analisis teori trikon ki hadjar dewantara terhadap budaya

advertisement
ANALISIS TEORI TRIKON KI HADJAR DEWANTARA
TERHADAP BUDAYA PENGGUNAAN TEKNOLOGI
INFORMASI
Studi Kasus Masyarakat Panamping (Baduy Luar), Desa Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinisi Banten
Oleh :
Khairil Anam
NIM 111201015000031
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
ABSTRAK
Khairil Anam (NIM: 1112015000031): Analisis Teori Trikon Ki Hadjar Dewantara
Terhadap Budaya Penggunaan Teknologi Informasi (Studi Kasus Masyarakat
Panamping (Baduy Luar), Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten
Lebak, Provinisi Banten).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana analisa teori Trikon
(Kontinyuitas, Konvergensi dan Konsentris)
terhadap budaya penggunaan alat
teknologi informasi bagi Masyarakat Panamping (Baduy luar), teori ini bersumber dari
gagasan Ki Hadjar Dewantara dalam upaya untuk memperteguh kebudayaan milik
sendiri ditengah arus kolonialisme yang menjalar di setiap sendi kehidupan Bangsa
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar analisa teori tersebut
diaplikasikan oleh masyarakat Baduy luar sebagai strategi mempertahankan
keperibadian budaya adat di tengah masyarakat Baduy luar sudah mengenal alat
teknologi informasi sebagai bentuk adaptasi dari perkembangan budaya. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juni-Oktober 2016 di Kampung Kadeketug, (Baduy luar) Desa
Kanekes. Metode yang digunakan adalah metode etnografi Baru ala James A. Spradley
dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data dengan
metode alur maju bertahap. Sedangkan instrumen penelitian dengan melakukan
observasi secara detail, wawancara dan melakukan dokumentasi beberapa informan
serta objek penelitian.
Hasil yang ditemukan adalah masih adanya relevansi penggunaan trikon yang
dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara dengan budaya penggunaan alat teknologi
informasi di kalangan masyarakat Baduy luar. Dari hasil penelitian dpat disimpulkan
bahwa proses kontinyuitas budaya itu tetap berjalan yakni dengan terjadinya perubahan
sosial secara evolutif (lambat) yang dialami oleh masyarakat Baduy luar melalui
kehadiran penggunaan teknologi sebagai penunjang mobilitas sosial masyarakat Baduy
luar, ditemukannya penggunaan alat-alat teknologi seperti handphone, laptop,
komputer, radio yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pendidikan/pengetahuan,
peningkatan ekonomi, dan percepatan informasi dan komunikasi, ini merupakan wujud
kontinyuitas budaya yang merupakan hasil dari proses konvergensi yang berlangsung
secara selektif, dan adaptif, yang tidak mempengaruhi semua unsur-unsur budaya
lainnya, seperti kepercayaan, upacara, dan bentuk bangunan, namun justru kehadiran
alat-alat teknologi dimanfaatkan untuk memperkuat keteguhan dalam melestarikan
kebudayaan masyarakat Baduy Luar.
Keyword : Trikon, Baduy, Alat Teknologi Informasi dan Budaya.
v
ABSTRACT
Khairil Anam (NIM: 1112015000031): Analysis Theory Trikon Ki Hadjar Dewantara
Culture Against Use of Information Technology (Society Case Study Panamping
(Outer Baduy), Village Kanekes, Leuwidamar Subdistrict, Lebak, Banten province
ranked).
This study aims to determine how the theoretical analysis Trikon (Continuity,
Convergence and Concentric) to the culture of the use of information technology tools
for Community panamping (Baduy beyond), this theory comes from the idea of Ki
Hadjar Dewantara in an effort to strengthen the culture's own amid the currents of
colonialism radiating in every aspects of life in the Indonesian nation. This study aims
to see how big the theoretical analysis applied by the outer Baduy community as a
strategy to maintain their traditional cultural personalities in the community outside the
Baduy are already familiar with the tools of information technology as a form of
adaptation of cultural development. This research was conducted in June-October 2016
in Kampung Kadeketug, (outer Baduy) Kanekes Village. The method used is the New
ethnographic methods ala James A. Spradley with descriptive qualitative approach. The
data collection techniques with advanced flow method gradually. While the research
instruments to conduct detailed observation, interviews and documentation of several
informants as well as the research object.
Results are still the relevance of Trikon proposed by Ki Hadjar Dewantara with
the culture of use of information technology tools in the community outside Baduy.
From the research concluded that the continuity of the culture is still running namely
with social change in evolution (slow) experienced by Baduy outside through the
presence of the use of technology as a supporting social mobility Baduy outside, the
discovery of the use of technology tools such as mobile phones, laptops , computers,
radios were used for the needs of education / knowledge, economic improvement and
acceleration of information and communication, this is a form of continuity of culture
that is the result of the convergence process that takes place selectively, and adaptive,
which does not affect all of the elements of other cultures, such as beliefs, ceremonies,
and the shape of the building, but rather the presence of technological tools used to
strengthen firmness in preserving the culture of Outer Baduy community.
Keywords: Trikon, Baduy, Information Technology Equipment and Culture.
vi
KATA PENGANTAR
Memayu Hayuning Sariro,
Memayu Hayuning Bangsa
Memaning Hayuning Bawana
__Ki Hadjar Dewantara
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur sedalam dan luasnya dihaturkan atas limpahan karunia, Iman, Islam,
kesehatan, kesempatan yang dilimpahkan untuk penulis dari Allah SWT, Tuhan semesta
Alam, Dzat pemberi, penyempurna rahmat serta hidayah. Sehingga dengan ridho-Nya
penulis mampu menorehkan gagasan, pemikiran, yang dituangkan dalam bentuk skripsi
yang berjudul “Analisis Teori Trikon terhadap Budaya Penggunaan Teknologi
Informasi”, sebagai kesyukuran atas limpahan cakrawala pengetahuan yang Allah
hidangkan kepada kita. Sehingga penulis merasa bahwa karya ini bukan sebatas
pemenuhan tuntutan akademik belaka, namun merupakan kewajiabn insan cita dalam
mengamalkan perintahnya, “bacalah dengan nama tuhanmu yang maha menciptakan”.
Tak lupa shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan pada sang baginda alam,
guru paripurna, sang murabbi bagi segala ummat diseluruh Alam. Semoga tercurahkan
keselamatan bagi keluarga, sahabat, tabi’in serta pengikut yang senantiasa istiqamah
menjalankan ajarannya.
Penulis merasa terpanggil untuk meletakan di atas judul dari karya ini sebuah
pemikiran seorang tokoh nasional, guru bangsa, tokoh revolusioner pahlawan Manusia
Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Sosok yang familiar dikenal sebagai Bapak
Pendidikan Indonesia, namanya diabadikan dengan deretan pahlawan lainnya, namun
minim yang mengenal, memperdalam luas pemikiran, bahkan mempraktikan gagasan,
yang merupakan warisan terluhur darinya untuk Bangsa Indonesia. Di atas merupakan
sepenggal pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang penuh sarat akan makna, Memayu
Hayuning Sariro sejatinya setiap yang dilakukan oleh kita hendaknya memberikan
kebermanfaatan bagi diri kita, Memayu Hayuning Bangsa, bermanfaat untuk Bangsa,
Memayu Hayuning Bawana, bermanfaat untuk Dunia. Karena hakikatnya sebaikbaiknya manusia adalah yang paling bermanfaat untuk Orang lain.
Sejalan dengan bait pemikiran di atas yang penulis penuh resapi, kehadiran Karya
sederhana berupa skripsi ini yang mengulas bagaimana relevansi konsep trikon terhadap
penggunaan teknologi informasi masyarakat Baduy luar, sebagai suatu karya yang
mengayakan referensi bacaan bagi setiap insan, terutama mengenai masalah Budaya
dengan etnografisnya. Setidaknya bisa memberikan kebermanfaatan bagi diri penulis
dalam menggali luasnya ilmu yang Allah hidangkan kepada ummatnya melalui
perantara-perantannya, yang pada akhirnya insya allah akan mampu memberikan
vii
manfaat untuk Bangsa dan Dunia. Meskipun, tidak dapat dipungkiri tidak sedikit
kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam proses penulisan ini, penulis sadari itu
murni datangnya dari penulis. Kurangnya referensi yang menguatkan setiap dalil dalam
kalimat di skripsi ini, kesalahan dalam penulisan, substansi yang masih jauh dipanggang
api. Adalah bagian dari kelemahan penulis dalam menguraikan kebenerannya.
Penulis sadari betul, karya ini tidak akan mudah hadir tanpa dorongan yang
senantiasa terus mengalir, hadir dalam relung jiwa dan badan, menjadikannya
penyemangat dalam setiap goresan tinta, dan pemicu untuk tetap melangkah. Datangnya
dari orang tua tercinta Abah H. Asnali dan Ibu Hj. Jamsah, dua sosok yang menyatu,
memberikan andil begitu besar bagi keberlangsungan setiap aktivitas yang dijalankan
oleh penulis, teramat besar pengorbanan yang telah dihibahkan untuk penulis. Mudahmudahan Allah senantiasa melindungi, melimpahkan kesehatan dan kelapangan rezeki,
dan mengampuni seluruh dosanya seperti mereka mendidik anak-anaknya saat kecil.
Selanjutnya penulis juga menghaturkan ribuan banyak terima kasih kepada :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Keluarga besar Abah H.Asnali dan Hj. Jamsah, kakanda serta adik tercinta
(Kusandi,
Jaelani,
Abdurrohim,
Siti
Julaeha,
Suudi
Asnali,
Kholillatudiniyah, Suher Adbillah), atas kepedulian dan dorongan motivasi
yang kuat terhadap penulis.
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, terima kasih atas arahan serta bimbingan yang diberikan
untuk kemajuan diri dan Mahasiswa FITK secara umum.
Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, yang selalu tampil dengan membawakan kebaharuan
gagasan, pemikiran, untuk kemajuan eksistensi Jurusan IPS dan
mahasiswanya, dengan karya yang inovatif diiringi etos kerja produktif.
Maju IPS, bahagia Mahasiswanya.
Bapak Drs. Syaripulloh M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial sekaligus pembimbing I penulis, tidak berlebihan jika
julukan “Bapak Sosiologi” IPS terpatri dalam dirimu. Cakrawala pemikiran
August Comte,Clifford Geertz, dan tokoh lainnya yang penulis dapatkan
menjadi pemantik untuk mendalami antara konsepsi dengan realita dan
gejala sosial masyarakat.
Bapak Prof, Dr. Rusmin Tumanggor, MA., selaku Dosen Penasehat
Akademik. Yang menginspirasi penulis menuangkan gagasan tentang
khazanah Budaya dalam karya ini. Budaya dengan kemahaluasan makna
dan hakikatnya, harusnya menjadi pijakan dasar bagi Bangsa dalam
membangun peradaban.
Bapak Andri Noor Ardiansyah, S.Pd, M,Si, dan selaku Dosen Pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mendengar celotehan penulis,
teman diskusi beragam isu strategis bangsa
dan selaku pembimbing,
memberi petunjuk dan nasehat kepada penulis dengan ikhlas demi
keberhasilan penulis.
viii
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Seluruh Dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, terima kasih atas
didikan, keteladanan, keikhlasan, kebersamaan yang dihibahkan kepada
kami, mahasiswa IPS. Kami ingin menjadi bagian yang menghargai masa
depan penuh rasa optimistis, dengan cara kami menghargai pendidik hari
ini.
Kepala perpustakaan Umum, perpustakaan FITK, berikut staf bagian, office
boy FITK, satpam FITK, yang turut andil dalam memberikan suasana yang
nyaman bagi penulis berada di ruang lingkup akademis, semoga Allah
lapangkan keihklasan dan pengabdiannya.
Bapak Jaro Saija, selaku Kepala Desa Kanekes atas kesediaan waktu,
kesempatan serta pemikiran untuk memberikan keterangan tentang profil
masyarakat Baduy luar.
Sahabat seperjuangan para perajut tenun kebersamaan, kelompok tawa,
pemicu dailektika, berderet pengalaman yang dialami bersama diberikan
untuk turut mewarnai corak kehidupan penulis. Hendra, Rizky, Subur, Rian,
Omen, dan Izul, Fakhrur ditunggu lembaran cerita menarik di tahun 2022
nanti.
Rekan team Kreatif Komik PIPS, ( Amry, Farhan, Ikhsan, Eboy dan Fadil)
yang senantiasa berperan menyampaikan misinya melalui karya untuk
keabadian, dan kepedulian untuk Jurusan IPS.
Sahabat-sahabat Alumni Pondok Pesantren Daar el-Qolam II angkatan 2012
(Shine On Generation), sumber pengalaman, pengetahuan, dan dorongan
didapatkan agar kita saling berlomba dalam kebaikan.
Rekan-rekan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial angaktan 2012,
terkhusus “Sociology Class”. Kita saling mengenal bukan untuk saling
melupakan.
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Tangerang
Selatan periode 2016-2017. Tempat penulis mendedikasikan diri untuk
sebuah pengabdian, tempat penulis menempa diri untuk kematangan bagi
diri. Terkhusus untuk segenap Pengurus PD KAMMI Tangsel 2016-2017
dan seluruh kader komisariat di bawah naungan Tangsel, KAMMI adalah
ladang amal untuk sebuah perjuangan, terus berdinamika untuk jayakan
Indonesia 2045.
Seluruh Komisioner Turun Tangan Banten, Andi Angger, Fauzan Arrasyid,
Kushendra Tawarna, Muhammad Raa. Salam penulis sampaikan kepada
mereka para penggerak perubahan bangsa, mereka yang memilih untuk
melakukan perubahan bukan menuntut perubahan. #SalamBersama
Rekan kerja profesional di Yayasan Filantropi Indonesia, Bapak Direktur
Ahmad Fudholi, Bapak Tegar (manager fundrisingl), Bapak Kusanman
(manager programme), Abangda Fauzan (manager financial), saya paling
muda diantara kalian, tapi semangat muda itu saya dapatkan dari diri kalian.
Rekan-rekan relawan, penggerak di berbagai Komunitas Untuk Negeri,
Gerakan Banten Mengajar, Kampung Al-Quran, #UntukBanten, trip for
care, Kelas Inspirasi Tangsel, DD Volunteer, dan berbagai macam
ix
pergerakan lainnya dimana penulis pernah mengabdi. Terima kasih atas
iuran materi, gagasan, kehadiran teman-teman untuk sebuah pesan, bahwa
ibu pertiwi kita masih melahirkan para pejuang yang memilih untuk turun
tangan bukan urun angan
18. Kawan-kawan pergerakan yang berada di Ciputat, HMI, PMII, GMNI,
GPPI, PATANI, DEMA UIN Jakata dll. Senang berada dalam lingkaran
kalian, yang menorehkan semangat juang untuk sebuah kemenangan,
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
19. Adik-adik, Ibu Heni, Kang Nurman, Ibu Sutijah, Bapak Toha dan seluruh
pemuda Kp. Sinarjaya, Desa Girijagabaya, terimakasih atas doa, motivasi
yang hadir di setiap raut wajah kalian. saya justru yang menimba ilmu
dalam diri kalian, tentang ketulusan dan keikhlasan.
20. Seluruh rekan-rekan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah
sama-sama berjuang memberikan dorongan dan semangat juang untuk diri
saya.
Penulis berharap semoga segala kebaikan yang diberikan mendapatkan pahala
yang berlipat ganda oleh Allah SWT dan senantiasa selalu dilindungi oleh Allah
SWT.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang akan
digunakan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Tangerang Selatan, 7/11/2016
Khairil Anam
1112015000031
x
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR HALAMAN
PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
PERNYATAAN UJI REFERENSI
PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ........................................................................................................
ABSTRACT .......................................................................................................
KATA PENGANTAR .......................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
DAFTAR TABEL..............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
iv
v
vi
xi
xiv
xiv
xiv
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah.......................................................................... 6
C. Batasan Masalah ............................................................................... 7
D. Rumusan Masalah............................................................................. 7
E. Tujuan Penelitian............................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis ........................................................................... 8
2. Manfaat Praktis ............................................................................ 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Trikon
1. Pengertian Teori........................................................................... 9
2. Teori Sebagai Model.................................................................... 10
3. Pengertian Trikon......................................................................... 11
4. Hubungan Teori Trikon, Akuluturas dan Asimilasi ..................... 16
B. Kebudayaan
1. Pengertian Kebudayaan................................................................ 22
2. Karakteristik Kebudayaan............................................................ 25
3. Unsur-Unsur Kebduyaan ............................................................. 28
4. Wujud Kebudayaan...................................................................... 31
5. Perubahan Kebudayaan................................................................ 32
xi
C. Teknologi Informasi
1. Pengertian Teknologi Informasi ................................................... 34
2. Macam-Macam Teknologi ........................................................... 38
D. Hasil Penelitian yang Relevan .......................................................... 39
E. Kerangka Berfikir.............................................................................. 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................... 43
B. Metode Penelitian ........................................................................... 45
C. Teknik Pengumpulan Data............................................................. 48
D.
1.
Observasi ............................................................................... 49
2.
Wawancara .............................................................................. 51
3.
Dokumentasi ............................................................................ 54
Teknik Pengolahan Data ............................................................... 54
1.
Reduksi dan Analisis Data ...................................................... 54
2.
Penyajian Data ........................................................................ 55
3.
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi ............................................ 55
E. Pemeriksaan dan Pengecekkan Keabsahan Data ............................. 55
1.
Creadibility ............................................................................. 55
2.
Dependability .......................................................................... 56
3.
Confirmability......................................................................... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Masyarakat Baduy
1.
Letak Geografis ....................................................................... 63
2.
Kondisi Demografi .................................................................. 65
3.
Agama dan Kepercayaan......................................................... 69
4.
Kelompok Masyarakat Baduy................................................. 72
5.
Lembaga Kemasyarakatan....................................................... 77
6.
Mata Pencaharian..................................................................... 80
B. Analisis Teori Trikon Terhadap Penggunaan Teknologi Informasi
Masyarakat Panamping
1.
Analisa Kontinyuitas Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat
Panamping ............................................................................. 86
xii
2.
Analisa Konvergensi Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat
Panamping.............................................................................. 92
3.
Analisa Konsentris Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat
Panamping.............................................................................. 102
C. Pembahasan
1.
Kontinyuitas Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat
Panamping ........................................................................... 107
2.
Konvergensi Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat
Panamping ........................................................................... 112
3.
Konsentris Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat
Panamping ........................................................................... 116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan........................................................................................ 118
B. Saran-Saran....................................................................................... 119
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 115
LAMPIRAN....................................................................................................... 123
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Desa Kanekes................................................................................... 70
Gambar 4.2 Bagan struktur Organisasi Desa Kanekes................................................. 85
Gambar 4.3 Proses Ngasuek saat Penanaman Padi ...................................................... 90
Gambar 4.4 Proses Menenun Kain yang dilakukan oleh Perempuan Baduy ............... 92
Gambar 4.5 Pelatihan Digital Marketing untuk Masyarakat Baduy luar ..................... 102
Gambar 4.6 Desa Kanekes memperoleh pengharagaan Desatika.ID Award 2016 ...... 104
Gambar 4.7 Proses Akulturasi Budaya ......................................................................... 110
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kerangka Berfikir ......................................................................................... 45
Tabel 3.1 Timeline Penelitian....................................................................................... 48
Tabel 3.2 Draft Pertanyaan Wawancara ...................................................................... 61
Tabel 4.1 Demografi Penduduk Desa Kanekes 2016.................................................. 71
Tabel 4.2 Perekmbangan Penduduk Desa Kanekes .................................................... 74
Tabel 4.3 Perbandingan dan Persamaan antaea Baduy Dan[lam dan Luar ................. 81
Tabel 4.4 Proses Pengelolaan Pertaninan (Ngauhma) ................................................ 89
Tabel 4.5 Perangkat Alat-alat teknologi Informasi ...................................................... 97
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Wawancara............................................................................... 123
Lampiran 2
Lembar Observasi.................................................................................. 132
Lampiran 3
Daftar Gambar ....................................................................................... 135
Lampiran 3
Peraturan Daerah No. 21 tentang Hak Ulayat Masyarakat Baduy........ 139
Lampiran 4
Uji Referensi .......................................................................................... 151
Lampiran 5
Surat Izin Penelitian ............................................................................... 160
Lampiran 5
Surat Keterangan Penelitian................................................................... 161
Lampiran 6
Surat Bimbingan Skripsi........................................................................ 162
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan tidak lain merupakan usaha sadar yang dilakukan dalam
rangka untuk menciptakan kondisi taraf hidup manusia yang lebih baik.
Sehingga
terciptanya
keharmonisan
yang
meliputi
setiap unsur
yang
terkandung didalamnya. Baik menciptakan lingkungan hidup yang lebih serasi
atau kemudahan dalam fasilitas untuk menikmati hidup. Pembanguna n
merupakan sebagai sarana intervensi manusia terhadap lingkungannya, baik
lingkungan alam fisik, maupun lingkungan social budaya.
Dampak dari adanya pembangunan timbulnya
perubahan yang tidak
atau secara langsung berpengaruh dalam tatanan kehidupan masyarakat. Yang
bermula adanya perubahan pada diri subjek yang melakukan pembangunan itu
sendiri yaitu manusia,
hingga
berpengaruh
pada lingkungan
hidupnya.
Perubahan itu kian nampak, dengan munculnya sikap intoleransi terhadap nilainilai yang sudah mendarah daging dalam masyarakat. Sehingga terjadila h
perggeseran system nilai budaya yang membawa perubahan pula dalam
hubungan interaksi manusia dalam masyaraktnya.
Diakui secara umum, bahwa kebudayaan merupakan unsur penting
dalam proses pembangunan suatu bangsa. Samuel P. Huntington dalam
Bambang Widianto yang bercerita bahwa dalam tahun 1990-an ketika ia
membaca data ekonomi Ghana dan Korea Selatan. Data diantara dua Negara
itu setingkat penghasilan perkapitanya
sama dalam setiap sektor baik
manufaktur, maupun jasa. Tiga puluh tahun kemudian, Korea Selatan tumbuh
sebagai Negara raksasa industri, salah satu Negara dengan ekonomi terbesar.
Padahal 30 tahun antara kedua Negara tersebut berada dalam posisi setingkat
1
2
dalam segi pendapatan perkapitanya. 1 Apa yang membuat Korea Selatan
mampu melampaui Ghana dalam pendapatan Negaranya? dengan kondisi
sumber daya alam yang sama?
Jawaban dari pertanyaan di atas dijelaskan oleh Samuel P. Huntyingto n
dalam Widianto
dalam bukunya yang diterbitkan oleh Universitas Harvard
pada tahun 2000. Pendapatnya “Yang membuat Korea Selatan menjadi Negara
dengan pendapatan perkapita terbesar di Dunia adalah Culture Matters atau
dalam hal ini bisa disebut dengan untuk memperbaiki kemampuan yang ada
dalam diri suatu bangsa, perancangan kebudayaan menjadi salah satu hal yang
sangat sentral sifatnya”.2 Kebudayaan oleh Ki Hadjar Dewantara dituangka n
dalam Kongres Pendidikan Indonesia pada tanggal 20-24 Juli 1949 di
Yogyakarta menurutnya definisi kebudayaan adalah merupakan buah budi
manusia, adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat,
yaitu alam dan zaman (kodrat dan masyarakat), dalam mana terbukti kejayaan
hidup manusia untuk mengatasi berbagai macam rintangan dan kesukaran di
dalam hidup
dan penghidupannya
dalam mencapai
keselamatan
dan
fungsi utama kebudayaan adalah pemeliharaan
dan
kebahagiaan, yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai”.3
Selanjutnya
memajukan hidup manusia ke arah keadaban. Sehingga hal itu yang kemudain
mampu membentengi arus modernisasi supaya tidak terjebak masuk di
dalamnya mengikuti dan menghilangkan identitas
Negara. Pemelihar aa n
kebudayaan harus bermaksud memajukan dan menyesuaikan kebudayaan di
tiap-tiap pergantian
1
alam dan zaman,
isolasi atau pengasingan
dalam
Bambang Widianto, Perspektif Budaya: Kumpulan Tulisan Koentjaraningrat Memeroial
Lectures. (Jakarta : Rajawali Press,2000), hal. 3
2
Bambang Widianto, hal. 2
3
H.A.R. Tilaar, Pedagogik Teoritis untuk Indonesia. (Jakarta : Kompas, 2015), hal. 15
3
kebudayaan menyebabkan kemunduran
dan kematian,
maka harus ada
hubungan antar kebudayaan dan masyarakat.
Perencanaan kebudayaan berupa lanjutan dari kebudayan sendiri
(kontinuet), menuju ke arah kesatuan dunia (konvergensi) dan dan tetap terus
mempunyai sifat keperibadian di dalam lingkungan kebudayaan sedunia
(konsentris).
4
Itulah strategi pembangunan kebudayaan oleh Ki Hadjar
Dewantara yang disebut dengan Teori Trikon. Konsep ini bertujuan untuk
memelihara
kebudayaan
yang
dimiliki
dengan
menyesuaikan
arus
perkembangan zaman tanpa harus menghilangkan keperibadian atau identita s
yang dimiliki.
Suku Baduy merupakan salah satu suku di Indonesia yang sampai
sekarang masih mempertahankan nilai-nilai budaya dasar yang dimiliki dan
diyakininya,
ditengah-tengah
kemajuan
peradaban
di
sekitarnya.
Kesederhanaan dan toleransi terhadap lingkungan disekitarnya adalah ajaran
utama di masyarakat Baduy. Dari kedua unsur tersebut akan muncul rasa
gotong
royong
dalam kehidupan
mereka.
Kepentingan
sosial
selalu
dikedepankan sehingga jarang dijumpai kepemilikan individu, tetapi tetap
menjunjung tinggi asas demokrasi.
Menurut Peraturan Daerah No 31 tahun 2001 tentang Perlindunga n
Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy dijelaskan bahwa pengertian dari
masyarakat Baduy adalah, “masyarakat yang bertempat tinggal di Desa
Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak yang mempunyai ciri
kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda dengan masyarakat umum”. 5
4
H.A.R. Tilaar, hal. 4
5
Peraturan Daerah No 31 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy,
Kabupaten Lebak, Banten, 2001. Diambil dari www.setda.lebakkab.go.id pada pukul 09:56 tanggal 27
Agustus 2016
4
Masyarakat Baduy atau yang disebut dengan Urang Kanekes terdiri
dari dua kelompok yaitu kelompok Baduy Dalam (Tangtu) dan Kelompok
Baduy Luar (Panamping). Masyarakat Baduy Dalam merupakan masyarakat
yang masih kental dengan adat atau tradisinya yang terdiri dari tiga kampung
yakni, Cikeusik, Cikertawang atau Cikartawarna dan Cibeo. Sedangkan
masyarakat Baduy Luar (Panamping) adalah kelompok masyarakat yang
tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi Baduy Dalam atau
yang biasa disebut dengan Baduy Luar.6
Kelompok Masyarakat Baduy Luar (Panamping) yang tinggal di
berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti
Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya.
Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala
berwarna hitam7 . Panamping berasal dari tamping yang berarti kata kerja buang
jadi islitah panamping bermakna pembuangan, dengan kata lain panamping
adalah tempat yang dibuat secara khusus untuk menampung masyarakat Baduy
Dalam yang melanggar aturan adat8 , sehingga mereka diberikan kelonggara n
dalam menjalankan aturan adat yang berlaku dalam masyarakat Baduy dalam
pada umumnya, mereka diperkenankan untuk menggunakan beragam alat
teknologi, pakaian yang serba bebas, dan penggunaan alat transportasi umum
sebagai penunjang mobilitas sosial mereka. Hal ini dilakukan agar dapat
menyesuiakna dengan kehidupan budaya luar yang jauh lebih modern.
Dalam mempertahankan tradisi nenek moyangnya di mana seluruh
sistem sosial budaya bersumber dari aturan (pikukuh) yang diwariskan oleh
leluhurnya,
hal tersebut
menyebabkan
masyarakat
Baduy
mengala mi
6
Ivan Masdudin, Keunikan Suku Baduy di Banten (Banten: Taletna Pustaka Indonesia, 2011)
7
Cecep Eka Permana, Tata Ruang Masyarakat Baduy (Jakarta: Wedatama Widya, 2016), hal.19
8
Cecep Eka Permana, hal.20
hal.7
5
perubahan yang cenderung lambat. Perubahan-perubahan tersebut diakibatkan
oleh terjadinya kontak-kontak hubungan yang berlangsung massif dengan
masyarakat lain di luar dari desa Kanekes. Perubahan dapat menyangk ut
tentang beberapa hal, perubahan fisikal oleh proses alami dan perubahan
kehidupan manusia oleh dinamika kehidupan itu sendiri.
Perubahan itu berlangsung lambat, dan terlihat dari pola pikir, cara
bertindak, pemilikan barang organisasi sosial yang sebelumnya tidak dikenal
dalam kehidupan mereka. 9
Salah satu yang nampak dilihat bahwa telah
terjadinya perubahan yang dialami oleh masyarakat Baduy adalah adanya
kesadaran masyarakat Baduy luar dalam menggunakan teknologi sebagai alat
dalam menunjang kehidupan sosial masyarakatnya, terlihat dari sekian banyak
populasi yang tinggal di Baduy luar sebagian sudah menggunakan handphone
untuk berkomunikasi, komputer dan penggunaan internet. Seperti yang dilansir
menurut laman media indotelko.com dan telkom.co.id menunjukkan bahwa
masyarakat
Baduy sudah memulai
untuk
mengenali
interntet
dengan
diadakannya pelatihan Boardband Learning Center (BLC).10
Hal ini tentu saja dapat dinilai positif apabila penggunaan teknologi
ini dimaksudkan sebagai sekedar alat untuk membantu memudahkan aktifita s
sehari-hari. Namun, akan berdampak buruk apabila penggunaan teknologi ini
digunakan
secara berlebihan
tidak
ada proses penyaringan
sehingga
menimbulkan indikasi adanya pergeseran gaya hidup serta perilaku yang
mengakibatkan ketidakpercayaan terhadap pikukuh. Bahkan bisa saja kedepan
9
Wilodati, “Sistem Tatanan Masyarakat dan Kebudayaan Orang Baduy,” Jurnal, Tanpa Tahun,
hal. 7
10
Lihat
di http://www.indotelko.com/kanal?c=in&it=telko m-dunia-masyarakat-baduy,
http://beta.telkom.co.id/telkom-peduli/berita-csr/sosial/sekda-banten-egm-dcs-barat-resmikanpelatihan-internet-di-baduy.html diakses pada tanggal 30/08/16, pukul: 10:33.
dan
6
sejumlah warga masyarakat Baduy sengaja keluar dari Desa Kanekes untuk
melonggarkan diri dari ikatan pikukuhnya.
Tulisan ini bermaksud untuk melihat bagaiamana secara analisis
teori
trikon (konvergensi, konsentris dan kontinstuet) Ki Hadjar Dewantara dengan
budaya penggunaan teknologi informasi yang ada di masyarakat Panamping,
Baduy. Teori trikon yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah
strategi Ki Hadjar Dewantara dalam membentengi dan menjaga keutuhan
kebudayaan asli Indonesia ditengah mulai masuknya beragam kebudayaankebudayaan asing yang kemudian berasmiliasi dengan kebudayaan asli.
Sehingga, lambat laun kabudayaan asli Indonesia mulai menghilang apabila
tidak
ada upaya strategis
menyesuaikan
dalam rangka
tetap mempertahankan
agar menjadi kesatuan yang bersifat konsentris
dan
dengan
kebudayaan yang ada.
Dengan latar belakang tersebut penulis bermaksud ingin mengetahui
secara mendalam bagaimana relevansi teori trikon dalam proses pemelihar aa n
yang dilakukan oleh masyarakat penghuni Panamping dengan menlangsungka n
sebuah penelitian ynag berjudul Analisa Teori Trikon Ki Hadjar Dewantara
Terhadap Budaya Penggunaan Teknologi Informasi
masyarakat Panamping (Baduy
luar),
(studi kasus
Desa Kanekes, Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinisi Banten).
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
1. Masyarakat Baduy masih melekat dengan aturan pikukuhnya, yang
membatasi ruang gerak masyarakat, sehingga mempengaruhi pada piliha n
penggunaan alat teknologi informasi yang cenderung konvensional
7
2. Kebutuhan akan kemudahan dalam mengakses informasi dan komunikas i,
membuat masyarakat Baduy luar mulai menggunakan teknologi informas i
modern, sehingga masyarakat Baduy perlahan mulai menyampingka n
aturan pikukuh yang melarang penggunaan teknologi informasi modern
3. Interkasi yang terjalin sangat intensif dengan masyarakat Luar Baduy,
mengakibatkan
terjadinya
proses penerimaan
budaya
baru
dalam
penggunaan teknologi informasi
C.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.
Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, karena adanya
keterbatasan waktu dan biaya bagi penulis, maka penelitian ini dibatasi pada
masalah
kebutuhan
akan kemudahan
dalam mengakses
informasi
dan
komunikasi, membuat masyarakat Baduy luar mulai menggunakan teknologi
informasi
modern,
menyampingkan
sehingga
masyarakat
Baduy
aturan pikukuh yang melarang
perlahan
penggunaan
mula i
teknologi
informasi modern.
Dengan dianalisis
dari sudut pandang teori Trikon Ki Hadjar
Dewantara, pada proses kontinyuitas,
konvergensi dan konsentris
dari
penggunaan teknologi informasi masyarakat Baduy Luar/Panamping, Desa
Kanekes, Kecamatan Leuwdamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten)
2.
Rumusan Masalah
Dari batasan masalah di atas dapat disimpulkan berupa rumusa n
masalah mengenai bagaimana analisis teori trikon Ki Hadjar Dewantara dalam
penggunaan teknologi informasi masyarakat Panamping (Baduy Luar), Desa
Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Dengan rincia n
rumusan masalah di bawah ini:
1.
Bagaimana analisa proses kontinyuitas penggunaan teknologi informa s i
masyarakat Panamping (Baduy Luar)?
8
2.
Bagaimana analisa proses konvergensi penggunaan teknologi informa s i
masyarakat Panamping (Baduy Luar)?
3.
Bagaimana analisa proses konsentris penggunaan teknologi informa s i
masyarakat Panamping (Baduy Luar)?
D.
Tujuan
Untuk menjawab rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah, untuk melihat bagaimana analisis teori trikon Ki Hadjar Dewantara
terhadap budaya penggunaan teknologi informasi (Studi kasus masyarakat
Panamping/Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,
Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten), dengan rincian tujuan di bawah ini:
1.
Untuk menganalisa bagaimana proses kontinyuitas penggunaan teknologi
informasi masyarakat Panamping (Baduy Luar)
2.
Untuk menganalisa bagaimana proses konvergensi penggunaan teknologi
informasi masyarakat Panamping (Baduy Luar)
3.
