TEKNIK Angiografi Koroner Muhammad Ulil Aidie Jomansyah RSU dr Koesnadi, Bondowoso, Jawa Timur ABSTRAK Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1959, angiografi koroner telah memberi kemajuan pesat dalam bidang kesehatan jantung dan pembuluh darah. Angiografi koroner dapat memberikan informasi akurat gambaran pembuluh darah koroner untuk diagnosis, prognosis, dan rencana terapi selanjutnya. Angiografi koroner dilakukan apabila pemeriksaan noninvasif kurang dapat memberikan informasi yang cukup atau ada kontraindikasi pemeriksaan noninvasif. Manajemen operatif dan perioperatif yang baik sangat diperlukan guna hasil yang maksimal, mengurangi risiko komplikasi, serta menjaga keselamatan prosedur. Kata kunci: angiografi koroner, penyakit jantung koroner, noninvasif ABSTRACT Since coronary angiography was first discovered in 1959, this technique has greatly improves cardiovascular diagnostics. Coronary angiography is often used to investigate coronary artery blockage often caused by atherosclerosis. This procedure can provide accurate information on coronary arteries for diagnosis, prognosis and management plan. Coronary angiography was planned if non-invasive examinations were not informative or there is a contraindication for non-invasive examination. Excellent operative and perioperative management are important to get maximum results, to reduce complications, and to procedural safety. Muhammad Ulil Aidie Jomansyah. Coronary Angiography. Key words: coronary angiography, coronary artery disease, noninvasive PENDAHULUAN Dewasa ini penyakit jantung koroner menjadi ancaman serius bagi masyarakat karena merupakan salah satu penyakit dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi di dunia termasuk Indonesia. Sebagai gambaran, satu setengah juta penduduk Amerika Serikat per tahun dilaporkan menderita penyakit jantung koroner.1 Penyebab utama pada lebih dari 98% kasus penyakit jantung koroner adalah aterosklerosis pembuluh darah koroner.2 Untuk mengetahui gambaran pembuluh darah koroner, pada tahun 1959 ditemukan metode pemeriksaan invasif yang dikenal dengan nama angiografi koroner. Angiografi koroner pertama kali dilakukan oleh Sones dengan memasukkan kateter yang dilanjutkan dengan menginjeksikan agen kontras ke dalam arteri koroner dan merekamnya dengan foto radiografi. Makin berkembangnya teknik dan manajemen perioperatif membuat hasilnya makin baik serta mengurangi komplikasi. Angiografi koroner sangat membantu menentukan diagnosis, prognosis serta manajemen terapi kardiovaskuler selanjutnya. Alamat korespondensi 626 Saat ini angiografi koroner menjadi salah satu prosedur invasif yang paling banyak dilakukan di seluruh dunia dalam manajemen terapi kardiovaskuler. Graft (CABG).3 Angiografi koroner dilakukan jika hasil pemeriksaan noninvasif kurang informatif atau karena ada kontraindikasi pemeriksaan noninvasif.4 DEFINISI Angiografi koroner adalah salah satu pemeriksaan invasif untuk menggambarkan keadaan arteri koroner jantung dengan cara memasukkan kateter pembuluh darah ke dalam tubuh dan menginjeksikan cairan kontras untuk memberikan gambaran pembuluh darah koroner pada pencitraan sinar-X segera setelah kontras diinjeksikan.3 Beberapa faktor yang mendorong perkembangan angiografi koroner: 1. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia kedokteran. 2. Pasien menuntut diagnosis pasti dan cepat tentang penyakit yang dideritanya. 3. Dibutuhkan diagnosis pasti guna pencegahan dan terapi. 4. Dibutuhkan pencitraan anatomi pembuluh darah koroner sebagai syarat PCI maupun CABG. Angiografi koroner merupakan pemeriksaan yang paling akurat dan sesuai standar untuk mengidentifikasi penyempitan pembuluh darah yang berhubungan dengan proses aterosklerosis di arteri koroner jantung. Selain itu, angiografi koroner merupakan pemeriksaan yang paling andal untuk memberikan informasi anatomi koroner pada pasien penyakit jantung koroner pasca pengobatan medik maupun revaskularisasi, seperti Percutaneous Coronary Intervention (PCI), or Coronary Artery Bypass INDIKASI3,5 2. Pasien yang akan menjalani revaskularisasi. 