BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Perancangan Perancangan atau desain didefinisikan sebagai proses aplikasi berbagai teknik dan prinsip bagi tujuan pendefinisian suatu perangkat, suatu proses atau sistem dalam detail yang memadai untuk memungkinkan realisasi fisiknya (Dengen & Hatta, 2009:48). Menurut Hardt, M. (2006) atas definisi dari Swedia menyebutkan bahwa perancangan adalah penggunaan terencana dan inovatif dari pengetahuan yang ada untuk membentuk proses, lingkungan, produk, dan jasa dengan titik mulai pada kebutuhan pengguna. Dalam perancangan, terdapat metode perancangan atau metode desain yang umum digunakan. Metode perancangan paling tepat untuk sistem lampu portabel ini adalah protoyping. Prototyping merujuk pada perancangan, pembuatan, pemasangan dan pengujian (Warren, Adams, & Molle, 2011:40). Prototyping menjelaskan tentang seni membangun rancangan atau konsep dalam bentuk proses sederhana yang tidak mengharuskan kesempurnaan, tetapi diprioritaskan untuk menguji kelayakan suatu ide. Prototyping dapat memodifikasi dan memperbaiki rancangan yang sudah ada sebelumnya secara bertahap ataupun secara signifikan. 2.2. Pencahayaan Pencahayaan adalah salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan dari lingkungan yang terdapat cahaya. Pencahayaan terbagi dua yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan. Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang sudah disediakan oleh alam berupa sinar matahari sebagai sumber cahaya. Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya yang dirancang dan direncanakan manusia untuk dapat dikendalikan penggunaannya. 7 8 Sebuah sumber cahaya memancarkan jumlah cahaya tampak ke segala arah yang disebut luminous flux ( . Dalam SI (Sistem Internasional), satuan luminous flux yaitu lumen. Sering kita lihat lumen digunakan pada kemasan lampu pijar, dimana ditulis sebagai “light output”. Sebagai contoh, 60-watt lampu pijar memiliki luminous flux sebesar 820 lumen, berarti lampu tersebut mengkonsumsi daya listrik pada kisaran 60 watt (60 joule energi per detik), ketika menghasilkan 820 lumen cahaya. Lampu dengan efisiensi tinggi menghasilkan lebih banyak cahaya tampak dengan menggunakan daya listrik yang lebih kecil. Sebagai contoh, lampu compact fluorescent menghasilkan 1200 lumen cahaya, dengan konsumsi daya listrik hanya 20 watt. Jauh lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan lampu pijar. Gambar 2.1 Kurva luminous efficiency Kurva Gambar 2.1 memperagakan bagaimana sensitivitas mata berubah-ubah terhadap panjang gelombang. Mata manusia paling sensitif terhadap cahaya tampak pada bagian hijau dari spektrum dengan luminous efficiency (biasa disebut efficacy) 683 lm/W yang menjadi nilai ideal untuk perbandingan efisiensi terhadap sumber cahaya lainnya. Apabila ada sumber cahaya yang memiliki efficacy sebesar 683 lm/W, maka dapat dikatakan memiliki efisiensi penerangan 100%. 9 Banyaknya jumlah luminous flux yang dipancarkan pada arah tertentu persatuan sudut ruang atau solid angle (disimbolkan dengan Ω) dinamakan luminous intensity (disimbolkan dengan I), dan dikenal sebagai intensitas cahaya. Intensitas cahaya ini merupakan salah satu besaran pokok dalam SI (Satuan Internasional) dengan candela (cd) sebagai satuannya. Satu candela sama dengan satu lumen per steradian (satuan sudut ruang). (Persamaan 2.1) Apabila sumber cahaya adalah isotropic (memancarkan cahaya sama rata ke segala arah), maka persamaannya adalah: (Persamaan 2.2) Tingkat penerangan dilihat oleh orang yang memperhatikan disebut illuminance. Untuk mendapatkan nilai illuminance (disimbolkan dengan E) maka perhitungannya adalah luminous flux yang dipancarkan sumber cahaya dibagi dengan luas