7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pemasaran Kotler dan Amstrong (2007) menyatakan bahwa pemasaran merupakan proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran memperhatikan hubungan timbal balik yang dinamis antara produk dan jasa perusahaan. Adapun tujuan pemasaran adalah mengenal dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya. Idealnya pemasaran menyebabkan pelanggan siap membeli sehingga yang tinggal hanyalah bagaimana membuat produknya tersedia. Ada hubungan erat antara mutu suatu produk dengan kepuasan pelanggan serta keuntungan industri. Mutu yang lebih tinggi menghasilkan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi, sekaligus mendukung harga yang lebih tinggi dan sering juga biaya lebih rendah (Kotler dan Amstrong, 2007). Menurut Kotler dan Amstrong (2007) salah satu unsur dalam strategi pemasaran terpadu adalah bauran pemasaran, yang merupakan strategi yang dijalankan perusahaan, yang berkaitan dengan penentuan begaimana perusahaan menyajikan penawaran produk pada satu segmen pasar tertentu yang merupakan sasaran pasarannya. Bauran pemasaran merupakan kombinasi variabel atau kegiatan inti dari sistem pemasaran, variabel mana yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dalam pasar sasarannya. Variabel atau kegiatan tersebut perlu dikombinasikan dan dikoordinasikan oleh perusahaan seefektif mungkin, dalam melakukan kegiatan pemasarannya. Dengan demikian perusahaan tidak hanya sekedar memiliki kombinasi kegiatan yang terbaik saja, akan tetapi dapat mengkoordinasikan berbagai variabel bauran pemasaran tersebut, untuk melaksanakan program pemasaran secara efektif. Payne (2000) dalam bukunya yang berjudul “The Essence of Service Marketing” menyebutkan ada tujuh elemen bauran pemasaran untuk jasa. Ketujuh elemen tersebut yaitu produk, tempat, harga, orang, proses, pelayanan dan bukti fisik. 8 2.2. Pemasaran Jasa Pemasaran jasa berbeda dengan pemasaran produk karena secara kasat mata tidak dapat dilihat dan menimbulkan berbagai permasalahan dalam mengembangkan strategi pemasaran (Lupiyoadi, 2001). Menurut Kotler dan Amstrong (2007), jasa merupakan aktivitas maupun manfaat apapun yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tanpa wujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Jasa tidak menghasilkan kepemilikan apapun seperti produk, karena jasa sifatnya adalah sifatnya tidak terlihat, tetapi berupa pemberian bantuan dalam pemuasan kebutuhan dan atau keinginan pelanggan dengan atau tanpa imbalan tertentu sebagai timbal baliknya. Jasa menurut Lovelock dan Wright (2005) adalah: a) Jasa adalah tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya. Walaupun prosesnya mungkin terkait dengan produk fisik, kinerjanya pada dasarnya tidak nyata dan tidak menghasilkan kepemilikan atas faktor-faktor produksi. b) Jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberi manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan yang mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut. Sedangkan manfaat yang dimaksud adalah keuntungan atau laba yang diperoleh pelanggan dari kinerja jasa atau barang fisik. Rangkuti (2003) menyatakan bahwa sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu mengelola ketiga aspek berikut: 1) Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan. 2) Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut. 3) Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan. Seringkali dikatakan bahwa jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari barang atau produk–produk manufaktur. Empat 9 karakteristik yang paling sering dijumpai dalam jasa dan pembeda dari barang pada umumnya adalah (Payne, 2000): 1) Tidak berwujud Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud, berarti jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, dicicipi atau disentuh seperti yang dapat dirasakan dari suatu barang. 2) Heteregonitas Jasa merupakan variabel non–standar dan sangat bervariasi. Artinya, karena jasa itu berupa suatu unjuk kerja, maka tidak ada hasil jasa yang sama walaupun dikerjakan oleh satu orang. Hal ini dikarenakan oleh interaksi manusia (karyawan dan konsumen) dengan segala perbedaan harapan dan persepsi yang menyertai interaksi tersebut. 3) Tidak dapat dipisahkan Jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut. Berarti, konsumen harus berada di tempat jasa yang dimintanya, sehingga konsumen melihat dan bahkan ikut ambil bagian dalam proses produksi tersebut. 