Refrat II PERANAN INTERLEUKIN-1β PADA PROSES IMPLANTASI Penyaji Dr. Budi Syamhudi Pembimbing Prof. Dr. H.A Kurdi Syamsuri SpOGK,MedSc Pemandu Dr. Zaimursyaf Aziz SpOGK DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RUMAH SAKIT UMUM MOHAMAD HOESIN PALEMBANG Dipresentasikan tanggal 9 Mei 2005 DAFTAR GAMBAR . Gambar 1. Perubahan histologis pada endometrium………………………... 3 Gambar 2. Inperleukin-1β pada siklus mentruasi di endometrium…………. 3 Gambar 3. Pembelahan dan pembentukan blastokis....................................... 5 Gambar 4. Proses adhesi dan aposisi blastosis................................................ 8 Gambar 5. Faktor-faktor yang terlibat pada proses implantasi....................... 8 Gambar 6. Peran interleukin-1β pada proses implantasi 15 Gambar 7. Reaksi interleukin-1β pada proses implantasi 17 DAFTAR ISI . HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i DAFTAR ISI.......…………………………………………………………. ii I.. PENDAHULUAN………………………..………………………....... 1 II. ENDOMETRIUM DAN BLASTOKISTA........................................... 2 A. Endometrium................................................................................... B. Blastosis.......................................................................................... III. PROSES IMPLANTASI....................................................................... 2 4 6 IV. SISTEM IMUN...................................................................................... 9 V. SISTEM INTERLEUKIN-1 11 VI. PERANAN INTERLEUKIN-1 BETA DAN PROSES IMPLANTASI 13 VII. RINGKASAN......................................................................................... 18 I. PENDAHULUAN Implantasi adalah suatu proses melekatnya blastosis ke endometrium uterus diawali dengan menempelnya embrio pada permukaan epitel endometrium, menembus lapisan epitelium selanjutnya membuat hubungan dengan sistem sirukulasi ibu. implantasi pada manusia terjadi 2-3 hari setelah telur yang telah dibuahi memasuki uterus atau 6-7 hari setelah terjadinya fertilasi dimana ditandai dengan menempelnya blastosis pada epitel uterus (1,2,3) Dalam sistem reproduksi manusia, implantasi merupakan proses yang harus dilalui, dan keberhasilan proses ini membutuhkan kesiapan, koodinasi dan interaksi yang terusmenerus antara embrio dan ibu. Endometrium banyak mengandung selama darah kaya akan gilikogen. sel-sel stroma terutama disekitar pembuluh darah mengalami hipertrofi keadaan ini sangat baik untuk implantasi dan pertumbuhan dari hasil konsepsi(1,3) Implantasi didahului dengan bertambahnya permiabilitas kapiler stroma uterus pada tempat blastosis akan menempel, ini menumbulkan hypotesa bahwa isyarat dari embrio mungkin merupakan faktor pencetus yang penting.(3) Pengetahuan dasar tentang implantasi pada manusia masih banyak yang belum diketahui dengan jelas, ada beberapa informasi berdasarkan pada percobaan binatang dengan spesies yang lebih rendah. Penelitian mengenai hal tersebut telah banyak dilakukan namun belum dapat menjelaskan secara menyeluruh mengenai proses implantasi tersebut.(1,2,3) Pada endometrium manusia semua komponen sistem interlekuin-1 (IL-1) dapat dideteksi dengan pemeriksaan secara immunohistokimia baik pada embrio praimplantasi maupun pada endometrium di semua fase siklus menstruasi, dimana konsentrasinya menigkat pada fase luteal pada saat sekitar impantasia. IL-1 β dan interleukin-1 reseptor tipe I (IL-IRtl) secara signifikan meningkat pada fase luteal.(3) Hal inilah yang mendorong para sarjana untuk melakukan penelitian untuk mengungkap lebih jauh tentang fungsi. sistem IL-1 pada proses implantasi. Tingginya kosentrasi ini dihubungkan dengan keberhasilan proses implantasi embrio. Saat ini telah banyak penelitian yang membuktikan peran IL-1 β pada proses implantasi melalui beberapa mekanisme antara lain aktivasi dari molekul adhesi, aktivasi Cyclooxygenase-2 (COX-2), induksi matrix metalloproteinase (MMP), induksi urokinasi plasminogen aktivator (u-PA).