wilayah permukaan atau bidang (disimbolkan dengan A) dimana luminous flux menyebar. (Persamaan 2.3) Satuan SI dari illuminance adalah lux (lx), dimana satu lux adalah satu lumen per meter persegi (Simpson, 2010). Cahaya matahari sebagai pencahayaan alami yang terpapar langsung diluar ruang ke permukaan bumi, memiliki tingkat illuminance sekitar 100.000 lux. 2.3. LED LED (light emitting diode) merupakan komponen elektronika yang memancarkan cahaya, ketika arus listrik bergerak melewatinya (Warren, Adams, & Molle, 2011:16). Komponen ini bekerja seperti dioda, dimana ketika 10 terjadi prategangan maju, elektron dari bahan tipe-n melewati sambungan pn dan terjadi rekombinasi terhadap holes (lubang) pada bahan tipe-p. Saat rekombinasi terjadi, elektron yang berekombinasi melepaskan energi dalam bentuk panas dan cahaya. Wilayah permukaan yang terpapar pada satu lapisan bahan semikonduktif membuat photons dipancarkan sebagai cahaya tampak. Proses ini disebut electroluminescene yang diilustrasikan seperti Gambar 2.2 berikut ini: Gambar 2.2 Electroluminescene pada prategangan maju Beberapa pengotoran atom ditambahkan pada proses doping (penambahan sedikit unsur pada semikonduktor guna merubah karakteristik) untuk menyesuaikan panjang gelombang cahaya yang terpancar. Panjang gelombang tersebut akan menentukan warna cahaya yang tampak (Floyd, 2005:130-131). 2.3.1. Bahan Semikonduktor Untuk LED Tampak LED merah yang pertama diproduksi menggunakan gallium arsenide phosphide (GaAsP). Efisiensi kemudian ditambahkan menggunakan gallium phosphide (GaP), menghasilkan LED merah yang lebih terang dan juga menghasilkan LED jingga. GaP digunakan kemudian untuk pemancar cahaya berwarna hijau keputihan. Jenis LED super-bright merah, kuning, dan hijau pertama diproduksi 11 menggunakan gallium aluminium arsenide phosphide (GaAlAsP). Pada awal tahun 1990, LED ultrabright yang menggunakan indium gallium aluminium phospide (InGaAlP) telah tersedia untuk warna merah, jingga, kuning, dan hijau. Jenis LED biru menggunakan silicon carbide (SiC) dan untuk LED biru ultrabright, terbuat dari gallium nitride (GaN). LED putih berintensitas tinggi terbentuk menggunakan LED biru ultrabright dari GaN yang terbungkus oleh lapisan tipis fluorescent phosphor, yang kemudian menyerap cahaya biru dan dipancarkan ulang sebagai cahaya putih (Floyd, 2005:131). 2.3.2. Prategangan LED Prategangan maju pada LED dipastikan lebih besar daripada dioda berbahan silikon. Secara umum VF maksimal untuk LED berkisar antara 1,2 V sampai 3,2 V. LED memancarkan cahaya sebagai respon dari kecukupan arus maju. Banyaknya daya keluaran yang diterjemahkan sebagai cahaya, proporsional atau berbanding lurus terhadap arus maju (Floyd, 2005:131). LED dapat dikelompokan menjadi LED berdaya rendah dengan ukuran arus 1 sampai 20mA, LED berdaya menengah dengan ukuran arus sekitar 100mA, dan LED berdaya tinggi dengan ukuran arus dari ratusan miliAmpere sampai lebih dari satu Ampere (Chin & Chong*, 2012:1773). 2.3.3. LED Sebagai Lampu Penerangan LED berintensitas tinggi menghasilkan lebih banyak cahaya daripada yang dihasilkan LED biasa atau konvensional. Dioda pemancar cahaya ini akan memainkan peran penting dalam pencahayaan tempat tinggal dan perkantoran di masa depan (Floyd, 2005:131). LED sekarang ini sudah banyak dipilih sebagai sumber cahaya utama untuk menggantikan sumber cahaya konvensional. Teknologi lampu LED memiliki beberapa keuntungan dibandingkan lampu penerangan lain. Keuntungan tersebut antara lain (MICROCHIP, 2013:3): 12 Memiliki efisiensi terbaik dengan ~25-50% pemakaian energi yang lebih sedikit daripada fluorescent dan memiliki lebih dari 100 lumen/watt (efficacy) Awet dengan waktu nyala yang panjang diatas 