4) Tidak tahan lama Jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau dikembalikan kepada produsen jasa dimana ia membeli jasa. 2.3. Kualitas Jasa Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan suatu yang harus dikerjakan dengan baik. Aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin pasar ataupun strategi untuk terus tumbuh (Kotler dan Amstrong, 2000). Kriteria dalam dimensi kualitas jasa (Lovelock dalam Rangkuti, 2003) terdiri dari: 10 1) Reliability (keandalan) Keandalan mempunyai arti sebagai kemampuan perusahaan memberikan jasa secara akurat sesuai yang dijanjikan. 2) Responsiveness (cepat tanggap) Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen menyediakan jasa dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. 3) Assurance (jaminan) Jaminan yang diartikan sebagai pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk melayani dengan rasa percaya diri. 4) Empathy (empati) Empati diartikan sebagai karyawan harus memberikan perhatian secara individu kepada konsumen dan mengerti kebutuhan konsumen. 5) Tangible (kasat mata) Kasat mata merupakan penampilan perhatian fisik, peralatan, personel dan alat-alat komunikasi. Parasuraman, et al. dalam Supranto (2001) membentuk model kualitas jasa yang menyertai syarat-syarat utama untuk memberikan kualitas jasa yang diharapkan. Adapun model di bawah ini mengidentifikasi lima kesenjangan yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu: 1) Kesenjangan tingkat kepentingan konsumen dengan persepsi manajemen. Pada pernyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana produk atau jasa seharusnya didesain dan jasa-jasa pendukung apa saja yang diinginkan oleh konsumen. 2) Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan konsumen dan spesifikasi mutu jasa. Kadangkala manajemen mampu mengetahui secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggannya, namun tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu tidak adanya 11 komitmen total manajemen terhadap mutu jasa, kurangnya sumber daya atas karena adanya kelebihan permintaan. 3) Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya karyawan kurang terlatih, beban kerja yang melampaui batas, ketidakmampuan memenuhi standar kinerja atau bahkan ketidakmauan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. 4) Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal. Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Risiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah apabila janji yang dibuatnya ternyata tidak dapat dipenuhi, sehingga menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap mutu jasa perusahaan 5) Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara berbeda, atau apabila pelanggan keliru mempersepsikan mutu jasa tersebut. Kesenjangan yang terjadi pada jasa diatas dapat dilihat pada Gambar 4. KONSUMEN Komunikasi dari mulut ke mulut Kebutuhan personil Pengalaman yang lalu Jasa Jasa PEMASAR Penyampaian jasa Komunikasi eksternal penjabaran Jasa Gambar 4. Model kesenjangan kualitas jasa (Parasuraman, et al. dalam Supranto, 2001) 12 2.4. Persepsi Pelanggan Persepsi merupakan suatu proses memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus lingkungan melalui panca indera. Meskipun demikian, makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pelanggan adalah harga, citra, tahap pelayanan dan momen pelayanan. Persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap: tingkat kepentingan pelanggan, kepuasan pelanggan dan nilai pelanggan (Rangkuti, 2003). 2.4.1. Tingkat kepentingan pelanggan Tingkat kepentingan pelanggan didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk jasa yang akan dijadikannya standar acuan dalam menilai kinerja produk jasa tersebut (Rangkuti, 2003). Menurut Lovelock dan Wright (2005), menyatakan bahwa ada dua tingkat kepentingan pelanggan, yaitu: 1) Adequate service adalah tingkat kinerja jasa minimal yang akan diterima pelanggan tanpa merasa tidak puas. 2) Desire service adalah tingkat kualitas jasa yang diidam-idamkan, yang diyakini pelanggan dapat dan seharusnya diberikan. Diantara adequate service dengan desire service terdapat zone of tolerance, yaitu rentang dimana variasi pelayanan yang masih dapat diterima oleh pelanggan (Lovelock dan Wright, 2005). Zone of tolerance digambarkan pada Gambar 5 sebagai berikut : Desire Service Zone of tolerance Adequate Service Gambar 5. Zona Toleransi (Lovelock dan Wright, 2005) 13 2.4.2. Tingkat kepuasan pelanggan Menurut Marknesis (2009), hingga saat ini definisi kepuasan pelanggan masih banyak diperdebatkan. Contohnya dalam hal perspektif definisi, setidaknya ada dua tipe yang dominan. Disatu pihak, kepuasan pelanggan dipandang sebagai outcome atau hasil yang didapatkan dari pengalaman konsumsi barang atau jasa spesifik. Giese dan Cote dalam Marknesis (2009), menyatakan bahwa perspektif ini tampak pada sejumlah definisi, diantaranya: 1) Situasi kognitif yang merasa dihargai setara atau tidak setara dengan pengorbanan yang telah dilakukannya. 