ANALISIS TEORI TRIKON KI HADJAR DEWANTARA TERHADAP BUDAYA PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI Studi Kasus Masyarakat Panamping (Baduy Luar), Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinisi Banten Oleh : Khairil Anam NIM 111201015000031 JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner ABSTRAK Khairil Anam (NIM: 1112015000031): Analisis Teori Trikon Ki Hadjar Dewantara Terhadap Budaya Penggunaan Teknologi Informasi (Studi Kasus Masyarakat Panamping (Baduy Luar), Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinisi Banten). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana analisa teori Trikon (Kontinyuitas, Konvergensi dan Konsentris) terhadap budaya penggunaan alat teknologi informasi bagi Masyarakat Panamping (Baduy luar), teori ini bersumber dari gagasan Ki Hadjar Dewantara dalam upaya untuk memperteguh kebudayaan milik sendiri ditengah arus kolonialisme yang menjalar di setiap sendi kehidupan Bangsa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar analisa teori tersebut diaplikasikan oleh masyarakat Baduy luar sebagai strategi mempertahankan keperibadian budaya adat di tengah masyarakat Baduy luar sudah mengenal alat teknologi informasi sebagai bentuk adaptasi dari perkembangan budaya. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Oktober 2016 di Kampung Kadeketug, (Baduy luar) Desa Kanekes. Metode yang digunakan adalah metode etnografi Baru ala James A. Spradley dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data dengan metode alur maju bertahap. Sedangkan instrumen penelitian dengan melakukan observasi secara detail, wawancara dan melakukan dokumentasi beberapa informan serta objek penelitian. Hasil yang ditemukan adalah masih adanya relevansi penggunaan trikon yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara dengan budaya penggunaan alat teknologi informasi di kalangan masyarakat Baduy luar. Dari hasil penelitian dpat disimpulkan bahwa proses kontinyuitas budaya itu tetap berjalan yakni dengan terjadinya perubahan sosial secara evolutif (lambat) yang dialami oleh masyarakat Baduy luar melalui kehadiran penggunaan teknologi sebagai penunjang mobilitas sosial masyarakat Baduy luar, ditemukannya penggunaan alat-alat teknologi seperti handphone, laptop, komputer, radio yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pendidikan/pengetahuan, peningkatan ekonomi, dan percepatan informasi dan komunikasi, ini merupakan wujud kontinyuitas budaya yang merupakan hasil dari proses konvergensi yang berlangsung secara selektif, dan adaptif, yang tidak mempengaruhi semua unsur-unsur budaya lainnya, seperti kepercayaan, upacara, dan bentuk bangunan, namun justru kehadiran alat-alat teknologi dimanfaatkan untuk memperkuat keteguhan dalam melestarikan kebudayaan masyarakat Baduy Luar. Keyword : Trikon, Baduy, Alat Teknologi Informasi dan Budaya. v ABSTRACT Khairil Anam (NIM: 1112015000031): Analysis Theory Trikon Ki Hadjar Dewantara Culture Against Use of Information Technology (Society Case Study Panamping (Outer Baduy), Village Kanekes, Leuwidamar Subdistrict, Lebak, Banten province ranked). This study aims to determine how the theoretical analysis Trikon (Continuity, Convergence and Concentric) to the culture of the use of information technology tools for Community panamping (Baduy beyond), this theory comes from the idea of Ki Hadjar Dewantara in an effort to strengthen the culture's own amid the currents of colonialism radiating in every aspects of life in the Indonesian nation. This study aims to see how big the theoretical analysis applied by the outer Baduy community as a strategy to maintain their traditional cultural personalities in the community outside the Baduy are already familiar with the tools of information technology as a form of adaptation of cultural development. This research was conducted in June-October 2016 in Kampung Kadeketug, (outer Baduy) Kanekes Village. The method used is the New ethnographic methods ala James A. Spradley with descriptive qualitative approach. The data collection techniques with advanced flow method gradually. While the research instruments to conduct detailed observation, interviews and documentation of several informants as well as the research object. Results are still the relevance of Trikon proposed by Ki Hadjar Dewantara with the culture of use of information technology tools in the community outside Baduy. From the research concluded that the continuity of the culture is still running namely with social change in evolution (slow) experienced by Baduy outside through the presence of the use of technology as a supporting social mobility Baduy outside, the discovery of the use of technology tools such as mobile phones, laptops , computers, radios were used for the needs of education / knowledge, economic improvement and acceleration of information and communication, this is a form of continuity of culture that is the result of the convergence process that takes place selectively, and adaptive, which does not affect all of the elements of other cultures, such as beliefs, ceremonies, and the shape of the building, but rather the presence of technological tools used to strengthen firmness in preserving the culture of Outer Baduy community. Keywords: Trikon, Baduy, Information Technology Equipment and Culture. vi KATA PENGANTAR Memayu Hayuning Sariro, Memayu Hayuning Bangsa Memaning Hayuning Bawana __Ki Hadjar Dewantara Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur sedalam dan luasnya dihaturkan atas limpahan karunia, Iman, Islam, kesehatan, kesempatan yang dilimpahkan untuk penulis dari Allah SWT, Tuhan semesta Alam, Dzat pemberi, penyempurna rahmat serta hidayah. Sehingga dengan ridho-Nya penulis mampu menorehkan gagasan, pemikiran, yang dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Teori Trikon terhadap Budaya Penggunaan Teknologi Informasi”, sebagai kesyukuran atas limpahan cakrawala pengetahuan yang Allah hidangkan kepada kita. Sehingga penulis merasa bahwa karya ini bukan sebatas pemenuhan tuntutan akademik belaka, namun merupakan kewajiabn insan cita dalam mengamalkan perintahnya, “bacalah dengan nama tuhanmu yang maha menciptakan”. Tak lupa shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan pada sang baginda alam, guru paripurna, sang murabbi bagi segala ummat diseluruh Alam. Semoga tercurahkan keselamatan bagi keluarga, sahabat, tabi’in serta pengikut yang senantiasa istiqamah menjalankan ajarannya. Penulis merasa terpanggil untuk meletakan di atas judul dari karya ini sebuah pemikiran seorang tokoh nasional, guru bangsa, tokoh revolusioner pahlawan Manusia Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Sosok yang familiar dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia, namanya diabadikan dengan deretan pahlawan lainnya, namun minim yang mengenal, memperdalam luas pemikiran, bahkan mempraktikan gagasan, yang merupakan warisan terluhur darinya untuk Bangsa Indonesia. Di atas merupakan sepenggal pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang penuh sarat akan makna, Memayu Hayuning Sariro sejatinya setiap yang dilakukan oleh kita hendaknya memberikan kebermanfaatan bagi diri kita, Memayu Hayuning Bangsa, bermanfaat untuk Bangsa, Memayu Hayuning Bawana, bermanfaat untuk Dunia. Karena hakikatnya sebaikbaiknya manusia adalah yang paling bermanfaat untuk Orang lain. Sejalan dengan bait pemikiran di atas yang penulis penuh resapi, kehadiran Karya sederhana berupa skripsi ini yang mengulas bagaimana relevansi konsep trikon terhadap penggunaan teknologi informasi masyarakat Baduy luar, sebagai suatu karya yang mengayakan referensi bacaan bagi setiap insan, terutama mengenai masalah Budaya dengan etnografisnya. Setidaknya bisa memberikan kebermanfaatan bagi diri penulis dalam menggali luasnya ilmu yang Allah hidangkan kepada ummatnya melalui perantara-perantannya, yang pada akhirnya insya allah akan mampu memberikan vii manfaat untuk Bangsa dan Dunia. Meskipun, tidak dapat dipungkiri tidak sedikit kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam proses penulisan ini, penulis sadari itu murni datangnya dari penulis. Kurangnya referensi yang menguatkan setiap dalil dalam kalimat di skripsi ini, kesalahan dalam penulisan, substansi yang masih jauh dipanggang api. Adalah bagian dari kelemahan penulis dalam menguraikan kebenerannya. Penulis sadari betul, karya ini tidak akan mudah hadir tanpa dorongan yang senantiasa terus mengalir, hadir dalam relung jiwa dan badan, menjadikannya penyemangat dalam setiap goresan tinta, dan pemicu untuk tetap melangkah. Datangnya dari orang tua tercinta Abah H. Asnali dan Ibu Hj. Jamsah, dua sosok yang menyatu, memberikan andil begitu besar bagi keberlangsungan setiap aktivitas yang dijalankan oleh penulis, teramat besar pengorbanan yang telah dihibahkan untuk penulis. Mudahmudahan Allah senantiasa melindungi, melimpahkan kesehatan dan kelapangan rezeki, dan mengampuni seluruh dosanya seperti mereka mendidik anak-anaknya saat kecil. Selanjutnya penulis juga menghaturkan ribuan banyak terima kasih kepada : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Keluarga besar Abah H.Asnali dan Hj. Jamsah, kakanda serta adik tercinta (Kusandi, Jaelani, Abdurrohim, Siti Julaeha, Suudi Asnali, Kholillatudiniyah, Suher Adbillah), atas kepedulian dan dorongan motivasi yang kuat terhadap penulis. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, terima kasih atas arahan serta bimbingan yang diberikan untuk kemajuan diri dan Mahasiswa FITK secara umum. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, yang selalu tampil dengan membawakan kebaharuan gagasan, pemikiran, untuk kemajuan eksistensi Jurusan IPS dan mahasiswanya, dengan karya yang inovatif diiringi etos kerja produktif. Maju IPS, bahagia Mahasiswanya. Bapak Drs. Syaripulloh M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sekaligus pembimbing I penulis, tidak berlebihan jika julukan “Bapak Sosiologi” IPS terpatri dalam dirimu. Cakrawala pemikiran August Comte,Clifford Geertz, dan tokoh lainnya yang penulis dapatkan menjadi pemantik untuk mendalami antara konsepsi dengan realita dan gejala sosial masyarakat. Bapak Prof, Dr. Rusmin Tumanggor, MA., selaku Dosen Penasehat Akademik. Yang menginspirasi penulis menuangkan gagasan tentang khazanah Budaya dalam karya ini. Budaya dengan kemahaluasan makna dan hakikatnya, harusnya menjadi pijakan dasar bagi Bangsa dalam membangun peradaban. Bapak Andri Noor Ardiansyah, S.Pd, M,Si, dan selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mendengar celotehan penulis, teman diskusi beragam isu strategis bangsa dan selaku pembimbing, memberi petunjuk dan nasehat kepada penulis dengan ikhlas demi keberhasilan penulis. viii 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Seluruh Dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, terima kasih atas didikan, keteladanan, keikhlasan, kebersamaan yang dihibahkan kepada kami, mahasiswa IPS. Kami ingin menjadi bagian yang menghargai masa depan penuh rasa optimistis, dengan cara kami menghargai pendidik hari ini. Kepala perpustakaan Umum, perpustakaan FITK, berikut staf bagian, office boy FITK, satpam FITK, yang turut andil dalam memberikan suasana yang nyaman bagi penulis berada di ruang lingkup akademis, semoga Allah lapangkan keihklasan dan pengabdiannya. Bapak Jaro Saija, selaku Kepala Desa Kanekes atas kesediaan waktu, kesempatan serta pemikiran untuk memberikan keterangan tentang profil masyarakat Baduy luar. Sahabat seperjuangan para perajut tenun kebersamaan, kelompok tawa, pemicu dailektika, berderet pengalaman yang dialami bersama diberikan untuk turut mewarnai corak kehidupan penulis. Hendra, Rizky, Subur, Rian, Omen, dan Izul, Fakhrur ditunggu lembaran cerita menarik di tahun 2022 nanti. Rekan team Kreatif Komik PIPS, ( Amry, Farhan, Ikhsan, Eboy dan Fadil) yang senantiasa berperan menyampaikan misinya melalui karya untuk keabadian, dan kepedulian untuk Jurusan IPS. Sahabat-sahabat Alumni Pondok Pesantren Daar el-Qolam II angkatan 2012 (Shine On Generation), sumber pengalaman, pengetahuan, dan dorongan didapatkan agar kita saling berlomba dalam kebaikan. Rekan-rekan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial angaktan 2012, terkhusus “Sociology Class”. Kita saling mengenal bukan untuk saling melupakan. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Tangerang Selatan periode 2016-2017. Tempat penulis mendedikasikan diri untuk sebuah pengabdian, tempat penulis menempa diri untuk kematangan bagi diri. Terkhusus untuk segenap Pengurus PD KAMMI Tangsel 2016-2017 dan seluruh kader komisariat di bawah naungan Tangsel, KAMMI adalah ladang amal untuk sebuah perjuangan, terus berdinamika untuk jayakan Indonesia 2045. Seluruh Komisioner Turun Tangan Banten, Andi Angger, Fauzan Arrasyid, Kushendra Tawarna, Muhammad Raa. Salam penulis sampaikan kepada mereka para penggerak perubahan bangsa, mereka yang memilih untuk melakukan perubahan bukan menuntut perubahan. #SalamBersama Rekan kerja profesional di Yayasan Filantropi Indonesia, Bapak Direktur Ahmad Fudholi, Bapak Tegar (manager fundrisingl), Bapak Kusanman (manager programme), Abangda Fauzan (manager financial), saya paling muda diantara kalian, tapi semangat muda itu saya dapatkan dari diri kalian. Rekan-rekan relawan, penggerak di berbagai Komunitas Untuk Negeri, Gerakan Banten Mengajar, Kampung Al-Quran, #UntukBanten, trip for care, Kelas Inspirasi Tangsel, DD Volunteer, dan berbagai macam ix pergerakan lainnya dimana penulis pernah mengabdi. Terima kasih atas iuran materi, gagasan, kehadiran teman-teman untuk sebuah pesan, bahwa ibu pertiwi kita masih melahirkan para pejuang yang memilih untuk turun tangan bukan urun angan 18. Kawan-kawan pergerakan yang berada di Ciputat, HMI, PMII, GMNI, GPPI, PATANI, DEMA UIN Jakata dll. Senang berada dalam lingkaran kalian, yang menorehkan semangat juang untuk sebuah kemenangan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 19. Adik-adik, Ibu Heni, Kang Nurman, Ibu Sutijah, Bapak Toha dan seluruh pemuda Kp. Sinarjaya, Desa Girijagabaya, terimakasih atas doa, motivasi yang hadir di setiap raut wajah kalian. saya justru yang menimba ilmu dalam diri kalian, tentang ketulusan dan keikhlasan. 20. Seluruh rekan-rekan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah sama-sama berjuang memberikan dorongan dan semangat juang untuk diri saya. Penulis berharap semoga segala kebaikan yang diberikan mendapatkan pahala yang berlipat ganda oleh Allah SWT dan senantiasa selalu dilindungi oleh Allah SWT. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang akan digunakan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Tangerang Selatan, 7/11/2016 Khairil Anam 1112015000031 x DAFTAR ISI Halaman LEMBAR HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI PENGESAHAN PANITIA UJIAN PERNYATAAN UJI REFERENSI PERNYATAAN KARYA ILMIAH ABSTRAK ........................................................................................................ ABSTRACT ....................................................................................................... KATA PENGANTAR ....................................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ DAFTAR TABEL.............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... BAB I PENDAHULUAN iv v vi xi xiv xiv xiv A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah.......................................................................... 6 C. Batasan Masalah ............................................................................... 7 D. Rumusan Masalah............................................................................. 7 E. Tujuan Penelitian............................................................................... 8 F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis ........................................................................... 8 2. Manfaat Praktis ............................................................................ 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Trikon 1. Pengertian Teori........................................................................... 9 2. Teori Sebagai Model.................................................................... 10 3. Pengertian Trikon......................................................................... 11 4. Hubungan Teori Trikon, Akuluturas dan Asimilasi ..................... 16 B. Kebudayaan 1. Pengertian Kebudayaan................................................................ 22 2. Karakteristik Kebudayaan............................................................ 25 3. Unsur-Unsur Kebduyaan ............................................................. 28 4. Wujud Kebudayaan...................................................................... 31 5. Perubahan Kebudayaan................................................................ 32 xi C. Teknologi Informasi 1. Pengertian Teknologi Informasi ................................................... 34 2. Macam-Macam Teknologi ........................................................... 38 D. Hasil Penelitian yang Relevan .......................................................... 39 E. Kerangka Berfikir.............................................................................. 40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................... 43 B. Metode Penelitian ........................................................................... 45 C. Teknik Pengumpulan Data............................................................. 48 D. 1. Observasi ............................................................................... 49 2. Wawancara .............................................................................. 51 3. Dokumentasi ............................................................................ 54 Teknik Pengolahan Data ............................................................... 54 1. Reduksi dan Analisis Data ...................................................... 54 2. Penyajian Data ........................................................................ 55 3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi ............................................ 55 E. Pemeriksaan dan Pengecekkan Keabsahan Data ............................. 55 1. Creadibility ............................................................................. 55 2. Dependability .......................................................................... 56 3. Confirmability......................................................................... 56 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Masyarakat Baduy 1. Letak Geografis ....................................................................... 63 2. Kondisi Demografi .................................................................. 65 3. Agama dan Kepercayaan......................................................... 69 4. Kelompok Masyarakat Baduy................................................. 72 5. Lembaga Kemasyarakatan....................................................... 77 6. Mata Pencaharian..................................................................... 80 B. Analisis Teori Trikon Terhadap Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping 1. Analisa Kontinyuitas Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping ............................................................................. 86 xii 2. Analisa Konvergensi Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping.............................................................................. 92 3. Analisa Konsentris Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping.............................................................................. 102 C. Pembahasan 1. Kontinyuitas Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping ........................................................................... 107 2. Konvergensi Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping ........................................................................... 112 3. Konsentris Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping ........................................................................... 116 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan........................................................................................ 118 B. Saran-Saran....................................................................................... 119 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 115 LAMPIRAN....................................................................................................... 123 xiii DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Peta Desa Kanekes................................................................................... 70 Gambar 4.2 Bagan struktur Organisasi Desa Kanekes................................................. 85 Gambar 4.3 Proses Ngasuek saat Penanaman Padi ...................................................... 90 Gambar 4.4 Proses Menenun Kain yang dilakukan oleh Perempuan Baduy ............... 92 Gambar 4.5 Pelatihan Digital Marketing untuk Masyarakat Baduy luar ..................... 102 Gambar 4.6 Desa Kanekes memperoleh pengharagaan Desatika.ID Award 2016 ...... 104 Gambar 4.7 Proses Akulturasi Budaya ......................................................................... 110 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Kerangka Berfikir ......................................................................................... 45 Tabel 3.1 Timeline Penelitian....................................................................................... 48 Tabel 3.2 Draft Pertanyaan Wawancara ...................................................................... 61 Tabel 4.1 Demografi Penduduk Desa Kanekes 2016.................................................. 71 Tabel 4.2 Perekmbangan Penduduk Desa Kanekes .................................................... 74 Tabel 4.3 Perbandingan dan Persamaan antaea Baduy Dan[lam dan Luar ................. 81 Tabel 4.4 Proses Pengelolaan Pertaninan (Ngauhma) ................................................ 89 Tabel 4.5 Perangkat Alat-alat teknologi Informasi ...................................................... 97 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Wawancara............................................................................... 123 Lampiran 2 Lembar Observasi.................................................................................. 132 Lampiran 3 Daftar Gambar ....................................................................................... 135 Lampiran 3 Peraturan Daerah No. 21 tentang Hak Ulayat Masyarakat Baduy........ 139 Lampiran 4 Uji Referensi .......................................................................................... 151 Lampiran 5 Surat Izin Penelitian ............................................................................... 160 Lampiran 5 Surat Keterangan Penelitian................................................................... 161 Lampiran 6 Surat Bimbingan Skripsi........................................................................ 162 xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan tidak lain merupakan usaha sadar yang dilakukan dalam rangka untuk menciptakan kondisi taraf hidup manusia yang lebih baik. Sehingga terciptanya keharmonisan yang meliputi setiap unsur yang terkandung didalamnya. Baik menciptakan lingkungan hidup yang lebih serasi atau kemudahan dalam fasilitas untuk menikmati hidup. Pembanguna n merupakan sebagai sarana intervensi manusia terhadap lingkungannya, baik lingkungan alam fisik, maupun lingkungan social budaya. Dampak dari adanya pembangunan timbulnya perubahan yang tidak atau secara langsung berpengaruh dalam tatanan kehidupan masyarakat. Yang bermula adanya perubahan pada diri subjek yang melakukan pembangunan itu sendiri yaitu manusia, hingga berpengaruh pada lingkungan hidupnya. Perubahan itu kian nampak, dengan munculnya sikap intoleransi terhadap nilainilai yang sudah mendarah daging dalam masyarakat. Sehingga terjadila h perggeseran system nilai budaya yang membawa perubahan pula dalam hubungan interaksi manusia dalam masyaraktnya. Diakui secara umum, bahwa kebudayaan merupakan unsur penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Samuel P. Huntington dalam Bambang Widianto yang bercerita bahwa dalam tahun 1990-an ketika ia membaca data ekonomi Ghana dan Korea Selatan. Data diantara dua Negara itu setingkat penghasilan perkapitanya sama dalam setiap sektor baik manufaktur, maupun jasa. Tiga puluh tahun kemudian, Korea Selatan tumbuh sebagai Negara raksasa industri, salah satu Negara dengan ekonomi terbesar. Padahal 30 tahun antara kedua Negara tersebut berada dalam posisi setingkat 1 2 dalam segi pendapatan perkapitanya. 1 Apa yang membuat Korea Selatan mampu melampaui Ghana dalam pendapatan Negaranya? dengan kondisi sumber daya alam yang sama? Jawaban dari pertanyaan di atas dijelaskan oleh Samuel P. Huntyingto n dalam Widianto dalam bukunya yang diterbitkan oleh Universitas Harvard pada tahun 2000. Pendapatnya “Yang membuat Korea Selatan menjadi Negara dengan pendapatan perkapita terbesar di Dunia adalah Culture Matters atau dalam hal ini bisa disebut dengan untuk memperbaiki kemampuan yang ada dalam diri suatu bangsa, perancangan kebudayaan menjadi salah satu hal yang sangat sentral sifatnya”.2 Kebudayaan oleh Ki Hadjar Dewantara dituangka n dalam Kongres Pendidikan Indonesia pada tanggal 20-24 Juli 1949 di Yogyakarta menurutnya definisi kebudayaan adalah merupakan buah budi manusia, adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yaitu alam dan zaman (kodrat dan masyarakat), dalam mana terbukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai macam rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya dalam mencapai keselamatan dan fungsi utama kebudayaan adalah pemeliharaan dan kebahagiaan, yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai”.3 Selanjutnya memajukan hidup manusia ke arah keadaban. Sehingga hal itu yang kemudain mampu membentengi arus modernisasi supaya tidak terjebak masuk di dalamnya mengikuti dan menghilangkan identitas Negara. Pemelihar aa n kebudayaan harus bermaksud memajukan dan menyesuaikan kebudayaan di tiap-tiap pergantian 1 alam dan zaman, isolasi atau pengasingan dalam Bambang Widianto, Perspektif Budaya: Kumpulan Tulisan Koentjaraningrat Memeroial Lectures. (Jakarta : Rajawali Press,2000), hal. 3 2 Bambang Widianto, hal. 2 3 H.A.R. Tilaar, Pedagogik Teoritis untuk Indonesia. (Jakarta : Kompas, 2015), hal. 15 3 kebudayaan menyebabkan kemunduran dan kematian, maka harus ada hubungan antar kebudayaan dan masyarakat. Perencanaan kebudayaan berupa lanjutan dari kebudayan sendiri (kontinuet), menuju ke arah kesatuan dunia (konvergensi) dan dan tetap terus mempunyai sifat keperibadian di dalam lingkungan kebudayaan sedunia (konsentris). 4 Itulah strategi pembangunan kebudayaan oleh Ki Hadjar Dewantara yang disebut dengan Teori Trikon. Konsep ini bertujuan untuk memelihara kebudayaan yang dimiliki dengan menyesuaikan arus perkembangan zaman tanpa harus menghilangkan keperibadian atau identita s yang dimiliki. Suku Baduy merupakan salah satu suku di Indonesia yang sampai sekarang masih mempertahankan nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan diyakininya, ditengah-tengah kemajuan peradaban di sekitarnya. Kesederhanaan dan toleransi terhadap lingkungan disekitarnya adalah ajaran utama di masyarakat Baduy. Dari kedua unsur tersebut akan muncul rasa gotong royong dalam kehidupan mereka. Kepentingan sosial selalu dikedepankan sehingga jarang dijumpai kepemilikan individu, tetapi tetap menjunjung tinggi asas demokrasi. Menurut Peraturan Daerah No 31 tahun 2001 tentang Perlindunga n Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy dijelaskan bahwa pengertian dari masyarakat Baduy adalah, “masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak yang mempunyai ciri kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda dengan masyarakat umum”. 5 4 H.A.R. Tilaar, hal. 4 5 Peraturan Daerah No 31 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy, Kabupaten Lebak, Banten, 2001. Diambil dari www.setda.lebakkab.go.id pada pukul 09:56 tanggal 27 Agustus 2016 4 Masyarakat Baduy atau yang disebut dengan Urang Kanekes terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok Baduy Dalam (Tangtu) dan Kelompok Baduy Luar (Panamping). Masyarakat Baduy Dalam merupakan masyarakat yang masih kental dengan adat atau tradisinya yang terdiri dari tiga kampung yakni, Cikeusik, Cikertawang atau Cikartawarna dan Cibeo. Sedangkan masyarakat Baduy Luar (Panamping) adalah kelompok masyarakat yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi Baduy Dalam atau yang biasa disebut dengan Baduy Luar.6 Kelompok Masyarakat Baduy Luar (Panamping) yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam7 . Panamping berasal dari tamping yang berarti kata kerja buang jadi islitah panamping bermakna pembuangan, dengan kata lain panamping adalah tempat yang dibuat secara khusus untuk menampung masyarakat Baduy Dalam yang melanggar aturan adat8 , sehingga mereka diberikan kelonggara n dalam menjalankan aturan adat yang berlaku dalam masyarakat Baduy dalam pada umumnya, mereka diperkenankan untuk menggunakan beragam alat teknologi, pakaian yang serba bebas, dan penggunaan alat transportasi umum sebagai penunjang mobilitas sosial mereka. Hal ini dilakukan agar dapat menyesuiakna dengan kehidupan budaya luar yang jauh lebih modern. Dalam mempertahankan tradisi nenek moyangnya di mana seluruh sistem sosial budaya bersumber dari aturan (pikukuh) yang diwariskan oleh leluhurnya, hal tersebut menyebabkan masyarakat Baduy mengala mi 6 Ivan Masdudin, Keunikan Suku Baduy di Banten (Banten: Taletna Pustaka Indonesia, 2011) 7 Cecep Eka Permana, Tata Ruang Masyarakat Baduy (Jakarta: Wedatama Widya, 2016), hal.19 8 Cecep Eka Permana, hal.20 hal.7 5 perubahan yang cenderung lambat. Perubahan-perubahan tersebut diakibatkan oleh terjadinya kontak-kontak hubungan yang berlangsung massif dengan masyarakat lain di luar dari desa Kanekes. Perubahan dapat menyangk ut tentang beberapa hal, perubahan fisikal oleh proses alami dan perubahan kehidupan manusia oleh dinamika kehidupan itu sendiri. Perubahan itu berlangsung lambat, dan terlihat dari pola pikir, cara bertindak, pemilikan barang organisasi sosial yang sebelumnya tidak dikenal dalam kehidupan mereka. 