RINGKASAN EKSEKUTIF Stabilitas sistem keuangan pada semester I 2016 hampir di semua sektor. Kinerja korporasi yang membaik walaupun risiko yang berasal dari dampak melemah berdampak kepada permintaan kredit dan lambatnya pertumbuhan ekonomi global dan domestik DPK sehingga menyebabkan intermediasi perbankan masih cukup besar. Perbaikan tersebut diindikasikan tumbuh melambat. Hal ini pada akhirnya berdampak oleh menurunnya Indeks Stabilitas Sistem Keuangan pada meningkatnya risiko kredit dan menurunnya (ISSK) dan Indeks Risiko Sistemik Perbankan (IRSP). efisiensi perbankan. Sementara itu, kondisi global, Perbaikan kondisi stabilitas sistem keuangan ditopang penurunan kinerja korporasi dan rumah tangga, serta oleh meningkatnya perbankan juga berpengaruh terhadap turunnya likuiditas perbankan serta membaiknya kinerja pasar penerimaan pemerintah sehingga keterbatasan ruang keuangan. Namun demikian, peningkatan risiko kredit, fiskal meningkat. Keterbatasan ruang fiskal pemerintah penurunan intermediasi dan efisiensi perbankan perlu yang bersamaan dengan kebijakan bagi Industri terus dicermati. Keuangan Non Bank (IKNB) untuk meningkatkan kuatnya permodalan dan porsi Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki pada Pertumbuhan ekonomi dunia yang masih belum prosentase tertentu berpengaruh terhadap penurunan menguat dan lemahnya harga komoditas global telah DPK dan meningkatnya risiko pada bank tertentu. berdampak pada lambatnya pertumbuhan ekonomi domestik. Kedua hal ini berpengaruh terhadap Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, melambatnya kinerja rumah tangga dan korporasi terutama didorong oleh besarnya modal asing yang xvii KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016 masuk ke aset keuangan sehingga kinerja dan risiko 2016. Walaupun menjelang akhir semester I terjadi pasar keuangan domestik membaik. Penguatan ini peningkatan risiko pasar sebagai akibat Brexit, namun berpengaruh pada meningkatnya sumber pendanaan peningkatan volatilitas di pasar keuangan tersebut melalui pasar modal, di tengah melambatnya relatif terbatas. Penurunan risiko di pasar keuangan pertumbuhan kredit. Besarnya arus modal masuk ke global diindikasikan oleh penurunan indeks VIX dan Indonesia tidak terlepas dari pengaruh menurunnya perbaikan di bursa saham regional seperti Filipina, risiko pasar global sejalan dengan menurunnya Thailand, Vietnam dan Indonesia. ketidakpastian pasar global dengan sejalan dengan menurunnya ketidakpastian kenaikan suku bunga the Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi domestik mulai Fed dan relatif terbatasnya dampak Brexit. membaik walaupun pertumbuhan ekonomi global masih melambat. Perbaikan terutama terjadi pada Pertumbuhan perekonomian global masih belum triwulan II dengan inflasi yang terjaga, defisit neraca menguat terutama untuk negara maju yang masih pembayaran berkurang dengan ekspor yang mulai tumbuh melambat. Perekonomian Amerika Serikat meningkat dan nilai tukar rupiah yang menguat. (AS) tumbuh lebih rendah dari perkiraan sebagai Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II ditopang akibat investasi yang masih melambat. Perekonomian oleh peningkatan konsumsi dan investasi dengan Eropa tumbuh melambat dan diperburuk isu Brexit. membaiknya daya beli masyarakat serta stimulus Sementara masih fiskal pemerintah. Di sektor pemerintah, akselerasi dihadapkan pada masalah sektor swasta yang konsumsi dan investasi tersebut berlanjut di tengah mengalami kapasitas produksi melebihi batas optimal sumber penerimaan yang relatif terbatas. itu, perekonomian Tiongkok serta utang korporasi yang masih tinggi. Disisi lain, perekonomian emerging market mulai menunjukkan Di tengah perbaikan