McKinsey Global Institute September 2012 Perekonomian nusantara: Menggali potensi terpendam Indonesia The McKinsey Global Institute McKinsey Global Institute (MGI), bagian dari Mckinsey & Company yang melakukan penelitian dalam bidang bisnis dan ekonomi, didirikan pada tahun 1990 untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam mengenai perekonomian dunia yang terus berkembang. Tujuan kami adalah untuk memberikan fakta dan wawasan yang dapat mendasari pengambilan keputusan manajemen dan pembuatan kebijakan bagi para pemimpin di sektor komersial, publik, dan sosial. Penelitian MGI memadukan ilmu ekonomi dan manajemen, melalui perangkatperangkat analisis ekonomi yang dilengkapi dengan wawasan para pelaku bisnis terkemuka. Dengan metodologi mikro-makro, kami meneliti kecenderungan mikroekonomi untuk lebih memahami kekuatan makroekonomi yang mempengaruhi strategi bisnis dan penentuan kebijakan publik. Laporan–laporan MGI yang mendalam telah mengulas lebih dari 20 negara dan 30 industri. Penelitian yang dilakukan saat ini difokuskan pada enam tema: produktivitas dan pertumbuhan, pasar keuangan, teknologi dan inovasi, urbanisasi, pasar tenaga kerja, dan sumber daya alam. Beberapa penelitian yang baru dilakukan mengkaji mengenai berkurangnya peran saham, kemajuan dalam hal utang dan deleveraging (pengurangan utang), produktivitas sumber daya, kota-kota di masa depan, masa depan lapangan pekerjaan dalam perekonomian maju, dampak Internet terhadap ekonomi, dan peran teknologi sosial. MGI dipimpin oleh tiga direktur McKinsey & Company: Richard Dobbs, James Manyika, dan Charles Roxburgh. Susan Lund bertindak sebagai direktur penelitian. Seluruh tim proyek dipimpin oleh sekelompok senior fellow dan beranggotakan konsultan dari kantor McKinsey di seluruh dunia. Tim-tim tersebut memanfaatkan para partner, industri, dan pakar manajemen yang tergabung dalam jaringan global Mckinsey. Selain itu, para ekonom terkemuka, termasuk peraih Nobel, bertindak sebagai penasihat penelitian. Para partner McKinsey & Company mendanai penelitian MGI; penelitian ini tidak disponsori oleh perusahaan, pemerintah, atau lembaga lain. Untuk informasi lebih lanjut tentang MGI dan untuk mengunduh laporan, silakan kunjungi www.mckinsey.com/mgi. McKinsey & Company di Indonesia McKinsey & Company adalah perusahaan konsultan manajemen global yang membantu banyak organisasi terkemuka di dunia mengatasi tantangan strategis mereka, mulai dari melakukan reorganisasi untuk pertumbuhan jangka panjang sampai dengan meningkatkan kinerja bisnis dan memaksimalkan pendapatan. Melalui para konsultan yang dikerahkan di lebih dari 50 negara di seluruh dunia, McKinsey memberikan saran terkait isu strategi, operasional, organisasi, dan teknologi. Selama lebih dari delapan dasawarsa, tujuan utama Mckinsey adalah untuk bertindak sebagai penasihat eksternal yang paling terpercaya bagi sebuah organisasi dalam menangani isu-isu penting yang dihadapi oleh manajemen senior. McKinsey mulai melayani klien Indonesia sejak tahun 1988, dan mendirikan sebuah kantor di Jakarta pada tahun 1995 dengan tim yang terdiri atas para profesional dunia dan lokal. Saat ini McKinsey mempekerjakan lebih dari 60 orang staf Indonesia yang melayani perusahaan-perusahaan swasta lokal, BUMN, dan sektor publik di Indonesia, serta perusahaan multinasional dari berbagai industri yang berminat untuk membangun keberadaan mereka di Indonesia. Hak cipta © McKinsey & Company 2012 McKinsey Global Institute September 2012 Perekonomian nusantara: Menggali potensi terpendam Indonesia Raoul Oberman Richard Dobbs Arief Budiman Fraser Thompson Morten Rossé Indonesia saat ini . . . Negara dengan ekonomi terbesar ke-16 45 juta 53% 74% pdb 55 juta 0,5 triliun dolar AS di dunia anggota kelas konsumen penduduk tinggal di perkotaan dan menghasilkan tenaga kerja terampil dalam perekonomian Indonesia peluang pasar dalam jasa konsumen, agrikultur dan perikanan, sumber daya energi dan pendidikan . . . dan pada 2030 Negara dengan ekonomi terbesar ke-7 135 juta 71% 86% pdb 113 juta 1,8 triliun dolar AS di dunia anggota kelas konsumen penduduk tinggal di perkotaan dan menghasilkan tenaga kerja terampil dibutuhkan peluang pasar dalam jasa konsumen, agrikultur dan perikanan, sumber daya energi dan pendidikan McKinsey Global Institute Perekonomian nusantara: Menggali potensi terpendam Indonesia Ringkasan eksekutif Perekonomian Indonesia memiliki prospek yang sangat menjanjikan. Sebagai negara dengan perekonomian terbesar ke-16 di dunia, negara kepulauan yang dinamis ini berpotensi menempati peringkat terbesar ketujuh pada 2030. Saat ini, di luar perkiraan banyak pengamat luar, perekonomian Indonesia jauh lebih stabil dan terdiversifikasi. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami kemajuan pesat dalam pengelolaan makroekonomi. Inflasi turun dari dua digit menjadi satu digit, dan utang pemerintah sebagai bagian dari PDB lebih rendah jika dibandingkan dengan utang sebagian besar negara ekonomi maju. Perekonomian Indonesia, sebagai bagian dari Asia yang sedang bangkit kembali, mengalami perubahan sangat pesat. Indonesia memiliki mayoritas penduduk berusia muda dan sedang dalam proses urbanisasi, dan dengan demikian mendorong pertumbuhan penghasilan. Sampai dengan tahun 2030, Indonesia akan menjadi tempat tinggal bagi sekitar 90 juta konsumen tambahan dengan daya beli yang cukup besar. Pertumbuhan kelas konsumen1 di Indonesia lebih kuat jika dibandingkan dengan negara mana pun selain Cina dan India, sebuah sinyal bagi perusahaan internasional dan investor tentang peluang baru yang cukup besar. Akan tetapi, Indonesia berada di titik sangat krusial. Perekonomian kepulauan dihadapkan pada tiga tantangan utama selama periode antara saat ini hingga tahun 2030. Pertama, Indonesia menghadapi tuntutan produktivitas. Perekonomian telah mencapai kinerja cukup baik dalam hal produktivitas tenaga kerja, yang menyumbang lebih dari 60 persen terhadap pertumbuhan ekonomi selama dua dasawarsa terakhir, sementara sisanya disumbang oleh pertumbuhan dalam jumlah angkatan kerja. Namun, analisis kami menunjukkan bahwa Indonesia perlu meningkatkan pertumbuhan produktivitasnya sebesar 60 persen dari angka yang dicapai antara 2000-2010 agar perekonomian dapat mencapai target pertumbuhan PDB tahunan pemerintah sebesar 7 persen, di atas pertumbuhan dasar yang berkisar antara 5 hingga 6 persen (Gambar E1). Kedua, distribusi pertumbuhan tidak merata di wilayah Indonesia dan peningkatan kesenjangan menjadi isu penting. Indonesia perlu memikirkan cara untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi sedapat mungkin mencakup semua golongan masyarakat. Tantangan ketiga adalah memastikan bahwa Indonesia tidak mengalami kendala infrastruktur dan sumber daya saat kelas konsumennya, yang semakin besar, mendorong pertumbuhan dan permintaan akan sumber daya yang akan menciptakan potensi pasar baru yang menguntungkan. Dalam beberapa tahun mendatang, transformasi ekonomi yang terjadi hanya sekali dalam satu generasi ini akan membutuhkan pengelolaan secara saksama. 1 Definisi kelas konsumen adalah individu dengan penghasilan neto lebih besar dari 3600 dolar AS per tahun pada paritas daya beli (purchasing power parity/PPP), menurut nilai tukar tahun 2005. 1 2 Gambar E1 Untuk mencapai target pertumbuhan PDB sebesar 7%, produktivitas tenaga kerja harus meningkat 60% lebih tinggi dibandingkan periode tahun 2000-10 Tingkat pertumbuhan PDB riil tahunan % 7,0 2,4 4,6 2,9 Target pertumbuhan PDB Ekspektasi pertumbuhan PDB dari peningkatan jumlah tenaga kerja1 Peningkatan produktivitas tenaga kerja yang dibutuhkan, 2010-30 Tambahan 60% peningkatan produktivitas tenaga kerja yang dibutuhkan Peningkatan produktivitas tenaga kerja historis, 2000-102 1 Bersumber dari tambahan tenaga kerja yang bergabung ke angkatan kerja karena faktor demografi dan peningkatan partisipasi dalam angkatan kerja; produktivitas rata-rata tahun 2010-30 berdasarkan asumsitingkat pertumbuhan normal sebesar 5-6 persen. 2 Berdasarkan rata-rata dari data yang berasal dari sumber nasional dan internasional. SUMBER: Data CEIC; Biro Pusat Statistik Indonesia; Conference Board Total Economy Database; International Monetary Fund (IMF); United Nations Population Division; Analisis McKinsey Global Institute Laporan ini menyoroti langkah yang dapat diambil Indonesia di tiga sektor utama, yaitu jasa konsumen, agrikultur dan perikanan, serta sumber daya energi, untuk meningkatkan produktivitas dan menghilangkan berbagai kendala terhadap pertumbuhan. Selain itu, kami menyoroti berbagai cara untuk mengatasi kurangnya keterampilan di semua sektor. Apabila Indonesia memperhatikan prioritas di keempat bidang tersebut maka Indonesia akan memiliki peluang mengembangkan keberhasilan yang dicapai sebelumnya dan menciptakan landasan bagi perekonomian produktif, inklusif, dan memiliki ketahanan baik dalam jangka panjang. Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan akhir-akhir ini tidak dipahami secara luas Perekonomian Indonesia, yang saat ini berada di peringkat ke-16 terbesar di dunia, menunjukkan kinerja kuat selama sekitar satu dasawarsa terakhir dan jauh lebih beragam dan stabil dari anggapan banyak pengamat luar negeri (Gambar E2). Selama sekitar satu dasawarsa terakhir, Indonesia memiliki volatilitas terendah dalam pertumbuhan ekonomi di antara negara dengan perekonomian lebih maju yang tergabung dalam anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) atau BRICs (Brasil, Rusia, India, dan Cina, dengan tambahan Afrika Selatan). Utang pemerintah sebagai bagian dari PDB turun 70 persen selama dasawarsa terakhir dan pada saat ini lebih rendah jika dibandingkan angka 85 persen negara OECD. Inflasi turun dari 20 persen menjadi 8 persen dan saat ini sebanding dengan inflasi di beberapa perekonomian yang lebih mapan seperti Afrika Selatan dan Turki. Menurut laporan World Economic Forum tentang daya saing Indonesia pada 2012, Indonesia menduduki peringkat ke-25 dalam hal stabilitas makroekonomi, sebuah peningkatan dramatis dari peringkatnya yang ke-89 pada 2007. Saat ini, Indonesia menempati posisi lebih baik daripada India, Rusia, dan Brasil