ISOLASI DAN KARAKTERISASI ALKALOID TOTALDAUN PEPAYA GANDUL (Carica papaya L.) Gempar Mulyana Rahman1), Sri Wardatun2), Ike Yulia Wiendarlina3) 1), 2), 3) Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan Abstrak Alkaloid merupakan golongan bahan alam yang paling banyak ditemukan di alam. Daundaun berasa berasa pahit dan sifat teridentifikasi mengandung alkaloid contohnya Carica papaya L. Daun pepaya dipercaya dapat mengobati malaria sebagai pengganti kina atau kuinin. Aktivitas ini diduga karena kandungan alkaloid, flavonoid, dan saponin. Aktivitas ini mendorong untuk melakukan penelitian terhadap jenis alkaloid. Alkaloid fenol dapat diidentifikasi dari jenis spektrum inframerah. Tujuan penelitian adalah untuk mengisolasi dan karakterisasi alkaloid total. Daun pepaya dimaserasi dengan etanol 96% selanjutnya alkaloid diisolasi dengan ekstraksi cair- cair menggunakan etil asetat kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometri FTIR. Berdasarkan hasil pengujian terhadap isolat kering menunjukkan serapan pada bilangan gelombang 3441,25 cm-1, serapan ini tajam dengan intensitas kuat, serapan ini merupakan gugus OH dengan ikatan hidrogen. Bilangan gelombang 3002,62 cm -1 dan 2936,77 cm-1 menunjukkan serapan untuk gugus C-H incin aromatis. Bilangan gelombang 1574,97 cm-1 menandakan adanya serapan untuk gugus C=C pada cincin aromatik. Bilangan gelombang pada daerah 1350 - 1000 cm-1 ( 1337,53 cm -1, 1044,52 cm -1, dan 1015,02 cm-1) menandakan keberadaan gugus C-N. Kata kunci : Alkaloid, Daun pepaya , Isolasi, FTIR Abstract Alkaloids are group of natural substances that mostly found in a nature. Leaves taste bitter and it is contain of alkaloids, for example Carica Papaya L.. Papaya leaves are believed to treat malaria desease as a substitute for quinine. This actually suspected because of alkaloids, flavonoids, and saponins. This activity encourages in doing the research on the type of alkaloids. Alkaloids phenol can be identified from the type of the infra red spectrum. The purposes of this research are to isolate and characterize the total alkaloids. Papaya leaves macerated by 96% ethanol, alkaloids are isolated by ethanol, and then alkaloids are extracted by the liquid extraction. Finally, it will be identified by FTIR spectrophotometry. Based on the result of the test on dry isolates are show absorption in number wave 3441,25 cm-1. This absorption is sharp with strong intensity. This absorption is hydrogen-bonded OH groups. The wave number 3002,62 cm-1 and 2936, 77 cm-1 shows the absorption for the CH aromatic ring. The wave number 1574,97 cm-1 indicates the absorption of the C group = C on the aromatic ring. The wave number in the region 1350 – 1000 cm-1 (1337,53 cm-1, 1044,52 cm-1, and 1015,02 cm-1) indicates the presence of CN groups.. Keywords : Alkaloids, Papaya leaf, Isolation, FTIR. PENDAHULUAN Alkaloid merupakan golongan bahan alam yang paling banyak ditemukan di alam. Senyawa ini sulit didefinisikan secara pasti karena tidak menunjukkan kesamaan komponen baik dari segi kimia, biologi ataupun fisiologi. Para ahli sepakat alkaloid adalah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan heterosiklik yang terdapat pada tumbuhan, fungi, bakteri, serangga, hewan laut dan manusia. Daun-daunan berasa pahit dan sepat teridentifikasi mengandung alkaloid contohnya pepaya (Heinrich, 2002). Pepaya (Carica papaya L.) yang termasuk family Caricaceae secara empiris telah digunakan sebagai obat, selain buahnya yang manis dan disukai oleh banyak orang, bagian lain yang dimanfaatkan ialah daunnya. Daun