perekonomian tersebut, risiko perbaikan. Lebih lanjut, harga sebagian komoditas ketidakseimbangan keuangan domestik masih cukup utama dunia mulai meningkat walaupun terbatas. tinggi. Hal ini terlihat dari berlanjutnya kontraksi pada Peningkatan harga komoditas ini lebih disebabkan siklus keuangan sebagai akibat kredit perbankan yang berkurangnya penawaran, misalnya minyak bumi bersifat prosiklikal sehingga intermediasi semakin karena penurunan produksi AS dan beberapa negara melambat. Risiko keterbatasan ruang fiskal ke depan produsen lainnya. juga semakin meningkat sejalan dengan kebijakan stimulus fiskal pemerintah di tengah terbatasnya Risiko di pasar keuangan global turun dibandingkan sumber penerimaan pemerintah. Besarnya arus modal semester II 2015 terutama karena menurunnya asing yang masuk ke pasar keuangan menyebabkan ketidakpastian kenaikan suku bunga The Fed dan porsi kepemilikan asing di pasar keuangan meningkat, relatif terbatasnya dampak Brexit. Sejalan dengan terutama di SBN, dan saham sehingga meningkatkan masih lambatnya perekonomian global, kebijakan risiko pembalikan arus modal. Selain itu, ULN korporasi moneter yang longgar terus berlanjut di beberapa yang tidak di-hedging masih cukup tinggi sehingga negara. AS belum menaikkan Fed Fund Rate yang sensitif terhadap risiko nilai tukar. Pemerintah, Bank diperkirakan baru akan dinaikkan pada akhir tahun Indonesia dan otoritas keuangan lainnya berupaya xviii untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut melalui Risiko di pasar SBN menurun sebagaimana tercermin berbagai kebijakan. Undang-Undang Pengampunan dari kenaikan Indeks IDMA dan penurunan tingkat Pajak (Tax Amnesty) yang ditetapkan pada akhir imbal hasil (yield) SBN terutama pada tenor pendek. Juni 2016 diperkirakan dapat mengurangi risiko Kondisi ini mengindikasikan bahwa risiko perekonomian fiskal dan menjadi salah satu sumber pembiayaan Indonesia relatif terjaga sehingga premi risiko yang perekonomian. Bank Indonesia juga mengeluarkan diminta investor relatif menurun. Selama semester bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta I 2016, kepemilikan non residen terhadap SBN pendalaman pasar keuangan sebagai upaya mitigasi meningkat sebesar Rp 85,47 triliun. Namun, kenaikan berbagai risiko tersebut. outstanding SBN pemerintah melalui penerbitan baru di semester I 2016 belum mampu mendorong Seiring dengan perbaikan sentimen di pasar keuangan investor untuk meningkatkan perdagangan di pasar global, tekanan yang dihadapi pasar keuangan sekunder sehingga turn over rasio perdagangan turun domestik cenderung menurun dibandingkan semester dibandingkan semester sebelumnya. sebelumnya. Penurunan risiko terutama terlihat di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) rupiah, pasar valas, Risiko di pasar obligasi korporasi juga mengalami pasar saham dan pasar obligasi, baik obligasi negara penurunan, sejalan dengan penurunan risiko di pasar maupun obligasi korporasi. Namun demikian, tetap SBN. Hal ini tercermin pada penurunan imbal hasil perlu diwaspadai potensi risiko kenaikan suku bunga yang diminta investor atas obligasi korporasi untuk dan volatilitas suku bunga PUAB valas. semua peringkat. Volatilitas yield obligasi korporasi secara rata-rata juga mengalami penurunan menjadi Penurunan risiko PUAB rupiah tercermin dari 6,10% dari 8,94% pada semester sebelumnya. penurunan suku bunga untuk semua tenor. Penurunan suku bunga PUAB disebabkan oleh meningkatnya Penurunan risiko juga terjadi di pasar saham. Hal ini likuiditas kebijakan diindikasikan dengan kenaikan Indeks Harga Saham pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) dan Gabungan (IHSG) dan penurunan volatilitas harga penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia. Namun saham, baik secara aggregat maupun sektoral. Sektor demikian, kebijakan penurunan suku bunga tersebut konsumsi, pertambangan dan properti merupakan berdampak pada peningkatan volatilitas di PUAB sektor yang mencatatkan peningkatan kepemilikan rupiah. non residen yang tertinggi. Selama semester I 2016, perbankan sejalan dengan aliran masuk dana investor non residen di pasar saham Di pasar valuta asing, terjadi penurunan risiko sejalan secara neto tercatat sebesar Rp 15,38 triliun. dengan penurunan ketidakpastian di pasar keuangan global dan membaiknya persepsi investor terhadap Sejalan dengan perkembangan sektor keuangan perekonomian domestik. Hal ini menyebabkan konvensional, pasar keuangan syariah mencatatkan meningkatnya arus modal asing ke pasar keuangan kinerja yang positif, terutama di pasar sukuk domestik sehingga nilai tukar rupiah menguat dan pemerintah dan pasar saham. Positifnya persepsi volatilitas di pasar valas menurun. investor terhadap prospek pertumbuhan ekonomi xix KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016 Indonesia, termasuk sektor syariah, ditunjukkan tangga meningkat seiring dengan peningkatan alokasi dengan penurunan volatilitas dan peningkatan pengeluaran rumah tangga untuk tabungan. Risiko indeks saham syariah. Selain itu, rendahnya tingkat kredit rumah tangga (NPL) kembali meningkat sesuai suku bunga secara global memberikan insentif bagi pola musiman menjadi sebesar 1,75% dibandingkan pemerintah dan korporasi untuk menerbitkan sukuk semester II 2015 yang sebesar 1,55%, namun stabil pada semester I 2016. Sementara itu, penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. volume dan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) manjadi salah satu indikator penurunan risiko Kinerja korporasi1 masih melambat. Perlambatan di pasar uang syariah. pertumbuhan ekonomi global yang terus berlanjut menyebabkan permintaan ekspor menurun sehingga Kinerja sektor rumah tangga dan korporasi mulai kenaikan harga beberapa komoditas belum berdampak menunjukkan perbaikan pada semester ini namun kepada masih Kenaikan korporasi tersebut sedikit tertahan oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2016 mendorong permintaan dari domestik seiring terjadinya kenaikan optimisme rumah tangga dan korporasi terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2016. Namun, kondisi perekonomian ke depan. Perbaikan optimisme dampak positif yang diberikan belum cukup kuat rumah tangga dan korporasi tersebut ditunjukkan mendorong perbaikan kinerja korporasi. Indikator melalui beberapa survei yang dilakukan Bank kinerja korporasi yang tercermin dari produktivitas, Indonesia. Optimisme sektor rumah tangga terlihat profitabilitas, solvabilitas, likuiditas, dan Debt To dari peningkatan Indeks Penjualan Riil dan Indeks Equity Ratio (DER) cenderung mengalami penurunan. dalam tren yang melambat. kinerja korporasi. Pelemahan kinerja Keyakinan Konsumen dari semester sebelumnya. Sementara perbaikan optimisme korporasi Perlambatan kinerja korporasi ini perlu diwaspadai terlihat melalui Survei Kegiatan Dunia Usaha yang karena porsi kredit perbankan yang disalurkan kepada menunjukkan peningkatan kegiatan usaha. sektor korporasi meningkat. Selain itu, pertumbuhan kredit perbankan kepada korporasi masih cukup tinggi Optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi tersebut sebesar 12,13% dibandingkan dengan pertumbuhan belum kinerja kredit keseluruhan sebesar 8,89%. Rasio NPL gross rumah tangga karena kenaikan konsumsi cenderung korporasi juga meningkat menjadi 3,56% dari dipengaruhi oleh efek musiman menjelang lebaran. 