BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan dapat dimaknai sebagai sesuatu yang berubah menjadi lebih baik. Pembangunan ekonomi menurut Todaro dan Smith (2006) adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Selanjutnya pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk meningkat dalam jangka panjang. Terdapat tiga elemen penting yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, yaitu: a. Pembangunan sebagai suatu proses. Pembangunan sebagai suatu proses, artinya bahwa pembangunan merupakan suatu tahap yang harus dijalani oleh setiap masyarakat atau bangsa. Setiap bangsa harus menjalani tahap-tahap perkembangan untuk menuju kondisi yang adil, makmur, dan sejahtera. b. Pembangunan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Sebagai suatu usaha, pembangunan merupakan tindakan aktif yang harus dilakukan oleh suatu negara dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan demikian, sangat dibutuhkan peran serta masyarakat, 10 pemerintah, dan semua elemen untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan. Hal ini dilakukan karena kenaikan pendapatan perkapita mencerminkan perbaikan dalam kesejahteraan masyarakat. c. Peningkatan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang. Suatu perekonomian dapat dinyatakan dalam keadaan berkembang apabila pendapatan perkapita dalam jangka panjang cenderung meningkat. Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa pendapatan perkapita harus mengalami kenaikan terus-menerus. Ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Menurut Jhingan (2000), pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan. Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi). 11 Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada. Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas. Pembangunan ekonomi yang berlangsung di suatu negara membawa dampak positif, yaitu bahwa melalui pembangunan ekonomi, pelaksanaan kegiatan perekonomian akan berjalan lebih lancar dan mampu mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi memungkinkan terciptanya lapangan pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat, dengan demikian akan mengurangi pengangguran. 2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan ekonomi tidak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth): pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, maupun sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi 12 apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah pertumbuhan ekonomi dapatdipandang sebagai masalah makroekonomi dalam jangka panjang. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat dari satu periode ke periode berikutnya. Menurut Kuznets dalam Jhingan (2000), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Definisi pertumbuhan ekonomi Kuznets mempunyai tiga komponen, yaitu: pertama bahwa pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya persediaan barang secara terus-menerus; kedua teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; dan ketiga penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan idiologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Produk Domestik Bruto (PDB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu atau 13 merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku setiap tahun, sedang PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar penghitungan. Untuk menghitung angka PDB digunakan tiga pendekatan yaitu : a. Pendekatan Produksi. PDB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) yaitu: pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, pengangkutan, keuangan dan jasa. b. Pendekatan Pendapatan. PDB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi PDB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung netto (pajak tak langsung dikurangi subsidi). c. Pendekatan Pengeluaran. PDB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta 14 nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor netto (ekspor dikurangi impor). 2.1.3. Pengeluaran/Belanja Pemerintah Keynes berpendapat tingkat kegiatan dalam perekonomian ditentukan oleh pengeluaran agregat. Pada umumnya pengeluaran agregat dalam suatu periode tertentu adalah kurang dari pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat full employment. Keadaan ini disebabkan karena investasi yang dilakukan para pengusaha biasanya lebih rendah dari tabungan yang akan dilakukan dalam perekonomian full employment. Keynes berpendapat sistem pasar bebas tidak akan dapat membuat penyesuaian-penyesuaian yang akan menciptakan full employment. Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow, fungsi produksi sederhana dari teori ini adalah (Mankiw, 2006): Y= aK dimana Y adalah output, a adalah konstanta yang mengukur jumlah output yang diproduksi untuk setiap unit modal, sedangkan K adalah persediaan modal. Fungsi produksi ini berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Modifikasi fungsi produksi Cobb-Douglas dalam Barro dan Sala-i-Martin (1995) dinyatakan sebagai berikut: Y = a L1-α Gα, dimana 0 < α < 1 persamaan ini menunjukkan bahwa produksi yang dilakukan pada constant return to scale pada input L dan K . Asumsinya adalah angkatan kerja agregat (L) adalah konstan. Modal (K) digantikan oleh Pengeluaran pemerintah (G) berada pada 15 diminishing return untuk modal agregat (K). Oleh karena itu, perekonomian berada pada kondisi pertumbuhan ekonomi endogen. Salah satu komponen dalam permintaan agregat (aggregate demand [AD]) adalah pengeluaran pemerintah. Pada Mankiw (2006) dinyatakan bahwa jika pengeluaran pemerintah meningkat maka AD akan meningkat. Selain itu, peranan pengeluaran pemerintah (G) di negara berkembang sangat signifikan mengingat kemampuan sektor swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masih sangat terbatas. Oleh karena itu, peranan pemerintah sangatlah penting. Peningkatan AD berarti terjadi pertumbuhan ekonomi, karena pertumbuhan ekonomi diukur dari PDB maka peningkatan pertumbuhan berarti peningkatan pendapatan. 