BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Listrik, Daya Listrik dan Tarif Listrik 2.1.1 Energi Listrik Energi didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan kerja. Ada berbagai jenis energi, misal energi mekanis, energi kimia, energi listrik, juga energi panas maupun energi cahaya. Energi-energi tersebut tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan, namun sangat mudah untuk berubah bentuk. Hal ini sesuai dengan hukum kekekalan energi [4]. Satuan energi menurut Satuan Internasional adalah Joule, selain itu energi juga dinyatakan dalam kalori, BTU, atau Watt hour. Dari segi pemakaian, energi diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu energi primer dan energi sekunder. Energi yang langsung diberikan oleh alam dalam wujud aslinya dan belum mengalami perubahan (konversi) disebut sebagai energi primer. Contoh dari energi primer ini adalah gas bumi, minyak mentah, tenaga air, batu bara, dan lain-lain. Sementara energi sekunder adalah energi yang berasal dari energi primer yang telah diubah melalui proses teknologi menjadi bentuk energi yang lebih mudah/praktis digunakan. Contoh dari energi sekunder ini adalah minyak tanah, kokas, listrik, dan lain-lain. Energi listrik merupakan suatu bentuk energi yang berasal dari sumber arus yang biasanya dinyatakan dalam Watt hour. Energi yang digunakan oleh peralatan listrik merupakan laju penggunaan energi (daya) dikalikan dengan waktu selama peralatan tersebut digunakan [5]. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut [4]: 6 Power x Time = Energy (2.1) Dimana : Power merupakan daya peralatan listrik (Watt) Time merupakan waktu selama peralatan digunakan (jam/hour) Energy merupakan energi listrik yang dikonsumsi peralatan listrik (Watt hour). 2.1.2 Daya Listrik Daya merupakan energi yang diperlukan untuk melakukan usaha/kerja. Daya listrik biasanya dinyatakan dalam Watt. Secara matematis, besarnya daya listrik dapat dituliskan sebagai berikut : P=VI (2.2) Dimana : P : merupakan daya listrik (Watt) V : merupakan tegangan (volt) I : merupakan arus listrik (ampere) Namun, pada sistem tenaga listrik bolak-balik dimana besaran tegangan dan arus berubah sepanjang waktu, rumus sederhana diatas menjadi lebih sedikit rumit. Besaran daya, arus dan tegangan merupakan bilangan kompleks dan persamaan diatas menjadi : S= I*V (2.3) dimana S merupakan daya semu dan tanda asterisk (*) menunjukkan konjugasi dari bilangan kompleks arus I, yang berarti bahwa dalam perhitungan tanda 7 (positif atau negatif) dari komponen imajiner bilangan kompleksnya harus dibalik (positif menjadi negatif dan sebaliknya). Sedangkan daya sebenarnya yang dikonsumsi oleh beban atau suatu peralatan listrik adalah daya nyata (P) yang dinyatakan dalam watt. Dalam bentuk matematis, dirumuskan : P= Irms Vrms cos φ (2.4) Dimana : P : daya nyata/daya aktif (Watt) Irms : arus rms (ampere) Vrms : tegangan rms (volt) φ : sudut yang dibentuk antara arus dan tegangan. Ada sebuah komponen daya lainnya yang disebut dengan daya reaktif, yaitu daya yang diperlukan untuk pembentukan medan magnet. Disimbolkan dengan Q, dinyatakan dalam Var dan secara matematis dituliskan : Q= Irms Vrms sin φ (2.5) Dimana : Q : daya reaktif (Var) Irms : arus rms (ampere) Vrms : tegangan rms (volt) φ : sudut yang dibentuk oleh arus dan tegangan. 8 Hubungan antara daya semu, daya aktif dan daya reaktif dapat dilihat melalui segitiga daya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 [6] : S=IV Q = I V sin φ φ P = I V cos φ Gambar 2.1 2.1.3 Segitiga Daya Tarif Listrik Tarif listrik merupakan tarif yang dikenakan kepada konsumen yang menggunakan energi listrik yang bersumber dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Berdasarkan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2014, tarif tenaga listrik ditetapkan berdasarkan golongan tarif. Tarif tenaga listrik dibedakan atas beberapa golongan, sebagai berikut: 1. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Pelayanan Sosial 2. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Rumah Tangga 3. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Bisnis 4. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Industri 5. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Kantor Pemerintah dan Penerangan Jalan Umum 9 6. Tarif tenaga listrik untuk keperluan Traksi pada tegangan menengah, dengan daya diatas 200 kVA (T/TM) diperuntukkan bagi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kereta Api Indonesia [7]. Biaya listrik yang dibayarkan konsumen terdiri atas dua komponen, yaitu: 1. Biaya Awal Untuk mendapatkan suplai listrik oleh pihak penyedia listrik pertama kali, maka konsumen harus membayar biaya awal. Biaya awal terdiri atas biaya penyambungan dan biaya jaminan listrik. 2. Biaya Perbulan (Pemakaian) Biaya perbulan merupakan biaya yang dibayarkan oleh konsumen setiap bulan, biaya ini terdiri atas [8]: a. Biaya Beban (Abonemen) b. Biaya Pemakaian (kWh) c. Biaya kelebihan Pemakaian kVarh d. Biaya Pemakaian Trafo (jika ada) e. Biaya lain-lain yang terdiri dari: ο§ Biaya Pajak Penerangan Jalan ο§ Biaya Materai ο§ Biaya Pajak Pertambahan Nilai. 10 2.2 Manajemen Energi Salah satu solusi dari permasalahan krisis energi listrik yang terjadi adalah dengan melakukan pengelolaan energi listrik melalui konsep manajemen energi. Manajemen energi didefenisikan sebagai program terpadu yang direncanakan dan dilaksanakan secara sistematis untuk memanfaatkan sumber daya energi dan energi secara efektif dan efisien dengan melakukan perencanaan, pencatatan, pengawasan dan evaluasi secara kontinu tanpa mengurangi kualitas produksi/pelayanan [9]. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012, Manajemen energi adalah kegiatan terpadu untuk mengendalikan konsumsi energi agar tercapai pemanfaatan energi yang efektif dan efisien untuk menghasilkan keluaran yang maksimal melalui tindakan teknik secara terstruktur dan ekonomis untuk meminimalisasi konsumsi bahan baku dan pendukung. Manajemen energi diterapkan untuk memaksimalkan kapasitas pembangkit yang ada dalam memenuhi kebutuhan energi listrik, yaitu dengan melaksanakan program di sisi permintaan (Demand Side Management) dan di sisi penyediaan (Supply Side Management). Program Demand Side Management (DSM) dimaksudkan untuk mengendalikan pertumbuhan permintaan tenaga listrik, dengan cara mengendalikan beban puncak, pembatasan sementara sambungan baru terutama di daerah krisis penyediaan tenaga listrik, dan melakukan langkah-langkah efisiensi lainnya di sisi konsumen. Program Supply Side Management (SSM) dilakukan melalui optimasi penggunaan pembangkit tenaga listrik yang ada dan pemanfaatan captive power. Melalui upaya DSM dan 11 SSM ini diharapkan keseimbangan antara sisi penyedia dan sisi konsumen tetap terjaga [10]. Di Indonesia, kebijakan pengelolaan energi lebih diprioritaskan pada bagaimana menyediakan energi atau memperluas akses terhadap energi kepada masyarakat (SSM). Untuk itu, diperlukan perubahan paradigma konservasi energi dari Supply Side Management (SSM) ke arah Demand Side Management yang memfokuskan pada konservasi energi pada sektor pengguna [11]. Sumber: Paparan DJEBTKE Lokakarya Konservasi Energi Gambar 2.2 Perubahan Paradigma Pengelolaan Energi Perubahan paradigma ini dimaksudkan agar para pengguna energi melakukan konservasi energi, sehingga dapat mengefisiensikan kebutuhan energi. Selain itu juga dapat memanfaatkan sumber energi terbarukan dan mengurangi energi fosil dengan mengubah peran energi fosil sebagai faktor penyeimbang, dan bukan faktor utama. 