3. Rekurensi dini gejala sedang sampai berat pasca revaskularisasi. 4. Evaluasi hasil pengobatan medik PJK. 5. Pasien yang akan menjalani operasi jantung untuk penyakit katup jantung, penyakit jantung kongenital. email: [email protected] CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013 TEKNIK 1. Nyeri dada spesifik (angina) Asimtomatis (stable angina) Unstable angina Myocard Infarct (MI) Nyeri dada tidak spesifik Kelas I *Canadian Cardiovascular Society (CCS) kelas III dan IV dengan terapi medik *Kriteria risiko tinggi penyakit jantung koroner (PJK) *Pasien yang berhasil diresusitasi dari henti jantung dengan VT *Pasien dengan risiko tinggi/sedang dengan hasil terapi medik berulang yang buruk *Risiko tinggi/sedang pada pasien stabil setelah terapi awal *Suspek Prinzmetal variant angina *Pasien risiko rendah menjadi risiko tinggi pada tes noninvasif *MI spontan *Sebelum terapi bedah untuk regurgitasi mitral, Defek septum ventrikel, aneurisma *Hemodinamik tidak stabil *Risiko tinggi pada tes non invasif low-molecular-weight heparin. Kelas IIa *CCS kelas III dan IV berubah menjadi kelas I dan II dengan terapi medik *Angina disertai penyakit berat di luar faktor risiko *CCS kelas I dan II dengan intoleransi terapi medik *Pasien dengan pekerjaan yang berisiko (-) Kelas IIb *CCS kelas I dan II tanpa kriteria risiko tinggi *Pria asimtomatik atau wanita post-menopause dengan >2 kriteria klinis mayor, risiko rendah tes non invasif, dan riwayat PJK (-) *Pasien asimtomatis dengan riwayat infark miokard *Risiko rendah angina tidak stabil tanpa kriteria tinggi saat tes non invasif Kelas III *Pasien yang tidak ingin atau bukan kandidat revaskularisasi *Skrining untuk PJK *Pasien CABG tanpa ada bukti iskemi pada tes non invasif *Kalsifikasi koroner pada fluoroskopi *Suspek MI karena emboli koroner, artiritis, trauma, penyakit metabolik, spasme koroner *MI akut dengan left ventricular ejection flow <0,40, CHF, PCI atau CABG sebelumnya *Angiografi tanpa stratifikasi risiko identifikasi lokasi koroner utama kiri atau tiga lokasi pembuluh darah koroner *Semua pasien setelah non-Q wave MI *VT berulang meskipun telah diterapi anti aritmia tanpa iskemia berlanjut *Pasien MRS berulang dengan nyeri dada tidak spesifik dengan kelainan pada tes non invasif *Pasien yang tidak diindikasikan atau menolak revaskularisasi (-) *Rasa tidak nyaman di dada berulang curiga angina tidak stabil tanpa tanda iskemia koroner *Angina tidak stabil yang tidak diindikasikan untuk revaskularisasi *Pasien lain dengan nyeri dada tidak spesifik Kelas I: Prosedur berguna dan efektif Kelas IIa: Berdasar bukti pengalaman, prosedur cukup berguna dan efektif Kelas IIb: Berdasar bukti pengalaman, prosedur kurang berguna dan kurang efektif Kelas III: Prosedur kurang berguna dan kurang efektif, terkadang merugikan. 6. Pasien gagal jantung kronis dengan malfungsi sistolik ventrikel kiri. 7. Pasien dengan kontraindikasi tes noninvasif. KONTRAINDIKASI 3 Tidak ada kontraindikasi absolut untuk prosedur ini, tetapi terdapat beberapa kontraindikasi relatif: 1. Panas badan tanpa sebab pasti 2. Infeksi 3. Anemia dengan hemoglobin < 8 mg/dl 4. Ketidakseimbangan elektrolit darah 5. Perdarahan aktif yang berat 6. Stroke 7. Keracunan digitalis. TATA LAKSANA Persiapan3 Persiapan harus benar-benar diperhatikan agar prosedur ini bisa sukses. Beberapa pemeriksaan CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013 fisik dan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien secara menyeluruh, antara lain: • Elektrokardiografi • Darah lengkap • Elektrolit darah • Tes fungsi ginjal • Faktor koagulasi. Selain pemeriksaan di atas, kondisi penyakit penyerta, seperti diabetes melitus, CHF, insufisiensi ginjal, harus sudah dalam kondisi stabil, kecuali untuk kasus angiografi koroner darurat. Untuk pasien yang akan menjalani PCI setelahnya, harus diberi asam asetilsalisilat oral 162-325 mg setidaknya dua jam sebelum PCI dijadwalkan. Pasien yang terbiasa mengonsumsi warfarin harus menghentikan sementara