9 Salah satu yang nampak dilihat bahwa telah terjadinya perubahan yang dialami oleh masyarakat Baduy adalah adanya kesadaran masyarakat Baduy luar dalam menggunakan teknologi sebagai alat dalam menunjang kehidupan sosial masyarakatnya, terlihat dari sekian banyak populasi yang tinggal di Baduy luar sebagian sudah menggunakan handphone untuk berkomunikasi, komputer dan penggunaan internet. Seperti yang dilansir menurut laman media indotelko.com dan telkom.co.id menunjukkan bahwa masyarakat Baduy sudah memulai untuk mengenali interntet dengan diadakannya pelatihan Boardband Learning Center (BLC).10 Hal ini tentu saja dapat dinilai positif apabila penggunaan teknologi ini dimaksudkan sebagai sekedar alat untuk membantu memudahkan aktifita s sehari-hari. Namun, akan berdampak buruk apabila penggunaan teknologi ini digunakan secara berlebihan tidak ada proses penyaringan sehingga menimbulkan indikasi adanya pergeseran gaya hidup serta perilaku yang mengakibatkan ketidakpercayaan terhadap pikukuh. Bahkan bisa saja kedepan 9 Wilodati, “Sistem Tatanan Masyarakat dan Kebudayaan Orang Baduy,” Jurnal, Tanpa Tahun, hal. 7 10 Lihat di http://www.indotelko.com/kanal?c=in&it=telko m-dunia-masyarakat-baduy, http://beta.telkom.co.id/telkom-peduli/berita-csr/sosial/sekda-banten-egm-dcs-barat-resmikanpelatihan-internet-di-baduy.html diakses pada tanggal 30/08/16, pukul: 10:33. dan 6 sejumlah warga masyarakat Baduy sengaja keluar dari Desa Kanekes untuk melonggarkan diri dari ikatan pikukuhnya. Tulisan ini bermaksud untuk melihat bagaiamana secara analisis teori trikon (konvergensi, konsentris dan kontinstuet) Ki Hadjar Dewantara dengan budaya penggunaan teknologi informasi yang ada di masyarakat Panamping, Baduy. Teori trikon yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah strategi Ki Hadjar Dewantara dalam membentengi dan menjaga keutuhan kebudayaan asli Indonesia ditengah mulai masuknya beragam kebudayaankebudayaan asing yang kemudian berasmiliasi dengan kebudayaan asli. Sehingga, lambat laun kabudayaan asli Indonesia mulai menghilang apabila tidak ada upaya strategis menyesuaikan dalam rangka tetap mempertahankan agar menjadi kesatuan yang bersifat konsentris dan dengan kebudayaan yang ada. Dengan latar belakang tersebut penulis bermaksud ingin mengetahui secara mendalam bagaimana relevansi teori trikon dalam proses pemelihar aa n yang dilakukan oleh masyarakat penghuni Panamping dengan menlangsungka n sebuah penelitian ynag berjudul Analisa Teori Trikon Ki Hadjar Dewantara Terhadap Budaya Penggunaan Teknologi Informasi masyarakat Panamping (Baduy luar), (studi kasus Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinisi Banten). B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut : 1. Masyarakat Baduy masih melekat dengan aturan pikukuhnya, yang membatasi ruang gerak masyarakat, sehingga mempengaruhi pada piliha n penggunaan alat teknologi informasi yang cenderung konvensional 7 2. Kebutuhan akan kemudahan dalam mengakses informasi dan komunikas i, membuat masyarakat Baduy luar mulai menggunakan teknologi informas i modern, sehingga masyarakat Baduy perlahan mulai menyampingka n aturan pikukuh yang melarang penggunaan teknologi informasi modern 3. Interkasi yang terjalin sangat intensif dengan masyarakat Luar Baduy, mengakibatkan terjadinya proses penerimaan budaya baru dalam penggunaan teknologi informasi C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, karena adanya keterbatasan waktu dan biaya bagi penulis, maka penelitian ini dibatasi pada masalah kebutuhan akan kemudahan dalam mengakses informasi dan komunikasi, membuat masyarakat Baduy luar mulai menggunakan teknologi informasi modern, menyampingkan sehingga masyarakat Baduy aturan pikukuh yang melarang perlahan penggunaan mula i teknologi informasi modern. Dengan dianalisis dari sudut pandang teori Trikon Ki Hadjar Dewantara, pada proses kontinyuitas, konvergensi dan konsentris dari penggunaan teknologi informasi masyarakat Baduy Luar/Panamping, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwdamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten) 2. Rumusan Masalah Dari batasan masalah di atas dapat disimpulkan berupa rumusa n masalah mengenai bagaimana analisis teori trikon Ki Hadjar Dewantara dalam penggunaan teknologi informasi masyarakat Panamping (Baduy Luar), Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Dengan rincia n rumusan masalah di bawah ini: 1. Bagaimana analisa proses kontinyuitas penggunaan teknologi informa s i masyarakat Panamping (Baduy Luar)? 8 2. Bagaimana analisa proses konvergensi penggunaan teknologi informa s i masyarakat Panamping (Baduy Luar)? 3. Bagaimana analisa proses konsentris penggunaan teknologi informa s i masyarakat Panamping (Baduy Luar)? D. Tujuan Untuk menjawab rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah, untuk melihat bagaimana analisis teori trikon Ki Hadjar Dewantara terhadap budaya penggunaan teknologi informasi (Studi kasus masyarakat Panamping/Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten), dengan rincian tujuan di bawah ini: 1. Untuk menganalisa bagaimana proses kontinyuitas penggunaan teknologi informasi masyarakat Panamping (Baduy Luar) 2. Untuk menganalisa bagaimana proses konvergensi penggunaan teknologi informasi masyarakat Panamping (Baduy Luar) 3. Untuk menganalisa bagaimana proses konsentris penggunaan teknologi informasi masyarakat Panamping (Baduy Luar) E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teroitis Sebagai sumbangan pemikiran tambahan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi perkembangan Sosiologi dan Antropologi, khususnya kajian mengenai Kebudayan. 2. Manfaat Praktis a) Bagi Penulis : Sebagai media pembelajaran bagi penulis dalam melakuka n kegiatan-kegiatan penguatan penelitian pemahaman berikutnya, serta sebagai media baik dalam tataran teori san tataran implementasi di kehidupan 9 b) Bagi Pemerintah Provinsi Banten Sebagai referensi tambahan dalam menentukan kebijakankebijakan yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat Baduy c) Bagi Masyarakat Akademis Sebagai referensi tambahan dan memperluas wawasan tentunya dalam bidang etnografi budaya, penggunaan alat teknologi dan antropologi budaya 10 BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Trikon 1. Pengertian Teori Menurut KBBI teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai sebuah pristiwa (kejadian dsb). 11 Yang kemudian didukung oleh data dan argumentasi, penyelidikan eksperimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, argumentas i atau pendapat, cara dan aturan manusia melakaukan sesuatu. Durbin menjelaskan bahwa, teori adalah pernyataan karena ia adalah bagian dari upaya ilmuwan manusia mengungkapkan pemikiran atau idenya.12 Pernyataan itu ditujukan manusia memperjelas atau memaha mi serangkaian fakta dan data yang semula terkesan rumit atau bahkan tidak bermakna. Michaolas membagi pengertian teori dalam lima kategori, yaitu: a. Teori sebagai pernyataan yang aksiomatis (axiomatic)1 manusia memberi makna atau pengertian tentang serangkaian fakta yang sebelumnya membingungkan atau tidak bermakna. b. Teori sebagai upaya menyusun data dan fakta secara sistematis, walaupun pernyataan-pernyataannya belum tentu aksiomatis c. Teori dianggap sebagai generalisasi tak terbatas tentang kebenaran universal yang diaati oleh para ilmuan; di sini teori dianggap sebagai “hukum” tentang kebenaran. 11 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI), (Jakarta: Balai Pustaka, 1988) hal.932 12 Putu Lukman Pandit, “Penggunaan Teori dalam Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi,” ( Jurnal ISPII, Tanpa Tahun), hal. 3 11 d. Teori sebagai jawaban terhadap persoalan-persoalan ilmiah, tanpa bentuk yang pasti atau seragam. e. Teori sebagai aturan-aturan manusia mengambil kesimpula n dalam proses penelitian.13 Dalam ilmu sosial-budaya, penggunaan teori juga mengala mi perkembangan dan dinamika. Sebagaimana diuraikan Ellis dan Swoyer dalam luqman pada mulanya teori social didominasi pandangan positivistik- lo gis (logical-postivist), yaitu teori sebagai hasil deduksi berdasarkan prinsip dasar tertentu, sebagaimana yang biasa dilakukan di sains. Dalam bentuknya yang sederhana teori merupakan hubungan antara dua faktor atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris. Oleh karennya suatu teori disebut merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih tang telah diuji kebenarannya. 14 Teori sosial diuji dengan membuat ramalan (prediksi) berdasarkan prinsip dasar atau hukum (laws) tertentu, dan peneliti kemudian menetapkan apakah prediksi itu benar atau salah. Pada tahun 1960an pandangan yang positivistik tentang teori ini mulai mendapat kritik, sehingga akhirnya sudah tak dominan lagi di ilmu social-budaya. Hukum ilmiah menjadi kurang berperan, sementara model menjadi lebih sering dibicarakan. Kita akan kembali ke pembahasan tentang hukum dan model di bagian berikut nanti. 2. Teori Sebagai Model Di dalam sebuah penelitian,model membantu peneliti mengungkapka n jalan pikirannya tentang suatu subjek tertentu. Kadang kala, berbagai model 13 Putu Lukman Pandit, hal. 4 14 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), hal.26 12 dibuat oleh para ilmuan di bidang tertentu dan menjadi semacam panduan teoritis yang menuntun semua jenis penelitian di bidang tersebut. Setelah sekian lama, akhirnya model-model tersebut dapat saja diterima sebagai sebuah teori yang utuh. Silverman (2000) dalam luqman menyataka n bahwa sebuah model sebenarnya juga merupakan “kerangka kerja” yang dapat dipakai manusia menguraikan sebuah persoalan yang sedang diteliti. 15 Menurut brooks dalam Luqman menjelasakan bahwa tentang model dalam sebuah teori: Menurutnya model adalah sebuah mental framework (kerangka kerja pemikiran) yang dapat digunakan dalam eksperimen dengan kegiatankegiatan perpustakaan. Ia menganjurkan agar penelitian IP&I tidak terpaku pada kerangka kerja operation research sebagaimana yang digunakan para pendahulunya dan memperluas konteks penelitia n dengan memasukkan variabel pemakai dan lingkungan organisasi ke dalamnya.16 Sebagian besar model manusia kajian perilaku merupakan pernyataan ringkas tentang kerangka pikir peneliti yang dituangkan dalam bentuk diagram atau gambar. Sifat model seperti ini adalah deskriptif (menjelaskan) unsur unsur dari sebuah perilaku, penyebab dan konsekuensi dari perilaku itu, dan tahap-tahap dalam sebuah perilaku. 3. Pengertian Trikon Ki Hadjar Dewantara menjelaskan pada perkembangan budaya yang sangat dinamis diperlukan hubungan dengan budaya-budaya lain dengan mengambil segala bahan kebudayaan dari luar yang dapat mengembangkan dan memperkaya budaya sendiri yang sudah ada. Meski demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih unsur-unsur budaya mana yang perlu, 15 Putu Lukman Pandit, hal.11 16 Putu Lukman Pandit, hal. 13 mana yang tidak perlu, mana yang baik, dan mana yang buruk dan disesuaika n dengan perekembangan zaman. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara diwujudkan dalam konsep triloginya yang terkenal dengan nama Trikon. Konsep ini merupakan hasil ramuan berdasarkan pengamatannya tentang budaya timur dan barat. Secara definis i Trikon dapat diartikan sebagai berikut, “ upaya manusia menghubungka n budaya luhur bangsa Indonesia (kontinyu) dan menyeleksi datangnya budaya luar dengan memberikan kemungkinan berpadunya budaya bangsa dengan budaya luar (konvergen) menuju terjadinya budaya baru yang lebih baik (konsentris)”.17 Dalam pengertian sederhananya Ki Hadjar menjelaskan makna daripada teori trikon melalui perumpamaan seorang juru masak yang ketika memilih manusia mengambil bahan-bahan (komposisi makanan) dari luar tetapi kemudian dimasak oleh tangan sendiri, dipadukan dengan ciri khas atau rasa sendiri, akan lebih lezat rasanya dan menyehatkan. 18 Tidak banyak sumber-sumber yang didapatkan penulis untuk menjelaskan bagaimana arti secara spesifik mengenai teori trikon ini, penulis berusaha untuk menggali informasi dari beragam macam literatur, buku-buku kebudayaan,atau jurnal ilmiah, namun tidak mudah bagi penulis untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan teori tersebut. Hanya saja penulis mampu menggali dari berbagai macam informasi yang didapat dari buku-buku karya tulisannya. Namun jika dilihat seksama dalam memaknai Konsep Trikon adalah merupakan penggabungan dari dua kata antara tri yang berarti tiga sedangkan kon adalah singkatan dalam penyebutan nama (kontinyu, konsentris dan 17 Ki Hadjar Dewantara, “Karja 1 Ki Hadjar Dewantara, ( Jogjakarta ; Majlis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962), hal.59 18 Ki Hadjar Dewantara, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989), hal. 138 14 konvergensi), manusia mengetahui penjabaran makna dari ketiga prinsip itu adalah sebagai berikut a. Konsep Kontinyuitas Konsep ini mengemuakkan bahwa asas pertama dalam konsep trikon adalah kontinyu yang berarti tidak ada kebudayaan yang tidak tidak bergerak mengalami perubahan, selalu akan berkembang. Menyesuaika n dengan perkembangan zaman. Ki Hadjar menjelaskan maksud dari konsep Kontinuitet adalah Yang berarti bahwa garis hidup kita di jaman sekarang harus merupakan lanjutan,terusan, dari hidup kita di jaman silam, jangan ulangan atau tiruan dari bangsa lain. 19 Dalam melestarikan kebudayaan asli Indonesia harus terus menerus dan berkesinambungan. Teori Kebudayaan itu dilakasanakan dengan memasukan mata pelajaran muatan lokal, melakukan upacara-upacara adat, mementaskan keseruan daerah dan lain-lain. Dalam konsep kontinyu menurut H.A.R Tilaar mengemukaka n bahwa : Tidak ada satupun kebudayaan yang statis atau tidak berkembang. Kebudayaan yang tidak berkembang berarti pemilik kebudayaan itu telah lelap. Setiap kebudayaan berkembang secara peralhan- la ha ataupun dengan cepat. Sebagai pemilik kebudayaan maka perkembangna seseorang anak manusia dari kandungan sampai menjadi dewas terikat kepada nilai-nilai yang berlaku di dalam kehidupan di mana keluarga itu berada.20 Nilai-nilai itu terdapat di dalam kebudayaan yang berkembang dan berubah sepanjang masa. Tergantung besarnya pengaruh yang menguba h 19 Ki Hadjar Dewantara, Karya Ki Hadjar Dewantara bagian Pertama; Pendidikan, (Yogyakarta: Majelsi Luhur Persatuan Tamansiswa, 2011), cet IV, hal. 228 20 H.A.R. Tilaar, Pedagogik Teoritis untuk Indonesia (Jakarta: Kompas, 2015), hal. 49 15 dari satu kebudayaan serta kemampuan dari pemiliknya manusia menwujudkan nilai-nilai itu. b. Konsep Konvergen Ki Hadjar Dewantara menjelaskan mengenai konsep konvergensi adalah berarti datang berkumpulnya aliran-aliran yang pada permulaannya berlainan azas, dasar serta tujuan, akan tetapi karena aliran itu bersama-sama menempati alam serta zaman yang satu, lambat laun terpaksalah saling mendekati manusia berkumpul kelaknya, dimana telah nampak ada kepentingan-kepntinga n bersama.21 Adapun pengertian lain dari konsep konvergensi menurut Ki Hadjar adalah dalam arti keharusan manusia menghindari kehidupan menyend ir i (isolasi) dan manusia menuju ke arah pertemuan dengan hidupnya bangsabangsa lain sedunia.22 Maksud dari penjelasan di atas adalah upaya menyatukan antara dua hal yang berebeda baik dalam segi apapun manusia saling berhubungan dan menjadi satu. Manusia menjadikan sebuah kebudayaan maju berkembang maka hal pokok yang harus dilakukan adalah dengan cara berbaur dengan kebudayaan yang lain. Dengan tetap menyesuakan diri manusia tidak terbawa arus kebudayaan lain, sehingga nilai-nilai yang dimliki tetap terpatri dan terimplementasi dalam setiap aturan kehidupan. Sedangkan Ki Sunarno memaknai konvergen merupakan upaya mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia harus memadukan dengan kebudayaan asing yang dipandang dapat memajukan bangsa Indonesia. memilih 21 Dalam memadukan dan memilah itu (konvergensi) dengan kebudayaan yang sesuai dengan kepribadia Ki Hadjar Dewantara, Karya Ki Hadjar Dewantara bagian Pertama; Pendidikan, (Yogyakarta: Majelsi Luhur Persatuan Tamansiswa, 2011), cet. IV, hal.76 22 dilakukan Ki Hadjar Dewantara, hal. 228 16 Pancasila (selektif) dan pemaduannya harus secara alami dan tidak dipaksakan (adaptatif).23 Di dalam dunia terbuka abad global dewasa ini terdapat arus gelomba ng yang disebut dengan globalisasi yang seakan-seakan membuka pintu dari batas-batas kehidupan masyarakat dan Negara. Tidak ada satupun juga negara yang akan menutupi diri dari perkembangan zaman. Namun demikian suatu Negara akan tetap eksis apabila dia membuka pintu bagi setiap perubahan-perubahan global tanpa harus merusak nila-nila yang menjadi dasar kebudayaan. c. Konsep Konsentris Konsentriet yaitu berarti bahwa sesudah kita bersatu dengan bangsa bangsa lain sedunia, janganlah kita kehilangan keperibadian kita sendiri, sungguhpun kita sudah bertitik pusat satu, namun di dalam lingkaran- lingkaran yang konsentris itu, kita masih mempunya i sirkel sendiri.24 Hasil persatuan dari kedua alam budaya, namun kepribadian alam budaya sendiri masih ada. Setelah bersatu dan berkomunuikasi dengan bangsa-bangsa lain di dunia, jangan kehilangan kepribadian sendiri. Bangsa Indonesia adalah masyarakat merdeka yang memiliki adat istiadat dan kepribadian sendiri. Meskipun bertitik pusat satu, namun dalam lingkaran yang konsentris itu masih tetap memiliki lingkaran sendiri yang khas yang membedakan Negara dengan Negara lain. Bahwa adanya kontak antar kebudayan satu dengan kebudayaan yang lain. Bukan sebagi saran manusia mengikis nilai- kebudayaan yang dimilki sebagai pondasi awal dalam berbudaya. 23 Ki Sunarno Hadiwijoyo dalam, https://tamansiswajkt.wordpress.com/2013/05/28/teori-trikon / dikutip pada tanggal 29 Juni 2016 pukul:10:53 24 Ki Hadjar Dewantara, Karya Ki Hadjar Dewantara bagian Pertama; Pendidikan, (Yogyakarta: Majelsi Luhur Persatuan Tamansiswa, 2011), cet. IV, hal. 228 17 Oleh karennaya pada perinsip ketiga ini menjaga adalah tugas utama yang harus dilakukan saat adanya kontak dengan kebudayaan lain. Sehingga nilai-nilai itu akan terus berkembang tanpa tercampuri nilai- nila i yang lain 4. Hububngan Teori Trikon, Akulturasi dan Asimilasi Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosikultural seperti ras, suku bangsa, agama, yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik, adat istiadat, bahasa daerah, dan paham keagamaam merupakan kenyataaan yang mau atau tidak harus diterima oleh seluruh rakyat Indonesia. Tingginya tingkat keragaman sosiokultural ini mengandung potensi konflik dan integrasi. Setidaknya ada banyak upaya yang dilakukan manusia mengurai konflik yang terjadi akibat perbedaan kepentingan antarsuku atau ras. Salah satunya menguatkan akar ideologi yang dimilki Indonesia yang memilik i kekuatan manusia mengikat kelompok tersebut. Ki Hadjar Dewantara mengemukakan ada beberapa hal dalam menghadapi masalah perbedaan kebudayaan yang ada di Indonesia. Seperti halnya yang dikemukakan dalam bukunya, bahwa : Kebudayaan (culturur, colere, cultivare) ialah memlihara serta memadjukan manusia kearah keadaban, dalam pada itu termasuk pula pengertian “memudja- mudja” dan berapa kali nampak hidup-beku dari pada kebudajaan, karena itu harus selalu diingat : a. Pemeliharaan kebudayaan harus bermaksud memajukan dan menyesuaikan kebudayaan tiap-tiap pergantain alam dan jaman b. Karena pengasingan (isolasi) kebudayaan menyebabkan kemunduran dan kematian, maka selalu harus ada hubunga n antara kebudayaan dan masyrakat” c. Pembangunan Kebudayaan mengharuskan pula adanya hubungan dengan kebudayaan lain, yang dapat memperkembangkan (memadjukan, menyempurnaka n) atau memperkaya (yakni menambah) kebudayaan sendiri. d. Memasukan kebudayan lain, harus tidak sesuai dengan alam dan dijamannya, hingga merupakan pergantian kebudayaan 18 yang menjelajahi tuntunan kodrat dan masyrakatnya, selalu membahayakan e. Kemajuan kebudayaan harus berupa lanjutan langsung dari kebudayaan sendiri (kontinuet), menuju kearah kesatuan dunia (konvergensi) dan tetap mempunyai sifatkeperibadian di dalam kemanusiaan dunia (konsentrist)25 Dalam pengertian di atas Ki Hadjar menekankan bahwa sesungguhnya kebudayaan sejatinya bersifat dinamis dan selalu mengikuti perkembanga n zaman. Namun, proses yang paling penting menjadikan kebudayaan semakin berkembang adalah hendaknya kebudayaan yang dimiliki harus tetap konsisten dikembangkan, dan bersifat terbuka dengan kebudayaan lain. Sehingga, terjadinya konvergensi antara kebudayaan satu dengan kebudayaan lainnya. Tanpa ada sifat chauvanisme atau memandang kebudayaan yang dimilki itu lebih tinggi dibanding kebabudayaan lain. Sehingga, apabila hal tersebut sudah terpenuhi dengan saling menjaga kedudukan kebudayaannya sendiri maka yang harus dilakukan selanjutnya adalah upaya manusia menjaga sifat pendirian atau sifat keperibadian di dalam kebduayaan itu sendiri agar tidak mudah termakan dengan arus kebudayaan asing yang justru malah menghilangkan nilai-nila i atau corak khas yang dimilki oleh kebudayaannya. Hal ini lah yang kemudian oleh Ki Hadjar Dewantara dijadikan suatu pedoman dalam menjaga keutuhan kebudayaan yang dikenal dengan trilogi Trikon. Trilogi ini menekankan pada tiga ketentuan yang harus dipenuhi dalam unsur suatu kebudayaan. Dalam penjelasannya sebagai berikut :“Dala m memasukkan bahan-bahan, baik dari kebudayaan daerah –daerah maupun dari kebudayaan asing. Perlu senantiasa diingat sjara-sjarat kontinuitet, konvergensi dan konsentristet.”26 25 Ki Hadjar Dewantara, hal.226 26 Ki Hadjar Dewantara,hal.344 19 Ki Hadjar menjelaskan secara rinci sekali, bagaimana posisi tawar bangsa kita ketika berhadapan dengan budaya-budaya luar. Dalam buku Karya 1 Bagian Pertama: Pendidikan, di bab Kebudayaan dan Pengajaran dalam hubungan antar Negara, Ki Hadjar menguraikan sebagai berikut : 1). Hanya mengambil bahan-bahan dan benda-benda kebudayaan dari bangsa-bangsa lain, yang perlu atau baik manusia hidup dan penghidupan rakyat kita sendiri. 2). Menolak/menghalang-hala ngi sedapat-dapat masuknya segala yang merugikan perkembangan hidup dan penghidupan rakyat kita. 3). Manusia memudahka n, menyelamatkan dan meyempurnakan masuknya bahan-bahan dan benda-benda dari bangsa-bangsa lain sedunia ke dalam kebudayaan bangsa kita, maka perlulah kita mengutamakan Azas Tri-Kon.27 Itulah syarat-syarat yang harus dilalui oleh karena sifat keterbuka an budaya yang dinamis. Syarat-syarat tersebut sebagai upaya menumbuhkan kebudayaan Negara, agar nantinya manus ia mampu mengarahka n kepada kemajuan martabat kemanusiaan itu. Dalam kaitannya dengan proses asimilasi dan akulturasi Ki Hadjar menekankan dalam menjaga keutuhan bangsa, lebih mengedepankan proses asimilasi daripada asosiasi, yakni mengambil bahan-bahan kebudayaan dari luar, tetapi kita sendirilah yang memasak bahan-bahan itu sehingga menjadi masakan baru, yang lezat rasanya bagi kita dan menyehatkan hidup. 28 Penjelasan teori trikon di atas, setidaknya sedikit memberika n gambaran tentang upaya yang harus dilakukan oleh manusia yang memilik i budaya tertentu agar bersikap akomodatif dan terbuka dengan kebudyaan lainnya. Sehingga, hal itu mungkin saja dapat mengurai masalah konflik sosial yang diakibatkan oleh adanya perbedaan antar budaya. Dalam teori lain, teori trikon ini sama kedudukan secara makna dengan yang dimaksudkan oleh para 27 Ki Hadjar Dewantara,hal. 228 28 Ki Hadjar Dewantara, hal. 20 sosiolog lainnya mengenai akulturasi, asimilasi dan difusi .Yang akan dijelasakan secara mendetail dibawah ini. a. Akulturasi Istilah akulturasi merupakan proses yang timbul manakala suatu kelompok manusia tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun akan diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.29 Akulturasi terjadi jika kelompok-kelompok individu yang memilik i kebudayaan yang berbeda saling berhubungan secara langsung dengan intensif dengan timbulnya kemudian perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari salah satu atau keduanya yang bersangkutan. 30 Dalam hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (overt culture). Covert culture misalnya: 1) sistem nilai-nilai budaya, 2) keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, 3) beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat, dan 4) beberapa adat yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sedangkan overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan. Para ahli antropologi menggunakan istilah menguraikan apa yang terjadi dalam akulturasi 29 berikut manusia Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2013), hal. 479 30 hal.263. Willaim A.Haviland, R.G. Soekadijo, Antropologi 4th Edition Jilid II ( Jakarta: Erlangga), 21 a). Subtitusi, di mana unsur atau kompleks unsur-unsur kebudayaan yang ada sebelumnya diganti oleh yang memenuhi fungsinya b). Sinkretisme, di mana unsur-unsur lama bercampur dengan unsur yang baru, kemungkinan besar dengan perubahan kebudayaan yang terjadi c). Adisi, di mana unsur atau kompleks unsur-unsur baru ditambahkan pada yang lama d). Dekulturasi, di mana bagian substansial dari kebudayaan mungkin hilang. e). Orijinasi, unsurunsur baru manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru yang timbul karena perubahan situasi. f).Penolakan, di mana perubahan mungkin terjadi begitu cepat, sehingga sejumlah orang tidak dapat menerimanya.31 Sedangkan beberapa contoh yang sering digunakan manusia menjelaskan proses akulturasi antara lain: a). Menara kudus, akulturasi antara Islam (fungsinya sebagai masjid) dengan Hindu (ciri fisik menyerupai bangunan pura pada agama Hindu) b.) Wayang, akulturasi kebudayaan Jawa (tokoh wayang: Semar, Gareng, Petruk, Bagong) dengan India (ceritanya diambil dari kitab Ramayana dan Mahabharata) c). Candi Borobudur, akulturas i antara agama Budha (candi digunakan manusia ibadah umat Budha) dengan masyarakat sekitar daerah Magelang (relief pada dinding candi menggambarkan kehidupan yang terjadi di daerah Magelang dan sekitarnya) d). Seni kaligrafi, akulturasi kebudayaan Islam (tulisan Arab) dengan kebudayaan Indonesia (bentuk-bentuk nya bervariasi).32 Dampak akulturasi terhadap masyarakat dapat diperhatikan seca mendalam adalah sebagai berikut : a). Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi berjalan b). Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsurunsur kebudayaan asing itu c). Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing manusia masuk ke dalam kebudayaan penerima d). Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena 31 Willaim A.Haviland, R.G. Soekadijo, hal. 32 Poerwadi Hadi Pratiwi, “Asimilasi dan Akulturasi: Sebuah Tinjauan Konsep” Jurnal, Tanpa Tahun. 22 pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tadi e). Reaksi para individ u yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.33 b. Asimilasi Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha manusia mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentinga nkepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Dalam pengertian yang berbeda, khususnya berkaitan dengan interaksi antar kebudayaan, asimilasi diartikan juga sebagai proses sosial yang timbul bila ada: (1) golongan-golongan manusia yang berbeda latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, (2) saling bergaul secara intensif manusia waktu yang lama sehingga, (3) kebudayaan-kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masingmasing berubah sifatnya yang khas dan juga unsur-unsurnya masingmasing berubah menjadi unsur-unsur campuran Biasanya golonga ngolongan yang dimaksud dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, golongan minoritas merubah sifat khas dari unsur kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan golongan mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun kahilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. 34 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan identitas etnik dan kecenderungan asimilasi dapat terjadi jika ada interaksi antarkelompok yang berbeda, dan jika ada kesadaran masing- masing kelompok. Sedangkan contoh yang sering digunakan manusia menjelaska n proses asimilasi yaitu: A adalah orang Indonesia yang menyukai tarian 33 Rusmin Tumanggor,dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Pernada Media Group, 2010), hal. 62 34 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi ( Jakarta:Reineka Cipta, 2013), hal. 209 23 Bali. Ia berteman baik dengan B yang merupakan orang Amrerika Latin dan bisa tarian tradisionalnya Amerika Latin (Tango). Karena keduanya terus menerus berinteraksi maka terjadilah percampuran budaya yang menghasilkan budaya baru yang merupakan hasil penyatuan tarian Bali dan Tango, tetapi tarian baru tersebut tidak mirip sama sekali dengan tarian Bali atau Tango. Dari beberapa pengertian di atas, bahwa ada keterkaitan secara substansi tentang teori trikon, akulturasi dan asimilasi. Bahwa pembaruan atau peleburan kebudayaan dari kebudayaan asing merupakan titik tolok kesamaan makna dari kedua teori tersebut. Namun, teori trikon masih menekankan sifat keperibadian yang harus tetap dilestarikan saat proses peleburan budaya itu saling menghubungkan atau terjadinya konvergensi. B. Kebudayaan 1. Pengertian Kebudayaan Menurut Koentjraningrat, kata “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”, dengan demikian kebudayan dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”.35 Maksudnya adalah bahwa segala hal yang berasal dari proses berfikir (akal) manusia merupakan bagian dari kebudayaan, proses berfikir manusia bias diartikan dengan proses belajar, jadi hal apapun yang diperoleh manusia dari proses belajar itu adalah merupakan sebuah kebudayaan. S edangkan William A Haviland menerangkan bahwa : Kebudayaan itu terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya yang berada di balik perilaku manusia, dan yang tercermin dalam perilaku. Semua itu adalah milik bersama para anggota masyarakat, dan apabila orang itu berbuat sesuai dengan itu maka perilaku mereka dapat dianggap di dalam masyarakat.Kebuda ya n dipelajari melalui sarana Bahasa, bukan diwariskan secara biologis, dan 35 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, ( Jakarta: Aksara Baru, 1980), hal. 146 24 unsur-unsur kebudayan berfungsi sebagai suatu kesuluruhan yang terpadu.36 Pendapat lain mengungkapkan bahwa kebudayaan sebagai kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian hukum, moral kebiasaan dan lain-lain kecakapan dan kebiasaan yang diperoleh manus ia sebagai anggota masyarakat. Adalah seorang antropolog berkebangsaan Inggris, Sir Edward Burnett Tylor. Merupakan seorang yang pertama mendefinisikan yang sungguh-sungguh jelas terkait dengan kebudayaan. Soemardjan dan Soemardi merumuskan bahwa kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilka n teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia manusia menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan manusia keperluan masyarakat. Menurut E.B. mengenai keseluruhan pengetahuan, budaya sebagai berikut: kebudayaan adalah kepercayaan, seni, moral, hokum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperleh manusia sebagai bagian dari anggota masyarakat.37 Lowel D. Holmes mengungkapkan bahwa konsep dari kebudayaan adalah merupakan: Culture is defined in anthropology as the learned, shared behavior that man acquires as a member of society. Although culture is a key concept in many of the social sciences, it has been anthropology, more than any other discipline, that has led the way in defining and studying the abstract concept wich is such a great factor in determining man’s behavior and personality.38 36 William A Haviland, Anthropology 4 th Edition (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama), hal. 332 37 Rusmin Tumanggor,dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta:Pernada Media Group, 2010), hal. 78 38 Lowel D. Holmes,Anthropology an Introduction ( United States of America: The Ronald Press Company, 1965), hal. 156 25 Dalam pengertian di atas Lowel D. Holmes mengungkapkan bahwa kebudayaan merupakan bagian dari kajian antropologi yang tidak terpisahkan, yang mempelajarai tentang kebiasaan manusia sebagai bagian dari anggota masyarakat. Kebudyaan pun merupakan sebuah kunci dari banyaknya konsep yang di pelajari dalam kajian-kajian ilmu social. Dibandingkan dari seluruh disiplin ilmu social, antropolgi lebih mengungguli dalam segi mendeterminas i kebiasaan manusia dan keperibadiannya. Dalam disiplin Ilmu Antropologi Budaya pengertian Kebudayaan dan Budaya tidak dibedakan. Adapun pengertian Kebudayaan lain adalah, “Penciptaan, penertiban dan pengolahan nilai-nilai insani yang tercakup di dalamnya usaha memanusiakan diri di dalam alam lingkungan, baik fisik maupun sosial”39 . Rusmin Tumanggor mendefinisakan kebudayaan sebagai berikut, “Kebudayaan adalah nilai-nilai dasar dari segenap wujud kebudayaan atau hasil kebudayaan. Nilai-nilai budaya dan segenap hasilnya adalah muncul dari tata cara hidup yang merupakan kegiatan manusia atas nilia-nilai budaya yang di kandungya. Cara hidup manusia tidak lain adalah bentuk konkrit (nyata) dari ilia-nilai budaya yang bersifat abstrak (idea)”.40 Secara praktis kebudayaan merupakan system nilai dan gagasan utama (vital). Sistem itu kemudian di hayati benar oleh pendukung yang bersangkuta n dalam kurun waktu tertentu, sehingga mendominasi keseluruhan kehidupan para pendukung itu, dalam arti mengarahkan tingkah laku mereka dalam masyarakatnya atau dengan kata lain memberikan seperangkat model manus ia bertingkah laku. 39 Elly Setiadi,dkk Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta. Kencana Prenada Media Group, 2007), hal. 36 40 Rusmin Tumanggor, dkk 2010, Group), hal. 38 Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta:Pernada Media 26 Kemudian Kroeber dan Kluckohon mengeluarkan sebuah definisi baru dari kebudayaan yang sarat akan perdebatan kala itu,menjelaskan bahwa “Kebudayaan adalah sebuah kata yang dapat kita gunakan manusia melabel suatu kelas fenomena baik benda maupun kejadian di dunia luar”.41 Banyak sekali yang kemudian mendefiniskan kebudayan, tetapi semua definisi yang cenderung mengadakan perbedaan yang jelas antara perilaku yang nyata di satu pihak dan di pihak lain nilai-nilai, kepercayaan dan presepsi tentang jagat raya yang terletak di belakang perilaku. Dengan kata lain, bahwa kebudayaan bukan saja menyoal perilaku yang kelihatan, tetapi lebih berupa nilai- nilai dan kepercayaan yang pengalamannya dan menafsirkan mencerminkan digunakkan oleh menimbulkan perilaku itu. Maka definisi manusia perilaku, manus ia dan yang kebudayaan modern adalah seperangkat peraturan standar, yang apabila dipenuhi oleh anggota masyarakat, menghasilkan perilaku yang dianggap layak dan dapat diterima oleh para anggotanya. 