INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK OLEH

advertisement
INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK
OLEH: ARIES YUNANDA
PENDAHULUAN
Infeksi saluran kemih (ISK)/ urinary tract infection (UTI), pada anak sering
ditemukan dan merupakan penyebab kedua morbiditas penyakit infeksi pada anak,
sesudah infeksi saluran nafas. Prevalensi pada anak wanita berkisar 3-5% dan pada anak
pria ± 1%. Infeksi oleh bakteria Gram negatif enterokokus merupakan penyebab
terbanyak, tetapi virus dan fungus dapat juga ditemukan pada beberapa penderita.
Infeksi berulang sering terjadi pada penderita yang rentan, atau terjadi karena adanya
kelainan anatomik atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan adanya stasis urin
atau refluks, sehingga perlu pengenalan dini dan pengobatan yang adekuat untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Evaluasi
diagnostik pada anak yang menderita ISK sudah banyak mengalami perubahan, dan
metode-metode yang tidak invasif seperti ultrasonografi, pencitraan radioisotop, MRI,
dan lain-lain, merupakan alat yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosis.1
Manifestasi klinis ISK sangat bervariasi dan tergantung pada umur, mulai dengan
asimtomatik hingga gejala yang berat, sehingga ISK sering tidak terdeteksi baik oleh
tenaga medis maupun oleh orangtua. Kesalahan dalam menegakkan diagnosis
(underdiagnosis atau overdiagnosis) akan sangat merugikan. Underdiagnosis dapat
berakibat penyakit berlanjut ke arah kerusakan ginjal karena tidak diterapi. Sebaliknya
overdiagnosis menyebabkan anak akan menjalani pemeriksaan dan pengobatan yang
tidak perlu. Bila diagnosis ISK sudah ditegakkan, perlu ditentukan lokasi dan beratnya
invasi ke jaringan, karena akan menentukan tata laksana dan morbiditas penyakit.
Diagnosis dan tata laksana ISK yang adekuat bertujuan untuk mencegah atau
mengurangi risiko terjadinya komplikasi jangka panjang seperti parut ginjal, hipertensi,
dan gagal ginjal kronik.2
Dalam literatur, sering dijumpai perbedaan dalam hal kriteria diagnostik, tata
laksana, rencana pemeriksaan penunjang, pemberian antibiotik profilaksis, maupun
pelaksanaan tindakan bedah pada ISK. Hal ini sering menjadi bahan perdebatan.2
1
DEFINISI
Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan dengan tumbuh dan berkembang biaknya
bakteri atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna.3
Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) yaitu bila ditemukan pada kultur
urin pertumbuhan bakteri sejumlah >100.000 koloni/ml urin segar (yang diperoleh
dengan cara pengambilan yang steril atau tanpa kontaminasi), hal ini merupakan baku
emas (gold standar) untuk diagnostik ISK. Bila urin diperoleh dengan aspirasi
suprapubik, disebutkan: setiap ada pertumbuhan bakteri dianggap bakteriuria
bermakna.1
EPIDEMIOLOGI
Infeksi saluran kemih (ISK) tergantung banyak faktor; seperti usia, gender,
prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur
saluran kemih termasuk ginjal.4
Sejak lahir hingga masa remaja, prevalensi infeksi saluaran kemih (ISK) hanya
sedikit diatas 1%. Pada masa neonatal, anak laki-laki lebih sering terkena dibandingkan
anak perempuan, namun sesudahnya anak peremuan mendominasi (kemungkinannya 25
kali lipat). Pada usia 2 tahun, 5% anak perempuan mengalami infeksi saluran kemih.5
Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan
cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang
dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).4
ETIOLOGI
Penyebab terbanyak ISK, baik pada yang simtomatik maupun yang asimtomatik,
termasuk pada neonatus adalah Escherchia coli (70-80%).1
Tabel 1. Distribusi spesies bakteri yang ditemukan pada anak selama serangan
