penegakan hukum sebagai salah satu sarana penegakan disiplin

advertisement
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
PENEGAKAN HUKUM SEBAGAI SALAH SATU
SARANA PENEGAKAN DISIPLIN NASIONAL
Dahnial Khumarga
ABSTRACT
Discipline enforcement problem in society nowadays can not be viewed from the social
and cultural point of view alone, but it has to be viewed from the law enforcement
aspects as well. The weakness of the law enforcement performance will obviously
cause the problem of law disobedience among the society members, concurrently
create the disobedience to the social order (national dicipline) as well.
The national dicipline campaign which once was proclaimed int the era of New Order
seems to be still relevant to be applied in the Reform Era, among other to curb the
overacted or uncontroled excessive praactices with the pretext of performing the
freedom of expression. In other words, the National Dicipline campaign can be
benefitted to establish a disciplinary and responsible freedom of expression.
Keywords: Discipline enforcement, Social and culture points of view; Sanctions;
National Dicipline movement; Diciplinary and respondsible freedom; Disorder.
Pendahuluan
Salah satu unsur negara hukum
menurut Emanuel Kant dan Julius
Stahl adalah bahwa pemerintahan
harus berdasarkan peraturanperaturan (wetmatigheid van het
bestuur) (Sudikno Mertokusumo,
1999:22). Adanya ketaatan
masyarakat untuk mematuhi dan
menjalankanperaturan yangdibuat
oleh negara merupakan suatu hal
yang
mutlak.
Kepatuhan
menjalankan aturan hukum tersebut
akan menjadikan masyarakat tertib,
42
teratur, dan memiliki kedisiplinan
dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Kedisiplinan ini
sebenarnya telah dimulai pada saat
memperingati Hari Kebangkitan
Nasional (Harkitnas) ke-87 yang
diadakan di Jakarta Convention
Centre pada tanggal 20 Mei 1995,
pada saat itu telah dicanangkan
penggunaan bahasa Indonesia yang
benar dan baik, demikian juga
dicanangkan Gerakan Disiplin
Nasional (GDN). Pada saat itu
Kepala Negara mengajak seluruh
rakyat Indonesia agar memulainya
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
dari kegiatan sehari-hari, seperti
mematuhi rambu-rambu lalu-lintas,
membuang sampah, antri,
mematuhi jam kerja dan
sebagainya. Apa yang dicanangkan
Kepala Negara
mengenai
dimulainya Gerakan Disiplin
Nasional seolah-olah hanya suatu
"nasihat dari seorang Bapak
kepada anaknya" saja. Tidak
disebutkan bahwa akan ada tindak
lanjut berupa pengenaan sanksi dan
sebagainya. Jadi, seolah-olah
masih taraf " belum begitu
serius".
Namun kalau kita dapat
menjadikan berita dan komentar
melalui pers sebagai mewakili
opini publik, dapatlah disimpulkan
bahwa publik sudah sangat
menanti-nanti adanya suatu tindak
lanjut dari pencanangan GDN
tersebut. Dalam mengutip pendapat
para anggota DPR dan pemuka
masyarakat lainnya, pers pada
umumnya menggelarkan suatu
sinyalemen yang bernada S.O.S.
Selain banyak yang mengharapkan
agar dimulai dengan keteladanan,
tidak sedikit pula yang
menginginkan ditegakkannya sanksi
hukum.
Sebuah mass media tulis,
menulis bahwa pada umumnya
yang berhasil diwawancarai
berpendapat bahwa gerakan
disiplin nasional kini sudah benarbenar merosot dengan contohcontoh korupsi, kolusi, pungli
maupun praktek suap menyuap yang
demikian merajalelanya. "Anehnya
lagi, mereka justru banyak yang
lolos dari sanksi hukum, karena
sanksi itu sendiri
tidak
dilaksanakan secara tegas", Wakil
Ketua DPR RI menekankan
pentingnya penegakan hukum
secara konsisten untuk mendukung
disiplin nasional. "Disiplin tak
akan bisa tegak bila aturan hukum
diabaikan begitu saja", katanya H.
Sutardjo Soerjogoeritno juga
berpendapat bahwa penegakan
hukum seharusnya dilakukan tanpa
pandang bulu. Disiplin nasional
akan terwujud manakala penegakan
hukum dilakukan. Pada umumnya
pendapat umum dilndonesia
mengiri terhadap negara tetangga
Singapura dan Malaysia yang
"semuanya teratur karena mereka
berdisiplin".
Dari apa yang dipaparkan
diatas, dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa selain tidak sedikit yang
mengharapkan keteladanan dari
atasan sebagai sarana perwujudan
disiplin nasional, mereka pada
umumnya juga mendambakan
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
43
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
ditegakkanya (sanksi) hukum
secara tidak pandang bulu dan
konsisten. Dengan menyebut
Singapura sebagai negara tetangga
yang dipuji keteraturannya berkat
disiplin yang berhasil ditegakkan,
secara implisit sebenarnya sudah
mengisyaratkan gaya penegakan
disiplin melalui penegakan
hukumnya.
Kalau begitu keadaannya,
mengapa Indonesia dalam rangka
mengejar ketinggalannya dengan
negara-negara tetangga, lagipula
desakan dari dalam negeri sendiri,
belum juga memikirkan usaha
penegakan disiplin melalui
penegakan hukum?
Disiplin Nasional
Disiplin
Sebelum kita membicarakan
tentang usaha-usaha pemerintah
menegakkan disiplin nasional
melalui penegakan hukum, marilah
terlebih dahulu kita telaah apa yang
dimaksud dengan "disiplin",
kemudian apa pula "disiplin
nasional". Kata disiplin berasal
dari bahasa Latin "Diciplina" yang
arti utamanya sebenarnya
"pengajaran",
"pelajaran",
"ajaran". Bisa juga berarti
"pengetahuan", "ilmu", "mata
44
pelajaran". Namun arti lain dari
kata Latin "disciplina" adalah juga
"tata-tertib". "peri kelakuan",
"aturan", " patokan", dan
sebagainya. Umpamanyakata Latin
"diciplinae militaris" dapat
diterjemahkan menjadi "disiplin
milker". Namun di kemudian hari
perkembangan menjadi terbalik.
Kata "disiplin" lebih dikenal
sebagai dalam arti "tata tertib"
daripada sebagai "disiplin ilmu".
Kalau kita simak apa yang
dijabarkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, maka kita
temukan untuk arti disiplin:
1) tata - tertib (disekolah,
kemiliteran, dsb);
2) ketaatan (kepatuhan) kepada
peraturan tata tertib dan
sebagainya; dan
3) bidang studi yang memiliki
obyek, sistem dan metode
tertentu.
Demikian juga kalau kita
mencari dalam kamus bahasa
Inggris (oleh John M. Echols &
Hassan Shadily), maka kita
temukan arti kata "Discipline" : 1)
disiplin; 2) ketertiban; dan 3)
pelajaran.
Jadi kalau kita berpegangan
pada Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut diatas, maka arti
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
"disiplin" yang paling mendekati
pengertian sekarang atau dalam
konteks pembahasan ini, ialah:
"ketaatan (kepatuhan) kepada
peraturan tata tertib".
Disiplin Nasional
Setelah kita mengetahui
pengertian yang relevan dari
disiplin, marilah kita telaah apa
yang dimaksud dengan istilah
"disiplin nasional". Istilah
"disiplin nasional" sebetulnya
sudah disebutkan oleh Kepala
Negara dalam pidato Kenegaraan
tanggal 16 Agustus 1978. Dalam
konteks ini dikatakan "bahwa
aparatur yang bersih dan wibawa
juga merupakan kekuatan yang
ampuh untuk menegakkan disiplin
nasional yang merupakan syarat
bagi pertumbuhan bangsa yang
kokoh dan membangun
".