serta beberapa negara tetangga anggota ASEAN, termasuk Malaysia, Thailand, dan Filipina.2 2 Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (Association of South East Asian Nations). McKinsey Global Institute Perekonomian nusantara: Menggali potensi terpendam Indonesia 3 Gambar E2 Indonesia menunjukkan kinerja mengesankan sepanjang dasawarsa lalu OECD and BRICS1 serta Afrika Selatan Peringkat GDP 2011, Harga berlaku $ triliun Pertumbuhan PDB riil, 2000-10 % 15,1 Cina Standar deviasi, pertumbuhan PDB, Proporsi hutang disetahunkan, 2000-10 terhadap PDB, 2009 % % 11,5 Indonesia Tingkat inflasi, 2011 %, Deflator PDB 0,86 Rusia 8,7 Jepang -2,0 0,95 Estonia 9,0 Republik Ceko -0,7 1 Amerika Serikat 2 Cina 7,3 India 3 Jepang 5,9 Indonesia 5,2 Portugal 1,48 Luxembourg 12,8 Irlandia -0,4 4 Jerman 3,6 Rusia 4,9 Norwegia 1,56 Cina 16,5 Jerman 0,7 5 Perancis 2,8 Slovakia 4,9 Perancis 1,59 Australia 24,1 Swiss 0,7 6 Brazil 2,5 Korea Selatan 4,2 Selandia Baru 1,70 Indonesia 25.0 Slovenia 0,8 7,7 Australia 7 Inggris 2,4 Turki 4,0 Belgia 1,74 Republik Ceko 32,0 Denmark 0,9 8 Italia 2,2 Polandia 3,9 Swiss 1,78 Norwegia 35,4 Swedia 0,9 9 Rusia 1,9 Estonia 3,8 Kanada 1,82 Slovakia 38,2 Portugal 1,0 10 Kanada 1,7 Cile 3,7 India 1,85 Denmark 40,8 Italia 1,3 11 India 1,7 Brazil 3,6 Korea Selatan 1,98 Swedia 44,2 Belanda 1,4 12 Spanyol 1,5 Afrika Selatan 3,5 Polandia 2,00 Spanyol 46,4 Spanyol 1,4 13 Australia 1,5 Republik Ceko 3,4 Cina 2,02 Jerman 47,6 Perancis 1,6 14 Meksiko 1,2 Israel 3,1 Belanda 2,09 Polandia 48,1 Yunani 1,6 15 Korea Selatan 1,1 Australia 3,1 Amerika Serikat 2,10 Turki 51,4 Slovakia 1,6 16 Indonesia 0,8 Slovenia 2,8 Afrika Selatan 2,14 Kanada 53,1 (36) Afrika Selatan 7,8 17 Belanda 0,8 Luxembourg 2,8 Austria 2,14 India 53,7 (38) Indonesia 8,4 18 Turki 0,8 Selandia Baru 2,6 Italia 2,17 Belanda 58,2 (39) Turki 9,0 1 Organisation for Economic Co-operation and Development; Brazil, Russia, India, China, and South Africa. SUMBER: Conference Board Total Economy Database; International Monetary Fund (IMF); World Bank; Analisis McKinsey Global Institute Kesalahpahaman lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berpusat di Jakarta; kenyataannya, banyak kota lain di Indonesia mengalami pertumbuhan lebih cepat, meskipun dari basis lebih rendah. Pusat perkotaan yang mengalami pertumbuhan tercepat adalah kota kelas menengah sedang dan besar, dengan penghuni lebih dari dua juta orang (tidak termasuk Jakarta), yang mencapai pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 6,4 persen sejak 2002, jika dibandingkan dengan pertumbuhan di Jakarta, yang sebesar 5,8 persen. Kota tersebut mencakup Medan, Bandung, dan Surabaya serta sebagian wilayah seputar Jakarta, seperti, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Juga tidak seperti anggapan banyak orang, Indonesia bukan jenis negara Asia pengekspor produk manufaktur, yang ditopang oleh pertumbuhan angkatan kerjanya, atau negara pengekspor komoditas yang didorong oleh kekayaan sumber daya alamnya. Dalam kenyataan, secara umum, pertumbuhan di Indonesia lebih didorong oleh konsumsi dalam negeri daripada ekspor, oleh sektor jasa dibandingkan sektor manufaktur atau sumber daya. Ekspor Indonesia sebagai bagian dari PDB kurang lebih mencapai separuh dari ekspor Malaysia tahun 1989, ketika penghasilan rata-rata penduduk Malaysia sama dengan penghasilan penduduk Indonesia saat ini. Sumbangan sektor sumber daya terhadap keseluruhan perekonomian sesungguhnya menurun sejak 2000, meskipun harga sumber daya terus meningkat. Pertambangan, minyak dan gas hanya menyumbang 11 persen dari PDB nominal Indonesia, mirip dengan perekonomian lebih maju, seperti, Australia (8,4 persen) dan Rusia (11 persen). Indonesia adalah net importer kebutuhan minyak bumi. Sebaliknya, sektor jasa menyumbang kurang lebih separuh dari hasil (output) perekonomiannya. Selama dua dasawarsa terakhir, peningkatan produktivitas tenaga kerja menyumbang lebih dari 60 persen terhadap pertumbuhan ekonomi dan sisanya berasal dari penambahan tenaga kerja (labor input) sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk usia kerja. Cukup mengejutkan bahwa mayoritas kenaikan produktivitas Indonesia tidak disebabkan oleh perpindahan tenaga kerja dari 4 sektor pertanian, yang memiliki produktivitas rendah, ke sektor lebih produktif, tapi dari peningkatan produktivitas dalam berbagai sektor. Tiga sektor yang memberikan sumbangan terbesar terhadap peningkatan produktivitas ini adalah sektor perdagangan grosir dan eceran; produksi peralatan dan perlengkapan transportasi; serta transportasi dan telekomunikasi. Berlawanan dengan pendapat umum bahwa produktivitas akan mengalami peningkatan dengan mengorbankan lapangan kerja, keduanya mengalami peningkatan secara bersamaan di Indonesia dalam 35 dari 51 tahun terakhir. Prospek perekonomian menjanjikan, didukung berbagai kecenderungan menguntungkan dari dalam dan luar negeri Pertumbuhan ekonomi Indonesia diuntungkan oleh sejumlah kecenderungan kuat positif, termasuk kebangkitan kembali Asia, urbanisasi berlanjut yang meningkatkan jumlah konsumen