ISK pertama dan pada ISK berulang.1
2
Spesies
Total %
Infeksi
Infeksi
(n=4176)
pertama
berulang
E. Coli
79,5
(n=1428)
88,6
(n=2748)
74,7
Klebsiela
3,5
2,0
4,3
Proteus
3,5
3,4
3,2
Pseudomonas
0,5
0,1
0,6
Enterococcus
2,6
2,9
2,5
Staphylococcus
2,6
0,6
3,6
Lain-lain
8,0
2,4
11,1
Penyebab lainnya seperti: Klebsiella, Proteus, Staphylococcus, saphrophyticus,
coagulase-negative staphylococcus, Pseudomonas aeroginosa, Streptococcus fecalis
dan Streptococcus agalactiiae, jarang ditemukan.1
KLASIFIKASI
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi, dan
kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik
dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan ISK
bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK simpleks
dan ISK kompleks.2
ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik yaitu
terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik. Sekitar 10-20% ISK
yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis baik berdasarkan gejala klinik
maupun pemeriksaan penunjang disebut dengan ISK non spesifik.2
Membedakan ISK atas atau pielonefritis dengan ISK bawah (sistitis dan
urethritis) sangat perlu karena risiko terjadinya parut ginjal sangat bermakna pada
pielonefritis dan tidak pada sistitis, sehingga tata laksananya (pemeriksaan, pemberian
antibiotik, dan lama terapi) berbeda.2
Untuk kepentingan klinik dan tata laksana, ISK dapat dibagi menjadi ISK
simpleks (uncomplicated UTI) dan ISK kompleks (complicated UTI). ISK kompleks
adalah ISK yang disertai kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang
3
menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat
berupa RVU, batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran kemih, buli-buli
neurogenik, benda asing, dan sebagainya. ISK simpleks ialah ISK tanpa kelainan
struktural maupun fungsional saluran kemih.2
PATOGENESIS
Umumnya cara infeksi pada ISK adalah secara asending, artinya kuman berasal
dari daerah perineum naik ke orifisium uretra eksterna, kandung kemih, ureter dan
ginjal. Pada sebagian kecil, terutama pada neonatus infeksi terjadi secara hematogen.
Ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya ISK. Faktor yang dapat
mencegah perlekatan bakteri ke epitel saluran kemih antara lain mekanisme berkemih,
protein Tamm Horsfall di tubulus ginjal, flora normal daerah periuretral, dan
mukopolisakarida di urin dan yang melapisi dinding saluran kemih. Namun ada faktor
yang mempermudah terjadinya ISK seperti ibu dengan ISK, tidak mendapatkan ASI,
gangguan pertahanan mukosa saluran kemih, adanya preputium pada laki-laki, dan
sekresi IgA yang menurun. Selain itu ada faktor lokal saluran kemih yang menyebabkan
mudah terjadi ISK misalnya kelainan bawaan duplikasi sistem kolekting, refluks vesiko
ureter (RVU), obstruksi saluran kemih, dan benda asing. Bakteri E. Coli bersifat
patogen karena memiliki kapsul dan P-fimbrae sehingga memiliki kemampuan melekat
pada sel uroepitel. E. Coli juga memproduksi aerobaktin, hemosilin, kolisin sehingga
sering resisten terhadap antibiotik. E. Coli mampu untuk tumbuh, berduplikasi dalam
waktu singkat, dan berkolonisasi.3
Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri masuk ke saluran kemih dan menembus
pertahanan mukosa. Derajat dan perluasan infeksi dipengaruhi oleh interaksi antara
faktor host, lingkungan, dan patogenitas bakteri. Infeksi saluran kemih yang awalnya
berupa sistitis dapat meluas secara asending ke ginjal sehingga terjadi pielonefritis,
urosepsis, dan pembentukan jaringan parut. Jaringan parut dapat terjadi karena bakteri
melepaskan endotoksin sehingga terjadi agregasi granulosit, obstruksi kapiler, iskemik
ginjal, kemotaksis granulosit (untuk fagositosis), dan pelepasan enzim superoksidase.
