Fokky Fuad Dr (UI), SH (UB), M.Hum (UB) FH-Universitas Al Azhar Indonesia Aku tahu bahwa aku tahu Aku tahu bahwa aku tidak tahu Aku tidak tahu bahwa aku tahu Aku tidak tahu bahwa aku tidak tahu Filsafat atau philosophia, philo: mencintai, sophia: kebijaksanaan, dapat diartikan sebagai orang yang mencintai kebijaksanaan filsafat mengajak seseorang untuk berfikir secara mendasar, ia mengajarkan bagaimana seseorang berfikir Memikirkan segala sesuatu Mengapa berfikir? Pada hakikatnya manusia diberikan akal untuk memikirkan segala sesuatu, dan untuk itu filsafat mengajak manusia untuk meragukan segala sesuatu Mengapa perlu diragukan? Kebenaran hasil fikiran manusia bersifat relatif Karena berfikir secara relatif maka tidak ada satupun hasil pemikiran manusia yang bersifat benar mutlak. Karena kebenaran fikir manusia bersifat relatif, maka manusia tidak dapat memutlakkan apa yang berasal dari akal fikirnya. Bagaimana kaitan dengan Hukum? Kita tidak dapat memutlakkan kebenaran hukum. Begitu banyaknya faham/aliran pemikiran dalam hukum Relatif Tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak Dinamis Akal fikir selalu bergerak untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru Spekulatif: Kebenaran yang dicari belumlah tentu ia temukan Jika Filsafat mengajak manusia untuk meragukan segala sesuatu sehingga pada akhirnya mengajak manusia untuk berfikir Maka filsafat hukum mengajak manusia untuk mempertanyakan hakikat hukum: Apa itu Hukum, Mengapa harus Hukum? Apa tujuan Hukum? Apa itu keadilan? Mengapa harus adil, untuk apa keadilan itu? Ontologi Hukum: Mempertanyakan apa itu hukum, hakikat hukum Epsitemologi Hukum: Mempertanyakan pengetahuan manusia tentang hukum Aksiologi Hukum: mempertanyakan bagaimana hukum berperan mengatur masyarakat Aliran Hukum Alam (Natural Law): Hukum Alam Irrasional Religius: Bahwa alam bergerak sesuai dengan keseimbangan. Bahwa agar manusia sesuai dengan alam, maka perilaku manusia tidak boleh bertentangan dengan kehendak alam. Pada sisi lain alam mengikuti kehendak Tuhan. Keadilan, moral adalah sesuai dengan kehendak alam, karena ia berasal dari kreasi Tuhan Hukum alam berasal dari Tuhan! Untuk itu hukum adalah benar jika sesuai dengan kehendak Tuhan yang tertuang dalam kitab suci. Hukum dan moral tidak dapat dipisahkan. Hukum dan moral adalah pengaturan hidup pergaulan manusia Tokoh: Thomas Aquinas (12251274 M) Pandangan Hukum Alam Thomas Aquinas: Lex Aeterna (hukum rasio Tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia) Lex Divina (hukum rasio Tuhan yang dapat ditangkap panca indera manusia) Lex Naturalis (hukum alam yang merupakan penjelmaan lex aeterna ke dalam rasio manusia Lex Positivis (hukum alam yang diterapkan ke dalam kehidupan manusia di dunia) Menurut Aquinas, perilaku adalah benar jika mengikuti kehendak Allah. Alam diciptakan sebagai bentuk kemuliaan Allah. Manusia dalam hidup harus mengetahui mana yang baik, mana yang buruk. Semua orang mengetahui dasar moral: Yang baik harus dilakukan, yang jahat harus dihindari, bonum est faciendum malum est vitandum Menurut Aquinas, Negara adalah bentuk masyarakat yang sempurna (Societas Perfecta) Pemimpin negara harus memiliki kewibawaan, dan itu harus ditentukan oleh Gereja, sebagai pemimpin jiwa manusia. Gereja adalah bentuk masyarakat yang sempurna dalam bidang kerohanian. Maka Gerejalah yang berhak menentukan isi dari hukum alam. Aliran Hukum Alam Rasional Hukum adalah benar jika mengikuti kehendak rasio manusia. Sekalipun Tuhan tidak ada, maka kehidupan akan terus berjalan karena rasio akan mengendalikan manusia dalam alam. Apa yang baik, benar maupun buruk diserahkan kepada akal rasio manusia bukan