12 Hal yang dapat dilakukan dalam menerapkan program manajemen energi antara lain: a. Pada anggaran energi untuk menyiapkan sumber-sumber energi yang dibutuhkan. b. Mengumpulkan dan menganalisis data pemakaian energi saat ini. c. Melaksanakan audit energi untuk mengetahui dimana dan bagaimana mengefektifkan pemakaian energi. d. Menerapkan penghematan energi. e. Secara berkala melaporkan penghematan yang telah dicapai. Ada dua strategi pokok manajemen energi, yaitu: 1. Konservasi energi Melalui konservasi energi pemakaian energi yang tidak perlu dapat dihindari serta diharapkan dapat mengurangi permintaan pada pelayanan yang berkaitan dengan energi. 2. Efisiensi energi Pengurangan pemakaian energi pada saat penggunaan. Beberapa hal yang sangat mempengaruhi kesuksesan dari program manajemen energi, yaitu [12]: 1. Komitmen menyeluruh dari seluruh bagian dalam organisasi tersebut, mulai manajer senior sampai ke bawahan. 2. Sistem pelaporan yang efektif dimana dapat dipertanggungjawabkan pada manajer dalam penggunaan energi. 13 3. Perhatian dari staf dan program pelatihan. Program manajemen energi ini merupakan sebuah proses yang berkelanjutan. Program ini akan lebih efektif jika dilaksanakan secara rutin, dan ditinjau ulang bila diperlukan. Di Indonesia, pelaksanaan manajemen energi diatur dalam Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Energi. Pada Pasal 4 dalam peraturan ini dikatakan bahwa Pengguna sumber energi dan pengguna energi yang menggunakan sumber energi dan/atau energi kurang dari 6000 setara ton minyak per tahun agar melaksanakan manajemen energi dan/atau penghematan energi. Sedangkan pelaksanaan penghematan energi diatur secara terpisah dalam Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 13 Tahun 2012 Tentang Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik. 2.3 Konservasi Energi Seperti yang telah disebutkan pada sub bab diatas bahwa konservasi energi merupakan salah satu strategi dalam manajemen energi dan juga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan pertumbuhan permintaan tenaga listrik pada sisi konsumen. Konservasi energi dapat diartikan sebagai upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai efisiensi pemakaian energi dan menghindari terjadinya pemborosan energi [3]. 14 Selama ini, kegiatan konservasi energi hanya dilakukan sebatas sukarela (voluntary) saja. Namun, dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Konservasi Energi, kegiatan ini bersifat wajib (mandatory), terutama bagi pengguna energi dalam jumlah besar [13]. Dimana menurut Pasal 12 Ayat (2) Peraturan Pemerintah tersebut, pengguna energi yang menggunakan energi lebih besar atau sama dengan 6000 TOE per tahun wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi. Selain itu, konservasi energi di Indonesia juga diatur dalam Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1982 tentang Konservasi Energi. Undang-undang yang secara langsung terkait dengan konservasi energi adalah Undang-undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. Undang-undang ini menjadi payung hukum bagi kebijakan energi nasional termasuk didalamnya kebijakan konservasi energi. 