Untuk menganalisa bagaimana proses konsentris penggunaan teknologi
informasi masyarakat Panamping (Baduy Luar)
E.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teroitis
Sebagai sumbangan pemikiran tambahan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, terutama bagi perkembangan Sosiologi dan Antropologi,
khususnya kajian mengenai Kebudayan.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Penulis :
Sebagai media pembelajaran bagi penulis dalam melakuka n
kegiatan-kegiatan
penguatan
penelitian
pemahaman
berikutnya,
serta sebagai media
baik dalam tataran teori san tataran
implementasi di kehidupan
9
b) Bagi Pemerintah Provinsi Banten
Sebagai referensi tambahan dalam menentukan kebijakankebijakan yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat Baduy
c) Bagi Masyarakat Akademis
Sebagai referensi tambahan dan memperluas wawasan tentunya
dalam bidang etnografi budaya, penggunaan alat teknologi dan
antropologi budaya
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Teori Trikon
1.
Pengertian Teori
Menurut KBBI teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai
keterangan mengenai sebuah pristiwa (kejadian dsb).
11
Yang kemudian
didukung oleh data dan argumentasi, penyelidikan eksperimental yang mampu
menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, argumentas i
atau pendapat, cara dan aturan manusia melakaukan sesuatu.
Durbin menjelaskan bahwa, teori adalah pernyataan karena ia adalah
bagian dari upaya ilmuwan
manusia
mengungkapkan
pemikiran
atau
idenya.12 Pernyataan itu ditujukan manusia memperjelas atau memaha mi
serangkaian fakta dan data yang semula terkesan rumit atau bahkan tidak
bermakna.
Michaolas membagi pengertian teori dalam lima kategori, yaitu:
a.
Teori sebagai pernyataan yang aksiomatis (axiomatic)1 manusia
memberi makna atau pengertian tentang serangkaian fakta yang
sebelumnya membingungkan atau tidak bermakna.
b.
Teori sebagai upaya menyusun data dan fakta secara sistematis,
walaupun pernyataan-pernyataannya belum tentu aksiomatis
c.
Teori dianggap
sebagai generalisasi
tak terbatas
tentang
kebenaran universal yang diaati oleh para ilmuan; di sini teori
dianggap sebagai “hukum” tentang kebenaran.
11
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI), (Jakarta: Balai Pustaka, 1988)
hal.932
12
Putu Lukman Pandit, “Penggunaan Teori dalam Penelitian Ilmu Perpustakaan dan
Informasi,” ( Jurnal ISPII, Tanpa Tahun), hal. 3
11
d.
Teori sebagai jawaban terhadap persoalan-persoalan ilmiah, tanpa
bentuk yang pasti atau seragam.
e.
Teori sebagai aturan-aturan manusia mengambil kesimpula n
dalam proses penelitian.13
Dalam
ilmu
sosial-budaya,
penggunaan
teori juga
mengala mi
perkembangan dan dinamika. Sebagaimana diuraikan Ellis dan Swoyer dalam
luqman pada mulanya teori social didominasi pandangan positivistik- lo gis
(logical-postivist), yaitu teori sebagai hasil deduksi berdasarkan prinsip dasar
tertentu, sebagaimana yang biasa dilakukan di sains.
Dalam bentuknya yang sederhana teori merupakan hubungan antara dua
faktor atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta
tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji
secara empiris. Oleh karennya suatu teori disebut merupakan hubungan antara
dua variabel atau lebih tang telah diuji kebenarannya. 14
Teori sosial diuji dengan membuat ramalan (prediksi) berdasarkan
prinsip dasar atau hukum (laws) tertentu, dan peneliti kemudian menetapkan
apakah prediksi itu benar atau salah. Pada tahun 1960an pandangan yang
positivistik tentang teori ini mulai mendapat kritik, sehingga akhirnya sudah
tak dominan lagi di ilmu social-budaya. Hukum ilmiah menjadi kurang
berperan, sementara model menjadi lebih sering dibicarakan. Kita akan
kembali ke pembahasan tentang hukum dan model di bagian berikut nanti.
2.
Teori Sebagai Model
Di dalam sebuah penelitian,model membantu peneliti mengungkapka n
jalan pikirannya tentang suatu subjek tertentu. Kadang kala, berbagai model
13
Putu Lukman Pandit, hal. 4
14
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), hal.26
12
dibuat oleh para ilmuan di bidang tertentu dan menjadi semacam panduan
teoritis yang menuntun semua jenis penelitian di bidang
tersebut.
Setelah sekian lama, akhirnya model-model tersebut dapat saja diterima
sebagai sebuah teori yang utuh. Silverman (2000) dalam luqman menyataka n
bahwa sebuah model sebenarnya juga merupakan “kerangka kerja” yang dapat
dipakai manusia menguraikan sebuah persoalan yang sedang diteliti. 15
Menurut brooks dalam Luqman menjelasakan bahwa tentang model
dalam sebuah teori:
Menurutnya model adalah sebuah mental framework (kerangka kerja
pemikiran) yang dapat digunakan dalam eksperimen dengan kegiatankegiatan perpustakaan. Ia menganjurkan agar penelitian IP&I tidak
terpaku pada kerangka kerja operation research sebagaimana yang
digunakan para pendahulunya dan memperluas konteks penelitia n
dengan memasukkan variabel pemakai dan lingkungan organisasi ke
dalamnya.16
Sebagian besar model manusia kajian perilaku merupakan pernyataan
ringkas tentang kerangka pikir peneliti yang dituangkan dalam bentuk diagram
atau gambar. Sifat model seperti ini adalah deskriptif (menjelaskan) unsur unsur dari sebuah perilaku, penyebab dan konsekuensi dari perilaku itu, dan
tahap-tahap dalam sebuah perilaku.
3.
Pengertian Trikon
Ki Hadjar Dewantara menjelaskan pada perkembangan budaya yang
sangat dinamis diperlukan hubungan dengan budaya-budaya lain dengan
mengambil segala bahan kebudayaan dari luar yang dapat mengembangkan dan
memperkaya budaya sendiri yang sudah ada. Meski demikian ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam memilih unsur-unsur budaya mana yang perlu,
15
Putu Lukman Pandit, hal.11
16
Putu Lukman Pandit, hal.
13
mana yang tidak perlu, mana yang baik, dan mana yang buruk dan disesuaika n
dengan perekembangan zaman.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara diwujudkan dalam konsep triloginya
yang terkenal dengan nama Trikon. Konsep ini merupakan hasil ramuan
berdasarkan pengamatannya tentang budaya timur dan barat. Secara definis i
Trikon dapat diartikan sebagai berikut, “ upaya manusia menghubungka n
budaya luhur bangsa Indonesia (kontinyu) dan menyeleksi datangnya budaya
luar dengan memberikan kemungkinan berpadunya budaya bangsa dengan
budaya luar (konvergen) menuju terjadinya budaya baru yang lebih baik
(konsentris)”.17
Dalam pengertian
sederhananya
Ki Hadjar menjelaskan
makna
daripada teori trikon melalui perumpamaan seorang juru masak yang ketika
memilih manusia mengambil bahan-bahan (komposisi makanan) dari luar
tetapi kemudian dimasak oleh tangan sendiri, dipadukan dengan ciri khas atau
rasa sendiri, akan lebih lezat rasanya dan menyehatkan. 18
Tidak
banyak
sumber-sumber
yang
didapatkan
penulis
untuk
menjelaskan bagaimana arti secara spesifik mengenai teori trikon ini, penulis
berusaha untuk menggali informasi dari beragam macam literatur, buku-buku
kebudayaan,atau jurnal ilmiah, namun tidak mudah bagi penulis untuk
mendapatkan informasi yang berkenaan dengan teori tersebut. Hanya saja
penulis mampu menggali dari berbagai macam informasi yang didapat dari
buku-buku karya tulisannya.
Namun jika dilihat seksama dalam memaknai Konsep Trikon adalah
merupakan penggabungan dari dua kata antara tri yang berarti tiga sedangkan
kon adalah singkatan dalam penyebutan nama (kontinyu, konsentris dan
17
Ki Hadjar Dewantara, “Karja 1 Ki Hadjar Dewantara, ( Jogjakarta ; Majlis Luhur Persatuan
Taman Siswa, 1962), hal.59
18
Ki Hadjar Dewantara, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989), hal. 138
14
konvergensi), manusia mengetahui penjabaran makna dari ketiga prinsip itu
adalah sebagai berikut
a.
Konsep Kontinyuitas
Konsep ini mengemuakkan bahwa asas pertama dalam konsep trikon
adalah kontinyu yang berarti tidak ada kebudayaan yang tidak tidak
bergerak mengalami perubahan, selalu akan berkembang. Menyesuaika n
dengan perkembangan zaman. Ki Hadjar menjelaskan maksud dari konsep
Kontinuitet adalah
Yang berarti bahwa garis hidup kita di jaman sekarang harus
merupakan lanjutan,terusan, dari hidup kita di jaman silam, jangan
ulangan atau tiruan dari bangsa lain. 19
Dalam melestarikan kebudayaan asli Indonesia harus terus menerus
dan berkesinambungan. Teori Kebudayaan itu dilakasanakan dengan
memasukan mata pelajaran muatan lokal, melakukan upacara-upacara
adat, mementaskan keseruan daerah dan lain-lain.
Dalam konsep kontinyu menurut H.A.R Tilaar mengemukaka n
bahwa :
Tidak ada satupun kebudayaan yang statis atau tidak berkembang.
Kebudayaan yang tidak berkembang berarti pemilik kebudayaan itu
telah lelap. Setiap kebudayaan berkembang secara peralhan- la ha
ataupun dengan cepat. Sebagai pemilik kebudayaan maka
perkembangna seseorang anak manusia dari kandungan sampai
menjadi dewas terikat kepada nilai-nilai yang berlaku di dalam
kehidupan di mana keluarga itu berada.20
Nilai-nilai itu terdapat di dalam kebudayaan yang berkembang dan
berubah sepanjang masa. Tergantung besarnya pengaruh yang menguba h
19
Ki Hadjar Dewantara, Karya Ki Hadjar Dewantara bagian Pertama; Pendidikan,
(Yogyakarta: Majelsi Luhur Persatuan Tamansiswa, 2011), cet IV, hal. 228
20
H.A.R. Tilaar, Pedagogik Teoritis untuk Indonesia (Jakarta: Kompas, 2015), hal. 49
15
dari satu kebudayaan
serta kemampuan
dari pemiliknya
manusia
menwujudkan nilai-nilai itu.
b.
Konsep Konvergen
Ki Hadjar Dewantara menjelaskan mengenai konsep konvergensi
adalah berarti datang berkumpulnya aliran-aliran yang
pada
permulaannya berlainan azas, dasar serta tujuan, akan tetapi karena
aliran itu bersama-sama menempati alam serta zaman yang satu,
lambat laun terpaksalah saling mendekati manusia berkumpul
kelaknya, dimana telah nampak ada kepentingan-kepntinga n
bersama.21
Adapun pengertian lain dari konsep konvergensi menurut Ki Hadjar
adalah dalam arti keharusan manusia menghindari kehidupan menyend ir i
(isolasi) dan manusia menuju ke arah pertemuan dengan hidupnya bangsabangsa lain sedunia.22
Maksud dari penjelasan di atas adalah upaya menyatukan antara dua
hal yang berebeda baik dalam segi apapun manusia saling berhubungan dan
menjadi satu. Manusia menjadikan sebuah kebudayaan maju berkembang
maka hal pokok yang harus dilakukan adalah dengan cara berbaur dengan
kebudayaan yang lain. Dengan tetap menyesuakan diri manusia tidak
terbawa arus kebudayaan lain, sehingga nilai-nilai yang dimliki tetap
terpatri dan terimplementasi dalam setiap aturan kehidupan.
Sedangkan Ki Sunarno memaknai konvergen merupakan upaya
mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia
harus memadukan
dengan kebudayaan asing yang dipandang dapat memajukan bangsa
Indonesia.
memilih
21
Dalam memadukan
dan memilah
itu (konvergensi)
dengan
kebudayaan yang sesuai dengan kepribadia
Ki Hadjar Dewantara, Karya Ki Hadjar Dewantara bagian Pertama; Pendidikan,
(Yogyakarta: Majelsi Luhur Persatuan Tamansiswa, 2011), cet. IV, hal.76
22
dilakukan
Ki Hadjar Dewantara, hal. 228
16
Pancasila (selektif) dan pemaduannya harus secara alami dan tidak
dipaksakan (adaptatif).23
Di dalam dunia terbuka abad global dewasa ini terdapat arus gelomba ng
yang disebut dengan globalisasi yang seakan-seakan membuka pintu dari
batas-batas kehidupan masyarakat dan Negara. Tidak ada satupun juga
negara yang akan menutupi diri dari perkembangan zaman. Namun
demikian suatu Negara akan tetap eksis apabila dia membuka pintu bagi
setiap perubahan-perubahan global tanpa harus merusak nila-nila yang
menjadi dasar kebudayaan.
c.
Konsep Konsentris
Konsentriet yaitu berarti bahwa sesudah kita bersatu dengan bangsa bangsa lain sedunia, janganlah kita kehilangan keperibadian kita
sendiri, sungguhpun kita sudah bertitik pusat satu, namun di dalam
lingkaran- lingkaran yang konsentris itu, kita masih mempunya i
sirkel sendiri.24
Hasil persatuan dari kedua alam budaya, namun kepribadian alam
budaya sendiri masih ada. Setelah bersatu dan berkomunuikasi dengan
bangsa-bangsa lain di
dunia, jangan kehilangan kepribadian sendiri.
Bangsa Indonesia adalah masyarakat merdeka yang memiliki adat istiadat
dan kepribadian sendiri. Meskipun bertitik pusat satu, namun dalam
lingkaran yang konsentris itu masih tetap memiliki lingkaran sendiri yang
khas yang membedakan Negara dengan Negara lain. Bahwa adanya kontak
antar kebudayan satu dengan kebudayaan yang lain. Bukan sebagi saran
manusia mengikis nilai- kebudayaan yang dimilki sebagai pondasi awal
dalam berbudaya.
23
Ki Sunarno Hadiwijoyo dalam, https://tamansiswajkt.wordpress.com/2013/05/28/teori-trikon /
dikutip pada tanggal 29 Juni 2016 pukul:10:53
24
Ki Hadjar Dewantara, Karya Ki Hadjar Dewantara bagian Pertama; Pendidikan,
(Yogyakarta: Majelsi Luhur Persatuan Tamansiswa, 2011), cet. IV, hal. 228
17
Oleh karennaya pada perinsip ketiga ini menjaga adalah tugas utama
yang harus dilakukan saat adanya kontak dengan kebudayaan lain.
Sehingga nilai-nilai itu akan terus berkembang tanpa tercampuri nilai- nila i
yang lain
4.
Hububngan Teori Trikon, Akulturasi dan Asimilasi
Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan
latar belakang sosikultural seperti ras, suku bangsa, agama, yang diwujudkan
dalam ciri-ciri fisik, adat istiadat, bahasa daerah, dan paham keagamaam
merupakan kenyataaan yang mau atau tidak harus diterima oleh seluruh rakyat
Indonesia. Tingginya tingkat keragaman sosiokultural ini mengandung potensi
konflik dan integrasi. Setidaknya ada banyak upaya yang dilakukan manusia
mengurai konflik yang terjadi akibat perbedaan kepentingan antarsuku atau ras.
Salah satunya menguatkan akar ideologi yang dimilki Indonesia yang memilik i
kekuatan manusia mengikat kelompok tersebut.
Ki Hadjar Dewantara
mengemukakan ada beberapa hal dalam
menghadapi masalah perbedaan kebudayaan yang ada di Indonesia. Seperti
halnya yang dikemukakan dalam bukunya, bahwa :
Kebudayaan (culturur, colere, cultivare) ialah memlihara serta
memadjukan manusia kearah keadaban, dalam pada itu termasuk pula
pengertian “memudja- mudja” dan berapa kali nampak hidup-beku dari
pada kebudajaan, karena itu harus selalu diingat :
a. Pemeliharaan kebudayaan harus bermaksud memajukan dan
menyesuaikan kebudayaan tiap-tiap pergantain alam dan
jaman
b. Karena pengasingan (isolasi) kebudayaan menyebabkan
kemunduran dan kematian, maka selalu harus ada hubunga n
antara kebudayaan dan masyrakat”
c. Pembangunan Kebudayaan mengharuskan pula adanya
hubungan
dengan kebudayaan lain,
yang dapat
memperkembangkan (memadjukan,
menyempurnaka n)
atau memperkaya (yakni menambah) kebudayaan sendiri.
d. Memasukan kebudayan lain, harus tidak sesuai dengan alam
dan dijamannya, hingga merupakan pergantian kebudayaan
18
yang menjelajahi tuntunan kodrat dan masyrakatnya, selalu
membahayakan
e. Kemajuan kebudayaan harus berupa lanjutan langsung dari
kebudayaan sendiri (kontinuet), menuju kearah kesatuan
dunia (konvergensi) dan tetap mempunyai sifatkeperibadian di dalam kemanusiaan dunia (konsentrist)25
Dalam pengertian di atas Ki Hadjar menekankan bahwa sesungguhnya
kebudayaan sejatinya bersifat dinamis dan selalu mengikuti perkembanga n
zaman. Namun, proses yang paling penting menjadikan kebudayaan semakin
berkembang adalah hendaknya kebudayaan yang dimiliki harus tetap konsisten
dikembangkan,
dan bersifat terbuka dengan kebudayaan lain. Sehingga,
terjadinya konvergensi antara kebudayaan satu dengan kebudayaan lainnya.
Tanpa ada sifat chauvanisme atau memandang kebudayaan yang dimilki itu
lebih tinggi dibanding kebabudayaan lain. Sehingga, apabila hal tersebut sudah
terpenuhi dengan saling menjaga kedudukan kebudayaannya sendiri maka yang
harus dilakukan selanjutnya adalah upaya manusia menjaga sifat pendirian atau
sifat keperibadian di dalam kebduayaan itu sendiri agar tidak mudah termakan
dengan arus kebudayaan asing yang justru malah menghilangkan nilai-nila i
atau corak khas yang dimilki oleh kebudayaannya.
Hal ini lah yang kemudian oleh Ki Hadjar Dewantara dijadikan suatu
pedoman dalam menjaga keutuhan kebudayaan yang dikenal dengan trilogi
Trikon. Trilogi ini menekankan pada tiga ketentuan yang harus dipenuhi dalam
unsur suatu kebudayaan. Dalam penjelasannya sebagai berikut :“Dala m
memasukkan bahan-bahan, baik dari kebudayaan daerah –daerah maupun dari
kebudayaan asing. Perlu senantiasa diingat sjara-sjarat kontinuitet, konvergensi
dan konsentristet.”26
25
Ki Hadjar Dewantara, hal.226
26
Ki Hadjar Dewantara,hal.344
19
Ki Hadjar menjelaskan secara rinci sekali, bagaimana posisi tawar
bangsa kita ketika berhadapan dengan budaya-budaya luar. Dalam buku Karya
1 Bagian Pertama: Pendidikan, di bab Kebudayaan dan Pengajaran dalam
hubungan antar Negara, Ki Hadjar menguraikan sebagai berikut :
1). Hanya mengambil bahan-bahan dan benda-benda kebudayaan dari
bangsa-bangsa lain, yang perlu atau baik manusia hidup dan
penghidupan rakyat kita sendiri. 2). Menolak/menghalang-hala ngi
sedapat-dapat masuknya segala yang merugikan perkembangan hidup
dan penghidupan
rakyat kita. 3). Manusia memudahka n,
menyelamatkan dan meyempurnakan masuknya bahan-bahan dan
benda-benda dari bangsa-bangsa lain sedunia ke dalam kebudayaan
bangsa kita, maka perlulah kita mengutamakan Azas Tri-Kon.27
Itulah syarat-syarat yang harus dilalui oleh karena sifat keterbuka an
budaya yang
dinamis.
Syarat-syarat
tersebut sebagai upaya
menumbuhkan kebudayaan Negara, agar nantinya
manus ia
mampu mengarahka n
kepada kemajuan martabat kemanusiaan itu.
Dalam kaitannya dengan proses asimilasi dan akulturasi Ki Hadjar
menekankan dalam menjaga keutuhan bangsa, lebih mengedepankan proses
asimilasi daripada asosiasi, yakni mengambil bahan-bahan kebudayaan dari
luar, tetapi kita sendirilah yang memasak bahan-bahan itu sehingga menjadi
masakan baru, yang lezat rasanya bagi kita dan menyehatkan hidup. 28
Penjelasan teori trikon di atas, setidaknya sedikit memberika n
gambaran tentang upaya yang harus dilakukan oleh manusia yang memilik i
budaya tertentu agar bersikap akomodatif dan terbuka dengan kebudyaan
lainnya. Sehingga, hal itu mungkin saja dapat mengurai masalah konflik sosial
yang diakibatkan oleh adanya perbedaan antar budaya. Dalam teori lain, teori
trikon ini sama kedudukan secara makna dengan yang dimaksudkan oleh para
27
Ki Hadjar Dewantara,hal. 228
28
Ki Hadjar Dewantara, hal.
20
sosiolog lainnya mengenai akulturasi, asimilasi dan difusi .Yang akan
dijelasakan secara mendetail dibawah ini.
a.
Akulturasi
Istilah akulturasi merupakan proses yang timbul manakala suatu
kelompok
manusia
tertentu
dihadapkan
dengan unsur
dari suatu
kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun akan diterima dan
diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya
unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.29
Akulturasi terjadi jika kelompok-kelompok individu yang memilik i
kebudayaan yang berbeda saling berhubungan secara langsung dengan
intensif
dengan timbulnya kemudian perubahan-perubahan besar pada
pola kebudayaan dari salah satu atau keduanya yang bersangkutan. 30
Dalam hal ini terdapat perbedaan antara bagian kebudayaan yang
sukar berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert
culture), dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh
oleh unsur-unsur
kebudayaan asing (overt culture). Covert culture
misalnya: 1) sistem nilai-nilai budaya, 2) keyakinan-keyakinan keagamaan
yang dianggap keramat, 3) beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini
dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat, dan 4) beberapa adat
yang mempunyai fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sedangkan
overt culture misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda
yang berguna, tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan
rekreasi yang berguna dan memberi kenyamanan.
Para ahli antropologi menggunakan istilah
menguraikan apa yang terjadi dalam akulturasi
29
berikut
manusia
Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2013), hal. 479
30
hal.263.
Willaim A.Haviland, R.G. Soekadijo, Antropologi 4th Edition Jilid II ( Jakarta: Erlangga),
21
a). Subtitusi, di mana unsur atau kompleks unsur-unsur kebudayaan
yang ada sebelumnya diganti oleh yang memenuhi fungsinya b).
Sinkretisme, di mana unsur-unsur lama bercampur dengan unsur
yang baru, kemungkinan besar dengan perubahan kebudayaan yang
terjadi c). Adisi, di mana unsur atau kompleks unsur-unsur baru
ditambahkan pada yang lama d). Dekulturasi, di mana bagian
substansial dari kebudayaan mungkin hilang. e). Orijinasi, unsurunsur baru manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru yang
timbul karena perubahan situasi. f).Penolakan, di mana perubahan
mungkin terjadi begitu cepat, sehingga sejumlah orang tidak dapat
menerimanya.31
Sedangkan beberapa contoh yang sering digunakan
manusia
menjelaskan proses akulturasi antara lain:
a). Menara kudus, akulturasi antara Islam (fungsinya sebagai masjid)
dengan Hindu (ciri fisik menyerupai bangunan pura pada agama
Hindu) b.) Wayang, akulturasi kebudayaan Jawa (tokoh wayang:
Semar, Gareng, Petruk, Bagong) dengan India (ceritanya diambil dari
kitab Ramayana dan Mahabharata) c). Candi Borobudur, akulturas i
antara agama Budha (candi digunakan manusia ibadah umat Budha)
dengan masyarakat sekitar daerah Magelang (relief pada dinding
candi menggambarkan kehidupan yang terjadi di daerah Magelang
dan sekitarnya) d). Seni kaligrafi, akulturasi kebudayaan Islam
(tulisan Arab) dengan kebudayaan Indonesia (bentuk-bentuk nya
bervariasi).32
Dampak akulturasi terhadap masyarakat dapat diperhatikan seca
mendalam adalah sebagai berikut :
a). Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi berjalan
b). Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsurunsur kebudayaan asing itu c). Saluran-saluran yang dilalui oleh
unsur-unsur kebudayaan asing manusia masuk ke dalam kebudayaan
penerima d). Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena
31
Willaim A.Haviland, R.G. Soekadijo, hal.
32
Poerwadi Hadi Pratiwi, “Asimilasi dan Akulturasi: Sebuah Tinjauan Konsep” Jurnal, Tanpa
Tahun.
22
pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tadi e). Reaksi para individ u
yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.33
b.
Asimilasi
Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang
ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan
yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia
dan juga meliputi usaha-usaha manusia mempertinggi kesatuan tindak,
sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentinga nkepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Dalam pengertian yang berbeda,
khususnya berkaitan dengan interaksi antar kebudayaan, asimilasi diartikan
juga sebagai
proses sosial yang timbul bila ada: (1) golongan-golongan manusia
yang berbeda latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, (2)
saling bergaul secara intensif manusia waktu yang lama sehingga, (3)
kebudayaan-kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masingmasing berubah sifatnya yang khas dan juga unsur-unsurnya masingmasing berubah menjadi unsur-unsur campuran Biasanya golonga ngolongan yang dimaksud dalam suatu proses asimilasi adalah suatu
golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini,
golongan minoritas merubah sifat khas dari unsur kebudayaannya
dan menyesuaikannya dengan kebudayaan golongan mayoritas
sedemikian rupa sehingga lambat laun kahilangan kepribadian
kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. 34
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan identitas etnik
dan kecenderungan asimilasi dapat terjadi jika ada interaksi antarkelompok
yang berbeda, dan jika ada kesadaran masing- masing kelompok.
Sedangkan contoh yang sering digunakan manusia menjelaska n
proses asimilasi yaitu: A adalah orang Indonesia yang menyukai tarian
33
Rusmin Tumanggor,dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Pernada Media Group,
2010), hal. 62
34
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi ( Jakarta:Reineka Cipta, 2013), hal. 209
23
Bali. Ia berteman baik dengan B yang merupakan orang Amrerika Latin
dan bisa tarian tradisionalnya Amerika Latin (Tango). Karena keduanya
terus menerus berinteraksi maka terjadilah percampuran budaya yang
menghasilkan budaya baru yang merupakan hasil penyatuan tarian Bali dan
Tango, tetapi tarian baru tersebut tidak mirip sama sekali dengan tarian Bali
atau Tango.
Dari beberapa pengertian di atas, bahwa ada keterkaitan secara
substansi tentang teori trikon, akulturasi dan asimilasi. Bahwa pembaruan
atau peleburan kebudayaan dari kebudayaan asing merupakan titik tolok
kesamaan makna dari kedua teori tersebut. Namun, teori trikon masih
menekankan sifat keperibadian yang harus tetap dilestarikan saat proses
peleburan budaya itu saling menghubungkan atau terjadinya konvergensi.
B.
Kebudayaan
1.
Pengertian Kebudayaan
Menurut
Koentjraningrat,
kata “kebudayaan”
berasal dari kata
sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau
“akal”,
dengan
demikian
kebudayan
dapat diartikan:
“hal-hal
yang
bersangkutan dengan akal”.35 Maksudnya adalah bahwa segala hal yang berasal
dari proses berfikir (akal) manusia merupakan bagian dari kebudayaan, proses
berfikir manusia bias diartikan dengan proses belajar, jadi hal apapun yang
diperoleh
manusia
dari proses belajar itu adalah merupakan
sebuah
kebudayaan. S edangkan William A Haviland menerangkan bahwa :
Kebudayaan itu terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi
abstrak tentang jagat raya yang berada di balik perilaku manusia, dan
yang tercermin dalam perilaku. Semua itu adalah milik bersama para
anggota masyarakat, dan apabila orang itu berbuat sesuai dengan itu
maka perilaku mereka dapat dianggap di dalam masyarakat.Kebuda ya n
dipelajari melalui sarana Bahasa, bukan diwariskan secara biologis, dan
35
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, ( Jakarta: Aksara Baru, 1980), hal. 146
24
unsur-unsur kebudayan berfungsi sebagai suatu kesuluruhan yang
terpadu.36
Pendapat lain mengungkapkan bahwa kebudayaan sebagai kompleks
keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian hukum, moral
kebiasaan dan lain-lain kecakapan dan kebiasaan yang diperoleh manus ia
sebagai anggota masyarakat. Adalah seorang antropolog berkebangsaan
Inggris,
Sir Edward Burnett Tylor. Merupakan seorang yang pertama
mendefinisikan yang sungguh-sungguh jelas terkait dengan kebudayaan.
Soemardjan dan Soemardi merumuskan bahwa kebudayaan sebagai
semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilka n
teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material
culture) yang diperlukan oleh manusia manusia menguasai alam sekitarnya
agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan manusia keperluan masyarakat.
Menurut
E.B. mengenai
keseluruhan
pengetahuan,
budaya sebagai berikut:
kebudayaan
adalah
kepercayaan, seni, moral, hokum, adat serta
kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperleh manusia sebagai bagian dari
anggota masyarakat.37
Lowel D. Holmes mengungkapkan bahwa konsep dari kebudayaan
adalah merupakan:
Culture is defined in anthropology as the learned, shared behavior that
man acquires as a member of society. Although culture is a key concept
in many of the social sciences, it has been anthropology, more than any
other discipline, that has led the way in defining and studying the
abstract concept wich is such a great factor in determining man’s
behavior and personality.38
36
William A Haviland, Anthropology 4 th Edition (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama), hal. 332
37
Rusmin Tumanggor,dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta:Pernada Media Group,
2010), hal. 78
38
Lowel D. Holmes,Anthropology an Introduction ( United States of America: The Ronald Press
Company, 1965), hal. 156
25
Dalam pengertian di atas Lowel D. Holmes mengungkapkan bahwa
kebudayaan merupakan bagian dari kajian antropologi yang tidak terpisahkan,
yang mempelajarai tentang kebiasaan manusia sebagai bagian dari anggota
masyarakat. Kebudyaan pun merupakan sebuah kunci dari banyaknya konsep
yang di pelajari dalam kajian-kajian ilmu social. Dibandingkan dari seluruh
disiplin ilmu social, antropolgi lebih mengungguli dalam segi mendeterminas i
kebiasaan manusia dan keperibadiannya.
Dalam disiplin Ilmu Antropologi Budaya pengertian Kebudayaan dan
Budaya tidak dibedakan. Adapun pengertian
Kebudayaan lain adalah,
“Penciptaan, penertiban dan pengolahan nilai-nilai insani yang tercakup di
dalamnya usaha memanusiakan diri di dalam alam lingkungan, baik fisik
maupun sosial”39 .
Rusmin Tumanggor mendefinisakan kebudayaan sebagai berikut,
“Kebudayaan adalah nilai-nilai dasar dari segenap wujud kebudayaan atau hasil
kebudayaan. Nilai-nilai budaya dan segenap hasilnya adalah muncul dari tata
cara hidup yang merupakan kegiatan manusia atas nilia-nilai budaya yang di
kandungya. Cara hidup manusia tidak lain adalah bentuk konkrit (nyata) dari
ilia-nilai budaya yang bersifat abstrak (idea)”.40
Secara praktis kebudayaan merupakan system nilai dan gagasan utama
(vital). Sistem itu kemudian di hayati benar oleh pendukung yang bersangkuta n
dalam kurun waktu tertentu, sehingga mendominasi keseluruhan kehidupan
para pendukung itu, dalam arti mengarahkan tingkah laku mereka dalam
masyarakatnya atau dengan kata lain memberikan seperangkat model manus ia
bertingkah laku.
39
Elly Setiadi,dkk Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta. Kencana Prenada Media Group,
2007), hal. 36
40
Rusmin Tumanggor, dkk 2010,
Group), hal. 38
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta:Pernada Media
26
Kemudian Kroeber dan Kluckohon mengeluarkan sebuah definisi baru
dari kebudayaan yang sarat akan perdebatan kala itu,menjelaskan bahwa
“Kebudayaan adalah sebuah kata yang dapat kita gunakan manusia melabel
suatu kelas fenomena baik benda maupun kejadian di dunia luar”.41
Banyak sekali yang kemudian mendefiniskan kebudayan, tetapi semua
definisi yang cenderung mengadakan perbedaan yang jelas antara perilaku yang
nyata di satu pihak dan di pihak lain nilai-nilai, kepercayaan dan presepsi
tentang jagat raya yang terletak di belakang perilaku. Dengan kata lain, bahwa
kebudayaan bukan saja menyoal perilaku yang kelihatan, tetapi lebih berupa
nilai- nilai
dan kepercayaan
yang
pengalamannya
dan
menafsirkan
mencerminkan
digunakkan
oleh
menimbulkan
perilaku itu. Maka definisi
manusia
perilaku,
manus ia
dan
yang
kebudayaan modern adalah
seperangkat peraturan standar, yang apabila dipenuhi oleh anggota masyarakat,
menghasilkan perilaku yang dianggap layak dan dapat diterima oleh para
anggotanya.
2.
Karakteristik Kebudayaan
a. Kebudayaan Adalah Milik Bersama
Kebudayaan adalah cita-cita,
kebudayaan
menyebabkan
adalah
persamaan
perbuata
para
nilai dan standar perilaku,
common
individu
denominator,
dapat
dipahami
yang
oleh
kelompoknya. Karena memiliki kebudayaan yang sama, orang yang
satu dapat meramalkan orang lain dalam situasi teretnu, dan mengamb il
tindakan yang sesuai.
Masyarakat dapat di definiisakan sebagai kelompok manusia
yang dapat mendiami tempat tertentu, yang demi kelangsunga n
hidupnya saling tergantung satu sama lain, dan memiliki kebudayaan
41
Ahmad Fedyani Saefuddin, Antropologi Kontemporer ( Jakarta : Kencana, 2006), hal. 83
27
bersama. Bagaimana orang yang satu tergantung pada orang lain, dan
yang memiliki kebudayaan bersama. Selain itu , para anggota
masyarakat saling terikat oleh kesadaran identitas kelompok. Hubunga n
yang mengikat masyarakat dikenal sebagai struktur social, atau
organisasi social.
Jelaslah,
bahwa
tidak
mungkin
ada kebudayaan
tanpa
masyarakat, seperti itu tidak mungkin ada masyarakat tanpa individ u.
Sebaliknya, tidak ada masyarakat manusia yang di kenal yang tidak
berbudaya. Akan tetapi, ada jenis-jenis binatang lain yang hidup secara
social.
Semut dan lebah misalnya,
secara insting
bekerjasama
sedemikian rupa, sehingga sampai batas-batas tertentu memperlihatka n
organisasi social, tetapi perilaku instingtif itu bukanlah sebagai
kebudayaan.
