Tatalaksana Konservatif Pasien Dewasa dengan Trauma Tumpul

advertisement
LAPORAN KASUS
Tatalaksana Konservatif Pasien Dewasa
dengan Trauma Tumpul Ginjal Derajat IV Terisolasi
I Made Udiyana Indradiputra, Tri Hartono
BIMC Hospital Nusa Dua, Bali, Indonesia
ABSTRAK
Trauma ginjal adalah trauma saluran kemih yang paling sering, tetapi trauma ginjal berat terisolasi cukup jarang. Tulisan ini membahas kasus
pasien dewasa dengan cedera ginjal derajat IV terisolasi yang ditatalaksana konservatif non-operatif. Tidak ditemukan komplikasi signifikan
selama masa observasi dan pasca-rawat. Tatalaksana konservatif non-operatif dapat menjadi salah satu pilihan tatalaksana trauma ginjal
derajat IV tanpa masalah hemodinamik.
Kata kunci: Tatalaksana konservatif, trauma ginjal derajat IV terisolasi
ABSTRACT
Renal trauma is the most common urinary tract trauma, but isolated severe renal trauma is rare. This report discusses a case of isolated
stage IV kidney trauma treated conservatively. The hemodynamic status was stable and no significant complication was found during
observation and after discharge. Conservative management can be chosen as alternative treatment of stable stage IV renal trauma
without hemodynamic problems. I Made Udiyana Indradiputra, Tri Hartono. Conservative Management on Isolated stage IV Renal
Blunt Trauma in Adult.
Keywords: Conservative management, stage IV isolated renal trauma
PENDAHULUAN
Trauma ginjal terjadi pada sekitar 1-5%
seluruh kejadian trauma dan pada sekitar
10% pasien trauma abdomen.1,2 Trauma
ginjal signifikan (derajat II hingga derajat V)
terjadi hanya sekitar 5,4% dari seluruh kasus
trauma ginjal.2 Trauma ginjal hampir selalu
disertai trauma organ abdomen lain. Trauma
yang hanya mengenai ginjal (trauma ginjal
terisolasi) terdapat pada 10-20% kasus
trauma ginjal.2 Pada kasus ini akan ditinjau
peran tatalaksana konservatif pada trauma
tumpul ginjal berat terisolasi pada pasien
dewasa.
KASUS
Seorang pria 59 tahun, datang dengan
keluhan nyeri pinggang dan punggung
kiri setelah terjatuh. Pasien terpeleset
dan terjatuh saat lari sore, area perut dan
pinggang kiri membentur trotoar sekitar
satu jam sebelum ke rumah sakit. Survei
awal trauma tidak menemukan masalah
pada saluran napas (Airway), tulang leher dan
Alamat korespondensi
pernapasan (Breathing), serta tanda-tanda
vital stabil (Circulation). Pasien menyangkal
riwayat hilang kesadaran. Pasien sadar saat
pemeriksaan (well oriented/no disability).
Ditemukan jejas minimal di pinggang kiri
tanpa defans abdomen dan beberapa luka
lecet di ekstremitas tanpa tanda fraktur.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
dahulu yang signifikan, riwayat kelainan
anatomi disangkal, pasien tidak sedang
menggunakan
obat-obatan,
konsumsi
alkohol disangkal. Riwayat alergi disangkal.
Pasien mengeluh warna urin kemerahan saat
miksi sekitar setengah jam pasca-terjatuh,
warna kemerahan terjadi di seluruh fase
miksi, dikonfirmasi dengan urinalisis yang
menunjukkan gross hematuria.
Pemeriksaan laboratorium awal menunjukkan hemoglobin (15 mg/dL), hematokrit
(44,2%), kreatinin serum (0,87 mg/dL) dalam
batas normal. CT Scan dengan kontras IV
dengan delayed excretory image menemukan adanya laserasi sekitar 2,2 cm dengan
ekstensi menuju pelvis renalis di bagian
medial korteks ginjal disertai hematom
perikapsular dan ekstravasasi kontras sekitar
pelvis renalis. Pasien didiagnosis trauma
ginjal kiri derajat IV.
Pasien tirah baring total selama 3 hari
di ruangan dengan pengawasan ketat.
