Karakteristik Perpindahan Panas Peleburan Parafin-Al2O3 Sebagai Material Penyimpan Panas Dailami1, Hamdani 2, Ahmad Syuhada 2, Irwansyah2 1) Program Magister Teknik Mesin Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 2) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, (23111 ) Jln. Syech Abdul Rauf No.7 Banda Aceh, e-mail : [email protected] Abstrak Pemanfaatan energi surya secara optimal sebagai energi alternatif masih terkendala akibat perubahan lingkungan, geografis dan sifat radiasi surya yang tidak berlangsung terus menerus. Perkembangan teknologi penyimpan energi surya memperlihatkan prestasi yang menjanjikan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Diantara teknologi yang popular adalah penggunaan material berubah fasa (phase change material, PCM) sebagai media penyimpan energi surya dalam bentuk panas laten. Namun demikian, material tersebut memiliki konduktivitas termal yang rendah sehingga mempengaruhi daya penyimpanan panas dan membatasi penerapannya pada beragam aplikasi. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari karakteristik perpindahan panas peleburan material paraffin yang ditaburi partikel Al2O3. Penelitian ini dilaksanakan dengan terlebih dahulu melakukan pengujian sifat termal lilin parafin (paraffin wax) sebagai material penyimpan panas menggunakan peralatan DSC (Differential Scanning Calorimetry). Dilanjutkan dengan persiapan dan pengujian karakteristik perpindahan panas peleburan material penyimpan panas yang ditaburi partikel alumina (Al2O3) dengan perbedaan fraksi massa 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Berdasarkan hasil pengujian ditemukan bahwa lilin paraffin-Al2O3 memiliki kapasitas penyimpan panas yang kecil dibandingkan dengan lilin parafin, akan tetapi memiliki laju perpindahan panas yang lebih tinggi. Pada material lilin paraffin, perpindahan panas yang terjadi selama proses peleburan dan solidifikasi didominasi oleh perpindahan panas konduksi. Sedangkan pada material lilin parafin-4% Al2O3, didominasi perpindahan panas konveksi. Pengaruh partikel alumina terhadap konduktivitas termal teramati jelas dalam proses solidifikasi dibandingkan pada proses peleburan (melting). Hal ini disebabkan pada proses solidifikasi perpindahan panas sangat didominasi oleh konduksi. Kata kunci: penyimpan energi surya, paraffin-Al2O3, laju perpindahan panas Notasi: Q Ti Tf m Cp hm jumlah energi panas yang disimpan atau dilepaskan dalam bentuk panas sensibel (kJ), suhu awal (℃), suhu akhir (℃), massa bahan yang digunakan untuk menyimpan energi termal (kg), panas jenis bahan yang digunakan untuk menyimpan energi panas (kJ/kg.℃ ) panas laten fusi atau penguapan (kJ/kg). Pemanfaatan energi terbarukan sebagai penyedia energi ditujukan untuk mengurangi biaya awal dan mengurangi dampak lingkungan yang diakibatkan oleh pengggunaan bahan bakar fosil (Sharma et al, 2009). Salah satu pemanfaatan energi terbarukan yang paling banyak digunakan adalah pemanfaatan energi surya untuk penghasil energi listrik atau sebagai pemanas air (Buddhi D, 1977). Namun, masalah utama pada pemanfaatan energi surya adalah sifat radiasi surya yang intermiten, dan besarnya radiasi yang tersedia dipengaruhi oleh waktu, kondisi cuaca dan posisi lintang. Untuk pemecahan permasalahan tersebut, teknologi yang dianggap sangat cocok adalah penyimpanan energi termal (Thermal Energy Storage, TES) (Sharma et al, 2009). Sistem ini terdiri dari material dengan massa tertentu yang mampu menyimpan energi termal dalam bentuk panas atau dingin. Pada dasarnya penyimpan energi termal dapat diklasifikasikan