KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang serta hak dan kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat sebagai lembaga legislatif diharapkan mampu mewujudkan kedaulatan rakyat, perlu Peraturan Tata Tertib DPRD; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu ditetapkan dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 217; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung Timur di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 25; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4268); 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 1 5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836); 7. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4712); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 91); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4569); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 22; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4480); 11. Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Bangka Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2005 Nomor 1 Seri E); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Bangka Barat (Lembaran Daerah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2007 Nomor 2 Seri E); 2 Memperhatikan : Hasil Keputusan Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Bangka Barat pada Senin, 26 Oktober 2009. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan: 1. Gubernur adalah Gubernur Kepulauan Bangka Belitung. 2. Daerah adalah Kabupaten Bangka Barat. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Bupati adalah Bupati Bangka Barat. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat. 6. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Bangka Barat. 7. Pimpinan DPRD adalah Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang terdiri dari Ketua dan Wakil-Wakil Ketua DPRD. 8. Anggota DPRD adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat. 9. Sekretariat DPRD adalah Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat. 10. Sekretaris DPRD adalah Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat. 11. Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut Fraksi. 12. Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disingkat Banmus. 13. Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut Komisi. 14. Badan Legislasi Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Badan Legislasi Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut Balegda. 3 15. Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut Banggar. 16. Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut Badan Kehormatan. 17. Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut Pansus. 18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut APBD. 19. Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kebupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut Kode Etik. 20. Komisi Pemilihan Umum Daerah adalah Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut KPUD. 21. Tenaga Ahli adalah seseorang yang memiliki keterampilan pengetahuan, dan kompetensi khusus sesuai dengan disiplin ilmunya. BAB II SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN Pasal 2 DPRD terdiri atas Anggota Partai Politik peserta Pemilihan Umum yang dipilih berdasarkan hasil Pemilihan Umum Tahun 2009. Pasal 3 (1). Peresmian keanggotaan DPRD ditetapkan dengan keputusan Gubernur atas nama Presiden berdasarkan laporan dari KPUD. (2). Anggota DPRD berdomisili di Ibu Kota Kabupaten Bangka Barat. Pasal 4 (1). Anggota DPRD sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam acara yang dipandu oleh Pembawa Acara. (2). Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD yang bersifat istimewa. (3). Anggota DPRD pengganti antar waktu sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD yang bersifat istimewa. 4 Pasal 5 Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 adalah sebagai berikut: “Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguhsungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Pasal 6 Masa jabatan anggota DPRD adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji. BAB III PEMBENTUKAN FRAKSI Pasal 7 (1). Setiap anggota DPRD wajib berhimpun dalam Fraksi. (2). Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pengelompokan anggota DPRD berdasarkan partai politik yang memperoleh kursi sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 8 (1). Pembentukan Fraksi dapat dilakukan oleh partai politik yang memperoleh kursi di DPRD sekurang-kurangnya tiga orang untuk setiap Fraksi. (2). Partai politik yang tidak cukup untuk membentuk Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib bergabung dengan Fraksi yang ada atau dapat membentuk Fraksi Gabungan dengan jumlah anggota sekurang-kurangnya tiga orang. (3). Setiap fraksi di DPRD beranggotakan paling sedikit sama dengan jumlah komisi di DPRD. (4). Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD mencapai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), atau lebih dapat membentuk 1 (satu) fraksi. 5 (5). Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggotanya dapat bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan. (6). Jumlah Fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), paling banyak 2 (dua) fraksi. (7). Apabila di DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terdapat partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sama, partai politik yang bersangkutan masing-masing dapat membentuk Fraksi. (8). Pimpinan Fraksi terdiri dari Ketua, Wakil Ketua Dan Sekretaris Fraksi, dipilih dari dan oleh anggota Fraksi. (9). Pembentukan Fraksi, Pimpinan Fraksi dan keanggotaan Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7), disampaikan kepada Pimpinan DPRD yang selanjutnya diumumkan kepada seluruh anggota DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD. (10). Fraksi mempunyai sekretariat. (11). Sekretariat DPRD menyediakan sarana, anggaran dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi. (12). Fraksi DPRD Kabupaten Bangka Barat terdiri dari Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Golongan Karya. BAB IV KEDUDUKAN, FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG Pasal 9 (1). DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah. (2). DPRD sebagai unsur lembaga pemerintahan daerah memiliki tanggung jawab yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam membentuk Peraturan Daerah untuk kesejahteraan rakyat. Pasal 10 (1). DPRD mempunyai fungsi: a. Legislasi; b. Anggaran; dan c. Pengawasan. (2). Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwujudkan dalam membentuk Peraturan Daerah bersama Bupati. (3). Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersama Pemerintah Daerah. 6 (4). Fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang, Peraturan Daerah, Keputusan Bupati, dan Kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 11 (1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang: a. membentuk peraturan daerah bersama bupati; b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan oleh bupati; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian; e. memilih wakil bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil bupati; f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan daerah; bupati dalam i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan k. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. (2). Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 12 DPRD mempunyai hak: a. Interpelasi; b. Angket; c. Menyatakan pendapat. 7 Pasal 13 (1). Sekurang-kurangnya lima orang Anggota DPRD dapat menggunakan hak interpelasi dengan mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD untuk meminta keterangan kepada Bupati secara lisan maupun tertulis mengenai kebijakan Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara. (2). Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD. (3). Usul meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD. (4). Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3), para pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan keterangan tersebut. (5). Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan dengan memberi kesempatan kepada: a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi; b. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota DPRD. (6). Keputusan Persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan keterangan kepada Bupati ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD. (7). Usul permintaan keterangan DPRD sebelum memperoleh keputusan, para pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulannya. (8). Apabila Rapat Paripurna DPRD menyetujui terhadap usul permintaan keterangan, Pimpinan DPRD mengajukan permintaan keterangan kepada Bupati. Pasal 14 (1). Bupati wajib memberikan keterangan lisan maupun tertulis terhadap permintaan keterangan anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dalam Rapat Paripurna DPRD. (2). Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas keterangan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3). Terhadap jawaban Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat menyatakan pendapatnya. (4). Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan secara resmi oleh DPRD kepada Bupati. (5). Pernyataan pendapat DPRD atas keterangan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dijadikan bahan untuk DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Bupati dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan. 8 Pasal 15 (1). Sekurang-kurangnya lima orang anggota DPRD dapat mengusulkan penggunaan hak angket untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Bupati yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2). Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD. (3). Usul melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh Pimpinan DPRD disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD setelah mendapatkan pertimbangan dari Badan Musyawarah. (4). Pembicaraan mengenai usul mengadakan penyelidikan, dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi dan selanjutnya pengusul memberikan jawaban atas pandangan anggota DPRD. (5). Keputusan atas usul melakukan penyelidikan terhadap Bupati dapat disetujui atau ditolak, ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD. (6). Usul melakukan penyelidikan sebelum memperoleh keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya. (7). Apabila usul melakukan penyelidikan disetujui sebagai permintaan penyelidikan, DPRD menyatakan pendapat untuk melakukan penyelidikan dan menyampaikannya secara resmi kepada Bupati. (8). Pelaksanaan penyelidikan dilakukan oleh Panitia Khusus dan hasilnya ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD. Pasal 16 (1). Apabila hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 diterima oleh DPRD dan ada indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (2). Apabila hasil penyidikan Bupati dan atau Wakil Bupati berstatus sebagai terdakwa, Presiden memberhentikan sementara Bupati dan atau Wakil Bupati dari jabatannya. (3). Apabila Keputusan Pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Bupati dan atau Wakil Bupati bersalah, Presiden memberhentikan Bupati dan atau Wakil Bupati dari jabatannya. (4). Apabila keputusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Bupati dan atau Wakil Bupati tidak bersalah, Presiden mencabut pemberhentian sementara serta merehabilitasi nama baik Bupati dan atau Wakil Bupati. (5). Pemberhentian sementara, pemberhentiaan dan merehabilitasi nama baik Bupati dan atau Wakil Bupati, pelaksanaanya di delegasikan kepada Menteri Dalam Negeri. 9 Pasal 17 (1). DPRD dalam melakukan penyelidikan terhadap Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 berhak meminta Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, Badan Hukum, atau warga masyarakat di daerah untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, bangsa dan negara. (2). Setiap Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah Kabupaten, Badan Hukum, atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan DPRD. (3). Setiap Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah Kabupaten, Badan Hukum, atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan panggilan paksa yang dilakukan oleh Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik kejaksaan, atas permintaan Pimpinan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4). Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama lima belas hari sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (5). Dalam hal pejabat yang disandera sebagaimana dimaksud pada ayat (4) habis masa jabatannya atau berhenti dari jabatannya, yang bersangkutan dilepas dari penyanderaan demi hukum. Pasal 18 (1). Sekurang-kurangnya 8 (delapan) orang anggota DPRD dapat mengajukan usul menyatakan pendapat terhadap kebijakan Bupati atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di Daerah. (2). Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , serta penjelasannya disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD, dengan disertai daftar nama dan tanda tangan para pengusul serta diberi Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD. (3). Usul pernyataan pendapat tersebut oleh Pimpinan DPRD disampikan dalam Rapat Paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Badan Musyawarah. (4). Dalam Rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul pernyataan pendapat tersebut. (5). Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada: a. angota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi; b. Bupati untuk memberikan pendapat; c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan pendapat Bupati. (6). Usul pernyataan pendapat sebelum memperoleh keputusan DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya. (7). Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul pernyataan pendapat tersebut menjadi pernyataan pendapat DPRD. 10 (8). Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat, keputusan DPRD berupa; a. pernyataan pendapat; b. saran penyelesaiannya; dan c. peringatan. Pasal 19 Anggota DPRD mempunyai hak: a. mengajukan rancangan peraturan daerah; b. mengajukan pertanyaan; c. menyampaikan usul dan pendapat; d. memilih dan dipilih; e. membela diri; f. imunitas; g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas; h. protokoler; dan i. keuangan dan administratif. Pasal 20 (1). Sekurang-kurangnya lima orang anggota DPRD dapat mengajukan suatu usul prakarsa Rancangan Peraturan Daerah. (2). Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah disertai penjelasan secara tertulis dan diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD. (3). Usul prakarsa tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD, setelah mendapat pertimbangan dari Badan Musyawarah. (4). Dalam Rapat Paripurna DPRD, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5). Pembicaraan mengenai sesuatu usul prakarsa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada: a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan; b. Bupati untuk memberikan pendapat; c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan pendapat Bupati. (6). Usul prakarsa sebelum diputuskan menjadi prakarsa DPRD, para pengusul berhak mengajukan perubahan dan atau mencabutnya kembali. (7). Pembicaraan diakhiri dengan keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul prakarsa menjadi prakarsa DPRD. 11 (8). Tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas prakarsa DPRD mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas prakarsa Bupati. Pasal 21 (1). Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah bertalian dengan tugas dan wewenang DPRD secara lisan maupun tertulis. (2). Pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun singkat dan jelas disampaikan kepada Pimpinan DPRD. (3). Pimpinan DPRD mengadakan rapat untuk menilai pertanyaan yang diajukan guna memutuskan layak tidaknya pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk ditindak lanjuti. (4). Apabila keputusan Rapat Pimpinan DPRD menyatakan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu ditindaklanjuti, Pimpinan DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Badan Musyawarah meneruskan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Bupati. (5). Apabila jawaban atas pertanyaan dimaksud oleh Bupati disampaikan secara tertulis, tidak dapat diadakan lagi rapat untuk menjawab pertanyaan. (6). Anggota DPRD yang mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat meminta supaya pertanyaan dijawab oleh Bupati secara lisan. (7). Apabila Bupati menjawab secara lisan dalam rapat yang ditentukan oleh Badan Musyawarah, anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dapat mengemukakan lagi pertanyaan secara singkat dan jelas agar Bupati dapat memberikan jawaban yang lebih jelas. (8). Jawaban Bupati, sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat diwakilkan kepada Pejabat yang ditunjuk. Pasal 22 (1). Setiap anggota DPRD dalam Rapat-rapat DPRD berhak mengajukan usul dan pendapat secara leluasa kepada Pemerintah Daerah maupun kepada Pimpinan DPRD. (2). Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun dan kepatutan sebagai wakil rakyat. Pasal 23 (1). Setiap anggota DPRD berhak membela diri terhadap dugaan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD. (2). Hak membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sebelum pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan. 12 Pasal 24 (1) (2) (3) Anggota DPRD tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD ataupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD. Anggota DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPRD maupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD Hak Imunitas Anggota DPRD tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 25 (1) (2) Pimpinan dan anggota DPRD mempunyai hak protokoler. Hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan peraturan pemerintah. Pasal 26 (1). Pimpinan dan anggota DPRD mempunyai hak keuangan dan administratif. (2). Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan peraturan pemerintah. (3) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pimpinan dan anggota DPRD berhak memperoleh tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan daerah. (4) Pengelolaan keuangan dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (3), dilaksanakan oleh sekretariat DPRD sesuai dengan peraturan pemerintah. Pasal 27 Anggota DPRD mempunyai kewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila; b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan; c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat; f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; g. menaati tata tertib dan kode etik; 13 h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala; j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan k. memberikan pertanggungjawaban konstituen di daerah pemilihannya. secara moral dan politis kepada BAB VI PENETAPAN DAN PEMBERHENTIAN PIMPINAN DPRD Pasal 28 (1) Pimpinan DPRD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil. (2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD. (3) Ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperolah kursi terbanyak pertama di DPRD. (4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak. (5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh suara terbanyak sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penentuan ketua DPRD dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang. (6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wakil ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak kedua, ketiga, dan/atau keempat. (7) Apabila masih terdapat kursi wakil ketua DPRD yang belum terisi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka kursi wakil ketua diisi oleh anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua. (8) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sama, wakil ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak. (9) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penentuan wakil ketua DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang. 14 Pasal 29 (1) Dalam hal pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh pimpinan sementara DPRD dengan tugas pokok memimpin rapat-rapat DPRD, memfasilitasi pembentukan Fraksi, Komisi, Badan Musyawarah, menyusun rancangan peraturan tata tertib DPRD, dan memproses penetapan Pimpinan DPRD definitif. (2) Pimpinan sementara DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang berasal dari 2 (dua) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD. (3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil ketua sementara DPRD ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan yang ada di DPRD. (4) Ketua dan wakil ketua DPRD diresmikan dengan keputusan gubernur. (5) Pimpinan DPRD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri. Pasal 30 Pimpinan DPRD berhenti atau diberhentikan dari jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Pimpinan DPRD; d. melanggar Kode Etik DPRD berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan; e. dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara; f. ditarik keanggotannya sebagai anggota DPRD oleh Partai Politiknya. Pasal 31 (1). Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPRD oleh Pimpinan DPRD. (2). Usulan pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD. (3). Usul pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan keputusan DPRD dan dilengkapi dengan Berita Acara Rapat Paripurna DPRD. 15 Pasal 32 (1). Keputusan DPRD tentang usul pemberhentian Pimpinan DPRD disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur melalui Bupati untuk peresmian pemberhentiannya. (2). Pemberhentian Pimpinan DPRD diresmikan oleh Gubernur atas nama Presiden. (3). Peresmian Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Pasal 33 (1). Pengisian Pimpinan DPRD yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ditetapkan oleh partai politik asal Pimpinan DPRD yang diberhentikan. (2). Penetapan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dilaksanakan dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD. pada ayat (1), BAB VII Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu, dan Pemberhentian Sementara Paragraf 1 Pemberhentian Antarwaktu Pasal 34 (1) Anggota DPRD berhenti antarwaktu karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; atau c. diberhentikan. (2) Anggota DPRD diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf c, apabila: a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun; b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD; c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara atau lebih; d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPRD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah; e. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 16 f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum; g. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam tata tertib ini; h. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau i. menjadi anggota partai politik lain. Pasal 35 (1) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a dan huruf b serta pada ayat (2), huruf c, huruf e, huruf h, dan huruf i diusulkan oleh pimpinan partai politik kepada pimpinan DPRD kabupaten dengan tembusan kepada gubernur. (2) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPRD menyampaikan usul pemberhentian anggota DPRD kabupaten kepada gubernur melalui bupati untuk memperoleh peresmian pemberhentian. (3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bupati menyampaikan usul tersebut kepada gubernur. (4) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian anggota DPRD dari bupati. Pasal 36 (1) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g, dilakukan setelah adanya hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan badan kehormatan DPRD kabupaten atas pengaduan dari pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih. (2) Keputusan badan kehormatan DPRD mengenai pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh badan kehormatan DPRD kepada rapat paripurna. (3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan badan kehormatan DPRD yang telah dilaporkan dalam rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pimpinan DPRD menyampaikan keputusan badan kehormatan DPRD kepada pimpinan partai politik yang bersangkutan. (4) Pimpinan partai politik yang bersangkutan menyampaikan keputusan tentang pemberhentian anggotanya kepada pimpinan DPRD, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya keputusan badan kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dari pimpinan DPRD. (5) Dalam hal pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak memberikan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan DPRD meneruskan keputusan badan kehormatan DPRD kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada gubernur melalui bupati untuk memperoleh peresmian pemberhentian. 17 (6) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bupati menyampaikan keputusan tersebut kepada gubernur. (7) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keputusan badan kehormatan DPRD atau keputusan pimpinan partai politik tentang pemberhentian anggotanya dari bupati. Pasal 37 (1) Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), badan kehormatan DPRD dapat meminta bantuan dari ahli independen. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan keputusan oleh badan kehormatan DPRD Bangka Barat diatur dengan peraturan DPRD tentang tata beracara badan kehormatan. Paragraf 2 Penggantian Antarwaktu Pasal 38 (1) Anggota DPRD yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (1), digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. (2) Dalam hal calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. (3) Masa jabatan anggota DPRD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikannya. Pasal 39 (1) Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPUD. (2) KPUD menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), dan ayat (2), kepada pimpinan DPRD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat pimpinan DPRD. (3) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti antarwaktu dari KPUD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur melalui bupati. 18 (4) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bupati menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur. (5) Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (4), gubernur meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan gubernur. (6) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRD pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPRD kabupaten, dengan tata cara dan teks sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5. (7) Penggantian antarwaktu anggota DPRD tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan. Paragraf 3 Pemberhentian Sementara Pasal 40 (1) Anggota DPRD diberhentikan sementara karena: a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus. (2) Dalam hal anggota DPRD dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1), huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota DPRD. (3) Dalam hal anggota DPRD dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD yang bersangkutan diaktifkan. (4) Anggota DPRD yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak keuangan tertentu. Pasal 41 (1). Anggota DPRD yang berhenti atau diberhentikan antar waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), dan ayat (2), diganti oleh calon pengganti dengan ketentuan: a. calon pengganti dari anggota DPRD yang terpilih memenuhi bilangan pembagi pemilihan atau memperoleh suara lebih dari setengah bilangan pembagi pemilihan adalah calon yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara pada daerah pemilihan yang sama; 19 b. calon pengganti dari anggota DPRD yang terpilih selain dimaksud pada huruf a, adalah calon yang ditetapkan berdasarkan suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dan diusulkan oleh partai politik berasal dari daerah pemilihan yang sama; c. Apabila calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b mengundurkan diri atau meninggal dunia, diajukan calon pengganti pada urutan peringkat perolehan suara berikutnya. (2). Apabila tidak ada lagi calon dalam daftar calon anggota DPRD pada daerah pemilihan yang sama, pengurus partai politik yang bersangkutan dapat mengajukan calon baru sebagai pengganti dengan ketentuan: a. calon pengganti diambil dari daftar calon anggota DPRD dari daerah pemilihan yang terdekat dalam Kabupaten; b. calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a dikeluarkan dari daftar calon anggota DPRD dari daerah pemilihannya. (3). Apabila tidak ada lagi calon dalam daftar calon anggota DPRD dari daerah pemilihan di Kabupaten yang sama, pengurus Partai Politik yang bersangkutan dapat mengajukan calon baru yang diambil dari daftar calon anggota DPRD Kabupaten terdekat. (4). Anggota DPRD pengganti antar waktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota yang digantikannya. Pasal 42 (1). Pimpinan DPRD menyampaikan kepada KPUD nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu yang diusulkan oleh pengurus Partai Politik di Daerah untuk diverifikasi. (2). Pimpinan DPRD setelah menerima rekomendasi KPUD menyampaikan kepada Gubernur melalui Bupati guna mendapatkan peresmian pemberhentian dan peresmian pengangkatan sebagai anggota DPRD. (3). Peresmian pemberhentian dan pengangkatan penggantian antar waktu anggota DPRD ditetapkan dengan Keputusan Gubernur atas nama Presiden selambat-lambatnya satu bulan sejak diterimanya usulan pemberhentian dan pengangkatan dari Pimpinan DPRD. (4). Penggantian anggota DPRD antar waktu tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota yang diganti kurang dari 6 (enam) bulan dari masa jabatan anggota DPRD. BAB VIII ALAT KELENGKAPAN DPRD Bagian Pertama Susunan Alat Kelangkapan DPRD Pasal 43 (1). Alat kelengkapan DPRD terdiri dari: a. Pimpinan; b. Badan Musyawarah; 20 c. Komisi; d. Badan Legislasi Daerah; e. Badan Anggaran; f. Badan Kehormatan; dan g. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. (2). Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh sekretariat. (3). Alat-alat kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengatur tata kerjanya sendiri dengan persetujuan Pimpinan DPRD. Bagian Kedua Tugas Pimpinan DPRD Pasal 44 (1). Pimpinan DPRD mempunyai tugas: a. memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk mengambil keputusan; b. menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil Ketua; c. menjadi juru bicara DPRD; d. melaksanakan memasyarakatkan Keputusan DPRD; e. mengadakan konsultasi dengan Bupati dan Instansi Pemerintah lainnya sesuai dengan Keputusan DPRD; f. mewakili DPRD dan atau alat kelengkapan DPRD di Pengadilan; g. melaksanakan Keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; h. mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Rapat Paripurna DPRD. (2). Pelaksanaan tugas Pimpinan DPRD dilakukan secara kolektif. (3). Apabila Ketua dan Wakil Ketua meningal dunia, mengundurkan diri secara tertulis, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara bersama-sama, tugas-tugas Pimpinan DPRD dilaksanakan oleh Pimpinan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29. Pasal 45 (1). Dalam hal seorang Pimpinan DPRD diberhentikan dari jabatannya, para anggota pimpinan lainnya mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksanaan tugas sementara sampai terpilihnya pengganti definitif. 