50.000 jam Tidak ada warm up, tidak ada radiasi panas Baik untuk aplikasi dalam ruang maupun luar ruang Seperti halnya LED konvensional, LED intensitas tinggi juga menghasilkan cahaya ketika prategangan maju, yang menciptakan rekombinasi electron-hole. Cahaya keluaran LED yang berbanding lurus dengan arus perlu diperhatikan. Apabila arus yang mengalir terlalu kecil maka cahaya akan redup atau tidak memancarkan cahaya dengan maksimal, namun apabila arus yang mengalir terlalu besar, maka akan memperpendek waktu hidup LED. Dengan demikian kelebihan LED dalam memiliki waktu nyala diatas 50.000 jam memiliki ketergantungan terhadap kondisi arus yang melewatinya. Berikut ini adalah kurva grafik yang menunjukan pengaruh besar arus dan junction temperature terhadap waktu nyala dari LED InGan Luxeon K2 (U.S. Department of Energy, 2009): Gambar 2.3 Kurva perkiraan waktu hidup LED dengan pengaruh arus dan junction temperature 13 Pada Gambar 2.3 dapat ditarik kesimpulan bahwa ketika LED bekerja dengan arus 350mA, maka waktu nyala LED dapat bertahan pada 60.000 jam dengan syarat temperatur dijaga sekitar 160°C atau lebih rendah. Apabila LED bekerja pada arus yang lebih besar, contohnya 700mA, maka temperature junction harus diturunkan dan dijaga sekitar 140°C untuk bertahan dengan waktu nyala 60.000 jam. Pertambahan junction temperature berbanding lurus dengan arus DC (Direct Current). Junction temperature LED secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi internal eficiency, keluaran daya maksimal, kehandalan, serta puncak panjang gelombang (Chhajed, et al, 2005:1). Untuk mendapatkan direkomendasikan arus menerapkan yang resistor besar dan pembatas stabil, arus tidak ataupun melakukan perhitungan tegangan normal. Alasan pertama adalah pada prakteknya tegangan maju pada LED akan berubah-ubah, maka arusnya juga akan berubah-ubah atau tidak stabil. Alasan kedua adalah pada saat menggunakan resistor dengan nilai tertentu untuk mendapatkan arus yang diinginkan, maka akan terjadi disipasi daya yang besar pada resistor dan akan menyebabkan resistor sangat panas, sehingga sangat mengurangi efisiensi. Teknik current mode converter dapat menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga mampu mendapatkan efisiensi paling tinggi dan akan menjaga luminous flux konstan (Rosu, Microchip Technology Inc, 2012) 2.4. Baterai Baterai ditentukan oleh tegangan keluaran dan nilai ampere/hour-nya, yang menjelaskan berapa lama baterai akan memberikan daya kepada beban. Bisa dikatakan bahwa menyusun beberapa baterai secara seri atau paralel, dapat menyediakan beberapa kali lipat tegangan keluaran atau ampere/hour (Warren, Adams, & Molle, 2011:107). Baterai terbagi menjadi dua jenis, yaitu baterai primary atau nonrechargeable dan baterai secondary atau rechargeable. Sistem lampu portabel ini menggunakan baterai rechargeable. Baterai rechargeable digunakan untuk menyimpan dan menghantarkan energi listrik, kemudian baterai dapat di- 14 recharge dengan memberikan direct current untuk mengisi kembali kapasitas baterai (EAST PENN, 2012:8). Penting untuk diketahui bahwa kebanyakan baterai rechargeable dapat memberikan tegangan sekitar 10% - 15% lebih tinggi daripada nilai tegangan yang dimiliki, ketika terisi penuh. Tiap jenis baterai memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda sehingga cara penggunaan dan perawatannya harus diperhatikan. Berikut ini adalah perbandingan terhadap beberapa jenis baterai secara umum (Warren, Adams, & Molle, 2011:112) : Tabel 2.1 Perbandingan Beberapa Tipe Baterai Type of Voltage Volts/Cell Battery Lithium Cells Price Weight Amp/Hours 11.1v 3-7v 3 $32.00 14oz 5000mAh NiCad 12v 1.2v 10 $49.99 32oz 5000mAh NiMH 12v 1.2v 10 $49.99 