Oleh
karena itu
mungkin
ada masyarakat
tanpa
kebudayaan meskipun mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat.
b. Kebudayaan adalah Hasil Belajar
Semua kebudayaan adalah hasil belajar dan bukan warisan
biologis. Orang yang mempelajarai kebudayaannya dengan menjadi
besar di dalamnya. Kebanyakan bintang misalnya makan dan minum
kapan saja sesuai keinginannya, akan tetapi manusia biasanya makan
dan minum mempunyai waktu tertentu menurut kebudayaan dan
menurut mereka merasa lapar serta haus. Begitupun dengan waktu
kapan mereka (manusia) akan menentukan waktu yang cocok manus ia
melangsungkan tidur yang nyaman, misalnya antara orang Amertika
Utra
dengan
Jepang
mempunyai
waktu
tersendiri
manus ia
melangsungkan tidur dengan nyaman, sesuai dengan kebudayaan yang
mereka miliki dan waktu kapan harus tidur.
Dengan enkulturasi orang mengetahui cara yang secara social
tepat manusia
memenuhi
kebutuhannya
yang ditentukan
secara
biologis. Adalah penting manusia membedakan antar kebutuhan yang
28
bukan merupakan hasil belajar, dan cara-cara yang dipelajari manus ia
memenuhinya.
Dan satu hal, yang perlu diketahui bahwa tidak semua tentang
perilaku perlu diintegrasikan dalam proses kebudayaan. Seekor anjing
mungkin dapat mempelajara tentang tipu muslihat, tapi perilakunya
merupakan repleks dari proses latihan yang dilakukan berulang-ula ng
selama beberapa bulan atau minggu
c. Kebudayaan Didasarkan pada Lambang
Lesile White berpendapat bahwa semua perilaku manusia mula i
dengan penggunaan lambing. Seni, agama, dan uang melibatka n
pemaikan lambing. Kita semua mngetahui semngat ketaan yang dapat
dibangkitkan oleh agama pada orang yang percaya. Sebuah salib,
sebuah gambar, benda pujian yang manapun dapat dapat meningkatka n
kepada aperjuangan dan penganayaannya yang berabad-abad lamanya
atau dapat menjadi pengganiti sebuah filsafat atau kepercayaan yang
lengkap. Aspek simbolis terpenting dalam kebudayaan adalah Bahasa.
Bahasa sebagai unsur terpenting fundamen tempat manusia
dibagun pranata-pranata kebudayaan seperti politik, organisasi kesenian
tidak akan kemudian dibangn apabila tidak ada lambing- lambang yang
dihasilkan dari adanya bahas tersebut.
d. Integrasi Kebudayaann
Gambaran budaya melingkupi segala hal, baik dari segi
ekonomi, politik dan social dari msayarakat. Dan setiap aspek dalam
kebudayaan
tersebut
haruslah
berproses
serasi.
Keaadan
ini
dianalogikan sebagai sebuah mesni, sema komponen mesin harusla h
sesuai dengan satu atau yang lain, kalua tidak mesinnya tidak jalan. Bila
kita tidak mengisi tanki mobil yang menggunakan bensin dengan
minyak disel akan timbul kesulitan, satu bagian dari system tidak lagi
29
konsisten dengan yang lain-lainnya. Sampai batas tertentu ini masih
berlaku dalam kebudayaan.42
3.
Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap bangsa memiliki banyak unsur-unsur, unsur-uns ur
tersebut kemudian saling mengikat satu sama lain sehingga menjadi sebuah
kesatuan yang bersifat bulat atau totalitas.
Adapun unsur-unsur
yang
terkandung dalam kebudayaan bersifat multitafsir, atau banyaknya perbedaan
mengenai apa saja yang termasuk
dalam kategori unsur kebudayaan.
Kontjaraningrat membaginya menjadi unsur-unsur kebudayaan secara lebih
terperinci yaitu, terdiri dari system religi dan upacara keagamaan, system
organisasi kemasyarakatan, system kemasyarakatan, system pengetahua n,
Bahasa, kesenian, system pencarian serta system teknologi peralatan. 43
Adapun pendapat lain dikemukakan oleh Rusmin Tumanggor bahwa
ada tujuh komponen kebudayaan yang saling memiliki pengaruh satu dengan
yang lainnya, diantaranya adalah : Religi, ilmu pengetahuan, teknologi,
ekonomi, organisasi social, bahasa dan komunikasi, serta kesenian.
44
Dalam
penjelasannya bahwa agama mempunyai posisi paling kuat jika penekenannya
pada nilia tertinggi, karena ia langsung berhubungan denagna Maha Pencipta
(Tuhan), dan kehidupan abadi serta keadilan teringgi atas kebaikan dan
keburukan atas pola piker, sikap dan perilaku slama di dunia fana.
Ketujuh unsur komponen
di atas ini dimiliki
sebagai sumber
kebudayaan bahkan factor pembangunan dari setiap suku bangsa mulai dari
tingkat sectoral, regional, nasional hingga internasional. Unsur-unsur itu juga
akan melintasi batasan wilayah tersebut.
42
William A Haviland, Anthropology 4 th Edition (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama),hal. 57
43
Rusmin Tumanggor, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Pernada Media Group,
2010), hal. 24
44
Rusmin Tumanggor, dkk, hal. 26
30
Koentjaraningrat mengemukakan di dalam bukunya mengenai unsurunsur universal yang menjelma kedalam tiga wujud kebudayaan :
Sistem ekonomi mislanya mempunyai wujudnya sebagai konsepkonsep, rencana-rencana,
kebijaksanaan,
adat istiadat,
yang
berhubungan dengan ekonomi, tetapi mempunyai juga wujudnya yang
berupa tindakan-tinfakan dan interaksi yang berpola antara produsen,
tengkulak, pedagang, ahi transport, pengecek dengan konsumen, dan
kecuali itu dalam system ekonomi terdapat unsur-unsurnya yang berupa
peralatan, komoditi, dan benda-benda ekonomi. Demikian juga system
religi misalnya mempunyai wujudnya sebagai system keyakinan, dan
gagasan-gagasan tentang tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus, neraka,
surge, dan sebagainya, tetapi mempunyai juga wujudnya yang berupa
upacara-pacara, baik yang bersifat musiman maupun kadangkala, dan
kecuali itu system religi mempunyai juga wujud sebagai benda-benda
religious. Contoh lain adalah unsur universal kesenian, uang dapat
berwujud sebagai gagasan-gagasan, ciptaaan-ciptaan pikiran, kriteriakriteria dan syair yan gindah.45
Menurut Melville J. Herkovits mengajukan pendapatnya tentang unsur
kebudayaan adalah terdiri dari 4 unsur yaitu :
alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga dan kekuatan politik.
Sedangkan menurut Bronislaw Malinowski unsur kebudayaan terdiri
dari sistem norma, organisasi ekonomi, alat-alat atau lembaga ataupun
petugas pendidikan dan organisasi kekuatan. Begitupun menurut C.
Kluckhon ada tujuh unsur kebudayaan universal yaitu :Sistem religi,
Sistem organisasi kemasyarakatan, Sistem pengetahuan,Sistem mata
pencaharian hidup dan sistem ekonomi, Sistem teknologi dan peralatan,
Bahasa, Kesenian.46
Selanjutnya, para tokoh mencoba melihat secara mendalam dalam
memaknai usaha terintegrasinya unsur-unsur diata dengan melihat dari fungs i
yang ada pada unsur-unsur tersebut.
Menurut M.E. Spiro pernah mendapatkan bahwa dalam karangan ilmia h
ada tiga cara pemakaian kata “fungsi” itu ialah :
45
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru,1980), hal. 45
46
Rowland B. F. Pasaribu, Masyarakat dan Kebudayaan, Jurnal, Tanpa Tahun, hal. 56
31
1) menerangkan, fungsi sebagai hubungan antara suatu hal dengan
suatu tujuan tertentu (misalnya mobil mempunyai fungs i
sebagai alat manusia mengangkut manusia atau barang dari satu
tempat ke tempat lain),
2) menerangkan kaitan antara satu hal dengan yang lain (kalau nila i
dari satu hal x itu berubah, maka nilai dari suatu hal lain yang
ditentukan oleh x tadi, jadi berubah)
3) menerangkan hubungan yang terjadi antara satu hal dengan halhal dalam suatu sistem yang terintegrasi (suatu bagian dari suatu
organisme yang berubah menyebabkan perubahan dari berbagai
bagian lain, malahan sering menyebabkan perubahan dalam
seluruh organisme)47
Istilah fungsi beragam macam maknanya, namun jika dilihat secara
sederhana istilah fungsi sering digunakan oleh banyak orang dalam meliha t
manfaat atau tujuan dari penggunaan sarana atau konsep. Sehingga maksud dari
sarana atau konsep tersebut dapat digunakan sebagaimana
seharusnya.
Begituhalnya dengan fungsi dari unsur-unsur kebudayaan yang universal itu
seperti apa dalam menunjang kelangsungan kehiupan manusia. Ada baiknya
jika kita melihat dari konsep Malinowski mengenai fungsi dari unsur-uns ur
kebudayaan yakni : berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat
manusia berfungsi manusia memuaskan suatu rangkaian hasrat naluri akan
kebutuhan hidup dan makhluk manusia. 48
Dengan demikian jelas bahwa tiap-tiap unsur kebudayaan memlik i
fungsi dalam memenuhi hasrat naluri manusia, misalnya adanya kesenian
sebagai salah satu unsur kebudayaan gunanya manusia memuaskan hasrat
manusia akan keindahan.
Atau dalam hal ini penggunaan alat teknologi
bertujuan manusia memuaskan hasrat naluri manusia yang bersifat produktif.
47
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013),hal. 173
48
Koentjaraningrat, hal. 175
32
4.
Wujud Kebudayaan
Kebudayaan memiliki wujud, menurut dimensi wujudnya kebudayaan
mempunyai tiga wujud yaitu :
a. Kompleks Gagasan, konsep dan Pikiran Manusia,
Wujud ini disebut dengan system budaya sifatnya abstrak dan
tidak dapat dilihat dan berpusat kepada kepal-kepala manusia yang
menganutnya, atau dengan perkataan lain, dalam aliran pemikira n
warga
masyarakat
kebudayaan
bersangkutan
hidup.
Kalau
masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka dalam tulisan, maka
lokasi dari kebudayaan ideal sering berada dalam karangan dan bukubuku hasil karya para penulis warga masyarakat yang bersangkutan.
b. Komplek Aktifitas Manusia
Berupa aktifitas Manusia yang sering berinteraksi, bersifat
konkrit, dapat diamati atau diobservasi. Wujud ini sering disebut
dengan sisitem social.
Sistem hubungan saling erat dan terkait antara satu dengan
lainnya
yang berfungsi melakukan
mekanisme
kerja manusia
mencapai tujuan tertenu. Dalam pandangan ilnu Sosial, system social
diartikan seabgai hubungan antara bagian-bagian (elemen-elemen) di
dalam
manusia,
kehidupan
bermasyarakat
lemaba social,
terutama
tindakan-tindaka n
dan kelompk-kelompok
sosial yang
salingmempengaruhi. Hubungan antar elemen tersebut selanjutnya
menghasilkan produk-produk interaksi itu sendiri, yaitu nilai- nila i
norma
social
yang
keadannya
dinamis
selalu
mengalim
perkembangan.49
49
hal. 257
Elly M Settiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi ( Jakarta: Pernanda Media Group, 2011),
33
c. Wujud sebagai Benda
Aktifitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari
berbagai penggunaan peralatan sebagai sebuah karya manusia
mencapai tujuannya. Aktifitas manusia tersebut menghasilkan benda
manusia keperluan hidupnya. Kebudayaan dalam bentuk fisik bias
saja secara konkrit disebut dengan kebudayaan fisik.
5.
Perubahan Kebudayaan
Perubahan bersifat mutlak, akan terus berganti dengan mengik ut i
perkembangan zamannya. Sekalupun masyarakat terisolasi atau suku-suku
permitif, namun yang membedakan adalah waktu atau proses yang terjadi pada
perubahan itu sendiri.
Tidak ada kebudayaan yang statis, kebudayan memiliki dinamika
bergerak, gerak kebudayaan adalah gerak manusia itu sendiri yang hidup dalam
satu kelompok masyarakat yang menjadi wadah atau tempat kebudayaan itu
berada. Karena sejatinya manusia tidak akan pernah diam, proses interaksi itu
yang membuat kebudayaan semangat berkembang.
Terjadinya perubahan kebudayaan sebagai tanggapan atasa hal- hal
seperti masuknya orang luar, atau terjadinya modifikasi perilaku dan nilai-nila i
di dalam kebudayaan. Dalam kebudayaan barat sendiri mode pakaian sering
berubah,
dalam
dasawarsa
terakhir
kebudayaan
mengizinkan
orang
membiarkan lebih banyak bagain tubuhnya tidak tertutupi tidak hanya pada
waktu berenang, tetai juga pada waktu berpergian.
Perubahan kebudayaan akan dapat menimbulkan akibat-akibat yang
tidak terduga-duga dan sering merusak. Seperti halnya, masyarakat suku Baduy
dalam dengan pikukuh yang kuat, apabila ada yang melanggar tatnan atau
aturan adat lokal yang terdapat di daerah tersebut. Maka tidak ada toleranis
34
yang diberikan oleh puun 50 (kepala suku) akan menghukum dengan cara
mengeluarkan atau memaksa keluar bagi individu yang melakukan pelangga ra n
tersebut.
Hal ini dijaga supaya, kebudayaan yang sudah diyakini sebagai warisan
leluhur tidak mudah akan berganti karena adanya atau masuknya unsur
kebudayaan lain yang akan mempengaruhi nilai atau estetika kebudayaan
dalam yang mendarah daging tersebut.
Hematnya, menurut penulis bahwa kebudayaan itu seperti sebuah siklus
yang bergerak melingkar atau liner yang mengalami perkembangan dengan titik
tujuan tertentu.
Faktor yang dapat mendorong dan mempengaruhi perubahan
kebudayaan meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Perubahan lingkungan alam (musim, iklim)
b. Perubahan kependudukan (jumlah, penyebaran, dan kerapatan
penduduk)
c. Perubahan struktur sosial (Organisasi pemerintahan,
politik,
negara, dan hubungan internasional)
d. Perubahan nilai dan sikap (sikap mental penduduk, kedisiplinan,
dan kejujuran para pemimpin).
50
Puun merupakan kepala adat yang menempati posisi tertinggi dalam hirarki atau struktur
pemerintahan masyarakat Baduy, jabatan tersebut berlangsung turun menurun dengan mewariskannya
pada keturunan atau kerabat dekatnya. Fungsi tugasnya ialah pengambil keputusan serta yang berhak
menentukan adat yang berlaku atas hasil musyawarah lembaga adat sekaligus penjamin keberlangsungan
pelaksanaan hukum adat masyarakat baduy. Versi lain juga menyebutkan bahwa puun sebagai
penanggung jawab jalannya roda pemerintahan.
35
C.
Teknologi Informasi
1.
Pengertian Teknologi Informasi
Menurut Nasution istilah teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu
technologia yang menurut Webster Dictionary berarti systematic treatment
atau penanganan sesuatu secara sistematis, sedangkan techne sebagai dasar
berarti art, skill, science atau keahilan, keterampilan, ilmu.51 Adapun istila h
lain teknoogi berasal dari kata techne dan logia, kedua kata tersebut berasal
dari Yunani Kuno yang bermakna seni kerajinan. Dari techne kemudian
lahirlah perkataan technikos yang berarti orang yang memiliki keahilan
tertentu.52
Sedangkan menurut Jack Febrian, teknologi adalah aplikasi ilmu
engineering manusia mengembangkan mesin dan prosedur agar memperluas
dan memperbaiki kondisi manusia, atau paling tidak memperbaiki efisiens i
manusia pada berbagai aspek. Secara luas teknologi merupakan semua
manifestasi dalam arti materiil yang lahir dari daya cipta manusia manusia
membuat
segala
sesuatunya
bermanfaat
guna
mempertahanka n
kehidupannya.
Salisbury dalam Dermawan dalam penjelasannya mengemukaka n
bahwa kata teknologi, sebagaimana digunakan oleh para ilmuwan dan para
filosofis
ilmu
pengetahuan
merujuk
kepada bagaimana
cara
kita
menggunakan ilmu pengetahuan manusia memecahkan masalah praktis.53
Istilah teknologi sampai sekarang telah dipakai secara umum dan
merangkum suatu rangkaian sarana, proses, dan ide disamping alat-alat dan
51
Deni Darmawan, Dkk, “Dasar Teknologi Informasi dan Komunikasi” ( Bandung: UPI Press,
2006) hal. 9
52
Rusmin Tumanggor, dkk, Ilmu Sosial Budaya Dasar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), hal. 158
53
Deni Darmawan, , op,cit, hal. 9
36
mesin-mesin. Perluasan pemaknaan itu berjalan terus sampai pertengahan
abad ini muncul perumusan teknologi sebagai sarana atau aktifitas yang
dengannya manusia berusaha merubah dan menangani lingkungannya.
Selanjutanya dalam pengertian lainnya disebutkan bahwa teknologi
berasal dari Bahasa Perancis yaitu “La teknique” yang dapat diartikan dengan
semua proses dalam upaya manusia mewujudkan sesuatu secara rasional.
Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah berupa konsep atau benda. 54
Dalam kepustakaan teknologi terdapat aneka ragam pendapat yang
menyatakan teknologi adalah transformasi kebutuhan (perubahan
bentuk dari alam), teknologi adalah realitas/kenyataan yang diperoleh
dari dunia ide. Secara konvensional mencakup penugasaan dunia fisik
dann biologis, tetapi secara luas juga mencakup teknologi sosial,
terutama teknologi sosial pembangunan sehingga teknologi adalah
metode sistematis manusia mencapai tujuan insani, sedangkan teknologi
dalam makna subjektif adalah keseluruhan peralatan dan prosedur yang
disempurnakan, sampai kenyataan bahwa teknologi adalah segala hal,
dan segala hal adalah teknologi.55
Dengan demikian, menurut hemat saya bahwa teknologi merupakan
manifestasi dari ilmu pengetahuan berupa peralatan hidup dibuat secara
teknis, tersistem manusia mampu memudahkan dan memceahkan beragam
masalah kehidupan manusia yang kompleks.
Dalam bukunya Jeffrey A Hoffer dalam Mahrus menjelaskan secara
definitif arti dari informasi sebagai, “Information as data that hasbeen
processed in such a away that it can increase the knowledge of the person
who uses it. 56 Informasi adalah data yang diproses sedemikian rupa,
54
Ridwan Effendi,. Eli M.Setiadi, Pendidikan Sosial Lingkungan dan Teknologi (PLSBT),
(Bandung: UPI Perss, 2006), hal. 170
55
Rusmin Tumanggor, dkk, op, cit., hal. 159
56
R.M. Mahrus H. Efendi, “Teknologi Informasi dan Sosial Budaya : Telaah Kritis terhadap
Pergeseran Sosial Budaya di Era Global,” (Perpustakaan Digital UIN Sunan Kaliajaga, Yogyakarta),
hal. 7
37
sehingga informasi ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi orang yang
menggunakan informasi tersebut. Untuk menjadi informasi harus melalui
proses pengolaha data yang ada.
Menurut Susanto (2002) informasi merupakan hasil dari pengolaha n
data, akan tetapi tidak semua hasil dari pengolahan tersebut dapat menjadi
informasi. Hasil pengolahan data yang tidak memberikan makna atau arti
serta tidak bermanfaat bagi seseorang bukanlah merupakan informasi bagi
orang tersebut.57
Sedangkan secara Definitif kata ‘informasi’ sendiri secara internasio na l
telah disepakati sebagai ‘hasil dari pengolahan data’ yang secara prinsip
memiliki nilai atau value yang lebih dibandingkan dengan data mentah. 58
Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk
mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyus un,
menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk
menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan,
akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis
dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk
pengambilan keputusan.59
Adapun pengertian lain dari Teknologi Informasi dan Komunikas i
Menurut Bambang Warsita teknologi informasi adalah sarana dan prasarana
(hardware, software, useware) sistem dan metode untuk memperole h,
mengirimkan, mengolah, menafsirkan, menyimpan, mengorganisasikan, dan
menggunakan data secara bermakna.60
57
Dani Darmawan “Teknologi Informasi dan Komunikasi,” Modul, Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Perdagangan, 2009, hal. 4
58
Richardus Eko Indrajit, “Pengantar Konsep Dasar : Manajemen Sistem Informasi dan
Teknologi Informasi,” Artikel, hal. 3
59
Wawan Wardiana, “Perkembangan Teknologi di Indonesia”, Makalah , Disampaikan pada
Seminar dan Pameran Teknologi Informasi. 9 Juli. Jakarta : Fakultas Teknik Universitas Komputer
Indonesia (UNIKOM) Jurusan Teknik Informatika. 2002, hal. 1
60
R.M. Mahrus H. Efendi, op, cit., hal.
38
Menurut McKeown dalam Suyanto teknologi informasi merujuk pada
seluruh bentuk teknologi yang digunakan untuk menciptakan, menyimpa n,
mengubah, dan menggunakan informasi dalam segala bentuknya. Teori yang
lain juga diungkapkan oleh Williams dalam Suyanto teknologi infor mas i
merupakan sebuah bentuk umum yang menggambarkan setiap teknologi
yang
membantu
menghasilkan,
memanipulasi,
menyimpa n,
mengkomunikasikan, dan atau menyampaikan informasi.61
Dibawah ini disebutkan macam-macam erangkat Alat Teknologi
Informasi saat ini, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Komputer
Komputer adalah perangkat berupa hardware dan software yang
digunakan untuk membantu manusia dalam mengolah data
menjadi informasi dan menyimpannya untuk ditampilkan di lain
waktu. Informasi yang dihasilkan komputer dapat berupa tulisa n,
gambar, suara, video, dan animasi
2) Laptop/Notebook
Laptop/notebook adalah perangkat canggih yang fungsinya sama
dengan komputer, tetapi bentuknya praktis dapat dilipat dan
dibawa kemana-mana.
3) Deskbook
Deskbook adalah perangkat sejenis komputer dengan bentuknya
yang jauh lebih praktis, yaitu CPU menyatu dengan monitor
sehingga mudah diletakkan di atas meja tanpa memakan banyak
tempat.
4) Personal Digital Assistant (PDA)/Komputer Genggam
PDA adalah perangkat sejenis komputer, tetapi bentuknya sangat
mini sehingga dapat dimasukkan dalam saku. Walaupun begitu,
61
R.M. Mahrus H. Efendi, hal.9
39
fungsinya hampir sama dengan komputer pribadi yang dapat
mengolah data.
5) Flashdisk, CD, DVD, Disket, Memorycard
Flashdisk adalah media penyimpanan data yang dapat menyimp a n
data dalam jumlah besar.
2.
Macam-Macam Teknologi Informasi
a.
Teknologi Tradisional
1) Bersifat padat kerya (banyak menyerap tenaga kerja)
2) Menggunakan keterampilan setempat
3) Menggunakan alat setempat
4) Menggunakan bahan setempat
5) Berdasarkan kebiasaan atau pengamatan62
b.
Teknologi Madya
1) Padat karya
2) Dapat dikerjakan oleh keterampilan setempat
3) Menggunakan alat setempat
4) Berdasarkan alat penelitian
c.
Teknologi Modern
Jenis teknologi modern ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Padat modal
2) Mekanis elektris
3) Menggunakan bahan import
4) Berdasarkan penelitian mutaakhir
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa adanya peraliha n
penggunaan teknologi informasi yang bermula dari kecendrungan masyarakat
menggunakan teknologi informasi serba tradisional, seiring perkembanga n
zaman dan meningkatnya kapasitas keilmuan manusia, terjadi pergeseran
62
Ridwan Effendi, Eli M.Setiadi,op, cit., hal.171
40
penggunaan teknologi infromasi tradisional ke arah yang cenderung lebih
modern.
D.
Penelitian Yang Relevan
Pertama, Jurnal Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan
Lokal Pada Masyarakat Minoritas (Studi Atas Kearifan Lokal Masyarakat Adat
Suku Baduy Banten) yang ditulis oleh Aan Hasanah dalam Analisis : Jurnal
Studi Keislaman tahun 2012. Dalam tulisan ini mengungkap nilai-nilai kearifan
lokal pada masyarakat adat Baduy Banten sebagai pembentuk karakter kuat
yang dilestarikan dan diinternalisasikan
dikalangan masyarakat adat Baduy
Banten.63
Kedua, Jurnal Kearifan
Lokal tentang
Mitigasi
Bencana pada
Masyarakat Baduy yang ditulis oleh Raden Cecep Eka Permana,dkk tahun
2011. 64 Penelitian ini mengenai kearifan lokal masyarakat Baduy dalam
pencegahan bencana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data
dikumpulkan melalui metode observasi dan wawancara mendalam, dan data
diolah secara deskriptif-analitik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengetahuan dan pandangan tradisional masyarakat Baduy yang diturunka n
dari generasi ke generasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masyarakat
Baduy yang selalu melakukan tebang-bakar hutan untuk membuat lading
(huma), tidak terjadi bencana kebakaran hutan atau tanah longsor di wilayah
Baduy; (2) di wilayah Baduy banyak permukiman penduduk berdekatan dengan
sungai, tidak terjadi bencana banjir; (3) walaupun rumah dan bangunan
masyarakat Baduy terbuat dari bahan yang mudah terbakar (kayu, bambu,
63
Aan Hasanah, “Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Pada Masyarakat
Minoritas (Studi Atas Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Baduy Banten),” Jurnal Studi Keislaman ,
2012, (http://ejournal.iainradenintan.ac.id).
64
Raden Cecep Eka Permana, dkk, Kearifan Lokal tentang Mitigasi Bencana pada Masyarakat
Baduy, Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Jawa Barat, Jawa Barat, vol. 15, No.I, Juli 2011, tidak
dipublikasikan
41
rumbia, dan ijuk), jarang terjadi bencana kebakaran hebat; dan (4) wilayah
Baduy yang termasuk dalam daerah rawan gempa Jawa bagian Barat, tidak
terjadi kerusakan bangunan akibat bencana gempa. Kearifan lokal dalam
mitigasi bencana yang dimiliki masyarakat Baduy sejatinya didasari oleh
pikukuh (ketentuan adat) yang menjadi petunjuk dan arahan dalam berpikir dan
bertindak. Pikukuh merupakan dasar dari pengetahuan tradisional yang arif dan
bijaksana, termasuk juga dalam mencegah bencana.
Dari kedua hasil penelitian di atas, dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif yang menekankan pada sisi bagaimana kearifan lokal
masyarakat Baduy melalui aturan pikukuhnya yang merupakan sebagai pijakan
atau pedoman dalam menjalankan kehidupannya, masih sangat relevan untuk
diterapkan dan dilaksanakan sampai saat ini, disaat zaman sudah mulai
menerima modernitas dalam proses pembentukan karakter masyarakatnya,
serta pada pola penerapan mitigasi bencana.
Yang membedakan dengan penelitian ini dapat dilihat dari sisi
perpaduan antara dua budaya yang saling berinteraksi secara intensif antara
masyarakat Baduy Luar dengan masyarakat luar Baduy dalam kaitannya
dengan penggunaan teknologi informasi dalam kacamata teori Trikon yang
digagas oleh Ki Hadjar Dewantara. Sehingga dapat dianalisa bagaimana bentuk
kontinyuitas penggunaan teknologi informasi masyarakat Baduy, dibagian
mana terjadinya proses konvergensi dan konsntris penggunaan teknologi
informasi.
E.
Kerangka Berfikir
Sebagai bagian dari proses, kebudayaan akan selalu mengala mi
perkembangan. Tidak ada suatu kebudayaan yang akan mengalami statis.
Selalu mengalami perkembangan dan perubuhan, karena sejatinya kebudayan
merupakan hasil dari ide atau gagasan yang diciptakan oleh manusia, dan hal
itu terwujud karenanya ada interaksi antar satu kebudayaan dengan kebudayaan
42
lainnya. Sekalipun objeknya adalah masyarakat yang terisolasi, namun yang
membedakan adalah hanya pada waktu saja.
Seperti halnya masyarakat kelompok lainnya yang ada di dunia.
Masyarakat Baduy adalah salah satu dari bagian itu yang mempunya i
kebudayaan atau kearifan lokal sendiri, yang sampai saat ini masih dijunjung
tinggi sebagai suatu aturan atau hukum adat yang harus dilestarikan, karena
bagi mereka ini adalah amanah dari nenek moyang mereka. Baduy terbagi
dalam beberapa kelompok atau batasan, yaitu Baduy Dangka dengan Baduy
Panamping. Masyarakat Baduy Dangka masih erat melestarikan kearifannya
dan menjalankan aturan adatnya. Sedangkan masyarakat yang berada di
Panamping sudah sedikit membaur dengan beberapa penduduk yang ada yang
terbilang modern kehidupan masyarakat yang berada di dusun panamping akan
jauh lebih terbuka dengan masyarakat Baduy dalam.
Kebutuhan
akan
kehadiran
teknologi
informasi
yang
modern
merupakan suatu yang diharapkan oleh sebagian besar penduduk masyarakat
Baduy
luar,
karena mereka menganggap
bahwa teknologi
informas i
memberikan kemudahan dalam menjangkau setiap akses informasi di belahan
dunia. Di satu sisi kehadiran teknologi akan memberikan dampak positif dan
juga negatif, oleh karenanya pada penelitian ini akan dikaji secara rinci
bagaimana proses perkembangan budaya dari unsur lama kepada unsur yang
lebih modern.
Sedikit sekali literatur atau penelitian yang mengkaji bagaimana pola
yang dilakukan oleh masyarakat Panamping dalam melestarikan adatanya,
ditengah uapya manusia tetap beradaptasi dengan masyarakat Modern, yang
kemudian diaktikan dengan teori yang bersumber dari Ki Hadar Dewanta ra
mengenai teori system kebudayaan, yang dikenal dengan teori atau asas trikon.
Melalui prinsipnya, yaitu kontinyuitas atau prinsip kebelerlanjutan manus ia
mempertahankan kebudayaannya, dan dengan cara menyesuaikan nilai-nila i
yang sedang berkembang sebagai upaya manusia kemajuan peradaban.
43
Tabel 2.1.
Kerangka Berfikir
Baduy Luar
Teknologi Informasi
Kontinyuitas
Ada proses
lanjutan/perkemb
angan dari unsur
penggunaan
teknologi
informasi lama
ke arah
penggunaan
teknologi
informasi baru
(modern)
Konvergensi
Interaksi yang
terjalin sangant
intesif dengan
masyarakat luar
Baduy,
mempengaruhi
tingkat
kebutuhan
masayarakat
Baduy
Konsentris
Terjadinya
konvergensi tidak
serta
merta
menghilangkan
unsur
budaya
lama, dibuktikan
dengan
penggunaan
teknologi
informasi
konvensional
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian akan dilakukan pada masyarakat Panamping
(Baduy Luar), Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten.
Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” –
6°30’0” LS dan 108°3’9” 106°4’55”. Mereka bermukim tepat di kaki
pegunungan Kendeng di Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten
Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota
Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegununga n
Kendeng 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut berbukit dan
bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang
merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian
tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20 °C.65
Secara administratif masyarakat Baduy dibatasi oleh 11 Desa dari 6
Kecamatan.66
Sebelah Utara dibatasi oleh :
a. Desa Bojongmenteng
b. Desa Cisimeut Raya
c. Desa Nayagati
Sebelah Barat dibatasi oleh
:
a. Desa Parakan Besi
b. Desa Kebon Cau
c. Desa Karangnunggal
Sebelah Selatan dibatasi oleh :
a. Desa Cikate
65
Ivan Masdudin, Keunikan Suku Badui di Banten, (Banten: Talenta Pustaka Indonesia, 2011),
66
Ahmad Sihabuddin, Saatnya Baduy Bicara (Banten: Bumi Aksara, 2013), hal: 58
hal. 6
45
b. Desa Mangunjaya
Sebelah Timur dibatasi oleh :
a. Desa Karangcombong
b. Desa Hariang
c. Desa Cicalebang
Masyarakat Baduy dibagi menjadi dua kelompok masyarakat yakni
Baduy Dalam (Tangtu) Baduy Luar (Panamping).
Adapun pengertian dari
masing- masing
bahwa Baduy Dalam
kelompok
masyarakat
dijelaskan
merupakan representasi dari masyarakat Baduy masa lalu yang mendekati pada
pewaris asli dan amanat leluhur kesukuan mereka. Sedangkan masyarakat
Baduy luar adalah komunitas masyarakat Baduy yang memposisikan diri
sebagai penjaga, penyaring, dan pelindung serta penyambung silaturahim yang
intensif dengan pihak luar sebagai bentuk penghargaan, kerja sama, dan
partisipasi manusia
menegaskan kenegaraan dalam menunjukkan bahwa
mereka adalah salah satu suku bangsa yang sama-sama memiliki hak dan
kewajiban yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya.67
Masyarakat Baduy dalam yang bermukim di tiga kampung menjadi
batas wilayah kesukusan mereka diantaranya adalah Cibeo, Cikeusik dan
Cikartawana, sedangkan masyarakat Baduy luar tinggal di berbagai kampung
yang
tersebar mengelilingi
wilayah
Kanekes Dalam,
seperti Cikadu,
Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat
Kanekes Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna
hitam.68
67
68
Ahmad Sihabuddin, hal: 27
Lim Teck Ghee, Alberto G.Gomes, Suku Asli dan Pembanugnan di Asia Tenggara, Terj. dari,
Tribal Peoples and Developement in Southeast Asia (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993),
Cet. I, h. 153
46
Adapun timeline waktu kegiatan penelitian akan dilakukan pada bulan
November 2015 s.d. September 2016.
Tabel. 3.1.
Timeline Penelitian
Bulan
No
1
Pengajuan
Proposal
2
Seminar
Proposal
3
4
5
6
7
8
B.
Aktifitas
November
Maret
Juli
Agustus September Oktober
Penyusunan
Bab I,II dan
III
Pengumpulan
Data
Pengelolaan
Data
Analisis Data
Pemeriksaan
dan
Keabsahan
Data
Penyerahan
Hasil
Penelitian
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode
etnografi, yang merupakan salah satu variasi metode dalam penggunaa n
pendekatan kualitatif, diantaranya adalah, biografi, fenomenologi, grounded
theory, etnografi dan studi kasus.
47
Istilah entografi berasal dari kata ethnos atau suku bangsa, selain
mengandung arti seluruh metode antropologi deskriptif, juga berarti bahan
tentang kehidupan masyarakat dan kebudayaan di suatu daerah. Sedangkan
buku etnografi adalah buku yang mengandung pelukisan tentang kehidupan
suatu masyarakat dan kebudayaan suatu daerah. 69 Sedangkan menurut definis i
Conard Phillip Kottak bahwa “ethnography filed work in particular culture,70
maksudnya adalah etnografi merupakan sistem kerja yang dibuat khusus untuk
menangani beragam masalah kebudayaan tertentu. Menurut Spradley,1980,
Atkinson 1992, Wolcott 1997 dalam James Spradely, etnografi adalah
penjelasan tentang budaya dengan maksud untuk mempelajari dan memahami
tentang kehidupan individu.