2.4 Audit Energi Untuk menghitung besarnya konsumsi energi listrik pada bangunan gedung serta untuk mengenali atau mengetahui langkah-langkah penghematan energi yang dapat diambil agar tercapai efisiensi pemakaian energi listrik dapat dilakukan melalui kegiatan audit energi. Secara umum audit energi adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dimana dan berapa energi yang digunakan serta langkah-langkah apa yang dapat dilakukan dalam rangka konservasi energi pada suatu fasilitas pengguna energi. Dapat juga diartikan sebagai suatu prosedur pengukuran dan pencatatan penggunaan energi secara sistematis dan berkesinambungan, melalui 15 pengumpulan data kemudian diikuti dengan analisis dan kegiatan konservasi energi yang akan dilaksanakan. Kegiatan audit energi dimulai dari survei data sederhana hingga pengujian data yang sudah ada secara rinci, dianalisis dan dirancang untuk menghasilkan data baru. Melalui audit energi, kita dapat memperoleh potret penggunaan energi pada sebuah gedung yaitu gambaran mengenai jenis, jumlah penggunaan energi, peralatan energi, intensitas energi, maupun data-data lainnya [3]. 2.4.1 Intensitas Konsumsi Energi Listrik Intensitas konsumsi energi listrik menggambarkan banyaknya energi listrik yang dikonsumsi per satuan luas bangunan dalam rentang waktu tertentu. IKE dapat dirumuskan sebagai berikut: πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ (ππππβ) πΌπΌπΌπΌπΌπΌ = πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅ (ππ 2 ) (2.6) Dari nilai IKE inilah nantinya ditentukan tingkat efisiensi penggunaan energi listrik berdasarkan standar yang digunakan. Konsumsi energi spesifik per luas lantai menggunakan AC dan atau tidak menggunakan AC adalah sebagai berikut [14]: a. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap luas lantai total gedung kurang dari 10%, maka gedung tersebut termasuk gedung yang tidak menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah: πΌπΌπΌπΌπΌπΌ1 = ππππππππππ πΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎ πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ (ππππβ) πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ ππππππππππ (ππ 2 ) (2.7) 16 b. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap luas lantai total gedung lebih dari 90%, maka gedung tersebut termasuk gedung yang menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah: πΌπΌπΌπΌπΌπΌ2 = ππππππππππ πΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎ πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ (ππππβ) πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ ππππππππππ (ππ 2 ) (2.8) c. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap luas lantai total gedung lebih dari 10% dan kurang dari 90%, maka gedung tersebut termasuk gedung yang menggunakan AC dan tidak menggunakan AC dan konsumsi energi perluas lantai adalah: • Konsumsi energi per luas lantai tidak menggunakan AC adalah: πΌπΌπΌπΌπΌπΌ3 = • ππππππππππ πΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎ πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ (ππππβ)−πΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎ πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ π΄π΄π΄π΄ (ππππβ) πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ ππππππππππ (ππ 2 ) (2.9) Komsumsi energi per luas lantai menggunakan AC adalah : πΌπΌπΌπΌπΌπΌ4= πΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎ πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ π΄π΄π΄π΄ ππππππππππ πΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎ πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ −πΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎπΎ πΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈπΈ π΄π΄π΄π΄ + πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ π΅π΅π΅π΅π΅π΅ −π΄π΄π΄π΄ πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ πΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏπΏ ππππππππππ (2.10) Standar IKE dari suatu bangunan gedung diperlihatkan pada Tabel 2.1 di bawah ini: Tabel 2.1 Standar Intensitas Konsumsi Energi Kriteria Ruangan Dengan Ruangan Non AC AC (kWh/m2/bln) (kWh/m2/bln) Sangat Efisien 4,17 - 7,92 Efisien 7,92 - 12,08 Cukup Efisien 12,08 - 14,58 0,84 - 1,67 Cenderung Tidak Efisien 14,58 - 19,17 1,67 - 2,50 Tidak Efisien 19,17 - 23,75 2,50 – 3,34 Sangat Tidak Efisien 23,75 - 37,50 3,34- 4,17 Sumber: Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di Lingkungan Depdiknas 2002 17 Nilai Intensitas konsumsi energi dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan audit energi pada bangunan gedung yang bersangkutan. 2.4.2 Jenis Audit Energi Secara umum, audit energi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu audit energi awal dan audit energi rinci. a. Audit Energi Awal Untuk melakukan audit energi awal dibutuhkan data rekening pembayaran energi dan pengamatan visual. Hal ini dapat dilakukan oleh pemilik ataupun pengelola bangunan gedung yang bersangkutan. Kemudian dari data yang diperoleh, dapat dihitung Konsumsi Energi Bangunan Gedung dan Intensitas Konsumsi Energi Bangunan Gedung [3]. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan energi pada suatu area masih dalam kategori efisien atau tidak. Dalam Pedoman Teknik Audit Energi Dalam Implementasi Konservasi Energi Dan Pengurangan Emisi CO2 di Sektor Industri (2011), Survei Awal atau Audit Energi Awal (AEA), terdiri dari dua bagian, yaitu: 1. Survei Manajemen Energi Auditor energi atau surveyor mencoba untuk memahami kegiatan manajemen yang sedang berlangsung dan kriteria putusan investasi yang mempengaruhi proyek konservasi. 2. Survei Energi (Teknis) 18 Bagian teknis dari AEA secara singkat mengulas kondisi dan operasi peralatan dari pemakai energi yang penting (misalnya sistem HVAC) serta instrumentasi yang berkaitan dengan efisiensi energi. AEA sangat berguna untuk mengenali sumber-sumber pemborosan energi dan tindakan-tindakan sederhana yang dapat diambil untuk meningkatkan efisiensi energi dalam jangka pendek. Contoh tindakan yang dapat diidentifikasi dengan mudah ialah hilang atau cacatnya insulasi, peralatan yang tidak dapat digunakan, dll. AEA seharusnya juga mengungkapkan kurang sempurnanya pengawasan manajemen energi. Hasil yang khas dari AEA adalah seperangkat rekomendasi tentang tindakan berbiaya rendah yang segera dapat dilaksanakan dan rekomendasi audit yang lebih baik. b. Audit Energi Rinci Apabila nilai IKE yang didapatkan melalui Audit Energi Awal lebih besar dari nilai standar yang ditentukan, maka Audit Energi Rinci perlu dilakukan guna memperoleh profil penggunaan energi bangunan sehingga dapat diketahui peralatan-peralatan listrik apa saja yang penggunaan energinya cukup besar. Pada Audit energi Rinci, seluruh analisis energi dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengukuran. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang telah terkalibrasi baik berupa alat ukur permanent pada instansi maupun alat ukur portable [3]. Audit energi dan kemungkinan penghematan energi yang diidentifikasikan dalam audit adalah penerapan yang paling baik dalam program manajemen energi dimana pengoperasiannya, secara formal telah diketahui, merupakan bagian yang 19 tidak terpisahkan dari keseluruhan aktivitas manajemen yang sedang berjalan pada suatu organisasi [12]. 