2,71% pada akhir semester II 2015 seiring dengan Porsi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi turunnya kemampuan membayar utang korporasi. meningkat pada semester ini, sementara porsi Penurunan kemampuan membayar juga tercermin untuk pembayaran cicilan utang menurun seiring dari peningkatan restrukturisasi pinjaman luar negeri dengan turunnya kredit ke rumah tangga. Kredit korporasi. Sementara itu, DPK korporasi tumbuh ke perorangan sebagai proksi kredit rumah tangga melambat sebesar 9,95%, jika dibandingkan dengan turun menjadi 7,92% (yoy) dari 8,04% pada semester semester II 2015 yang sebesar 11,44% sejalan dengan II 2015. Sementara itu, pertumbuhan DPK rumah upaya pelunasan dan/atau pembayaran cicilan utang berdampak signifikan terhadap lebih awal yang dilakukan korporasi. 1 Kinerja korporasi menggunakan data laporan keuangan korporasi publik hingga triwulan II 2016. xx Melambatnya kinerja korporasi berpengaruh terhadap oleh peningkatan penyaluran Kredit Usaha Rakyat kinerja perbankan meskipun secara umum stabilitas (KUR) dengan skema subsidi bunga dari pemerintah. industri perbankan masih terjaga. Terjaganya stabilitas Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) industri perbankan ditopang oleh tingginya permodalan perbankan pada semester I 2016 melambat menjadi perbankan yang berada jauh diatas ketentuan 5,90% (yoy) dari sebelumnya 7,26%. Pertumbuhan DPK minimum serta meningkatnya likuiditas perbankan melambat akibat masih lemahnya kinerja korporasi, walaupun risiko kredit meningkat dan intermediasi terjadinya shifting DPK milik Industri Keuangan Non melambat. perbankan Bank (IKNB) ke SBN, serta turunnya dana Pemda di tercermin dari kenaikan AL/DPK menjadi 97,40% dari perbankan. Perlambatan pertumbuhan DPK pada akhir 93,44%, sejalan dengan tingginya ekspansi rekening semester I juga disumbang pola musiman penarikan pemerintah di awal tahun, pelonggaran GWM Primer uang kartal periode Ramadhan. Dari sisi risiko kredit, dan masih terbatasnya pertumbuhan kredit. peningkatan rasio NPL gross masih berlanjut menjadi Meningkatnya likuiditas 3,05% dari 2,56% pada semester I 2015 dan semester Kenaikan permodalan bank (CAR) dari 21,39% menjadi II 2015 yang sebesar 2,49%. Peningkatan NPL ini 22,56% pada semester laporan disebabkan karena sejalan menurunnya kemampuan membayar utang sikap bank yang berhati-hati dalam menyalurkan dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat. kredit pertumbuhan Berdasarkan sektor ekonomi, peningkatan NPL gross ekonomi sehingga menurunkan pertumbuhan ATMR paling tinggi terjadi pada sektor Pertambangan, bank. Tingginya CAR industri perbankan tersebut Pengangkutan dan Telekomunikasi, serta Industri memungkinkan Pengolahan. di tengah perlambatan perbankan memenuhi aturan Basel III mengenai permodalan, khususnya capital conservation buffer, countercyclical buffer dan capital Di tengah penurunan pertumbuhan kredit dan surcharge untuk bank-bank yang tergolong sistemik, meningkatnya yang mulai berlaku awal 2016. peningkatan biaya pencadangan bank akibat NPL, profitabilitas perbankan pada periode ini stabil dengan ROA pada level 2,31%%. Intermediasi perbankan terus melambat akibat Perbankan menjaga melemahnya permintaan seiring dengan kinerja meningkatkan Net Interest Margin (NIM). Sehingga korporasi sehingga menurunkan permintaan kredit. efisiensi perbankan menurun akibat meningkatnya Sementara dari sisi supply, perbankan cenderung biaya operasional dan pencadangan. Penurunan menahan ekspansi kredit karena meningkatnya NPL efisiensi tercermin dari kenaikan rasio Beban dengan memperkuat kebijakan pemberian kredit. Operasional Pada semester I 2016, kredit tumbuh 8,89% (yoy) lebih (BOPO) dari 81,49% menjadi 82,23% pada semester