dengan daya beli cukup sehingga memiliki kebebasan untuk membeli barang dan jasa,yang mereka inginkan, serta penduduk usia muda yang menawarkan potensi bonus demografi (demographic dividend) terhadap perekonomian. Pada tingkat pertumbuhan yang diperkirakan saat ini, akan ada potensi tambahan 90 juta penduduk Indonesia yang bergabung ke dalam kelas konsumen global pada 2030, didorong oleh perkembangan daerah perkotaan di Indonesia yang terus meningkat (Gambar E3). Hanya Cina dan India yang tampaknya dapat melampaui kenaikan ini secara mutlak, sementara Brasil, Mesir, Vietnam, dan perekonomian lain yang memiliki pertumbuhan cepat, masing-masing hanya mencapai kurang dari setengah jumlah yang dicapai Indonesia dalam kelas konsumen pada periode yang sama. Pada 2030, Indonesia berpotensi menjadi negara dengan perekonomian ketujuh terbesar di dunia setelah Cina, Amerika Serikat, India, Jepang, Brasil, dan Rusia, melampaui Jerman dan Inggris. Gambar E3 Diperkirakan sekitar 90 juta penduduk Indonesia akan bergabung dalam kelas konsumen pada tahun 2030 Juta penduduk1 265 280 280 240 145 110 180 Di bawah kelas konsumen 195 135 Kelas konsumen2 45 2010 Tambahan penduduk ke dalam kelas konsumen 170 85 20203 2030 dengan skenario PDB 5-6% 2030 dengan skenario PDB 7% 40 90 125 1 Dibulatkan ke 5 juta terdekat. 2 Kelas konsumen adalah individu dengan pendapatan bersih tahunan di atas 3.600 dolar AS berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP) tahun 2005. 3 Berdasarkan pertumbuhan PDB tahunan antara 5 - 6 persen. SUMBER: McKinsey Consumer and Shopper Insight (CSI Indonesia 2011); Sensus Penduduk 2010, Biro Pusat Statistik Indonesia; Canback Global Income Distribution Database (C-GIDD); McKinsey Global Growth Model; McKinsey Global Institute Cityscope 2.0; Analisis McKinsey Global Institute Kebangkitan Asia. Jumlah anggota kelas konsumen global akan bertambah 1,8 miliar orang dalam 15 tahun mendatang dan lebih dari 75 persen dari jumlah tersebut kemungkinan adalah penduduk Asia. Perubahan ekonomi di McKinsey Global Institute Perekonomian nusantara: Menggali potensi terpendam Indonesia India dan Cina terjadi dalam skala dan kecepatan yang belum pernah terjadi dalam sejarah. Saat ini, penghasilan rata-rata meningkat sepuluh kali lebih cepat dan dalam skala lebih dari 200 kali lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan pada saat Revolusi Industri di Inggris. Hal itu akan memicu permintaan atas berbagai sumber daya dan komoditas yang dipasok Indonesia. Ekspor ke negara Asia lain, khususnya Cina dan India, mengalami percepatan kuat dalam beberapa tahun terakhir dengan angka pertumbuhan tahunan 15 hingga 20 persen. Pada 2010, Indonesia mengekspor minyak kelapa sawit senilai 3,8 miliar dolar AS ke India dan 2,1 miliar dolar AS ke Cina. Pada tahun sama, Cina menjadi pasar ekspor batubara terbesar untuk Indonesia dengan nilai ekspor 3,6 miliar dolar AS, dan juga India dengan nilai 2,0 miliar dolar AS. Urbanisasi. Proporsi penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan akan meningkat menjadi 71 persen pada 2030 dari 53 persen saat ini, karena 32 juta orang diperkirakan pindah dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Kota baru akan dibangun, dengan demikian membantu meningkatkan persentase sumbangan terhadap PDB Indonesia, yang dihasilkan oleh daerah perkotaan, dari perkiraan 74 persen saat ini menjadi 86 persen pada 2030. Pertumbuhan di daerah perkotaan lain akan terus melampaui pertumbuhan di Jakarta. Kota kelas menengah-kecil, yaitu yang memiliki penghuni antara 150.000 hingga dua juta orang, akan terus memberikan sumbangan terhadap mayoritas pertumbuhan dan meningkatkan sumbangan terhadap PDB menjadi 37 persen (dari 31 persen saat ini) dengan pertumbuhan tahunan lebih dari 6 persen. Kami memperkirakan bahwa kota-kota seperti Pekanbaru, Pontianak, Karawang, Makassar, dan Balikpapan akan mengalami pertumbuhan paling tinggi jika dibandingkan dengan kota kelas menengah-kecil lain, dengan angka pertumbuhan tahunan masing-masing lebih dari 7 persen. Sebanyak 20 kota kelas sedang dan menengah-besar dengan penghuni antara dua juta hingga sepuluh juta orang akan mengalami pertumbuhan relatif lebih cepat, sekitar 7 persen. Kota itu secara bersama akan memberikan sumbangan sekitar seperempat dari seluruh PDB pada 2030. Sebaliknya, sumbangan Jakarta terhadap PDB diperkirakan relatif sama, yaitu sekitar 20 persen. Pertumbuhan penduduk usia kerja. Mayoritas penduduk Indonesia yang berusia usia muda dan terus meningkat dapat mencapai 280 juta pada 2030, dari 240 juta saat ini. Berbeda dengan kecenderungan demografis di banyak negara, yang mengalami penuaan, termasuk di beberapa negara Asia, kami memperkirakan kecenderungan di Indonesia tetap positif hingga 2025 dan akan memberi sumbangan 2,4 persen per tahun terhadap keseluruhan pertumbuhan ekonomi hingga 2030. Munculnya bangsa digital dan berorientasi pada teknologi. Pada dasawarsa mendatang, Indonesia akan menjadi bangsa mobile dan digital. Dewasa ini, terdapat 220 juta pelanggan layanan mobile di Indonesia. Internet