- JDIH Setjen Kemendagri

advertisement
KEPUTUSAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BANGKA BARAT
NOMOR 07 TAHUN 2009
TENTANG
TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BANGKA BARAT
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BANGKA BARAT,
Menimbang
: a. bahwa dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan tugas,
fungsi dan wewenang serta hak dan kewajiban Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat sebagai
lembaga legislatif diharapkan mampu mewujudkan kedaulatan
rakyat, perlu Peraturan Tata Tertib DPRD;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf
a, perlu ditetapkan dengan Keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat.
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 217; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan
Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah,
Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung Timur di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 25; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4268);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437); sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
1
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4836);
7. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4416); sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan
dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4712);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman
Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 91); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang Pedoman
Penyusunan Tata Tertib DPRD (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4569);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 22; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4480);
11. Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Barat Nomor 9 Tahun
2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan
dan Anggota DPRD Kabupaten Bangka Barat (Lembaran
Daerah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2005 Nomor 1 Seri E);
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 8
Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah
Kabupaten Bangka Barat Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota
DPRD Kabupaten Bangka Barat (Lembaran Daerah Kabupaten
Bangka Barat Tahun 2007 Nomor 2 Seri E);
2
Memperhatikan
: Hasil Keputusan Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Bangka
Barat pada Senin, 26 Oktober 2009.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BANGKA BARAT TENTANG TATA TERTIB
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
BANGKA BARAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Gubernur adalah Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.
2. Daerah adalah Kabupaten Bangka Barat.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Bupati adalah Bupati Bangka Barat.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat.
6. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Bangka Barat.
7. Pimpinan DPRD adalah Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Bangka Barat yang terdiri dari Ketua dan Wakil-Wakil Ketua DPRD.
8. Anggota DPRD adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Bangka Barat.
9. Sekretariat DPRD adalah Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Bangka Barat.
10. Sekretaris DPRD adalah Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Bangka Barat.
11. Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Fraksi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut Fraksi.
12. Badan Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Badan
Musyawarah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang
selanjutnya disingkat Banmus.
13. Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Komisi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut Komisi.
14. Badan Legislasi Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Badan
Legislasi Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat
yang selanjutnya disebut Balegda.
3
15. Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Badan Anggaran
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya
disebut Banggar.
16. Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Badan
Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang
selanjutnya disebut Badan Kehormatan.
17. Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Panitia Khusus Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut
Pansus.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut APBD.
19. Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Kode Etik Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kebupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut
Kode Etik.
20. Komisi Pemilihan Umum Daerah adalah Komisi Pemilihan Umum Daerah
Kabupaten Bangka Barat yang selanjutnya disebut KPUD.
21. Tenaga Ahli adalah seseorang yang memiliki keterampilan pengetahuan, dan
kompetensi khusus sesuai dengan disiplin ilmunya.
BAB II
SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN
Pasal 2
DPRD terdiri atas Anggota Partai Politik peserta Pemilihan Umum yang dipilih
berdasarkan hasil Pemilihan Umum Tahun 2009.
Pasal 3
(1). Peresmian keanggotaan DPRD ditetapkan dengan keputusan Gubernur atas
nama Presiden berdasarkan laporan dari KPUD.
(2). Anggota DPRD berdomisili di Ibu Kota Kabupaten Bangka Barat.
Pasal 4
(1). Anggota DPRD sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji
secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam
acara yang dipandu oleh Pembawa Acara.
(2). Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan mengucapkan sumpah/janji
dipandu oleh Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD yang bersifat
istimewa.
(3). Anggota DPRD pengganti antar waktu sebelum memangku jabatannya,
mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD dalam
Rapat Paripurna DPRD yang bersifat istimewa.
4
Pasal 5
Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 adalah sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil
ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten dengan sebaik-baiknya
dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan
berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguhsungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan
golongan;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk
mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.”
Pasal 6
Masa jabatan anggota DPRD adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada
saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
BAB III
PEMBENTUKAN FRAKSI
Pasal 7
(1). Setiap anggota DPRD wajib berhimpun dalam Fraksi.
(2). Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pengelompokan
anggota DPRD berdasarkan partai politik yang memperoleh kursi sesuai
dengan jumlah yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 8
(1). Pembentukan Fraksi dapat dilakukan oleh partai politik yang memperoleh kursi
di DPRD sekurang-kurangnya tiga orang untuk setiap Fraksi.
(2). Partai politik yang tidak cukup untuk membentuk Fraksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib bergabung dengan Fraksi yang ada atau dapat
membentuk Fraksi Gabungan dengan jumlah anggota sekurang-kurangnya tiga
orang.
(3). Setiap fraksi di DPRD beranggotakan paling sedikit sama dengan jumlah
komisi di DPRD.
(4). Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD mencapai ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), atau lebih dapat membentuk 1 (satu)
fraksi.
5
(5). Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggotanya dapat bergabung
dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan.
(6). Jumlah Fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), paling banyak
2 (dua) fraksi.
(7). Apabila di DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), terdapat partai politik
yang memperoleh kursi terbanyak pertama sama, partai politik yang
bersangkutan masing-masing dapat membentuk Fraksi.
(8). Pimpinan Fraksi terdiri dari Ketua, Wakil Ketua Dan Sekretaris Fraksi, dipilih
dari dan oleh anggota Fraksi.
(9). Pembentukan Fraksi, Pimpinan Fraksi dan keanggotaan Fraksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan
ayat (7), disampaikan kepada Pimpinan DPRD yang selanjutnya diumumkan
kepada seluruh anggota DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD.
(10). Fraksi mempunyai sekretariat.
(11). Sekretariat DPRD menyediakan sarana, anggaran dan tenaga ahli guna
kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.
(12). Fraksi DPRD Kabupaten Bangka Barat terdiri dari Fraksi PDI Perjuangan,
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Fraksi
Partai Demokrat dan Fraksi Partai Golongan Karya.
BAB IV
KEDUDUKAN, FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 9
(1). DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai lembaga pemerintahan daerah.
(2). DPRD sebagai unsur lembaga pemerintahan daerah memiliki tanggung jawab
yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam membentuk Peraturan Daerah
untuk kesejahteraan rakyat.
Pasal 10
(1). DPRD mempunyai fungsi:
a. Legislasi;
b. Anggaran; dan
c.
Pengawasan.
(2). Fungsi legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwujudkan dalam
membentuk Peraturan Daerah bersama Bupati.
(3). Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwujudkan dalam
menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
bersama Pemerintah Daerah.
6
(4). Fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap
pelaksanaan Undang-undang, Peraturan Daerah, Keputusan Bupati, dan
Kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 11
(1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk peraturan daerah bersama bupati;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah
mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan oleh
bupati;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati
kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan
pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian;
e. memilih wakil bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil bupati;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
kabupaten terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah;
h.
meminta laporan keterangan pertanggungjawaban
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
bupati
dalam
i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain
atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;
j.
mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
k. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2). Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 12
DPRD mempunyai hak:
a. Interpelasi;
b. Angket;
c. Menyatakan pendapat.
7
Pasal 13
(1). Sekurang-kurangnya lima orang Anggota DPRD dapat menggunakan hak
interpelasi dengan mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD untuk meminta
keterangan kepada Bupati secara lisan maupun tertulis mengenai kebijakan
Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan masyarakat, daerah dan negara.
(2). Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan
DPRD, disusun secara singkat, jelas dan ditandatangani oleh para pengusul
serta diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD.
(3). Usul meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), oleh
Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD.
(4). Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3), para pengusul
diberi kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan
keterangan tersebut.
(5). Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan dilakukan dengan
memberi kesempatan kepada:
a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi;
b. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota DPRD.
(6). Keputusan Persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaan keterangan
kepada Bupati ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD.
(7). Usul permintaan keterangan DPRD sebelum memperoleh keputusan, para
pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulannya.
(8). Apabila Rapat Paripurna DPRD menyetujui terhadap usul permintaan
keterangan, Pimpinan DPRD mengajukan permintaan keterangan kepada
Bupati.
Pasal 14
(1). Bupati wajib memberikan keterangan lisan maupun tertulis terhadap
permintaan keterangan anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 dalam Rapat Paripurna DPRD.
(2). Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas keterangan Bupati
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3). Terhadap jawaban Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat
menyatakan pendapatnya.
(4). Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan
secara resmi oleh DPRD kepada Bupati.
(5). Pernyataan pendapat DPRD atas keterangan Bupati sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), dijadikan bahan untuk DPRD dalam pelaksanaan fungsi
pengawasan dan untuk Bupati dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan
kebijakan.
8
Pasal 15
(1). Sekurang-kurangnya lima orang anggota DPRD dapat mengusulkan
penggunaan hak angket untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan
Bupati yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan
masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2). Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan
DPRD, disusun secara singkat, jelas, dan ditandatangani oleh para pengusul
serta diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD.
(3). Usul melakukan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), oleh
Pimpinan DPRD disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD setelah
mendapatkan pertimbangan dari Badan Musyawarah.
(4). Pembicaraan mengenai usul mengadakan penyelidikan, dilakukan dengan
memberikan kesempatan kepada anggota DPRD lainnya untuk memberikan
pandangan melalui Fraksi dan selanjutnya pengusul memberikan jawaban atas
pandangan anggota DPRD.
(5). Keputusan atas usul melakukan penyelidikan terhadap Bupati dapat disetujui
atau ditolak, ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD.
(6). Usul melakukan penyelidikan sebelum memperoleh keputusan DPRD,
pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya.
(7). Apabila usul melakukan penyelidikan disetujui sebagai permintaan
penyelidikan, DPRD menyatakan pendapat untuk melakukan penyelidikan dan
menyampaikannya secara resmi kepada Bupati.
(8). Pelaksanaan penyelidikan dilakukan oleh Panitia Khusus dan hasilnya
ditetapkan dengan Keputusan DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD.
Pasal 16
(1). Apabila hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 diterima oleh
DPRD dan ada indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya
kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(2). Apabila hasil penyidikan Bupati dan atau Wakil Bupati berstatus sebagai
terdakwa, Presiden memberhentikan sementara Bupati dan atau Wakil Bupati
dari jabatannya.
(3). Apabila Keputusan Pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
menyatakan Bupati dan atau Wakil Bupati bersalah, Presiden memberhentikan
Bupati dan atau Wakil Bupati dari jabatannya.