Diberikan analgesik parasetamol 1 gram
intravena tiga kali sehari, disertai tramadol
50 mg intravena bila perlu untuk mengatasi
nyeri. Tranexamic acid intravena 500 mg,
tiga kali sehari juga diberikan. Produksi urin
diobservasi. Dilakukan pemeriksaan serial
hematokrit, hemoglobin, serta urinalisis
setiap 12 jam.
Tidak ditemukan penurunan hematokrit
dan hemoglobin selama observasi dan
terjadi perbaikan gejala hematuria. Setelah
hari ketiga nyeri minimal dan mulai
mobilisasi. Pasien mampu mobilisasi
tanpa nyeri pada hari kelima, sehingga
dilanjutkan perawatan poliklinis. Kontrol
email: [email protected]
CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016
123
LAPORAN KASUS
pemeriksaan laboratorium dan USG urologi
pada hari ketujuh tidak menunjukkan tanda
perburukan sehingga pasien dinyatakan
fit untuk terbang ke negara asal dan disarankan kontrol teratur.
PEMBAHASAN
Kecurigaan trauma ginjal diawali dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Trauma
deselerasi cepat atau trauma langsung
di area pinggang (flank) adalah indikator
kecurigaan trauma ginjal. Pasien memiliki
riwayat trauma langsung pada pinggang
kirinya saat terjatuh. Keluhan nyeri serta jejas
minimal di area pinggang yang diperkuat
dengan total gross hematuria (hematuria
makroskopis di seluruh fase miksi) merupakan indikator yang meningkatkan kecurigaan
trauma ginjal.3 Tanda lain seperti abrasi area
pinggang, fraktur tulang iga, dan distensi
dapat meningkatkan kecurigaan pada
trauma organ ginjal, namun tidak ditemukan
pada pasien ini. Dari anamnesis, pasien tidak
memiliki riwayat masalah ginjal sebelumnya.
Hal ini perlu mengingat pertimbangan
khusus pada pasien dengan masalah ginjal
sebelumnya, contoh pada kasus ginjal
soliter. Abnormalitas ginjal sebelum kejadian
(hidronefrosis, batu ginjal, kista, tumor) dapat
menimbulkan komplikasi pada trauma ginjal
minor.1
Hematuria baik mikroskopik maupun gross/
makroskopik sering ditemukan pada kondisi
trauma ginjal, namun tidak sensitif ataupun
spesifik untuk membedakan trauma minor
atau mayor. Trauma renal mayor seperti
trauma pedikel ginjal, trombosis arteri
segmental dapat muncul tanpa hematuria.1,4
Pemeriksaan hematokrit serial disertai
pemeriksaan hemoglobin berperan untuk
mengetahui tanda perdarahan aktif yang dicurigai apabila terjadi penurunan kadarnya.
Pemeriksaan serum kreatinin berperan untuk
evaluasi kerusakan ginjal, di samping untuk
evaluasi sebelum pemberian kontras pada
pencitraan. Namun, peningkatan kadar serum
kreatinin pada satu jam pertama biasanya
merefleksikan masalah ginjal sebelum
trauma, sehingga direkomendasikan pemeriksaan serial.1
Penentuan jenis pencitraan diagnostik pada
kasus kecurigaan trauma ginjal didasarkan
temuan klinis dan mekanisme trauma.
Sebagian pasien pasca-trauma tumpul tidak
124
memerlukan evaluasi radiografis. Indikasi
evaluasi radiologis adalah adanya gross
hematuria, hematuria mikroskopik, dan
tanda syok, atau adanya kecurigaan
trauma mayor organ lain. Pada riwayat
trauma deselerasi cepat perlu pemeriksaan
pencitraan segera untuk menyingkirkan
risiko avulsi ureter atau cedera pedikel
ginjal.1 Beberapa modalitas pencitraan
yang dapat digunakan antara lain
Ultrasonography (USG), yang dapat memberikan informasi cepat, non-invasif, dan
murah untuk deteksi cairan peritoneal
(contoh hemoperitoneum) tanpa terpapar radiasi, namun hasilnya sangat
ter gantung
operator.