2.1.3.1. Teori Pengeluaran Pemerintah 1. Model perkembangan pengeluaran pemerintah oleh Rostow-Musgrave. Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta semakin besar akan 16 menimbulkan banyak kegagalan pasar dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak. Musgrave dalam Norista (2010) berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap PDB semakin besar dan persentase investasi pemerintah terhadap PDB akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah dalam pembangunan ekonomi beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaranpengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan pelayanan kesehatan masyarakat. 2. Hukum Wagner Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. Wagner mengemukakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hukum Wagner dikenal dengan “The Law of Expanding State Expenditure”. Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Amerika Serikat, Jerman, Jepang). Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. Hukum Wagner ditunjukkan dalam Gambar 2.1 dimana kenaikan pengeluaran 17 pemerintah mempunyai bentuk ekponensial. Hukum Wagner diformulasikan sebagai berikut: dimana PkPP : pengeluaran pemerintah per kapita PPK : pendapatan per kapita 1,2,…,n : jangka waktu (tahun) Wagner 0 Sumber: Dumairy (1996) waktu Gambar 2.1. Grafik Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner 2.1.3.2. Hubungan Kausalitas Pengeluaran Pemerintah dan PDB a. PDB memengaruhi pengeluaran pemerintah. Hal ini berarti bahwa produk domestik bruto memengaruhi pengeluaran pemerintah. Teori perkembangan pengeluaran pemerintah yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa produk domestik bruto (PDB) akan memengaruhi besarnya pengeluaran pemerintah. 18 b. Pengeluaran pemerintah mempengaruhi PDB. Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat PDB nyata dengan mengubah persediaan berbagai faktor yang dapat dipakai dalam produksi melalui program-program pengeluaran pemerintah seperti pendidikan. Rahayu (2004) mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan pemerintah yang mendorong besaran jumlah pengeluaran negara mempunyai pengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Landau (1986) membuktikan bahwa pengeluaran pemerintah di bidang militer dan pendidikan berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara untuk pendidikan sendiri berkorelasi kuat dan investasi pemerintah berkorelasi positif tetapi tidak signifikan. Lin (1994) mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (peningkatan PDB) dengan laju yang semakin mengecil. 2.1.3.3. Jenis Pengeluaran/Belanja Pemerintah Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB), baik Negara maupun daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota), pengeluaran dibedakan menjadi: 1. Belanja Operasi. Rincian kegiatan belanja operasi antara lain digunakan untuk belanja pegawai, belanja barang dan jasa, pemeliharaan, perjalanan dinas, pinjaman, subsidi, hibah, dan belanja opeasional lainnya. 2. Belanja Modal. Belanja Modal digunakan untuk pembelian/pembentukan aset tetap seperti gedung, jalan (infrastruktur) dan aset tetap lainnya 3. Belanja Tak Terduga/Tersangka. Merupakan belanja tidak terduga yang sebelumnya tidak dianggarkan seperti penanganan bencana. 19 Untuk mempermudah mengevaluasi penggunaan belanja/pengeluaran, mulai tahun 2007 sistem penganggaran mulai diperjelas rinciannya menurut fungsi/sektor, yaitu: 1. Fungsi pelayanan umum. Pengeluaran yang ditujukan dalam rangka peningkatan pelayanan umum pemerintah terhadap masyarakat maupun pihak swasta seperti untuk pembayaran gaji, akses layanan/perijinan, kemudahan informasi, dan belanja operasi kebutuhan perkantoran sehari-hari. 2. Fungsi ekonomi. Pengeluaran ini digunakan untuk menciptakan lapangan kerja, pembangunan sarana dan prasarana umum, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat. Pengeluaran ini ditujukan agar mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat sekaligus mempunyai multiplier effect yang besar. 3. Fungsi kesehatan. Merupakan pengeluaran yang ditujukan dalam rangka peningkatan kualitas kesehatan dan pelayanannya seperti pembelian obat, fasilitas kesehatan (alat medis maupun penujang), dan gedung kesehatan. 4. Fungsi pendidikan. Merupakan pengeluaran yang ditujukan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan seperti pembelian buku, fasilitas jaringan internet sekolah, maupun gedung sekolah. 5. Fungsi ketertiban dan keamanan. Merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan ketahanan dalam mendukung ketahanan dan keamanan kondisi daerah. 20 6. Fungsi pariwisata dan lingkungan hidup. Merupakan pengeluaran untuk peningkatan kegembiraan/hiburan bagi masyarakat seperti promosi dan pemeliharaan tempat wisata sekaligus dalam mempertahankan kelestaian dan kualitas lingkuangan hidup agar tercipta kenyamanan. 7. Fungsi perlindungan/jaminan sosial. Merupakan pengeluaran untuk jaminan perlindungan masyarakat seperti penanganan bencana, permasalahan sosial dan lingkungan (panti dan perlindungan orang terlantar). 