6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Listrik, Daya Listrik dan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Energi Listrik, Daya Listrik dan Tarif Listrik
2.1.1 Energi Listrik
Energi didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan kerja.
Ada berbagai jenis energi, misal energi mekanis, energi kimia, energi listrik, juga
energi panas maupun energi cahaya. Energi-energi tersebut tidak dapat diciptakan
ataupun dimusnahkan, namun sangat mudah untuk berubah bentuk. Hal ini sesuai
dengan hukum kekekalan energi [4]. Satuan energi menurut Satuan Internasional
adalah Joule, selain itu energi juga dinyatakan dalam kalori, BTU, atau Watt hour.
Dari segi pemakaian, energi diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu energi
primer dan energi sekunder. Energi yang langsung diberikan oleh alam dalam wujud
aslinya dan belum mengalami perubahan (konversi) disebut sebagai energi primer.
Contoh dari energi primer ini adalah gas bumi, minyak mentah, tenaga air, batu bara,
dan lain-lain. Sementara energi sekunder adalah energi yang berasal dari energi primer
yang telah diubah melalui proses teknologi menjadi bentuk energi yang lebih
mudah/praktis digunakan. Contoh dari energi sekunder ini adalah minyak tanah, kokas,
listrik, dan lain-lain.
Energi listrik merupakan suatu bentuk energi yang berasal dari sumber
arus yang biasanya dinyatakan dalam Watt hour. Energi yang digunakan oleh
peralatan listrik merupakan laju penggunaan energi (daya) dikalikan dengan
waktu selama peralatan tersebut digunakan [5]. Secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut [4]:
6
Power x Time = Energy
(2.1)
Dimana :
Power
merupakan daya peralatan listrik (Watt)
Time
merupakan waktu selama peralatan digunakan (jam/hour)
Energy
merupakan energi listrik yang dikonsumsi peralatan listrik
(Watt hour).
2.1.2
Daya Listrik
Daya merupakan energi yang diperlukan untuk melakukan usaha/kerja.
Daya listrik biasanya dinyatakan dalam Watt. Secara matematis, besarnya daya
listrik dapat dituliskan sebagai berikut :
P=VI
(2.2)
Dimana :
P : merupakan daya listrik (Watt)
V : merupakan tegangan (volt)
I : merupakan arus listrik (ampere)
Namun, pada sistem tenaga listrik bolak-balik dimana besaran tegangan
dan arus berubah sepanjang waktu, rumus sederhana diatas menjadi lebih sedikit
rumit. Besaran daya, arus dan tegangan merupakan bilangan kompleks dan
persamaan diatas menjadi :
S= I*V
(2.3)
dimana S merupakan daya semu dan tanda asterisk (*) menunjukkan konjugasi
dari bilangan kompleks arus I, yang berarti bahwa dalam perhitungan tanda
7
(positif atau negatif) dari komponen imajiner bilangan kompleksnya harus dibalik
(positif menjadi negatif dan sebaliknya).
Sedangkan daya sebenarnya yang dikonsumsi oleh beban atau suatu
peralatan listrik adalah daya nyata (P) yang dinyatakan dalam watt. Dalam bentuk
matematis, dirumuskan :
P= Irms Vrms cos φ
(2.4)
Dimana :
P
: daya nyata/daya aktif (Watt)
Irms
: arus rms (ampere)
Vrms
: tegangan rms (volt)
φ
: sudut yang dibentuk antara arus dan tegangan.
Ada sebuah komponen daya lainnya yang disebut dengan daya reaktif,
yaitu daya yang diperlukan untuk pembentukan medan magnet. Disimbolkan
dengan Q, dinyatakan dalam Var dan secara matematis dituliskan :
Q= Irms Vrms sin φ
(2.5)
Dimana :
Q
: daya reaktif (Var)
Irms
: arus rms (ampere)
Vrms
: tegangan rms (volt)
φ
: sudut yang dibentuk oleh arus dan tegangan.