Perumusan yang jelas tentang
apa yang dimaksud dengan
Disiplin Nasional dapat kita
temukan dalam GBHN tahun 1998
sebagai berikut:
"Disiplin Nasional ialah suatu
sikap mental bangsa yang
tercermin dalam perbuatan atau
tingkah laku berupa kepatuhan dan
ketaatan, baik secara sadar maupun
melalui pembinaan terhadap
norma-norma kehidupan yang
berlaku dengan norma-norma
tersebuttujuan nasional akan dapat
dicapai".
Disiplin nasional kemudian
masuk secara resmi dalam Krida
Kedua dari Panca Krida Kabinet
Pembangunan V yang dibentuk
pada tanggal 21 Maret 1988. Di
dalam Krida Kedua tersebut antara
lain dikatakan: "Meningkatkan
disiplin nasional yang dipelopori
oleh aparatur negara menuju
terwujudnya pemerintah yang
bersih
dan
berwibawa".
Pernyataan di dalam krida kedua
ini menunjukkan tekad aparatur
pemerintah untuk memelopori
peningkatan disiplin nasional.
Dengan kata lain disiplin nasional
itu harus dimulai oleh seluruh
petugas di bidang pemerintahan
sebagai Abdi Negara, Abdi
Masyarakat, Perencana dan
Pelaksana Pembangunan. Tekad itu
harus diwujudkan
dengan
melaksanakan disiplin kerja,
disiplin waktu, kepatuhan pada
peraturan dan atasan, memberantas
korupsi,
penyalahgunaan
wewenang, mencegah terjadinya
kebocoran dan pemborosan
kekayaan dan keuangan negara,
pungutan liar serta berbagai bentuk
penyelewengan lainnya. Untuk itu
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
45
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Sa
Panca
Krida
Kabinet
Pembangunan V ini merupakan
landasan formal bagi pelaksanaan
pembangunan
di
bidang
pengawasan yang harus terus
ditingkatkan, termasuk juga berupa
pengawasan melekat. Dengan
demikian diharapkan akan
terwujud aparatur negara yang
bersih, dalam rangka meningkatkan
citra dan kewibawaanya.
Pada masa Orde Baru (1988)
pernah diarahkan
tentang
pengertian Disiplin Nasional
sebagai berikut:
"
Disiplin nasional di sini kita
beri arti yang seluas-luasnya mulai
dari kepatuhan kita yang tulus pada
nilai-nilai luhur Pancasila,
semangat dan ketentuan UUD 1945,
segala Ketetapan MPR sampai
terwujud disiplin nyata dalam
kehidupan sehari-hari yang
diperlukan untuk membawa tingkat
yang makin maju dari kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara
kita. Singkatnya disiplin nasional
merupakan syarat penting bagi
terwujudnya masyarakat modern.
Untuk mewujudkan disiplin
nasional tadi, aparatur negara
harus menjadi pelopor, terutama
karena masyarakat akan mengikuti
tindak - tanduk mereka yang
dianggap sebagai panutan. Bagi
46
Law Review, Fakultas Hukum Uni
Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
aparatur negara sendiri, disiplin
diri harus dijadikan awal bagi
terwujudnya disiplin nasional.
Dengan disiplin diri, dengan
menjunjung tinggi aparatur negara
sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat, maka akan terwujud
pemerintahan yang bersih dan
berwibawa."
Kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang
bertanggung jawab, sangat
tergantung pada tingkat ketaatan
dan kepatuhan terhadap Pancasila,
UUD 1945, Ketetapan-ketetapan
MPR dan peraturan perundangundangan lainnya. Tingkat ketaatan
dan kepatuhan yang kurang mantap,
terutama di lingkungan aparatur
negara, dapat mengganggu atau
menghambat pelaksanaan tugas
umum
pemerintahan
dan
pembangunan nasional.
Oleh karena itu disiplin
nasional harus dipelopori oleh
aparatur pemerintah, yang
merupakan juga sebagai prasyarat
objektif
bagi peningkatan
ketangguhan Ketahanan Nasional
untuk mewujudkan aspirasi dan
cita-cita bangsa. Disiplin Nasional
juga akan terwujud jika didukung
oleh kualifikasi kepribadian setiap
aparatur negara. Untuk itu
Has Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
diperlukan kepribadian yang
mencerminkan:
a) Taqwa kepada Tuhan YME,
yang mampu melaksanakan
perintah-perintahNya dan
menghindari
laranganlaranganNya, karena yakin
akan adanya balasan pahala
dan dosa.
b) Kepatuhan dinamis, yang
mewajibkan setiap aparatur
negara memahami dan
menjalankan kebijakan umum
pemerintah.
c) Kesadaran
perlunya
kepatuhan dan ketaatan,
dengan menampilkan satunya
antara hati dan perbuatan, agar
terciptanya kehidupan yang
tertib yang tidak dipaksakan
dan tidak didasarkan atas
tekanan sesuatu kekuatan/
kekuasaan.
d) Kepatuhan yang rasional,
berupa ketaatan yang dilakukan
atas hasil proses berpikir
tentang manfaatnya, terutama
dalam menghadapi kehidupan
yang akan diwarnai oleh
kemajuan ilmu dan teknologi
yang mengakibatkan terjadinya
perubahan sosial yang
dinamis.
e) Sikap mental,
berupa
kepatuhan dan ketaatan dengan
berpihak pada setiap perilaku
f)
atau perbuatan baik, yang
dilakukan oleh setiap perilaku
atau perbuatan baik, yang
dilakukan oleh setiap warga
negara secara perseorangan
atau oleh aparatur negara,
sebagai pencerminan dari
sikap bertanggung jawab
terhadap
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Tidak merongrong,
menghambat, dan merusak
upaya aparatur pemerintah
dalam
melaksanakan
pembangunan yang diarahkan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan material dan
spiritual seluruh rakyat
Indonesia, baik secara
perseorangan
maupun
kelompok (golongan).
Keteladanan, baik sebagai
pejabat pimpinan/atasan
maupun bukan sehingga selalu
menjadi panutan bagi bawahan
dan masyarakat, antara lain
dalam mewujudkan disiplin
kedinasan
dan
dalam
kehidupan sehari-hari.
Dari uraian di atas jelaslah
bahwa disiplin pribadi yang
dimiliki oleh setiap warga negara
merupakan pangkal tolak
terwujudnya disiplin nasional yang
mewarnai kehidupan masyarakat.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
47
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai
Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Di
dalam
kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara terlihat kepatuhan dan
ketaatan secara sadar terhadap
nilai-nilai fundamental sebagai
pedoman kehidupan nasional,
sebagaimana tersurat dan tersirat
dalam pandangan hidup Pancasila
dan UUD 1995. Masyarakat
memiliki kesadaran berpolitik dan
berkonstitusi yang positif, dalam
kehidupan berbangsa dan
bernegara. Masyarakat memiliki
kesadaran berupa kemauan dan
kemampuan untuk menghadapi dan
menantang setiap usaha yang
mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa dan negara. Memiliki juga
harga diri, patriotisme dan rasa
bangga sebagai bangsaIndonesia
yang merdeka dan berdaulat serta
memiliki kepribadian yang
berbeda dari bangsa yang lain di
muka bumi ini. Sedangkan pada
giliran terakhir di dalam
masyarakat tercipta pula sikap dan
perilaku yang selaras dengan
kebijaksanaan pemerintah sebagai
pengelola
negara
dalam
mewujudkan tujuan nasional.