(4). Apabila keputusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
menyatakan Bupati dan atau Wakil Bupati tidak bersalah, Presiden mencabut
pemberhentian sementara serta merehabilitasi nama baik Bupati dan atau
Wakil Bupati.
(5). Pemberhentian sementara, pemberhentiaan dan merehabilitasi nama baik
Bupati dan atau Wakil Bupati, pelaksanaanya di delegasikan kepada Menteri
Dalam Negeri.
9
Pasal 17
(1). DPRD dalam melakukan penyelidikan terhadap Bupati sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 berhak meminta Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan,
Badan Hukum, atau warga masyarakat di daerah untuk memberikan
keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah,
bangsa dan negara.
(2). Setiap Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah Kabupaten, Badan Hukum, atau
warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi
permintaan DPRD.
(3). Setiap Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah Kabupaten, Badan Hukum, atau
warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan panggilan
paksa yang dilakukan oleh Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau
penyidik kejaksaan, atas permintaan Pimpinan DPRD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4). Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling
lama lima belas hari sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5). Dalam hal pejabat yang disandera sebagaimana dimaksud pada ayat (4) habis
masa jabatannya atau berhenti dari jabatannya, yang bersangkutan dilepas
dari penyanderaan demi hukum.
Pasal 18
(1). Sekurang-kurangnya 8 (delapan) orang anggota DPRD dapat mengajukan usul
menyatakan pendapat terhadap kebijakan Bupati atau mengenai kejadian luar
biasa yang terjadi di Daerah.
(2). Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , serta penjelasannya disampaikan
secara tertulis kepada Pimpinan DPRD, dengan disertai daftar nama dan tanda
tangan para pengusul serta diberi Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD.
(3). Usul pernyataan pendapat tersebut oleh Pimpinan DPRD disampikan dalam
Rapat Paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Badan
Musyawarah.
(4). Dalam Rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), para
pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul pernyataan
pendapat tersebut.
(5). Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan dengan
memberikan kesempatan kepada:
a. angota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi;
b. Bupati untuk memberikan pendapat;
c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan
pendapat Bupati.
(6). Usul pernyataan pendapat sebelum memperoleh keputusan DPRD, pengusul
berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulnya.
(7). Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak
usul pernyataan pendapat tersebut menjadi pernyataan pendapat DPRD.
10
(8). Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat, keputusan DPRD berupa;
a. pernyataan pendapat;
b. saran penyelesaiannya; dan
c. peringatan.
Pasal 19
Anggota DPRD mempunyai hak:
a. mengajukan rancangan peraturan daerah;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
h. protokoler; dan
i. keuangan dan administratif.
Pasal 20
(1). Sekurang-kurangnya lima orang anggota DPRD dapat mengajukan suatu usul
prakarsa Rancangan Peraturan Daerah.
(2). Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada
Pimpinan DPRD dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah disertai
penjelasan secara tertulis dan diberikan Nomor Pokok oleh Sekretariat DPRD.
(3). Usul prakarsa tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat
Paripurna DPRD, setelah mendapat pertimbangan dari Badan Musyawarah.
(4). Dalam Rapat Paripurna DPRD, para pengusul diberi kesempatan memberikan
penjelasan atas usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5). Pembicaraan mengenai sesuatu usul prakarsa dilakukan dengan memberikan
kesempatan kepada:
a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan;
b. Bupati untuk memberikan pendapat;
c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan
pendapat Bupati.
(6). Usul prakarsa sebelum diputuskan menjadi prakarsa DPRD, para pengusul
berhak mengajukan perubahan dan atau mencabutnya kembali.
(7). Pembicaraan diakhiri dengan keputusan DPRD yang menerima atau menolak
usul prakarsa menjadi prakarsa DPRD.
11
(8). Tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah atas prakarsa DPRD
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan Rancangan Peraturan
Daerah atas prakarsa Bupati.
Pasal 21
(1). Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah
Daerah bertalian dengan tugas dan wewenang DPRD secara lisan maupun
tertulis.
(2). Pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun singkat dan jelas
disampaikan kepada Pimpinan DPRD.
(3). Pimpinan DPRD mengadakan rapat untuk menilai pertanyaan yang diajukan
guna memutuskan layak tidaknya pertanyaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), untuk ditindak lanjuti.
(4). Apabila keputusan Rapat Pimpinan DPRD menyatakan pertanyaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu ditindaklanjuti, Pimpinan DPRD
setelah mendapat pertimbangan dari Badan Musyawarah meneruskan
pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Bupati.
(5). Apabila jawaban atas pertanyaan dimaksud oleh Bupati disampaikan secara
tertulis, tidak dapat diadakan lagi rapat untuk menjawab pertanyaan.
(6). Anggota DPRD yang mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dapat meminta supaya pertanyaan dijawab oleh Bupati secara lisan.
(7). Apabila Bupati menjawab secara lisan dalam rapat yang ditentukan oleh Badan
Musyawarah, anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dapat
mengemukakan lagi pertanyaan secara singkat dan jelas agar Bupati dapat
memberikan jawaban yang lebih jelas.
(8). Jawaban Bupati, sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dapat diwakilkan
kepada Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 22
(1). Setiap anggota DPRD dalam Rapat-rapat DPRD berhak mengajukan usul dan
pendapat secara leluasa kepada Pemerintah Daerah maupun kepada
Pimpinan DPRD.
(2). Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan
memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun dan kepatutan sebagai
wakil rakyat.
Pasal 23
(1). Setiap anggota DPRD berhak membela diri terhadap dugaan melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik dan Peraturan Tata
Tertib DPRD.
(2). Hak membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sebelum
pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan.
12
Pasal 24
(1)
(2)
(3)
Anggota DPRD tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan,
pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan
maupun tertulis di dalam rapat DPRD ataupun di luar rapat DPRD yang
berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD.
Anggota DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan,
dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat DPRD maupun di
luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang
DPRD
Hak Imunitas Anggota DPRD tidak berlaku dalam hal anggota yang
bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup
untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai
rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
(1)
(2)
Pimpinan dan anggota DPRD mempunyai hak protokoler.
Hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 26
(1). Pimpinan dan anggota DPRD mempunyai hak keuangan dan administratif.
(2). Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan peraturan pemerintah.
(3) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pimpinan dan anggota DPRD
berhak memperoleh tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan
kemampuan daerah.
(4) Pengelolaan keuangan dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dan ayat (3), dilaksanakan oleh sekretariat DPRD sesuai dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 27
Anggota DPRD mempunyai kewajiban:
a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok,
dan golongan;
e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;
f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
g. menaati tata tertib dan kode etik;
13
h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja
secara berkala;
j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan
k. memberikan pertanggungjawaban
konstituen di daerah pemilihannya.
secara moral dan
politis kepada
BAB VI
PENETAPAN DAN PEMBERHENTIAN PIMPINAN DPRD
Pasal 28
(1) Pimpinan DPRD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil.
(2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berasal dari partai politik
berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD.
(3) Ketua DPRD ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang
memperolah kursi terbanyak pertama di DPRD.
(4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ketua DPRD ialah
anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara
terbanyak.
(5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh suara
terbanyak sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penentuan ketua DPRD
dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara partai politik yang
lebih luas secara berjenjang.
(6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wakil ketua DPRD
ialah anggota DPRD yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara
terbanyak kedua, ketiga, dan/atau keempat.
(7) Apabila masih terdapat kursi wakil ketua DPRD yang belum terisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (6), maka kursi wakil ketua diisi oleh anggota DPRD yang
berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak kedua.
(8) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak kedua sama, wakil ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak.
(9) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penentuan wakil ketua
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan berdasarkan persebaran
wilayah perolehan suara partai politik yang lebih luas secara berjenjang.
14
Pasal 29
(1) Dalam hal pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1),
belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh pimpinan sementara DPRD dengan tugas
pokok memimpin rapat-rapat DPRD, memfasilitasi pembentukan Fraksi, Komisi,
Badan Musyawarah, menyusun rancangan peraturan tata tertib DPRD, dan
memproses penetapan Pimpinan DPRD definitif.
(2) Pimpinan sementara DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas 1
(satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua yang berasal dari 2 (dua) partai
politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi
terbanyak sama, ketua dan wakil ketua sementara DPRD ditentukan secara
musyawarah oleh wakil partai politik bersangkutan yang ada di DPRD.
(4) Ketua dan wakil ketua DPRD diresmikan dengan keputusan gubernur.
(5) Pimpinan DPRD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji
yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang dipandu oleh ketua
pengadilan negeri.
Pasal 30
Pimpinan DPRD berhenti atau diberhentikan dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan
tetap sebagai Pimpinan DPRD;
d. melanggar Kode Etik DPRD berdasarkan hasil pemeriksaan Badan
Kehormatan;
e. dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana
dengan ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 (lima) tahun penjara;
f. ditarik keanggotannya sebagai anggota DPRD oleh Partai Politiknya.
Pasal 31
(1). Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 30
dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPRD oleh Pimpinan DPRD.
(2). Usulan pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD.
(3). Usul pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ditetapkan dengan keputusan DPRD dan dilengkapi dengan Berita Acara
Rapat Paripurna DPRD.
15
Pasal 32
(1). Keputusan DPRD tentang usul pemberhentian Pimpinan DPRD disampaikan
oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur melalui Bupati untuk peresmian
pemberhentiannya.
(2). Pemberhentian Pimpinan DPRD diresmikan oleh Gubernur atas nama
Presiden.
(3). Peresmian Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan dengan keputusan Gubernur.
Pasal 33
(1). Pengisian Pimpinan DPRD yang diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ditetapkan oleh partai politik asal Pimpinan DPRD yang
diberhentikan.
(2). Penetapan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud
dilaksanakan dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD.
pada
ayat
(1),
BAB VII
Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu,
dan Pemberhentian Sementara
Paragraf 1
Pemberhentian Antarwaktu
Pasal 34
(1)
Anggota DPRD berhenti antarwaktu karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(2)
Anggota DPRD diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), huruf c, apabila:
a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan
tetap sebagai anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa
keterangan apa pun;
b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD;
c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan
ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara atau lebih;
d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPRD
yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut
tanpa alasan yang sah;
e. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
16
f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;
g. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam tata tertib ini;
h. diberhentikan sebagai anggota partai politik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; atau
i. menjadi anggota partai politik lain.