2. Karakteristik Kebudayaan a. Kebudayaan Adalah Milik Bersama Kebudayaan adalah cita-cita, kebudayaan menyebabkan adalah persamaan perbuata para nilai dan standar perilaku, common individu denominator, dapat dipahami yang oleh kelompoknya. Karena memiliki kebudayaan yang sama, orang yang satu dapat meramalkan orang lain dalam situasi teretnu, dan mengamb il tindakan yang sesuai. Masyarakat dapat di definiisakan sebagai kelompok manusia yang dapat mendiami tempat tertentu, yang demi kelangsunga n hidupnya saling tergantung satu sama lain, dan memiliki kebudayaan 41 Ahmad Fedyani Saefuddin, Antropologi Kontemporer ( Jakarta : Kencana, 2006), hal. 83 27 bersama. Bagaimana orang yang satu tergantung pada orang lain, dan yang memiliki kebudayaan bersama. Selain itu , para anggota masyarakat saling terikat oleh kesadaran identitas kelompok. Hubunga n yang mengikat masyarakat dikenal sebagai struktur social, atau organisasi social. Jelaslah, bahwa tidak mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat, seperti itu tidak mungkin ada masyarakat tanpa individ u. Sebaliknya, tidak ada masyarakat manusia yang di kenal yang tidak berbudaya. Akan tetapi, ada jenis-jenis binatang lain yang hidup secara social. Semut dan lebah misalnya, secara insting bekerjasama sedemikian rupa, sehingga sampai batas-batas tertentu memperlihatka n organisasi social, tetapi perilaku instingtif itu bukanlah sebagai kebudayaan. Oleh karena itu mungkin ada masyarakat tanpa kebudayaan meskipun mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat. b. Kebudayaan adalah Hasil Belajar Semua kebudayaan adalah hasil belajar dan bukan warisan biologis. Orang yang mempelajarai kebudayaannya dengan menjadi besar di dalamnya. Kebanyakan bintang misalnya makan dan minum kapan saja sesuai keinginannya, akan tetapi manusia biasanya makan dan minum mempunyai waktu tertentu menurut kebudayaan dan menurut mereka merasa lapar serta haus. Begitupun dengan waktu kapan mereka (manusia) akan menentukan waktu yang cocok manus ia melangsungkan tidur yang nyaman, misalnya antara orang Amertika Utra dengan Jepang mempunyai waktu tersendiri manus ia melangsungkan tidur dengan nyaman, sesuai dengan kebudayaan yang mereka miliki dan waktu kapan harus tidur. Dengan enkulturasi orang mengetahui cara yang secara social tepat manusia memenuhi kebutuhannya yang ditentukan secara biologis. Adalah penting manusia membedakan antar kebutuhan yang 28 bukan merupakan hasil belajar, dan cara-cara yang dipelajari manus ia memenuhinya. Dan satu hal, yang perlu diketahui bahwa tidak semua tentang perilaku perlu diintegrasikan dalam proses kebudayaan. Seekor anjing mungkin dapat mempelajara tentang tipu muslihat, tapi perilakunya merupakan repleks dari proses latihan yang dilakukan berulang-ula ng selama beberapa bulan atau minggu c. Kebudayaan Didasarkan pada Lambang Lesile White berpendapat bahwa semua perilaku manusia mula i dengan penggunaan lambing. Seni, agama, dan uang melibatka n pemaikan lambing. Kita semua mngetahui semngat ketaan yang dapat dibangkitkan oleh agama pada orang yang percaya. Sebuah salib, sebuah gambar, benda pujian yang manapun dapat dapat meningkatka n kepada aperjuangan dan penganayaannya yang berabad-abad lamanya atau dapat menjadi pengganiti sebuah filsafat atau kepercayaan yang lengkap. Aspek simbolis terpenting dalam kebudayaan adalah Bahasa. Bahasa sebagai unsur terpenting fundamen tempat manusia dibagun pranata-pranata kebudayaan seperti politik, organisasi kesenian tidak akan kemudian dibangn apabila tidak ada lambing- lambang yang dihasilkan dari adanya bahas tersebut. d. Integrasi Kebudayaann Gambaran budaya melingkupi segala hal, baik dari segi ekonomi, politik dan social dari msayarakat. Dan setiap aspek dalam kebudayaan tersebut haruslah berproses serasi. Keaadan ini dianalogikan sebagai sebuah mesni, sema komponen mesin harusla h sesuai dengan satu atau yang lain, kalua tidak mesinnya tidak jalan. Bila kita tidak mengisi tanki mobil yang menggunakan bensin dengan minyak disel akan timbul kesulitan, satu bagian dari system tidak lagi 29 konsisten dengan yang lain-lainnya. Sampai batas tertentu ini masih berlaku dalam kebudayaan.42 3. Unsur-Unsur Kebudayaan Kebudayaan setiap bangsa memiliki banyak unsur-unsur, unsur-uns ur tersebut kemudian saling mengikat satu sama lain sehingga menjadi sebuah kesatuan yang bersifat bulat atau totalitas. Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam kebudayaan bersifat multitafsir, atau banyaknya perbedaan mengenai apa saja yang termasuk dalam kategori unsur kebudayaan. Kontjaraningrat membaginya menjadi unsur-unsur kebudayaan secara lebih terperinci yaitu, terdiri dari system religi dan upacara keagamaan, system organisasi kemasyarakatan, system kemasyarakatan, system pengetahua n, Bahasa, kesenian, system pencarian serta system teknologi peralatan. 43 Adapun pendapat lain dikemukakan oleh Rusmin Tumanggor bahwa ada tujuh komponen kebudayaan yang saling memiliki pengaruh satu dengan yang lainnya, diantaranya adalah : Religi, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, organisasi social, bahasa dan komunikasi, serta kesenian. 44 Dalam penjelasannya bahwa agama mempunyai posisi paling kuat jika penekenannya pada nilia tertinggi, karena ia langsung berhubungan denagna Maha Pencipta (Tuhan), dan kehidupan abadi serta keadilan teringgi atas kebaikan dan keburukan atas pola piker, sikap dan perilaku slama di dunia fana. Ketujuh unsur komponen di atas ini dimiliki sebagai sumber kebudayaan bahkan factor pembangunan dari setiap suku bangsa mulai dari tingkat sectoral, regional, nasional hingga internasional. Unsur-unsur itu juga akan melintasi batasan wilayah tersebut. 42 William A Haviland, Anthropology 4 th Edition (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama),hal. 57 43 Rusmin Tumanggor, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Pernada Media Group, 2010), hal. 24 44 Rusmin Tumanggor, dkk, hal. 26 30 Koentjaraningrat mengemukakan di dalam bukunya mengenai unsurunsur universal yang menjelma kedalam tiga wujud kebudayaan : Sistem ekonomi mislanya mempunyai wujudnya sebagai konsepkonsep, rencana-rencana, kebijaksanaan, adat istiadat, yang berhubungan dengan ekonomi, tetapi mempunyai juga wujudnya yang berupa tindakan-tinfakan dan interaksi yang berpola antara produsen, tengkulak, pedagang, ahi transport, pengecek dengan konsumen, dan kecuali itu dalam system ekonomi terdapat unsur-unsurnya yang berupa peralatan, komoditi, dan benda-benda ekonomi. Demikian juga system religi misalnya mempunyai wujudnya sebagai system keyakinan, dan gagasan-gagasan tentang tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus, neraka, surge, dan sebagainya, tetapi mempunyai juga wujudnya yang berupa upacara-pacara, baik yang bersifat musiman maupun kadangkala, dan kecuali itu system religi mempunyai juga wujud sebagai benda-benda religious. Contoh lain adalah unsur universal kesenian, uang dapat berwujud sebagai gagasan-gagasan, ciptaaan-ciptaan pikiran, kriteriakriteria dan syair yan gindah.45 Menurut Melville J. Herkovits mengajukan pendapatnya tentang unsur kebudayaan adalah terdiri dari 4 unsur yaitu : alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga dan kekuatan politik. Sedangkan menurut Bronislaw Malinowski unsur kebudayaan terdiri dari sistem norma, organisasi ekonomi, alat-alat atau lembaga ataupun petugas pendidikan dan organisasi kekuatan. Begitupun menurut C. Kluckhon ada tujuh unsur kebudayaan universal yaitu :Sistem religi, Sistem organisasi kemasyarakatan, Sistem pengetahuan,Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi, Sistem teknologi dan peralatan, Bahasa, Kesenian.46 Selanjutnya, para tokoh mencoba melihat secara mendalam dalam memaknai usaha terintegrasinya unsur-unsur diata dengan melihat dari fungs i yang ada pada unsur-unsur tersebut. Menurut M.E. Spiro pernah mendapatkan bahwa dalam karangan ilmia h ada tiga cara pemakaian kata “fungsi” itu ialah : 45 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru,1980), hal. 45 46 Rowland B. F. Pasaribu, Masyarakat dan Kebudayaan, Jurnal, Tanpa Tahun, hal. 56 31 1) menerangkan, fungsi sebagai hubungan antara suatu hal dengan suatu tujuan tertentu (misalnya mobil mempunyai fungs i sebagai alat manusia mengangkut manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lain), 2) menerangkan kaitan antara satu hal dengan yang lain (kalau nila i dari satu hal x itu berubah, maka nilai dari suatu hal lain yang ditentukan oleh x tadi, jadi berubah) 3) menerangkan hubungan yang terjadi antara satu hal dengan halhal dalam suatu sistem yang terintegrasi (suatu bagian dari suatu organisme yang berubah menyebabkan perubahan dari berbagai bagian lain, malahan sering menyebabkan perubahan dalam seluruh organisme)47 Istilah fungsi beragam macam maknanya, namun jika dilihat secara sederhana istilah fungsi sering digunakan oleh banyak orang dalam meliha t manfaat atau tujuan dari penggunaan sarana atau konsep. Sehingga maksud dari sarana atau konsep tersebut dapat digunakan sebagaimana seharusnya. Begituhalnya dengan fungsi dari unsur-unsur kebudayaan yang universal itu seperti apa dalam menunjang kelangsungan kehiupan manusia. Ada baiknya jika kita melihat dari konsep Malinowski mengenai fungsi dari unsur-uns ur kebudayaan yakni : berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat manusia berfungsi manusia memuaskan suatu rangkaian hasrat naluri akan kebutuhan hidup dan makhluk manusia. 48 Dengan demikian jelas bahwa tiap-tiap unsur kebudayaan memlik i fungsi dalam memenuhi hasrat naluri manusia, misalnya adanya kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan gunanya manusia memuaskan hasrat manusia akan keindahan. Atau dalam hal ini penggunaan alat teknologi bertujuan manusia memuaskan hasrat naluri manusia yang bersifat produktif. 47 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013),hal. 173 48 Koentjaraningrat, hal. 175 32 4. Wujud Kebudayaan Kebudayaan memiliki wujud, menurut dimensi wujudnya kebudayaan mempunyai tiga wujud yaitu : a. Kompleks Gagasan, konsep dan Pikiran Manusia, Wujud ini disebut dengan system budaya sifatnya abstrak dan tidak dapat dilihat dan berpusat kepada kepal-kepala manusia yang menganutnya, atau dengan perkataan lain, dalam aliran pemikira n warga masyarakat kebudayaan bersangkutan hidup. Kalau masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal sering berada dalam karangan dan bukubuku hasil karya para penulis warga masyarakat yang bersangkutan. b. Komplek Aktifitas Manusia Berupa aktifitas Manusia yang sering berinteraksi, bersifat konkrit, dapat diamati atau diobservasi. Wujud ini sering disebut dengan sisitem social. Sistem hubungan saling erat dan terkait antara satu dengan lainnya yang berfungsi melakukan mekanisme kerja manusia mencapai tujuan tertenu. Dalam pandangan ilnu Sosial, system social diartikan seabgai hubungan antara bagian-bagian (elemen-elemen) di dalam manusia, kehidupan bermasyarakat lemaba social, terutama tindakan-tindaka n dan kelompk-kelompok sosial yang salingmempengaruhi. Hubungan antar elemen tersebut selanjutnya menghasilkan produk-produk interaksi itu sendiri, yaitu nilai- nila i norma social yang keadannya dinamis selalu mengalim perkembangan.49 49 hal. 257 Elly M Settiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi ( Jakarta: Pernanda Media Group, 2011), 33 c. Wujud sebagai Benda Aktifitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai sebuah karya manusia mencapai tujuannya. Aktifitas manusia tersebut menghasilkan benda manusia keperluan hidupnya. Kebudayaan dalam bentuk fisik bias saja secara konkrit disebut dengan kebudayaan fisik. 5. Perubahan Kebudayaan Perubahan bersifat mutlak, akan terus berganti dengan mengik ut i perkembangan zamannya. Sekalupun masyarakat terisolasi atau suku-suku permitif, namun yang membedakan adalah waktu atau proses yang terjadi pada perubahan itu sendiri. Tidak ada kebudayaan yang statis, kebudayan memiliki dinamika bergerak, gerak kebudayaan adalah gerak manusia itu sendiri yang hidup dalam satu kelompok masyarakat yang menjadi wadah atau tempat kebudayaan itu berada. Karena sejatinya manusia tidak akan pernah diam, proses interaksi itu yang membuat kebudayaan semangat berkembang. Terjadinya perubahan kebudayaan sebagai tanggapan atasa hal- hal seperti masuknya orang luar, atau terjadinya modifikasi perilaku dan nilai-nila i di dalam kebudayaan. Dalam kebudayaan barat sendiri mode pakaian sering berubah, dalam dasawarsa terakhir kebudayaan mengizinkan orang membiarkan lebih banyak bagain tubuhnya tidak tertutupi tidak hanya pada waktu berenang, tetai juga pada waktu berpergian. Perubahan kebudayaan akan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak terduga-duga dan sering merusak. Seperti halnya, masyarakat suku Baduy dalam dengan pikukuh yang kuat, apabila ada yang melanggar tatnan atau aturan adat lokal yang terdapat di daerah tersebut. Maka tidak ada toleranis 34 yang diberikan oleh puun 50 (kepala suku) akan menghukum dengan cara mengeluarkan atau memaksa keluar bagi individu yang melakukan pelangga ra n tersebut. Hal ini dijaga supaya, kebudayaan yang sudah diyakini sebagai warisan leluhur tidak mudah akan berganti karena adanya atau masuknya unsur kebudayaan lain yang akan mempengaruhi nilai atau estetika kebudayaan dalam yang mendarah daging tersebut. Hematnya, menurut penulis bahwa kebudayaan itu seperti sebuah siklus yang bergerak melingkar atau liner yang mengalami perkembangan dengan titik tujuan tertentu. Faktor yang dapat mendorong dan mempengaruhi perubahan kebudayaan meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Perubahan lingkungan alam (musim, iklim) b. Perubahan kependudukan (jumlah, penyebaran, dan kerapatan penduduk) c. Perubahan struktur sosial (Organisasi pemerintahan, politik, negara, dan hubungan internasional) d. Perubahan nilai dan sikap (sikap mental penduduk, kedisiplinan, dan kejujuran para pemimpin). 50 Puun merupakan kepala adat yang menempati posisi tertinggi dalam hirarki atau struktur pemerintahan masyarakat Baduy, jabatan tersebut berlangsung turun menurun dengan mewariskannya pada keturunan atau kerabat dekatnya. Fungsi tugasnya ialah pengambil keputusan serta yang berhak menentukan adat yang berlaku atas hasil musyawarah lembaga adat sekaligus penjamin keberlangsungan pelaksanaan hukum adat masyarakat baduy. Versi lain juga menyebutkan bahwa puun sebagai penanggung jawab jalannya roda pemerintahan. 35 C. Teknologi Informasi 1. Pengertian Teknologi Informasi Menurut Nasution istilah teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu technologia yang menurut Webster Dictionary berarti systematic treatment atau penanganan sesuatu secara sistematis, sedangkan techne sebagai dasar berarti art, skill, science atau keahilan, keterampilan, ilmu.51 Adapun istila h lain teknoogi berasal dari kata techne dan logia, kedua kata tersebut berasal dari Yunani Kuno yang bermakna seni kerajinan. Dari techne kemudian lahirlah perkataan technikos yang berarti orang yang memiliki keahilan tertentu.52 Sedangkan menurut Jack Febrian, teknologi adalah aplikasi ilmu engineering manusia mengembangkan mesin dan prosedur agar memperluas dan memperbaiki kondisi manusia, atau paling tidak memperbaiki efisiens i manusia pada berbagai aspek. Secara luas teknologi merupakan semua manifestasi dalam arti materiil yang lahir dari daya cipta manusia manusia membuat segala sesuatunya bermanfaat guna mempertahanka n kehidupannya. Salisbury dalam Dermawan dalam penjelasannya mengemukaka n bahwa kata teknologi, sebagaimana digunakan oleh para ilmuwan dan para filosofis ilmu pengetahuan merujuk kepada bagaimana cara kita menggunakan ilmu pengetahuan manusia memecahkan masalah praktis.53 Istilah teknologi sampai sekarang telah dipakai secara umum dan merangkum suatu rangkaian sarana, proses, dan ide disamping alat-alat dan 51 Deni Darmawan, Dkk, “Dasar Teknologi Informasi dan Komunikasi” ( Bandung: UPI Press, 2006) hal. 9 52 Rusmin Tumanggor, dkk, Ilmu Sosial Budaya Dasar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal. 158 53 Deni Darmawan, , op,cit, hal. 9 36 mesin-mesin. Perluasan pemaknaan itu berjalan terus sampai pertengahan abad ini muncul perumusan teknologi sebagai sarana atau aktifitas yang dengannya manusia berusaha merubah dan menangani lingkungannya. Selanjutanya dalam pengertian lainnya disebutkan bahwa teknologi berasal dari Bahasa Perancis yaitu “La teknique” yang dapat diartikan dengan semua proses dalam upaya manusia mewujudkan sesuatu secara rasional. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah berupa konsep atau benda. 54 Dalam kepustakaan teknologi terdapat aneka ragam pendapat yang menyatakan teknologi adalah transformasi kebutuhan (perubahan bentuk dari alam), teknologi adalah realitas/kenyataan yang diperoleh dari dunia ide. Secara konvensional mencakup penugasaan dunia fisik dann biologis, tetapi secara luas juga mencakup teknologi sosial, terutama teknologi sosial pembangunan sehingga teknologi adalah metode sistematis manusia mencapai tujuan insani, sedangkan teknologi dalam makna subjektif adalah keseluruhan peralatan dan prosedur yang disempurnakan, sampai kenyataan bahwa teknologi adalah segala hal, dan segala hal adalah teknologi.55 Dengan demikian, menurut hemat saya bahwa teknologi merupakan manifestasi dari ilmu pengetahuan berupa peralatan hidup dibuat secara teknis, tersistem manusia mampu memudahkan dan memceahkan beragam masalah kehidupan manusia yang kompleks. Dalam bukunya Jeffrey A Hoffer dalam Mahrus menjelaskan secara definitif arti dari informasi sebagai, “Information as data that hasbeen processed in such a away that it can increase the knowledge of the person who uses it. 56 Informasi adalah data yang diproses sedemikian rupa, 54 Ridwan Effendi,. Eli M.Setiadi, Pendidikan Sosial Lingkungan dan Teknologi (PLSBT), (Bandung: UPI Perss, 2006), hal. 170 55 Rusmin Tumanggor, dkk, op, cit., hal. 159 56 R.M. Mahrus H. Efendi, “Teknologi Informasi dan Sosial Budaya : Telaah Kritis terhadap Pergeseran Sosial Budaya di Era Global,” (Perpustakaan Digital UIN Sunan Kaliajaga, Yogyakarta), hal. 7 37 sehingga informasi ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi orang yang menggunakan informasi tersebut. Untuk menjadi informasi harus melalui proses pengolaha data yang ada. Menurut Susanto (2002) informasi merupakan hasil dari pengolaha n data, akan tetapi tidak semua hasil dari pengolahan tersebut dapat menjadi informasi. Hasil pengolahan data yang tidak memberikan makna atau arti serta tidak bermanfaat bagi seseorang bukanlah merupakan informasi bagi orang tersebut.57 Sedangkan secara Definitif kata ‘informasi’ sendiri secara internasio na l telah disepakati sebagai ‘hasil dari pengolahan data’ yang secara prinsip memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan dengan data mentah. 58 Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyus un, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan.59 Adapun pengertian lain dari Teknologi Informasi dan Komunikas i Menurut Bambang Warsita teknologi informasi adalah sarana dan prasarana (hardware, software, useware) sistem dan metode untuk memperole h, mengirimkan, mengolah, menafsirkan, menyimpan, mengorganisasikan, dan menggunakan data secara bermakna.60 57 Dani Darmawan “Teknologi Informasi dan Komunikasi,” Modul, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perdagangan, 2009, hal. 4 58 Richardus Eko Indrajit, “Pengantar Konsep Dasar : Manajemen Sistem Informasi dan Teknologi Informasi,” Artikel, hal. 3 59 Wawan Wardiana, “Perkembangan Teknologi di Indonesia”, Makalah , Disampaikan pada Seminar dan Pameran Teknologi Informasi. 9 Juli. Jakarta : Fakultas Teknik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Jurusan Teknik Informatika. 2002, hal. 1 60 R.M. Mahrus H. Efendi, op, cit., hal. 38 Menurut McKeown dalam Suyanto teknologi informasi merujuk pada seluruh bentuk teknologi yang digunakan untuk menciptakan, menyimpa n, mengubah, dan menggunakan informasi dalam segala bentuknya. Teori yang lain juga diungkapkan oleh Williams dalam Suyanto teknologi infor mas i merupakan sebuah bentuk umum yang menggambarkan setiap teknologi yang membantu menghasilkan, memanipulasi, menyimpa n, mengkomunikasikan, dan atau menyampaikan informasi.61 Dibawah ini disebutkan macam-macam erangkat Alat Teknologi Informasi saat ini, diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Komputer Komputer adalah perangkat berupa hardware dan software yang digunakan untuk membantu manusia dalam mengolah data menjadi informasi dan menyimpannya untuk ditampilkan di lain waktu. Informasi yang dihasilkan komputer dapat berupa tulisa n, gambar, suara, video, dan animasi 2) Laptop/Notebook Laptop/notebook adalah perangkat canggih yang fungsinya sama dengan komputer, tetapi bentuknya praktis dapat dilipat dan dibawa kemana-mana. 3) Deskbook Deskbook adalah perangkat sejenis komputer dengan bentuknya yang jauh lebih praktis, yaitu CPU menyatu dengan monitor sehingga mudah diletakkan di atas meja tanpa memakan banyak tempat. 4) Personal Digital Assistant (PDA)/Komputer Genggam PDA adalah perangkat sejenis komputer, tetapi bentuknya sangat mini sehingga dapat dimasukkan dalam saku. Walaupun begitu, 61 R.M. Mahrus H. Efendi, hal.9 39 fungsinya hampir sama dengan komputer pribadi yang dapat mengolah data. 5) Flashdisk, CD, DVD, Disket, Memorycard Flashdisk adalah media penyimpanan data yang dapat menyimp a n data dalam jumlah besar. 2. Macam-Macam Teknologi Informasi a. Teknologi Tradisional 1) Bersifat padat kerya (banyak menyerap tenaga kerja) 2) Menggunakan keterampilan setempat 3) Menggunakan alat setempat 4) Menggunakan bahan setempat 5) Berdasarkan kebiasaan atau pengamatan62 b. Teknologi Madya 1) Padat karya 2) Dapat dikerjakan oleh keterampilan setempat 3) Menggunakan alat setempat 4) Berdasarkan alat penelitian c. Teknologi Modern Jenis teknologi modern ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1) Padat modal 2) Mekanis elektris 3) Menggunakan bahan import 4) Berdasarkan penelitian mutaakhir Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa adanya peraliha n penggunaan teknologi informasi yang bermula dari kecendrungan masyarakat menggunakan teknologi informasi serba tradisional, seiring perkembanga n zaman dan meningkatnya kapasitas keilmuan manusia, terjadi pergeseran 62 Ridwan Effendi, Eli M.Setiadi,op, cit., hal.171 40 penggunaan teknologi infromasi tradisional ke arah yang cenderung lebih modern. D. Penelitian Yang Relevan Pertama, Jurnal Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Pada Masyarakat Minoritas (Studi Atas Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Baduy Banten) yang ditulis oleh Aan Hasanah dalam Analisis : Jurnal Studi Keislaman tahun 2012. Dalam tulisan ini mengungkap nilai-nilai kearifan lokal pada masyarakat adat Baduy Banten sebagai pembentuk karakter kuat yang dilestarikan dan diinternalisasikan dikalangan masyarakat adat Baduy Banten.63 Kedua, Jurnal Kearifan Lokal tentang Mitigasi Bencana pada Masyarakat Baduy yang ditulis oleh Raden Cecep Eka Permana,dkk tahun 2011. 64 Penelitian ini mengenai kearifan lokal masyarakat Baduy dalam pencegahan bencana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui metode observasi dan wawancara mendalam, dan data diolah secara deskriptif-analitik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan pandangan tradisional masyarakat Baduy yang diturunka n dari generasi ke generasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masyarakat Baduy yang selalu melakukan tebang-bakar hutan untuk membuat lading (huma), tidak terjadi bencana kebakaran hutan atau tanah longsor di wilayah Baduy; (2) di wilayah Baduy banyak permukiman penduduk berdekatan dengan sungai, tidak terjadi bencana banjir; (3) walaupun rumah dan bangunan masyarakat Baduy terbuat dari bahan yang mudah terbakar (kayu, bambu, 63 Aan Hasanah, “Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Pada Masyarakat Minoritas (Studi Atas Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Baduy Banten),” Jurnal Studi Keislaman , 2012, (http://ejournal.iainradenintan.ac.id). 64 Raden Cecep Eka Permana, dkk, Kearifan Lokal tentang Mitigasi Bencana pada Masyarakat Baduy, Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Jawa Barat, Jawa Barat, vol. 15, No.I, Juli 2011, tidak dipublikasikan 41 rumbia, dan ijuk), jarang terjadi bencana kebakaran hebat; dan (4) wilayah Baduy yang termasuk dalam daerah rawan gempa Jawa bagian Barat, tidak terjadi kerusakan bangunan akibat bencana gempa. Kearifan lokal dalam mitigasi bencana yang dimiliki masyarakat Baduy sejatinya didasari oleh pikukuh (ketentuan adat) yang menjadi petunjuk dan arahan dalam berpikir dan bertindak. Pikukuh merupakan dasar dari pengetahuan tradisional yang arif dan bijaksana, termasuk juga dalam mencegah bencana. Dari kedua hasil penelitian di atas, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang menekankan pada sisi bagaimana kearifan lokal masyarakat Baduy melalui aturan pikukuhnya yang merupakan sebagai pijakan atau pedoman dalam menjalankan kehidupannya, masih sangat relevan untuk diterapkan dan dilaksanakan sampai saat ini, disaat zaman sudah mulai menerima modernitas dalam proses pembentukan karakter masyarakatnya, serta pada pola penerapan mitigasi bencana. Yang membedakan dengan penelitian ini dapat dilihat dari sisi perpaduan antara dua budaya yang saling berinteraksi secara intensif antara masyarakat Baduy Luar dengan masyarakat luar Baduy dalam kaitannya dengan penggunaan teknologi informasi dalam kacamata teori Trikon yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara. Sehingga dapat dianalisa bagaimana bentuk kontinyuitas penggunaan teknologi informasi masyarakat Baduy, dibagian mana terjadinya proses konvergensi dan konsntris penggunaan teknologi informasi. E. Kerangka Berfikir Sebagai bagian dari proses, kebudayaan akan selalu mengala mi perkembangan. Tidak ada suatu kebudayaan yang akan mengalami statis. Selalu mengalami perkembangan dan perubuhan, karena sejatinya kebudayan merupakan hasil dari ide atau gagasan yang diciptakan oleh manusia, dan hal itu terwujud karenanya ada interaksi antar satu kebudayaan dengan kebudayaan 42 lainnya. Sekalipun objeknya adalah masyarakat yang terisolasi, namun yang membedakan adalah hanya pada waktu saja. Seperti halnya masyarakat kelompok lainnya yang ada di dunia. Masyarakat Baduy adalah salah satu dari bagian itu yang mempunya i kebudayaan atau kearifan lokal sendiri, yang sampai saat ini masih dijunjung tinggi sebagai suatu aturan atau hukum adat yang harus dilestarikan, karena bagi mereka ini adalah amanah dari nenek moyang mereka. Baduy terbagi dalam beberapa kelompok atau batasan, yaitu Baduy Dangka dengan Baduy Panamping. Masyarakat Baduy Dangka masih erat melestarikan kearifannya dan menjalankan aturan adatnya. Sedangkan masyarakat yang berada di Panamping sudah sedikit membaur dengan beberapa penduduk yang ada yang terbilang modern kehidupan masyarakat yang berada di dusun panamping akan jauh lebih terbuka dengan masyarakat Baduy dalam. Kebutuhan akan kehadiran teknologi informasi yang modern merupakan suatu yang diharapkan oleh sebagian besar penduduk masyarakat Baduy luar, karena mereka menganggap bahwa teknologi informas i memberikan kemudahan dalam menjangkau setiap akses informasi di belahan dunia. Di satu sisi kehadiran teknologi akan memberikan dampak positif dan juga negatif, oleh karenanya pada penelitian ini akan dikaji secara rinci bagaimana proses perkembangan budaya dari unsur lama kepada unsur yang lebih modern. Sedikit sekali literatur atau penelitian yang mengkaji bagaimana pola yang dilakukan oleh masyarakat Panamping dalam melestarikan adatanya, ditengah uapya manusia tetap beradaptasi dengan masyarakat Modern, yang kemudian diaktikan dengan teori yang bersumber dari Ki Hadar Dewanta ra mengenai teori system kebudayaan, yang dikenal dengan teori atau asas trikon. Melalui prinsipnya, yaitu kontinyuitas atau prinsip kebelerlanjutan manus ia mempertahankan kebudayaannya, dan dengan cara menyesuaikan nilai-nila i yang sedang berkembang sebagai upaya manusia kemajuan peradaban. 