8
Hubungan antara daya semu, daya aktif dan daya reaktif dapat dilihat
melalui segitiga daya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 [6] :
S=IV
Q = I V sin φ
φ
P = I V cos φ
Gambar 2.1
2.1.3
Segitiga Daya
Tarif Listrik
Tarif listrik merupakan tarif yang dikenakan kepada konsumen yang
menggunakan energi listrik yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara
(PLN). Berdasarkan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2014, tarif tenaga listrik ditetapkan
berdasarkan golongan tarif.
Tarif tenaga listrik dibedakan atas beberapa golongan, sebagai berikut:
1. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Pelayanan Sosial
2. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Rumah Tangga
3. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Bisnis
4. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Industri
5. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Kantor Pemerintah dan Penerangan
Jalan Umum
9
6. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Traksi pada tegangan menengah,
dengan daya diatas 200 kVA (T/TM) diperuntukkan bagi Perusahaan
Perseroan (Persero) PT Kereta Api Indonesia [7].
Biaya listrik yang dibayarkan konsumen terdiri atas dua komponen, yaitu:
1. Biaya Awal
Untuk mendapatkan suplai listrik oleh pihak penyedia listrik
pertama kali, maka konsumen harus membayar biaya awal. Biaya awal
terdiri atas biaya penyambungan dan biaya jaminan listrik.
2. Biaya Perbulan (Pemakaian)
Biaya perbulan merupakan biaya yang dibayarkan oleh konsumen
setiap bulan, biaya ini terdiri atas [8]:
a. Biaya Beban (Abonemen)
b. Biaya Pemakaian (kWh)
c. Biaya kelebihan Pemakaian kVarh
d. Biaya Pemakaian Trafo (jika ada)
e. Biaya lain-lain yang terdiri dari:

Biaya Pajak Penerangan Jalan

Biaya Materai

Biaya Pajak Pertambahan Nilai.
10
2.2 Manajemen Energi
Salah satu solusi dari permasalahan krisis energi listrik yang terjadi adalah
dengan melakukan pengelolaan energi listrik melalui konsep manajemen energi.
Manajemen energi didefenisikan sebagai program terpadu yang direncanakan dan
dilaksanakan secara sistematis untuk memanfaatkan sumber daya energi dan
energi secara efektif dan efisien dengan melakukan perencanaan, pencatatan,
pengawasan
dan
evaluasi
secara
kontinu
tanpa
mengurangi
kualitas
produksi/pelayanan [9]. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012, Manajemen
energi adalah kegiatan terpadu untuk mengendalikan konsumsi energi agar
tercapai pemanfaatan energi yang efektif dan efisien untuk menghasilkan keluaran
yang maksimal melalui tindakan teknik secara terstruktur dan ekonomis untuk
meminimalisasi konsumsi bahan baku dan pendukung.
Manajemen
energi
diterapkan
untuk
memaksimalkan
kapasitas
pembangkit yang ada dalam memenuhi kebutuhan energi listrik, yaitu dengan
melaksanakan program di sisi permintaan (Demand Side Management) dan di sisi
penyediaan (Supply Side Management). Program Demand Side Management
(DSM) dimaksudkan untuk mengendalikan pertumbuhan permintaan tenaga
listrik, dengan cara mengendalikan beban puncak, pembatasan sementara
sambungan baru terutama di daerah krisis penyediaan tenaga listrik, dan
melakukan langkah-langkah efisiensi lainnya di sisi konsumen. Program Supply
Side Management (SSM) dilakukan melalui optimasi penggunaan pembangkit
tenaga listrik yang ada dan pemanfaatan captive power. Melalui upaya DSM dan
11
SSM ini diharapkan keseimbangan antara sisi penyedia dan sisi konsumen tetap
terjaga [10].
Di Indonesia, kebijakan pengelolaan energi lebih diprioritaskan pada
bagaimana menyediakan energi atau memperluas akses terhadap energi kepada
masyarakat (SSM). Untuk itu, diperlukan perubahan paradigma konservasi energi
dari Supply Side Management (SSM) ke arah Demand Side Management yang
memfokuskan pada konservasi energi pada sektor pengguna [11].
