya
dibandingkan dengan serangan ektoparasit, karena efek serangannya sulit dideteksi secara dini,
sehingga petani ikan sering terlambat untuk mencegahnya. Pada Gambar 9 berikut ini adalah
contoh serangan ektoparasit dan endoparasit pada ikan. Sedangkan salah satu contoh penyakit
pada organ dalam yaitu dropsy dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 9. Serangan ektoparasit dan endoparasit
Gambar 10. Penyakit pada Organ Dalam
Penyakit pada ikan merupakan gangguan pada fungsi atau struktur organ atau bagian
tubuh ikan. Penyakit pada ikan dapat muncul akibat adanya faktor-faktor yang tidak sesuai
dengan syarat hidup ikan. Umumnya, serangan penyakit pada ikan terjadi akibat kelalaian
manusia yang membiarkan kondisi yang tidak seimbang atau tidak harmonis dalam hubungan
mata rantai kehidupan ikan, parasit dan lingkungan. Jika keadaan ini tidak mendapat perhatian
25
serius maka akan mengganggu kesehatan ikan.
Ikan akan mudah terserang penyakit dan
mengakibatkan kematian. Kerugian yang timbul akibat serangan suatu penyakit dapat berbentuk
kematian, pertumbuhan yang lambat bahkan tidak normal, atau produksi benih yang menurun.
Dengan demikian, kegagalan usaha budidaya ikan akibat penyakit tidak hanya disebabkan oleh
faktor tunggal saja, tetapi merupakan hasil interaksi yang sangat kompleks antara ikan budidaya
(kualitas, stadia rawan), lingkungan budidaya (intern dan ekstern) dan organisme penyebab
penyakit serta kemampuan dari pelaksana atau budidayawan itu sendiri. Pada intinya, kesehatan
ikan dapat menjadi terkontrol jika semua aspek lingkungan telah terkontrol pula.
Ikan yang pernah terserang penyakit dapat pula menjadi sumber penyakit karena
fungsinya menjadi agen (perantara) terhadap timbulnya penyakit baru di kemudian hari jika tidak
segera ditangani atau diobati secara tuntas.
Secara garis besar kondisi ikan sakit atau penyakit digolongkan menjadi 2 (dua)
kelompok penyebab penyakit ikan yang harus selalu diwaspadai oleh para petani ikan dan hobiis
(kolektor) ikan, yaitu kelompok penyakit patogen dan kelompok penyakit non patogen.
Kelompok penyakit patogen diartikan sebagai kelompok penyakit yang disebabkan oleh jasad
hidup berupa parasit, jamur, bakteri dan virus dan biasanya menyebabkan infeksi pada ikan yang
diserangnya. Sedangkan kelompok non patogen adalah kelompok penyakit yang disebabkan
oleh bukan jasad hidup, antara lain disebabkan oleh perubahan lingkungan seperti kepadatan
ikan terlalu tinggi, variasi lingkungan (oksigen, suhu, pH, salinitas, dsb.), biotoksin (toksin alga,
toksin zooplankton, dsb.), polutan, rendahnya mutu pakan, dan lain-lain.
Beberapa hal yang penting untuk diketahui dari kelompok penyakit patogen adalah :
1. Karakteristik khusus yang terdapat pada penyakit patogen adalah kemampuan untuk
menularkan penyakit (transmisi) dari satu ikan ke ikan lain secara langsung dan
menimbulkan infeksi. Penularan ini dapat terjadi secara horisontal dan vertikal.
Secara vertikal yaitu penyakit ditransfer oleh induk ke anakan melalui sperma atau sel
telur dan secara horisontal melalui media pemeliharaan, pakan, peralatan, ataupun
organisme lainnya yang ada di wadah budidaya.
2. Penyakit patogen yang bersifat infektif di atas, dapat dilihat dari adanya gejala klinis
(umum) dan gejala khas yang ditimbulkannya. Gejala klinis adalah gejala akibat
gangguan patogen yang ditunjukkan oleh adanya kelainan pada tubuh (seperti luka
pada kulit, sirip rontok dan adanya pendarahan) dan kelainan perilaku ikan (seperti
26
ikan memisahkan diri dari kelompoknya, terlihat megap-megap ke permukaan air,
tubuh tampak lemah dan gerakan yang lambat). Sedangkan gejala khas adalah gejala
klinis yang sifatnya khas untuk suatu jenis penyakit, seperti penyakit mata menonjol
yang disebabkan oleh mycobacterioph.
3. Pada dasarnya dari berbagai sebab timbulnya infeksi pada ikan ada 2 (dua) penyebab
utama, yaitu :
-
Living agent (penyebab hidup) antara lain serangan hama, insekta atau jenisjenis serangga tertentu, berbagai jasad renik seperti virus, bakteri, protozoa
dan berbagai jenis cacing.
-
Nonliving agent yaitu infeksi yang bukan disebabkan oleh organisme hidup
(penyebab tidak hidup) seperti perubahan temperatur dan kualitas air,
keracunan zat kimia akibat pencemaran, keracunan bahan pakan, dan lain –
lain.
4. Untuk kelompok patogen dari golongan parasit (organisme yang menumpang pada
organisme lain) yang mempunyai sifat mengambil bahan makanan dan energi dari
organisme yang ditumpanginya (inang) untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya.
Akibatnya inang akan sakit akibat pertumbuhannya terhambat oleh parasit.
Berdasarkan daerah penyerangannya pada tubuh ikan, dikenal external parasites
(ektoparasit) dan internal parasites (endoparasit). Ektoparasit menyerang bagian
sebelah luar ikan. Walaupun kedua jenis parasit itu sama-sama merugikan, akan tetapi
diduga endo-parasit lebih berbahaya dan sulit disembuhkan dibanding ekto-parasit.
5. Organisme parasit dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu patogen asli
(true patogen) dan patogen potensial (opportunistic patogen). Patogen asli adalah
organisme parasit yang selalu menimbulkan penyakit khas apabila ada kontak dengan
ikan. Patogen potensial adalah organisme parasit yang dalam keadaan normal hidup
damai dengan ikan, akan tetapi jika kondisi lingkungan menunjang akan segera
menjadi patogen (penyebab suatu penyakit).
6.
Kejadian penyakit
akibat parasit pada ikan terkait dengan hubungan antara
organisme yang disebut simbiosis (hidup bersama), di mana dikenal 3 (tiga) bentuk
simbiosis yaitu :
a. Simbiosis komensalisme, dimana kedua organisme saling diuntungkan.
27
b. Simbiosis mutualisme, terjadi dimana salah satu organisme diuntungkan dan
organisme lain tidak dirugikan tetapi memerlukan organisme lain untuk hidup.
c. Simbiosis parasitisme, terjadi hubungan yang terjadi satu arah dimana salah satu
organisme (parasit) diuntungkan tetapi organisme lain dirugikan (ikan).
Pada Gambar 11 di bawah ini dapat dilihat 2 (dua) contoh penyakit patogen yang
menimbulkan infeksi pada ikan.
Morfologi “Ich” / bintik putih dan ikan yang terinfeksi
Morfologi Trichodina sp.dan lendir ikan yang terinfeksi
Gambar 11. Penyakit patogen dan infeksinya pada ikan
28
BAB III
PERILAKU DAN GEJALA IKAN SAKIT
Kesehatan ikan sangat penting untuk diperhatikan. Kondisi ikan yang tidak sehat jelas
akan berpengaruh terhadap penampilan fisik bahkan dapat mengancam kelangsungan hidupnya.
Ikan yang sakit menunjukkan suatu keadaan pada ikan yang sedang mengalami gangguan atau
kelainan, baik fisik maupun perilakunya. Gangguan fisik dapat berupa luka karena gesekan antar
ikan, insang membusuk, sisik tampak kusam, dan lain sebagainya. Di sisi lain, perilaku yang
tampak adalah ikan lebih senang menyendiri, cenderung di permukaan air, gerakan lemah, dan
menurunnya nafsu makan ikan.
Secara umum gejala-gejala penyakit untuk ikan yang dibudidayakan
dapat
dilihat/diamati dengan tanda-tanda sebagai berikut:
a) Adanya kelainan tingkah laku : misalnya salah satu atau beberapa ikan keluar dari
kelompoknya dan cara berenangnya miring atau ”driving” (ikan yang berada dipermukaan
langsung menuju dasar dengan cepat). Gejala demikian biasanya disebabkan oleh beberapa
penyakit, antara lain : penyakit insang, penyakit sistem syaraf otak, keracunan bahan kimia
logam berat, dan kekurangan vitamin.
b) Ikan tidak mau makan (perhatikan sudah berapa lama keadaaan ini terjadi), penyebabnya
adalah : penyakit diabetes (oxodized fatty), kelebihan mineral yang berasal dari pakan dan
kebosanan yang terjadi karena persediaan pakan sedikit.
c) Adanya kelainan pada bentuk ikan : hal ini terjadi pada rangka ikan dan permukaan tubuh
ikan atau mata yang tidak normal disebabkan oleh bakteri dan parasit Trematoda Giganea
sp.
Sedangkan untuk organ-organ ikan bagian dalam, gejala-gejala penyakit dapat terjadi pada:
a) Insang berupa hilangnya insang dibeberapa bagian, disebabkan karena kekurangan darah
dan keracunan, atau adanya parasit berupa ciliata dan monogenik.
b) Otak dimana terjadi pendarahan disebabkan oleh parasit Mycosporidia, Giganea sp,
Streptococcus sp, dan Nocardia sp.
c) Jantung akan menjadi tebal dan membesar, disebabkan oleh bakteri kelas Mycosporidia,
membran jantung membesar karena diserang bakteri Streptococcus spp.
d) Hati akan membesar atau mengecil, berwarna hijau/kuning, disebabkan oleh perubahan
kadar lemak/LLD= Lipoid Liver Degeneration (fatty change liver desease). Jamur yang
29
berasal dari pakan yang terkontaminasi dapat menyebabkan hati mengalami pendarahan,
keras, dan mudah pecah.
e) Lambung dapat menjadi kembung, luka dan berlubang, disebabkan oleh parasit yang
termasuk kelas Cestoda.
f) Usus berupa luka, pendarahan, keluar dari anus yang disebabkan oleh parasit dalam kelas
Nematoda, Trematoda, Cestoda, dan Acanthocephala.
g) Limpa menjadi besar/kecil dan kekurangan darah, disebabkan oleh adanya penyakit di
bagian lain.
h) Otot akan memiliki warna tidak jelas/putih, terjadi pendarahan, disebabkan oleh bakteri
Nocardia sp. atau serangan parasit Microsporidae.
Pengamatan visual terhadap kesehatan ikan secara teratur dapat dilakukan terhadap selera
makan, tingkah laku, badan, warna, sirip dan mulut.
1. Selera makan.
Pemberian makan tidak teratur akan membuat ikan datang pada waktunya untuk
makan. Jika tidak ada respon pada pakan maka perlu diwaspadai bahwa ikan tidak
dalam keadaan baik, begitu pula jika pada hari berikutnya pakan masih dalam keadaan
utuh.
2. Tingkah Laku
Pengamatan terhadap tingkah laku ikan sangat penting karena bersifat individual.
