MiMpi AMerikA, rAsA Tiongkok

advertisement
56
DISPATCHES j ou r n a l
57
Beberapa
Mimpi Amerika,
Rasa Tiongkok
Suguhannya memang menakjubkan, tapi Disney Shanghai sebenarnya lebih didesain
untuk warga lokal. Untuk kali pertama, musikal The Lion King dilantunkan dalam bahasa
Mandarin, Mulan lebih bersinar ketimbang Snow White, dan Donald Duck berlatih tai chi.
oleh Gary Bowerman /foto oleh Rony Zakaria
DestinAsian.co.id – Mei / Juni 2017
stasiun
menjelang
Shanghai Disney Resort, kereta bawah tanah
menyembul dari terowongan lalu membelah
kawasan pinggiran Shanghai yang dihuni
kantor-kantor perusahaan teknologi dan
beberapa petak sawah. Jauh di hadapan
terlihat samar-samar menara penyambutan
Enchanted Storybook Castle, kastel Disney
yang terbesar dan tertinggi di dunia. Sosoknya
magis, walau udara sedikit tercemar oleh
polusi yang melayang-layang di langit kota.
Di atas kertas, Disney Shanghai adalah
gagasan bisnis yang jitu: taman rekreasi paling terkenal sejagat di kota paling padat
di Tiongkok. Datang pada Juni 2016, empat
bulan setelah taman ini diresmikan, saya
mendapati animo publik yang luar biasa
gempita. Puluhan ribu orang datang saban
harinya. Kembang api pastinya tak cuma
meletus di udara, tapi juga berpendar di mata
para pemegang saham Disney.
Tak sulit memang bagi publik untuk
menyukai Disney Shanghai. Di lahan seluas
3,9 kilometer persegi, kira-kira 40 kali luas
Dunia Fantasi di Jakarta, Disney Shanghai
menampung enam zona tematik, termasuk
Wishing Star Park seluas 50 hektare, serta
distrik belanja dan makan bernama Disneytown. Di luar itu, ada Walt Disney Grand
Theatre, sebuah hotel berdesain Art Nouveau,
dan sebuah hotel bertema Toy Story.
Beberapa suguhannya tidak bisa ditemukan di tempat lain, atau setidaknya belum
dipasang di tempat lain, umpamanya rollercoaster berkecepatan tinggi TRON Lightcycle
Power Run, wahana bajak laut Treasure
Cove, serta sarang dinosaurus Adventure Isle.
Tentu saja, sebagaimana lazimnya, Disney
Shanghai menyuguhkan parade jalanan:
parade dengan rute terpanjang yang bergulir
di Mickey Avenue, tempat terlaris untuk sesi
swafoto bersama karakter-karakter Disney.
Resor terbesar dan termahal dalam sejarah Disney ini dikerek dengan anggaran $5,5
miliar. Tapi yang menarik dicerna darinya
bukan cuma ukurannya yang kolosal, atraksinya yang langka, atau biaya konstruksinya
yang cukup untuk mendanai proyek kereta
cepat Jakarta-Bandung. Di luar itu semua,
Disney Shanghai sesungguhnya memperlihatkan betapa setiap bisnis yang dibuka di
Tiongkok menuntut kerelaan untuk berkompromi dengan selera dan kaidah lokal.
Lihat misalnya struktur komisaris Disney
Shanghai. Properti ini sejatinya berstatus perusahaan kongsi di mana 57 persen sahamnya
dimiliki oleh Shendi Group, sebuah konsorsium berisi empat BUMN besar: Shanghai
Media Group, hotelier Jin Jiang International,
Rekreasi Fantasi
Dari atas: Dua pengunjung cilik di depan air
mancur bertema
Mickey Mouse yang
terinspirasi film pendek Steamboat Willie
buatan 1928; wahana
Dumbo the Flying
Elephant di kompleks
Gardens of Imagination. Halaman kiri:
Kompleks Tomorrowland yang terinspirasi
film fiksi Tomorrowland
yang dibintangi oleh
George Clooney.
Mei / Juni 2017 - DestinAsian.co.id
58
DISPATCHES j ou r n a l
59
akhir pekan di dalam negeri—dua aktivitas
yang memberi sumbangan signfikan bagi
penjualan tiket Disney Shanghai. Sekarang,
sekitar 330 juta manusia kelas menengah
hidup dalam radius tiga jam perjalanan dari
Disney Shanghai.
Berkah lain yang juga disyukuri Disney
dari penundaan proyeknya adalah kehadiran
jaringan rel kereta cepat pada 2008. Jaraknya
kini telah menembus 20.000 kilometer, dengan target 30.000 kilometer pada 2020.