Intravenous
Pyelography (IVP) hanya direkomendasikan
pada center di mana IVP menjadi modalitas
satu-satunya. One Shot Intra Operative IVP
(bolus intravena 2 mL/kgBB kontras diikuti
foto polos abdomen dalam 10 menit)
direkomendasikan hanya pada pasien
dengan hemodinamik tidak stabil yang
membutuhkan intervensi operatif segera,
untuk memberikan informasi mengenai
ginjal yang mengalami trauma dan evaluasi
fungsi ginjal kontralateral.2
Computed Tomography Scan (CT scan)
adalah metode standar baku emas untuk
penilaian radiologis pasien trauma ginjal
yang stabil.1,2,5 CT scan lebih sensitif dan
spesifik daripada IVP, ultrasonografi,
dan angiografi serta lebih akurat untuk
mendefinisikan detail anatomi, mencakup
kedalaman dan lokasi laserasi ginjal, trauma
organ abdomen lain, serta keadaan dan
lokasi ginjal kontralateral.1 Kontras intravena
memberikan informasi lebih akurat terutama
pada pasien dengan fungsi ginjal baik.
Kurangnya enhancement kontras pada ginjal
yang mengalami trauma merupakan tanda
trauma pedikel ginjal, juga dapat dicurigai
apabila ditemukan hematoma sentral
parahilar dengan enhancement kontras.
Pada kasus dengan kecurigaan trauma
ginjal, scan/pencitraan ulang ginjal perlu
dilakukan 10-15 menit pasca-injeksi kontras,
karena sebagian besar cedera tumpul ureter
dan cedera ureteropelvic junction dapat
diidentifikasi dengan delayed excretory CT
scan.1 Pada pasien ini dilakukan CT Scan
dengan kontras intravena dan ditemukan
laserasi sekitar 2,2 cm dengan ekstensi
menuju pelvis renalis pada bagian medial
Gambar 1. (A, B, C). CT scan dengan kontras intravena: ditemukan laserasi sekitar 2,2 cm dengan ekstensi menuju pelvis
renalis pada bagian medial korteks ginjal kiri disertai hematoma perikapsular (tanda panah).
Gambar 2. (A, B, C). Pada delayed CT scan ditemukan ekstravasasi kontras di pelvis renalis ginjal kiri (tanda panah).
CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016
LAPORAN KASUS
Tabel 1. Derajat cedera ginjal menurut American Association for the Surgery of Trauma (AAST)6
Derajat
Deskripsi Cedera
Kontusio
Hematuria mikroskopik atau gross, studi urologi normal
Hematoma
Hematoma subkapsular yang tak meluas tanpa laserasi parenkim ginjal
Hematoma
Hematoma perirenal yang tidak meluas.
Laserasi
Laserasi korteks ginjal dengan kedalaman <1 cm tanpa ekstravasasi urin
Laserasi
Laserasi korteks >1 cm tanpa ruptur sistem pengumpul dan tanpa ekstravasasi
urin
Laserasi
Laserasi parenkim ginjal meluas melalui korteks ginjal, medulla, dan sistem
pengumpul (collecting system)
Vaskuler
Cedera arteri atau vena segmental dengan hematoma atau laserasi pembuluh
darah parsial atau trombosis pembuluh darah
Laserasi
Shattered kidney
Vaskuler
Avulsi hilum ginjal yang menyebabkan devaskulerisasi ginjal
1
2
3
4
5
*Peningkatan satu derajat trauma pada kasus cedera bilateral hingga cedera derajat III.
korteks ginjal disertai hematom perikapsular
(Gambar 1). Pada delayed excretory CT scan
ditemukan ekstravasasi kontras sekitar pelvis
renalis (Gambar 2).
Penentuan derajat cedera ginjal berdasarkan klasifikasi American Association for the
Surgery of Trauma/AAST menggunakan
hasil CT Scan atau eksplorasi (Tabel 1).
Penentuan derajat cedera ginjal pada
pasien berdasarkan hasil CT Scan. Pada
pasien ditemukan laserasi kortek 2,2 cm (>1
cm) dengan ekstensi menuju pelvis renalis
(disertai ekstravasasi di sekitar pelvis renalis),
sehingga disimpulkan pasien mengalami
trauma ginjal kiri derajat IV.