Enzim tersebut menyebabkan kematian sel tubulus dan inflamasi interstitial.3
4
Pada beberapa anak, predisposisi terjadinya ISK adalah karena adanya kelainan
anatomi kongenital atau yang didapat, sedangkan pada anak yang lainnya kemungkinan
kelainan itu tidak ditemukan, walaupun sudah diteliti. Pada kelompok yang terakhir ini
diduga yang menjadi faktor predisposisi adalah virulensi bakteri atau karena kelainan
fungsional saluran kemih.1
Tabel 2. Faktor Pejamu dan Predisposisi terjadinya ISK.1
Faktor anatomi:
Refluks vesiko ureter dan refluks intrarenal
Obstruksi saluran kemih
Benda asing dalam saluran kemih (kateter urin)
Duplikasi collecting system
Ureterokel
Divertikulum kandung kemih
Meningkatnya perlekatan ke sel uroepitel
Nonsecretors with P blood group antigens
Nonsecretors with Lewis blood group phenotype
Pada anak yang normal, perlekatan dan proliferasi bakteri pada mukosa kandung
kemih dapat dicegah oleh adanya aliran urin yang deras dan adanya mekanisme
pertahan lokal mukosa kandung kemih.1
Tabel 3. Faktor pejamu yang berhubungan dengan pencegahan perlekatan bakteri
ke uroepitel.1
Mekanisme pencucian karena aliran urin
Tamm-Horsfall protein
Interferensi bakteri oleh endegenous periurethral flora
Urinary oligosacharides
Eksfoliasi spontan dari sel uroepitel
Urinary immunoglobulins
Mukopolisakarida yang melapisi dinding kandung kemih
MANIFESTASI KLINIS
5
Diagnosis ISK sering luput dari perhatian dokter karena manifestasi klinis tidak
spesifik dan bergantung pada usia, lokasi infeksinya (saluran kemih bawah atau atas),
dan derajat inflamasi pada ginjal. Semakin kecil usia, gejala semakin tidak spesifik dan
lebih berat.2 Pada neonatus gejala ISK tidak spesifik, seperti: pertumbuhan yang lambat,
muntah, mudah terangsang, tidak mau makan, temperatur yang tidak stabil, perut
gembung, ikterus, dll. Sepsis sering ditemukan pada neonatus, pada 30% penderita bisa
ditemukan biakan darah dan biakan urin yang positif.1
Gejala ISK pada usia antara 1 bulan sampai kurang dari 1 tahun, juga tidak
menunjukkan gejala yang khas, dapat berupa:






Demam
Mudah terangsang
Kelihatan sakit
Nafsu makan berkurang
Muntah, diare, dll
Ikterus dan perut kembung bisa juga ditemukan.1
Pada anak prasekolah dan anak sekolah, gejala ISK umumnya terlokalisasi pada
saluran kemih:
 Disuria
 Polakisuria
 Urgency
Merupakan gejala yang biasa pada sistitis atau ISK bawah (lower UTI). Disuria
saja dapat juga merupakan gejala dari vaginitis, uretritis, dan manifestasi cacing kremi.
Enuresis diurnal ataupun nokturnal dapat juga merupakan manifestasi ISK, terutama
pada anak wanita. Sakit pinggang, demam, menggigil, sakit pada daerah sudut
kostovertebral merupakan gejala ISK atas (upper UTI) atau pielonefritis akut.