Kelakuan yang normal untuk satu jenis ikan belum tentu normal untuk ikan lainnya.
Oleh sebab itu, pengenalan tingkah laku setiap jenis ikan perlu pula diketahui. Sebagai
contoh, ikan yang lemah atau berdiam saja perlu diperhatikan karena biasanya berenang
secara aktif. Ikan yang mengapung dan diam umumnya menunjukkan gejala sakit. Ikan
catfish yang biasanya berada didasar akan tidak wajar bila berdiri dengan kepala di atas
dan berada di tengah kolam.
3. Badan.
Badan yang bengkok akibat sakit atau cacat sejak menetas akan menyebabkan ikan
berenang tidak stabil. Kembung karena sakit (dropsy) umumnya diikuti dengan warna
yang agak pudar, sisik agak berdiri, dan ikan terlihat lemah atau tidak aktif.
30
4. Warna.
Warna tubuh ikan tetap atau konstan dan kadang ada perubahan lebih cerah atau
terang maupun lebih gelap pada saat berahi. Warna ini dapat pula digunakan sebagai
petunjuk mendeteksi kesehatan ikan, khususnya bila diikuti oleh tanda-tanda lain.
Warna yang abnormal disertai tanda khusus, seperti ikan bersembunyi, kurang aktif,
dan kurang nafsu makan, menandakan ikan dalam kondisi sakit.
5. Mata.
Jika mata yang tidak bergerak ada kemungkinan ikan dalam keadaan sakit, terutama
bila diikuti dengan berenang yang cepat dan gemetaran (tidak stabil atau bergoyanggoyang).
6. Sirip.
Ikan dengan cacat sirip bawaan seperti sirip bengkok atau pendek (pada ikan
berjenis sirip panjang) akibat genetik sebaiknya tidak dipelihara, terutama untuk induk.
Karena sirip yang demikian, umumnya akan diturunkan ke anaknya. Apabila cacat pada
sirip disebabkan oleh penyakit maka umumnya sirip akan baik(normal) kembali.
Namun, bila penyebabnya faktor genetik, sirip yang cacar tidak dapat normal lagi. Sirip
dengan bercak merah merupakan tanda ikan terserang penyakit bakteri. Bila sirip
melengkung pada ikan yang bersirip panjang, pertanda ikan sudah terlalu tua.
7. Mulut.
Jika mulut berwarna keputihan, kemungkinan ikan terserang penyakit jamur.
Sungut yang patah atau luka pada beberapa ikan umumnya diakibatkan kerusakan fisik
(penanganan yang tidak baik) atau substrat yang tidak cocok. Sungut yang patah atau
luka ini ada yang dapat dipulihkan dan dad yang tidak.
Kondisi ikan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu keadaan pada ikan yang tidak
menunjukkan adanya kelainan baik fisik atau tingkah lakunya. Sebaliknya ikan yang sakit
memperlihatkan suatu keadaan gangguan atau kelainan baik fisik atau tingkah lakunya. Kondisi
stres karena kepadatan, malnutrisi, penanganan dan kualitas air yang buruk akan memicu
timbulnya penyakit ikan. Kualitas lingkungan yang buruk dan ikan yang stres mengakibatkan
terganggunya sistem imunitas ikan, karena sebagian besar energi hasil mengkonsumsi pakan
dialokasikam untuk penanganan stres dibandingkan untuk memproduksi sel-sel pertahanan
tubuh. Selanjutnya kondisi seperti ini menjadi yang dimanfaatkan agen patogen sebagai ”port of
31
entry” (pintu masuk) awal kejadian infeksi penyakit. Oleh karena itu maka sangatlah penting
untukmenciptakan suatu kondisi lingkungan budidaya yang layak dan dapat memberikan
kenyamanan hidup organisme kultur. Ini menunjukkan bahwa bagi para petani ikan hendaknya
sebagai langkah awal dalam memulai usahanya adalah dengan sunggung-sungguh mengenali dan
memahami biologi ikan/biota akuatiknya.
Penyakit ikan diartikan sebagai suatu hal yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan
fungsi fisiologis (abnormalitas perilaku). Berikut ini beberapa tanda ikan yang dapat menjadi
patokan akan adanya serangan penyakit yaitu :
1. Ikan terlihat pasif, lemah dan kehilangan keseimbangan tubuhnya sehingga cenderung
mengapung di permukaan air.
2. Nafsu makan menurun, bahkan pada ikan yang sangat lemah tidak ada nafsu makan sama
sekali.
3. Ikan mengalami kesulitan untuk bernafas (megap-megap) dan mempunyai reaksi lambat,
sering dijumpai ikan tidak bereaksi sama sekali.
4. Tubuh ikan tidak licin lagi karena selaput lendir pada kulitnya berkurang atau habis,
sehingga ikan menjadi mudah ditangkap.
5. Pada bagian-bagian tertentu dari tubuh ikan terlihat pendarahan, terutama di dada, perut
dan pangkal sirip. Pendarahan ini menunjukkan bahwa tingkat serangan penyakit sudah
tinggi.
6. Sisik terlihat menjadi rusak atau rontok. Pada serangan yang lebih hebat, kulit ikan
tampak seperti melepuh.
7. Sirip punggung, dada dan ekor mengalami rusak dan pecah-pecah. Sering pula sirip
hanya tinggal tulang yang kerasnya saja.
8. Insang mengalami kerusakan dan tidak berfungsi lagi, sehingga ikan sering terlihat
mengalami kesulitan untuk bernafas. Warna insang yang semula merah segar berubah
menjadi keputih-putihan atau kebiru-biruan.
9. Jika bagian perutnya dibelah akan terlihat organ hati menjadi berwarna kekuningkuningan dan ususnya agak rapuh.
10. Ikan peliharaan yang mengalami kompetisi (persaingan) untuk memperoleh oksigen,
pakan dan ruang gerak akan terlihat lambat pertumbuhannya.
32
11. Di kolam di mana terdapat organisme predator umumnya sulit dideteksi, karena tubuh
ikan yang diserang akan habis dimangsa. Untuk mengetahui organisme predator perlu
dilakukan pengamatan terhadap jenis ikan atau organisme predator lainnya yang ada di
kolam.
12. Penyakit yang disebabkan oleh adanya senyawa beracun di dalam kolam umumnya sulit
untuk diidentifikasi, sebab efek dari senyawa beracun ini terhadap ikan relatif cepat,
sehingga petani sering terlambat untuk mengatasinya.
Untuk mencegah timbulnya penyakit pada ikan budidaya dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
1.
Melakukan persiapan lahan yang benar, yaitu pengeringan, pengapuran dan
pemupukan. Pengeringan bertujuan untuk memutus siklus hidup penyakit, dilakukan
kira-kira selama tiga minggu sampai dasar kolam retak-retak. Pengapuran digunakan
untuk menstabilkan pH tanah dan air serta dapat membunuh bakteri dan parasit.
Pemupukan digunakan untuk menyuburkan kolam dan menumbuhkan fitoplankton
sebagai pakan alami.
2. Menjaga kualitas air pada saat pemeliharaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
treatment di tambak menggunakan probiotik secara teratur setiap hari. Probiotik akan
mendegradasikan bahan organik, menguraikan gas
beracun dan menekan
pertumbuhan bakteri merugikan penyebab timbulnya penyakit.
3. Meningkatkan ketahanan tubuh ikan melalui kekebalan non spesifik dengan aplikasi
immunostimulan secara teratur seperti vitamin, betaglukan dan lipopolisacaridae
(LPS).
33
BAB IV
IDENTIFIKASI PENYAKIT IKAN
Penyakit, seperti yang diketahui, dapat ditimbulkan oleh satu atau berbagai macam
sumber penyakit. Sebagai contoh, penyakit yang disebabkan oleh satu faktor tetapi dibarengi
oleh faktor lain, sehingga penyakit yang kedua memanfaatkan kondisi yang disebabkan oleh
penyakit pertama, inilah yang disebut sebagai infeksi sekunder.
Secara garis besar, cara berjangkit dan penularan penyakit pada ikan adalah :
1. Melalui air; jika air yang digunakan telah tercemar oleh penyakit, Biasanya ikan yang
dipelihara akan terserang oleh penyakit tersebut. Jika penggunaan air yang berkualitas
rendah atau air yang telah tercemar oleh senyawa racun dapat menyebabkan timbulnya
penyakit pada ikan budidaya.
2. Melalui
kontak atau gesekan secara langsung dengan ikan yang sudah terserang
penyakit. Gesekan biasanya terjadi pada saat pengangkutan/pemindahan ikan atau jika
padat tebar ikan yang dipelihara terlalu tinggi.
3. Melalui alat-alat yang telah digunakan untuk menangani atau mengangkut ikan yang
terserang penyakit. Sebaiknya peralatan yang telah digunakan untuk menangani atau
mengangkut ikan sudah disterilkan terlebih dahulu (didesinfektan) agar organisme
penyebab penyakit yang menempel di peralatan tersebut mati.
4. Terbawa oleh ikan, pakan hidup atau tumbuhan dari daerah asalnya dan berkembang
dengan pesat di daerah (kolam) yang baru. Mungkin saja organisme penyakit tersebut
tidak dapat tumbuh dengan baik di daerah asalnya, sedangkan di daerah yang baru ia
dapat tumbuh dengan pesat karena kondisi lingkungannya lebih menunjang.
5. Konstruksi wadah budidaya yang kurang memenuhi syarat, sehingga memungkinkan
sumber penyakit berupa organisme predator atau kompetitor memasuki wadah budidaya.
Untuk itulah maka pemeliharaan dan perawatan lingkungan (areal dan wadah) budidaya
mutlak dilakukan secara rutin dan teratur agar didapatkan ikan yang sehat. Pengamatan yang
rutin dan seksama akan membantu dalam mengenali tanda-tanda ikan sakit secara dini, sehingga
pencegahan dan penanggulangan dapat dilakukan tepat waktu.
Ikan merupakan salah satu hewan air yang selalu berkaitan dengan lingkungan perairan
sehingga mudah terinfeksi patogen melalui air. Karena itu, selain mendiagnosis dan
mengendalikan pertumbuhan organisme penyakit, media hidup ikan yaitu air juga harus
34
mendapat perhatian karena dapat menjadi salah satu faktor pencetus timbulnya penyakit.
Artinya pada budidaya, air tidak hanya sebagai tempat hidup bagi ikan tetapi sebagai perantara
bagi patogen. Lingkungan perairan tempat ikan dipelihara sebaiknya terus dijaga kualitasnya,
antara lain dengan memberikan probiotik, menjaga agar parameter kualitas air seperti oksigen
terlarut, salinitas, dan keasaman (pH) dalam batas yang ditolerir oleh ikan.
Pada Tabel 3 di bawah ini dapat dilihat karakteristik setiap kelompok patogen.
Tabel 3. Karakteristik setiap kelompok patogen
Karakteristik
Virus
Bakteri
Ukuran
23-350
mm 0,6 – 30 µm
(penyaring 0,45 (dapat melalui (tidak
dapat
µm)
penyaring)
melalui
penyaring)
Reproduksi
Kultur
Deteksi
Transkripsi atau Segmentasi
reproduksi pada
inang DNA /
RNA
Pada sel
Pada media




