Panduan Diagnosis dan terapi Kawasaki Disease

advertisement
tinjauan pustaka
Panduan Diagnosis
dan Terapi Kawasaki Disease
Natharina Yolanda
Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Atma Jaya, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Kawasaki Disease (KD) adalah penyakit vaskulitis akut self-limited yang sebagian besar menyerang anak di bawah 5 tahun. Penyakit dengan
etiologi yang belum pasti ini memiliki gambaran klinis utama berupa demam, perubahan pada ekstremitas, eksantema, konjungtivitis
bilateral, perubahan bibir dan kavum oral, serta limfadenopati servikal. KD dapat menyebabkan komplikasi pada arteri koroner, sehingga
menjadi penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak. Komplikasi berupa aneurisma koroner, stenosis, infark miokard, gagal jantung,
sampai kematian mendadak. Ekokardiografi dan angiografi berperan penting dalam diagnosis dan follow-up komplikasi KD. Terapi utama
berupa aspirin dan intravenous immunoglobulin (IVIG). Diagnosis dan terapi yang tepat dapat menurunkan risiko komplikasi sampai 20%.
Kata kunci: Aneurisma koroner, Kawasaki Disease, penyakit jantung anak, vaskulitis
ABSTRACT
Kawasaki Disease (KD) is a self-limited acute vasculitis disease that occurs predominantly in children under 5 year-old. This disease of
unknown etiology is characterized by fever, changes in extremities, exanthema, bilateral conjunctivitis, changes of lips and oral mucosa,
and cervical lymphadenopathies. KD could lead to coronary artery complications, and become the leading cause of acquired heart disease
in children. Cardiovascular complications include coronary aneurysm, stenosis, myocardial infarction, heart failure, and sudden death.
Echocardiography and angiography are important in diagnosis and follow-up. Main therapy includes aspirin and intravenous immuno­
globulin (IVIG). Prompt diagnosis and therapy could lead to 20% reduction of complication rate. Natharina Yolanda. Diagnosis and
Therapy for Kawasaki Disease.
Keywords: Coronary aneurysm, Kawasaki Disease, heart disease in children, vasculitis
PENDAHULUAN
Kawasaki disease (KD) atau mucocutaneuous
lymph node syndrome adalah salah satu
vaskulitis akut pada anak yang paling banyak
ditemui. KD pertama kali dideskripsikan oleh
Tomisaku Kawasaki di Jepang pada tahun 1967
dan sampai saat ini masih ditemukan dalam
bentuk endemik dan epidemik di Amerika,
Eropa, dan Asia.1 Penyakit ini 80% terjadi pada
anak di bawah 5 tahun. Sebagian besar anak
dapat sembuh, namun 15–25% penderita KD
akan mengalami abnormalitas arteri koroner
(AAK) yang dapat meningkatkan risiko
infark miokard, gagal jantung, dan kematian
mendadak.2 Di Amerika Serikat, KD telah
melampaui demam reumatik akut sebagai
penyebab utama penyakit jantung didapat
pada anak. Diagnosis dan terapi yang akurat
dapat menurunkan risiko AAK sebesar 20%.3
Alamat korespondensi ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Etiologi pasti KD belum diketahui secara
pasti. Penelitian menunjukkan bahwa
infeksi adalah faktor yang paling mungkin
menyebabkan atau memicu terjadinya KD.