semata kehendak Tuhan Tokoh: Hugo Grotius (1583-1645 M) Pendapat Hugo Grotius: Sumber hukum berasal dari rasio manusia Hukum alam adalah hukum yang timbul sesuai dengan kodrat manusia Hukum alam tidak dapat diubah Hukum alam diperoleh manusia dari akalnya, Tuhan memberikan kekuatan mengikatnya Positivisme Hukum lahir dari reaksi atas keberadaan filsafat hukum alam. Positivisme hukum menolak penerapan moral dalam hukum. Positivisme merupakan faham yang menganggap segala sesuatu adalah benar jika dapat diwujudkan, dikonkritkan. Pada sisi ini moral merupakan hal yang abstrak. Positivisme hukum lahir dari faham filsafat empirisme, paham yang menyatakan kebenaran atas benda yang berwujud. Positvisme hukum bertolak dari pemikiran Auguste Comte (1798-1857): manusia mengalami 3 fase berfikir: Tahap Teologi, Tahap Metafisika, dan terakhir tahap Positif. Tahap Teologi: Kebenaran berasal dari Tuhan selaku penguasa/pengatur alam semesta Tahap Metafisik: Meyakini adanya kekuatan2 gaib sebagai pengatur alam semesta Tahap Positif: menolak segala yang abstrak dan meyakini kebenaran adalah segala hal yang dapat dibuktikan secara nyata/konkrit Dalam Legal Positivism: Hukum adalah konkrit, wujudnya tertuang dalam bentuk putusan pengadilan (hakim) maupun undang-undang, sedang moral & keadilan bersifat abstrak. Hukum tidak terkait dengan moral, hukum ada sebagai bentuk wujud kedaulatan penguasa atas rakyatnya. Hukum bersifat logis juridis. Hukum hanya terdiri atas perintah, kewajiban, & sanksi Tokoh: John Austin, Rudolf von Jhering Hukum diciptakan manusia (penguasa) Hukum harus dilepaskan dari persoalan moral Ada dua sub aliran positivisme hukum, yakni (1) aliran positivisme hukum yang analitis; (2) aliran positivisme hukum yang murni Sistem hukum adalah sistem tertutup yang logis Pertimbangan secara moral tidak dipertahankan, kecuali dengan argumen rasional, fakta-fakta, atau bukti Sanksi pidana harus spesifik untuk setiap kejahatan, selain itu kerasnya sanksi tidak boleh melebihi daya preventifnya Teori Hukum Murni menjelaskan bahwa hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir non hukum. Hukum tidak berkepentingan dengan keadilan, sosiologi, maupun psikologi Sebuah norma adalah proposisi “keseyogyaan” (ought) bukan ekspresi dari “keapaan” (what is) atau “keharusan” (must be) Proses hukum digambarkan sebagai hirarki dari norma (Stufentheorie) Tokoh: Hans Kelsen Pemikiran Hans Kelsen dipengaruhi oleh pemikiran Immmanuel Kant yang membedakan antara yang ada/kenyataan (Sein) dan yang seharusnya (Sollen). Kelsen juga membedakan antara materi dan bentuk. Hukum adalah bentuk sedangkan keadilan adalah materi. Paham Legisme ini memandang hukum hanyalah sebuah undang-undang, di luar undang-undang bukanlah Hukum Kajian Positivisme Hukum berdampak kuat terhadap metode penelitian hukum. Hukum diartikan sebagai aturan-aturan penguasa, maka Fokus utama penelitian hukum normatif adalah bahan-bahan hukum perundangundangan, putusan-putusan pengadilan (Law on books) Peneliti tidak melihat adanya hukum yang bekerja dalam masyarakat. Sosiologi Hukum bertitik tolak pada pemikiran bahwa hukum merupakan salah satu unsur dalam hidup bermasyarakat. Norma-norma hukum harus dipandang sebagai sebuah kenyataan sosial. Hukum diartikan sebagai keseluruhan peraturan yang ditemukan dalam suatu masyarakat. Sifat normatif tidak termasuk dalam kajian sosiologi hukum. Tokoh: Max Weber (1864-1920), Emile Durkheim (1858-1917) Eugen Ehrlich: Hukum ditandai oleh faktor-faktor sosial ekonomi. Hukum merupakan kenyataan sosial & bukan semata-mata bersifat normatif belaka. Norma hukum berasal dari kenyataan-kenyataan dan kenyataan tersebut melahirkan