sebagai penyimpan energi dalam bentuk panas laten, panas sensibel dan termokimia. Diantara jenis penyimpanan energi tersebut, yang paling menarik adalah penyimpan energi dalam bentuk panas laten menggunakan materi perubahan fasa (phase change material, PCM). Keuntungan menggunakan material perubah fasa adalah mampu menyimpan kalor dalam kapasitas besar dengan volume material yang kecil dan proses penyerapan dan pengeluaran energi panas terjadi pada temperatur yang hampir konstan (Buddhi D, 1977). Dalam sistem penyimpanan energi panas laten, salah satu elemen penting adalah material penyimpan kalor. Kebanyakan kajian dilakukan untuk pemanfaatan material penyimpan panas dari hidrat garam, parafin, dan senyawa organik (Abhat,1981). Namun, material tersebut memiliki konduktivitas termal yang rendah dan sehingga membutuhkan waktu yang cukup untuk proses peleburan dan pemadatan, yang mengurangi daya keseluruhan dari perangkat penyimpanan panas dan dengan demikian akan membatasi aplikasi (Buddhi D, 1977).. Untuk mengatasi masalah ini, berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi konsep-konsep peningkatan laju perpindahan panas, diantarannya menggunakan pengaduk, atau mengalirkan slurry dalam alat penukar panas. Akan tetapi, metode ini akan meningkatkan biaya pembuatan alat penukar kalor dan menambah kompleknya pembuatan unit penyimpanan energi termal. Berdasarkan pertimbangan diatas dapat disimpulkan bahwa masih diperlukan penelitian lanjutan guna melakukan kajian peningkatkan laju perpindahan panas dalam material penyimpan energi dalam bentuk panas laten. Penelitian tersebut dapat diarahkan pada pemilihan material dan perancangan alat penukar kalor. Pada penelitian ini akan dilakukan kajian peningkatan konduktivitas termal lilin paraffin (paraffin wa) sebagai material penyimpan kalor dengan cara menyebarkan partikel alumina (Al2O3) dalam lilin parafin. Untuk memperoleh informasi kehandalan lilin parafinpartikel alumina sebagai material penyimpan panas akan dikembangkan alat uji berupa alat penukar panas untuk mengetahui kemampuan penyimpanan kalor melalui siklus termal penyerapan dan pengeluaran kalor. Penyimpan Energi Panas Energi panas dapat disimpan dalam bentuk panas sensibel dan panas laten atau gabungan panas sensibel dan panas laten. Pada penyimpan panas sensibel energi panas disimpan dengan menaikkan temperatur suatu medium padat atau cair dengan menggunakan kapasitas panas yang dimiliki bahan. Jumlah energi panas yang tersimpan dalam bentuk panas sensibel dapat dihitung dengan : ∫ ……………………...…….. (1) Mengacu pada persamaan (1) terlihat bahwa jumlah energi panas yang tersimpan dalam bentuk panas sensibel tergantung pada massa, nilai panas spesifik dari bahan yang digunakan untuk menyimpan energi panas dan perubahan suhu. Pada prinsipnya penyimpan panas laten adalah menyimpan panas memanfaatkan panas laten dari bahan. Panas laten adalah jumlah panas yang diserap atau dilepaskan selama perubahan fasa dari material penyimpan panas.Ada dua jenis panas laten, panas laten fusi dan panas laten penguapan. Panas laten fusi adalah jumlah panas yang diserap atau dilepaskan ketika perubahan fase padat ke fase cair material atau sebaliknya, sedangkan panas laten penguapan adalah jumlah energi panas yang diserap atau dilepaskan ketika perubahan fase cair ke fase uap material atau sebaliknya. Jumlah energi panas yang tersimpan dalam bentuk panas laten dalam suatu material dapat dihitung dengan: ∫ ∫ (2) Persamaan (2) menjelaskan bahwa jumlah energi panas yang tersimpan sebagai panas laten tergantung pada massa