rendah dibanding semester II 2015 sebesar 10,45%. laporan. Indikator lainnya yaitu cost to income ratio/ Berbeda dengan arah perlambatan kredit secara CIR (rasio biaya selain bunga terhadap pendapatan) keseluruhan, pertumbuhan kredit UMKM meningkat menunjukkan penurunan dari 59,47% menjadi 56,20% menjadi 8,3% dari 8,0% pada semester sebelumnya. pada semester I 2016. Penurunan CIR dipengaruhi oleh Peningkatan kredit UMKM tersebut lebih disebabkan pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional terhadap level profitabilitas Pendapatan dengan Operasional xxi KAJIAN STABILITAS KEUANGAN No. 27, September 2016 selain bunga yang naik relatif lebih tinggi dibandingkan ketersediaan sistem sesuai dengan tingkat layanan dengan beban operasional selain bunga. Pergerakan yang telah ditetapkan dan pelaksanaan implementasi CIR dan BOPO ke arah yang berbeda ini menunjukkan infrastruktur pembayaran baik untuk layanan ritel bahwa efisiensi bank yang menurun lebih disebabkan maupun transaksi bernilai besar. Sementara itu, untuk oleh kegiatan atau usaha bank dalam bentuk bunga. sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh industri tercermin dari meningkatnya penggunaan instrumen Sejalan dengan perbankan konvensional yang mengalami perlambatan, pertumbuhan perbankan pembayaran nontunai dan kelancaran pembayaran yang terjaga. syariah juga melambat lebih dalam. Perlambatan juga diikuti dengan meningkatnya risiko pembiayaan Kinerja yang baik tersebut diatas tidak terlepas dari perbankan syariah yang mulai menekan profitabilitas berbagai upaya Bank Indonesia untuk memitigasi serta Kendati risiko dan meningkatkan kinerja operasional sistem demikian likuiditas perbankan syariah masih relatif pembayaran. Upaya dimaksud dilakukan dengan terjaga. menetapkan berbagai kebijakan dan ketentuan, permodalan perbankan syariah. pengembangan infrastruktur dan pengawasan Sementara itu, kinerja IKNB secara umum mulai sistem pembayaran. Kebijakan yang dikeluarkan tumbuh positif walaupun pada level yang rendah. selama semester I 2016 adalah penggunaan Central Pembiayaan dari Perusahaan Pembiayaan (PP) mulai Bank Money (CeBM) untuk setelmen dana transaksi meningkat sejalan dengan peningkatan pendanaan. surat berharga di pasar modal, penyediaan layanan Lebih lanjut kinerja industri asuransi membaik pengelolaan rekening giro termasuk penyediaan sebagaimana tercermin dari aset dan investasi industri sarana elektronik dan online kepada mitra strategis asuransi yang mengalami pertumbuhan. Dari sisi (pemerintah, bank, lembaga internasional, dan risiko, terjadi peningkatan NPF pada PP sementara lembaga lainnya) yang dikenal dengan Sistem Bank risiko usaha asuransi mengalami penurunan yang Indonesia Government Electronic Banking (BIG-eB), tercermin dari peningkatan rasio kecukupan premi dan pengembangan Sistem Kliring Nasional Bank terhadap pembayaran klaim. Indonesia (SKNBI) Generasi II Tahap II untuk fitur bulk payment. Dari sisi infrastruktur sistem keuangan, penyelenggaraan sistem pembayaran berjalan dengan Risiko sistem pembayaran masih terjaga, baik pada aman, lancar dan efisien sehingga mampu mendukung risiko setelmen, risiko likuiditas, risiko operasional terjaganya stabilitas moneter dan sistem keuangan, dan risiko sistemik. Risiko setelmen yang rendah serta memperlancar kegiatan perekonomian. Hal tercermin dari kecilnya nilai dan volume transaksi tersebut mencerminkan keberhasilan kebijakan Bank pembayaran melalui sistem BI-RTGS yang tidak dapat Indonesia untuk senantiasa meningkatkan kinerja diselesaikan sampai berakhirnya waktu operasional. sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Demikian pula dengan risiko likuiditas, dengan Indonesia