mulai dua hari sebelum prosedur dilaksanakan, dapat diganti dengan unfractionated heparin IV atau subcutaneous Pemilihan arteri5,6 Pemilihan arteri yang akan digunakan sebagai akses masuknya kateter ke dalam tubuh pasien juga tidak kalah penting. Pemilihan arteri ini bergantung pada beberapa faktor, seperti keahlian operator, kondisi fisik pasien, status antikoagulasi dan kondisi pembuluh darah perifer. Beberapa arteri yang dapat dipilih, antara lain: • Arteri femoralis Paling banyak dipilih bila tidak ada kondisi yang mengganggu • Arteri brakialis dan arteri radialis Arteri-arteri ini kurang populer, tetapi dipilih apabila ada penyakit pembuluh darah perifer yang parah dan pada pasien obesitas. Dibandingkan dengan arteri brakialis, arteri radialis lebih sering dipilih karena kateter lebih mudah dipasang dan dilepas. Obat yang digunakan3 1. Analgesik/Sedatif Tujuan penggunaan analgesik adalah untuk sedikit menurunkan kesadaran sehingga membuat pasien tenang tetapi masih dapat merespons perintah verbal dan menjaga jalan napasnya sendiri. Diazepam 2,5-10 mg oral dan difenhidramin 25-50 mg oral adalah obat yang dapat dipakai satu jam sebelum prosedur. Selama prosedur dapat dipakai midazolam 0,5-2 mg IV dan fentanil 25-50 mg. Selama dalam pengaruh sedasi, pasien harus dipantau kondisi hemodinamiknya, elektrokardiografinya, dan oksimetrinya. 2. Antikoagulan Antikoagulan tidak lagi diberikan pada prosedur angiografi koroner dengan akses arteri femoralis rutin. Unfractionated heparin 2000-5000 unit IV diberikan pada prosedur angiografi koroner dengan akses arteri brakhialis atau radialis dan pasien dengan risiko tinggi komplikasi tromboemboli. 3. Kontras Semua kontras radiografi mengandung yodium yang secara efektif menyerap sinar X dalam kisaran energi sistem angiografi. Kontras radiografi ini dapat dibagi menjadi dua tingkat, yaitu kontras yodium osmolar tinggi dan kontras yodium osmolar rendah. Kontras angiografi memiliki efek samping terhadap hemodinamik dan ginjal. Pada beberapa pasien dapat terjadi reaksi alergi, 627 TEKNIK sehingga kortikosteroid IV harus disiapkan setiap kali prosedur dilaksanakan. 4. Obat Angina Selama tindakan dilakukan, angina dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti takikardia, agen kontras, hipertensi, mikroemboli, dll. Nitrogliserin sublingual, intrakoroner, maupun intravena dapat diberikan pada pasien dengan tekanan sistolik >100 mmHg. Teknik Setelah seluruh persiapan selesai termasuk informed consent dari pasien, pasien akan dibawa masuk ke dalam ruang kateterisasi yang dilengkapi dengan alat sinar-X di dalamnya. Pasien ditidurkan di meja khusus, dilakukan sterilisasi serta anestesi lokal pada daerah insersi jarum. Sheath dimasukkan hingga ujung berada dalam arteri, kemudian kateter dimasukkan dan didorong hingga mendekati jantung dengan panduan sinar X. Ujung kateter dapat berada di jantung, arteri koroner kanan, ataupun arteri koroner kiri tergantung tujuan prosedur. Kontras diinjeksikan melalui kateter sehingga menggambarkan anatomi jantung dan pembuluh darah koroner pasien yang dapat dilihat dari serangkaian foto sinar X. Ketika kontras diinjeksikan, pasien akan merasa sensasi panas pada lokasi insersi jarum, merasa seakan tubuh menjadi basah, serta adanya sensasi logam di lidah. Hal ini wajar dan sepantasnya diinformasikan kepada pasien sebelum prosedur dilaksanakan. Setelah rangkaian tindakan di atas selesai, kateter ditarik keluar secara perlahan. Masa pemulihan Pada saat kateter telah terlepas dari tubuh, arteri tempat insersi jarum harus ditekan cukup kuat guna menghentikan perdarahan. Untuk arteri femoralis, tenaga medis akan menekan arteri sekitar 5-10 menit dan pasien diminta tetap dalam keadaan terlentang hingga beberapa waktu lalu perlahan duduk dan jalan dalam beberapa jam kemudian. Untuk arteri brakhialis atau arteri radialis, manset bertekanan rendah dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan dan pasien diminta duduk tegak sebelum diperbolehkan berjalan. Rasa lelah dan nyeri pada luka wajar dirasakan dalam beberapa