Etnografi berarti belajar dari orang, yang
menjelaskan secara langsung dari kultur dan subkultur individu tersebut.71
Sedangkan menurut Marcus dan Fischer menjelaskan makna secara
defnitif dari etnografi adalah :
ethnography is a research process in wich the anthropologist closely
observers, records, and engages in the daily life of another culture, and
experience labeled as the fieldwork method, and then write accounts of
this culture, emphasizing descriptive detail.72
Clifford Greetz dalam James. P Spraley menegaskan bahwa ”If you
want to understaind what science is, you should look in the first instance
not at its theories or its finding, and certainly not at what its apologist
say about it: you should look at what the practioners of it do...In
anthropogy, or anyway social anthropology, what the practioners do is
ethnography” (Artinya : Jika anda ingin mengerti tentang satu ilmu
pengetahuan, pertama-tama anda harusnya tidak melihat pada toeri-teori
69
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2013),hal. 278
70
Conard Phillip Kottak, Anthropology: The Exploration of Human Diversity, (New York:
McGraw-Hill), hal.21,
71
Setyowati, “Etnografi sebagai Metode Pilihan dalam Penelitian Kualitatif di Keperawatan,”
Jurnal Keperawatan Indonesia, vol. 10, No.1, Maret 2006, hal. 36
72
Conard Phillip Kottak, Anthropology: The Exploration of Human Diversity, (New York:
McGraw-Hill), hal. 17
48
atau penemuan-penemuan, dan tentu saja tidak pada apa yang dikatakan
oleh apologisnya tentang ilmu pengetahuan tersebut. Anda harus nya
melihat pada apa yang dilakukan oleh para praktisi...Dalam antropologi,
atau khususnya antropologi sosial yang dilakukan praktisi adalah
etnografi)73
Artinya etnografi merupakan metode dari pendekatan kualitatif sosial
yang fokus penekannnya pada penelitian langsung ke lapangan, dengan
mendatangi
para tokoh-tokoh terkait untuk
dijadikan
referensi
dalam
menghimpun data-data melalui proses wawancara, penggalian informas i,
dokumentasi dan observasi.
Dalam hal ini peneliti akan mendeskripiskan secara mendalam terhadap
bagaimana analisis Teori Trikon dengan budaya penggunaan teknologi pada
masyarakat Panamping, desa Kanekes, maka penelitian menekankan pada sis
penggunaan konsep trikon terhadap bagaimana budaya penggunaan alat
teknologi oleh masyarakat Panamping (Baduy Luar).
Dengan pendekatan
metode etnografi baru ala Spredley diharapkan temuan-temaun empiris dapat
dideskripsikan secara lebih rinci, lebih jelas, dan lebih akurat, terutama
berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat Desa Kanekes yang
tinggal di wilayah Panamping,
khususnya
pada strategi perkembanga n
kebudayaan yang dilakuakan di tengah kehidupan masyarakat yang sudah
bersentuhan dengan kehidupan modern.
Secara karakteristik
etnografi sebagai metode tertua dalam riset
kualitatif sangat penting untuk penelitian-penelitian social yang mempunya i
beberapa karakteristik yaitu (1) menggali atau meneliti fenomena social, (2)
data tidak terstruktur; (3) kasus atau sample sedikit; (4) dilakukan analisis data
dan interpretasi data tentang arti dari tindakan manusia.74
73
James P. Spradley, Metode Etnografi,(Yogyakarta: PT Wacana Yogya, 1997) hal. 15
74
Setyowati, Etnografi sebagai Metode Pilihan dalam Penelitian Kualitatif di Keperawatan,
Jurnal Keperawatan Indonesia, vol 10, No.1, Maret 2006, hal. 13
49
C.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menjelaskan teknik apa yang digunakan peneliti
dalam menjaring data tentang apa yang digunakan dalam mendapatkan data
yang valid terhadap seubjek penelitian. Alat Pengumpulan data disebut
instrument penelitain merupakan suatu alat yang digunakan manusia menguk ur
fenomena alam maupun social yang diamati. Mengumpulkan data berarti
mencatat pristiwa, karakteristik, elemen, nilai suatu variabel. Hasil dari
pencatatan ini menghasilkan data mentah yang kegunaannya masih terbatas.
Menurut Coard Phillip Kottak mengenai teknik pengumpulan data pada
metode etnografi, ia menjelaskan ada beberapa tahapan yang harus dilalui
dalam proses penelitian untuk mendapatkan informasi yang valid dan benar.
Adapun teknik tersebut dijabarkan melalui penjelasan dibawah ini:
The characteristik field techniques of the ethnographer include the
following: 1). Direct, firsthand observation of daily behavior, including
participant observation, 2). Converstation with varying degrees of
formality, from the daily chitchat that helps maintain raport and
provides knolwedge about what is going on to prolonged interviews
which can be unstructured or structured, 3). The genealogical method,
4). Detailed work with key consultant about particular areas of
community life, 5). In depth interviewing, often leading to the collection
of life historis of particuler people (narrators), 6). Discovery of local
belifes and perceptions, wich may be compared with the ethnographers
own observation and conclusions, 7). Problem oriented research of
many sorts, 8). Longitudinal research- the continuous long term study
of an area or site 9). Team research-coordinated research by multiple
ethnographers, 10). Large scale approaches that recognize the
complexity of modern life.75
Di dalam penjelasan di atas ada 10 teknik atau cara dalam melakukan proses
penelitian etnografi diantara proses itu adalah dengan cara observasi partisipan
artinya, melakukan pengamatan terhadap subjek penelitian secara sistematik
75
Conard Phillip Kottak, Anthropology: The Exploration of Human Diversity, (New York:
McGraw-Hill), hal. 255
50
dengan mewawancarai secara formal subjek penelitian melalui beragam
pertanyaan yang disusun secara struktural atau tidak terstruktur, dengan
menggunakan metode genelogikal, adapun dalam rangka efisiensi dalam
melakukan penelitian, etnografer hendaknya menyusun langkah strategis untuk
mendapatkan subjek penelitian yang kedudukannya sangat memhami budaya
setempat, seperti tokoh adat, pejabat desa atau tokoh masyarakat, dalam hal
penelitian ini penulis sudah menetapkan informan- informan yang ditunjuk
untuk menjadi key consultan dalam rangka mendapatkan kevalidan informas i.
Selanjutnya peneliti hendaknya dalam mewawancarai subjek penelitian unutk
menanyakan informasi sedalam-dalamnya dari pertanyaan yang disusun,
dengan camenanyakan life historis dari subjek penelitian dan mengkaitkaitka n
dengan kepercayaan yang dianut oleh subjek penelitian.
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode etnografi baru ala Spradley
melalui teknik Penelitian Maju Bertahap (Developmental Research Process)
teknik ini didasarkan atas 5 prinsip, yakni tunggal, identifikasi tugas, maju
bertahap, penelitian orisinal dan problem-solving.76 Dalam teknik ini terdapat
12 langkah- langkah yang harus dilalui oleh peneliti dalam melakukan
penelitiannya secara berurutan atau maju bertahap.
Secara singkat penjeleasan di atas hal ini pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan beberapa cara, sebagai
berikut :
1. Observasi
Observasi atau pengamatan dan pencatatan dilakukan sistematik
terhadap subjek penelitian. Metode observasi yang akan digunaka n
adalah langsung dengan cara pengambilan data dengan menggunaka n
mata tanpa ada pertolongan alat standar lain manusia kepentinga n
76
James P. Spradley, hal. 30
51
tersebut. 77 Berdasarkan pelaksanannya, penulis membagi ke dalam
beberpa tahapan:
a.
Teknik Pengamatan Langsung
Pengamatan
tanpa menggunakan peralatan khusus dengan
mengamati seluruh unsur-unsur yang menjadi topik dalam
penelitian, sebagai penguat dalam memberikan data/informas i
yang berkenaan dengan penelitian
b.
Teknik
Pengamatan
tak Langsung
dengan
menggunaka n
beberapa alat tertentu : misalnya mikroskop, kamera, taep
recorder dsb
c.
Teknik Pengamatan Partisipasi
Dengan cara mengambil bagian nyata dalam suatu objek
penelitian. Yang kemudian dijadikan sebagai rujukan atau
referensi untuk mecari data secara mendalam terkati dengan
deskripsi tempat, monografi suatu daerah. Dengan mewawancar i
secara langsung menggunakan penyusunan pertanyaan baik
secara struktur maupun tidak terstruktur.
Tabel 3.2
Panduan Observasi Masyarakat Panamping
No Objek Observasi
Keterangan
1
Macam-macam
teknologi
perangkat
tradisional
dan
modern
2
Sebab
terjadinya
kontyuita s
penggunaan teknologi informas i
77
Pedoman Penulisan Skripsi FITK, (Jakarta:Tanpa Penerbit), hal. 66
52
3
Proses
konvergensi
antara
penggunaan teknologi informas i
tradisosnal dengan modern
4
Proses
konsentris
dari
penggunaan teknologi informas i
modern
2. Wawancara
Wawancara merupakan metode yang diperguna penulis untuk
mengumpulkan data, di mana peneliti mendapatkan keterangan secara
lisan dengan seseorang sasaran penelitian (respondne). Dalam hal ini
penulis akan mewawancarai 3 tokoh sebagai informan untuk dijadikan
referensi dalam melengkapi proses penelitian. Diantara tokoh-tokoh
tersebut adalah: Jaro Dangka, Jaro Tangtu, serta Jaro Pamarentah.
Berikut adalah tahapan yang dilakukan pada saat proses
berlangsungnya wawancara :
a.
Menetapkan Seorang Informan
Dalam penjelasan Webster New Collegiate Dictionary, Informa n
merupakan seorang pembicara asli yang berbicara dengan
mengulang kata-kata frasa, dan kalimat dalam bahasa dan
dialkenya
sebagai model imitasi
dan sumber informas i.
Meskipun semua orang dapat menjadi informan, tapi tidak
semua orang akan menjadi informan yang baik. Karena pada
hakikatnya informan yang baik adalah mereka yang tahu
budayanya tanpa harus memikirkannya, pelaku dari setiap
aktivitas kebudayaannya.
Etnografi akan bekerja sama sepenuhnya dengan informan untuk
menjadi partner dalam menemukan informasi- informasi yang
53
berkaitan dengan data yang ingin diambil dari satu masyarakat
tertentu. Dalam hal ini peneliti menentukan 2 orang infor ma n
dari masyarakat panamping yakni ( Jaro Pamarentah dan Jaro
Adat) sebagai pemangku adat.
b.
Wawancarai Seorang Informan
Wawancara adalah jenis percakapan (speech event) yang khusus.
Dalam percakapan akan ditemukan bagaimana kebudayaan itu
berjalan, atau hal-hal yang sangat unik dalam kebudayaan
tertentu. Spredley berpendapat wawancara yang tepat dalam
studi
etnografis
dalah
dengan
pendekatan
wawancara
persahabatan. Wawancara persahabatan merupakan serangkaia n
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada informan yang mana
peneliti secara perlahan dan formal memasukan unsur-uns ur
pertanyaan yang ingin diketahui sebagai rujukan/ data dalam
penelitian. Dalam hal ini ada tiga yang harus diperhatikan tujuan
yang eksplisit,
penjelasan,
dan penjelasan
yang
bersifat
etnografis.
c.
Mengajukan Pertanyaan Deskriptif
Mendeskripsikan setting dimana informan melakukan aktivitas
rutinnya yang berada pada observasi yang dilakukan selama
wawancara. Mulailah dengan membuat sebuah daftar mengena i
tempat-tempat dan objek-objek yang spesifik.
Dalam proses wawancara berlangsung, kisi-kisi merupakan
instumen sebelum merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan
dengan aktifitas adat masyarakat. Dibawah ini dijabarakan bagaima na
kisi-kisi dibuat untuk perumusan pertanyaan.
54
No Indikator
1
Trikon
Table 3.3
Panduan Pertanyaan Wawancara
Butir-butir pertanyaan
dan Kontinyuitas
No Butir
1-4
Teknologi
Pandangan
Informasi
terhadap
penggunaa n
teknologi
infor mas i
pikukuh Baduy
tradisoional
Pandangan
pikukuh Baduy
terhadap
perkembangan
teknologi informasi modern
Konvergensi
5-10
Bagaimana proses interkasi
dengan
masyarakat
luar
serap-temu
dan
Baduy
Proses
penerimaan terhadap sistem
teknologi informasi modern
Unsur baru yang diterima
dari penggunaan
teknologi
infromasi modern
Konsentris
11-14
Pandangan
terkait
peran
Lembaga
Adat
dalam
mengantisipasi
perkembangan
informasi modern
teknologi
55
Posisi teknologi
informas i
tradisional setelah kehadiran
teknologi modern
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan sumber non manusia, sumber
ini adalah sumber yang cukup bermanfaat telah tersedia sehingga akan
relatif murah pengeluaran biaya manusia memperolehnya, merupakan
sumber yang stabil dan akurat sebagai cermin situasi/kondisi yang
sebenarnya serta dapat dianalisis secara berulang-ulang dengan tidak
mengalami perubahan.
Mendokumentasikan baik berupa fotoghrape sebagai upaya
penulis mendapatkan bukti secara otentik dari hasil yang diteliti ketika
dalam proses penelitian berlangsung.
Tabel 3.4
Pedoman Dokumentasi
Keterangan
No
D.
1.
UU Hak Ulayat Masyarakat Baduy
2
Data Populasi Penduduk Desa Kanekes
Pengelolaan Data
Setelah data terkumpul,
langkah
yang dilakukan
oleh penulis
selanjutnya adalah mengolah data, sehingga data dapat dianalisi dan diambil
kesimpulannya. Tujuan pengeolah data adalah menyiapkan data agar mudah
ditangani dalam analisinya.
1. Reduksi dan Analisis Data
Pengolahan data selanjutnya dengan mereduksi, merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, di cari
tema dan polanya sehingga memerlukan kecerdasan, keluasaan dan
56
kedalaman wawasan yang tinggi. Data direduksi akan mempermud a h
penulis
manusia
melakukan
mencarinya bila diperlukan,
pengumpulan
data selanjutnya
dan
reduksi data digunakan dengan alat
elektronik, dengan memberikan kode pada aspek tertentu.78
2. Penyajian Data
Penyajian data dalam bentuk uraian singkat, teks yang bersifat
naratif, bagan hubungan anatar kategori, flowchart, grafik, matriks,
networks dan sejenisnya. Penyajian data bersifat kompleks dan dinamis,
sehingga apa yang ditemukan pada saat memasuki lapangan dan setelah
berlangsung agak lama dilapangan akan mengalami perekambangna
data.
79
3. Penarikan Kesimpulan Tentatif
Kesimpulan
awal yang
telah
ditemukan
masih
bersifat
sementara, dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang
kuat manusia mendukung tahap pengumpulan data berikutnya.
Tetapi kesimplan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung
bukti bukti yang valid dan konsisten saat ke lapangan mengumpulka n
data, maka kesmpulan yang dikemukakan adalah kesmpulan yang
kreadibel.80
E.
Pemeriksaan dan Pengecekkan Keabsahan Data
Didalam pemerikasaan atau pengecekka keabsahan data dapat dilakukan
dengan jenis pengujian, yaitu :
78
Sulistyaningsih,“Metodologi Penelitian -Kualitatif dan Kuantitafit”,(Yogyakarta : Graha
Ilmu, 2012), hal. 162
79
Sulistyaningsih, hal. 163
80
Sulistyaningsih, hal. 164
57
1. Creadibility dan Transferability
Creadibility dan transferability atau validitas desain menunjukka n
tingkat kejelasan fenomena hasil penelitian sesuai dengan kenyataan.
Sedangkan validitas desain kualitatif menunjukan sejauhmana tingkat
interpretasi dan konsep-konsep yang diperoleh memiliki makna yang
sesuai antara partisipan dengan peneliti”.81
2.
Dependability/auditability
Dalam penelitian kualitatif, reliabilitas dipengaruhi oleh: a) status dan
kedudukan peneliti di kalangan anggota kelompok yang diselidikida n
hubungan pribadinya dengan partisipan, b) pilihan informan, c) situasi dan
kondisi sosial yang mempengaruhi informasi yang diberikan, d) definis i
konsep, e) metode pengumpulan dan analisis data pengumpulan.
Usaha yang dilakukan manusia
mempertinggi reliabilitas interna l
adalah : a) uraian deskriptif yang konkrit, b) membentuk tim peneliti c)
menggunakan partisipan lokal sebagai asisten peneliti d), meminta
pertimbangan ahli lain, e) pencacatan data atau infoemasi dengan alat
mekanis.
Reliabilitas dalam penelitian ini akan dilakukan
manusia
mempertajam uraian deskriptif yang konkrit, yaitu pengungkapan data
wawancara dan dokumen dengan konfirmasi berulang-ulang terhadap
responden, meminta pendapat dan pertimbangan
peneliti lain yang
menggunakan pendekatan kualitatif, dan pencatatan data atau informa s i
dengan alat mekanis menggunakan komputer82 .
3.
Confrimability
Data yang ditemukan dianalisis secara cermat dan teliti, disusun,
dikategorikan secara sistematik, dan ditafsirkan berdasarkan pengalama n,
81
Pedoman Penulisan Skripsi FITK, (Jakarta:Tanpa Penerbit), hal.72
82
Pedoman Penulisan Skripsi FITK, hal. 75
58
kerangka pikir dan persepsi peneliti tanpa prasangka dan kecendrunga nkecendrungan tertentu.
Confrimability atau objektivitas dalam penelitian kualitatif berarti
jujur, peneliti mencatat apa yang dilihat,
didengar, ditangkap, dan
dirasakan berdasarkan persepsi dan keyakinan dia, tidak dibuat-buat atau
direka-reka.
83
Demikian halnya dalam penelitian ini, secara tidak langsung peneliti
akan menggunakan beberapa kriteria keabsahan data dengan menggunaka n
teknik pemeriksaan sebagaimana telah disebut di atas untuk dapat
membuktikan keabsahan data. Yaitu dengan kehadiran peneliti itu sendiri
sebagai instrumen, mencari tema atau penjelasan berdasarkan pengamatan.
Demikianlah penjelasan mengenai metode penelitian, dimana dalam
bab ini memaparkan secara menyeluruh hal-hal yang berkaitan dengan
objek dan waktu penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, serta
teknik dan langkah- langkah dalam mengelola dan menganalisis data yang
diperoleh dalam menemukan relevansi teori trikon ini terhadap budaya
penggunaan teknologi di Baduy Luar.
83
Pedoman Penulisan Skripsi FITK, hal. 76
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Profil Masyarakat Baduy
Masyarakat Baduy menetap secara mengelompok di dalam satu desa.
Mereka hidup berdampingan satu sama lain, hubungan keakrabatan terjalin
dengan erat dan sehat. Seperti halnya yang banyak orang ketahui bagaimana
masyarakat Baduy membuat kelompok-kelompok sosial, mulanya mereka
hanya mendiami satu kelompok saja, sejalan dengan perkembangan zaman
dan pesatnya pengaruh dari luar, mulai terjadi pelonggaran-pelongga ra n
terhadap aturan masyarakat Baduy. Orang Baduy yang semula hanya satu
komunitas atau kelompok akhirnya dibagi menjadi dua. Dua kelompok besar
yang mendiami wilayah Kanekes yakni Baduy Dalam dan Baduy Luar. 84
Namun ada sumber lain yang menyatakan bahwa Masyarakat Baduy terbagi
menjadi tiga kelompok yakni, tangtu, panamping, dan dangka.85
Kelompok Tangtu adalah kelompok yang biasa dikenal dengan sebutan
Baduy dalam, yang paling kuat dalam menjalankan ketentuan adatnya, mereka
adalah yang bermukim di tiga kampung di Desa Kanekes, yakni Cibeo,
Cikartawana, dan Cikeusik. Dapat disebut juga bahwa kelompok masyarakat
Baduy dalam merupakan represenatsi dari masyarakat Baduy masa lalu yang
mendekati para pewaris asli budaya dan pengemban amanah kesukuan
mereka. 86 Hal tersebut menurut penulis dapat dilihat secara jelas bahwa
adanya garis teritorial pembatas ketiga kampung tersebut di atas dengan
kampung lainnya merupakan bukti bahwa amanah pengemban kesukuan
hanya di khususkan oleh mereka yang tinggal di ketiga kampung tersebut.
84
Ivan Masduddin, hal.8
85
Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara,(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 24
86
Ivan Masdudin, op, cit., hal. 10
60
Masyarakat Baduy dalam diidentikan dengan menggunakan pakaian serba
hitam putih.
Kelompok masyarakat panamping atau terkenal dengan sebutan Baduy
Luar, adalah mereka masyarakat Baduy yang tinggal di berbagai kampung
yang tersebar mengelililingi
wilayah
Baduy Dalam,
seperti Cikadu,
Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Disebut
panamping karena merupakan daerah pendamping yang bertugas untuk
melindungi, menjaga, keutuhan adat dari pengaruh-pengaruh luar. Masyarakat
Baduy luar diberikan kelonggaran-kelonggaran dalam menjalankan aktifitas
kesukuannya, hanya saja kelonggaran aturan adat lebih banyak diarahkan
untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi, seperti diperbolehkan berladang diluar
wilayah Baduy. Namun kehidupan mereka tetap dibawah kontrol kepala adat,
dalam arti mereka tetap diawasi agar tidak ada upaya untuk mencoba merubah,
atau melanggar aturan kesukuan yang sudah menjadi pedoman dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari.87 Sedangkan masyarakat Baduy dangka
adalah mereka masyarakat yang bertempat tinggal di luar wilayah Kanekes,
dan pada saat ini tinggal
Sirhadyeuh.
88
2 kampung yang tersisa, Padawaras dan
Tidak banyak
sumber yang mendeskripsikan
perilaku
masyarakat Baduy dangka, karena posisi mereka masih dalam diskusi apakah
merupakan bagian dari masyarakat Baduy mengingat letak kampung yang
diluar dari masyarakat desa Kanekes.
Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat
adat sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan Baduy merupakan
sebutan yang disematkan oleh penduduk luar kepada masyarakat tersebut,
berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang menyimpulkan bahwa asal
87
Gunggung Senojai, Perilaku Masyarakat Baduy dalam Mengelola Hutan, Lahan, dan
Lingkungan di Banten Selatan, Jurnal Humaniora, Vol. 23, 2011, hal. 18
88
Ivan Masdudin, op.cit., hal. 20
61
muasal kata Baduy atau masyarakat Baduy berasal dari Bahasa Arab yakni
Badawi yang berarti secara makna adalah masyarakat yang berpindah-pinda h
(nomaden)89 . Hal ini berdasarkan dari pada kesamaan perilaku orang Badawi
dengan kehidupan mereka yang selalu sibuk beraktifitas dari satu tempat ke
tempat lainnya, atau dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. 90 Namun hal
tersebut ditampik oleh pemangku adat bahwa istilah Baduy bersumber dari
sasaka dari sebuah nama sungai tempo dulu, yakni sungai cibaduy yang
mengalir disekitar tempat tinggal mereka juga berdasarkan nama salah satu
bukit yang berada di kawasan tanah ulayat mereka, yakni bukit Baduy.91
Menurut pendapat lain yang dikemukakan oleh Danasamita dan
Djatisunda dalam Permana bahwa Kanekes atau Baduy merupakan “tanah
suci” yang tidak boleh diinjak oleh sembarang orang. Orang Baduy sendiri
boleh untuk menetap disana selagi tidak melanggar ketentuan adat. Mereka
tidak boleh kaya, sebab kekayaan materi dianggap akan menghancurka n
kehidupan mandala. 92 Disebut sebagai kawasan suci (mandala) karena
mereka masyarakat Baduy berkewajiban untuk memegang teguh adat-istiadat
atau pikukuh yang bersumber dari buyut (pemujaan leluhur atau nenk
moyang). Kebuyutan ini dikenal dengan kebuyutan Jati Sunda atau “Sunda
Asli” atau Sunda Wiwitan (wiwitan: asli, pokok, jati). Oleh karennaya
kepercayaan yang mereka peluk dan diyakini disebut dengan kepercayaan
sunda wiwitan.93
Pada dasarnya orang Baduy bertutur dalam bahasa Sunda. Bahasa
mereka termasuk dalam katagori dialek Sunda-Banten, subdialek Baduy.
89
Ivan Masdudin, Keunikan Suku Baduy di Banten, (Banten: Talenta Pustaka Indonesia,2011),
cet II, hal. 6
90
Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 16
91
Ahmad Sihabudin, hal. 16
92
Cecep Eka Permana, Tata Ruang Masyarakat Baduy, (Jakarta: Wedatama Widya,2006),hal 36.
93
Ivan Masdudin, op,cit., hal. 5
62
Berbeda dengan subdialek Banten, bahasa Baduy tidak dipengaruhi Bahasa
Jawa. Bahasa Baduy tidak mengenal tingkat tutur bahasa dan memiliki aksen
tinggi dalam lagu kalimat. Selain itu, Bahasa Baduy memiliki kosa kata
sendiri dan beberapa jenis struktur kalimat dan dianggap bahasa Sunda Kasar
karena tidak memakai undak-usuk bahasa94 , selain itu dalam bahasa ini orang
Baduy amat mematuhi larangan memakai kata-kata buyut. 95 Orang Baduy
tidak mengenal tulisan, kecuali abjad hanacaraka (alfabetis Jawa/Sunda
kuno) untuk menghitung hari baik. Sekarang ini subdialek Baduy makin jauh
dari bahasa Sunda Lulugu yang dianggap baku. Pemakaian pertikel, bentukan
kata, aksen kata, dan pemakaian fonem yang semakin berbeda menyebabkan
subdialek Baduy dianggap sebagai Bahasa.96
Masyarakat Baduy merupakan masyarakat tradisional bersahaja namun
kaya akan sumber kearifan yang dapat menjadi teladan atau panutan kita.
Fakta dalam masyarakat Baduy menunjukkan bahwa (1) masyarakat Baduy
melakukan tebang-bakar hutan untuk membuat ladang (huma), tetapi tidak
pernah terjadi bencana kebakaran hutan; (2) di wilayah Baduy banyak hunia n
pendudukan berdekatan dengan sungai, namun tidak pernah terjadi bencana
banjir melanda permukiman; (3) walaupun rumah dan bangunan masyarakat
Baduy terbuat dari bahan yang mudah terbakar (kayu, bambu, rumbia, dan
ijuk), jarang terjadi bencana kebakaran hebat; dan (4) wilayah Baduy yang
termasuk dalam daerah rawan gempa Jawa bagian Barat, tidak pernah terjadi
kerusakan bangunan akibat bencana gempa. Berdasarkan hal tersebut,
94
Maksudnya adalah gaya bahasa untuk membedakan golongan lawan bicara tetapi ada tekanan
dalam pengucapan untuk membedakan arti.
95
Zulayni Hidayah, Enskiklopedia Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2015), hal. 44
96
Baiq Setiani, “Fungsi dan Peran Wanita Dalam Masyarakat Baduy”, lex Jurnalica, Vol.3 No.3
Agustus 2006, hal. 156-157.
63
menarik dan penting dikaji tentang kearifan lokal masyarakat Baduy dalam
upaya mencegah atau meminimalisasi terjadinya bencana (mitigasi bencana)
yang merupakan pengetahuan tradisional yang telah diturunkan sejak ratusan
dan bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu.97
1.
Letak Geografis
Jika dilihat dari letak geografisnya menurut salah satu sumber dijelaskan
bahwa letak geografis Desa Kanekes terletak pada :
°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” 106°4’55”. Mereka bermukim tepat
di kaki pegunungan Kendeng di Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,
Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari
kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegununga n
Kendeng 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut berbukit dan
bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang
merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian
tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20 °C.98
Sedangkan menurut Perda Kabupaten Lebak No 65 Tahun 2001 Seri C
bab 3 mengenai batas-batas wilayah administratif hak ulayat masyarakat
Baduy adalah sebagai berikut :99
a. Utara:
1. Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwidamar.
2. Desa Cisimeut Kecamatan Leuwidamar.
3. Desa Nyagati Kecamatan Leuwidamar.
b. Barat:
1. Desa Parakanbeusi Kecamatan Bojongmanik.
2. Desa Keboncau Kecamatan Bojongmanik.
97
Raden Cecep Eka Permana, dkk, "Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana Pada Masyarakat
Baduy,” Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Vol.5 No. 1 , Juli 2011, hal. 68
98
Ivan Masdudin, op, cit, hal. 6
99
Peraturan Daerah No 31 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy,
Kabupaten Lebak, Banten, 2001. Diambil dari www.setda.lebakkab.go.id pada pukul 09:56 tanggal 27
Agustus 2016
64
3. Desa Karangnunggal Kecamatan Bojongmanik.
c. Selatan
1. Cikate Kecamatan Cijaku
d. Timur:
1. Karangcombong Kecamatan Muncang.
2. Desa Cilebang Kecamatan Muncang.
Luas Tanah Hak Ulayat Baduy adalah 5.136. 58 Hektar, yang yang
terdiri menjadi dua bagian yaitu 3000 hektar berupa hutan tutupan/lindung dan
2.136.58 hektar merupakan tanah garapan dan pemukiman. Yang terdiri dari 59
kampung, 3 kampung yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik, adalah termasuk
wilayah Baduy Dalam dan 56 Kampung lainnya adalah di wilayah Baduy
luar.100 Berikut dibawah ini adalah peta wilayah Hak Ulayat Masyarakat Baduy
Gambar. 4.1.
Peta Wilayah Baduy
Sumber:Google
100
Ahmad Sihabudin, Saatnya Baduy Bicara,(Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal.59
65
Batas-batas Alam Hak Ulayat Masyarakat Baduy dijelaskan juga dalam
perda Kabupaten Lebak bahwa Desa Kanekes berbatasan dengan alam,
sebelah utara dengan Kali Ciujung, sebelah selatan dengan Kali Cidikit,
sebelah barat berbatasan dengan Kali Cibarani dan sebelah timur berbatasan
dengan Kali Cisimeut.101
2.
Kondisi Demografi
Pada 2016 Masyarkat Kanekes berjumlah 11.679 orang, terdiri dari
5.896 orang laki-laki dan 5.783 orang wanita. Mereka tersebar di 64
perkampungan dan ditampung dalam sekitar 3000 rumah. Mereka berhimpun
dalam 3.413 kepala keluarga. Dibawah ini dijelaskan secara rinci bagaiaman
kondisi demografi penduduk Desa Kanekes (Baduy).
Tabel. 4.1.
Demografi Penduduk Desa Kanekes tahun 2016
Penduduk
No
RW
RT
Kampung
1
01
001
Kadu Ketug
002
Cipondok
003
Kadu Ketug
004
Kadu Kaso
005
Cihulu RT
006
Kadu Ketug III
001
Marengo
002
Gajeboh
2
101
02
Pria
Wanita
Jumlah
KK
527
509
1036
337
Peraturan Daerah No 31 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat
Baduy, Kabupaten Lebak, Banten, 2001. Diambil dari www.setda.lebakkab.go.id pada pukul 09:56
tanggal 27 Agustus 2016
66
3
4
5
6
03
04
05
06
003
Balingbing
004
Cigula
005
Cikuya
001
Kadu Jangkung
002
Karahkal
003
Kadu Gede
004
Cicampaka
001
Kadu Keter I
002
Kadu Keter II
003
Cicatang I
004
Cicatang II
005
Cikopeng
006
Cibongkong
001
Sorokokod
002
Ciwaringin
003
Cibitung
004
Batara
005
Panyerangan
006
Kadu Kohak
001
Cisaban
002
Cisaban II
003
Leuwihandam
004
Ciranca Kondang
005
Kanengai
006
Cipicung
001
Cipaler Lebak
429
429
858
261
379
414
793
247
426
392
818
227
715
683
1398
382
617
635
1252
367
67
7
8
9
10
11
12
07
08
09
010
011
012
002
Cipaler Pasir
003
Cicakal leuwibuled
004
Cicakal Muara
005
Cepak Bungur
001
Cicakal Girang I
002
Cicakal Girang II
003
Cicakal Girang III
004
Cipiit Lebak
005
Cipiit Pasir
001
Cikande Lebak
002
Cikande Pasir
003
Cikande Babakan
004
Cijangkar
005
Cirengkok
001
Cisagu Pasir
002
Cisagu Lebak
003
Babakan
004
Cijanar
001
Cikeusik
002
Cibeo
003
Cikartawana
001
Ciranji Lebak
002
Ciranji Pasir
003
Cikulingseng
004
Cibagelut
005
Cepak Huni
405
416
821
254
346
307
653
193
298
321
619
214
347
330
677
185
625
584
1209
308
328
293
621
182
68
13
013
006
Ciemes
001
Cisadane
002
Batu Beulah
003
Cibogo
004
Pamoean
Jumlah
454
470
924
248
5.896
5.783
11.679
3.413
Sumber : Data Kependudukan Desa Kanekes 2016
Sedangkan kalau dilihat perbandingan pertiap tahun dari jumla h
penduduk yang bermukim di wilayah Baduy adalah mengalami peningkata n
meskipun tidak pesat namun memberikan sinyal bahwa masyarakat Baduy
lamban laun akan terus mengalami peningkatan kapasitas kependudukan, hal
ini perlunya mengantisipasi agar luas tanah hak ulayat mampu menopang
jumlah penduduk masyarakat Baduy.
Tabel. 4.2.
Perkembangan Penduduk Desa Kanekes
Tahun
Jumlah
1817
135
1822
188
1845
265
1917
1.500
1968
4.010
1972
4.077
1984
4.587
2014
11.860
2016
11.679
Sumber : Data Kependudukan Desa Kanekes 2016
69
Pada saat ini mayoritas penduduk Baduy tinggal di wilayah Baduy Luar,
yaitu sekitar 80% dari total penduduk disana. Hanya sebagian kecil saja yang
tinggal di daerah dangka, dan sisanya tinggal di daerah Baduy Dalam. Tidak
ada angka pasti berapa rumah tangga yang ada disana, terutama yang tingga l
di Baduy Dalam. Ada beberapa versi yang menjelaskan bahwa ada batasan
maksimal jumlah rumah tangga dapat tinggal di Baduy Dalam, jika melebihi
batas tersebut, maka salah satu dari anggota keluarga tersebut harus pindah ke
Baduy Luar. Kondisi ini dibuktikan dengan tidak adanya penambahan jumla h
kampung di wilayah tangtu dari tahun 1889 sampai sekarang ini. 102
3.
Agama dan Kepercayaan
Mayoritas masyarakat Baduy menganut kepercayaan animisme yakni
sunda wiwitan, wiwitan yang bermakna asli, jati atau pokok. Maksudnya
adalah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Baduy bersumber pada
pikukuh atau aturan adat yang dilestarikan dan disepakati secara bersama yang
dijadikan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dengan
dielaborasi dengan kepercayaan-kepercayaan lainnya, seperti Hindu, Budha
dan Islam. Isi terpenting dalam menjalankan pikukuhnya adalah melestarika n
keutuhan adat tanpa ada sedikit upaya untuk merubah dengan maksud apapun.
