BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Perilaku Prososial a

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Perilaku Prososial
a. Pengertian Prososial
Perilaku prososial merupakan perilaku yang memiliki tujuan positif
bagi orang lain, berupa manfaat atau keuntungan untuk meningkatnya
kesejahteraan orang lain, baik secara fisik maupun psikologis tanpa
memiliki manfaat secara langsung pada yang melakukan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Fieldman (1998:265) yang mengemukakan “prosocial
behavior:Helping behavior that benefit others”. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa tujuan perilaku ini adalah untuk orang lain.
Ahli lain juga mengemukan pengertian perilaku prososial, menurut
Clarke (dalam Rahman 2013:220) perilaku prososial dapat dimengerti juga
sebagai tindakan yang bertujuan untuk menguntungkan atau manfaat bagi
orang lain atau masyarakat pada umumnya. “Perilaku prososial merupakan
perilaku bertujuan membantu orang lain, terlepas dari motif si penolong
untuk menolong atau ada keuntungan lain yang dapat diambil dari si
penolong”(Taylor 2009:457). Perilaku ini lebih ditekankan pada menolong
orang lain tanpa melihat motif dari pelakunya. Perilaku prososial
didefinisikan Baron dan Byrne ( edisi terjemahan oleh Djuwita 2005:92)
sebagai berikut:
Perilaku prososial adalah segala tindakan apapun yang
menguntungkan orang lain. Secara umum, istilah ini diaplikasikan
pada tindakan yang tidak menyediakan keuntungan langsung bagi
orang yang melakukan tindakan tersebut, bahkan mungkin
mengandung derajat resiko tertentu bagi orang yang menolong.
Jadi perilaku prososial ini merupakan segala tindakan dalam betuk
apapun bertujuan untuk menguntungkan orang lain dalam artian membantu
8
9
atau menolong orang lain tanpa mengharap imbalan dan mungkin beresiko
bagi penolong itu sendiri.
Dahriani (2007:30) mendefinisikan perilaku prososial sebagai berikut:
Prososial adalah perilaku yang mempunyai tingkat pengorbanan
tertentu yang tujuannya memberikan keuntungan bagi orang lain
baik fisik maupun psikologis, menciptakan perdamaian dan
meningkatkan toleransi hidup terhadap sesama, namun tidak ada
keuntungan yang jelas bagi individu yang melakukan tindakan.
Jadi dapat dipahami bahwa dalam perilaku prososial ini bertujuan
untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan adanya imbalan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa perilaku
prososial merupakan perilaku yang bertujuan untuk memberi keuntungan
orang lain. Keuntungan yang dimaksudkan adalah pertolongan yang dapat
meningkatkan kualitas hidup, tidak ada paksaan untuk melakukan bahkan
memungkinkan mendapat resiko dari pertolongan tersebut.
b. Macam-macam perilaku prososial
Perilaku prososial bukan hanya dilakukan perorangan, bisa dilakukan
pada
kelompok-kelompok
tertentu
yang
tujuannya
meningkatkan
kesejahteraan orang lain. Macam-macam perilaku prososial menurut
Fieldman (1998:266 ) menjelaskan bahwa perilaku prososial itu sendiri
terbagi menjadi 2 macam yaitu ”prosocial collectivism and prosocial
principlism”.
1) Prosocial collectivism
Perilaku
prososial
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan kelompok atau kolektif. Perilaku ini dapat dilihat dalam
upaya untuk membantu anggota beragam kelompok, bahkan jika
seseorang tidak termasuk kelompok. Kelompok tersebut antara lain
golongan orang fakir miskin, ras-ras tertindas, yatim piatu dan
gelandangan. Hal tersebut dapat dimisalkan seseorang dermawan dari
golongan orang yang berpunya memberikan sumbangan pada orang
10
kalangan fakir miskin, meski orang tersebut bukan dari kalangan fakir
miskin.
2) Prosocial principlism
Berbeda dengan prososial kolektif, perilaku prososial ini lebih
abstrak karena motivasinya dengan tujuan menegakkan beberapa prinsip
moral, meliputi nilai-nilai moral yang baik seperti keadilan dan
persamaan derajat antar manusia. Hal ini dapat dicontohkan ada
sekelompok mahasiswa yang berdemo menuntut adanya peningkatan
kesejahteraan para guru honorer yang dianggap kurang dihargai. Hal ini
menunjukan perilaku prososial karena tujuannya untuk keadilan sesama
manusia.
Dapat dipahami bahwa perilaku prososial itu bukan hanya dangan
memberikan bantuan secara langsung pada perorangan, namun
sekelompok orang juga dapat dilakukan dengan menegakkan prinsipprinsip moral yang baik.
c. Aspek-aspek perilaku prososial
Banyak tindakan yang dilakukan untuk orang lain dianggap sebagai
tindakan prososial, tindakan tersebut dapat dipahami sebagai tindakantindakan yang bermanfaat serta dapat meningkatkan kesejahteraan orang lain
baik secara material maupun psikologis. Hal ini sesuai dengan pendapat
Dayakisni &Hudaniah (2009:178) yang mengungkapkan perilaku prososial
sebagai bentuk perilaku yang memberikan konsekwensi positif bagi
penerima, baik dalam bentuk materi, fisik ataupun psikologis tetapi tidak
memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya.
Ahli lain juga mengungkapkan bentuk perilaku prososial. Menurut
Mussen, Conger & Kagan (1979:3) mengemukakan bahwa perilaku prososial
dapat berupa “honesty, generosity, kindness, altruism, obedience to rules and
regulation, resistance to temptation to cheat and lie, consideration of the
right and welfare of other”.
11
Selain itu dalam buku lain Menurut Eisenberg & Mussen,(1989:27)
mengemukakan bahwa perilaku prososial mencakup : “sharing, cooperative,
donating, helping, honesty, genereosity and consideration of the right and
welfare of other”. Secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Sharing(berbagi): keinginan untuk memberi dukungan baik berupa
masukan pengetahuan, dan pengalaman yang dibutuhkan orang lain.