21 (2). Dalam hal Pimpinan DPRD dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana serendah-rendahnya lima tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, Pimpinan DPRD yang bersangkutan tidak diperbolehkan melaksanakan tugas, memimpin Rapat-rapat DPRD, dan menjadi juru bicara DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dan huruf c. (3). Dalam hal Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum, Pimpinan DPRD melaksanakan kembali tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dan huruf c. Bagian Ketiga Badan Musyawarah Pasal 46 (1). Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. (2). Pemilihan anggota Badan Musyawarah ditetapkan setelah terbentuknya Pimpinan DPRD, Fraksi-fraksi dan Komisi-komisi. (3). Badan Musyawarah terdiri dari unsur-unsur Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan sebanyak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah anggota DPRD. (4). Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan Badan Musyawarah merangkap anggota. (5). Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD. (6). Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris Badan Musyawarah bukan anggota. Pasal 47 (1). Badan Musyawarah mempunyai tugas: a. memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPRD, diminta atau tidak diminta; b. menetapkan kegiatan dan jadual acara Rapat DPRD; c. memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul perbedaan pendapat; d. memberi saran pendapat untuk memperlancar kegiatan; e. merekomendasikan pembentukan panitia khusus atau alat kelengkapan lain yang diperlukan; (2). Setiap anggota Badan Musyawarah wajib: a. mengadakan konsultasi dengan Fraksi-fraksi sebelum mengikuti Rapat Badan Musyawarah; b. menyampaikan pokok-pokok hasil Rapat Badan Musyawarah kepada Fraksi; 22 Bagian Keempat Komisi-Komisi Pasal 48 (1). Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. (2). Setiap anggota DPRD kecuali Pimpinan DPRD, wajib menjadi angota salah satu komisi. (3). Jumlah komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebanyak-banyaknya 3 (tiga) Komisi. (4). Jumlah anggota setiap Komisi diupayakan sama dan disesuaikan dengan beban kerja. (5). Jumlah anggota komisi sebagaimana dimaksud ayat (4), Komisi A, 7 (tujuh) orang, Komisi B, 7 (tujuh) orang dan Komisi C, 8 (delapan) orang. (6). Penempatan anggota DPRD dalam Komisi-komisi dan perpindahan ke Komisikomisi didasarkan atas usul Fraksinya. (7). Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi dipilih dari dan oleh anggota komisi dan dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPRD. (8). Pemilihan pimpinan komisi sebagaimana dimaksud ayat (7), dilakukan dalam rapat komisi yang dipimpin oleh pimpinan DPRD. (9). Masa penempatan anggota dalam Komisi dan perpindahan ke Komisi lain, diputuskan dalam Rapat Paripurna DPRD atas usul Fraksi pada awal tahun anggaran. (10). Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Komisi yang digantikan. (11). Masa tugas Komisi ditetapkan paling lama dua setengah tahun. Pasal 49 Komisi mempunyai tugas: a. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Daerah; b. Melakukan pembahasan terhadap Rancangan Keputusan DPRD; Rancangan Peraturan Daerah, dan c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang komisi masingmasing; d. Melakukan pembahasan pendahuluan mengenai penyusunan RAPBD bersama dengan pemerintah daerah sesuai dengan ruang lingkup tugasnya; e. Membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh Bupati dan masyarakat kepada DPRD; 23 f. Menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat; g. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; h. Melakukan kunjungan kerja yang bersangkutan atas persetujuan Pimpinan DPRD; i. Mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat; j. Mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing Komisi; k. Memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas Komisi. Pasal 50 (1). Jumlah Komisi DPRD 3 (tiga), terdiri dari: a. Komisi A membidangi Pemerintahan dan Kesra b. Komisi B membidangi Ekonomi dan Keuangan c. Komisi C membidangi Pembangunan dan Teknologi (2). Pembidangan masing-masing Komisi yaitu: a. Komisi A (Bidang Pemerintahan dan Kesra) meliputi; 1). Pemerintahan/Keamanan 2). Ketertiban Umum 3). Kependudukan/Capil 4). Penerangan/Pers 5). Hukum/Perundangan-undangan 6). Kepegawaian 7). Perizinan 8). Sosial Politik 9). Organisasi Masyarakat 10). Pertanahan 11). Arsip dan Keperpustakaan Daerah 12). Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga 13). Agama 14). Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi 15). Kesehatan 16). Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana 17). Rumah Sakit Umum Daerah 24 b. Komisi B (Bidang Ekonomi dan Keuangan) meliputi; 1). Perpajakan 2). Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah 3). Pertanian dan Peternakan 4). Kehutanan dan Perkebunan 5). Perbankan 6). Asuransi 7). Perusahan Daerah 8). Perusahan Negara 9). Dunia Usaha 10). Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM 11). Penanaman Modal 12). Kelautan dan Perikanan 13). Logistik 14). Statistik c. Komisi C (Bidang Pembangunan dan Teknologi) meliputi; 1). Pekerjaan Umum 2). Pertamanan 3). Tata Kota 4). Kebersihan 5). Perhubungan, Pariwisata dan Informatika 6). Pertambangan dan Energi 7). Perumahan Rakyat 8). Lingkungan Hidup dan Amdal 9). Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 10). Litbang 11). Perencanaan dan Pembangunan 12). Tata Ruang Wilayah Bagian Kelima Badan Legislasi Daerah Pasal 51 (1) Badan Legislasi Daerah merupakan alat kelengkapan DPRD bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa keanggotaan DPRD. 25 (2) Badan Legislasi Daerah terdiri atas Pimpinan DPRD, wakil dari utusan Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota. (3) Pimpinan Badan Legislasi Daerah merupakan satu kesatuan yang bersifat kolektif dan kolegial. (4) Pimpinan Badan Legislasi Daerah terdiri dari seorang Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi Daerah berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan anggota tiaptiap fraksi. (5) Pemilihan Pimpinan Badan Legislasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam rapat Badan Legislasi Daerah yang dipimpin oleh oleh pimpinan DPRD setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi. (6) Susunan keanggotaan Badan Legislasi Daerah ditetapkan pada rapat paripurna DPRD. (7) Dalam pelaksanaan tugasnya, Badan Legislasi Daerah dibantu oleh Sekretariat DPRD. Pasal 52 (1) Badan Legislasi Daerah mempunyai tugas : a. Menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat daftar urutan dan perioritas rancangan peraturan daerah berserta alasannya utnuk satu masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran dilingkungan DPRD dengan mempertimbangkan msaukan dari masyarakat; b. Mengkoordinasi penyusunan program legislasi daerah antara DPRD dan Pemerintah Daerah; c. Menyiapkan rancangan peraturan daerah atas usul DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan; d. Melakukan pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPRD; e. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi dan pemerintah daerah diluar prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau diluar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam perogram legislasi daerah; f. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi atau panitia khusus; g. Memberikan masukan kepada Pimpinan DPRD atas rancangan peraturan daerah; 26 h. Membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah dibidang peraturan daerah pada akhir masa jabatan keangotaan DPRD untuk dapat dipergunakan oleh Badan Legislasi Daerah pada masa keanggotaan berikutnya; i. (2) Menyusun rencana strategis, dan rencana kerja tahunan. Badan Legislasi Daerah menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Musyawarah. Bagian Keenam Badan Anggaran Pasal 53 (1). Badan anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa keanggotaan DPRD. (2). Badan Anggaran terdiri atas Pimpinan DPRD, satu wakil dari setiap Komisi dan utusan Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota. (3). Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua Badan Anggaran merangkap anggota. (4). Susunan keanggotaan Ketua dan Wakil Ketua Badan anggaran ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD. (5). Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Anggaran bukan anggota. (6). Masa keanggotaan Badan Anggaran dapat diubah pada setiap tahun. (7). Hal-hal yang belum diatur dalam pasal ini disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 54 Badan Anggaran mempunyai tugas: a. memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada Bupati dalam mempersiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selambat-lambatnya lima bulan sebelum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; b. memberikan saran dan pendapat kepada Bupati dalam mempersiapkan penetapan, perubahan dan perhitungan APBD sebelum ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD; c. memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai Pra Rancangan APBD, Rancangan APBD, perubahan dan perhitungan APBD yang telah disampaikan oleh Bupati; d. memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan anggaran yang disampaikan oleh Bupati kepada DPRD; perhitungan e. menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan anggaran belanja Sekretariat DPRD. 27 Bagian Ketujuh Badan Kehormatan Pasal 55 (1). Badan Kehormatan DPRD dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan DPRD. (2). Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Bangka Barat terdiri dari 3 (tiga) orang. (3). Anggota Badan Kehormatan sebagaimana berdasarkan usul dari masing-masing fraksi. dimaksud pada ayat (1), (4). Tata cara pembentukan Badan Kehormatan dilakukan/dilaksanakan oleh Panitia Pelaksana yang dibentuk oleh Badan Musyawarah. (5). Pimpinan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terdiri dari atas seorang Ketua dan Seorang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan. (6). Pemilihan pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud ayat (5), dipimpin oleh pimpinan DPRD. (7). Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh sebuah sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh sekretaris DPRD. (8). Hal-hal yang belum diatur dalam pasal ini disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 56 Badan Kehormatan mempunyai tugas: a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD; b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD tehadap, Peraturan Tata Tertib DPRD dan Kode Etik DPRD serta Sumpah/janji; c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD, Masyarakat dan/atau pemilih; d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh DPRD; Bagian Kedelapan Alat Kelengkapan Lainnya Pasal 57 (1). Pimpinan DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lainnya yang diperlukan berupa Panitita Khusus dengan Keputusan DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah dengan persetujuan Rapat Paripurna DPRD. (2). Pimpinan DPRD karena Jabatannya bertanggung jawab atas alat kelengkapan lainnya yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 28 (3). Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris alat kelengkapan lainnya yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipilih dari dan oleh anggota. (4). Susunan keanggotaan , Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris alat kelengkapan lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Pimpinan DPRD atas usul Badan Musyawarah. (5). Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Wakil Sekretaris bukan anggota alat kelengkapan lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 58 (1). Jumlah anggota Panitia Khusus mempertimbangkan jumlah anggota komisi yang terkait dan disesuaikan dengan program/kegiatan serta kemampuan anggaran. (2). Anggota Panitia Khusus terdiri dari anggota Komisi terkait yang mewakili semua unsur Fraksi. (3). Panitia Khusus bubar dengan sendirinya apabila laporan hasil kerjanya sudah diterima oleh Paripurna DPRD. Pasal 59 Panitia Khusus mempunyai tugas : 1. Membahas dan menyelesaikan berbagai masalah yang bersifat khusus dan segera yang memerlukan dukungan atau persetujuan Dewan; 2. Melaporkan hasil kerjanya termasuk memberi saran secara tertulis dalam jangka waktu yang ditetapkan kepada Pimpinan DPRD; 3. Melakukan pembahasan, pengubahan dan/atau penyempurnaan rancangan peraturan daerah. BAB IX PERSIDANGAN DAN RAPAT DPRD Pasal 60 (1). Tahun persidangan DPRD dimulai pada saat pengucapan sumpah/janji menjadi anggota DPRD. (2). Tahun sidang dibagi dalam 3 (tiga) masa persidangan. (3). Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses, kecuali pada persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD, masa reses ditiadakan. (4). Reses dilaksanakan tiga kali dalam 1 (satu) tahun paling lama enam hari kerja dalam satu reses. (5). Reses dipergunakan untuk mengunjungi daerah pemilihan anggota yang bersangkutan dan menyerap aspirasi masyarakat. 29 (6). Setiap pelaksanaan tugas reses sebagaimana dimaksud pada ayat (4), anggota DPRD secara perseorangan wajib membuat laporan tertulis atas pelaksanaan tugasnya yang disampaikan kepada Pimpinan DPRD melalui fraksi dalam Rapat Paripurna DPRD. (7). Kegiatan dan jadual acara reses sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh Pimpinan DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan Musyawarah. Pasal 61 (1). DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) kali dalam setahun. (2). Rapat-rapat dapat dilakukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas permintaan sekurang-kurangnya 1/5 dari jumlah anggota DPRD atau dalam hal tertentu atas permintaan Bupati. (3). Hasil Rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dalam keputusan DPRD dan hasil Rapat Pimpinan DPRD ditetapkan dengan keputusan Pimpinan DPRD. (4). Keputusan DPRD dan keputusan pimpinan DPRD tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi. (5). Keputusan DPRD dilaporkan kepada Gubernur, selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah ditetapkan. (6). DPRD mengadakan rapat atas undangan Ketua dan Wakil Ketua DPRD berdasarkan jadwal rapat yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah. Pasal 62 Jenis Rapat DPRD terdiri atas: a. Rapat Paripurna DPRD yang merupakan Rapat anggota DPRD, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang dan tugas DPRD, antara lain untuk menyetujui Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah dan menetapkan Keputusan DPRD; b. Rapat Paripurna DPRD yang bersifat istimewa merupakan Rapat anggota DPRD, dipimpin oleh Ketua untuk melaksanakan suatu acara tertentu dengan tidak mengambil keputusan; c. Rapat Fraksi merupakan Rapat anggota Fraksi, dipimpin oleh Ketua Fraksi atau Wakil Ketua Fraksi; d. Rapat Pimpinan merupakan Rapat Unsur Pimpinan, dipimpin oleh Ketua DPRD; e. Rapat Badan Musyawarah merupakan Rapat anggota Badan Musyawarah, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Musyawarah; f. Rapat Komisi merupakan Rapat Anggota Komisi, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Komisi; 30 g. Rapat Gabungan Komisi merupakan Rapat Komisi-komisi, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD; h. Rapat Gabungan Pimpinan DPRD dengan pimpinan komisi dan atau Pimpinan Fraksi merupakan rapat bersama, dipimpin oleh Pimpinan DPRD; i. Rapat Badan Legislasi Daerah merupakan Rapat Badan Legislasi Daerah, dipimpin oleh Ketua atau Wakil ketua Badan Legislasi Daerah bersama Bupati atau Pejabat yang ditunjuk; j. Rapat Badan Anggaran merupakan Rapat Anggota Badan Anggaran, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Anggaran; k. Rapat Kerja merupakan rapat antara DPRD/Badan Anggaran/Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus dengan Bupati atau pejabat yang ditunjuk; l. Rapat Dengar pendapat merupakan Rapat antara DPRD/Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus dengan Lembaga/Badan Organisasi Kemasyarakatan. Pasal 63 (1) Setiap rapat DPRD dapat mengambil keputusan apabila memenuhi kuorum. (2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila: a. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD untuk mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak angket dan hak menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati; b. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD untuk memberhentikan pimpinan DPRD serta untuk menetapkan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah; c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu perdua) jumlah anggota DPRD untuk rapat paripurna DPRD selain rapat sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b. (3) Keputusan rapat dinyatakan sah apabila: a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf a; b. disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf b; c. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf c. (4) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak lebih dari 1 (satu) jam. (5) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan dapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah. (6) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf a dan huruf b, rapat tidak dapat mengambil keputusan. 31 (7) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, cara penyelesaiannya diserahkan kepada pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi. (8) Setiap terjadi penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan rapat dan ditandatangani oleh Pimpinan Rapat. (9) Setelah rapat dibuka pimpinan rapat memberitahukan surat-surat masuk dan surat keluar yang dipandang perlu untuk diberitahukan atau dibahas dengan peserta rapat, kecuali surat-surat urusan rumah tangga DPRD. Pasal 64 Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah untuk mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak, merupakan kesepakatan untuk ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan. Pasal 65 (1). Rapat Paripurna DPRD yang bersifat istimewa, dan Rapat Paripurna bersifat terbuka. (2). Rapat Pimpinan DPRD dan Rapat Gabungan Pimpinan DPRD bersifat tertutup. (3). Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat Badan Musyawarah, Rapat Panitia Khusus dan Rapat Badan Kehormatan bersifat tertutup kecuali apabila Pimpinan rapat menyatakan terbuka. (4). Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat bersifat terbuka. (5). Rapat Fraksi sifatnya ditentukan oleh masing-masing Fraksi. Pasal 66 (1). Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, kecuali yang dinyatakan tertutup berdasarkan peraturan tata tertib DPRD atau atas kesepakatan diantara Pimpinan DPRD. (2). Rapat tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengambil keputusan, kecuali: a. Pemilihan Wakil Bupati; b. Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah; c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; d. Penetapan, perubahan, penghapusan pajak dan retribusi daerah; e. Utang piutang, pinjaman, dan pembebanan kepada daerah; f. Badan Usaha Milik Daerah; g. Penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya; h. Persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai; i. Kebijakan tata ruang; 32 j. Kerjasama antar daerah; k. Kerjasama internasional; l. Pemberhentian dan penggantian Ketua/Wakil Ketua DPRD; m. Penggantian antar waktu anggota DPRD; n. Usulan pengangkatan dan pemberhentian Bupati/Wakil Bupati; dan o. Meminta laporan keterangan pelaksanaan tugas desentralisasi. pertanggungjawaban Bupati dalam Pasal 67 (1). Pembicaran dalam rapat tertutup yang bersifat rahasia tidak boleh diumumkan. (2). Sifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus dipegang teguh oleh mereka yang mengetahui atau mendengar pembicaraan rapat tertutup tersebut. Pasal 68 Setiap rapat tertutup dibuat laporan secara tertulis tentang pembicaraan yang dilakukan. Pasal 69 (1). Hari kerja DPRD adalah Senin sampai dengan Jum’at; (2). Waktu-waktu kerja DPRD adalah: a. Senin sampai dengan Kamis pukul 09.00 – 16.00 Wib; b. Jum’at pukul 08.30 – 16.30 Wib. (3). Tempat rapat dilakukan di Gedung DPRD, kecuali apabila situasi dan kondisi tidak memungkinkan yang ditentukan oleh Pimpinan DPRD. Pasal 70 (1). Sebelum menghadiri Rapat anggota DPRD harus menandatangani daftar hadir. (2). Untuk para undangan, disediakan daftar hadir sendiri. (3). Rapat dibuka oleh Pimpinan Rapat apabila quorum telah tercapai berdasarkan kehadiran secara fisik kecuali ditentukan lain. (4). Anggota DPRD yang hadir apabila akan meninggalkan ruangan rapat, wajib memberitahukan kepada Pimpinan Rapat. Pasal 71 (1). Pimpinan Rapat menutup rapat setelah semua acara yang ditetapkan selesai dibicarakan. 