Identifikasi


PCR
Kultur sel
Secara
imunologi
Mikroskop
elektron
Secara
genetik
Secara
morfologi
Jamur
Besar
dari
beberapa
mikron (tidak
dapat
melalui
penyaring)
Produksi spora
Pada media
Pada umumnya
membutuhkan
inang hidup
Kultur pada Mikroskop
agar
Mikroskop
 Kultur
pd
agar
 Mikroskop
 Secara
imunologi

 Secara
biokimia
 Secara
morfologi
 Secara
genetik
Secara
morfologi
35
Parasit
Besar
dari
beberapa
mikron (tidak
dapat
melalui
penyaring)
Produksi telur
atau spora

Secara
morfologi
Sementara itu pada Tabel 4 dibawah ini dapat dilihat tanda-tanda dan tingkah laku ikan
serta diagnosis penyakit ikan.
Tabel 4. Tanda-tanda dan tingkah laku ikan serta Diagnosis ikan.
TANDA-TANDA
DAN TINGKAH LAKU IKAN
DIAGNOSIS
Kelainan pada tulang belakang ikan, scoliosistau
lordosis
a.
b.
c.
d.
Kelainan pada rahang atas/bawah
a. Myxosoma cerebralis
b. Kelainan kelenjar thyroid
Rontok sirip
a.
b.
c.
d.
Keturunan
Myxosoma cerebralis
Infekfeksi bakteri/virus
d. Kekurangan vitamin
Infeksi bakteri Flexibacter
sp.
Parasit Costia sp
Sifat air terlalu basa
Parasit Gyrodacylus sp.
Perut gelembung (dropsy)
a. Bacterial hemorrhagic
spticaemia
b. Viral hemorrhagic septicaemia
(VHS)
Ikan menjadi kurus
a. Tuberculosis
b. Penyakit cacing
c. Penyakit Octomitus sp
Sisik kasar
a.
b.
a.
b.
c.
Mata menonjol
Mata masuk ke dalam
Infeksi bakteri
Air terlalu asam
Tuberculosis
Infeksi cacing
Infeksi virus
a. Infeksi bakteri
b. Infeksi Trypanoplasma
Serabut seperti kapas pada kulit
a. Penyakit jamur Saprolegnia sp
Pendarahan
a.
b.
c.
d.
36
Sengatan Argulus sp
Infeksi bakteri
Infeksi Trichodina sp
Gigitan lintah
Kulit terasa kasar dan bintik hitam
a. Ichtyosporidium
Insang pucat
a. Infeksi bakteri
b. Infeksi virus
Insang rontok
a. bakteri Flexibactersp
b. Myxobacteria
c. Parasit Dactylogyrus sp
Bintil putih kemerahan pada insang
a. Myxobolus
Frekuensi pernapasan bertambah
a. Myxobacteria
b. Flexibacter sp
c. Parasit Dactylogyrus sp
Bintik-bintik putih pada kulit
a. Ichtyopthirius sp
Luka pada daging
a.
b.
c.
d.
Bintil berwarna putih pada hati, limpa, jantung
Dan otak
Bintil berwarna putih pada hati dan jantung
Ichthyosporidium
Tuberculosis
Bacterial septiemia
Flexibacter columnaris
a. Ichtyosporidium
a. Sporozoasis
b. Tuberculosis
Hati berwarna cokelat kekuning kuningan
a. Infeksi bakteri
Pendarahan dan bengkak pada anus
a. Infeksi bakteri
b. Infeksi virus
c. Octomus
Pembengkakan dan pendarahan pada gelembung
renang
Tonjolan seperti bunga kol pada rahang
a. Infeksi bakteri
a. Infeksi virus
Tonjolan kecil di daerah sirip
a. Infeksi virus
Tutup insang selalu terbuka.
a. Myxobacter
b. Columnaris
c. Parasit Bactylogyrus sp
37
Beberapa istilah penting penyakit infeksi pada ikan adalah :
a. Epidemiologi : Ilmu yang memepelajari hubungan berbagai factor yang mempengaruhi
frekuensi dan penyebaran penyakit pada suatu komonitas.
b. Penyebaran vertikal : penyebaran penyakit dari suatu generasi ke generasi selanjutnya
melalui telur.
c. Penyebaran horizontal : penyebaran penyakit dari ikan satu ke ikan yang lain pada
kelompok ikan dan waktu yang sama..
d. Carrier : hewan yang membawa organisme penyebab penyakit dalam tubuhnya, Namur
hewan tersebut terlihat sehat sehingga menjadi pembawa atau penyebar infeksi.
e. Vektor : hewan yang menjadi perantara organisme penyebab penyakit dari inang yang
satu ke inang yang lain. Contoh siput, burung.
f. Patogenisitas : kemampuan untuk dapat menyebabkan terjadi nya penyakit.
g. Virulensi : derajat patogenisitas statu mikro organisme.
h. Kisaran inang : kisaran hewan-hewan yang dapat diinfeksi oleh patogen.
Hal-hal yang telah diuraikan di atas hendaknya selalu menjadi perhatian bagi petani ikan
sehingga serangan penyakit pada ikan dapat ditanggulangi secepat mungkin. Untuk itu akan
dapat terwujud jika pelaku budidaya memiliki pengetahuan, pemahaman danpenerapan cara
budidaya ikan yang baik.
A. PENYAKIT INFEKSI
Penyakit infeksi pada ikan berdasarkan jenis penyebabnya dibedakan menjadi 4 (empat)
bagian yaitu penyakit akibat infeksi parasit, infeksi jamur, infeksi bakteri dan infeksi virus.
a. Penyakit akibat infeksi Parasit.
Parasit
adalah suatu organisme yang menggunakan bahan untuk kebutuhan
metabolismenya (makanan) diambil dari tubuh inangnya. Parasit pada ikan umumnya
dapat berupa organisme dari golongan protozoa yaitu binatang yang bersel tunggal
(sporozoa, ciliata dan flagelata), crustacea (golongan udang-udangan) dan helminth
(golongan cacing). Pada Gambar 12 terlihat contoh infeksi parasit pada ikan kerapu.
Serangan parasit pada suatu usaha budidaya ikan menimbulkan dampak negatif yang
cukup tinggi. Jika tidak ditangani dengan segera maka tidak tertutup kemungkinan
akan terjadi infeksi sekunder oleh patogen lain seperti bakteri dan virus melalui luka
yang ditimbulkannnya.
38
Parasit Neobedenia yang menginfeksi ikan kerapu
Infeksi parasit Haliotrema pada filamen insang.
Gambar 12. Penyakit akibat Infeksi Parasit
b. Penyakit akibat infeksi Jamur (Mycosis).
Beberapa jamur dapat menginfeksi ikan, tetapi pada prinsipnya ikan akan terinfeksi
jamur jika penanganan yang kurang sempurna atau karena sesuatu hal lainnya.
Misalnya akibat air yang mengandung bahan kimia atau pestisida sehingga
menyebabkan terkikisnya lendir dan kulit ikan (iritasi) dan akhirnya melukai kulit, atau
karena perubahan suhu air atau perubahan sifat air yang sangat mendadak. Biasanya
ikan yang baru diangkut dari suatu tempat akan banyak terinfeksi penyakit ini,
demikian pula dengan ikan yang pada saat mendekati kematangan kelamin/gonad juga
mudah terinfeksi oleh jamur dikarenakan pengaruh hormonal.
39
Salah satu contoh jamur yang sering menyerang ikan budidaya adalah jamur
Saprolegnia sebagaimana digambarkan pada Gambar 13 berikut ini.
Bentuk morfologis dari
hyfa Jamur Saprolegnia
Gambar 13. Penyakit akibat Infeksi Jamur
c. Penyakit akibat infeksi bakteri
Penyakit bakterial telah banyak dilaporkan menginfeksi ikan, terutama jika ikan
dibudidayakan pada tempat yang menggunakan sumber air dari perairan yang kaya
bahan organik. Ini dikarenakan sifat bakteri akan lebih subur pertumbuhannya pada
tempat bahan organik tinggi.
40
Secara umum gejala akibat infeksi bakteri pada ikan dapat dibedakan menjadi 4
(empat) yaitu :
- Peracute dimana ikan mengalami kematian tanpa menunjukkan gejala yang jelas,
- Acute dimana ikan yang terinfeksi menunjukan gejala klinis terutama pendarahan
(haemorrhage) pada insang, anus, organ dalam, pangkal sirip, kembung perut dan
lain-lain,
- Sub acute dimana ikan yang terinfeksi mengalami gejala agak ringan seperti luka,
dan
- Kronis dimana ikan yang terinfeksi mengalami gejala di bagian eksternal umumnya
dijumpai borok, sedangkan di bagian internal terdapat infeksi Mycobacterium,
ditemukan bintil-bintil kecil berwarna putih yang sering disebut dengan
tubercle/granuloma.
Pada Gambar 14 di bawah ini terlihat contoh ikan kerapu yang terkena serangan
bakteri.
Gambar 14. Ikan yang terkena bakteri
d. Penyakit akibat infeksi Virus.
Penyakit akibat infeksi virus dilaporkan menginfeksi ikan terlebih-lebih apabila ikan
tersebut dibudidayakan pada tempat yang menggunakan sumber air dari perairan
yang kaya akan bahan organik. Biasanya insidensi penyakit virus berkaitan erat
dengan perubahan suhu air. Salah satu contoh adalah penyakit limfosistis, dimana
41
nama penyakit ini berasal dari nama kista berwarna putih yang menyertai
serangannya pada ikan. Kista tersebut bisa dijumpai secara sendiri-sendiri (tunggal)
atau bergerombol pada permukaan tubuh ikan. Kehadiran limfosistis akan sangat
mengganggu tampilan ikan.
Contoh serangan virus Limfosistis dan gejala awal
serangan virus dapat dilihat pada Gambar 15.
Virus limfosistis
Gejala awal virus
Gambar 15. Penyakit akibat infeksi Virus
42
BAB V
PENGAMBILAN SAMPEL HAMA PENYAKIT IKAN
Diagnosa adalah kegiatan untuk mengenali kelainan yang ada pada ikan sakit dan
dilanjutkan dengan mengidentifikasi penyebabnya. Diagnosa klinik atau sering disebut sebagai
diagnosa fisik merupakan cara pengenalan (diagnosa) penyakit berdasarkan pada gejala-gejala
yang tampak (symptom).
Diagnosa klinik didahului dengan pemeriksaan gejala klinik, dilakukan sejak ikan masih
di dalam bak/keramba jaring apung. Pemeriksaan diarahkan pada perubahan tingkah laku
abnormal seperti mengendap di dasar, berenang dengan posisi terbalik, adanya gerak tak
terkoordinasi, menggesek-gesekan badan pada dinding bak dan perubahan-perubahan tingkah
laku abnormal lainnya.
Ahli penyakit memiliki 2 (dua) tugas utama di lapangan yaitu :
1. pemeriksaan atau peninjauan lapangan ke daerah yang terserang penyakit
2. mengumpulkan sampel yang akan diperiksa di laboratorium untuk menemukan penyebab
kematian.
Sejarah ikan mempunyai arti penting dalam diagnosa. Sejarah ikan yang meliputi status
ikan dan riwayat kejadian penyakit mempunyai arti penting dalam diagnosa penyakit ikan..
Status ikan dapat berupa jenis atau spesies, populasi, umur, kelamin, ukuran dan berat, daerah
asal (lokasi) pemeliharaan, serta sistem pengelolaan usaha budidaya yang diterapkan. Dalam
riwayat/sejarah kejadian perlu diketahui inseden (keberlangsungan) penyakit serta derajat
kematian dan kesakitan. Data tersebut diperlukan sebagiai indikasi untuk penyebab penyakit
tertentu (kualitas air, virus, bakteri , parasit, pakan, atau faktor-faktor lain).
Hal-hal yang perlu diketahui pada saat terjadinya penyakit adalah sebagai berikut :
1. Mortalitas

Tanggal mulai terjadinya kematian

Jumlah ikan mati per hari
2. Gejala ikan yang diserang

Tingkat kematian akut/ kronis

Karakteristik tingkah laku ikan

Tanda-tanda eksternal dari ikan
43

Tanda-tanda internal
3. Faktor lingkungan

Suhu air media pemeliharaan

Kekeruhan air

Konsentrasi oksigen terlarut

Konsentrasi ammonia dan pH media pemeliharaan
4. Metode pemeliharaan

Lokasi wadah pemeliharaan

Tingkat pertukaran air

Kepadatan ikan

Jenis obat atau zat kimia yang pernah dipakai
Prosedur diagnosa ikan sakit di lapangan adalah sebagai berikut :
1. Pengukuran panjang dan berat ikan.
2. Pengamatan tanda-tanda luar permukaan tubuh dan insang.
3. Gunting lembaran insang dan ambil lendir tubuh untuk mendeteksi parasit di bawah
mikroskop.
4. Ambil contoh darah dari sirip dada menggunakan jarum suntik untuk pembuatan preparat
apusan darah dengan menggunakan pewarnaan Giemsa.
5. Isolasi jamur dengan menggunakan agar GY jika diduga terjadi infeksi jamur. Isolasi
bakteri dari sirip atau insang dengan menggunakan Agar Cytophaga, jika diamati ada
insang atau sirip yang membusuk.
6. Isolasi bakteri dari luka dengan menggunakan Agar TS atau BHI, jika ikan memiliki
borok atau ada pembengkakan pada permukaan tubuh.
7. Bedah ikan dengan peralatan bedah yang bersih untuk membuka rongga perut dan amati
tanda-tanda internal.
8. Isolasi bakteri dari hati, ginjal dan limpa dengan menggunakan Agar TS atau BHI.
Pembuatan preparat limpa pada kaca preparat dengan pewarnaan Giemsa untuk
mendeteksi infeksi bakteri.
9. Fiksasi setiap organ dengan larutan formalin 10% berpenyangga fosfat untuk
histopatologi dan dalam etanol 70% untuk uji PCR.
44
Dalam memulai pemeriksaan sebaiknya diperiksa bagian luar tubuhnya, apakah
terdapat makro parasit seperti lintah ataupun organisme dari jenis crustacea. Jika parasit telah
diketahui maka langkah selanjutnya adalah menentukan seberapa parah serangan parasit dengan
menentukan jumlah parasit per ikan. Jika ditemui parasit dalam jumlah sedikit sebetulnya masih
dianggap wajar dan tidak mengganggu proses akuakultur. Jika jumlah parasit yang menyerang
ikan sangat banyak maka perlu dilakukan tindakan lanjutan demi menghindari kematian pada
ikan-ikan yang lain. Selanjutnya pemeriksaan ikan dapat dilanjutkan dengan mengeruk kulit dan
insang ikan.
Ketepatan hasil pemeriksaan patogen pada ikan di laboratorium dipengaruhi oleh
banyak hal. Untuk ketepatan diagnosa maka dari catatan diatas dilakukan pemeriksaan secara
menyeluruh terhadap kemungkinan adanya perubahan abnormal, meliputi pemeriksaan terhadap
abnormalitas pada permukaan tubuh. Berupa kelainan anatomi dan anggota tubuh, warna kulit,
keadaan lendir permukaan tubuh, sisik, keadaan anggota gerak dan kemungkinan terdapatnya
ektoparasit kulit, perubahan abnormal insang berupa warna, lendir dan parasit atau benda asing
pada ikan, abnormalitas mata.
Semua hasil diagnosa klinik dicatat di dalam sebuah kartu pemeriksaan atau Kartu
Status Ikan yang digunakan sebagai sampel dalam pemeriksaan penyakit sebaiknya ikan hidup
atau baru saja mati.
Sampel untuk setiap pemeriksaan penyakit sebaiknya berupa ikan sakit, ikan diduga
sakit dan baru saja mati. Banyaknya ikan contoh yang diambil tergantung pada kondisi kesehatan
ikan. Pada populasi ikan sakit yang menunjukkan gejala klinis yang nyata dan seragam, maka
jumlah contoh yang diambil bisa dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (3-5 ekor). Contoh ikan
yang diambil adalah ikan-ikan yang menunjukkan gejala klinis yang mewakili kondisi
populasinya.
Jika populasi ikan yang tidak sakit tidak menunjukkan gejala klinis yang nyata dan
tidak seragam, maka dilakukan pengambilan contoh secara sampling. Jumlah contoh ditentukan
dari jumlah populasinya serta prosentase asumsi tingkat prevalensinya dapat dilihat pada Tabel 5
di bawah ini.
45
Tabel 5. Jumlah populasi serta prosentase asumsi tingkat prevalensinya.
JUMLAH IKAN YANG DISAMPLING
DENGAN ASUMSI TINGKAT PREVALENSI
JUMLAH
POPULASI
2%
50
75
110
130
140
140
145
145
145
150
50
100
250
500
1.000
1.500
2.000
4.000
10.000
≥ 100.000
5%
35
45
50
55
55
55
60
60
60
60
10%
20
23
25
26
27
27
27
27
27
30
20%
10
11
10
10
10
10
10
10
10
10
30%
7
9
9
9
9
9
9
9
9
9
40%
5
7
8
8
9
9
9
9
9
9
50%
2
6
7
7
8
8
8
8
8
8
Salah satu hal penting dalam ketepatan hasil pemeriksaan patogen pada ikan adalah
kondisi contoh/sampel pada saat tiba di laboratorium. Jika pengambilan contoh tidak dilakukan
dengan benar maka hasil pemeriksaannya bisa saja salah. Pengambilan sampel ikan sedapat
mungkin diusahakan dari ikan atau sekelompok ikan dengan gejala patogenik. Jumlah sampel
ikan untuk pemeriksaan parasitologi diperlukan 10 – 15 ekor, bakteri dan virologi 3 – 10 ekor
ikan sakit dan untuk pemeriksaan bahan pencemar akibat pencemaran diperlukan sampel
sejumlah 2 – 3 ekor.
Jika ikan sakit dan terjadi kematian, untuk diagnosa harus dikirim segera ke
laboratorium terdekat. Beberapa cara pengiriman sampel ikan sakit, adalah :
1). Pengiriman Sampel Ikan Hidup (untuk seluruh pemeriksaan).

