INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK OLEH: ARIES YUNANDA PENDAHULUAN Infeksi saluran kemih (ISK)/ urinary tract infection (UTI), pada anak sering ditemukan dan merupakan penyebab kedua morbiditas penyakit infeksi pada anak, sesudah infeksi saluran nafas. Prevalensi pada anak wanita berkisar 3-5% dan pada anak pria ± 1%. Infeksi oleh bakteria Gram negatif enterokokus merupakan penyebab terbanyak, tetapi virus dan fungus dapat juga ditemukan pada beberapa penderita. Infeksi berulang sering terjadi pada penderita yang rentan, atau terjadi karena adanya kelainan anatomik atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan adanya stasis urin atau refluks, sehingga perlu pengenalan dini dan pengobatan yang adekuat untuk mempertahankan fungsi ginjal dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Evaluasi diagnostik pada anak yang menderita ISK sudah banyak mengalami perubahan, dan metode-metode yang tidak invasif seperti ultrasonografi, pencitraan radioisotop, MRI, dan lain-lain, merupakan alat yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.1 Manifestasi klinis ISK sangat bervariasi dan tergantung pada umur, mulai dengan asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga ISK sering tidak terdeteksi baik oleh tenaga medis maupun oleh orangtua. Kesalahan dalam menegakkan diagnosis (underdiagnosis atau overdiagnosis) akan sangat merugikan. Underdiagnosis dapat berakibat penyakit berlanjut ke arah kerusakan ginjal karena tidak diterapi. Sebaliknya overdiagnosis menyebabkan anak akan menjalani pemeriksaan dan pengobatan yang tidak perlu. Bila diagnosis ISK sudah ditegakkan, perlu ditentukan lokasi dan beratnya invasi ke jaringan, karena akan menentukan tata laksana dan morbiditas penyakit. Diagnosis dan tata laksana ISK yang adekuat bertujuan untuk mencegah atau mengurangi risiko terjadinya komplikasi jangka panjang seperti parut ginjal, hipertensi, dan gagal ginjal kronik.2 Dalam literatur, sering dijumpai perbedaan dalam hal kriteria diagnostik, tata laksana, rencana pemeriksaan penunjang, pemberian antibiotik profilaksis, maupun pelaksanaan tindakan bedah pada ISK. Hal ini sering menjadi bahan perdebatan.2 1 DEFINISI Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan dengan tumbuh dan berkembang biaknya bakteri atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna.3 Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) yaitu bila ditemukan pada kultur urin pertumbuhan bakteri sejumlah >100.000 koloni/ml urin segar (yang diperoleh dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa kontaminasi), hal ini merupakan baku emas (gold standar) untuk diagnostik ISK. Bila urin diperoleh dengan aspirasi suprapubik, disebutkan: setiap ada pertumbuhan bakteri dianggap bakteriuria bermakna.1 EPIDEMIOLOGI Infeksi saluran kemih (ISK) tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal.4 Sejak lahir hingga masa remaja, prevalensi infeksi saluaran kemih (ISK) hanya sedikit diatas 1%. Pada masa neonatal, anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan anak perempuan, namun sesudahnya anak peremuan mendominasi (kemungkinannya 25 kali lipat). Pada usia 2 tahun, 5% anak perempuan mengalami infeksi saluran kemih.5 Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).4 ETIOLOGI Penyebab terbanyak ISK, baik pada yang simtomatik maupun yang asimtomatik, termasuk pada neonatus adalah Escherchia coli (70-80%).1 Tabel 1. Distribusi spesies bakteri yang ditemukan pada anak selama serangan ISK pertama dan pada ISK berulang.1 2 Spesies Total % Infeksi Infeksi (n=4176) pertama berulang E. Coli 79,5 (n=1428) 88,6 (n=2748) 74,7 Klebsiela 3,5 2,0 4,3 Proteus 3,5 3,4 3,2 Pseudomonas 0,5 0,1 0,6 Enterococcus 2,6 2,9 2,5 Staphylococcus 2,6 0,6 3,6 Lain-lain 8,0 2,4 11,1 Penyebab lainnya seperti: Klebsiella, Proteus, Staphylococcus, saphrophyticus, coagulase-negative staphylococcus, Pseudomonas aeroginosa, Streptococcus fecalis dan Streptococcus