pepaya dipercaya dapat mengobati malaria sebagai alternatif pengganti kina atau kuinin yang jauh lebih pahit (Robinson, 1995). Berdasarkan penelitian Ana (2011) diketahui bahwa ekstrak daun Carica papaya memiliki potensi sebagai anti malaria karena pada konsentrasi 4%, 4,5% dan 5 % mempunyai daya bunuh pada larva Anopholes acontinus. Kematian larva tersebut diduga karena adanya alkaloid, flavonoid dan saponin dalam daun pepaya (Carica papaya L.). Jenis alkaloid dapat dibedakan berdasarkan senyawa alkaloid fenol yaitu alkaloid yang terikat pada gugus fenol sedangkan alkaloid non fenol tidak memiliki gugus fenol. Alkaloid ini dapat dibedakan berdasarkan spektrum inframerah dimana gugus fenol memberikan serapan luas pada panjang bilangan gelombang 3600 -3300 cm-1, absorpsi ini sangat khas untuk gugus fenol (Harmita, 2006). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang digunakan satu set alat maserasi, Erlenmeyer, corong pemisah, grinder, mesh 20, corong pisah, kertas lakmus, alat alat gelas. cawan penguap. cawan kurs. tanur. moisture balance. spatel dan spektrofotometri FTIR dan alat-alat gelas lainnya. Sedangkan bahan yang digunakan adalah daun pepaya kering, etanol 96%, etil asetat, natrium hidroksida, asam asetat, ammonium hidroksida, akuades, pereaksi Dragendorff dan pH meter. METODE Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Pepaya Biji alpukat yang akan digunakan diperoleh dari pedagang di kawasan kampus Universitas Pakuan Bogor. Daun Pepaya di determinasi di Herbarium Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Daun Pepaya dikumpulkan lalu dibersihkan secara kering dari kotoran kotoran yang menempel, serta dibuang bagian yang tidak diinginkan, kemudian dicuci dengan air mengalir lalu ditiriskan untuk membebaskan dari partkel partikel air, simplisia dikeringkan secara diangin-anginkan. Simplisia kering kemudian disortasi. digrinder dan diayak dengan ayakan Mesh 20 lalu disimpan dalam wadah tertutup rapat. Karakterisasi Serbuk Simplisia Biji alpukat a) Penetapan Kadar Air Penetapan kadar air simplisia dilakukan dengan alat moisture balance sebelum digunakan alat ditara dengan akurasi dan temperatur sesuai dengan jumlah simplisia yang diujikan. Ditimbang kurang dari satu gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam alat moisture balance kemudian dicatat hasilnya berupa angka dalam persen yang terdapat pada layar penunjuk moisture balance b) Penetapan Kadar Abu Penetapan kadar abu dilakukan dengan cara menimbang sampel sebanyak ± 1 g lalu dimasukkan ke dalam krus kosong yang sebelumnya sudah ditara terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur yang suhunya sekitar 6000C sampai menjadi abu, setelah itu, ditunggu sampai dingin di dalam alat desikator, lalu ditimbang hingga beratnya konstan (DepKes RI, 1979). Uji Fitokimia a) Uji Saponin Sebanyak 1 g contoh dilarutkan ke dalam gelas piala kemudian ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit. Setelah itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Sebanyak 10 ml filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup kemudian dikocok selama 10 detik dan dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil (DepKes RI, 1989). b) Uji Tanin Sebanyak 1 g contoh ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan saring. Sebagian fitrat yang diperoleh ditambahkan larutan FeCl3 1%. Terbentuknya warna kehijauan menunjukkan adanya tanin. (DepKes RI, 1989). c) Uji Flavonoid Sebanyak Sebanyak 1 g contoh ditambah 100 ml air sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah natrium hidroksida 