2) Cooperative(kerja sama): Dapat dipahami sebagai tindakan mau
bekerja bersama orang lain dalam rangka untuk mencapai satu tujuan
yang sama. Dalam kegiatannya setiap orang mengkoordinasi kegiatan
untuk mencapai tujuan yang sama.
3) Donating(menyumbang): Memberi dengan suka rela sebagian atau
seluruh harta maupun benda yang dimiliki kepada orang yang
membutuhkan.
4) Helping(menolong): Suatu kegiatan atau tindakan untuk memberikan
keuntungan bagi orang lain atau bantuan bagi orang lain.
5) Honesty(kejujuran): Mampu berkata sesuai dengan keadaan yang ada
dan dapat memutuskan yang benar dan salah dengan melihat kontek
masalah yang ada, serta kesediaan untuk tidak berbuat curang.
6) Genereosity(kedermawanan): Mampu bersikap murah hati dan
dermawan pada orang lain
7) Consideration of the right and welfare of other (Mempertimbangkan
hak dan kesejahteraan orang lain): Berkontribusi dalam menjaga hakhak orang lain yang sering kali dilanggar oleh orang lain.
Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa semua perilaku prososial
ditujukan untuk kebaikan orang lain dan tidak terlihat manfaat langsung
bagi pemberi bantuan. Secara garis besar bentuk perilaku prososial berupa
bantuan yang diberikan berupa barang, tindakan dan juga dukungan
psikologis.
Hal tersebut juga diperkuat pendapat dari Brigham(1991 dalam
Dayakisni dan Hudaniah 2009:177) yang memberi pemahaman bahwa
perilaku prososial mempunyai maksud untuk menyokong orang lain
12
dengan bentuk-bentuk perilakunya antara lain: dermawan, persahabatan,
kerjasama, menolong, menyelamatkan dan pengorbanan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan aspek
perilaku prososial antara lain: menolong, dermawan, mempertimbangkan
hak dan kepentingan orang lain, kejujuran, kerjasama, persahabatan,
pengorbanan, berbagi, dan menyumbang.
d. Faktor-faktor yang mendasari perilaku prososial:
Banyak alasan seseorang untuk bertindak prososial terhadap orang lain,
alasan-alasan tersebut dapat berasal dari dalam diri seseorang, situasi maupun
lingkungan tergantung dengan kondisi yang menuntut adanya tindakan
prososial. Beberapa faktor yang mendasari perilaku prososial:
Menurut Sears dkk (diterjemahkan oleh Michael Ardiyanto 1994:61) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku prososial, antara lain :
1) Faktor Situasi:
a) Kehadiran orang lain
Banyaknya kehadiran orang lain mempengaruhi timbulnya
keinginan orang untuk berperilaku prososial, semakin banyak
kehadiran orang dalam suatu keadaan akan menurunkan perilaku
prososial. Hal ini dikarenakan adanya penyebaran tanggung jawab,
semakin banyak orang akan menimbulkan semakin sedikit rasa
tanggung jawab yang dirasakan.
b) Kondisi lingkungan
Kondisi
lingkungan
juga
mempengaruhi
seseorang
dalam
pemberian bantuan, kondisi ini meliputi cuaca, ukuran kota, dan
derajat kebisingan.
c) Tekanan waktu
Tekanan waktu mempengaruhi pemberian bantuan, semakin sedikit
waktu luang yang dimiliki seseorang cenderung untuk tidak
memberikan pertolongan. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan
13
keuntungan dan kerugian dari waktu yang akan dihabiskan untuk
membantu orang lain.
2) Faktor penolong
a) Faktor kepribadian
Kepribadian tertentu
mendorong orang untuk memberikan
pertolongan diberbagai situasi. Tipe kepribadian yang memiliki empati
dan motivasi yang tinggi akan lebih mudah memberikan bantuan pada
orang lain.
b) Suasana hati
Suasana hati dan perasaan positif akan memberi dorongan lebih
untuk memberi bantuan kepada orang lain. Dan sebaliknya, suasana hati
yang buruk bisa membuat seseorang lebih memusatkan perhatian pada
dirinya sendiri dan menurunkan kesediaan membantu orang lain
(Thomson,cogan,& Rosenhan, 1980).
c) Rasa bersalah
Rasa bersalah ini merupakan kegelisahan yang dirasakan sesorang
karena melakukan hal yang dianggap salah. Untuk mengurangi rasa
bersalah yang timbul adalah melakukan hal yang baik, hal baik dapat
berupa menolong orang lain sehingga rasa bersalah ini dapat
meningkatkan dalam pemberian bantuan.
d) Stress diri dan rasa empatik
Distress diri merupakan reaksi dalam diri kita terhadap penderitaan
orang lain, perasaan ini berupa ikut cemas, prihatin, tak berdaya atau
perasaan apapun yang dirasakan. Distress diri ini dapat dikurangi
dengan membantu orang yang membutuhkan maupun menghindari atau
mengabaikan perasaan orang lain di sekitar kita.
Rasa empati merupakan perasaan simpati dan perhatian terhadap
orang lain, untuk berbagi pengalaman secara langsung maupun tidak
langsung merasakan penderitaan orang lain. Rasa ikut menderita ini
hanya dapat dikurangi dengan membatu orang lain yang membutuhkan.
14
3) Faktor orang yang membutuhkan
a) Menolong orang yang kita sukai
Orang yang disukai bisa saja orang yang memang menarik perhatian
maupun yang memiliki hubungan yang dekat dengan penolong. Dalam
kaitannya pemberian bantuan semakin dekat hubungan dengan seseorang
membuat semakin besar kemungkinan menerima bantuan.
b) Menolong orang yang pantas ditolong
Yang membutuhkan pertolongan juga mempengaruhi minat orang
untuk memberikan pertolongan, orang lebih memberi bantuan pada orang
yang masalah masalah diluar kendalinya, dan bukan masalah yang dibuat
sendiri oleh orang tersebut.