32oz 5000mAh Lead Acid 12v 2.0v 6 $15.99 64oz 5000mAh Polymer Beragam jenis baterai rechargeable yang beredar dipasaran saat ini ada banyak sekali. Pilihan paling tepat untuk jenis baterai rechargeable yang digunakan pada aplikasi lampu darurat dan lampu portabel dengan harga murah adalah Lead-acid. Lead-acid merupakan baterai rechargeable pertama untuk penggunaan komersial. Jenis baterai ini ciri-cirinya berat dan berbentuk besar, namun memiliki daya keluaran yang luar biasa dan ampere/hour tertinggi antara 5Ah sampai sekitar 150Ah (Warren, Adams, & Molle, 2011:110). Baterai lead-acid adalah jenis baterai yang paling ekonomis untuk aplikasi yang membutuhkan daya tinggi dimana berat baterai tidak terlalu diperhatikan (Battery University, 2010). Kelebihan baterai ini dibandingkan dengan baterai rechargeable lainnya adalah : Self-discharge rate terendah diantara sistem baterai lainnya Tidak mempunyai memory-effect, serta memiliki tolerasi overcharge tertinggi diantara baterai lainnya. Ada beberapa jenis pilihan untuk baterai lead-acid. Berdasarkan aplikasinya, baterai lead-acid terbagi menjadi deep-cycle dan starting. 15 Berdasarkan konstruksinya, baterai lead acid terbagi menjadi flooded dan sealed. 2.4.1. Baterai Deep-Cycle Baterai jenis ini memiliki lempengan timbal / lead yang tebal, dirancang untuk menyediakan sedikit arus untuk periode waktu yang lama. Biasanya digunakan untuk menyalakan lampu, pompa, solar power system, dan backup power system. Ciri-ciri baterai deep-cycle memiliki kapasitas antara 20Ah sampai 150Ah (Warren, Adams, & Molle, 2011:110). 2.4.2. Baterai Starting Baterai jenis ini memiliki banyak lempengan timbal tipis yang dapat mengantarkan arus dalam jumlah yang sangat besar dengan cepat. Baterai ini cocok digunakan untuk menyalakan mesin pada lingkup otomotif (Warren, Adams, & Molle, 2011:111). 2.4.3. Baterai Flooded Lead-Acid Baterai ini berisi cairan yang dapat dibuang atau diisi melalui katup pada bagian atas. Jenis ini hanya dapat digunakan dengan baik pada satu posisi saja, dimana katup harus selalu berada di bagian atas, karena cairan dapat mengalami kebocoran atau tumpah. Mobil, forklift, dan sistem UPS ukuran besar menggunakan baterai flooded lead-acid. Baterai ini memerlukan perawatan dan pengecekan berkala (maintenance), salah satunya pada kondisi larutan, karena ketika baterai digunakan, terjadi reaksi kimia di dalamnya yang memproduksi gas hidrogen, sehingga cairan di dalamnya perlahan-lahan berkurang. Cairan elektrolit yang lama kelamaan mulai berkurang dalam baterai flooded lead-acid perlu diisi ulang. Baterai jenis ini adalah baterai terbesar dan terberat jika dibandingkan baterai yang lain (Warren, Adams, & Molle, 2011:111). 16 2.4.4. Baterai Sealed Lead-Acid (SLA) Baterai yang juga dikenal dengan nama valve regulated lead-acid (VRLA) ini merupakan pengembangan ahli riset dari baterai flooded lead-acid, dimana larutan elektrolit ditransformasikan menjadi gel elektrolit dan tersegel sehingga tidak memerlukan perawatan dan pengecekan berkala (maintenance-free) yang dapat beroperasi dengan banyak penempatan posisi baterai tanpa tumpah atau bocor (spill proof). Tidak seperti baterai flooded lead-acid atau wet-cell, VRLA dirancang untuk mencegah baterai berpotensi menghasilkan gas selama charge dilakukan (Battery University, 2010). Reaksi rekombinasi digunakan untuk mencegah keluarnya gas hidrogen dan oksigen yang biasanya hilang pada baterai flooded lead-acid (EAST PENN, 2012:2). Temperatur optimal saat beroperasi untuk baterai SLA atau VRLA adalah 25°C (77°F). Setiap 8°C kenaikan temperatur, maka umur baterai akan berkurang setengah dari umur yang seharusnya bisa lebih lama. Ada dua jenis baterai VRLA, yaitu gel cells