Sumber: Paparan DJEBTKE Lokakarya Konservasi Energi
Gambar 2.2 Perubahan Paradigma Pengelolaan Energi
Perubahan paradigma ini dimaksudkan agar para pengguna energi
melakukan konservasi energi, sehingga dapat mengefisiensikan kebutuhan energi.
Selain itu juga dapat memanfaatkan sumber energi terbarukan dan mengurangi
energi fosil dengan mengubah peran energi fosil sebagai faktor penyeimbang, dan
bukan faktor utama.
12
Hal yang dapat dilakukan dalam menerapkan program manajemen energi
antara lain:
a. Pada anggaran energi untuk menyiapkan sumber-sumber energi yang
dibutuhkan.
b. Mengumpulkan dan menganalisis data pemakaian energi saat ini.
c. Melaksanakan audit energi untuk mengetahui dimana dan bagaimana
mengefektifkan pemakaian energi.
d. Menerapkan penghematan energi.
e. Secara berkala melaporkan penghematan yang telah dicapai.
Ada dua strategi pokok manajemen energi, yaitu:
1. Konservasi energi
Melalui konservasi energi pemakaian energi yang tidak perlu dapat
dihindari serta diharapkan dapat mengurangi permintaan pada pelayanan
yang berkaitan dengan energi.
2. Efisiensi energi
Pengurangan pemakaian energi pada saat penggunaan.
Beberapa hal yang sangat mempengaruhi kesuksesan dari program
manajemen energi, yaitu [12]:
1. Komitmen menyeluruh dari seluruh bagian dalam organisasi tersebut,
mulai manajer senior sampai ke bawahan.
2. Sistem pelaporan yang efektif dimana dapat dipertanggungjawabkan pada
manajer dalam penggunaan energi.
13
3. Perhatian dari staf dan program pelatihan.
Program manajemen energi ini merupakan sebuah proses yang
berkelanjutan. Program ini akan lebih efektif jika dilaksanakan secara rutin, dan
ditinjau ulang bila diperlukan.
Di Indonesia, pelaksanaan manajemen energi diatur dalam Peraturan
Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 14 Tahun
2012 Tentang Manajemen Energi. Pada Pasal 4 dalam peraturan ini dikatakan
bahwa Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber
energi dan/atau energi kurang dari 6000 setara ton minyak per tahun agar
melaksanakan manajemen energi dan/atau penghematan energi. Sedangkan
pelaksanaan penghematan energi diatur secara terpisah dalam Peraturan Menteri
Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 13 Tahun 2012
Tentang Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik.
2.3 Konservasi Energi
Seperti yang telah disebutkan pada sub bab diatas bahwa konservasi energi
merupakan salah satu strategi dalam manajemen energi dan juga merupakan salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan pertumbuhan permintaan
tenaga listrik pada sisi konsumen. Konservasi energi dapat diartikan sebagai
upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai efisiensi pemakaian energi dan
menghindari terjadinya pemborosan energi [3].
14
Selama ini, kegiatan konservasi energi hanya dilakukan sebatas sukarela
(voluntary) saja. Namun, dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Konservasi Energi, kegiatan ini bersifat
wajib (mandatory), terutama bagi pengguna energi dalam jumlah besar [13].
Dimana menurut Pasal 12 Ayat (2) Peraturan Pemerintah tersebut, pengguna
energi yang menggunakan energi lebih besar atau sama dengan 6000 TOE per
tahun wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi.
Selain itu, konservasi energi di Indonesia juga diatur dalam Instruksi
Presiden No. 9 Tahun 1982 tentang Konservasi Energi. Undang-undang yang
secara langsung terkait dengan konservasi energi adalah Undang-undang No. 30
Tahun 2007 tentang Energi. Undang-undang ini menjadi payung hukum bagi
kebijakan energi nasional termasuk didalamnya kebijakan konservasi energi.
2.4 Audit Energi
Untuk menghitung besarnya konsumsi energi listrik pada bangunan
gedung serta untuk mengenali atau mengetahui langkah-langkah penghematan
energi yang dapat diambil agar tercapai efisiensi pemakaian energi listrik dapat
dilakukan melalui kegiatan audit energi. Secara umum audit energi adalah
kegiatan untuk mengidentifikasi dimana dan berapa energi yang digunakan serta
langkah-langkah apa yang dapat dilakukan dalam rangka konservasi energi pada
suatu fasilitas pengguna energi.