semakin menjadi arus utama. Dengan angka pertumbuhan tahunan lebih dari 20 persen, Internet diperkirakan akan diakses oleh 100 juta pengguna pada 2016 dan dengan demikian meningkatkan konektivitas secara dramatis. Teknologi ramah lingkungan juga berpotensi mengubah pasar sumber daya secara dramatis pada tahun-tahun mendatang. Sebagai contoh, 40 persen potensi sumber energi panas bumi (geothermal) di dunia berada di Indonesia. Apabila dieksploitasi sepenuhnya, potensi itu dapat menghasilkan energi hingga 24 terawatt hour per tahun, kira-kira setara dengan 70 persen konsumsi energi tahunan Jakarta saat ini. 5 6 Perekonomian Indonesia menghadapi beberapa tantangan dan untuk mengatasinya Indonesia harus melakukan tindakan dalam empat bidang Untuk mengatasi tiga tantangannya, yaitu meningkatkan produktivitas, menjamin pertumbuhan yang merata (inklusif) dan mengatasi tantangan berupa lonjakan permintaan dari kelas konsumen yang semakin besar, Indonesia perlu menangani berbagai masalah berkaitan dengan birokrasi dan korupsi, akses terhadap modal, dan hambatan infrastruktur. Namun, kami yakin bahwa selain isu yang dibahas secara luas itu, Indonesia perlu memprioritaskan pengatasan hambatan dalam empat bidang utama ekonomi, yang dapat menghasilkan potensi besar bila kendala pertumbuhan saat ini dapat diatasi. Tiga dari keempat bidang tersebut berkaitan dengan transformasi dalam tiga sektor utama, yaitu jasa konsumen, agrikultur dan perikanan, serta sumber daya. Bidang keempat adalah peningkatan keterampilan tenaga kerja, sehingga memungkinkan diversifikasi lebih lanjut dalam perekonomian. 1. TRANSFORMASI JASA KONSUMEN Kelas konsumen yang berkembang pesat akan menciptakan pasar baru yang besar, terutama dalam bidang jasa keuangan dan berbagai jasa ritel, seperti, makanan dan minuman (Gambar 4). Gelombang baru kelas konsumen di Indonesia merupakan peluang besar, tapi untuk menangkap keseluruhan potensi ekonominya, sektor itu perlu meningkatkan produktivitasnya dan memastikan bahwa jasa konsumen tersedia secara luas di seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Telekomunikasi dan Internet pita lebar (broadband Internet) dapat menjadi salah satu cara untuk mendorong produktivitas dan meningkatkan akses terhadap produk konsumen. Tingkat produktivitas yang relatif rendah di sektor jasa lokal yang berhadapan langsung dengan konsumen menjelaskan mengapa saat ini terdapat kesenjangan produktivitas lebih dari 60 persen antara Indonesia dan Malaysia. Ada sejumlah hambatan dalam mencapai produktivitas lebih tinggi. Dalam bidang jasa keuangan, peraturan seringkali menjadi kendala. Dalam bidang perdagangan ritel, proteksionisme yang menghalangi perusahaan menerapkan praktik lebih efisien dan membatasi persaingan dapat menghambat pertumbuhan. Dalam bidang transportasi, infrastruktur buruk atau tidak memadai merupakan hambatan. Penelitian MGI sebelumnya menunjukkan bahwa hambatan terhadap persaingan perlu diatasi untuk mencapai produktivitas lebih tinggi dalam bidang jasa konsumen. Pemerintah dapat memainkan peran penting dalam hal ini. McKinsey Global Institute Perekonomian nusantara: Menggali potensi terpendam Indonesia 7 Gambar E4 Tabungan dan investasi serta sektor ritel Indonesia diperkirakan akan menjadi pasar konsumen yang besar di tahun 2030 Pengeluaran tahunan $ miliar, harga tahun 2010 2011 Tabungan dan investasi Tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan, 2010-30 % 2030 85 565 73 Makanan dan minuman Rekreasi 26 Pakaian 22 194 105 57 10,5 5,2 7,5 5,0 6,0 Pendidikan 14 Transportasi 13 30 4,6 Perumahan dan utilitas 11 26 4,5 Telekomunikasi 8 19 4,7 Barang pribadi 6 16 5,3 Perawatan kesehatan 4 13 6,2 ~260 ~1.070 7,7 Total 42 SUMBER: CSI Indonesia survey 2011; Biro Pusat Statistik Indonesia; Canback Global Income Distribution Database (C-GIDD); McKinsey Global Growth Model; Analisis McKinsey Global Institute 2. MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS AGRIKULTUR DAN PERIKANAN Peningkatan jumlah konsumen dari golongan relatif kaya di India, Cina dan Indonesia akan meningkatkan permintaan pangan dan produk agrikultur secara signifikan. Peningkatan permintaan itu terjadi saat lebih dari delapan juta penduduk Indonesia meninggalkan agrikultur dan bermigrasi dari pedesaan ke daerah perkotaan; selain itu, tekanan terhadap lahan subur semakin meningkat, sebagian disebabkan oleh perluasan wilayah perkotaan. Akibatnya, produktivitas di sektor agrikultur dan perikanan harus ditingkatkan. Sebagai contoh, untuk memenuhi permintaan dalam negeri saja, produktivitas lahan tani di Indonesia perlu ditingkatkan lebih dari 60 persen, dari sedikit di atas tiga ton hasil panen per petani menjadi lima ton per petani pada 2030. Masalah lingkungan hidup dan urbanisasi menjadi alasan mengapa peningkatan produksi harus dilakukan melalui sistem produksi yang lebih intensif ketimbang pemanfaatan lahan lebih luas. Sektor agrikultur juga bertanggung jawab atas sebagian besar penggundulan hutan dan degradasi lahan gambut, yang menyumbang sekitar 75% dari keseluruhan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Dalam bidang agrikultur, apabila Indonesia melakukan tiga pendekatan, yaitu meningkatkan hasil panen, beralih ke tanaman yang memiliki nilai lebih tinggi, dan mengurangi limbah pasca-panen dan rantai nilai (value chain), pasokan akan meningkat 80 persen dan Indonesia berpotensi menjadi net exporter besar untuk produk agrikultur dengan memasok lebih dari 130 juta ton produk ke pasar internasional. 