Filsafat Hukum 1 Pertemuan 3

advertisement
Fokky Fuad
Dr (UI), SH (UB), M.Hum (UB)
FH-Universitas Al Azhar Indonesia
Aku tahu bahwa aku tahu
Aku tahu bahwa aku tidak tahu
Aku tidak tahu bahwa aku tahu
Aku tidak tahu bahwa aku tidak tahu



Filsafat atau philosophia, philo:
mencintai, sophia:
kebijaksanaan, dapat diartikan
sebagai orang yang mencintai
kebijaksanaan
filsafat mengajak seseorang
untuk berfikir secara mendasar,
ia mengajarkan bagaimana
seseorang berfikir
Memikirkan segala sesuatu
Mengapa berfikir?
Pada hakikatnya manusia
diberikan akal untuk
memikirkan segala sesuatu,
dan untuk itu filsafat
mengajak manusia untuk
meragukan segala sesuatu

Mengapa perlu diragukan?
Kebenaran hasil fikiran
manusia bersifat relatif
Karena berfikir secara
relatif maka tidak ada
satupun hasil pemikiran
manusia yang bersifat
benar mutlak.
Karena kebenaran fikir manusia
bersifat relatif, maka manusia
tidak dapat memutlakkan apa
yang berasal dari akal fikirnya.
 Bagaimana kaitan dengan
Hukum?
Kita tidak dapat memutlakkan
kebenaran hukum.
Begitu banyaknya faham/aliran
pemikiran dalam hukum

Relatif
Tidak ada kebenaran yang bersifat
mutlak
Dinamis
Akal fikir selalu bergerak untuk
menemukan kebenaran-kebenaran
baru
Spekulatif:
Kebenaran yang dicari belumlah
tentu ia temukan



Jika Filsafat mengajak manusia
untuk meragukan segala sesuatu
sehingga pada akhirnya mengajak
manusia untuk berfikir
Maka filsafat hukum mengajak
manusia untuk mempertanyakan
hakikat hukum:
Apa itu Hukum, Mengapa harus
Hukum? Apa tujuan Hukum? Apa
itu keadilan? Mengapa harus adil,
untuk apa keadilan itu?



Ontologi Hukum:
Mempertanyakan apa itu hukum,
hakikat hukum
Epsitemologi Hukum:
Mempertanyakan pengetahuan
manusia tentang hukum
Aksiologi Hukum:
mempertanyakan bagaimana
hukum berperan mengatur
masyarakat
Aliran Hukum Alam (Natural Law):
 Hukum Alam Irrasional Religius:
Bahwa alam bergerak sesuai dengan
keseimbangan. Bahwa agar manusia sesuai
dengan alam, maka perilaku manusia tidak
boleh bertentangan dengan kehendak alam.
Pada sisi lain alam mengikuti kehendak Tuhan.
Keadilan, moral adalah sesuai dengan kehendak
alam, karena ia berasal dari kreasi Tuhan




Hukum alam berasal dari Tuhan!
Untuk itu hukum adalah benar jika
sesuai dengan kehendak Tuhan
yang tertuang dalam kitab suci.
Hukum dan moral tidak dapat
dipisahkan. Hukum dan moral
adalah pengaturan hidup
pergaulan manusia
Tokoh: Thomas Aquinas (12251274 M)
Pandangan Hukum Alam Thomas Aquinas:
 Lex Aeterna (hukum rasio Tuhan yang tidak dapat
ditangkap oleh panca indera manusia)
 Lex Divina (hukum rasio Tuhan yang dapat ditangkap
panca indera manusia)
 Lex Naturalis (hukum alam yang merupakan
penjelmaan lex aeterna ke dalam rasio manusia
 Lex Positivis (hukum alam yang diterapkan ke dalam
kehidupan manusia di dunia)
Menurut Aquinas, perilaku adalah benar jika
mengikuti kehendak Allah. Alam diciptakan
sebagai bentuk kemuliaan Allah.
 Manusia dalam hidup harus mengetahui mana
yang baik, mana yang buruk. Semua orang
mengetahui dasar moral: Yang baik harus
dilakukan, yang jahat harus dihindari, bonum
est faciendum malum est vitandum

Menurut Aquinas, Negara adalah bentuk
masyarakat yang sempurna (Societas Perfecta)
 Pemimpin negara harus memiliki kewibawaan,
dan itu harus ditentukan oleh Gereja, sebagai
pemimpin jiwa manusia. Gereja adalah bentuk
masyarakat yang sempurna dalam bidang
kerohanian. Maka Gerejalah yang berhak
menentukan isi dari hukum alam.