2.5 Pengaruh Kualitas Daya Listrik Terhadap Penghematan Energi Listrik Kualitas daya listrik adalah suatu konsep yang memberikan gambaran tentang baik atau buruknya mutu daya listrik akibat adanya beberapa jenis gangguan yang terjadi pada sistem kelistrikan [15]. Permasalahan yang berkaitan dengan kualitas daya diantaranya adalah fluktuasi tegangan, harmonisa yang mencakup Total Harmonic Distortion (THD), Individual Harmonic Distortion (IHD), dan K-Factor. Hal lain yang berkaitan dengan kualitas daya yaitu sag, swell, transient, variasi frekuensi, ketidakseimbangan tegangan, ketidakseimbangan arus pada sistem tiga fasa, beban induktif yang berdampak pada turunnya faktor daya, efisiensi beban rendah dan sebagainya. Masalah kualitas daya listrik ini dapat menimbulkan kerugian-kerugian seperti: kesalahan operasi peralatan, menaikkan arus netral pada jaringan bintang, menimbulkan rugi energi yang lebih besar, juga kerugian lainnya, sehingga penurunan kualitas daya dapat dikatakan sebagai salah satu komponen pemborosan energi listrik pada aspek teknis [16]. 2.5.1 Faktor Daya Faktor daya adalah ukuran keefektifan sebuah peralatan dalam mengubah arus dan tegangan menjadi daya aktif atau daya yang berguna. Faktor daya merupakan persentase dari total daya semu yang diubah menjadi daya aktif atau daya yang berguna. Faktor daya sebesar 0,8 menunjukkan 80% dari daya semu diubah menjadi daya yang berguna [16]. 20 Faktor dayatermasuk dalampembahasankualitas dayakarena beberapa alasan. Yang menjadi masalah kualitas daya adalah faktor daya rendah yang dapat menyebabkan kegagalan peralatan. Selain itu,konsumen yang memiliki faktor daya rendah akan menanggung biaya energi listrik yang lebih tinggi karena penyedia tenaga listrik memberi denda kepada konsumen yang memiliki faktor daya rendah. Di Indonesia, PLN mengenakan denda bagi para konsumen yang memiliki faktor daya kurang dari 85%. Hal ini karena penyedia listrik (PLN) harus menyediakan daya kompleks (kVA) yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan energi listrik untuk daya aktif (kW) yang tetap apabila faktor dayanya rendah [16]. Peningkatan faktor daya dapat dilakukan dengan pemasangan kapasitor parallel pada sisi beban. Perbaikan tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 2.3 dibawah ini: XL X1 Z1 X2 Z2 φ2 φ1 Xc1 R Xc2 Gambar 2.3 Perbaikan Faktor Daya 21 Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa dengan menambahkan kapasitor maka komponen XL (induktif) akan tereduksi sehingga cos φ (faktor daya) akan meningkat. Faktor daya dapat dirumuskan sebagai berikut: Faktor daya (PowerFactor) = Cos φ = ππ ππ (2.11) 2.5.2 Harmonisa Harmonisa didefenisikan sebagai gelombang-gelombang sinus (arus dan tegangan) yang mempunyai frekuensi kelipatan bilangan bulat dari frekuensi fundamentalnya. Dalam menganalisis harmonisa terdapat beberapa indeks yang penting untuk mengetahui efek dari harmonisa tersebut pada sistem tenaga, yaitu Individual Harmonic Distortion (IHD) dan Total Harmonic Distortion (THD). a. Individual Harmonic Distortion (IHD) Individual harmonic distortion (IHD) adalah perbandingan antara nilai rms dari individual harmonisa terhadap nilai rms fundamentalnya. IHD ini berlaku untuk tegangan dan arus. Adapun rumus untuk menghitung IHD pada harmonisa ke-n adalah sebagai berikut [16]: Dimana: πΌπΌπΌπΌπΌπΌππ = πΌπΌππ πΌπΌ1 (2.12) In adalah arus pada harmonisa ke-n (A) I1 adalah arus fundamental (A) 22 Misalnya, asumsikan bahwa nilai rms harmonisa ketiga pada beban nonlinear adalah 20A, nilai harmonisa kelimanya adalah 15A dan nilai fundamentalnya adalah 60 A, maka nilai distorsi arus individual pada harmonisa ketiga adalah : IHD3 = 20/60 = 0,333 = 33,3 % Dan nilai distorsi arus individual pada harmonisa kelima : IHD5 = 15/60= 0,166 = 25% Menurut standar Institute of Electrical