Mewujudkan Persetujuan Bebas Tanpa Paksaan, Didahulukan dan Diinformasikan (FPIC) – Ringkasan Eksekutif Hak untuk menentukan nasib sendiri adalah hak inheren penduduk asli dan termasuk hak untuk bebas menentukan perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya mereka. Penduduk asli juga berhak untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan mereka, serta berhak atas tanah, wilayah, dan sumber daya mereka. Keharusan untuk mendapat persetujuan bebas tanpa paksaan, didahulukan dan diinformasikan dari mereka sebelum dimulainya setiap proyek ekstraksi sumber daya yang merambah, atau berdampak, pada wilayah mereka, berasal langsung dari hak-hak untuk menentukan nasib sendiri tersebut. Hal ini ditegaskan dalam sejumlah instrumen internasional dan diakui oleh aturan hak asasi manusia yang berasal dari semua perjanjian Hak Asasi Manusia Internasional yang utama. Tanggung jawab perusahaan untuk memperoleh FPIC penduduk asli didasarkan pada kewajibannya untuk menghormati hak-hak adat maupun kebutuhan untuk mengurangi risiko investasi perusahaan yang ditimbulkan oleh gangguan proyek. Dimasukkannya persyaratan FPIC dalam Standar Kinerja Perusahaan Keuangan Internasional (IFC) Bank Dunia 2012, dan oleh perluasan Bank-bank Penganut Sistem Ekuator, juga penggabungan persyaratan ini ke dalam kebijakan sejumlah perusahaan pertambangan yang terus bertambah, terutama para anggota ICMM, menjadi titik puncak indikatif yang telah dicapai dalam hal penerimaan FPIC sebagai standar yang harus dipatuhi semua pelaku perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab mereka untuk menghormati hak-hak asasi para penduduk asli. Sementara industri pertambangan mengambil beberapa langkah terkait penerapan persyaratan FPIC penduduk asli, pemahaman perusahaan yang terbatas tentang konsep tersebut, bersamaan dengan persoalan serius yang diturunkan dari masa ke masa, dan dampak yang berlangsung pada penduduk asli, telah menandakan industri pertambangan sedang berusaha menemukan cara memenuhi kewajiban untuk menghormati hak-hak penduduk asli dan memperoleh FPIC dalam prakteknya. Hal ini diperparah oleh fakta bahwa penduduk asli tetap bersikap sangat skeptis dengan ketulusan niat pihak industri dan kapasitasnya untuk menghormati hak-hak mereka secara riil. Mereka terutama menyoroti bahwa para pelaku industri selain para penduduk asli sedang berusaha mendefinisikan konsep FPIC dan mengatur pelaksanaannya, dengan demikian memisahkannya dari hak mereka untuk menentukan nasib sendiri dan merusak hak-hak yang tujuan utamanya adalah untuk menjaga. Bagian dari Deklarasi PBB mengenai Hak-hak Penduduk Asli (Deklarasi PBB), dan perhatian yang makin besar yang diberikan oleh lembaga-lembaga internasional pada hubungan yang sering bermasalah yang dialami oleh industri-industri ekstraktif dengan para penduduk asli, menunjukkan perlunya perubahan mendasar pada mode keterlibatan industri dengan penduduk asli ini. Keterlibatan berdasarkan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Deklarasi PBB menawarkan interaksi berbasis hak-hak, yang lebih menghormati, dan menyediakan kesempatan yang unik bagi industri untuk mengatasi masalah yang berlangsung secara turun menurun. Seriusnya dampak di masa lalu, keluhankeluhan yang terus muncul, dan skala ekstraksi masa depan yang direncanakan di wilayah adat, tidak memberi ruang untuk berpuas diri. Sebaliknya, hal ini menggambarkan kebutuhan mendesak akan komitmen perusahaan untuk memastikan bahwa hak-hak para penduduk asli yang diakui secara internasional dihormati. Penerapan prinsip FPIC secara konsisten oleh banyak perusahaan dan lembaga keuangan merupakan kerangka pedoman untuk meningkatkan interaksi berbasis hak akan mengurangi konflik, memastikan kekerasan dihindari, dan pada akhirnya