hukum. Ekonomi merupakan basis kehidupan manusia. Dalam ekonomi manusia sadar akan kebutuhannya. Ketika ia sadar, maka timbullah hukum secara langsung. Hukum bukanlah sebuah aturan yang lahir di atas anggota-anggota masyarakat, melainkan muncul dan diungkapkan dalam perilaku mereka sendiri. Inilah yang disebut Hukum yang Hidup (Living Law- Rechtsnormen) Selain hukum yang hidup dalam masyarakat juga terdapat juga norma-norma keputusan (Entscheidungsnormen): Putusan pengadilan, undang-undang. Baik The Living Law maupun Entscheidungsnormen keduanya dapat menjadi norma-norma hukum. Ehrlich berpendapat bhw hukum dapat menjadi alat kesewenang-wenangan negara dan teror sekelompok orang, tidak mungkin dihindari. Secara internal hubungan antar kelompok sosial ditentukan oleh anggota-anggota kelompok tersebut lepas dari kewajiban negara Pendekatan Lapangan untuk melihat bagaimana hukum bekerja di masyarakat diterapkan dalam metode penelitian hukum jenis socio legal research. Peneliti tidak semata-mata melihat pada bagaimana hukum sebagai tumpukan aturan perundangan atau putusan pengadilan, melainkan bagaimana hukum beroperasi pada lapangan-lapangan sosial masyarakat. Hukum ditemukan, bukan dibuat oleh manusia Hukum terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat Undang-undang tidak berlaku universal, setiap masyarakat memiliki hukum kebiasaan sendiri Tokoh: Frederich Karl von Savigny Menurut von Savigny, hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat. Bagi para sejarahwan, hukum adalah produk dari perjalanan sejarah masyarakat. Kenapa harus hukum Prancis yang diterapkan di Jerman jika rakyatnya punya landasan sejarah tata kehidupan sendiri.. Alasannya sederhana, namun berbau nasionalis. Saat itu von Savigny hanya ingin memberi tempat yang terhormat bagi hukum asli rakyat Jerman di negeri sendiri. Ia ingin agar hukum asli rakyat Jerman itu berkembang menjadi hukum nasional Jerman Inti mazhab sejarah von Savigny berpangkal pada pendapat yang menyatakan bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam bangsa. Tiap-tiap bangsa tersebut punya Volkgeist (jiwa rakyat) sendiri-sendiri. Jiwa rakyat ini berbeda-beda, baik menurut waktu dan menurut tempat. Jadi, tidak masuk akal jika terdapat hukum yang berlaku universal dan pada semua waktu, kata von Savigny. Hukum, menurut von Savigny, sangat bergantung atau bersumber pada jiwa rakyat. Isi dari hukum itu ditentukan oleh pergaulan hidup manusia dari masa-ke-masa. Hukum menurut von Savigny berkembang dari suatu masyarakat sederhana yang pencerminannya nampak dalam tingkah laku semua individu kepada masyarakat yang modern dan kompleks di mana kesadaran hukum rakyat itu tampak pada apa yang diucapkan ahli hukumnya. Inti dari mazhab sejarah von Savigny diurainya dalam buku“Von Beruf unserer Zeit fur Gesetzgebung und Rechtswissenschsft” (tentang tugas jaman kita bagi pembentuk undang-undang dan ilmu hukum). Mazhab antropologi hukum muncul untuk melihat bagaimanakah hukum lahir dan berkembang pada masyarakat-masyarakat primitif. Pada awal penjajahan Eropa, peneliti Eropa memandang bahwa masyarakat primitif di AsiaAfrika tidak memiliki hukum dan dianggap sebagai masyarakat tak beradab Para antropolog menolak klaim para ahli hukum Eropa tersebut, dan menyatakan bahwa masyarakat Asia-Afrika juga memiliki hukumnya sendiri. Hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat tersebut umumnya tidak tertulis layaknya peraturan perundangan dan putusan pengadilan Eropa Hukum yang ada di masyarakat dapat dilihat dari sengketa-sengketa yang muncul di permukaan, serta bagaimana masyarakat menyelesaikan sengketanya Para antropolog tersebut meneliti