dan AGM (Absorbed Glass Mat). GEL cell Baterai tipe GEL mengandung gel silica yang dicampur elektrolit dan terkadang direferensikan sebagai baterai silikon. Baterai ini banyak digunakan pada UPS ukuran kecil, lampu darurat, dan kursi roda untuk kapasitas sampai 30Ah (Battery University, 2011). Baterai GEL memiliki evaporasi elektrolit, tingkat kebocoran, dan masalah korosi yang lebih rendah dibandingkan baterai wet-cell. GEL cell juga memiliki titik beku yang lebih rendah serta titik didih yang lebih tinggi daripada cairan elektrolit yang digunakan pada baterai wet-cell konvensional dan AGM, sehingga dapat dikatakan memiliki ketahanan besar terhadap suhu ekstrim. Absorbed Glass Mat Teknologi AGM populer sekitar tahun 1980. Pada baterai jenis ini, wilayah kosong antara sel-sel digantikan oleh glass fibre mat yang terendam elektrolit. AGM memiliki tahanan dalam yang sangat kecil, 17 yang sanggup mengantarkan arus tinggi saat diperlukan dan secara relatif memiliki umur panjang. Baterai AGM sensitif terhadap overcharging dan cukup rentan terhadap panas (Baterai University, 2012). Gas akan keluar melalui katup pengaman hanya saat overcharging atau ada kerusakan cell. Baterai ini sering digunakan pada aplikasi seperti lampu darurat dan solar power dan biasanya direferensikan sebagai baterai Sealed Lead Acid. AGM memiliki kapasitas dari 2Ah sampai 75Ah (Warren, Adams, & Molle, 2011:111). 2.5. MOSFET MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) adalah jenis FET (Field Effect Transistor) khusus. MOSFET adalah komponen solidstate switch yang dikendalikan oleh tegangan. Biasanya MOSFET dipakai untuk kebutuhan pensaklaran cepat dengan hambatan rendah. Komponen ini memiliki 3 terminal atau pin yaitu gate, drain, dan source. Ketika tegangan diberikan ke gate, maka akan tercipta medan listrik yang mengendalikan aliran arus melalui saluran (Channel) diantara drain dan source. Secara umum, tiap MOSFET memiliki channel yang dibagi menjadi dua jenis, yaitu n-channel dan p-channel. MOSFET n-channel adalah jenis MOSFET yang mayoritas saluran MOSFET-nya tersusun dari elektron sebagai pembawa arus. MOSFET p-channel adalah jenis MOSFET yang mayoritas saluran MOSFET-nya tersusun dari hole sebagai pembawa arus. Penggunaan MOSFET n-channel memiliki beberapa keuntungan dibandingkan p-channel, yaitu memiliki RDS(on) dan kapasitansi gate yang lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh pembawa arus mayoritas yang merupakan elektron, memiliki mobilitas yang tinggi. Untuk aplikasi yang membutuhkan arus tinggi n-channel sangat cocok digunakan (ON Semiconductor, 2014). Ada dua posisi penempatan saklar MOSFET pada rangkaian untuk mengendalikan daya ke beban, yaitu posisi saklar high-side dan posisi saklar low-side. Saklar high-side adalah saklar yang terdapat diantara beban dan suplai tegangan positif. Saklar low-side adalah saklar yang terdapat diantara suplai tegangan negatif dan beban (Warren, Adams, & Molle, 2011:57). MOSFET normalnya membutuhkan sekitar 10 volt untuk diberikan ke kaki gate agar menyala penuh. Untuk membuat MOSFET dapat menyala 18 penuh dengan tegangan sekitar 5 volt yang biasa disuplai oleh output mikrokontroler atau IC (Integrated Circuit) sejenisnya, maka dapat digunakan MOSFET berjenis logic-level MOSFET. MOSFET juga sensitif terhadap kelebihan tegangan gate-to-source (VGS) dan akan langsung merusak MOSFET jika kelebihan tegangan tersebut terjadi (Warren, Adams, & Molle, 2011:61). 