10% atau asam sulfat pekat. Terbentuknya warna merah karena penambahan natrium hidroksida 10% menunjukan adanya senyawa fenol hidrokuinon sedangkan warna merah akibat penambahan asam sulfat pekat menunjukan adanya flavonoid (DepKes RI, 1989) d) Uji Alkaloid Sebanyak 1 g contoh dilarutkan dalam 10 ml klorofom dan 4 tetes NH4OH kemudian disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 6 ml H2SO4 2M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam diteteskan pada lempengan tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, cokelat, dan merah jingga (DepKes RI, 1989). Pembuatan Ekstrak Kental Daun Pepaya Serbuk daun pepaya kering 350 g dimaserasi dengan pelarut 3500 ml etanol 96% selama 24 jam. Filtrat yang terbentuk dari maserasi dipekatkan dengan rotary evaporator hingga ekstrak kental. Isoloasi Alkaloid Total Ditimbang sekitar 10 gram ekstrak kental dan ditambahkan asam asetat 10% hingga suasana asam. Ekstrak larutan asam ini selanjutnya diekstraksi dengan etil asetat 100 ml sehingga diperoleh dua lapisan, lapisan etil asetat dan lapisan asam. Lapisan bawah adalah asam dan atas adalah etil asetat, lalu dipisahkan. Ke dalam lapisan asam kemudian ditambahkan ammonium hidroksida sampai suasana basa ditandai dengan perubahan lakmus merah menjadi biru, dilanjutkan dengan ekstraksi kembali dengan 100 ml etil asetat. Lapisan etil asetat ini selanjutnya dipisahkan. Lapisan etil asetat ini mengandung senyawa alkaloid fenol dan non fenol (Murtadlo,dkk 2012). Pemisahan Alkaloid Fenol Sebanyak 25 ml lapisan etil asetat kemudian diekstraksi dengan larutan NaOH 5% (1:10) kedua fraksi dipisahkan menghasilkan fraksi etil asetat dan fraksi basa. Fraksi basanya diasamkan dengan asam asetat sampai pH 8-9 menggunakan pH universal lalu diekstraksi dengan etil asetat, fraksi etil asetat lalu dicuci dengan air sampai air cucian bersifat netral terhadap kertas lakmus kemudian fraksi air dipisahkan. Fraksi etil asetat yang terbentuk kemudian dikeringkan dengan magnesium sulfat anhidrat, selanjutnya diuapkan, Menghasilkan fraksi alkaloid fenol (Murtadlo,dkk 2012). Metode Analisis Spektrofotometri Inframerah Sampel kering fraksi alkaloid fenol dibuat sebagai lempeng dalam kalium bromide kering. Lempeng dibuat dengan jalan menggerus cuplikan sehingga kira kira 1% kalium bomida ditekan sekitar 8 ton sehingga memiliki lempeng transparan. Lempeng transparan yang mengandung sampel ditempelkan pada alat FTIR dan tunggu sampai spektrum muncul. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembuatan Simplisia Daun Pepaya Daun Pepaya (Carica papaya L) segar yang diperoleh adalah 7 kg setelah dikeringanginkan diperoleh berat 2 Kg, kemudian dibuat serbuk simplisia kering didapatkan sebanyak 800 gram. Rendemen simplisia yang didapat adalah 40 %. Hasil Pembuatan Ekstrak Daun Pepaya Serbuk Pepaya ditimbang 350 gram kemudian diekstrak dengan pelarut etanol 96% sebanyak 3 liter. Filtrat daun pepaya hasil maserasi dikentalkan dengan rotary evaporator, tujuannya yaitu memisahkan ekstrak dan pelarut etanol sehingga didapatkan ekstrak kental. Ekstrak etanol sebanyak 74,86 gram dan rendemen 21,38 %. Hasil Penetapan Kadar Air dan Kadar Abu Simplisia Uji karakteristik daun pepaya meliputi penetapan kadar air dan kadar abu. Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture ballance dengan hasil 4,94 %. Hasil tersebut memenuhi syarat dimana syarat kadar air tidak lebih dari 5% (Didik dkk, 2004). Kadar air pada simplisia berhubungan dengan kemurnian dan adanya pertumbuhan mikroorganisme. Semakin besar kadar air yang didapat maka akan semakin banyak pula mikroorganisme yang dapat tumbuh yang akan menyebabkan kerusakan pada simplisia tersebut. Penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan simplisia selama proses penyimpanan. Kadar abu yang didapat sebesar 8,725 %. Hasil tersebut memenuhi syarat dimana syarat kadar abu tidak lebih dari 10 %. Penentuan kadar abu dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai diperoleh simplisia dan ekstrak. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Daun Pepaya Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun pepaya. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak dan Daun kering pepaya positif mengandung senyawa flavonoid, tanin, alkaloid dan saponin. Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Pada uji flavonoid hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada larutan amil alkohol. Pengujian alkaloid pada ekstrak daun pepaya memberikan reaksi positif hal ini sesuai dengan penelitian Ana (2011) yang menyatakan bahwa daun pepaya mengandung alkaloid Pengujian alkaloid dilakukan dengan pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer. Alkaloid dengan pereaksi Dragendorff akan memberikan endapan jingga, sedangkan penambahan pereaksi Mayer akan menghasilkan warna kuning karena nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Sangi dkk., 2008). Pengujian tanin dilakukan dengan melakukan penambahan FeCl3, perubahan warna ini terjadi ketika penambahan FeCl3 yang bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin. Penambahan FeCl3 pada ekstrak uji menghasilkan warna hijau kehitaman yang menunjukkan adanya senyawa tanin terkondensasi (Sangi dkk., 2008). Saponin merupakan senyawa yang mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofob, pada saat dikocok gugus hidrofil akan berikatan dengan air sedangkan gugus hidrofob akan berikatan dengan udara sehingga membentuk buih. Terbentuknya buih meskipun tidak terlalu stabil namun dapat disimpulkan bahwa ekstrak mengandung saponin (Kumalasari dan Sulistyani, 2011). Hasil Isolasi Alkaloid Total Isolasi alkaloid dilakukan dengan cara menambahkan asam asetat pada ekstrak etanol sampai suasana menjadi asam sehingga alkaloid akan membentuk garam dan larut dalam pelarut polar. Garam alkaloid tersebut kemudian dipartisi menggunakan etil asetat hingga terdapat dua lapisan yaitu lapisan asam yang berada di bawah dan lapisan atas yaitu etil asetat. Partisi dengan etil asetat dimaksudkan agar senyawa - senyawa yang larut dalam pelarut semi polar dapat larut etil asetat dan keberadaanya tidak mengganggu pada isolasi selanjutnya. Alkaloid sendiri berada pada lapisan asam (polar). Ammonium hidroksida ditambahkan pada fraksi asam sampai suasana menjadi basa hal ini ditujukan agar alkaloid berubah menjadi bentuk basanya dan lebih mudah larut dalam etil asetat. Asam asetat bereaksi dengan ammonium hidroksida membentuk garam ammonium asetat dan air yang larut air Fraksi etil asetat diduga berisi alkaloid basa, untuk mengetahui keberadaan alkaloid dalam fraksi tersebut ditambahkan pereaksi Dragendorff. Hasil uji menunjukkan bahwa fraksi tersebut mengandung alkaloid dengan terbentuk warna merah bata. Hasil Isolasi Alkaloid Fenol Isolasi alkaloid fenol dalam fase etil asetat dilakukan dengan mereaksikan alkaloid total ( fase etil asetat) dengan larutan NaOH sampai suasana basa, sehingga akan terbentuk garam fenolat atau natrium fenolat, lalu difraksinasi dengan pelarut etil asetat., Senyawa yang membentuk garam dengan natrium hidroksida akan tertarik kedalam fraksi etil asetat, sedangkan pada fase air terdapat