seminar nasional basic science ii deteksi - e

advertisement
SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN: 978-602-97522-0-5
2 Juli 2010
DETEKSI SENYAWA MUKOPOLISAKARIDA PADA TUBULUS
SEMINIFERUS DAN DUKTUS EPIDIDIMIS DALAM TESTIS TIKUS
Rattus norvegicus DENGAN PEWARNAAN HISTOKIMIA
Adrien Jems Akiles Unitly, Dece Elisabeth Sahertian
Jurusan Biologi Fakultas MIPA – Universitas Pattimura Ambon
ABSTRAK
Metode pewarnaan dibedakan ke dalam dua jenis berdasarkan fungsinya, yaitu
pewarnaan umum dan pewarnaan khusus. Pewarnaan umum yang sering digunakan adalah
hematoksilin-eosin (HE), sedangkan pewarnaan khusus yang sering digunakan adalah alcian
blue (AB) pada pH 2,5, dan periodic acid Schif (PAS). Pewarnaan HE pada Testis untuk melihat
tubulus seminiferus dan duktus epididimis memperlihatkan bahwa pewarnaan hematoksilin yang
bersifat basa, menyebabkan terjadinya pewarnaan ungu/biru pada inti sel-sel spermatogonium,
spermatosit primer dan sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa hematoksilin yang
bersifat basa bereaksi dengan senyawa asam (basofilik) dalam inti sel sehingga menyebabkan
warna ungu/biru. Hal serupa terjadi dengan pewarnaan eosin, dimana reaksi eosin dengan
senyawa basa menyebabkan sitoplasma berwarna merah muda.
Pewarnaan AB pada pH 2.5 terhadap sediaan histologi tubulus seminiferus testis
membuktikan bahwa adanya sel-sel goblet yang mengandung karbohidrat asam. Keberadaan
karbohidrat tersebut dalam bentuk berikatan dengan protein dan lipid. Karbohidrat asam secara
umum terdapat dalam sitoplasma, permukaan membran sel dan matriks ekstra sel. Pada sediaan
duktus epididimis testis terlihat adanya warna ungu/biru. Hal ini menunjukkan adanya reaksi
antara gugus hidroksil dari karbohidrat tersebut dengan AB pada pH 2.5.
Pewarnaan PAS menunjukkan respons adanya kandungan karbohidrat netral pada
sel/jaringan yang terlihat warna merah muda dalam sitoplasma sel-sel goblet, hal ini juga
mengindikasi adanya gugus glikol pada karbohidrat netral yang tetroksidasi oleh asam periodat
menjadi gugus aldehid dan selanjutnya gugus aldehid tersebut akan berikatan dengan pereaksi
Schiff dan merubahnya dari tidak berwarna menjadi berwarna merah muda. Pada preparat duktus
epididimis testis memperlihatkan adanya warna merah keunguan/magenta dalam sitoplasma dan
warna ungu/biru pada bagian inti sel. Hal ini menunjukkan adanya reaksi antara gugus aldehid
hasil oksidasi dari gugus 1.2 glikol karbohidrat netral dengan reagens Schif yang memunculkan
warna merah keunguan/magenta dalam sitoplasma.
Kata kunci : Mukopolisakarida, Histokimia, hematoksilin-eosin, alcian blue, dan periodic acid
Schif
PENDAHULUAN
Testis adalah organ reproduksi khusus pada pria. Selain menghasilkan sperma, testis
berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon androgen, yaitu testosteron
[BKB 2009]. Testis berfungsi menghasilkan sel kelamin, spermatozoa, dan hormon kelamin,
PROSEDING
Hal. 43
SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN: 978-602-97522-0-5
2 Juli 2010
testosteron. Testis terletak di dalam suatu kantong kulit yang disebut scrotum. Testis juga
dibungkus oleh suatu fascia yang disebut tunica vaginalis. Jaringan parenkim testis terdiri dari
tubuli seminiferi dimana spermatozoa diproduksi. Diantara struktur tubuli seminiferi terdapat selsel interstisial yang disebut sel Leydig. Sel Leydig ini menghasilkan hormon testosteron yang
berfungsi untuk mengatur proses spermatogenesis serta perkembangan karakteristik kelamin
sekunder. Tubulus seminiferus merupakan struktur fungsional dari testis, berbentuk suatu saluran
berliku-liku yang sangat panjang yang bermuara ke rete testis .