Namun, agen penyebab infeksi yang ber­
peran belum ditemukan melalui berbagai
pemeriksaan serologi dan kultur bakteri
atau virus konvensional.1 Anak 1–2 tahun
merupakan kelompok usia yang paling
rentan, karena pada periode ini imunitas
tubuh belum sempurna. Bayi <1 tahun masih
memiliki antibodi dari ibunya dan anak >2
tahun telah mengalami perkembangan sistem
imun. Hipotesis lain menyatakan bahwa KD
mungkin disebabkan oleh respons imunologis
yang dipicu oleh beberapa agen mikrobial
yang berbeda. Hal ini didukung oleh temuan
berbagai mikroorganisme pada berbagai
kasus KD dan kegagalan mendeteksi mikroba
atau agen lingkungan tunggal selama 3
dekade penelitian. Respons imunologis jelas
terlibat dalam patogenesis KD, yaitu aktivasi
kaskade sitokin dan aktivasi sel endotel. KD
adalah vaskulitis sistemik yang melibatkan
hampir semua pembuluh darah sedang dan
besar, arteri koroner merupakan arteri yang
selalu terlibat dan berpotensi menimbulkan
abnormalitas yang membahayakan.1
DIAGNOSIS
Tidak ada gejala klinis patognomonis atau
tes diagnosis spesifik pada KD. Kriteria diag­
nosis telah disusun untuk membantu klinisi
dalam menegakkan diagnosis KD (Tabel 1).1
Gambaran Klinis Utama
Gambaran klinis utama merupakan gejala
email: [email protected]
CDK-232/ vol. 42 no. 9, th. 2015
663
tinjauan pustaka
Tabel 1. Kriteria diagnosis Kawasaki Disease
Demam selama ≥5 hari, disertai minimal 4 dari 5 gambaran klinis utama berikut:
1.
Perubahan pada Ekstremitas
Fase Akut: eritema dan edema pada tangan dan kaki
Fase Subakut: deskuamasi regio periungual, telapak tangan, dan telapak kaki;
Beau’s line
2.
Eksantema Polimorfik
Ruam kulit dalam bentuk yang bervariasi
3.
Injeksi Konjungtiva Bulbar
Bilateral
Injeksi konjungtiva bulbar yang tidak nyeri dan tanpa eksudat
4.
Perubahan pada Bibir dan
Kavum Oral
•
•
5.
Limfadenopati Servikal
•
Eritema, fisura, deskuamasi, dan perdarahan pada bibir
Strawberry tongue: lidah merah terang dan papilla fungiformis yang
menonjol
Eritema mukosa orofaring difus
•
•
•
Unilateral pada trigonum servikal anterior
Padat, non-fluktuasi, tanpa eritema
≥1 nodus dengan diameter >1,5 cm
Catatan:
•
Pasien dengan demam selama minimal 5 hari disertai <4 gambaran klinis utama dapat didiagnosis KD jika
abnormalitas arteri koroner dideteksi dengan ekokardiografi atau angiografi 2-D.
•
Jika terdapat ≥4 gambaran klinis utama KD, diagnosis KD dapat dibuat pada hari sakit ke-4.
•
Temuan laboratorium tertentu dapat membantu diagnosis KD (lihat kriteria tambahan).
dan tanda yang paling umum pada KD dan
merupakan dasar diagnosis KD. Contoh
gambaran klinis utama KD digambarkan
pada gambar 1 dan perjalanan klinis KD
digambarkan pada gambar 2.
1. Demam. Demam pada KD tipikal tinggi
dan remiten, dengan suhu puncak 39oC
sampai >40oC. Tanpa terapi, demam akan
bertahan selama rata-rata 11 hari, namun
dapat berlanjut sampai 3-4 minggu. Dengan
terapi, demam umumnya menurun setelah 2
hari.1
2. Perubahan pada Ekstremitas. Peru­
bahan pada ekstremitas cukup khas.
