MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 3, DESEMBER 2004: 85-88 STUDI KANDUNGAN LOGAM Pb DALAM BATANG DAN DAUN KANGKUNG (Ipomoea reptans) YANG DIREBUS DENGAN PENAMBAHAN NaCl DAN ASAM ASETAT Indrajati Kohar, Poppy Hartatie Hardjo, Melyana Jonatan, dan Onie Agustanti Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya, Surabaya 60293, Indonesia E-mail: [email protected]; [email protected] Abstrak Kangkung termasuk sayuran yang banyak digemari, yang mudah tumbuh ditempat berair ataupun di dekat sungai, dan karena itu banyak ditanam di dekat sungai dan disirami dengan air sungai tersebut. Jika sungai tercemar dengan logam berat, maka kemungkinan besar tanaman yang tumbuh disitu juga tercemar. Suatu penelitian terhadap kangkung yang ditanam di media yang tercemar oleh Pb membuktikan bahwa kangkung tersebut juga mengandung Pb. Untuk mengetahui sejauh mana perebusan dapat mengurangi kandungan Pb dalam kangkung dilakukan penelitian dengan berbagai cara perebusan. Pada penelitian ini digunakan kangkung darat (Ipomoea reptans) sebagai sampel, dan ditanam secara hidrofonik, serta disiram dengan larutan Multigrow Complete Plant Food (2000 mg/L) dan larutan Pb (2 mg/L dua kali sehari. Kangkung dipanen pada usia 54 hari, kemudian daun dan batangnya direbus dengan berbagai cara. Perlakuan I: direbus dengan air saja, perlakuan II: direbus dengan penambahan NaCl, perlakuan III: direbus dengan penambahan asam asetat 25%. Perlakuan IV: sampel yang tidak direbus, sebagai kontrol. Untuk mengukur kandungan Pb digunakan alat Inductively Coupled Plasma Spectrometer (ICPS) Fison 3410+. Penambahan asam asetat ternyata tidak mengurangi kandungan Pb dalam daun dan batang kangkung sebanyak yang disebabkan oleh perebusan tanpa penambahan NaCl atau asam asetat, ataupun perebusan dengan penambahan NaCl. Perbedaan ini sangat signifikan pada batang kangkung, sedangkan pada daun tidak signifikan. Abstract Study on The Content of Pb in Twigs And Leaves of Kangkung (Ipomoea reptans Poir) Boiled With The Addition of NaCl And Acetic Acid. Kangkung is a kind of favorable vegetables that used to grow near a river, and is cultivated and watered with water from the river. If the river is polluted by heavy metals, there is a risk that the plant is contaminated too. A study on the content of Pb in kangkung planted in Pb contaminated media has been conducted, and it was proven that Pb was found in the plant. Land kangkung (Ipomoea reptans) was used as sample, and was planted in hydrophonic media, and watered with Multigrow Complete Plant Food (2000 mg/L) and Pb solution (2 mg/L) twice a day. Samples were taken based on the age of 54 days, then the twigs and leaves were boiled in different ways: I. Boiled with no addition, II. Boiled with addition of NaCl , and III. Boiled with addition of acetic acid. IV. Unboiled sample as the control. Inductively Coupled Plasma Spectrometer (ICPS) Fison 3410+ was used to measure the Pb content. It was shown that boiling the kangkung reduced the Pb content in the leaves as well as in the twigs; however, the acetic acid addition showed the least effect. In the leaves the three different ways of boiling did not show significant different, while in twigs the different was significant. Keywords: heavy metals, kangkung, lead contamination, contamination in vegetables, way of cooking 1. Pendahuluan Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas di berbagai sektor pembangunan, terutama pada sektor industri, maka masalah pencemaran lingkungan menjadi masalah yang sangat kritis bagi negara maju dan berkembang. Terjadinya 85 86 MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 3, DESEMBER 2004: 85-88 pencemaran disebabkan karena pembuangan limbah dari pabrik-pabrik yang belum