Keselarasan itu ditampilkan pada
kemauan untuk berpartisipasi
secara positif bukan sebaliknya
merongrong atau menghambat
pelaksanaan serta merusak hasilhasilnya.
Sehubungan dengan itu perlu
dilakukan berbagai upaya yang
bernilai strategis dan dilakukan
secara nasional. Upaya-upaya itu
antara lain adalah:
a) Peningkatan disiplin pribadi
dan disiplin nasional di
seluruh jajaran aparatur
negara,
baik
melalui
pendidikan dan latihan maupun
melalui suasana bekerja di
lingkungan masing-masing.
Upaya ini harus dimulai oleh
para atasan pada semua tingkat
agar menjadi panutan dan
pelopor di lingkungan kerja
masing-masing.
b) Semua pegawai sebagai
aparatur negara melaksanakan
gerakan keteladanan yang
dapat memberikan pengaruh
positif pada masyarakat,
terutama dalam rangka
mendidik masyarakat mentaati
disiplin.
c) Peningkatan pengawasan
fungsional dan pengawasan
melekat serta mendayagunakan
secara maksimum pengawasan
masyarakat, diiringi dengan
keberanian melaksanakan
sanksi yang bersifat obyektif
dan konsisten.
d) Membentuk atau menunjuk
suatu badan yang diberi
wewenang
melakukan
48
Law Review, Fakultas Hukum Un.
rsitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Sam Sarana Penegakan Disiplin Nasional
pengarahan dan mengkoordinasikan pembinaan disiplin
nasional oleh instansi
pemerintah dan badan-badan
swasta.
e) Memasyarakatkan secara dini
nilai-nilai dasar dan pola
tingkah laku berdasarkan
pandangan hidup Pancasila
yang berdampak strategis bagi
pembentukan kepribadian
nasional, melalui lembaga
pendidikan formal dan non
formal untuk semua tingkatan.
Sehubungan dengan itu perlu
disiapkan materi yang aktual
yang dapat diintegrasikan
dalam berbagai kurikulum
masing-masing, khususnyabagi
lembaga pendidikan formal.
f) Pembentukan
opini
masyarakat secara terarah dan
intensif tentang arti dan
manfaat disiplin diri dan
disiplin nasional, melalui
berbagai media massa.
g) Membina dan menegakkan
hukum nasional dalam usaha
menciptakan dan menggalang
kehidupan yang tertib dan
teratur berdasarkan normanorma hukum bagi seluruh
lapisan masyarakat.
dan istilah "disiplin nasional" yang
digunakan dalam konteks
mendalami
pengertian
dilancarkannya kampanye Gerakan
Disiplin Nasional yang dalam
makalah ini dikaitkan dengan usaha
penegakkannya melalui gerakan
hukum.
Penegakan Hukum
Dalam Arti Luas
Penegakkan hukum dalam
bahasa Indonesia umumnya dikenal
sebagai padanan bahasa Inggris
"Law
Enforcement"
atau
"Rechtshandhaving"
dalam
bahasa Belanda. Ada kesan bahwa
apabila kita berbicara tentang
penegakan hukum maka orang
mengasosiasikannya dengan
masalah atau tindakan represif
saja. Padahal menurut Dr. Andi
Hamzah, SH seharusnya meliputi
tindakan preventif juga yang dalam
bahasa Inggrisnya disebut
"compliance " (pemenuhan) yang
dilakukan melalui penerangan,
persuasi, supervisi agar hukum
ditaati (A. Hamzah, 1995:4).
Demikian kiranya cukup
terjelaskan pengertian "disiplin"
Kalau kita coba menelusuri
arti "enforcement" dari Black's
Law Dictionary (Fifth Edition),
maka kita dapati uraian sebagai
berikut: "The act of putting
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita
apan, Vol. 11, No.3, Maret 2003
~~49
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
something such as a law into
effect; the execution of a law; the
carrying out of a mandate or
cammand." Dari apa yang kita
dapatkan di muka, maka mau tidak
mau kita mendapat kesan hanya
pengertian reperesif belaka.
Sedangkan kalau kita mencari arti
"compliance" yang dikatakan
Andi Hamzah tindakan preventif
dalam penegakan hukum maka kita
dapati uraian: "submission";
"obedience "; "conformance ";
yang artinya kira-kira ketundukan;
ketaatan; penyesuaian. Tidak
terkesan adanya kaitan dengan
pengertian penegakan hukum
preventif. Disayangkan bahwa
Andi Hamzah tidak menguraikan
lebih lanjut atas apa yang
dipaparkan.
Kalau kita telaah definisi yang
diberikan oleh para pakar
Sosiologi Hukum, maka kitakutip
terlebih dahulu pendapat Prof. Dr.
Soerjono Soekanto, SH, MA
sebagai berikut:
"Secara konsepsional, maka inti
dan arti penegakan hukum terletak
pada kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah
yang mantap dan mengejewantah
dan sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai tahap akhir, untuk
50
menciptakan, memelihara dan
mempertahankan kedamaian
pergaulan hidup (Soerjono
Soekanto, 1979).
Prof. Dr. Satjipto Rahardjo,
SH berpendapat bahwa penegakan
hukum adalah suatu proses untuk
mewujudkan keinginan-keinginan
hukum menjadi kenyataan. Yang
dimaksud sebagai keinginankeinginan hukum disini tidak lain
adalah pikiran-pikiran badan
pembuat undang-undang yang
dirumuskan dalam peraturan hukum
(Rahardjo, 1983:24).
Bagi Prof. Dr. H. Hadari
Nawawi, penegakan hukum adalah
keseluruhan upaya mewujudkan
suasana kehidupan yang aman,
tenteram, tertib dan sejahtera yang
berintikan keadilan berdasarkan
Pancasila, bagi manusia dan
masyarakat di negara Indonesia.
Baik Andi Hamzah, Soerjono
Soekanto, Satjipto Rahardjo
maupun
Hadari
Nawawi
kesemuanya berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan penegak
hukum bukan sekedar polisi, jaksa
dan hakim saja, melainkan juga
advokat/pengacara/penasihat
hukum, pejabat administrasi bahkan
masyarakat.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol, II, No,3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Dengan demikian bahwa yang
dimaksud dengan penegakan
hukum di sini bukanlah sekedar
yang bersifat represif-kriminal
belaka, namun dalam arti yang
luas, termasuk didalamnya tugas
"peace maintenance" (Soerjono
Soekanto, 1983:10).
Unsur -unsur Penegakan Hukum
Yang Relevan
Yang dimaksud dengan unsurunsur penegakan hukum yang
relevan ialah inventarisasi dari
unsur-unsur penegakan hukum
(dalam arti luas) yang terkait
langsung dalam pembahasan ini,
namun tidak lepas dari substansi
penegakan hukum. Prof. Dr. Hadari
Nawawi,
umpamanya,
menyebutkan tiga upaya dalam
hubunganini, yakni:
1) Upaya menciptakan dan
memelihara perangkat hukum
(perundang-undangan) guna
menjamin kepastian hukum.
2) Upaya menumbuhkan dan
memelihara perangkat aparat
penegak hukum yang kuat,
bersih dan berwibawa, berani
dan bertindak efisien dan
efektif. Aspek perangkat aparat
penegak hukum bersih
menyentuh langsung pada
disiplin pribadi, yang
memerlukan kesadaran untuk
menghindarkan diri dari
tindakan penyelewengan
berupa
sogok,
upeti,
memutarbalikan kebenaran dan
kepentingan pribadi dan
bahkan
kecenderungan
pemerasan.