Testis dikelilingi oleh suatu kapsula jaringan ikat yang tebal yaitu tunika albuginea, yang
mana membentuk massa jaringan ikat yang berbentuk kerucut masuk ke dalam testis sebagai
mediastinum testis. Dari sebelah dalam mediastinum ada septa jaringan fibrosa yang halus yaitu
septula testis, berjalan radier ke arah tunika albuginea. Septula membagi parenkim menjadi 200300 lobuli testis yang berbentuk kerucut, yang saling berhubungan di sebelah perifer karena
septula tidak sempurna di dekat tunika albuginea. Di sebelah luar tunika albuginea dibungkus
oleh lapisan serosa yang membentuk lapis viseralis tunika vaginalis propria testis selama
kehidupan fetal, testis turun dari rongga abdomen ke dalam skrotum dan bersama dengan itu
membawa kantong peritoneal yang membentuk tunika vaginalis propria. Di sebelah dalam,
tunika albuginea melanjutkan diri menjadi suatu jaringan ikat jarang yang vascular yaitu jaringan
interstisial, yang mengelilingi tubulus seminiferus dan mengisi lobules. Jaringan ini terdiri atas
sel-sel epiteloid, disebut sel-sel interstisial atau sel leydig, yang mempunyai fungsi endokrin
(Geneser 1994). Spermatozoa akan dilepas dari epithelium tubulus seminiferus, lalu disalurkan
melalui rete testis, duktus eferentes menuju caput epididimis. Duktus Epididimis dibatasi oleh
epitel bertingkat torak, yang terdiri atas dua jenis sel principal dan sel basal.
Metode pewarnaan dibedakan ke dalam dua jenis berdasarkan fungsinya, yaitu
pewarnaan umum dan pewarnaan khusus. Pewarnaan umum yang sering digunakan adalah
hematoksilin-eosin (HE), sedangkan pewarnaan khusus yang sering digunakan adalah alcian
blue (AB) pada pH 2,5, dan periodic acid Schif (PAS). Penelitian dengan menggunakan organ
testis ini bertujuan untuk mengetahui dan mengamati morfologi sel atau jaringan dengan
pewarnaan HE dan dengan melakukan pewarnaan sediaan histologis menggunakan pewarnaan
alcian blue (AB) pada pH 2,5 dan periodic acid Schiff (PAS), untuk mendeteksi senyawa
mukopolisakarida atau karbohidrat yang bersifat asam dan netral yang terdapat dalam sel atau
jaringan.
PROSEDING
Hal. 44
SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN: 978-602-97522-0-5
2 Juli 2010
BAHAN DAN METODE
Sampel organ yang digunakan dalam penelitian ini adalah testis dari hewan mamalia
tikus Rattus norvegicus. Bahan lain yang digunakan adalah larutan Bouin untuk pengawetan
jaringan, alkohol, silol, paraffin, 0,9% NaCl fisiologis, hidrogen peroksida (H2O2), metanol,
bovine serum albumin (BSA), larutan pewarna hematoksilin eosin (HE), alcian blue (AB),
periodic acid Schiff (PAS), tris buffer, medium perekat Entellan dan aquades. Peralatan yang
digunakan terdiri atas satu set alat bedah, gelas piala, gelas ukur, gelas obyek, gelas penutup,
kotak lembab, mikrotom, mikropipet, inkubator dan mikroskop cahaya yang dilengkapi kamera.