Dapat juga diartikan sebagai suatu prosedur pengukuran dan pencatatan
penggunaan
energi
secara
sistematis
dan
berkesinambungan,
melalui
15
pengumpulan data kemudian diikuti dengan analisis dan kegiatan konservasi
energi yang akan dilaksanakan.
Kegiatan audit energi dimulai dari survei data sederhana hingga pengujian
data yang sudah ada secara rinci, dianalisis dan dirancang untuk menghasilkan
data baru. Melalui audit energi, kita dapat memperoleh potret penggunaan energi
pada sebuah gedung yaitu gambaran mengenai jenis, jumlah penggunaan energi,
peralatan energi, intensitas energi, maupun data-data lainnya [3].
2.4.1 Intensitas Konsumsi Energi Listrik
Intensitas konsumsi energi listrik menggambarkan banyaknya energi
listrik yang dikonsumsi per satuan luas bangunan dalam rentang waktu tertentu.
IKE dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 (π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜β„Ž)
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 = 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡
(π‘šπ‘š 2 )
(2.6)
Dari nilai IKE inilah nantinya ditentukan tingkat efisiensi penggunaan energi
listrik berdasarkan standar yang digunakan.
Konsumsi energi spesifik per luas lantai menggunakan AC dan atau tidak
menggunakan AC adalah sebagai berikut [14]:
a. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap
luas lantai total gedung kurang dari 10%, maka gedung tersebut termasuk
gedung yang tidak menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai
adalah:
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼1 =
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 (π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜β„Ž)
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 (π‘šπ‘š 2 )
(2.7)
16
b. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap
luas lantai total gedung lebih dari 90%, maka gedung tersebut termasuk
gedung yang menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah:
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼2 =
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 (π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜β„Ž)
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 (π‘šπ‘š 2 )
(2.8)
c. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap
luas lantai total gedung lebih dari 10% dan kurang dari 90%, maka gedung
tersebut termasuk gedung yang menggunakan AC dan tidak menggunakan
AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah:
•
Konsumsi energi per luas lantai tidak menggunakan AC adalah:
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼3 =
•
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 (π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜β„Ž)−𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐴𝐴𝐴𝐴 (π‘˜π‘˜π‘˜π‘˜β„Ž)
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 (π‘šπ‘š 2 )
(2.9)
Komsumsi energi per luas lantai menggunakan AC adalah :
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼4= 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾
𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 −𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 𝐴𝐴𝐴𝐴
+
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡𝐡 −𝐴𝐴𝐴𝐴
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇
(2.10)
Standar IKE dari suatu bangunan gedung diperlihatkan pada Tabel 2.1 di
bawah ini:
Tabel 2.1 Standar Intensitas Konsumsi Energi
Kriteria
Ruangan Dengan Ruangan Non AC
AC (kWh/m2/bln)
(kWh/m2/bln)
Sangat Efisien
4,17 - 7,92
Efisien
7,92 - 12,08
Cukup Efisien
12,08 - 14,58
0,84 - 1,67
Cenderung Tidak Efisien 14,58 - 19,17
1,67 - 2,50
Tidak Efisien
19,17 - 23,75
2,50 – 3,34
Sangat Tidak Efisien
23,75 - 37,50
3,34- 4,17
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di
Lingkungan Depdiknas 2002
17
Nilai Intensitas konsumsi energi dihitung berdasarkan data yang diperoleh
dari kegiatan audit energi pada bangunan gedung yang bersangkutan.
2.4.2 Jenis Audit Energi
Secara umum, audit energi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu audit
energi awal dan audit energi rinci.
a. Audit Energi Awal
Untuk melakukan audit energi awal dibutuhkan data rekening pembayaran
energi dan pengamatan visual. Hal ini dapat dilakukan oleh pemilik ataupun
pengelola bangunan gedung yang bersangkutan. Kemudian dari data yang
diperoleh, dapat dihitung Konsumsi Energi Bangunan Gedung dan Intensitas
Konsumsi Energi Bangunan Gedung [3]. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah penggunaan energi pada suatu area masih dalam kategori efisien atau
tidak.