3) Upaya
menciptakan,
memelihara, dan meningkatkan
kesadaran hukum, yang ada
pada
gilirannya
akan
menumbuhkan ketaatan hukum
masyarakat. Aspek ini tidak
dapat pula dilepaskan dari
disiplin pribadi anggota
masyarakat yang suka
melakukan budaya sogok, suap,
upeti, dll. Untuk kepentingan
pribadi dengan merugikan
orang Iain, masyarakat, bangsa
dan negara. (Hadari Nawawi,
1994: 93).
Ketiga unsur upaya itu
kesemuanya relevan dengan upaya
penegakan hukum. Tidak termasuk
dalam upaya yang berkaitan dengan
penegakan hukum umpamanya:
keteladanan, peningkatan disiplin
pribadi, pendidikan formal/nonformal, dan sebagainya. Dr. Andi
Hamzah, SH berbicara tentang:
1) Pembinaan penegak hukum,
termasuk di dalamnya soal
rekrutmennya;
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
51
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Salu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
2) Ancaman hukuman, termasuk
denda, yang memerlukan
revisi, mengingat yang ada/
berlaku sekarang sudah tidak
sesuai lagi jumlahnya.
3) Peraturan
perundangundangan yang memerlukan
peraturan pelaksanaanya,
juklak, juknis, dan sebagainya
agar jangan ditunda-tunda.
4) Pembinaan Sarana dan
Prasarana Penegak Hukum,
seperti motto: penyelesaian
perkara
secara
cepat,
sederhana dan biaya ringan.
(A.Hamzah, 1995:4-17)
judul buku tersebut, tinjauannya
adalah dari segi aspek sosiologis.
Oleh karenanya ia berpendirian
bahwa apabila kita dalam
membicarakan masalah penegakan
hukum hanya berdasarkan pada
ketentuan hukum, maka kita hanya
memperoleh gambaran stereotipis
yang kosong. Ia baru menjadi berisi
manakala
dikaitkan
pada
pelaksanaannya yang konkret oleh
manusia.
Soerjono Soekanto, dalam
bukunya yang berjudul "Faktorfaktor yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum" (1983) juga
mengemukakan perlunya faktorfaktor Undang-undang, Penegak
Hukum, Sarana atau Fasilitas,
faktor masyarakat dan faktor
kebudayaan diperhatikan agar bisa
mensukseskan missi penegakan
hukum. Dalam bukunya yang
berjudul "Masalah Penegakan
Hukum - Suatu Tinjauan
Sosiologis" (1983), beliau juga
mengemukakan perlunya faktorfaktor perundang-undangannya,
penegak hukumnya, sarana atau
fasilitas, faktor masyarakat dan
faktor kebudayaan. Sebagaimana
Ketika mencanangkan Gerakan
Disiplin Nasional pada Hari
Kebangkitan Nasional tersebut di
atas, Presiden juga tidak secara
jelas-jelas menyebutkan akan
dilancarkannya penerapan sanksi
terhadap penyimpangan atau
pelanggarannya. Namun demikian,
hal itu bukan berarti bahwa
aparatur negara harus merasa
bingung ataupun "bengong" untuk
menindaklanjuti pencanangan
Kepala Negara tersebut. Peraturan
(Pusat) ataupun Perda-Perda yang
mengandung sanksi-sanksi hukum
ataupun administratif, kalaupun
tidak bisa dikatakan cukup lengkap,
sebetulnya sudah boleh dikatakan
lumayan mencukupi. Selain itu,
52
Upaya Penegakan Disiplin
Nasional Melalui Penegakan
Hukum
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
kalau memang ada niat yang
bersungguh-sungguh dari para
atasan, operasi penertiban sudah
langsung
bisa
dilakukan.
Umpamanya tentang pematuhan
jam kerja, termasuk gejala
meninggalkan kantor sebelum jam
kerja
berakhir
serta
penyalahgunaan jam kerja untuk
perbuatan-perbuatan indisipliner
seperti membaca koran, menonton
televisi (kantor) dan mengobrol
sudah bisa mulai dilancarkan.
Sebagai contoh adalah apa yang
sedang dilancarkan oleh aparat
penertiban di DKI segera setelah
dicanangkan GDN oleh Presiden,
khususnya mengenai tertib lalulintas.
Mengenai usaha penegakan
disiplin (nasional) melalui
penegakan hukum pertama-tama
dapat disebutkan PP No. 30 Tahun
1980 tentang Peraturan Disiplin
Pegawai Negeri. Sebelum itu kita
dapatkan PP No. 6 Tahun 1974
tentang Pembatasan Kegiatan
Pegawai Negeri Dalam Usaha
Swasta. Kemudian KepresNo. 10
Tahun 1974 tentang Beberapa
Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Kesederhanaan Hidup.
Adapun usaha pendisiplinan
untuk masyarakat telah pula
dilancarkan melalui penegakan
hukum dalam hal ini Undangundang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan 1992 (UU No. 14 Tahun
1992) yang sangat terkenal itu.
Mengapa justru Undang-Undang
tentang Lalu-Lintas ? Karena
sangat dirasakan bahwa citra
tentang tiadanya disiplin paling
mencolok adalah pada lalu lintas
jalan. Bukan cuma kemacetan yang
ditimbulkan di jalan-jalan raya
dalam kota, namun jugajalan-jalan
raya menuju luar kota dengan
pelanggaran berat muatan yang
dapat mengakibatkan rusaknya
jalan maupun rusaknya kendaraaan
dengan patahnya sumbu (as)
kendaraan sehingga
akan
menghambat kelancaran lalu lintas.
Kalau kita telaah seluruh naskah
UU No. 14 Tahun 1992, tidak
terdapat satu katapun tentang
disebutnya disiplin nasional bagi
warga masyarakat. Namun ketika
masih dalam pembahasan pada
taraf DPR saja masyarakat dalam
hal ini mass media yang
diasumsikan mewakili opini publik
sudah menyebutkan sebagai usaha
penegakan disiplin nasional warga
masyarakat.
Setelah adanya penegakan
disiplin
nasional
melalui
penegakan hukum bagi aparat
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
53
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
negara, dalam hal ini pegawai
negeri melalui berbagai peraturan
perundang-undangari tersebut di
atas, kiranya tepatlah kalau bagi
pihak warga masyarakat yang
diatur paling dulu adalah tentang
lalu lintas jalan. Ada pemeo yang
beredar secara cukup luas yang
mengatakan bahwa untuk menilai
tentang keteraturan suatu negara,
kita cukup menjadikan sebagai
tolok ukurnya keadaan lalu
lintasnya. Kalau lalu lintasnya
semrawut,
maka
Pemerintahannyapun demikian.
Mungkin ada benarnya juga kalau
kita mengamati secara empiris
keadaan suatu negara dihubungkan
dengan lalu lintasnya.
Adapun pengaturan mengenai
ketidak-teraturan di bidang-bidang
lain, diperkirakan kesemuanya
telah ada. Umpamanya tentang
ketidak-tertiban sebagai akibat
para pedagamg kaki lima yang
berjualan dengan menyita badan
jalan, parkir secara berlapis,
pembuangan sampah bukan
ditempat diperuntukan, dan
sebagainya.
Masalahnya
diperkirakan hanya kurang
konsistennya usaha penertiban.
Kalaupun sebabnya adalah kurang
beratnya sanksi, sebagaimana
halnya pengaturan lalu lintas
54
sebelum diundangkannya UU No.
14 Tahun 1992, maka sebagaimana
yang disarankan oleh Andi
Hamzah, kiranya peraturannya
perlu segera direvisi. Kalau
penyebabnya adalah kolusi "kelas
teri" maka peraturan seperti PP
No. 30/80 seyogyanya diterapkan.