Hematuria makroskopik merupakan manifestasi ISK yang sering.1
DIAGNOSIS
Diagnosis
ISK
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin.2
6
pemeriksaan
fisik,
Anamnesis
Gambaran klisnis ISK sangat bervariasi dan sering tidak khas, dari asimptomatik
sampai gajala sepsis berat. Pada neonatus sampai usia 2 bulan, gejalanya menyerupai
gejala sepsis berat, berupa demam, apatis, berat badan tidak naik, muntah, mencret,
anoreksia, problem minum, dan sianosis. Pada bayi, gejalanya berupa demam, berat
badan sukar naik, atau anoreksia. Pada anak besar, gejalanya lebih khas, seperti sakit
waktu miksi, frekuensi miksi meningkat, nyeri perut atau pinggang, mengompol,
polakisuria, atau urin yang berbau menyengat.6
Pemeriksaan Fisis
Gejala dan tanda ISK yang dapat ditemukan berupa demam, nyeri ketok sudut
kostovertebral, nyeri tekan suprasimfisis, kelainan pada genitalia eksterna seperti
fimosis, sinekia vulva, hipospadia, epispadia, dan kelainan pada tulang belakang seperti
spina bifida.6
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan proteinuria, leukosituria (leukosit
>5/LPB), hematuria (eritrosit >5/LPB). Diagnosis pasti dengan ditemukannya
bakteriuria bermakna pada kultur urin, yang jumlahnya tergantung dari metode
pengambilan sampel urin (lihat tabel 4).6
Pemeriksaan penunjang lain dilakukan untuk mencari faktor resiko seperti
disebutkan di atas dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi, foto polos perut, dan
bila perlu dilanjutkan dengan miksio-sisto-uretrogram dan pielografi intravena.
Algoritme penanggulangan dan pencitraan anak dengan ISK dapat dilihat pada
lampiran. Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi
ginjal.6
Tabel 4. Interpretasi hasil biakan urin1,6
Cara
Jumlah koloni
Kemungkinan
penampungan
Pungsi suprapubik
Bakteri Gram negatif:
infeksi
>99%
7
asal ada kuman
Bakteri Gram positif:
Kateterisasi
Beberapa ribu
>105
95%
kandung kemih
104 - 103
Diperkirakan ISK
103 - 104
Diragukan, ulangi
Laki-laki
>104
Diperkirakan ISK
Perempuan
3x biakan >105
95%
2x biakan >105
90%
1x biakan >105
80%
5 x 104 - 105
Diragukan, ulangi
104 – 5 x 104 (Klinis
Diperkirakan
Simptomatik)
ulangi
Urin pancar tengah
ISK,
104 – 5 x 104 (Klinis
asimptomatik)
Tidak ada ISK
<104
Tidak ada ISK
DIAGNOSIS BANDING
Radang genitalia eksterna, vulvitis, dan vaginitis yang disebabkan oleh ragi (yeast),
cacing kremi (pinworm), dan agen lain dapat disertai gejala-gejala mirip sistitis. Sistitis
virus dan kimiawi harus dibedakan dari sistitis bakterial berdasarkan atas riwayat
penyakit dan hasil biakan urin. Secara radiografi, ginjal hipoplastik dan diplastik, atau
ginjal kecil akibat gangguan vaskuler, dapat tampak sama dengan pielonefritis kronis.7
PENATALAKSANAAN
Hock-Boon (1988) mengemukakan beberapa prinsip penanggulangan ISK pada
anak sbb:
1.
2.
3.
4.