Dalam Pedoman Teknik Audit Energi Dalam Implementasi Konservasi
Energi Dan Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Industri (2011), Survei Awal atau
Audit Energi Awal (AEA), terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Survei Manajemen Energi
Auditor energi atau surveyor mencoba untuk memahami kegiatan
manajemen yang sedang berlangsung dan kriteria putusan investasi yang
mempengaruhi proyek konservasi.
2. Survei Energi (Teknis)
18
Bagian teknis dari AEA secara singkat mengulas kondisi dan operasi
peralatan dari pemakai energi yang penting (misalnya sistem HVAC) serta
instrumentasi yang berkaitan dengan efisiensi energi.
AEA sangat berguna untuk mengenali sumber-sumber pemborosan energi
dan tindakan-tindakan sederhana yang dapat diambil untuk meningkatkan
efisiensi energi dalam jangka pendek. Contoh tindakan yang dapat diidentifikasi
dengan mudah ialah hilang atau cacatnya insulasi, peralatan yang tidak dapat
digunakan, dll. AEA seharusnya juga mengungkapkan kurang sempurnanya
pengawasan manajemen energi. Hasil yang khas dari AEA adalah seperangkat
rekomendasi tentang tindakan berbiaya rendah yang segera dapat dilaksanakan
dan rekomendasi audit yang lebih baik.
b. Audit Energi Rinci
Apabila nilai IKE yang didapatkan melalui Audit Energi Awal lebih besar
dari nilai standar yang ditentukan, maka Audit Energi Rinci perlu dilakukan guna
memperoleh profil penggunaan energi bangunan sehingga dapat diketahui
peralatan-peralatan listrik apa saja yang penggunaan energinya cukup besar. Pada
Audit energi Rinci, seluruh analisis energi dilakukan berdasarkan data yang
diperoleh dari hasil pengukuran. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang
telah terkalibrasi baik berupa alat ukur permanent pada instansi maupun alat ukur
portable [3].
Audit energi dan kemungkinan penghematan energi yang diidentifikasikan
dalam audit adalah penerapan yang paling baik dalam program manajemen energi
dimana pengoperasiannya, secara formal telah diketahui, merupakan bagian yang
19
tidak terpisahkan dari keseluruhan aktivitas manajemen yang sedang berjalan pada
suatu organisasi [12].
2.5 Pengaruh Kualitas Daya Listrik Terhadap Penghematan Energi Listrik
Kualitas daya listrik adalah suatu konsep yang memberikan gambaran
tentang baik atau buruknya mutu daya listrik akibat adanya beberapa jenis
gangguan yang terjadi pada sistem kelistrikan [15]. Permasalahan yang berkaitan
dengan kualitas daya diantaranya adalah fluktuasi tegangan, harmonisa yang
mencakup Total Harmonic Distortion (THD), Individual Harmonic Distortion
(IHD), dan K-Factor. Hal lain yang berkaitan dengan kualitas daya yaitu sag,
swell,
transient,
variasi
frekuensi,
ketidakseimbangan
tegangan,
ketidakseimbangan arus pada sistem tiga fasa, beban induktif yang berdampak
pada turunnya faktor daya, efisiensi beban rendah dan sebagainya. Masalah
kualitas daya listrik ini dapat menimbulkan kerugian-kerugian seperti: kesalahan
operasi peralatan, menaikkan arus netral pada jaringan bintang, menimbulkan rugi
energi yang lebih besar, juga kerugian lainnya, sehingga penurunan kualitas daya
dapat dikatakan sebagai salah satu komponen pemborosan energi listrik pada
aspek teknis [16].
2.5.1 Faktor Daya
Faktor daya adalah ukuran keefektifan sebuah peralatan dalam mengubah
arus dan tegangan menjadi daya aktif atau daya yang berguna. Faktor daya
merupakan persentase dari total daya semu yang diubah menjadi daya aktif atau
daya yang berguna. Faktor daya sebesar 0,8 menunjukkan 80% dari daya semu
diubah menjadi daya yang berguna [16].