Faktor-faktor
Mempengaruhi
Hukum
Yang
Penegakan
Judul paragraph (heading)
tersebut di atas yang "menjiplak"
judul karangan Prof. Dr. Soerjono
Soekanto, SH., MA, bagi Indonesia
lebih cocok di baca "Faktor-Faktor
yang Menghambat Penegakan
Hukum". Sebab mempengaruhi
bisa berefek positif bisa pula
berefek negatif, kalau lebih
banyak efek positifnya bisa kita
sebut "memperlancar" atau
"memperkuat" namun kalau
sebaliknya maka kita sebut
"menghambat"
atau
"memperlemah" penegakan hukum.
Dalam hubungannya dengan
keadaan Indonesia efek positifnya
diperkirakan sangat minim sekali.
Marilah kita coba telaah dengan
mengacu pada apa yang digunakan
sebagai pendekatan oleh baik
Satjipto Rahardjo maupun
Soerjono Soekanto.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Faktor Perundang-undangan
Kalau kita mengacu pada apa
yang diuraikan di atas, maka
mengenai faktor pertama ini
kiranya bisa dikatakan cukup
memadai.
Kalaupun
ada
kekurangannya, bukan pada
eksistensinya, melainkan di sanasini pada ancaman hukumannya;
terlebih-lebih lagi tentunya pada
penegasannya. Mengenai ini akan
kita bahas dalam Faktor Penegak
Hukum nanti. Mengenai kurang
memadainya beberapa hukuman
dan denda, Andi Hamzah telah
membahasnya cukup luas dalam
makalahnya berjudul Pembinaan
Penegakan Hukum Dalam
Pembangunan Jangka Panjang II.
(A. Hamzah, 1995: 8-12).
Diambil contoh oleh Hamzah
tentang delik pencurian (Pasal 362
KUHP)
dengan
ancaman
pidananya adalah penjara 5 tahun
atau denda maksimum Rp. 900,(sembilan ratus rupiah). Dari
contoh ini kemudian A. Hamzah
mengusulkan agar ancaman pidana
denda dalam KUHPidana segera
sajadinaikkanmenjadi 10.000 kali
lipat. Tidak usah menunggu-nunggu ~
sampai
diundangkannya
KUHPidana yang baru. Tidak usah
pula melalui Pansus segala. Cukup
digarap dalam satu minggu saja.
Diusulkan juga agar mengikuti
jejak Swedia, Norwegia, Denmark
kemudian disusul oleh Jerman,
Australia lalu Portugal yang
mengubah sistem pengenaan denda
menjadi apa yang dikenal dengan
"day fine" (denda harian).
Perhitungannya didasarkan atas
pendapatan terhukum per hari
dikurangi dengan kewajiban dan
utang. Jadi kalau terhukum
dipidana dengan pidana penjara 6
bulan, maka berarti ia harus
membayar denda sebanyak 180
kali pendapatannya per hari
dikurangi dengan kewajiban dan
utang. Jerman mencantumkan
minimum 10 DM dan maksimum
10.000 DM (kurang lebih Rp. 15
juta) per hari. Portugal
mencantumkan minimal 10
Escudos dan maksimal 10.000
Escudos. RRC lain lagi. Mungkin
menyadari sebagai negara
berkembang yang tidak luput dari
inflasi sebagaimana Indonesia,
maka mereka memakai cara
terbuka, yakni KUHPidananya
tidak mencantumkan denda yang
harus dibayar, tetapi diserahkan
kepada kebijaksanaan Hakim pada
setiap
kasus,
dengan
mempertimbangkan perbuatan,
penghasilan, utang, tingkah laku,
dan sebagainya dari sang terhukum.
Jika denda tidak bisa dibayar oleh
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
55
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
terhukum, barulah diganti dengan
hukuman penjara.
Faktor Penegak Hukum
Mengenai faktor hukum ini A.
Hamzah juga menyumbangkan
gagasannya sebagai berikut:
Rekrutmen
Polisi
agar
mengutamakan hukum daripada
kemahiran menebak. Rekrutmen
Jaksa agar lebih cermat lagi.
Disarankan agar melalui psycho
test dan ujian saringan yang ketat.
Di Jepang, umpanya tes rekrutmen
dijadikan satu dengan rekrutmen
Hakim dan calon advokat. Para
lulusan Fakultas Hukum dipilih
yang indeks prestasinya yang
tertinggi, kemudian harus
menjalani psycho test dan ujian
saringan yang sangat ketat. Menurut
seorang Jaksa Jepang yang
mengikuti seminar di Jakarta pada
tahun 1992, ada calon yang ingin
menjadi advokat hingga mengikuti
tes sebanyak 20 kali atau selama
20 tahun baru lulus. Calon Jaksa,
Hakim dan advokat ini kemudian
hams mengikuti pendidikan selama
2 tahun dalam pengetahuan praktek
maupun teori. Setelah melewati
pendidikan tersebut dengan sukses,
baru mereka dipersilakan memilih
profesi mana yang akan ditempuh.
Setelah menjatuhkan pilihan antara
56
Jaksa, Hakim atau advokat, mereka
harus menjalani pendidikan lagi
dalam pengetahuan keterampilan
profesi masing-masing. Dengan
demikian mereka akan mempunyai
persepsi dan penafsiran tentang
hukum yang tidak banyak berbeda.
Sesuatu yang kiranya dapat
dijadikan bahan perbandingan
yang berharga di Indonesia.
Kalau keadaan di Jepang
demikian, tentunya negara-negara
maju lainnyapun akan tidak banyak
berbeda. Di Amerika Serikat
umpamanya, pendidikan hukum
termasuk yang tersulit ditembus.
Persamaannya ialah dengan
pendidikan kedokteran, suatu
profesi yang menyangkut nyawa
orang. Kalau untuk pendidikan
kedokteran dikenal ada tahap premed study, demikian juga
pendidikan hukum dikenal apa yang
disebut pre law
classes,
perkuliahan pra - hukum.
Seleksinya juga ketat. Hampirsama
dengan Jepang, untuk bisa
memasuki profesi sebagai penegak
hukum, ujian saringannya tidak
kalah sulitnya dengan untuk
memasuki profesi kedokteran.
Bagaimana keadaannya di
Indonesia? Konon Fakultas yang
paling mudah dibuka adalah
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Fakultas Hukum. Soalnya profesi
sarjana yang berada di suatu
Kabupaten/Daerah Tk. II adalah
justru Sarjana Hukum. Jumlah
gabungan antara Jaksa dan Hakim
ditambah staf pengadilan dan
Kejaksaan sudah cukup untuk
menjadi staf pengajar suatu
Fakultas Hukum. Apalagi ditambah
Advokat/Pengacara dan Notaris
yang terdapat di Kabupaten
tersebut ditambah dari kalangan
Pemda setempat, maka lengkaplah
suatu tim lengkap untuk menduduki
jabatan Dekan, Pudek, Kepala Biro
dan sebagainya untuk siap
mengoperasikan pendidikan
(tinggi) hukum. Setelah lulus, untuk
memasuki profesi penegak hukum,
dalam hal ini Hakim dan Jaksa
konon tidak sesulit di Jepang.
Untungnya persyaratan pembukaan
fakultas-fakultas non-ekstra makin
dipersulit dan persyaratan
pembukaan perguruan tinggipun
diperketat dengan persyaratan
kualifikasi dosennya yang tidak
bisa asal- asalan lagi.
Mengenai praktek peradilan,
isyu
Mafia
Peradilan
menggambarkan citra peradilan
kita. Tentang sejauh mana
kebenarannya, biarlah opini publik
yang menjadi penilainya. Biar Vox
Populi yang menjadi hakimnya.