3. MEMBANGUN EKONOMI BERBASIS SUMBER DAYA CERDAS Indonesia tengah memasuki masa pertumbuhan sumber daya yang cepat, di mana permintaan akan energi, material, air dan sumber daya utama lain kemungkinan meningkat pesat. Permintaan energi tahunan, misalnya, dapat mencapai hampir tiga kali lipat dari 6 quadrillion British thermal units (QBTUs) saat ini menjadi 17 QBTUs pada 2030 dan permintaan akan baja berpotensi 8 meningkat lebih dari 170 persen, dari 9 juta ton menjadi 25 juta ton, setara dengan 40 persen permintaan baja di India saat ini. Indonesia juga dihadapkan pada tantangan penting dalam mengembangkan pasokan air yang aman untuk diminum dan menyediakan sanitasi dasar untuk penduduk perkotaan, yang jumlahnya semakin meningkat. Kami memproyeksikan bahwa 55 juta penduduk termiskin di Indonesia, yang merupakan 20 persen dari jumlah penduduk, kemungkinan tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar pada 2030 dan 25 juta lagi tidak memiliki akses terhadap air dengan mutu memadai. Mengingat permintaan yang besar terhadap sumber daya alam, sesuai perkiraan kami, akan sangat menguntungkan bagi Indonesia untuk memaksimalkan pasokan energinya dari sumber daya non-konvensional, seperti generasi berikut dari bahan bakar nabati, tenaga panas bumi, dan biomassa, serta menggali, mengkonversi dan menggunakan sumber daya alamiah, seperti energi, baja, dan air secara lebih produktif. Penggunaan bentuk energi yang benar-benar berbeda (game-changing) dari sumber non-konvensional dapat memenuhi hingga 20% dari seluruh kebutuhan energi Indonesia pada 2030, yang akan mengurangi ketergantungan negara pada minyak dan batubara hampir 15 persen serta mengurangi emisi gas rumah kaca hampir 10 persen dibandingkan dengan seandainya tidak dilakukan tindakan apa pun (business-as-usual). Indonesia juga memiliki potensi berarti untuk meningkatkan efisiensi energinya. Sebagai contoh, dengan menggunakan metode lebih efisien untuk membangkitkan listrik, memperbaiki sistem transportasi, dan membangun atau mengubah gedung menjadi lebih efisien dari sisi energi, permintaan energi pada 2030 dapat berkurang 15 persen. 4. INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN KETERAMPILAN Perekonomian Indonesia, yang sedang berkembang, memerlukan keterampilan baru untuk mendukung pertumbuhan. Penelitian Bank Dunia menunjukkan bahwa sumber daya manusia merupakan hambatan utama dalam mengembangkan sektor manufaktur Indonesia, yang memiliki prospek cerah. Menurut Bank Dunia, 84 persen pengusaha di bidang manufaktur melaporkan kesulitan mengisi jabatan manajemen dan 69 persen melaporkan masalah dalam menemukan sumber tenaga kerja terampil lain.3 Selain itu, peraturan ketat terkait pemutusan hubungan kerja menciptakan kondisi yang menyulitkan bagi perusahaan. Untuk mencapai proyeksi dasar pertumbuhan PDB tahunan antara 5 hingga 6 persen, kami memperkirakan permintaan akan tenaga kerja semi-terampil dan terampil akan meningkat dari 55 juta saat ini menjadi 113 juta pada 2030, peningkatan hampir 60 juta tenaga kerja. Peningkatan peran serta wanita hingga setara dengan angka yang dicapai Thailand saat ini memungkinkan penambahan 20 juta pekerja semi-terampil ke dalam kelompok pekerja terampil, tapi tidak cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan Indonesia akan keterampilan guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan atas kecenderungan dan kebijakan saat ini dan dengan mengasumsikan bahwa peran serta wanita akan meningkat hingga setara dengan Thailand, kami memroyeksikan bahwa pada 2030, Indonesia berpotensi menghadapi kekurangan tenaga kerja berpendidikan menengah dan tinggi sebanyak sembilan juta orang, hampir sama dengan penduduk Jakarta pada saat ini (Gambar E5). 3 Laporan keterampilan tenaga kerja Indonesia: Kecenderungan dalam permintaan, kesenjangan, dan penyediaan keterampilan di Indonesia (Indonesia skills report: Trends in skills demand, gaps, and supply in Indonesia), Bank Dunia, Mei 2010. McKinsey Global Institute Perekonomian nusantara: Menggali potensi terpendam Indonesia 9 Dengan memanfaatkan penelitian McKinsey tentang pendidikan global, kami menemukan tiga upaya yang dapat membantu menjembatani kesenjangan keterampilan di masa mendatang, yaitu (1) meningkatkan standar pengajaran secara signifikan, dengan penekanan pada perekrutan dan pengembangan tenaga pengajar bermutu; (2) mengembangkan kurikulum yang lebih berorientasi pada permintaan; dan (3) menciptakan jalur pendidikan baru dan fleksibel. Indonesia memerlukan investasi yang berarti untuk menjembatani kesenjangan keterampilan tersebut. Dengan mengasumsikan bahwa pemerintah tetap mengeluarkan sekitar 3 persen