20
Faktor dayatermasuk dalampembahasankualitas dayakarena beberapa alasan.
Yang menjadi masalah kualitas daya adalah faktor daya rendah yang dapat
menyebabkan kegagalan peralatan. Selain itu,konsumen yang memiliki faktor daya
rendah akan menanggung biaya energi listrik yang lebih tinggi karena penyedia tenaga
listrik memberi denda kepada konsumen yang memiliki faktor daya rendah. Di
Indonesia, PLN mengenakan denda bagi para konsumen yang memiliki faktor
daya kurang dari 85%. Hal ini karena penyedia listrik (PLN) harus menyediakan
daya kompleks (kVA) yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan energi listrik
untuk daya aktif (kW) yang tetap apabila faktor dayanya rendah [16].
Peningkatan faktor daya dapat dilakukan dengan pemasangan kapasitor
parallel pada sisi beban. Perbaikan tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 2.3
dibawah ini:
XL
X1
Z1
X2
Z2
φ2
φ1
Xc1
R
Xc2
Gambar 2.3
Perbaikan Faktor Daya
21
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa dengan menambahkan kapasitor
maka komponen XL (induktif) akan tereduksi sehingga cos φ (faktor daya) akan
meningkat.
Faktor daya dapat dirumuskan sebagai berikut:
Faktor daya (PowerFactor) = Cos φ =
𝑃𝑃
𝑆𝑆
(2.11)
2.5.2 Harmonisa
Harmonisa didefenisikan sebagai gelombang-gelombang sinus (arus dan
tegangan) yang mempunyai frekuensi kelipatan bilangan bulat dari frekuensi
fundamentalnya. Dalam menganalisis harmonisa terdapat beberapa indeks yang
penting untuk mengetahui efek dari harmonisa tersebut pada sistem tenaga, yaitu
Individual Harmonic Distortion (IHD) dan Total Harmonic Distortion (THD).
a. Individual Harmonic Distortion (IHD)
Individual harmonic distortion (IHD) adalah perbandingan antara nilai rms
dari individual harmonisa terhadap nilai rms fundamentalnya. IHD ini berlaku
untuk tegangan dan arus. Adapun rumus untuk menghitung IHD pada harmonisa
ke-n adalah sebagai berikut [16]:
Dimana:
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑛𝑛 =
𝐼𝐼𝑛𝑛
𝐼𝐼1
(2.12)
In adalah arus pada harmonisa ke-n (A)
I1 adalah arus fundamental (A)
22
Misalnya, asumsikan bahwa nilai rms harmonisa ketiga pada beban
nonlinear adalah 20A, nilai harmonisa kelimanya adalah 15A dan nilai
fundamentalnya adalah 60 A, maka nilai distorsi arus individual pada harmonisa
ketiga adalah :
IHD3 = 20/60 = 0,333 = 33,3 %
Dan nilai distorsi arus individual pada harmonisa kelima :
IHD5 = 15/60= 0,166 = 25%
Menurut standar Institute of Electrical and Electronics Enginers (IEEE)
IHD1 akan selalu bernilai 100%.