2.5.1. Jenis MOSFET MOSFET memiliki dua tipe, yaitu D-MOSFET (Depletion MOSFET) dan E-MOSFET (Enhancement MOSFET). Depletion MOSFET D-MOSFET dapat beroperasi dalam dua mode, yaitu mode depletion dan mode enhancement. MOSFET n-channel beroperasi dalam mode depletion ketika tegangan negatif gate-to-source diberikan dan dalam mode enhancement ketika tegangan positif gate-to-source diberikan. Komponen ini umumnya beroperasi dalam mode depletion (Floyd, 2005:353). Karakteristik dari D-MOSFET ditunjukan oleh kurva Gambar 2.4 berikut: Gambar 2.4 Karakteristik D-MOSFET Enhancement MOSFET 19 E-MOSFET beroperasi hanya dalam mode enhancement dan tidak memiliki mode depletion. Komponen ini di dalamnya tidak memiliki struktur saluran yang berbeda dalam konstruksi dari DMOSFET. Untuk komponen n-channel, tegangan positif gate diatas nilai threshold akan menimbulkan saluran dengan membuat lapisan negative charge tipis pada daerah substrate yang tersambung dengan lapisan SiO2. Apabila tegangan gate di bawah nilai threshold, maka tidak ada saluran. Simbol skematik untuk n-channel ditunjukan pada Gambar 2.5. Garis putus melambangkan tidak adanya saluran fisik (Floyd, 2005:355). Gambar 2.5 Simbol E-MOSFET Karakteristik E-MOSFET ditunjukan oleh kurva Gambar 2.6 berikut: Gambar 2.6 Karakteristik E-MOSFET 20 2.5.2. Kapasitansi MOSFET MOSFET memiliki kapasitor berukuran sangat kecil terpasang pada kaki gate-nya untuk mengatur keadaan tegangan pada gate. Charge pada kapasitor membuat MOSFET tetap aktif, meskipun setelah tidak ada daya lagi pada kaki gate. Setiap kali terjadi switching pada MOSFET, kapasitor pada gate tersebut harus charge dan discharge arusnya secara penuh, oleh karena itu disarankan untuk menggunakan resistor pull-down atau pull-up agar gate dipaksa ke off-state saat tidak mendapatkan daya. Resistor 10 kΩ dengan pemasangan dari kaki gate ke kaki source cukup untuk menjaga MOSFET tetap mati ketika tidak digunakan. Saat frekuensi PWM yang diterapkan untuk pensaklaran MOSFET bertambah, maka waktu yang dibutuhkan kapasitor gate untuk charge dan discharge berkurang. Apabila ini terjadi, kapasitor gate akan membutuhkan arus lebih besar untuk charge dan discharge total dalam waktu yang lebih pendek. Ketika arus yang disediakan dari pengendali tidak cukup untuk charge dan discharge total selama siklus switching, maka gate akan dibiarkan dalam keadaan charge dan discharge sebagian saja. Hal ini akan menghasilkan pemanasan yang berlebih. Misalnya MOSFET memerlukan arus yang besar untuk switch cepat, maka akan sedikit membingungkan karena MOSFET memerlukan tegangan spesifik untuk menyala dan biasanya arusnya kecil. Meskipun pin untuk keluaran PWM pada mikrokontroler dapat menghantarkan cukup arus agar MOSFET bisa menyala atau mati dengan lambat, namun itu tidak akan cukup untuk charge dan discharge keseluruhan pada kapasitor gate saat frekuensi PWM tinggi dimana memerlukan charge dan discharge sekitar 10.000 sampai 32.000 kali per detik (Warren, Adams, & Molle, 2011:62). Hal tersebut membuat sebuah MOSFET memerlukan pengendali gate khusus. 2.5.3. Rds(On) Salah satu sifat terpenting dari MOSFET adalah resistansi internal antara drain dan source (Rds) ketika saklar menyala. Hal ini sangat penting karena hambatan saklar menentukan banyaknya panas yang 21 akan dihasilkannya oleh tingkat daya yang diberikan. Daya maksimum yang terdisipasi ditentukan dengan menggunakan hambatan Rds dan arus kontinyu yang akan melewati saklar. Misalkan, untuk menghitung daya keseluruhan pada MOSFET dengan Rds = 0,022 Ω dan arus sebesar 10 Ampere, maka dibutuhkan rumus: Daya = Arus2 × Resistansi. P = I2 × R (Persamaan 2.4) P = 102 A × 0,022 Ω P = 100 A × 0,022 Ω P = 2,2 watt Mengetahui besarnya daya sebesar 2,2 watt pada MOSFET, berdasarkan pengalaman Warren, Adams, & Molle, (2011:62), akan terjadi panas berlebih pada MOSFET dengan bentuk TO-220. Penambahan heatsink atau cooling fan merupakan solusi untuk mengurangi temperatur saat beroperasi. 