and Electronics Enginers (IEEE) IHD1 akan selalu bernilai 100%. b. Total Harmonic Distortion (THD) Total harmonic distortion (THD) adalah perbandingan antara nilai rms dari seluruh komponen harmonisa terhadap nilai rms fundamentalnya. THD juga berlaku untuk tegangan dan arus. Adapun rumus dari THD adalah: Dimana: πππππππ£π£ = 2 οΏ½∑∞ ππ =2 ππππ ππ1 (2.13) Vn adalah tegangan harmonisa ke-n (V) V1 adalah tegangan fundamental (V) Adapun rumus THD untuk arus adalah sebagai berikut [16]: Dimana: πππππππΌπΌ = 2 οΏ½∑∞ ππ =2 πΌπΌππ πΌπΌ1 (2.14) In adalah arus harmonisa ke-n (A) 23 I1 adalah arus fundamental (A) Harmonisa yang dihasilkan harus dibatasi karena jumlah yang besar harmonisa tersebut dapat merusak peralatan listrik yang terdapat dalam sistem tenaga listrik. Standar harmonisa arus menurut EEC (Electrical Energy Code) diperlihatkan pada Tabel 2.2 sebagai berikut: Tabel 2.2 Standar Harmonisa Arus Menurut EEC Circuit Current at Rated Load Condition at 380 V /220 V I < 40 A 40 A ≤ I < 400 A 400 A ≤ I < 800 A 800 A ≤ I < 2000 A I ≥ 2000 A Maximum Total Harmonic Distortion (THD) of Current 20.0 % 15.0 % 12.0 % 8.0 % 5.0 % 2.6 Efisiensi Pada Sistem Tata Udara Menurut Laporan Proyek Audit Energi di Sektor Bangunan, DJLPE Tahun 2007, sistem tata udara menempati urutan pertama penggunaan energi paling besar dalam konsumsi energi listrik harian sebuah gedung, yaitu sekitar 52%. Besarnya penggunaan energi listrik oleh sistem tata udara ini menjadikan sistem tata udara sebagai sasaran utama dalam kegiatan efisiensi energi. Selain itu, penting untuk memilih daya pengkondisi udara(AC) yang sesuai dengan kebutuhan pada ruangan. Tabel spesifikasi pengkondisi udara ditunjukkan pada Tabel 2.3 dan tabel pendekatan BTU/hr yang dibutuhkan pada ruangan berdasarkan luas ruangan ditunjukkan pada Tabel 2.4 di bawah ini: 24 Tabel 2.3 Spesifikasi Pengkondisi Udara (AC) Kapasitas AC (PK) Energi (BTU/hr) 0,5 0,75 1 1,5 2 5.000 7.000 9.000 12.000 18.000 Tabel 2.4 Pendekatan BTU/hr yang Dibutuhkan Pada Ruangan Berdasarkan Luas Ruangan Nomor Luas Ruangan (m2) Energi (BTU/hr) 1 9 – 13,5 5.000 2 13,5 – 22,5 6.000 3 22,5 – 27 7.000 4 27 – 31,5 8.000 5 31,5 – 36 9.000 6 36 – 40,5 10.000 7 40,5 – 49,5 12.000 8 49,5 – 63 14.000 9 63 – 90 18.000 Berikut cara yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas AC berdasarkan luas ruangan: 1. Hitung luas ruangan yang akan dikondisikan (dalam m2) 2. Berdasarkan hasil perhitungan luas ruangan pada point pertama, tentukan energi pendinginan yang dibutuhkan sesuai dengan Tabel 2.4 diatas. 3. Sesuaikan kebutuhan energi pendinginan ruangan berdasarkan keadaankeadaan berikut: 25 • Jika ruangan terlindungi, kurangi energi pendinginan yang dibutuhkan sebesar 10%. • Jika ruangan menerima banyak sinar matahari langsung, tambahkan energi pendinginan sebesar 10%. • Tambahkan energi pendinginan sebesar 600 BTU/hr untuk tiap orang jika jumlah orang yang menempati ruangan lebih dari 2 orang. • Jika ruangan digunakan sebagai dapur, tambahkan energi pendinginan sebesar 4000 - 6000 BTU/hr. 4. Tentukan kapasitas AC berdasarkan kebutuhan energi pendinginan yang diperoleh dari langkah sebelumnya sesuai dengan Tabel 2.3. 