Pasal 35
(1) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(1) huruf a dan huruf b serta pada ayat (2), huruf c, huruf e, huruf h, dan huruf i
diusulkan oleh pimpinan partai politik kepada pimpinan DPRD kabupaten
dengan tembusan kepada gubernur.
(2) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPRD menyampaikan usul pemberhentian
anggota DPRD kabupaten kepada gubernur melalui bupati untuk memperoleh
peresmian pemberhentian.
(3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), bupati menyampaikan usul tersebut kepada gubernur.
(4) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian
anggota DPRD dari bupati.
Pasal 36
(1) Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf g, dilakukan setelah adanya hasil
penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan badan
kehormatan DPRD kabupaten atas pengaduan dari pimpinan DPRD,
masyarakat dan/atau pemilih.
(2) Keputusan badan kehormatan DPRD mengenai pemberhentian anggota DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh badan kehormatan
DPRD kepada rapat paripurna.
(3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan badan kehormatan DPRD yang telah
dilaporkan dalam rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pimpinan DPRD menyampaikan keputusan badan kehormatan DPRD kepada
pimpinan partai politik yang bersangkutan.
(4) Pimpinan partai politik yang bersangkutan menyampaikan keputusan tentang
pemberhentian anggotanya kepada pimpinan DPRD, paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak diterimanya keputusan badan kehormatan DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dari pimpinan DPRD.
(5) Dalam hal pimpinan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak
memberikan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
pimpinan DPRD meneruskan keputusan badan kehormatan DPRD kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada gubernur melalui bupati untuk
memperoleh peresmian pemberhentian.
17
(6) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya keputusan pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), bupati menyampaikan keputusan
tersebut kepada gubernur.
(7) Gubernur meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keputusan badan
kehormatan DPRD atau keputusan pimpinan partai politik tentang
pemberhentian anggotanya dari bupati.
Pasal 37
(1) Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1), badan kehormatan DPRD dapat meminta bantuan dari
ahli independen.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelidikan, verifikasi, dan
pengambilan keputusan oleh badan kehormatan DPRD Bangka Barat diatur
dengan peraturan DPRD tentang tata beracara badan kehormatan.
Paragraf 2
Penggantian Antarwaktu
Pasal 38
(1) Anggota DPRD yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (1), digantikan oleh calon anggota DPRD yang
memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat
perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang
sama.
(2) Dalam hal calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan
berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meninggal dunia,
mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digantikan oleh calon anggota
DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik
yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
(3) Masa jabatan anggota DPRD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa
jabatan anggota DPRD yang digantikannya.
Pasal 39
(1) Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan
antarwaktu dan meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPUD.
(2) KPUD menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), dan ayat (2),
kepada pimpinan DPRD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat
pimpinan DPRD.
(3) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti antarwaktu
dari KPUD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD
menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon
pengganti antarwaktu kepada gubernur melalui bupati.
18
(4) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang
diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), bupati menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan
dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur.
(5) Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang
diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari bupati sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), gubernur meresmikan pemberhentian dan
pengangkatannya dengan keputusan gubernur.
(6) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRD pengganti antarwaktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mengucapkan sumpah/janji yang
pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPRD kabupaten, dengan tata cara
dan teks sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5.
(7) Penggantian antarwaktu anggota DPRD tidak dilaksanakan apabila sisa masa
jabatan anggota DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.
Paragraf 3
Pemberhentian Sementara
Pasal 40
(1) Anggota DPRD diberhentikan sementara karena:
a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau
b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.
(2)
Dalam hal anggota DPRD dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1), huruf a atau huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, anggota DPRD yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota
DPRD.
(3)
Dalam hal anggota DPRD dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf a atau huruf b berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota
DPRD yang bersangkutan diaktifkan.
(4)
Anggota DPRD yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak
keuangan tertentu.
Pasal 41
(1). Anggota DPRD yang berhenti atau diberhentikan antar waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), dan ayat (2), diganti oleh calon pengganti
dengan ketentuan:
a. calon pengganti dari anggota DPRD yang terpilih memenuhi bilangan
pembagi pemilihan atau memperoleh suara lebih dari setengah bilangan
pembagi pemilihan adalah calon yang memperoleh suara terbanyak urutan
berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara pada daerah pemilihan
yang sama;
19
b. calon pengganti dari anggota DPRD yang terpilih selain dimaksud pada
huruf a, adalah calon yang ditetapkan berdasarkan suara terbanyak urutan
berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dan diusulkan oleh
partai politik berasal dari daerah pemilihan yang sama;
c. Apabila calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b
mengundurkan diri atau meninggal dunia, diajukan calon pengganti pada
urutan peringkat perolehan suara berikutnya.
(2). Apabila tidak ada lagi calon dalam daftar calon anggota DPRD pada daerah
pemilihan yang sama, pengurus partai politik yang bersangkutan dapat
mengajukan calon baru sebagai pengganti dengan ketentuan:
a. calon pengganti diambil dari daftar calon anggota DPRD dari daerah
pemilihan yang terdekat dalam Kabupaten;
b. calon pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf a dikeluarkan dari
daftar calon anggota DPRD dari daerah pemilihannya.
(3). Apabila tidak ada lagi calon dalam daftar calon anggota DPRD dari daerah
pemilihan di Kabupaten yang sama, pengurus Partai Politik yang bersangkutan
dapat mengajukan calon baru yang diambil dari daftar calon anggota DPRD
Kabupaten terdekat.
(4). Anggota DPRD pengganti antar waktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota
yang digantikannya.
Pasal 42
(1). Pimpinan DPRD menyampaikan kepada KPUD nama anggota DPRD yang
diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu yang diusulkan oleh
pengurus Partai Politik di Daerah untuk diverifikasi.
(2). Pimpinan DPRD setelah menerima rekomendasi KPUD menyampaikan kepada
Gubernur melalui Bupati guna mendapatkan peresmian pemberhentian dan
peresmian pengangkatan sebagai anggota DPRD.
(3). Peresmian pemberhentian dan pengangkatan penggantian antar waktu
anggota DPRD ditetapkan dengan Keputusan Gubernur atas nama Presiden
selambat-lambatnya satu bulan sejak diterimanya usulan pemberhentian dan
pengangkatan dari Pimpinan DPRD.
(4). Penggantian anggota DPRD antar waktu tidak dilaksanakan apabila sisa masa
jabatan anggota yang diganti kurang dari 6 (enam) bulan dari masa jabatan
anggota DPRD.
BAB VIII
ALAT KELENGKAPAN DPRD
Bagian Pertama
Susunan Alat Kelangkapan DPRD
Pasal 43
(1). Alat kelengkapan DPRD terdiri dari:
a. Pimpinan;
b. Badan Musyawarah;
20
c. Komisi;
d. Badan Legislasi Daerah;
e. Badan Anggaran;
f. Badan Kehormatan; dan
g. alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.
(2). Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh sekretariat.
(3). Alat-alat kelengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengatur tata
kerjanya sendiri dengan persetujuan Pimpinan DPRD.
Bagian Kedua
Tugas Pimpinan DPRD
Pasal 44
(1). Pimpinan DPRD mempunyai tugas:
a. memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk mengambil
keputusan;
b. menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua
dan Wakil Ketua;
c. menjadi juru bicara DPRD;
d. melaksanakan memasyarakatkan Keputusan DPRD;
e. mengadakan konsultasi dengan Bupati dan Instansi Pemerintah lainnya
sesuai dengan Keputusan DPRD;
f. mewakili DPRD dan atau alat kelengkapan DPRD di Pengadilan;
g. melaksanakan Keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau
rehabilitasi anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
h. mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Rapat Paripurna
DPRD.
(2). Pelaksanaan tugas Pimpinan DPRD dilakukan secara kolektif.
(3). Apabila Ketua dan Wakil Ketua meningal dunia, mengundurkan diri secara
tertulis, tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap secara bersama-sama, tugas-tugas Pimpinan DPRD
dilaksanakan oleh Pimpinan sementara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29.
Pasal 45
(1). Dalam hal seorang Pimpinan DPRD diberhentikan dari jabatannya, para
anggota pimpinan lainnya mengadakan musyawarah untuk menentukan
pelaksanaan tugas sementara sampai terpilihnya pengganti definitif.
21
(2). Dalam hal Pimpinan DPRD dinyatakan bersalah karena melakukan tindak
pidana dengan ancaman hukuman pidana serendah-rendahnya lima tahun
penjara berdasarkan putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan
hukum tetap, Pimpinan DPRD yang bersangkutan tidak diperbolehkan
melaksanakan tugas, memimpin Rapat-rapat DPRD, dan menjadi juru bicara
DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dan huruf c.
(3). Dalam hal Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinyatakan
tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, dan dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum,
Pimpinan DPRD melaksanakan kembali tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 huruf a dan huruf c.
Bagian Ketiga
Badan Musyawarah
Pasal 46
(1). Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD bersifat tetap dan
dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.
(2). Pemilihan anggota Badan Musyawarah ditetapkan setelah terbentuknya
Pimpinan DPRD, Fraksi-fraksi dan Komisi-komisi.
(3). Badan Musyawarah terdiri dari unsur-unsur Fraksi berdasarkan perimbangan
jumlah anggota dan sebanyak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah
anggota DPRD.
(4). Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan Badan
Musyawarah merangkap anggota.
(5). Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam Rapat Paripurna
DPRD.
(6). Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah sekretaris Badan Musyawarah
bukan anggota.
Pasal 47
(1). Badan Musyawarah mempunyai tugas:
a. memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPRD,
diminta atau tidak diminta;
b. menetapkan kegiatan dan jadual acara Rapat DPRD;
c. memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul perbedaan
pendapat;
d. memberi saran pendapat untuk memperlancar kegiatan;
e. merekomendasikan pembentukan panitia khusus atau alat kelengkapan lain
yang diperlukan;
(2). Setiap anggota Badan Musyawarah wajib:
a. mengadakan konsultasi dengan Fraksi-fraksi sebelum mengikuti Rapat
Badan Musyawarah;
b. menyampaikan pokok-pokok hasil Rapat Badan Musyawarah kepada
Fraksi;
22
Bagian Keempat
Komisi-Komisi
Pasal 48
(1). Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk
oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.
(2). Setiap anggota DPRD kecuali Pimpinan DPRD, wajib menjadi angota salah
satu komisi.