Proyek infrastruktur ini memungkinkan mobilitas antarkota yang lebih cepat, sekaligus
menawarkan alternatif bagi moda pesawat
yang selalu padat dan rawan telat akibat
kesibukan di bandara-bandara utama. Di
Shanghai, Stasiun Disney kini telah tercantum
dalam jaringan metro. Turun dari gerbong,
operator pusat perbelanjaan Bailian Group,
serta pengembang properti Lujiazui Development Group. Secara naluriah, para taipan
bukanlah rekan bisnis yang gampang akrab
dengan Paman Sam.
Kerelaan berkompromi juga terlihat dalam cara Disney Shanghai mengemas atraksinya. Dalam siaran pers pembukaan resor,
Disney berjanji menyuguhkan “tempat magis
sejati yang secara autentik Disney dan secara
distingtif Tiongkok.” Iktikad itu memaksanya
menyewa banyak konsultan dan pekerja
kreatif lokal guna menciptakan hiburan yang
berjenis kelamin hibrida: mimpi Amerika,
tapi dengan cita rasa Tiongkok. Dan rumus
yang mereka terapkan: “lokalisasi.”
Mengunjungi area Garden of the Twelve
Friends, kita akan menemukan 12 shio dalam
zodiak Tiongkok bereinkarnasi dalam wujud
karakter-karakter Disney atau Pixar. Untuk
menyebut dua contoh: shio anjing menjadi
Pluto, sementara kuda menjadi Maximus.
Masih di Garden, pengunjung bisa menonton
pentas yang menampilkan Donald Duck dan
Chipmunks menaiki jiaozi (becak tandu), lalu
berlatih tai chi dari seorang suhu. Berpindah
DestinAsian.co.id – Mei / Juni 2017
ke parade jalanan, Disney Shanghai mendaulat Mulan sebagai bintang utamanya.
Sementara di Walt Disney Grand Theatre,
musikal The Lion King memakai narasi berbahasa Mandarin.
tiongkok
Shanghai
Disney Shanghai lahir dari perencanaan
Hong Kong
Taiwan
Rute
Penerbangan langsung
ke Shanghai dilayani
oleh Garuda Indonesia
(garuda-indonesia.com),
sementara penerbangan
dengan satu kali transit
ditawarkan antara lain
oleh Cathay Pacific
(cathaypacific.com) via
Hong Kong, China Airlines
(china-airlines.com) via
Taipei, serta Singapore
Airlines (singaporeair.com)
via Singapura. Shanghai
Disney Resort bisa dijangkau dengan menaiki kereta
Shanghai Metro Line 11
(service.shmetro.com) dari
Stasiun North Jiading,
Huaqiao, dan Anting.
yang matang dan panjang. CEO Disney Bob
Iger sudah memantau lahan resor sejak awal
1999, kemudian mengusulkan proposal Disney
Shanghai pada 2006. Akan tetapi pemerintah
kota Shanghai memutuskan menyimpan
proyek tersebut guna menghindari gangguan
terhadap World Expo 2010. Konstruksi Disney
Shanghai, yang melibatkan 100.000 pekerja,
baru dimulai pada 2011.
Iger melukiskan penundaan tersebut sebagai “ujian yang besar bagi ketekunan.”
Tapi kesabarannya berbalas berkah yang tak
terduga. Dalam satu dekade terakhir, perekonomian Tiongkok merekah pesat dan mengantarkan jutaan orang menyabet status kelas
menengah. Orang-orang inilah yang memutar
kencang roda pariwisata domestik. Bagi mereka, wisata telah menjadi kebutuhan, walau
bentuknya semata liburan singkat dan trip
Mimpi Disney
Salah satu pengunjung
Disneyland bersandar
dan berteduh sejenak
dari teriknya udara
Shanghai. Halaman
kiri, dari pojok kiri:
Salah satu adegan
dalam pentas teater
yang mengangkat
lakon Pirates of the
Caribbean; petunjuk
lokasi untuk bertemu
dan berfoto bersama
karakter Mickey Mouse.
penumpang cukup berjalan sejenak untuk
menjangkau gerbang resor, sebelum kemudian meniti bulevar lapang yang bersisian
dengan danau di Wishing Star Park.
Di pertengahan Oktober, saya kembali
berkunjung ke Disney Shanghai. Saya datang
di Senin, tapi atmosfer tetap meriah. Beragam
manusia berkeliaran: pasangan remaja yang
romantis, kawanan mahasiswa, grup pensiunan, serta keluarga muda yang menuntun
kakek nenek mereka.