(3) Dalam refrat ini kami akan membahas tentang penanan IL-1 βsebagai salah satu faktor yang ikut berperan dalam proses terjadinya implantasi . II. ENDOMETRIUM DAN BLASTOSIS Proses implantasi membutuhkan kesiapan dan koordinasi antara ibu, dalam hal ini berhubungan langsung adalah endometrium dan embrio yang pada saat terjadi implantasi dalam bentuk blastosis. (4,5) A. Endometrium Endometrium adalah lapisan dalam dinding rongga uterus, atau mukosa yang melapisi uterus wanita tidak hamil,dan merupakan membran tipis berwarna merah muda dengan lubang-lubang kecil dipermukaannya. Lubang-lubang ini adalah muara kelenjar uterus. Karena terjadinya perubahan siklik yang berulang (menstruasi) selama masa reproduksi, tebal endometrium tidak tetap antara 0,5-5 mm. endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim, yang terletak diantara kelenjarkelenjar yang terdapat banyak pembuluh darah (1) Endometrium dalam setiap siklus haidnya selalu dipersiapkan untuk menerima hasil konsepsi. Apabila tidak terjadi konsepsi pada siklus tersebut maka lapisan endometium gugur yang kita kenal dengan menstruasi. Persiapan endometrium untuk menerima konsepsi ini dimuali sejak awal setiap haid, meliputi fase menstruasi, fase proliferasi setiap siklus haid, dan fase sekresi . (1,2,3,4) Pada fase sekresi akhir endometrium banyak mengandung pembuluh darah bengkak dan kaya akan gilikogen, keadaan ini sangat baik untuk implantasi dan pertumbuhan dari hasil konsepsi. Sel-sel stroma terutama disekitar pembuluh darah mengalami hipertrofi, dikatakan keadaan ini mirip dengan desidua pada kehamilan tetapi dalam gradiasi yang lebih ringan (1,3) Pada waktu sikilus menstruasi yang sesuai untuk saat implantasi, yaitu implantasi sekitar satu minggu setelah ovulasi, tebal endometrium berkisar lima sapai enam milimeter dan perubahan sekresi saat ini merupkan keadaan yang maksimal untuk implantasi dari blastosis.(4,5,13) B. Blastosis Fertilisasi dalam keadaan normal terjadi dalam tuba Fallopii, umumnya didaerah ampula atau infundibulum dalam waktu 24-28 jam sesudah ovulasi. Setelah selesai proses fertilisasi mulailah terjadi pembelahan sel, pembelahan sel pertama untuk menjadi embrio dua sel membutuhkan waktu sepuluh jam. Selanjutnya setelah empat kali pembelahan menghasilkan stadium yang dikenal sebagai morula. perkembangan zygot hingga morula terjadi dalam zona pelusida (1,2,3,4) Morula memasuki cavum uteri 2-3 hari setelah terjadinya fertilisasi. Bersamaan dengan pembelahan sel terjadi peningkatan akumulasi cairan diatara sel-sel tersebut. Selanjutnya pada hari kelima setelah fertilisasi terbentuklah yang disebut sebagai blastosis(1,2,3,4) Saat terjadi transisi antara morula dan blastosis,terjadi differensiasi sel. elemen pertama yang mengalami diferensiasi saat hasil diferensiasi saat hasil konsepsi berbentuk morula adalah topoekderm. Saat morula berubah mnejadi blastosis, sel-sel tropoekderm membentuk lapisan mengelilingi blatosis dengan innercell mass pada salah satu kutubnya(1,2,3) Pada hari keenam hingga hari ke tujuh setelah terjadinnya fertilasi, blastosis berinsersi diantara sel epitel mukosa uterus. Pada saat inilah tropoekderm pada tempat perlekatan mengalami dieferensasi menjadi tropoblas, perubahan ini diduga terjadi oleh karena rangsangan-rangsangan saat kontak dengan epitel permukaan endometrium(4,8,10,13) Tropoblas mempunyai sifat penetrasi untuk menanam blastosis ke endometrium, berperan dalam memberikan nutrisi kepada embrio dan mempunyai fungsi sebagai organ endokrin yang sangat diperlukan untuk mempertahankan kehamilan(1) Selama perkembangan blastosis mempersiapkan diri untuk implantasi pada endometrrium, dengan