Akhir-akhir ini banyak pihak yang
meragukan Penjelasan Pasal 24
dan 25 UUD'45 yang berbunyi :
"Kekuasaan Kehakiman ialah
kekuasaan yang merdeka artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan
Pemerintah. Berhubung dengan itu
harus diadakan jaminan dalam
undang-undang
tentang
kedudukannya para hakim".
Mungkin itulah sebabnya mengapa
Hakim Benyamin Mangkudilaga,
SH yang berani memenangkan
gugatan TEMPO melawan Menteri
Penerangan
RI
demikian
disanjungnya oleh mereka yang
mendambakan bunyi penjelasan
Pasal 24 & 25 UUD'45 itu benarbenar bisa terwujud dalam
kenyataan. Mengenai perkara
penagihan terhadap kredit macet,
kalau duapuluhan tahun yang lalu
ada plesetan bahwa meminta jasa
Letnan atau Kapten lebih ampuh
dan lebih murah daripada
menggunakan jasa advokat,
sekarang "saingan" ampuhnya
advokat bukanlah lagi oknum
ABRI melainkan apa yang dikenal
dengan sebutan debt collectors
alias penagih utang. Tentang siapa
mereka, orang kebanyakan {the
main in the street) -pun banyak
tahu. Tentu orang bertanya - tanya
mengapa profesi yang didominasi
oleh kelompok masyarakat yang
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 11, No.3, Maret 2003
57
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
lebih banyak menggunakan otot
daripada otak itu demikian
menjamurnya. Apa gejala semacam
itu terjadi juga di negara-negara
yang seleksi terhadap pejabat
penegak hukumnya seketat Jepang?
pengacara/penasihat hukum ke
dalam unsur penegak hukum.
Namun dalam hubungannya dengan
penegakan disiplin kiranya
perannya minim sekali.
Faktor Masyarakat
Pemeo atau plesetan yang
berbunyi: "melapor kehilangan
kambing, akibatnya bahkan
kehilangan kerbau", sebagaimana
dikutip oleh A. Hamzah, tentu kita
sama-sama tahu plesetan itu
dialamatkan kepada siapa. Dalam
menertibkan disiplin lalu lintas
baik di kota-kota besar maupun
luar kota prestasi polisipun tidak
terlalu terpuji.
Bagaimana dengan unsur
penegak
hukum
advokat/
pengacara? Tentu diantara mereka
tidak semuanya yang terlibat bisnis
"jual-beli" hukum. Namun yang
disebut praktek mafia biasanya
yang dipersalahkan sebagai
pemicunya (uitlokker) adalah
pihak yang berpekara termasuk
yang mewakilinya, dalam hal ini
pengacaranya. Konon masih cukup
banyak kalangan advokat yang
tidak terhanyut menempuh jalan
pintas untuk menyelesaikan
perkara. Kebanyakan para penulis
tentang masalah-masalah hukum
memang memasukkan advokat/
58
Faktor (struktur), masyarakat
diyakini berpengaruh terhadap
penegakan hukum. Umpamanya
struktur masyarakat Medan
terkenal dengan sifat dinamisnya.
Oleh karenanya seorang pejabat
dalam bidang penegakan hukum
yang mendapat penempatan di
Medan, biasanya dinilai sebagai
batu ujian untuk mendapat promosi
atau penempatan yang lebih
terhormat. Seorang pejabat
(penegak hukum) yang cocok untuk
di Aceh belum tentu cocok untuk
mendapat
penempatan
di
Minahasa. Demikian juga seorang
yang berprestasi cukup baik ketika
menjabat di Papua belum tentu
cocok untuk di Jakarta.
Lebih mikro lagi, di lima
Kotamadya Jakarta. Seorang
Kapolres yang sukses di Jakarta
Utara, belum tentu bisa berhasil
dengan prestasi yang sama bila
ditempatkan di Jakarta Selatan.
Kita tahu bagaimana struktur
masyarakat Jakarta Utara dengan
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. U, No.3, Maret 2003
Khuinarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
daerah seperti Warakas, Koja,
Cilincing dan sebagainya dan kita
tahu pula Jakarta Selatan dengan
Kebayoran Barunya, Pondok
Indahnya, Cinere, dan sebagainya.
Hal lain yang masih bersangkut
paut dengan struktur atau kondisi
masyarakat dalam hal pengaruhnya
terhadap penegakan hukum ialah
kebijakan pengaturan lalu lintas di
Ibu kota yang lebih terkenal dengan
bahasa Inggrisnya ketentuan 'Three
In One', yaitu pada jam-jam
tertentu, yakni jam 6.30 hingga jam
10.00 pagi kendaraan pribadi yang
memasuki jalan-jalan tertentu
harus berisi penumpang tiga orang
(berikut pengemudi).
Suatu kebijakan lalu lintas
yang sudah diterapkan di Singapura
kurang lebih duapuluh tahun yang
lalu. Mungkin karena melihat
suksesnya Singapura dalam
mengurangi arus lalu lintas di
jalan-jalan protokol pada jam-jam
sibuk (rush hours), maka kemudian
diterapkan di Jakarta. Memang
pada minggu-minggu pertama
berhasil mengurangi arus lalu
lintas di kawasan dimaksud secara
cukup drastis. Namun lambat laun
keadaannya hampir sama kembali
seperti semula ! Apa yang terjadi?
Ternyata muncullah profesi baru,
yakni "jockey-jockey"
atau
apapun namanya. Yang dimaksud
ialah anak-anak berumur antara
tujuh tahun hingga belasan tahun
yan siap melengkapi angka tiga.
Kalau si pemilik kendaraan
mengemudikan
sendiri
kendaraannya, maka ia harus pula
menambah dua jockey. Upahnya
cukup murah, tidak lebih dari Rp.
5000,-. Mereka sudah berterima
kasih. Apa artinya penambahan
seribu dua ribu perak, bila
dibandingkan dengan harus
mengambil jalan melingkar atau
melambung. Untuk pengeluaran
bensin saja tidak cukup. Apalagi
untuk menghemat. Apalagi kalau
harus kena tilang. Pokoknya
dihitung dari sudut apa saja masih
serba menguntungkan kalau
"berlaku
sosial'
dengan
memberikan upah kepadajockey jockey tadi. Menyaksikan adanya
tiga orang dalam mobil, apa yang
bisadiperbuatBungPolisi! Pernah
terhadap kelompok joki semacam
itu dilakukan razia. Tapi, berapa
orang anggota polisi harus
dikerahkan untuk itu tiap paginya?
Untuk menjaga ketertiban saja
sudah kekurangan orang. Dan anakanak tersebut begitu melihat ada
gerakan Polisi menghampiri
mereka, mereka berlarian saja
menghindar. Apa akan dikejar
dengan tembakan peringatan?
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
59
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Ketentuan pidana untuk perjokian
semacam itu saja belum ada.
Dengan contoh-contoh tersebut
di atas, kiranya sudah jelas bagi
kita bahwa struktur atau kondisi
masyarakat harus diperhitungkan
sebagai faktor yang bisa
mempengaruhi usaha penegakan
hukum.
Faktor Kekuasaan
Kalau kita coba menemukan
arti "kekuasaan" dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, mungkin
yang tercocok dalam konteks ini
ialah berbunyi : "kemampuan
orang atau golongan untuk
menguasai orang atau golongan
lain berdasarkan kewibawaan,
wewenang, karisma, atau kekuatan
fisik". Kalau mau lengkap
seharusnya juga : harta atau
kekayaan.
Mengenai faktor kekuasaan
yang berpengaruh terhadap usaha
penegakan hukum ini diperkirakan
orang paling enggan untuk
membicarakannya secara terbuka.