(3). Jumlah komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebanyak-banyaknya 3
(tiga) Komisi.
(4). Jumlah anggota setiap Komisi diupayakan sama dan disesuaikan dengan
beban kerja.
(5). Jumlah anggota komisi sebagaimana dimaksud ayat (4), Komisi A, 7 (tujuh)
orang, Komisi B, 7 (tujuh) orang dan Komisi C, 8 (delapan) orang.
(6). Penempatan anggota DPRD dalam Komisi-komisi dan perpindahan ke Komisikomisi didasarkan atas usul Fraksinya.
(7). Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi dipilih dari dan oleh anggota komisi
dan dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPRD.
(8). Pemilihan pimpinan komisi sebagaimana dimaksud ayat (7), dilakukan dalam
rapat komisi yang dipimpin oleh pimpinan DPRD.
(9). Masa penempatan anggota dalam Komisi dan perpindahan ke Komisi lain,
diputuskan dalam Rapat Paripurna DPRD atas usul Fraksi pada awal tahun
anggaran.
(10). Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota Komisi yang
digantikan.
(11). Masa tugas Komisi ditetapkan paling lama dua setengah tahun.
Pasal 49
Komisi mempunyai tugas:
a. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Daerah;
b. Melakukan pembahasan terhadap
Rancangan Keputusan DPRD;
Rancangan Peraturan Daerah, dan
c. Melakukan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
pembangunan,
pemerintahan, dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang komisi masingmasing;
d. Melakukan pembahasan pendahuluan mengenai penyusunan RAPBD
bersama dengan pemerintah daerah sesuai dengan ruang lingkup
tugasnya;
e. Membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah
yang disampaikan oleh Bupati dan masyarakat kepada DPRD;
23
f. Menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi
masyarakat;
g. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
h. Melakukan kunjungan kerja yang bersangkutan atas persetujuan Pimpinan
DPRD;
i.
Mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat;
j.
Mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang
lingkup bidang tugas masing-masing Komisi;
k. Memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil
pelaksanaan tugas Komisi.
Pasal 50
(1). Jumlah Komisi DPRD 3 (tiga), terdiri dari:
a. Komisi A membidangi Pemerintahan dan Kesra
b. Komisi B membidangi Ekonomi dan Keuangan
c. Komisi C membidangi Pembangunan dan Teknologi
(2). Pembidangan masing-masing Komisi yaitu:
a. Komisi A (Bidang Pemerintahan dan Kesra) meliputi;
1).
Pemerintahan/Keamanan
2).
Ketertiban Umum
3).
Kependudukan/Capil
4).
Penerangan/Pers
5).
Hukum/Perundangan-undangan
6).
Kepegawaian
7).
Perizinan
8).
Sosial Politik
9).
Organisasi Masyarakat
10). Pertanahan
11). Arsip dan Keperpustakaan Daerah
12). Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga
13). Agama
14). Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
15). Kesehatan
16). Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana
17). Rumah Sakit Umum Daerah
24
b. Komisi B (Bidang Ekonomi dan Keuangan) meliputi;
1).
Perpajakan
2).
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
3).
Pertanian dan Peternakan
4).
Kehutanan dan Perkebunan
5).
Perbankan
6).
Asuransi
7).
Perusahan Daerah
8).
Perusahan Negara
9).
Dunia Usaha
10). Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM
11). Penanaman Modal
12). Kelautan dan Perikanan
13). Logistik
14). Statistik
c. Komisi C (Bidang Pembangunan dan Teknologi) meliputi;
1).
Pekerjaan Umum
2).
Pertamanan
3).
Tata Kota
4).
Kebersihan
5).
Perhubungan, Pariwisata dan Informatika
6).
Pertambangan dan Energi
7).
Perumahan Rakyat
8).
Lingkungan Hidup dan Amdal
9).
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
10). Litbang
11). Perencanaan dan Pembangunan
12). Tata Ruang Wilayah
Bagian Kelima
Badan Legislasi Daerah
Pasal 51
(1)
Badan Legislasi Daerah merupakan alat kelengkapan DPRD bersifat tetap dan
dibentuk oleh DPRD pada awal masa keanggotaan DPRD.
25
(2)
Badan Legislasi Daerah terdiri atas Pimpinan DPRD, wakil dari utusan Fraksi
berdasarkan perimbangan jumlah anggota.
(3)
Pimpinan Badan Legislasi Daerah merupakan satu kesatuan yang bersifat
kolektif dan kolegial.
(4)
Pimpinan Badan Legislasi Daerah terdiri dari seorang Ketua, Wakil Ketua dan
Sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi Daerah
berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan
memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan anggota tiaptiap fraksi.
(5)
Pemilihan Pimpinan Badan Legislasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan dalam rapat Badan Legislasi Daerah yang dipimpin oleh oleh
pimpinan DPRD setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan
Legislasi.
(6)
Susunan keanggotaan Badan Legislasi Daerah ditetapkan pada rapat
paripurna DPRD.
(7)
Dalam pelaksanaan tugasnya, Badan Legislasi Daerah dibantu oleh Sekretariat
DPRD.
Pasal 52
(1) Badan Legislasi Daerah mempunyai tugas :
a. Menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat daftar urutan
dan perioritas rancangan peraturan daerah berserta alasannya utnuk satu
masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran dilingkungan DPRD
dengan mempertimbangkan msaukan dari masyarakat;
b. Mengkoordinasi penyusunan program legislasi daerah antara DPRD dan
Pemerintah Daerah;
c.
Menyiapkan rancangan peraturan daerah atas usul DPRD berdasarkan
program prioritas yang telah ditetapkan;
d. Melakukan pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi
rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi, gabungan
komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada
Pimpinan DPRD;
e. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang
diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi dan pemerintah daerah
diluar prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau diluar
rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam perogram legislasi
daerah;
f.
Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan
materi muatan rancangan peraturan daerah melalui koordinasi dengan
komisi atau panitia khusus;
g. Memberikan masukan kepada Pimpinan DPRD atas rancangan peraturan
daerah;
26
h. Membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah dibidang peraturan
daerah pada akhir masa jabatan keangotaan DPRD untuk dapat
dipergunakan oleh Badan Legislasi Daerah pada masa keanggotaan
berikutnya;
i.
(2)
Menyusun rencana strategis, dan rencana kerja tahunan.
Badan Legislasi Daerah menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan
tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada
Badan Musyawarah.
Bagian Keenam
Badan Anggaran
Pasal 53
(1). Badan anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan
dibentuk oleh DPRD pada awal masa keanggotaan DPRD.
(2). Badan Anggaran terdiri atas Pimpinan DPRD, satu wakil dari setiap Komisi dan
utusan Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota.
(3). Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan Wakil
Ketua Badan Anggaran merangkap anggota.
(4). Susunan keanggotaan Ketua dan Wakil Ketua Badan anggaran ditetapkan
dalam Rapat Paripurna DPRD.
(5). Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Anggaran bukan
anggota.
(6). Masa keanggotaan Badan Anggaran dapat diubah pada setiap tahun.
(7). Hal-hal yang belum diatur dalam pasal ini disesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 54
Badan Anggaran mempunyai tugas:
a. memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD
kepada Bupati dalam mempersiapkan Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah selambat-lambatnya lima bulan sebelum ditetapkannya
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
b. memberikan saran dan pendapat kepada Bupati dalam mempersiapkan
penetapan, perubahan dan perhitungan APBD sebelum ditetapkan dalam
Rapat Paripurna DPRD;
c. memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai Pra Rancangan
APBD, Rancangan APBD, perubahan dan perhitungan APBD yang telah
disampaikan oleh Bupati;
d. memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan
anggaran yang disampaikan oleh Bupati kepada DPRD;
perhitungan
e. menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap
penyusunan anggaran belanja Sekretariat DPRD.
27
Bagian Ketujuh
Badan Kehormatan
Pasal 55
(1). Badan Kehormatan DPRD dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.
(2). Badan Kehormatan DPRD Kabupaten Bangka Barat terdiri dari 3 (tiga) orang.
(3). Anggota Badan Kehormatan sebagaimana
berdasarkan usul dari masing-masing fraksi.
dimaksud
pada
ayat
(1),
(4). Tata cara pembentukan Badan Kehormatan dilakukan/dilaksanakan oleh
Panitia Pelaksana yang dibentuk oleh Badan Musyawarah.
(5). Pimpinan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
terdiri dari atas seorang Ketua dan Seorang Wakil Ketua yang dipilih dari dan
oleh anggota Badan Kehormatan.
(6). Pemilihan pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud ayat (5),
dipimpin oleh pimpinan DPRD.
(7). Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh sebuah
sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh sekretaris DPRD.
(8). Hal-hal yang belum diatur dalam pasal ini disesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 56
Badan Kehormatan mempunyai tugas:
a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral para anggota DPRD
dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD;
b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD tehadap,
Peraturan Tata Tertib DPRD dan Kode Etik DPRD serta Sumpah/janji;
c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Pimpinan
DPRD, Masyarakat dan/atau pemilih;
d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, klarifikasi
sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi untuk
ditindaklanjuti oleh DPRD;
Bagian Kedelapan
Alat Kelengkapan Lainnya
Pasal 57
(1). Pimpinan DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lainnya yang diperlukan
berupa Panitita Khusus dengan Keputusan DPRD setelah mendengar
pertimbangan Badan Musyawarah dengan persetujuan Rapat Paripurna DPRD.
(2). Pimpinan DPRD karena Jabatannya bertanggung jawab atas alat kelengkapan
lainnya yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
28
(3). Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris alat kelengkapan lainnya yang diperlukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipilih dari dan oleh anggota.
(4). Susunan keanggotaan , Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris alat kelengkapan
lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh
Pimpinan DPRD atas usul Badan Musyawarah.
(5). Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Wakil Sekretaris bukan anggota
alat kelengkapan lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 58
(1). Jumlah anggota Panitia Khusus mempertimbangkan jumlah anggota komisi
yang terkait dan disesuaikan dengan program/kegiatan serta kemampuan
anggaran.
(2). Anggota Panitia Khusus terdiri dari anggota Komisi terkait yang mewakili
semua unsur Fraksi.
(3). Panitia Khusus bubar dengan sendirinya apabila laporan hasil kerjanya sudah
diterima oleh Paripurna DPRD.