menjamin lingkungan yang lebih lestari dan damai baik bagi perusahaan maupun masyarakat. Laporan ini bertujuan untuk menetapkan dasar pembicaraan antara industri dan para penduduk asli berkaitan dengan pelaksanaan FPIC. Premis dasarnya adalah perusahaan-perusahaan memiliki kewajiban hukum dan moral untuk mematuhi standar-standar internasional yang berwenang yang memerintahkan agar menghormati hak-hak para penduduk asli, terlepas dari kesepakatan dengan Negara mengenai kewajiban-kewajiban HAM mereka. Dengan mengingat prinsip pedoman ini, laporan dibagi menjadi tujuh bagian yang saling berkaitan. Bagian pertama laporan menguraikan petunjuk yang ada yang telah diberikan peraturan hak asasi manusia kepada Negara dan perusahaanperusahaan berkaitan dengan pelaksanaan FPIC sebagai perlindungan esensial untuk mengamankan hak-hak para penduduk asli. FPIC harus dipahami sebagai turunan penting hak-hak para penduduk asli untuk menentukan nasib sendiri, menguasai tanah dan sumber daya mereka, dan perlindungan budaya, tradisi serta pilihan mata pencaharian utama mereka. Implikasinya adalah bahwa para penduduk asli yang harus menjadi pihak yang mendefinisikan makna FPIC dan bagaimana cara pelaksanaannya dalam konteks khusus mereka. Bagian kedua dan ketiga laporan bertujuan memberi wawasan terhadap perspektif para penduduk asli mengenai FPIC. Laporan tersebut dibuat berdasarkan wawancara dengan para penduduk asli di berbagai daerah di seluruh penjuru dunia dan menyediakan sintesis perspektif dan sudut pandang para penduduk asli, yang dikategorikan menurut isu-isu tematik utama yang diangkat oleh mereka. Pengalaman nyata para penduduk asli di Kanada, Kolombia, dan Filipina dalam upaya menegaskan konsepsi berbasis hak mereka mengenai FPIC dipakai sebagai bukti pendekatan praktis yang digunakan para penduduk asli untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi ketika melindungi hakhak mereka. Keseluruhan pesan yang muncul adalah bahwa FPIC merupakan perlindungan mendasar atas hak-hak adat, baik pada tingkat konseptual maupun pelaksanaan, dan tidak akan terpisahkan dari hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Bagian keempat dari laporan tersebut diperoleh dari wawancara dengan empat perusahaan pertambangan terbesar di dunia dan ICMM, memberikan pandangan sekilas mengenai perspektif mereka tentang FPIC, yang dikategorikan berdasarkan tema-tema utama yang muncul dalam diskusi. Bagian kelima melengkapinya dengan beberapa studi kasus dari Australia, Kanada, Filipina, dan Panama mengenai keterlibatan perusahaan dengan FPIC. Studi kasus menyesuaikan berbagai kepentingan dan perspektif yang mengemuka dalam wawancara dan dikembangkan sejalan dengan perusahaan-perusahaan yang diwawancarai dan masyarakat yang terkena dampak. Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa kemajuan awal telah dibuat oleh beberapa perusahaan pertambangan seputar pencapaian kesepakatan FPIC dengan para penduduk asli – faktanya lalu tercermin dalam kutipan pernyataan sikap ICMM tahun 2013 (yang akan berlaku secara efektif mulai Mei 2015) yang mengharuskan para anggotanya "berusaha memperoleh persetujuan Para Penduduk Asli". Namun, penelitian juga menambahkan informasi tentang banyaknya tantangan dan keterbatasan dalam praktek perusahaan yang ada dan pemahaman tentang persyaratan FPIC. Karenanya, penelitian tersebut memberi dasar yang kuat untuk melakukan dialog yang bertujuan untuk mengembangkan pemahaman bersama mengenai konsep para penduduk asli tentang FPIC. Bagian keenam laporan membahas tentang pentingnya IFC, Bank-bank Penganut Sistem Ekuator dan penggabungan lembaga keuangan internasional lainnya tentang persyaratan FPIC ke dalam kebijakankebijakan perlindungan mereka terhadap para penduduk asli. Perkembangan ini menyiratkan