Kalau dalam rangka kasak - kusuk
justru paling seru dibicarakan.
Apakah ini merupakan pertanda
bahwa keterbukaan di negara kita
ini masih merupakan Utopia?
60
Namun kalau kita mau jujur,
harus diakui bahwa pengaruh
(negatif) kekuasaan terhadap usaha
penegakan hukum di negara kita
masih sangat besar. Sebagai contoh
kecil-kecil saja, kembali soal lalu
lintas di Jakarta khususnya,
mungkin juga sama di tempattempat lain. Sebuah kendaraan
dihentikan oleh petugas kepolisian
karena melanggar ketentuan lalu
lintas. Sebut saja memasuki jalan
satu arah dari arah yang
berlawanan. Setelah dihentikan
ternyata pengemudinya seorang
anak muda bahkan tidak memiliki
SIM.
STNK-nya
juga
"ketinggalan". Pada kaca depan
maupun belakang tertempel sticker
organisasi pemuda tertentu.
Dari dialog antara petugas
yang berpangkat Sersan Kepala
dengan pengemudi diketahui bahwa
anak seorang purnawirawan
Perwira Tinggi yang sekarang
berkarya sebagai pimpinan Induk
Koperasi Angkatan tertentu. Maka
sang Serka tadi merasa cukup
dengan memberi wejangan saja
agar lain kali hati - hati dalam
memperhatikan rambu lalu lintas
dan jangan lupa membawa SIM dan
STNK. Itu baru anak seorang
purnawiraan. Bagaimana kalau
lebih "menyeramkan" lagi ?
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No J, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Dalam operasi pemberantasan
perjudian liar, menurut berita mass
media, terjaring juga seorang tokoh
organisasi pemuda yang sangat
terkenal.
Menurut
berita
selanjutnya yang bersangkutan
bahkan sudah ditahan di Polda
Metro Jaya, juga terkena tuduhan
tindak pidana lainnya. Pada waktu
hangat - hangatnya beredar berita
tentang telah ditahannya tokoh
organisasi pemuda itu, penulis
kebetulan menghadiri pelantikan
organisasi kepemudaan lainnya di
Bali Room Hotel Indonesia.
Seakan - akan tidak percaya pada
kebenaran penglihatan sendiri,
para hadirin saling bertanya
apakah yang duduk di baris tertentu
itu bukankah tokoh pemuda yang
sedang ramai diberitakan? Setelah
didaulat untuk naik panggung untuk
menyanyi, maka barulah jelas indra
penglihatan kami tidak kurang suatu
apa. Bukan saja bebas hingga
sekarang, konon yang bersangkutan
akan menuntut pihak kepolisian
atas salah satu kasus yang
dituduhkan kepadanya itu. Kalau
begitu, bagaimana sebenarnya
kebenaran berita - berita di mass
media dulu itu? Ataukah faktor
kekuasaan berperan di sini?
Pada penjelasan di atas
kekusaaan yang diberikan oleh
Kamus Besar Bahasa Indonesia
disarankan agar ditambahkan juga
kualifikasi harta atau kekayaan.
Salah satu contoh ialah kasus
berikut. Guna meningkatkan tertib
lalu lintas sekaligus mewujudkan
keamanan berlalu lintas, jalan yang
tergolong lebar, diberi batas
pemisah dari beton di tengahnya.
Cela untuk kendaraan berputar
(u-turn) juga tidak dibuat, agar
kelancaran lalu lintas tidak
terhambat oleh kendaraankendaraan yang berputar balik
arah. Belakangan dibangun sebuah
Pasar Swalayan yang besar. Sudah
bisa diduga, tidak lama sesudah itu
jalur pemisah di dekat Pasar
Swalayan tersebut kemudaian
dijebol untuk perputarannya
kendaraan-kendaraan yang akan
menuju pusat perbelanjaan itu,
meskipun oleh karenanya lalu
lintas menjadi sangat macet bahkan
semrawut. Pertanyaannya ialah
apakah berbelanja demikian
pentingnya seperti halnya pasien
gawat darurat yang harus mendapat
perawatan segera? Atau hanya
demi melariskan pasar swalayan
saja? Itulah suatu contoh
bagaimana kekuasaan yang
"ditimbulkan oleh harta/kekayaan
bisa berpengaruh terhadap usaha
penegakan hukum.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
61
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai
Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
bersifat unifikatif untuk seluruh
bangsa Indonesia. Mengenai
perkawinan
saja
hukum
perkawinan
yang
sudah
diundangkan sejak tahun 1974
dalam pelaksanaannya masih
terasa belum lancar betul.
Ketentuan-ketentuannya sebagai
hukum materiil saja terasa masih
bersifat gado-gado.
Faktor Kebudayaan
Soerjono Soekanto dalam
bukunya "Faktor-faktor yang
mempengaruhi Penegakan
Hukum" berpendapat bahwa
Faktor Kebudayaan sebenarnya
bisa dibahas bersama Faktor
Masyarakat (Soerjono Soekanto,
1980:38). Juga dalam tulisan ini,
karena faktor masyarakat sudah
diketengahkan, mengenai faktor
kebudayaan bisa
menjadi
pelengkap saja.
Contoh yang mencolok ialah
kiranya apa yang dipelopori oleh
Van Vollenhoven yang dianggap
sebagai Bapak Hukum Adat
Indonesia. Dari hasil penelitian
yang banyak menggunakan tenaga
para mahasiswa dari Rechts Hoge
School dahulu, ia akhirnya bisa
menemukan sistematik Hukum Adat
yang berlaku di berbagai daerah di
Indonesia. Alasan mengapa ia
berpendapat bahwa untuk hukum
perdata, hukum perdata Eropah
ketika itu belum bisa dinyatakan
berlaku ialah agar bisa dicerna
oleh masyarakat Indonesia
setempat. Hukum Adat akhir-akhir
ini memang perannya kian hari kian
menyusut. Meskipun demikian,
mengenai hukum warisnya
umpamanya, hingga sekarang masih
belum bisa diberlakukan yang
62
Law Review, Fakultas Hukum Un
Law In The Books dan Law In
Action
Penerapan hukum yang
memperhatikan lingkungan tempat
hukum itu diterapkan disebut
dalam bahasa Inggris dengan
istilah Law in The Books dan Law
in Action. Untuk efektifnya suatu
penerapan hukum maka penting
sekali segala faktor yang
mempengaruhi masyarakat yang
akan menerima penerapan hukum
itu di kaji. Dengan demikian
penerapannya diharapkan tidak
akan mengalami hambatan.
International Legal Center
(ILC) juga telah melakukan studi
tentang hal itu dan sebagai hasilnya
antara lain dituangkan dalam hasil
pengamatan sebagai berikut:
"We have seen that in many
law schools of Africa, Asia and
:
tas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Latin America, the predominant
concept identifies law as simply
a system ofprevailing legal norms
(created by legislatures of courts).
Consequently, the lawyer is
conceived as a specialist in laws
and the law school curriculum
reflects this image by teaching the
concent of legal doctrine while
ignoring the social context in
which it operates or its impact on
behavior".
Lebih Ianjut, laporan tersebut
mengatakan bahwa pengajaran
hukum hendaknya diarahkan
kepada pemahaman sebagai
berikut:
"
emphasizes not only
knowledge of the law as a set of
normative rules and the capacity
to interpret it, but the azquisition
of other skills and insights, e.g.,
ability to analyze and evaluate the
policy assumptions behind the
law; awareness that there are
problems of social development
which may be affected by the law;
appreciation of relationships
between the legal system and
political and economic system
and the social scienes as tools to
enable informed development of
law as an instrument of social
change
"(ILC, 1975:60).