dan nilai panas laten dari bahan yang digunakan. Bahan yang digunakan untuk menyimpan panas energi dalam bentuk panas laten disebut material berubah fasa (phase change material, PCM). Perbandingan Penyimpan Panas Laten dengan Penyimpan Panas Sensibel Pada penyimpan panas laten volume yang dibutuhkan lebih kecil dibandingkan dengan penyimpan panas sensibel. Penyimpan panas laten mampu menyimpan sebagian besar energi panas dengan perubahan temperatur yang kecil, akan tetapi aplikasi penyimpan panas laten masih menghadapi banyak kendala seperti tingginya harga material penyimpan panas laten, stabilitas sifat-sifat termodinamik material setelah mengalami siklus dan konduktivitas termal material yang rendah. Material Penyimpan Panas Laten Semua material dapat digolongkan sebaga material berubah fasa, yang membedakan hanyalah adalah temperatur perubahan fasa. Masing-masing material memiliki temperature perubahan fasa yang berbeda. Hal yang penting dalam memilih material penyimpan panas panas laten adalah temperature berubah fasa yang sesuai dengan range temperature aplikasinya. Oleh karena itu, tidak ada material yang spesifik yang disebut sebagai material ideal untuk digunakan sebagai material perubah fasa [1]. Peningkatan Konduktivitas Termal Material Penyimpan Panas Laten Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam usaha peningkatan konduktivitas panas PCM, diantaranya dengan membubuhkan material additive. Namun sampai saat ini masih sangat terbatas literatur yang menjelaskan secara detail metode tersebut. Hoover et al, merupakan kelompok peneliti pertama yang berusaha menggunakan partikel terdispersi untuk meningkatkan konduktivitas panas PCM (LiNO3-3H2O), partikel yang digunakan bubuk aluminium dan bubuk alumina (Al2O3). Chow et al, mengusulkan dua teknik untuk meningkatkan konduktivitas termal material penyimpan panas menggunakan Li untuk aplikasi pada suhu tinggi. Ide dari teknik peningkatan pertama adalah menggunakan bentuk wadah yang berbeda untuk merangkum PCM berbasis LiH. Pada lapisan antar permukaan di isi dengan logam Li. Teknik peningkatan kedua mengusulkan komposit yang terdiri dari logam Ni dan LiH. Hasil menunjukkan bahwa kedua teknik tersebut ternyata dapat meningkatkan konduktivitas termal dari PCM asli. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa ide untuk menggunakan komposit PCM mungkin menjadi cara yang efektif untuk lebih meningkatkan konduktivitas termal dari PCM asli. Baru-baru ini, Mettawee dan Assassa, menyiapkan komposit dari lilin parafin melalui pemenambahan bubuk aluminium berukuran mikron (80 m). sebagai material penyimpan panas menggunakan peralatan DSC (Differential Scanning Calorimetry). Dilanjutkan dengan tahap penyiapan material penyimpan panas yang dilengkapi dengan partikel alumina (Al2O3) sebagai material pengisi untuk meningkatkan konduktivitas termal material. Usaha peningkatan konduktivitas dilakukan dengan menaburkan partikel Al2O3 dalam lilin parafin. Partikel Al2O3 yang digunakan adalah partikel alumina yang dijual bebas dipasaran. Data sifat-sifat fisik dan kimia untuk partikel alumina (Al2O3) dirujuk pada literatur. Penyiapan material penyimpan panas lilin parafin-partikel alumina dimulai dengan memanaskan lilin parafin pada temperatur konstan 10 oC diatas temperatur leleh lilin parafin. Setelah lilin parafin mencair seluruhnya kemudian partikel alumina ditabur dengan menjaga terjadinya penyebaran yang merata. Perbandingan fraksi volume partikel alumina yang digunakan adalah 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Pengujian Karakteristik