memproduksi berbagai macam zat, antara lain sistem IL-1 yang memungkinkan embrio memberikan sinyal kepada endometrium ibu, MMP, u-PA dan u-PAR yang penting untuk terjadinya proses implantasi(1,4,8) III. PROSES IMPLANTASI Implantasi pada manusia terjadi antara hari keenam atau ketujuh setelah terjadinya fertilisasi, dibagi menjadi 3 tahap yaitu aposisi blastosis/pendekatan blastosis ke endometrium, dilanjutkan dengan perlekatan blastosis pada permukaan epitel (3) endometrium dan invasi dimana sitotropoblas menembus epitel endometrium Persyaratan untuk terjadi kontak antara blastosis dan uterus adalah hilangnya zona pelusida dimana zona pelusida lisis oleh komponen cairan uterus. Walaupun lingkungan hormon dan komposisi protein uterus memudahkan implantasi, tetapi hal ini tidak akan terjadi bila embrio tidak dalam tingkat perkembangan tertentu. Kesimpulan dari keterangan ini adalah harus ada maturasi perkembangan permukaan embrio sebelum ia mampu berimplantasi(3,5) Penelitian Hertig dan Rock (1945) menunjukkan bahwa menempelnya blastosis pada manusia dikatakan normal bila kutub blastosis tempat inner mass cell berada akan memasuki endometrium lebih dahulu (berada paling depan)(1) Ketika embrio sudah dekat sekali dengan endometrium, mikrovili pada permukaan tropoekderm mendatar dan bersatu dengan bagian lumen sel epitel terjadilah suatu hubungan/interaksi yang komplek. Schlarke dan Enders menggambarkan tiga macam urutan interaksi antara tropoblas yang tertanam dan epitel uterus. Pertama sel tropoblas masuk diantara sel epitel uterus pada selanya ke membrana basalis. Kedua, sel epitel mengangkat membran basalis menyebabkan tropoblas dapat masuk ke bawah. Ketiga, fusi antara tropoblas dengan sel epitel uterus(3,5,13) Penelitian pada binatang pengerat implantasi didahului dengan bertambahnya permeabilitas kapiler stroma uterus dan desidualisasi pada tempat blastosis akan menempel, ini menimbulkan hipotesis bahwa isyarat dari embrio mungkin merupakan faktor pencetus yang penting(1) Tropoblas mempunyai kemampuan invasif dan dengan mengeluarkan beberapa zat untuk melekatnya dan pertumbuhan awal implantasi (2,3,14) Implantasi pada tahap lebih lanjut embrio dapat mendegradasi bahan komplek yang terdiri dari atas glikoprotein, elastin dan kolagen, yang kesemuanya adalah komponen normal bahan interselluler atau dikenal dengan extracelluer matrix (ECM). Setelah bahan interselluler mengalami lisis, memungkinkan embrio yang telah berimplantasi bergerak melintas lapisan epitel, selanjutnya embrio akan melakukan invasi. Proses invasi ini mirip dengan proses invasi tumor, embrio melakukan perekatan ke Ecm melalui peranan molekul adesi antara lain laminin dan fibronektin yang diproduksi oleh stroma endometrium, EXM proteolisis ,MMP, dan migrasi(3,9,11,114) Invasi tropoblas dibatasi oleh pembentukan lapisan sel desidua di uterus. Desiuda terbentuk sebagai reaksi terhadap progesteron yang disekresi dalam jumlah banyak setelah ovulasi merangsang sel-sel stroma endometrium membesar membentuk sel-sell desidua yang berbentuk persegi banyak atau bulat dan intinya menjadi bulat dan vesikuler, sitoplasma menjadi terang sedikit basofilik. Ini merupakan ciri alami sebagai persiapan endometrium untuk implantasi. Proses desudualisasi ini akan menjadi ekstensif bila ada kehamilan(3,17) IV. SISTEM IMUN Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan pada lingkungan hidup(6,7) Pertahanan tersebut terdiri atas sistem imun alami atau non spesifik (natural/innate) dan didapat atau spesifik (adaptif/acquired)(6,7,8) Perbedaan utama antara kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu yang tidak ada pada respon imun nonspesifik akan tetapi kedua jenis respon tersebut saling meningkatkan efektifitas dan respon imun yang terjadi merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang terdapat didalam sistem imun(6,7) A. Sistem imun non spesifik(6,7) Sistem imun non spesifik merupakan bagian tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikro organisme,oleh karena dapat memberikan respon langsung terhadap antigen walaupun sebelumnya tubuh tidak pernah terpapar dengan zat tersebut. Disebut nonspesifik karena tidak ditunjukan langsung mikroorganisme tertentu, telah ada dan berfungsi sejak lahir. Yang termasuk dalamsistem imun non spesifik antara lain :1. pertahanan fisik/mekanik (kulit, selaput lendir, silia saluran nafas) 2. pertahanan biokimia (keringat, bahan yang disekresi mukosa, ludah, air mata dan lain-lain) 3. pertahanan humoral (komplemen, interferon,C-reaktif protein) 4. pertahanan seluler (fagosit, makrofag,sel NK dan sel K). B. Sistem imun spesifik (6,7) Sistem imun spesifik merupakan imuntas yang didapat yang timbul akibat respon terhadap antigen tertentu yang pernah terpapar seelumnya. Sistem imun ini mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing. Benda asing yang pertama kali terpapar dalam tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitisasi sel-sel imun spesifik tersebut, bila bertemu kembali akan lebih cepat dikenal dan kemudian dihancurkannya. Disebut sistem imun spesifik karena hanya dapat merespon benda asing yang sudah dikenal sebelumnya. Sistem imun spesifik terdiri dari : sistem imun spesifik humoral dan sistem imun spesifik seluler. Pada reaksi imunologi banyak substansi serupa hormon yang dilepas limfosit T dan B maupun oleh sel-sel lain yang berfungsi sebagai sinyal interselular yang mengatur respon imunologi terhadap rangsangan dari luar. Substansi-substansi tersebut secara umum dikenal dengan nama sitokin. substansi yang dilepaskan oleh limfosit disebut limfokin sedangkan yang dikeluarkan oleh monosit disebtu monokin. Substansi tersebut berperan dalam mengendalikan hemopoesis mapun limfopoesis dan juga berfungsi dalam mengendalikan respon imun dan reaksi inflamasi dengan cara mengatur pertumbuhan serta mobilitas dan diferensiasi leukosit maupun sel lain. Selain itu sitokin juga diketahui berperan dalam patofisiologi berbagai macam penyakit. Setap jenis sitokin biasanya diproduksi oleh lebih dari satu jenis sel dan memberikan dampak yang berbeda pada berbagai sel sasaran. Sitokin merupakan mediator respon imun yang sangat poten dan mampu berinteraksi dengan reseptor pada permukaan sel. Sitokin berkerja seperti hormon yaitu melalui reseptor pada permukaan sel sasaran baik langsung maupun tidak langsung. Secara langsung melalui fungsi autokrin dan fungsi parakrin. Secara tidak langsung dengan cara mengiduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain (sinergisme) atau sebaliknya mencegah ekspresi reseptor dan produksi sitokin (antagonisme). Banyak sitokin yang telah diidentifikasi, baik struktur molekul maupun fungsinya. beberapa diantaranya merupakan mediator utama yang meningkatkan reaksi imunologi yang melibatkan makrofag, limfosit dan sel-sel lain, jadi berfungsi sebagai imunerogulator spesifik maupun nonspesifik. Pada 2nd International Lymphokine Workshop di Swiss tahun 1979, dicapai kesepakatan untuk memberikan nama generik kepada mediator-mediator tersebut yang ternyata mempunyai sifat biokimia maupun sifat biologik serta fungsi yang serupa. Nama yang disepakati adalah Interleukin (IL) yang berarti adanya komunikasi antara sel leukosit. Hingga sekarang telah ditemukan beberapa jenis IL, yaitu IL-1 hingga IL-18, dan berbagai percobaan telah dilakukan untuk menentukan fungsi masing-masing. IL-1, interferon dan tumor necrosis factor adalah sitokoin yang diproduksi dan bekerja sebagai mediator dalam imunitas non-spesifik. sedangkan yang lainnya terutama berperan dalam imunitas spesifik. SISTEM IMUN NON SPESIFIK SPESIFIK FISIK BIOKIMIA