maupun industri. Kinerja yang baik dari tidak terdapatnya penggunaan Fasilitas Likuiditas sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Intrahari (FLI) pada periode ini. Selain itu, risiko Indonesia tercermin dari rendahnya risiko setelmen operasional terkendali dengan baik dan dimitigasi dan likuiditas, terpenuhinya tingkat keandalan dan dengan menerapkan Business Continuity Plan (BCP) xxii antara lain dengan menyediakan infrastruktur back properti mulai terlihat namun masih terbatas karena up system untuk menggantikan sistem utama. Untuk transmisi kebijakan tersebut memelukan waktu risiko sistemik, terlihat peningkatan namun masih (terdapat time lag). pada level yang rendah. Risiko sistemik pada sistem BI-RTGS diukur dari keterhubungan antar peserta Untuk menciptakan momentum pertumbuhan (interconnectedness) dalam sistem BI-RTGS yang ekonomi, kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut dihitung dari jumlah counterparty yang dimiliki oleh diatas perlu diperkuat dengan masing-masing peserta sistem BI-RTGS. Dengan kebijakan LTV/FTV lanjutan dan penyempurnaan membandingkan total counterparty dari 10 bank yang LFR yang dikaitkan dengan GWM. Selain itu, Bank memiliki jumlah counterparty terbanyak di semester I Indonesia kembali menetapkan besaran CCB tetap 2016 dan semester II 2015, diketahui bahwa potensi sebesar 0% dengan mempertimbangkan fase kontraksi risiko sistemik dari sistem BI-RTGS pada semester I siklus keuangan, faktor makroekonomi, perbankan 2016 lebih besar dibandingkan semester II 2015 tetapi dan pasar aset. penyempurnaan lebih rendah dibandingkan semester I 2015. Lebih lanjut, untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, Akses dan penggunaan layanan keuangan oleh Bank Indonesia memperkuat koordinasi dengan masyarakat Indonesia menunjukkan peningkatan, Pemerintah dan otoritas terkait baik dalam kerangka tercermin dari meningkatnya Indeks Keuangan KSSK maupun secara bilateral. Penguatan koordinasi Inklusif Indonesia dan layanan keuangan digital (LKD). tersebut juga dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan Peningkatan LKD antara lain ditunjukkan oleh kenaikan Undang-Undang No.9 tahun 2016 tentang Pencegahan jumlah agen dan jumlah transaksi uang elektronik dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan yang telah pada agen LKD. diberlakukan pada 15 April 2016. Sementara itu meningkatnya Indeks Keuangan Inklusif dicerminkan oleh akses yang menggunakan indikator ketersediaan layanan Kebijakan makroprudensial ini merupakan bagian dari bank (mencakup kantor bank, ATM, dan agen LKD), bauran kebijakan Bank Indonesia secara keseluruhan, penggunaan rekening bank, dan nilai simpanan dan antara lain di bidang moneter dengan penurunan BI kredit. Rate, penurunan GWM primer dan reformulasi suku bunga kebijakan Bank Indonesia yang ditransmisikan Dalam rangka mendorong intermediasi perbankan menjadi suku bunga perbankan. Demikian pula di guna mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap bidang Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang mengedepankan mitigasi risiko sistemik, kebijakan dalam mendukung pendalaman pasar keuangan makroprudensial Bank Indonesia pada semester I dengan penggunaan Central Bank Money (CeBM) untuk 2016 masih bersifat akomodatif dan countercyclical. setelmen transaksi di pasar modal, pengembangan Berdasarkan hasil evaluasi Bank Indonesia, ketentuan SKNBI serta pengembangan dan sosialisasi mengenai LTV ratio dan ketentuan LFR yang dikaitkan dengan layanan keuangan digital kepada masyarakat. GWM yang dikeluarkan pada semester I 2015 dapat menahan perlambatan kredit lebih lanjut. Disadari pula bahwa peningkatan kredit, khususnya pada kredit xxiii