43 Tabel 2.1. Kerangka Berfikir Baduy Luar Teknologi Informasi Kontinyuitas Ada proses lanjutan/perkemb angan dari unsur penggunaan teknologi informasi lama ke arah penggunaan teknologi informasi baru (modern) Konvergensi Interaksi yang terjalin sangant intesif dengan masyarakat luar Baduy, mempengaruhi tingkat kebutuhan masayarakat Baduy Konsentris Terjadinya konvergensi tidak serta merta menghilangkan unsur budaya lama, dibuktikan dengan penggunaan teknologi informasi konvensional 44 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian akan dilakukan pada masyarakat Panamping (Baduy Luar), Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” 106°4’55”. Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegununga n Kendeng 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20 °C.65 Secara administratif masyarakat Baduy dibatasi oleh 11 Desa dari 6 Kecamatan.66 Sebelah Utara dibatasi oleh : a. Desa Bojongmenteng b. Desa Cisimeut Raya c. Desa Nayagati Sebelah Barat dibatasi oleh : a. Desa Parakan Besi b. Desa Kebon Cau c. Desa Karangnunggal Sebelah Selatan dibatasi oleh : a. Desa Cikate 65 Ivan Masdudin, Keunikan Suku Badui di Banten, (Banten: Talenta Pustaka Indonesia, 2011), 66 Ahmad Sihabuddin, Saatnya Baduy Bicara (Banten: Bumi Aksara, 2013), hal: 58 hal. 6 45 b. Desa Mangunjaya Sebelah Timur dibatasi oleh : a. Desa Karangcombong b. Desa Hariang c. Desa Cicalebang Masyarakat Baduy dibagi menjadi dua kelompok masyarakat yakni Baduy Dalam (Tangtu) Baduy Luar (Panamping). Adapun pengertian dari masing- masing bahwa Baduy Dalam kelompok masyarakat dijelaskan merupakan representasi dari masyarakat Baduy masa lalu yang mendekati pada pewaris asli dan amanat leluhur kesukuan mereka. Sedangkan masyarakat Baduy luar adalah komunitas masyarakat Baduy yang memposisikan diri sebagai penjaga, penyaring, dan pelindung serta penyambung silaturahim yang intensif dengan pihak luar sebagai bentuk penghargaan, kerja sama, dan partisipasi manusia menegaskan kenegaraan dalam menunjukkan bahwa mereka adalah salah satu suku bangsa yang sama-sama memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya.67 Masyarakat Baduy dalam yang bermukim di tiga kampung menjadi batas wilayah kesukusan mereka diantaranya adalah Cibeo, Cikeusik dan Cikartawana, sedangkan masyarakat Baduy luar tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Kanekes Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam.68 67 68 Ahmad Sihabuddin, hal: 27 Lim Teck Ghee, Alberto G.Gomes, Suku Asli dan Pembanugnan di Asia Tenggara, Terj. dari, Tribal Peoples and Developement in Southeast Asia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993), Cet. I, h. 153 46 Adapun timeline waktu kegiatan penelitian akan dilakukan pada bulan November 2015 s.d. September 2016. Tabel. 3.1. Timeline Penelitian Bulan No 1 Pengajuan Proposal 2 Seminar Proposal 3 4 5 6 7 8 B. Aktifitas November Maret Juli Agustus September Oktober Penyusunan Bab I,II dan III Pengumpulan Data Pengelolaan Data Analisis Data Pemeriksaan dan Keabsahan Data Penyerahan Hasil Penelitian Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode etnografi, yang merupakan salah satu variasi metode dalam penggunaa n pendekatan kualitatif, diantaranya adalah, biografi, fenomenologi, grounded theory, etnografi dan studi kasus. 47 Istilah entografi berasal dari kata ethnos atau suku bangsa, selain mengandung arti seluruh metode antropologi deskriptif, juga berarti bahan tentang kehidupan masyarakat dan kebudayaan di suatu daerah. Sedangkan buku etnografi adalah buku yang mengandung pelukisan tentang kehidupan suatu masyarakat dan kebudayaan suatu daerah. 69 Sedangkan menurut definis i Conard Phillip Kottak bahwa “ethnography filed work in particular culture,70 maksudnya adalah etnografi merupakan sistem kerja yang dibuat khusus untuk menangani beragam masalah kebudayaan tertentu. Menurut Spradley,1980, Atkinson 1992, Wolcott 1997 dalam James Spradely, etnografi adalah penjelasan tentang budaya dengan maksud untuk mempelajari dan memahami tentang kehidupan individu. Etnografi berarti belajar dari orang, yang menjelaskan secara langsung dari kultur dan subkultur individu tersebut.71 Sedangkan menurut Marcus dan Fischer menjelaskan makna secara defnitif dari etnografi adalah : ethnography is a research process in wich the anthropologist closely observers, records, and engages in the daily life of another culture, and experience labeled as the fieldwork method, and then write accounts of this culture, emphasizing descriptive detail.72 Clifford Greetz dalam James. P Spraley menegaskan bahwa ”If you want to understaind what science is, you should look in the first instance not at its theories or its finding, and certainly not at what its apologist say about it: you should look at what the practioners of it do...In anthropogy, or anyway social anthropology, what the practioners do is ethnography” (Artinya : Jika anda ingin mengerti tentang satu ilmu pengetahuan, pertama-tama anda harusnya tidak melihat pada toeri-teori 69 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2013),hal. 278 70 Conard Phillip Kottak, Anthropology: The Exploration of Human Diversity, (New York: McGraw-Hill), hal.21, 71 Setyowati, “Etnografi sebagai Metode Pilihan dalam Penelitian Kualitatif di Keperawatan,” Jurnal Keperawatan Indonesia, vol. 10, No.1, Maret 2006, hal. 36 72 Conard Phillip Kottak, Anthropology: The Exploration of Human Diversity, (New York: McGraw-Hill), hal. 17 48 atau penemuan-penemuan, dan tentu saja tidak pada apa yang dikatakan oleh apologisnya tentang ilmu pengetahuan tersebut. Anda harus nya melihat pada apa yang dilakukan oleh para praktisi...Dalam antropologi, atau khususnya antropologi sosial yang dilakukan praktisi adalah etnografi)73 Artinya etnografi merupakan metode dari pendekatan kualitatif sosial yang fokus penekannnya pada penelitian langsung ke lapangan, dengan mendatangi para tokoh-tokoh terkait untuk dijadikan referensi dalam menghimpun data-data melalui proses wawancara, penggalian informas i, dokumentasi dan observasi. Dalam hal ini peneliti akan mendeskripiskan secara mendalam terhadap bagaimana analisis Teori Trikon dengan budaya penggunaan teknologi pada masyarakat Panamping, desa Kanekes, maka penelitian menekankan pada sis penggunaan konsep trikon terhadap bagaimana budaya penggunaan alat teknologi oleh masyarakat Panamping (Baduy Luar). Dengan pendekatan metode etnografi baru ala Spredley diharapkan temuan-temaun empiris dapat dideskripsikan secara lebih rinci, lebih jelas, dan lebih akurat, terutama berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat Desa Kanekes yang tinggal di wilayah Panamping, khususnya pada strategi perkembanga n kebudayaan yang dilakuakan di tengah kehidupan masyarakat yang sudah bersentuhan dengan kehidupan modern. Secara karakteristik etnografi sebagai metode tertua dalam riset kualitatif sangat penting untuk penelitian-penelitian social yang mempunya i beberapa karakteristik yaitu (1) menggali atau meneliti fenomena social, (2) data tidak terstruktur; (3) kasus atau sample sedikit; (4) dilakukan analisis data dan interpretasi data tentang arti dari tindakan manusia.74 73 James P. Spradley, Metode Etnografi,(Yogyakarta: PT Wacana Yogya, 1997) hal. 15 74 Setyowati, Etnografi sebagai Metode Pilihan dalam Penelitian Kualitatif di Keperawatan, Jurnal Keperawatan Indonesia, vol 10, No.1, Maret 2006, hal. 13 49 C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data menjelaskan teknik apa yang digunakan peneliti dalam menjaring data tentang apa yang digunakan dalam mendapatkan data yang valid terhadap seubjek penelitian. Alat Pengumpulan data disebut instrument penelitain merupakan suatu alat yang digunakan manusia menguk ur fenomena alam maupun social yang diamati. Mengumpulkan data berarti mencatat pristiwa, karakteristik, elemen, nilai suatu variabel. Hasil dari pencatatan ini menghasilkan data mentah yang kegunaannya masih terbatas. Menurut Coard Phillip Kottak mengenai teknik pengumpulan data pada metode etnografi, ia menjelaskan ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam proses penelitian untuk mendapatkan informasi yang valid dan benar. Adapun teknik tersebut dijabarkan melalui penjelasan dibawah ini: The characteristik field techniques of the ethnographer include the following: 1). Direct, firsthand observation of daily behavior, including participant observation, 2). Converstation with varying degrees of formality, from the daily chitchat that helps maintain raport and provides knolwedge about what is going on to prolonged interviews which can be unstructured or structured, 3). The genealogical method, 4). Detailed work with key consultant about particular areas of community life, 5). In depth interviewing, often leading to the collection of life historis of particuler people (narrators), 6). Discovery of local belifes and perceptions, wich may be compared with the ethnographers own observation and conclusions, 7). Problem oriented research of many sorts, 8). Longitudinal research- the continuous long term study of an area or site 9). Team research-coordinated research by multiple ethnographers, 10). Large scale approaches that recognize the complexity of modern life.75 Di dalam penjelasan di atas ada 10 teknik atau cara dalam melakukan proses penelitian etnografi diantara proses itu adalah dengan cara observasi partisipan artinya, melakukan pengamatan terhadap subjek penelitian secara sistematik 75 Conard Phillip Kottak, Anthropology: The Exploration of Human Diversity, (New York: McGraw-Hill), hal. 255 50 dengan mewawancarai secara formal subjek penelitian melalui beragam pertanyaan yang disusun secara struktural atau tidak terstruktur, dengan menggunakan metode genelogikal, adapun dalam rangka efisiensi dalam melakukan penelitian, etnografer hendaknya menyusun langkah strategis untuk mendapatkan subjek penelitian yang kedudukannya sangat memhami budaya setempat, seperti tokoh adat, pejabat desa atau tokoh masyarakat, dalam hal penelitian ini penulis sudah menetapkan informan- informan yang ditunjuk untuk menjadi key consultan dalam rangka mendapatkan kevalidan informas i. Selanjutnya peneliti hendaknya dalam mewawancarai subjek penelitian unutk menanyakan informasi sedalam-dalamnya dari pertanyaan yang disusun, dengan camenanyakan life historis dari subjek penelitian dan mengkaitkaitka n dengan kepercayaan yang dianut oleh subjek penelitian. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode etnografi baru ala Spradley melalui teknik Penelitian Maju Bertahap (Developmental Research Process) teknik ini didasarkan atas 5 prinsip, yakni tunggal, identifikasi tugas, maju bertahap, penelitian orisinal dan problem-solving.76 Dalam teknik ini terdapat 12 langkah- langkah yang harus dilalui oleh peneliti dalam melakukan penelitiannya secara berurutan atau maju bertahap. Secara singkat penjeleasan di atas hal ini pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan beberapa cara, sebagai berikut : 1. Observasi Observasi atau pengamatan dan pencatatan dilakukan sistematik terhadap subjek penelitian. Metode observasi yang akan digunaka n adalah langsung dengan cara pengambilan data dengan menggunaka n mata tanpa ada pertolongan alat standar lain manusia kepentinga n 76 James P. Spradley, hal. 30 51 tersebut. 77 Berdasarkan pelaksanannya, penulis membagi ke dalam beberpa tahapan: a. Teknik Pengamatan Langsung Pengamatan tanpa menggunakan peralatan khusus dengan mengamati seluruh unsur-unsur yang menjadi topik dalam penelitian, sebagai penguat dalam memberikan data/informas i yang berkenaan dengan penelitian b. Teknik Pengamatan tak Langsung dengan menggunaka n beberapa alat tertentu : misalnya mikroskop, kamera, taep recorder dsb c. Teknik Pengamatan Partisipasi Dengan cara mengambil bagian nyata dalam suatu objek penelitian. Yang kemudian dijadikan sebagai rujukan atau referensi untuk mecari data secara mendalam terkati dengan deskripsi tempat, monografi suatu daerah. Dengan mewawancar i secara langsung menggunakan penyusunan pertanyaan baik secara struktur maupun tidak terstruktur. Tabel 3.2 Panduan Observasi Masyarakat Panamping No Objek Observasi Keterangan 1 Macam-macam teknologi perangkat tradisional dan modern 2 Sebab terjadinya kontyuita s penggunaan teknologi informas i 77 Pedoman Penulisan Skripsi FITK, (Jakarta:Tanpa Penerbit), hal. 66 52 3 Proses konvergensi antara penggunaan teknologi informas i tradisosnal dengan modern 4 Proses konsentris dari penggunaan teknologi informas i modern 2. Wawancara Wawancara merupakan metode yang diperguna penulis untuk mengumpulkan data, di mana peneliti mendapatkan keterangan secara lisan dengan seseorang sasaran penelitian (respondne). Dalam hal ini penulis akan mewawancarai 3 tokoh sebagai informan untuk dijadikan referensi dalam melengkapi proses penelitian. Diantara tokoh-tokoh tersebut adalah: Jaro Dangka, Jaro Tangtu, serta Jaro Pamarentah. Berikut adalah tahapan yang dilakukan pada saat proses berlangsungnya wawancara : a. Menetapkan Seorang Informan Dalam penjelasan Webster New Collegiate Dictionary, Informa n merupakan seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang kata-kata frasa, dan kalimat dalam bahasa dan dialkenya sebagai model imitasi dan sumber informas i. Meskipun semua orang dapat menjadi informan, tapi tidak semua orang akan menjadi informan yang baik. Karena pada hakikatnya informan yang baik adalah mereka yang tahu budayanya tanpa harus memikirkannya, pelaku dari setiap aktivitas kebudayaannya. Etnografi akan bekerja sama sepenuhnya dengan informan untuk menjadi partner dalam menemukan informasi- informasi yang 53 berkaitan dengan data yang ingin diambil dari satu masyarakat tertentu. Dalam hal ini peneliti menentukan 2 orang infor ma n dari masyarakat panamping yakni ( Jaro Pamarentah dan Jaro Adat) sebagai pemangku adat. b. Wawancarai Seorang Informan Wawancara adalah jenis percakapan (speech event) yang khusus. Dalam percakapan akan ditemukan bagaimana kebudayaan itu berjalan, atau hal-hal yang sangat unik dalam kebudayaan tertentu. Spredley berpendapat wawancara yang tepat dalam studi etnografis dalah dengan pendekatan wawancara persahabatan. Wawancara persahabatan merupakan serangkaia n pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada informan yang mana peneliti secara perlahan dan formal memasukan unsur-uns ur pertanyaan yang ingin diketahui sebagai rujukan/ data dalam penelitian. Dalam hal ini ada tiga yang harus diperhatikan tujuan yang eksplisit, penjelasan, dan penjelasan yang bersifat etnografis. c. Mengajukan Pertanyaan Deskriptif Mendeskripsikan setting dimana informan melakukan aktivitas rutinnya yang berada pada observasi yang dilakukan selama wawancara. Mulailah dengan membuat sebuah daftar mengena i tempat-tempat dan objek-objek yang spesifik. Dalam proses wawancara berlangsung, kisi-kisi merupakan instumen sebelum merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan aktifitas adat masyarakat. Dibawah ini dijabarakan bagaima na kisi-kisi dibuat untuk perumusan pertanyaan. 54 No Indikator 1 Trikon Table 3.3 Panduan Pertanyaan Wawancara Butir-butir pertanyaan dan Kontinyuitas No Butir 1-4 Teknologi Pandangan Informasi terhadap penggunaa n teknologi infor mas i pikukuh Baduy tradisoional Pandangan pikukuh Baduy terhadap perkembangan teknologi informasi modern Konvergensi 5-10 Bagaimana proses interkasi dengan masyarakat luar serap-temu dan Baduy Proses penerimaan terhadap sistem teknologi informasi modern Unsur baru yang diterima dari penggunaan teknologi infromasi modern Konsentris 11-14 Pandangan terkait peran Lembaga Adat dalam mengantisipasi perkembangan informasi modern teknologi 55 Posisi teknologi informas i tradisional setelah kehadiran teknologi modern 3. Dokumentasi Metode dokumentasi merupakan sumber non manusia, sumber ini adalah sumber yang cukup bermanfaat telah tersedia sehingga akan relatif murah pengeluaran biaya manusia memperolehnya, merupakan sumber yang stabil dan akurat sebagai cermin situasi/kondisi yang sebenarnya serta dapat dianalisis secara berulang-ulang dengan tidak mengalami perubahan. Mendokumentasikan baik berupa fotoghrape sebagai upaya penulis mendapatkan bukti secara otentik dari hasil yang diteliti ketika dalam proses penelitian berlangsung. Tabel 3.4 Pedoman Dokumentasi Keterangan No D. 1. UU Hak Ulayat Masyarakat Baduy 2 Data Populasi Penduduk Desa Kanekes Pengelolaan Data Setelah data terkumpul, langkah yang dilakukan oleh penulis selanjutnya adalah mengolah data, sehingga data dapat dianalisi dan diambil kesimpulannya. Tujuan pengeolah data adalah menyiapkan data agar mudah ditangani dalam analisinya. 1. Reduksi dan Analisis Data Pengolahan data selanjutnya dengan mereduksi, merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, di cari tema dan polanya sehingga memerlukan kecerdasan, keluasaan dan 56 kedalaman wawasan yang tinggi. Data direduksi akan mempermud a h penulis manusia melakukan mencarinya bila diperlukan, pengumpulan data selanjutnya dan reduksi data digunakan dengan alat elektronik, dengan memberikan kode pada aspek tertentu.78 2. Penyajian Data Penyajian data dalam bentuk uraian singkat, teks yang bersifat naratif, bagan hubungan anatar kategori, flowchart, grafik, matriks, networks dan sejenisnya. Penyajian data bersifat kompleks dan dinamis, sehingga apa yang ditemukan pada saat memasuki lapangan dan setelah berlangsung agak lama dilapangan akan mengalami perekambangna data. 79 3. Penarikan Kesimpulan Tentatif Kesimpulan awal yang telah ditemukan masih bersifat sementara, dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat manusia mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi kesimplan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung bukti bukti yang valid dan konsisten saat ke lapangan mengumpulka n data, maka kesmpulan yang dikemukakan adalah kesmpulan yang kreadibel.80 E. Pemeriksaan dan Pengecekkan Keabsahan Data Didalam pemerikasaan atau pengecekka keabsahan data dapat dilakukan dengan jenis pengujian, yaitu : 78 Sulistyaningsih,“Metodologi Penelitian -Kualitatif dan Kuantitafit”,(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), hal. 162 79 Sulistyaningsih, hal. 163 80 Sulistyaningsih, hal. 164 57 1. Creadibility dan Transferability Creadibility dan transferability atau validitas desain menunjukka n tingkat kejelasan fenomena hasil penelitian sesuai dengan kenyataan. Sedangkan validitas desain kualitatif menunjukan sejauhmana tingkat interpretasi dan konsep-konsep yang diperoleh memiliki makna yang sesuai antara partisipan dengan peneliti”.81 2. Dependability/auditability Dalam penelitian kualitatif, reliabilitas dipengaruhi oleh: a) status dan kedudukan peneliti di kalangan anggota kelompok yang diselidikida n hubungan pribadinya dengan partisipan, b) pilihan informan, c) situasi dan kondisi sosial yang mempengaruhi informasi yang diberikan, d) definis i konsep, e) metode pengumpulan dan analisis data pengumpulan. Usaha yang dilakukan manusia mempertinggi reliabilitas interna l adalah : a) uraian deskriptif yang konkrit, b) membentuk tim peneliti c) menggunakan partisipan lokal sebagai asisten peneliti d), meminta pertimbangan ahli lain, e) pencacatan data atau infoemasi dengan alat mekanis. Reliabilitas dalam penelitian ini akan dilakukan manusia mempertajam uraian deskriptif yang konkrit, yaitu pengungkapan data wawancara dan dokumen dengan konfirmasi berulang-ulang terhadap responden, meminta pendapat dan pertimbangan peneliti lain yang menggunakan pendekatan kualitatif, dan pencatatan data atau informa s i dengan alat mekanis menggunakan komputer82 . 3. Confrimability Data yang ditemukan dianalisis secara cermat dan teliti, disusun, dikategorikan secara sistematik, dan ditafsirkan berdasarkan pengalama n, 81 Pedoman Penulisan Skripsi FITK, (Jakarta:Tanpa Penerbit), hal.72 82 Pedoman Penulisan Skripsi FITK, hal. 75 58 kerangka pikir dan persepsi peneliti tanpa prasangka dan kecendrunga nkecendrungan tertentu. Confrimability atau objektivitas dalam penelitian kualitatif berarti jujur, peneliti mencatat apa yang dilihat, didengar, ditangkap, dan dirasakan berdasarkan persepsi dan keyakinan dia, tidak dibuat-buat atau direka-reka. 83 Demikian halnya dalam penelitian ini, secara tidak langsung peneliti akan menggunakan beberapa kriteria keabsahan data dengan menggunaka n teknik pemeriksaan sebagaimana telah disebut di atas untuk dapat membuktikan keabsahan data. Yaitu dengan kehadiran peneliti itu sendiri sebagai instrumen, mencari tema atau penjelasan berdasarkan pengamatan. Demikianlah penjelasan mengenai metode penelitian, dimana dalam bab ini memaparkan secara menyeluruh hal-hal yang berkaitan dengan objek dan waktu penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, serta teknik dan langkah- langkah dalam mengelola dan menganalisis data yang diperoleh dalam menemukan relevansi teori trikon ini terhadap budaya penggunaan teknologi di Baduy Luar. 83 Pedoman Penulisan Skripsi FITK, hal. 76 59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Masyarakat Baduy Masyarakat Baduy menetap secara mengelompok di dalam satu desa. Mereka hidup berdampingan satu sama lain, hubungan keakrabatan terjalin dengan erat dan sehat. Seperti halnya yang banyak orang ketahui bagaimana masyarakat Baduy membuat kelompok-kelompok sosial, mulanya mereka hanya mendiami satu kelompok saja, sejalan dengan perkembangan zaman dan pesatnya pengaruh dari luar, mulai terjadi pelonggaran-pelongga ra n terhadap aturan masyarakat Baduy. Orang Baduy yang semula hanya satu komunitas atau kelompok akhirnya dibagi menjadi dua. Dua kelompok besar yang mendiami wilayah Kanekes yakni Baduy Dalam dan Baduy Luar. 84 Namun ada sumber lain yang menyatakan bahwa Masyarakat Baduy terbagi menjadi tiga kelompok yakni, tangtu, panamping, dan dangka.85 Kelompok Tangtu adalah kelompok yang biasa dikenal dengan sebutan Baduy dalam, yang paling kuat dalam menjalankan ketentuan adatnya, mereka adalah yang bermukim di tiga kampung di Desa Kanekes, yakni Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Dapat disebut juga bahwa kelompok masyarakat Baduy dalam merupakan represenatsi dari masyarakat Baduy masa lalu yang mendekati para pewaris asli budaya dan pengemban amanah kesukuan mereka. 86 Hal tersebut menurut penulis dapat dilihat secara jelas bahwa adanya garis teritorial pembatas ketiga kampung tersebut di atas dengan kampung lainnya merupakan bukti bahwa amanah pengemban kesukuan hanya di khususkan oleh mereka yang tinggal di ketiga kampung tersebut. 84 Ivan Masduddin, hal.8 85 Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara,(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 24 86 Ivan Masdudin, op, cit., hal. 10 60 Masyarakat Baduy dalam diidentikan dengan menggunakan pakaian serba hitam putih. Kelompok masyarakat panamping atau terkenal dengan sebutan Baduy Luar, adalah mereka masyarakat Baduy yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelililingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Disebut panamping karena merupakan daerah pendamping yang bertugas untuk melindungi, menjaga, keutuhan adat dari pengaruh-pengaruh luar. Masyarakat Baduy luar diberikan kelonggaran-kelonggaran dalam menjalankan aktifitas kesukuannya, hanya saja kelonggaran aturan adat lebih banyak diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi, seperti diperbolehkan berladang diluar wilayah Baduy. Namun kehidupan mereka tetap dibawah kontrol kepala adat, dalam arti mereka tetap diawasi agar tidak ada upaya untuk mencoba merubah, atau melanggar aturan kesukuan yang sudah menjadi pedoman dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.87 Sedangkan masyarakat Baduy dangka adalah mereka masyarakat yang bertempat tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal Sirhadyeuh. 88 2 kampung yang tersisa, Padawaras dan Tidak banyak sumber yang mendeskripsikan perilaku masyarakat Baduy dangka, karena posisi mereka masih dalam diskusi apakah merupakan bagian dari masyarakat Baduy mengingat letak kampung yang diluar dari masyarakat desa Kanekes. Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan Baduy merupakan sebutan yang disematkan oleh penduduk luar kepada masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang menyimpulkan bahwa asal 87 Gunggung Senojai, Perilaku Masyarakat Baduy dalam Mengelola Hutan, Lahan, dan Lingkungan di Banten Selatan, Jurnal Humaniora, Vol. 23, 2011, hal. 18 88 Ivan Masdudin, op.cit., hal. 20 61 muasal kata Baduy atau masyarakat Baduy berasal dari Bahasa Arab yakni Badawi yang berarti secara makna adalah masyarakat yang berpindah-pinda h (nomaden)89 . Hal ini berdasarkan dari pada kesamaan perilaku orang Badawi dengan kehidupan mereka yang selalu sibuk beraktifitas dari satu tempat ke tempat lainnya, atau dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. 90 Namun hal tersebut ditampik oleh pemangku adat bahwa istilah Baduy bersumber dari sasaka dari sebuah nama sungai tempo dulu, yakni sungai cibaduy yang mengalir disekitar tempat tinggal mereka juga berdasarkan nama salah satu bukit yang berada di kawasan tanah ulayat mereka, yakni bukit Baduy.91 Menurut pendapat lain yang dikemukakan oleh Danasamita dan Djatisunda dalam Permana bahwa Kanekes atau Baduy merupakan “tanah suci” yang tidak boleh diinjak oleh sembarang orang. Orang Baduy sendiri boleh untuk menetap disana selagi tidak melanggar ketentuan adat. Mereka tidak boleh kaya, sebab kekayaan materi dianggap akan menghancurka n kehidupan mandala. 92 Disebut sebagai kawasan suci (mandala) karena mereka masyarakat Baduy berkewajiban untuk memegang teguh adat-istiadat atau pikukuh yang bersumber dari buyut (pemujaan leluhur atau nenk moyang). Kebuyutan ini dikenal dengan kebuyutan Jati Sunda atau “Sunda Asli” atau Sunda Wiwitan (wiwitan: asli, pokok, jati). Oleh karennaya kepercayaan yang mereka peluk dan diyakini disebut dengan kepercayaan sunda wiwitan.93 Pada dasarnya orang Baduy bertutur dalam bahasa Sunda. Bahasa mereka termasuk dalam katagori dialek Sunda-Banten, subdialek Baduy. 89 Ivan Masdudin, Keunikan Suku Baduy di Banten, (Banten: Talenta Pustaka Indonesia,2011), cet II, hal. 6 90 Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 16 91 Ahmad Sihabudin, hal. 16 92 Cecep Eka Permana, Tata Ruang Masyarakat Baduy, (Jakarta: Wedatama Widya,2006),hal 36. 93 Ivan Masdudin, op,cit., hal. 5 62 Berbeda dengan subdialek Banten, bahasa Baduy tidak dipengaruhi Bahasa Jawa. Bahasa Baduy tidak mengenal tingkat tutur bahasa dan memiliki aksen tinggi dalam lagu kalimat. Selain itu, Bahasa Baduy memiliki kosa kata sendiri dan beberapa jenis struktur kalimat dan dianggap bahasa Sunda Kasar karena tidak memakai undak-usuk bahasa94 , selain itu dalam bahasa ini orang Baduy amat mematuhi larangan memakai kata-kata buyut. 95 Orang Baduy tidak mengenal tulisan, kecuali abjad hanacaraka (alfabetis Jawa/Sunda kuno) untuk menghitung hari baik. Sekarang ini subdialek Baduy makin jauh dari bahasa Sunda Lulugu yang dianggap baku. Pemakaian pertikel, bentukan kata, aksen kata, dan pemakaian fonem yang semakin berbeda menyebabkan subdialek Baduy dianggap sebagai Bahasa.96 Masyarakat Baduy merupakan masyarakat tradisional bersahaja namun kaya akan sumber kearifan yang dapat menjadi teladan atau panutan kita. Fakta dalam masyarakat Baduy menunjukkan bahwa (1) masyarakat Baduy melakukan tebang-bakar hutan untuk membuat ladang (huma), tetapi tidak pernah terjadi bencana kebakaran hutan; (2) di wilayah Baduy banyak hunia n pendudukan berdekatan dengan sungai, namun tidak pernah terjadi bencana banjir melanda permukiman; (3) walaupun rumah dan bangunan masyarakat Baduy terbuat dari bahan yang mudah terbakar (kayu, bambu, rumbia, dan ijuk), jarang terjadi bencana kebakaran hebat; dan (4) wilayah Baduy yang termasuk dalam daerah rawan gempa Jawa bagian Barat, tidak pernah terjadi kerusakan bangunan akibat bencana gempa. Berdasarkan hal tersebut, 94 Maksudnya adalah gaya bahasa untuk membedakan golongan lawan bicara tetapi ada tekanan dalam pengucapan untuk membedakan arti. 95 Zulayni Hidayah, Enskiklopedia Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), hal. 44 96 Baiq Setiani, “Fungsi dan Peran Wanita Dalam Masyarakat Baduy”, lex Jurnalica, Vol.3 No.3 Agustus 2006, hal. 156-157. 63 menarik dan penting dikaji tentang kearifan lokal masyarakat Baduy dalam upaya mencegah atau meminimalisasi terjadinya bencana (mitigasi bencana) yang merupakan pengetahuan tradisional yang telah diturunkan sejak ratusan dan bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu.97 1. Letak Geografis Jika dilihat dari letak geografisnya menurut salah satu sumber dijelaskan bahwa letak geografis Desa Kanekes terletak pada : °27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” 106°4’55”. Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegununga n Kendeng 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20 °C.98 Sedangkan menurut Perda Kabupaten Lebak No 65 Tahun 2001 Seri C bab 3 mengenai batas-batas wilayah administratif hak ulayat masyarakat Baduy adalah sebagai berikut :99 a. Utara: 1. Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwidamar. 2. Desa Cisimeut Kecamatan Leuwidamar. 3. Desa Nyagati Kecamatan Leuwidamar. b. Barat: 1. Desa Parakanbeusi Kecamatan Bojongmanik. 2. Desa Keboncau Kecamatan Bojongmanik. 97 Raden Cecep Eka Permana, dkk, "Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana Pada Masyarakat Baduy,” Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Vol.5 No. 1 , Juli 2011, hal. 68 98 Ivan Masdudin, op, cit, hal. 6 99 Peraturan Daerah No 31 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy, Kabupaten Lebak, Banten, 2001. Diambil dari www.setda.lebakkab.go.id pada pukul 09:56 tanggal 27 Agustus 2016 64 3. Desa Karangnunggal Kecamatan Bojongmanik. c. Selatan 1. Cikate Kecamatan Cijaku d. Timur: 1. Karangcombong Kecamatan Muncang. 2. Desa Cilebang Kecamatan Muncang. Luas Tanah Hak Ulayat Baduy adalah 5.136. 58 Hektar, yang yang terdiri menjadi dua bagian yaitu 3000 hektar berupa hutan tutupan/lindung dan 2.136.58 hektar merupakan tanah garapan dan pemukiman. Yang terdiri dari 59 kampung, 3 kampung yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik, adalah termasuk wilayah Baduy Dalam dan 56 Kampung lainnya adalah di wilayah Baduy luar.100 Berikut dibawah ini adalah peta wilayah Hak Ulayat Masyarakat Baduy Gambar. 