b. Total Harmonic Distortion (THD)
Total harmonic distortion (THD) adalah perbandingan antara nilai rms
dari seluruh komponen harmonisa terhadap nilai rms fundamentalnya. THD juga
berlaku untuk tegangan dan arus. Adapun rumus dari THD adalah:
Dimana:
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑣𝑣 =
2
οΏ½∑∞
𝑛𝑛 =2 𝑉𝑉𝑛𝑛
𝑉𝑉1
(2.13)
Vn adalah tegangan harmonisa ke-n (V)
V1 adalah tegangan fundamental (V)
Adapun rumus THD untuk arus adalah sebagai berikut [16]:
Dimana:
𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝐼𝐼 =
2
οΏ½∑∞
𝑛𝑛 =2 𝐼𝐼𝑛𝑛
𝐼𝐼1
(2.14)
In adalah arus harmonisa ke-n (A)
23
I1 adalah arus fundamental (A)
Harmonisa yang dihasilkan harus dibatasi karena jumlah yang besar
harmonisa tersebut dapat merusak peralatan listrik yang terdapat dalam sistem
tenaga listrik. Standar harmonisa arus menurut EEC (Electrical Energy Code)
diperlihatkan pada Tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2 Standar Harmonisa Arus Menurut EEC
Circuit Current at
Rated Load Condition
at 380 V /220 V
I < 40 A
40 A ≤ I < 400 A
400 A ≤ I < 800 A
800 A ≤ I < 2000 A
I ≥ 2000 A
Maximum Total
Harmonic Distortion
(THD) of Current
20.0 %
15.0 %
12.0 %
8.0 %
5.0 %
2.6 Efisiensi Pada Sistem Tata Udara
Menurut Laporan Proyek Audit Energi di Sektor Bangunan, DJLPE Tahun
2007, sistem tata udara menempati urutan pertama penggunaan energi paling
besar dalam konsumsi energi listrik harian sebuah gedung, yaitu sekitar 52%.
Besarnya penggunaan energi listrik oleh sistem tata udara ini menjadikan sistem
tata udara sebagai sasaran utama dalam kegiatan efisiensi energi.
Selain itu, penting untuk memilih daya pengkondisi udara(AC) yang
sesuai dengan kebutuhan pada ruangan. Tabel spesifikasi pengkondisi udara
ditunjukkan pada Tabel 2.3 dan tabel pendekatan BTU/hr yang dibutuhkan pada
ruangan berdasarkan luas ruangan ditunjukkan pada Tabel 2.4 di bawah ini:
24
Tabel 2.3 Spesifikasi Pengkondisi Udara (AC)
Kapasitas AC
(PK)
Energi
(BTU/hr)
0,5
0,75
1
1,5
2
5.000
7.000
9.000
12.000
18.000
Tabel 2.4 Pendekatan BTU/hr yang Dibutuhkan Pada Ruangan Berdasarkan
Luas Ruangan
Nomor
Luas Ruangan
(m2)
Energi
(BTU/hr)
1
9 – 13,5
5.000
2
13,5 – 22,5
6.000
3
22,5 – 27
7.000
4
27 – 31,5
8.000
5
31,5 – 36
9.000
6
36 – 40,5
10.000
7
40,5 – 49,5
12.000
8
49,5 – 63
14.000
9
63 – 90
18.000
Berikut cara yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas AC
berdasarkan luas ruangan:
1. Hitung luas ruangan yang akan dikondisikan (dalam m2)
2. Berdasarkan hasil perhitungan luas ruangan pada point pertama, tentukan
energi pendinginan yang dibutuhkan sesuai dengan Tabel 2.4 diatas.
3. Sesuaikan kebutuhan energi pendinginan ruangan berdasarkan keadaankeadaan berikut:
25
•
Jika ruangan terlindungi, kurangi energi pendinginan yang
dibutuhkan sebesar 10%.
•
Jika
ruangan
menerima
banyak
sinar
matahari
langsung,
tambahkan energi pendinginan sebesar 10%.
•
Tambahkan energi pendinginan sebesar 600 BTU/hr untuk tiap
orang jika jumlah orang yang menempati ruangan lebih dari 2
orang.
•
Jika ruangan digunakan sebagai dapur, tambahkan energi
pendinginan sebesar 4000 - 6000 BTU/hr.
4. Tentukan kapasitas AC berdasarkan kebutuhan energi pendinginan yang
diperoleh dari langkah sebelumnya sesuai dengan Tabel 2.3.
2.7 Efisiensi Pada Sistem Tata Cahaya
Setelah sistem tata udara, bagian yang menyerap energi paling besar pada
sebuah bangunan gedung adalah sistem tata cahaya yaitu sekitar 27% dari total
konsumsi energi listrik harian sebuah bangunan gedung [17]. Hal ini dikarenakan
jumlah pemakaian lampu penerangan yang sangat banyak, meskipun tingkat
pemakaian energi listriknya tidak sebesar peralatan lain, seperti AC[18].