Aliran Hukum Alam Rasional
 Hukum adalah benar jika mengikuti
kehendak rasio manusia. Sekalipun
Tuhan tidak ada, maka kehidupan
akan terus berjalan karena rasio akan
mengendalikan manusia dalam alam.
Apa yang baik, benar maupun buruk
diserahkan kepada akal rasio
manusia bukan semata kehendak
Tuhan
 Tokoh: Hugo Grotius (1583-1645 M)
Pendapat Hugo Grotius:
 Sumber hukum berasal dari rasio manusia
 Hukum alam adalah hukum yang timbul sesuai dengan
kodrat manusia
 Hukum alam tidak dapat diubah
 Hukum alam diperoleh manusia dari akalnya, Tuhan
memberikan kekuatan mengikatnya
Positivisme Hukum lahir dari reaksi atas keberadaan
filsafat hukum alam. Positivisme hukum menolak
penerapan moral dalam hukum.
Positivisme merupakan faham yang menganggap
segala sesuatu adalah benar jika dapat diwujudkan,
dikonkritkan. Pada sisi ini moral merupakan hal yang
abstrak. Positivisme hukum lahir dari faham filsafat
empirisme, paham yang menyatakan kebenaran atas
benda yang berwujud.
Positvisme hukum bertolak dari
pemikiran Auguste Comte
(1798-1857):
manusia mengalami 3 fase
berfikir: Tahap Teologi, Tahap
Metafisika, dan terakhir tahap
Positif.
Tahap Teologi: Kebenaran berasal dari Tuhan
selaku penguasa/pengatur alam semesta
Tahap Metafisik: Meyakini adanya kekuatan2
gaib sebagai pengatur alam semesta
Tahap Positif: menolak segala yang abstrak dan
meyakini kebenaran adalah segala hal yang
dapat dibuktikan secara nyata/konkrit
Dalam Legal Positivism: Hukum adalah konkrit,
wujudnya tertuang dalam bentuk putusan
pengadilan (hakim) maupun undang-undang,
sedang moral & keadilan bersifat abstrak. Hukum
tidak terkait dengan moral, hukum ada sebagai
bentuk wujud kedaulatan penguasa atas
rakyatnya. Hukum bersifat logis juridis. Hukum
hanya terdiri atas perintah, kewajiban, & sanksi
Tokoh: John Austin, Rudolf von Jhering