4.1. Peta Wilayah Baduy Sumber:Google 100 Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara,(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal.59 65 Batas-batas Alam Hak Ulayat Masyarakat Baduy dijelaskan juga dalam perda Kabupaten Lebak bahwa Desa Kanekes berbatasan dengan alam, sebelah utara dengan Kali Ciujung, sebelah selatan dengan Kali Cidikit, sebelah barat berbatasan dengan Kali Cibarani dan sebelah timur berbatasan dengan Kali Cisimeut.101 2. Kondisi Demografi Pada 2016 Masyarkat Kanekes berjumlah 11.679 orang, terdiri dari 5.896 orang laki-laki dan 5.783 orang wanita. Mereka tersebar di 64 perkampungan dan ditampung dalam sekitar 3000 rumah. Mereka berhimpun dalam 3.413 kepala keluarga. Dibawah ini dijelaskan secara rinci bagaiaman kondisi demografi penduduk Desa Kanekes (Baduy). Tabel. 4.1. Demografi Penduduk Desa Kanekes tahun 2016 Penduduk No RW RT Kampung 1 01 001 Kadu Ketug 002 Cipondok 003 Kadu Ketug 004 Kadu Kaso 005 Cihulu RT 006 Kadu Ketug III 001 Marengo 002 Gajeboh 2 101 02 Pria Wanita Jumlah KK 527 509 1036 337 Peraturan Daerah No 31 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy, Kabupaten Lebak, Banten, 2001. Diambil dari www.setda.lebakkab.go.id pada pukul 09:56 tanggal 27 Agustus 2016 66 3 4 5 6 03 04 05 06 003 Balingbing 004 Cigula 005 Cikuya 001 Kadu Jangkung 002 Karahkal 003 Kadu Gede 004 Cicampaka 001 Kadu Keter I 002 Kadu Keter II 003 Cicatang I 004 Cicatang II 005 Cikopeng 006 Cibongkong 001 Sorokokod 002 Ciwaringin 003 Cibitung 004 Batara 005 Panyerangan 006 Kadu Kohak 001 Cisaban 002 Cisaban II 003 Leuwihandam 004 Ciranca Kondang 005 Kanengai 006 Cipicung 001 Cipaler Lebak 429 429 858 261 379 414 793 247 426 392 818 227 715 683 1398 382 617 635 1252 367 67 7 8 9 10 11 12 07 08 09 010 011 012 002 Cipaler Pasir 003 Cicakal leuwibuled 004 Cicakal Muara 005 Cepak Bungur 001 Cicakal Girang I 002 Cicakal Girang II 003 Cicakal Girang III 004 Cipiit Lebak 005 Cipiit Pasir 001 Cikande Lebak 002 Cikande Pasir 003 Cikande Babakan 004 Cijangkar 005 Cirengkok 001 Cisagu Pasir 002 Cisagu Lebak 003 Babakan 004 Cijanar 001 Cikeusik 002 Cibeo 003 Cikartawana 001 Ciranji Lebak 002 Ciranji Pasir 003 Cikulingseng 004 Cibagelut 005 Cepak Huni 405 416 821 254 346 307 653 193 298 321 619 214 347 330 677 185 625 584 1209 308 328 293 621 182 68 13 013 006 Ciemes 001 Cisadane 002 Batu Beulah 003 Cibogo 004 Pamoean Jumlah 454 470 924 248 5.896 5.783 11.679 3.413 Sumber : Data Kependudukan Desa Kanekes 2016 Sedangkan kalau dilihat perbandingan pertiap tahun dari jumla h penduduk yang bermukim di wilayah Baduy adalah mengalami peningkata n meskipun tidak pesat namun memberikan sinyal bahwa masyarakat Baduy lamban laun akan terus mengalami peningkatan kapasitas kependudukan, hal ini perlunya mengantisipasi agar luas tanah hak ulayat mampu menopang jumlah penduduk masyarakat Baduy. Tabel. 4.2. Perkembangan Penduduk Desa Kanekes Tahun Jumlah 1817 135 1822 188 1845 265 1917 1.500 1968 4.010 1972 4.077 1984 4.587 2014 11.860 2016 11.679 Sumber : Data Kependudukan Desa Kanekes 2016 69 Pada saat ini mayoritas penduduk Baduy tinggal di wilayah Baduy Luar, yaitu sekitar 80% dari total penduduk disana. Hanya sebagian kecil saja yang tinggal di daerah dangka, dan sisanya tinggal di daerah Baduy Dalam. Tidak ada angka pasti berapa rumah tangga yang ada disana, terutama yang tingga l di Baduy Dalam. Ada beberapa versi yang menjelaskan bahwa ada batasan maksimal jumlah rumah tangga dapat tinggal di Baduy Dalam, jika melebihi batas tersebut, maka salah satu dari anggota keluarga tersebut harus pindah ke Baduy Luar. Kondisi ini dibuktikan dengan tidak adanya penambahan jumla h kampung di wilayah tangtu dari tahun 1889 sampai sekarang ini. 102 3. Agama dan Kepercayaan Mayoritas masyarakat Baduy menganut kepercayaan animisme yakni sunda wiwitan, wiwitan yang bermakna asli, jati atau pokok. Maksudnya adalah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Baduy bersumber pada pikukuh atau aturan adat yang dilestarikan dan disepakati secara bersama yang dijadikan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dengan dielaborasi dengan kepercayaan-kepercayaan lainnya, seperti Hindu, Budha dan Islam. Isi terpenting dalam menjalankan pikukuhnya adalah melestarika n keutuhan adat tanpa ada sedikit upaya untuk merubah dengan maksud apapun. Seperti halnya pameo yang terkenal di masyarakat Baduy “Lojor henteu beunang di potong, pendek henteu benang disambung”(Panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung). Artinya, aturan adat yang dilestarikan bersifat mutlak untuk tetap dijaga keutuhannya, tanpa ada upaya untuk merubah, mengganti, dengan aturan-aturan lainnya. Tuhan yang diyakini oleh penganut kepercayaan sunda wiwitan adalah Allah, dengan penyebutan yang berbeda yang biasa diungkapkan umat beragama lainnya. Masyarakat Baduy menyebut Allah dengan sebutan Batara 102 Feri Prihantoro, “Kehidupan Berkelanjutan Masyarakat Baduy,” Jurnal Bintari Foundation, 2006, hal.13 70 Tunggal (Tuhan yang Maha Esa), Batara Jagat (Penguasa Alam) dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib) yang bersemayam di Buana Nyungcung (Dunia Atas).103 Pengucapan Allah termaktub di dalam dua macam kalimat Syahadat Baduy: Syahadat Baduy dalam dan Syahadat Baduy luar. Adapun syahadat Baduy dalam sebagai berikut 104 : “asyhadu syahadat Sunda Jaman Allah ngan sorangan keduanan Gusti Rosul, ka tilu Nabi Muhammad ka opat umat Muhammad nu cicing di bumi angaricing nu calik di alam keueung”, ngacacang di alam mokaha slamet umat Muhammad. (asyahdu syahadat Sunda Allah hanya satu, kedua para Rasul, ketiga Nabi Muhammad, keempat umat Muhammad yang tinggal di dunia ramai, yang duduk di alam takut menjelaja h dialam nafsu selamat umat Muhammad). Syahadat tersebut diucapkan oleh masyarakat Baduy Dalam dihadapan puun sama halnya ketika Islam awal mula turun kepada Nabi Muhammad umat muslim bersyahadat pada Nabi Muhammad atas kenabiannya. Bedahalnya dengan lafadz syahadat yang diucapkan oleh masyarakat Baduy luar mereka mengucapkan syahadat ketika sedang berlangsung upacara pernikahan secara Islami. Sasaka Domas, merupakan kiblat ibadah pemujaan bagi umat penganut kepercayaan sunda wiwitan, disebut juga Sasaka Pusana Buana atau Sasaka Pada Ageung. 105 Tidak banyak sumber yang mengetahui secara detail bagaimana bentuk dari kiblat tempat pemujaan masyarakat Baduy, karena tempat tersebut bersifat sakral hanya orang-orang tertentu yang diperkenanka n untuk melihat secara langsung bagaimana bentuk bangunan tersebut. Hanya saja ada sumber yang mengatakan bahwa sasaka berbentuk bangunan punden berunduk atau berteras-teras sebanyak tujuh tingkatan. 103 Kemudian pada Masykur Wahid, “Sunda Wiwitan Baduy: Agama Penjaga Alam Lindung di Desa Kanekes Banten,” Artikel, pada IAIN Sultan Hasanudin Banten, Banten, hal. 5, tidak dipublikasikan 104 Masykur Wahid, hal 105 Masykur Wahid, hal.6 71 tingkatan paling atas terdapat batu lumpang yang oleh sumber lain dikatakan terdapat air hujan di dalam batu lumpang tersebut, 106 serta lubang bergaris tinggi sekitar 90 cm, menhir dan arca batu. Arca batu tersebut yang dikenal dengan Arca Domas. Batu lumpang tersebut diyakini apabila saat pemujaan berlangsung didapati batu lumpang dalam keadaan terisi penuh oleh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes merupakan pertanda hujan pada tahun tersebut akan banyak turun dan panen akan berhasil. Sebaliknya, apabila didapati dalam keadaan kering maka diyakini merupakan kegagalan panen. 107 Di atas tanah suci ini mereka melakukan ritual pemujaan terhadap roh leluhurnya, dengan memanjatkan doa dan membersihkan objek utama pemujaan Baduy. Ritual tersebut dilakukan berturut-turut pada tanggal 16,17, dan 18 pada bulan kalima dengan dipimpin oleh seorang puun wakt tiga hari ritual terdiri dari dua hari untuk pulang pergi ke tempat pemujaan, dan sehari untuk ritual ibadah muja. Dengan tujuan untuk memuja para karuhan108 , nenek moyang dan menyucikan pusat dunia. 109 Masyarakat Indonesia pada umumnya meletakkan pancasila sebagai weltanschauung atau kewarganegaraannya, pandangan 110 hidup bedahalnya dalam dengan menjalankan masyarakat aktifita s Baduy yang menjadikan pikukuh sebagai pandangan hidup yang mengatur rangkaian aktifitas mereka. Pikukuh merupakan adalah cara bagaimana seharunya seseorang melaksanakan kewajiban dalam mengarungi kehidupannya sesuai 106 Masykur Wahid, hal.7 107 Ivan Masdudin, Keunikan Suku Baduy di Banten, (Banten: Talenta Pustaka Indonesia,2011), cet II, hal. 22 108 H.A.R. Tilaar, Pedagogik Teoritis untuk Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2015), hal. 36 109 Cecep Eka Permana, “Tata Ruang Masyarakat Baduy”, (Jakarta: Wedatama Widya, 2016), 110 H.A.R. Tilaar, loc. cit., hal. 32 hal.21 72 dengan amanat karuhan atau nenek moyang.111 Pikukuh juga disebut sebagai hukum, orientasi, aktifitas-aktifitas religi yang harus dilakukan oleh masyarakat Baduy yang bersumber dari buyut. Inti dari pikukuh adalah konsep yang tidak menghendaki adanya perubahan dengan maksud apapun, seperti halnya yang tertuang dalam buyut (larangan) titipan karuhan (nenek moyang) sebagai berikut :112 Buyut nu dititipkeun ka puun Negara satelung puluh telu Bangsawan sawidak lima Pancer salawe negara Gunung teu meunang dilebur Lebak teu meunang dirusak Larangan teu meunang dirempak Buyut teu meunang dirobah Lojor teu meunang dipotong Pondok teu meunang disambung Nu lain kudu dilainkeun Nu ulah kudu diulahkeun Nu enya kudu dienyakeun Artinya : Buyut yang dititipkan kepada puun Negara tigapuluh tiga Sungai enampuluhlima negara Gunung tak boleh dihancurkan Lembah tak boleh dirusak 111 Ivan Masdudin, op,cit., hal. 21 112 Ivan Masdudin, hal. 23 73 Larangan tak boleh di langgar Buyut tak boleh diubah Panjang tak boleh dipotong Pendek tak boleh disambung Yang bukan harus ditiadakan Yang jangan harus dinafikan Yang benar harus dibenarkan Di atas merupakan pernyataan titipan oleh karuhan kepada puun sebagai pemegang adat, yang pada intinya adalah apapun bentuk warisan yang bersumber dari nenek moyang harus tetap dilestarikan, gunung yang tidak boleh dihancurkan, lembah tak boleh dirusak, larangan harus ditaati dsb. Tidak ada intervensi apapun yang mampu mengubah maksud dari adat istiadat tersebut, baik untuk kepentingan sendiri atau kepentingan orang luar yang justru malah membuat rusak alam (eksploitasi). Aturan adat tersebut diimplementasika n dalam bentuk ritual-ritual keagamaan, seperti halnya upacara Kawalu, upacara ngalaksa, upacara Seba, Akikah dan Perkawinan. 4. Kelompok Masyarakat Baduy Untuk memperjelas secara rinci bagaimana perbandingan masyarakat Baduy luar dengan masyrakat Baduy dalam. Dalam menjalani kehidupan mereka menurut Sihabudin.113 113 Ahmad Sihabudin, op,cit., hal. 30-32 74 Tabel. 4.3 Perbandingan dan Persamaan Antara Suku Baduy Dalam dengan Suku Baduy Luar. Perbedaan Persamaan Baduy Dalam Baduy Luar /Keseragaman Bentuk Rumah Bentuk Rumah Bentuk Rumah a. Kontur tanah tidak a. Tanah diubah diubah dibiarkan sesuai dengan diratakan sesuai nyulah-nyanda keinginan menghadap Utara- aslinya Selatan b. Pembuatan rumah b. Pembuatan boleh tidak menggunaka n menggunakan paku, paku dan alat modern dan modern alat lainnya, satu pintu tidak ada dari satu dan sudah jendela memiliki jendela d. Bentuk bilik tidak d. Bilik boleh ada corak/model kayu kampung f. Tidak ada Imah disebut dengan cara gotong royong (rereongan) berada di dekat bambu yang d. Dibuat/dibangun corak/model tetapi boleh pakai bangunan berwarna-warna e. Pemukiman selalu menggunakan memliki c. Berebntuk panggung mnggunakan e. Lantai hanya boleh e. Boleh pakai talupuh f. Disetiap rumbia dan ijuk tembok atau cat yang memilik i c. Pintu boleh lebih boleh b. Atap memakai tidak menggunakan seperti gergaji dll c. Hanya a. Rumah berbentuk Adat sumber air 75 sebagai Imah Balai Adat g. Posisi rumah tidak g. Posisi penempatan boleh mengahala ngi rumah bebas yang antara rumah puun penting rapih sesuai dengan Balai Adat dengan arah UtaraSelatan Pakaian a. Hanya dua warna, Pakaian a. Warna hitam dan Pakaian a. Pakaian hanya yaitu hitam atau putih, tetapi lebih menggunakan dua putih balacu, umum memakai warna umumnya memakai hitam putih Alat Kesenian a. Alat yang boleh dan Alat Kesenian a. Selain angklung, dipergunakan antara kacapi, karinding , lain angklung, kumbang, tarawelet, kacapi, karinding, calintu ada juga kumbang, gamelan tanpa tarawelwt, calintu gendang, rendo (rebab), talinting (bedug leutik) dan suling b. Tidak mengenal b. Tidak mengenal nyanyian yang ada nyanyian atau lagu pantun-pantun /syair hanya plantun-plantun Alat Kesenian 76 Hukum Adat a. Dilarang Hukum Adat a. Semua larangan di menggunakan Baduy Dalam di sabun mandi, sikat Baduy Luar gigi dan odol serta diberikan minyank wangi kelonggaran atau b. Dilarang diperbolehkan menggunakan alas kecuali poligami, kaki memiliki alat c. Dilarang berpergian elektronik modern menggunakan alas terutama radio, kaki televisi, sampai saat d. Dilarang berpergian menggunakan kendaraan e. Dilarang memiliki dan menggunakan alat-alat elektronik seperti HP, foto dll f. Dilarang poligami dan asusila g. Dilarang memiliki dan menggunakan perhiasan emas buat wanita, merokok bagi laki-laki ini masih dilarang. Hukum Adat 77 h. Warga tidak diperkenankan untuk memiliki warung Sumber : Ahmad Sihabudin, 2013 5. Lembaga Kemasyarakatan Lembaga kemasyarakatan berfungsi untuk mengatur, menjaga aktifitasaktifitas yang memberikan ruang tumbuhnya interaksi sosial yang baik antara satu sama lain. Robert Mac Iver dan Charles H. Page dalam Setiadi mengartikan bahwa lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia yang berkelompok kemasyarakatan yang dinamakan association. 114 Hal ini juga dialami oleh seluruh lapisan masyarakat, baik masyarkat yang memiliki corak kehidupan yang tradisional maupun modern. Masyarakat Baduy mengena l dua variasi lembaga kemasyarakatan yakni bercoarak tradisional atau lembaga adat dan Nasional yang daikui secara sah oleh NKRI. Kedua sistem tersebut digabung dan diakulturasikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perbenturan. Secara Nasional dipimpin oleh seorang kepala desa atau disebut juga dengan jaro pamarentah yang berada di bawah camat. Sedangkan secara adat tunduk dibawah pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu Puun. Dibawah ini akan digambarkan bagaimana struktur lembaga kemasyarakat yang berbentuk Nasional atau adat istiadat. 114 Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. (Jakarta:Kencana, 2011), hal. 288 78 Gambar. 4.2. Struktur Organisasi Sosial Desa Kanekes Sumber : Muhammad Iqbal M, 2016 Di atas adalah struktur organisasi masyarakat Baduy, dimana puun merupakan kepala tertinggi yang memiliki kewenangan lebih dalam mengatur adat istiadat masyarakat Baduy luar maupun dalam. Sebutan tersebut disematkan bagi warga masyarakat Baduy yang dipercayai pemegang hak waris dari leluhurnya, memiliki tiga puun yang bertempat tinggal di tiga kampung Baduy dalam (Cikeusik, Cikatawarna dan Cibeo) dengan pembagian tugas masing-masing, mereka pun juga disebut dengan tri tunggal dengan penguasaan wilayahnya masing-masing. Girang seurat merupakan jabatan tertinggi kedua setelah puun yang melaksankan tugas sebagai sekretaris kepuunan dan juga mengurusi huma 79 serang115 atau ladang bersama dan menjadi penghubung dan pembantu utama Puun. Kalau dikorelasikan dengan sistem struktur modern jabatan Girang seurat disebut juga sebagai sekretaris pimpinan atau juru bicara bagi pemimpin dalam hal ini adalah puun. Selain tugas di atas Girang seurat juga bertugas menghubungkan tamu yang hendak bertemu dengan puun.116 Selanjutanya dibawah Girang Seurat ada seorang Baresan yang memiliki tugas sebagai penjaga keamanan kampung dan bertanggungja wab dalam bidang keamanan dan ketertiban. Disebut juga sebagai hakim dalam satu majelis persidangan yang beranggotakan sebelas dari Cikeusik, sembila n orang di Cibeo dan lima orang di Cikertawarna. Mereka dapat menggantika n peran puun dalam menerima tamu dan menginap dalam berbagai upacara adat.117 Pelaksana tugas harian urusan pemerintahan kepuunan dikendalika n oleh Jaro118 . Sama seperti yang lainnya jaro merupakan julukan bagi seorang warga yang dieprcayai sebagai pemegang kendali urusan pemerinta ha n kePuunan, dibagi menjadi empat jabatan yakni Jaro tangtu, Jaro dangka, Jaro tanggungan dan Jaro pamarentah. Keempat jabatan tersebut memliki tugas pokok dan fungsi berbeda-beda, Jaro tangtu bertugas sebagai pengawas 115 Menurut tradisi masyarakat Baduy dikenal lima macam huma, yakni : a). Huma serang : ladang adat kepunyaan bersama yang hanya terdapat di Baduy tangtu b). Huma puun, ladang dinas selama menjabat sebagai puun c). Huma tangtu, ladang untuk keperluan baduy tangtu d). Huma tuladan, ladang untuk keperluan upacara yang berada di baduy luar e).Huma panamping, untuk keperluan penduduk Baduy panamping. Cecep Eka Permana dalam Raden Cecep Eka Permana, dkk, Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana pada Masayarakat Baduy, Jurnal, Sosial Humaniora. Vol. 15, No. 1. 2011 hal. 69 116 Cecep Eka Permana, “Tata Ruang Masyarakat Baduy”, (Jakarta: Wedatama Widya, 2016), 117 Ivan Masdudin, op.cit., hal.11 hal. 34 118 Jaro merupakan sebutan yang disematkan untuk Kepala Desa yang tinggal di Baduy luar. 80 bekerja sama dengan Girang seurat dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga dan mewakili Puun. Dalam pelaksanaan upacara adat dan menerima tamu atau menjadi utusan ke luar Desa Kanekes. Jaro Dangka, bertugas menjaga, mengurus dan memlihara tanah titipan luhur. Sedangkan Jaro Pamarentah memiliki tugas menjadi jembatan penghubung antara masyarakat luar adat dengan Puun atau pemerintah daerah dengan masyarakat adat. Jaro Pamarentah setingkat dengan Kepla Desa dalam struktur pemerintahan desa modern.119 Selain itu ada juga yang bertugas sebagai pembantu dalam mengur us i teknis kegiatan upacara adat, disebut juga sebagai pesuruh dan perantara kepuunan ketika melangsungkan sebuah ritual keagamaan. Kemudian ada juga yang disebut dengan tangkesan sebagai mantri kesehatan atau dukun kepala dan sebagai atasan dari semua dukun yang ada di Baduy.120 Karena Baduy dalam tidak memberikan peranan bagi petugas kesehatan luar untuk mengurusi masalah kesehatan, kelahiran dan tumbuh kembang anak maka mereka membentuk tenaga tersendiri setingkat mantri dalam menjaga dan memlihara kesehatan anak-anak dan masyarakat Baduy. 6. Mata Pencaharaian Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat panamping mendasarkan aktivitas perekonomiannya pada aktivitas pertanian, seperti menjual buah-buahan (asam keranji, madu hitam, dan durian) untuk kemudian dijual kepada wisatawan yang berkunjung. Selain bertani, menenun dan mencari ikan adalah sumber penghasilan tambahan lain yang dilakukan oleh sebagain masyarakat Baduy luar maupun dalam. 119 Cecep Eka Permana, op,cit., hal. 19 120 Ivan Masdudin, op,cit., hal. 12 81 a. Bertani/Berladang Bertani merupakan aktivitas utama masyarakat Baduy dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, melalui kegiatan memproduksi dan menjual barang hasil pertanian baik dikonsumsi untuk kalangan masyarakat luar maupun untuk masyarakat Baduy secara mandir i. Meskipun sumber pertainan merupakan sektor utama penghasila n masyarakat Baduy, namun tidak serta merta dapat dimanfaatka n seenaknya untuk dikeruk sumber daya alam, menuruti ego dan kehendak pribadi masing- masing demi keuntungan sendiri dengan tidak memperpedulikan pengelolaan sumber daya alam secara sehat. Ada prinsip yang dipegang teguh yakni untuk tidak melakukan eksploitasi besar-besaran sehingga merusak dan merubah pada alam yang justru menimbulkan ketidakseimbangan alam. Hal tersebut sudah menjadi pikukuh yang diwariskan oleh leluhurnya dalam rangka untuk menjaga, merawat alam. Bertanam padi merupakan aktivitas yang suci dimata masyarakat Baduy menurut konsepsinya menanam sama halnya dengan menjodohkan atau mengawinkan Nyi Pohaci dengan bumi putra pertiwi. Baik buruk dan tinggi rendah kadar iman seseorang ditentukan dari aktivitas bercocok tanam padi. Dalam hal ini Nyi Pohaci dipersonifikasikan sebagai padi yang harus diperlakukan dengan baik dan sungguh-sungguh.121 Adapun aktivitas pertanian atau berladang dilakukan pada saat musim sausum 122 (tanam padi) dengan rangkaian proses yang panjang 121 Baiq Setiani, “Fungsi dan Peran Wanita dalam Masyarakat Baduy,” Lex Jurnalica, Vol. 3 No. 3. Agustus 2006, hal. 166 122 Kata sausum (dibaca sa-usum) merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Baduy pada saat musim tanam padi tiba, dimana bahasa tersebut diambil dari bahasa sunda yang bermakan 82 untuk dapat menghasilkan produksi yang baik. Proses kegiatannya dimulai dari aktivitas narawas, nukuh, ngaduruk, nyoo benih, ngaseuk, ngirab sawan, ngored dan meuting, mipit, dibuat, ngunjal, nganyaran.123 dengan memerlukan jangka waktu sekitar 7 bulan. Proses pengelolaan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk gambar dibawah ini. Tabel : 4.4 Proses Pengelolaan Pertanian Masyarakat Baduy Narawas Nyacar Nukuh Ngaduruk Ngored dan Meuting Ngirab Sawan Ngaseuk Nyoo Binih Mipit Dibuat Ngunjal Nganyaran Sumber : Ivan Masdudin, 2011 Dimulai dar proses narawas yang bermakna merintis, cara awal sebelum bercocok tanam yakni memilih lahan mana yang akan dijadikan sebagai huma. Biasanya huma berasal dari reuma (bekas huma yang dibiarkan cukup lama) ataupun hutan sekunder. Selanjutnya apabila lahan sudah terpilih, kegiatan nyacar merupakan aktivitas untuk menebas rumput, semak belukar dan pepohonan kecil yang tumbuh tanpa ditanam, agar mendapatkan sinar matahari yang cukup. Nukuh “setahun” atau usum sama halnya dengan tahun. Jadi masyarakat Baduy bertani hanya satu kali dalam setahun. 123 Ivan Masduduin, op,cit., 26-31 83 berarti mengeringkan rerumputan atau dedaunan hasil dari tebangan pada proses sebelumnya (nyacar). Pada proses ini hasil tebangan dikeringkan secara alami oleh sinar matahari, setelah kering dikumpulkan selanjutnya dibakar. Ngaduruk merupakan aktivitas untuk membakar dedaunan atau rumput yang dikumpulkan menjadi satu pada saat nyacar. Waktu yang ideal untuk membakar adalah pada saat kehadiran bintang kidang yakni pada tanggal ke 18 bulan ketujuh. Tahap selanjutnya adalah nyoo binih maksudnya adalah kegiatan untuk mempersiapkan benih yang dilakukan pada saat 1 hari sebelum penanaman/ngaseuk. Ngaseuk berarti menanam dengan tugal yakni dengan cara membuat lubang kecil dengan sepotong kayu atau bambu yang diruncingkan ujungnya dan menanam benih padi kedalamnya. Pada saat proses menunggu padi tumbuh, ngirab sawan adalah aktivitas yang dilakukan setelahnya yakni dengan melakukan pembersiha n ranting dan daun atau tanaman lain yang mengganggu pertumbuha n padi. Gambar. 4.3. Proses Ngasuek pada saat penanaman Sumber : kanekes.desa.com Selanjutnya prose ngored merupakan membersihkan rumput yang tumbuh diantara tanaman padi dengan skala 2 sampai 4 kali dalam setiap bulan, seklaigus meuting yakni proses penginapan yang dilakukan oleh petani dengan menetap disaung sekitar ladang. Mipit adalah pemetikan awal di dalam suatu musim, yang dilakukan di huma serang. 84 Kemudian dilanjutkan dengan prose dibuat yakni memanen padi dengan mempergunakan etem atau ani-ani yang biasanya dilakukan oleh perempuan. Apabila hasil panen sudah terkumpul maka proses selanjutnya adalah ngunjal yakni mengngkut hasil tanaman dari ladang ke kampung tempat tinggal. Proses terakhir adalah nganyaran yakni upacara memakan dan mencicipi nasi baru dengan serangkaian upacara adat yang dilakukan dipimpin oleh puun. Demikianlah serangkaian proses yang dilakukan oleh masyarakat Baduy dalam mengelola pertanian, proses tersebut merupakan warisan yang harus tetap dilestarikan dengan maksud menjaga sumber daya alam yang diyakini sebagai sumber kekuatan yang dimilki oleh masyarakat Baduy. b. Menenun Kain Pembagian pekerjaan (division of labour) masyarakat Baduy bisa dibilang sangat rapih, hal ini diatur oleh aturan adat atau pikukuh. Seorang laki-laki diwajibkan untuk berladang di paginya sampai waktu sore, sedangkan perempuan selain bertugas diladang ia bertugas untuk menjadi ibu bagi anak-anaknya drumah, dalam hal ini berlaku konsep ambu124 yang mempersonifikasikan bahwa sosok wanita digambarkan sebagai seorang ibu yang bersifat memelihara, melindungi, dan mengayomi seseorang atau manusia secara keseluruhan. 125 Selain itu kegaitan yang kerap dilakukan oleh wanita adalah menenun kain, kegiatan ini dilakukan apabila seluruh aktivitas yang berkaitan dengan 124 Kata ambu dalam bahasa Baduy dapat diartikan sebagai Ibu (wanita). Konsep Ambu digunakan baik dalam tataran mikrokosmos (rumah tangga) sebagai sebutan orang tua wanita (ibu) maupun dalam tataran makrokosmos (alam semesta). Fungsi dan peran ambu dalam kedua tataran tersebut mirip, yakni sebagai pemelihara, pengayom, dan pelindung. Oleh karena itu, sosok ambu dalam masyarakat Baduy sangat dihormati. 125 Baiq Setiani, op,cit., hal. 159 85 kerumahtanggaan dirasa sudah cukup selesai. Aktivitas menenun kain dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pakaian sendiri dan diproduksi untuk masyarakat luar. Gambar. 4.4. Proses menenun kain yang dilakukan oleh perempuan Baduy Sumber : Dokumentasi Pribadi Prosesnya adalah dimulai dari menanam biji kapas, memanen, memintal, sehingga mencelup dengan motif sesuai dengan kebutuhan. Yakni warna biru tua, hitam serta putih. Kain sarung atau kain wanita hampir sama coraknya yakni dasar hitam dengan garis-garis putih, sedangkan selendang berarna putih, biru, yang dipadukan dengan warna merah. c. Mencari Ikan Mencari ikan adalah suatu keharusan disamping berladang, karena masyarakat Baduy meyakini bahwa ikan tidak boleh dipelihara. Oleh karenanya, aktivitas yang dilakuakan adalah menjaring ikan, memancing di sungai-sungai dengan kail, jala kecil dan perangkap ikan dari anyaman bambu dan sair. Mereka mengenal terdapat jumalah 19 jumlah ikan yakni beunteur, bogo, hampal, kancra dan jenis-jenis 86 lainnya si sungai-sungai luar sudah mulai punah. Adapun hasil dari penangkapan ikan adalah untuk dijual atau dikonsumsi secara pribadi dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat Baduy. Tidak banyak sumber yang menjelaskan secara rinci mengenai aktivitas ini, yang menjadi bahan menarik untuk dijadikan deskripsi tentang mata pencaharian Baduy masyarakat adalah sektor pertanian yang merupakan sektor utama bagi masyarakat Baduy disamping memilik i nilai tersendiri. B. Analisis Teori Trikon Ki Hadjar Dewantara Terhadap Budaya Penggunaan Teknologi Informasi 1. Analisa Kontinyuitas Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping. Teknologi bagi sebagian masyarakat Baduy merupakan hal yang tabu dipraktikan sebagai alat penunjang mobilitas sosial mereka, karena aturan adat yang secara eksplisit tidak memperkenankan masyarakat Baduy untuk menggunakan alat-alat teknologi modern karena dianggap tidak sesuai dengan nilai- nilai keluhuran mereka khususnya untuk sebagian masyarakat Baduy dalam yang sangat kental perilaku adatnya. Dalam mendirikan rumah misalnya, tanah yang miring tidak boleh diratakan karena akan membolak balik tanah, dan itu merupakan hal yang tabu bagi masyarakat Baduy. Untuk mendapatkan lantai rumah yang rata, tiang rumah diatur ketinggiannya. Bahan untuk mendirikan rumah berasal dari lingkungna rumah sendiri, seperti kayu dan bambu. Dilarang menggunakan paku dalam pembuatan rumah, untuk pengikatan biasanya digunakan rotan dan bambu. Struktur lantai rumah umumnya menggunakan bambu yang disebut dengan palupuh. Sedangkan untuk bagian atas (hateup) digunakan dengan rumbia, bambu, dan rotan sebagai pengikut. Beda halnya dengan masyarakat Baduy luar yang sudah diberikan kelonggaran dalam menjalankan praktek adat yang berkaitan dengan 87 pembangunan rumah, masyarakat Baduy luar diperkenankan untuk menggunakan paku, palu dan alat modern lainnya yang membantu proses pembangunan rumah. Meskipun penggunaan alat teknologi dibatasi hanya beberapa alat saja yang diperkenankan dalam proses pembangunan rumah, seperti halnya penggunaan paku, palu dan beberapa peralatan teknologi lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian masyarakat panamping telah memiliki peralatan teknologi modern, seperti halnya piring, cangkir, kaca, proselen, sendok dan garpu dari plastik dan logam, lampu minyak, kasur, bantal kapuk, bahkan memiliki lampu senter dan radio 126 . Bahkan untuk penggunaan teknologi telekomunikasi informasi seperti halnya sendiri mereka menggunakan hp, laptop, komputer, internet alat sebagai penunjang mobilitas sosial mereka. Meskipun barang-barang tersebut secara adat tidak boleh untuk digunakan dan dimiliki oleh masyarakat Baduy luar maupun dalam. Karena bertentangan dengan adat leluhur melalui pernyataan adat yang berbunyi Buyut teu meunang dirobah Lojor teu meunang dipotong. Seperti halnya yang diungkapkan oleh jaro Saija Kepala Desa Kanekes hasil wawancara menanggapi terkait maraknya masyarakat Baduy yang menggunakan alat-alat teknologi modern dalam kehidupan adat di Baduy luar. Kalau masalah HP karena sekarang sudah maju yah, memang untuk Baduy luar ada pertimbangan gitu, cuman yang paling untuk memenuhi hajat aja, kecuali memang yang misalkan main seperti eta teh gambar porno makanya itu orang Baduy dirampas, kalau yang itu hmm sehubungan yang dikasih itu dipertimbangkan, soalnya sekarang zaman sudah bergabung luar dengan dalam. Soalnya saya punya masyarakat di 8 kecamatan, yang diluar dimana-mana, soalnya disini bergotong royong persatuan dan kesatuan.127 126 Cecep Eka Permana, “Tata Ruang Masyarakat Baduy”, (Jakarta: Wedatama Widya, 2016), 127 Jaro Saija, Wawancara, 27 tanggal 2016 hal.30 88 Artinya penggunaan teknologi seperti halnya handphone, secara adat memang tidak boleh untuk digunakan dikalangan masyarakat Baduy luar sesuai arahan dari puun karena dianggap akan mengancam eksistensi adatistiadat yang sudah melekat turun temurun di kalangan masyakat Baduy. Namun, Jaro Saija membolehkan penggunaan alat tersebut dalam koridor sebagai sarana penunjang kebutuhan sosial dan ekonomis masyarakat Baduy, selagi memilik feedback yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup masyarakat Baduy. Seperti halnya penggunaan handphone sebagai sarana komunikasi antar masyarakat Baduy luar lainnya, Jaro Saija mencontohka n jika ada yang mengalami kecelakaan atau ada berita duka yang dialami oleh masyarakat Baduy yang sedang berada diluar maka saat ini mudah untuk mengkomunikasikan kejadian tersebut dengan prantara handphone untuk menghubungkan dengan masyarakat yang berada di dalam Baduy. Sehingga keadaan tersebut di atasi dengan baik berkat penggunaan handphone tersebut. Kemudian dengan adanya Internet sebagai upaya melakukan praktek online shopping bagi para pengerajin, agar memudahkan jangkauan pasar konsumen sekaligus memperkenalkan budaya Baduy ke masyarakat luas. Bahkan terdapat pusat pelatihan internet yang diperkarasai oleh Telkom Indihome bagi kalangan masyarakat Baduy secara khusus dan umumnya masyarakat lain. Selama tidak melanggar norma adat dalam menyelahgunakan alat-alat teknologi tersebut seperti halnya digunakan untuk menonton video yang tidak senonoh, atau aktivitas lainnya. Tentu hal tersebut tidak boleh terjadi di kalangan masyarakat Baduy yang senantiasa menjunjung tinggi norma-norma kesukukan dalam bermasyarakat. Adapun penggunaan laptop, komputer dan TV, secara adat tidak ada dalil memang yang membolehkan untuk dimiliki oleh masyarakat Baduy luar atau dalam. termasuk Jaro Saija menekankan kepada masyarakat Panapming 89 untuk tidak memiliki alat-alat teknologi tersebut. Namun, peneliti melihat satu hal yang kontras terjadi antara yang diungkpkan dengan realita bagaimana kegiatan yang dilakukan oleh pejabat Desa Kanekes termasuk masyarakat Baduy yang berkerja Kantor Kepala Desa Kanekes menggunakan laptop, komputer dan alat modern lainnya digunakan untuk keperluan administras i dan aktivitas penunjang lainnya. Kemudian peneliti mengkonfrmasi kepada Jaro Saija terhadap keadaan tersebut. Ini saya bikin kantor sekretariat itu, itu diluar dari pada Baduy. Saya beli tanah diperbatasan itu (tanah hak ulayat) yang diwajibkan untuk ditaro komputer, laptop dan lain sebagainya itu di perlukan, listrik. Namun disini ( tanah ulayat) kan tidak boleh. 