ISBN : 978-602-97522-0-5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof. H.J. Sohilait, MS Prof. Dr. Th. Pentury, M.Si Dr. J.A. Rupilu, SU Drs. A. Bandjar, M.Sc Dr.Ir. Robert Hutagalung, M.Si FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON, 2010 i SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN: 978-602-97522-0-5 2 Juli 2010 DETEKSI KANDUNGAN ANTIOKSIDAN SUPEROKSIDA DISMUSTASE (SOD) PADA ORGAN GINJAL TIKUS Rattus norvegicus DENGAN PEWARNAAN IMUNOHISTOKIMIA Adrien Jems Akiles Unitly1, Dece Elisabeth Sahertian2 1,2 Jurusan Biologi Fakultas MIPA – Universitas Pattimura Ambon ABSTRAK Imunohistokimia adalah suatu metode untuk mendeteksi keberadaan molekul atau berbagai macam komponen yang terdapat di dalam sel atau jaringan dengan menggunakan prinsip reaksi antara antigen dengan antibodi. Metode imunohistokimia berdasarkan pada penggunaan suatu antibodi yang spesifik yang dilabel dengan ikatan kimia pada suatu zat yang dapat dilihat, tanpa label itu mempengaruhi kemampuan antibodi untuk membentuk suatu kompleks dengan antigen yang bersangkutan. Dengan melakukan pewarnaan imunohistokimia terlihat sel-sel penghasil Cu, SOD (superoksida dismutase) pada jaringan ginjal tikus (bagian kortek dan medulla) memberikan reaksi positif terhadap pewarnaan tersebut. Produk reaksi positif terhadap Cu, SOD yang memberikan warna coklat terlihat pada bagian sitoplasma maupun inti sel tubuli ginjal (bagian kortek dan medula). Dari hasil pengamatan kualitatif terhadap kontrol positif menunjukkan adanya kandungan Cu, SOD dalam jumlah yang besar. Kata kunci : Cu, SOD, Ginjal, Imunohistokimia PENDAHULUAN Ginjal berbentuk seperti kacang, berupa organ kelenjar yang terletak retroperitoneal di dinding posterior abdomen dengan kutub atas ginjal setinggi vertebra torakalis 12 dan kutub bawah mencapai setinggi vertebra lumbalis 3. Tiap ginjal beratnya sekitar 150 g dan ukurannya 3 x 6 x 12 cm (paling tebal, lebar dan panjang). Pinggir lateral cembung, dan pinggir medial cekung. Ginjal dibungkus oleh suatu kapsula yang terdiri atas jaringan ikat kolagen padat yang biasanya dengan mudah dikupas. Pinggir medial melekuk sangat dalam yang disebut hilus ginjal. Pembuluh darah renal dan pelvis renis (bagian uretra sebelah atas yang melebar), menyusun pedikel ginjal dan meninggalkan hilus. Hilus menuju ke ruangan seperti celah yang terdapat dalam ginjal yaitu sinus renalis, pada tempat ini pelvis renis bercabang menjadi dua atau tiga PROSEDING Hal. 14 SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN: 978-602-97522-0-5 2 Juli 2010 kaliks mayor. Selanjutnya bercabang membentuk 5-11 kaliks minor. Sinus renalis terisi lemak dan jaringan ikat jarang yang mengelilingi struktur-struktur dalam sinus. Organisme dapat bereaksi terhadap zat asing yang masuk yaitu antigen, dengan membentuk antibodi yang spesifik yang berikatan dengan antigen. Antigen adalah makromolekul protein atau polisakarida. Antibodi adalah protein yang dihasilkan dalam jaringan limfoid organisme oleh sel-sel plasma dan yang beredar dalam limf dan darah sebagai fraksi imun globulin. Sel-sel penghasil antibody termasuk dalam aparatus imun organisme yang melindungi individu terhadap makromolekul yang masuk, misalnya sebagai bagian bakteri atau virus. Jadi aparatus imun sangat penting dalam mempertahankan tubuh terhadap penyakit-penyakit infeksi. Reaksi antara suatu antigen dengan antibodi yang bersangkutan adalah sangat spesifik. Dengan kemajuan ilmu imunologi, histologi, fisiologi dan biokimia telah melahirkan teknik pewarnaan imunohistokimia yang mampu mendeteksi berbagai macam komponen penting di dalam sel. Komponen penting dalam sel atau jaringan yang dapat dideteksi dengan pewarnaan imunohistokimia adalah enzim superoksida dismutase (SOD) yang terdapat dalam sel-sel hati dan ginjal, insulin dalam sel-sel β pulau langerhans pankreas dan imunoglobulin A (IgA) dalam sel-sel usus halus dan lain-lain. Enzim superoksida dismutase merupakan enzim antioksidan yang mempunyai