Penegakan Disiplin Nasional
Mengenai penegakan disiplin
nasional dalam arti luas di luar
yang melalui penegakan hukum
sebagaimana
dikemukakan
sebelumnya, yakni taqwa kepada
Tuhan YME, kepatuhan dinamis,
kesadaran perlunya kepatuhan dan
ketaatan, kepatuhan yang rasional,
sikap mental dan keteladanan.
Demikian yang dikutip dari buku
karangan Prof. Dr. H. Hadari
Nawawi (Hadari Nawawi,
1994:90-91). Prof. Dr. Ir.
Sjamsoe'oed Sadjad, dalam
tulisannya
yang
berjudul
"Mendisiplinkan
Bangsa"
(Kompas, 4 Juli 1995), menitik
beratkan pada sikap correct dalam
segala hal. Jadi mungkin bisa
dipersamakan dengan butir 3,4 dan
5-nya Hadari Nawawi. Dalam
mengambil Singapura sebagai
contoh yang disebutnya "dengan
kebersihan dan ketertiban yang luar
biasa" hal itu menurutnya bisa
dicapai, disamping pendidikan
masyarakatnya ditegakkan kuatkuat, Pemerintah Singapura juga
menerapkan sanksi hukum terhadap
ketidaktertiban dengan sangat ketat.
Jadi diakui oleh Sjamsoe'oed
bahwa selain melalui pendidikan,
penegakan
hukum
secara
represifnya benar-benar diterapkan
secara ketat.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
63
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Memang harus diakui, bukan
hanya orang Indonesia yang
memuji ketertiban Singapura, atau
dalam konteks tulisan ini: disiplin
nasional Singapura. Soal antri,
soal menyebrang jalan, soal buang
sampah sembarangan, soal
larangan merokok, soal ketertiban
lalu lintas dan sebagainya,
pendatang dari negara-negara
majupun mengacungkan jempolnya.
Pernah penulis berbincang-bincang
dengan seorang pengusaha Filipina
yang sedang berkunjung ke
Singapura menceritakan tentang
kesannya dibandingkan dengan
sekian banyak negara yang pernah
dikunjunginya. la menyampaikan
kekagumannya yang luar biasa yang
justru dicapai oleh suatu negara
Asia Tenggara. Orang tahu
bagaimana hal itu bisa dicapai.
Sebagaimana apa yang ditulis oleh
Sjamsoe'oed tersebut dimuka,
sebagian penting memang
dihasilkan
dari
ketatnya
pelaksanaan sanksi atau penegakan
hukum. Suatu gerakan yang diawali
oleh Pemerintah di bawah
pimpinan Perdana Menteri Lee
Kuan Yew. Begitu populemya Lee
Kuan Yew, sehingga ketika New
York sedang mencari-cari seorang
Gubernur yang tepat untuk bisa
menangani segala kemelut dan
ketidak tertiban New York City,
64
ada yang menyebut - nyebut nama
Lee Kuan Yew sebagai orang yang
tepat untuk bisa dicapai oleh
Singapura bukan
sekedar
penerapan-penerapan denda,
hukuman atau sanksi-sanksi
lainnya. Pendidikan sebagaimana
disebutkan Sjamsoe'oed Sadjad
juga diperhatikan. Selain itu
keteladanan para Pemimpin juga
boleh dijadikan contoh.
Penutup
Banyak saran sebagai resep
penegakan disiplin nasional. Enam
butir yang disebutkan pada
pembahasan
sebelumnya
sebagaimana dikemukakan oleh
Hadari Nawawi. Ada yang
mengemukakan pendidikan baik
formal maupun non-formal sebagai
suatu sarana yang ampuh. Tetapi
penerapan sanksi atas segala
peraturan yang sudah ada atau
dengan kata lain usaha penegakan
hukum adalah resep yang ampuh
guna mengejar ketinggalan.
Memang, kalau akibat
daripada merosotnya disiplin
nasional bisa sampai menjangkau
timbulnya korupsi sebagaimana
disinyalir oleh MUI, kiranya
penerapan sanksi yang tegas namun
setimpal untuk mengakhiri maupun
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Sale
Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
mencegahnya, nampaknya sulit
dihindarkan. Korupsi dan kolusi
yang
tentunya
berakibat
menghambat pembangunan bahkan
kalau makin menjadi parah bahkan
menggagalkan pembangunan,
kiranya harus diterima sebagai
setimpal kalau para pelakunya
harus menerima sanksi yang
bagaimana beratnyapun.
(GDN). Suatu gerakan nasional
yang baik sekali untuk dijadikan
semacam pemicu daripada Good
(Public) Governance.
Tidak
lama
setelah
dicanangkannya Gerakan Disiplin
Nasional sudah mulai menerapkan
sanksi berupa denda terhadap
pelanggar disiplin nasional.
Korbannya pada umumnya
penyeberang jalan, pedagang kaki
lima, pembuang sampah di jalanan.
Jadi, mereka yang tergolong
lapisan bawah.
Badan Pembinaan Hukum
Nasional
Departemen
Kehakiman., Jakarta, lOJuni 1995.
Pada gilirannya, disiplin
nasional akan terwujud manakala
penegakan hukum dilakukan,
demikian kita ulangi pernyataannya
sebagaimana telah disebutkan
dalam bab Pendahuluan di muka.
Itu saja masih boleh juga, apabila
dibandingkan dengan tidak ada
tindak lanjutnya sama sekali.
Akhir-akhir ini orang bahkan sudah
melupakan bahwa delapan tahun
lebih yang lalu pernah dicanangkan
suatu gerakan yang disebut
Gerakan Disiplin Nasional
Daftar Bacaan
Hamzah, A., Dr. S.H, Pembinaan
Penegakan
Hukum
Dalam
Pembangunan Janka Panjang II,
, Membangun dan
Menegakkan Hukum dalam era
pembangunan berdasarkan
PAN CASH A dan UUD 1945,
kumpulan karangan dalam rangka
peringatan 25 tahun Fakultas
Hukum Universitas Kristen
Indonesia di Jakarta (1958-1983),
Penerbit Erlangga, 1983.
Hanawi, H. Hadari, Prof. Dr.,
Pengawasan
Melekat
di
Lingkungan
Aparatur
Pemerintah,
Mertokusumo, Sudikno, Prof. Dr.,
SH, Mengenal Hukum Suatu
Pengantar, Rajawali, 1999Rusin,
M, Rusaini, S.H.,M.H., Beberapa
Permasalahan Hukum Pemikiran
dan Penegakan, Universitas
Muhammadyah Jakarta, 1993.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
~65
Khumarga : Penegakan Hukum Sebagai Salah Satu Sarana Penegakan Disiplin Nasional
Rahardjo, Satjipto, Prof. Dr. S.H.,
Masalah Penegakan Hukum,
Suatu Tinjauan Sosiologis,
Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman,
1983.
Redaksi Sinar Grafika, Undang
- undang
Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan 1992, Radar Jaya
Offset, 1992.
Sardjono, Agus,
Beberapa
Problematika Penegakan Hukum
Dalam Praktek Peradilan,
Hukum dan Pembangunan, nomor
5, tahun XXIV Oktober 1994.
Soekanto, Soerjono, Dr., S.H.,
M.A., Penegakan Hukum, Badan
Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman, Penerbit
BinaCipta, 1983.
Sjadjad, Sjamsoe'oed, Prof. Dr.
Ir., Mendisiplinkan
Bangsa,
Kompas,4Julil995.
Soekanto, Soerjono, Prof. Dr.,
S.H., M.A., Faktor - faktor yang
Mempengaruhi Penegakan
Hukum, CV. Rajawali, 1983.
66
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.3, Maret 2003
Download