Konfirmasi diagnosis ISK
Eradikasi infeksi pada waktu seranagan/ relaps
Evaluasi saluran kemih
Perlu tindakan bedah pada uropati obstruktif, batu, buli-buli neurogenik, dll
8
5. Cegah infeksi berulang
6. Perlu dilakukan tindak lanjut.1
Terapi empiris dimulai segera setelah biakan urin dikerjakan. Rekomendasi AAP
(American Academy of Pediatrics) untuk anak 2 bulan – 2 tahun dengan tersangka ISK
namun klinik toksik, dehidrasi, dan tidak mendapat menerima asupan per oral adalah
pemberian antibiotik parenteral segera dan anak dirawat di rumah sakit. Jika anak tidak
tampak sakit namun hasil biakan menyatakan ISK maka antibiotik dapat diberikan
secara oral atau parenteral sesuai dengan kondisi anak. Tatalaksana untuk pielonefritis
akut adalah perawatan rumah sakit dan antibiotik parenteral selama 10-14 hari (Tabel
5). Jika perbaikan dalam 5 hari, gejala sistemik menghilang, bebas demam 48 jam dan
tersedia antibiotik oral untuk organisme penyebab maka antibiotik dapat diganti menjadi
per oral. Selanjutnya dilanjutkan dengan antibiotik profilaksis dosis rendah untuk
jangka waktu lama. Tata laksana untuk sistitis adalah antibiotik per oral 7-10 hari atau
3-5 hari (Tabel 5). Pada neonatus umumnya ISK berkaitan dengan sepsis sehingga
antibiotik diberikan secara parenteral selama 10-14 hari. Antibiotik oral yang dianjurkan
AAP adalah kotrimoksazol dan amoksisilin klavulanat.2
Tabel 5. Antibiotik untuk terapi ISK.2
Antibiotik
Seftriakson
parenteral
75
Antibiotik oral
Amoksisilin
20-50 mg/kg/hari
Sefotaksim
mg/kg/hari
klavulanat
dalam 3 dosis
Seftazidim
150
Sulfonamid
Sefazolin
mg/kg/hari
Gentamisin
150
Tobramisin
mg/kg/hari
Ticarsilin
50
Ampisilin
mg/kg/hari
Sefaleksin
mg/kg/hari dalam
7,5
Sefiksim
4 dosis
mg/kg/hari
Sefpodiksim
5
Sefprozil
TMP + SMX
6-12 mg TMP, 60
mg/kg/hari SMX
Sulfisoksazol
Sefalosporin
dalam 2 dosis
120-150
50-100 mg/kg/hari
mg/kg/hari
dalam 3 dosis
300
8 mg/kg/hari
mg/kg/hari
dalam 2 dosis
9
100
10 mg/kg/hari
mg/kg/hari
dalam 2 dosis
30 mg/kg/hari
dalam 2 dosis
Pengobatan suportif
Selain terapi kausal terhadap infeksi, pengobatan suportif dan simtomatik juga
perlu diperhatikan, misalnya pengobatan terhadap demam dan muntah. Terapi cairan
harus adekuat untuk menjamin diuresis yang lancar. Anak yang sudah besar dapat
disuruh untuk mengosongkan kandung kemih setiap miksi. Higiene perineum perlu
ditekankan terutama pada anak perempuan. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan
fenazopiridin HCl (Pyridium) dengan dosis 7 – 10 mg/kgbb/hari. Perawatan di rumah
sakit diperlukan bagi pasien sakit berat seperti demam tinggi, muntah, sakit perut
maupun sakit pinggang.
Pemberian profilaksis
Pemberian antibiotik profilaksis merupakan upaya pencegahan ISK berulang
yang sudah sejak lama dilaksanakan, namun belakangan ini pemberian antibiotik
profilaksis menjadi kontroversial dan sering diperdebatkan.
Antibiotik profilaksis bertujuan untuk mencegah infeksi berulang dan mencegah
terjadinya parut ginjal. Berbagai penelitian telah membuktikan efektivitas antibiotik
profilaksis menurunkan risiko terjadinya ISK berulang pada anak, dan kurang dari 50%
yang mengalami infeksi berulang selama pengamatan 5 tahun. Antibiotik profilaksis
dimaksudkan untuk mencapai konsentrasi antibiotik yang tinggi dalam urin tetapi
dengan efek yang minimal terhadap flora normal dalam tubuh. Beberapa antibiotik
dapat digunakan sebagai profilaksis.