Dapat dilihat bahwa faktor yang mepengaruhi perilaku prososial
meliputi faktor situasi yang sedang dihadapi baik situasi fisik maupun
lingkungan, keadaan diri penolong dalam menghadapi suatu kejadian dan
keadaan orang yang membutuhkan pertolongan.
Menurut Baron & Byrne (diterjemahkan oleh Ratna Djuwita 2005 :101)
menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku prososial antara
lain :
1) Faktor situasional
a) Menolong mereka yang anda sukai
Orang akan lebih cenderung menolong orang yang dikenal. Selain
itu ketertarikan secara fisik, kesamaan juga akan memungkinkan
seseorang untuk merespon dan memberi bantuan.
b) Atribusi menyangkut tanggung jawab korban
Tanggung jawab pada korban akan mempengaruhi adanya bantuan
yang diberikan. Pemikiran seseorang tentang sebab orang meminta
bantuan misalnya: seseorang akan lebih menolong orang yang pingsan
karena dirampok daripada pingsan karena mabuk.
c) Model-model prososial : kekuatan dari contoh positif
Model perilaku dari orang lain dapat mempengaruhi pemberian
bantuan, jika ada orang yang bertindak dengan menolong orang lain,
15
maka akan membuat orang lain yang melihat untuk ikut menolong.
Selain perilaku nyata yang dilakukan contoh positif juga bisa berupa
media yang berkontribusi dalam pembentukan norma sosial yang
menunjang terjadinya perilaku prososial.
2) Motivasi dan moralitas
Faktor motivasi dan moralitas dari seseorang juga mempengaruhi adanya
perilaku prososial, ada tiga motif utama yang dihadapkan, antara lain :
a) Self interest
Self interest ini merupakan tingkah laku berdasarkan upaya
memberikan kepuasan terbesar bagi diri sendiri sering disebut juga
sebagai egois, orang ini hanya melakukan hal yang dirasa terbaik
untuk diri sendiri.
b) Moral integrity ( Integritas moral)
Individu menjunjung tinggi moral sehingga dalam perilakunya
akan mempertimbangkan adanya kebaikan dan keadilan, sering kali
membutuhkan sejumlah pengorbanan.
c) Moral hypocrisy ( hipokrisi moral)
Seseorang
yang
mementingkan
diri
sendiri
tetapi
juga
mempertimbangkan penampilan luar, mereka bertindak hal-hal agar
terlihat peduli dengan lingkungan meskipun tetap mengutamakan diri
mereka.
Secara umum faktor-faktor yang mendasari perilaku prososial
seseorang ada beberapa hal antara lain : faktor dari dalam diri seseorang
berkaitan dengan isi hati, kepribadian dan keadaan diri seseorang yang
mendukung, faktor situasi baik dari keadaan kondisi fisik dan sosial
lingkungan, dan faktor orang yang akan ditolong atau orang yang meminta
pertolongan.
e. Motivasi untuk bertindak prososial
Beberapa teori menerangkan motivasi seseorang untuk berperilaku
prososial, antara lain :
16
1) Motivasi berperilaku prososial menurut Dayakisni dan Hudaniah
(2003:185) menjabarkan :
a) Empathy-Altruism Hypotesis
Konsep teori ini menerangkan bahwa tindakan prososial hanya
berasal dari motivasi atau dorongan hati seseorang (penolong) untuk
perhatian dan ingin meningkatkan kesejahteraan orang lain. Seseorang
akan lebih mudah berperilaku prososial ketika menghayati apa yang
dirasakan oleh orang lain (empati) dibandingkan menilai secara
objektif dengan mengabaikan perasaan orang lain. Contohnya adalah
ketika ketika seseorang ingin makan, saat itu juga ada seorang
pengemis yang kelaparan sedang meminta-minta, maka orang tersebut
memberikan makanannya meski dia juga lapar, hal ini dia lakukan
murni dikarenakan ingin melihat pengemis tadi dapat makan. Secara
objektif seseorang bisa saja tidak memberikan makanan, tapi karena
adanya empati maka orang tersebut memberinya makanan.
b) Negative state realief hypothesis
Teori ini menganggap bahwa perilaku prososial ini sebenarnya
berasal dari keinginan seseorang untuk mengurangi perasaan negatif
dari seseorang yang timbul jika tidak menolong, bukan karena
memperhatikan kesejahteraan orang lain. Jadi untuk mengatasinya
seseorang harus menolong. Contohnya jika ada kecelakaan yang
membutuhkan pertolongan jika seseorang tidak menolong, orang
tersebut akan merasa bersalah, maka untuk menghilangkan perasaan
bersalah adalah dengan menolong korban kecelakaan tersebut.
c) Empathic joy hipothesis
Pendekatan ini mengungkapkan bahwa perilaku prososial berasal
dari perasaan positif dari seseorang. Seseorang yang menolong dapat
memberikan hadiah bagi dirinya dengan membuat perasaan senang
telah melakukan hal yang benar. Contohnya ketika penggalangan dana
korban bencana alam, seseorang
memberikan sumbangan, secara
17
tidak langsung orang tersebut merasa senang karena telah melakukan
hal yang benar.
2) Menurut Baron dan Byrne (terj Ratna Djuwita 2003: 125) ada beberapa
hal yang menjadi motivasi untuk berperilaku prososial, diantaranya :
a) Empati –altruisme
Menurut teori ini perilaku prososial ini didasari oleh keinginan
orang untuk berempatik dan menolong orang lain karena rasanya
menyenangkan menolong orang lain. Motivasi menolong orang lain
ini sangat kuat sehingga orang yang memberi pertolongan tidak
keberatan jika harus mengorbankan sesuatu. Contoh kasus ini adalah
seseorang menjadi sukarelawan bencana alam, orang tersebut akan
mendapat kepuasan batin karena melihat orang lain terbantu,
meskipun harus mengorbankan waktu dan tenaga.