Seperti halnya pameo yang terkenal di masyarakat Baduy “Lojor henteu
beunang di potong, pendek henteu benang disambung”(Panjang tidak boleh
dipotong, pendek tidak boleh disambung).
Artinya,
aturan adat yang
dilestarikan bersifat mutlak untuk tetap dijaga keutuhannya, tanpa ada upaya
untuk merubah, mengganti, dengan aturan-aturan lainnya.
Tuhan yang diyakini oleh penganut kepercayaan sunda wiwitan adalah
Allah, dengan penyebutan yang berbeda yang biasa diungkapkan umat
beragama lainnya. Masyarakat Baduy menyebut Allah dengan sebutan Batara
102
Feri Prihantoro, “Kehidupan Berkelanjutan Masyarakat Baduy,” Jurnal Bintari Foundation,
2006, hal.13
70
Tunggal (Tuhan yang Maha Esa), Batara Jagat (Penguasa Alam) dan Batara
Seda Niskala (Yang Gaib) yang bersemayam di Buana Nyungcung (Dunia
Atas).103 Pengucapan Allah termaktub di dalam dua macam kalimat Syahadat
Baduy: Syahadat Baduy dalam dan Syahadat Baduy luar. Adapun syahadat
Baduy dalam sebagai berikut
104 :
“asyhadu syahadat Sunda Jaman Allah ngan sorangan keduanan Gusti
Rosul, ka tilu Nabi Muhammad ka opat umat Muhammad nu cicing di
bumi angaricing nu calik di alam keueung”, ngacacang di alam mokaha
slamet umat Muhammad. (asyahdu syahadat Sunda Allah hanya satu,
kedua para Rasul, ketiga Nabi Muhammad, keempat umat Muhammad
yang tinggal di dunia ramai, yang duduk di alam takut menjelaja h
dialam nafsu selamat umat Muhammad).
Syahadat tersebut diucapkan oleh masyarakat Baduy Dalam dihadapan
puun sama halnya ketika Islam awal mula turun kepada Nabi Muhammad umat
muslim bersyahadat pada Nabi Muhammad atas kenabiannya. Bedahalnya
dengan lafadz syahadat yang diucapkan oleh masyarakat Baduy luar mereka
mengucapkan syahadat ketika sedang berlangsung upacara pernikahan secara
Islami.
Sasaka Domas, merupakan kiblat ibadah pemujaan bagi umat penganut
kepercayaan sunda wiwitan, disebut juga Sasaka Pusana Buana atau Sasaka
Pada Ageung.
105
Tidak banyak sumber yang mengetahui secara detail
bagaimana bentuk dari kiblat tempat pemujaan masyarakat Baduy, karena
tempat tersebut bersifat sakral hanya orang-orang tertentu yang diperkenanka n
untuk melihat secara langsung bagaimana bentuk bangunan tersebut. Hanya
saja ada sumber yang mengatakan bahwa sasaka berbentuk bangunan punden
berunduk atau berteras-teras sebanyak tujuh tingkatan.
103
Kemudian pada
Masykur Wahid, “Sunda Wiwitan Baduy: Agama Penjaga Alam Lindung di Desa Kanekes
Banten,” Artikel, pada IAIN Sultan Hasanudin Banten, Banten, hal. 5, tidak dipublikasikan
104
Masykur Wahid, hal
105
Masykur Wahid, hal.6
71
tingkatan paling atas terdapat batu lumpang yang oleh sumber lain dikatakan
terdapat air hujan di dalam batu lumpang tersebut, 106 serta lubang bergaris
tinggi sekitar 90 cm, menhir dan arca batu. Arca batu tersebut yang dikenal
dengan Arca Domas. Batu lumpang tersebut diyakini apabila saat pemujaan
berlangsung didapati batu lumpang dalam keadaan terisi penuh oleh air yang
jernih, maka bagi masyarakat Kanekes merupakan pertanda hujan pada tahun
tersebut akan banyak turun dan panen akan berhasil. Sebaliknya, apabila
didapati dalam keadaan kering maka diyakini merupakan kegagalan panen. 107
Di atas tanah suci ini mereka melakukan ritual pemujaan terhadap roh
leluhurnya,
dengan memanjatkan
doa dan membersihkan
objek utama
pemujaan Baduy. Ritual tersebut dilakukan berturut-turut pada tanggal 16,17,
dan 18 pada bulan kalima dengan dipimpin oleh seorang puun wakt tiga hari
ritual terdiri dari dua hari untuk pulang pergi ke tempat pemujaan, dan sehari
untuk ritual ibadah muja. Dengan tujuan untuk memuja para karuhan108 , nenek
moyang dan menyucikan pusat dunia. 109
Masyarakat Indonesia pada umumnya meletakkan pancasila sebagai
weltanschauung
atau
kewarganegaraannya,
pandangan
110
hidup
bedahalnya
dalam
dengan
menjalankan
masyarakat
aktifita s
Baduy
yang
menjadikan pikukuh sebagai pandangan hidup yang mengatur rangkaian
aktifitas mereka. Pikukuh merupakan adalah cara bagaimana seharunya
seseorang melaksanakan kewajiban dalam mengarungi kehidupannya sesuai
106
Masykur Wahid, hal.7
107
Ivan Masdudin, Keunikan Suku Baduy di Banten, (Banten: Talenta Pustaka Indonesia,2011),
cet II, hal. 22
108
H.A.R. Tilaar, Pedagogik Teoritis untuk Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2015), hal. 36
109
Cecep Eka Permana, “Tata Ruang Masyarakat Baduy”, (Jakarta: Wedatama Widya, 2016),
110
H.A.R. Tilaar, loc. cit., hal. 32
hal.21
72
dengan amanat karuhan atau nenek moyang.111 Pikukuh juga disebut sebagai
hukum, orientasi, aktifitas-aktifitas religi yang harus dilakukan oleh masyarakat
Baduy yang bersumber dari buyut. Inti dari pikukuh adalah konsep yang tidak
menghendaki adanya perubahan dengan maksud apapun, seperti halnya yang
tertuang dalam buyut (larangan) titipan karuhan (nenek moyang) sebagai
berikut :112
Buyut nu dititipkeun ka puun
Negara satelung puluh telu
Bangsawan sawidak lima
Pancer salawe negara
Gunung teu meunang dilebur
Lebak teu meunang dirusak
Larangan teu meunang dirempak
Buyut teu meunang dirobah
Lojor teu meunang dipotong
Pondok teu meunang disambung
Nu lain kudu dilainkeun
Nu ulah kudu diulahkeun
Nu enya kudu dienyakeun
Artinya :
Buyut yang dititipkan kepada puun
Negara tigapuluh tiga
Sungai enampuluhlima negara
Gunung tak boleh dihancurkan
Lembah tak boleh dirusak
111
Ivan Masdudin, op,cit., hal. 21
112
Ivan Masdudin, hal. 23
73
Larangan tak boleh di langgar
Buyut tak boleh diubah
Panjang tak boleh dipotong
Pendek tak boleh disambung
Yang bukan harus ditiadakan
Yang jangan harus dinafikan
Yang benar harus dibenarkan
Di atas merupakan pernyataan titipan oleh karuhan kepada puun
sebagai pemegang adat, yang pada intinya adalah apapun bentuk warisan yang
bersumber dari nenek moyang harus tetap dilestarikan, gunung yang tidak boleh
dihancurkan, lembah tak boleh dirusak, larangan harus ditaati dsb. Tidak ada
intervensi apapun yang mampu mengubah maksud dari adat istiadat tersebut,
baik untuk kepentingan sendiri atau kepentingan orang luar yang justru malah
membuat rusak alam (eksploitasi). Aturan adat tersebut diimplementasika n
dalam bentuk ritual-ritual keagamaan, seperti halnya upacara Kawalu, upacara
ngalaksa, upacara Seba, Akikah dan Perkawinan.
4.
Kelompok Masyarakat Baduy
Untuk memperjelas secara rinci bagaimana perbandingan masyarakat
Baduy luar dengan masyrakat Baduy dalam. Dalam menjalani kehidupan
mereka menurut Sihabudin.113
113
Ahmad Sihabudin, op,cit., hal. 30-32
74
Tabel. 4.3
Perbandingan dan Persamaan Antara Suku Baduy Dalam dengan Suku
Baduy Luar.
Perbedaan
Persamaan
Baduy Dalam
Baduy Luar
/Keseragaman
Bentuk Rumah
Bentuk Rumah
Bentuk Rumah
a. Kontur tanah tidak a. Tanah diubah
diubah
dibiarkan
sesuai
dengan
diratakan sesuai
nyulah-nyanda
keinginan
menghadap Utara-
aslinya
Selatan
b. Pembuatan
rumah b. Pembuatan boleh
tidak menggunaka n
menggunakan paku,
paku
dan alat modern
dan
modern
alat
lainnya,
satu pintu tidak ada
dari satu dan sudah
jendela
memiliki jendela
d. Bentuk bilik tidak d. Bilik boleh
ada
corak/model
kayu
kampung f. Tidak ada Imah
disebut
dengan cara gotong
royong (rereongan)
berada di dekat
bambu
yang
d. Dibuat/dibangun
corak/model
tetapi boleh pakai
bangunan
berwarna-warna
e. Pemukiman selalu
menggunakan
memliki
c. Berebntuk panggung
mnggunakan
e. Lantai hanya boleh e. Boleh pakai talupuh
f. Disetiap
rumbia dan ijuk
tembok atau cat yang
memilik i c. Pintu boleh lebih
boleh
b. Atap memakai
tidak menggunakan
seperti gergaji dll
c. Hanya
a. Rumah berbentuk
Adat
sumber air
75
sebagai Imah Balai
Adat
g. Posisi rumah tidak g. Posisi penempatan
boleh mengahala ngi
rumah bebas yang
antara rumah puun
penting rapih sesuai
dengan Balai Adat
dengan arah UtaraSelatan
Pakaian
a. Hanya dua warna,
Pakaian
a. Warna hitam dan
Pakaian
a. Pakaian hanya
yaitu hitam atau
putih, tetapi lebih
menggunakan dua
putih balacu,
umum memakai
warna
umumnya memakai
hitam
putih
Alat Kesenian
a. Alat yang boleh dan
Alat Kesenian
a. Selain angklung,
dipergunakan antara
kacapi, karinding ,
lain angklung,
kumbang, tarawelet,
kacapi, karinding,
calintu ada juga
kumbang,
gamelan tanpa
tarawelwt, calintu
gendang, rendo
(rebab), talinting
(bedug leutik) dan
suling
b. Tidak mengenal
b. Tidak mengenal
nyanyian yang ada
nyanyian atau lagu
pantun-pantun
/syair hanya
plantun-plantun
Alat Kesenian
76
Hukum Adat
a. Dilarang
Hukum Adat
a. Semua larangan di
menggunakan
Baduy Dalam di
sabun mandi, sikat
Baduy Luar
gigi dan odol serta
diberikan
minyank wangi
kelonggaran atau
b. Dilarang
diperbolehkan
menggunakan alas
kecuali poligami,
kaki
memiliki alat
c. Dilarang berpergian
elektronik modern
menggunakan alas
terutama radio,
kaki
televisi, sampai saat
d. Dilarang berpergian
menggunakan
kendaraan
e. Dilarang memiliki
dan menggunakan
alat-alat elektronik
seperti HP, foto dll
f. Dilarang poligami
dan asusila
g. Dilarang memiliki
dan menggunakan
perhiasan emas buat
wanita, merokok
bagi laki-laki
ini masih dilarang.
Hukum Adat
77
h. Warga tidak
diperkenankan
untuk memiliki
warung
Sumber : Ahmad Sihabudin, 2013
5.
Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga kemasyarakatan berfungsi untuk mengatur, menjaga aktifitasaktifitas yang memberikan ruang tumbuhnya interaksi sosial yang baik antara
satu sama lain. Robert Mac Iver dan Charles H. Page dalam Setiadi
mengartikan bahwa lembaga kemasyarakatan sebagai tata cara atau prosedur
yang telah diciptakan
untuk
mengatur
hubungan
antarmanusia
yang
berkelompok kemasyarakatan yang dinamakan association. 114 Hal ini juga
dialami oleh seluruh lapisan masyarakat, baik masyarkat yang memiliki corak
kehidupan yang tradisional maupun modern. Masyarakat Baduy mengena l
dua variasi lembaga kemasyarakatan yakni bercoarak tradisional atau lembaga
adat dan Nasional yang daikui secara sah oleh NKRI. Kedua sistem tersebut
digabung dan diakulturasikan
sedemikian rupa sehingga
tidak terjadi
perbenturan. Secara Nasional dipimpin oleh seorang kepala desa atau disebut
juga dengan jaro pamarentah yang berada di bawah camat. Sedangkan secara
adat tunduk dibawah pimpinan adat Kanekes yang tertinggi, yaitu Puun.
Dibawah ini akan digambarkan bagaimana struktur lembaga kemasyarakat
yang berbentuk Nasional atau adat istiadat.
114
Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Gejala Permasalahan
Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. (Jakarta:Kencana, 2011), hal. 288
78
Gambar. 4.2.
Struktur Organisasi Sosial Desa Kanekes
Sumber : Muhammad Iqbal M, 2016
Di atas adalah struktur organisasi masyarakat Baduy, dimana puun
merupakan kepala tertinggi yang memiliki kewenangan lebih dalam mengatur
adat istiadat masyarakat Baduy luar maupun dalam. Sebutan tersebut
disematkan bagi warga masyarakat Baduy yang dipercayai pemegang hak
waris dari leluhurnya, memiliki tiga puun yang bertempat tinggal di tiga
kampung Baduy dalam (Cikeusik, Cikatawarna dan Cibeo) dengan pembagian
tugas masing-masing, mereka pun juga disebut dengan tri tunggal dengan
penguasaan wilayahnya masing-masing.
Girang seurat merupakan jabatan tertinggi kedua setelah puun yang
melaksankan tugas sebagai sekretaris kepuunan dan juga mengurusi huma
79
serang115 atau ladang bersama dan menjadi penghubung dan pembantu utama
Puun. Kalau dikorelasikan dengan sistem struktur modern jabatan Girang
seurat disebut juga sebagai sekretaris pimpinan atau juru bicara bagi
pemimpin dalam hal ini adalah puun. Selain tugas di atas Girang seurat juga
bertugas menghubungkan tamu yang hendak bertemu dengan puun.116
Selanjutanya dibawah Girang Seurat ada seorang Baresan yang
memiliki tugas sebagai penjaga keamanan kampung dan bertanggungja wab
dalam bidang keamanan dan ketertiban. Disebut juga sebagai hakim dalam
satu majelis persidangan yang beranggotakan sebelas dari Cikeusik, sembila n
orang di Cibeo dan lima orang di Cikertawarna. Mereka dapat menggantika n
peran puun dalam menerima tamu dan menginap dalam berbagai upacara
adat.117
Pelaksana tugas harian urusan pemerintahan kepuunan dikendalika n
oleh Jaro118 . Sama seperti yang lainnya jaro merupakan julukan bagi seorang
warga yang dieprcayai sebagai pemegang kendali urusan pemerinta ha n
kePuunan, dibagi menjadi empat jabatan yakni Jaro tangtu, Jaro dangka, Jaro
tanggungan dan Jaro pamarentah. Keempat jabatan tersebut memliki tugas
pokok dan fungsi berbeda-beda, Jaro tangtu bertugas sebagai pengawas
115
Menurut tradisi masyarakat Baduy dikenal lima macam huma, yakni : a). Huma serang :
ladang adat kepunyaan bersama yang hanya terdapat di Baduy tangtu b). Huma puun, ladang dinas
selama menjabat sebagai puun c). Huma tangtu, ladang untuk keperluan baduy tangtu d). Huma tuladan,
ladang untuk keperluan upacara yang berada di baduy luar e).Huma panamping, untuk keperluan
penduduk Baduy panamping. Cecep Eka Permana dalam Raden Cecep Eka Permana, dkk, Kearifan
Lokal Tentang Mitigasi Bencana pada Masayarakat Baduy, Jurnal, Sosial Humaniora. Vol. 15, No. 1.
2011 hal. 69
116
Cecep Eka Permana, “Tata Ruang Masyarakat Baduy”, (Jakarta: Wedatama Widya, 2016),
117
Ivan Masdudin, op.cit., hal.11
hal. 34
118
Jaro merupakan sebutan yang disematkan untuk Kepala Desa yang tinggal di Baduy luar.
80
bekerja sama dengan Girang seurat dalam menjalankan tugasnya untuk
menjaga dan mewakili Puun. Dalam pelaksanaan upacara adat dan menerima
tamu atau menjadi utusan ke luar Desa Kanekes. Jaro Dangka, bertugas
menjaga, mengurus dan memlihara tanah titipan luhur. Sedangkan Jaro
Pamarentah memiliki tugas menjadi jembatan penghubung antara masyarakat
luar adat dengan Puun atau pemerintah daerah dengan masyarakat adat. Jaro
Pamarentah setingkat dengan Kepla Desa dalam struktur pemerintahan desa
modern.119
Selain itu ada juga yang bertugas sebagai pembantu dalam mengur us i
teknis kegiatan upacara adat, disebut juga sebagai pesuruh dan perantara
kepuunan ketika melangsungkan sebuah ritual keagamaan. Kemudian ada
juga yang disebut dengan tangkesan sebagai mantri kesehatan atau dukun
kepala dan sebagai atasan dari semua dukun yang ada di Baduy.120 Karena
Baduy dalam tidak memberikan peranan bagi petugas kesehatan luar untuk
mengurusi masalah kesehatan, kelahiran dan tumbuh kembang anak maka
mereka membentuk tenaga tersendiri setingkat mantri dalam menjaga dan
memlihara kesehatan anak-anak dan masyarakat Baduy.
6.
Mata Pencaharaian
Dalam memenuhi
kebutuhan
sehari-hari
masyarakat
panamping
mendasarkan aktivitas perekonomiannya pada aktivitas pertanian, seperti
menjual buah-buahan (asam keranji, madu hitam, dan durian) untuk kemudian
dijual kepada wisatawan yang berkunjung. Selain bertani, menenun dan
mencari ikan adalah sumber penghasilan tambahan lain yang dilakukan oleh
sebagain masyarakat Baduy luar maupun dalam.
119
Cecep Eka Permana, op,cit., hal. 19
120
Ivan Masdudin, op,cit., hal. 12
81
a.
Bertani/Berladang
Bertani merupakan
aktivitas
utama masyarakat
Baduy dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari, melalui kegiatan memproduksi dan
menjual barang hasil pertanian baik dikonsumsi untuk kalangan
masyarakat luar maupun untuk masyarakat Baduy secara mandir i.
Meskipun sumber pertainan merupakan sektor utama penghasila n
masyarakat Baduy, namun tidak serta merta dapat dimanfaatka n
seenaknya untuk dikeruk sumber daya alam, menuruti ego dan kehendak
pribadi
masing- masing
demi keuntungan
sendiri
dengan
tidak
memperpedulikan pengelolaan sumber daya alam secara sehat. Ada
prinsip yang dipegang teguh yakni untuk tidak melakukan eksploitasi
besar-besaran sehingga merusak dan merubah pada alam yang justru
menimbulkan ketidakseimbangan alam. Hal tersebut sudah menjadi
pikukuh yang diwariskan oleh leluhurnya dalam rangka untuk menjaga,
merawat alam.
Bertanam padi merupakan aktivitas yang suci dimata masyarakat
Baduy
menurut
konsepsinya
menanam
sama
halnya
dengan
menjodohkan atau mengawinkan Nyi Pohaci dengan bumi putra pertiwi.
Baik buruk dan tinggi rendah kadar iman seseorang ditentukan dari
aktivitas
bercocok
tanam
padi.
Dalam
hal
ini
Nyi Pohaci
dipersonifikasikan sebagai padi yang harus diperlakukan dengan baik
dan sungguh-sungguh.121
Adapun aktivitas pertanian atau berladang dilakukan pada saat
musim sausum 122 (tanam padi) dengan rangkaian proses yang panjang
121
Baiq Setiani, “Fungsi dan Peran Wanita dalam Masyarakat Baduy,” Lex Jurnalica, Vol. 3
No. 3. Agustus 2006, hal. 166
122
Kata sausum (dibaca sa-usum) merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Baduy
pada saat musim tanam padi tiba, dimana bahasa tersebut diambil dari bahasa sunda yang bermakan
82
untuk dapat menghasilkan produksi yang baik. Proses kegiatannya
dimulai dari aktivitas narawas, nukuh, ngaduruk, nyoo benih, ngaseuk,
ngirab
sawan,
ngored
dan
meuting, mipit,
dibuat, ngunjal,
nganyaran.123 dengan memerlukan jangka waktu sekitar 7 bulan. Proses
pengelolaan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk gambar dibawah
ini.
Tabel : 4.4
Proses Pengelolaan Pertanian Masyarakat Baduy
Narawas
Nyacar
Nukuh
Ngaduruk
Ngored dan
Meuting
Ngirab
Sawan
Ngaseuk
Nyoo Binih
Mipit
Dibuat
Ngunjal
Nganyaran
Sumber : Ivan Masdudin, 2011
Dimulai dar proses narawas yang bermakna merintis, cara awal
sebelum bercocok tanam yakni memilih lahan mana yang akan
dijadikan sebagai huma. Biasanya huma berasal dari reuma (bekas huma
yang dibiarkan cukup lama) ataupun hutan sekunder. Selanjutnya
apabila lahan sudah terpilih, kegiatan nyacar merupakan aktivitas untuk
menebas rumput, semak belukar dan pepohonan kecil yang tumbuh
tanpa ditanam, agar mendapatkan sinar matahari yang cukup. Nukuh
“setahun” atau usum sama halnya dengan tahun. Jadi masyarakat Baduy bertani hanya satu kali dalam
setahun.
123
Ivan Masduduin, op,cit., 26-31
83
berarti mengeringkan rerumputan atau dedaunan hasil dari tebangan
pada proses sebelumnya (nyacar). Pada proses ini hasil tebangan
dikeringkan secara alami oleh sinar matahari, setelah kering
dikumpulkan selanjutnya dibakar. Ngaduruk merupakan aktivitas untuk
membakar dedaunan atau rumput yang dikumpulkan menjadi satu pada
saat nyacar. Waktu yang ideal untuk membakar adalah pada saat
kehadiran bintang kidang yakni pada tanggal ke 18 bulan ketujuh. Tahap
selanjutnya adalah nyoo binih maksudnya adalah kegiatan untuk
mempersiapkan benih yang dilakukan pada saat 1 hari sebelum
penanaman/ngaseuk. Ngaseuk berarti menanam dengan tugal yakni
dengan cara membuat lubang kecil dengan sepotong kayu atau bambu
yang diruncingkan ujungnya dan menanam benih padi kedalamnya.
Pada saat proses menunggu padi tumbuh, ngirab sawan adalah aktivitas
yang dilakukan setelahnya yakni dengan melakukan pembersiha n
ranting dan daun atau tanaman lain yang mengganggu pertumbuha n
padi.
Gambar. 4.3.
Proses Ngasuek pada saat penanaman
Sumber : kanekes.desa.com
Selanjutnya prose ngored merupakan membersihkan rumput yang
tumbuh diantara
tanaman padi dengan skala 2 sampai 4 kali dalam
setiap bulan, seklaigus meuting yakni proses penginapan yang dilakukan
oleh petani dengan menetap disaung sekitar ladang. Mipit adalah
pemetikan awal di dalam suatu musim, yang dilakukan di huma serang.
84
Kemudian dilanjutkan dengan prose dibuat yakni memanen padi dengan
mempergunakan etem atau ani-ani yang biasanya dilakukan oleh
perempuan.
Apabila hasil panen sudah terkumpul
maka proses
selanjutnya adalah ngunjal yakni mengngkut hasil tanaman dari ladang
ke kampung tempat tinggal. Proses terakhir adalah nganyaran yakni
upacara memakan dan mencicipi nasi baru dengan serangkaian upacara
adat yang dilakukan dipimpin oleh puun.
Demikianlah serangkaian proses yang dilakukan oleh masyarakat
Baduy dalam mengelola pertanian, proses tersebut merupakan warisan
yang harus tetap dilestarikan dengan maksud menjaga sumber daya
alam yang diyakini sebagai sumber kekuatan yang dimilki oleh
masyarakat Baduy.
b.
Menenun Kain
Pembagian pekerjaan (division of labour) masyarakat Baduy bisa
dibilang sangat rapih, hal ini diatur oleh aturan adat atau pikukuh.
Seorang laki-laki diwajibkan untuk berladang di paginya sampai waktu
sore, sedangkan perempuan selain bertugas diladang ia bertugas untuk
menjadi ibu bagi anak-anaknya drumah, dalam hal ini berlaku konsep
ambu124 yang mempersonifikasikan bahwa sosok wanita digambarkan
sebagai seorang ibu yang bersifat memelihara,
melindungi,
dan
mengayomi seseorang atau manusia secara keseluruhan. 125 Selain itu
kegaitan yang kerap dilakukan oleh wanita adalah menenun kain,
kegiatan ini dilakukan apabila seluruh aktivitas yang berkaitan dengan
124
Kata ambu dalam bahasa Baduy dapat diartikan sebagai Ibu (wanita). Konsep Ambu
digunakan baik dalam tataran mikrokosmos (rumah tangga) sebagai sebutan orang tua wanita (ibu)
maupun dalam tataran makrokosmos (alam semesta). Fungsi dan peran ambu dalam kedua tataran
tersebut mirip, yakni sebagai pemelihara, pengayom, dan pelindung. Oleh karena itu, sosok ambu dalam
masyarakat Baduy sangat dihormati.
125
Baiq Setiani, op,cit., hal. 159
85
kerumahtanggaan dirasa sudah cukup selesai. Aktivitas menenun kain
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pakaian sendiri dan diproduksi
untuk masyarakat luar.
Gambar. 4.4.
Proses menenun kain yang dilakukan oleh perempuan Baduy
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Prosesnya adalah dimulai dari menanam biji kapas, memanen,
memintal, sehingga mencelup dengan motif sesuai dengan kebutuhan.
Yakni warna biru tua, hitam serta putih. Kain sarung atau kain wanita
hampir sama coraknya yakni dasar hitam dengan garis-garis putih,
sedangkan selendang berarna putih, biru, yang dipadukan dengan warna
merah.
c.
Mencari Ikan
Mencari ikan adalah suatu keharusan disamping berladang, karena
masyarakat Baduy meyakini bahwa ikan tidak boleh dipelihara. Oleh
karenanya,
aktivitas
yang
dilakuakan
adalah
menjaring
ikan,
memancing di sungai-sungai dengan kail, jala kecil dan perangkap ikan
dari anyaman bambu dan sair. Mereka mengenal terdapat jumalah 19
jumlah ikan yakni beunteur, bogo, hampal, kancra dan jenis-jenis
86
lainnya si sungai-sungai luar sudah mulai punah. Adapun hasil dari
penangkapan ikan adalah untuk dijual atau dikonsumsi secara pribadi
dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat Baduy. Tidak banyak
sumber yang menjelaskan secara rinci mengenai aktivitas ini, yang
menjadi bahan menarik
untuk dijadikan deskripsi tentang mata
pencaharian
Baduy
masyarakat
adalah
sektor
pertanian
yang
merupakan sektor utama bagi masyarakat Baduy disamping memilik i
nilai tersendiri.
B.
Analisis
Teori Trikon Ki Hadjar
Dewantara
Terhadap
Budaya
Penggunaan Teknologi Informasi
1.
Analisa Kontinyuitas Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat
Panamping.
Teknologi bagi sebagian masyarakat Baduy merupakan hal yang tabu
dipraktikan sebagai alat penunjang mobilitas sosial mereka, karena aturan adat
yang secara eksplisit tidak memperkenankan masyarakat Baduy untuk
menggunakan alat-alat teknologi modern karena dianggap tidak sesuai dengan
nilai- nilai keluhuran mereka khususnya untuk sebagian masyarakat Baduy
dalam yang sangat kental perilaku adatnya.
Dalam mendirikan rumah
misalnya, tanah yang miring tidak boleh diratakan karena akan membolak balik tanah, dan itu merupakan hal yang tabu bagi masyarakat Baduy. Untuk
mendapatkan lantai rumah yang rata, tiang rumah diatur ketinggiannya. Bahan
untuk mendirikan rumah berasal dari lingkungna rumah sendiri, seperti kayu
dan bambu. Dilarang menggunakan paku dalam pembuatan rumah, untuk
pengikatan biasanya digunakan rotan dan bambu. Struktur lantai rumah
umumnya menggunakan bambu yang disebut dengan palupuh. Sedangkan
untuk bagian atas (hateup) digunakan dengan rumbia, bambu, dan rotan
sebagai pengikut.
Beda halnya dengan masyarakat Baduy luar yang sudah diberikan
kelonggaran
dalam menjalankan
praktek adat yang berkaitan dengan
87
pembangunan
rumah,
masyarakat
Baduy
luar
diperkenankan
untuk
menggunakan paku, palu dan alat modern lainnya yang membantu proses
pembangunan rumah. Meskipun penggunaan alat teknologi dibatasi hanya
beberapa alat saja yang diperkenankan dalam proses pembangunan rumah,
seperti halnya penggunaan paku, palu dan beberapa peralatan teknologi
lainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian masyarakat panamping telah
memiliki peralatan teknologi modern, seperti halnya piring, cangkir, kaca,
proselen, sendok dan garpu dari plastik dan logam, lampu minyak, kasur,
bantal kapuk, bahkan memiliki lampu senter dan radio 126 . Bahkan untuk
penggunaan
teknologi
telekomunikasi
informasi
seperti halnya
sendiri
mereka
menggunakan
hp, laptop, komputer,
internet
alat
sebagai
penunjang mobilitas sosial mereka. Meskipun barang-barang tersebut secara
adat tidak boleh untuk digunakan dan dimiliki oleh masyarakat Baduy luar
maupun dalam. Karena bertentangan dengan adat leluhur melalui pernyataan
adat yang berbunyi Buyut teu meunang dirobah Lojor teu meunang dipotong.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh jaro Saija Kepala Desa Kanekes
hasil wawancara menanggapi terkait maraknya masyarakat Baduy yang
menggunakan alat-alat teknologi modern dalam kehidupan adat di Baduy luar.
Kalau masalah HP karena sekarang sudah maju yah, memang untuk
Baduy luar ada pertimbangan gitu, cuman yang paling untuk memenuhi
hajat aja, kecuali memang yang misalkan main seperti eta teh gambar
porno makanya itu orang Baduy dirampas, kalau yang itu hmm
sehubungan yang dikasih itu dipertimbangkan, soalnya sekarang zaman
sudah bergabung luar dengan dalam. Soalnya saya punya masyarakat di
8 kecamatan, yang diluar dimana-mana, soalnya disini bergotong
royong persatuan dan kesatuan.127
126
Cecep Eka Permana, “Tata Ruang Masyarakat Baduy”, (Jakarta: Wedatama Widya, 2016),
127
Jaro Saija, Wawancara, 27 tanggal 2016
hal.30
88
Artinya penggunaan teknologi seperti halnya handphone, secara adat
memang tidak boleh untuk digunakan dikalangan masyarakat Baduy luar
sesuai arahan dari puun karena dianggap akan mengancam eksistensi adatistiadat yang sudah melekat turun temurun di kalangan masyakat Baduy.
Namun, Jaro Saija membolehkan penggunaan alat tersebut dalam koridor
sebagai sarana penunjang kebutuhan sosial dan ekonomis masyarakat Baduy,
selagi
memilik
feedback yang bermanfaat
bagi kelangsungan
hidup
masyarakat Baduy. Seperti halnya penggunaan handphone sebagai sarana
komunikasi antar masyarakat Baduy luar lainnya, Jaro Saija mencontohka n
jika ada yang mengalami kecelakaan atau ada berita duka yang dialami oleh
masyarakat Baduy yang sedang berada diluar maka saat ini mudah untuk
mengkomunikasikan kejadian tersebut dengan prantara handphone untuk
menghubungkan dengan masyarakat yang berada di dalam Baduy. Sehingga
keadaan tersebut di atasi dengan baik berkat penggunaan handphone tersebut.
Kemudian dengan adanya Internet sebagai upaya melakukan praktek online
shopping bagi para pengerajin, agar memudahkan jangkauan pasar konsumen
sekaligus memperkenalkan budaya Baduy ke masyarakat luas. Bahkan
terdapat pusat pelatihan internet yang diperkarasai oleh Telkom Indihome
bagi kalangan masyarakat Baduy secara khusus dan umumnya masyarakat
lain.
Selama tidak melanggar norma adat dalam menyelahgunakan alat-alat
teknologi tersebut seperti halnya digunakan untuk menonton video yang tidak
senonoh, atau aktivitas lainnya. Tentu hal tersebut tidak boleh terjadi di
kalangan masyarakat Baduy yang senantiasa menjunjung tinggi norma-norma
kesukukan dalam bermasyarakat.
Adapun penggunaan laptop, komputer dan TV, secara adat tidak ada
dalil memang yang membolehkan untuk dimiliki oleh masyarakat Baduy luar
atau dalam. termasuk Jaro Saija menekankan kepada masyarakat Panapming
89
untuk tidak memiliki alat-alat teknologi tersebut. Namun, peneliti melihat satu
hal yang kontras terjadi antara yang diungkpkan dengan realita bagaimana
kegiatan yang dilakukan oleh pejabat Desa Kanekes termasuk masyarakat
Baduy yang berkerja Kantor Kepala Desa Kanekes menggunakan laptop,
komputer dan alat modern lainnya digunakan untuk keperluan administras i
dan aktivitas penunjang lainnya. Kemudian peneliti mengkonfrmasi kepada
Jaro Saija terhadap keadaan tersebut.
Ini saya bikin kantor sekretariat itu, itu diluar dari pada Baduy. Saya beli
tanah diperbatasan itu (tanah hak ulayat) yang diwajibkan untuk ditaro
komputer, laptop dan lain sebagainya itu di perlukan, listrik. Namun
disini ( tanah ulayat) kan tidak boleh. 128
Bahwa kepemilikan laptop, komputer dan internet diperbolehkan asal
tidak masuk dalam batas tanah hak ulayat yang diatur oleh Perda No 65 tahun
2001 seri C, sedangkan wilayah kantor Kepala Desa Kanekes terdapat di luar
garis batas tanah hak ulayat. Artinya alat-alat teknologi yang terlihat Kantor
Kepala Desa diperkenankan
untuk
dimiliki
dan dipergunakan
untuk
kebutuhan adminstrasi Desa. Begitu penjelasan yang diterangkan oleh Jaro
Saija mengenai hal tersebut.
Dibagian bawah ini akan dijealsakan bagaimana macam-maca m
penggunaan alat teknologi informas tradiosnal dengan perangkat teknologi
modern yang merupakan bagian dari proses kontiyuitas perkembangan zaman.
a.