HUMORAL SELULER Kulit Slpt lendir Silia Batuk Asam Lambung Lisozim Laktoferin dll Komplemen Interferon IL-1 CRP Fagosit Sel Non (sel NK dan sel K) Sel Mediator HUMORAL / SEL B HUMORAL / SEL T Gambar sistem imun (Bratawijaya, 2000) V. SISTEM INTERLEUKIN-1 Interleukin-1 (IL-1) mulanya dikenal sebagai polipeptida yang merupakan derivat dari fagosit mononuklear yang meningkatkan respons dari timosit terhadap aktivator poliklonal khususnya sebagai kostimulasi dari aktifasi sel T. Dalam perkembangan selanjutnya dinamakan sebagai leucocyte activating factor (LAF), mononuclear cell factor (MCF), B cell activating factor (BAF), leucocyte endogenus mediator (LEM)(6,7) IL-1 diproduksi tertama antara lain oleh : makrofag, sel endotel, limfosit granuler, sel B, fibroblas, sel epitel, astrosit, dan osteoblas. IL-1 juga dapat disentesis oleh hampir semua sel berinti.IL-1 bekerja terutama sebagai mediator pada imunitas non-spesifik bersama interforen dan tumor necrosis factor. IL-1 termasuk dalam golongan sitokin(6,7,8) Saat ini telah jelas bahwa fungsi IL-1 secara umum adalah sebagai mediator dari respons inflamasi imunitas natural yaitu mengaktifkan sel T, merangsang sel T untuk memproduksi limfokin, co-factor untuk haemoptik growth factor, menimbulkan panas, penglepasan ACTH, neutrophil dan respon akut sistemik lainnya, merangsang sintesis limfokin kolagen dan kolagenase, mengaktifkan sel endotel dan makrofag, perantara dalam inflamasi, proses katabolik dan resistensi non spesifik terhadap bakteri(6,7,8) Penelitian biokimia dan kloning membuktikan bahwa Sistem IL-1 terdiri dari dua bentuk fungsional, yaitu interleukin-1 alfa (IL-1α) dan interleukin-1beta (IL-1β) masingmasing merupakan produk gen yang berbeda. satu antagonis yaitu : interleukin-1 receptor antagonis (IL-1RA) dan dua ikatan membran reseptor, interleukin-1 receptor type I (IL1Rtl) dan interleukin-1 receptor type II (IL-1RtII)(8,9) Kedua antagonis tersebut disintesa sebagai prekursor 31 kDa. Dan kemudian disekresi dalam bentuk sebagai protein matur 17 kDa. Bentuk aktif dari IL-1α adalah dalam bentuk prekursor. 31 kDa atau produk yang lebih kecil, sedangkan bentuk aktif enzyme (ICE). Meskipun asam amino, dimana diantara kedua sub tipe tersebut memiliki kesamaan hanya 22% namun keduanya berkaitan dengan reseptor permukaan yang sama dan berfungsi sebagai mediator pada peristiwa biologi yang sama(8,9) Dalam kaitannya dengan proses implantasi, sistem IL-1 telah dapat dideteksi pada level mRNA pada blastomere dari embrio praimplantasi dari berbagai macam spesies dan pada endometrium pada siklus menstruasi. Tabel dibawah ini adlah mnenunjukkan sistem IL-1 yang telah dapat didedeksi pada endometrium dan praimplantasi embrio(4,9,13) tabel 1. sistem interleukin-1 pada endometrium dan embrio praimplantasi (Simon C, 20002) Molecule Endometrium Preimlantation Embryo IL-α IL-β IL-IRA Human Human Mouse Mouse Human Human Mouse Mouse Human Human Mouse IL-IRtl Human Human Mouse Diketahui bahwa berbagai substansi dapat merangsang makrofag atau Antigen Presenting Cell (APC) lain untuk membentuk IL-1, baik merangsang makrofag itu sendiri maupun merangsang limfosit T yang secara tidak langsung memacu pembentukan IL-1 oleh makrofag. Pada manusia makrofag terutama mensekresi IL-1β, sedangkan sel lain memproduksi IL-1α(6,7) Dampak biologis IL-1 bergantung pada jumlah yang dilepaskan. Pada kadar rendah fungsi utamanya adalah seagai mediator inflamasi lokal dan memiliki efek autokrin dan parakrin, misalnya berinteraksi dengan sel endotel untuk meningkatkan pengaturan ekspresi molekul adhesi pada sel endotel, seperti ikatan untuk integrin. Dalam kadar tinggi IL-1 masuk kedalam sirkulasi darah dan melancarkan efek endokrin, misalnya menyebabkan deman, menginduksi sintesis protein fase akut oleh hepar dan lain-lain. Faktor yang