33 (2). Apabila acara yang ditetapkan untuk suatu rapat belum terselesaikan, sedangkan waktu rapat telah berakhir, Pimpinan rapat menunda penyelesaian acara tersebut untuk dibicarakan dalam rapat berikutnya atau meneruskan penyelesaian acara tersebut atas persetujuan rapat. (3). Pimpinan rapat mengemukakan pokok-pokok keputusan dan atau kesimpulan yang dihasilkan oleh rapat sebelum menutup rapat. Pasal 72 Apabila Ketua DPRD berhalangan untuk memimpin rapat, rapat dipimpin oleh salah seorang Wakil Ketua DPRD dan apabila Ketua dan Wakil Ketua DPRD berhalangan Pimpinan rapat dipilih dari dan oleh peserta rapat yang hadir. Pasal 73 (1). Fraksi, alat kelengkapan DPRD atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan usul perubahan kepada Pimpinan DPRD, mengenai acara yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah, mengenai perubahan waktu maupun mengenai masalah yang akan dibahas. (2). Usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara terulis dengan menyebutkan waktu dan masalah yang diusulkan selambat-lambatnya tiga hari sebelum acara rapat yang bersangkutan dilaksanakan. (3). Pimpinan DPRD mengajukan usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Badan Musyawarah untuk segera dibicarakan. (4). Badan Musyawarah membicarakan dan mengambil keputusan tentang usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (3). (5). Apabila Badan Musyawarah tidak dapat mengadakan rapat, Pimpinan DRPD menetapkan dan mengambil keputusan perubahan acara rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 74 (1). Dalam keadaan memaksa, Pimpinan DPRD, Pimpinan Fraksi atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan usul perubahan tentang acara Rapat Paripurna DPRD yang sedang berlangsung. (2). Rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengambil keputusan tentang usul perubahan acara tersebut. segera Pasal 75 (1). Pimpinan rapat menjaga agar rapat berjalan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. (2). Pimpinan rapat hanya berbicara untuk menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan anggota rapat. (3). Apabila Pimpinan rapat hendak berbicara selaku anggota rapat, untuk sementara Pimpinan rapat diserahkan kepada Pimpinan yang lain. 34 Pasal 76 (1). Sebelum berbicara, anggota rapat yang akan berbicara mendaftarkan namanya terlebih dahulu, dan pendaftaran tersebut dapat juga dilakukan oleh Fraksinya. (2). Anggota rapat yang belum mendaftarkan namanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh berbicara, kecuali apabila menurut pendapat Pimpinan rapat ada alasan yang dapat diterima. Pasal 77 (1). Giliran berbicara diatur oleh Pimpinan rapat menurut urutan pendaftaran nama. (2). Anggota rapat berbicara ditempat yang telah disediakan setelah dipersilahkan oleh pimpinan rapat. (3). Seorang anggota rapat yang berhalangan pada waktu mendapat giliran berbicara, dapat digantikan oleh anggota rapat dari Fraksinya dengan sepengetahuan pimpinan rapat. (4). Pembicara dalam rapat tidak boleh diganggu selama berbicara. Pasal 78 (1). Pimpinan rapat dapat menentukan lamanya anggota rapat berbicara. (2). Pimpinan rapat dalam memperingatkan dan meminta pembicara mengakhiri pembicaraan, apabila seorang pembicara melampaui batas waktu yang telah ditentukan. Pasal 79 (1). Setiap waktu dapat diberikan kesempatan kepada anggota rapat melakukan interupsi untuk: a. meminta penjelasan tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai masalah yang sedang dibicarakan; b. menjelaskan soal yang didalam pembicaraan menyangkut diri dan atau tugasnya; c. mengajukan usul prosedur mengenai soal yang sedang dibicarakan; atau d. mengajukan usul agar rapat ditunda untuk sementara. (2). Pimpinan rapat dapat membatasi lamanya pembicara melakukan interupsi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperingatkan dan menghentikan pembicara apabila interupsi tidak ada hubungannya dengan materi yang sedang dibicarakan. (3). Terhadap pembicaraan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf a dan b, tidak dapat diadakan pembahasan. (4). Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf c dan d, sebelum dibahas terlebih dahulu harus mendapat persetujuan anggota rapat. 35 Pasal 80 (1). Pimpinan rapat memperingatkan pembicara yang menggunakan kata-kata yang tidak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban rapat, atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum. (2). Pimpinan rapat meminta agar yang bersangkutan menghentikan perbuatan pembicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik kembali kata-katanya dan menghentikan perbuatannya. (3). Apabila pembicara memenuhi permintaan pimpinan rapat, kata-kata pembicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap tidak pernah diucapkan dan tidak dimuat dalam risalah atau catatan rapat. Pasal 81 (1). Seorang pembicara tidak boleh menyimpang dari pokok pembicaraan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80. (2). Apabila seorang pembicara menurut pendapat pimpinan rapat menyimpang dari pokok pembicaraan, pimpinan rapat memperingatkannya dan meminta agar pembicara kembali kepada pokok pembicaraan. Pasal 82 (1). Apabila seorang pembicara tidak mematuhi peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, Pimpinan rapat melarang pembicara tersebut meneruskan pembicaraan dan perbuatannya. (2). Apabila larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masih juga tidak diindahkan oleh yang bersangkutan, Pimpinan rapat meminta kepada yang bersangkutan meninggalkan rapat. (3). Apabila pembicara tersebut tidak mengindahkan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pembicara tersebut dikeluarkan dengan paksa dari ruangan rapat atas perintah Pimpinan rapat. Pasal 83 (1). Pimpinan rapat dapat menutup atau menunda rapat apabila Pimpinan rapat berpendapat bahwa rapat tidak mungkin dilanjutkan karena terjadi peristiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dan Pasal 82. (2). Lama penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh lebih dari 24 jam. 36 Pasal 84 (1). Untuk setiap Rapat Paripurna DPRD dibuat risalah, yang merupakan catatan rapat Paripurna DPRD yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam rapat serta dilengkapi dengan catatan tentang: a. b. c. d. e. f. g. h. jenis dan sifat rapat; hari dan tanggal rapat; tempat rapat; acara rapat; waktu pembukaan dan penutupan rapat; ketua dan sekretaris rapat; jumlah dan nama anggota yang menandatangani dattar hadir; dan undangan yang hadir. (2). Risalah rapat sebagaimana pada ayat (1), ditandatangani oleh pimpinan rapat. (3). Sekretaris Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf f adalah Sekretaris DPRD atau Pejabat di lingkungan sekretariat DPRD yang ditunjuk untuk itu oleh Sekretaris DRPD. Pasal 85 Sekretaris Rapat menyusun risalah untuk dibagikan kepada anggota dan pihak yang bersangkutan setelah rapat selesai. Pasal 86 (1). Dalam setiap Rapat DPRD kecuali Rapat Paripurna DPRD, dibuat catatan rapat dan laporan singkat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat yang bersangkutan. (2). Catatan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat pokok pembicaraan, kesimpulan dan atau keputusan yang dihasilkan dalam rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta dilengkapi dengan catatan tentang hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3). Laporan singkat, sebagimana dimaksud pada ayat (1), memuat kesimpulan dan atau keputusan rapat. Pasal 87 (1). Sekretaris rapat secepatnya menyusun laporan singkat dan catatan rapat sementara untuk segera dibagikan kepada anggota dan pihak yang bersangkutan setelah rapat selesai. (2). Setiap anggota dan pihak yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengadakan koreksi terhadap catatan rapat sementara dalam waktu dua hari sejak diterimanya catatan rapat sementara tersebut dan menyampaikannya kepada sekretaris rapat yang bersangkutan. 37 Pasal 88 (1). Dalam risalah, catatan rapat, dan laporan singkat mengenai rapat yang bersifat tertutup, harus dicantumkan dengan jelas kata “rahasia”. (2). Rapat yang bersifat tertutup dapat memutuskan bahwa suatu hal yang dibicarakan dan atau diputuskan dalam rapat itu tidak dimasukkan dalam risalah, catatan rapat, dan atau laporan singkat. Pasal 89 (1). Undangan Rapat terdiri atas: a. Mereka yang bukan anggota DPRD yang hadir dalam Rapat DPRD atas undangan Pimpinan DPRD; dan b. Anggota DPRD yang hadir dalam rapat alat kelengkapan DPRD atas undangan Pimpinan DPRD dan bukan anggota alat kelengkapan yang bersangkutan. (2). Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Rapat DPRD tanpa undangan Pimpinan DPRD dengan mendapatkan persetujuan dari Pimpinan DPRD atau Pimpinan alat kelengkapan yang bersangkutan. (3). Undangan dapat berbicara dalam rapat atas persetujuan Pimpinan rapat, tetapi tidak mempunyai hak suara. (4). Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara dan tidak boleh menyatakan sesuatu, dengan perkataan maupun dengan cara lain. (5). Untuk undangan, peninjau dan wartawan disediakan tempat tersendiri. (6). Undangan, peninjau dan wartawan wajib mentaati tata tertib rapat dan atau ketentuan lain yang diatur oleh DPRD. Pasal 90 (1). Pimpinan rapat dapat meminta agar undangan, peninjau, dan atau wartawan yang mengganggu ketertiban rapat meninggalkan ruang rapat dan apabila permintaan itu tidak dindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa dari ruang rapat atas perintah Pimpinan Rapat. (2). Pimpinan Rapat dapat menutup atau menunda rapat tersebut apabila terjadi peristiwa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3). Lama penundaan rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak boleh lebih dari 24 jam. Pasal 91 (1). Dalam menghadiri Rapat Paripurna DPRD, Pimpinan dan anggota DPRD mengenakan pakaian: a. sipil harian dalam hal rapat direncanakan tidak akan mengambil keputusan DPRD. b. sipil resmi dalam hal rapat direncanakan akan mengambil keputusan DPRD. 38 (2). Dalam menghadiri Rapat Paripurna DPRD yang bersifat istimewa, Pimpinan dan anggota DPRD mengenakan Pakaian Sipil lengkap dengan peci nasional dan bagi wanita berpakaian nasional, kecuali dalam rapat paripurna istimewa hari jadi Kabupaten Bangka Barat. Pasal 92 (1). Dalam hal melakukan kunjungan kerja atau peninjauan lapangan, Pimpinan dan anggota DPRD memakai pakaian sipil harian atau pakaian dinas harian lengan panjang. (2). Dalam hal acara-acara tertentu Pimpinan dan anggota DPRD dapat memakai pakaian daerah. Pasal 93 (1). Pengambilan keputusan merupakan proses penyelesaian akhir suatu masalah yang dibicarakan dalam setiap jenis Rapat DPRD. (2). Keputusan Rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa persetujuan atau penolakan. Pasal 94 (1). Pengambilan keputusan dalam Rapat DPRD diupayakan dengan cara musyawarah untuk mencapai mufakat. (2). Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak terpenuhi, karena adanya perbedaan pendapat sebagian anggota DPRD yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan anggota DPRD yang lain keputusan diambil berdasarkan pemungutan suara. (3). Setiap keputusan Rapat DPRD berdasarkan musyawarah berdasarkan pemungutan suara mengikat semua pihak yang terkait. maupun Pasal 95 Setiap keputusan Rapat DPRD, berdasarkan musyawarah maupun berdasarkan pemungutan suara harus dilengkapi daftar hadir dan risalah rapat yang ditandatangani oleh Pimpinan Rapat. Pasal 96 (1). Kebijakan yang ditetapkan DPRD, berbentuk keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD. (2). Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD, dan ditandatangani oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD yang memimpin Rapat Paripurna DPRD pada hari itu juga. (3). Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Rapat Pimpinan DPRD, ditandatangani oleh Ketua dan Wakil Ketua yang hadir dalam rapat pimpinan pada hari itu juga. 39 Pasal 97 (1). Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dilakukan setelah anggota DPRD yang hadir diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandapat atau saran dan dipandang cukup sebagai bahan penyelesaian masalah yang dimusyawarahkan. (2). Untuk dapat mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan rapat menyiapkan rancangan keputusan yang mencerminkan pendapat dalam rapat. Pasal 98 (1). Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup. (2). Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara terbuka dilakukan apabila menyangkut kebijakan. (3). Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara tertutup dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang dipandang perlu. Pasal 99 (1). Pemberian suara secara terbuka untuk menyatakan setuju, menolak atau tidak menyatakan pilihan dilakukan oleh anggota DPRD yang hadir dengan cara lisan, mengangkat tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang disepakati oleh anggota DPRD yang hadir. (2). Perhitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung setiap anggota DPRD. (3). Anggota DPRD yang meninggalkan ruang sidang dianggap telah hadir dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan. BAB X PERSIAPAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH Pasal 100 (1). DPRD memegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah. (2). Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari DPRD atau Bupati. (3). Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh Bupati disampaikan dengan surat pengantar Bupati kepada DPRD. (4). Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan 0leh Pimpinan DPRD kepada Bupati. (5). Rancangan Peraturan Daerah atas usul Bupati untuk dibahas tahun berikutnya, disampaikan kepada DPRD paling lambat awal bulan Juni tahun anggaran berjalan. (6). Rancangan Peraturan Daerah atas usul DPRD untuk dibahas tahun berikutnya, disampaikan kepada Bupati paling lambat awal bulan Juni tahun anggaran berjalan. 40 (7). Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari DPRD atau Bupati dibahas DPRD dan Bupati untuk mendapatkan pesetujuan bersama. (8). Rancangan Peraturan Daerah dimaksud pada ayat (4), dan ayat (7), disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada seluruh anggota DPRD selambatlambatnya tujuh hari sebelum rancangan Peraturan Daerah tersebut dibahas dalam Rapat Paripurna DPRD. Pasal 101 Apabila terdapat dua Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan mengenai hal sama, yang dibicarakan adalah Rancangan Peraturan Daerah yang diterima terlebih dahulu, sedangkan Rancangan Peraturan Daerah yang diterima kemudian dipergunakan sebagai pelengkap. Pasal 102 (1). Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dilakukan oleh DPRD bersama Kepala Daerah. (2). Pembahasan Raperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan: a. Pembicaraan tingkat pertama, meliputi: 1). Penjelasan Bupati dalam Rapat Paripurna DPRD tentang peyampaian rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Bupati. 2). Penjelasan dalam Rapat Paripurna DPRD oleh Pimpinan Komisi/Gabungan Komisi, Pimpinan Panitia Khusus atau Badan Legislasi Daerah terhadap rancangan Peraturan Daerah dan atau perubahan Peraturan Daerah atas usul prakarsa DPRD. b. Pembicaraan tingkat kedua meliputi: 1). Dalam hal rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Bupati; a). Pemandangan umum dari Fraksi-fraksi terhadap rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Bupati; b). Jawaban Bupati terhadap pemandangan umum Fraksi-fraksi. 2). Dalam hal rancangan peraturan daerah atas usul DPRD a). Pendapat Bupati terhadap rancangan Peraturan Daerah atas usul DPRD; b). Jawaban dari Fraksi-fraksi terhadap pendapat Bupati. c. Pembicaraan tingkat ketiga, meliputi: Pembahasan dalam Rapat Komisi/Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus dilakukan bersama-sama dengan Bupati atau pejabat yang ditunjuk. 41 d. Pembicaraan tingkat keempat, meliputi: 1). Pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPRD yang didahului dengan: a). Laporan hasil pembicaraan tahap ketiga; b). Pendapat akhir Fraksi; c). Pengambilan keputusan. 2). Penyampaian sambutan Bupati terhadap pengambilan keputusan. (3). Sebelum dilakukan pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diadakan Rapat Fraksi. (4). Apabila dipandang perlu Badan Musyawarah dapat menentukan bahwa pembicaraan tahap ketiga dilakukan dalam Rapat gabungan Komisi atau dalam Rapat Panitia Khusus. Pasal 103 (1). Rancangan Peraturan Daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan Bupati. (2). Rancangan Peraturan Daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Bupati. (3). Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh DPRD, dilakukan dengan keputusan Pimpinan DPRD dengan disertai alasan-alasan penarikannya. (4). Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Bupati, disampaikan dengan surat Bupati disertai alasan-alasan penarikannya. (5). Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dalam rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah antara DPRD dan Bupati dengan disertai persetujuan bersama. (6). Rancangan Peraturan Daerah yang ditarik kembali tidak dapat diajukan kembali. Pasal 104 (1). Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. (2). Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Pasal 105 (1). Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 104 ditetapkan oleh Bupati dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD. 42 (2). Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Bupati dalam waktu paling lambat tiga puluh hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama, maka rancangan Peraturan Daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan. (3). Dalam hal sahnya rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi : Peraturan Daerah ini dinyatakan sah. (4). Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah ke Lembaran Daerah. Pasal 106 (1). Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 102 tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan Peraturan Daerah lain. (2). Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah diundangkan dalam Lembaran daerah. (3). Peraturan Daerah yang berkaitan dengan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah sebelum diundangkan dalam lembaran daerah harus dievaluasi oleh pemerintah. (4). Peraturan Daerah yang bersifat mengatur setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah harus didaftarkan kepada Gubernur. BAB XI PELANTIKAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI Pasal 107 Bupati dan Wakil Bupati Bangka Barat sebelum memangku Jabatannya, dilantik oleh Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atas nama Presiden Republik Indonesia dalam Rapat Paripurna Istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat. Pasal 108 Tata Cara Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bangka Barat dengan susunan acara sebagai berikut : 1. Pembukaan Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Bangka Barat. 2. Pembacaan Do’a. 3. Menyanyikan Lagu Indonesia Raya. 4. Sambutan Ketua DPRD Kabupaten Bangka Barat. 5. Pembacaan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. 6. Pengucapan Sumpah Jabatan dan Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati. 43 7. Hymne “Abdi Praja”. 8. Sambutan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 9. Menyanyikan Lagu Padamu Negeri. 10. Penutupan Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Bangka Barat. BAB XII TAHAPAN-TAHAPAN PENETAPAN APBD Pasal 109 (1) Rancangan Kebijakan Umum Anggaran disampaikan Bupati kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. (2) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Badan anggaran TAPD bersama Badan anggaran DPRD. (3) Rancangan KUA yang telah dibahas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan. (4) Bupati menyampaikan rancangan PPAS kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. (5) Rancangan PPAS yang telah dibahas sebagaimana dimaksud ayat (4), selanjutnya disepakati menjadi PPA paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan. (6) KUA dan PPA yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara Bupati dengan pimpinan DPRD. (7) Dalam hal Bupati berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kesepakatan KUA dan PPA. (8) Dalam hal Bupati berhalangan tetap, penandatanganan nota kesepakatan KUA dan PPA dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang. (9) Selambat-lambatnya bulan Oktober setiap Tahun Anggaran Bupati wajib menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen selengkapnya kepada DPRD. (10) Pimpinan DPRD menyerahkan Rancangan Peraturan Daerah sebgaimana dimaksud pada ayat (9), kepada Badan Anggaran untuk memperoleh pendapatnya. (11) Badan Anggaran dalam memberikan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (10), dapat meminta bahan dari komisi-komisi sebagai bahan pembahasan. (12) Pengambilan Keputusan untuk menyetujui Rancangan PERDA sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dilakukan selambat-lambatnya bulan Desember. (13) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (9), mengikuti ketentuan Pasal 100 sampai dengan106 Keputusan ini. 44 Pasal 110 (1) Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi : a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD; b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; dan c. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan; d. Keadaan darurat; e. Keadaan luar biasa. (2) Rancangan KUA Perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD, disampaikan kepada DPRD paling lambat minggu pertama bulan Agustus dalam tahun anggaran berjalan. (3) Rancangan KUA Perubahan APBD dan PPAS Perubahan APBD, setelah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA perubahan APBD dan PPA perubahan APBD paling lambat minggu kedua bulan Agustus tahun anggaran berjalan. (4) Dalam hal persetujuan perubahan APBD diperkirakan pada akhir bulan September tahun anggaran berjalan, agar dihindari adanya penganggaran kegiatan fisik didalam rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD. (5) KUA perubahan APBD dan PPA perubahan APBD yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalan nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. (6) Bupati menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan September tahun anggaran berjalan untuk mendapatkan persetujuan bersama. (7) Pengambilan Keputusan mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan oleh DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum Tahun Anggaran yang bersangkutan berakhir. BAB XIII KODE ETIK Pasal 111 (1). Dalam melaksanakan wewenang, tugas dan kewajibannya, anggota DPRD wajib mentaati Kode Etik. (2). Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosopis dengan peraturan sikap, prilaku, ucapan, tata kerja, tata hubungan antar lembaga pemerintahan daerah dan antar anggota serta antara anggota DPRD dengan pihak lain mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh anggota DPRD. 45 Pasal 112 Kode Etik bertujuan untuk menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas anggota DPRD serta membantu anggota DPRD dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya serta tanggung jawabnya kepada pemilih, masyarakat dan negara. Pasal 113 Anggota DPRD wajib bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-undangan, berintegritas tinggi, jujur, dengan senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan, menjunjung tinggi demokrasi dan hak azasi manusia, mengemban amanat penderitaan rakyat, mematuhi peraturan Tata Tertib DPRD, menunjukkan profesionalisme sebagai anggota DPRD dan selalu berupaya meningkatkan kualitas dan kinerjanya. Pasal 114 (1). Anggota DPRD bertanggung jawab mengemban amanat penderitaan rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga DPRD, melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, serta mempertahankan keutuhan bangsa dan kedaulatan negara. (2). Anggota DPRD bertanggungjawab menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi rakyat kepada pemerintah, lembaga, atau pihak yang terkait secara adil tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, dan gender. Pasal 115 (1). Pernyataan yang disampaikan dalam rapat adalah pernyataan dalam kapasitas sebagai anggota DPRD, Pimpinan masing-masing alat kelengkapan, atau Pimpinan DPRD. (2). Pernyataan diluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap sebagai pernyataan pribadi. (3). Anggota DPRD yang tidak menghadiri rapat dilarang menyampaikan hasil rapat dengan mengatasnamakan anggota DPRD kepada pihak lain. Pasal 116 (1). Anggota DPRD harus mengutamakan tugasnya dengan cara menghadiri secara fisik setiap rapat yang menjadi kewajibannya. (2). Ketidakhadiran anggota DPRD secara fisik sebanyak enam kali berturut-turut dalam rapat sejenis tanpa izin Pimpinan Fraksi merupakan suatu pelanggaran yang dapat diberikan teguran tertulis oleh Pimpinan Fraksi dan Badan Kehormatan. (3). Ketidakhadiran anggota DPRD secara fisik selama tiga bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun dalam kegiatan Rapat-rapat DPRD merupakan pelanggaran Kode Etik yang dapat diberhentikan sebagai anggota DPRD. 46 Pasal 117 Selama rapat berlangsung setiap anggota DPRD wajib bersikap sopan santun, bersungguh-sungguh menjaga ketertiban dan memenuhi tatacara rapat sebagaimana diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. Pasal 118 (1). Anggota DPRD melakukan perjalanan dinas didalam negeri dengan biaya APBD sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan. (2). Anggota DPRD tidak dibolehkan menggunakan fasilitas perjalanan dinas untuk kepentingan diluar tugas DPRD. (3). Perjalanan dinas dilakukan dengan menggunakan anggaran yang tersedia. (4). Anggota DPRD tidak boleh membawa keluarga dalam suatu perjalanan dinas kecuali dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. (5). Dalam hal perjalanan dinas atas biaya pengundang harus mendapatkan izin tertulis dari Pimpinan DPRD. (6). Anggota DPRD yang melakukan perjalanan dinas keluar negeri dengan anggaran yang tersedia wajib memperoleh izin tertulis dari Gubernur. Pasal 119 Anggota DPRD dilarang menerima imbalan atau hadiah dari pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 120 (1). Sebelum mengemukakan pendapatnya dalam pembahasan sesuatu permasalahan, anggota DPRD harus menyatakan dihadapan seluruh peserta rapat apabila ada suatu kepentingan antara permasalahan yang sedang dibahas dengan kepentingan pribadinya diluar kedudukannya sebagai anggota DPRD. (2). Anggota DPRD mempunyai hak suara pada setiap pengambilan keputusan kecuali apabila rapat memutuskan lain karena yang bersangkutan mempunyai konflik kepentingan dalam permasalahan yang sedang dibahas. Pasal 121 Anggota DPRD dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses peradilan untuk kepentingan pribadi dan atau pihak lain. Pasal 122 Anggota DPRD dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili dan kroninya yang mempunyai usaha atau melakukan penanaman modal dalam suatu bidang usaha. 47 Pasal 123 (1). Anggota DPRD wajib menjaga kerahasiaan yang dipercayakan kepadanya termasuk hasil rapat yang dinyatakan sebagai rahasia sampai dengan permasalahan tersebut sudah dinyatakan terbuka untuk umum. (2). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga bagi anggota Badan Kehormatan. Pasal 124 (1). Anggota DPRD wajib bersikap adil, terbuka, akomodatif, responsif dan professional dalam melakukan hubungan dengan mitra kerjanya. (2). Anggota DPRD dilarang melakukan hubungan dengan mitra kerjanya dengan maksud meminta atau menerima imbalan atau hadiah untuk kepentingan pribadi, keluarga, sanak famili dan kroninya. Pasal 125 (1). Anggota DPRD yang ikut serta dalam kegiatan organisasi di luar lembaga DPRD harus mengutamakan tugas dan fungsinya sebagai anggota DPRD. (2). Setiap keikutsertaan dalam suatu organisasi sebagai mana dimaksud pada ayat (1), anggota DPRD wajib memberitahuKan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD. BAB XIV LARANGAN, SANKSI DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA DPRD Larangan Pasal 126 (1) Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya; b. hakim pada badan peradilan; atau c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD. (2) Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPRD serta hak sebagai anggota DPRD. (3) Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dilarang menerima gratifikasi. 48 Sanksi Pasal 127 (1) Anggota DPRD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan Kehormatan. (2) Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1), dan/atau ayat (2), dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD. (3) Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3), berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPRD. Pasal 128 Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan/atau c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan. Pasal 129 Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada Badan Kehormatan DPRD dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat anggota DPRD yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, dan/atau melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126. Pasal 130 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan masyarakat dan penjatuhan sanksi diatur dengan peraturan DPRD tentang tata beracara badan kehormatan. Penyidikan Pasal 131 (1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPRD yang disangka melakukan perbuatan pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari gubernur. (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diberikan oleh gubernur dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan. 49 (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku apabila anggota DPRD: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau c. disangka melakukan tindak pidana khusus. BAB XV Sistem Pendukung DPRD Sekretariat Pasal 132 (1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD, dibentuk sekretariat DPRD yang susunan organisasi dan tata kerjanya ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang sekretaris DPRD yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan bupati atas persetujuan pimpinan DPRD. (3) Sekretaris DPRD dan pegawai sekretariat DPRD berasal dari pegawai negeri sipil. Kelompok Pakar atau Tim Ahli Pasal 133 (1) Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD, dibentuk kelompok pakar atau tim ahli. (2) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diangkat dan diberhentikan dengan keputusan sekretaris DPRD sesuai dengan kebutuhan atas usul anggota dan kemampuan daerah. (3) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bekerja sesuai dengan pengelompokan tugas dan wewenang DPRD yang tercermin dalam alat kelengkapan DPRD. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 134 Dengan berlakunya Keputusan ini, ketentuan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat mengenai Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang telah ada sebelumnya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 50 Pasal 135 Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Pimpinan DPRD dan disesuaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 136 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Muntok Pada Tanggal : 26 Oktober 2009 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT Ketua, ARIYANTO, SH Tembusan disampaikan Kepada Yth : 1. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung di Pangkalpinang. 2. Bupati Bangka Barat di Muntok. 3. Arsip. 51