bagaimana hukum bekerja, bagaimana masyarakat memaknai dan bereaksi atas hukum yang mengatur kehidupan mereka. Hoebel menjelaskan terdapat cara untuk mengetahui bagaimana hukum bekerja di masyarakat: a. Ideological Methods b. Trouble cases methods Tokoh: Bronislaw Malinowski, Adamson Hoebel, Claude Levi’Strauss Jika Sosiologi Hukum berusaha menemukan hukum dalam bentuk berjalannya hukum di masyarakat, maka antropolog hukum berupaya untuk menemukan hukum dalam setiap kebudayaan Hukum lahir dari setiap budaya, tidak ada satupun budaya yang bersifat seragam, sehingga hukumpun selalu dimaknai secara beragam Para antropolog hukum berupaya untuk masuk dalam setiap kebudayaan di dunia untuk menggali hukum yang hidup dan berkembang dalam setiap kebudayaan Keadilan menurut mazhab antropologi hukum tidak dapat disamaratakan untuk setiap orang dalam masyarakat, karena sekelompok masyarakat akan memiliki kebudayaan yang berbeda, maka hukum pun akan berbeda-beda. Contoh: Hukum Adat Mazhab Antropologi Hukum berupaya untuk menemukan keadilan dalam setiap hukum yang beragam. Dalam perkembangan selanjutnya penelitian mengenai kebudayaan tidak hanya sebatas pada masyarakat primitif, melainkan juga terhadap masyarakat modern perkotaan. Penelitian terhadap pekerja pabrik di perkotaan dalam penyelesaian sengketa diantara para pekerja. Penelitan terhadap masyarakat urban perkotaan untuk menemukan hukum yang mengatur diri mereka (self regulation) serta meneliti pengaruh agama terhadap kebudayaan Mazhab antropologi Hukum berdampak pada metode penelitian terhadap hukum. Para peneliti antropologi hukum akan menggali hukum dengan cara memasuki setiap kelompok kebudayaan. Para antropolog hukum akan mencoba untuk melihat bagaimana hukum lahir tumbuh, dan berkembang dalam setiap kebudayaan. Para peneliti akan melihat bagaimana masyarakat memaknai, menafsirkan, serta bereaksi terhadap hukum yang mengatur dan mempengaruhinya, bagaimana masyarakat bereaksi ketika muncul sengketa Hukum dapat berfungsi sebagai alat untuk merekayasa masyarakat (law as a tool of social engineering) Hukum tidak sekedar melestarikan status quo Hukum menjadi instrumen untuk mengarahkan masyarakat untuk menuju tujuan yang diinginkan, bahkan jika dimungkinkan untuk mengubah kebiasaan masyarakat yang dipandang jelek Tokoh: Roscoe Pound Dikenal dengan nama Mazhab Hukum Unpad Hukum sebagai pembaharu masyarakat. Tokoh: Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH Pokok Pikiran: Pembangunan ekonomi-sosial selalu membawa perubahan Hukum harus selalu ikut berperan Perubahan tersebut dapat dikontrol agar berlangsung tertib dan teratur Pada hakikatnya Sociological Jurisprudence bukanlah sosiologi hukum, Sociological Jurisprudence berupaya untuk mengatur masyarakat, mengendalikan masyarakat, memunculkan tata tertib masyarakat melalui hukum dalam hal ini melalui Undang-undang. Undang-undang harus mampu merubah perilaku masyarakat. Hukum sebagai pengendali terjadinya perubahan sosial masyarakat. Karl Marx melihat bahwa negara, hukum, agama, ilmu pengetahuan merupakan cipta manusia yang berada dalam bangunan atas (supra struktur). Sedangkan ekonomi adalah infra struktur (bangunan bawah). Ekonomi menjadi alat pencapaian tujuan masyarakat bawah untuk mencapai kesejahteraan. Bangunan atas acapkali menekan bangunan bawah Sehingga hukum menurut Marx hanyalah sebagai alat kekuasaan semata. Contoh: Munculnya Undang-undang Penanaman Modal sebagai kehendak para pemilik modal dan acapkali mengabaikan hak-hak masyarakat secara luas. Negara beserta aturan hukumnya diciptakan oleh para pemilik modal (kapitalis) untuk menekan masyarakat kecil (borjuis) Bangunan sosial tersebut