mengatur pelepasa IL-1 belum jelas tetapi diduga kerusakan sel merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pelepasan IL-1 oleh sel-sel tersebut(6,7) Reseptor tipe 1 terdapat pada banyak tipe sel dan merupakan reseptor utama yang berperan sebagai penghantar dari timbulnya respon akibat interleukin-1 sedangkan resptor tipe II terutama ada di sel B dan berfungsi sebagai inhibitor kompetitif terhadap ikatan antara IL-1 dengan reseptor tipe 1. ikatan IL-1 dengan reseptor tipe II ini tidak menghasilkan efek apapun, dan ikatan ini berguna untuk regulasi pada sekresi IL-1 yang berlebihan(4,7,8,10) IL-1 adalah satu-satunya sitokin yang mempunyai inhibitor alami yaitu IL-IRA yang mana secara struktural homolog dengan IL-1 dan dapat berkaitan dengan reseptor IL-1 akan tetapi secara biologis inaktif. Inhibitor ini dikenal dengan interleukin-1 receptor antagonis (IL-IRA) yang merupakan regulator endogen untuk aktivitas IL-1(7,8) VI. PERAN INTERLEUKIN-1 BETA PADA PROSES IMPLANTASI Embrio yang akan berimplantasi memproduksi berbagai macam zat satu diantaranya adalah sistem IL-1 yang selama perkembangannya akan memberikan sinyal kepada maternal. Interaksi antara embrio yang akan berimplantasi dan endometrium maternal melalui jalur otokrin dan parakrin sitokin(8,12,13) Sistem IL-1 terlibat erat pada fisiologi endometrium dan perkembangan embrio praimplantasi. Pada manusia hampir semua komponen sistem IL-1 dapat dideteksi dengan pemeriksaan secara Immunohistokimia pada embrio praimplantasi maupun endometrium di semua fase siklus menstruasi. IL-1β dan IL-1Rtl secara signifikan meningkat pada fase luteal. Embrio manusia yang dikultur setelah fetilisasi invitro memproduksi IL-β dalam konsentrasi yang tinggi, dan tingginya konsentrasi ini dihubungkan dengan keberhasilan proses implantasi embrio. Penelitian juga menunjukkan adanya IL-1β dan IL-1Rtl pada epitel dan sel stroma mokusa tuba manusia pada fase luteal siklus menstruasi. Produksi dari faktor ini memungkinkan embrio praimplantasi untuk berkomunikasi dengan permukaan maternal selama perjalanan di tuba. (8,10,12,13) Adanya sistem IL-1 yang mempunyai fungsi parakrin memungkinkan terjadinya komunikasi antara embrio praimplantasi dengan endometrium ibu yang sangat membantu suksesnya proses implantasi. IL-1β dan IL-1Rtl pada embrio praimplantasi manusia mempengaruhi endometrium melalui jalur parakrin yang selanjutnya memicu beberapa mekanisme antara lain aktivitas dari molekul adhesi, Aktivasi COX-2, Induksi Matrix Metalloproteinasi (MMP),mengiduksi urokinasi Plasminogen. Aktivator (u-PA) dan diketahui memicu perlekektan sel darah putih (eosinofil, nertofil dan granulosit) pada sel endotel.(8,13) Huang JC. dkk, melakukan penelitian menunjukan bahwa pada endometrium kultur yang diberikan IL-1β menunjukkan peningkatan kadar PGF2α yang sangat bermakna yaitu meningkat menjadi 8,4 kali. kesimpulan penelitian tersebut IL-1β memicu COX-2 untuk merubah Asam Arachidonat menjadi PGF-2α. Diduga tingginya PGF2α ini membantu suksesnya implantasi dengan jalan meningkatkan permeabilitas vaskuler dan mengontrol pertumbuhan dan diferensiasi sel desidua.(13) Kennedy meneliti pada binatang mengerat, implantasi dapat dicegah dengan suntikan penghambat prostaglandin. Kennedy menunjukkan bahwa indometasin mencegah peningkatan permiabilitas pembuluh darah endometrium normal sebelum terjadi implantasi. Bukti tambahan peran prostaglandin pada stadium dini implantasi adalah adanya peningkatan kosentrasi prostaglandin pada tempat implantasi. sumber prosaglandin ini tidak diketahui. Tampaknya prostagladin berasal dari sel endometrium dan pembuatannya mungkin dirangsang oleh kerusakan jaringan yang terjadi pada saat implantasi.