BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat beresiko terkena kanker. Kanker adalah penyakit proliferasi sel-sel tumor yang mempengaruhi pertumbuhan sel normal, dimana terdapat gen pengativasi tumor yang menyebabkan proliferasi sel tidak terkendali jika ditransmisikan ke sel normal dan dapat mempengaruhi fungsi fisik dan sosial dalam waktu yang lama (Muscari, 2005). Berdasarkan seluruh kasus kanker yang terjadi, diperkirakan 2% hingga 4% menyerang anak. Hal ini menyumbangkan 10% kematian pada anakanak. Menurut National Cancer Institute (2007) di Amerika Serikat terdapat kirakira 10.400 anak dengan usia dibawah lima tahun menderita kanker dan sekitar 1.545 anak meninggal dunia akibat kanker. Setiap tahun rata-rata satu sampai dua per 10.000 kasus pada anak yang mengalami kanker. Di Amerika terjadi peningkatan angka kejadian kanker pada anak yaitu meningkat dari 11,5 kasus per 100.000 anak pada tahun 1975 menjadi 14,8 kasus per 100.000 di tahun 2004. Selain itu, data dari American Cancer Society USA, di Amerika Serikat pada tahun 2012 kasus kanker pada anak di Amerika sekitar 12.060 kasus baru dalam rentang usia antara 0-14 tahun dan kematian akibat kanker pada anak sekitar 1.340 diantara usia 0-14 tahun dan 1/3 kasus kematian karena leukemia (American Cancer Society, 2012). Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Bali 1 2 pada tahun 2011, terdapat sebanyak 2.887 pasien kanker di seluruh rumah sakit daerah di Bali. Berdasarkan data yang diperoleh di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar Bali, terdapat sebanyak 2.388 pasien kanker pada tahun 2012. Jumlah tersebut sedikit lebih banyak dibandingkan tahun 2011 yang hanya sebanyak 2020 pasien (Rekam Medis RSUP Sanglah, 2013). Berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar Bali, terdapat kasus kanker pada anak usia satu sampai 14 tahun sebanyak 176 pasien pada tahun 2012. Jumlah tersebut sedikit lebih banyak dibandingkan tahun 2011 yang hanya sebanyak 168 pasien. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penderita kanker pada anak yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar Bali cenderung meningkat dalam dua tahun terakhir (Rekam Medis RSUP Sanglah, 2013). Kanker yang banyak menyerang anak-anak adalah leukemia, tumor otak, retinoblastoma, limfoma, neuroblastoma, tumor wilms dan osteosarkoma (Muscari, 2005). Menurut American Cancer Society USA, sebanyak 933 (38%) adalah anak-anak yang menderita kanker pada usia 0-17 tahun. Kasus terbanyak adalah leukemia sebanyak 664 (27,3%), lymphoma malignum sebanyak 85 (3,5%), retinoblastoma sebanyak 81 (3,3%), rabdomiosarkoma 53 (2,2%), dan neuroblastoma sebanyak 50 (2,1%). Penanganan terbaru kanker pada anak meliputi kombinasi dari kemoterapi, radiasi dan kadang pembedahan. Tindakan tersebut sangat lama dan sering menimbulkan ketidaknyamanan atau efek samping berupa nyeri hebat, mual 3 muntah dan beberapa anak dengan kanker meninggal dunia (DeAngelis & Zylke, 2006). Selain menimbulkan ketidaknyamanan, efek dari penanganan kanker juga menimbulkan masalah fisik dan psikososial. Masalah fisik yang sering muncul pada anak dengan kanker diantaranya adalah kelelahan, nyeri, cachexia, anemia, dan infeksi (Ball & Bindler, 2003). Nyeri, mual dan muntah, masalah nutrisi, mukositis dan fatigue merupakan masalah fisik yang dialami oleh anak dengan kanker. Fatigue (kelelahan) merupakan masalah fisik yang paling sering dikeluhkan anak yang menjalani pengobatan. Masalah fisik yang dialami oleh anak yang menderita kanker sebagai akibat penyakit dan regimen terapi yang diberikan menjadi sumber penderitaan bagi anak. Faktor yang menyebabkan stress dan kecemasan pada anak yang menderita kanker berhubungan dengan tiga stressor utama yaitu prosedur, pengobatan dan berbagai terapi pendukung (Enskar dan von Essen, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tiurlan