Pemberhentian pertama bagi mayoritas
pengunjung adalah World of Disney Store,
toko yang menyewakan busana dan aksesori
tokoh-tokoh fantasi. Gadis-gadis cilik umumnya menggemari gaun taffeta kuning Snow
White, sementara wanita remaja cenderung
memilih bando Minnie Mouse.
Sebagian pengunjung datang dari provinsi-provinsi yang jauh. Minat pelancong domestik di RRT memang sedang bergeser.
Awalnya hanya menyerbu objek-objek utama
yang “direkomendasikan” oleh pemerintah,
sebut saja Tembok Besar dan Forbidden City,
banyak orang kini mulai melirik tempattempat yang lebih trendi, bergengsi, dan
berkarakter internasional.
Disney Shanghai dibangun dalam skala
yang disesuaikan dengan standar Tiongkok:
gigantik. Jika ingin menikmati banyak wahana, tiap orang mesti berjalan jauh. Di
depan tiap wahana terdapat lahan luas untuk
berjaga-jaga jika pengunjung tumpah ruah.
Waktu tunggu untuk mengakses atraksiatraksi populer sekitar 30-60 menit—cukup
lama, tapi Disney setidaknya memberikan
solusi guna mereduksi lelah. Tim cekatan
berisi 10.000 “karakter Disney” bergerak efisien dan bersikap ramah untuk membantu
pengunjung. Guna memecah kerumunan,
pihak pengelola juga memanfaatkan sejumlah terobosan teknologi. Kita bisa memantau
antrean melalui Disney App dan membeli
karcis melalui WeChat, aplikasi komunikasi
yang populer di Tiongkok.
Memasuki Pirates of the Caribbean: Battle
for the Sunken Treasure, saya duduk di perahu
kayu dan melakoni tur. Di samping saya
duduk pasutri sepuh asal Provinsi Shandong,
yang menjadikan Disney Shanghai penutup
bagi ekspedisi panjang melintasi Nanjing,
Hangzhou, dan Suzhou. Keduanya terkesima
menikmati proyektor berteknologi tinggi dan
rollercoaster air. Saat Kapten Jack Sparrow
bertutur dalam bahasa Mandarin, sang bapak
mengatakan betapa kehidupan di Tiongkok
kini jauh lebih baik.
Berpindah ke wahana lain, saya bertemu
seorang pemuda usia 20-an yang berlibur
Mei / Juni 2017 - DestinAsian.co.id
60
DISPATCHES j ou r n a l
selama dua hari bersama pacarnya. Keduanya
datang dari Xi’an dengan menaiki kereta
ekspres anyar yang mampu melahap jarak
1.400 kilometer dalam waktu hanya enam
jam. Sang perempuan berlari di samping
parade Mickey’s Storybook Express, sementara sang pemuda sibuk memotret memakai
GoPro. Tembang Let it Go dari film Frozen
berkumandang di udara.
Ada banyak tempat makan di sini, dan
hampir semuanya mengakomodasi selera
lokal. Di kompleks Disneyland, saya menemukan sebuah rumah teh Tiongkok yang
menghidangkan pork knuckle rebus berbentuk
Mickey dan piza dengan irisan bebek Peking.
Di sebelah Walt Disney Grand Theatre, ada
restoran tersohor Wolfgang Puck Kitchen dan
gerai perdana Cheesecake Factory di Tiongkok.
Sementara di kompleks Disneytown, sebuah
desa fotogenik berisi rumah-rumah shikumen
khas Shanghai, kuliner lokal dijajakan oleh
puluhan gerai, termasuk Crystal Jade, Toast
Box, atau Hatsune. Bukan hanya restoranrestoran ternama itu yang laris diserbu. Di
dekat stasiun metro Disney Shanghai, mereka
yang berkocek cekak lebih memilih menambal perut dengan mi instan yang dijajakan
toko-toko kelontong.
Sejauh ini, sihir Disney sukses membius
banyak orang. Tapi tempat ini tak sepenuhnya
bebas cela. Di masa-masa awal beroperasi,
sejumlah media memberitakan antrean panjang dan perilaku buruk pengunjung, termasuk aksi saling dorong, baku pukul, hingga
kencing sembarangan. Melihat fenomena itu,
banyak warga Shanghai menerapkan strategi
“wait-and-see” sebelum membeli tiket seharga
RMB370 (sekitar Rp700.000) di hari kerja atau
RMB499 khusus akhir pekan dan hari libur.
Sorotan media juga ditembakkan kepada
para pejabat teras Disney. Dalam Goldman
Sachs Communacopia Conference di September, CEO Disney Bob Iger mengklaim, “Disney
Shanghai mencatatkan lebih banyak [pengunjung] dalam 100 hari pertamanya dibandingkan mayoritas taman Disney lain yang
kami kelola.” Dia berbicara jujur, tapi tidak
terbuka. Statistik resmi pengunjung tidak
pernah diumumkan, hingga banyak analis
menduga Disney sebenarnya tengah kesulitan
menjual tiket.