Untuk kenyamanan pengguna ruangan bangunan gedung, maka salah satu
hal yang harus diperhatikan adalah dalam sistem tata cahaya adalah intensitas
cahaya ruangan. Tabel 2.5 berikut merupakan daftar intensitas cahaya pada
beberapa ruangan menurut SNI 03-6197-2000.
Tabel 2.5
Daftar Intensitas Cahaya Beberapa Ruangan
Fungsi Ruangan
Tingkat
Pencahayaan (Lux)
26
Lembaga Pendidikan:
Ruang Kelas
Perpustakaan
Laboratorium
Ruang Gambar
Kantin
250
300
500
750
200
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (SNI 03-6197-2000)
2.8 Peluang Hemat Energi
Berdasarkan data yang telah diperoleh, baik dari hasil pengukuran maupun
data historis penggunaan energi, maka dihitung besar Intensitas Konsumsi Energi
(IKE) listrik dan disusun profil penggunaan energi bangunan. Besarnya IKE hasil
perhitungan kemudian dibandingkan dengan standar IKE yang digunakan (target
IKE). Apabila besarnya IKE hasil perhitungan sama atau kurang dari target IKE,
maka kegiatan audit energi rinci dapat dihentikan atau diteruskan dengan tujuan
mendapatkan nilai IKE yang lebih rendah lagi. Namun apabila hasil perhitungan
IKE lebih besar dari target IKE berarti ada peluang untuk melanjutkan proses
audit energi rinci guna memperoleh penghematan energi.
Hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat sebuah daftar
peluang penghematan
energi
yang mungkin
dapat
dilakukan.
Peluang
penghematan energi yang tidak dapat diimplementasikan atau yang tidak
diinginkan harus dihilangkan dari daftar dan peluang penghematan yang tersisa
selanjutnya akan dievaluasi atau dianalisis.
Analisis peluang hemat energi dilakukan dengan cara membandingkan
potensi perolehan hemat energi dengan biaya yang harus dibayar untuk
pelaksanaan rencana penghematan energi yang direkomendasikan. Penghematan
energi pada bangunan gedung tidak dapat diperoleh begitu saja dengan cara
27
mengurangi kenyamanan penghuni gedung ataupun produktivitas di lingkungan
kerja. Analisis peluang hemat energi dapat dilakukan denga usaha, antara lain [3]:
a. Menekan penggunaan energi sekecil mungkin (mengurangi daya
terpasang/terpakai dan jam operasi).
b. Memperbaiki kinerja peralatan.
c. Menggunakan sumber energi yang murah.
2.9 Rekomendasi Hemat Energi
Setelah melakukan survei dan menganalisa data penggunaan energi maka
hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat suatu rekomendasi hemat
energi. Rekomendasi ini merupakan usulan-usulan yang dapat dilakukan
perusahaan atau pemilik gedung untuk memperbaiki efisiensi penggunaan energi
di bangunan gedung tersebut. Secara umum, rekomendasi dapat berupa:
a. Rekomendasi untuk mengganti sistem, karena sistem yang lama dianggap
sudah tidak efisien.
b. Rekomendasi untuk perbaikan sistem, karena sistem dianggap kurang
efisien, sehingga perlu untuk melakukan sedikit perubahan agar
efisiensinya dapat ditingkatkan.
c. Rekomendasi untuk memasang peralatan baru.
Berdasarkan EMO (Energy Management Opportunity), rekomendasi dapat
dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan capital cost-nya, yaitu [19]:
a. Kategori 1: meliputi no cost investment dan tidak mengubah operasional
sistem. Biasanya hanya berupa rekomendasi untuk mematikan lampu atau
AC ketika tidak digunakan, mengubah setting-an suhu AC agar tidak
terlalu rendah, dll.
28
b. Kategori 2: meliputi low cost investment dengan sedikit perubahan atau
perbaikan pada sistem. Misalnya memasang timer untuk mematikan
peralatan, mengganti lampu T8 fluorescent tube dengan T5 fluorescent
tube.
c. Kategori 3: meliputi high cost investment dengan beberapa perubahan dan
perbaikan pada sistem. Misalnya memasang peralatan power factor
correction, memasang variable speed drive.
29
Download