mempunyai unit pengolahan limbah, ataupun jika ada kurang memadai sebagaimana disyaratkan oleh pemerintah. Pembuangan limbah (baik padatan maupun cairan) ke daerah perairan menyebabkan penyimpangan dari keadaan normal air dan ini berarti suatu pencemaran dan menyebabkan air sungai menjadi tidak layak untuk digunakan sebagai sumber persediaan air [1]. Salah satu logam berat yang banyak mencemari air sungai adalah timbal (Pb). Tercemarnya air sungai oleh limbah pabrik yang mengandung Pb menyebabkan tanaman konsumsi yang tumbuh di daerah sungai menjadi tercemar oleh Pb. Seregeg dkk. [2] telah melakukan penelitian terhadap kemampuan beberapa tanaman untuk menyerap logam berat dari air yang tercemar. Ternyata kangkung termasuk salah satu tanaman yang mudah menyerap logam berat dari media tumbuhnya, padahal kangkung banyak dikonsumsi dan sering dijumpai tumbuh atau ditanam di tanah-tanah kosong di sekitar daerah sungai dengan pengairan yang berasal dari sungai tersebut. Ternyata tanaman kangkung yang tumbuh atau ditanam di daerah yang tercemar oleh Pb dapat menyerap Pb dan dibawa ke seluruh bagian tanaman. Jenis tumbuhan secara genetik sangat beragam dalam kemampuannya untuk toleran atau tidak toleran terhadap unsur-unsur tidak esensial seperti Ag, Al, Cd, Hg, Pb, Pt dalam jumlah yang meracuni. Pada jenis tertentu unsur tersebut tertimbun di akar dan hanya sedikit yang dibawa ke tajuknya. Akar dan tajuk pada jenis tertentu mengandung unsur tersebut lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya [3]. Dalam mengolah kangkung sebagai lauk, biasanya ditambahkan garam (NaCl) dan kadang-kadang ditambahkan juga cuka. Dengan adanya risiko tercemarnya kangkung oleh logam berat, terutama Pb, maka dipandang perlu untuk meneliti sampai seberapa jauh penambahan NaCl dan asam asetat dapat membantu mengurangi kandungan Pb dalam kangkung yang direbus. 2. Metode Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: Tanaman kangkung darat (Ipomoea reptans Poir), ditanam secara hidroponik di Surabaya. Asam nitrat p.a., larutan baku Pb 1000 mg/L (E.Merck, Germany), HClO4 p.a. (Riedel de Häen, Germany), air bebas mineral (Laboratorium Fakultas Farmasi UBAYA), gas Argon welding grade (Surabaya Oxygen, Surabaya), pupuk Multigrow Complete Plant Food (P.T. Namarobu Multigro Sejati), pasir, batu apung, polybag, dan kertas saring Whatman no 41. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: Inductively Coupled Plasma Spectrometer (ICPS), Timbangan analitik Sartorius 2842, Oven (Memmert), hotplate, dan alat-alat gelas. Penanaman kangkung: biji kangkung disemaikan dalam kotak dengan menggunakan pasir steril, setelah berkecambah diseleksi kecambah yang bagus dan hasil seleksi dipindahkan ke polybag untuk ditanam dengan menggunakan media batu apung dan pasir. Setiap pagi dan sore disiram dengan larutan pupuk sebanyak 300 ml (konsentrasi 2g/L) [4] dan larutan pupuk yang mengandung logam Pb 2 bpj. Tanaman dipanen pada umur 54 hari. Tanaman kangkung yang berumur 54 hari diambil seluruh bagian tanaman, kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan tanah yang melekat, dan dibilas dengan air bebas mineral, kemudian diambil daun dan batangnya, yang digunakan sebagai sampel. Sampel dibagi dalam 4 kelompok masing-masing diberi perlakuan: Perlakuan I. Daun dan batang kangkung (yang sudah dipotong ± 3 cm) ditimbang masing-masing 50 g, dididihkan dengan air dalam gelas piala sebanyak 200 ml; setelah air mendidih batang dan daun kangkung masing-masing dimasukkan dan direbus selama 5 menit, lalu ditiriskan. Air yang digunakan untuk merebus disimpan, kemudian dianalisis kandungan Pb nya. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 replikasi. Perlakuan II. Perlakuan sama dengan perlakuan I, tetapi sampel direbus dengan penambahan NaCl sebanyak 2 gram. Perlakuan III. Sama dengan perlakuan I, tetapi sampel kangkung direbus dengan penambahan asam asetat 25% sebanyak 4 ml. Perlakuan IV. Sisa batang dan daun yang tidak direbus ditimbang masing-masing 50 g, kemudian dianalisis kandungan Pbnya. 87 MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 3, DESEMBER 2004: 85-88 Pembuatan larutan baku kerja Pb adalah: Sebagai larutan baku induk digunakan larutan baku Pb 1000 bpj dalam HNO3 0.5M. Dari larutan tersebut dibuat larutan baku kerja dengan konsentrasi 1, 3, 5, 10, 15, 20, dan 30 bpj. Kemudian diukur intensitas masing-masing baku kerja menggunakan ICPS pada panjang gelombang 283,30 nm dan dihitung persamaan garis regresi serta liniaritasnya. Penyiapan larutan sampel dengan metode destruksi basah dengan penambahan larutan standar adisi setelah proses destruksi adalah sebagai berikut. Satu g sampel serbuk halus dari masing-masing sampel perlakuan ditimbang dalam krus porselin, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan 3 ml larutan HCLO4 60%, lalu dipanaskan di atas hotplate pada suhu 100 – 120oC sampai buih habis, dan HNO3 hampir mengering, lalu didinginkan. Hasil destruksi ditambah 5,0 ml larutan Pb 200 bpj (standar adisi) dan larutan HNO3 2%, dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur serta ditambahkan larutan HNO3 2% sampai volumenya menjadi 100,0 ml, dikocok homogen dan disaring [5]. Kadar Pb diamati dengan ICPS pada panjang gelombang 283,30 nm. Uji persentase perolehan kembali dengan metode destruksi basah dilakukan dengan penambahan larutan standar adisi setelah proses destruksi. Prosedur kerja uji persentase perolehan kembali sama dengan penyiapan sampel, hanya saja tanaman kangkung yang digunakan adalah tanaman yang tidak mengandung Pb (ditanam pada media yang tidak mengandung Pb). Kadar Pb dalam sampel dihitung berdasarkan persentase perolehan kembali. Perbedaan kadar Pb dalam masing-masing bagian sampel dapat diketahui dengan menggunakan analisis statistik Anava Tunggal (a= 0,05) yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT /LSD). 3. Hasil dan Pembahasan Sampel yang digunakan adalah tanaman kangkung darat (I. reptans Poir) yang ditanam secara hidroponik, sehingga lebih mudah dalam melakukan pemeliharaan dan pengontrolan dalam pemberian asupan Pb. Kadar logam Pb yang digunakan untuk penyiraman dibuat dengan kadar 2 mg/L, sesuai dengan Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 03 tahun 1991, tentang batas maksimal kadar logam Pb yang diperbolehkan pada air untuk keperluan pertanian [6]. Pada umumnya pemanenan kangkung dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu. Penelitian yang dilakukan sebelum ini juga menunjukan bahwa kandungan Pb dalam tanaman yang berumur 6 minggu secara signifikan lebih besar daripada dalam tanaman yang berumur 3 minggu. Pada penelitian ini kangkung dipanen pada umur 54 hari untuk memastikan bahwa terdapat kandungan Pb yang cukup dalam tanaman untuk dapat dilakukan analisis logam Pb-nya. Analisis kandungan Pb dalam media penanaman dan pupuk serta tanaman kangkung yang ditanam pada media yang tidak mengandung Pb: tidak menunjukkan adanya kandungan Pb. Pada penetapan harga persentase perolehan kembali diperoleh hasil sebesar 97,34 ± 1,76%, sedangkan hasil penetapan kadar air dapat dilihat pada Tabel 1, dan kandungan Pb dalam sampel kangkung maupun dalam air rebusannya dapat dilihat pada Tabel 2 - 3. Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 2 dan 3, tidak ada perbedaan yang bermakna pada kadar Pb dalam daun kangkung setelah direbus tanpa penambahan apa-apa (Perlakuan I), dengan penambahan NaCl (Perlakuan II) ataupun penambahan asam asetat 25% (Perlakuan III). Sedangkan dalam batang kangkung, setelah direbus dengan Perlakuan I ternyata sisa Pb dalam batang kangkung paling sedikit dibanding dengan perebusan Perlakuan II maupun III. Perlakuan III ternyata paling sedikit menghilangkan Pb baik dari daun maupun dari batang. Hal ini juga tampak pada air rebusan, dimana pada air rebusan dengan Perlakuan III pada daun maupun batang, kadar Pb nya ternyata lebih besar dibanding dengan 2 perlakuan lainnya (perlakuan I dan II). Asam asetat merupakan asam lemah yang terionisasi sebagian dalam air, walaupun demikian, keasaman asam asetat tetap lebih tinggi dibanding dengan keasaman air, sehingga menghalangi pelepasan Pb dari ikatannya dengan selulosa tanaman. Sedangkan ion Na mungkin berkompetisi dengan Pb dalam berikatan dengan selulosa dari daun dan batang kangkung. Pada tanaman kangkung ternyata kadar Pb pada bagian daun lebih tinggi dibanding batang, hal ini disebabkan karena setelah diserap oleh akar, maka Pb ditransfer ke daun untuk diasimilasi lebih lanjut [3]. 88 MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 3, DESEMBER 2004: 85-88 Tabel 1. Rata-rata Kadar Air Pada Sampel Daun dan Batang Kangkung Pada Berbagai Perlakuan (%) Perlakuan I II III IV Tabel 2. Batang Kangkung 96,66 ± 0,16 95,51 ± 0,19 96,05 ± 0,13 94,26 ± 0,15 Rata-rata Kandungan Pb Dalam Daun dan Batang Kangkung Setelah Berbagai Perlakuan (mg/100 g sampel) Perlakuan I II III IV Tabel 3. Daun Kangkung 93,34 ± 0,21 91,88 ± 0,19 93,02 ± 0,30 90,98 ± 1,34 Daun Kangkung 0,264 a 0,400 a 0,428 a 0,714 b Batang Kangkung 0,042 a 0,107 b 0,214 c 0,338 d Rata-rata Kandungan Pb Dalam Air Rebusan Daun dan Batang Kangkung Setelah Berbagai Perlakuan (mg/100 g sampel) Perlakuan I II III Daun Kangkung 0,317 b 0,371 c 0,215 a Batang Kangkung 0,208 b 0,278 c 0,077 a Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti berbeda nyata dengan uji BNT pada a = 0,05. Dari Tabel 2 di atas juga dapat dilihat bahwa jumlah kadar Pb dalam daun maupun batang kangkung setelah mendapat perlakuan (I s/d III) ternyata melebihi dari batas persyaratan untuk sayuran untuk logam Pb, berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725 tahun 1989 tentang batas maksimal cemaran logam dalam makanan, yaitu 2,0 mg/kg bahan atau 0,2 mg/100 g bahan [7]. 4. Kesimpulan Perebusan batang maupun daun kangkung yang tercemar dengan logam Pb dapat mengurangi kandungan Pb dalam daun maupun batang kangkung. Penambahan asam asetat ternyata tidak mengurangi kandungan Pb dalam daun dan batang kangkung sebanyak yang disebabkan oleh perebusan tanpa penambahan NaCl atau asam asetat, ataupun perebusan dengan penambahan NaCl. Perbedaan ini sangat signifikan pada batang kangkung. Meskipun perebusan dapat mengurangi kandungan Pb dalam daun dan batang, ternyata untuk tanaman kangkung yang tumbuh pada media yang terkontaminasi Pb secara terus menerus dengan kadar 2 mg/L, meskipun telah dilakukan perebusan, daun dan batangnya tetap tidak layak untuk dikonsumsi. Daftar Acuan [1] A.W. Wisnu, Dampak Pencemaran Lingkungan, 1st ed., Andi Offset, Jakarta, 1995. [2] I.G. Seregeg, M.S. Saeni, Media Litbangkes V (1995) 18. [3] F.B.Salisbury, C.W.Ross, Fisiologi Tumbuhan, Lukman dan Sumaryono (terjemahan), Penerbit ITB, Bandung, 1995. [4] S. Soeseno, Bercocok Tanam secara Hidroponik, 6th. ed., PT Gramedia, Jakarta,1993. [5] Kenneth Helrich (Ed.), Official Methods of Analysis, vol. 1, 15th ed., the Association of Official Analytical Chemists, Inc., Maryland, USA, 1990. 89 MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 3, DESEMBER 2004: 85-88 [6] Kementerian KLH, Keputusan Menteri No.Kep-03/MKLH/II/1991 tentang baku mutu limbah cair, Kementrian KLH, Jakarta, 1991. [7] Ditjen POM Depkes RI, Keputusan No. 03725/SK/B/VII/89, Ditjen POM Depkes RI, Jakarta, 1989.