Pengepakan ikan sehat dan ikan sakit dipisahkan

Sampel ikan dengan kantong plastik diangkut dan diberi oksigen, atau dapat pula
menggunakan aerasi bila waktu tempuh tidak terlalu lama.

Apabila kondisi cuaca saat pengangkutan panas, sebaiknya pengangkutan menggunakan
kotak styrofoam atau termos yang diisi es(suhu diatur 22 – 24 C)
2). Pengiriman sampel ikan dengan es (untuk pemeriksaan parasit dan bakteri)

Pisahkan pengepakan ikan sehat dan ikan sakit

Tiriskan satu persatu disimpan dalam plastik

Masukan dalam kotak styrofoam yang telah diisi dengan es
46
Pemeriksaan parasit yang rutin tentunya adalah bagian yang penting dari manajemen kesehatan
ikan dan jika memungkinkan dilakukan dilakukan secara regular.
Penting sekali untuk
mengetahui jenis-jenis parasit penting yang menyerang ikan karena akan menentukan metode
pengobatannya kelak.
Khususnya dalam pemeliharaan udang, diagnosis merupakan tindakan yang menentukan
keberhasilan dalam usaha pengendalian penyakit. Diagnosis penyakit pada udang dapat
dilakukan melalui dua metode yaitu diagnosis sementara dan diagnosis definitif.
1. Diagnosis Sementara ( Presumptive )
Diagnosis sementara adalah diagnosis yang didasarkan pada pengamatan perubahan
tingkah laku dan gejala klinis. Pada prinsipnya hampir tidak mungkin mendiagnosis
penyakit udang hanya didasarkan terhadap tingkah laku dan gejala klinis semata. Gejala
klinis hanyalah indikator yang memungkinkan kita untuk menduga permasalahan yang
sedang terjadi. Disamping itu diperlukan informasi pendukung, antara lain:

Pengamatan terhadap perubahan tingkah laku seperti udang menunjukkan
peningkatan nafsu makan kemudian diikuti dengan kehilangan nafsu makan.
Perubahan tingkah laku antara lain: mendekat ke aliran air masuk atau permukaan
air, menyendiri, mengarah ke pematang tambak dan berenang abnormal.

Pengamatan kondisi fisik udang. Kegiatan ini dapat dilakukan di petak tambak
atau udang ditempatkan dalam wadah yang mudah diamati untuk melihat adanya
bintik putih.

Pengamatan perubahan kualitas air, terutama terhadap parameter kunci seperti
suhu, oksigen terlarut, pH, salinitas, alkalinitas, kesadahan, ammonia dan nitrit.

Diagnosis lanjut, udang dapat diangkat dari air untuk pengamatan yang lebih
detail secara mikroskopis. Untuk diagnosis lanjut, perlu diambil sample udang
dan dikirim ke laboratorium referensi (Laboratorium Riset Kesehatan Ikan Pasar
Minggu, Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut gondol, Balai Besar
Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, Balai Budidaya Laut Lampung, dan
Balai Budidaya Air Payau Situbondo).
2. Diagnosis Definitif.
Diagnosis defenitif adalah diagnosis yang didasarkan pada hasil pengujian di
laboratorium dengan berbagai teknik seperti:
47

Pengamatan karapas udang dengan menggunakan mikroskop.

Histopatologi.

Mikroskop elektron.

Bioassay.

DNA probes.

Polymerase Chain Reaction (PCR).
Dari keenam teknik tersebut, sejauh ini PCR merupakan teknik diagnosis yang cepat
dan tepat dalam mendeteksi patogen penyebab bercak putih. Selain itu, teknik PCR
sudah banyak digunakan oleh masyarakat.
48
BAB VI
VIRUS PATOGEN DAN BAKTERI PATOGEN PADA IKAN
A. Virus Patogen pada ikan
Virus adalah organisme bertubuh kecil yang tidak dapat dilihat oleh mata (patogen yang
paling kecil). Untuk melihatnya diperlukan mikroskop elektron yang kepekaannya lebih
tinggi dibandingkan dengan mikroskop biasa. Organisme ini tergolong unik karena tidak
mempunyai pencernaan sehingga harus menumpang hidup pada tubuh ikan untuk dijadikan
inang. Virus menyerang makhluk hidup, berkembang biak di dalam organisme inang dan
pada saat itulah dia akan menyebabkan kerusakan ataupun penyakit pada organisme inang.
Virus dapat memperbanyak diri di dalam organ pencernaan sel inang sekaligus memproduksi
asam nukleat untuk kebutuhan hidupnya. Di dalam tubuh inangnya, virus juga membentuk
selubung protein yang disebut capsid yang berguna sebagai media pertahanan diri terhadap
serangan organisme lain. Setiap virus memiliki bentuk capsid yang berbeda-beda.
Virus mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan mikroorganisme bersel tunggal. Perbedaan
Virus dengan mikroorganisme bersel tunggal berdasarkan pada:

Diameter virus yang sangat kecil (kurang dari 300 nm)

Virus tidak dapat tumbuh pada media mati.

Sifat-sifat pertumbuhan (siklus hidup) virus didalam hospes (insang).

Virus hanya mempunyai materi genetik berupa DNA atau RNA saja, tidak pernah
keduanya.

Asam nukleat virus bersifat infektif.

Virus tidak dapat melakukan metabolisme sendiri.