suatu komitmen untuk memastikan bahwa semua proyek yang didanai mereka berjalan dengan menghormati hak-hak para penduduk asli. Menerjemahkan komitmen ini menjadi praktek menggambarkan usaha yang besar, tetapi perlu, yang dilakukan oleh sektor keuangan jika ingin menghindari potensi keterlibatan dalam penerapan hak-hak yang menolak proyek dengan membenarkan dan memudahkan pelaksanaannya. Persyaratan FPIC berpotensi memainkan peran transformatif dalam keterlibatan klien dengan para penduduk asli, dan dengan ekstensi hubungan yang dimiliki penduduk dengan para pelaku industri keuangan yang mendanai keterlibatan tersebut. Namun, keharusan pelaksanaan FPIC yang bermakna dan efektif melampaui jenis pendekatan yang hanya sekedar memenuhi standar audit terhadap penanganan keluhan klien dengan pengamanan. Hal ini memerlukan pemahaman spesifik konteks tentang sejauh mana pemerintahan tertentu dan setiap proses pengambilan keputusan yang berdampak pada para penduduk asli telah dihormati. Karenanya, hal ini meningkatkan berbagai tantangan operasional yang belum sepenuhnya dipahami dan ditanggapi secara efektif oleh banyak lembaga keuangan. Bagian ketujuh laporan menunjukkan sejumlah persoalan inti mengenai perbedaan pendapat dan perspektif antara penduduk asli dan perusahaan, atau ketika kebingungan, ambiguitas yang dirasakan, dan kurangnya kejelasan yang menghambat kesepakatan. Masalah yang muncul, antara lain: dasar persyaratan FPIC; kapan FPIC diharuskan; tanggung jawab perusahaan ketika Negara tidak mengharuskan persetujuan masyarakat adat; siapa yang mendefinisikan FPIC; bagaimana menentukan siapa yang menjadi perwakilan masyarakat; peran yang harus dijalankan perusahaan dalam pengembangan kapasitas; penjelasan mengenai model pembagian keuntungan yang memenuhi syarat; bagaimana kajian dampak harus dilakuakn; dan potensi transisi dari standar sukarela ke komitmen yang dilaksanakan dan dipantau secara efektif. Melanjutkan bagian-bagian laporan sebelumnya, bagian ini menampilkan konteks untuk diskusi seputar persoalan tersebut. Penelitian ini membuktikan bahwa dialog yang berkaitan dengan persoalan tersebut akan membantu penjelasan kewajiban perusahaan atas hak asasi manusia yang berasal dari kerangka normatif hak-hak penduduk asli sehingga memudahkan pergeseran industri menuju konsepsi FPIC berbasis hak. Laporan ini disimpulkan dengan seperangkat prinsip panduan umum dan rekomendasi kepada perusahaan-perusahaan pertambangan, para penduduk asli, Negara, sektor keuangan, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas internasional. Rekomendasi bertujuan memberi panduan prinsip terkait dengan peran yang harus dijalankan perusahaan dan para pejabat Negara dalam pelaksanaan FPIC yang merdeka oleh para penduduk asli. Dasar panduan ini adalah posisi bahwa hukum kontemporer hak asasi manusia internasional dan norma-norma internasional lainnya merupakan kerangka kewajiban yang menetapkan standar minimum yang dapat diterima bagi perilaku semua pelaku, termasuk Negara dan perusahaan, dalam konteks proyek di wilayah adat. Deklarasi PBB adalah ungkapan hak para penduduk asli yang paling jelas dan merangkum kewajiban internasional dari semua pelaku yang bisa berdampak pada hak-hak tersebut. Pengakuan atas hak-hak ditegaskan di dalamnya, dan tanggung jawab serta tugas yang bersumber dari semua itu, memberikan dasar munculnya kerangka aksi perusahaan di wilayah adat, yang pelaksanaannya dilakukan sejak dini. Selanjutnya, kemajuan yang cepat kea rah penerimaan dan pelaksanaan kerangka kerja ini diperlukan bagi perlindungan hak-hak para penduduk asli dan realisasi lingkungan yang stabil di mana negosiasi, yang berpotensi mengakibatkan amannya investasi, dapat terjadi. Lingkungan demekian pada akhirnya akan menguntungkan semua pihak.