Perangkat Teknologi Informasi Tradisional
Adapun jenis-jenis alat Teknologi Informasi yang biasa digunakan
oleh sebagian masyarakat Baduy berdasarkan temuan-temuan dari hasil
observasi yang dilakukan oleh peneliti, sebagaimana pada tabel 4.5 di
bawah ini:
Tabel 4.5.
Perangakat Teknologi Informasi Tradisional
128
Jaro Saija, Wawancara, tanggal 27 Agusutus 2016
90
No
b.
1
Nama Alat
Teknologi
Mantun
2
Angklung Buhun
3
Rendo Pengiring
Pantung
4
Kentongan
5
Tengoken
Kegunaan
Kegiatan mantun biasanya dipimpin
oleh tokoh masyarakat, yang lebih
mengetahui, serta bertanggung jawab
untuk menyampaikan amanat.
Mantun merupakan upacara kecil
yang dilakukan dari rumah ke rumah,
pada malam hari untuk lek-lekan
sampai larut malam.
Digunakan pada saat upacra
keagamaan, dan mengiringi tarian
pada saat malam hari atau sore hari
sebagai pembangkit rasa ingat para
warga kepada amanat leluhurnya.
Rendo hadir pada setahun sekali
secara pasti, setelah selesai musim
ngored, menjelang pohon padi mulai
berbunga. Peristiwa ini merupakan
waktu senggang yang digunakan
untuk kesibukan membaca
pantun,dalam membuka tabir sejarah
perjalanan hidup leluhurnya.
Digunakan untuk memberikan
informasi apabila ada acara yang
berkaitan dengan masalah adat.
Pola komunikasi dengan mendatangi
langsung ke rumah/personal yang
dituju.
Perangkat Teknologi Informasi Modern
Dibawah ini merupakan daftar nama-nama penrangkat alat teknologi
informasi yang sudah mulai digunakan oleh sebagain masyarakat
Baduy, sebagaimana yang dirincikan pada tabel 4.6 di bawah ini:
91
Tabel. 4.6.
Perangkat Alat-alat Teknologi Informasi Modern
No
Nama Alat Teknologi Kegunaan
Handphone
Sebagai sarana komunikasi
masyarakat
antar
Baduy,
untuk
mempermudah mobilitas sosial.
Laptop
Digunakan
untuk
administrasi
desa,
diperkenankan
keperluan
namun
untuk
tidak
dibawa
ke
dalam batas tanah hak ulayat.
Komputer
berikut Digunakan
perangkat Operasional
untuk
administrasi
desa,
diperkenankan
keperluan
namun
untuk
tidak
dibawa
ke
dalam batas tanah hak ulayat.
Radio
Untuk
keperluan
mendapatkan
informasi terkini dari dunia luar dan
mendengar
beramacam
varian
hiburan. Hanya boleh dimanfaa tka n
diluar hak ulayat
Internet
Pengguanaan nternet berbasis data,
dimanfaatkan oleh masyarakat Baduy
untuk
menjalin
masyarakat
diluar
relasi
Baduy
dengan
untuk
keperluan promosi hasil produksi,
seperti kain tenun, batik khas dan lain
sebagainnya
Televisi
TV terdapat diluar dari batas hak
ulayat
masyarakat
Baduy
luar,
92
terletak di Kantor Desa Kanekes.
Mereka memanfaatkan televisi untuk
keperluan menggali informasi dari
berbagai macam sumber berita, dan
menonton
hiburan.
Hanya
diperkenankan
ditonton
di Kantor
Desa.
Dari sekian banyak alat teknologi yang digunakan oleh masyarakat
Baduy tentunya
handphone merupakan
teknologi
yang
hampir
digunakan oleh hampir populasi yang tinggal di Baduy luar, termasuk
Jaro Saija dan beberapa warga Baduy lainnya. Namun peneliti belum
menemukan
secara spesifik
angka pengguna
alat-alat
teknologi
tersebut.Tapi setidaknya masyarakat Baduy mulai mengenal alat-alat
tersebut
sebagai
sumber
kebutuhan
sekunder
yang
memberi
kebermanfaatan bagi kelangsungan mobilitas sosial mereka.
2.
Analisa Konvergensi Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat
Panamping
Setelah terjadinya kontinyuitas yang menunjukkan adanya peraliha n
penggunaan teknologi informasi tradisional menuju teknologi informas i
modern
oleh sebagian
masyarakat
panamping. Membuktikan
bahwa
terjadinya perubahan pada masyarakat panamping yang bersifat lambat
(evolusi).
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis tertanggal 10
Oktober 2016 kemarin menghasilkan beberapa faktor yang menunjukka n
terjadinya konvergensi antara masyarakat Baduy luar dengan masyarakat Luar
Baduy, disebabkan sebagai berikut :
93
a.
Faktor letak geografis
Salah satu faktor yang menjadi alasan masyarakat Baduy mudah
menrima kehadiran alat teknologi Informasi
adalah faktor geografis
yang berdekatan dengan masyarakat luar. Hal ini dilihat dari batas
administrasi penggunaan tanah hak ulayat disebelah utara berbatasan
langsung dengan Desa Bojongmenteng, Kecamatan Leuwidamar yang
merupakan
desa dengan populasi penduduk
tidak terikat pada
kesukukan Baduy. Hubungan kekerabatan antara orang Baduy dengan
masyarakat luar Baduy akan memberikan ide perubahan, karena mereka
saling berkomunikasi, saling mengunjungi dan membantu dalam tiap
pekerjaan, seperti berhuma untuk mempersiapkan masa tanam dan
panen.
b.
Faktor Kebutuhan
Menurut pengakuan Jaro Saija mengapa masyarakat Baduy mulai
menerima kehadiran teknologi salah satu diantarnya adalah faktor
kebutuhan,yang bersumber dari internal maupun ekternal masyarakat
Baduy luar. Internal diri mereka merasa bahwa adanya keinginan untuk
berkembang, untuk hidup sebagai mana masyarakat pada umumnya
yang ingin melakukan perubahan pada diri merka. kehadiran teknologi
ini justru memberikan manfaat untuk mempermudah dalam menjalin
komunikasi. Selain itu kebermanfaatan itu juga dialami mudahnya
mereka dalam menjalin relasi yang luas untuk memperkenalka n
komoditi melalui internet ke pengguna dunia maya.
c.
Faktor Pertambahan Penduduk
Perubahan
sosial
di Desa Kanekes dapat dikaji juga dari
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, yang menyebabkan
garapan perkapita berkurang. Sehingga mereka mencari lahan huma di
luar Desa dengan cara membeli, menyewa atau menjadi buruh tani.
Dengan demikian banyak warga Baduy memilih untuk berhubunga n
94
dengan warga masyarakat luar, untuk tinggal di luar dari Desa adat,
namun masih teguh dalam menjalankan aktivitas adatnya. Selain itu,
bertambahnya jumlah penduduk akan berakibat pada keseimbanga n
antara jumlah kebutuhan masyarakat Baduy dan jumlah produksi barang
dan jasa yang memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Hal ini akan
menjadi perosalan baru di lingkungan masyarakat Baduy, yang apabila
tidak cepat untuk dicarikan solusinya akan berdampak pada eksistensi
keadatan.
d.
Faktor Pengunjung
Salah satu faktor lain yang tidak dapat dipungkiri adalah kunjunga n
dari berbagai masyarakat luar. Keunikan pola kehidupan masyarakat
Baduy dalam menjalankan aktivitas kehidupannya, menjadi pelajaran
tersendiri bagi masyarakat modern, tak ayal jika banyak masyarakat
modern berkunjung sekedar untuk melihat bagaimana adat-istiadat
masyarakat setempat atau untuk melihat eksotisnya pemandangan alam
di Desa Kanekes tersebut. Sehingga yang demikian memilik dampak
tersendiri bagi masyarakat Baduy luar dalam menjalin komunikasi yang
efektif dengan masyarakat luar Baduy.
Pada saat ini orang luar yang mengunjungi Baduy semakin
meningkat sampai dengan ratusan per orang per kali kunjunga n,
biasanya merupakan remaja, mahasiswa dan juga para pengunjung
dewasa lainnya. Mereke menerima para pengunjung tersebut, bahkan
untuk menginap satu malam, ketentuan bahwa pengunjung menuruti
adat-istiadat yang berlaku disana. Aturan adat tersebut diantaranya tidak
diperbolehkan foto, tidak menggunakan sabun atau pasta gigi di sungai.
Dari beberapa faktor tersebut yang menurut hemat penulis kontak
masayarkat Baduy luar terjalin sangat erat, sehingga lambat laun
terjadinya proses konvergensi atau akulturasi dengan budaya yang ada
di luar.
95
Kehadiran
teknologi
memberikan
warna
tersendiri
untuk
keberlangsungan kehidupan masyarakat Baduy luar, dengan merasakan
kebermanfaatan dari penggunaan teknologi modern yang dikategorika n
sebagai berikut :
a) Pendidikan/Pengetahuan
Masyarakat Baduy luar maupun dalam, memang tidak mengena l
sistem sekolah layaknya masyarakat modern pada umumnya, namun
bukan berarti mereka tidak mengenal pembelajaran. Melalui metode
papagahan masyarakat Baduy diajarkan secara contekstual learning
oleh orang tuanya bagaimana cara menanam, menenun, mencari ikan,
dan lain sebagainya secara otodidak. Sehingga keterampilan mereka
diasah agar kelak mampu hidup secara mandiri dengan keterampila n
yang mereka ciptakan sendiri.
Kaitannya dengan penggunaan teknologi, bahwa secara tidak
langsung alat teknologi telah meningkatkan pengetahuan keterampila n
mereka, dalam pengembangan literasi (baca dan menulis), pengelolaa n
data, manajemen informasi dan komunikasi. Masyarakat Baduy luar
maupun dalam yang dikenal dengan masyarakat informasional atau
mengetahui banyak informasi mengenai berita dunia luar. Hal tersebut
ditunjang karena kegemaran sebagai orang rawayan (pengembara).
Misalnya, Rasti merupakan salah serorang warga Kadekutek, Baduy
Luar selama kecil tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali
karena aturan pikukuh yang tidak memperbolehkan untuk belajar secara
reguler di sekolah. Namun, dengan kehadiran alat teknologi seperti HP
misalnya,
secara tidak langsung
memberikan pengaruh
terhadap
peningkatan daya tulis dan baca Rasti, ketika mengirmkan pesan (SMS)
atau membaca pesan. Sumber pengetahuan itu mereka dapatkan secara
otodidak maupun terlatih oleh trainier dari luar masyarakat Baduy.
Seperti yang mereka alami beberapa kegiatan disediakannya pusat
96
pelarihan broadband learning center, yang terdapat diluar Desa
Kanekes, namun masyarakat Baduy diperkenankan untuk mengik uti
proses pelatihan bagaimana cara memanfaatkan teknologi informas i
untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat adat tersebut.
b) Ekonomi
Menurut
keterangan
disampaiakn
Agus
selaku
Sekretaris
Kecamatan Leuwidamar yang diterangkan pada penulis menyatakan
bahwa saat ini ada lebih dari 500 perempuan penenun yang ada di
Baduy. Sayangnya, penjualan tenun Baduy belum bisa dilakukan secara
optimal, hanya terbatas penjualan langsung kepada wisatawan yang
berkunjung ke Baduy.129
Hal senada disampaikan oleh Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija,
dalam keterangannya. Menurutnya persoalan yang dihadapi saat ini
adalah kurangnya promosi dan akses pasar bagi produk-produk
kerajinan yang dihasilkan masyarakat Baduy, padahal peluang pasar
untuk produk lokal, hasil kerajinan masyarakat adat, sangat dimina ti
berbagai kalangan. Kondisi tersebut mendorong perlunya terobosan
baru agar tercipta peluang untuk memperluas jaringan pasar produksi
masyarakat Baduy, salah satunya pemanfaatan teknologi informasi.
“Penerapan teknologi dan informasi bagi masyarakat Baduy ini
masih menjadi tantangan hingga saat ini. karena Masyarakat
Baduy memiliki aturan adat yang membatasi penggunaa n
teknologi dalam kehidupan, sehingga masih perlu dijajaki dulu
peluang penggunaan
teknologi informasi ini dengan
pembahasan yang melibatkan beberapa komponen masyarakat
Baduy, Namun untuk Pemerintah Desa Kanekes sendiri
membutuhkan pemanfaatan teknologi informasi ini untuk
129
Wawancara, Agus 27 Agustus 2016
97
penyebarluasan potensi dan informasi yang dapat meningkatka n
ekonomi masyarakat”130
Artinya Kehadiran alat teknologi memberikan dampak terhadap
peningkatan akses promosi pemasaran produk hasil buatan masyarakat
Baduy,
dengan
memanfaatkan
alat
teknologi
mereka
mampu
menumbuhkan income dari produk-produk yang mereka pasarkan
melalu daring. Memanfaatkan jejaring media sosial seperti facebook,
instagram, whatsapp. Mereka menjalin komunikasi secara efektif
dengan masyarakat luar Baduy dalam mempromosikan produk-produk
hasil produktivitas masyarakat Baduy luar. Tidak tanggung-tanggung
banyak masyarakat luar daerah Jawa yang turut memesan barang-barang
tersebut, seperti yang dialami oleh Samin salah seorang warga
masyarakat Baduy luar menjalin mitra dengan warga yang berdomisili
Bali,
Surabaya,
Mekanismenya
dan beragama
latar
belakang
daerah lainnya.
sama seperti online marketing pada umumnya,
bermodalkan saling percaya, barang-barang yang diminta bisa dikirm
melalui pos atau pengiriman kilat. Seperti yang dialami oleh Rasti,
penenun yang berasal dari Kampung Kadekuteg, Desa Kanekesa
(Baduy luar)
“yah saya mah biasa jual gitu tuh di Facebook aja, kalau ada
yang mesen bayar lewat rekening terus saya kirim lewat JNE,
biasaya teh yang banyak pesen dari Bali, Surabaya”131
Hal tersebut
juga
diakui
memberikan
keringanan
dalam
mengurangi jumlah pengeluaran, seperti halnya yang mereka alami pada
130
Dapat dilihat di http://kanekes.desa.id/2016/06/05/menuju-baduy-melek-info rmasi-dan -
teknologi/ diakses pada tanggal 7/11/2016 pada pukul. 09:48
131
Rasti, Wawancara 15 Oktober 2016
98
saat tidak mengenal teknologi, mereka harus berpergian ke wilaya h
padat penduduk untuk menjualkan produk-produk mereka.
Gambar 4.5
Pelatihan Digital Marketing untuk masyarakat Baduy
Sumber : http://kanekes.desa.id/2016/10/25/
Gambar di atas menunjukkan bagaimana proses penetrasi
pembelajaran tentang pemanfaatan teknologi sebagai sumber dalam
meningkatkan kebutuhan ekonomis masyarakat Baduy luar berlangs ung
yang diselenggarakan oleh PMK Kominfo, masyarakat Baduy secara
intensif diajarkan bagaimana cara memanfaatkan teknologi
c) Pemerintahan
Pengarsipan,
pengelolaan
data,
manajemen
administras i
merupakan tugas pokok dan fungsi yang harus dilakukan
oleh
pemangku jabatan di tingkat Kantor Kepala Desa Kanekes. Untuk
menjamin kegiatan tersebut berlangsung secara rapih, masyarakat
Baduy luar dibantu oleh masyarakat luar Baduy menggunaka n
komputer, laptop dan alat teknologi lainnya untuk dimanfaatkan dalam
pengelolaan data, manajemen administrasi Desa. Hal tersebut dialami
oleh sebagain masyarakat Baduy luar yang bekerja sebagai Kepala
Desa, sekretaris Desa, serta staff,
meskipun
aturan adat tidak
memeperkenankan mereka untuk memiliki alat-alat teknologi tersebut,
99
namun
ketentuan
perundang-undangan
mengharuskan
untuk
menggunakan alat-alat tersebut untuk mempermudah aktivitas mereka.
Misalnya,
dalam pembuatan surat-menyurat,
mereka dipermudah
dengan kehadiran ms word dan excel dan beberapa software microsoft
lainnya. Namun kegunaan alat-alat tersebut dibatasi penggunaannya
hanya dalam ruang lingkup pekerjaan di Kantor Kepala Desa.
Melaui laman www.desa.kanekesa.go.id kini masyarakat luar
Baduy sudah bisa melihat beragam aktivitas yang diinformasikan oleh
pihak pejabat desa mengenai hal-hal yang dilakukan oleh masyarakat
Baduy luar. Hal tersebut merupakan wujud transparansi birokrasi yang
di lakukan oleh pemerintah Desa untuk mewujudkan akuntabilitas
program, sehingga Baduy mampu menjadi Desa yang dikenal dan
dihargai kehadirannya oleh masyarakat luar Baduy.
Berkat keseriusan pejabat pemerintah Baduy dalam menghadirka n
iklim kerja yang akuntabel terhadap masyarakatnya melalui laman
kanekes.desa.com masyarakat Baduy mendapatkan penghargaan dari
Desatika.ID Award 2016. Penghargaan ini diberikan untuk desa dan
daerah yang terbukti telah dapat memanfaatkan Teknologi Informas i
dan Komunikasi untuk bersuara dari Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kemkominfo-RI) yang didukung oleh Pengelola Nama
Domain Internet Indonesia (PANDI) pada Rabu (28/9).132
132
Dapat dilihat dari http://kanekes.desa.id/2016/09/28/desa-kanekes-terima-penghargaan-
destika-id-awards-2016/ diakses pada 7/11/2016 pukul. 09:05
100
Gambar 4.6
Desa Kanekes terima penghargaan Desatika.ID Awards 2016
Sumber: http://kanekes.desa.id/2016/09/28/
d) Komunikasi dan Informasi
Tanpa dipungkiri lagi teknologi juga dapat memberikan pengaruh
terhadap komunikasi dan penerimaan informasi yang dialami oleh
masyarakat Baduy luar. Hal tersebut yang kemudian mempermuda h
masyarakat Baduy luar mendapatkan akses informasi berita mengena i
keadaan yang terjadi di dalam perkotaan, disamping karena kegemaran
mereka dalam melakukan pengembaraan ke kota, terdapat juga
pengaruh akibat akses informasi mengenai beragam macam informa s i
dari dunia luar.
Selain itu juga, dalam mempublikasikan rangkaian program yang
dilakukan oleh Baduy luar, terdapat media informasi yang digunaka n
sebagai kanal dalam mempublikasikan rangkain program, kunjunga n
dan lain sebagainya melalui daring. Melalui web kanekes.desa.co.id
dapat memberikan peran tersendiri bagi masyarakat Baduy luar dalam
mempublikasikan seluruh rangkaian program yang akan dilakukan oleh
101
pemerintah
setempat. Seperti halnya
yang baru-baru ini terjadi
dikalangan masyarakat Baduy, diadaknnya Festival Baduy 2016 yang
diselnggarakan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Lebak
dengan diaelaborasi oleh masyarakat Baduy setempat. Kegiatan ini
ditunjukkan untuk memamerkan hasil karya produk tenun yang dibuat
secara turun temurun oleh masyarakat Baduy untuk dikenal secara luas
kepada masyarakat khlayak pada umumnya.
Berdasarkan pemahaman mengenai analisa di atas, lebih lanjut bahwa
dalam kehidupan manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas interaksi. Orang
yang tidak pernah berinteraksi dengan manusia bisa dipastikan akan tersesat,
karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Interaksi
yang memungkin
individu
membangun
suatu kerangka rujukan
dan
menggunakannya sebagai pantuan untuk menafsirkan, situasi apapun yang ia
hadapi. Intearksi pula yang memungkinkannya mempelajari dan menerapkan
strategi-strategi adaptif untuk mengatasi situasi-situasi problematik yang
dihadapi. Tanpa melibatkan diri dalam berinteraksi, seseorang tidak akan tahu
bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia dan memperlakuka n
manusia lain secara beradab, karena cara-cara berprilaku tersebut harus
dipelajari lewat pengasuhan keluarga dan pergaulan dengan orang lain yang
intinya adalah interaksi.
Tidak bisa disangkal bahwa interaksi efektif memegang peranan yang
penting dalam pembentukan nilai-nilai kebudayaan sehingga dapat diakui
oleh seluruh komponen kelompok sosial atau masyarakat karena efek dari
komunikasi kebudayaan yang sesungguhnya adalah tidak hanya perubahan
paradigma semata, namun lebih jauh lagi perubahan sikap dan perilaku sesuai
dengan nilai pesan-pesan yang terkandung didalamnya sehingga secara sadar
masyarakat dapat mematuhi dan melaksanakan nilai- nilai kebudayaan sesuai
dengan kesepakatan bersama.
102
Interaksi yang intensif membuat masyarakat Baduy luar semakin
terbuka dengan budaya luar, sehingga mempengaruhi pilihan penggunaa n
teknologi informasi sebagai pilihan utama disamping penggunaan teknologi
informasi tradisonal, sebagai cara untuk mempermudah mobilitas, komunik as i
dengan yang lainnya. Inilah wujud konveregnsi budaya yang terdapat pada
masyarkat Baduy luar, saling mempengaruhi kebudayaan satu sama lain, oleh
karena tedapat interaksi yang dibangun secara intensif. Namun hal tersebut
tidak mempengaruhi nilia-nilai yang selama ini dikembangkan, sebagai aturan
atau pedoman masyarakat Baduy luar dalam menjalani kehidupannya.
3.
Analisa Konsentris Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat
Panamping
Konvergensi
pada penggunaan
panamping, dimana
penggunaan
teknologi
teknologi
informasi
informasi
masyarakat
modern
mula i
didominasi oleh sebagain masayarakat Baduy, sehingga perlahan mula i
menghilangkan aturan pikukuh, namun kehadiaran teknologi informas i
modern
tidak
berperan
serta
menghilangkan
keseluruhan
nilai-nila i
keperibadain masayarakat Baduy Luar dalam penggunaan teknologi informas i
tradisional. Dibuktikan dengan adanya upaya yang secara stimultan dilakukan
oleh lembaga adat dalam mengontrol dan menjaga eksistensi aturan adat
sebagai pedoman atau aturan yang tidak boleh hilang
oleh karena
perkembangan zaman yang semakin modern.
Di bawah ini akan dijelasakan secara detail beberapa hal yang tidak
mudah terpengaruhi oleh karena adanya unsur-unsur kebudayaan dari luar
yang saling berkonvergensi dengan unsur budaya masyarakat Baduy luar.
Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Pikukuh
Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Baduy bersumber pada
pikukuh atau aturan adat yang dilestarikan dan disepakati secara bersama
yang dijadikan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari,
103
dengan dielaborasi dengan kepercayaan-kepercayaan lainnya, seperti
Hindu, Budha dan Islam. Isi terpenting dalam menjalankan pikukuhnya
adalah melestarikan keutuhan adat tanpa ada sedikit upaya untuk merubah
dengan maksud apapun. Seperti halnya pameo yang terkenal di masyarakat
Baduy “Lojor henteu beunang di potong, pendek henteu benang
disambung”(Panjang
tidak
boleh
dipotong,
pendek
tidak
boleh
disambung). Artinya, aturan adat yang dilestarikan bersifat mutlak untuk
tetap dijaga keutuhannya, tanpa ada upaya untuk merubah, menggant i,
dengan aturan-aturan lainnya.
Penerapan pikukuh berlangsung di setiap sektor keberlangsunga n
mobilitas sosial masyarakat Baduy luar, tentu berkaitan dengan masalah
penggunaan
teknologi
informasi.
Pembatasn penggunaan
teknologi
informasi modern merupakan pengejawantahan dari aturan pikukuh yang
tidak memperbolehkan masyarakat Baduy Luar menggunakan secara
berlebihan untuk keperluan diluar dari masalah yang berkaitan dengan
eksistensi adat. Pembatasan itu dibuat dalam bentuk norma/ketentua n
penggunaan teknologi informasi, seperti pembatasan untuk menonton
televisi, menggunakan laptop pada saat jam kerja dan tidak diperkenakan
untuk dibawa ke dalam dusun, pemeriksaan secara berkala ke setiap dusun
oleh dewan lembaga adat berkaitan dengan penggunaan
teknologi
informasi, sehingga kehadiran teknologi informasi tidak lantas menganggu
eksistensi adat. Kehadiran lembaga adat yang bertugas mengingatka n,
mengontrol berperan sangat vital sebagai penyampai pesan kepala adat
kepada masyarakat Baduy Luar agar tidak berlebihan dalam mengguna ka n
teknologi
informasi
modern
yang
dapat
mengancam
eksistensi
keberlngsungan adat/pikukuh.
b. Upacara Adat
Upacara adat merupakan kegiatan sakral yang harus dilestarika n
sebagai titipan leluhur, dijalankan pada periode tertentu menurut
104
penganggalan
yang
disepakati
bersama.
Kehadiaran
teknologi
informasi memberikan dampak tersendiri bagi publikasi kegiatan
seremonial ini, melelui jaringan internet akses informasi yang berkaitan
dengan masalah adat dapat terpublikasaikan secara luas kepada
khalayak ramai, untuk diketahui dan dipahami sebagai bagain dari adat
yang tidak boleh hilang dari masyarakat Baduy.
Sehingga masyarakat luas, semakin banyak mengetahui bagaimana pola
adat yang tetap dilestarikan oleh masyarakat Baduy dan juga sebagai
medai untuk menyampaikn pesan berupa nilai-nilai yang dijadikan ruh
dalam
melaksanakan
mobilitas
sosial
mereka.
Dalam hal ini akan dijelasakan, bentuk kegiatan sakral yang tetap
dilestarikan oleh masyarakat Baduy Luar, diantaranya adalah :
1) Upacara Kawalu
Yaitu upacara yang dilakukan dalam rangka menyambut bulan
kawalu yang idanggap suci dimana pada bulan kawalu masyarakat
Baduy melaksanakan ibadah puasa selama 3 bulan yaitu bulan Kasa,
Karo dan Katiga.133
2) Upacara Perkawinan
Sistem perkawinan pada masyarakat Baduy menggunakan sistem
perjodohan oleh sepuh. Bagi peria yang hendak melangsungka n
pernikahan
harus mengikuti prosedur adat yang ada, berbicara
kepada puun kemudian dicarikan oleh puun pasangan. Proses
pelamaran dibutuhkan waktu 1 tahun dengan 3 kali melamar.
Setelah itu, mempelai pria dan salah seorang kerabatnya pergi ke
kampung Cicakalgirang, kampung muslim yan gberada di Baduy.
Untuk
133
kemudian
menghadap
ke amil dan membaca
sadat
Ivan Masdudin, Keunikan Suku Baduy di Banten, (Banten: Talenta Pustaka Indonesia,2011),
cet II, hal. 24
105
panamping, 134 dalam bahasa sunda kuno, agak serupa dengan
syahadat Islam pad umumnya. Proses perkawinan sama halnya
dengan masyarakat pada umumnya mengundang sanak kerabat,
menghadirkan hiburan untuk memeriahkan panggung acara. 135
3) Seba yakni berkunjung ke pemerintahan daerah atau pusat yang
bertujuan untuk memperkuat tali silaturahim antar masyarakat
Baduy dengan pemerintah,
dan bentuk penghargaan terhadap
pemerintah dari Baduy.136
Namun kehadiran teknologi biasanya menghasilkan kejutan budaya
yang pada akhirnya memunculkan pola perilaku yang baru, pola perilaku yang
mungkin akan berdampak pada kehilangan keperibadian/nilai- nilia tradsional
yang menjadi pijakan masyarakat Baduy luar. Hal tersebut mungkin bisa
terjadi, apabila tidak ada upaya strategis dilakukan oleh masyarakat Baduy luar
dalam menghadapi adanya upaya pertentangan dengan nilai-nilia tradisiona l
yang dilakukan oleh unsur budaya. Upaya untuk mengantisipasi terjadinya
dekadensi nilai-nilai keperibadian masyarakat Baduy merosot sebab pengaruh
adanya teknologi yang massif. Maka di Baduy adanya lembaga adat berfungs i
sebagai dewan pengarah yang berfungsi
mengadakan sebuah pertemuan
khusus untuk membahas masalah-masalah tentang keadatan, yang langsung
dipimpin oleh puun, Jaro Tujuh, Kepala Desa, dan beberapa tokoh adat lainnya.
134
Merupakan pengucapan lafadz syahadatain dengan menggunakan bahasa Sunda Kuno, dalam
tradisi masyarakat Baduy ketika prosesi perkawinan berlangsung, salah satu syarat adalah mengucapkan
kalimat syahadat tersebut. Ini menandakan secara jasad bahwa masyarakat Baduy sudah mengakui Islam
sebagai agamanya, namun belum mampu menjalankan ibadah/kewajiban muslim pada umumnya.
Adapun bunyi syahada tersebut adalah sebagai berikut ; “Asyhadu Alla ilaha illalah wa asyhadu anna
Muhammad da Rasulullah isun netepkeun ku ati yen taya deui Allah di dunya ieu iwal ti Pangeran Gusti
Allah jeung taya deui iwal ti Nabi Muhammad”
135
Ivan Masudidin, loc,cit.,
136
Ivan Masdudin,
106
Sehingga apa yang terjadi pada masyarakat Baduy luar, dalam keadaan apapun
harus tetap meneguhkan ketaatan dalam menjalankan pikukuhnya. Adapun
yang dibahas adalah mengenai masalah adat istiadat, penaggalan tahun,
penanggalan bulan, dan beragam masalah yang ada di Baduy luar untuk di
komunikasikan melalui musyawarah lembaga adat yang melingkupi masalah
kebijakan pemerintah Daerah dan Pusat, yang berkaitan dengan keterlibata n
masyarakat adat dan atau berkaitan dengan masalah kesukuaan.
Dari beberapa pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa, adanya
keterikatan antara teori yang diungkapkan oleh Ki Hadjar mengenai masalah
kebudayaan dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat saat ini. Penulis
mengambil studi kasus masyarakat Baduy luar yang sudah diberikan
kelonggaran
dalam menerima
unsur budaya dari luar. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa teori Trikon dengan ketiga konsepnya (kontinyuita s,
konvergensi, dan konsentris) masih tetap relevan untuk di implementasika n
sebagai pengetahuan baru mengenai masalah budaya di Indonesia
dengan
realita masyarakat budaya saat ini, yang hari ini mengalami globalisasi dari
setiap sektor kehidupan.
Ketiga konsep tersebut merupakan strategi untuk mempertahanka n,
menjaga keperibadian
karakter budaya bangsa yang mulai
mengala mi
konvergensi dengan budaya luar, sehingga budaya luar tersebut tidak lantas
menghilangkan karakter budaya sendiri, tapi mampu mengambil kesempatan
untuk lebih bahkan mendominasi budaya luar saat ini. Henricus Suparlan
menjelaskan bahwa ketiga konsep tersebut turut ambil memberikan khazanah
pemikiran tentang Budaya yang ada di Indonesia melalui pemikiran Ki Hadjar
Dewantara
kontinyu dengan alam masyarakat Indonesia sendiri. Artinya, secara
kontinyu kebudayaan harus diestafetkan atau diberikan kepada generasi
penerus secara terus-menerus. Kemudian konvergen dengan budaya
luar. Artinya, penerima nilai- nilai budaya dari luar dengan selektif dan
107
adaptif dan akhirnya bersatu dengan alam universal, dalam persatuan
yang kon-sentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai kepribadian
sendiri.137
Dari keterangan di atas dapat dismpulkan berarti bahwa dalam upaya
yang dilakukan oleh masyrakat Baduy luar bisa menjadi rujukan bagi
masyarakat luar Baduy dalam menjaga keluhuran budaya Bangsa Indonesia
saat ini, ditengah arus modernisasi yang kian membudahkan terjadinya
interaksi antar budaya sehingga berpotensi terjadinya akulturasi kedua budaya,
yang juga berpotensi menghilangkan keperibadian budaya bangsa sendiri.
Ini terbukti dengan yang terjadi saat ini, sikap pragmatis, koruptif
intoleransi, merupakan sifat yang tidak bersumber dari Budaya timur milik
Bangsa Indonesia, namun nampak terjadi saat ini di banyak kalangan
masyarakat Indonesia
C.
Pembahasan
1.
Kontinyuitas Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping
Dalam sejarah hidup, manusia senantiasa menghadapi masalah- masa la h
baru. Dalam setiap perjalanan waktu manusia
senantiasa menghadap i
persoalan-persoalan baru yang lebih rumit. Kerumitan ini yang kemudian
menuntut manusia untuk senantiasa berpikir agar dapat mencari kerangka
yang solutif. Misalnya dalam konteks masyarakat Baduy luar saat ini, saat
mereka dihadapkan oleh kesulitan untuk berkomunikasi dengan sahabat dekat
yang berada diluar Desa Kanekes, atau yang sedang melakukan perjalanan
panjang untuk menjual komoditasnya,
saat itu mereka mulai berfikir
bagaimana komunikasi agar tetap bisa berjalan meskipun dalam keadaan jarak
dan ruang yang jauh, kemudian mereka memulai menggunakan alat teknologi
137
Henricus Suparlan, Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Sumbangannya Bagi
Pendidikan Indonesia, Jurnal Filsafat Vol.25, Nomor 1, April 2014, hal. 11
108
handphone misalnya untuk menjamin komunikasi dengan kerabat yang
lainnya tetap terjaga.
Dalam hal ini menunjukan bahwa budaya bersifat dinamis, akan terus
mengalami perkembangan baik secara evolutif maupun revolusioner. Ki
Hadjar melalui konsep kontinyuitasnya adalah :
Yang berarti bahwa garis hidup kita di jaman sekarang harus merupakan
lanjutan,terusan, dari hidup kita di jaman silam, jangan ulangan atau
tiruan dari bangsa lain.
Artinya Ki Hadjar adalah mengisayaratkan bahwa apa yang dialami
oleh manusia saat ini merupakan lanjutan dari satu proses yang tidak akan
pernah mengalam
statis, selalu dinamis
yakni salah satu unsur dari
kebudayaan. Begitu halnya dengan yang dialami oleh masyarakat Baduy luar,
dahulu orang Baduy dilarang untuk menggunakan beragam alat modern,
jangankan alat-alat telekomunikasi, bahkan sendok, piring, gergaji yang
difungsikan sebagai alat-alat untuk membantu produktivitas mereka pun tidak
diperkenankan dimiliki bahkan digunakan, karena dianggap melanggar aturan
adat. Seperti yang diungkapkan oleh Samin yang merupakan warga Kampung
Kaduketug, Desa Kanekes (Baduy Luar).