dari PDB setahun untuk pendidikan negeri, maka diperkirakan akan terdapat kesenjangan 8 juta dolar AS setahun pada 2030 terhadap total permintaan akan pendidikan. Gambar E5 Indonesia diproyeksikan akan menghadapi tantangan dalam memastikan bahwa tenaga kerjanya memperoleh tingkat pendidikan yang tepat Permintaan vs. pasokan tenaga kerja, proyeksi tahun 2030 Juta tenaga kerja Tingkatan pendidikan Tenaga kerja terampil dan semi terampil Permintaan 113 Tinggi Menengah atas (umum) Menengah atas (kejuruan) Menengah pertama 25 Pasokan 104 Perbedaan antara permintaan dan pasokan Kekurangan pasokan Kelebihan pasokan -2 23 35 25 17 30 36 26 -10 13 -10 ▪ ▪ Total permintaan untuk tenaga kerja terampil dan semi terampil = 113 juta Kekurangan pasokan = 9 juta 59 39 Dasar dan di bawahnya 20 SUMBER: Biro Pusat Statistik Indonesia; CEIC Data; United Nations Statistics Division; World Bank; The Economist Intelligence Unit; McKinsey Global Growth Model; Analisis McKinsey Global Institute Upaya terpadu di keempat bidang tersebut berpotensi membuka peluang bisnis 1,8 triliun dolar AS pada 2030 Apabila Indonesia mengambil langkah meyakinkan dalam keempat bidang tersebut, kami memperkirakan bahwa secara bersamaan, keempatnya menawarkan peluang bisnis senilai 1,8 triliun dolar AS pada 2030, sebagian besar berasal dari jasa konsumen (Gambar E6). Jasa konsumen. Dengan perkiraan tambahan 90 juta konsumen di Indonesia, pengeluaran konsumen di daerah perkotaan dapat meningkat 7,7 persen setahun, menjadi peluang bisnis senilai 1,1 triliun dolar AS pada 2030. Total peluang bisnis dapat meningkat hingga 1,5 triliun dolar AS bila Indonesia mencapai target nasional pertumbuhan PDB tahunan pemerintah sebesar 7 persen, yang akan menciptakan 125 juta konsumen baru. Peluang usaha akan tercipta di berbagai sektor jasa konsumen, tapi peluang terbesar adalah dalam bidang jasa keuangan. Agrikultur dan perikanan. Pendapatan dari sektor agrikultur dan perikanan dapat meningkat 6 persen per tahun menjadi 450 miliar dolar AS pada 2030. Pendapatan dari produksi dapat meningkat menjadi 250 miliar dolar AS, dan kenaikan penghasilan menyumbang hampir separuh dari total potensi kenaikan. Industri hilir makanan dan minuman dapat berkembang menjadi peluang usaha senilai 180 miliar dolar AS, sementara kegiatan hulu, 10 seperti, industri mesin, pupuk, dan bibit dapat menawarkan potensi tahunan tambahan 10 miliar dolar AS dan total potensi 20 miliar dolar AS setahun. Kami melihat potensi produksi mutlak terbesar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah, sementara Nusa Tenggara Timur mungkin menjadi tempat untuk salah satu peluang pertumbuhan tercepat di sektor itu. Sumber daya energi. Pada 2030, pasar energi Indonesia bisa mencapai nilai sekitar 270 miliar dolar AS, termasuk peluang dari sumber-sumber energi baru dan penghematan melalui upaya peningkatan efisiensi energi. Sumber-sumber energi baru, seperti, panas bumi dan bahan bakar nabati, dapat mengalami pertumbuhan pesat lebih dari 10 persen setahun menjadi pasar bernilai lebih dari 60 miliar dolar AS. Namun, potensi terbesar, yang diperkirakan mencapai 150 miliar dolar AS, kemungkinan tetap berasal dari minyak, gas, dan batubara. Upaya meningkatkan efisiensi energi dapat menghasilkan tambahan 60 miliar dolar AS dalam bentuk penghematan dan nilai sosial pada 2030. Sumber daya manusia. Pendidikan swasta memiliki peluang besar, dengan permintaan akan pendidikan swasta berpotensi meningkat empat kali lipat dari 10 miliar dolar AS setahun menjadi kira-kira 40 miliar dolar AS pada 2030. Kami memproyeksikan bahwa jumlah pelajar sekolah swasta akan meningkat hampir dua kali lipat menjadi 27 juta pada 2030. Apabila peluang itu terwujud, Indonesia dapat mengembangkan angkatan kerjanya dengan tambahan 13 juta tenaga kerja semi-terampil dan terampil. Untuk menangkap berbagai peluang tersebut, pelaku usaha perlu memikirkan kembali jejak geografis (geographical footprint) mereka di Indonesia mengingat peralihan menuju kota berskala sedang dan pembangunan kota baru sebagai pusat wilayah yang secara ekonomis memiliki arti penting. Pelaku usaha juga perlu mempertimbangkan cara berkolaborasi paling efektif dengan pemerintah setempat dalam mengatasi beberapa hambatan, yang menghalangi pertumbuhan wilayah dewasa ini dan bagaimana mereka dapat mengembangkan bakat setempat dengan baik, khususnya di jajaran manajemen tingkat menengah. Gambar E6 Empat sektor menawarkan peluang bisnis sebesar total 1,8 triliun dolar AS pada tahun 2030 Perkiraan pendapatan tahunan, 20301 $ miliar Konsumen 1.070 Pertanian dan perikanan 450 Sumber daya2 Pendidikan Swasta Proyeksi pertumbuhan, 2010/11-30 $ miliar 270 40 Total 1.830 810 7,7 310 6,0 200 7,0 30 7,2 1,350 7,3 1 Dibulatkan ke 10 miliar dolar AS terdekat. 