peranan penting secara langsung melindungi sel terhadap gangguan oksidan, dan secara tidak langsung memelihara keseimbangan oksigen yang bersifat toksik (Ada 2009). Superoksida dismutase merupakan enzim antioksidan yang bekerja melalui sistem pertahanan preventif, menghambat atau merusak proses pembentukan radikal bebas. Enzim superoksida dismutase mengkatalisis dismutasi O20 menjadi H2O2. Dalam cairan intraseluler enzim superoksida dismutase berperan dalam proses degradasi senyawa spesies oksigen reaktif/reactive oxygen species (ROS). Spesies oksigen reaktif adalah suatu senyawa yang mempunyai bentuk dan aktivitas sebagai oksidan yang terdapat dalam bentuk radikal bebas maupun molekul nonradikal yang mempunyai gugus oksigen reaktif. Senyawa ini cenderung menyumbangkan atom oksigen atau elektron kepada senyawa (Wresdiyati dan Astawan, 2004; Wresdiyati dan Astawan, 2005). Menurut Pitayu (2007), Superoksida Dismutase (SOD) merupakan enzim yang diproduksi secara alami oleh organisme yang menkonsumsi oksigen. SOD berperan sebagai salah satu mekanisme pertahanan terhadap spesi oksigen reaktif yang diproduksi sebagai efek samping metabolisme dan respirasi. PROSEDING Hal. 15 SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN: 978-602-97522-0-5 2 Juli 2010 Imunohistokimia adalah suatu metode untuk mendeteksi keberadaan molekul atau berbagai macam komponen yang terdapat di dalam sel atau jaringan dengan menggunakan prinsip reaksi antara antigen dengan antibodi. Metode imunohistokimia berdasarkan pada penggunaan suatu antibodi yang spesifik yang dilabel dengan ikatan kimia pada suatu zat yang dapat dilihat, tanpa label itu mempengaruhi kemampuan antibodi untuk membentuk suatu kompleks dengan antigen yang bersangkutan. Sebagai ilustrasi prinsip dasar ini, dapat dijelaskan dengan teknik fluoresensi antibodi, dilakukan untuk dapat melokalisir protein myosin otot, miosin murni dari otot ayam disuntikkan ke dalam seekor kelinci. Setelah sesaat, plasma darah kelinci akan mengandung antibodi terhadap antigen myosin ayam. Antibodi ini dimurnikan dari plasma kelinci dan dikonyugasikan pada fluoresein. Potongan histologist dari ayam dicuci dengan suatu larutan antibodi fluoresen (antimiosin) yang berikatan secara spesifik dengan myosin dalam irisan. Antibodi yang berlebih disingkirkan dengan mencuci dan sajian sekarang diamati dalam cahaya ultraviolet. Sebagai gantinya penglabelan dengan fluoresein, antibodi dapat dikonyugasikan pada enzim peroksidase dan kompleks antigen-antibodi kemudian diidentifikasi melalui demonstrasi enzim peroksidase secara histokimia. Dengan jalan ini, metode ini dapat digunakan untuk mikroskop elektron. Juga mungkin dilakukan konyugasi antibodi pada padat elektron, protein feritin yang mengandung besi, yang juga dapat diidentifikasi secara struktur halus. Metode imunohistokimia dulunya diperkenalkan dalam mempelajari reaksi imun organisme. Kepentingan imunohistokimia sangat besar karena pada kenyataannya, kita dapat menentukan asal sel dari hormon tertentu. Spesifitas metode seluruhnya tergantung pada, apakah antigen yang digunakan dapat dipisahkan tanpa kontaminasi zat lainnya. Karena itu penting kontrol metode ini yang terdiri atas pemeriksaan kemurnian antigen (Geneser 1994), dengan demikian penelitian ini bertujuan melakukan pewarnaan sediaan histologis dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia, untuk mendeteksi adanya kandungan superoksida dismustase (SOD) pada ginjal tikus. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Sampel organ yang digunakan dalam penelitian ini adalah ginjal dari hewan mamalia tikus (Rattus norvegicus). Bahan lain yang digunakan adalah larutan Bouin untuk pengawetan jaringan, alkohol, silol, paraffin, 0,9% NaCl fisiologis, hidrogen peroksida (H2O2), hydrofobic PROSEDING Hal. 16 SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN: 978-602-97522-0-5 2 Juli 2010 marker, 3,3-diaminobenzidine (DAB, Dojindo, Japan), 0,01 M phosphate buffer saline (PBS) pH 7,4, medium perekat Entellan dan aquades. Peralatan yang digunakan terdiri atas satu set alat bedah, gelas piala, gelas ukur, gelas obyek, gelas penutup, kotak lembab, mikrotom, mikropipet, inkubator dan mikroskop cahaya yang dilengkap kamera. Hewan dikorbankan dengan cara dibius. Segera setelah hewan mati organ-organ yang akan digunakan untuk preparat histologis diambil. Organ dicuci dengan 0,9% NaCl fisiologis dimasukkan dalam larutan fiksatif Bouin (dengan komposisi asam pikrat jenuh : formalin proanalisis : asam asetat glacial = 15:5:1) selama 24 jam. Setelah organ terfiksasi larutan diganti dengan alkohol 70% yang dikenal sebagai “stopping point” dengan pengertian jaringan dapat disimpan lama pada larutan ini. Proses penarikan air dari jaringan (dehidrasi) dilakukan menggunakan alkohol dengan konsentrasi bertingkat mulai 80% sampai dengan 100% dan dijernihkan dengan silol (clearing) sebelum akhirnya ditanam dalam parafin (embedding). Jaringan dalam blok parafin disayat secara serial menggunakan mikrotom rotary dengan ketebalan 5 μm, dilekatkan pada gelas obyek yang telah dilapisi dengan alkohol 70% atau 0,2% Neofren® dalam toluene, kemudian disimpan dalam inkubator 400C selama 24 jam. Sediaan kemudian diwarnai dengan berbagai macam prosedur pewarnaan sesuai dengan tujuan. Pewarnaan imunohistokimia memiliki 3 tahapan yang harus dilakukan, yaitu preparasi gelas obyek yang digunakan untuk penempelan preparat atau sediaan histologis, pembuatan neufren (agen penempel) untuk membantu proses afixing preparat ke gelas obyek dan prosedur pewarnaan imunohistokimia itu sendiri. Pewarnaan imunohistokimia meliputi beberapa tahap preparasi, antara lain preparasi gelas obyek, pelapisan (coating) gelas obyek dengan neufron (agen penempel), penempelan preparat irisan pada gelas obyek dan prosedur pewarnaan imunohistokimia itu sendiri. Dalam pewarnaan imunohistokimia, reaksi positif ditunjukkan dengan munculnya warna coklat pada bagian sel yang mempunyai spesifisitas dengan antibodi primer yang digunakan. Antibodi primer yang digunakan dalam pewarnaan imunohistokimia terhadap preparat histologis ginjal adalah Cu, SOD yang mempunyai spesifisitas untuk mendeteksi kandungan enzim superoksida dismutase pada ginjal. PROSEDING Hal. 17 SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN: 978-602-97522-0-5 2 Juli 2010 HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan melakukan pewarnaan imunohistokimia terlihat sel-sel penghasil Cu, SOD (superoksida dismutase) pada jaringan ginjal tikus (bagian kortek dan medulla) memberikan reaksi positif terhadap pewarnaan tersebut. Produk reaksi positif terhadap Cu, SOD yang memberikan warna coklat terlihat pada bagian sitoplasma maupun inti sel tubuli ginjal (bagian kortek dan medula). Dari hasil pengamatan kualitatif terhadap kontrol positif menunjukkan adanya kandungan Cu, SOD dalam jumlah yang besar. a 1 b 1 c 1 Gambar 1. Fotomikrograf0preparat histologis ginjal dengan0 pewarnaaan imunohistokimia untuk 0 μ μ μ mendeteksi kandungan Cu, SOD (superoksida dismutase) (a) Perbesaran 100x, (b) Perbesaran m m m 200x dan (c) Perbesaran 400x. Keberadaan kandungan antioksidan Cu, SOD ini ditunjukkan oleh adanya intensitas warna yang kuat dengan pola sebaran yang merata pada sitoplasma. Adanya pola sebaran Cu, SOD dalam inti sel hanya terlihat pada beberapa sel saja mengindikasikan bahwa kandungan Cu, SOD lebih banyak terkonsentrasi dalam sitoplasma daripada di inti sel. Hal ini membuktikan adanya hubungan erat dengan fungsi antioksidan Cu, SOD dalam memelihara homeostatis, baik yang berkaitan dengan keseimbangan ion-ion, berbagai macam proses metabolisme dan proses lainnya dari efek negatif yang disebabkan oleh radikal bebas. Proteksi terhadap molekul-molekul organik dalam sitoplasma terhadap radikal bebas merupakan mekanisme yang terjadi lebih awal daripada molekul-molekul organik dalam nukleus, oleh sebab itu antioksidan Cu, SOD lebih banyak terdapat dalam sitoplasma daripada nukleus (gambar 1). Gambar 1 