Dulu, pake piring, sendok, alat-alat masak saya juga teh dirampas
adat, karena ngga boleh dipake dari leluhur, sekarang mah udah
dima’lumi bahkan pake hp untuk ngbrol juga udah dibolehin
adat138
Namun, dalam kenyataanya perubahan bersifat mutlak, akan
sama
boleh
sama
terus
berganti dengan mengikuti perkembangan zamannya. Sekalupun masyarakat
terisolasi atau suku-suku permitif, hanya yang membedakan adalah waktu
atau proses yang terjadi pada perubahan itu sendiri. Jaro Saija memaklumi
keadaan tersebut dengan mengatakan bahwa
138
Kang Samin, Wawancara, tanggal 15 Oktober 2016
109
Memang kalau sekarang, wayahna zaman maju kan yah, zaman
berkembang, zaman subur gitu yah, memang banyak pengaruhpengaruh misalkan pakaian, makanan, begitu juga kemajaun segala gitu
yah, memang banyak pengaruh gitu yah, cuman memang Baduy luar
maupun Baduy dalam, biarpun luar berkembang maju, tapi tetep disini
(adat istiadat) itu harus bertahan. 139
Pengguanan teknologi informasi dan dianggap memiliki manfaat bagi
keberlangsungan hidup masyarakat Baduy luar karena tuntutan zaman yang
cenderung mengalami gelombang perubahan yang cepat mengharuska n
mereka untuk menyesuaikan dengan tuntutan tersebut. Alat teknologi tidak
semuanya memiliki dampak yang negatif namun juga memiliki dampak
positif yang dapat dirasakan oleh masyarakat Baduy luar.
Misalnya dalam penggunaan handphone selain difungsikan untuk
memudahkan komunikasi antar warga di seluruh juru dunia. Masyarakat
Baduy kini dimudahkan untuk membuka kran-kran pasar konsumen hasil dari
penggunaan
alat teknologi
handphone dengan
akses internet
untuk
mempromosikan semua komoditi khas Baduy ke seluruh lapisan masyarkat
melalui jejering sosial, Facebook dsb.
Hal ini dirasakan betul oleh Samin salah seorang warga Baduy luar,
Kampung Kadeketug, Desa Kanekes. Bagaimaan teknologi bisa memberika n
manfaat bukan sekedar alat komunikasi tapi juga sebagai alat promosi
produksi ke berbagai jejearing media sosial. Atau pendek kata bahwa samin
telah melakukan
praktik online shop untuk
memudahkan
jangkauan
konsumennya. Kebermanfaatan itu ditunjukkan dengan banyaknya konsumen
yang memesan secara daring kepada Samin untuk membeli komoditi
kerajinan khas Baduynya seperti tenun, asesoris, batik Baduy. Mekanisme nya
persis seperti halnya online shop pada umumnya, si pembeli melakukan
pemesanan dengan menghubungi nomer yang tertera pada jejaring media
139
Jaro Saija, Wawancara, tanggal 27 Agustus 2016
110
sosial. Kemudian melakukan negosisasi untuk menentukan harga yang pas
sesuai dengan jenis barang yang ingin dibeli. Setelah itu mengirimkan uang
melalui rekening yang diberikan oleh penjual. Selanjutnya si penjual
mengirimkan barang tersebut kepada si pembeli melalui jasa antar barang
kepada alamat yang tertera. Kemudian mengkonfirmasikan kepada pembeli
bahwa barang sudah dikirmkan dengan menunjukan no resi pengirima n.
Apabila dalam jangka waktu panjang si pembeli tidak kunjung menerima
barang tersebut maka bisa komplain.
Sampai saat ini jangkauan konsumen
berasal dari banyak daerah, Bali, Surabaya dan lain-lain.
Kalau dilihat dari apa yang terjadi pada masayarkat Baduy luar,
perubahan terjadi karena faktor ketidakpuasan masyarakat melihat kondisi
sosial yang mempengaruhi kondisi sosial yang berlaku pada masa ini
mempengaruhi pribadi mereka. Dan perubahan yang terjadi tidak selamanya
akan mempengaruhi seluruh unsur-unsur sosial dan budaya. Seperti halnya
penggunaan teknologi akan berjalan lebih cepat dibandingkan dengan
perubahan pada apa yang terjadi pada perubahan budaya, pemikira n,
kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma yang menjadi alat ukur untuk mengatur
manusia.
Teknologi biasanya menghasilkan kejutan budaya yang pada
akhirnya memunculkan pola perilaku yang baru, meskipun terjadi konflik
dengan nilai- nilai tradisonal. Dalam konteks ini berlaku teori fungsiona lis
yang memandang bahwa meskipun terjadi hubungan yang berkesinambunga n
antara unsur sosial masih ada yang mengalami perubahan sebagian yang
mengalami perubahan tetapi sebagain yang lain masih dalam keaadaan tetap
(statis). Relevansi konsep Kontinyuitas terhadap budaya yang saat ini terjadi
di kalangan masyarakat Baduy luar terlihat sangat nampak pada sisi
penggunaan teknologi, yang merupakan kelanjutan dari hasil proses interaksi
yang secara massif dilakukan oleh masyarakat Baduy luar dengan warga luar
Baduy. Namun, perubahan ini tidak serta merta akan merubah seluruh tatanan
sosal, budaya, pemikiran, presfektif,dan perilaku masyarakat Baduy luar.
111
Dalam konteks ini sangat nampak sesungguhnya bahwa perubahan
sosial merupakan bagian dari gejala kehidupan sosial, sehingga gejala
perubahan sosial yang terjadi pada kalangan
masyarakat
panamping
merupakan hal yang normal. Gejala perubahan itu terlihat dari sistem nila i
maupun norma yang pada suatu saat berlaku akan tetapi di saat lain tidak
berlaku. Menurut Gillin dan Gillin dalam Setidai
mengartikan bahwa
perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah
diterima,
yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis,
kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya
difusi maupun penemuan-penemuan baru dalam kelompok masyarakat. 140
Sesungguhnya yang terjadi pada masyarakat Baduy luar akibat adanya
interaksi yang sangat masif dilakukan oleh masyarakat Baduy luar dengan
masyarakat diluar Baduy, atau menggunakan istilah Gillin dalam penjelasan
di atas telah terjadinya difusi kebudayaan yang terjadi di kalangan masyarakat
Baduy luar dengan masyarakat luar Baduy. Perubahan sosial yang terjadi di
kalangan masyarakat Baduy cenderung lambat atau (evolusi) hal ini terlihat
dari lamanya
masyarakat Baduy dalam merespon modernisasi secara
sempurna dengan sebab adanya beberapa faktor penghambat terjdainya
perubahan sosial budaya.
Teori evolusi yang diilhami oleh pemikiran Darwin yang kemudian
dijadikan patokan toeri perubahan oleh Herbert Spencer, yang selanjutnya
dikembangkan oleh Emil Durkheim dan Ferdinand Tonnies. Menurut teori ini
yang memandang
bahwa masyarakat berubah dari tingkat peradaban
sederhana ke tingkat peradaban yang lebih kompleks. Transformasi antarfase
ini dilihat dari tingkat hubungan sosial di mana dalam struktur masyarakat
tradisional lebih banyak diwarnai oleh pola-pola sosial komunial ke arah yang
140
Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Gejala Permasalahan
Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. (Jakarta:Kencana, 2011), hal. 624
112
lebih kompleks. Hal ini senada dengan teori yang dikembangkan oleh August
Comte dengan unliner teheoris of evolution, yang memandang bahwa manusia
dan masyarakat senantiasa mengalami perkembangan sesuai dengan tahapantahapan tertentu dari bentuk kehidupan yang sederhana ke bentuk kehidupan
yang sempurna (kompleks). Seperti halnya masyarakat Baduy luar yang
lambat laun sudah mengalami perkembangan dari yang bermula tradisiona lis
menuju masyarakat yang kompleks dengan kehadiran teknologi informas i
sebagai salah satu wujud perkembangan budaya dari haril penetrasi dengan
kebudayaan luar.
2.
Konvergensi Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping
Era globalisasi
telah menjadikan
situasi
dunia
menjadi
amat
transparan. Globalisasi bagaikan “jendela” untuk melihat kejadian‐kejadian di
seluruh penjuru dunia terdapat hampir di setiap rumah. Apa yang terjadi di
salah satu sudut bumi dalam waktu singkat dapat ditangkap dari berbagai
belahan dunia, “pintu gerbang” antarnegara semakin terbuka, sekat‐sekat
budaya menjadi hilang, budaya antarbangsa semakin membaur, melebur; serta
saling mempengaruhi. Inilah yang melahirkan hal yang disebut oleh John
Naisbitt sebagai “gaya hidup global” yang ditandai dengan keterpurukan dan
tersingkirnya budaya local. Ki Hadjar mengemukakan proses peleburan yang
terjadi akibat pengaruh dari budaya lain adalah proses konvergensi yang
merupakan :
adalah berarti datang berkumpulnya aliran-aliran yang
pada
permulaannya berlainan azas, dasar serta tujuan, akan tetapi karena
aliran itu bersama-sama menempati alam serta zaman yang satu,
lambat laun terpaksalah saling mendekati manusia berkumpul
kelaknya, dimana telah nampak ada kepentingan-kepntingan bersama.
Maksud dari penjelasan di atas adalah upaya menyatukan antara dua
hal yang berebeda baik dalam segi apapun. saling berhubungan dan menjadi
satu. Manusia menjadikan sebuah kebudayaan maju berkembang maka hal
113
pokok yang harus dilakukan adalah dengan cara berbaur dengan kebudayaan
yang lain. Dengan tetap menyesuakan diri agar tidak terbawa arus kebudayaan
lain, sehingga nilai-nilai yang dimliki tetap terpatri dan terimplementasi dalam
setiap aturan kehidupan.
Proses yang dialami oleh masyarakat Baduy luar saat ini, merupakan
hasil dari perpaduan antara kedua budaya yang saling berkomunikasi atau
berinteraksi secara massif. Sehingga masyarakat Baduy luar mengena l,
bahkan mempraktekan penggunaan alat teknologi informasi tersebut, didasari
oleh karena faktor kebutuhan masyarakat Baduy. Namun proses pembauran
teknologi tidak serta mempengaruhi
unsur-unsur
kebudayaan lainnya.
Sehingga pengaruh penggunaan alat teknologi tidak mampu mengubah pola
perilaku masyakat Baduy yang tradisional, dan lain sebagainnya.
Dalam
Konvergensi
Budaya,
Henry
Jenkins
memberika n
perhatiannnya kepada empat aspek konvergensi yaitu ekonomi, teknologi
sosial dan budaya. Perkembangan teknologi informasi memacu suatu cara
baru dalam kehidupan, dari kehidupan itu dimulai sampai dengan berakhir ,
kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah
dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan dengan fasilitas elektronik. Lahirnya
konsep konvergensi budaya agar mengubah tatanan hidup masyarakat agar
lebih praktis, efisien dalam pemanfaatan ataupun melengkapi kehidupannya
sehari-hari misalnya mengenai pengelolaan ekonomi. Arus informasi yang
begitu cepat mampu mengubah pola prilaku masyarakat dalam bekerja,
mengelola keuangan, perdagangan dengan bantuan e-commerce, e-banking.
Membantu pekerjaan bidang kepemerintahan yang dikenal dengan egovernment, segala aspirasi masyarakat dan juga sebagai wahana sosialisas i,
interaksi yang terangkul dalam fasilitas ini. Dalam bidang pendidikan elearning,
e-education e-library, e-journal dalam bidang kedokteran, e-
114
medicine, e-laboratory, e-biodiversity, dan yang lainnya lagi yang berbasis
elektronika
Dalam konteks masyarakat Baduy proses akulturasi atau konvergens i
terjadi karena terdapat
perbedaan antara bagian kebudayaan yang sukar
berubah dan terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan asing (covert culture),
dengan bagian kebudayaan yang mudah berubah dan terpengaruh oleh unsur unsur kebudayaan asing (overt culture). Covert culture misalnya: 1) sistem
nilai- nilai budaya, 2) keyakinan-keyakinan
keagamaan yang dianggap
keramat, 3) beberapa adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses
sosialisasi individu warga masyarakat, dan 4) beberapa adat yang mempunya i
fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat. Sedangkan overt culture
misalnya kebudayaan fisik, seperti alat-alat dan benda-benda yang berguna,
tetapi juga ilmu pengetahuan, tata cara, gaya hidup, dan rekreasi yang berguna
dan memberi kenyamanan
Salah satu wujud dari akulturasi dari perlatan dan teknologi terliha t
dari seni bangunan candi yang mengandung unsur budaya India. Akan tetapi
keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada
di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi
perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis. Dalam konteks masyarakat Baduy,
kehadiran teknologi nformasi tidak serta merta dapat mempengaruhi dan
menghilangkan teknologi informasi tradisional yang sudah menjadi budaya
setempat, hanya saja dapat memberikan kemudahan dalam menjalanka n
aktivitas mobilitas sosial mereka.
115
Gambar. 4.7.
Proses Akulturasi Budaya
Unsur-unsur kebudayaan dari maasing- masing kebudayaan yang berbeda
saling bercampur satu sama lain sebagai akibat dari pergaulan atau
interaksi yang intensif dalam waktu yang lama, namun tidak
menyebabkan muncul budaya baru.
Sumber : Elly Setiadi, 2013
Gambar di atas menunjukkan terjadinya proses konvergensi atau
kontak budaya luar dengan masyarakat setempat menjadikan masyarakat
Baduy mulai menegenal kebudayaan lain. Namun tidak mengubah seluruh
sistem-sitem atau norma yang dibangun oleh masyarakat setempat dalam
menjalankan roda kehidupannya. Inilah yang disebut dengan proses
akulturasi yang dialami oleh masyarakat Baduy.
Asimilasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang
ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan
yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia
dan juga meliputi usaha-usaha manusia mempertinggi kesatuan tindak,
sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentinga nkepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Proses yang dialami oleh masyarakat Baduy Luar dengan masyarakat
luar Baduy merupakan contoh adanya proses asimilasi yang saling
memberikan perubahan terhadap budayanya masing- masing. Masyarakat
Baduy luar seiring perkembangan zaman mulai merasakan bagaimana
manfaat dari penggunaan teknologi informasi yang biasa digunakan oleh
masayarakat modern, begitupun dengan masyarakat Luar Baduy yang juga
116
sama-sama merasakan manfaat dari kehadiaran alat teknologi informa s i
tradisionalnya masyarakat Baduy, seperti kehadiaran alat musik khas
Baduy (pantun, angklung, dll) sebagai media komunikasi masyarakat
Baduy saat perayaan keagamaan memebrikan manfaat tersendiri untuk
masyarakat luar Baduy.
3.
Konsentris Penggunaan Teknologi Informasi Masyarakat Panamping
Konsep yang terakhir ini memandang bahwa apabila dua budaya saling
bertemu dan menghasilkan perpaduan yang saling mengikat tidak lantas
kemudian akan menghilangkan jati diri/keperibadian budaya asli.
Konsentriet yaitu berarti bahwa sesudah kita bersatu dengan bangsabangsa lain sedunia, janganlah kita kehilangan keperibadian kita sendiri,
sungguhpun kita sudah bertitik pusat satu, namun di dalam lingkara nlingkaran yang konsentris itu, kita masih mempunyai sirkel sendiri
Menurut Ki Hadjar, perpaduan antara dua budaya yang saling menjalin
kontak secara massif, tidak lantas kemudian menghilangkan ciri keperibadian
dari budaya asli tersebut. Penggunaan teknologi merupakan hasil dari
interaksi yang dilakukan secara intensif dengan masyarakat luar Baduy
sehingga kehadirannya yang merupakan hasil dari adanya konvergensi budaya
satu dengan yang lain tidak akan mempengaruhi unsur kebudayaan lainnya.
Dalam hal ini William Ogburn menjelaskan, meskipun terdapat hubunga n
yang berkesinambungan antara unsur sosial satu dan yang lain, namun dalam
perubahan ternyata masih ada ada sebagain yang mengalami perubahan tetapi
sebagian yang lain masih dalam keadaan tetap (statis). 141
Hal ini sesuai
diungkapkan oleh Jaro Saija bahwa ada beberapa hal yang tidak boleh hilang
dari masyarakat Baduy dalam maupun luar meskipun masyarakat Baduy luar
141
Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Gejala Permasalahan
Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. (Jakarta:Kencana, 2011), hal. 277
117
mengalami akulturasi budaya dengan masyarakat luar , yakni unsur
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Memang kalau yang harus dipertahankan itu yah, disebutkan dari
rukunnya, agamanya, agamanya itu disebut agama sunda wiwitan nabi
Adam itu hukumnya itu, panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak
boleh disambung, gede tidak boleh dicokot, kecil tidak boleh ditambah
itu harus seperti ngadeg seceklekna nila sapatna,sebagai hukum aturan
Baduy kahiji. Kadua ayana meren seperti bikin rumah, itu tidak boleh
rubah, seperti gini aja, keduanya yang masalah itu bangunan yang
permanen itu kan tidak boleh, bangunan permanen seperti kaya luar,
misalkeun bikin gedong ini yang tembok.142
Jaro Saija menjelasakan bahwa meskipun terdapat pengaruh dari
masyarakat
luar
Baduy,
yang
memberikan
dampak
tersendiri
bagi
keberlangsungan beberapa aktivitas masyarakat Baduy, namun tentu hal
tersebut tidak
serta merta akan mempengaruhi
seluruh
unsur-uns ur
kebudayaan masyarakat setempat, seperti halnya aturan pikukuh, agama, dan
upacara serta bentuk bangunan rumah masyarakat Baduy.
Kondisi
ini
seperti
yang
digambarkan
oleh
Ogburn
melalui
penjelasannya tentang teori fungsionalis yang berasumsi bahwa penyebab
perubahan adalah ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang
berlaku pada masa ini yang mempengaruhi pribadi mereka, namun setiap
perubahan tidak selalu akan mempengaruhi semua unsur sosial, sebab masih
ada sebagain yang tidak akan berubah. Kemudian Ogburn menjelaskan bahwa
perubahan teknologi akan berjalan lebih cepat dibanding dengan perubahan
pada perubahan budaya, pemikiran, kepercayaan nilai- nilai, norma-norma
yang menjadi alat untuk mengatur kehidupan manusia. 143
142
Wawancara, Jaro Saija, tanggal 27 Agustus 2016
143
Elly M. Setiadi, Usman Kolip, op,cit., hal. 277
118
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitan tentang
Analisis Teori Trikon terhadap Budaya Penggunaan Teknologi Masyarakat
Baduy ( Studi Kasus Masyarakat Baduy luar (Panamping), Desa Kanekes,
Kec Leuwidamar, Lebak, Banten) maka diperoleh kesimpulan sebagai di
bawah ini.
Teori trikon yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai strategi
untuk meneguhkan kebudayan masih terlihat relevan untuk digunakan rujukan
dalam kajian ilmiah baik bersifat teoritis maupun praktis. Hal ini ditunjukka n
dengan adanya bukti bahwa secara eksplisit apa yang terjadi oleh masyarakat
Baduy luar merupakan wujud dari upaya implementasi teori trikon yang berisi
nilai dasar sebagai berikut:
1) Adanya unsur budaya baru yang diterima oleh masyarakat Baduy luar
dalam penggunaan teknologi informasi, yang mulanya mereka masih
menggunakan peralatan teknologi informasi yang tradisional seperti
pantun,
kentongan,
dan
mantun.
Artinya
terjadi
proses
kontinyuitas/perkembangan ke arah lanjutan dari budaya lama ke budaya
baru
2) Proses konvergensi terjadi akibat faktor geografis yang berdekatan yang
memungkinkan terjadinya interaksi secara intensif dengan masyarakat
luar baduy, sehingga mempengaruhi tingkat kebutuhan masyarakat yang
mengalihkan pada penggunaan peralatan teknologi informasi modern,
sampai terjadinya proses akulturasi dan asimilisasi.
3) Konsentris terjadi setelah terjadinya konvergensi budaya masyarakat luar
Baduy dengan masyarakat Baduy luar, namun tidak serta merta
mempengaruhi kehilangan nilia-nilai keperibadian masyarakat setempat
119
karena lekatnya aturan pikukuh masyarakat Baduy luar. Sehingga
kehadiaran peralatan teknologi informasi diawasi tingkat penggunaannya
sebatas media komunikasi dan informasi saja.
B.
Saran
Setelah dikemukakan kesimpulan di atas, pada bagian berikut ini akan
disajikan beberapa saran yang merupakan implikasi dari hasil penelitan yang
telah dibahas. Beberapa saran itu adalah :
1. Ki Hadjar
Dewantara
merupakan
seorang
pendidik
sekaligus
budayawan, merupakan tokoh kebanggaan bangsa. Hari kelahirannya
diabadikan sebagai hari pendidikan oleh Negara berkat jasa dan,
pemikirannya untuk kemajuan pendidikan dan masa depan anak
Indonesia.
Negeri
ini
banyak
yang
kurang
mengenal
kiprah
pemikirannya bagi kebudayaan di Indonesia, oleh karena melalui
penelitian sederhana ini diharapkan dapat bisa menjadi pemicu bagi
penelitian yang serupa untuk mendalami pemikiran-pemikiran Ki
Hadjar Dewantara.
2. Pemerintah berperan serta dalam memajukan kualitas Sumber Daya
Masyarakat Baduy, dengan melakukan pendidikan informal berupa
edukasi mengenai penggunaan dan pemanfaat teknologi TI, dan
dipadukan dengan pemahaman kearifan lokal masyarakat Baduy Luar.
3. Untuk seluruh lapisan masyarakat, pengunjung Baduy, hendaknya
menjadikan penelitian ini sebagai bahaan rujuakn bagi keberlangsunga n
mobilitas sosial budaya, belajar mempertahankan keperibadian budaya
sendiri, dan melebur dengan tujuan untuk menyatu dan berkembang
dengan budaya asing.
4. Bagi para akademisi diharapkan menjadikan penelitian sederhana ini
sebagai wujud nyata yang merepresentasikan buah pemikira n Ki Hadjar
Dewantara sebagai tokoh kebanggaan Bangsa.
120
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, Dani., dkk. “Dasar Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: UPI
Press, 2006.
______________. Teknologi Informasi dan Komunikasi, Modul, Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Perdagangan, 2009.
Dewantara, Ki Hadjar. Karja 1 Ki Hadjar Dewantara. Jogjakarta ; Majlis Luhur
Persatuan Taman Siswa, 1962
________________. Karya Ki Hadjar Dewantara bagian Pertama; Pendidikan,
Yogyakarta: Majelsi Luhur Persatuan Tamansiswa, 2011. cet IV
Effendi, Ridwan., Eli M.Setiadi. Pendidikan Sosial Lingkungan dan Teknologi
(PLSBT), Bandung: UPI Perss, 2006.
Ghee, Lim Teck., Alberto G.Gomes. Suku Asli dan Pembanugnan di Asia Tenggara,
Terj. dari, Tribal Peoples and Developement in Southeast Asia,Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1993, Cet. I
Havilam, Willaim A., R.G. Soekadijo, ”Antropologi 4th Edition Jilid II” Jakarta:
Erlangga.
_______________ , Anthropology 4th Edition. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama
Hidayah, Zulyani, Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2015
Holmes, D Lowels.Anthropology an Introduction. United States of America: The
Ronald Press Company, 1965
121
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2013
______________, Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru, 1980
Ki Hadjar Dewantara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989
Kottak, Phillp Conard. Anthropology: The Exploration of Human Diversity, New York:
McGraw-Hill, 2013
Masdudin, Ivan, Keunikan Suku Baduy di Banten. Banten: Taletna Pustaka Indonesia,
2011.
Paeni, Mukhlis, dkk (eds), Sejarah Kebudayaan Indonesia : Sistem Teknologi, Jakarta:
Raja Grasfindo, 2009.
Permana, Cecep Eka. Tata Ruang Masyarakat Baduy. Jakarta: Wedatama Widya, 2016
Pedoman Penulisan Skripsi FITK, Jakarta:Tanpa Penerbit
Saefudin, Ahmad Fedyani, Antropologi Kontemporer. Jakarta : Kencana, 2006
Setiadi, M. Elly., Usman Kolip. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial. Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2013.
Sihabuddin, Ahmad.Saatnya Baduy Bicara. Banten: Bumi Aksara, 2013
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Rajawali Press, 2012
Spradley, James P. Metode Etnografi Yogyakarta: PT Wacana Yogya, 1997
Sulistyaningsih,Metodologi Penelitian -Kualitatif dan Kuantitafit. Yogyakarta : Graha
Ilmu, 2012
Tilaar, H.A.R., “Pedagogik Teoritis untuk Indonesia” Jakarta : Kompas, 2015
122
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI), Jakarta: Balai Pustaka, 1988
Tumanggor, Rusmin,dkk,
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar” Jakarta:Pernada Media
Group, 2010
Widianto,
Bambang,
Perspektif Budaya: Kumpulan Tulisan Koentjaraningrat
Memeroial Lectures. Jakarta : Rajawali Press, 2000.
Jurnal, Artikel dan Makalah :
Baiq Setiani, Fungsi dan Peran Wanita Dalam Masyarakat Baduy, lex Jurnalica, Vol.3
No.3 Agustus 2006
Hasanah, Aan, “Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Pada
Masyarakat Minoritas Studi Atas Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Baduy
Banten Jurnal Studi Keislaman, 2012, (http://ejournal.iainradenintan.ac.id).
Indrajit, Richardus Eko. Pengantar Konsep Dasar : Manajemen Sistem Informasi dan
Teknologi Informasi, Artikel, 2010.
Permana, Raden Cecep Eka dkk, Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana Pada
Masyarakat Baduy, Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Vol.5 No. 1 , Juli 2011
Prihantoro,
Feri. Kehidupan Berkelanjutan Masyarakat Baduy, Jurnal Bintar i
Foundation, 2006
Peraturan Daerah No 31 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat
Baduy, Kabupaten Lebak, Banten, 2001. Diambil dari www.setda.lebakkab.go. id
Pandit, Putu Lukman. “Penggunaan Teori dalam Penelitian Ilmu Perpustakaan dan
Informasi, Jurnal ISPII, Tanpa Tahun.
Poerwadi Hadi Pratiwi, “Asimilasi dan Akulturasi: Sebuah Tinjauan Konsep” Jurnal,
123
Pasaribu, Rowland B. F., Masyarakat dan Kebudayaan, Jurnal, Tanpa Tahun, hal. 56
Permana, Raden Cecep Eka, dkk, Kearifan Lokal tentang Mitigasi Bencana pada
Masyarakat Baduy, Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Jawa Barat, Jawa Barat,
vol. 15, No.I, Juli 2011
Mahrus, R.M., H. Efendi. Teknologi Informasi dan Sosial Budaya : Telaah Kritis
terhadap Pergeseran Sosial Budaya di Era Global, Perpustakaan Digital UIN
Sunan Kaliajaga, Yogyakarta
Senojai, Gunggung. Perilaku Masyarakat Baduy dalam Mengelola Hutan, Lahan, dan
Lingkungan di Banten Selatan, Jurnal Humaniora, Vol. 23, 2011
Setyowati,
Etnografi sebagai Metode Pilihan dalam Penelitian Kualitatif di
Keperawatan, Jurnal Keperawatan Indonesia, vol 10, No.1, Maret 2006
Suparlan, Henricus. Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Sumbangannya
Bagi Pendidikan Indonesia, Jurnal Filsafat Vol.25, Nomor 1, April 2014
Wahid, Mastkur. Sunda Wiwitan Baduy: Agama Penjaga Alam Lindung di Desa
Kanekes Banten, Artikel pada IAIN Sultan Hasanudin Banten, Banten
Wardiana, Wawan.“Perkembangan Teknologi di Indonesia”, Makalah,. 9 Juli. Jakarta
:Fakultas Teknik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Jurusan Teknik
Informatika. 2002.
Wilodati, “Sistem Tatanan Masyarakat dan Kebudayaan Orang Baduy”, Jurnal, Tanpa
Tahun
124
Website
:
-
http://wisnumintargo.web.ugm.ac.id/?p=64
-
https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes
-
http://www.indotelko.com/kanal?c=in&it=telkom-dunia- masyarakatBaduy,
-
http://beta.telkom.co.id/telkom-peduli/berita-csr/sosial/sekda-banten-egmdcs-barat-resmikan-pelatihan-internet-di-Baduy.html
-
https://tamansiswajkt.wordpress.com/2013/05/28/teori-trikon/
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN I
Hasil Wawancara Informan I
Nama
: Saija
Jabatan
: Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar
Alamat
: Kp. Kaduketug, Ds. Kanekes, Kec. Leuwidamar, Kab. Lebak.
Tanggal
: 27 Agustus 2016
Tempat
: Rumah Singgah Jaro Kanekes
Pengantar
Penanya
: Sudah lama pak menjadi Jaro?
Informan
: Baru satu setengah tahunan lah
Penanya
: Di Baduy itu sendiri gimana sih sistem penunjukannya?
Informan
: Penunjukannya dari puun, dari puun ada lagi dari Jaro 7 (puun, seurat,
tangtu, dan lembaga adat) kalau yang disepakati di Jaro 7 itu ditentukan ya
kapan dan siapa yang ditunjuk, kalau sudah di tunjuk, ada selametan,
selametannya yaitu upacara pelantikan kaya tadi itu upacara adat kalau udah
selametan, atau udah beres ni dari adat itu baru di serahkan di Bupati, karena
kalau SK kan dari Bupati.
Penanya
: Jadi kalau di struktur adat disebutnya apa? Dan kalau di struktur
pemerintah?
Informan
: yah kalau di adat disebut Jaro, kalau di pemerintah disebut Kepala Desa
Penanya
: Masa jabatannya berapa lama pak?
Informan
: Kalau masanya itu kalau untuk ke adat memang tidak ada batasan, kalau
yang mampu 20-30 tahun bisa, cuman kalau SK itu sama 6 tahun, kalau dia
masih muda, masih mampu (lanjutkan) nanti bisa perpanjang lagi gitu
Penanya
: Perpanjangannya diatur oleh puun ?
Informan
: Kalau itu ga usah di gituin (diatur) mungkin untuk SK saja, kan SK dari
bupati sama 6 tahun
Penanya
: Kan ada istilah Baduy Dangka, Baduy Tangtu, Baduy Panamping itu
pembagiannya gimana sih pak?
Informan
: Kalau Baduy itu namanya daerah, kalau Kanekes itu nama Desa kalau
Dangka itu disebukan ada Kakolotan, Carungen, ada Dangka Cipatih, model
Garehong, Dangka kalau disini istilahnya sama kaya MPR/DPR gitu, soalnya
kalau yang disebutkan Jaro 7 itu sebetulnya ini kan yang disebutkan ada
kawalu, ada sereng tahun, itu Dangka yang melakukan sereng tahu dan
kawalu.
Inti
Penanya
: Ini kan Baduy luar, Baduy luar kan sudah termasuk kalau dilihat lebih
modern dan terjadi hubungan yang sangat massif dilakukan dengan
masyarakat luar, bagaimana ada pengaruh tidak pak?
Informan
: Memang kalau zaman sekrang wahyahna zaman sudah maju, zaman subur,
memang banyak pengaruh-pengaruh misalkna pakaian, makanan, kemajuan
segala itu kan memang banyak pengaruh gitu yah, cuman kalau yang Baduy
luar mah pengaruh beda dengan Baduy dalam. Kalaupun dluar mah maju
misal berkembang, tetap disini itu harus bertahan cuman ada saja yang
mengikuti atau meniru-niru misalkan pakaian, dan pakaian ibadah ada Baduy
luar tapi adat istiadat itu harus tetap bertahan.
Penanya
: Apa yang sampai sekarang masih dipertahankan?
Informan
: Memang yang harus dipertahankan yah, disebutkan rukunnya, agamanya,
agamanya itu disebutkan agama sunda wiwitan Nabi Adam, itu hukumnya itu
panjang tidak boleh potong, pendek tidak boleh disambung, gede tidak boleh
dicopot, kecil tidak boleh ditambah, itu harus seperti ngadeg seceklekna niras
sapatna itu sebagai hukum aturan Baduy kahiji. Kadua ayana kieu kaya bikin
rumah, itu tidak boleh rubah jadi gini aja, keduanya yang masalah itu
bangunan yang permanen itukan tidak boleh, sepertihalnya bikin gedong,
tembok dll. Itu kan ditanah perda Hak Ulayat ini kan udah dibentuk Perda Hak
Ulayat itu harus dipertahankan, ini saya bikin Kantor Sekretariat itu luar
daripada Baduy saya beli tanah diperbatasan itu yang diwajibkan itu harus
komputer, laptop itu sebagainya harus komputer, kalau disini (tanah ulayat) itu
tidak boleh. Memang yang perlu dipertahankan aturan-aturan tersebut.
Kemudian hajatan sunata, ngawinkan, itu kalau disini itu ngga boleh
Penanya
: Bagaimana tanggapan adat terhadap masyarakat Baduy yang sudah
menggunakan alat-alat teknologi?
Informan
: Kalau masalah untuk luar (masalah HP) sekrang in sudah zaman maju kan
yah, memang untuk Baduy luar ada pertimbangan cuman yah paling untuk
komunikasi aja, kalau yang misalkan main-main, misalkan teh gambar porno
dan lain sebagainya, itu orang baduy dirampas (HP). Kalau yang untuk
sehubungan komunikasi itu dipertimbangkan, soalnya sekrang zaman sudah
bergabung, soalnya sayapun punya masyarakat di delapan Kecamatan yang
diluar itu, kalau disini kan gotong royong, persatuan dan kesatuan itu
dilakukan dan dijaga. Misalnya ada yang meninggal di sana, dia lagi di
Leuwidamar, itu bisa tahu melalui komunikasi, itu keuntungannya dari situ
maknya ada pertimbangan.
Penanya
:
Kalau
dari
Baduy
Dalam
ada
arahan/aturan
yang
tidak
memperkenankan untuk penggunaan ala-alat tersebut?
Informan
: Kalau aturan-aturan hukum itu sebulan sekali saya diundang Baduy Dalam,
di Balai peretmuan itu pembahasan tentang hukum, aturan penganggalan
tahun, penanggalan bulan dan adat istiadat itu dilaksankan. Kalau yang disini,
itu Baduy Dalam suka kesini, dari Tangtu, RT RW turun kesini, berkumpul
untuk membahas aturan-aturan itu.
Penanya
: Tapi untuk penegakkan aturan itu sendiri bagaimana?
Informan
: Sama yang aturan mah dibahas seperti yang tidak boleh tadi itu satu, yang
kedua yang merusak, melecehkan orang, harus sopan santun, ramah tamah, itu
memang pelajaran kalau disini mah. Misalkan yang dilaran-dilarang didalam,
di Baduy luarpun sama ngga boleh, aturannya disebarluaskan.
Penanya
: Berapa bulan sekali pak? Dan apa aja pembahasannya?
Informan
Satu kali dalam sebulan, pembahasannya : Pertama, soal adat istiada, ada
yang boleh masuk dan tidak boleh masuk, contohnya UU No. 6 tentnag
penggunaan alat elektronik, itu disini ada yang boleh masuk atau ngga, harus
dimusyawarahkan dengan adat dan kolot.
Penanya
: Bagaimana Cara untuk tetap membuat adat semakin lestari ditengah
arus globalisasi yang semakin terbuka?