natrium fenolat. Fase air dipisahkan dan ditambahkan asam asetat sehingga logam natrium akan terlepas dari garam natrium membentuk senyawa fenolat dan natrium asetat, selanjutnya diekstraksi kembali dengan etil asetat. Natrium asetat akan berada pada fase air, sedangkan alkaloid fenolat berada pada fase etil asetat. Fase etil asetat lalu diuji terhadap keberadaan alkaloid . Hasil uji alkaloid menunjukkan bahwa fase etil asetat mengandung alkaloid yang diduga alkaloid fenol. Fase etil asetat ini selanjutnya disebut isolat alkaloid. Isolat alkaloid dikeringkan menggunakan magnesium sulfat anhidrat untuk menyerap air yang terkandung di dalamnya. Isolat kering diuji tahap keberadaan alkaloid fenol menggunakan FTIR. NO 1 2 3 4 Bilangan gelombang Cm-1 (Isolat) 3441.25 3002,62 2936.77 1574,97 1337,53 1044,52 1015,02 Hasil Analisis Spektrofotometri FTIR Hasil analisis isolat alkaloid menggunakan spektrofotometri FTIR memberikan bilangan gelombang 3441,25 cm1 , serapan ini tajam dengan intensitas kuat serapan ini merupakan gugus OH dan gugus N-H dengan ikatan hidrogen. Bilangan gelombang 3002,62 cm -1 dan 2936,77 cm-1 menunjukkan serapan untuk gugus C-H cincin aromatis. Bilangan gelombang 1574,97 cm-1 menandakan adanya serapan untuk gugus C=C pada cincin aromatis. Bilangan gelombang pada daerah 1350 - 1000 cm-1 ( 1337,53 cm -1, 1044,52 cm -1, dan 1015,02 cm-1) menandakan keberadaan gugus C-N, ( Harmita, 2006). Data interpetasi gugus FTIR dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Interpetasi Gugus FTIR Bilangan gelombang Cm-1 Ikatan Kemungkinan Gugus Fungsi (Skoog. et al.,1998) 3590 – 3650 2850 - 2970 1500 - 1600 1350 - 1000 O –H N-H C -H C=C C-N Fenol Amin CincinAromatis Cincin Aromatis Amina Berdasarkan data serapan ini dapat diduga bahwa alkaloid memiliki gugus fenol, C – N, N – H, C =C, O – H dan C –H cincin aromatik. Hasil Spektrum FTIR dapat dilihat pada Gambar 1. KESIMPULAN 1. Isolat daun pepaya mengandung alkaloid 2. Isolat daun papaya menunjukkan keberadaan gugus fenol , C – N, N-H, C=C, O-H, dan C – H 3. Isolat pepaya menunjukkan adanya alkaloid jenis fenol. DAFTAR PUSTAKA Ana, 2011. Uji Toksisitas Ekstrak daun Carica papaya sebagai Larvasida Anopheles Acontinus. Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan teknologi, Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta Halaman 3-4 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid III. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan – Jakarta. Halaman 155 ________. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Halaman 194-197, 513-520, 536, 539540,549-552. Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia Hal 55 - 59 Heinrich M, 2002. Farmakognosi dan Fitoterapi. Terjemahan Phamacognocy and Pytotherapy Penerbit : CV. EGC Medical Books Hal 75-79 Kumalasari, E. dan N. Sulistyani. 2011. Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Batang Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) Terhadap Candida albicans serta skrining Fitokimia. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 1 (2): 51 – 62. Murtadlo Y, Dewi K. dan Enny F 2012. Isolasi Identifikasi senyawa alkaloid total daun tempuyung (Sonchus arvensis Linn) dan uji sitotoksik dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethalty Test). Chemical info 1 (1) hal 379 385 Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke enam. Bandung: Penerbit ITB. Halaman. 191. Sangi, M., M.R.J. Runtuwene., H.E.I. Simbala., V.M.A. Makang. 2008. Analisis fitokimia tumbuhan obat di kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog, 1(1):47-53.