mencerminkan adanya penghisapan kelas atas (Supra): pemilik modal terhadap kaum bawah (Infra): golongan borjuis. Untuk itu diperlukan adanya revolusi politik & sosial untuk menghancurkan tatanan masyarakat kelas tersebut. Masyarakat perlu membentuk tatanan tanpa kelas, maka sisa kehidupan supra perlu dihilangkan dengan menciptakan diktator proletariat. Negara & Hukum yang memihak kaum pemilik modal dihapuskan agar tercipta kebahagiaan bersama Marx tidak menjelaskan bagaimana hukum yang ideal. Konkritisasi dari pikiran filsafat Marx diwujudkan oleh Lenin melalui Revolusi Oktober 1917 Feminist Legal Theory dikenal juga dengan mazhab Feminist Jurisprudence adalah pemikiran hukum yang berpihak pada kesetaraan hak bagi perempuan. Pemikiran hukum Jender ini dikembangkan oleh gerakan feminis dunia yang berupaya memperjuangkan hak-hak kaum perempuan yang tertindas dalam bidang hukum. Kaum feminis berpendapat bahwa hukum selalu berpihak pada kepentingan lakilaki/maskulin/patriakal Penganut faham Feminist Legal Theory berpendapat bahwa dunia berada dalam kekuasaan/dominasi lakilaki, sebagai contoh: adanya hukum waris yang memberikan porsi lebih banyak kpd anak laki-laki dibanding anak perempuan, adanya kekuasaan yang harus dipegang oleh keturunan laki-laki, laki-laki dianggap sebagai pemimpin rumah tangga, dsb. Feminist Legal Theory memandang bahwa perlu adanya keseimbangan serta kesederajadan peran antara lakilaki dan perempuan, khususnya dalam bidang hukum. Gerakan feminisme kemudian memperjuangkan hak-hak kaum perempuan melalui parlemen untuk memperoleh pengakuan hukum. Beberapa hukum berlaku sbg hasil perjuangan kaum feminis dunia seperti hak untuk dipilih dan memilih dalam Pemilu, Penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga, dsb Kaum Feminis juga berjuang menghapus tradisi-tradisi lokal yang memarginalkan peran perempuan dalam masyarakat. Macam bentuk Gerakan Feminis: Feminis Liberal: menjunjung kebebasan secara penuh terhadap kaum perempuan Feminis Radikal: mendukung hak-hak reproduksi perempuan Feminis Kultural: gerakan feminis yang berjuang untuk kepentingan kaum perempuan tanpa menghilangkan peran tradisionalnya Filsafat Hukum Islam merupakan sebuah faham aliran yang mengutamakan pada nilai keadilan Ilahiah. Berbeda dengan Filsafat Hukum Alam yang semata memberikan kekuasaan pada Tuhan dan wakil Tuhan yang berkuasa di bumi, maka pada Filsafat Hukum Islam nilai keadilan difikirkan berdasarkan kemaslahatan (Keadilan sosial) Penggunaan akal dan ilmu memberikan keleluasaan bagi manusia untuk berfikir secara bebas. Tokoh: Ibn Khaldun, Ibn Rusyd, Ibn Thaimiyah Nilai keadilan dalam filsafat hukum Islam dikembalikan pada kemampuan fikir manusia dengan mengutamakan nilai nilai kemaslahatan atau keadilan sosial. Penggunaan akal fikir manusia menjadikan manusia dalam pemikiran filsafat hukum Islam menjadi mengemuka. Keadilan dalam kerangka Islam adalah kehendak Tuhan yang harus diterapkan menurut akal manusia di bumi: Konsep Ijtihad. Dalam Filsafat Hukum Islam Quran memiliki kedudukan yang tertinggi sebagai sumber hukum, keadilan adalah perintah Tuhan bagi manusia. Dalam konteks berfikir, maka manusia mencoba untuk memaknai Quran dengan pendekatan akal. Hasil yang dicapai adalah menghasilkan Mazhab Hukum Islam yang terdiri atas empat mazhab hukum yang utama: Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali. Keempat Imam Mazhab ini adalah pemikir filosof hukum yang berupaya untuk memahami ayat-ayat Tuhan Penggunaan akal yang penting dalam Islam telah mengakibatkan perkembangan peradaban Islam yang tinggi. Dalam konsep Hukum Islam Quran sebagai sumber hukum tertinggi memberikan perintahperintah