b) Mengurangi keadaan negatif
Melakukan tindakan prososial dapat mengurangi efek negatif. Hal
ini dipahami bahwa seseorang yang menolong orang lain karena
mereka sedang dalam suasana hati yang kurang baik dan ingin
memperbaiki perasaannya ini menjadi lebih baik, dengan kata lain
perilaku prososial ini berfungsi sebagai
perilaku self-help untuk
mengurangi perasaan negatif dari dalam diri. Contoh kasus ini adalah
seseorang yang dalam keadaan sedih dan dia melampiaskannya
dengan membantu orang, orang tersebut akan merasakan kepuasan
batin yang membuat kesedihan berkurang.
c) Kesenangan empatik
Pertolongan terhadap orang lain secara umum dapat memberi
pengaruh terhadap perasaan dalam diri menjadi lebih baik. Perasaan
ini muncul karena seseorang yang menolong orang lain merasa telah
mencapai sesuatu dan mengetahui bahwa tindakannya memberi
dampak positif terhadap orang lain. Secara singkat dapat dipahami
perilaku prososial ini didorong oleh emosi positif yang dihasilkan dari
pertolongannya dan memberi pengaruh positif terhadap orang yang
18
membutuhkan. Contoh kasus ini adalah seorang guru yang dengan
mendidik muridnya dengan baik
akan senang karena mengetahui
bahwa ilmu yang diberikan akan membuat sang murid menjadi orang
yang berhasil.
d) Determinisme genetis
Teori ini menganggap bahwa dorongan orang untuk menolong
orang lain terutama kerabat dekat dipersepsikan sebagai hal yang
rasional dan kewajiban, karena menolong orang lain berpengaruh
mempertahankan keberlangsungan gen (keturunan). Dengan kata lain
didorong oleh genetis yang berevolusi mungkin dapat mewariskan gen
seseorang pada generasi berikutnya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa motivasi
seseorang untuk berbuat prososial dapat berasal dari diri individu sendiri,
karena individu memiliki empati yang tinggi, dapat karena murni
keinginan untuk melihat orang lain sejahtera maupun dorongan untuk diri
sendiri agar mengurangi rasa tidak nyaman yang timbul karena tidak
menolong.Motivasi inilah yang menjadi dorongan penting, untuk dapat
membuat orang lain terbantu serta meningkatkan kesejahteraanya. Selain
orang yang menolong juga mendapatkan kepuasan batin.
f. Cara meningkatkan perilaku prososial
Perilaku prososial seseorang bisa saja dirubah, maupun dibentuk kembali
agar perilaku prososial dapat meningkat. Berbagai cara dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku prososial. Menurut Baron dan Byrne,
(Diterjemahkan oleh Ratna Djuwita 1994:40) ada beberapa cara untuk
meningkatkan perilaku prososial yaitu:
1) Melalui penayangan model perilaku prososial, misalnya dapat dengan
media massa atau model tindakan prososial. Perilaku manusia terbentuk
melalui belajar sosial terutama dengan meniru perilaku disekitarnya,
dengan mengamati model perilaku prososial dapat memiliki positif
tentang sifat-sifat manusia dalam diri individu untuk ditiru.
19
2) Menciptakan suatu superordinate identity. Superordinate merupakan
pandangan bahwa setiap orang adalah bagian dari keluarga manusia
secara keseluruhan. Dengan pandangan bahwa semua orang adalah
keluarga dapat meningkatkan kemampuan empati diantara anggota
kelompok tersebut.
3) Menekankan perhatian terhadap norma-norma prososial, seperti normanorma tentang tanggung jawab sosial. Norma ini ditanamkan oleh orang
tua maupun orang lain disekitar sesorang untuk memotivasi orang lain
untuk bertindak prososial ketika menyikapi suatu kejadian.
4) Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam melakukan tindakan
prososial, seperti memperbanyak latihan mengenai cara menolong
orang lain. Dengan memahami cara-cara memberi pertolongan dan
ketrampilan lain yang relevan lebih merasa mampu melakukan tindakan
ketika menghadapi situasi darurat sehingga mereka lebih bertindak
prososial.
5) Meningkatkan pengetahuan seseorang tentang faktor-faktor situasional
yang mempengaruhi perilaku prososial.
2. Bimbingan kelompok
a. Pengertian bimbingan kelompok
Dalam bimbingan dapat digunakan berbagai macam cara, bimbingan
kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan yang dapat digunakan
dengan suasana kelompok. Prayitno (1999:309) menerangkan bahwa
bimbingan kelompok merupakan bentuk layanan bimbingan yang diberikan
dalam suasana kelompok. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
bimbingan kelompok ini bimbingan yang melibatkan lebih dari 1 orang atau
dalam suasana kelompok.
Menurut Gazda (dalam prayitno 1999: 309)
mengemukakan bahwa
bimbingan kelompok merupakan kegiatan berupa penyampaian informasi
kepada sekelompok siswa untuk membantu siswa menyusun rencana dan
keputusan yang tepat dalam bidang personal, vokasi dan sosial. Dapat
20
dipahami bimbingan berkenaan beberapa informasi guna kepentingan tertentu
bagi anggota kelompok. Sedangkan menurut Romlah (1989:3) mengemukakan:
Bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan
pada individu dalam situasi kelompok ditujukan untuk mencegah
timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagai salah satu teknik
bimbingan, bimbingan kelompok memiliki prinsip, kegiatan dan tujuan
yang sama dengan bimbingan. Perbedaannya hanya terletak pada
pengelolaannya dalam situasi kelompok.
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa bimbingan kelompok merupakan
bentuk bimbingan yang dilaksanakan secara berkelompok yang bertujuan
untuk mencegah adanya masalah dan mengembangkan potensi siswa.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan
kelompok merupakan bimbingan dalam situasi kelompok yang bertujuan
mencegah permasalahan dan mengembangkan potensi siswa dapat bersifat
personal, vokasi dan sosial.
b. Tujuan bimbingan kelompok
Bimbingan kelompok memiliki tujuan bagi anggotanya. Berikut adalah
tujuan bimbingan kelompok dari para ahli:
Gazda (dalam Romlah 1989:3) mengungkapkan bahwa perubahan sikap
pada anggota-anggota kelompok merupakan tujuan tidak langsung dari
bimbingan kelompok.