memperlihatkan, pada kontrol negatif sel-sel tubuli ginjal dibagian kortek dan medula memberi reaksi positif terhadap Cu, SOD dari yang seharusnya memberi reaksi negatif. PROSEDING Hal. 18 SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN: 978-602-97522-0-5 2 Juli 2010 Reaksi positif pada kontrol negatif tersebut ditunjukkan oleh adanya warna coklat pada bagianbagian tersebut, walaupun dengan intensitas warna lebih lemah dan pola sebaran yang relatif sedikit. Reaksi positif ini diduga pada saat proses perlakuan terhadap preparat histologis terjadi kontaminasi antibodi primer. Akibat adanya kontaminasi tersebut akan terbentuknya warna coklat pada sel-sel tubuli ginjal dibagian kortek dan medula yang merupakan bentuk respons adanya kandungan antioksidan Cu, SOD pada sel-sel tersebut. Dengan adanya antibodi primer, antibodi ini akan bereaksi atau berikatan dengan molekul antigen sel/jaringan yang dideteksi, selanjutnya antibodi yang dilabel dengan peroksidase akan bereaksi dengan antibodi primer tersebut. Sehingga keberadaan enzim peroksidase ini melambangkan adanya kompleks antigenantibodi. Apabila komplek antigen-antibodi ini bereaksi dengan kromogen DAB maka akan menghasilkan endapan berwarna (kromogranin) sehingga menghasilkan produk tervisualisasi yang berwarna coklat. Munculnya respons positif pada kontrol negatif dapat juga disebabkan oleh terjadinya keterlambatan penghilangan peroksidase endogen dengan menggunakan substrat metanol (50 ml) yang dicampur dengan H2O2 (0,5 ml) atau 3 % H2O2 dalam metanol dalam prosedur pewarnaan imunohistokimia, sehingga menyebabkan kontrol negatif hasilnya menjadi positif yaitu berwarna coklat. Keterlambatan penghilangan peroksidse endogen akan menyebabkan enzim ini masih tersisa dalam sel/jaringan sehingga akan bereaksi dengan kromogen diaminobenzidine (DAB) dan H2O2 yang pada akhirnya menghasilkan endapan berwarna kuning (kromogranin) pada sel/jaringan dan hal ini menyebabkan respons positif pada kontrol negatif. Pewarnaan imunohistokimia terhadap Cu, SOD telah berhasil memperlihatkan hasil reaksi yang memberi gambaran kualitatif dari intensitas produk warna yang terbentuk pada sitoplasma. Sel-sel epitel kuboid ginjal yang positif mengandung Cu, SOD ditunjukkan dengan warna coklat, baik pada inti maupun sitoplasma. KESIMPULAN 1. Metode pewarnaan dibedakan ke dalam dua jenis berdasarkan fungsinya, yaitu pewarnaan umum dan pewarnaan khusus. Pewarnaan umum yang sering digunakan adalah hematoksilin-eosin (HE), sedangkan pewarnaan khusus yang sering digunakan adalah periodic acid Schif (PAS), alcian blue (AB) pada pH 2,5 dan imunohistokimia. PROSEDING Hal. 19 SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN: 978-602-97522-0-5 2 Juli 2010 2. Pewarnaan imunohistokimia berhasil memperlihatkan gambaran kandungan enzim Cu, SOD yang terkandung dalam ginjal tikus pada kontrol positif. Hasil reaksi memberikan gambaran kualitatif dari intensitas produk warna yang terbentuk pada sitoplasma. Sel-sel epitel kuboid ginjal yang positif mengandung Cu, SOD ditunjukkan dengan warna coklat, baik pada inti maupun sitoplasma. DAFTAR PUSTAKA Ada. 2009. Superoksida dismutase (SOD), Peroksidase, dan Katalase sebagai Antioksidan Endogen. Artikel. Geneser F. 1994. Textbook of histologi. Jilid 1 dan Jilid 2. Alih Bahasa: Dr. F. Arifin Gunawijaya M.S. Jakarta: Binarupa Aksara. Pitayu LA. 2007. Penapisan Aktivitas Superoksida Dismutase dan Identifikasi Spesies Dengan Metode 16S rDNA dari Bakteri Asal Indonesia. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Wresdiyati, T dan M. Astawan. 2004. Deteksi secara Imunohistokimia Antioksidan Superoksida dismutase (SOD) pada Jaringan Tikus Hiperkolesterolemia. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Wresdiyati, T dan M. Astawan. 2005. Deteksi secara Imunohistokimia Antioksidan Superoksida dismutase (SOD) pada Jaringan Tikus Hiperkolesterolemia yang Diberi Pakan Rumput Laut. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. PROSEDING Hal. 20