Virus tidak peka terhadap antibiotik.
Serangan virus membawa akibat kerusakan jaringan cukup luas dan membawa kematian
dalam waktu yang relatif cepat. Infeksi oleh virus sering berlanjut pada infeksi sekunder yang
dapat melemahkan tubuh ikan terutama ikan hias. Ada 3 (tiga) jenis virus yang sering
ditemukan menyerang ikan, yaitu :
a. Epithelioma papulasum
Virus ini sering menyerang ikan mas (C. carpio), Prussian carp (Carassius auratus) dan
juga beberapa jenis ikan hias. Serangan virus ini akan menyebabkan penyakit cacar,
49
sehingga pada tubuh ikan timbul bercak-bercak putih seperti susu yang secara perlahanlahan akan membentuk lapisan lebar mirip kaca atau lemak dengan ketebalan antara 1-2
mm. Jika serangannya gencar, maka dalam waktu yang singkat lapisan ini akan menutupi
seluruh permukaan tubuh ikan.
Serangan virus ini menimbulkan gejala penyakit cacar. Pada tubuh ikan muncul bercakbercak putih yang secara perlahan-lahan membentuk lapisan lemak yang berlendir dan
transparan. Serangan virus ini dapat dikendalikan dengan zat arsenik yang telah
dilarutkan ke dalam senyawa arycil. Kemudian suntikan larutan tersebut kedalam tubuh
ikan yang berukuran besar.
b. Hervesvirus
Virus ini sering menyerang ikan hias jenis catfish (berbagai jenis lele) sehingga penyakit
yang ditimbulkannya lebih dikenal dengan nama Channel Catfish Virus Disease (CCVD).
Infeksi CCVD disebabkan oleh virus Herpervirus, dan termasuk jenis penyakit yang
berbahaya karena dapat menyebabkan kematian massal pada lele, terutama perioda
pemeliharaan benih. Penyebaran penyakit ini dapat melalui induk atau pada saat
pengangkutan. Serangannya dapat menimbulkan kematian secara massal. Langkah awal
untuk mencegah serangan virus ini adalah memberikan suntikan imunisasi hervesvirus
yang telah dilemahkan. Selain itu dapat dilakukan tindakan pencucian kolam dengan
menggunakan klorin.
c. Limfosistis
Limfosistis merupakan penyakit ikan yang disebabkan oleh sejenis virus. Penyakit ini
dapat menyerang sejumlah besar ikan, akan tetapi serangannya biasanya terbatas pada
jenis-jenis ikan yang telah mengalami evolusi lanjut, seperti keluarga cichlid. Penyakit ini
tidak menyerang golongan cyprinid maupun catfish. Virus limfosistis pada dasarnya akan
menyerang sel-sel ikan sehingga sel tersebut akan membesar 50 hingga 100000 kali dari
ukuran normalnya. Pada saat infeksi berlangsung, sel-sel disekitar sel yang terinfeksi
akan dapat pula terserang dan membesar sehingga akan membentuk kumpulan sel-sel
berukuran besar yang mengandung banyak virus dan membentuk bintil berwarna putih.
Infeksi penyakit pada umumnya diawali dengan munculnya bintil kecil berwarna putih,
atau abu-abu atau kadang-kadang merah jambu. Munculnya terutama pada bagian sirip.
Tidak tertutup kemungkinan mereka muncul dibagian tubuh lainnya. Penyakit limfosistis
50
disebabkan oleh sejenis iridovirus (kelompok virus DNA). Virus ini memiliki ukuran
180-200 mikron sehingga cukup sulit untuk dilihat dengan menggunakan mikroskop
biasa. Sejauh ini belum diketahui pengobatan yang tepat untuk mengatasi limfosistis.
Meskipun demikian, penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya dan jarang berakibat
fatal.Ikan yang terserang harus dilolasi untuk mencegah terjadinya penularan, sampai
penyakit tersebut hilang. Ikan yang terserang biasanya akan menjadi kebal sehingga tidak
akan terinfeksi kembali. Ikan harus tetap dikarantina hingga sekitar 2 bulan setengah
penyakit hilang dari ikan yang bersangkutan. Satu-satunya cara agar limfosistis tidak
sampai menyerang ikan adalah dengan melakukan karantina yang memadai. Penyakit ini
biasanya baru terlihat 10 hari hingga 2 bulan setelah infeksi. Meskipun demikian,
karantina bagi limfosistis tidak perlu dilakukan pada ikan-ikan yang tidak dapat terserang
seperti ikan dari famili cyprinid. Ikan-ikan yang telah mengalami kontak dengan ikan
terinfeksi disarankan untuk dikarantina selama 2 bulan, sampai dipastikan bahwa infeksi
tidak terjadi.
Pada Gambar 16 dapat dilihat contoh virus patogen pada ikan.
Gambar 16. Contoh virus patogen pada ikan
51
B. Bakteri patogen pada ikan
Bakteri merupakan jasad renik yang kira-kira duapuluh kali lebih kecil dari sel jamur,
protozoa atau sel daging ikan. Penyakit bakterial pada ikan merupakan salah satu penyakit yang
dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Selain dapat mematikan ikan penyakit ini dapat
mengakibatkan menurunnya kualitas daging ikan yang terinfeksi. Sebagian besar bakteri
sebenarnya tidak menyebabkan penyakit, tetapi bakteri mempunyai mempunyai kemampuan
memperbanyak diri sangat cepat, apalagi jika bakteri tersebut berada dalam bagian tubuh hewan.
Bakteri patogen pada ikan dapat bersifat sebagai infeksi primer atau infeksi sekunder/kedua.
Dalam suatu kondisi dimana kadar bahan organik pada air sangat tinggi, akan banyak
terdapat bakteri patogen. Bahkan beberapa peneliti mengatakan bahwa bakteri mikroflora yang
banyak kedapatan pada usus ikan akan sesuai jenisnya dengan bakteri yang ada dalam
lingkungan perairan tersebut. Namun demikian ada beberapa bakteri yang tidak dapat hidup
lama di luar tubuh inangnya.
Penyakit akibat infeksi bakteria di Indonesia ternyata dapat mengakibatkan kematian
sekitar 50-100%. Infeksi penyakit yang sering terjadi antara lain pada budidaya ikan lele, ikan
mas, ikan hias dan ikan gurame. Pada usaha pembesaran ikan gurame antara lain dikenal dengan
istilah penyakit “tuberculosis”. Penyakit tersebut biasanya ditunjukkan dengan gejala-gejala
klinis antara lain luka dan pendarahan pada kulit, mata menonjol, bisul pada tubuh, pendarahan
pada pangkal sirip. Salah satu gejala yang sangat spesifik adalah adanya bintil-bintil (tubercle)
berwarna putih, biasanya terdapat pada daging, ginjal, hati, limfa dan mata. Penyakit bakteri
pada ikan ini cukup banyak menimbulkan kerugian selain menurunkan mutu daging ikan juga
akhirnya dalam tingkatan yang akut akan menyebabkan kematian ikan. Kematian yang
ditimbulkannya menurut para petani ikan dapat mencapai 50-60%.
Bakteri yang dapat menginfeksi ikan dikenal ada bermacam-macam bentuk dimana
masing-masing bentuk akan memberikan gambaran efek infeksi yang berlainan. Bentuk-bentuk
bakteri yang bersifat patogenik bagi ikan adalah : bakteri berbentuk bulat (coccus), bentuk bulat
bergabung dua sel (diplococcus), bakteri bentuk bulat bergabung seperti rantai (streptococcus),
bakteri bulat berkelompok beberapa sel (staphylococcus), bakteri berbentuk batang (bacillus),
bakteri berbentuk koma (vibrio)
Infeksi bakteri biasanya timbul jika menderita stres. Kematian banyak terjadi pada ikan
yang menderita stres karena serangan bakteri yang menyebabkan infeksi. Gejala akibat infeksi
52
bakteri secara keseluruhan sangat susah untuk dibedakan dengan gejala akibat infeksi virus.
Gejala-gejala tersebut pada umumnya tergantung sampai stadium mana tingkat infeksinya dan
gejala umum yang sering ditemukan antara lain sbb:
1. Gerakan ikan lemah.
2. Produksi lendir berkurang karena setelah ikan terinfeksi akan mengeluarkan lendir
yang berlebihan.
3. Timbul pendarahan dan nekrosa pada tempat infeksi.
4. Luka (ulcer) di tempat infeksi.
5. Beberapa bakteri menyebabkan rontok pada insang dan sirip.
6. Bengkak pada perut dan mengeluarkan cairan kuning darah (dropsy).
7. Mata menonjol (exophthalmos).
8. Beberapa bakteri dapat menghasilkan “tubercle” atau “granuloma” pada bagian tubuh
yang terinfeksi.
Bakteri yang biasanya menginfeksi ikan lebih banyak tergolong pada bakteri gram
negatif. Tetapi bakteri gram positif juga ada yang dapat menginfeksi ikan seperti treptococcus
sp. dan Mycobacterium spp. Beberapa contoh bakteri yang biasanya menginfeksi ikan antara lain
adalah :
1. Penyakit Columnaris (luka kulit, sirip dan insang)
Penyebab : Flexibacter columnaris (Syn : Flavobacterium columnare).
Bio-Ekologi Patogen : bakteri gram negatif, aerobik, berbentuk batang kecil dengan
lebar 0.5 m dan panjang 12 m. Bakteri tersebut bergerak secara merayap seperti
ulat, bentuk koloninya pipih dengan permukaan koloni yang tidak teratur (irregular),
tumbuh pada media campuran pepton yang ditambah 1% media agar.
Epizootiology: merupakan penyebab dari penyakit Columnaris. Sifat serangannya
bisa kronik, akut atau perakut, dan biasanya terjadi pada level suhu diatas 18 oC, dan
infeksi jarang terjadi pada keadaan pH rendah dan kandungan bahan organik yang
rendah.
Gejala klinis: Lecet (lesi) biasanya terjadi pada kulit badan atau bagian kepala atau
pada insang, yang dimulai seperti bintik putih yang kemudian berkembang menjadi
pendarahan. Infeksi di sekitar mulut, terlihat seperti diselaputi benang (thread-like),
53
sehingga sering disebut penyakit “jamur mulut”. Di bagian pinggir luka
tertutup
oleh lendir (pigmen) berwarna kuning cerah. Infeksi pada insang biasanya langsung
menimbulkan nekrosa dan kematian akan cepat terjadi akibat insang yang rontok.
Penanggulangan sebaiknya ditujukan lebih pada tindakan pencegahan yaitu dengan
perbaikan kondisi lingkungan, mempertahankan kualitas air, mengurangi kandungan
bahan organik dalam air dan penambahan oksigen. Pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan antibiotic seperti Oxytetracyclin hydrochlorid (OTC HCl) 5 –
10 mg/ l air dengan cara merendamnya selama 24 jam.
Pada Gambar 17 dapat dilihat satu contoh infeksi Flexibacter columnaris dan insang
ikan yang diserangnya.
Gambar 17. Morfologi Flexibacter columnaris dan insang pada
ikan yang terinfeksi
2. Penyakit merah
Penyebab : Aeromonas hydrophila adalah salah satu spesies bakteri yang terdapat di
hampir seluruh lingkungan perairan tawar maupun payau, bahkan pada feces
mammalian, katak dan manusia. Bakteri ini bersifat gram negatif, bentuk batang 0.70.8 mx1.0-1.5 m, bergerak dengan menggunakan polar flagella, cytochrom
oksidase positif, fermentative dan oksidatif. Bakteri ini tumbuh pada kondisi air
tawar, terutama pada kondisi kandungan bahan organik tinggi.
Epizootiology : A. hydrophila dikenal dengan penyebab penyakit merah, bersifat
septisemik, biasanya sebagai infeksi kedua. Tetapi hasil penelitian Hayes (2000)
54
menunjukkan bahwa A. hydrophila sebagai bakteri patogen pada ikan dapat berperan
baik sebagai patogen primer maupun sekunder. Sifat serangannya sangat bergantung
pada spesies inang dan virulensi strain bakteri. Cara penularan penyakit ini secara
horizontal (antar individu-individu dalam satu spesies) atau berbeda spesies dalam
suatu populasi dan atau komunitas) tetapi tidak secara vertical (dari induk kepada
keturunannya).
Pada umumnya penyakit ini akan timbul pada ikan yang
penanganannya kurang sempurna, pakan yang kurang tepat
baik mutu maupun
jumlahnya, banyak terinfeksi oleh parasit, serta air kolam yang terlalu subur, serta zat
asam yang sangat rendah.
Gejala klinis: warna ikan menjadi lebih gelap, nafsu makan berkurang atau hilang,
bergerombol dekat saluran pembuangan, dan kadang-kadang timbul luka pada kulit
jadi kemerah-merahan. Jika kita membedah ikan yang
terinfeksi gejala yang
ditunjukkannnya adalah hatinya berwarna pucat, dan pendarahan terjadi pada organ
dalam seperti hati, ginjal, limpa dan gelembung udara.
Penanggulangan: manajemen budidaya yang baik, mengurangi kesuburan kolam,
serta pemberian pakan yang tepat baik jumlah maupun mutunya.
Pengobatan : dapat dilakukan menggunakan antibiotik melalui suntikan, makanan atau
perendaman . contoh nya OTC HCl 25-30 mg/kg ikan, diberikan 3 kali penyunikan
dengan interval 3 hari sekali.
Gambar 18. Ikan yang menderita penyakit merah,
akibat infeksi Aeromonas hydrophila
55
3. Penyakit Furunculosis
Penyebab: Aeromonas salmonicida adalah bakteri gram negatif, tidak bergerak,
dengan ukuran 0.8-1.0 x 1.5-2.0 m. Bakteri memiliki 3 subspecies yaitu A.
salmonicida ssp salmonicida yang memproduksi pigmen coklat, A. salmonicida ssp
achromogenes tidak memproduksi pigmen coklat dan tidak mereduksi nitrat, A.
salmonicida ssp masoucida yang tidak memproduksi pigmen coklat tetapi
memproduksi indol dan H2S.
Habitat: Ikan-ikan air tawar merupakan pembawa penyakit. Bakteri tidak hidup lama
diluar tubuh inangnya. Bakteri tersebut dapat menginfeksi ikan salmonid dan nonsalmonid.
Distribusi: Aeromonas salmonicida, merupakan penyakit yang daerah sebarnya
cukup luas hampir seluruh dunia terutama daerah yang banyak memelihara ikan