Hewan dikorbankan dengan cara dibius. Segera setelah hewan mati organ-organ yang
akan digunakan untuk preparat histologis diambil. Organ dicuci dengan 0,9% NaCl fisiologis
dimasukkan dalam larutan fiksatif Bouin (dengan komposisi asam pikrat jenuh : formalin proanalisis : asam asetat glacial = 15:5:1) selama 24 jam. Setelah organ terfiksasi larutan diganti
dengan alkohol 70% yang dikenal sebagai “stopping point” dengan pengertian jaringan dapat
disimpan lama pada larutan ini.
Proses penarikan air dari jaringan (dehidrasi) dilakukan menggunakan alkohol dengan
konsentrasi bertingkat mulai 80% sampai dengan 100% dan dijernihkan dengan silol (clearing)
sebelum akhirnya ditanam dalam parafin (embedding). Jaringan dalam blok parafin disayat
secara serial menggunakan mikrotom rotary dengan ketebalan 5 μm, dilekatkan pada gelas
obyek yang telah dilapisi dengan alkohol 70% atau 0,2% Neofren® dalam toluene, kemudian
disimpan dalam inkubator 400C selama 24 jam. Sediaan kemudian diwarnai sesuai prosedur
Pewarnaan Hematoksilin (HE), Pewarnaan Alcian Blue (AB) pada pH 2,5, Pewarnaan Periodic
Acid Schiff (PAS).
Hasil pewarnaan diamati dengan mikroskop yang dilengkapi dengan kamera digital untuk
mengetahui morfologi umum sel/jaringan dan bagian-bagian atau komponen-komponen yang
menyusunnya. Morfometri dilakukan dengan mikrometer dengan pedoman pengukuran sebagai
berikut: panjang slide mikrometer adalah 2 mm, setiap mm ada 100 garis, sehingga 1 garis =
0,01 mm dan karena 1 mm = 1000 mikron maka untuk setiap garis dengan panjang 0,01 mm =
10 mikron.
PROSEDING
Hal. 45
SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN: 978-602-97522-0-5
2 Juli 2010
Pengamatan secara mikroskopis meliputi berbagai aspek sesuai dengan pewarnaan yang
dilakukan, meliputi pewarnaan hematoksilin-eosin (HE), alcian blue (AB) pada pH 2,5, dan
periodic acid Schif (PAS).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pewarnaan hematoksilin-eosin (HE)
a. Tubulus Seminiferus
Tubulus seminiferus tersusun dari kompartemen basal dan kompartemen adluminal.
Kedua bagian ini dipisahkan oleh sel-sel sertoli yang membentuk ikatan tight junction. Pada saat
spermatogenesis,
sel-sel
sertoli
berfungsi
sebagai
sumber
nutrisi
bagi
sel-sel
spermatogonium/spermatosit.
Pengamatan 400x pada tubulus seminiferus lebih jelas lagi, hal ini ditunjukkan dengan
terlihat jelas semua komponen yang ada di dalamnya (gambar 1). Dengan pewarnaan
hematoksilin yang bersifat basa, menyebabkan terjadinya pewarnaan ungu/biru pada inti sel-sel
spermatogonium, spermatosit primer dan sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa
hematoksilin yang bersifat basa bereaksi dengan senyawa asam (basofilik) dalam inti sel
sehingga menyebabkan warna ungu/biru. Hal serupa terjadi dengan pewarnaan eosin, dimana
reaksi eosin dengan senyawa basa menyebabkan sitoplasma berwarna merah muda. Menurut
Kiernan 1990 dalam Retnani 2005, Eosin merupakan zat warna dengan sifat asam dan masuk
dalam kelompok molekul yang memiliki cincin quionoid yang ditautkan pada cincin nonquinoid
melalui atom-atom C dan O Eosin merupakan zat warna yang mampu berpendar karena
mengandung brom.