Hukum diciptakan manusia (penguasa)
Hukum harus dilepaskan dari persoalan moral
Ada dua sub aliran positivisme hukum, yakni (1) aliran
positivisme hukum yang analitis; (2) aliran positivisme hukum
yang murni
Sistem hukum adalah sistem tertutup yang logis
Pertimbangan secara moral tidak dipertahankan, kecuali
dengan argumen rasional, fakta-fakta, atau bukti
Sanksi pidana harus spesifik untuk setiap kejahatan, selain itu
kerasnya sanksi tidak boleh melebihi daya preventifnya
Teori Hukum Murni menjelaskan
bahwa hukum harus dibersihkan dari
anasir-anasir non hukum.
 Hukum tidak berkepentingan dengan
keadilan, sosiologi, maupun
psikologi
 Sebuah norma adalah proposisi
“keseyogyaan” (ought) bukan
ekspresi dari “keapaan” (what is)
atau “keharusan” (must be)
 Proses hukum digambarkan sebagai
hirarki dari norma (Stufentheorie)
 Tokoh: Hans Kelsen
Pemikiran Hans Kelsen
dipengaruhi oleh pemikiran
Immmanuel Kant yang
membedakan antara yang
ada/kenyataan (Sein) dan yang
seharusnya (Sollen). Kelsen
juga membedakan antara
materi dan bentuk. Hukum
adalah bentuk sedangkan
keadilan adalah materi.
Paham Legisme ini
memandang hukum
hanyalah sebuah
undang-undang, di luar
undang-undang
bukanlah Hukum
Kajian Positivisme Hukum berdampak
kuat terhadap metode penelitian
hukum.
Hukum diartikan sebagai aturan-aturan
penguasa, maka
Fokus utama penelitian hukum normatif
adalah bahan-bahan hukum perundangundangan, putusan-putusan pengadilan
(Law on books)
Peneliti tidak melihat adanya hukum
yang bekerja dalam masyarakat.
Sosiologi Hukum bertitik tolak pada
pemikiran bahwa hukum merupakan
salah satu unsur dalam hidup
bermasyarakat.
Norma-norma hukum harus dipandang
sebagai sebuah kenyataan sosial.
Hukum diartikan sebagai
keseluruhan peraturan yang
ditemukan dalam suatu masyarakat.
Sifat normatif tidak termasuk dalam
kajian sosiologi hukum.
Tokoh: Max Weber (1864-1920),
Emile Durkheim (1858-1917)
Eugen Ehrlich: Hukum ditandai
oleh faktor-faktor sosial
ekonomi. Hukum merupakan
kenyataan sosial & bukan
semata-mata bersifat normatif
belaka. Norma hukum berasal
dari kenyataan-kenyataan dan
kenyataan tersebut melahirkan
hukum.

Ekonomi merupakan basis
kehidupan manusia. Dalam
ekonomi manusia sadar akan
kebutuhannya. Ketika ia
sadar, maka timbullah
hukum secara langsung.
Hukum bukanlah sebuah aturan yang lahir di
atas anggota-anggota masyarakat, melainkan
muncul dan diungkapkan dalam perilaku
mereka sendiri. Inilah yang disebut Hukum
yang Hidup (Living Law- Rechtsnormen)
Selain hukum yang hidup dalam masyarakat
juga terdapat juga norma-norma keputusan
(Entscheidungsnormen): Putusan pengadilan,
undang-undang.
Baik The Living Law maupun
Entscheidungsnormen keduanya dapat
menjadi norma-norma hukum.
Ehrlich berpendapat bhw hukum dapat menjadi
alat kesewenang-wenangan negara dan teror
sekelompok orang, tidak mungkin dihindari.
Secara internal hubungan antar kelompok
sosial ditentukan oleh anggota-anggota
kelompok tersebut lepas dari kewajiban negara
Pendekatan Lapangan untuk melihat bagaimana
hukum bekerja di masyarakat diterapkan
dalam metode penelitian hukum jenis socio
legal research.
Peneliti tidak semata-mata melihat pada
bagaimana hukum sebagai tumpukan aturan
perundangan atau putusan pengadilan,
melainkan bagaimana hukum beroperasi pada
lapangan-lapangan sosial masyarakat.




Hukum ditemukan, bukan dibuat
oleh manusia
Hukum terus berkembang sesuai
dengan perkembangan masyarakat
Undang-undang tidak berlaku
universal, setiap masyarakat
memiliki hukum kebiasaan sendiri
Tokoh: Frederich Karl von
Savigny
Menurut von Savigny, hukum itu tidak dibuat,
tetapi tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat. Bagi para sejarahwan, hukum
adalah produk dari perjalanan sejarah
masyarakat. Kenapa harus hukum Prancis
yang diterapkan di Jerman jika rakyatnya
punya landasan sejarah tata kehidupan sendiri..
Alasannya sederhana, namun berbau
nasionalis. Saat itu von Savigny hanya
ingin memberi tempat yang terhormat
bagi hukum asli rakyat Jerman di negeri
sendiri. Ia ingin agar hukum asli rakyat
Jerman itu berkembang menjadi hukum
nasional Jerman