128 Bahwa kepemilikan laptop, komputer dan internet diperbolehkan asal tidak masuk dalam batas tanah hak ulayat yang diatur oleh Perda No 65 tahun 2001 seri C, sedangkan wilayah kantor Kepala Desa Kanekes terdapat di luar garis batas tanah hak ulayat. Artinya alat-alat teknologi yang terlihat Kantor Kepala Desa diperkenankan untuk dimiliki dan dipergunakan untuk kebutuhan adminstrasi Desa. Begitu penjelasan yang diterangkan oleh Jaro Saija mengenai hal tersebut. Dibagian bawah ini akan dijealsakan bagaimana macam-maca m penggunaan alat teknologi informas tradiosnal dengan perangkat teknologi modern yang merupakan bagian dari proses kontiyuitas perkembangan zaman. a. Perangkat Teknologi Informasi Tradisional Adapun jenis-jenis alat Teknologi Informasi yang biasa digunakan oleh sebagian masyarakat Baduy berdasarkan temuan-temuan dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, sebagaimana pada tabel 4.5 di bawah ini: Tabel 4.5. Perangakat Teknologi Informasi Tradisional 128 Jaro Saija, Wawancara, tanggal 27 Agusutus 2016 90 No b. 1 Nama Alat Teknologi Mantun 2 Angklung Buhun 3 Rendo Pengiring Pantung 4 Kentongan 5 Tengoken Kegunaan Kegiatan mantun biasanya dipimpin oleh tokoh masyarakat, yang lebih mengetahui, serta bertanggung jawab untuk menyampaikan amanat. Mantun merupakan upacara kecil yang dilakukan dari rumah ke rumah, pada malam hari untuk lek-lekan sampai larut malam. Digunakan pada saat upacra keagamaan, dan mengiringi tarian pada saat malam hari atau sore hari sebagai pembangkit rasa ingat para warga kepada amanat leluhurnya. Rendo hadir pada setahun sekali secara pasti, setelah selesai musim ngored, menjelang pohon padi mulai berbunga. Peristiwa ini merupakan waktu senggang yang digunakan untuk kesibukan membaca pantun,dalam membuka tabir sejarah perjalanan hidup leluhurnya. Digunakan untuk memberikan informasi apabila ada acara yang berkaitan dengan masalah adat. Pola komunikasi dengan mendatangi langsung ke rumah/personal yang dituju. Perangkat Teknologi Informasi Modern Dibawah ini merupakan daftar nama-nama penrangkat alat teknologi informasi yang sudah mulai digunakan oleh sebagain masyarakat Baduy, sebagaimana yang dirincikan pada tabel 4.6 di bawah ini: 91 Tabel. 4.6. Perangkat Alat-alat Teknologi Informasi Modern No Nama Alat Teknologi Kegunaan Handphone Sebagai sarana komunikasi masyarakat antar Baduy, untuk mempermudah mobilitas sosial. Laptop Digunakan untuk administrasi desa, diperkenankan keperluan namun untuk tidak dibawa ke dalam batas tanah hak ulayat. Komputer berikut Digunakan perangkat Operasional untuk administrasi desa, diperkenankan keperluan namun untuk tidak dibawa ke dalam batas tanah hak ulayat. Radio Untuk keperluan mendapatkan informasi terkini dari dunia luar dan mendengar beramacam varian hiburan. Hanya boleh dimanfaa tka n diluar hak ulayat Internet Pengguanaan nternet berbasis data, dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy untuk menjalin masyarakat diluar relasi Baduy dengan untuk keperluan promosi hasil produksi, seperti kain tenun, batik khas dan lain sebagainnya Televisi TV terdapat diluar dari batas hak ulayat masyarakat Baduy luar, 92 terletak di Kantor Desa Kanekes. Mereka memanfaatkan televisi untuk keperluan menggali informasi dari berbagai macam sumber berita, dan menonton hiburan. Hanya diperkenankan ditonton di Kantor Desa. Dari sekian banyak alat teknologi yang digunakan oleh masyarakat Baduy tentunya handphone merupakan teknologi yang hampir digunakan oleh hampir populasi yang tinggal di Baduy luar, termasuk Jaro Saija dan beberapa warga Baduy lainnya. Namun peneliti belum menemukan secara spesifik angka pengguna alat-alat teknologi tersebut.Tapi setidaknya masyarakat Baduy mulai mengenal alat-alat tersebut sebagai sumber kebutuhan sekunder yang memberi kebermanfaatan bagi kelangsungan mobilitas sosial mereka. 2. Analisa Konvergensi Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping Setelah terjadinya kontinyuitas yang menunjukkan adanya peraliha n penggunaan teknologi informasi tradisional menuju teknologi informas i modern oleh sebagian masyarakat panamping. Membuktikan bahwa terjadinya perubahan pada masyarakat panamping yang bersifat lambat (evolusi). Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis tertanggal 10 Oktober 2016 kemarin menghasilkan beberapa faktor yang menunjukka n terjadinya konvergensi antara masyarakat Baduy luar dengan masyarakat Luar Baduy, disebabkan sebagai berikut : 93 a. Faktor letak geografis Salah satu faktor yang menjadi alasan masyarakat Baduy mudah menrima kehadiran alat teknologi Informasi adalah faktor geografis yang berdekatan dengan masyarakat luar. Hal ini dilihat dari batas administrasi penggunaan tanah hak ulayat disebelah utara berbatasan langsung dengan Desa Bojongmenteng, Kecamatan Leuwidamar yang merupakan desa dengan populasi penduduk tidak terikat pada kesukukan Baduy. Hubungan kekerabatan antara orang Baduy dengan masyarakat luar Baduy akan memberikan ide perubahan, karena mereka saling berkomunikasi, saling mengunjungi dan membantu dalam tiap pekerjaan, seperti berhuma untuk mempersiapkan masa tanam dan panen. b. Faktor Kebutuhan Menurut pengakuan Jaro Saija mengapa masyarakat Baduy mulai menerima kehadiran teknologi salah satu diantarnya adalah faktor kebutuhan,yang bersumber dari internal maupun ekternal masyarakat Baduy luar. Internal diri mereka merasa bahwa adanya keinginan untuk berkembang, untuk hidup sebagai mana masyarakat pada umumnya yang ingin melakukan perubahan pada diri merka. kehadiran teknologi ini justru memberikan manfaat untuk mempermudah dalam menjalin komunikasi. Selain itu kebermanfaatan itu juga dialami mudahnya mereka dalam menjalin relasi yang luas untuk memperkenalka n komoditi melalui internet ke pengguna dunia maya. c. Faktor Pertambahan Penduduk Perubahan sosial di Desa Kanekes dapat dikaji juga dari pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, yang menyebabkan garapan perkapita berkurang. Sehingga mereka mencari lahan huma di luar Desa dengan cara membeli, menyewa atau menjadi buruh tani. Dengan demikian banyak warga Baduy memilih untuk berhubunga n 94 dengan warga masyarakat luar, untuk tinggal di luar dari Desa adat, namun masih teguh dalam menjalankan aktivitas adatnya. Selain itu, bertambahnya jumlah penduduk akan berakibat pada keseimbanga n antara jumlah kebutuhan masyarakat Baduy dan jumlah produksi barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini akan menjadi perosalan baru di lingkungan masyarakat Baduy, yang apabila tidak cepat untuk dicarikan solusinya akan berdampak pada eksistensi keadatan. d. Faktor Pengunjung Salah satu faktor lain yang tidak dapat dipungkiri adalah kunjunga n dari berbagai masyarakat luar. Keunikan pola kehidupan masyarakat Baduy dalam menjalankan aktivitas kehidupannya, menjadi pelajaran tersendiri bagi masyarakat modern, tak ayal jika banyak masyarakat modern berkunjung sekedar untuk melihat bagaimana adat-istiadat masyarakat setempat atau untuk melihat eksotisnya pemandangan alam di Desa Kanekes tersebut. Sehingga yang demikian memilik dampak tersendiri bagi masyarakat Baduy luar dalam menjalin komunikasi yang efektif dengan masyarakat luar Baduy. Pada saat ini orang luar yang mengunjungi Baduy semakin meningkat sampai dengan ratusan per orang per kali kunjunga n, biasanya merupakan remaja, mahasiswa dan juga para pengunjung dewasa lainnya. Mereke menerima para pengunjung tersebut, bahkan untuk menginap satu malam, ketentuan bahwa pengunjung menuruti adat-istiadat yang berlaku disana. Aturan adat tersebut diantaranya tidak diperbolehkan foto, tidak menggunakan sabun atau pasta gigi di sungai. Dari beberapa faktor tersebut yang menurut hemat penulis kontak masayarkat Baduy luar terjalin sangat erat, sehingga lambat laun terjadinya proses konvergensi atau akulturasi dengan budaya yang ada di luar. 95 Kehadiran teknologi memberikan warna tersendiri untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat Baduy luar, dengan merasakan kebermanfaatan dari penggunaan teknologi modern yang dikategorika n sebagai berikut : a) Pendidikan/Pengetahuan Masyarakat Baduy luar maupun dalam, memang tidak mengena l sistem sekolah layaknya masyarakat modern pada umumnya, namun bukan berarti mereka tidak mengenal pembelajaran. Melalui metode papagahan masyarakat Baduy diajarkan secara contekstual learning oleh orang tuanya bagaimana cara menanam, menenun, mencari ikan, dan lain sebagainya secara otodidak. Sehingga keterampilan mereka diasah agar kelak mampu hidup secara mandiri dengan keterampila n yang mereka ciptakan sendiri. Kaitannya dengan penggunaan teknologi, bahwa secara tidak langsung alat teknologi telah meningkatkan pengetahuan keterampila n mereka, dalam pengembangan literasi (baca dan menulis), pengelolaa n data, manajemen informasi dan komunikasi. Masyarakat Baduy luar maupun dalam yang dikenal dengan masyarakat informasional atau mengetahui banyak informasi mengenai berita dunia luar. Hal tersebut ditunjang karena kegemaran sebagai orang rawayan (pengembara). Misalnya, Rasti merupakan salah serorang warga Kadekutek, Baduy Luar selama kecil tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali karena aturan pikukuh yang tidak memperbolehkan untuk belajar secara reguler di sekolah. Namun, dengan kehadiran alat teknologi seperti HP misalnya, secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap peningkatan daya tulis dan baca Rasti, ketika mengirmkan pesan (SMS) atau membaca pesan. Sumber pengetahuan itu mereka dapatkan secara otodidak maupun terlatih oleh trainier dari luar masyarakat Baduy. Seperti yang mereka alami beberapa kegiatan disediakannya pusat 96 pelarihan broadband learning center, yang terdapat diluar Desa Kanekes, namun masyarakat Baduy diperkenankan untuk mengik uti proses pelatihan bagaimana cara memanfaatkan teknologi informas i untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat adat tersebut. b) Ekonomi Menurut keterangan disampaiakn Agus selaku Sekretaris Kecamatan Leuwidamar yang diterangkan pada penulis menyatakan bahwa saat ini ada lebih dari 500 perempuan penenun yang ada di Baduy. Sayangnya, penjualan tenun Baduy belum bisa dilakukan secara optimal, hanya terbatas penjualan langsung kepada wisatawan yang berkunjung ke Baduy.129 Hal senada disampaikan oleh Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija, dalam keterangannya. Menurutnya persoalan yang dihadapi saat ini adalah kurangnya promosi dan akses pasar bagi produk-produk kerajinan yang dihasilkan masyarakat Baduy, padahal peluang pasar untuk produk lokal, hasil kerajinan masyarakat adat, sangat dimina ti berbagai kalangan. Kondisi tersebut mendorong perlunya terobosan baru agar tercipta peluang untuk memperluas jaringan pasar produksi masyarakat Baduy, salah satunya pemanfaatan teknologi informasi. “Penerapan teknologi dan informasi bagi masyarakat Baduy ini masih menjadi tantangan hingga saat ini. karena Masyarakat Baduy memiliki aturan adat yang membatasi penggunaa n teknologi dalam kehidupan, sehingga masih perlu dijajaki dulu peluang penggunaan teknologi informasi ini dengan pembahasan yang melibatkan beberapa komponen masyarakat Baduy, Namun untuk Pemerintah Desa Kanekes sendiri membutuhkan pemanfaatan teknologi informasi ini untuk 129 Wawancara, Agus 27 Agustus 2016 97 penyebarluasan potensi dan informasi yang dapat meningkatka n ekonomi masyarakat”130 Artinya Kehadiran alat teknologi memberikan dampak terhadap peningkatan akses promosi pemasaran produk hasil buatan masyarakat Baduy, dengan memanfaatkan alat teknologi mereka mampu menumbuhkan income dari produk-produk yang mereka pasarkan melalu daring. Memanfaatkan jejaring media sosial seperti facebook, instagram, whatsapp. Mereka menjalin komunikasi secara efektif dengan masyarakat luar Baduy dalam mempromosikan produk-produk hasil produktivitas masyarakat Baduy luar. Tidak tanggung-tanggung banyak masyarakat luar daerah Jawa yang turut memesan barang-barang tersebut, seperti yang dialami oleh Samin salah seorang warga masyarakat Baduy luar menjalin mitra dengan warga yang berdomisili Bali, Surabaya, Mekanismenya dan beragama latar belakang daerah lainnya. sama seperti online marketing pada umumnya, bermodalkan saling percaya, barang-barang yang diminta bisa dikirm melalui pos atau pengiriman kilat. Seperti yang dialami oleh Rasti, penenun yang berasal dari Kampung Kadekuteg, Desa Kanekesa (Baduy luar) “yah saya mah biasa jual gitu tuh di Facebook aja, kalau ada yang mesen bayar lewat rekening terus saya kirim lewat JNE, biasaya teh yang banyak pesen dari Bali, Surabaya”131 Hal tersebut juga diakui memberikan keringanan dalam mengurangi jumlah pengeluaran, seperti halnya yang mereka alami pada 130 Dapat dilihat di http://kanekes.desa.id/2016/06/05/menuju-baduy-melek-info rmasi-dan - teknologi/ diakses pada tanggal 7/11/2016 pada pukul. 09:48 131 Rasti, Wawancara 15 Oktober 2016 98 saat tidak mengenal teknologi, mereka harus berpergian ke wilaya h padat penduduk untuk menjualkan produk-produk mereka. Gambar 4.5 Pelatihan Digital Marketing untuk masyarakat Baduy Sumber : http://kanekes.desa.id/2016/10/25/ Gambar di atas menunjukkan bagaimana proses penetrasi pembelajaran tentang pemanfaatan teknologi sebagai sumber dalam meningkatkan kebutuhan ekonomis masyarakat Baduy luar berlangs ung yang diselenggarakan oleh PMK Kominfo, masyarakat Baduy secara intensif diajarkan bagaimana cara memanfaatkan teknologi c) Pemerintahan Pengarsipan, pengelolaan data, manajemen administras i merupakan tugas pokok dan fungsi yang harus dilakukan oleh pemangku jabatan di tingkat Kantor Kepala Desa Kanekes. Untuk menjamin kegiatan tersebut berlangsung secara rapih, masyarakat Baduy luar dibantu oleh masyarakat luar Baduy menggunaka n komputer, laptop dan alat teknologi lainnya untuk dimanfaatkan dalam pengelolaan data, manajemen administrasi Desa. Hal tersebut dialami oleh sebagain masyarakat Baduy luar yang bekerja sebagai Kepala Desa, sekretaris Desa, serta staff, meskipun aturan adat tidak memeperkenankan mereka untuk memiliki alat-alat teknologi tersebut, 99 namun ketentuan perundang-undangan mengharuskan untuk menggunakan alat-alat tersebut untuk mempermudah aktivitas mereka. Misalnya, dalam pembuatan surat-menyurat, mereka dipermudah dengan kehadiran ms word dan excel dan beberapa software microsoft lainnya. Namun kegunaan alat-alat tersebut dibatasi penggunaannya hanya dalam ruang lingkup pekerjaan di Kantor Kepala Desa. Melaui laman www.desa.kanekesa.go.id kini masyarakat luar Baduy sudah bisa melihat beragam aktivitas yang diinformasikan oleh pihak pejabat desa mengenai hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat Baduy luar. Hal tersebut merupakan wujud transparansi birokrasi yang di lakukan oleh pemerintah Desa untuk mewujudkan akuntabilitas program, sehingga Baduy mampu menjadi Desa yang dikenal dan dihargai kehadirannya oleh masyarakat luar Baduy. Berkat keseriusan pejabat pemerintah Baduy dalam menghadirka n iklim kerja yang akuntabel terhadap masyarakatnya melalui laman kanekes.desa.com masyarakat Baduy mendapatkan penghargaan dari Desatika.ID Award 2016. Penghargaan ini diberikan untuk desa dan daerah yang terbukti telah dapat memanfaatkan Teknologi Informas i dan Komunikasi untuk bersuara dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo-RI) yang didukung oleh Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) pada Rabu (28/9).132 132 Dapat dilihat dari http://kanekes.desa.id/2016/09/28/desa-kanekes-terima-penghargaan- destika-id-awards-2016/ diakses pada 7/11/2016 pukul. 09:05 100 Gambar 4.6 Desa Kanekes terima penghargaan Desatika.ID Awards 2016 Sumber: http://kanekes.desa.id/2016/09/28/ d) Komunikasi dan Informasi Tanpa dipungkiri lagi teknologi juga dapat memberikan pengaruh terhadap komunikasi dan penerimaan informasi yang dialami oleh masyarakat Baduy luar. Hal tersebut yang kemudian mempermuda h masyarakat Baduy luar mendapatkan akses informasi berita mengena i keadaan yang terjadi di dalam perkotaan, disamping karena kegemaran mereka dalam melakukan pengembaraan ke kota, terdapat juga pengaruh akibat akses informasi mengenai beragam macam informa s i dari dunia luar. Selain itu juga, dalam mempublikasikan rangkaian program yang dilakukan oleh Baduy luar, terdapat media informasi yang digunaka n sebagai kanal dalam mempublikasikan rangkain program, kunjunga n dan lain sebagainya melalui daring. Melalui web kanekes.desa.co.id dapat memberikan peran tersendiri bagi masyarakat Baduy luar dalam mempublikasikan seluruh rangkaian program yang akan dilakukan oleh 101 pemerintah setempat. Seperti halnya yang baru-baru ini terjadi dikalangan masyarakat Baduy, diadaknnya Festival Baduy 2016 yang diselnggarakan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lebak dengan diaelaborasi oleh masyarakat Baduy setempat. Kegiatan ini ditunjukkan untuk memamerkan hasil karya produk tenun yang dibuat secara turun temurun oleh masyarakat Baduy untuk dikenal secara luas kepada masyarakat khlayak pada umumnya. Berdasarkan pemahaman mengenai analisa di atas, lebih lanjut bahwa dalam kehidupan manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas interaksi. Orang yang tidak pernah berinteraksi dengan manusia bisa dipastikan akan tersesat, karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Interaksi yang memungkin individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai pantuan untuk menafsirkan, situasi apapun yang ia hadapi. Intearksi pula yang memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi situasi-situasi problematik yang dihadapi. Tanpa melibatkan diri dalam berinteraksi, seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia dan memperlakuka n manusia lain secara beradab, karena cara-cara berprilaku tersebut harus dipelajari lewat pengasuhan keluarga dan pergaulan dengan orang lain yang intinya adalah interaksi. Tidak bisa disangkal bahwa interaksi efektif memegang peranan yang penting dalam pembentukan nilai-nilai kebudayaan sehingga dapat diakui oleh seluruh komponen kelompok sosial atau masyarakat karena efek dari komunikasi kebudayaan yang sesungguhnya adalah tidak hanya perubahan paradigma semata, namun lebih jauh lagi perubahan sikap dan perilaku sesuai dengan nilai pesan-pesan yang terkandung didalamnya sehingga secara sadar masyarakat dapat mematuhi dan melaksanakan nilai- nilai kebudayaan sesuai dengan kesepakatan bersama. 102 Interaksi yang intensif membuat masyarakat Baduy luar semakin terbuka dengan budaya luar, sehingga mempengaruhi pilihan penggunaa n teknologi informasi sebagai pilihan utama disamping penggunaan teknologi informasi tradisonal, sebagai cara untuk mempermudah mobilitas, komunik as i dengan yang lainnya. Inilah wujud konveregnsi budaya yang terdapat pada masyarkat Baduy luar, saling mempengaruhi kebudayaan satu sama lain, oleh karena tedapat interaksi yang dibangun secara intensif. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi nilia-nilai yang selama ini dikembangkan, sebagai aturan atau pedoman masyarakat Baduy luar dalam menjalani kehidupannya. 3. Analisa Konsentris Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping Konvergensi pada penggunaan panamping, dimana penggunaan teknologi teknologi informasi informasi masyarakat modern mula i didominasi oleh sebagain masayarakat Baduy, sehingga perlahan mula i menghilangkan aturan pikukuh, namun kehadiaran teknologi informas i modern tidak berperan serta menghilangkan keseluruhan nilai-nila i keperibadain masayarakat Baduy Luar dalam penggunaan teknologi informas i tradisional. Dibuktikan dengan adanya upaya yang secara stimultan dilakukan oleh lembaga adat dalam mengontrol dan menjaga eksistensi aturan adat sebagai pedoman atau aturan yang tidak boleh hilang oleh karena perkembangan zaman yang semakin modern. Di bawah ini akan dijelasakan secara detail beberapa hal yang tidak mudah terpengaruhi oleh karena adanya unsur-unsur kebudayaan dari luar yang saling berkonvergensi dengan unsur budaya masyarakat Baduy luar. Diantaranya adalah sebagai berikut : a. Pikukuh Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Baduy bersumber pada pikukuh atau aturan adat yang dilestarikan dan disepakati secara bersama yang dijadikan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, 103 dengan dielaborasi dengan kepercayaan-kepercayaan lainnya, seperti Hindu, Budha dan Islam. Isi terpenting dalam menjalankan pikukuhnya adalah melestarikan keutuhan adat tanpa ada sedikit upaya untuk merubah dengan maksud apapun. Seperti halnya pameo yang terkenal di masyarakat Baduy “Lojor henteu beunang di potong, pendek henteu benang disambung”(Panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung). Artinya, aturan adat yang dilestarikan bersifat mutlak untuk tetap dijaga keutuhannya, tanpa ada upaya untuk merubah, menggant i, dengan aturan-aturan lainnya. Penerapan pikukuh berlangsung di setiap sektor keberlangsunga n mobilitas sosial masyarakat Baduy luar, tentu berkaitan dengan masalah penggunaan teknologi informasi. Pembatasn penggunaan teknologi informasi modern merupakan pengejawantahan dari aturan pikukuh yang tidak memperbolehkan masyarakat Baduy Luar menggunakan secara berlebihan untuk keperluan diluar dari masalah yang berkaitan dengan eksistensi adat. Pembatasan itu dibuat dalam bentuk norma/ketentua n penggunaan teknologi informasi, seperti pembatasan untuk menonton televisi, menggunakan laptop pada saat jam kerja dan tidak diperkenakan untuk dibawa ke dalam dusun, pemeriksaan secara berkala ke setiap dusun oleh dewan lembaga adat berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi, sehingga kehadiran teknologi informasi tidak lantas menganggu eksistensi adat. Kehadiran lembaga adat yang bertugas mengingatka n, mengontrol berperan sangat vital sebagai penyampai pesan kepala adat kepada masyarakat Baduy Luar agar tidak berlebihan dalam mengguna ka n teknologi informasi modern yang dapat mengancam eksistensi keberlngsungan adat/pikukuh. b. Upacara Adat Upacara adat merupakan kegiatan sakral yang harus dilestarika n sebagai titipan leluhur, dijalankan pada periode tertentu menurut 104 penganggalan yang disepakati bersama. Kehadiaran teknologi informasi memberikan dampak tersendiri bagi publikasi kegiatan seremonial ini, melelui jaringan internet akses informasi yang berkaitan dengan masalah adat dapat terpublikasaikan secara luas kepada khalayak ramai, untuk diketahui dan dipahami sebagai bagain dari adat yang tidak boleh hilang dari masyarakat Baduy. Sehingga masyarakat luas, semakin banyak mengetahui bagaimana pola adat yang tetap dilestarikan oleh masyarakat Baduy dan juga sebagai medai untuk menyampaikn pesan berupa nilai-nilai yang dijadikan ruh dalam melaksanakan mobilitas sosial mereka. Dalam hal ini akan dijelasakan, bentuk kegiatan sakral yang tetap dilestarikan oleh masyarakat Baduy Luar, diantaranya adalah : 1) Upacara Kawalu Yaitu upacara yang dilakukan dalam rangka menyambut bulan kawalu yang idanggap suci dimana pada bulan kawalu masyarakat Baduy melaksanakan ibadah puasa selama 3 bulan yaitu bulan Kasa, Karo dan Katiga.133 2) Upacara Perkawinan Sistem perkawinan pada masyarakat Baduy menggunakan sistem perjodohan oleh sepuh. Bagi peria yang hendak melangsungka n pernikahan harus mengikuti prosedur adat yang ada, berbicara kepada puun kemudian dicarikan oleh puun pasangan. Proses pelamaran dibutuhkan waktu 1 tahun dengan 3 kali melamar. Setelah itu, mempelai pria dan salah seorang kerabatnya pergi ke kampung Cicakalgirang, kampung muslim yan gberada di Baduy. Untuk 133 kemudian menghadap ke amil dan membaca sadat Ivan Masdudin, Keunikan Suku Baduy di Banten, (Banten: Talenta Pustaka Indonesia,2011), cet II, hal. 24 105 panamping, 134 dalam bahasa sunda kuno, agak serupa dengan syahadat Islam pad umumnya. Proses perkawinan sama halnya dengan masyarakat pada umumnya mengundang sanak kerabat, menghadirkan hiburan untuk memeriahkan panggung acara. 135 3) Seba yakni berkunjung ke pemerintahan daerah atau pusat yang bertujuan untuk memperkuat tali silaturahim antar masyarakat Baduy dengan pemerintah, dan bentuk penghargaan terhadap pemerintah dari Baduy.136 Namun kehadiran teknologi biasanya menghasilkan kejutan budaya yang pada akhirnya memunculkan pola perilaku yang baru, pola perilaku yang mungkin akan berdampak pada kehilangan keperibadian/nilai- nilia tradsional yang menjadi pijakan masyarakat Baduy luar. Hal tersebut mungkin bisa terjadi, apabila tidak ada upaya strategis dilakukan oleh masyarakat Baduy luar dalam menghadapi adanya upaya pertentangan dengan nilai-nilia tradisiona l yang dilakukan oleh unsur budaya. Upaya untuk mengantisipasi terjadinya dekadensi nilai-nilai keperibadian masyarakat Baduy merosot sebab pengaruh adanya teknologi yang massif. Maka di Baduy adanya lembaga adat berfungs i sebagai dewan pengarah yang berfungsi mengadakan sebuah pertemuan khusus untuk membahas masalah-masalah tentang keadatan, yang langsung dipimpin oleh puun, Jaro Tujuh, Kepala Desa, dan beberapa tokoh adat lainnya. 134 Merupakan pengucapan lafadz syahadatain dengan menggunakan bahasa Sunda Kuno, dalam tradisi masyarakat Baduy ketika prosesi perkawinan berlangsung, salah satu syarat adalah mengucapkan kalimat syahadat tersebut. Ini menandakan secara jasad bahwa masyarakat Baduy sudah mengakui Islam sebagai agamanya, namun belum mampu menjalankan ibadah/kewajiban muslim pada umumnya. Adapun bunyi syahada tersebut adalah sebagai berikut ; “Asyhadu Alla ilaha illalah wa asyhadu anna Muhammad da Rasulullah isun netepkeun ku ati yen taya deui Allah di dunya ieu iwal ti Pangeran Gusti Allah jeung taya deui iwal ti Nabi Muhammad” 135 Ivan Masudidin, loc,cit., 136 Ivan Masdudin, 106 Sehingga apa yang terjadi pada masyarakat Baduy luar, dalam keadaan apapun harus tetap meneguhkan ketaatan dalam menjalankan pikukuhnya. Adapun yang dibahas adalah mengenai masalah adat istiadat, penaggalan tahun, penanggalan bulan, dan beragam masalah yang ada di Baduy luar untuk di komunikasikan melalui musyawarah lembaga adat yang melingkupi masalah kebijakan pemerintah Daerah dan Pusat, yang berkaitan dengan keterlibata n masyarakat adat dan atau berkaitan dengan masalah kesukuaan. Dari beberapa pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa, adanya keterikatan antara teori yang diungkapkan oleh Ki Hadjar mengenai masalah kebudayaan dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat saat ini. Penulis mengambil studi kasus masyarakat Baduy luar yang sudah diberikan kelonggaran dalam menerima unsur budaya dari luar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori Trikon dengan ketiga konsepnya (kontinyuita s, konvergensi, dan konsentris) masih tetap relevan untuk di implementasika n sebagai pengetahuan baru mengenai masalah budaya di Indonesia dengan realita masyarakat budaya saat ini, yang hari ini mengalami globalisasi dari setiap sektor kehidupan. Ketiga konsep tersebut merupakan strategi untuk mempertahanka n, menjaga keperibadian karakter budaya bangsa yang mulai mengala mi konvergensi dengan budaya luar, sehingga budaya luar tersebut tidak lantas menghilangkan karakter budaya sendiri, tapi mampu mengambil kesempatan untuk lebih bahkan mendominasi budaya luar saat ini. Henricus Suparlan menjelaskan bahwa ketiga konsep tersebut turut ambil memberikan khazanah pemikiran tentang Budaya yang ada di Indonesia melalui pemikiran Ki Hadjar Dewantara kontinyu dengan alam masyarakat Indonesia sendiri. Artinya, secara kontinyu kebudayaan harus diestafetkan atau diberikan kepada generasi penerus secara terus-menerus. Kemudian konvergen dengan budaya luar. Artinya, penerima nilai- nilai budaya dari luar dengan selektif dan 107 adaptif dan akhirnya bersatu dengan alam universal, dalam persatuan yang kon-sentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai kepribadian sendiri.137 Dari keterangan di atas dapat dismpulkan berarti bahwa dalam upaya yang dilakukan oleh masyrakat Baduy luar bisa menjadi rujukan bagi masyarakat luar Baduy dalam menjaga keluhuran budaya Bangsa Indonesia saat ini, ditengah arus modernisasi yang kian membudahkan terjadinya interaksi antar budaya sehingga berpotensi terjadinya akulturasi kedua budaya, yang juga berpotensi menghilangkan keperibadian budaya bangsa sendiri. Ini terbukti dengan yang terjadi saat ini, sikap pragmatis, koruptif intoleransi, merupakan sifat yang tidak bersumber dari Budaya timur milik Bangsa Indonesia, namun nampak terjadi saat ini di banyak kalangan masyarakat Indonesia C. Pembahasan 1. Kontinyuitas Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping Dalam sejarah hidup, manusia senantiasa menghadapi masalah- masa la h baru. Dalam setiap perjalanan waktu manusia senantiasa menghadap i persoalan-persoalan baru yang lebih rumit. Kerumitan ini yang kemudian menuntut manusia untuk senantiasa berpikir agar dapat mencari kerangka yang solutif. Misalnya dalam konteks masyarakat Baduy luar saat ini, saat mereka dihadapkan oleh kesulitan untuk berkomunikasi dengan sahabat dekat yang berada diluar Desa Kanekes, atau yang sedang melakukan perjalanan panjang untuk menjual komoditasnya, saat itu mereka mulai berfikir bagaimana komunikasi agar tetap bisa berjalan meskipun dalam keadaan jarak dan ruang yang jauh, kemudian mereka memulai menggunakan alat teknologi 137 Henricus Suparlan, Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Sumbangannya Bagi Pendidikan Indonesia, Jurnal Filsafat Vol.25, Nomor 1, April 2014, hal. 11 108 handphone misalnya untuk menjamin komunikasi dengan kerabat yang lainnya tetap terjaga. Dalam hal ini menunjukan bahwa budaya bersifat dinamis, akan terus mengalami perkembangan baik secara evolutif maupun revolusioner. Ki Hadjar melalui konsep kontinyuitasnya adalah : Yang berarti bahwa garis hidup kita di jaman sekarang harus merupakan lanjutan,terusan, dari hidup kita di jaman silam, jangan ulangan atau tiruan dari bangsa lain. Artinya Ki Hadjar adalah mengisayaratkan bahwa apa yang dialami oleh manusia saat ini merupakan lanjutan dari satu proses yang tidak akan pernah mengalam statis, selalu dinamis yakni salah satu unsur dari kebudayaan. Begitu halnya dengan yang dialami oleh masyarakat Baduy luar, dahulu orang Baduy dilarang untuk menggunakan beragam alat modern, jangankan alat-alat telekomunikasi, bahkan sendok, piring, gergaji yang difungsikan sebagai alat-alat untuk membantu produktivitas mereka pun tidak diperkenankan dimiliki bahkan digunakan, karena dianggap melanggar aturan adat. Seperti yang diungkapkan oleh Samin yang merupakan warga Kampung Kaduketug, Desa Kanekes (Baduy Luar). Dulu, pake piring, sendok, alat-alat masak saya juga teh dirampas adat, karena ngga boleh dipake dari leluhur, sekarang mah udah dima’lumi bahkan pake hp untuk ngbrol juga udah dibolehin adat138 Namun, dalam kenyataanya perubahan bersifat mutlak, akan sama boleh sama terus berganti dengan mengikuti perkembangan zamannya. Sekalupun masyarakat terisolasi atau suku-suku permitif, hanya yang membedakan adalah waktu atau proses yang terjadi pada perubahan itu sendiri. Jaro Saija memaklumi keadaan tersebut dengan mengatakan bahwa 138 Kang Samin, Wawancara, tanggal 15 Oktober 2016 109 Memang kalau sekarang, wayahna zaman maju kan yah, zaman berkembang, zaman subur gitu yah, memang banyak pengaruhpengaruh misalkan pakaian, makanan, begitu juga kemajaun segala gitu yah, memang banyak pengaruh gitu yah, cuman memang Baduy luar maupun Baduy dalam, biarpun luar berkembang maju, tapi tetep disini (adat istiadat) itu harus bertahan. 