Pada perbesaran 400 kali terlihat dengan jelas spermatosit primer, spermatosit sekunder,
spermatid, spermatozoa, dan sel-sel sertoli. Sel-sel spermatogonium memiliki diameter ± 10 μm,
sedangkan sel-sel spermatosit primer kurang dari 10 μm. Sel-sel Leydig dan spermatosit
sekunder mempunyai diameter lebih kecil dibandingkan spermatosit primer (gambar 1). Menurut
Gardner (2010), sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus yang berfungsi
menghasilkan testosteron.
b. Duktus Epididimis
PROSEDING
Hal. 46
SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN: 978-602-97522-0-5
2 Juli 2010
Selain tubulus seminiferus, di dalam testis juga terdapat duktus epididimis (gambar 2).
Duktus epididimis berfungsi sebagai saluran yang akan dilewati spermatozoa.
4
8
7
9
1
0
5
6
1
1
0
0
μ
Gambar 1. Fotomikrograf preparat histologis
μ
testis untuk melihat tubulus
seminiferus dengan
m
m
menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin
(HE). Perbesaran 400x, tampak tubulus
seminiferus yang terdiri atas membran basalis (1), lumen (2), beberapa sel yang sedang
mengalami tahapan proses spermatogenesis/spermiogenesis menuju ke arah lumen (3), sel-sel
Leydig (4), spermatogonium (5), spermatosit primer (6), spermatosit sekunder (7), spermatid (8)
spermatozoa (9), dan sel-sel sertoli (10).
Pewarnaan alcian blue (AB)
a.
Tubulus Seminiferus
Pewarnaan AB pada pH 2,5 dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kandungan
karbohidrat asam. Reaksi sel/jaringan terhadap pewarnaan AB pada pH 2,5 ditunjukkan dengan
PROSEDING
Hal. 47
SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN: 978-602-97522-0-5
2 Juli 2010
adanya warna biru pada sitoplasma, dan inti sel yang berwarna merah muda seperti terlihat pada
gambar 3. Warna biru terlihat pada sitoplasma sel-sel goblet yang terletak berhimpitan dengan
sel-sel epitel selapis silindris. Hal ini memperlihatkan telah terjadi ikatan antara gugus hidroksil
dengan alcian blue pada pH 2.5, dan ini merupakan indikasi adanya karbohidrat asam pada
sitoplasma dalam sel-sel goblet. Adapun bagian sitoplasma sel-sel lain yang tidak memunculkan
warna biru, seperti pada sel-sel epitel selapis silindris, fibroblas dan otot polos menunjukkan
bahwa dalam sitoplasma sel-sel tersebut tidak mengandung karbohidrat asam atau kandungannya
sangat sedikit sekali sehingga tidak terdeteksi oleh pewarnaan AB pada pH 2.5. Warna merah
pada inti sel maupun sitoplasma sel-sel epitel silindris, fibroblas dan otot polos disebabkan oleh
pewarnaan counterstain nuclear fast red (NFR) yang digunakan.
1
3
2
1
0
Gambar 2. Fotomikrograf preparat histologis testis untuk melihat duktus
μ epididimis dengan
menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE). Perbesaran 400x, tampak
duktus epididimis
m
yang terdiri atas epitel berlapis semu (1), dan caput epididimis (2), lumen (3).
Pewarnaan AB pada pH 2.5 terhadap sediaan histologi tubulus seminiferus testis
membuktikan bahwa adanya sel-sel goblet yang mengandung karbohidrat asam. Keberadaan
karbohidrat tersebut dalam bentuk berikatan dengan protein dan lipid. Karbohidrat asam secara
umum terdapat dalam sitoplasma, permukaan membran sel dan matriks ekstra sel.
PROSEDING
Hal. 48
SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN: 978-602-97522-0-5
2 Juli 2010
Pada gambar 3, preparat histologis testis untuk melihat tubulus seminiferus dengan
menggunakan pewarnaan Alcian Blue (AB) untuk perbesaran 400 kali terlihat jelas semua
bagian-bagian seperti sel-sel Leydig, spermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder,
spermatid, spermatozoa, dan sel-sel sertoli.