Inti mazhab sejarah von Savigny berpangkal pada
pendapat yang menyatakan bahwa di dunia ini terdapat
bermacam-macam bangsa. Tiap-tiap bangsa tersebut
punya Volkgeist (jiwa rakyat) sendiri-sendiri. Jiwa
rakyat ini berbeda-beda, baik menurut waktu dan
menurut tempat.
Jadi, tidak masuk akal jika terdapat hukum yang
berlaku universal dan pada semua waktu, kata von
Savigny. Hukum, menurut von Savigny, sangat
bergantung atau bersumber pada jiwa rakyat.

Isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan
hidup manusia dari masa-ke-masa. Hukum
menurut von Savigny berkembang dari suatu
masyarakat sederhana yang pencerminannya
nampak dalam tingkah laku semua individu
kepada masyarakat yang modern dan
kompleks di mana kesadaran hukum rakyat itu
tampak pada apa yang diucapkan ahli
hukumnya.

Inti dari mazhab sejarah von Savigny diurainya
dalam buku“Von Beruf unserer Zeit fur Gesetzgebung
und Rechtswissenschsft” (tentang tugas jaman kita
bagi pembentuk undang-undang dan ilmu hukum).
Mazhab antropologi hukum muncul
untuk melihat bagaimanakah
hukum lahir dan berkembang
pada masyarakat-masyarakat
primitif.
Pada awal penjajahan Eropa,
peneliti Eropa memandang bahwa
masyarakat primitif di AsiaAfrika tidak memiliki hukum dan
dianggap sebagai masyarakat tak
beradab
Para antropolog menolak klaim para ahli
hukum Eropa tersebut, dan menyatakan
bahwa masyarakat Asia-Afrika juga
memiliki hukumnya sendiri.
Hukum yang hidup dan berkembang di
masyarakat tersebut umumnya tidak
tertulis layaknya peraturan perundangan
dan putusan pengadilan Eropa
Hukum yang ada di masyarakat dapat dilihat
dari sengketa-sengketa yang muncul di
permukaan, serta bagaimana masyarakat
menyelesaikan sengketanya
Para antropolog tersebut meneliti bagaimana
hukum bekerja, bagaimana masyarakat
memaknai dan bereaksi atas hukum yang
mengatur kehidupan mereka.
Hoebel menjelaskan terdapat cara untuk
mengetahui bagaimana hukum bekerja di
masyarakat:
a.
Ideological Methods
b.
Trouble cases methods
Tokoh: Bronislaw Malinowski, Adamson
Hoebel, Claude Levi’Strauss
Jika Sosiologi Hukum berusaha menemukan hukum
dalam bentuk berjalannya hukum di masyarakat, maka
antropolog hukum berupaya untuk menemukan hukum
dalam setiap kebudayaan
Hukum lahir dari setiap budaya, tidak ada satupun
budaya yang bersifat seragam, sehingga hukumpun
selalu dimaknai secara beragam
Para antropolog hukum berupaya untuk masuk dalam
setiap kebudayaan di dunia untuk menggali hukum
yang hidup dan berkembang dalam setiap kebudayaan
Keadilan menurut mazhab antropologi hukum
tidak dapat disamaratakan untuk setiap orang
dalam masyarakat, karena sekelompok
masyarakat akan memiliki kebudayaan yang
berbeda, maka hukum pun akan berbeda-beda.
Contoh: Hukum Adat
Mazhab Antropologi Hukum berupaya untuk
menemukan keadilan dalam setiap hukum
yang beragam.
Dalam perkembangan selanjutnya penelitian mengenai
kebudayaan tidak hanya sebatas pada masyarakat
primitif, melainkan juga terhadap masyarakat modern
perkotaan.
Penelitian terhadap pekerja pabrik di perkotaan dalam
penyelesaian sengketa diantara para pekerja. Penelitan
terhadap masyarakat urban perkotaan untuk
menemukan hukum yang mengatur diri mereka (self
regulation) serta meneliti pengaruh agama terhadap
kebudayaan
Mazhab antropologi Hukum berdampak pada metode
penelitian terhadap hukum. Para peneliti antropologi
hukum akan menggali hukum dengan cara memasuki
setiap kelompok kebudayaan. Para antropolog hukum
akan mencoba untuk melihat bagaimana hukum lahir
tumbuh, dan berkembang dalam setiap kebudayaan.
Para peneliti akan melihat bagaimana masyarakat
memaknai, menafsirkan, serta bereaksi terhadap hukum
yang mengatur dan mempengaruhinya, bagaimana
masyarakat bereaksi ketika muncul sengketa
Hukum dapat berfungsi sebagai alat
untuk merekayasa masyarakat (law as
a tool of social engineering)
 Hukum tidak sekedar melestarikan
status quo
 Hukum menjadi instrumen untuk
mengarahkan masyarakat untuk
menuju tujuan yang diinginkan,
bahkan jika dimungkinkan untuk
mengubah kebiasaan masyarakat yang
dipandang jelek
Tokoh: Roscoe Pound