2) Respon emosional terhadap pengalaman berkaitan dengan produk atau jasa tertentu yang dibeli, gerai ritel, atau pola perilaku berbelanja dan perilaku pembeli, serta pasar secara keseluruhan. 3) Kondisi psikologis yang dialami konsumen manakala emosi seputar ekspektasinya yang tidak terkonfirmasi berpadu dengan perasaannya sebelum mengkonsumsi barang atau jasa yang dibeli. Di lain pihak, kepuasan pelanggan juga kerapkali dipandang sebagai proses. Hal ini tercermin pada beberapa definisi seperti: 1) Proses evaluasi untuk memastikan bahwa pengalaman konsumsi setidaknya sebagus apa yang seharusnya didapatkan. 2) Evaluasi bahwa alternatif yang dipilih konsisten dengan keyakinan awal terhadap alternatif bersangkutan. 3) Respon konsumen pada evaluasi persepsi terhadap perbedaan antara ekspektasi awal (atau standar kinerja tertentu) dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah konsumsi produk. Menurut Oliver dalam Marknesis (2009), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa yang didapatkan seseorang dari membandingkan antara kinerja (atau hasil) produk yang dipersepsikan dengan ekspektasinya. Kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan (Tjiptono, 2001). Secara umum kepuasan pelanggan dapat dilihat pada Gambar 6. 14 Kebutuhan dan Keinginan pelanggan Tujuan Perusahaan Produk Harapan Pelanggan Terhadap produk Nilai Produk bagi Pelanggan Tingkat Kepuasan Pelanggan Gambar 6. Konsep kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2001) 2.4.3. Nilai Pelanggan Drucker dalam Kotler (2005) menyatakan bahwa tugas pertama sebuah perusahaan adalah menciptakan pelanggan. Nilai yang diterima pelanggan adalah selisih antara total customer value atau jumlah nilai bagi pelanggan dan total customer cost atau biaya total pelanggan. Total costumer value adalah kumpulan manfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan dari produk atau jasa tertentu. Total customer cost adalah kumpulan pengorbanan yang diperkirakan pelanggan akan terjadi dalam mengevaluasi, memperoleh dan menggunakan produk atau jasa tersebut. Menciptakan nilai untuk pelanggan berkaitan dengan konsep 8P (Lovelock dan Wright, 2005), yaitu: 1) Tempat dan waktu, keputusan manajemen tentang kapan, dimana dan bagaimana menyampaikan jasa kepada pelanggan. 2) Proses, metode pengoperasian atau serangkaian tindakan tertentu, yang umumnya berupa langkah-langkah yang diperlukan dalam suatu urutan yang telah ditetapkan. 15 3) Produktivitas, seberapa efisien pengubahan input jasa menjadi output yang menambah nilai bagi pelanggan. 4) Produk, semua komponen kinerja jasa yang menciptakan nilai bagi pelanggan. 5) Orang, karyawan (dan kadang-kadang pelanggan lain) yang terlibat dalam proses produksi. 6) Promosi dan edukasi, semua aktivitas dan alat yang menggugah komunikasi yang dirancang untuk membangun preferensi pelanggan terhadap jasa dan penyedia jasa tertentu. 7) Bukti fisik, petunjuk visual atau berwujud lainnya yang memberi bukti atau kualitas jasa 8) Harga dan biaya jasa lainnya, pengeluaran uang, waktu dan usaha oleh pelanggan untuk membeli dan mengkonsumsi jasa. 2.4.4. Proses Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan tehadap satu jasa ditentukan oleh tingkat kepentingan pelanggan sebelum menggunakan jasa dibandingkan dengan hasil persepsi pelanggan terhadap jasa tesebut setelah pelanggan merasakan kinerja jasa tersebut. Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang terdiri dari lima dimensi. Kesenjangan merupakan ketidaksesuaian antara pelayanan yang dipersepsikan dan layanan yang diharapkan. Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mempersepsikan layanan yang diterimanya lebih tinggi daripada desire service atau lebih rendah daripada adequate service kepentingan pelanggan tersebut. Dengan demikian pelanggan dapat merasakan sangat puas, atau sebaliknya, sangat kecewa (Rangkuti, 2003). Diagram proses kepuasan pelanggan diilustrasikan oleh Gambar 7. 16 Pelanggan sangat puas Desired service Persepsi pelanggan Harapan pelanggan Adequate service Perceived service Pelanggan sangat tidak puas Gambar 7. Diagram proses kepuasan pelanggan (Rangkuti, 2003) 2.5. Survei Kepuasan Pelanggan Survei kepuasan pelanggan merupakan salah satu cara untuk mengetahui nilai-nilai yang terdapat dalam diri pelanggan (customer values). Survei kepuasan perlu dilakukan oleh suatu perusahaan agar perusahaan memperoleh umpan balik (feed back) dari pelanggan sehingga tercapai komunikasi dua arah (two ways traffic communication) antara kedua belah pihak. Kotler dan Amstrong (2000) menyatakan bahwa terdapat perangkat untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan, yaitu : 1) Sistem keluhan dan saran 2) Survei kepuasan pelanggan 3) Belanja siluman 4) Analisis pelanggan yang hilang Salah satu tujuan penting dari survei kepuasan pelanggan adalah untuk membuat produk atau jasa yang ditawarkan dapat memberikan keuntungan yang optimal kepada pelanggan tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan yang bersangkutan sehingga perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasa yang mampu menciptakan nilai superior kepada pelanggan. 