139 Pengguanan teknologi informasi dan dianggap memiliki manfaat bagi keberlangsungan hidup masyarakat Baduy luar karena tuntutan zaman yang cenderung mengalami gelombang perubahan yang cepat mengharuska n mereka untuk menyesuaikan dengan tuntutan tersebut. Alat teknologi tidak semuanya memiliki dampak yang negatif namun juga memiliki dampak positif yang dapat dirasakan oleh masyarakat Baduy luar. Misalnya dalam penggunaan handphone selain difungsikan untuk memudahkan komunikasi antar warga di seluruh juru dunia. Masyarakat Baduy kini dimudahkan untuk membuka kran-kran pasar konsumen hasil dari penggunaan alat teknologi handphone dengan akses internet untuk mempromosikan semua komoditi khas Baduy ke seluruh lapisan masyarkat melalui jejering sosial, Facebook dsb. Hal ini dirasakan betul oleh Samin salah seorang warga Baduy luar, Kampung Kadeketug, Desa Kanekes. Bagaimaan teknologi bisa memberika n manfaat bukan sekedar alat komunikasi tapi juga sebagai alat promosi produksi ke berbagai jejearing media sosial. Atau pendek kata bahwa samin telah melakukan praktik online shop untuk memudahkan jangkauan konsumennya. Kebermanfaatan itu ditunjukkan dengan banyaknya konsumen yang memesan secara daring kepada Samin untuk membeli komoditi kerajinan khas Baduynya seperti tenun, asesoris, batik Baduy. Mekanisme nya persis seperti halnya online shop pada umumnya, si pembeli melakukan pemesanan dengan menghubungi nomer yang tertera pada jejaring media 139 Jaro Saija, Wawancara, tanggal 27 Agustus 2016 110 sosial. Kemudian melakukan negosisasi untuk menentukan harga yang pas sesuai dengan jenis barang yang ingin dibeli. Setelah itu mengirimkan uang melalui rekening yang diberikan oleh penjual. Selanjutnya si penjual mengirimkan barang tersebut kepada si pembeli melalui jasa antar barang kepada alamat yang tertera. Kemudian mengkonfirmasikan kepada pembeli bahwa barang sudah dikirmkan dengan menunjukan no resi pengirima n. Apabila dalam jangka waktu panjang si pembeli tidak kunjung menerima barang tersebut maka bisa komplain. Sampai saat ini jangkauan konsumen berasal dari banyak daerah, Bali, Surabaya dan lain-lain. Kalau dilihat dari apa yang terjadi pada masayarkat Baduy luar, perubahan terjadi karena faktor ketidakpuasan masyarakat melihat kondisi sosial yang mempengaruhi kondisi sosial yang berlaku pada masa ini mempengaruhi pribadi mereka. Dan perubahan yang terjadi tidak selamanya akan mempengaruhi seluruh unsur-unsur sosial dan budaya. Seperti halnya penggunaan teknologi akan berjalan lebih cepat dibandingkan dengan perubahan pada apa yang terjadi pada perubahan budaya, pemikira n, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma yang menjadi alat ukur untuk mengatur manusia. Teknologi biasanya menghasilkan kejutan budaya yang pada akhirnya memunculkan pola perilaku yang baru, meskipun terjadi konflik dengan nilai- nilai tradisonal. Dalam konteks ini berlaku teori fungsiona lis yang memandang bahwa meskipun terjadi hubungan yang berkesinambunga n antara unsur sosial masih ada yang mengalami perubahan sebagian yang mengalami perubahan tetapi sebagain yang lain masih dalam keaadaan tetap (statis). Relevansi konsep Kontinyuitas terhadap budaya yang saat ini terjadi di kalangan masyarakat Baduy luar terlihat sangat nampak pada sisi penggunaan teknologi, yang merupakan kelanjutan dari hasil proses interaksi yang secara massif dilakukan oleh masyarakat Baduy luar dengan warga luar Baduy. Namun, perubahan ini tidak serta merta akan merubah seluruh tatanan sosal, budaya, pemikiran, presfektif,dan perilaku masyarakat Baduy luar. 111 Dalam konteks ini sangat nampak sesungguhnya bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari gejala kehidupan sosial, sehingga gejala perubahan sosial yang terjadi pada kalangan masyarakat panamping merupakan hal yang normal. Gejala perubahan itu terlihat dari sistem nila i maupun norma yang pada suatu saat berlaku akan tetapi di saat lain tidak berlaku. Menurut Gillin dan Gillin dalam Setidai mengartikan bahwa perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi maupun penemuan-penemuan baru dalam kelompok masyarakat. 140 Sesungguhnya yang terjadi pada masyarakat Baduy luar akibat adanya interaksi yang sangat masif dilakukan oleh masyarakat Baduy luar dengan masyarakat diluar Baduy, atau menggunakan istilah Gillin dalam penjelasan di atas telah terjadinya difusi kebudayaan yang terjadi di kalangan masyarakat Baduy luar dengan masyarakat luar Baduy. Perubahan sosial yang terjadi di kalangan masyarakat Baduy cenderung lambat atau (evolusi) hal ini terlihat dari lamanya masyarakat Baduy dalam merespon modernisasi secara sempurna dengan sebab adanya beberapa faktor penghambat terjdainya perubahan sosial budaya. Teori evolusi yang diilhami oleh pemikiran Darwin yang kemudian dijadikan patokan toeri perubahan oleh Herbert Spencer, yang selanjutnya dikembangkan oleh Emil Durkheim dan Ferdinand Tonnies. Menurut teori ini yang memandang bahwa masyarakat berubah dari tingkat peradaban sederhana ke tingkat peradaban yang lebih kompleks. Transformasi antarfase ini dilihat dari tingkat hubungan sosial di mana dalam struktur masyarakat tradisional lebih banyak diwarnai oleh pola-pola sosial komunial ke arah yang 140 Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. (Jakarta:Kencana, 2011), hal. 624 112 lebih kompleks. Hal ini senada dengan teori yang dikembangkan oleh August Comte dengan unliner teheoris of evolution, yang memandang bahwa manusia dan masyarakat senantiasa mengalami perkembangan sesuai dengan tahapantahapan tertentu dari bentuk kehidupan yang sederhana ke bentuk kehidupan yang sempurna (kompleks). Seperti halnya masyarakat Baduy luar yang lambat laun sudah mengalami perkembangan dari yang bermula tradisiona lis menuju masyarakat yang kompleks dengan kehadiran teknologi informas i sebagai salah satu wujud perkembangan budaya dari haril penetrasi dengan kebudayaan luar. 2. Konvergensi Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping Era globalisasi telah menjadikan situasi dunia menjadi amat transparan. Globalisasi bagaikan “jendela” untuk melihat kejadian‐kejadian di seluruh penjuru dunia terdapat hampir di setiap rumah. Apa yang terjadi di salah satu sudut bumi dalam waktu singkat dapat ditangkap dari berbagai belahan dunia, “pintu gerbang” antarnegara semakin terbuka, sekat‐sekat budaya menjadi hilang, budaya antarbangsa semakin membaur, melebur; serta saling mempengaruhi. Inilah yang melahirkan hal yang disebut oleh John Naisbitt sebagai “gaya hidup global” yang ditandai dengan keterpurukan dan tersingkirnya budaya local. Ki Hadjar mengemukakan proses peleburan yang terjadi akibat pengaruh dari budaya lain adalah proses konvergensi yang merupakan : adalah berarti datang berkumpulnya aliran-aliran yang pada permulaannya berlainan azas, dasar serta tujuan, akan tetapi karena aliran itu bersama-sama menempati alam serta zaman yang satu, lambat laun terpaksalah saling mendekati manusia berkumpul kelaknya, dimana telah nampak ada kepentingan-kepntingan bersama. Maksud dari penjelasan di atas adalah upaya menyatukan antara dua hal yang berebeda baik dalam segi apapun. saling berhubungan dan menjadi satu. Manusia menjadikan sebuah kebudayaan maju berkembang maka hal 113 pokok yang harus dilakukan adalah dengan cara berbaur dengan kebudayaan yang lain. Dengan tetap menyesuakan diri agar tidak terbawa arus kebudayaan lain, sehingga nilai-nilai yang dimliki tetap terpatri dan terimplementasi dalam setiap aturan kehidupan. Proses yang dialami oleh masyarakat Baduy luar saat ini, merupakan hasil dari perpaduan antara kedua budaya yang saling berkomunikasi atau berinteraksi secara massif. Sehingga masyarakat Baduy luar mengena l, bahkan mempraktekan penggunaan alat teknologi informasi tersebut, didasari oleh karena faktor kebutuhan masyarakat Baduy. Namun proses pembauran teknologi tidak serta mempengaruhi unsur-unsur kebudayaan lainnya. Sehingga pengaruh penggunaan alat teknologi tidak mampu mengubah pola perilaku masyakat Baduy yang tradisional, dan lain sebagainnya. Dalam Konvergensi Budaya, Henry Jenkins memberika n perhatiannnya kepada empat aspek konvergensi yaitu ekonomi, teknologi sosial dan budaya. Perkembangan teknologi informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan itu dimulai sampai dengan berakhir , kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan dengan fasilitas elektronik. Lahirnya konsep konvergensi budaya agar mengubah tatanan hidup masyarakat agar lebih praktis, efisien dalam pemanfaatan ataupun melengkapi kehidupannya sehari-hari misalnya mengenai pengelolaan ekonomi. Arus informasi yang begitu cepat mampu mengubah pola prilaku masyarakat dalam bekerja, mengelola keuangan, perdagangan dengan bantuan e-commerce, e-banking. Membantu pekerjaan bidang kepemerintahan yang dikenal dengan egovernment, segala aspirasi masyarakat dan juga sebagai wahana sosialisas i, interaksi yang terangkul dalam fasilitas ini. Dalam bidang pendidikan elearning, e-education e-library, e-journal dalam bidang kedokteran, e- 114 medicine, e-laboratory, e-biodiversity, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika Dalam konteks masyarakat Baduy proses akulturasi atau konvergens i terjadi karena terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture), dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur unsur kebudayaan asing (overt culture). Covert culture misalnya: 1) sistem nilai- nilai budaya, 2) keyakinan-keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, 3) beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat, dan 4) beberapa adat yang mempunya i fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sedangkan overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan Salah satu wujud dari akulturasi dari perlatan dan teknologi terliha t dari seni bangunan candi yang mengandung unsur budaya India. Akan tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis. Dalam konteks masyarakat Baduy, kehadiran teknologi nformasi tidak serta merta dapat mempengaruhi dan menghilangkan teknologi informasi tradisional yang sudah menjadi budaya setempat, hanya saja dapat memberikan kemudahan dalam menjalanka n aktivitas mobilitas sosial mereka. 115 Gambar. 4.7. Proses Akulturasi Budaya Unsur-unsur kebudayaan dari maasing- masing kebudayaan yang berbeda saling bercampur satu sama lain sebagai akibat dari pergaulan atau interaksi yang intensif dalam waktu yang lama, namun tidak menyebabkan muncul budaya baru. Sumber : Elly Setiadi, 2013 Gambar di atas menunjukkan terjadinya proses konvergensi atau kontak budaya luar dengan masyarakat setempat menjadikan masyarakat Baduy mulai menegenal kebudayaan lain. Namun tidak mengubah seluruh sistem-sitem atau norma yang dibangun oleh masyarakat setempat dalam menjalankan roda kehidupannya. Inilah yang disebut dengan proses akulturasi yang dialami oleh masyarakat Baduy. Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha manusia mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentinga nkepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Proses yang dialami oleh masyarakat Baduy Luar dengan masyarakat luar Baduy merupakan contoh adanya proses asimilasi yang saling memberikan perubahan terhadap budayanya masing- masing. Masyarakat Baduy luar seiring perkembangan zaman mulai merasakan bagaimana manfaat dari penggunaan teknologi informasi yang biasa digunakan oleh masayarakat modern, begitupun dengan masyarakat Luar Baduy yang juga 116 sama-sama merasakan manfaat dari kehadiaran alat teknologi informa s i tradisionalnya masyarakat Baduy, seperti kehadiaran alat musik khas Baduy (pantun, angklung, dll) sebagai media komunikasi masyarakat Baduy saat perayaan keagamaan memebrikan manfaat tersendiri untuk masyarakat luar Baduy. 3. Konsentris Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping Konsep yang terakhir ini memandang bahwa apabila dua budaya saling bertemu dan menghasilkan perpaduan yang saling mengikat tidak lantas kemudian akan menghilangkan jati diri/keperibadian budaya asli. Konsentriet yaitu berarti bahwa sesudah kita bersatu dengan bangsabangsa lain sedunia, janganlah kita kehilangan keperibadian kita sendiri, sungguhpun kita sudah bertitik pusat satu, namun di dalam lingkara nlingkaran yang konsentris itu, kita masih mempunyai sirkel sendiri Menurut Ki Hadjar, perpaduan antara dua budaya yang saling menjalin kontak secara massif, tidak lantas kemudian menghilangkan ciri keperibadian dari budaya asli tersebut. Penggunaan teknologi merupakan hasil dari interaksi yang dilakukan secara intensif dengan masyarakat luar Baduy sehingga kehadirannya yang merupakan hasil dari adanya konvergensi budaya satu dengan yang lain tidak akan mempengaruhi unsur kebudayaan lainnya. Dalam hal ini William Ogburn menjelaskan, meskipun terdapat hubunga n yang berkesinambungan antara unsur sosial satu dan yang lain, namun dalam perubahan ternyata masih ada ada sebagain yang mengalami perubahan tetapi sebagian yang lain masih dalam keadaan tetap (statis). 141 Hal ini sesuai diungkapkan oleh Jaro Saija bahwa ada beberapa hal yang tidak boleh hilang dari masyarakat Baduy dalam maupun luar meskipun masyarakat Baduy luar 141 Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. (Jakarta:Kencana, 2011), hal. 277 117 mengalami akulturasi budaya dengan masyarakat luar , yakni unsur penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Memang kalau yang harus dipertahankan itu yah, disebutkan dari rukunnya, agamanya, agamanya itu disebut agama sunda wiwitan nabi Adam itu hukumnya itu, panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung, gede tidak boleh dicokot, kecil tidak boleh ditambah itu harus seperti ngadeg seceklekna nila sapatna,sebagai hukum aturan Baduy kahiji. Kadua ayana meren seperti bikin rumah, itu tidak boleh rubah, seperti gini aja, keduanya yang masalah itu bangunan yang permanen itu kan tidak boleh, bangunan permanen seperti kaya luar, misalkeun bikin gedong ini yang tembok.142 Jaro Saija menjelasakan bahwa meskipun terdapat pengaruh dari masyarakat luar Baduy, yang memberikan dampak tersendiri bagi keberlangsungan beberapa aktivitas masyarakat Baduy, namun tentu hal tersebut tidak serta merta akan mempengaruhi seluruh unsur-uns ur kebudayaan masyarakat setempat, seperti halnya aturan pikukuh, agama, dan upacara serta bentuk bangunan rumah masyarakat Baduy. Kondisi ini seperti yang digambarkan oleh Ogburn melalui penjelasannya tentang teori fungsionalis yang berasumsi bahwa penyebab perubahan adalah ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa ini yang mempengaruhi pribadi mereka, namun setiap perubahan tidak selalu akan mempengaruhi semua unsur sosial, sebab masih ada sebagain yang tidak akan berubah. Kemudian Ogburn menjelaskan bahwa perubahan teknologi akan berjalan lebih cepat dibanding dengan perubahan pada perubahan budaya, pemikiran, kepercayaan nilai- nilai, norma-norma yang menjadi alat untuk mengatur kehidupan manusia. 143 142 Wawancara, Jaro Saija, tanggal 27 Agustus 2016 143 Elly M. Setiadi, Usman Kolip, op,cit., hal. 277 118 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitan tentang Analisis Teori Trikon terhadap Budaya Penggunaan Teknologi Masyarakat Baduy ( Studi Kasus Masyarakat Baduy luar (Panamping), Desa Kanekes, Kec Leuwidamar, Lebak, Banten) maka diperoleh kesimpulan sebagai di bawah ini. Teori trikon yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai strategi untuk meneguhkan kebudayan masih terlihat relevan untuk digunakan rujukan dalam kajian ilmiah baik bersifat teoritis maupun praktis. Hal ini ditunjukka n dengan adanya bukti bahwa secara eksplisit apa yang terjadi oleh masyarakat Baduy luar merupakan wujud dari upaya implementasi teori trikon yang berisi nilai dasar sebagai berikut: 1) Adanya unsur budaya baru yang diterima oleh masyarakat Baduy luar dalam penggunaan teknologi informasi, yang mulanya mereka masih menggunakan peralatan teknologi informasi yang tradisional seperti pantun, kentongan, dan mantun. Artinya terjadi proses kontinyuitas/perkembangan ke arah lanjutan dari budaya lama ke budaya baru 2) Proses konvergensi terjadi akibat faktor geografis yang berdekatan yang memungkinkan terjadinya interaksi secara intensif dengan masyarakat luar baduy, sehingga mempengaruhi tingkat kebutuhan masyarakat yang mengalihkan pada penggunaan peralatan teknologi informasi modern, sampai terjadinya proses akulturasi dan asimilisasi. 3) Konsentris terjadi setelah terjadinya konvergensi budaya masyarakat luar Baduy dengan masyarakat Baduy luar, namun tidak serta merta mempengaruhi kehilangan nilia-nilai keperibadian masyarakat setempat 119 karena lekatnya aturan pikukuh masyarakat Baduy luar. Sehingga kehadiaran peralatan teknologi informasi diawasi tingkat penggunaannya sebatas media komunikasi dan informasi saja. B. Saran Setelah dikemukakan kesimpulan di atas, pada bagian berikut ini akan disajikan beberapa saran yang merupakan implikasi dari hasil penelitan yang telah dibahas. Beberapa saran itu adalah : 1. Ki Hadjar Dewantara merupakan seorang pendidik sekaligus budayawan, merupakan tokoh kebanggaan bangsa. Hari kelahirannya diabadikan sebagai hari pendidikan oleh Negara berkat jasa dan, pemikirannya untuk kemajuan pendidikan dan masa depan anak Indonesia. Negeri ini banyak yang kurang mengenal kiprah pemikirannya bagi kebudayaan di Indonesia, oleh karena melalui penelitian sederhana ini diharapkan dapat bisa menjadi pemicu bagi penelitian yang serupa untuk mendalami pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara. 2. Pemerintah berperan serta dalam memajukan kualitas Sumber Daya Masyarakat Baduy, dengan melakukan pendidikan informal berupa edukasi mengenai penggunaan dan pemanfaat teknologi TI, dan dipadukan dengan pemahaman kearifan lokal masyarakat Baduy Luar. 3. Untuk seluruh lapisan masyarakat, pengunjung Baduy, hendaknya menjadikan penelitian ini sebagai bahaan rujuakn bagi keberlangsunga n mobilitas sosial budaya, belajar mempertahankan keperibadian budaya sendiri, dan melebur dengan tujuan untuk menyatu dan berkembang dengan budaya asing. 4. Bagi para akademisi diharapkan menjadikan penelitian sederhana ini sebagai wujud nyata yang merepresentasikan buah pemikira n Ki Hadjar Dewantara sebagai tokoh kebanggaan Bangsa. 120 DAFTAR PUSTAKA Darmawan, Dani., dkk. “Dasar Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: UPI Press, 2006. ______________. Teknologi Informasi dan Komunikasi, Modul, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perdagangan, 2009. Dewantara, Ki Hadjar. Karja 1 Ki Hadjar Dewantara. Jogjakarta ; Majlis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962 ________________. Karya Ki Hadjar Dewantara bagian Pertama; Pendidikan, Yogyakarta: Majelsi Luhur Persatuan Tamansiswa, 2011. cet IV Effendi, Ridwan., Eli M.Setiadi. Pendidikan Sosial Lingkungan dan Teknologi (PLSBT), Bandung: UPI Perss, 2006. Ghee, Lim Teck., Alberto G.Gomes. Suku Asli dan Pembanugnan di Asia Tenggara, Terj. dari, Tribal Peoples and Developement in Southeast Asia,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993, Cet. I Havilam, Willaim A., R.G. Soekadijo, ”Antropologi 4th Edition Jilid II” Jakarta: Erlangga. _______________ , Anthropology 4th Edition. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama Hidayah, Zulyani, Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2015 Holmes, D Lowels.Anthropology an Introduction. United States of America: The Ronald Press Company, 1965 121 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2013 ______________, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru, 1980 Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989 Kottak, Phillp Conard. Anthropology: The Exploration of Human Diversity, New York: McGraw-Hill, 2013 Masdudin, Ivan, Keunikan Suku Baduy di Banten. Banten: Taletna Pustaka Indonesia, 2011. Paeni, Mukhlis, dkk (eds), Sejarah Kebudayaan Indonesia : Sistem Teknologi, Jakarta: Raja Grasfindo, 2009. Permana, Cecep Eka. Tata Ruang Masyarakat Baduy. Jakarta: Wedatama Widya, 2016 Pedoman Penulisan Skripsi FITK, Jakarta:Tanpa Penerbit Saefudin, Ahmad Fedyani, Antropologi Kontemporer. Jakarta : Kencana, 2006 Setiadi, M. Elly., Usman Kolip. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial. Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2013. Sihabuddin, Ahmad.Saatnya Baduy Bicara. Banten: Bumi Aksara, 2013 Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Rajawali Press, 2012 Spradley, James P. Metode Etnografi Yogyakarta: PT Wacana Yogya, 1997 Sulistyaningsih,Metodologi Penelitian -Kualitatif dan Kuantitafit. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012 Tilaar, H.A.R., “Pedagogik Teoritis untuk Indonesia” Jakarta : Kompas, 2015 122 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI), Jakarta: Balai Pustaka, 1988 Tumanggor, Rusmin,dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar” Jakarta:Pernada Media Group, 2010 Widianto, Bambang, Perspektif Budaya: Kumpulan Tulisan Koentjaraningrat Memeroial Lectures. Jakarta : Rajawali Press, 2000. Jurnal, Artikel dan Makalah : Baiq Setiani, Fungsi dan Peran Wanita Dalam Masyarakat Baduy, lex Jurnalica, Vol.3 No.3 Agustus 2006 Hasanah, Aan, “Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Pada Masyarakat Minoritas Studi Atas Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Baduy Banten Jurnal Studi Keislaman, 2012, (http://ejournal.iainradenintan.ac.id). Indrajit, Richardus Eko. Pengantar Konsep Dasar : Manajemen Sistem Informasi dan Teknologi Informasi, Artikel, 2010. Permana, Raden Cecep Eka dkk, Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana Pada Masyarakat Baduy, Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Vol.5 No. 1 , Juli 2011 Prihantoro, Feri. Kehidupan Berkelanjutan Masyarakat Baduy, Jurnal Bintar i Foundation, 2006 Peraturan Daerah No 31 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy, Kabupaten Lebak, Banten, 2001. Diambil dari www.setda.lebakkab.go. id Pandit, Putu Lukman. “Penggunaan Teori dalam Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Jurnal ISPII, Tanpa Tahun. Poerwadi Hadi Pratiwi, “Asimilasi dan Akulturasi: Sebuah Tinjauan Konsep” Jurnal, 123 Pasaribu, Rowland B. F., Masyarakat dan Kebudayaan, Jurnal, Tanpa Tahun, hal. 56 Permana, Raden Cecep Eka, dkk, Kearifan Lokal tentang Mitigasi Bencana pada Masyarakat Baduy, Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Jawa Barat, Jawa Barat, vol. 15, No.I, Juli 2011 Mahrus, R.M., H. Efendi. Teknologi Informasi dan Sosial Budaya : Telaah Kritis terhadap Pergeseran Sosial Budaya di Era Global, Perpustakaan Digital UIN Sunan Kaliajaga, Yogyakarta Senojai, Gunggung. Perilaku Masyarakat Baduy dalam Mengelola Hutan, Lahan, dan Lingkungan di Banten Selatan, Jurnal Humaniora, Vol. 23, 2011 Setyowati, Etnografi sebagai Metode Pilihan dalam Penelitian Kualitatif di Keperawatan, Jurnal Keperawatan Indonesia, vol 10, No.1, Maret 2006 Suparlan, Henricus. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Sumbangannya Bagi Pendidikan Indonesia, Jurnal Filsafat Vol.25, Nomor 1, April 2014 Wahid, Mastkur. Sunda Wiwitan Baduy: Agama Penjaga Alam Lindung di Desa Kanekes Banten, Artikel pada IAIN Sultan Hasanudin Banten, Banten Wardiana, Wawan.“Perkembangan Teknologi di Indonesia”, Makalah,. 9 Juli. Jakarta :Fakultas Teknik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Jurusan Teknik Informatika. 2002. Wilodati, “Sistem Tatanan Masyarakat dan Kebudayaan Orang Baduy”, Jurnal, Tanpa Tahun 124 Website : - http://wisnumintargo.web.ugm.ac.id/?p=64 - https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes - http://www.indotelko.com/kanal?c=in&it=telkom-dunia- masyarakatBaduy, - http://beta.telkom.co.id/telkom-peduli/berita-csr/sosial/sekda-banten-egmdcs-barat-resmikan-pelatihan-internet-di-Baduy.html - https://tamansiswajkt.wordpress.com/2013/05/28/teori-trikon/ LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN I Hasil Wawancara Informan I Nama : Saija Jabatan : Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar Alamat : Kp. Kaduketug, Ds. Kanekes, Kec. Leuwidamar, Kab. Lebak. Tanggal : 27 Agustus 2016 Tempat : Rumah Singgah Jaro Kanekes Pengantar Penanya : Sudah lama pak menjadi Jaro? Informan : Baru satu setengah tahunan lah Penanya : Di Baduy itu sendiri gimana sih sistem penunjukannya? Informan : Penunjukannya dari puun, dari puun ada lagi dari Jaro 7 (puun, seurat, tangtu, dan lembaga adat) kalau yang disepakati di Jaro 7 itu ditentukan ya kapan dan siapa yang ditunjuk, kalau sudah di tunjuk, ada selametan, selametannya yaitu upacara pelantikan kaya tadi itu upacara adat kalau udah selametan, atau udah beres ni dari adat itu baru di serahkan di Bupati, karena kalau SK kan dari Bupati. Penanya : Jadi kalau di struktur adat disebutnya apa? Dan kalau di struktur pemerintah? Informan : yah kalau di adat disebut Jaro, kalau di pemerintah disebut Kepala Desa Penanya : Masa jabatannya berapa lama pak? Informan : Kalau masanya itu kalau untuk ke adat memang tidak ada batasan, kalau yang mampu 20-30 tahun bisa, cuman kalau SK itu sama 6 tahun, kalau dia masih muda, masih mampu (lanjutkan) nanti bisa perpanjang lagi gitu Penanya : Perpanjangannya diatur oleh puun ? Informan : Kalau itu ga usah di gituin (diatur) mungkin untuk SK saja, kan SK dari bupati sama 6 tahun Penanya : Kan ada istilah Baduy Dangka, Baduy Tangtu, Baduy Panamping itu pembagiannya gimana sih pak? Informan : Kalau Baduy itu namanya daerah, kalau Kanekes itu nama Desa kalau Dangka itu disebukan ada Kakolotan, Carungen, ada Dangka Cipatih, model Garehong, Dangka kalau disini istilahnya sama kaya MPR/DPR gitu, soalnya kalau yang disebutkan Jaro 7 itu sebetulnya ini kan yang disebutkan ada kawalu, ada sereng tahun, itu Dangka yang melakukan sereng tahu dan kawalu. Inti Penanya : Ini kan Baduy luar, Baduy luar kan sudah termasuk kalau dilihat lebih modern dan terjadi hubungan yang sangat massif dilakukan dengan masyarakat luar, bagaimana ada pengaruh tidak pak? Informan : Memang kalau zaman sekrang wahyahna zaman sudah maju, zaman subur, memang banyak pengaruh-pengaruh misalkna pakaian, makanan, kemajuan segala itu kan memang banyak pengaruh gitu yah, cuman kalau yang Baduy luar mah pengaruh beda dengan Baduy dalam. Kalaupun dluar mah maju misal berkembang, tetap disini itu harus bertahan cuman ada saja yang mengikuti atau meniru-niru misalkan pakaian, dan pakaian ibadah ada Baduy luar tapi adat istiadat itu harus tetap bertahan. Penanya : Apa yang sampai sekarang masih dipertahankan? Informan : Memang yang harus dipertahankan yah, disebutkan rukunnya, agamanya, agamanya itu disebutkan agama sunda wiwitan Nabi Adam, itu hukumnya itu panjang tidak boleh potong, pendek tidak boleh disambung, gede tidak boleh dicopot, kecil tidak boleh ditambah, itu harus seperti ngadeg seceklekna niras sapatna itu sebagai hukum aturan Baduy kahiji. Kadua ayana kieu kaya bikin rumah, itu tidak boleh rubah jadi gini aja, keduanya yang masalah itu bangunan yang permanen itukan tidak boleh, sepertihalnya bikin gedong, tembok dll. Itu kan ditanah perda Hak Ulayat ini kan udah dibentuk Perda Hak Ulayat itu harus dipertahankan, ini saya bikin Kantor Sekretariat itu luar daripada Baduy saya beli tanah diperbatasan itu yang diwajibkan itu harus komputer, laptop itu sebagainya harus komputer, kalau disini (tanah ulayat) itu tidak boleh. Memang yang perlu dipertahankan aturan-aturan tersebut. Kemudian hajatan sunata, ngawinkan, itu kalau disini itu ngga boleh Penanya : Bagaimana tanggapan adat terhadap masyarakat Baduy yang sudah menggunakan alat-alat teknologi? Informan : Kalau masalah untuk luar (masalah HP) sekrang in sudah zaman maju kan yah, memang untuk Baduy luar ada pertimbangan cuman yah paling untuk komunikasi aja, kalau yang misalkan main-main, misalkan teh gambar porno dan lain sebagainya, itu orang baduy dirampas (HP). Kalau yang untuk sehubungan komunikasi itu dipertimbangkan, soalnya sekrang zaman sudah bergabung, soalnya sayapun punya masyarakat di delapan Kecamatan yang diluar itu, kalau disini kan gotong royong, persatuan dan kesatuan itu dilakukan dan dijaga. Misalnya ada yang meninggal di sana, dia lagi di Leuwidamar, itu bisa tahu melalui komunikasi, itu keuntungannya dari situ maknya ada pertimbangan. Penanya : Kalau dari Baduy Dalam ada arahan/aturan yang tidak memperkenankan untuk penggunaan ala-alat tersebut? Informan : Kalau aturan-aturan hukum itu sebulan sekali saya diundang Baduy Dalam, di Balai peretmuan itu pembahasan tentang hukum, aturan penganggalan tahun, penanggalan bulan dan adat istiadat itu dilaksankan. Kalau yang disini, itu Baduy Dalam suka kesini, dari Tangtu, RT RW turun kesini, berkumpul untuk membahas aturan-aturan itu. Penanya : Tapi untuk penegakkan aturan itu sendiri bagaimana? Informan : Sama yang aturan mah dibahas seperti yang tidak boleh tadi