Dikenal dengan nama Mazhab
Hukum Unpad
Hukum sebagai pembaharu
masyarakat.
Tokoh: Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmadja, SH
Pokok Pikiran:
 Pembangunan ekonomi-sosial
selalu membawa perubahan
 Hukum harus selalu ikut berperan
 Perubahan tersebut dapat dikontrol
agar berlangsung tertib dan teratur
Pada hakikatnya Sociological Jurisprudence bukanlah
sosiologi hukum, Sociological Jurisprudence
berupaya untuk mengatur masyarakat,
mengendalikan masyarakat, memunculkan tata tertib
masyarakat melalui hukum dalam hal ini melalui
Undang-undang.
Undang-undang harus mampu merubah perilaku
masyarakat. Hukum sebagai pengendali terjadinya
perubahan sosial masyarakat.
Karl Marx melihat bahwa
negara, hukum, agama, ilmu
pengetahuan merupakan cipta
manusia yang berada dalam
bangunan atas (supra
struktur). Sedangkan ekonomi
adalah infra struktur
(bangunan bawah). Ekonomi
menjadi alat pencapaian
tujuan masyarakat bawah
untuk mencapai kesejahteraan.
Bangunan atas acapkali menekan
bangunan bawah
Sehingga hukum menurut Marx hanyalah
sebagai alat kekuasaan semata.
Contoh: Munculnya Undang-undang
Penanaman Modal sebagai kehendak
para pemilik modal dan acapkali
mengabaikan hak-hak masyarakat
secara luas.
Negara beserta aturan hukumnya
diciptakan oleh para pemilik modal
(kapitalis) untuk menekan masyarakat
kecil (borjuis)
Bangunan sosial tersebut mencerminkan
adanya penghisapan kelas atas (Supra):
pemilik modal terhadap kaum bawah
(Infra): golongan borjuis.
Untuk itu diperlukan adanya revolusi politik
& sosial untuk menghancurkan tatanan
masyarakat kelas tersebut.
Masyarakat perlu membentuk tatanan tanpa
kelas, maka sisa kehidupan supra perlu
dihilangkan dengan menciptakan diktator
proletariat. Negara & Hukum yang
memihak kaum pemilik modal dihapuskan
agar tercipta kebahagiaan bersama