Romlah (1989 :14) juga menjabarkan tujuan bimbingan kelompok
sebagai berikut:
1) Memberikan kesempatan-kesempatan pada siswa belajar hal-hal penting
yang berguna bagi pengarahan dirinya berkaitan dengan masalah
pendidikan, pribadi, pekerjaan dan sosial.
2) Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok.
3) Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan
efektif daripada menggunakan bimbingan individual.
4) Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif.
Dengan mempelajari masalah-masalah yang umum dialami oleh individu
dengan meredakan atau menghilangkan hambatan-hambatan emosional
21
melalui kegiatan kelompok , maka pemahaman terhadap masalah individu
menjadi lebih mudah.
Selain itu Prayitno (1995: 178) mengungkapkan tujuan bimbingan kelompok
adalah:
1) Mampu berbicara di depan orang banyak
2) Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan dan
lain sebagainya kepada orang banyak
3) Belajar menghargai pendapat orang lain,
4) Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya.
5) Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang
bersifat negatif).
6) Dapat bertenggang rasa
7) Menjadi akrab satu sama lainnya,
8) Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau
menjadi kepentingan bersama
Dapat dilihat bahwa bimbingan kelompok memiliki banyak tujuan
yang.ingin dicapai dalam bimbingan kelompok diantaranya adalah membuat
siswa untuk mampu menyampaikan pendapat, perasaan dan pikirannya pada
orang lain, selain itu juga dapat melatih tanggung jawab, emosi dan tanggang
rasa
sehingga
dapat
mengarahkan
diri
untuk
mencegah
maupun
menyelesaikan suatu permasalahan.
c. Teknik diskusi sebagai teknik bimbingan kelompok
Romlah (1989:96) menjelaskan ada beberapa teknik yang sering
digunakan dalam bimbingan kelompok, antara lain: teknik pemberian
informasi, diskusi kelompok, pemecahan masalah, permainan peran , karya
wisata.
1) Teknik pemberian informasi
Merupakan pemberian penjelasan oleh seseorang pembicara
kepada orang lain, dapat dengan metode ceramah maupun tertulis serta
menggunakan media.
22
2) Diskusi kelompok
Merupakan percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang
atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau memperjelas
suatu persoalan dibawah pimpinan ketua kelompok.
3) Pemecahan masalah
Pemecahan masalah berfokus pada proses yang kreatif individu
untuk menilai perubahan yang ada dilingkungannya dan membuat
pilihan, keputusan dan atau penyesuaian yang selaras dengan tujuan dan
nilai-nilai hidupnya.
4) Permainan peran
Permainan ini menuntut individu memerankan situasi yang
imajinatif dengan tujuan untuk membantu tercapainya pemahaman diri
sendiri,
meningkatkan
keterampilan-keterampilan,
menganalisis
perilaku dan menunjukan kepada orang lain bagaimana harus
berperilaku.
5) Permainan simulasi
Permainan simulasi adalah permainan yang bertujuan untuk
merefleksikan situasi-situasi sebenarnya yang ada di masyarakat.
6) Karyawisata
Karyawisata adalah kegiatan yang diprogramkan oleh sekolah
untuk mengunjungi objek-objek yang ada kaitannya dengan bidang
studi yang dipelajari siswa, dan dilaksanakan untuk tujuan belajar
secara khusus.
7) Penciptaan kekeluargaan
Teknik ini merupakan teknik untuk mengadakan pertemuan dengan
sekelompok siswa yang dilaksanakan diluar jam-jam pelajaran dalam
suasana kekeluargaan yang dipimpin oleh guru atau konselor, teknik ini
ditekankan untuk menciptakan suasana yang akrab.
Dari beberapa bentuk teknik bimbingan kelompok yang dijabarkan,
tidak semuanya akan digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini hanya
23
menggunakan bimbingan kelompok dengan diskusi kelompok dalam upaya
meningkatkan perilaku prososial bagi siswa.
3. Diskusi Kelompok
a. Pengertian Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan kelompok
yang sering digunakan bahkan hampir selalu ada dalam setiap pemberian
layanan bimbingan ketika membahas suatu materi yang berupa percakapan.
Hal ini sejalan dengan pengertian menurut Romlah (1989:98) menyatakan
bahwa diskusi kelompok merupakan percakapan yang telah direncanakan
sekelompok individu untuk memecahkan masalah dibawah seorang
pemimpinan kelompok. Sedangkan menurut Bloom (dalam Romlah 1989: 98)
mendefinisikan:
Diskusi kelompok merupakan usaha bersama untuk memecahkan
masalah, yang didasarkan pada sejumlah data, bahan-bahan,
pengalaman-pengalaman, dimana masalah ditinjau selengkap dan
sedalam mungkin. Secara ideal pemimpin kelompok membantu
kelompok untuk memusatkan perhatian pada masalah umum yang
dihadapi, membantu meninjau masalah secara luas dan mendalam,
membantu memberikan sumber-sumber yang dapat dipakai untuk
memecahkan masalah dan membantu kelompok bilamana masalah itu
terpecahkan serta implikasi selanjutnya dari pemecahan tersebut.
Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa percakapan yang dilakukan
dicari terlebih dahulu bahan-bahannya dan diulas secara mendalam untuk
memecahkan suatu masalah secara berkelompok dan dipimpin oleh pemimpin
kelompok.
Dari beberapa ahli tersebut dapat dipahami bahwa diskusi kelompok
merupakan percakapan kelompok yang direncanakan dan dipersiapkan
berdasarkan data-data dan bahan yang telah dipersiapkan dan dibahas secara
mendalam untuk menemukan pemecahannya dengan dipimpin oleh pemimpin
kelompok.
b. Jenis – jenis teknik diskusi kelompok
Teknik dalam diskusi kelompok terdapat berbagai jenis, hal ini
disesuaikan dengan situasi, cara pelaksanaan diskusi, banyaknya anggota
24
diskusi serta tujuan dilakukannya diskusi. Menurut Romlah (1989:102) ada
beberapa bentuk teknik diskusi, antara lain diskusi kelas, diskusi kelompok
kecil (buzz group dicussion), dan panel. Jenis teknik diskusi juga dijabarkan
lebih lanjut oleh Roestiyah (1989:8) yang merinci beberapa teknik diskusi,
sebagai berikut:
1) Whole –group, yaitu suatu diskusi yang beranggotakan tidak lebih dari
15 orang.