Mariasima (2011) mengemukakan bahwa stressor bagi anak penderita Leukemia limfositik akut (LLA) selama menjalani terapi yaitu tindakan pengobatan dan hospitalisasi. Tindakan pengobatan seperti dilakukan penyuntikan pada intravena, dilakukan pemasangan infus dan diberikan transfusi darah menjadi stressor bagi anak dengan LLA selama menjalani terapi. Demikian juga prosedur pemeriksaan fisik dan diagnostik yang menyakitkan seperti pengambilan darah dan tindakan bone marrow punction (BMP). Efek obat-obatan secara langsung maupun tidak langsung, menimbulkan rangsang perih dan mual juga merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh anak selama menjalani terapi. Selain sensasi menyakitkan 4 secara fisik, anak dengan LLA juga menggambarkan perasaan takut yang mereka rasakan dari tindakan pengobatan yaitu perasaan takut untuk disuntik, takut untuk dilakukan kemoterapi dan takut untuk dilakukan pemeriksaan diagnostik. Di sisi lain, anak mengalami sensasi psikologis yang tidak menyenangkan seperti perasaan membosankan dan ketakutan menjalani prosedur terapi yang lama dan menyakitkan. Penelitian yang dilakukan oleh Enskar dan von Essen (2008) menunjukkan bahwa pada umumnya anak yang sedang menjalani kemoterapi menunjukkan kecemasan dan distress psikososial yang mempengaruhi kepuasan anak dalam berpartisipasi terhadap kehidupan sosialnya. Kecemasan pada anak dengan kanker normal terjadi sebagai akibat dari penyakit yang diderita dan terapi pengobatan. Selain itu, anak yang lebih besar akan memperlihatkan gejala depresi dan berbagai perubahan perilaku akibat dari penyakit dan regimen terapi. Fatigue, mual dan muntah serta gangguan tidur yang apabila terjadi bersama-sama dapat menjadi suatu kumpulan gejala dapat menimbulkan gejala depresi dan perubahan perilaku pada remaja, namun pada anak gejala fatigue saja dapat mengakibatkan timbulnya gejala depresi dan perubahan perilaku (Hockenberry, et al. 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di ruang Pudak RSUP Sanglah didapatkan pasien yang sedang menjalani kemoterapi pada bulan September 2013 sebanyak 21 orang. Hasil wawancara dengan 10 orang pasien dan orang tuanya, di dapatkan data bahwa lima dari 10 pasien mengungkapkan secara verbal bahwa dirinya mengalami kecemasan akan tindakan kemoterapi, 5 kecemasan akan penyakitnya dan takut akibat dari efek kemoterapi seperti lemas, mual, muntah dan tidak dapat bermain bersama teman. Keadaan sakit dan dirawat adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan bagi anak. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi anak bertumbuh dan berkembang. Respon anak terhadap penyakit berbeda-beda dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, pola asuh, dukungan keluarga, sosial ekonomi keluarga dan pengalaman sakit sebelumnya. Anak dapat atau tidak dapat beradaptasi dengan kondisi sakitnya, karena adaptasi adalah proses alamiah yang terjadi di dalam tubuh sebagai reaksi terhadap adanya stimulus (Hockenberry & Wilson, 2009). Kegagalan dalam beradaptasi dengan kondisi fisik dan pengobatan dapat mempengaruhi fungsi psikososial anak. Anak akan menyesuaikan diri dengan masalah fisik yang dialami akibat penyakit dan terapi yang diterimanya. Selama beradaptasi dengan kondisi fisiknya, anak tetap berhubungan dengan teman, keluarga, pemberi perawatan kesehatan dengan lingkungan sekitar. Menurut Enskar dan Von Essen (2000), pada umumnya anak yang berusia 8-12 tahun dengan kanker mengharapkan kemampuan sosial dari tenaga kesehatan, adanya aktivitas hiburan dan pemenuhan kebutuhan dasar sebagai bagian yang penting dalam perawatan selama dirumah sakit. Salah satu fungsi perawat anak adalah meringankan respon hospitalisasi, dengan cara menghibur klien dan memenuhi segala kebutuhannya, seperti memberikan suatu lingkungan yang dapat menghilangkan kecemasan yang disebabkan oleh penyakit dan