Marx tidak menjelaskan bagaimana hukum
yang ideal. Konkritisasi dari pikiran filsafat
Marx diwujudkan oleh Lenin melalui
Revolusi Oktober 1917
Feminist Legal Theory dikenal juga dengan
mazhab Feminist Jurisprudence adalah
pemikiran hukum yang berpihak pada
kesetaraan hak bagi perempuan.
Pemikiran hukum Jender ini dikembangkan
oleh gerakan feminis dunia yang berupaya
memperjuangkan hak-hak kaum
perempuan yang tertindas dalam bidang
hukum.
Kaum feminis berpendapat bahwa hukum
selalu berpihak pada kepentingan lakilaki/maskulin/patriakal
Penganut faham Feminist Legal Theory berpendapat
bahwa dunia berada dalam kekuasaan/dominasi lakilaki, sebagai contoh: adanya hukum waris yang
memberikan porsi lebih banyak kpd anak laki-laki
dibanding anak perempuan, adanya kekuasaan yang
harus dipegang oleh keturunan laki-laki, laki-laki
dianggap sebagai pemimpin rumah tangga, dsb.
Feminist Legal Theory memandang bahwa perlu adanya
keseimbangan serta kesederajadan peran antara lakilaki dan perempuan, khususnya dalam bidang hukum.
Gerakan feminisme kemudian
memperjuangkan hak-hak kaum
perempuan melalui parlemen untuk
memperoleh pengakuan hukum. Beberapa
hukum berlaku sbg hasil perjuangan
kaum feminis dunia seperti hak untuk
dipilih dan memilih dalam Pemilu,
Penghapusan kekerasan dalam Rumah
Tangga, dsb
Kaum Feminis juga berjuang menghapus
tradisi-tradisi lokal yang memarginalkan
peran perempuan dalam masyarakat.
Macam bentuk Gerakan Feminis:
Feminis Liberal: menjunjung kebebasan secara penuh
terhadap kaum perempuan
Feminis Radikal: mendukung hak-hak reproduksi
perempuan
Feminis Kultural: gerakan feminis yang berjuang untuk
kepentingan kaum perempuan tanpa menghilangkan
peran tradisionalnya
Filsafat Hukum Islam merupakan sebuah faham
aliran yang mengutamakan pada nilai
keadilan Ilahiah. Berbeda dengan Filsafat
Hukum Alam yang semata memberikan
kekuasaan pada Tuhan dan wakil Tuhan yang
berkuasa di bumi, maka pada Filsafat Hukum
Islam nilai keadilan difikirkan berdasarkan
kemaslahatan (Keadilan sosial)
Penggunaan akal dan ilmu memberikan
keleluasaan bagi manusia untuk berfikir
secara bebas.
Tokoh: Ibn Khaldun, Ibn Rusyd, Ibn Thaimiyah
Nilai keadilan dalam filsafat hukum
Islam dikembalikan pada kemampuan
fikir manusia dengan mengutamakan
nilai nilai kemaslahatan atau keadilan
sosial.
Penggunaan akal fikir manusia
menjadikan manusia dalam pemikiran
filsafat hukum Islam menjadi
mengemuka. Keadilan dalam
kerangka Islam adalah kehendak
Tuhan yang harus diterapkan menurut
akal manusia di bumi: Konsep Ijtihad.
Dalam Filsafat Hukum Islam Quran
memiliki kedudukan yang tertinggi
sebagai sumber hukum, keadilan adalah
perintah Tuhan bagi manusia.
Dalam konteks berfikir, maka manusia
mencoba untuk memaknai Quran dengan
pendekatan akal. Hasil yang dicapai
adalah menghasilkan Mazhab Hukum
Islam yang terdiri atas empat mazhab
hukum yang utama: Hanafi, Maliki,
Syafi’I, dan Hambali.
Keempat Imam Mazhab ini adalah pemikir
filosof hukum yang berupaya untuk
memahami ayat-ayat Tuhan
Penggunaan akal yang penting dalam
Islam telah mengakibatkan
perkembangan peradaban Islam
yang tinggi. Dalam konsep Hukum
Islam Quran sebagai sumber hukum
tertinggi memberikan perintahperintah kepada manusia, akan
tetapi Quran juga menghadirkan
nilai penghormatan yang tinggi bagi
akal manusia.
Untuk memasuki guna menghayati ayat-ayat
Tuhan dalam Quran, maka peran Hadis
menjadi penting. Hadis merupakan ucapan
Nabi yang menjelaskan maksud Quran.