2 Hanya mencakup pasar energi hulu serta penghematan dan nilai sosial dari peningkatan efisiensi energi. SUMBER: Analisis McKinsey Global Institute Tingkat pertumbuhan ratarata tahunan, 2010/11-30 % * * * Indonesia dapat mencapai puncak era baru pertumbuhan berkesinambungan dan peningkatan kesejahteraan dengan keunggulan berupa dukungan dari kecenderungan dalam negeri dan internasional. Namun, masih banyak yang perlu dilakukan jika perekonomian Nusantara ingin sepenuhnya memanfaatkan peluang tersebut. Dalam bab 1, kami akan membahas lima kesalahpahaman yang berkembang secara umum di antara pengamat perekonomian Indonesia. Dalam bab 2, kami melihat Indonesia dalam konteks kecenderungan positif yang kuat, yang akan mendukung pertumbuhan. Dalam bab 3, kami membahas beberapa hambatan terhadap pertumbuhan yang dihadapi Indonesia, dengan menyoroti pentingnya tindakan dalam empat bidang prioritas. Akhirnya, dalam bab 4, kami mengukur potensi peluang sektor swasta di Indonesia dan menawarkan beberapa gagasan singkat mengenai bagaimana pelaku usaha harus bereaksi terhadap dan beradaptasi dengan berbagai prospek di perekonomian nusantara dewasa ini. Publikasi McKinsey Global Institute terkait McKinsey Global Institute McKinsey Global Institute The world at work: Jobs, pay, and skills for 3.5 billion people June 2012 The world at work: Jobs, pay, and skills for 3.5 billion people Dunia bekerja: Pekerjaan, gaji, dan keterampilan bagi 3,5 miliar penduduk dunia (Juni 2012) Selama tiga dasawarsa terakhir, pasar tenaga kerja global mulai terwujud seiring dengan industrialisasi negara-negara berkembang serta maraknya peran serta mereka dalam persaingan kerja global. Laporan ini menelusuri berbagai tantangan, berdasarkan populasi, pendidikan, dan permintaan tenaga kerja, yang akan dihadapi perekonomian global saat jumlah tenaga kerja global mendekati 3,5 miliar penduduk di tahun 2030. McKinsey Global Institute Dunia urban: Perkotaan dan geliat kelas konsumen (Juni 2012) McKinsey Global Institute Urban world: Cities and the rise of the consuming class June 2012 Urban world: Cities and the rise of the consuming class McKinsey Global Institute McKinsey Global Institute Sustaining Vietnam’s growth: The productivity challenge February 2012 Sustaining Vietnam’s growth: The productivity challenge McKinsey Global Institute McKinsey Global Institute McKinsey Sustainability & Resource Productivity Practice Resource Revolution: Meeting the world’s energy, materials, food, and water needs November 2011 Resource Revolution: Meeting the world’s energy, materials, food, and water needs McKinsey Global Institute June 2010 Lions on the move: The progress and potential of African economies McKinsey Global Institute March 2009 Preparing for China’s urban billion Laporan ini meneliti 600 kota sebagai penyumbang PDB global terbesar (the City 600) yang akan menghasilkan 65 persen terhadap pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2025. Namun, hal ini menjadi dramatis karena dari 600 kota, lebih dari 440 kota berada di negara ekonomi berkembang. Pada tahun 2025, 440 kota tersebut (Emerging 440) akan berperan penting terhadap hampir separuh dari pertumbuhan keseluruhan. Menopang pertumbuhan Vietnam: Tantangan produktivitas (Februari 2012) Perekonomian Vietnam telah berkembang pesat secara luar biasa dalam waktu singkat. Cina adalah satu-satunya negara Asia yang telah tumbuh lebih cepat sejak tahun 2000. Meski begitu, dewasa ini perekonomian Vietnam menghadapi tantangan rumit yang membutuhkan sebuah transisi menuju jalur pertumbuhan yang dimotori produktivitas. Vietnam perlu mendorong pertumbuhan produktivitas lebih dari 50 persen guna menjaga pertumbuhan ekonominya yang pesat. Revolusi sumber daya: Memenuhi kebutuhan energi, material, pangan, dan air dunia (November 2011) Tidak mudah untuk memenuhi tantangan pasokan dan produktivitas sumber daya dunia, di mana hanya 20 persen dari potensi yang siap terwujud dan 40 persen lainnya akan sulit dicapai. Terdapat banyak hambatan, termasuk fakta bahwa modal yang dibutuhkan tiap tahun untuk menciptakan revolusi sumber daya akan melonjak dari sekitar 2 triliun dolar saat ini menjadi lebih dari 3 triliun dolar di masa mendatang. Bergeraknya sang singa: Kemajuan dan potensi ekonomi negara-negara Afrika (Juni 2010) Pertumbuhan ekonomi Afrika menciptakan peluang bisnis signifikan yang kerap diabaikan oleh banyak perusahaan global. Industri konsumen, sumber daya, agrikultur dan infrastruktur dapat menghasilkan pendapatan kumulatif sekitar 2,6 triliun dolar per tahun pada tahun 2020, atau lebih tinggi satu triliun dolar dibandingkan sekarang. Mempersiapkan satu miliar penduduk perkotaan Cina (Februari 2009) Skala dan laju urbanisasi di Cina terus melonjak dengan tingkat yang tak terduga sebelumnya. Jika kecenderungan ini konsisten, populasi urban Cina akan mencapai satu miliar pada tahun 2030. Bagi banyak perusahaan di Cina dan di seluruh dunia, pertumbuhan ini menjanjikan pasar baru dan peluang investasi yang signifikan. www.mckinsey.com/mgi Versi eBook dari laporan MGI pilihan tersedia di laman web MGI’s, Amazon’s Kindle bookstore, dan Apple’s iBookstore. Unduh dan dengarkan podcast MGI di iTunes atau di www.mckinsey.com/mgi/publications/multimedia/ McKinsey Global Institute September 2012 Hak cipta © McKinsey & Company www.mckinsey.com/mgi @McKinsey_MGI McKinseyGlobalInstitute