2) Buzz group, yaitu satu kelompok besar dibagi menjadi 2(dua) sampai
8(delapan) kelompok
yang lebih kecil
untuk berdiskusi dan
menyampaikan hasil diskusi pada kelompok besar.
3) Panel Group, yaitu pada kelompok kecil mendiskusikan suatu subjek
tertentu, mereka duduk dalam suasana semi melingkar dihadapkan pada
satu kelompok besar lainnya.
4) Symposium, diskusi ini menyerupai panel grup hanya bersifat lebih
formal dan moderator tidak seaktif panel dan hanya mengkoordinir saja.
5) Caologium, teknik diskusi yang dilakukan oleh satu atau beberapa
orang sebagai sumber yang berpendapat menjawab pertanyaanpertanyaan dan tidak untuk berpidato.
6) Informal-debate, diskusi ini dilakukan oleh dua tim yang sama kuat
mendiskusikan materi dan mendebatkan hasilnya dengan peraturan
yang tidak terlalu banyak sehingga lebih bebas.
7) Fish bowl, diskusi ini dilakukan dengan satu moderator, satu atau tiga
narasumber dan peserta diskusi dengan tiga kursi kosong menghadap
kelompok. Peserta diskusi dari kelompok besar diminta untuk mengisi
kursi kosong dan mengajukan pertanyaan.
Dari semua jenis diskusi yang telah diuraikan penelitian ini hanya
menggunakan teknik diskusi buzz group. Dalam diskusi ini kelompok kecil
yang dibentuk dari kelompok besar bertujuan untuk membahas masalah yang
ada, dari kelompok kecil inilah dapat memberikan kesempatan anggota
kelompoknya untuk lebih aktif dalam memberikan pendapat-pendapatnya
25
dalam kelompok selanjutnya hasil diskusi kelompok kecil dibahas bersama
dengan kelompok besar.
4. Teknik Diskusi Buzz Group
a. Pengertian teknik diskusi buzz group
Teknik diskusi buzz group merupakan salah satu jenis teknik yang
terdapat dalam diskusi yang dilakukan diakhir pelajaran atau materi yang
disampaikan. Sejalan dengan itu Romlah (1989:89) menyatakan bahwa
diskusi kelompok kecil (buzz group) merupakan teknik diskusi yang
beraggotakan 4-8orang untuk mendiskusikan suatu topik dengan waktu antara
20-30menit yang nantinya anggota kelompok bergabung menjadi lingkaran
besar dan hasil diskusi dilaporkan dan ditarik kesimpulan bersama. Dapat
disimpulkan bahwa teknik diskusi ini dilakukan dengan membagi kelompok
besar menjadi beberapa kelompok kecil yang nantinya berdiskusi dan
dilaporkan pada kelompok besar.
Menurut Hasibuan (1985:20) menyatakan bahwa “Satu kelompok besar
dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri atas 4-5 orang. Tempat diatur
agar siswa dapat berhadapan muka dan bertukar pikiran dengan mudah”.
Diskusi diadakan di tengah pelajaran atau di akhir pelajaran dengan maksud
menajamkan kerangka bahan pelajaran, memperjelas bahan pelajaran atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan. Dari diskusi model ini dapat dipahami
dalam kelompok besar dibagi kembali beberapa kelompok kecil untuk
mendiskusikan pokok bahasan.
Dari pendapat-pendapat ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
teknik diskusi buzz group merupakan teknik diskusi yang diadakan dengan
menjadikan kelas sebagai satu kelompok besar dan membaginya lagi menjadi
kelompok-kelompok
kecil
yang
beranggotakan
4-5
orang
untuk
mendiskusikan suatu topik yang hasilnya akan dipaparkan pada kelompok
besar.
26
b. Tujuan teknik diskusi buzz group
Ada beberapa tujuan penggunaan teknik diskusi menurut Roestiyah
(2001:6) memaparkan sebagai berikut :
1) Mendorong siswa menggunakan pengetahuan dan pengalamannya
untuk memecahkan masalah tanpa harus mengandalkan pendapat dari
orang lain. Perbedaan pandangan menurut dirinya dan orang lain
memberi jawaban yang berbeda hal demikian melatih berfikir siswa
untuk memecahkan masalah.
2) Mendorong siswa untuk menyatakan pendapatnya secara lisan,
mendorong kemampuan siswa untuk mengeluarkan pendapatnya.
3) Memberi kemungkinan bagi siswa untuk belajar berpartisipasi dalam
pembicaraan untuk memecahkan masalah bersama.
Menurut Drinkmeyer dan Muro (dalam Romlah 1989:99) menyebutkan
tujuan teknik diskusi antara lain:
1) Untuk mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri. Sebelum orang
berpendapat tentu orang akan memahami apa yang ada didalam diri
baik pikiran maupun perasaan dan potensinya.
2) Untuk mengembangkan kesadaran terhadap diri sendiri dan orang lain.
Dengan adanya diskusi, seseorang dapat mengasah kemampuannya
memahami potensi diri dan pemahaman dari sudut pandang orang lain,
sehingga nantinya akan mengembangkan kesadaran terhadap diri dan
orang lain.
3) Mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antar manusia.
Dengan adanya interaksi dengan orang lain secara langsung seseorang
belajar untuk mengerti dan memahami serta bergaul dengan orang lain.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa teknik diskusi
buzz group memiliki berbagai tujuan, diantaranya adalah membuat siswa
dapat mengembangkan pemahaman akan dirinya sendiri, mendorong siswa
mengembangkan kesadaran diri untuk berpendapat, serta mengajarkan
siswa berpartisipasi dan mengembangkan pandangan baru.