Pasal 59
Panitia Khusus mempunyai tugas :
1. Membahas dan menyelesaikan berbagai masalah yang bersifat khusus dan
segera yang memerlukan dukungan atau persetujuan Dewan;
2. Melaporkan hasil kerjanya termasuk memberi saran secara tertulis dalam
jangka waktu yang ditetapkan kepada Pimpinan DPRD;
3. Melakukan pembahasan, pengubahan dan/atau penyempurnaan rancangan
peraturan daerah.
BAB IX
PERSIDANGAN DAN RAPAT DPRD
Pasal 60
(1). Tahun persidangan DPRD dimulai pada saat pengucapan sumpah/janji
menjadi anggota DPRD.
(2). Tahun sidang dibagi dalam 3 (tiga) masa persidangan.
(3). Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses, kecuali pada
persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD, masa reses
ditiadakan.
(4). Reses dilaksanakan tiga kali dalam 1 (satu) tahun paling lama enam hari kerja
dalam satu reses.
(5). Reses dipergunakan untuk mengunjungi daerah pemilihan anggota yang
bersangkutan dan menyerap aspirasi masyarakat.
29
(6). Setiap pelaksanaan tugas reses sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
anggota DPRD secara perseorangan wajib membuat laporan tertulis atas
pelaksanaan tugasnya yang disampaikan kepada Pimpinan DPRD melalui
fraksi dalam Rapat Paripurna DPRD.
(7). Kegiatan dan jadual acara reses sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
ditetapkan oleh Pimpinan DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan
Musyawarah.
Pasal 61
(1). DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) kali
dalam setahun.
(2). Rapat-rapat dapat dilakukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas
permintaan sekurang-kurangnya 1/5 dari jumlah anggota DPRD atau dalam hal
tertentu atas permintaan Bupati.
(3). Hasil Rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dalam
keputusan DPRD dan hasil Rapat Pimpinan DPRD ditetapkan dengan
keputusan Pimpinan DPRD.
(4). Keputusan DPRD dan keputusan pimpinan DPRD tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum dan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan
yang lebih tinggi.
(5). Keputusan DPRD dilaporkan kepada Gubernur, selambat-lambatnya tiga puluh
hari setelah ditetapkan.
(6). DPRD mengadakan rapat atas undangan Ketua dan Wakil Ketua DPRD
berdasarkan jadwal rapat yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah.
Pasal 62
Jenis Rapat DPRD terdiri atas:
a. Rapat Paripurna DPRD yang merupakan Rapat anggota DPRD, dipimpin
oleh Ketua atau Wakil Ketua dan merupakan forum tertinggi dalam
melaksanakan wewenang dan tugas DPRD, antara lain untuk menyetujui
Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah dan menetapkan
Keputusan DPRD;
b. Rapat Paripurna DPRD yang bersifat istimewa merupakan Rapat anggota
DPRD, dipimpin oleh Ketua untuk melaksanakan suatu acara tertentu
dengan tidak mengambil keputusan;
c. Rapat Fraksi merupakan Rapat anggota Fraksi, dipimpin oleh Ketua Fraksi
atau Wakil Ketua Fraksi;
d. Rapat Pimpinan merupakan Rapat Unsur Pimpinan, dipimpin oleh Ketua
DPRD;
e. Rapat Badan Musyawarah merupakan Rapat anggota Badan Musyawarah,
dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Musyawarah;
f. Rapat Komisi merupakan Rapat Anggota Komisi, dipimpin oleh Ketua atau
Wakil Ketua Komisi;
30
g. Rapat Gabungan Komisi merupakan Rapat Komisi-komisi, dipimpin oleh
Ketua atau Wakil Ketua DPRD;
h. Rapat Gabungan Pimpinan DPRD dengan pimpinan komisi dan atau
Pimpinan Fraksi merupakan rapat bersama, dipimpin oleh Pimpinan DPRD;
i.
Rapat Badan Legislasi Daerah merupakan Rapat Badan Legislasi Daerah,
dipimpin oleh Ketua atau Wakil ketua Badan Legislasi Daerah bersama
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk;
j.
Rapat Badan Anggaran merupakan Rapat Anggota Badan Anggaran,
dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Anggaran;
k. Rapat
Kerja
merupakan
rapat
antara
DPRD/Badan
Anggaran/Komisi/Gabungan Komisi/Panitia Khusus dengan Bupati atau
pejabat yang ditunjuk;
l. Rapat Dengar pendapat merupakan Rapat antara DPRD/Komisi/Gabungan
Komisi/Panitia
Khusus
dengan
Lembaga/Badan
Organisasi
Kemasyarakatan.
Pasal 63
(1) Setiap rapat DPRD dapat mengambil keputusan apabila memenuhi kuorum.
(2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila:
a. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah anggota
DPRD untuk mengambil persetujuan atas pelaksanaan hak angket dan hak
menyatakan pendapat serta untuk mengambil keputusan mengenai usul
pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati;
b. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
DPRD untuk memberhentikan pimpinan DPRD serta untuk menetapkan
peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu perdua) jumlah anggota DPRD untuk
rapat paripurna DPRD selain rapat sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b.
(3) Keputusan rapat dinyatakan sah apabila:
a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota
DPRD yang hadir, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf a;
b. disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah anggota DPRD yang hadir,
untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf b;
c. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), huruf c.
(4) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak terpenuhi, rapat
ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masing-masing tidak
lebih dari 1 (satu) jam.
(5) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan dapat menunda rapat paling lama 3
(tiga) hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Badan Musyawarah.
(6) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kuorum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf a dan huruf b, rapat tidak dapat
mengambil keputusan.
31
(7) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kuorum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), belum juga terpenuhi, terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, cara penyelesaiannya diserahkan
kepada pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi.
(8) Setiap terjadi penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan rapat dan
ditandatangani oleh Pimpinan Rapat.
(9) Setelah rapat dibuka pimpinan rapat memberitahukan surat-surat masuk dan
surat keluar yang dipandang perlu untuk diberitahukan atau dibahas dengan
peserta rapat, kecuali surat-surat urusan rumah tangga DPRD.
Pasal 64
Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah untuk mufakat
maupun berdasarkan suara terbanyak, merupakan kesepakatan untuk ditindaklanjuti
oleh semua pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan.
Pasal 65
(1). Rapat Paripurna DPRD yang bersifat istimewa, dan Rapat Paripurna bersifat
terbuka.
(2). Rapat Pimpinan DPRD dan Rapat Gabungan Pimpinan DPRD bersifat tertutup.
(3). Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, Rapat Badan Musyawarah, Rapat
Panitia Khusus dan Rapat Badan Kehormatan bersifat tertutup kecuali apabila
Pimpinan rapat menyatakan terbuka.
(4). Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat bersifat terbuka.
(5). Rapat Fraksi sifatnya ditentukan oleh masing-masing Fraksi.
Pasal 66
(1). Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, kecuali yang dinyatakan
tertutup berdasarkan peraturan tata tertib DPRD atau atas kesepakatan
diantara Pimpinan DPRD.
(2). Rapat tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengambil
keputusan, kecuali:
a. Pemilihan Wakil Bupati;
b. Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
d. Penetapan, perubahan, penghapusan pajak dan retribusi daerah;
e. Utang piutang, pinjaman, dan pembebanan kepada daerah;
f. Badan Usaha Milik Daerah;
g. Penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya;
h. Persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai;
i.
Kebijakan tata ruang;
32
j.
Kerjasama antar daerah;
k. Kerjasama internasional;
l.
Pemberhentian dan penggantian Ketua/Wakil Ketua DPRD;
m. Penggantian antar waktu anggota DPRD;
n. Usulan pengangkatan dan pemberhentian Bupati/Wakil Bupati; dan
o. Meminta laporan keterangan
pelaksanaan tugas desentralisasi.
pertanggungjawaban
Bupati
dalam
Pasal 67
(1). Pembicaran dalam rapat tertutup yang bersifat rahasia tidak boleh diumumkan.
(2). Sifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus dipegang teguh
oleh mereka yang mengetahui atau mendengar pembicaraan rapat tertutup
tersebut.
Pasal 68
Setiap rapat tertutup dibuat laporan secara tertulis tentang pembicaraan yang
dilakukan.
Pasal 69
(1). Hari kerja DPRD adalah Senin sampai dengan Jum’at;
(2). Waktu-waktu kerja DPRD adalah:
a. Senin sampai dengan Kamis pukul 09.00 – 16.00 Wib;
b. Jum’at pukul 08.30 – 16.30 Wib.
(3). Tempat rapat dilakukan di Gedung DPRD, kecuali apabila situasi dan kondisi
tidak memungkinkan yang ditentukan oleh Pimpinan DPRD.
Pasal 70
(1). Sebelum menghadiri Rapat anggota DPRD harus menandatangani daftar
hadir.
(2). Untuk para undangan, disediakan daftar hadir sendiri.
(3). Rapat dibuka oleh Pimpinan Rapat apabila quorum telah tercapai berdasarkan
kehadiran secara fisik kecuali ditentukan lain.
(4). Anggota DPRD yang hadir apabila akan meninggalkan ruangan rapat, wajib
memberitahukan kepada Pimpinan Rapat.
Pasal 71
(1). Pimpinan Rapat menutup rapat setelah semua acara yang ditetapkan selesai
dibicarakan.
33
(2). Apabila acara yang ditetapkan untuk suatu rapat belum terselesaikan,
sedangkan waktu rapat telah berakhir, Pimpinan rapat menunda penyelesaian
acara tersebut untuk dibicarakan dalam rapat berikutnya atau meneruskan
penyelesaian acara tersebut atas persetujuan rapat.
(3). Pimpinan rapat mengemukakan pokok-pokok keputusan dan atau kesimpulan
yang dihasilkan oleh rapat sebelum menutup rapat.
Pasal 72
Apabila Ketua DPRD berhalangan untuk memimpin rapat, rapat dipimpin oleh
salah seorang Wakil Ketua DPRD dan apabila Ketua dan Wakil Ketua DPRD
berhalangan Pimpinan rapat dipilih dari dan oleh peserta rapat yang hadir.
Pasal 73
(1). Fraksi, alat kelengkapan DPRD atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan
usul perubahan kepada Pimpinan DPRD, mengenai acara yang telah
ditetapkan oleh Badan Musyawarah, mengenai perubahan waktu maupun
mengenai masalah yang akan dibahas.