itu satu, yang kedua yang merusak, melecehkan orang, harus sopan santun, ramah tamah, itu memang pelajaran kalau disini mah. Misalkan yang dilaran-dilarang didalam, di Baduy luarpun sama ngga boleh, aturannya disebarluaskan. Penanya : Berapa bulan sekali pak? Dan apa aja pembahasannya? Informan Satu kali dalam sebulan, pembahasannya : Pertama, soal adat istiada, ada yang boleh masuk dan tidak boleh masuk, contohnya UU No. 6 tentnag penggunaan alat elektronik, itu disini ada yang boleh masuk atau ngga, harus dimusyawarahkan dengan adat dan kolot. Penanya : Bagaimana Cara untuk tetap membuat adat semakin lestari ditengah arus globalisasi yang semakin terbuka? Informan : Jadi gini, prinsipnya dimana setiap kampung dimana ada aturan karena dimasing-masing kampung ada kolot, diwajibkan dimusyawarahkan, kalau seharah Baduy itu dari dulu memang sampai sekrang itu tidak ada perubahan, yang ini yang itu, harus bertahan jangan sampai terpengaruh oleh luar. Penanya : Kenapa harus ada perbedaan antara Baduy Dalam dengan Baduy Luar? Informan : Yah sebetulnya begini, jadi kalau yang disebutkan dengan Baduy Dalam dan Luar memang harus ada perbedaan. Tentunya bukan orang luar itu pelarian dari Dalam, itu wiwitan dibagi 3, Negara diabgi 7, agama dibagi 12 itu, itu Baduy Dalam ada, Baduy luar juga ada. Cuman untuk pemageran dari Dalam (Baduy Dalam) itu dibentuknya Jaro 7 itu, itu bukan pelarian dari Dalam. Asal-usulnya memang dibuat seperti itu, diharuskan karena aturan. Penanya : Apa yang tetap dipertahankan di Baduy Dalam? Informan : Contoh, ngga boleh naik kendaraaan, tidak boleh ada listirik, tidak boleh misalnya untuk tidak menggunakan pakaian tradisional, moto, rekaman di Baduy Dalam itu tidak boleh, ada lagi yang disebut dengan menjaga alam. Gunungya jangan di lebur, Lebamnya jangan di rusak, sasaka jangan di robah. Keduanya mereka takut untuk merusak alam, disana bikin rumah pun itu ga boleh diratakan karena merusak alam. Orang Baduy cinta damai, tidak ada kekerasan tidak ada perkelahian, tidak ribut Allhamdulillah. Kaya misalnya mabok itu kan disini tidak boleh sama itu dilarang. Tidak ada yang melakukan. Penanya : Apa sanksi yang diberikan jika ada pelanggaran yang di lakukan oleh Masyarkat Baduy? Informan : Tergantung pelanggarannya, kalau itu mah yang disebut kalau yang ilarang di sanksikan itu ada sanksinya. Umpamanya, ada yang melakukan zina, itu ada aturannya kaya dihukum 40 Hari oleh Jaro 7 itu. Baduy Luar atau Dalam sama dihukum di baduy sana. Kalau sudah dihukum 40 Hari, itu ada lagi penyertuan atau penyucian diri. Itu baru jangna sampai ada pengulangan lagi yang dilakukan oleh dia, itu bersih lagi. Penanya : Kalau dilihat dari perpaduan antar dua Budaya masyarakat luar dengan Baduy luar, apakah menghasilakan Budaya Baru? Informan : Tidak, tidak ada. Biarupun deket kan udah msaing-masing, Dia kelakukan dia harus dikerjain, orang sini jelek/bagus harus dikerjain sendiri maisngmasing itu. Misalkan kaya Agama atau kepercayaan itu terpisah, masingmasing. Kalau disini agama Islam disana sunda wiwitan itu masing-maisng harus dikerjakan. Cuman tujuannya kepercayaan itu kan beda, cuman seperti pegangan aja. Penanya : Selama ini aturan adat yang dibuat apakah itu tertulis? Informan : Oh tidak ada, hanya cerita turun temurun. Kalau cerita itu mah bukan cuman dari puun, masyarakat, kolot harus tahu. Penanya : Kalau puun tugasnya apa? Informan : Tugasnya mengurus yang tadi saya sebutkan, 25 Negara harus bertanggungjawab oleh Puun, itu batinnya. Soalnya kalau yang tahu sejarahnya, mau dia pejabat, biasanya dia dateng dulu ke puun untuk minta doa dll. Karena titipan zaman Kanjeng Nabi, itu batinnya dititipkan lewat puun. Penanya : Kalau untuk struktur dari Pemerintah apakah itu ada sudah sejak lama? Informan : Seperti RT dan RW itu baru sebetulnya, soalnya yang disebutkan seperti DPD itu seperti lembaga adat. Itu yang disebutkan sebagai kepengurusan. Penanya : Apakah terjadi penurunan atau peningkatan jumlah populasi masyarakat Baduy yang memilih keluar dari adat? Informan : Itu kalau memang yang jiwa selalu mengalami pengingkatan, kalau kelahiran penambah kemudian KK meningkat. Penanya : Dengar-dengar ada proses pengecekkan atau razia yang dilakuakan oleh adat kepada masyarakat Baduy? Informan : Oh ya kalau itu kan seperti halnya kita mengadakan musyawarah adat, setiap sebulan sekali diadakan razia atau pengecekkan supaya dapat melihat barang apa saja yang di perbolehkan dan tidak diperbolehkan masuk. Sebelum itu dilakukan dulu musyawarah dengan RT atau RW setempat, kalau ada yang melanggar dikasih peringatan dulu, supaya tidak mengulang kembali. Penanya : Kelonggaran yang diberikan dari adat bagi masyarakat Baduy luar itu dalam bentuk apa saja pak? Informan : Kalau kelonggaran itu sepertinya memaksakan saja karena kondisi. Penutup Penanya : Oh mungkin cukup sampai disni aja yaah pak. Saya mengucapkan terimakash sudah membantu dalam memberikan keterangan untuk membantu proses penelitian ini. Informan : Iya sama-sama. LAMPIRAN II Hasil Wawancara Informan II Nama : Samin Jabatan : Warga Kp. Kadeketug, Kecamatan Leuwidamar/ Pengerajin Tenun Alamat : Kp. Kaduketug, Ds. Kanekes, Kec. Leuwidamar, Kab. Lebak. Tanggal : 10 Oktober 2016 Tempat : Rumah Kang Samin Pengantar Penanya : Dengan bapak siapa? Informan : Samin Penanya : Bapak tidak pergi ke ladang? Informan : ngga Penanya : Emang anaknya harus sudah diajarkan seperti itu ( menenun) yah pak? Informan : Iya Penanya : Umur berapa harus sudah mulai diajarkan (menenun)? Informan : 8 tahun Penanya : Tidak sekolah yah pak (anaknya)? Informan : Tidak Penanya : Sudah tinggal lama disini pak? Informan : Sudah, dulu dari Baduy Dalam terus 20 tahunan di luar. Penanya : Aktivitas bapak sekrang apa ? Informan : yah paling jualan, nginun dan ngladang Inti Penanya : Di Baduy luar kan diberikan kelonggaran dalam melaksanakan adatnya beda seperti halnya di Baduy Dalam? Itu dalam bentuk apa yah pak? Informan : Kalau Baduy luar itu kan dari bentuk rumahnya agak beda, Baduy Dalam kan harus jalan kaki ngga boleh naik kendaraan beda dengan Baduy luar yang boleh naik kendaraaan, motor dan mobil Penanya : Bagaimana untuk penggunaan alat teknologi sendiri pak? Informan : yah seperti itu kelonggarannya, yah model itu kan sebetulnya diluar juga ga boleh pake, cuman sekrang banyak yang pake, ngga dimarahin ko, kecuali kalau di Baduy Dalam, agak mendingan gitu kalau dibandingkan di Baduy jero. Penanya : Jenis alat-alat yang diperbolehkan di Baduy Lua itu apa saja yah pak? Informan : cuman itu saja paling kaya HP, radio, kaya Motor itu ngga boleh masuk. Tapi kalau ngendarain boleh, kalau punya ngga boleh. Sebenarnya HP juga ga boleh tapi karena Nagara sudah maju, mau gimana lagi hehe, kadang rat-rata juga udah pada punya Penanya : Strategi yang digunakan oleh adat bagi masyarakat Baduy Luar mengikuti aturan adat seperti apa? Informan : Kadang ada rapatnya gitu yah, seskali itu di Desa (Kantor) atau di Baduy Jero, kadang sama RT gitu dikumpulin Rtnya di kelurahan. Penanya : Disini ada pelatihan “Kampung Digital” terlihat dari pakaian yang baju bapak pakai? Ada tulisan “Kampung Digital”? Informan : ada, itu dibawah sekolahan. Itu untuk masarakat dari luar, tapi kadang yang di Baduy juga ada. Boleh aja asal ngga ketahuan aja sama orang adat eheh Penanya : Oh ya, ini pak biasanya hasil dari produksi dipasarkan/atau dijual kemana aja? Informan : Iya disini aja, di depan rumah tapi sering juga pake online, internet. Penanya : Oh bapak sering juga pakai online untuk pasarnya? Lewat mana biasanya pak? Informan : iyaa, yah lewat HP aja, yah pake ini aja, lewat rekening gitu bayarnya. Penanya : Bapak sendiri yang menjalankan? Informan : Istri, istri tahu, kalau saya ngga bisa ehe namanya orang tua yaah Penanya : Itu ada website sendiri atau gimana? Informan : Kurang tahu tuh Penanya : Kalau online berarti banyak yang pesan dari laur pak? Bagaiaman caranya? Informan : Tinggal difoto aja gambarnya, dkirim ke yang pesan. Model Hpnya yang ada wifinya gitu, yah HP android. Penanya : Hampir seluruh warga menggunakan hal yang sama yah pak? Informan : Iyaa Penanya : Itu menyalahi adat ngga pak? Informan : Namanya kebutuhan yah, heheh paling juga ini doang di Baduy luar. Tapi belum lama sih yang kaya gini, paling dari 2 tahun yang lalu. Penanya : Biasanya yang pesan itu dari mana aja pak? Informan : Pernah ke Kudus, hmm terus lupa, pokoknya daerah luar. Penanya : Kalau tahu laman yang biasa digunakan untuk berjualan itu dimana yah pak? Informan : Hmm kurang tahu sih yah, cuman yang paling kita di foto brangnya terus di masukan ke Facebook gitu. Penanya : Kalau internet yang biasa dipake? Internet apa? Informan : Paling paket internet dari kartu aja hehe, kalau yang itu ngga boleh Penanya : Oh ya kemarin bukannya dari Telkom mengadakan pelatihan Digital yah pak? Informan : Iya ngadain, iya itu ngdain pelatihan internet. Penanya : Tapi untuk kepemilikan TV, listrik itu ngga boleh yah pak? Informan : Iya kalau nonton boleh, tapi kalau punya ngga boleh Penanya : Katanya sering diadakan operasi/pengecekkan alat-alat yang tidak diperkenankan untuk dibawa? Informan : Iya sering ada, kan kadang-kadang disetiap kampungnya ada Rtnya kan, kokolat, kalau ngga mampu dari Baduy jero nya yang langsung datang ( untuk melaksanakan operasi) Penanya : Berapa kali diadakan pak? Informan : Kadang-kadang setahun sekali, kadang-kadang dua tahun sekali, dulu langsung masuk ke kamar-kamar. Sekaran udah ngga cuman dikasih peringatan aja. Dulu itu yang ngga boleh itu dikumpulin, kadang-kadang dibuang, yang bisa dijual yah dijual. Penanya : Biasanya yang kena target operasi itu apa aja yah pak? Informan : yah itu paling model HP, wayang golek, apa aja yang ngga boleh. Dulu kan model itu piring-piring itu, sekrang mah ngga. Dipecaih itu piringnya, sanksinya peringatan. Penutup Penanya : Itu katanya nanti ada Festival Baduy ? Informan : iya katanya mah, tapi ngga tau jadi apa ngga , katanya bakal datengin penenun 500 penenun. Penanya : Wih Bagus itu agendanya pak, untuk lebih mengenalkan Baduy ke luar? Informan : Iyah, Penanya : yaudah pak saya mohon pamit izin yah, terima kasih sudah banyak membantu saya untuk memberikan keterangan terkait masyarakat Baduy. Informan : Iya sama-sama, nanti kalau kesini kabarin saya aja. Penanya : Iyah pak, hatur nuhun. Informan : Mangga LAMPIRAN III Lembar Observasi 1. Analisis Domain No Domain 1. Trikon Kontinyuitas Hasil Temuan - - - Konvergensi - - - Konsetris - Menurut pengakuan Jaro Saija (Kepala Desa Kanekes) masyarakat Baduy luar (Panamping) yang berlokasi di Kampung Kadeketug, Desa Kanekes sudah mulai mengenal dan menggunakan alat-alat teknologi informasi seperti Handphone, Laptop dan Telivisi dan Radio. Sebagai sarana memudahkan komunikasi antar warga, dan menggali informasi beragama macam kabar berita, serta memudahkan keperluan administratif. Menurut Samin, dahulu penggunaan alat teknologi seperti piring, garpu, sendok, proselen, dan semacamnya, tidak diperkenankan untuk dimiliki dan digunakan oleh masyarakat Badu Luar karena merupakan barang yang termasuk dalam kategori alat teknologi modern. Proses perkembangan budaya yang terjadi pada masyarakat Baduy Luar, diakui akibat adanya interaksi yang massif dengan masyarakat luar Baduy yang memliki perbedaan dalam segi budaya kebendaan dan nilai Konvergensi terjadi akibat interaksi yang massif yang dialami oleh masyarakat Baduy luar dengan masyarakat luar Baduy, sehingga mempengaruhi hasrat kebutuhan masyarakat Baduy terhadap penggunaan alat teknologi modern, yang sejatinya bertentangan dengan nilai-nilai pikukuh. Pemanfaatan laptop untuk kemudahan proses administrasi kantor kepala Desa merupakan salah satu contoh bahwa Teknologi alat menjamin kemudahan masyarakat Baduy dalam pengelolaaln adminstrasi desa. Pemanfaatan HP oleh sebagain masyarakat Baduy digunakan untuk keperluan mempromosikan barang hasil produksi secara mandiri, untuk dipasarkan di luar. Adanya Dewan adat yang berfungsi mengatur, melestarikan nilai-nilai pikukuh, sebagai perantra - - 2. Penggunaan TI Pendidikan - - Ekonomi - Informasi dan Komunikasi - - yang mengingatkan kepada masyarakat agar tetap menjaga kearifan lokal masyarakat setempat melestarikannya. Ditengah kehadiran alat teknologi informasi masyarakat Baduy tetap menjalankan prinsip karuhan. Dengan senatiasa melestarikan upacaraupacara adat yang berlangsung menahun, seprti adat perkawinan, upcara seba dll. Kehadiaran teknologi informasi turut membantu mempromosikan seluruh rangkaian kegiatan adat yang dijalani oleh masyarakat setempat, serta turut membantu mempromosikan hasil produksi, seperti tenun, asesoris, melalui internet marketing. Masayrakat Baduy luar mulai mengenal literasi dan hurup aksara secara otodidak, berkat kebiasaan dalam mengrimkian pesan melalui jejaring sosial, SMS dan lain sebagainnya. Terdapat pusat pelatihan Broadband Learning Center,sebagai pusat pelatihan dan kegiatan masayrakat Baduy Luar dalam menggali keingintahuan untuk mengenal alat teknologi informasi. Handphone dan internet digunakan sebagai media yang turut membantu membuka jejaring pasar hasil produksi masyarakat Baduy secara luas, dengan proses yang sama dialami oleh masyarakat modern lainnya, yakni mellaui jejaring sosial, facebook, instagram, untuk keperluan marketing. Masayrakat Baduy dikenal sebagai masayrakat rawayan (Informasial), masayrakat yang gemar mencari berita. Kehadiran internet berperan serta dalam memberi kemudahan akses informasi mengenai beragam macam berita. Kanekes.desa.id sebagai plafrom yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat Baduy Luar, untuk memberikan kabar mengenai apa yang terjadi pada masayrakat Baduy. 2. Observasi Perangkat Alat Teknologi Informasi No Nama Alat Teknologi Kegunaan Handphone Sebagai sarana komunikasi antar masyarakat Baduy, untuk mempermudah mobilitas sosial. Laptop Digunakan untuk keperluan administrasi desa, namun tidak diperkenankan untuk dibawa ke dalam batas tanah hak ulayat. Komputer berikut Digunakan untuk keperluan administrasi desa, namun tidak diperkenankan untuk dibawa ke perangkat Operasional dalam batas tanah hak ulayat. Radio Untuk keperluan mendapatkan informasi terkini dari dunia luar dan mendengar beramacam varian hiburan. Hanya boleh dimanfaatkan diluar hak ulayat Internet Pengguanaan nternet berbasis data, dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy untuk menjalin relasi dengan masyarakat diluar Baduy untuk keperluan promosi hasil produksi, seperti kain tenun, batik khas dan lain sebagainnya Televisi TV terdapat diluar dari batas hak ulayat masyarakat Baduy luar, terletak di Kantor Desa Kanekes. Mereka memanfaatkan televisi untuk keperluan menggali informasi dari berbagai macam sumber berita, dan menonton hiburan. Hanya diperkenankan ditonton di Kantor Desa. LAMPIRAN IV Daftar Gambar Gambar : Pusat Pelatihan Internet yang diselnggerakan oleh Telkom untuk Masyarakat Baduy Luar, dalam rangka meningkatkan taraf melek internet. Gambar : Masyarakat Baduy mulai menggunakan alat teknologi untuk kebutuhan ekonomis dan informasi Gambar : Anak-anak Baduy Luar dilatih nginun sedini mungkin, agar mampu terampil dalam melesatarikan budaya adatnya Gambar : Pemuda masyarakat Baduy Luar sedang melaksanakan aktivitasnya, mengirimkan kayukayu untuk dijual ke luar dari Masyarakat Baduy Gambar : Suasana di Kantor Sekretaris Kepala Desa,aturan adat memperbolehkan penggunaan alat teknologi di Kantor karena secara UU penggunaan alat teknologi di dalam Kantor diatur. Gambar: Suasana asri di pagi hari di komplek perkampungan Baduy luar Gambar : Televisi, radio, dan listrik menjadi alat hiburan bagi masyarakat Baduy dan sumber informasi Gambar : Hasil produksi, tenun, dan beragama asesoris khas Baduy yang siap dipasarkan melalui online dan secara langsung Gambar : Penulis sedang melakukan wawancara secara langsung dengan Jaro Saija sebagai informan I LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang: a. bahwa Masyarakat Baduy. sebagai masyarakat adat yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersarna suatu persekutuan hukum yang mengakui dan menerapkan ketentuan persekutuan hukumnya dalam kehidupan sehari-hari. memiliki wilayah yang bersifat ulayat serta memiliki hubungan dengan wilayahnya tersebut; b. bahwa Masyarakat Baduy dalam melakukan hubungan dengan wilayahnya diatur dan dibatasi pada wilayah ulayatnya, sehingga perlu dilindungi; c. bahwa untuk melakkukan perlindungan atas hak ulayat Masyarakat Baduy perlu ditetapkan dan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak. 1 Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pkokpokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (lembaran Negara Nomor 182, Tambahan Lembaran negara Nomor 4010); 5. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak Nomor 6 Tahun 1986 tentang Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang Melakukan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah yang Memuat Ketentuan Pidana (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak Nomor 3 tahun 1986 Seri E); 6. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak Nomor 13 Tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Adat Masyarakat Baduy di Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 1991 Nomor 1 Seri D); 7. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 4 Tahun 2000 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Daerah dan Penerbitan Lembaran Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2000 Nomor 4 Seri D); 8. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 30 Tahun 2001 tentang Rencana Strategis Kabupaten Lebak Tahun 200-2005 (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2001 Nomor 63 Seri D); 9. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 31 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah 2 Kabupaten Lebak Tahun 2001 Nomor 64 Seri C); Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LEBAK MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK TENTANG PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lebak; 2. Bupati adalah Bupati Lebak; 3. Perlindungan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melindungi tatanan masyarakat Baduy dari upaya-upaya yang mengganggu/merusak yang berasal dari luar masyarakat Baduy; 4. Hak Ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan; 5. Tanah Ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu; 6. Masyarakat Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Kanekes Kedamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak yang mempunyai ciri kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda dengan masyarakat umum; 3 7. Penggunaan Lahan adalah setiap upaya yang dilakukan baik oleh perorangan maupun oleh kelompok orang tertentu/badan yang berkaitan dengan pengusahaan lahan bagi peruntukkan pertanian, perkebunan, dan pemanfaatan hasil alam lainnya; 8. Masyarakat Luar Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di luar di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak; 9. PPNS adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. B A B II HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY Bagian Pertama Penetapan Wilayah Hak Ulayat Pasal 2 Hak Ulayat Masyarakat Baduy dibatasi terhadap tanah-tanah di wilayah Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak yang diukur sesuai dengan peta rekonstruksi dan dituangkan dalam Berita Acara sebagai landasan penetapan Keputusan Bupati. Pasal 3 Wilayah Hak Ulayat Masyarakat Baduy dituangkan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan mencantumkan suatu tanda kartografi yang sesuai. Pasal 4 Segala peruntukkan lahan terhadap hak ulayat Masyarakat Baduy diserahkan sepenuhnya kepada Masyarakat Baduy. Bagian Kedua Pengecualian Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Baduy Pasal 5 Hak Ulayat Masyarakat Baduy tidak meliputi bidang-bidang tanah yang: a. sudah dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum dengan sesuatu hak atas tanah menurut Undang-undang Pokok Agraria; 4 b. merupakan bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh atau dibebaskan oleh instansi Pemerintah, badan hukum atau perseorangan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang berlaku. B A B III BATAS-BATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY Bagian Pertama Batas Desa Pasal 6 Desa Kanekes sebagai wilayah pemukiman Masyarakat Baduy memiliki batas-batas Desa sebagai berikut: a. Utara: 1. Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwidamar. 2. Desa Cisimeut Kecamatan Leuwidamar. 3. Desa Nyagati Kecamatan Leuwidamar. b. Barat: 1. Desa Parakanbeusi Kecamatan Bojongmanik. 2. Desa Keboncau Kecamatan Bojongmanik. 3. Desa Karangnunggal Kecamatan Bojongmanik. c. Selatan 1. Cikate Kecamatan Cijaku d. Timur: 1. Karangcombong Kecamatan Muncang. 2. Desa Cilebang Kecamatan Muncang. Bagian Kedua Batas Alam Pasal 7 Wilayah Masyarakat Baduy yang berlokasi di Desa Kanekes memiliki batas-batas alam sebagai berikut: a. Utara: Kali Ciujung; 5 b. Selatan: Kali Cidikit; c. Barat: Kali Cibarani; d. Timur: Kali Cisimeut. Pasal 8 Batas-batas yang lebih detail tentang keberadaan Hak Ulayat Masyarakat Baduy yang diukur berdasarkan hasil pengukuran dan pematokan oleh Dinas/Instansi terkait ditetapkan dengan Keputusan Bupati. B A B IV KETENTUAN PIDANA Pasal 9 (1) Setiap Masyarakat Luar Baduy yang melakukan kegiatan mengganggu, merusak dan menggunakan lahan hak ulayat Masyarakat Baduy diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB V KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 10 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebgai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 8. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana tersebut agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas. b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana tersebut. c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana tersebut. 6 d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana tersebut. e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana tersebut. g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e. h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana tersebut. i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. j. menghentikan penyidikan. k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana tersebut menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. B A B VI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 11 Dalam rangka menghindari perselisihan dan kesimpangsiuran hak ulayat Masyarakat Baduy dari kepentingan perorangan serta sebagai wujud pengakuan hak Masyarakat Hukum Adat, maka upaya pensertifikasian wilayah Baduy tidak diperkenankan. Pasal 12 Keputusan Bupati tentang batas-batras detail wilayah hak ulayat Masyarakat Baduy harus sudah ditetapkan selambat-lambatnya satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini. 7 B A B VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lebak. Disahkan di Rangkasbitung pada tanggal 13 Agustus 2001 BUPATI LEBAK, ttd. H. MOCH. YAS’A MULYADI Diundangkan di Rangkasbitung pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LEBAK, ttd. Drs. H. NARASOMA Pembina Utama Muda NIP. 480 066 774 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK TAHUN 2001 NOMOR 65 SERI C. 8 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 32 TAHUN 2001 TENTANG PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY I. PENJELASAN UMUM 1. Gambaran Umum Masyarakat Baduy Masyarakat Baduy bertempat tinggal di Wilayah Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak yang dijadikan Desa Deginitif dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor: 140/Kep. 526Pemdes/1986 Tanggal 10 April 1986 dengan luas 5.101 Ha dan jumlah penduduk sebanyak 7181 jiwa dengan 1.997 kepala keluarga. Masyarakat Baduy terdiri atas 2 (dua) kelompok, yaitu: Masyarakat Baduy Dalam yang mendiami kampung Cikeusik, Cikertawang dan Cibeo. Masyarakat Baduy Luar yang mendiami kampung-kampung: 1. Kampung Keduketug; 2. Kampung Cipondok; 3. Kampung Babakan Kaduketug; 4. Kampung Kadukaso; 5. Kampung Cihulu; 6. Kampung Balingbing; 7. Kampung Marengo; 9 8. Kampung Gajeboh; 9. Kampung Leuwibeleud; 10. Kampung Cipaler; 11. Kampung Cipaler Pasir; 12. Kampung Cicakal Girang; 13. Kampung Babakan Cikakal Girang; 14. Kampung Cipiil; 15. Kampung Cilingsuh; 16. Kampung Cisagu; 17. Kampung Cijanar; 18. Kampung Ciranji; 19. Kampung Babakan Eurih; 20. Kampung Cisagulandeuh; 21. Kampung Cijengkol; 22. Kampung Cikadu; 23. Kampung Cijangkar; 24. Kampung Cinangsi; 25. Kampung Batubeulah; 26. Kampung Bojong Paok; 27. Kampung Cangkudu; 28. Kampung Cisadane; 29. kampung Cibagelut; 30. Kampung Cibogo; 31. Kampung Pamoean; 32. Kampung Cisaban; 33. Kampung Babakan Cisaban; 34. Kampung Leuwihandam; 35. kampung Kaneungay; 36. Kampung Kadukohak; 37. Kampung Ciracakondang; 38. Kampung Panyerangan; 39. Kampung Batara; 40. Kampung Binglugemok; 41. Kampung Sorokokod; 10 42. Kampung Ciwaringin; 43. kampung Kaduketer; 44. Kampung Babakan Kaduketer; 45. Kampung Cibongkok; 46. Kampung Cikopeng; 47. Kampung Cicatang; 48. Kampung Cigula; 49. Kampung Karahkal; 50. Kampung Kadugede; 51. Kampung Kadujangkung. 2. Eksistensi Pertanahan Masyarakat Baduy Tempat hidup dan mencari penghidupan Masyarakat Baduy tersebut yang termasuk dalam lingkup Hak Ulayat Baduy. Terhadap masalah yang menyangkut tanah, Masyarakat Baduy tidak mengaku tanah sebagai hak milik pribadi, mereka mendapat titipan tugas “ngasuh ratu, ngajaga menak” sehingga mereka tetap setiap kepada yang berkuasa dan dibuktikan dengan adanya acara “Seba” kepada Bupati dan Residen pada setiap tahun setelah selesai upacara “Ngalaksa”. Upaya memberikan perlindungan terhadap tanah-tanah Masyarakat Baduy sudah dilakukan jauh sebelum diundangkannya Peraturan Daerah ini yang dirintis sejak Tahun 1986 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor: 203/B.V/Pem/SK/1968 Tanggal 19 Agustus 1968 tentang Penetapan Status Hutan “Larangan” Desa Kanekes Daerah Baduy sebagai “Hutan Lindung Mutlak” dalam Kawasan Hak Ulayat Adat Propinsi Jawa Barat. Berbagai kesulitan telah dihadapi dalam merumuskan pemberian perlindungan Hak Ulayat Masyarakat Baduy, hal ini berkaitan dengan hakikat hukum adat yang hanya diakui dalam bentuk tak tertulis oleh persekutuan hukum yang didasarkan pada kesamaan tempat tinggal (teritorial) dan keturunan (genealogis). 11 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Tanggal 24 Juni 1999 tentang Pendoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat beberapa kendala yang dihadapi akhirnya dapat terselesaikan. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Pencantuman tanah ulayat dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi harus pula menggambarkan batasbatasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah. Pasal 4 Penyerahan sepenuhnya atas Hak Ulayat kepada Masyarakat Baduy dilakukan dalam upaya menjaga hakikat persekutuan hukum adat sebagai persekutuan hukum yang komunal. Pasal 5 Pengecualian ini berpedoman pada Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999. Pasal 6 Cukup Jelas Pasal 7 Cukup Jelas 12 Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan perbuatan mengganggu, merusak dan menggunakan lahan adalah tindakan-tindakan yang dianggap tabu/larangan oleh masyarakat Baduy seperti menggembalakan hewan/ternak berkaki empat kecuali anjing dan kucing, meracuni sungai untuk menangkap ikan, mengeksploitasi tanah ulayat masyarakat Baduy seperti melakukan penggalian pasir dan batu serta mengambil daun aren di tanah ulayat masyarakat Baduy di tanah ulayat masyarakat Baduy adalah termasuk dalam kategori pelanggaran terhadap ketentuan pidana pasal ini. Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13 Cukup Jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4. 13 Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner BIOGRAFI PENULIS Anam, begitu kiranya sapaan yang melekat pada seorang yang bernama lengkap Khairil Anam ini, pria yang mengaku lahir di suatu kampung nan begitu asri, ditengah hiruk pikuk bangunan Industri yang semakin hari semakin menjalar di setiap sudut Kabupaten Tangerang. Nama Khairil Anam, inisial K diletakkan didepan barisan nama panjangnya ini, menandakan lahir pada pada hari Kamis, tertanggal 23 Maret 1994, begitu kenang Orang tuanya H.Asnali dan Hj.Jamsah yang kala itu masih mempercaya i adanya keberuntungan jikalau menggunaka n inisial huruf pada hari dimana anaknya terlahir. Hal serupa juga dialami oleh tujuh Kaka dan adiknya. Anam pada umurnya yang ke 6 tahun, gemar memulai untuk belajar banyak hal di Sekolah SDN Jengkol III, dengan kelas tambahan pelajaran Agama ia dapatkan di Madrasah TPA Al-Makhrus bahkan sesekali mondok salafi di sebuah Pesantren dekat dengan Kampungnya. Melihat kegigihannya, Anam ketika beranjak dewasa di umur 12 tahun, diberangkatkan untuk pergi mondok oleh orang tuanya di Pondok Pesantren Modern Daar elQolam, Gintung Jayanti, Tangerang. Pondok yang begitu banyak memberikan andil bagi penguatan aspek psikomotirk, afektif dan kognitif. Penguatan keterampilan bercakap menggunakan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris ia tekuni di setiap hari dan malam melalui rangkaian agenda formal dan nonformal seperti Muhadhrah yang dilaksankan pada malam hari di Pesantren, hingga akhirnya menghantrakan dirinya untuk menjadi bagian dari anggota Kepengurusn Bagian Bahasa Pondok Pesantren Daar-el Qolam II dibawah Struktur Ikatan Santri Madrasah Mualimin Al-Islamiyah (ISMI). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, merupakan tempat berlabuh selanjutnya dalam upaya pengabdian diri untuk menimba ilmu. Pengalaman berorganisasi kala di Pesantren, ia pertajam dengan mengikuti kembali organisasi-organisasi kemahasiswaan baik intra maupun ekstra kampus, diantaranya : Divisi Luar Negeri HMJ IPS 2012-2013, Divisi Ekonomi Dema UIN Syarif Hidayatullah 2015, Ketua Umum KAMMI UIN Syarif Hidayatullah (2015-2016), Ketua KAMMI Daerah Tangerang Selatan (2016-2017). Tercatat juga, bahwa ia aktif di beragam gerakan sosial dan politik yang sampai hari ini ditekuni, diantarnya: Komisoner Turun Tangan Banten, Pembina Untuk Negeri, Steering Comitte Banten Mengajar, Gerakan Politik Untuk Banten, tripforcare, dsb, juga terlibat sebagai pengurus Yayasan Sosial, seperti Muda Visi Mandiri (MVM) Foundation, Manager Programme Akademi Filantropi dibawah Yayasan Filantropi, hal tersebut ia jalani sebagai sebuah proses pematangan diri, dan yang menghantarkan dirinya dipercayai untuk menjadi narasumber di berbagai kegiatan seminar dan diskusi publik, pernah menjadi narasumber di program Channel In TV dengan tema Bakti Untuk Negeri. Baginya sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain, hal itu yang membuat ia terus bergerak, terlibat aktif dalam setiap proses dinamika yang terjadi pada Negeri ini. Hanya dua pilihan untuk pemuda saat ini, menuntut perubahan atau melakukan perubahan.