salmon.
Epizootiology : Ikan yang terinfeksi berat (acute) oleh penyakit ini kebanyakan akan
mati dalam waktu 2-3 hari. Patogen dapat hidup pada air tawar sekitar 19 hari,
sedangkan pada air payau antara 16 - 25 hari sedangkan pada air laut dapat aktip
kembali antara 24 jam sampai 8 hari Efek patologi dari penyakit ini dikatakan karena
diproduksinya ekstrak luaran sel (ECP) oleh patogen tersebut yaitu leucocytolytic
yang dapat merusak leucocyte yang akan mengakibatkan leucopenia.
Gejala klinis: Ikan yang terinfeksi akan menunjukkan gejala lecet dan luka serta
borok pada kulit sehingga akan menurunkan mutu daging. Dari organ yang terluka
apabila larut kedalam air maka akan dapat menginfeksi inang yang cocok.
Pengobatan :
Ikan yang terserang bakteri jenis ini dapat diobati dengan memberikan 12 gram
sulfamerazin dan 6 gram sulfaguanidine untuk setiap 55 kg pakan perhari yang
diberikan pada tiga hari partama.
56
4. Penyakit Vibriosis
Penyebab: Vibrio spp., bakteri ini memiliki ukuran 0.5 x 1.0-2.0 m, bersifat gram
negatif, berbentuk batang bisa lurus maupun bentuk koma, bergerak dengan
menggunakan polar flagella, fermentative dan cytochrom oksidase positif, sensitive
terhadap vibriostat 0/129 (pteridine). Vibriosis merupakan penyakit sekunder, artinya
penyakit ini muncul setelah adanya serangan penyakit lainnya misalnya protozoa atau
penyakit lainnya.
Habitat: sumber utama adalah species ikan laut sebagai pembawa, namun bakteri ini
juga telah ditemukan pada invertebrata dan benthos. Tumbuh hampir disegala media
umum yang mengandung NaCl 1-1.5%.
Epizootiology: Vibriosis merupakan penyakit yang potensial bagi ikan laut, baik yang
dibudidayakan maupun bagi ikan liar. Sebetulnya pada keadaan normal bakteri tsb
merupakan mikroflora pada usus ikan air laut. Suhu ambang untuk terjadinya wabah
tergantung dari species ikan msalnya untuk salmon dan turbot pada level suhu 10-11oC.
Kematian yang diakibatkannya dapat mencapai 50% terutama apabila terjadi pada ikan
yang berumur muda. Vibriosis merupakan penyakit sekunder, artinya penyakit ini
muncul setelah adanya serangan penyakit yang lain misalnya protozoa atau penyakit
lainnya.
Gejala klinis: anorexia, warna tubuh menjadi gelap, warna insang pucat. Pada infeksi
akut ikan akan menunjukkan gejala
tubuh membengkak, luka pada kulit yang
mengeluarkan nanah. Pada infeksi kronik akan terbentuk granuloma, dan pendarahan
pada rongga perut.
Penanggulangan : lebih ditujukan pada pencegahan yaitu dengan vaksinasi dan seleksi
ikan yang tahan terhadap infeksi penyakit.
Pengobatan :
Pemberian antibiotik melalui pakan ataupun suntikan yang sesuai (jenis, dosis, dan
lama pemberian disesuaikan dengan peraturan).
Beberapa contoh antara lain :
menggunakan Oxytetracycline sebanyak 0.5 gram per kg pakan ikan selama 7 hari, atau
dengan Sulphonamides 0.5 gram per kg pakan ikan selama 7 hari, atau Chlorampenicol
57
sebanyak 0.2 gram per kg berat pakan ikan selama 4 hari. Jika ikan tidak mau makan,
cobalah dengan pengobatan melalui perendaman menggunakan Nitrofurozon 15 ppm
selama lebih kurang 4 jam atau dengan Sulphonamides 50 ppm selama lebih kurang 4
jam.
Gambar 19. PL udang yang terinfeksi Vibro sp.dan Vibrio
harveyi
5. Penyakit Edwardsielosis
Penyebab: Edwardsiela tarda, bakteri bersifat gram negatif berbentuk batang dan
bergerak dengan menggunakan flagella, bersifat fermentatif dan
mampu
memproduksi H2S.
Sampai saat ini penyakit ini telah dilaporkan dapat menginfeksi hampir semua jenis
ikan termasuk salmon, chanel catfis, ikan mas, sidat, tilapia dan flounder.
Gejala infeksi: ikan pucat, gembung perut, pendarahan pada anus, anus tertekan
kedalam, dan mata
pudar. Gejala klinis pada organ dalam adanya bintil kecil
berwarna putih terdapat pada insang, ginjal, hati dan limfa dan kadang-kadang pada
usus.
Hal yang berperan membantu terjadinya wabah diduga karena ular, kotoran manusia
dan binatang lainnya. Namun wabah biasanya terjadi pada suhu tinggi yaitu 30 oC dan
kandungan bahan organik tinggi. Jumlah kematian akan tergantung pada keadaan
lingkungan tetapi dari data yang ada ternyata pada kolam ikan lele biasanya kematian
tidak lebih dari 5%. Namun demikian apabila ikan tersebut dipindahkan maka infeksi
58
penyakit tersebut akan bertambah ganas dan dapat menyebabkan kematian sekitar
50% dari populasi.
Ikan yang ternfeksi akan menunjukan gejala terjadinya luka pada kulit dan kemudian
meluaskan bagian daging. Luka ini sering mengakibatkan pendarahan. Pengobatan:
adalah dengan memberikan sulfamerazin atau OTC melalui penyuntikan atau
dicampurkan pada pakan.
6. Penyakit Streptococciosis
Penyebab: Streptococcus iniae.
Bio-Ekologi Patogen : termasuk bakteri gram positif berbentuk bulat kecil (coccus),
bergabung menyerupai rantai, non-motil, koloni transparan dan halus dan mempunyai
kemampuan menyerang sel darah merah. Streptococcus merupakan bakteri yang
resisten terhadap berbagai antibiotik yang secara terus menerus dipergunakan untuk
mengobati infeksi bakteri yang lain. Infeksi : Streptococcus pada ikan dapat
berlangsung secara kronik hingga akut. Kemampuan menyerang sel darah karena
species ini miliki  dan atau - haemolytic. Seperti misalnya S. agalactiae memiliki
 dan - haemolytic. Penyakit ini banyak dilaporkan pada ikan yang dipelihara pada
lingkungan perairan tenang (stagnant) dan sistem resirkulasi. Infeksi ini banyak
ditemukan di organ otak, sehingga ikan yang terinfeksi sering menunjukkan tingkah
laku abnormal seperti kejang atau berputar.
Gejala Klinis : gejala yang ditimbulkannya meliputi mata menonjol, gembung perut
(dropsy), pendarahan pada mata, tutup insang dan pangkal ekor, warna ikan menjadi
lebih gelap, dan ikan berenang cepat tidak karuan, pertumbuhan ikan menjadi lambat.
Sedangkan ciri pada organ dalam meliputi kerusakan ginjal, hati, limpa dan usus.
Seringkali infeksi Streptococcus tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas kecuali
kematian yang terus berlangsung. Biasanya penyakit ini diamati lewat pemeriksaan
laboratories.
Species ikan yang terinfeksi meliputi: ikan ekor kuning, tilapia, sidat, rainbow trout,
channel catfish, golden shiner, lele-lelean (Arius felis) ,silver trout dan mullet.
59
Efek yang ditimbulkan adalah ikan menjadi sulit bernapas dan hilang kemampuan
dalam menentukan arah dan gerak (inkoordinasi). Mata menjadi buram, nekrosis dan
dapat menyebabkan kondisi kebutaan. Kerusakan organ-organ internal akan
mengakibatkan kematian.
Pencegahan dan pengendalian : manajemen kesehatan ikan terpadu (inang,
lingkungan dan patogen), ikan yang terinfeksi segera diambil dan dimusnahkan,
hindari penggunaan air dari kolam yang sedang terinfeksi bakteri tersebut.
menghindari kepadatan tinggi, pakan berlebih dan penanganannya kasar.
Pengobatan : Erythromycin 50 – 100 mg/kg berat badan ikan / hari melalui pakan
selama 21 hari, Oxytetracycline 50 – 75 mg/kg ikan /hari melalui pakan selama 10
hari, Tetracycline 75 – 100 mg/kg ikan/hari melalui pakan selama 14 hari.
Pada Gambar 20. di bawah ini terlihat ikan yang terinfeksi bakteri Streptococcus
iniae.
Gambar 20. Ikan yang terinfeksi bakteri Streptococcus iniae, serta
gejala spesifik pada hati yang pucat dan teksturnya rapuh
7. Penyakit Mycobacteriosis
Penyakit ini disebabkab oleh bakteri Mycobacterium spp. Species bakteri yang dapat
menginfeksi ikan adalah: M. marinum, M. foruitum dan M. chelonei.
Bio-Ekologi Patogen : Bakteri tersebut berbentuk batang agak bengkok, bersifat acid
fast dan gram positif, tumbuh pada media khusus seperti Lowenstein-Jensen,
Petragnani dan Ogawa and Sauton. Tumbuh agak lama sekitar 30 hari. Namun untuk
M. fortuitum dan M. chelonei akan tumbuh 7 hari dalam medium” Ogawa’s egg”
60
pada temperatur 25-30oC . Infeksi Mycobacterium banyak dilaporkan pada ikan yang
dipelihara pada lingkungan perairan tenang (stagnant) dan sistem resirkulasi,
sehingga jenis ikan seperti gurami dan cupang yang cocok pada kondisi tersebut
sering dilaporkan terinfeksi penyakit tersebut. Kolam tadah hujan dan pekarangan
dengan sumber air terbatas lebih rentan terhadap infeksi jenis penyakit ini.
Gejala klinis: Mycobacteriosis merupakan penyakit yang progresif chronik dengan
beberapa gejala klinis antara lain lesi seperti cacar, ikan lemah, pembengkakan pada
kulit, mata menonjol (exophthalmia) lesi dan borok pada tubuh.
kehilangan nafsu makan, lemah, kurus.
terutama vitamin E.
Ikan akan
Gejala ini diawali dengan kurang gizi
Jika menginfeksi kulit, timbul bercak-bercak merah dan
berkembang menjadi luka, sirip dan ekor geripis. Pada infeksi lanjut, gejala pada
organ dalam biasanya terdapat granuloma yang berwarna putih keabu-abuan atau
putih kecoklatan, terutama pada hati, limfa, ginjal dan pada daging ikan (dikenal
sebagai penyakit TBC).
Epizootiology dari penyakit ini sangat sedikit sekali diketahui. Kemungkinan
penyebaran penyakit tersebut dengan menelan langsung dari pakan atau kotoran yang
terinfeksi oleh Mycobacterium spp tersebut.. Di Indonesia telah ditemukan
menginfeksi ikan hias dan ikan gurame (Osphronemus gouramy). Insidensi infeksinya
dapat mencapai 60% degan. Kematian yang diakibatkan dapat mencapai 70-80%.
Diagnosa berupa isolasi dan identifikasi melalui uji biokimia.
Pengendalian dan Pengobatan : manajemen kesehatan ikan terpadu (inang,
lingkungan dan patogen), ikan yang terinfeksi segera diambil dan dimusnahkan,
hindari penggunaan air dari kolam yang terinfeksi bakteri tersebut.
Pengobatan
paling efektif adalah dengan menyuntikan antibiotik Streptomycin dosis 0,01 – 0,02
mg/g ikan atau dengan merendam ikan di larutan tersebut diatas dengan dosis 10 mg
per liter air. Streptomycin 50 – 75 mg/kg ikan/hari melalui pakan selama 10 hari,
Chloramine B atau T 10 ppm melalui perendaman selama 24 jam dan setelah itu
dilakukan penggantian air baru. Pemeliharaan dalam ”air hijau” secara ekstensif akan
mengurangi stress.
Pada Gambar 21. di bawah ini dapat dilihat morfologi Mycobacterium spp.
61
Gambar 21. Morfologi Mycobacterium spp. (acid fast) dan ikan yang
terinfeksi bakteri Mycobacterium spp.
8. Penyakit Nocardiasis
Penyakit ini disebabkan oleh Nocardia spp. adalah organisme bersifat aerob, gram
positif dan mungkin “acid fast’ berbentuk batang dan kadang-kadang bercabang.
Dapat menginfeksi baik ikan air tawar maupun ikan air laut.
Ikan yang terinfeksi menunjukkan gejala hilang nafsu makan (anorexia), ikan kurus,
pembengkakan terjadi pada daerah mulut dan perut yang menunjukkan adanya bintik
putih pada kulit, insang, daging dan organ dalam dan kadang-kadang penyakit ini
menimbulkan lesi. Gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala infeksi tuberkulosis.
9. Penyakit Enteric Septicaemia of Catfish (ESC)
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Edwardsiela ictaluri . Bakteri tsb tergolong
bakteri yang mempunyai sifat gram negatif, berbentuk batang, bergerak lamban
dengan menggunakan flagella. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 2030oC. Perbedaannya dengan E. tarda adalah bakteri E. ictaluri tidak memproduksi
H2S dan indol.
Gejala klinis dari penyakit ini ciri dengan keadaan ikan lemah menggantung arah
vertikal, berenang berputar (Spinning) dan kemudian diikuti oleh kematian. Pada ikan
yang berukuran panjang diatas 15 cm gejala klinis luar tidak pernah ditemukan.
Penyebaran penyakit tersebut meliputi seluruh wilayah Amerika dimana budidaya
channel catfish sangat intensif.
62
10. Penyakit Pasteurellosis.
Jasad penyebab penyakitnya adalah Pasteurella piscida. Yaitu bakteri gram negatif
tidak bergerak, berbentuk batang, fermentatif dengan warna koloni abu-abu sampai
kuning.
Pasteurellosis adalah penyakit septicaemia dimana gejala klinis pada infeksi akut
hanya menunjukkan gejala yang tidak dapat terdeteksi. Sedangkan gejala pada organ
dalam dapat ditemukan granuloma pada ginjal dan limfa yang berwarna putih keabuabuan. Oleh karena itu maka penyakit ini juga sering disebut dengan istilah
"pseudotuberculosis"
Pasteurellosis menyerang baik ikan yang dibudidayakan maupun ikan liar. Penyakit
ini hanya menginfeksi ikan laut pada suhu air sekitar 25 oC.
11.Penyakit Enteric Red Mouth Disease (ERM)
Penyakit ini disebabkan oleh Yersinia ruckeri, bakteri bersifat gram negatif,
berbentuk batang agak lengkung, bergerak dengan menggunakan 7-8 flagella. Ada