hari. Pasien pascaangiografi koroner dapat pulang dari rumah sakit pada hari yang sama, kecuali ada kondisi lain yang mengharuskan pasien tetap dirawat. Pasien harus istirahat total di rumah untuk beberapa hari. Bila dirasakan keadaan fisik pasien telah sehat, pasien dapat beraktivitas seperti biasa, tetapi apabila kondisi memburuk, pasien harus segera kembali ke dokter spesialis jantung untuk di periksa ulang. KOMPLIKASI3,9 1. Kematian 2. Infark miokardium 3. Stroke 4. Aritmia 5. Vaskular (termasuk perdarahan pada akses masuk kateter) 6. Hemodinamik 7. Reaksi kontras 8. Perforasi ruang jantung Beberapa orang dapat lebih berisiko komplikasi, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut5: 1. Menurut keadaan umum • Usia >70 tahun • Intoleransi glukosa yang tidak terkontrol • Penyakit paru obstruktif kronis yang berat • Insufisiensi ginjal dengan kreatinin >1,5 mg/dL 2. Menurut keadaan jantung • Penyumbatan cabang utama arteri koroner kiri atau di tiga lokasi atau lebih • Gagal jantung kelas IV • Fraksi ejeksi ventrikel kiri <35% 3. Menurut keadaan pembuluh darah • Hipertensi tidak terkontrol • Penyakit pembuluh darah perifer berat • Stroke SIMPULAN Angiografi koroner merupakan pemeriksaan invasif untuk menggambarkan keadaan arteri koroner jantung.3 Angiografi koroner sangat cepat berkembang di dunia kedokteran karena sangat berguna untuk menentukan diagnosis, prognosis, serta terapi selanjutnya dalam manajemen penyakit kardiovaskuler, tetapi prosedur ini hendaknya dilakukan setelah pemeriksaan noninvasif atau ada kontraindikasi terhadap pemeriksaan noninvasif. Angiografi koroner memberikan hasil pemeriksaan paling akurat untuk identifikasi penyempitan pembuluh darah serta mengetahui lokasi penyempitan yang berhubungan dengan proses aterosklerosis yang merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner.2 Pelaksanaannya harus memperhatikan beberapa hal. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, seperti EKG dan laboratorium, harus dilakukan sebelum prosedur.3 Arteri femoralis merupakan akses yang paling sering dipakai untuk insersi sheath, dalam beberapa kasus arteri brakialis dan arteri radialis dapat dipakai.7,8 Analgesik, antikoagulan, dan agen kontras merupakan obat yang harus ada untuk prosedur ini. Selain obat-obat di atas, nitrogliserin baik sublingual, intrakoroner, ataupun intravena juga harus dipersiapkan guna mengobati angina yang mungkin terjadi selama prosedur.3 Sebagian besar pasien pascaangiografi koroner dapat pulang pada hari yang sama, tetapi harus istirahat total di rumah untuk beberapa hari. DAFTAR PUSTAKA 1. Soesetyo B. Ilmu penyakit jantung. Surabaya: Airlangga University Press; 2003. 2. Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah RSUD dr Soetomo. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: RSU dr Soetomo; 2010. 3. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s heart disease: A textbook of cardiovascular medicine. 8th ed. Philadelphia: Saunders; 2007. 4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tata laksana penyakit kardiovaskular di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia; 2009. 5. Scanlon P, Faxon D, Audet AM, Carabello B, Dehmer GJ, Eagle KA, et al. ACC/AHA guidelines for coronary angiography. J Am Coll Cardiol. 1999;99(17):2345-57. 6. Pannu N, Wiebe N, Tonelli M. Prophylaxis strategies for contrast-induced nephropathy. JAMA. 2006;295(23):2765-79. 7. Tramer MR, von Elm E, Gubeyre P, Hauser C. Pharmacological prevention of serious anaphylactic reactions due to iodinated contrast media: Systematic review. BMJ. 2006;333(7570):675. 8. Agostoni P, Biondi-Zoccai GG, de Benedictis ML, Rigattien S, Twin M, anselmi M, et al. Radial versus femoral approach for percutaneous coronary diagnostic and interventional procedures: Systematic overview and meta-analysis of randomized trials. J Am Coll Cardiol. 2004;44(2):349-56. 9. 628 Topol E, Teirstein PS. Textbook of interventional cardiology. 2nd ed. vol 1. Philadelphia: Saunders; 1993. CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013