lingkungan rumah sakit. Salah satu cara meminimalkan kecemasan anak yaitu dengan bermain, 6 karena dengan bermain akan berdampak bagi kesehatan mental, emosional, dan sosial (Nursalam, 2005) Menurut Wong (2000), bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial. Bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, mengenal waktu, jarak, serta suara. Berdasarkan isinya, bermain ada beberapa macam yaitu: social affective skill, skill play, games, unoccupied behavior, dramatic play. Menurut karakter sosial: onlooker play, solitary play, parallel play, associative play, cooperative play. Terapi bermain merupakan salah satu model terapi dengan menggunakan metode permainan. Bermain adalah suatu aktivitas yang menyenangkan, spontan dan didorong oleh motivasi internal yang pada umumnya dilakukan oleh anakanak. Terapi ini adalah cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan konflik dalam dirinya yang tidak disadari. Bermain juga merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan sendiri untuk memperoleh kesenangan (Dariyo, 2007). Anak bermain pada dasarnya agar memperoleh kesenangan, sehingga ia tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial (Soetjiningsih, 1995). Bermain dapat mengungkapkan 7 konflik yang dialami oleh anak dan bermain adalah cara yang baik untuk mengatasi kemarahan, kekuatiran dan kedukaan (Soetjiningsih, 1995). Penelitian yang dilakukan Longe (2005) memaparkan beberapa anak yang menjalani terapi kanker sambil bermain dapat menjadi sumber koping bagi anak itu sendiri. Dengan bermain anak akan tampak lebih senang. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Pudak RSUP Sanglah Denpasar, salah satu tindakan yang sudah dilakukan di ruang perawatan anak untuk mengurangi kecemasan ini adalah dengan program terapi bermain yang dilaksanakan bekerja sama dengan mahasiswa praktek klinik dan belum dilaksanakan secara rutin setiap hari dan tidak berfokus pada pasien kanker sehingga anak belum semua mendapatkan manfaat yang optimal. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian guna mengetahui pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan anak yang menjalani kemoterapi di RSUP Sanglah Denpasar. Dari pemikiran tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan pemberian terapi bermain terhadap beberapa anak dan dilakukan observasi untuk melihat pengaruh yang ditunjukkan terhadap kecemasan pada anak tersebut. 8 1.2 Rumusan Masalah Sesuai dengan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu: “Apakah ada pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan pada anak yang menjalani kemoterapi di Ruang Pudak RSUP Sanglah Denpasar?” 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan pada anak yang menjalani kemoterapi di Ruang Pudak RSUP Sanglah Denpasar 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, antara lain: a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia, jenis kelamin) b. Mengidentifikasi nilai kecemasan pada anak yang menjalani kemoterapi sebelum mendapatkan terapi bermain c. Mengidentifikasi nilai kecemasan pada anak yang menjalani kemoterapi setelah mendapatkan terapi bermain d. Menganalisis pengaruh terapi bermain terhadap kecemasan pada anak yang menjalani kemoterapi 9 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.4.1 Teoritis Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini, antara lain: a. Sebagai informasi ilmiah dalam bidang keperawatan, sebagai upaya untuk mengembangkan ilmu keperawatan onkologi. b. Sebagai dasar acuan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian serupa mengenai terapi bermain dan kecemasan pasien yang menderita kanker maupun penyakit kronis lainnya. 1.4.2 Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perawat yang akan memberikan intervensi untuk mengurangi kecemasan yang tepat pada anak penderita kanker yang menjalani kemoterapi. 10