(2). Usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara terulis
dengan menyebutkan waktu dan masalah yang diusulkan selambat-lambatnya
tiga hari sebelum acara rapat yang bersangkutan dilaksanakan.
(3). Pimpinan DPRD mengajukan usul perubahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), kepada Badan Musyawarah untuk segera dibicarakan.
(4). Badan Musyawarah membicarakan dan mengambil keputusan tentang usul
perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (3).
(5). Apabila Badan Musyawarah tidak dapat mengadakan rapat, Pimpinan DRPD
menetapkan dan mengambil keputusan perubahan acara rapat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4).
Pasal 74
(1). Dalam keadaan memaksa, Pimpinan DPRD, Pimpinan Fraksi atau Pemerintah
Daerah dapat mengajukan usul perubahan tentang acara Rapat Paripurna
DPRD yang sedang berlangsung.
(2). Rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mengambil keputusan tentang usul perubahan acara tersebut.
segera
Pasal 75
(1). Pimpinan rapat menjaga agar rapat berjalan sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Tata Tertib DPRD.
(2). Pimpinan rapat hanya berbicara untuk menjelaskan masalah yang menjadi
pembicaraan,
menunjukkan
duduk
persoalan
yang
sebenarnya,
mengembalikan pembicaraan kepada pokok persoalan, dan menyimpulkan
pembicaraan anggota rapat.
(3). Apabila Pimpinan rapat hendak berbicara selaku anggota rapat, untuk
sementara Pimpinan rapat diserahkan kepada Pimpinan yang lain.
34
Pasal 76
(1). Sebelum berbicara, anggota rapat yang akan berbicara mendaftarkan
namanya terlebih dahulu, dan pendaftaran tersebut dapat juga dilakukan oleh
Fraksinya.
(2). Anggota rapat yang belum mendaftarkan namanya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), tidak boleh berbicara, kecuali apabila menurut pendapat
Pimpinan rapat ada alasan yang dapat diterima.
Pasal 77
(1). Giliran berbicara diatur oleh Pimpinan rapat menurut urutan pendaftaran nama.
(2). Anggota rapat berbicara ditempat yang telah disediakan setelah dipersilahkan
oleh pimpinan rapat.
(3). Seorang anggota rapat yang berhalangan pada waktu mendapat giliran
berbicara, dapat digantikan oleh anggota rapat dari Fraksinya dengan
sepengetahuan pimpinan rapat.
(4). Pembicara dalam rapat tidak boleh diganggu selama berbicara.
Pasal 78
(1). Pimpinan rapat dapat menentukan lamanya anggota rapat berbicara.
(2). Pimpinan rapat dalam memperingatkan dan meminta pembicara mengakhiri
pembicaraan, apabila seorang pembicara melampaui batas waktu yang telah
ditentukan.
Pasal 79
(1). Setiap waktu dapat diberikan kesempatan kepada anggota rapat melakukan
interupsi untuk:
a. meminta penjelasan tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai
masalah yang sedang dibicarakan;
b. menjelaskan soal yang didalam pembicaraan menyangkut diri dan atau
tugasnya;
c. mengajukan usul prosedur mengenai soal yang sedang dibicarakan; atau
d. mengajukan usul agar rapat ditunda untuk sementara.
(2). Pimpinan rapat dapat membatasi lamanya pembicara melakukan interupsi,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memperingatkan dan menghentikan
pembicara apabila interupsi tidak ada hubungannya dengan materi yang
sedang dibicarakan.
(3). Terhadap pembicaraan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf a dan b,
tidak dapat diadakan pembahasan.
(4). Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf c dan d, sebelum dibahas
terlebih dahulu harus mendapat persetujuan anggota rapat.
35
Pasal 80
(1). Pimpinan rapat memperingatkan pembicara yang menggunakan kata-kata
yang tidak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban rapat,
atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
hukum.
(2). Pimpinan rapat meminta agar yang bersangkutan menghentikan perbuatan
pembicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan atau memberikan
kesempatan kepadanya untuk menarik kembali kata-katanya dan
menghentikan perbuatannya.
(3). Apabila pembicara memenuhi permintaan pimpinan rapat, kata-kata pembicara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap tidak pernah diucapkan dan
tidak dimuat dalam risalah atau catatan rapat.
Pasal 81
(1). Seorang pembicara tidak boleh menyimpang dari pokok pembicaraan, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80.
(2). Apabila seorang pembicara menurut pendapat pimpinan rapat menyimpang
dari pokok pembicaraan, pimpinan rapat memperingatkannya dan meminta
agar pembicara kembali kepada pokok pembicaraan.
Pasal 82
(1). Apabila seorang pembicara tidak mematuhi peringatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 81, Pimpinan rapat melarang pembicara tersebut meneruskan
pembicaraan dan perbuatannya.
(2). Apabila larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masih juga tidak
diindahkan oleh yang bersangkutan, Pimpinan rapat meminta kepada yang
bersangkutan meninggalkan rapat.
(3). Apabila pembicara tersebut tidak mengindahkan permintaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pembicara tersebut dikeluarkan dengan paksa dari
ruangan rapat atas perintah Pimpinan rapat.
Pasal 83
(1). Pimpinan rapat dapat menutup atau menunda rapat apabila Pimpinan rapat
berpendapat bahwa rapat tidak mungkin dilanjutkan karena terjadi peristiwa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dan Pasal 82.
(2). Lama penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh lebih
dari 24 jam.
36
Pasal 84
(1). Untuk setiap Rapat Paripurna DPRD dibuat risalah, yang merupakan catatan
rapat Paripurna DPRD yang dibuat secara lengkap dan berisi seluruh jalannya
pembicaraan yang dilakukan dalam rapat serta dilengkapi dengan catatan
tentang:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
jenis dan sifat rapat;
hari dan tanggal rapat;
tempat rapat;
acara rapat;
waktu pembukaan dan penutupan rapat;
ketua dan sekretaris rapat;
jumlah dan nama anggota yang menandatangani dattar hadir; dan
undangan yang hadir.
(2). Risalah rapat sebagaimana pada ayat (1), ditandatangani oleh pimpinan rapat.
(3). Sekretaris Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf f adalah
Sekretaris DPRD atau Pejabat di lingkungan sekretariat DPRD yang ditunjuk
untuk itu oleh Sekretaris DRPD.
Pasal 85
Sekretaris Rapat menyusun risalah untuk dibagikan kepada anggota dan pihak
yang bersangkutan setelah rapat selesai.
Pasal 86
(1). Dalam setiap Rapat DPRD kecuali Rapat Paripurna DPRD, dibuat catatan
rapat dan laporan singkat yang ditandatangani oleh pimpinan rapat yang
bersangkutan.
(2). Catatan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat pokok
pembicaraan, kesimpulan dan atau keputusan yang dihasilkan dalam rapat,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta dilengkapi dengan catatan tentang
hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3). Laporan singkat, sebagimana dimaksud pada ayat (1), memuat kesimpulan
dan atau keputusan rapat.
Pasal 87
(1). Sekretaris rapat secepatnya menyusun laporan singkat dan catatan rapat
sementara untuk segera dibagikan kepada anggota dan pihak yang
bersangkutan setelah rapat selesai.
(2). Setiap anggota dan pihak yang bersangkutan diberi kesempatan untuk
mengadakan koreksi terhadap catatan rapat sementara dalam waktu dua hari
sejak diterimanya catatan rapat sementara tersebut dan menyampaikannya
kepada sekretaris rapat yang bersangkutan.
37
Pasal 88
(1). Dalam risalah, catatan rapat, dan laporan singkat mengenai rapat yang bersifat
tertutup, harus dicantumkan dengan jelas kata “rahasia”.
(2). Rapat yang bersifat tertutup dapat memutuskan bahwa suatu hal yang
dibicarakan dan atau diputuskan dalam rapat itu tidak dimasukkan dalam
risalah, catatan rapat, dan atau laporan singkat.
Pasal 89
(1). Undangan Rapat terdiri atas:
a. Mereka yang bukan anggota DPRD yang hadir dalam Rapat DPRD atas
undangan Pimpinan DPRD; dan
b. Anggota DPRD yang hadir dalam rapat alat kelengkapan DPRD atas
undangan Pimpinan DPRD dan bukan anggota alat kelengkapan yang
bersangkutan.
(2). Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir dalam Rapat DPRD tanpa
undangan Pimpinan DPRD dengan mendapatkan persetujuan dari Pimpinan
DPRD atau Pimpinan alat kelengkapan yang bersangkutan.
(3). Undangan dapat berbicara dalam rapat atas persetujuan Pimpinan rapat, tetapi
tidak mempunyai hak suara.
(4). Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara dan tidak boleh
menyatakan sesuatu, dengan perkataan maupun dengan cara lain.
(5). Untuk undangan, peninjau dan wartawan disediakan tempat tersendiri.
(6). Undangan, peninjau dan wartawan wajib mentaati tata tertib rapat dan atau
ketentuan lain yang diatur oleh DPRD.
Pasal 90
(1). Pimpinan rapat dapat meminta agar undangan, peninjau, dan atau wartawan
yang mengganggu ketertiban rapat meninggalkan ruang rapat dan apabila
permintaan itu tidak dindahkan, yang bersangkutan dikeluarkan dengan paksa
dari ruang rapat atas perintah Pimpinan Rapat.
(2). Pimpinan Rapat dapat menutup atau menunda rapat tersebut apabila terjadi
peristiwa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3). Lama penundaan rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak boleh
lebih dari 24 jam.
Pasal 91
(1). Dalam menghadiri Rapat Paripurna DPRD, Pimpinan dan anggota DPRD
mengenakan pakaian:
a. sipil harian dalam hal rapat direncanakan tidak akan mengambil keputusan
DPRD.
b. sipil resmi dalam hal rapat direncanakan akan mengambil keputusan DPRD.
38
(2). Dalam menghadiri Rapat Paripurna DPRD yang bersifat istimewa, Pimpinan
dan anggota DPRD mengenakan Pakaian Sipil lengkap dengan peci nasional
dan bagi wanita berpakaian nasional, kecuali dalam rapat paripurna istimewa
hari jadi Kabupaten Bangka Barat.
Pasal 92
(1). Dalam hal melakukan kunjungan kerja atau peninjauan lapangan, Pimpinan
dan anggota DPRD memakai pakaian sipil harian atau pakaian dinas harian
lengan panjang.