agalactiiae, jarang ditemukan.1 KLASIFIKASI ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks.2 ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik. Sekitar 10-20% ISK yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK non spesifik.2 Membedakan ISK atas atau pielonefritis dengan ISK bawah (sistitis dan urethritis) sangat perlu karena risiko terjadinya parut ginjal sangat bermakna pada pielonefritis dan tidak pada sistitis, sehingga tata laksananya (pemeriksaan, pemberian antibiotik, dan lama terapi) berbeda.2 Untuk kepentingan klinik dan tata laksana, ISK dapat dibagi menjadi ISK simpleks (uncomplicated UTI) dan ISK kompleks (complicated UTI). ISK kompleks adalah ISK yang disertai kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang 3 menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat berupa RVU, batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran kemih, buli-buli neurogenik, benda asing, dan sebagainya. ISK simpleks ialah ISK tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran kemih.2 PATOGENESIS Umumnya cara infeksi pada ISK adalah secara asending, artinya kuman berasal dari daerah perineum naik ke orifisium uretra eksterna, kandung kemih, ureter dan ginjal. Pada sebagian kecil, terutama pada neonatus infeksi terjadi secara hematogen. Ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya ISK. Faktor yang dapat mencegah perlekatan bakteri ke epitel saluran kemih antara lain mekanisme berkemih, protein Tamm Horsfall di tubulus ginjal, flora normal daerah periuretral, dan mukopolisakarida di urin dan yang melapisi dinding saluran kemih. Namun ada faktor yang mempermudah terjadinya ISK seperti ibu dengan ISK, tidak mendapatkan ASI, gangguan pertahanan mukosa saluran kemih, adanya preputium pada laki-laki, dan sekresi IgA yang menurun. Selain itu ada faktor lokal saluran kemih yang menyebabkan mudah terjadi ISK misalnya kelainan bawaan duplikasi sistem kolekting, refluks vesiko ureter (RVU), obstruksi saluran kemih, dan benda asing. Bakteri E. Coli bersifat patogen karena memiliki kapsul dan P-fimbrae sehingga memiliki kemampuan melekat pada sel uroepitel. E. Coli juga memproduksi aerobaktin, hemosilin, kolisin sehingga sering resisten terhadap antibiotik. E. Coli mampu untuk tumbuh, berduplikasi dalam waktu singkat, dan berkolonisasi.3 Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri masuk ke saluran kemih dan menembus pertahanan mukosa. Derajat dan perluasan infeksi dipengaruhi oleh interaksi antara faktor host, lingkungan, dan patogenitas bakteri. Infeksi saluran kemih yang awalnya berupa sistitis dapat meluas secara asending ke ginjal sehingga terjadi pielonefritis, urosepsis, dan pembentukan jaringan parut. Jaringan parut dapat terjadi karena bakteri melepaskan endotoksin sehingga terjadi agregasi granulosit, obstruksi kapiler, iskemik ginjal, kemotaksis granulosit (untuk fagositosis), dan pelepasan enzim superoksidase. Enzim tersebut menyebabkan kematian sel tubulus dan inflamasi interstitial.3 4 Pada beberapa anak, predisposisi terjadinya ISK adalah karena adanya kelainan anatomi kongenital atau yang didapat, sedangkan pada anak yang lainnya kemungkinan kelainan itu tidak ditemukan, walaupun sudah diteliti. Pada kelompok yang terakhir ini diduga yang menjadi faktor predisposisi adalah virulensi bakteri atau karena kelainan fungsional saluran kemih.1 Tabel 2. Faktor Pejamu dan Predisposisi terjadinya ISK.1 Faktor anatomi: Refluks vesiko ureter dan refluks intrarenal Obstruksi saluran kemih Benda asing dalam saluran kemih (kateter urin) Duplikasi collecting system Ureterokel Divertikulum kandung kemih Meningkatnya perlekatan ke sel uroepitel Nonsecretors with P blood group antigens Nonsecretors with Lewis blood group phenotype Pada anak yang normal, perlekatan dan proliferasi bakteri pada mukosa kandung kemih dapat dicegah oleh adanya aliran urin yang deras dan adanya mekanisme pertahan lokal mukosa kandung kemih.1 Tabel 3. Faktor