tiga tipe sel yaitu type 1, type 2 dan type 3 dimana type 1 sangat virulen, diikuti oleh
type 2 dan kemudian type 3.
Red Mouth Disease adalah suatu penyakit dengan gejala klinis warna merah pada
mulut dan kerongkongan akibat adanya pendarahan pada lapisan subcutan. Gejala
lainnya adalah pembengkakan dan erosi pada rahang, kulit jadi kehitaman,
pendarahan pada pangkal sirip, mata menonjol dan ikan lemah (Fuhrman et al., 1983)
dalam Hambali (2003). Gejala klinis pada organ dalam meliputi pendarahan pada otot
daging,lemak pada usus serta pembengkakakan terjadi pada ginjal dan limfa.
Penyebaran penyakit ini meliputi: Amerika Serikat, Canada, Denmark, Inggeris,
Perancis, Jerman, Italia, Norwegia dan Australia.
Penyakit ini terutama menyerang ikan kecil ukuran panjang sekitar 7.5 cm. Lebih
jarang menginfeksi ikan besar tetapi lebih bersifat chronik.
63
BAB VII
TEKNIK PENGENDALIAN PENYAKIT IKAN
Mencegah lebih baik dari mengobati adalah prinsip yang tepat untuk mengatasi setiap
gangguan penyakit ikan. Mencegah penyakit akan jauh lebih baik dari mengobatinya.
Pencegahannya berarti melakukan upaya-upaya agar ikan terhindar dari serangan penyakit.
Pada tahap awal, seorang petani ikan hendaknya memiliki kemampuan dan
keterampilan untuk mengenal tanda-tanda awal dari ikan yang terkena penyakit. Ini sangat
diperlukan agar tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap serangan penyakit tersebut juga
dapat dilakukan secara dini.
Kolam dan akuarium dapat dibersihkan secara mekanik, kimia atau biologis. Cara
mekanik dilakukan menggunakan peralatan pembersih, seperti alat sirkulasi dan filter.
Pembersihan secara kimia dilakukan dengan menggunakan larutan mutilen biru dan PK (Kalium
Permanganat). Secara biologis, kolam atau akuarium dibersihkan dengan memanfaatkan
organisme lain seperti bakteri pengurai dan tanaman air.
Beberapa kegiatan berikut ini juga bermanfaat untuk mengendalikan serangan
penyakit ikan yaitu:
1. PENGALIRAN AIR
Pengaliran air adalah salah satu cara untuk mengatasi serangan penyakit ikan di kolam,
disebabkan oleh senyawa beracun atau kualitas air kolam yang kurang memenuhi syarat.
Pengaliran dimaksudkan untuk mengencerkan senyawa beracun atau menciptakan kondisi
lingkungan kolam yang lebih baik, sehingga daya tahan tubuh ikan tetap baik.
Adanya aliran air yang lancar akan menghanyutkan sisa pakan dan hasil ekskresi,
sehingga tidak terdapat senyawa beracun hasil dekomposisi bahan tersebut. Aliran air juga dapat
mempertahankan temperatur dan konsentrasi oksigen di kolam tetap menunjang kehidupan ikan
Jika jumlah ikan yang terserang penyakit cukup besar, pengaliran dapat dilakukan di
kolam tersebut. Akan tetapi, jika hanya beberapa ekor ikan saja yang terserang, maka pengaliran
dapat dilakukan dalam bak atau wadah yang lebih kecil.
2. PENCUCIAN KOLAM
Sering dijumpai kematian ikan di kolam disebabkan masuknya senyawa racun ke dalam
kolam, baik disengaja maupun tidak. Penggunaan insektisida untuk pertanian maupun buangan
64
limbah industri yang tidak dilakukan secara hati-hati dapat menyebabkan masuknya senyawa
beracun tersebut ke dalam kolam dan menimbulkan masalah penyakit.
Untuk mengatsi kematian ikan secara masal karena keracunan sebaiknya dilakukan
penutupan saluran pemasukan air dan memindahkan ikan yang terkena racun secepat mungkin ke
kolam lain atau saluran air yang tidak tercemar oleh racun atau limbah industri. Tindakan
selanjutnya adalah mengeringkan kolam selama beberapa hari agar daya racun dari senyawa
tersebut menjadi lemah.
3. PERENDAMAN
Untuk mengobati ikan yang terserang penyakit di bagian luar tubuhnya (ektoparasit),
sebaiknya dilakukan tindakan perendaman dalam senyawa kimia tertentu.
Bila ikan yang
terkena penyakit hanya beberapa ekor, perendaman dapat dilakukan di dalam bak atau wadah
kecil.
Akan tetapi jika jumlah ikan yang terserang cukup banyak, sebaiknya dilakukan
perendaman di dalam kolam.
Perendaman ikan di dalam bak atau wadah kecil dapat dilakukan dengan membuat
larutan senyawa kimia sesuai dengan jenis organisme penyakit yang menyerangnya. Masukkan
ikan yang sakit ke dalam wadah tersebut dan biarkan selama beberapa saat. Ikan yang telah
direndam segera dimasukkan ke dalam bak yang airnya bersih untuk menghilangkan pengaruh
senyawa kimia selama perendaman. Jika belum sembuh, sebaiknya dilakukan perendaman ulang
dalam senyawa kimia, hingga ikan benar-benar sembuh.
Sebelum menebar senyawa kimia sesuai konsentrasi yang dianjurkan, saluran pemasukan
dan pengeluaran air harus ditutup dahulu, agar konsentrasi senyawa kimia tidak berubah. Agar
konsentrasinya seragam, senyawa kimia tersebut dilarutkan dahulu ke dalam beberapa liter air
dan kemudian barulah disebarkan secara merata ke seluruh permukaan kolam. Konsentrasi
senyawa kimia di dalam kolam harus lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi senyawa
kimia yang digunakan di dalam bak atau wadah kecil. Dengan demikian, proses perendaman
ikan di kolam berlangsung lebih lama.
Jika sebelum waktu perendaman yang ditetapkan berakhir ikan sudah memperlihatkan
tanda-tanda keracunan, sebaiknya segera dialirkan air baru yang segar dengan cara membuka
saluran pemasukan dan saluran pengeluaran air.
65
4. MELALUI PAKAN
Ikan yang telah terserang penyakit dapat juga disembuhkan dengan pengobatan melalui
pakan, terutama terhadap serangan yang tidak mengakibatkan kematian secara tiba-tiba.
Pengobatan melalui pakan sebaiknya segera dilakukan pada tahap awal terjadinya serangan,
sebab pada saat itu ikan masih mempunyai nafsu makan. Keterlambatan pengobatan akan
memberikan hasil kurang memuaskan, karena ikan telah kehilangan nafsu makan sehingga obat
yang diberikan lebih banyak terbuang percuma.
Prinsip pengobatan melalui pakan adalah meningkatkan daya tahan tubuh melalui
pemberian pakan dan membunuh organisme penyebab penyakit dengan obat yang sengaja
dicampurkan ke dalam pakan. Jenis obat yang umum digunakan melalui pakan antara lain
sulfamerazin, sulfadiazin, trisulfa, dan teramisin. Dosis yang diberikan tergantung pada jenis
obat yang digunakan. Satu gram sulfamerazin yang dicampurkan ke dalam 5 kg pakan sudah
cukup efektif untuk mengobati 30-50 kg ikan yang terserang penyakit. Lamanya pengobatan
biasanya berlangsung secara terus-menerus selama 5-10 hari.
5. PENYUNTIKAN
Pengobatan melalui penyuntikan dilakukan untuk mengobati ikan yang terserang
penyakit berupa parasit. Tindakan pengobatan melalui penyuntikan hanya efektif digunakan jika
ikan yang terserang jumlahnya relatif sedikit. Jika jumlahnya banyak, maka dibutuhkan tenaga,
waktu dan peralatan yang lebih banyak sehingga dianggap kurang efisien.
Teknik pengobatan ikan dengan cara penyuntikan biasanya dilakukan untuk induk ikan.
Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung ikan yang sakit, karena mudah dan resiko lebih
kecil dibandingkan dengan penyuntikan di bagian lainnya.
Penanganan terhadap ikan sakit dapat dibagi atas 2 (dua) langkah yaitu :
1.
Berdasarkan tehnik budidaya yaitu berupa tindakan-tindakan menghentikan pemberian
pakan pada ikan, mengganti pakan dengan jenis lain, mengelompokkan ikan menjadi
kelompok yang kepadatan/densitasnya rendah, dan bila tidak memungkinkan lagi maka
ikan dapat dipanen daripada menjadi wabah bagi ikan lainnya.
2.
Berdasarkan terapi kimia yaitu berupa pemeriksaan kepekaan dari masing-masing obat
yang telah dan akan digunakan, pemeriksaan batas dosis yang aman untuk masing-
66
masing obat agar tidak terjadi over dosis, dan memperhatikan keterangan yang
dikeluarkan oleh pabrik obat tersebut.
Di bawah ini diuraikan beberapa tindakan penanganan terhadap penyakit ikan antara lain
untuk :
1. Penyakit Virus : jika ikan terinfeksi virus sangatlah sulit untuk diobati, Ada 2 (dua)
tindakan pencegahan yaitu membersihkan virus penyebab penyakit dari lingkungan
dan meningkatkan kekebalan ikan terhadap virus. Tindakan pencegahan pertama
adalah dengan melakukan desinfeksi semua wadah dan peralatan, seleksi induk dan
telur bebas virus. Berikutnya adalah melakukan upaya meningkatkan kualitas telur,
penggunaan vaksin dan immunostimulan atau vitamin.
Diantara tindakan
penanganan yang ada, vaksin merupakan tindakan pencegahan yang efektif untuk
mengatasi penyakit virus, walaupun untuk penyakit virus herpes koi belum
dikembangkan. Untuk pengendalian penyakit virus pada udang, tidak ada jenis
antibiotika dan kemoterapi lain yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit
virus. Pencegahan lebih efektif untuk hal tersebut berupa penyediaan benih bebas
virus, pembersihan carrier (pembawa) di lingkungan tambak merupakan alternatif
yang paling berhasil untuk program pengendalian penyakit viral, penjagaan kualitas
lingkungan dan aplikasi immunostimulan dapat merangsang sistem kekebalan non
spesifik udang.
2.
Penyakit Bakterial
:
dapat diobati dengan antibiotika.
Tetapi penggunaan
antibiotika yang tidak tepat menghasilkan efek yang negatif. Pemilihan antibiotika
yang tepat adalah pekerjaan penting dalam mengatasi masalah infeksi bakteri.
Pemilihan antibiotika dilakukan berdasarkan hasil uji sensivitas obat. Antibiotika
dapat mengobati dengan cepat ikan yang terinfeksi bakteri, tetapi juga dapat
menghasilkan bakteri yang resisten terhadap antibiotika.
Untuk itulah maka
pengembangan vaksin sangat penting artinya.
3. Penyakit Jamur : sampai sekarang belum dilakukan tindakan penanganan untuk
infeksi jamur pada hewan air. Jadi pencegahan merupakan tindakan yang dapat
dilakukan.
Spora yang berenang di air untuk menemukan inang menunjukkan
sensitivitas terhadap beberapa zat kimia.
67
4. Penyakit Parasitik : umumnya ektoparasit dapat ditangani dengan zat kimia. Tetapi
telur dan siste memiliki resistensi terhadap zat kimia.
Berdasarkan keberadaan
parasit maka pengobatan kedua harus dilakukan setelah spora atau oncomiracidium
menetas. Untuk menentukan jadwal pengobatan untuk setiap parasit, studi siklus
hidup parasit sangatlah penting.
68
BAB VIII
PENYAKIT NON INFEKSI PADA IKAN
Penyakit pada ikan merupakan gangguan pada fungsi atau struktur organ atau bagian
tubuh ikan. Penyakit pada ikan dapat muncul akibat adanya faktor-faktor yang tidak sesuai
dengan syarat hidup ikan. Umumnya, serangan penyakit pada ikan terjadi akibat kelalaian
manusia yang membiarkan kondisi yang tidak seimbang atau tidak harmonis dalam hubungan
mata rantai kehidupan ikan, parasit dan lingkungan. Jika keadaan ini tidak mendapat perhatian
serius maka akan mengganggu kesehatan ikan.
Ikan akan mudah terserang penyakit dan
mengakibatkan kematian. Kerugian yang timbul akibat serangan suatu penyakit dapat berbentuk
kematian, pertumbuhan yang lambat bahkan tidak normal, atau produksi benih yang menurun.
Dengan demikian, kegagalan usaha budidaya ikan akibat penyakit tidak hanya disebabkan oleh
faktor tunggal saja, tetapi merupakan hasil interaksi yang sangat kompleks antara ikan budidaya
(kualitas, stadia rawan), lingkungan budidaya (intern dan ekstern) dan organisme penyebab
penyakit serta kemampuan dari pelaksana atau budidayawan itu sendiri. Pada intinya, kesehatan
ikan dapat menjadi terkontrol jika semua aspek lingkungan telah terkontrol pula.
Ikan yang pernah terserang penyakit dapat pula menjadi sumber penyakit karena
fungsinya menjadi agen (perantara) terhadap timbulnya penyakit baru di kemudian hari jika tidak
segera ditangani atau diobati secara tuntas.
Salah satu kelompok penyebab penyakit pada ikan yang juga harus diwaspadai oleh
petani ikan dan hobiis (kolektor) ikan adalah kelompok non-infeksi. Kelompok ini adalah
kelompok penyakit yang disebabkan oleh bukan jasad hidup, antara lain disebabkan oleh
perubahan lingkungan seperti kepadatan ikan terlalu tinggi, variasi lingkungan (oksigen, suhu,
ph, salinitas, dsb), biotoksin (toksin alga, toksin zooplankton, dsb), pollutan, rendahnya mutu
pakan dan lain-lain.
Penyakit akibat lingkungan pada ikan
sering terjadi.
Berdasarkan penyebabnya
dibedakan menjadi 3 golongan yaitu akibat faktor abiotik, faktor biotik dan faktor penanganan
(handling).
a. Faktor abiotik, seperti suhu/temperatur, pH, dan kesadahan.
69
Suhu/temperatur
Ikan mempunyai tahap toleransi yang maksimal dan minimal terhadap perubahan
suhu.
Jika terjadi perubahan suhu melebihi 5 oC secara mendadak, akan
mempengaruhi keseimbangan regulasi sistem saraf dan hormonal badan ikan yang