2.6. DC-DC Converter DC-DC converter memiliki arti bahwa inputnya DC, setelah dikonversi outputnya juga DC. Input untuk DC-DC converter adalah tegangan DC yang belum diregulasi. Konverter tersebut akan menghasilkan tegangan output yang sudah teregulasi dimana ukuran besarnya berbeda dari tegangan input. Sebagai contoh, pada power supply komputer dimana tegangan AC sebesar 240 V menghasilkan tegangan DC sebesar 340 V. Untuk memenuhi tegangan yang dibutuhkan oleh IC prosesor sekitar 5 V, maka diperlukan sebuah DC-DC converter untuk mengurangi tegangan dimana membutuhkan efisiensi yang tinggi agar tidak menyebabkan panas berlebih. Dasar dc-dc converter ada dua, yaitu buck converter dan boost converter. Biasanya konverter didesain dalam kisaran frekuensi sedang (300kHz - 3MHz). Selain konverter dasar, terdapat banyak konverter lain seperti inverting buckboost converter, non-inverting buck-boost converter, Cuk converter, SEPIC 22 converter, full-bridge converter, half-bridge converter, push-pull converter, flyback converter, resonant converter, bidirectional converter, dan sebagainya. Konverter tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kategori seperti isolated dan non-isolated converter, unidirectional dan bidirectional converter, step-up dan step-down converter, single input dan multi-input converter, serta low power application dan high power application converter. Terdapat perbedaan mode operasi seperti continuous conduction mode (CCM), discontinuous conduction mode (DCM), dan pseudo-continuous conduction mode (PCCM) (Biswal, Sabyasachi, 2012). Pembahasan mengenai DC-DC converter dasar akan difokuskan karena merupakan bagian penting dalam perancangan tugas akhir ini. 2.6.1. Buck Converter Buck converter adalah penurun tegangan dan pembangkit arus yang terkadang disebut step down power converter, dipilih oleh perancang power supply sebagai regulator karena tegangan keluarannya yang selalu lebih kecil dari tegangan input dalam polaritas yang sama dan tidak terisolasi dari input. (Mehta, Malik, 2012). Prinsip kerja buck converter diilustrasikan pada Gambar 2.7. Pada gambar tersebut saklar SPDT (single-pole double-throw) dihubungkan ke tegangan input Vg. Tegangan keluaran saklar yaitu vs(t) sama dengan Vg ketika saklar ada pada posisi 1, dan sama dengan nol ketika saklar pada posisi 2. Posisi saklar yang secara periodik berubahubah membuat vs(t) memiliki bentuk gelombang kotak dan memiliki periode Ts dan duty cycle D. Duty cycle sama dengan bagian waktu dimana saklar terhubung pada posisi 1, dan aturannya adalah 0 ≤ D ≤ 1. Frekuensi switching fs sama dengan 1/Ts. Pada prakteknya, saklar SPDT itu dapat dinyatakan menggunakan komponen semikonduktor seperti dioda, power MOSFET, dan BJT. Frekuensi switching-nya berkisar antara 1 kHz sampai 1 MHz, tergantung pada kecepatan komponen semikonduktor yang digunakan (Erickson, 2005). 23 Gambar 2.7 Skematik buck converter dalam teori switching Disipasi daya pada jaringan saklar, idealnya sama dengan nol. Ketika kontak saklar tertutup, maka tegangan yang melalui kontak saklar sama dengan nol dan tentu disipasi daya juga menjadi nol. Ketika kontak saklar terbuka, maka arus tidak mengalir atau nol dan disipasi daya juga menjadi nol. Karena sebab itu, secara ideal penggunaan jaringan saklar mampu merubah tegangan DC tanpa adanya disipasi daya. Pada bentuk gelombang vs(t) juga terdapat gangguan frekuensi switching yang harus dihilangkan. Filter low-pass digunakan untuk mengatasi gangguan tersebut. Buck converter dapat beroperasi dalam continuous conduction mode (CCM) dan discontinuous conduction mode (DCM). Pada CCM, arus mengalir terus menerus dalam induktor selama switching cycle terjadi. Pada DCM, arus induktor menjadi nol pada bagian tertentu dari switching cycle. Asynchronous Buck Converter Pada Gambar 2.8 diilustrasikan rangkaian pada buck converter, menggunakan MOSFET dan dioda. Saklar daya Q1 adalah MOSFET nchannel. Terdapat dioda CR1 yang biasanya disebut catch diode atau freewheeling diode. 