Tatalaksana awal pasien trauma ginjal mengikuti standar tatalaksana pasien trauma
umum berdasarkan Advance Trauma Life
Support (ATLS). Tatalaksana non-operatif telah
menjadi standar pada pasien trauma ginjal
dengan hemodinamik stabil, khususnya
pada trauma derajat I – III klasifikasi AAST.1
Pasien trauma ginjal derajat IV dan V lebih
sering memerlukan eksplorasi bedah, tetapi
beberapa sumber menyebutkan bahwa
tatalaksana konservatif dapat menjadi pilihan
dalam situasi hemodinamik stabil.1,2,3 Pasien
trauma ginjal berat (derajat III hingga V) yang
ditatalaksana non-operatif harus diobservasi
ketat serta dilakukan pemeriksaan hematokrit
serial. Tirah baring total diindikasikan hingga
Gambar 3. Ilustrasi klasifikasi trauma ginjal derajat I hingga V dari American Association for the Surgery of Trauma (AAST)7
CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016
hematuria pulih. Pada pasien dengan
ekstravasasi urin atau parenkim non-viable
dapat dipertimbangkan pencitraan periodik,
namun beberapa sumber menyebutkan tidak
perlu bila tidak ditemukan tanda perberatan
gejala (demam, nyeri memberat, penurunan
hematokrit).1,2 Meskipun sebagian trauma
ginjal derajat II hingga IV dapat pulih tanpa
komplikasi, perdarahan ginjal tertunda dapat
terjadi hingga 25% yang dapat dideteksi
dengan pencitraan serial.1 Apabila perdarahan
menetap atau terjadi perdarahan ginjal
tertunda, tindakan angiografi dan embolisasi
selektif dapat menjadi pilihan.
Adanya trauma lain yang menyertai
trauma ginjal dapat mempengaruhi pilihan
tatalaksana. Sekitar 80%-90% trauma ginjal
juga disertai dengan trauma organ lain
yang memerlukan eksplorasi.2 Meskipun
mayoritas trauma ginjal derajat I hingga III
dapat diterapi secara non-operatif dengan
luaran yang baik, trauma ginjal derajat
IV dengan laserasi parenkim multipel
atau trauma ginjal derajat V hampir selalu
memerlukan eksplorasi operatif.1 Trauma
tumpul ginjal derajat IV tanpa cedera organ
abdomen lain (terisolasi) pada sebagian
besar kasus dapat diterapi secara nonoperatif.
Stabilitas hemodinamik adalah kriteria
primer tatalaksana konservatif trauma
ginjal. Tanda vital perlu diobservasi dan
dicatat secara rutin. Pada pasien ini tanda
vital dalam batas normal selama masa
observasi. Pasien trauma ginjal berat juga
harus dipantau ketat terhadap tanda-tanda
perdarahan serta dilakukan pemeriksaan
hematokrit serial. Pada kondisi ekstravasasi
urin, pemeriksaan pencitraan serial dapat
dipertimbangkan. Jika ekstravasasi urin
menetap dapat dipertimbangkan pemasangan ureteral stent untuk drainase dan
mencegah urinoma perirenal. Penggunaan
antibiotik spektrum luas juga disarankan
untuk mengurangi risiko abses perinefrik.1
Pada pasien ini dilakukan pencitraan ulang
dengan USG dengan pertimbangan tidak
invasif dan tanpa radiasi dengan hasil tidak
ditemukan tanda terbentuknya urinoma.
Tatalaksana
non-operatif
memerlukan
observasi ketat di rumah sakit dan tirah
baring total. Saat tanda gross hematuria
hilang, mobilisasi mulai dapat dilakukan,
125
LAPORAN KASUS
untuk pemantauan dini komplikasi, seperti
yang dilakukan pada pasien ini.
Ginjal yang mengalami trauma tumpul
dapat pulih secara baik dengan tatalaksana
konservatif; bahkan pada kondisi trauma
disertai ekstravasasi urin dan adanya
jaringan non-viable, 98% dapat ditatalaksana secara konservatif.1 Pada 6 kasus
cedera ginjal derajat V dengan hemodinamik stabil, 4 dari 6 (66%) ginjal
menunjukkan fungsi memuaskan setelah
tatalaksana
konservatif.1
Pencitraan
serial pasien ini menunjukkan tidak ada
perburukan kondisi atau penyulit, disertai
hasil laboratorium fungsi ginjal yang baik
dan tidak ditemukan penurunan hematokrit
atau hemoglobin selama masa observasi.