Gambaran yang ditemui pada fase akut
(dalam 1-2 hari) adalah eritema atau edema
pada telapak tangan atau kaki. Dalam 2-3
minggu setelah awitan demam, terjadi
deskuamasi periungual pada kuku jari kaki
atau tangan. Setelah 1-2 bulan, pada beberapa
penderita dapat timbul Beau’s line (garis
horizontal putih yang dalam pada kuku).1,3
3. Eksantema Polimorfik. Ruam eritema
umumnya timbul dalam 5 hari setelah
demam. Bentuk ruam bervariasi dan tidak
spesifik. Bentuk yang paling sering adalah
erupsi makulopapular difus. Ruam timbul
secara ekstensif meliputi trunkus, ekstremitas,
dan regio perineum.1
4. Injeksi Konjungtiva Bilateral. Injeksi
konjungtiva timbul beberapa saat setelah
awitan demam. Injeksi meliputi konjungtiva
bulbar dan tidak ditemui pada limbus. Injeksi
ini tidak nyeri dan tidak disertai eksudat,
edema konjungtiva, atau ulkus kornea.1
664
5. Perubahan pada Bibir dan Kavum
Oral. Perubahan meliputi: (1) eritema, fisura,
deskuamasi, dan perdarahan pada bibir, (2)
strawberry tongue, di mana lidah berwarna
merah terang dan papilla fungiformis
menonjol, dan (3) eritema difus pada mukosa
orofaringeal. Perubahan ini tidak meliputi
ulkus oral atau eksudat faring.1,3
6. Limfadenopati Servikal. Limfadenopati
servikal merupakan gambaran klinis yang
paling jarang ditemui. Limfadenopati
umumnya unilateral, pada trigonum anterior,
padat, tidak berfluktuasi, tidak disertai
eritema, ≥1 nodus, dan diameter >1,5 cm.1
Gambaran Klinis dan Laboratorium Lain
1. Kelainan Jantung. Sekuele utama KD
berkaitan dengan kardiovaskuler, terutama
sistem arteri koroner (5–15% pasien KD
akut).3
a. Aneurisma. Pada pasien KD, terdapat
gangguan fungsional dan struktural pada
arteri koroner akibat aktivasi berbagai
mediator pro-inflamasi. Gangguan fungsional
berupa gangguan reaktivitas vaskuler yang
bergantung pada endotel dan gangguan
Gambar 1. (A) Injeksi konjungtiva bilateral, (B) Eritema, fisura, dan deskuamasi bibir disertai strawberry tongue, (C) dan (D)
Eritema dan edema pada kaki dan tangan, (E) Eksantema kulit, (F) Eksantema yang meluas sampai perineum.
Sumber: Trager J. Kawasaki’s disease. N Engl J Med. 1995; 333:1391.
CDK-232/ vol. 42 no. 9, th. 2015
tinjauan pustaka
Tabel 2. Skor Harada
1.
Leukosit >12.000/µL
2.
Trombosit <350.000/µL
3.
CRP >3 mg/dL
4.
Hematokrit <35%
5.
Albumin <3.5 gr/dL
6.
Usia ≤12 bulan
7.
Jenis kelamin laki – laki
Sumber: Tewelde H, Yoon J, Ittersum W, Worley S, Preminger
T, Goldfarb J. The Harada score in the US population of
children with Kawasaki disease. Hospital Pediatrics 2014;
4; 233.
Gambar 2. Perjalanan gejala pada Kawasaki Disease
Sumber: Alikhan M, Lohr K. Kawasaki disease: Do you know the signs? Medscape [Internet]. 2015 June 18. Available from:
http://reference.medscape.com/features/slideshow/kawasaki-disease#page=5
kapasitas fibrinolitik. Gangguan struktural
berupa penghancuran elastin dan degradasi
dinding pembuluh darah. Penghancuran
elastin dinding arteri koroner penderita
KD disebabkan oleh adanya enzim matrix
metalloproteinase (penghancur elastin) dan
menurunnya kadar cystatin C (penghambat
penghancuran elastin).4 Degradasi dinding
pembuluh darah disebabkan oleh aktivasi
TNF-α. Gangguan fungsional dan struktural
ini pada akhirnya berujung pada aneurisma
arteri koroner, yang dapat menetap atau
berkembang menjadi stenosis. Stenosis pada
fase lanjut akan berujung pada iskemia atau
infark.5 Mekanisme terjadinya aneurisma
digambarkan pada gambar 3.
Aneurisma dapat terjadi di luar arteri koroner,
terutama pada arteri subklavia, brakialis,
aksilaris, iliaka, dan femoralis, serta aorta
abdominal. Harada, dkk. menyusun sistem
skor untuk memperkirakan risiko terjadinya
aneurisma koroner dan kebutuhan terapi
IVIG (Tabel 2).1,6 Adanya minimal 4 poin positif
dari 7 poin pada skor Harada menandakan
risiko tinggi mengalami aneurisma koroner.6
b. Miokarditis cukup sering ditemui pada
KD fase akut (50–70%) yang menyebabkan
gangguan kontraktilitas otot jantung.