27
c. Keuntungan teknik diskusi buzz group
Menurut Romlah(1989:100) memaparkan keunggulan dari teknik diskusi,
antara lain:
1) Membuat anggota kelompok menjadi aktif karena setiap anggota
kelompok memiliki kesempatan untuk berbicara dan memberikan
sumbangan pikiran dalam kelompok.
2) Anggota kelompok dapat saling bertukar pengalaman, pikiran , nilainilai yang membuat permasalahan yang didiskusikan menjadi lebih
jelas.
3) Anggota kelompok dapat belajar untuk mendengarkan pendapat orang
lain dalam kelompok.
4) Dapat meningkatkan pengertian pada diri sendiri dan pengertian
terhadap orang lain melalui balikan yang diberikan antar anggota.
5) Memberi kesempatan siswa untuk belajar sebagai pemimpin kelompok.
Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa teknik diskusi buzz group dapat
meningkatkan potensi serta mengembangkan diri, kelompok diskusi ini
membuat siswa lebih aktif dalam penyampaian pendapat dan bertukar
pengalaman yang ahirnya mendapat balikan sebagai pemahaman terhadap
diri sendiri dan orang lain.
d. Langkah-langkah teknik diskusi buzz group
Dalam pelaksanaan diskusi buzz group memiliki tahapan atau langkah
yang dilakukan agar diskusi dapat berjalan dengan sistematis. Tahapan ini
dijelaskan oleh Romlah (1989: 99) tentang langkah dalam teknik diskusi
buzz group adalah sebagai berikut :
1) Perencanaan
Pada tahap ini fasilitator (guru pembimbing ) melaksanakan :
a) Merumuskan tujuan diskusi
b) Menentukan jenis diskusi (buzz group)
c) Melihat pengalaman dan perkembangan siswa berkaiatan dengan
pentingnya pemberian arahan tugas dan waktu
d) Memperhitungkan alokasi waktu
28
e) Mengemukakan hasil yang diharapkan dari diskusi
2) Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini terdiri dari :
a) Guru pembimbing memberi pembahasan secara klasikal materi di
dalam kelas. Seluruh siswa dikelas merupakan satu kelompok
besar.
b) Guru membagi lagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang
beranggotakan 4-5 siswa.
c) Guru memberi masalah yang sama yang harus didiskusikan oleh
masing-masing kelompok , hal ini memberikan hasil yang berbedabeda tiap anggota kelompok.
d) Setelah waktu diskusi habis siswa diminta untuk melaporkan hasil
diskusi pada kelompok besar.
3) Tahap penilaian
Pada tahapan ini guru pembimbing memberikan pengamatan terhadap
hasil diskusi, memberikan komentar dan membicarakannya dalam kelompok.
Selanjutnya mengahiri atau melanjutkan pelajaran.
5. Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi Buzz Group
Bimbingan kelompok menurut Prayitno (1999 : 309) merupakan bentuk
bimbingan yang diberikan dalam suasana kelompok. Menurut Romlah (1989:98)
menyatakan bahwa diskusi kelompok merupakan percakapan yang telah
direncanakan sekelompok individu untuk memecahkan masalah dibawah seorang
pemimpinan kelompok. Teknik diskusi buzz group menurut Roestiyah (2001:9)
merupakan “diskusi yang dibuat dari satu kelompok besar dibagi menjadi
beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan bahan diskusi dan hasil dari
diskusi tersebut dilaporkan pada kelompok besar”.
Dari pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan
kelompok dengan teknik diskusi buzz group adalah bentuk bimbingan yang
diberikan dalam situasi kelompok berupa percakapan untuk memecahkan
masalah, yang dibuat dari satu kelompok besar dan membaginya menjadi
29
beberapa kelompok kecil untuk berdiskusi dan hasil diskusi dilaporkan pada
kelompok besar.
6. Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi Buzz Group untuk meningkatkan
perilaku prososial siswa
Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan
orang lain. Manusia akan selalu berinteraksi, saling membutuhkan dan bergantung
dengan orang lain, sehingga agar dalam kehidupan sehari-hari berjalan dengan
baik, manusia harus menjaga hubungan sosialnya dengan orang lain. Salah satu
cara untuk menjaga hubungan baik ini adalah dengan perilaku prososial. Perilaku
prososial ini merupakan perilaku yang bertujuan untuk menolong maupun
meningkatkan kesejahteraan orang lain.
Perilaku prososial juga penting untuk para siswa, hal ini berkaitan dengan
perilaku sosial siswa di sekolah yang selalu menuntut siswa untuk beriteraksi
dengan orang lain, selain itu dengan memiliki perilaku prososial yang baik siswa
dapat menjadi pribadi yang juga bermanfaat bagi orang lain. Kurangnya perilaku
prososial siswa akan berdampak pada kehidupan sosial siswa yang kurang baik
bahkan dapat meningkatkan kenakalan remaja.
Banyak cara dapat digunakan dalam pengubahan dan peningkatan perilaku
prososial, salah satunya adalah penekanan perhatian terhadap norma prososial
sesuai dengan pendapat Baron dan Byrne (Terj. Ratna Djuwita 1994:40).
Bimbingan kelompok merupakan salah satu kegiatan pemberian bimbingan atau
informasi yang bertujuan mencegah permasalahan dan mengembangkan potensi
siswa dalam suasana kelompok. Informasi yang diberikan dapat berupa penekanan
terhadap norma-norma prososial. Sehingga cocok untuk meningkatkan perilaku
prososial.
Suasana kelompok yang dibentuk dapat melalui diskusi buzz group yang
merupakan salah satu bentuk teknik dari bimbingan kelompok dan dilakukan
setelah pemberian layanan selesai, didalamnya ada percakapan yang disengaja
dalam diskusi ini ada kelompok besar yang terbagi menjadi beberapa kelompok
30
kecil yang beranggotakan 4-5 orang untuk mendiskusikan topik-topik tertentu dan
hasilnya dipaparkan pada kelompok besar.