17 2.6. Jasa Pengiriman Menurut peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 5 tahun 2005, penyelenggaraan titipan kilat adalah kegiatan yang dilakukan untuk menerima, membawa atau menyampaikan paket, uang dan surat pos jenis tertentu dalam bentuk cetakan, surat kabar, sekogram, bungkusan kecil dari pengirim kepada penerima dengan memungut biaya. Di Indonesia, jasa pengiriman (jasa kurir) merupakan pihak swasta yang bergerak dalam industri pos dan menyelenggarakan layanan yang memiliki karakteristik seperti layanan pos tetapi bukan layanan pos (www.asperindo.co.id). Asosiasi yang menangani perusahaan jasa pengiriman merupakan asosiasi perusahaan jasa ekspres Indonesia yang kemudian disebut Asperindo. Asperindo berdiri pada tanggal 26 Maret 1986 dan anggota-anggotanya adalah perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang jasa pengiriman ekspres di Indonesia dan merupakan satu-satunya perusahaan jasa pengiman ekspres yang memperoleh pengakuan dari Departemen Perhubungan, Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi, Kamar Dagang dan Industri atau KADIN (www.asperindo.co.id). 2.7. Penelitian Terdahulu Saturwa (2007) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan PDAM Tirta Dharma Kabupaten Kendal”. Metode analisis yang digunakan dalam pengolahan data adalah Importance and Performance Analysis, Customer Satisfaction Index, Conjoint Analysis (Multivariat Analysis), dan analisis deskriptif. Dari hasil Importance and Performance Analysis, penilaian terhadap 19 atribut penentu kualitas PDAM Kendal ke dalam empat kuadran yang terdiri dari : 1) Prioritas Utama, yaitu atribut kemudahan proses pendaftaran pelanggan baru, pelaksanaan pencatatan di rumah pelanggan, kecepatan dan ketanggapan dalam pelayanan administrasi pelanggan baru, kecepatan petugas lapangan dalam menyelesaikan keluhan pelanggan, ketanggapan petugas pencatat dalam melaksanakan pencatatan, kejujuran karyawan dalam proses pembayaran sambungan baru, keterampilan petugas teknik dalam menangani gangguan teknik, kepekaan petugas penerima keluhan dan pengaduan 18 terhadap kebutuhan informasi, sikap petugas teknik terhadap pelanggan dalam melaksanakan tugasnya. 2) Pertahankan Prestasi, yaitu atribut kemudahan dalam proses pembayaran diloket-loket pembayaran, kecepatan dan ketanggapan karyawan dalam proses pembayaran rekening, keramahan dan kesopanan petugas penerima pengaduan dalam memberikan pelayanan, keterampilan karyawan dalam menangani proses pembayaran rekening. 3) Prioritas Rendah, yaitu atribut kenyamanan ruang tunggu kantor pelayanan, dan kemudahan dalam memperoleh buku petunjuk/leaflet tentang informasi pelayanan. 4) Berlebihan, yaitu atribut sikap petugas diloket-loket pembayaran, kebersihan dan kerapihan berpakaian petugas, kebersihan kantor pelayanan secara umum, fasilitas tempat parkir di kantor pelayanan. Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index sebesar 67,36 persen yang berada pada rentang skala 0,66 persen sampai 0,80 persen. Hal ini menunjukkan pelanggan PDAM Kabupaten Kendal sudah “Puas” dengan kualitas pelayanan PDAM Kabupaten Kendal. Nur’aini (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap Kualitas Pelayanan Jasa Titipan PT. Citra Van Titipan Kilat Jakarta”. Berdasarkan analisis gap nilai kesenjangan terbesar adalah kecepatan pengurusan klaim dari pelanggan jika paket rusak atau hilang yaitu sebesar -0,85. Nilai kesenjangan terkecil adalah kemampuan petugas helper TIKI dalam memberikan pelayanan seperti mengangkat barang atau paket yaitu sebesar -0,02. Hal ini berarti pelanggan TIKI telah merasa terpuaskan atas kinerja TIKI pada atribut ini. Berdasarkan hasil Costumer Satisfaction Iindex (CSI) menunjukkan bahwa secara keseluruhan pelanggan telah puas terhadap kinerja TIKI. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai CSI sebesar 75,00 persen (pelayanan telah memenuhi harapan). Merujuk dari kedua penelitian tersebut, penelitian ini mencoba menggabungkan dari penelitian terdahulu yaitu dengan menganalisis tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan berkaitan dengan penanganan keluhan jasa pengiriman ekspres PT. Pandu Siwi Sentosa Cabang Bogor.