Perpindahan Panas Material Penyimpan Panas PCM komposit ini kemudian diuji di satu sektor dari kolektor surya kompak. Telah diamati bahwa waktu pengisian panas (pada temperatur leleh) karena pemanfaatan komposit 0,5% berat menurun sebesar 60%. Ho dan Gao, menaburkan nanopartikel alumina (Al2O3) dalam n-octadecane (C18H38). Konduktivitas termal dari sampel NePCM (0,5 dan 10% berat) diukur dengan menggunakan teknik THW. Nilai-nilai konduktivitas termal hasil pengukuran pada temperatur dan fraksi massa yang berbeda. Peningkatan konduktivitas termal secara konsisten diamati sebagai fraksi massa dinaikkan pada suhu konstan. Tingkat peningkatan juga diamati lebih besar pada suhu yang lebih tinggi. Alumina (Al2O3) adalah salah satu dari nanopartikel yang paling umum dan murah digunakan oleh banyak peneliti dalam penyelidikan eksperimental mereka. Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik perpindahan panas penggunaan lilin paraffin-partikel alumina (Al2O3) sebagai material penyimpan panas. Untuk mencapai tujuan tersebut akan buat alat uji berupa alat penukar kalor tabung persegi empat yang dilengkapi dengan pipa penghantar fluida pemanas. Komponen utama peralatan uji yang digunakan terdiri dari alat penukar kalor, tabung pemanas air, pompa, akusisi data dan komputer. Gambar 1, memperlihatkan secara lengkap rangkaian peralatan uji yang digunakan. Hasil dan Pembahasan Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa data hasil pengujian menggunakan DSC berupa temperatur lelah, entalpi panas laten dan kapasitas panas lilin parafin sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2 dan 3. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam tahap pengujian sifat termal lilin parafin (paraffin wax) Penukar Panas Pemanas Air Termometer Pengukur Aliran T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 Pencatat Data Bejana Air Dingin Bejana Air Panas Pompa Gambar 1. Sketsa perangkat pengujian karakteristik perpindahan panas Komputer Gambar 2. Hasil 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Temperatur (oC) pengujian DSC untuk temperatur leleh dan entalpi laten lilin parafin T air masuk T1 0 5000 10000 15000 Waktu (s) 20000 25000 Gambar 5. Distribusi temperatur lilin parafin - 4% Al2O3 Namun demikian, karakteristik perpindahan panas lilin parafin dengan sebaran dispersi - 4% Al2O3 menunjukkan bahwa pada saat awal proses pemanasan, temperatur PCM meningkat dengan cepat sampai temperatur leleh parafin dan setelah temperatur mencapai 60 oC, kenaikan temperatur cererung konstan, sebagaimana diperlihatkan pada gambar 5. Hal ini menunjukkan bahwa setelah PCM melebur dan mencapai fasa cair, perpindahan panas yang dominan terjadi adalah perpindahan panas 80 konveksi.Berdasarkan grafik juga terlihat temperatur 70 pada T1 dan T2 tidak mencapai 55 oC, hal ini juga 60 membuktikan bahwa PCM yang berada pada bagian atas pipa telah mencair seluruhnya dan akibat 50 adanya konveksi alamiah dalam fasa cair yang 40 mengakibatkan pergerakan fluida ke bagian atas 30 menuju permukaan tabung penukar panas. T air masuk T1 20 Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan T2 T3 10 dapat disimpulkan bahwa pengaruh partikel alumina T4 T5 jauh lebih jelas dalam proses pemadatan dari pada 0 0 10000 20000 30000 proses peleburan. Karena, pada proses menjadi padat, perpindahan panas didominasi oleh konduksi. Waktu (s) Disamping itu, selama proses menjadi padatan, lapisan padat terbentuk dari permukaan perpindahan Gambar 4. Distribusi temperatur parafin panas dan tetap bergerak dengan pola sejajar. Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa, pada Meskipun konveksi alami terjadi pada PCM cair di awal pemanasan, hasil pengukuran T3 dan T6 tahap sebelumnya, laju perpindahan panas ini menunjukkan temperatur meningkat secara cepat berkurang cepat karena proses menjadi padatan sampai pada temperatur luluh parafin dan kenaikan berlangsung dan modus perpindahan panas menjadi didominasi oleh perpindahan panas konduksi. temperatur mulai melambat. Hal ini dapat dinyatakan bahwa pada awal pemanasan, lilin parafin menyerap panas sensibel Kesimpulan dan kemudian diikuti oleh penyerapan panas laten partikel yang memiliki yang berlangsung pada temperatur hampir konstan. 1. Penambahan kondukstivitas termal tinggi, akan mampu Grafik tersebut juga memperlihatkan perpindahan meningkatkan konduktivitas termal lilin parafin, panas yang terjadi selama proses peleburan sangat untuk pemakaian sebagai material penyimpan didominasi oleh perpindahan panas konduksi. panas. Sedangkan pada proses pembekuan, temperatur 2. Penambahan partikel yang memiliki parafin menurun dengan cepat, dan perpindahan kondukstivitas termal tinggi, akan menurunkan panas seluruhnya terjadi secara konduksi. panas laten material penyimpan panas, dan hal ini juga mengakibatkan perpindahan panas yang Temperatur (oC) Gambar 3. Hasil pengujian DSC untuk kapasitas panas lilin parafin Karakteristik perpindahan panas material penyimpan panas ditunjukkan dalam bentuk perubahan temperatur material pada proses peleburan dan pembekuan. Hasil pengujian menggunakan lilin parafin sebagai matetrial penyimpan panas ditunjukkan dalam gambar 4. terjadi selama proses peleburan dan pemadatan didominasi oleh perpindahan panas konduksi. 3. Pengaruh partikel alumina jauh lebih jelas teramati pada proses solidifikasi dari pada proses peleburan. Karena, proses solidifikasi, berlawanan dengan proses peleburan, yang didominasi oleh konduksi. 4. Partikel yang terdispersi pada PCM, dibandingkan dengan PCM tanpa partikel, dapat memiliki tingkat ekstraksi panas jauh lebih tinggi selama proses solidifikasi karena panas laten yang lebih rendah dan konduktivitas termal lebih tinggi. Daftar Pustaka Sharma A, V.V. Tyagi, C.R. Chen D. Buddhi., Review on thermal energy storage with phase change materials and applications’, Renewable and Sustainable Energy Reviews 13 (2009) 318– 345 Buddhi D. Thermal performance of a shell and tube PCM storage heat exchanger for industrial waste heat recovery. Presented at solar world congress, Taejon, Korea, August 24–30, 1977. Abhat A. Performance studies of a finned heat pipe latent heat thermal energy storage system. Sun, NY: Pergamon Press; 1981. pp. 541–546. Maccracken CD. PCM bulk storage. In: Proceedings of the international conference on energy storage; 1981. p. 159–65. Smith RN, Ebersole TE, Griffin FP. Solar Energy Eng 1980;102:112. Morcos VH. Investigation of a latent heat thermal energy storage system. Solar Wind Technol, Vol. 7 (2/3), pp. 197–202, 1990. Mettawee Eman-Bellah S. and Assassa Ghazy M.R.,“Thermal Conductivity Enhancement in a Latent Heat Storage System’’, Solar Energy, Vol. 81, pp. 839-845, 2007. Agyenim Francis, Eames Philip, and Smyth Mervyn,“Experimental Study on the Melting and Solidification Behaviour of a Medium Temperature Phase Change Storage Material (Erythritol) System Augmented with Fins to Power a LiBr/H2O Absorption Cooling System’’, Renewable Energy, Vol. 36, pp. 108-117, 2011. Arasu.A.V, Agus P.Sasmito, A.S.Mujamdar.’ Numerical Performance Study Of Paraffin Wax Dispersed With Alumina In A Concentric Pipe Latent Heat Storage System