selanjutnya akan mengakibatkan gangguan terhadap sistem imunisasi.
Suhu yang tinggi di daerah tropis merupakan masalah yang sering ditemukan, karena
menyebabkan kurangnya kelarutan oksigen dan meningkatnya pertambahan
mikroorganisme di dalam sistem akuatik. Suhu rendah menyebabkan kecepatan
metabolisme turun dan nafsu makan ikan menurun. Suhu dingin di bawah suhu
optimum akan berpengaruh pada tingkat
kekebalan tubuh ikan, sementara itu
sedangkan suhu optimum berbeda-beda bagi masing-masing jenis ikan. ’Heat stress’
menyebabkan kadar metabolisme badan ikan meningkat, akibatnya ikan mengalami
penurunan selera makan dan mudah terjangkit penyakit akibat kurangnya ketahanan
melawan penyakit.
Cahaya dan Kelarutan Oksigen
Cahaya diperlukan untuk proses fotosintesis dan fotosintesis akan meningkatkan
kelarutan oksigen di dalam sistem akuatik. Banyak faktor yang berpengaruh dalam
proses ini akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen di dalam air.
CO2 + 2 H2X ----------- tenaga cahaya ----------- [CH2O] + H2O + 2X
6CO2 + 6H2O ----------- tenaga cahaya ----------- C6H12O6 + 6O2
Tahap kebutuhan oksigen terlarut untuk ikan adalah antara 4 - 10 ppm. Ikan dapat
hidup di bawah 4 ppm, tetapi kadar oksigen yang rendah akan mempengaruhi kadar
tumbuh besar ikan secara keseluruhan.
pH
Bagi ikan, pH air yang dibutuhkan akan bervariasi tergantung jenisnya . Pada
umumnya ikan akan toleran terhadap range pH tertentu misalnya untuk ikan hias
jenis Mas Koi dan Mas koki antara 6.2 - 9.2. Keberadaan pH air yang ekstrim
dibawah atau diatas pH optimum akan mengakibatkan gangguan pada kesehatan ikan.
70
Efek langsung dari pH rendah dan yang terlalu tinggi adalah berupa kerusakan sel
epitel baik kulit maupun insang, karena akan mengganggu pada proses penyerapan
oksigen terutama bagi ikan yang bernafas menggunakan insang.
Kesadahan
Kesadahan pada lingkungan petani ikan dikenal dengan istilah air lunak dan air yang
keras. Nilai kesadahan pada air biasanya ditentukan dengan kandungan kalsium
karbonat atau magnesium. Tingkatan nilai kesadahan untuk air dapat dibedakan
menjadi air yang lunak (air dengan kesadahan rendah), air yang sedang dan air yang
keras (kesadahan tinggi) dan sangat keras. Pada Tabel 6 di bawah ini dapat dilihat
tingkat kesadahan air berdasarkan jumlah kandungan kalsium karbonat.
Tabel 6. Tingkat kesadahan air berdasarkan pada jumlah kandungan kalsium
karbonat
Tingkat kesadahan
Kandungan kalsium
karbonat
0-50
Nilai kesadahan
(dCHo)
0-3.5
Sedang
50-150
3.5-10
Keras (tinggi)
150-100
10.5-21
> 300
>21
Lunak (rendah)
Sangat keras
Tiap jenis ikan terutama ikan hias memerlukan kesadahan air yang tidak sama,
misalnya ikan neon tetra memerlukan kesadahan air yang rendah jika dibandingkan
dengan ikan hias dari golongan siklid lainnya.
Pencemaran
Bahan cemaran berasal dari sumber air pada usaha budidaya ikan, yang menggunakan
sumber air dari sungai atau perairan umum lainnya.
Bahan cemaran berasal dari limbah domestik, aliran darat yang dibawa oleh hujan
maupun limbah industri berupa bahan beracun dan logam berat. Bahan cemaran
tersebut secara langsung dapat mematikan atau bisa juga melemahkan ikan.
71
Oksigen terlarut akan berkurang dikarenakan proses pembongkaran bahan organik dari
bahan cemaran oleh bakteria. Proses ini juga akan meningkatkan populasi bakteri
disamping meningkatkan kandungan sistem akuatik. Bahan cemaran dengan
konsentrasi rendah yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan menimbulkan
efek yang tidak mematikan ikan tetapi mengganggu proses kehidupan ikan (sublethal)
dan hal ini akan mengganggu kesehatan ikan. Pada kondisi demikian ikan akan mudah
terinfeksi oleh segala macam penyakit misalnya penyakit akibat infeksi jamur dan
bakteri.
b. Faktor Biotik
Adanya nutrien yang tinggi dari kondisi di atas akan mengakibatkan ‘alga bloom’,
yang akan menurunkan kandungan oksigen, meingkatkan karbondioksida dan pH air
melalui proses dekomposisi.
Algae yang menutupi permukaan air, menghalangi
cahaya yang masuk dan akan mengganggu proses pernafasan ikan. Sementara itu
algae yang tumbuh di dalam air berpengaruh terhadap pergerakan ikan karena akan
terperangkap oleh algae. Selain itu algae sel tunggal berupa filament, dapat masuk ke
dalam lembar insang dan mengganggu proses pernafasan ikan, sehingga ikan lama
kelamaan akan mengalami kekurangan oksigen.
Beberapa algae yang biasanya tumbuh berlebih (blooming) akan berpengaruh pada
pengurangan kandungan oksigen dalam air baik dari aktivitas fotosintesa terutama
pada waktu malam hari. Akibat dari aktivitas pembusukan algae akan menimbulkan
bahan beracun seperti ammoniak. Selain itu beberapa algae akan bersifat racun bagi
ikan misalnya dari jenis Mycrocystis aeruginosa.
c. Faktor Penanganan (Handling)
Beberapa faktor penanganan ikan perlu diperhatikan adalah : pemberian pakan yang
tidak seimbang, penanganan ikan secara kasar dan jumlah padat tebar terlalu tinggi.
Pemberian pakan yang tidak seimbang
Pemberian pakan secara berlebihan perlu dihindari, karena pakan yang berlebih akan
jatuh ke dasar perairan menjadi substrat pertumbuhan bakteri. Selain dari itu, bahan
72
organik menyebabkan proses perombakan dan selanjutnya akan meningkatkan
persaingan terhadap penggunaan oksigen.
Penanganan ikan secara kasar
Pada saat ikan dijadikan sampel pemeriksaan penyakit, tindakan penanganan ikan
secara kasar dapat menyebabkan cidera pada ikan. Masalah penyakit akibat bakteri
dan jamur merupakan masalah utama yang sering dihadapi akibat penanganan ikan
secara kasar.
Jumlah padat tebar terlalu tinggi
Kepadatan ikan yang terlalu tinggi menyebabkan ikan saling berebut oksigen.
Kekurangan oksigen akan menyebabkan ikan stres dan daya tahan tubuhnya menurun
sehingga mudah dihinggapi penyakit.
Bagi ikan berduri, badannya akan mudah
mendapat luka sehingga penyakit akan mudah menular dari satu ikan ke ikan lainnya.
Kondisi padat juga akan menyebabkan terjadi ‘krisis sosial’ di mana ikan yang besar
akan mendominasi ikan kecil, akibatnya proses tumbuhbesar ikan akan terhambat
sehingga ukuran ikan menjadi tidak seragam.
73
BAB IX
PENYAKIT NON INFEKSI PADA IKAN (PENYAKIT NUTRISI)
Seperti halnya manusia, ikan memerlukan nutrisi yang baik, agar bisa hidup dengan sehat.
Oleh karena itu ikan perlu diberi makan dengan makanan yang mengandung kadar nutrisi yang
memadai. Nutrisi yang harus ada pada ikan adalah protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan
vitamin.
Pakan ikan harus mengandung cukup protein, karena protein yang dibutuhkan oleh ikan
relatif tinggi. Kekurangan protein akan menurunkan daya tahan tubuh ikan terhadap penyakit dan
pertumbuhan ikanpun akan terganggu.
Kekurangan vitamin pada ikan mengakibatkan kelainan-kelainan pada tubuh ikan baik
kelainan bentuk tubuh ataupun kelainan fungsi faal (fisiologi). Contohnya ikan yang :
1. Kekurangan vitamin A mengakibatkan pada pertumbuhan yang lambat, kornea mata
menjadi lunak, mata menonjol dan mengakibatkan kebutaan, pendarahan pada kulit
dan ginjal.
2. Ikan yang kekurangan vitamin B1 (Thiamin) menunjukkan gejala : ikan lemah dan
kehilangan nafsu makan, timbulnya pendarahan atau penyumbatan pembuluh darah,
abnormalitas gerakan seperti kehilangan keseimbangan, dan warna kulit ikan menjadi
pucat.
3. Kekurangan vitamin B2 (Riboflavin) menunjukkan gejala: mata ikan keruh dan
pendarahan pada okuler mata, akibatnya ikan lama kelamaan akan mengalami
kebutaan, kulit berwarna gelap, nafsu makan hilang, pertumbuhan lamban dan
timbulnya pendarahan pada kulit dan sirip.
4. Ikan yang mengalami kekurangan vitamin B6 (Pyridoxine) akan menyebabkan
frekuensi pernafasan meningkat, ikan kehilangan nafsu makan, ikan lama kelamaan
akan mengalami kekurangan darah.
5. Vitamin C sangat berperan di dalam pembentukan kekebalan tubuh, karena itu
kekurangan vitamin C yang berlangsung dalam periode lama akan mengakibatkan
menurunnya daya tahan tubuh. Kekurangan vitamin C pada ikan akan menunjukkan
gejala ikan berwarna lebih gelap, pendarahan terjadi pada kulit, hati dan ginjal.
Kekurangan vitamin C juga akan menyebabkan terjadinya kelainan pada tulang
74
belakang yaitu bengkok arah samping (Scoliosis) dan bengkok arah atas dan bawah
(Lordosis).
Pada Tabel 7 di bawah ini dapat dilihat beberapa contoh kelainan pada tubuh ikan akibat dari
kekurangan nutrisi tertentu.
Tabel 7. Beberapa contoh kelainan pada ikan sebagai kekurangan jenis nutrisi tertentu
Gejala Kekurangan
Anemia
Anorexia
Acites
Ataxia
Atrophy of Gills
Atrophy of Muscle
Caclinosis : renal
Cartilage abnormality
Cataracts
Ceroid liver
Cloudy lens
Clubbed gills
Clotting blood; slow
Colouration: dark skin
Convulsions
Discolouration of skin
Deformations ; bone
Deformations ; lenss
Degenerations of gills
Dermatitis
Diathesis, exudative
Distended stomach
Distended swimblandder
Dystrophy, muscular
Nutrisi
Folic Acid, Inositol, Niacin, Pyrodoxine,
Rancid Fat, Riboflavin, Vitamin B12, Vitamin
C, Vitamin E, Vitamin K.
Biotin,
Folic
Acid,
Inositol,
Niacin,
panthothenic Acid, Pyrodoxine, Riboflavin,
Thiamin, Vitamin A, Vitamin B12, Vitamin C
Vitamin A, Vitamin C, Vitamin E,
Pyrodoxine, Pantothenic acid, Riboflavin
Panthothenic Acid
Biotin, Thiamin
Magnesium
Vitamin C, Tryptophan
Methionine, Riboflavin, Thiamin, Zinc
Rancid Fat, Vitamin E
Methionine, Riboflavin, Zinc
Pantothenic Acid
Vitamin K
Biotin, Folic Acid, Pyrodoxine Riboflavin
Biotin, Pyrodoxine, Thiamin
Fatty Acids, Thiamin
Phosphorous
Vitamin A
Biotin
Pantothenis Acid
Selenium
Inositol
Pantothenis Acid
Selenium, Vitamin E
Untuk menanggulangi akibat kekurangan vitamin maka tentu saja kita harus melengkapi
atau menambahkan beberapa vitamin pada pakan ikan.
75
BAB X
PENYAKIT NON INFEKSI PADA IKAN (PENYAKIT GENETIK)
Faktor genetik berpengaruh langsung pada bentuk fisik ikan dan keadaan ini tidak akan
bisa diobati dengan menggunakan obat antibiotik ataupun jenis yang lainnya.
Perkawinan kekerabatan pada ikan akan dapat menimbulkan masalah pada penurunan
daya tahan tubuh ikan tersebut terhadap infeksi suatu penyakit, karena perkawinan kekerabatan
akan mengakibatkan miskinnya variasi genetik dalam tubuh ikan itu sendiri. Kelainan lain yang
sering ditemukan pada ikan hasil perkawinan kekerabatan adalah tutup insang tidak tertutup
dengan sempurna. Hal tersebut akan mengganggu proses pernafasan ikan sehingga lama
kelamaan ikan akan mengalami kekurangan darah. Ini disebabkan rusaknya sistem pembuat
darah akibat dari minimnya oksigen yang dipasok pada jaringan pembuat darah.
Pencegahan penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit non infeksi adalah sebagai berikut :
1. Lingkungan, terutama sifat fisika, kimia dan biologi perairan akan sangat
mempengaruhi keseimbangan antara ikan sebagai inang dan organisme penyebab
penyakit. Lingkungan yang baik akan meningkatkan daya tahan ikan, sedangkan
lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan ikan mudah stress dan menurunkan
daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit non parasit.
2. Kepadatan ikan yang seimbang karena jika kepadatan ikan melebihi daya dukung
perairan (carrying capacity) akan menimbulkan persaingan antar ikan tinggi, oksigen
terlarut menjadi rendah dan sisa metabolisme seperti amoniak akan meningkat
sehingga dapat menimbulkan stress dan merupakan penyebab timbulnya penyakit.
3. Pakan yang seimbang karena pemberian pakan yang kurang bermutu dapat
menyebabkan kekurangan vitamin sehingga akan diikuti oleh pertumbuhan yang
lambat atau menurunnya daya tahan ikan dan memudahkannya untuk diserang
penyakit. Disamping itu juga tingkat pemberian pakan dan kualitas pakan juga akan
mempengaruhi sistem kekebalan.
76
Untuk tindakan pengobatan penyakit non infeksi dapat dilakukan dengan perendaman,
penyemprotan dengan tekanan tinggi, melalui pakan dan melalui suntikan menggunakan
antibiotika.
77
DAFTAR PUSTAKA
Afriantono, E dan Evi Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius,
Yogyakarta.
Dailami. D, A.S. 2002. Agar Ikan Sehat. Swadaya . Jakarta.
Effendi Irzal. 2004. Pengantar Aquakulture. Swadaya. Jakarta
Lesmana, Darti. S, 2003. Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Ikan Hias. Penebar
Swadaya.
Maloedyn.,S., 2001. Mengatasi Penyakit Hama Pada Ikan Hias. Agro Media Pustaka. Jakarta.
http: // www.fri.gov.my/ppat/culture/ diesease.
78
Download