Namun, gangguan ini membaik dengan
cepat setelah pemberian terapi IVIG. Meski­
pun ditemui gangguan histopatologis pada
biopsi otot jantung penderita KD beberapa
tahun setelah resolusi KD, kontraktilitas dan
fungsi jantung jangka panjang tampak
normal pada pemeriksaan ekokardiografi.1
Gambar 3. Ilustrasi mekanisme terjadinya aneurisma dan stenosis pada KD
Sumber: Varshney V. Ebb and flow of Kawasaki. Down to Earth Online [Internet] 2011 Dec 15. Available from: www.
downtoearth.org.in/news/ebb-and-flow-of-kawasaki-34623
CDK-232/ vol. 42 no. 9, th. 2015
c. Regurgitasi Katup. Gangguan katup
dapat berupa regurgitasi mitral (~1%) atau
regurgitasi aorta (~5%) yang disebabkan
disfungsi muskulus papilaris, infark, atau
665
tinjauan pustaka
valvulitis. Gangguan katup dapat berujung
pada pemulihan, gangguan katup menetap,
atau kematian akibat infark miokard.1
2. Kelainan Non-kardiak. Artritis dan
atralgia pada sendi besar atau kecil dapat
timbul pada minggu pertama. Anak dengan
KD umumnya lebih gelisah dibanding anak
dengan penyakit demam lain. Kelumpuhan
nervus fasialis dan tuli sensori-neural
frekuensi tinggi sementara dapat terjadi. Pada
1/3 kasus, terdapat keluhan gastrointestinal
seperti diare, muntah, dan nyeri perut.
Temuan lain yang lebih jarang antara lain
pembengkakan testis, nodul pulmonal, efusi
pleura, hepatomegali, jaundice, dan hidrops
kantung empedu.1,3
3. Kelainan Laboratorium. Pada fase akut,
kelainan yang ditemukan adalah leukositosis
(>15.000/mm3), anemia, serta peningkatan
laju endap darah (LED) dan C-reactive
protein (CRP). Peningkatan LED dan CRP
hampir selalu ditemui pada KD dan akan
mengalami penurunan pada minggu ke-6
sampai ke-10. Pada fase lanjut, terjadi
trombositosis (500.000-1.000.000 mm3)
yang akan mengalami penurunan pada
minggu ke-4 sampai ke-8. Temuan lain yang
tidak terlalu spesifik antara lain peningkatan
ringan transaminase, hiperbilirubinemia,
hipoalbuminemia, dan peningkatan leukosit
urin. Sebagian penderita mengalami pe­
ningkatan troponin I pada fase akut.
Meskipun tidak spesifik, temuan laboratorium
dapat membantu diagnosis pada penderita
yang diduga mengalami KD atipikal. Oleh
karena itu, disusun kriteria laboratorium
tambahan untuk diagnosis KD, yaitu: (1)
albumin ≤3g/dL, (2) anemia sesuai usia, (3)
peningkatan alanin aminotransferase (ALT),
(4) kadar trombosit setelah 7 hari ≥450.000/
mm3, (5) leukosit ≥15.000/mm3, dan (6)
leukosit urin ≥10 sel/LPB.1,3,4
Kawasaki Disease Atipikal
Beberapa penderita yang tidak memenuhi
kriteria diagnosis di atas, namun sangat
sugestif mengalami KD atau diketahui
mengalami AAK disebut KD atipikal atau
inkomplit. Penderita yang mengalami demam
≥5 hari disertai 2 atau 3 gejala utama (KD
inkomplit) dengan peningkatan LED dan
CRP perlu menjalani pemeriksaan untuk
mengetahui kesesuaian dengan kriteria
666
laboratorium di atas. Jika penderita tersebut
memenuhi ≥3 kriteria laboratorium
tambahan, terapi dapat dimulai sebelum
ekokardiografi. Namun, jika <3 kriteria
laboratorium tambahan yang terpenuhi,
lakukan ekokardiografi terlebih dulu.1
Pemeriksaan Penunjang
1. Ekokardiografi. Ekokardiografi sebaik­
nya dilakukan segera setelah diagnosis KD
dicurigai. Modalitas ini tidak invasif dan