Tabel 6. Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis
Antibiotik
Trimetoprim :
Dosis
1-2 mg/kgbb/hari
• Kotrimoksazol
- Trimetoprim
1-2 mg/kgbb/hari
- Sulfametoksazol
5-10 mg/kgbb/hari
10
• Sulfisoksazol
5-10 mg/kgbb/hari
• Sefaleksin
10-15 mg/kgbb/hari
• Nitrofurantoin
1 mg/kgbb/hari
• Asam nalidiksat
15-20 mg/kgbb/hari
• Sefaklor
15-17 mg/kgbb/hari
• Sefiksim
1-2 mg/kgbb/hari
• Sefadroksil
3-5 mg/kgbb/hari
• Siprofloksasin
1 mg/kgbb/hari
PENCEGAHAN
Harus ditekankan tentang betapa pentingnya usaha pencegahan umum bagi anakanak dengan infeksi saluran kemih. Usaha pencegahan ini meliputi perihal kebiasaan
buang air besar yang teratur, pemberian cairan yang adekuat, teknik buang air kecil
yang baik, higiene yang baik, dan menghindari bahan yang dapat mengiritasi seperti
mandi dengan busa dan mengenakan pakaian dalam dari nilon.8
KOMPLIKASI
ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan meningitis.
Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal ginjal, komplikasi
pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut ginjal terjadi pada 8-40% pasien
setelah mengalami episode pielonefritis akut. Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara
lain umur muda, keterlambatan pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi
berulang, RVU, dan obstruksi saluran kemih.2
PROGNOSIS
ISK tanpa kelainan anatomis menpunyai prognosis lebih baik bila dilakukan
pengobatan pada fase akut yang adekuat dan disertai pengawasan terhadap
kemungkinan infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita
dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan meskipun telah diberikan
11
pengobatan yang adekuat dan dilakukan koreksi bedah, hal ini terjadi terutama pada
penderita dengan nefropati refluks. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis,
pengobatan yang segera pada fase akut, kerjasama yang baik antara dokter, ahli bedah
urologi dan orang tua penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
perburukan yang mengarah ke fase terminal gagal ginjal kronis.4
KESIMPULAN
ISK merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, sering merupakan
tanda kelainan ginjal dan saluran kemih, dan potensial menyebabkan parut ginjal yang
berlanjut menjadi gagal ginjal terminal. Diagnosis dini dan terapi adekuat sangat
penting dilakukan agar penyakit tidak berlanjut. Peranan pencitraan sangat penting
untuk mencari faktor predisposisi, dan jenis pemeriksaan tergantung pada tujuan dan
fasilitas yang tersedia. Deteksi kelainan saluran kemih, meningkatkan strategi
pemanfaatan pemeriksaan pencitraan, dan penggunaan antibiotik yang tepat akan
menurunkan terjadinya parut ginjal dan komplikasinya. Pengobatan ISK bertujuan
untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Keberhasilan penanganan yang efektif ialah
diagnosis dini dan pengobatan antibiotik yang adekuat, serta tindak lanjut yang
terprogram.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih, Dalam; Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO, Penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak, Edisi 2, IDAI 2002. 142 – 163.
2. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati EL. Konsensus Infeksi
Saluran Kemih pada Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Unit Kerja Koordinasi
(UKK) Nefrologi: Jakarta; 2011. 1 – 34.
3. Pardede SO. Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Manajemen Tumbuh Kembang Anak
Yang Optimal, Materi Program Online Symposium Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2013.
121 – 127.
4. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa, Dalam; Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S; (Ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Jilid
I, FKUI 2007. 553 – 557.
12
5. Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrika. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2005. 210 – 211.
6. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Infeksi Saluran Kemih, Dalam; Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2009. 136 – 140.
7. Gonzalez R. Infeksi Saluran Kemih, Dalam; Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM;
(Ed). Wahab AS; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi
15, Vol 3, EGC 2000. 1863 – 1868.
8. Hull D, Johnston DI. Gunadi H; Alih bahasa. Yusna D, Hartanto H; Editor Edisi Bahasa
Indonesia. Dasar-Dasar Pediatri (Essential Pediatrics), Edisi 3. EGC 2008. 179 – 181.
13
Download