He Jianmin, Direktur Departemen Manajemen Pariwisata di Shanghai University of
Finance & Economics, memperkirakan jumlah pengunjung cuma berkisar 20.000 orang
per hari. Jika kalkulasinya akurat, maka
Disney Shanghai tak akan mencapai target 15
juta pengunjung di tahun pertamanya. (Pada
DestinAsian.co.id – Mei / Juni 2017
61
Taman Tamasya
Kanan: Pengunjung
mengenakan atribut
Disney. Bawah:
rollercoaster berkecepatan tinggi TRON
Lightcycle Power Run
di Tomorrowland.
Halaman kanan,
dari atas: Wahana
Treasure Cove di
mana pengunjung
bisa bertemu karakter Kapten Jack
Sparrow; mengarungi
danau dalam atraksi
Explorer Canoes di
Treasure Cove.
Informasi
Di lahan 3,9 kilometer
persegi, Shanghai
Disney Resort (shanghai
disneyresort.com)
menampung Disneyland,
Disneytown, dan Wishing
Star Park. Daya tarik
utamanya antara lain
Walt Disney Grand
Theatre, World of Disney
Store pertama di Asia,
rollercoaster TRON
Lightcycle Power Run,
serta kastel Disney
terbesar, Enchanted
Storybook Castle.
Shanghai Disney Resort
juga mengoleksi dua
hotel, yakni Shanghai
Disneyland Hotel dan
Toy Story Hotel. Harga
tiket RMB370 (sekitar
Rp700.000) per hari
khusus hari kerja dan
RMB499 khusus akhir
pekan dan hari libur.
16 Januari, Disney akhirnya melansir data
pengunjung, yakni 28.000 orang per hari, dan
angka ini tetap di bawah target.)
Tentu saja penting dicatat, Disney bukanlah pemain tunggal dalam bisnis taman
rekreasi di Negeri Tirai Bambu. Banyak kota
telah memiliki tamannya sendiri, atau setidaknya berniat membangunnya dalam waktu
dekat. “Harimau yang perkasa sekalipun tak
akan bisa bertahan menghadapi sekawanan
serigala,” ujar miliarder Wang Jianlin dari
Dalian Wanda Group di sebuah stasiun televisi
nasional, Mei silam. Seakan mengumandangkan perang terhadap Disney, Wang
Jianlin menyampaikan rencana ambisiusnya
membuka taman rekreasi Wanda City di
banyak daerah, termasuk di Provinsi Anhui
yang berada tak jauh dari Shanghai. Di
kesempatan yang lain, pemimpin “gerombolan serigala” ini bahkan mengutarakan
niatnya melebarkan kekuasaan dengan berinvestasi $3,4 miliar di bidang retail dan
hiburan di Prancis—sebuah agenda ekspansif
yang diramalkan akan merongrong dominasi
Disneyland Paris.
Kendati demikian, untuk saat ini, Disney
Shanghai masih bisa menaikkan dagu.
Wang dan banyak taipan koleganya telah
mengakuisisi sejumlah perusahaan hiburan
asing, misalnya AMC Entertainment dan
Legendary Entertainment, tapi taman-taman
rekreasi buatan mereka belumlah mencapai
tingkat kreativitas, servis, dan efektivitas
manajemen yang setara dengan pesaing asal
luar negeri.
Menatap masa depan, tantangan besar
yang mesti dihadapi Disney Shanghai sejatinya tidak datang dari pengusaha lokal,
melainkan merek-merek impor lain. Tahun
ini, DreamWorks, pemilik hak waralaba Kung
Fu Panda yang populer di Tiongkok, bersiap
meluncurkan kompleks hiburan senilai $2,4
miliar di Shanghai. Pada 2019, Six Flags berniat melansir sebuah taman rekreasi di Provinsi Zhejiang. Agenda serupa diusung oleh
Universal Studios yang berniat melebarkan
sayapnya ke Beijing usai menancapkan kukunya di Osaka dan Singapura.
Perusahaan-perusahaan hiburan global
agaknya merasa telah tiba waktunya menginvasi Tiongkok. Tapi, seperti yang terlihat
pada target pengunjung Disney yang meleset, pemain asing juga menyadari membuka
usaha di negeri ini tak semudah yang dibayangkan. Bisnis taman rekreasi di Tiongkok
tak kalah mendebarkan dari sensasi menaiki
rollercoaster.
Foto-foto lain di artikel ini bisa dilihat di destinasian.co.id
Mei / Juni 2017 - DestinAsian.co.id
Download