(3,14) Huang HY. dkk, meneliti pada sel stroma endometrium manusia, Il-IRA tinggi pada fase folikuler dibadingkan dengan fase luteal, demikian juga pada tikus percobaan, sedangkan IL-1β kosentrasinya meningkat pada fase luteal. Lalu dilakukan penelitian bahwa pada tikus percobaan yang diberikan IL-RA dua hari sebelum implantasi maka akan terjadi kegagalan pada proses impantasi, ini menunjukkan efek inhibis IL-IRA pada proses implantasi. Bagaimana proses yang pasti sampai saat ini masih belum jelas, tetapi diduga melalui pengikatan IL-1β oleh IL-IRA sehingga konsentrasi IL-1β sangat berkurang dan berefek langsung pada mikrovili embrio dan integrin pada endometrium tikus(14) Setelah menempel pada permukaan endometrium, embrio harus melintas lapisan epitel dan membran basalis untuk menanamkan desidua basalis lebih jauh berkembang. Invasi ini dihubungkandengan tissue remodelling dari ECM dan regulasi oleh MMP. Setelah masuk ke endometrium maternal, perkembangan embrio ditandai dengan perkembangan pembuluh darah bersama dengan desidualisasi, perkembangan membran vaskular dan pembentukan placenta (8,10) MMP adalah enzim protease yang dapat mendegradasi ECM. Kelompok MMP ini terbagi menjadi 16 mulai MMP-1 sampai MMP-16 yang masing-masing mempunyai fungsi degradasi yang spesifik MMP-2 dan MMP-9 didapatkan pada endometrium manusia yang untuk berfungsi menghancurkan membran basalis dan mendegradasi ECM sehingga memungkinkan tropoblas menyusup kejaringan lebih dalam. Ekspresi MMP-2 dan MMP-9 dirangsang oleh interleukin-1β beberapa faktor pertumbuhan sebaliknya aktivitasnya akan dihambat oleh Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP)(8,15) Sel tropobalas manusia mensekresi u-PA. sel stroma endometrium juga mensekresi baik u-PA dan Plasminogen Aktivator jaringan. u-PA adalah suatu ezim yang berfungsi mengubah pasminogen menjadi plasmin. u-PA mempunyai reseptor yang terletak pada permukaan sel stroma endometrium yaitu urokisnase Plasminogen Aktifator Reseptor (uPAR). Beberapa growth faktor bersifat merangsang pembentukan u-PA (11,16) tersebut,sedangkan PAI bersifat menghambat enzym tersebut Ikatan antara u-PA dan u-PAR akan berimplikasi berbagai macam proses biologi misalnya : sel migran, perbaikan jaringan, invasi dan meningkatkan aktivitas proteolitik pada permukaan sel, menyebabkan respon mitotik, menyokong endositosis. Plasmin mempunyai kemampuan melakukan degradasi ECM dan mendegradasi membran basalis. Selain itu plasmin dapat mengaktivasi enzim protease yaitu MMP(11,16) Setelah ECM terdegradasi maka sel endotel dari pembuluh darah yang ada akan melakukan migrasi dan tropoblas melakukan invasi ke daerah ECM tersebut. Bagaimana keseimbangan peran regulasi dari u-PA tersebut sampai sekarang masih belum dketahui secara pasti (11,16) Terdapat dua anggota serine inhibitor, type Endotelia yaitu Plasminogen Aktivator Inhibitor-1 (PAI-1) dan Type Placenta yaitu Plasminogen Aktivator Inhibitor-2 (PAI-2), yang mana apabila mengikat u-PA akan menginaktifkannya PAI mempunyai implikasi penting yang memungkinkan sel desidua terlibat pengaturan invasi tropoblas pada implantasi. PAI ini dipengaruhi oleh peregesteron, semakin tinggi kosentrasi progesteron jumlah PAI juga semakin meningkat.(8,10) Chung (2000) telah meneliti MMP dan TIMP pada endometrium. Endometrium manusia dapat dideteksi adanya TIMP-1, TIMP-2 dan TIMP-3. hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa baik MMP maupun TIMP keduanya kerjnya dipengaruhi oleh IL1β, MMP dirangsang oleh IL-1β sedangkan TIMP dihambat.