pejamu yang berhubungan dengan pencegahan perlekatan bakteri ke uroepitel.1 Mekanisme pencucian karena aliran urin Tamm-Horsfall protein Interferensi bakteri oleh endegenous periurethral flora Urinary oligosacharides Eksfoliasi spontan dari sel uroepitel Urinary immunoglobulins Mukopolisakarida yang melapisi dinding kandung kemih MANIFESTASI KLINIS 5 Diagnosis ISK sering luput dari perhatian dokter karena manifestasi klinis tidak spesifik dan bergantung pada usia, lokasi infeksinya (saluran kemih bawah atau atas), dan derajat inflamasi pada ginjal. Semakin kecil usia, gejala semakin tidak spesifik dan lebih berat.2 Pada neonatus gejala ISK tidak spesifik, seperti: pertumbuhan yang lambat, muntah, mudah terangsang, tidak mau makan, temperatur yang tidak stabil, perut gembung, ikterus, dll. Sepsis sering ditemukan pada neonatus, pada 30% penderita bisa ditemukan biakan darah dan biakan urin yang positif.1 Gejala ISK pada usia antara 1 bulan sampai kurang dari 1 tahun, juga tidak menunjukkan gejala yang khas, dapat berupa: Demam Mudah terangsang Kelihatan sakit Nafsu makan berkurang Muntah, diare, dll Ikterus dan perut kembung bisa juga ditemukan.1 Pada anak prasekolah dan anak sekolah, gejala ISK umumnya terlokalisasi pada saluran kemih: Disuria Polakisuria Urgency Merupakan gejala yang biasa pada sistitis atau ISK bawah (lower UTI). Disuria saja dapat juga merupakan gejala dari vaginitis, uretritis, dan manifestasi cacing kremi. Enuresis diurnal ataupun nokturnal dapat juga merupakan manifestasi ISK, terutama pada anak wanita. Sakit pinggang, demam, menggigil, sakit pada daerah sudut kostovertebral merupakan gejala ISK atas (upper UTI) atau pielonefritis akut. Hematuria makroskopik merupakan manifestasi ISK yang sering.1 DIAGNOSIS Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin.2 6 pemeriksaan fisik, Anamnesis Gambaran klisnis ISK sangat bervariasi dan sering tidak khas, dari asimptomatik sampai gajala sepsis berat. Pada neonatus sampai usia 2 bulan, gejalanya menyerupai gejala sepsis berat, berupa demam, apatis, berat badan tidak naik, muntah, mencret, anoreksia, problem minum, dan sianosis. Pada bayi, gejalanya berupa demam, berat badan sukar naik, atau anoreksia. Pada anak besar, gejalanya lebih khas, seperti sakit waktu miksi, frekuensi miksi meningkat, nyeri perut atau pinggang, mengompol, polakisuria, atau urin yang berbau menyengat.6 Pemeriksaan Fisis Gejala dan tanda ISK yang dapat ditemukan berupa demam, nyeri ketok sudut kostovertebral, nyeri tekan suprasimfisis, kelainan pada genitalia eksterna seperti fimosis, sinekia vulva, hipospadia, epispadia, dan kelainan pada tulang belakang seperti spina bifida.6 Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan proteinuria, leukosituria (leukosit >5/LPB), hematuria (eritrosit >5/LPB). Diagnosis pasti dengan ditemukannya bakteriuria bermakna pada kultur urin, yang jumlahnya tergantung dari metode pengambilan sampel urin (lihat tabel 4).6 Pemeriksaan penunjang lain dilakukan untuk mencari faktor resiko seperti disebutkan di atas dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi, foto polos perut, dan bila perlu dilanjutkan dengan miksio-sisto-uretrogram dan pielografi intravena. Algoritme penanggulangan dan pencitraan anak dengan ISK dapat dilihat pada lampiran. Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.6 Tabel 4. Interpretasi hasil biakan urin1,6 Cara Jumlah koloni Kemungkinan penampungan Pungsi suprapubik Bakteri Gram negatif: infeksi >99% 7 asal ada kuman Bakteri Gram positif: Kateterisasi Beberapa ribu >105 95% kandung kemih 104 - 103 Diperkirakan ISK 103 - 104 Diragukan, ulangi Laki-laki >104 Diperkirakan ISK Perempuan 3x biakan >105 95% 2x biakan >105 90% 1x biakan >105 80% 5 x 104 - 105 Diragukan, ulangi 104 – 5 x 104 (Klinis Diperkirakan Simptomatik) ulangi Urin pancar tengah ISK, 104 – 5 x 104 (Klinis asimptomatik) Tidak ada ISK <104 Tidak ada ISK DIAGNOSIS BANDING Radang genitalia eksterna, vulvitis, dan vaginitis yang disebabkan oleh ragi (yeast), cacing kremi (pinworm), dan agen lain dapat disertai gejala-gejala mirip sistitis. Sistitis virus dan kimiawi harus dibedakan dari sistitis bakterial berdasarkan atas riwayat penyakit dan hasil biakan urin. Secara radiografi, ginjal hipoplastik dan diplastik, atau ginjal kecil akibat gangguan vaskuler, dapat tampak sama dengan pielonefritis kronis.7 PENATALAKSANAAN Hock-Boon (1988) mengemukakan beberapa prinsip penanggulangan ISK pada anak sbb: 1. 