(2). Dalam hal acara-acara tertentu Pimpinan dan anggota DPRD dapat memakai
pakaian daerah.
Pasal 93
(1). Pengambilan keputusan merupakan proses penyelesaian akhir suatu masalah
yang dibicarakan dalam setiap jenis Rapat DPRD.
(2). Keputusan Rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa
persetujuan atau penolakan.
Pasal 94
(1). Pengambilan keputusan dalam Rapat DPRD diupayakan dengan cara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2). Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tidak terpenuhi, karena adanya perbedaan pendapat sebagian anggota DPRD
yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan anggota DPRD yang lain
keputusan diambil berdasarkan pemungutan suara.
(3). Setiap keputusan Rapat DPRD berdasarkan musyawarah
berdasarkan pemungutan suara mengikat semua pihak yang terkait.
maupun
Pasal 95
Setiap keputusan Rapat DPRD, berdasarkan musyawarah maupun
berdasarkan pemungutan suara harus dilengkapi daftar hadir dan risalah rapat
yang ditandatangani oleh Pimpinan Rapat.
Pasal 96
(1). Kebijakan yang ditetapkan DPRD, berbentuk keputusan DPRD dan Keputusan
Pimpinan DPRD.
(2). Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam
Rapat Paripurna DPRD, dan ditandatangani oleh Ketua atau Wakil Ketua
DPRD yang memimpin Rapat Paripurna DPRD pada hari itu juga.
(3). Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
dalam Rapat Pimpinan DPRD, ditandatangani oleh Ketua dan Wakil Ketua
yang hadir dalam rapat pimpinan pada hari itu juga.
39
Pasal 97
(1). Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dilakukan setelah anggota
DPRD yang hadir diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandapat atau
saran dan dipandang cukup sebagai bahan penyelesaian masalah yang
dimusyawarahkan.
(2). Untuk dapat mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pimpinan rapat menyiapkan rancangan keputusan yang mencerminkan
pendapat dalam rapat.
Pasal 98
(1). Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara dapat dilakukan
secara terbuka atau tertutup.
(2). Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara terbuka
dilakukan apabila menyangkut kebijakan.
(3). Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara tertutup
dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang dipandang perlu.
Pasal 99
(1). Pemberian suara secara terbuka untuk menyatakan setuju, menolak atau tidak
menyatakan pilihan dilakukan oleh anggota DPRD yang hadir dengan cara
lisan, mengangkat tangan, berdiri, tertulis, atau dengan cara lain yang
disepakati oleh anggota DPRD yang hadir.
(2). Perhitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung setiap
anggota DPRD.
(3). Anggota DPRD yang meninggalkan ruang sidang dianggap telah hadir dan
tidak mempengaruhi sahnya keputusan.
BAB X
PERSIAPAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
Pasal 100
(1). DPRD memegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah.
(2). Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari DPRD atau Bupati.
(3). Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh Bupati disampaikan
dengan surat pengantar Bupati kepada DPRD.
(4). Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan
0leh Pimpinan DPRD kepada Bupati.
(5). Rancangan Peraturan Daerah atas usul Bupati untuk dibahas tahun berikutnya,
disampaikan kepada DPRD paling lambat awal bulan Juni tahun anggaran
berjalan.
(6). Rancangan Peraturan Daerah atas usul DPRD untuk dibahas tahun berikutnya,
disampaikan kepada Bupati paling lambat awal bulan Juni tahun anggaran
berjalan.
40
(7). Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari DPRD atau Bupati dibahas
DPRD dan Bupati untuk mendapatkan pesetujuan bersama.
(8). Rancangan Peraturan Daerah dimaksud pada ayat (4), dan ayat (7),
disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada seluruh anggota DPRD selambatlambatnya tujuh hari sebelum rancangan Peraturan Daerah tersebut dibahas
dalam Rapat Paripurna DPRD.
Pasal 101
Apabila terdapat dua Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan mengenai
hal sama, yang dibicarakan adalah Rancangan Peraturan Daerah yang diterima
terlebih dahulu, sedangkan Rancangan Peraturan Daerah yang diterima
kemudian dipergunakan sebagai pelengkap.
Pasal 102
(1). Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dilakukan oleh DPRD bersama
Kepala Daerah.
(2). Pembahasan Raperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
melalui empat tingkat pembicaraan:
a. Pembicaraan tingkat pertama, meliputi:
1). Penjelasan Bupati dalam Rapat Paripurna DPRD tentang peyampaian
rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Bupati.
2). Penjelasan dalam Rapat Paripurna DPRD oleh Pimpinan
Komisi/Gabungan Komisi, Pimpinan Panitia Khusus atau Badan
Legislasi Daerah terhadap rancangan Peraturan Daerah dan atau
perubahan Peraturan Daerah atas usul prakarsa DPRD.
b. Pembicaraan tingkat kedua meliputi:
1). Dalam hal rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Bupati;
a). Pemandangan umum dari Fraksi-fraksi terhadap rancangan
Peraturan Daerah yang berasal dari Bupati;
b). Jawaban Bupati terhadap pemandangan umum Fraksi-fraksi.
2). Dalam hal rancangan peraturan daerah atas usul DPRD
a). Pendapat Bupati terhadap rancangan Peraturan Daerah atas usul
DPRD;
b). Jawaban dari Fraksi-fraksi terhadap pendapat Bupati.
c. Pembicaraan tingkat ketiga, meliputi:
Pembahasan dalam Rapat Komisi/Gabungan Komisi atau Rapat Panitia
Khusus dilakukan bersama-sama dengan Bupati atau pejabat yang
ditunjuk.
41
d. Pembicaraan tingkat keempat, meliputi:
1). Pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPRD yang didahului
dengan:
a). Laporan hasil pembicaraan tahap ketiga;
b). Pendapat akhir Fraksi;
c). Pengambilan keputusan.
2). Penyampaian sambutan Bupati terhadap pengambilan keputusan.
(3). Sebelum dilakukan pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diadakan Rapat Fraksi.
(4). Apabila dipandang perlu Badan Musyawarah dapat menentukan bahwa
pembicaraan tahap ketiga dilakukan dalam Rapat gabungan Komisi atau dalam
Rapat Panitia Khusus.
Pasal 103
(1). Rancangan Peraturan Daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama
oleh DPRD dan Bupati.
(2). Rancangan Peraturan Daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik
kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Bupati.
(3). Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), oleh DPRD, dilakukan dengan keputusan Pimpinan DPRD dengan
disertai alasan-alasan penarikannya.
(4). Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) oleh Bupati, disampaikan dengan surat Bupati disertai alasan-alasan
penarikannya.
(5). Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dilakukan dalam rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah
antara DPRD dan Bupati dengan disertai persetujuan bersama.
(6). Rancangan Peraturan Daerah yang ditarik kembali tidak dapat diajukan
kembali.
Pasal 104
(1). Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan
Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan
menjadi Peraturan Daerah.
(2). Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tujuh hari terhitung sejak
tanggal persetujuan bersama.
Pasal 105
(1). Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 104
ditetapkan oleh Bupati dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka
waktu paling lambat tiga puluh hari sejak Rancangan Peraturan Daerah
tersebut disetujui bersama oleh DPRD.
42
(2). Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak ditandatangani oleh Bupati dalam waktu paling lambat tiga puluh hari
sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama, maka
rancangan Peraturan Daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan
wajib diundangkan.
(3). Dalam hal sahnya rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi : Peraturan Daerah ini
dinyatakan sah.
(4). Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum
pengundangan naskah Peraturan Daerah ke Lembaran Daerah.
Pasal 106
(1). Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 102 tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dan Peraturan Daerah lain.
(2). Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku setelah
diundangkan dalam Lembaran daerah.
(3). Peraturan Daerah yang berkaitan dengan APBD, pajak daerah, retribusi
daerah dan tata ruang daerah sebelum diundangkan dalam lembaran daerah
harus dievaluasi oleh pemerintah.
(4). Peraturan Daerah yang bersifat mengatur setelah diundangkan dalam
Lembaran Daerah harus didaftarkan kepada Gubernur.
BAB XI
PELANTIKAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI
Pasal 107
Bupati dan Wakil Bupati Bangka Barat sebelum memangku Jabatannya, dilantik oleh
Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atas nama Presiden Republik
Indonesia dalam Rapat Paripurna Istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Bangka Barat.
Pasal 108
Tata Cara Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bangka Barat dengan
susunan acara sebagai berikut :
1. Pembukaan Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Bangka Barat.
2. Pembacaan Do’a.
3. Menyanyikan Lagu Indonesia Raya.
4. Sambutan Ketua DPRD Kabupaten Bangka Barat.
5. Pembacaan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.
6. Pengucapan Sumpah Jabatan dan Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati.
43
7. Hymne “Abdi Praja”.
8. Sambutan Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
9. Menyanyikan Lagu Padamu Negeri.
10. Penutupan Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Bangka Barat.
BAB XII
TAHAPAN-TAHAPAN PENETAPAN APBD
Pasal 109
(1)
Rancangan Kebijakan Umum Anggaran disampaikan Bupati kepada DPRD
paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas
dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
(2)
Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Badan
anggaran TAPD bersama Badan anggaran DPRD.
(3)
Rancangan KUA yang telah dibahas sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli
tahun anggaran berjalan.
(4)
Bupati menyampaikan rancangan PPAS kepada DPRD untuk dibahas paling
lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan.
(5)
Rancangan PPAS yang telah dibahas sebagaimana dimaksud ayat (4),
selanjutnya disepakati menjadi PPA paling lambat akhir bulan Juli tahun
anggaran berjalan.
(6)
KUA dan PPA yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota
kesepakatan yang ditandatangani bersama antara Bupati dengan pimpinan
DPRD.
(7)
Dalam hal Bupati berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat
yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kesepakatan KUA dan
PPA.
(8)
Dalam hal Bupati berhalangan tetap, penandatanganan nota kesepakatan KUA
dan PPA dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
(9)
Selambat-lambatnya bulan Oktober setiap Tahun Anggaran Bupati wajib
menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen selengkapnya kepada DPRD.
(10) Pimpinan DPRD menyerahkan Rancangan Peraturan Daerah sebgaimana
dimaksud pada ayat (9), kepada Badan Anggaran untuk memperoleh
pendapatnya.
(11) Badan Anggaran dalam memberikan pendapat sebagaimana dimaksud pada
ayat (10), dapat meminta bahan dari komisi-komisi sebagai bahan
pembahasan.