2.1.4. Daerah Tertinggal Daerah tertinggal adalah daerah Kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Pembangunan daerah tertinggal ini berbeda dengan penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah. 21 Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan program pembangunan daerah tertinggal yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang secara geografis terisolir dan terpencil seperti daerah perbatasan antarnegara, daerah pulau-pulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana. Di samping itu, perlu perhatian khusus pada daerah yang secara ekonomi mempunyai potensi untuk maju namun mengalami ketertinggalan sebagai akibat terjadinya konflik sosial maupun politik. Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, antara lain : a. Geografis. Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi. b. Sumber Daya Alam. Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumber daya alam, daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan. 22 c. Sumber Daya Manusia. Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang. d. Prasarana dan Sarana. Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial. e. Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial. Seringnya suatu daerah mengalami bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan. f. Kebijakan Pembangunan. Suatu daerah menjadi tertinggal dapat disebabkan oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada pembangunan daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan, serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan. 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan Makrifah (2009) di kabupaten/kota se-Jawa Timur bertujuan menganalisis pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap pembangunan ekonomi (pertumbuhan ekonomi, Pengelolaan keuangan yang bijak, kemiskinan, dan IPM). mengedepankan kepentingan publik mempunyai dampak meningkatkan PDRB (terdapat pertumbuhan ekonomi) dan mengurangi kemiskinan. Untuk mengkaji pengaruh alokasi belanja daerah 23 terhadap pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk miskin, dan IPM digunakan model Vector Auto Reggressive (VAR) dalam data time series. Rahayu (2004) meneliti peranan sektor publik lokal dalam pertumbuhan ekonomi regional. Sampel yang diteliti adalah 7 Kabupaten/Kota di EksKaresidenan Surakarta selama periode 1987-2000. Penelitian mengidentifikasi pengaruh investasi pemerintah daerah, laju pertumbuhan angkatan kerja, pengeluaran (konsumsi) pemerintah daerah, dan penerimaan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi regional dengan menggunakan teknik data panel. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Pooled Least Square. Garis besar hasil estimasi persamaan menunjukkan bahwa selama periode pengamatan, peranan sektor publik lokal (investasi pemerintah dan PAD) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Sodik (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Data Panel di Indonesia, dengan mengambil sampel di 26 provinsi di Indonesia selama periode 1993-2003. Penelitian ini mengidentifikasi pengaruh investasi swasta, investasi pemerintah, konsumsi pemerintah, tenaga kerja, dan tingkat keterbukaan ekonomi provinsi terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Teknik analisis data yang digunakan adalah fixed effect model General Least Square (GLS). Hasilnya untuk semua variabel memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional kecuali untuk variabel investasi swasta yang tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. 24 Studi yang dilakukan Nurudeen dan Usman (2010) menganalisis pengaruh belanja rutin dan pembangunan per sektor terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Analisis dilakukan terhadap data time series dari tahun 1970 sampai dengan 2008 dengan menggunakan model Error Cointegration Model (ECM), Berdasarkan analisis menunjukkan bahwa belanja rutin dan belanja sektor pendidikan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan belanja modal dan di sektor kesehatan berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Norista (2011) dalam penelitian tentang Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah menggunakan data panel. Peneliti menggunakan model fixed effect dalam menganalisis pengaruh belanja modal dan operasi/rutin terhadap pertumbuhan. Kajian tersebut menghasilkan bahwa kedua variabel yaitu rasio belanja modal maupun rasio belanja operasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 2.3. Kerangka Pemikiran Pemberlakuan UU Otonomi Daerah berikut perubahannya (UU Nomor 22/1999 dirubah dengan UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 23/1999 dirubah dengan UU Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) membawa dampak terhadap pemerintahan dan tata kelola keuangan di Indonesia. Perubahan pola pemerintahan daerah yang sentralistik menjadi desentralistik juga memberikan kewenangan untuk memanfaatkan dan mengalokasikan keuangan. 25 Berdasarkan alur pemikiran tersebut, penelitian ini difokuskan dalam hal sebagai berikut yang tergambar pada diagram kerangka pemikiran (Gambar 2.2): OTONOMI DAERAH Keleluasaan Kewenangan Pendapatan Pemerintah Alokasi Belanja Pemerintah Daerah Fungsi Ekonomi Fungsi Pendidikan Fungsi Kesehatan Fungsi Pelayanan Umum Pertumbuhan Ekonomi Keterangan: Fokus kerangka pemikiran Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian Fungsi Lainnya 26 2.4. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah: 1. Belanja pemerintah daerah (sebagai proksi konsumsi maupun investasi/modal pemerintah) per fungsi diduga memengaruhi pertumbuhan ekonomi di 22 kabupaten tertinggal 2. Jumlah angkatan kerja diduga memengaruhi pertumbuhan ekonomi