5
9
4
6
7
8
1
0
1
0
μ
Gambar 3. Fotomikrograf preparat histologis testis untuk melihat
tubulus seminiferus dengan
m tampak tubulus seminiferus yang
menggunakan pewarnaan Alcian Blue (AB). Perbesaran 400x,
terdiri atas membran basalis (1), lumen (2), beberapa sel yang sedang mengalami tahapan proses
spermatogenesis/spermiogenesis menuju ke arah lumen (3), sel-sel Leydig (4), spermatogonium
(5), spermatosit primer (6), spermatosit sekunder (7), spermatid (8) spermatozoa (9), dan sel-sel
sertoli (10).
b. Duktus Epididimis
Pada sediaan duktus epididimis testis terlihat adanya warna ungu/biru. Hal ini
menunjukkan adanya reaksi antara gugus hidroksil dari karbohidrat tersebut dengan alcian blue
(AB) pada pH 2.5. Hal ini dapat diasumsikan bahwa kandungan karbohidrat terdapat dalam
duktus epididimis (gambar 4).
PROSEDING
Hal. 49
SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN: 978-602-97522-0-5
2 Juli 2010
Pada perbesaran 400 kali untuk sediaan duktus epididimis testis, memperlihatkan dengan
jelas semua bagian sel (gambar 4), termasuk terlihat secara positif adanya spermatozoa.
Spermatozoa merupakan hasil diferensiasi dari spermatid (Geneser 1994).
1
3
1
0
Gambar 4. Fotomikrograf preparat histologis testis untuk melihat μ
duktus epididimis dengan
m
2
menggunakan pewarnaan Alcian Blue (AB). Perbesaran 400x, tampak duktus epididimis yang
terdiri atas epitel berlapis semu (1), dan caput epididimis (2), lumen (3).
Pewarnaan PAS
a. Tubulus Seminiferus
Pewarnaan PAS digunakan untuk mendeteksi mukopolisakarida atau karbohidrat yang
bersifat netral dalam bentuk glikokonjugat dengan cara memutus ikatan pada gugus 1.2 glikol
oleh asam periodat dan mengoksidasinya menjadi gugus aldehid. Menurut Kiernan (1990),
PROSEDING
Hal. 50
SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN: 978-602-97522-0-5
2 Juli 2010
Gugus aldehid ini kemudian berikatan dengan pereaksi Shiff (tidak berwarna) menjadi berwarna
merah muda.
Warna merah muda dalam sitoplasma sel globet dan ungu/biru pada inti sangat jelas pada
preparat histologi tubulus seminiferus testis, perbesaran 400 kali (gambar 5). Munculnya warna
spesifik pada sel/jaringan merupakan bentuk respon sel/jaringan tersebut terhadap pewarnaan.
7
6
5
4
8
9
1
0
1
Gambar 5. Fotomikrograf preparat histologis testis untuk melihat tubulus seminiferus dengan
0
menggunakan pewarnaan Periodic Acid Schif (PAS). Perbesaran 400x,
tampak tubulus
μ
seminiferus yang terdiri atas membran basalis (1), lumen (2), beberapa
sel yang sedang
m
mengalami tahapan proses spermatogenesis/spermiogenesis menuju ke arah lumen (3), sel-sel
Leydig (4), spermatogonium (5), spermatosit primer (6), spermatosit sekunder (7), spermatid (8)
spermatozoa (9), dan sel-sel sertoli (10).