Informan
: Jadi gini, prinsipnya dimana setiap kampung dimana ada aturan karena
dimasing-masing kampung ada kolot, diwajibkan dimusyawarahkan, kalau
seharah Baduy itu dari dulu memang sampai sekrang itu tidak ada perubahan,
yang ini yang itu, harus bertahan jangan sampai terpengaruh oleh luar.
Penanya
: Kenapa harus ada perbedaan antara Baduy Dalam dengan Baduy
Luar?
Informan
: Yah sebetulnya begini, jadi kalau yang disebutkan dengan Baduy Dalam dan
Luar memang harus ada perbedaan. Tentunya bukan orang luar itu pelarian
dari Dalam, itu wiwitan dibagi 3, Negara diabgi 7, agama dibagi 12 itu, itu
Baduy Dalam ada, Baduy luar juga ada. Cuman untuk pemageran dari Dalam
(Baduy Dalam) itu dibentuknya Jaro 7 itu, itu bukan pelarian dari Dalam.
Asal-usulnya memang dibuat seperti itu, diharuskan karena aturan.
Penanya
: Apa yang tetap dipertahankan di Baduy Dalam?
Informan
: Contoh, ngga boleh naik kendaraaan, tidak boleh ada listirik, tidak boleh
misalnya untuk tidak menggunakan pakaian tradisional, moto, rekaman di
Baduy Dalam itu tidak boleh, ada lagi yang disebut dengan menjaga alam.
Gunungya jangan di lebur, Lebamnya jangan di rusak, sasaka jangan di robah.
Keduanya mereka takut untuk merusak alam, disana bikin rumah pun itu ga
boleh diratakan karena merusak alam. Orang Baduy cinta damai, tidak ada
kekerasan tidak ada perkelahian, tidak ribut Allhamdulillah. Kaya misalnya
mabok itu kan disini tidak boleh sama itu dilarang. Tidak ada yang melakukan.
Penanya
: Apa sanksi yang diberikan jika ada pelanggaran yang di lakukan oleh
Masyarkat Baduy?
Informan
: Tergantung pelanggarannya, kalau itu mah yang disebut kalau yang ilarang
di sanksikan itu ada sanksinya. Umpamanya, ada yang melakukan zina, itu ada
aturannya kaya dihukum 40 Hari oleh Jaro 7 itu. Baduy Luar atau Dalam sama
dihukum di baduy sana. Kalau sudah dihukum 40 Hari, itu ada lagi penyertuan
atau penyucian diri. Itu baru jangna sampai ada pengulangan lagi yang
dilakukan oleh dia, itu bersih lagi.
Penanya
: Kalau dilihat dari perpaduan antar dua Budaya masyarakat luar
dengan Baduy luar, apakah menghasilakan Budaya Baru?
Informan
: Tidak, tidak ada. Biarupun deket kan udah msaing-masing, Dia kelakukan
dia harus dikerjain, orang sini jelek/bagus harus dikerjain sendiri maisngmasing itu. Misalkan kaya Agama atau kepercayaan itu terpisah, masingmasing. Kalau disini agama Islam disana sunda wiwitan itu masing-maisng
harus dikerjakan. Cuman tujuannya kepercayaan itu kan beda, cuman seperti
pegangan aja.
Penanya
: Selama ini aturan adat yang dibuat apakah itu tertulis?
Informan
: Oh tidak ada, hanya cerita turun temurun. Kalau cerita itu mah bukan cuman
dari puun, masyarakat, kolot harus tahu.
Penanya
: Kalau puun tugasnya apa?
Informan
: Tugasnya mengurus yang tadi saya sebutkan, 25 Negara harus
bertanggungjawab oleh Puun, itu batinnya. Soalnya kalau yang tahu
sejarahnya, mau dia pejabat, biasanya dia dateng dulu ke puun untuk minta
doa dll. Karena titipan zaman Kanjeng Nabi, itu batinnya dititipkan lewat
puun.
Penanya
: Kalau untuk struktur dari Pemerintah apakah itu ada sudah sejak
lama?
Informan
: Seperti RT dan RW itu baru sebetulnya, soalnya yang disebutkan seperti
DPD itu seperti lembaga adat. Itu yang disebutkan sebagai kepengurusan.
Penanya
: Apakah terjadi penurunan atau peningkatan jumlah populasi
masyarakat Baduy yang memilih keluar dari adat?
Informan
: Itu kalau memang yang jiwa selalu mengalami pengingkatan, kalau kelahiran
penambah kemudian KK meningkat.
Penanya
: Dengar-dengar ada proses pengecekkan atau razia yang dilakuakan
oleh adat kepada masyarakat Baduy?
Informan
: Oh ya kalau itu kan seperti halnya kita mengadakan musyawarah adat, setiap
sebulan sekali diadakan razia atau pengecekkan supaya dapat melihat barang
apa saja yang di perbolehkan dan tidak diperbolehkan masuk. Sebelum itu
dilakukan dulu musyawarah dengan RT atau RW setempat, kalau ada yang
melanggar dikasih peringatan dulu, supaya tidak mengulang kembali.
Penanya
: Kelonggaran yang diberikan dari adat bagi masyarakat Baduy luar itu
dalam bentuk apa saja pak?
Informan
: Kalau kelonggaran itu sepertinya memaksakan saja karena kondisi.
Penutup
Penanya
: Oh mungkin cukup sampai disni aja yaah pak. Saya mengucapkan
terimakash sudah membantu dalam memberikan keterangan untuk
membantu proses penelitian ini.
Informan
: Iya sama-sama.
LAMPIRAN II
Hasil Wawancara Informan II
Nama
: Samin
Jabatan
: Warga Kp. Kadeketug, Kecamatan Leuwidamar/ Pengerajin Tenun
Alamat
: Kp. Kaduketug, Ds. Kanekes, Kec. Leuwidamar, Kab. Lebak.
Tanggal
: 10 Oktober 2016
Tempat
: Rumah Kang Samin
Pengantar
Penanya
: Dengan bapak siapa?
Informan
: Samin
Penanya
: Bapak tidak pergi ke ladang?
Informan
: ngga
Penanya
: Emang anaknya harus sudah diajarkan seperti itu ( menenun) yah pak?
Informan
: Iya
Penanya
: Umur berapa harus sudah mulai diajarkan (menenun)?
Informan
: 8 tahun
Penanya
: Tidak sekolah yah pak (anaknya)?
Informan
: Tidak
Penanya
: Sudah tinggal lama disini pak?
Informan
: Sudah, dulu dari Baduy Dalam terus 20 tahunan di luar.
Penanya
: Aktivitas bapak sekrang apa ?
Informan
: yah paling jualan, nginun dan ngladang
Inti
Penanya
: Di Baduy luar kan diberikan kelonggaran dalam melaksanakan adatnya
beda seperti halnya di Baduy Dalam? Itu dalam bentuk apa yah pak?
Informan
: Kalau Baduy luar itu kan dari bentuk rumahnya agak beda, Baduy Dalam kan
harus jalan kaki ngga boleh naik kendaraan beda dengan Baduy luar yang
boleh naik kendaraaan, motor dan mobil
Penanya
: Bagaimana untuk penggunaan alat teknologi sendiri pak?
Informan
: yah seperti itu kelonggarannya, yah model itu kan sebetulnya diluar juga ga
boleh pake, cuman sekrang banyak yang pake, ngga dimarahin ko, kecuali
kalau di Baduy Dalam, agak mendingan gitu kalau dibandingkan di Baduy
jero.
Penanya
: Jenis alat-alat yang diperbolehkan di Baduy Lua itu apa saja yah pak?
Informan
: cuman itu saja paling kaya HP, radio, kaya Motor itu ngga boleh masuk.
Tapi kalau ngendarain boleh, kalau punya ngga boleh. Sebenarnya HP juga ga
boleh tapi karena Nagara sudah maju, mau gimana lagi hehe, kadang rat-rata
juga udah pada punya
Penanya
: Strategi yang digunakan oleh adat bagi masyarakat Baduy Luar
mengikuti aturan adat seperti apa?
Informan
: Kadang ada rapatnya gitu yah, seskali itu di Desa (Kantor) atau di Baduy
Jero, kadang sama RT gitu dikumpulin Rtnya di kelurahan.
Penanya
: Disini ada pelatihan “Kampung Digital” terlihat dari pakaian yang baju
bapak pakai? Ada tulisan “Kampung Digital”?
Informan
: ada, itu dibawah sekolahan. Itu untuk masarakat dari luar, tapi kadang yang
di Baduy juga ada. Boleh aja asal ngga ketahuan aja sama orang adat eheh
Penanya
: Oh ya, ini pak biasanya hasil dari produksi dipasarkan/atau dijual
kemana aja?
Informan
: Iya disini aja, di depan rumah tapi sering juga pake online, internet.
Penanya
: Oh bapak sering juga pakai online untuk pasarnya? Lewat mana
biasanya pak?
Informan
: iyaa, yah lewat HP aja, yah pake ini aja, lewat rekening gitu bayarnya.
Penanya
: Bapak sendiri yang menjalankan?
Informan
: Istri, istri tahu, kalau saya ngga bisa ehe namanya orang tua yaah
Penanya
: Itu ada website sendiri atau gimana?
Informan
: Kurang tahu tuh
Penanya
: Kalau online berarti banyak yang pesan dari laur pak? Bagaiaman
caranya?
Informan
: Tinggal difoto aja gambarnya, dkirim ke yang pesan. Model Hpnya yang ada
wifinya gitu, yah HP android.
Penanya
: Hampir seluruh warga menggunakan hal yang sama yah pak?
Informan
: Iyaa
Penanya
: Itu menyalahi adat ngga pak?
Informan
: Namanya kebutuhan yah, heheh paling juga ini doang di Baduy luar. Tapi
belum lama sih yang kaya gini, paling dari 2 tahun yang lalu.
Penanya
: Biasanya yang pesan itu dari mana aja pak?
Informan
: Pernah ke Kudus, hmm terus lupa, pokoknya daerah luar.
Penanya
: Kalau tahu laman yang biasa digunakan untuk berjualan itu dimana
yah pak?
Informan
: Hmm kurang tahu sih yah, cuman yang paling kita di foto brangnya terus di
masukan ke Facebook gitu.
Penanya
: Kalau internet yang biasa dipake? Internet apa?
Informan
: Paling paket internet dari kartu aja hehe, kalau yang itu ngga boleh
Penanya
: Oh ya kemarin bukannya dari Telkom mengadakan pelatihan Digital
yah pak?
Informan
: Iya ngadain, iya itu ngdain pelatihan internet.
Penanya
: Tapi untuk kepemilikan TV, listrik itu ngga boleh yah pak?
Informan
: Iya kalau nonton boleh, tapi kalau punya ngga boleh
Penanya
: Katanya sering diadakan operasi/pengecekkan alat-alat yang tidak
diperkenankan untuk dibawa?
Informan
: Iya sering ada, kan kadang-kadang disetiap kampungnya ada Rtnya kan,
kokolat, kalau ngga mampu dari Baduy jero nya yang langsung datang ( untuk
melaksanakan operasi)
Penanya
: Berapa kali diadakan pak?
Informan
: Kadang-kadang setahun sekali, kadang-kadang dua tahun sekali, dulu
langsung masuk ke kamar-kamar. Sekaran udah ngga cuman dikasih
peringatan aja. Dulu itu yang ngga boleh itu dikumpulin, kadang-kadang
dibuang, yang bisa dijual yah dijual.
Penanya
: Biasanya yang kena target operasi itu apa aja yah pak?
Informan
: yah itu paling model HP, wayang golek, apa aja yang ngga boleh. Dulu kan
model itu piring-piring itu, sekrang mah ngga. Dipecaih itu piringnya,
sanksinya peringatan.
Penutup
Penanya
: Itu katanya nanti ada Festival Baduy ?
Informan
: iya katanya mah, tapi ngga tau jadi apa ngga , katanya bakal datengin
penenun 500 penenun.
Penanya
: Wih Bagus itu agendanya pak, untuk lebih mengenalkan Baduy ke
luar?
Informan
: Iyah,
Penanya
: yaudah pak saya mohon pamit izin yah, terima kasih sudah banyak
membantu saya untuk memberikan keterangan terkait masyarakat
Baduy.
Informan
: Iya sama-sama, nanti kalau kesini kabarin saya aja.
Penanya
: Iyah pak, hatur nuhun.
Informan
: Mangga
LAMPIRAN III
Lembar Observasi
1. Analisis Domain
No Domain
1.
Trikon
Kontinyuitas
Hasil Temuan
-
-
-
Konvergensi
-
-
-
Konsetris
-
Menurut pengakuan Jaro Saija (Kepala Desa
Kanekes) masyarakat Baduy luar (Panamping)
yang berlokasi di Kampung Kadeketug, Desa
Kanekes
sudah
mulai
mengenal
dan
menggunakan alat-alat teknologi informasi
seperti Handphone, Laptop dan Telivisi dan
Radio. Sebagai sarana memudahkan komunikasi
antar warga, dan menggali informasi beragama
macam kabar berita, serta memudahkan
keperluan administratif.
Menurut Samin, dahulu penggunaan alat
teknologi seperti piring, garpu, sendok, proselen,
dan semacamnya, tidak diperkenankan untuk
dimiliki dan digunakan oleh masyarakat Badu
Luar karena merupakan barang yang termasuk
dalam kategori alat teknologi modern.
Proses perkembangan budaya yang terjadi pada
masyarakat Baduy Luar, diakui akibat adanya
interaksi yang massif dengan masyarakat luar
Baduy yang memliki perbedaan dalam segi
budaya kebendaan dan nilai
Konvergensi terjadi akibat interaksi yang massif
yang dialami oleh masyarakat Baduy luar dengan
masyarakat luar Baduy, sehingga mempengaruhi
hasrat kebutuhan masyarakat Baduy terhadap
penggunaan alat teknologi modern, yang
sejatinya bertentangan dengan nilai-nilai pikukuh.
Pemanfaatan laptop untuk kemudahan proses
administrasi kantor kepala Desa merupakan salah
satu contoh bahwa Teknologi alat menjamin
kemudahan
masyarakat
Baduy
dalam
pengelolaaln adminstrasi desa.
Pemanfaatan HP oleh sebagain masyarakat Baduy
digunakan untuk keperluan mempromosikan
barang hasil produksi secara mandiri, untuk
dipasarkan di luar.
Adanya Dewan adat yang berfungsi mengatur,
melestarikan nilai-nilai pikukuh, sebagai perantra
-
-
2.
Penggunaan TI
Pendidikan
-
-
Ekonomi
-
Informasi dan
Komunikasi
-
-
yang mengingatkan kepada masyarakat agar tetap
menjaga kearifan lokal masyarakat setempat
melestarikannya.
Ditengah kehadiran alat teknologi informasi
masyarakat Baduy tetap menjalankan prinsip
karuhan. Dengan senatiasa melestarikan upacaraupacara adat yang berlangsung menahun, seprti
adat perkawinan, upcara seba dll.
Kehadiaran teknologi informasi turut membantu
mempromosikan seluruh rangkaian kegiatan adat
yang dijalani oleh masyarakat setempat, serta
turut membantu mempromosikan hasil produksi,
seperti tenun, asesoris, melalui internet
marketing.
Masayrakat Baduy luar mulai mengenal literasi
dan
hurup aksara secara otodidak, berkat
kebiasaan dalam mengrimkian pesan melalui
jejaring sosial, SMS dan lain sebagainnya.
Terdapat pusat pelatihan Broadband Learning
Center,sebagai pusat pelatihan dan kegiatan
masayrakat Baduy Luar dalam menggali
keingintahuan untuk mengenal alat teknologi
informasi.
Handphone dan internet digunakan sebagai media
yang turut membantu membuka jejaring pasar
hasil produksi masyarakat Baduy secara luas,
dengan proses yang sama dialami oleh
masyarakat modern lainnya, yakni mellaui
jejaring sosial, facebook, instagram, untuk
keperluan marketing.
Masayrakat Baduy dikenal sebagai masayrakat
rawayan (Informasial), masayrakat yang gemar
mencari berita. Kehadiran internet berperan serta
dalam memberi kemudahan akses informasi
mengenai beragam macam berita.
Kanekes.desa.id sebagai plafrom yang dikelola
secara mandiri oleh masyarakat Baduy Luar,
untuk memberikan kabar mengenai apa yang
terjadi pada masayrakat Baduy.
2. Observasi Perangkat Alat Teknologi Informasi
No Nama Alat Teknologi
Kegunaan
Handphone
Sebagai sarana komunikasi antar masyarakat
Baduy, untuk mempermudah mobilitas sosial.
Laptop
Digunakan untuk keperluan administrasi desa,
namun tidak diperkenankan untuk dibawa ke
dalam batas tanah hak ulayat.
Komputer
berikut Digunakan untuk keperluan administrasi desa,
namun tidak diperkenankan untuk dibawa ke
perangkat Operasional
dalam batas tanah hak ulayat.
Radio
Untuk keperluan mendapatkan informasi terkini
dari dunia luar dan mendengar beramacam varian
hiburan. Hanya boleh dimanfaatkan diluar hak
ulayat
Internet
Pengguanaan nternet berbasis data, dimanfaatkan
oleh masyarakat Baduy untuk menjalin relasi
dengan masyarakat diluar Baduy untuk keperluan
promosi hasil produksi, seperti kain tenun, batik
khas dan lain sebagainnya
Televisi
TV terdapat diluar dari batas hak ulayat
masyarakat Baduy luar, terletak di Kantor Desa
Kanekes. Mereka memanfaatkan televisi untuk
keperluan menggali informasi dari berbagai
macam sumber berita, dan menonton hiburan.
Hanya diperkenankan ditonton di Kantor Desa.
LAMPIRAN IV
Daftar Gambar
Gambar :
Pusat Pelatihan Internet yang diselnggerakan oleh Telkom untuk Masyarakat Baduy Luar,
dalam rangka meningkatkan taraf melek internet.
Gambar :
Masyarakat Baduy mulai menggunakan alat teknologi untuk kebutuhan ekonomis dan
informasi
Gambar :
Anak-anak Baduy Luar dilatih nginun sedini mungkin, agar mampu terampil dalam
melesatarikan budaya adatnya
Gambar :
Pemuda masyarakat Baduy Luar sedang melaksanakan aktivitasnya, mengirimkan kayukayu untuk dijual ke luar dari Masyarakat Baduy
Gambar :
Suasana di Kantor Sekretaris Kepala Desa,aturan adat memperbolehkan penggunaan alat
teknologi di Kantor karena secara UU penggunaan alat teknologi di dalam Kantor diatur.
Gambar:
Suasana asri di pagi hari di komplek perkampungan Baduy luar
Gambar :
Televisi, radio, dan listrik menjadi alat hiburan bagi masyarakat Baduy dan sumber informasi
Gambar :
Hasil produksi, tenun, dan beragama asesoris khas Baduy yang siap dipasarkan melalui online dan
secara langsung
Gambar :
Penulis sedang melakukan wawancara secara langsung dengan Jaro Saija sebagai informan I
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK
NOMOR: 65 TAHUN 2001 SERI C
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK
NOMOR 32 TAHUN 2001
TENTANG
PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LEBAK,
Menimbang:
a.
bahwa Masyarakat Baduy. sebagai masyarakat adat yang terikat oleh
tatanan hukum adatnya sebagai warga bersarna suatu persekutuan
hukum yang mengakui dan menerapkan ketentuan persekutuan
hukumnya dalam kehidupan sehari-hari. memiliki wilayah yang
bersifat ulayat serta memiliki hubungan dengan wilayahnya tersebut;
b.
bahwa Masyarakat Baduy dalam melakukan hubungan dengan
wilayahnya diatur dan dibatasi pada wilayah ulayatnya, sehingga perlu
dilindungi;
c.
bahwa untuk melakkukan perlindungan atas hak ulayat Masyarakat
Baduy perlu ditetapkan dan diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Lebak.
1
Mengingat:
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pkokpokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2043);
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3699);
3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839);
4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi
Banten (lembaran Negara Nomor 182, Tambahan Lembaran negara
Nomor 4010);
5. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak Nomor 6 Tahun
1986 tentang Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang
Melakukan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah yang
Memuat Ketentuan Pidana (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah
Tingkat II Lebak Nomor 3 tahun 1986 Seri E);
6. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak Nomor 13 Tahun
1990
tentang
Pembinaan
dan
Pengembangan
Lembaga
Adat
Masyarakat Baduy di Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak (Lembaran
Daerah Kabupaten Lebak Tahun 1991 Nomor 1 Seri D);
7. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 4 Tahun 2000 tentang Tata
Cara dan Teknik Penyusunan Peraturan Daerah dan Penerbitan
Lembaran Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2000
Nomor 4 Seri D);
8. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 30 Tahun 2001 tentang
Rencana Strategis Kabupaten Lebak Tahun 200-2005 (Lembaran
Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2001 Nomor 63 Seri D);
9. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 31 Tahun 2001 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah
2
Kabupaten Lebak Tahun 2001 Nomor 64 Seri C);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LEBAK
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN
DAERAH
KABUPATEN
LEBAK
TENTANG
PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lebak;
2. Bupati adalah Bupati Lebak;
3. Perlindungan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
dan masyarakat dalam melindungi tatanan masyarakat Baduy dari upaya-upaya yang
mengganggu/merusak yang berasal dari luar masyarakat Baduy;
4. Hak Ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat
hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para
warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam
wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan
secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum
adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan;
5. Tanah Ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu
masyarakat hukum adat tertentu;
6. Masyarakat Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Kanekes
Kedamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak yang mempunyai ciri kebudayaan dan adat
istiadat yang berbeda dengan masyarakat umum;
3
7. Penggunaan Lahan adalah setiap upaya yang dilakukan baik oleh perorangan maupun
oleh kelompok orang tertentu/badan yang berkaitan dengan pengusahaan lahan bagi
peruntukkan pertanian, perkebunan, dan pemanfaatan hasil alam lainnya;
8. Masyarakat Luar Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di luar di Desa
Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak;
9. PPNS adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Lingkungan Pemerintah Kabupaten
Lebak yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
B A B II
HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY
Bagian Pertama
Penetapan Wilayah Hak Ulayat
Pasal 2
Hak Ulayat Masyarakat Baduy dibatasi terhadap tanah-tanah di wilayah Desa Kanekes
Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak yang diukur sesuai dengan peta rekonstruksi dan
dituangkan dalam Berita Acara sebagai landasan penetapan Keputusan Bupati.
Pasal 3
Wilayah Hak Ulayat Masyarakat Baduy dituangkan dalam peta dasar pendaftaran tanah
dengan mencantumkan suatu tanda kartografi yang sesuai.
Pasal 4
Segala peruntukkan lahan terhadap hak ulayat Masyarakat Baduy diserahkan sepenuhnya
kepada Masyarakat Baduy.
Bagian Kedua
Pengecualian Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Baduy
Pasal 5
Hak Ulayat Masyarakat Baduy tidak meliputi bidang-bidang tanah yang:
a. sudah dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum dengan sesuatu hak atas tanah
menurut Undang-undang Pokok Agraria;
4
b. merupakan bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh atau dibebaskan oleh instansi
Pemerintah, badan hukum atau perseorangan sesuai dengan ketentuan dan tata cara yang
berlaku.
B A B III
BATAS-BATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY
Bagian Pertama
Batas Desa
Pasal 6
Desa Kanekes sebagai wilayah pemukiman Masyarakat Baduy memiliki batas-batas Desa
sebagai berikut:
a. Utara:
1. Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwidamar.
2. Desa Cisimeut Kecamatan Leuwidamar.
3. Desa Nyagati Kecamatan Leuwidamar.
b. Barat:
1. Desa Parakanbeusi Kecamatan Bojongmanik.
2. Desa Keboncau Kecamatan Bojongmanik.
3. Desa Karangnunggal Kecamatan Bojongmanik.
c. Selatan
1. Cikate Kecamatan Cijaku
d. Timur:
1. Karangcombong Kecamatan Muncang.
2. Desa Cilebang Kecamatan Muncang.
Bagian Kedua
Batas Alam
Pasal 7
Wilayah Masyarakat Baduy yang berlokasi di Desa Kanekes memiliki batas-batas alam
sebagai berikut:
a. Utara: Kali Ciujung;
5
b. Selatan: Kali Cidikit;
c. Barat: Kali Cibarani;
d. Timur: Kali Cisimeut.
Pasal 8
Batas-batas yang lebih detail tentang keberadaan Hak Ulayat Masyarakat Baduy yang diukur
berdasarkan hasil pengukuran dan pematokan oleh Dinas/Instansi terkait ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
B A B IV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 9
(1) Setiap Masyarakat Luar Baduy yang melakukan kegiatan mengganggu, merusak dan
menggunakan lahan hak ulayat Masyarakat Baduy diancam pidana kurungan paling lama
6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,- (lima juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB V
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 10
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebgai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
sebagaimana dimaksud Pasal 8.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana tersebut agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap
dan jelas.
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana
tersebut.
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan
dengan tindak pidana tersebut.
6
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana tersebut.
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan
dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti
tersebut.
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana tersebut.
g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e.
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana tersebut.
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
j. menghentikan penyidikan.
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
tersebut menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan
dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
B A B VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 11
Dalam rangka menghindari perselisihan dan kesimpangsiuran hak ulayat Masyarakat Baduy
dari kepentingan perorangan serta sebagai wujud pengakuan hak Masyarakat Hukum Adat,
maka upaya pensertifikasian wilayah Baduy tidak diperkenankan.
Pasal 12
Keputusan Bupati tentang batas-batras detail wilayah hak ulayat Masyarakat Baduy harus
sudah ditetapkan selambat-lambatnya satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini.
7
B A B VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lebak.
Disahkan di Rangkasbitung
pada tanggal 13 Agustus 2001
BUPATI LEBAK,
ttd.
H. MOCH. YAS’A MULYADI
Diundangkan di Rangkasbitung
pada tanggal
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LEBAK,
ttd.
Drs. H. NARASOMA
Pembina Utama Muda
NIP. 480 066 774
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK TAHUN 2001 NOMOR 65 SERI C.
8
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK
NOMOR 32 TAHUN 2001
TENTANG
PERLINDUNGAN ATAS HAK ULAYAT MASYARAKAT BADUY
I.
PENJELASAN UMUM
1.
Gambaran Umum Masyarakat Baduy
Masyarakat Baduy bertempat tinggal di Wilayah Desa Kanekes Kecamatan
Leuwidamar Kabupaten Lebak yang dijadikan Desa Deginitif dengan Surat
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor: 140/Kep. 526Pemdes/1986 Tanggal 10 April 1986 dengan luas 5.101 Ha dan jumlah penduduk
sebanyak 7181 jiwa dengan 1.997 kepala keluarga.
Masyarakat Baduy terdiri atas 2 (dua) kelompok, yaitu:
Masyarakat Baduy Dalam yang mendiami kampung Cikeusik, Cikertawang
dan Cibeo.
Masyarakat Baduy Luar yang mendiami kampung-kampung:
1. Kampung Keduketug;
2. Kampung Cipondok;
3. Kampung Babakan Kaduketug;
4. Kampung Kadukaso;
5. Kampung Cihulu;
6. Kampung Balingbing;
7. Kampung Marengo;
9
8. Kampung Gajeboh;
9. Kampung Leuwibeleud;
10. Kampung Cipaler;
11. Kampung Cipaler Pasir;
12. Kampung Cicakal Girang;
13. Kampung Babakan Cikakal Girang;
14. Kampung Cipiil;
15. Kampung Cilingsuh;
16. Kampung Cisagu;
17. Kampung Cijanar;
18. Kampung Ciranji;
19. Kampung Babakan Eurih;
20. Kampung Cisagulandeuh;
21. Kampung Cijengkol;
22. Kampung Cikadu;
23. Kampung Cijangkar;
24. Kampung Cinangsi;
25. Kampung Batubeulah;
26. Kampung Bojong Paok;
27. Kampung Cangkudu;
28. Kampung Cisadane;
29. kampung Cibagelut;
30. Kampung Cibogo;
31. Kampung Pamoean;
32. Kampung Cisaban;
33. Kampung Babakan Cisaban;
34. Kampung Leuwihandam;
35. kampung Kaneungay;
36. Kampung Kadukohak;
37. Kampung Ciracakondang;
38. Kampung Panyerangan;
39. Kampung Batara;
40. Kampung Binglugemok;
41. Kampung Sorokokod;
10
42. Kampung Ciwaringin;
43. kampung Kaduketer;
44. Kampung Babakan Kaduketer;
45. Kampung Cibongkok;
46. Kampung Cikopeng;
47. Kampung Cicatang;
48. Kampung Cigula;
49. Kampung Karahkal;
50. Kampung Kadugede;
51. Kampung Kadujangkung.
2.
Eksistensi Pertanahan Masyarakat Baduy
Tempat hidup dan mencari penghidupan Masyarakat Baduy tersebut yang
termasuk dalam lingkup Hak Ulayat Baduy.
Terhadap masalah yang menyangkut tanah, Masyarakat Baduy tidak mengaku
tanah sebagai hak milik pribadi, mereka mendapat titipan tugas “ngasuh ratu,
ngajaga menak” sehingga mereka tetap setiap kepada yang berkuasa dan
dibuktikan dengan adanya acara “Seba” kepada Bupati dan Residen pada setiap
tahun setelah selesai upacara “Ngalaksa”.
Upaya memberikan perlindungan terhadap tanah-tanah Masyarakat Baduy sudah
dilakukan jauh sebelum diundangkannya Peraturan Daerah ini yang dirintis sejak
Tahun 1986 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Jawa Barat Nomor: 203/B.V/Pem/SK/1968 Tanggal 19 Agustus 1968
tentang Penetapan Status Hutan “Larangan” Desa Kanekes Daerah Baduy
sebagai “Hutan Lindung Mutlak” dalam Kawasan Hak Ulayat Adat Propinsi
Jawa Barat.
Berbagai kesulitan telah dihadapi dalam merumuskan pemberian perlindungan
Hak Ulayat Masyarakat Baduy, hal ini berkaitan dengan hakikat hukum adat
yang hanya diakui dalam bentuk tak tertulis oleh persekutuan hukum yang
didasarkan pada kesamaan tempat tinggal (teritorial) dan keturunan (genealogis).
11
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Tanggal 24 Juni 1999 tentang
Pendoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat beberapa
kendala yang dihadapi akhirnya dapat terselesaikan.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Pencantuman tanah ulayat dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan
membubuhkan suatu tanda kartografi harus pula menggambarkan batasbatasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah.
Pasal 4
Penyerahan sepenuhnya atas Hak Ulayat kepada Masyarakat Baduy dilakukan
dalam upaya menjaga hakikat persekutuan hukum adat sebagai persekutuan
hukum yang komunal.
Pasal 5
Pengecualian ini berpedoman pada Pasal 3 Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999.
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
12
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan perbuatan mengganggu, merusak dan menggunakan
lahan adalah tindakan-tindakan yang dianggap tabu/larangan oleh masyarakat
Baduy seperti menggembalakan hewan/ternak berkaki empat kecuali anjing
dan kucing, meracuni sungai untuk menangkap ikan, mengeksploitasi tanah
ulayat masyarakat Baduy seperti melakukan penggalian pasir dan batu serta
mengambil daun aren di tanah ulayat masyarakat Baduy di tanah ulayat
masyarakat Baduy adalah termasuk dalam kategori pelanggaran terhadap
ketentuan pidana pasal ini.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4.
13
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
BIOGRAFI PENULIS
Anam, begitu kiranya sapaan yang
melekat pada seorang yang bernama lengkap
Khairil Anam ini, pria yang mengaku lahir di
suatu kampung nan begitu asri, ditengah
hiruk pikuk bangunan Industri yang semakin
hari semakin menjalar di setiap sudut
Kabupaten Tangerang. Nama Khairil
Anam, inisial K diletakkan didepan barisan
nama panjangnya ini, menandakan lahir pada
pada hari Kamis, tertanggal 23 Maret 1994,
begitu kenang Orang tuanya H.Asnali dan
Hj.Jamsah yang kala itu masih mempercaya i
adanya keberuntungan jikalau menggunaka n
inisial huruf pada hari dimana anaknya terlahir. Hal serupa juga dialami oleh tujuh Kaka dan
adiknya. Anam pada umurnya yang ke 6 tahun, gemar memulai untuk belajar banyak hal di
Sekolah SDN Jengkol III, dengan kelas tambahan pelajaran Agama ia dapatkan di Madrasah
TPA Al-Makhrus bahkan sesekali mondok salafi di sebuah Pesantren dekat dengan
Kampungnya. Melihat kegigihannya, Anam ketika beranjak dewasa di umur 12 tahun,
diberangkatkan untuk pergi mondok oleh orang tuanya di Pondok Pesantren Modern Daar elQolam, Gintung Jayanti, Tangerang. Pondok yang begitu banyak memberikan andil bagi
penguatan aspek psikomotirk, afektif dan kognitif. Penguatan keterampilan bercakap
menggunakan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris ia tekuni di setiap hari dan malam melalui
rangkaian agenda formal dan nonformal seperti Muhadhrah yang dilaksankan pada malam hari
di Pesantren, hingga akhirnya menghantrakan dirinya untuk menjadi bagian dari anggota
Kepengurusn Bagian Bahasa Pondok Pesantren Daar-el Qolam II dibawah Struktur Ikatan
Santri Madrasah Mualimin Al-Islamiyah (ISMI).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, merupakan tempat berlabuh selanjutnya dalam upaya
pengabdian diri untuk menimba ilmu. Pengalaman berorganisasi kala di Pesantren, ia pertajam
dengan mengikuti kembali organisasi-organisasi kemahasiswaan baik intra maupun ekstra
kampus, diantaranya : Divisi Luar Negeri HMJ IPS 2012-2013, Divisi Ekonomi Dema UIN
Syarif Hidayatullah 2015, Ketua Umum KAMMI UIN Syarif Hidayatullah (2015-2016), Ketua
KAMMI Daerah Tangerang Selatan (2016-2017). Tercatat juga, bahwa ia aktif di beragam
gerakan sosial dan politik yang sampai hari ini ditekuni, diantarnya: Komisoner Turun Tangan
Banten, Pembina Untuk Negeri, Steering Comitte Banten Mengajar, Gerakan Politik Untuk
Banten, tripforcare, dsb, juga terlibat sebagai pengurus Yayasan Sosial, seperti Muda Visi
Mandiri (MVM) Foundation, Manager Programme Akademi Filantropi dibawah Yayasan
Filantropi, hal tersebut ia jalani sebagai sebuah proses pematangan diri, dan yang
menghantarkan dirinya dipercayai untuk menjadi narasumber di berbagai kegiatan seminar dan
diskusi publik, pernah menjadi narasumber di program Channel In TV dengan tema Bakti
Untuk Negeri. Baginya sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain, hal
itu yang membuat ia terus bergerak, terlibat aktif dalam setiap proses dinamika yang terjadi
pada Negeri ini.
Hanya dua pilihan untuk pemuda saat ini, menuntut perubahan atau
melakukan perubahan.
Download