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang
tinggi untuk deteksi abnormalitas arteri
koroner. Pencitraan 2-D harus dilakukan
menggunakan transducer dengan frekuensi
paling tinggi yang mungkin. Meskipun
pemeriksaan ekokardiografi pada pasien KD
berfokus pada arteri koroner, informasi lain
juga dapat dan harus diambil, seperti fungsi
katup dan kontraktilitas jantung. Evaluasi
arteri koroner meliputi penilaian kuantitatif
diameter internal arteri koroner. Menurut
kriteria Kementrian Kesehatan Jepang, arteri
dikatakan abnormal jika: (1) diameter lumen
internal >3 mm pada anak <5 tahun atau
>4 mm pada anak ≥5 tahun, (2) diameter
internal suatu segmen arteri koroner >1,5
kali segmen yang berdekatan, atau (3) lumen
koroner ireguler. Pada kasus non-komplikata,
ekokardiografi sebaiknya dilakukan saat
diagnosis, 2 minggu setelah onset, dan
6-8 minggu setelah onset. Pemeriksaan
dapat lebih sering pada penderita risiko
tinggi. Pemeriksaan lanjutan ini bertujuan
mengidentifikasi progresi atau regresi AAK,
mengevaluasi fungsi ventrikel dan katup,
serta menilai adanya efusi perikardium.1
2. Pemeriksaan
Non-invasif
Lain.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
Magnetic Resonance Angiography (MRA) dapat
digunakan sebagai alternatif. Pemeriksaan
ini dapat mendeteksi aneurisma pada arteri
koroner proksimal, oklusi, dan stenosis. Selain
itu, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
deteksi aneurisma arteri perifer.1
3. Kateterisasi dan Angiografi. Angiografi
koroner merupakan pemeriksaan yang lebih
invasif, namun dapat menyediakan gambaran
yang lebih detail mengenai anatomi arteri
koroner daripada ekokardiografi. Pemeriksaan
ini dapat mendeteksi stenosis, trombosis,
dan luasnya pembentukan arteri kolateral.
Penggunaan pemeriksaan ini memerlukan
pertimbangan risiko dan biaya. Mengingat
kemungkinan adanya aneurisma perifer,
aortografi abdominal, dan arteriografi
subklavia disarankan untuk pasien KD yang
menjalani arteriografi koroner untuk pertama
kali.1
PENGOBATAN
Terapi KD dengan aspirin dan IVIG dalam 10
hari setelah awitan demam dapat menu­
runkan risiko AAK dari 20% menjadi <5%.
Namun, 10–20% pasien KD yang diobati
akan mengalami demam dan gejala lain
yang menetap (non-responder), dan berisiko
mengalami AAK.2,6
1. Aspirin
Aspirin memiliki efek anti-inflamasi pada
dosis tinggi dan anti-platelet pada dosis
rendah. Pada fase akut, aspirin diberikan
dengan dosis 80-100 mg/kg/hari dalam
4 dosis, dikombinasi dengan IVIG. Durasi
pemberian aspirin bervariasi. Sebagian
institusi menurunkan dosis aspirin jika pasien
tidak demam selama 48-72 jam. Institusi lain
melanjutkan aspirin dosis tinggi sampai hari
sakit ke-14 dan ≥48-72 jam setelah demam
turun. Saat aspirin dosis tinggi dihentikan,
aspirin dosis rendah dimulai (3-5 mg/kg/
hari) dan diberikan sampai pasien tidak me­
nunjukkan tanda perubahan arteri koroner
pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah
awitan penyakit. Jika pasien ditemukan
memiliki abnormalitas koroner, maka
aspirin diteruskan sampai waktu yang tidak
ditentukan.1,3,4
2. IVIG
Peran IVIG dalam KD tidak diragukan. Agen
ini memiliki efek anti-inflamasi generalisata.