(12) IL-1β (-) (+) u PA u-PAR (-) inaktiv PAI Plasminogen TIMP (+) Plasmin MMP Degradasi ECM Invasi Gambar 5. Peran interleukin-1 beta pada Proses Implantasi Gambar 6. reaksi interleukin-1β pada proses implantasi VII. RINGKASAN Dalam sistem reproduksi manusia, implantasi merupakan proses yang harus dilalui, dan keberhasilan proses ini membutuhkan kesiapan, koodinasi dan interaksi yang terusmenerus antara embrio dan ibu. Endometrium dalam setuap siklus haidnya selalui dipersiapkan untuk menerima hasil kosepsi. Persiapan endometrium untuk menerima kosepsi ini dimulai sejak awal setiap kali haid. Demikian juga blastosis mempersiapkan diri sejak terjadinya fertilisasi Implantasi dibagi menjadi 3 tahap yaitu : Aposisi blastosis ke endometrium, perlekatan dan dilanjutkan dengan invasi. IL-berperan pada ketiga proses tersebut terutama pada invasi tropoblas ke endometrium. Pada proses perlekatan IL-1β mempengaruhi integrin pada epitel endometrium dan microvili embrio sehingga membatu perlekatan embrio dalam bentuk blastosis ke endometrium Pada proses invasi IL-1β akan merangsang u-PA dan u-PAR untuk berkaitan,dimana ikatan ini akan berimplikasi mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin akan mengaktifkan MMP untuk mendegradasi ECM dan selanjutnya tropoblas mengadakan invasi. Disamping melalui jalur tersebut diatas IL-1β dapat juga mengkatifkan MMP secara langsung. Selanjutnya invasi tropoblas akan dihambat oleh TIMP. TIMP ini akan ditingkatkan jumlah dan fungsinya oleh pengaruh progesteron sedangkan IL-1β akan menghambat kerja TIMP. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Cunningham F.G, Mac Donald P.C., Grant N.F.,et al. The Endometrium and Decidua. In William Ostetrics, 2000,21stedition :65-83 Creasy RK. Resnik R., et al. The Immunology of Pregnancy. In Maternal-Fetal Medicine, 1999, 4th edition :72-89 Speroff L, Glass RH, Kase NG., Clinical Gynecologic Endocrinolgy and Infertility 5th ed. Baltimore : Williams and Wilkins, 1994: 67-8 Loke Y.W., King A, Cytoknes and Their Receptors in Implantation In : Human Implantation : Cell Biology and Immunology 1995;1sted: 180-223 Norwitz, E.R., Schust D.J., Fisha S.J., Implantation and The Survival of Early Pregnancy. The New England Journal of Medicine, 2001,345 :1400-1408 Bratawidjaja KG. Imunologi dasar. Edisi IV. Jakarta :Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000 : 3-105 Kresno SM. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratoriumn. Edisi III. Jakarta Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996 : 3-41 Abbas Ak.,Lichtman AH and Pober JS. Celluler and molecular immunolgy. Fourth Edition. Philadelphia:WB Saunders Company, 2000: 235-269 Simon C.,Polan M L, Olivares EG., Krussel JS., Cytokine and Growth Factor Network in Human Endometrium. Immunology and Allergy Clinics of North America, 2002,22(3) : 1-20 Cunningham F.G., Mac Donald P.C., Grand N.F.,et al. The Placental and Fetal Membran. In William Ostetrics, 2000,21st edition : 86-107 Chung HW., Wen Y., Ahn JJ., et al. Interleukin-1, beta Regulate Urokinaseplasminogen Activator (u-PA), U-PA Receptor, Solubel u-PA Receptor and Plaminogen Activator Inhibitor-1 Messenger Ribonucleic Acid Expression in cultured Human Endometrial Stroma Cells. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolisme,2000,5 (11) : 1332-7 Mor G., Abrahams VM., Immunology of Implantation, Immunology and Allergu Clinies of North America, 2002, 22 (3) : 1-20 Huang HY., Krussel JS, Raga F. et al. Interleukin (IL)-1 beta Regulation IL-1 beta and IL-1 Receptor Antagonist Expression in Cultured Human Endometrial Stromal Cells. Journal of Clinical Endocrinology and Metabilisme, 2001, 86 (3) : 1387-1393 Huang JC, Liu DY.,Yadollahi S., et al . . Interleukin (IL)-1 beta Induces Cyclooxygenase-2 Gene Expression in Cultured Endometrial Stronal Cells. Journal of Clinical Endocrinology and Metabolisme, 1998, 83(2) : 538-541 Hirsch E. Mice Lacking Interleukin-1 Reseptor Antagonis Have Impaired Infertlity,J Soc. Gunecology Investing 1994;1;47A. Giudece LC, Implantation and endometrial function. In : Fauser BCJ Med, Melecular Biology in Repreductive Medicine, New York : The Parthenon Publishing Group, 1999 : 33-52