Pelaksanaan diakusi buzz group yang dilakukan nantinya dengan tiga
materi utama yang akan disajikan yaitu tolong menolong, berbagi dan memahami
orang lain. Dalam pelaksanaan diskusi buzz group secara langsung siswa akan
dituntut untuk bekerja sama dengan orang lain dalam penyelesaian tugas yang
berefek pada aspek kerja sama, sisi lain siswa dapat secara jujur menyampaikan
pikiran dan pemahamannya akan berdampak juga pada kejujuran. Pada
pelaksanaanya juga melatih siswa untuk memberi kesempatan dan hak yang sama
pada teman yang lain sehingga mendukung meningkatnya pemahaman tentang
pertimbangan hak dan kepentingan orang lain serta memupuk persahabatan, sikap
dewasa siswa dalam menerima keadaan ketika pendapatnya tidak digunakan dan
diskusi juga meningkatkan perilaku prososial dalam hal pengorbanan.
Dengan bentuk kelompok ini siswa lebih intensif dalam pengungkapan
pendapatnya dan mendengarkan pendapat dari orang lain sehingga menerima
norma-norma dengan lebih baik. Selain itu secara langsung dan tidak langsung
dapat meningkatkan keseluruhan aspek perilaku prososial seperti menolong,
menyumbang, dermawan, berbagi, mempertimbangkan hak dan kepentingan
orang lain, kejujuran, kerja sama, serta menyumbang.
B. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Intan Kusuma Ningrum.(2014). Skripsi dengan judul Meningkatkan Perilaku
Prososial Rendah Melalui Layanan Penguasaan Konten Dengan Teknik
Sosiodrama Pada Siswa Kelas VII SMP N 21 Semarang Tahun Ajaran
2013/2014. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa layanan
pengasaan konten dengan teknik sosiodrama dapat meningkatkan perilaku
prososial. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa layanan penguasaan
konten dengan teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan perilaku
prososial rendah.
2. Nur’aini. (2013). Jurnal dengan judul Bimbingan kelompok dengan teknik
diskusi buzz group untuk meningkatkan interaksi sosial siswa kelas VII SMP
31
Muhamaddiyah 1 Gondangrejo Karanganyar tahun ajaran 2012/2013.
Simpulan dari penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan bimbingan
kelompok teknik diskusi buzz group efektif untuk meningkatkan interaksi
sosial siswa.
C. KERANGKA BERFIKIR
Berdasarkan atas teori – teori yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat
disusun kerangka berfikir sebagai berikut: Perilaku prososial merupakan perilaku
seseorang yang positif kepada orang lain, perilaku ini dapat berupa perbuatan
untuk berbagi, menolong, kerjasama, menyumbang, menolong, kejujuran,
kedermawanan pada orang lain. Tindakan ini berasal dari dorongan dalam diri
seseorang dapat berasal dari rasa empati atau peduli kepada orang lain yang
dilakukan secara ikhlas tanpa adanya paksaan maupun mengharap imbalan, dalam
tindakan prososial ini bisa mengandung resiko bagi orang yang melakukan.
Siswa yang memiliki perilaku prososial yang tinggi memiliki hubungan
sosial yang baik. Sedangkan siswa yang memiliki rasa prososial rendah akan
berdampak pada hubungan sosial yang kurang baik bahkan timbulnya kenakalan
remaja. Untuk meningkatkan perilaku prososial dapat dengan berbagai macam
cara, salah satunya adalah dengan menekankan perhatian terhadap norma-norma
prososial dan penayangan model prososial sesuai dengan pendapat Baron dan
Byrne (Terj. Ratna Djuwita 1994:40) yang dapat dilakukan dengan menggunakan
bimbingan kelompok teknik diskusi buzz group yang juga bertujuan untuk
mencegah timbulnya permasalahan dan pengembangan diri. Selain itu bimbingan
kelompok teknik diskusi buzz group juga bertujuan untuk mengubah pola pikir
dan pandangan siswa dalam menyikapi kejadian, setelah adanya perubahan pola
pikir dan pandangan siswa maka akan terbentuk perilaku dan perasaan baru dalam
menyikapi kejadian yang menuntut perilaku prososial. Sehingga siswa memahami
cara menanggapi situasi yang perlu adanya perilaku prososial yang berdampak
pada meningkatnya perilaku prososial. Selanjutnya skema kerangka pemikirannya
adalah sebagai berikut :
32
Siswa kelas XI SMK N 1 Kedungwuni
Kabupaten Pekalongan
Perilaku Prososial
Siswa yang memiliki perilaku
prososial rendah adalah individu
yang rentan memiliki hubungan
sosial yang kurang baik bahkan
timbulnya kenakalan remaja.
Siswa
yang
memiliki
perilaku prososial tinggi
berdampak pada dimilikinya
hubungan sosial yang baik
dengan orang lain.
Bimbingan kelompok teknik diskusi
buzz group untuk meningkatkan
perilaku prososial
Tujuan
Perilaku prososial siswa
dalam menyikapi kejadian
akan meningkat
Menekankan perhatian terhadap norma-norma
prososial dan penayangan model prososial untuk
merubah kognitif siswa dengan memanfaatkan
dinamika kelompok. Dengan perubahan pola pikir
dan pandangan siswa dalam menyikapi kejadian,
akan terbentuk perilaku dan perasaan baru dalam
menyikapi kejadian yang menuntut perilaku
prososial.
Gambar 2.1 Skema kerangka berfikir
33
D. HIPOTESIS
Menurut Sugiyono (2012:64) Hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena
jawabab yang diberikan didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan
pada teori yang relevan.
Dari uraian di atas maka dalam penelitian ini hipotesis penelitian yang
diajukan adalah “Bimbingan kelompok teknik diskusi buzz group efektif untuk
meningkatkan perilaku prososial siswa kelas XI SMK N 1 Kedungwuni
Kabupaten Pekalongan tahun ajaran 2015/2016”.
34
Download