Pasien KD diterapi dengan IVIG 2 g/kg dalam
infus tunggal bersamaan dengan aspirin. Jika
mungkin, IVIG paling baik diberikan dalam
7 hari pertama.1,4
3. Kortikosteroid
Meskipun kortikosteroid berperan dalam
vaksulitis lain, penggunaan pada KD
masih meragukan. Beberapa penelitian
menggunakan steroid sebagai tambahan
tidak menghasilkan perubahan signifikan
pada ukuran arteri koroner.1,7 Saat ini, pembe­
rian steroid dibatasi untuk anak yang masih
mengalami demam dan inflamasi akut
setelah pemberian ≥2 infus IVIG. Regimen
yang digunakan adalah metilprednisolon
intravena 30 mg/kg selama 2-3 jam, diberi­
CDK-232/ vol. 42 no. 9, th. 2015
tinjauan pustaka
kan satu kali sehari selama 1-3 hari.1
Kegagalan Pengobatan
Sekitar ~10% pasien KD mengalami kegaga­
lan terapi dengan IVIG pertama. Kegagalan
pengobatan didefinisikan sebagai demam
yang persisten atau kambuh kembali ≥36
jam setelah selesainya pemberian IVIG infus
awal. Terdapat beberapa pilihan terapi untuk
kegagalan pengobatan yang memerlukan
keahlian lanjut, seperti pengulangan IVIG
kedua atau ketiga, steroid, transfusi tukar,
ulinastatin, abciximab, antibodi monoklonal,
serta agen sitotoksik.1,4
RINGKASAN
Kawasaki Disease (KD) adalah penyakit
vaskulitis akut dengan etiologi yang belum
pasti, self-limited, sebagian besar menyerang
anak di bawah 5 tahun. Gambaran klinis
utama berupa demam, perubahan pada
ekstremitas,
eksantema,
konjungtivitis
bilateral, perubahan bibir dan kavum oral,
serta limfadenopati servikal. KD dapat me­
nyebabkan komplikasi pada arteri koroner,
sehingga menjadi penyebab utama penyakit
jantung didapat pada anak. Komplikasi
berupa aneurisma koroner, stenosis, infark
miokard, gagal jantung, hingga kematian
mendadak. Ekokardiografi dan angiografi
berperan penting dalam diagnosis dan
follow-up komplikasi KD. Terapi utama
berupa aspirin dan intravenous immuno­
globulin (IVIG). Diagnosis dan terapi yang
tepat dapat menurunkan risiko komplikasi
sampai 20%.
Daftar Pustaka
1.
Newburger J, Takahashi M, Gerber M, Taubert K, FAlace D, Pallasch TJ, et al. Diagnosis, treatment, and long-term management of Kawasaki disease. Circulation 2004; 110: 274771.
2.
Kobayashi T, Inoue Y, Takeuchi K, Okada Y, Tamura K, Tomomasa T, et al. Prediction of intravenous immunoglobulin unresponsiveness in patients with Kawasaki disease. Circulation 2006;
3.
Council on Cardiovascular Disease in the Young, Committee on Rheumatic Fever, Endocarditis, and Kawasaki Disease, American Heart Association. Diagnostic guidelines for Kawasaki
113: 2606-12.
disease. Circulation 2001; 103: 335-6.
4.
5.
Yeung R. Pathogenesis and treatment of Kawasaki’s disease. Curr Opin Rheumatol. 2005; 17: 617-23.
Wu MH, Chen HC, Yeh SJ, Lin MT, Huang SC, Huang SK. Prevalence and the long-term coronary risks of patients with Kawasaki disease in a general population <40 years: A national
database study. Circ Cardiovasc Qual Outcomes 2012; 5: 566-70.
6.
Tewelde H, Yoon J, Ittersum W, Worley S, Preminger T, Goldfarb J. The harada score in the US population of children with Kawasaki disease. Hospital Pediatrics 2014; 4;
233.
7.
Newburger J, Sleeper L, McCrindle B, Minich LL, Gersony W, Vetter VL, et al. Randomized trial of pulsed corticosteroid therapy for primary treatment of Kawasaki disease. N Engl J Med.
2007; 356: 663-75.
CDK-232/ vol. 42 no. 9, th. 2015
667
Download