(12) Pengambilan Keputusan untuk menyetujui Rancangan PERDA sebagaimana
dimaksud pada ayat (9), dilakukan selambat-lambatnya bulan Desember.
(13) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(9), mengikuti ketentuan Pasal 100 sampai dengan106 Keputusan ini.
44
Pasal 110
(1)
Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi :
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar
unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; dan
c. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun
sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan;
d. Keadaan darurat;
e. Keadaan luar biasa.
(2)
Rancangan KUA Perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD, disampaikan
kepada DPRD paling lambat minggu pertama bulan Agustus dalam tahun
anggaran berjalan.
(3)
Rancangan KUA Perubahan APBD dan PPAS Perubahan APBD, setelah
dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA perubahan APBD dan PPA
perubahan APBD paling lambat minggu kedua bulan Agustus tahun anggaran
berjalan.
(4)
Dalam hal persetujuan perubahan APBD diperkirakan pada akhir bulan
September tahun anggaran berjalan, agar dihindari adanya penganggaran
kegiatan fisik didalam rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD.
(5)
KUA perubahan APBD dan PPA perubahan APBD yang telah disepakati,
masing-masing dituangkan ke dalan nota kesepakatan yang ditandatangani
bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD.
(6)
Bupati menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan
APBD, beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan
September tahun anggaran berjalan untuk mendapatkan persetujuan bersama.
(7)
Pengambilan Keputusan mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang
Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan oleh DPRD
paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum Tahun Anggaran yang bersangkutan
berakhir.
BAB XIII
KODE ETIK
Pasal 111
(1). Dalam melaksanakan wewenang, tugas dan kewajibannya, anggota DPRD
wajib mentaati Kode Etik.
(2). Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi norma-norma atau
aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosopis dengan
peraturan sikap, prilaku, ucapan, tata kerja, tata hubungan antar lembaga
pemerintahan daerah dan antar anggota serta antara anggota DPRD dengan
pihak lain mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut
dilakukan oleh anggota DPRD.
45
Pasal 112
Kode Etik bertujuan untuk menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas
anggota DPRD serta membantu anggota DPRD dalam melaksanakan tugas,
wewenang dan kewajibannya serta tanggung jawabnya kepada pemilih,
masyarakat dan negara.
Pasal 113
Anggota DPRD wajib bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa
Pancasila, taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-undangan, berintegritas tinggi, jujur,
dengan senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan, menjunjung tinggi
demokrasi dan hak azasi manusia, mengemban amanat penderitaan rakyat,
mematuhi peraturan Tata Tertib DPRD, menunjukkan profesionalisme sebagai
anggota DPRD dan selalu berupaya meningkatkan kualitas dan kinerjanya.
Pasal 114
(1). Anggota DPRD bertanggung jawab mengemban amanat penderitaan rakyat,
melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati
keberadaan lembaga DPRD, melaksanakan tugas dan wewenang yang
diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, serta
mempertahankan keutuhan bangsa dan kedaulatan negara.
(2). Anggota DPRD bertanggungjawab menyampaikan dan memperjuangkan
aspirasi rakyat kepada pemerintah, lembaga, atau pihak yang terkait secara
adil tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, dan gender.
Pasal 115
(1). Pernyataan yang disampaikan dalam rapat adalah pernyataan dalam kapasitas
sebagai anggota DPRD, Pimpinan masing-masing alat kelengkapan, atau
Pimpinan DPRD.
(2). Pernyataan diluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap sebagai
pernyataan pribadi.
(3). Anggota DPRD yang tidak menghadiri rapat dilarang menyampaikan hasil
rapat dengan mengatasnamakan anggota DPRD kepada pihak lain.
Pasal 116
(1). Anggota DPRD harus mengutamakan tugasnya dengan cara menghadiri
secara fisik setiap rapat yang menjadi kewajibannya.
(2). Ketidakhadiran anggota DPRD secara fisik sebanyak enam kali berturut-turut
dalam rapat sejenis tanpa izin Pimpinan Fraksi merupakan suatu pelanggaran
yang dapat diberikan teguran tertulis oleh Pimpinan Fraksi dan Badan
Kehormatan.
(3). Ketidakhadiran anggota DPRD secara fisik selama tiga bulan berturut-turut
tanpa keterangan apapun dalam kegiatan Rapat-rapat DPRD merupakan
pelanggaran Kode Etik yang dapat diberhentikan sebagai anggota DPRD.
46
Pasal 117
Selama rapat berlangsung setiap anggota DPRD wajib bersikap sopan santun,
bersungguh-sungguh menjaga ketertiban dan memenuhi tatacara rapat
sebagaimana diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal 118
(1). Anggota DPRD melakukan perjalanan dinas didalam negeri dengan biaya
APBD sesuai ketentuan peraturan Perundang-undangan.
(2). Anggota DPRD tidak dibolehkan menggunakan fasilitas perjalanan dinas untuk
kepentingan diluar tugas DPRD.
(3). Perjalanan dinas dilakukan dengan menggunakan anggaran yang tersedia.
(4). Anggota DPRD tidak boleh membawa keluarga dalam suatu perjalanan dinas
kecuali dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5). Dalam hal perjalanan dinas atas biaya pengundang harus mendapatkan izin
tertulis dari Pimpinan DPRD.
(6). Anggota DPRD yang melakukan perjalanan dinas keluar negeri dengan
anggaran yang tersedia wajib memperoleh izin tertulis dari Gubernur.
Pasal 119
Anggota DPRD dilarang menerima imbalan atau hadiah dari pihak lain sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 120
(1). Sebelum mengemukakan pendapatnya dalam pembahasan sesuatu
permasalahan, anggota DPRD harus menyatakan dihadapan seluruh peserta
rapat apabila ada suatu kepentingan antara permasalahan yang sedang
dibahas dengan kepentingan pribadinya diluar kedudukannya sebagai anggota
DPRD.
(2). Anggota DPRD mempunyai hak suara pada setiap pengambilan keputusan
kecuali apabila rapat memutuskan lain karena yang bersangkutan mempunyai
konflik kepentingan dalam permasalahan yang sedang dibahas.
Pasal 121
Anggota DPRD dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi
proses peradilan untuk kepentingan pribadi dan atau pihak lain.
Pasal 122
Anggota DPRD dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan
dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili dan kroninya yang mempunyai
usaha atau melakukan penanaman modal dalam suatu bidang usaha.
47
Pasal 123
(1). Anggota DPRD wajib menjaga kerahasiaan yang dipercayakan kepadanya
termasuk hasil rapat yang dinyatakan sebagai rahasia sampai dengan
permasalahan tersebut sudah dinyatakan terbuka untuk umum.
(2). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku juga bagi anggota
Badan Kehormatan.
Pasal 124
(1). Anggota DPRD wajib bersikap adil, terbuka, akomodatif, responsif dan
professional dalam melakukan hubungan dengan mitra kerjanya.
(2). Anggota DPRD dilarang melakukan hubungan dengan mitra kerjanya dengan
maksud meminta atau menerima imbalan atau hadiah untuk kepentingan
pribadi, keluarga, sanak famili dan kroninya.
Pasal 125
(1). Anggota DPRD yang ikut serta dalam kegiatan organisasi di luar lembaga
DPRD harus mengutamakan tugas dan fungsinya sebagai anggota DPRD.
(2). Setiap keikutsertaan dalam suatu organisasi sebagai mana dimaksud pada
ayat (1), anggota DPRD wajib memberitahuKan secara tertulis kepada
Pimpinan DPRD.
BAB XIV
LARANGAN, SANKSI DAN PENYIDIKAN
TERHADAP ANGGOTA DPRD
Larangan
Pasal 126
(1) Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya;
b. hakim pada badan peradilan; atau
c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara
Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari
APBN/APBD.
(2) Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada
lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara,
notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang
DPRD serta hak sebagai anggota DPRD.
(3) Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dilarang
menerima gratifikasi.
48
Sanksi
Pasal 127
(1) Anggota DPRD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan Kehormatan.
(2) Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 126 ayat (1), dan/atau ayat (2), dikenai sanksi
pemberhentian sebagai anggota DPRD.
(3) Anggota DPRD yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 126 ayat (3), berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai
anggota DPRD.
Pasal 128
Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.
Pasal 129
Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada
Badan Kehormatan DPRD dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat
anggota DPRD yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, dan/atau melanggar ketentuan larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126.
Pasal 130
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan masyarakat dan penjatuhan
sanksi diatur dengan peraturan DPRD tentang tata beracara badan kehormatan.
Penyidikan
Pasal 131
(1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota
DPRD yang disangka melakukan perbuatan pidana harus mendapat persetujuan
tertulis dari gubernur.
(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak
diberikan oleh gubernur dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan
untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan.
49
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku apabila anggota
DPRD:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana;
b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana
mati atau pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap
kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang
cukup; atau
c. disangka melakukan tindak pidana khusus.
BAB XV
Sistem Pendukung DPRD
Sekretariat
Pasal 132
(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD,
dibentuk sekretariat DPRD yang susunan organisasi dan tata kerjanya ditetapkan
dengan peraturan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang
sekretaris DPRD yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan bupati atas
persetujuan pimpinan DPRD.
(3) Sekretaris DPRD dan pegawai sekretariat DPRD berasal dari pegawai negeri sipil.
Kelompok Pakar atau Tim Ahli
Pasal 133
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD, dibentuk kelompok
pakar atau tim ahli.
(2) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diangkat
dan diberhentikan dengan keputusan sekretaris DPRD sesuai dengan kebutuhan
atas usul anggota dan kemampuan daerah.
(3) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bekerja
sesuai dengan pengelompokan tugas dan wewenang DPRD yang tercermin
dalam alat kelengkapan DPRD.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 134
Dengan berlakunya Keputusan ini, ketentuan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Bangka Barat mengenai Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Bangka Barat yang telah ada sebelumnya, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
50
Pasal 135
Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini, sepanjang mengenai
pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Pimpinan DPRD dan
disesuaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 136
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Muntok
Pada Tanggal : 26 Oktober 2009
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BANGKA BARAT
Ketua,
ARIYANTO, SH
Tembusan disampaikan Kepada Yth :
1. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung di Pangkalpinang.
2. Bupati Bangka Barat di Muntok.
3. Arsip.
51
Download