Pewarnaan PAS menunjukkan respons adanya kandungan karbohidrat netral pada
sel/jaringan yang terlihat warna merah muda dalam sitoplasma sel-sel goblet, hal ini juga
mengindikasi adanya gugus glikol pada karbohidrat netral yang tetroksidasi oleh asam periodat
menjadi gugus aldehid dan selanjutnya gugus aldehid tersebut akan berikatan dengan pereaksi
Schiff dan merubahnya dari tidak berwarna menjadi berwarna merah muda.
b. Duktus Epididmis
PROSEDING
Hal. 51
SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN: 978-602-97522-0-5
2 Juli 2010
Pada preparat duktus epididimis testis memperlihatkan adanya warna merah
keunguan/magenta dalam sitoplasma dan warna ungu/biru pada bagian inti sel. Hal ini
menunjukkan adanya reaksi antara gugus aldehid hasil oksidasi dari gugus 1.2 glikol karbohidrat
netral dengan reagens Schif yang memunculkan warna merah keunguan/magenta dalam
sitoplasma (gambar 6).
Gambar 6. Fotomikrograf preparat histologis testis untuk melihat duktus epididimis dengan
menggunakan pewarnaan Periodic Acid Schif (PAS). Perbesaran 200x, tampak duktus epididimis
yang terdiri atas epitel berlapis semu (1), dan caput epididimis (2), lumen (3).
Beberapa jenis karbohidrat netral yang menyumbangkan gugus aldehid melalui proses
oksidasi dan mampu bereaksi dengan reagen Schif, antara lain amylase, glikogen, lipofukhsin,
glikoprotein dan glikolipid. Dengan munculnya warna merah muda/magenta, diduga kuat sel
mengandung karbohidrat netral dari beberapa jenis tersebuit. Warna ungu pada inti sel
disebabkan oleh counterstain hematoksilin.
PROSEDING
Hal. 52
SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II
ISBN: 978-602-97522-0-5
2 Juli 2010
KESIMPULAN
1. Metode pewarnaan dibedakan ke dalam dua jenis berdasarkan fungsinya, yaitu pewarnaan
umum dan pewarnaan khusus. Pewarnaan umum yang sering digunakan adalah hematoksilineosin (HE), sedangkan pewarnaan khusus yang sering digunakan adalah alcian blue (AB)
pada pH 2,5 dan periodic acid Schif (PAS).
2. Pewarnaan HE yang dilakukan menunjukkan terjadinya reaksi. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya perubahan warna menjadi biru pada inti sel dan merah muda pada sitoplasma.
Pewarnaan HE dilakukan sebagai control dan bertujuan untuk melihat dan mengamati
morfologi sel.
3. Pewarnaan AB yang dilakukan menunjukkan terjadinya reaksi. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya perubahan warna menjadi biru pada sitoplasma dan merah muda pada inti sel.
Dengan pewarnaan AB ini kita dapat melihat adanya karbohidrat asam.
4. Pewarnaan PAS yang dilakukan menunjukkan terjadinya reaksi. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya perubahan warna menjadi merah pada sitoplasma dan ungu/biru pada inti sel. Dengan
pewarnaan PAS ini kita dapat melihat adanya karbohidrat netral.
DAFTAR PUSTAKA
[BKB] Blog Khusus Belajar. 2009. Testis. http://rinton.wordpress.com/2009/10/21/testis/. 20
Januari 2010.
Gardner
B. 2010. Reproduksi pada manusia.
manusia/#more-60. 19 Januari 2010.
http://edu-articles.com/reproduksi-pada-
Geneser F. 1994. Textbook of histologi. Jilid 1 dan Jilid 2. Alih Bahasa: Dr. F. Arifin
Gunawijaya M.S. Jakarta: Binarupa Aksara.
Kiernan, J. A. 1990. Histological and Histochemical Method: Theory and Practice. 2nd edition.
Pergamon Press. Pp. 170-197
Retnani, E. F. 2005. Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Sapi Bali (Bos sondaicus) dengan
Pewarnaan Williams, Eosin, Eosin Nigrosin dan Formol Saline. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
PROSEDING
Hal. 53
Download