Kondisi klinis pasien juga membaik dengan
nyeri terkontrol disertai hemodinamik
stabil. Pasien tetap direkomendasikan untuk
evaluasi lebih lanjut. Kasus ini menunjukkan terapi konservatif non-operatif dapat
dipertimbangkan pada tatalaksana pasien
trauma tumpul ginjal derajat IV dengan
status hemodinamik stabil.
Gambar 4. Evaluasi trauma tumpul ginjal pada pasien dewasa1
akan tetapi tirah baring harus diperpanjang bila hematuria berulang. Pasien yang
telah mobilisasi tanpa penyulit dapat
dipertimbangkan untuk keluar rumah sakit
dengan kontrol ketat. Pasien juga perlu
diedukasi terhadap kemungkinan penyulit
seperti hipertensi pasca-trauma dan perdarahan ginjal tertunda (delayed bleeding).2
Trauma ginjal dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik yang segera (kurang
dari sebulan setelah trauma, contohnya
perdarahan,
infeksi,
abses
perinefrik,
sepsis, fistula, hipertensi, ekstravasasi
urin, dan urinoma) ataupun komplikasi
tertunda (hidronefrosis, batu saluran kemih,
pielonefritis kronis, fistula arterivena, dan
pseudoaneurisma).1,2,4 Risiko komplikasi
pada pasien yang ditatalaksana konservatif
meningkat sesuai derajat trauma. Pencitraan
serial dapat menjadi pertimbangan untuk
deteksi komplikasi pada masa observasi.
Salah satu sumber menyebutkan CT
Scan serial belum terbukti memberikan
keuntungan di atas risiko radiasi pada
pasien trauma ginjal.1 CT scan serial hanya
direkomendasikan pada pasien dengan
demam, penurunan hematokrit yang tak
dapat dijelaskan serta nyeri daerah ginjal
atau flank yang signifikan.1 Pengulangan
pencitraan dapat tidak dilakukan pada
trauma ginjal derajat I hingga IV sepanjang
kondisi klinis baik. Pencitraan yang kurang
invasif seperti USG dapat dipertimbangkan
SIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus seorang pria
berusia 59 tahun yang menderita trauma
ginjal kiri berat (derajat 4) terisolasi akibat
trauma tumpul saat terjatuh. Penegakan
diagnosis melalui CT Scan dengan kontras
intravena disertai delayed image. Dengan
kondisi hemodinamik awal yang stabil,
pasien kemudian ditatalaksana konservatif,
non-operatif dengan tirah baring total
selama 3 hari, disertai observasi ketat dan
terapi suportif. Pasien mengalami perbaikan
tanpa penyulit bermakna selama masa
observasi. Penegakan derajat diagnosis yang
tepat disertai stabilitas hemodinamik pasien
merupakan penentu keputusan tatalaksana
trauma ginjal berat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Summerton DJ, Djakovic N, Kitrey ND, Kuehhas F, Lumen N, Serafetinidis E. Guidelines on urological trauma. European Association of Urology. 2014.
2.
Santucci RA, Doumanian LR. Upper urinary tract trauma. In: Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, editors. Campbell’s urology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders
3.
McAninch JW. Injuries to genitourinary tract. In: McAninch JW, Lue TF, editors. Smith and Tanagho’s general urology. 18th ed. Singapore: Mc Graw Hill Medical; 2013. p.280-7.
4.
Serafetinides E. Renal trauma. In: Hohenfellner M, Santucci RA, editors. Emergencies in urology. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2007. p.201-19.
5.
American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced trauma life support for doctors (Student Course Manual). 9th ed. 2012.
6.
The American Association for the Surgery of Trauma. Kidney injury scoring scale [Internet]. 2015 [cited 2015 March 1] Available from: http://www.aast.org/library/traumatools/
7.
Scientific American Surgery. Injuries to the urogenital tract [Internet]. 2015 [cited 2015 March 1] Available from: http://www.sciamsurgery.com/sciamsurgery/institutional/figTabPopup.
Company; 2011. p1169-78.
injuryscoringscales.aspx#kidney
action?bookId=ACS&linkId=part07_ch11_fig3&type=fig
126
CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016
Download