2. 3. 4. Konfirmasi diagnosis ISK Eradikasi infeksi pada waktu seranagan/ relaps Evaluasi saluran kemih Perlu tindakan bedah pada uropati obstruktif, batu, buli-buli neurogenik, dll 8 5. Cegah infeksi berulang 6. Perlu dilakukan tindak lanjut.1 Terapi empiris dimulai segera setelah biakan urin dikerjakan. Rekomendasi AAP (American Academy of Pediatrics) untuk anak 2 bulan – 2 tahun dengan tersangka ISK namun klinik toksik, dehidrasi, dan tidak mendapat menerima asupan per oral adalah pemberian antibiotik parenteral segera dan anak dirawat di rumah sakit. Jika anak tidak tampak sakit namun hasil biakan menyatakan ISK maka antibiotik dapat diberikan secara oral atau parenteral sesuai dengan kondisi anak. Tatalaksana untuk pielonefritis akut adalah perawatan rumah sakit dan antibiotik parenteral selama 10-14 hari (Tabel 5). Jika perbaikan dalam 5 hari, gejala sistemik menghilang, bebas demam 48 jam dan tersedia antibiotik oral untuk organisme penyebab maka antibiotik dapat diganti menjadi per oral. Selanjutnya dilanjutkan dengan antibiotik profilaksis dosis rendah untuk jangka waktu lama. Tata laksana untuk sistitis adalah antibiotik per oral 7-10 hari atau 3-5 hari (Tabel 5). Pada neonatus umumnya ISK berkaitan dengan sepsis sehingga antibiotik diberikan secara parenteral selama 10-14 hari. Antibiotik oral yang dianjurkan AAP adalah kotrimoksazol dan amoksisilin klavulanat.2 Tabel 5. Antibiotik untuk terapi ISK.2 Antibiotik Seftriakson parenteral 75 Antibiotik oral Amoksisilin 20-50 mg/kg/hari Sefotaksim mg/kg/hari klavulanat dalam 3 dosis Seftazidim 150 Sulfonamid Sefazolin mg/kg/hari Gentamisin 150 Tobramisin mg/kg/hari Ticarsilin 50 Ampisilin mg/kg/hari Sefaleksin mg/kg/hari dalam 7,5 Sefiksim 4 dosis mg/kg/hari Sefpodiksim 5 Sefprozil TMP + SMX 6-12 mg TMP, 60 mg/kg/hari SMX Sulfisoksazol Sefalosporin dalam 2 dosis 120-150 50-100 mg/kg/hari mg/kg/hari dalam 3 dosis 300 8 mg/kg/hari mg/kg/hari dalam 2 dosis 9 100 10 mg/kg/hari mg/kg/hari dalam 2 dosis 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis Pengobatan suportif Selain terapi kausal terhadap infeksi, pengobatan suportif dan simtomatik juga perlu diperhatikan, misalnya pengobatan terhadap demam dan muntah. Terapi cairan harus adekuat untuk menjamin diuresis yang lancar. Anak yang sudah besar dapat disuruh untuk mengosongkan kandung kemih setiap miksi. Higiene perineum perlu ditekankan terutama pada anak perempuan. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin HCl (Pyridium) dengan dosis 7 – 10 mg/kgbb/hari. Perawatan di rumah sakit diperlukan bagi pasien sakit berat seperti demam tinggi, muntah, sakit perut maupun sakit pinggang. Pemberian profilaksis Pemberian antibiotik profilaksis merupakan upaya pencegahan ISK berulang yang sudah sejak lama dilaksanakan, namun belakangan ini pemberian antibiotik profilaksis menjadi kontroversial dan sering diperdebatkan. Antibiotik profilaksis bertujuan untuk mencegah infeksi berulang dan mencegah terjadinya parut ginjal. Berbagai penelitian telah membuktikan efektivitas antibiotik profilaksis menurunkan risiko terjadinya ISK berulang pada anak, dan kurang dari 50% yang mengalami infeksi berulang selama pengamatan 5 tahun. Antibiotik profilaksis dimaksudkan untuk mencapai konsentrasi antibiotik yang tinggi dalam urin tetapi dengan efek yang minimal terhadap flora normal dalam tubuh. Beberapa antibiotik dapat digunakan sebagai profilaksis. Tabel 6. Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis Antibiotik Trimetoprim : Dosis 1-2 mg/kgbb/hari • Kotrimoksazol - Trimetoprim 1-2 mg/kgbb/hari - Sulfametoksazol 5-10 mg/kgbb/hari 10 • Sulfisoksazol 5-10 mg/kgbb/hari • Sefaleksin 10-15 mg/kgbb/hari • Nitrofurantoin 1 mg/kgbb/hari • Asam nalidiksat 15-20 mg/kgbb/hari • Sefaklor 15-17 mg/kgbb/hari • Sefiksim 1-2 mg/kgbb/hari • Sefadroksil 3-5 mg/kgbb/hari • Siprofloksasin 1 mg/kgbb/hari PENCEGAHAN Harus ditekankan tentang betapa pentingnya usaha pencegahan umum bagi anakanak dengan infeksi saluran kemih. Usaha pencegahan ini meliputi perihal kebiasaan buang air besar yang teratur, pemberian cairan yang adekuat, teknik buang air kecil yang baik, higiene yang baik, dan menghindari bahan yang dapat mengiritasi seperti mandi dengan busa dan mengenakan pakaian dalam dari nilon.8 KOMPLIKASI ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan meningitis. Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal ginjal, komplikasi pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut ginjal terjadi pada 8-40% pasien setelah mengalami episode pielonefritis akut. Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara lain umur muda, keterlambatan pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi berulang, RVU, dan obstruksi saluran kemih.2 PROGNOSIS ISK tanpa kelainan anatomis menpunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan meskipun telah diberikan 11 pengobatan yang adekuat dan dilakukan koreksi bedah, hal ini terjadi terutama pada penderita dengan nefropati refluks. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang mengarah ke fase terminal gagal ginjal kronis.4 KESIMPULAN ISK merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, sering merupakan tanda kelainan ginjal dan saluran kemih, dan potensial menyebabkan parut ginjal yang berlanjut menjadi gagal ginjal terminal. Diagnosis dini dan terapi adekuat sangat penting dilakukan agar penyakit tidak berlanjut. Peranan pencitraan sangat penting untuk mencari faktor predisposisi, dan jenis pemeriksaan tergantung pada tujuan dan fasilitas yang tersedia. Deteksi kelainan saluran kemih, meningkatkan strategi pemanfaatan pemeriksaan pencitraan, dan penggunaan antibiotik yang tepat akan menurunkan terjadinya parut ginjal dan komplikasinya. Pengobatan ISK bertujuan untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Keberhasilan penanganan yang efektif ialah diagnosis dini dan pengobatan antibiotik yang adekuat, serta tindak lanjut yang terprogram. DAFTAR PUSTAKA 1. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih, Dalam; Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, Penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak, Edisi 2, IDAI 2002. 142 – 163. 2. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati EL. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi: Jakarta; 2011. 1 – 34. 3. Pardede SO. Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Manajemen Tumbuh Kembang Anak Yang Optimal, Materi Program Online Symposium Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2013. 121 – 127. 4. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa, Dalam; Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S; (Ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Jilid I, FKUI 2007. 553 – 557. 12 5. Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrika. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. 210 – 211. 6. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Infeksi Saluran Kemih, Dalam; Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009. 136 – 140. 7. Gonzalez R. Infeksi Saluran Kemih, Dalam; Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM; (Ed). Wahab AS; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 3, EGC 2000. 1863 – 1868. 8. Hull D, Johnston DI. Gunadi H; Alih bahasa. Yusna D, Hartanto H; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Dasar-Dasar Pediatri (Essential Pediatrics), Edisi 3. EGC 2008. 179 – 181. 13