kepada manusia, akan tetapi Quran juga menghadirkan nilai penghormatan yang tinggi bagi akal manusia. Untuk memasuki guna menghayati ayat-ayat Tuhan dalam Quran, maka peran Hadis menjadi penting. Hadis merupakan ucapan Nabi yang menjelaskan maksud Quran. Sedangkan akal manusia (ra’yu) menduduki peringkat ketiga. Dalam konteks Islam maka berlaku pendekatan deduktif dimana Quran menjadi acuan utama. Akan tetapi Quran memberikan keluasan terhadap penggunaan akal guna memahami sumber hukum utama tersebut. Hal ini dilandasi pada dialog antara Muadz dan Nabi Muhammad. Peranan Wahyu dalam Hukum Islam sangat penting, karena ia menjadi sumber hukum utama, sedangkan dalam konsep hukum alam wahyu tidak menjadi penting karena adanya peranan akal budi manusia yang mengatur. Wahyu Allah yang tertuang dlm Quran mengatur perilaku, tetapi mengingat adanya peranan akal, maka budaya ikut memasuki ranah hukum, sehingga terapan hukum Islam dlm praktik cukup bervariasi di setiap negara Islam. Perdebatan di awal pemikiran filsafat Islam adalah bagaimanakah manusia dapat memperoleh kebenaran yang sejati? Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa dengan akal manusia, seseorang dpt mencapai sebuah nilai kebenaran, sedangkan kaum Asyariiyah berpendapat bahwa hanya melalui ketentuan Allah seseorang mendapatkan kebenaran Perdebatan kedua terjadi antara Kaum Qadariyah dengan kaum Jabariyah berkaitan dengan kebebasan-keterpaksaan manusia (al ikhtiyar wa al jabr). Kaum Qadariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia mutlak karena kehendaknya sendiri terbebas dari kehendak Tuhan. Sedangkan kaum Jabariyah berpendapat bahwa kehendak manusia terjadi karena adanya kehendak Tuhan secara mutlak Ibn Taimiyah menjembatani dua aliran pemikiran dalam filsafat Islam tersebut dengan pemikiran bahwa segala sesuatu adalah kehendak Allah pada dasarnya, tetapi manusia diberikan kekuasaan untuk berbuat. Manusia harus berbuat sesuai dengan usahanya, tetapi jika ia sudah melakukan yang terbaik dan hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, disitulah kekuasaan atau kehendak Allah berlaku atas dirinya. Dalam masyarakat Cina terdapat ratusan filosof, akan tetapi yang terbesar adalah faham filsafat Confucianism yang menekankan pada nilai moral dalam setiap perilaku. Masyarakat Confucianism-Konghucuisme sesedikit mungkin menggunakan hukum tertulis dalam setiap aktivitasnya dan menekankan pada nilai kebajikan moral untuk mengatur hidup manusia. Hukum dipergunakan oleh sekelompok orang yang tidak mempercayai kebajikan seseorang. Confucius berpendapat bahwa sifat dasar manusia adalah baik, sehingga moral yang baik akan mampu mengendalikan perilaku dibanding aturanaturan hukum. Tokoh: Confucius Nilai kebajikan tersebut terangkum dalam lima hubungan kebajikan, yaitu: hubungan antara raja dengan menteri, bapak dengan anak, hubungan antara majikan dan buruh hubungan antara kakak dengan adik, hubungan kebajikan antara teman, Masyarakat menurut Confucius dibentuk dari keluarga sebagai inti dari masyarakat. Kebajikan keluarga yang tertanam diharapkan akan terbawa ke masyarakat, sehingga terbentuk masyarakat yang berperilaku sesuai tuntunan moral kebajikan Filsafat Cina yang dikembangkan oleh Confucius mendapat tentangan dari kaum Fa Jia atau kaum Legalis yang lebih mengutamakan penggunaan hukum dalam mengatur masyarakat. Kaum Fa Jia (legalis) merupakan kaum yang lebih mengedepankan penerapan hukum secara ketat dalam mengatur perilaku manusia dalam masyarakat. Kaum Fa Jia (Legalis) berpendapat bahwa sifat dasar manusia adalah buruk-jahat untuk itu maka hukum adalah satu-satunya cara untuk mengendalikan perilaku jahat manusia