2.7 Efisiensi Pada Sistem Tata Cahaya Setelah sistem tata udara, bagian yang menyerap energi paling besar pada sebuah bangunan gedung adalah sistem tata cahaya yaitu sekitar 27% dari total konsumsi energi listrik harian sebuah bangunan gedung [17]. Hal ini dikarenakan jumlah pemakaian lampu penerangan yang sangat banyak, meskipun tingkat pemakaian energi listriknya tidak sebesar peralatan lain, seperti AC[18]. Untuk kenyamanan pengguna ruangan bangunan gedung, maka salah satu hal yang harus diperhatikan adalah dalam sistem tata cahaya adalah intensitas cahaya ruangan. Tabel 2.5 berikut merupakan daftar intensitas cahaya pada beberapa ruangan menurut SNI 03-6197-2000. Tabel 2.5 Daftar Intensitas Cahaya Beberapa Ruangan Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan (Lux) 26 Lembaga Pendidikan: Ruang Kelas Perpustakaan Laboratorium Ruang Gambar Kantin 250 300 500 750 200 Sumber : Badan Standardisasi Nasional (SNI 03-6197-2000) 2.8 Peluang Hemat Energi Berdasarkan data yang telah diperoleh, baik dari hasil pengukuran maupun data historis penggunaan energi, maka dihitung besar Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik dan disusun profil penggunaan energi bangunan. Besarnya IKE hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan standar IKE yang digunakan (target IKE). Apabila besarnya IKE hasil perhitungan sama atau kurang dari target IKE, maka kegiatan audit energi rinci dapat dihentikan atau diteruskan dengan tujuan mendapatkan nilai IKE yang lebih rendah lagi. Namun apabila hasil perhitungan IKE lebih besar dari target IKE berarti ada peluang untuk melanjutkan proses audit energi rinci guna memperoleh penghematan energi. Hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat sebuah daftar peluang penghematan energi yang mungkin dapat dilakukan. Peluang penghematan energi yang tidak dapat diimplementasikan atau yang tidak diinginkan harus dihilangkan dari daftar dan peluang penghematan yang tersisa selanjutnya akan dievaluasi atau dianalisis. Analisis peluang hemat energi dilakukan dengan cara membandingkan potensi perolehan hemat energi dengan biaya yang harus dibayar untuk pelaksanaan rencana penghematan energi yang direkomendasikan. Penghematan energi pada bangunan gedung tidak dapat diperoleh begitu saja dengan cara 27 mengurangi kenyamanan penghuni gedung ataupun produktivitas di lingkungan kerja. Analisis peluang hemat energi dapat dilakukan denga usaha, antara lain [3]: a. Menekan penggunaan energi sekecil mungkin (mengurangi daya terpasang/terpakai dan jam operasi). b. Memperbaiki kinerja peralatan. c. Menggunakan sumber energi yang murah. 2.9 Rekomendasi Hemat Energi Setelah melakukan survei dan menganalisa data penggunaan energi maka hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat suatu rekomendasi hemat energi. Rekomendasi ini merupakan usulan-usulan yang dapat dilakukan perusahaan atau pemilik gedung untuk memperbaiki efisiensi penggunaan energi di bangunan gedung tersebut. Secara umum, rekomendasi dapat berupa: a. Rekomendasi untuk mengganti sistem, karena sistem yang lama dianggap sudah tidak efisien. b. Rekomendasi untuk perbaikan sistem, karena sistem dianggap kurang efisien, sehingga perlu untuk melakukan sedikit perubahan agar efisiensinya dapat ditingkatkan. c. Rekomendasi untuk memasang peralatan baru. Berdasarkan EMO (Energy Management Opportunity), rekomendasi dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan capital cost-nya, yaitu [19]: a. Kategori 1: meliputi no cost investment dan tidak mengubah operasional sistem. Biasanya hanya berupa rekomendasi untuk mematikan lampu atau AC ketika tidak digunakan, mengubah setting-an suhu AC agar tidak terlalu rendah, dll. 28 b. Kategori 2: meliputi low cost investment dengan sedikit perubahan atau perbaikan pada sistem. Misalnya memasang timer untuk mematikan peralatan, mengganti lampu T8 fluorescent tube dengan T5 fluorescent tube. c. Kategori 3: meliputi high cost investment dengan beberapa perubahan dan perbaikan pada sistem. Misalnya memasang peralatan power factor correction, memasang variable speed drive. 29