Sedangkan akal manusia (ra’yu) menduduki
peringkat ketiga.
Dalam konteks Islam maka berlaku pendekatan
deduktif dimana Quran menjadi acuan utama.
Akan tetapi Quran memberikan keluasan
terhadap penggunaan akal guna memahami
sumber hukum utama tersebut. Hal ini
dilandasi pada dialog antara Muadz dan Nabi
Muhammad.
Peranan Wahyu dalam Hukum Islam sangat
penting, karena ia menjadi sumber hukum
utama, sedangkan dalam konsep hukum
alam wahyu tidak menjadi penting karena
adanya peranan akal budi manusia yang
mengatur.
Wahyu Allah yang tertuang dlm Quran
mengatur perilaku, tetapi mengingat adanya
peranan akal, maka budaya ikut memasuki
ranah hukum, sehingga terapan hukum
Islam dlm praktik cukup bervariasi di setiap
negara Islam.
Perdebatan di awal pemikiran filsafat
Islam adalah bagaimanakah manusia
dapat memperoleh kebenaran yang
sejati?
Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa
dengan akal manusia, seseorang dpt
mencapai sebuah nilai kebenaran,
sedangkan kaum Asyariiyah
berpendapat bahwa hanya melalui
ketentuan Allah seseorang
mendapatkan kebenaran
Perdebatan kedua terjadi antara Kaum
Qadariyah dengan kaum Jabariyah
berkaitan dengan kebebasan-keterpaksaan
manusia (al ikhtiyar wa al jabr).
Kaum Qadariyah berpendapat bahwa
perbuatan manusia mutlak karena
kehendaknya sendiri terbebas dari
kehendak Tuhan. Sedangkan kaum
Jabariyah berpendapat bahwa kehendak
manusia terjadi karena adanya kehendak
Tuhan secara mutlak
Ibn Taimiyah menjembatani dua aliran
pemikiran dalam filsafat Islam tersebut
dengan pemikiran bahwa segala sesuatu
adalah kehendak Allah pada dasarnya,
tetapi manusia diberikan kekuasaan
untuk berbuat. Manusia harus berbuat
sesuai dengan usahanya, tetapi jika ia
sudah melakukan yang terbaik dan
hasilnya tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan, disitulah kekuasaan atau
kehendak Allah berlaku atas dirinya.
Dalam masyarakat Cina terdapat ratusan filosof,
akan tetapi yang terbesar adalah faham filsafat
Confucianism yang menekankan pada nilai moral
dalam setiap perilaku.
Masyarakat Confucianism-Konghucuisme sesedikit
mungkin menggunakan hukum tertulis dalam
setiap aktivitasnya dan menekankan pada nilai
kebajikan moral untuk mengatur hidup manusia.
Hukum dipergunakan oleh sekelompok orang
yang tidak mempercayai kebajikan seseorang.
Confucius berpendapat bahwa sifat dasar manusia
adalah baik, sehingga moral yang baik akan
mampu mengendalikan perilaku dibanding aturanaturan hukum.
Tokoh: Confucius


Nilai kebajikan tersebut terangkum dalam
lima hubungan kebajikan, yaitu: hubungan
antara raja dengan menteri, bapak dengan
anak, hubungan antara majikan dan buruh
hubungan antara kakak dengan adik,
hubungan kebajikan antara teman,
Masyarakat menurut Confucius dibentuk
dari keluarga sebagai inti dari masyarakat.
Kebajikan keluarga yang tertanam
diharapkan akan terbawa ke masyarakat,
sehingga terbentuk masyarakat yang
berperilaku sesuai tuntunan moral kebajikan


Filsafat Cina yang dikembangkan oleh
Confucius mendapat tentangan dari kaum
Fa Jia atau kaum Legalis yang lebih
mengutamakan penggunaan hukum dalam
mengatur masyarakat.
Kaum Fa Jia (legalis) merupakan kaum
yang lebih mengedepankan penerapan
hukum secara ketat dalam mengatur
perilaku manusia dalam masyarakat. Kaum
Fa Jia (Legalis) berpendapat bahwa sifat
dasar manusia adalah buruk-jahat untuk itu
maka hukum adalah satu-satunya cara
untuk mengendalikan perilaku jahat
manusia
Download