24 Gambar 2.8 Buck topology Selama operasi rangkaian buck terjadi, Q1 berulang kali berganti dari ON ke OFF dan sebaliknya. Hal ini menyebabkan rentetan pulsa pada sambungan MOSFET, dioda, dan induktor yang mana difilter oleh komponen L/C untuk menghasilkan tegangan keluaran DC (Rogers, 1999). Ketika MOSFET aktif, VI mengisi induktor, kapasitor, dan menghantarkan load current. Pada saat MOSFET tidak aktif, maka arus yang mengalir melalui induktor akan ditahan. Dengan tidak adanya jalan untuk arus, induktor akan menahan perubahan ini dalam bentuk voltage spike. Untuk mencegah spike ketika MOSFET tidak aktif, sebuah jalan disediakan oleh dioda untuk arus induktor agar kembali mengalir dalam arah yang sama seperti sebelumnya. Tegangan induktor membalik polaritasnya yang membuat prategangan maju pada dioda menjadi aktif. Saat arus mengalir dalam dioda, peristiwa ini disebut sebagai freewheel mode (Jain, 2010). Buck Continuous Conduction Mode Dalam CCM rangkaian buck terdapat dua keadaan tiap switching cycle. Diagram rangkaian berikut akan menjelaskan kedua keadaan tersebut (Rogers, 1999): 25 Gambar 2.9 Keadaan ON dan keadaan Mati pada buck topology Durasi keadaan ON dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini: (Persamaan 2.5) D adalah duty cycle, yang diatur oleh rangkaian pengendali dan diekspresikan sebagai rasio dari waktu saklar menyala terhadap waktu switching cycle keseluruhan, yaitu Ts. Durasi keadaan OFF disebut TOFF. Hanya ada dua keadaan tiap switching cycle untuk continuous mode, sehingga: (Persamaan 2.6) Synchronous Buck Converter Implementasi asynchronous buck converter memiliki kelemahan pada aplikasi yang membutuhkan arus tinggi dengan efisiensi yang 26 tinggi. Dioda CR1 biasanya memiliki prategangan maju 0,7 Volt. Apabila dibutuhkan arus 3 Ampere pada rangkaian, maka disipasi daya dapat mencapai 2 Watt yang dapat menjadi masalah serius (Rosu, 2012). Pada synchronous buck topology, dioda yang terhubung source MOSFET dan bagian bawah rangkaian (ground) digantikan dengan komponen MOSFET. Adanya dua buah MOSFET pada rangkaian ini membuat MOSFET yang terhubung ke catu daya disebut high-side MOSFET, sedangkan MOSFET yang terhubung dengan ground disebut low-side MOSFET. synchronous Low-side MOSFET MOSFET sedangkan direferensikan sebagai high-side MOSFET disebut switching/control MOSFET. Gambar 2.10 Synchronous buck topology Pada Gambar 2.10 diilustrasikan hubungan antara high-side MOSFET dan low-side MOSFET dengan rangkaian keseluruhan synchronous buck regulator. Low-side MOSFET dikendalikan untuk melengkapi high-side MOSFET, yang berarti ketika salah satu saklar tersebut aktif, maka yang satu lagi tidak aktif. Low-side MOSFET tidak menyala secara otomatis sehingga memerlukan rangkaian pengendali MOSFET tambahan. 27 Kelebihan dari penggunaan synchronous topology ini ada pada low-side MOSFET yang memiliki hambatan rendah dari drain ke source yang membantu mengurangi disipasi secara signifikan dan tentu saja mengoptimalkan efisiensi konversi keseluruhan, meskipun semua itu membutuhkan rangkaian pengendali MOSFET yang lebih rumit untuk mengendalikan dua saklar sekaligus. Kedua MOSFET harus dipastikan tidak aktif pada waktu yang sama. Apabila kedua MOSFET aktif pada waktu yang sama, maka akan terjadi hubungan langsung dari tegangan input ke ground dan menyebabkan kerusakan (Jain, 2010). 2.7. MOSFET Gate Driver Menggunakan IC MOSFET driver adalah cara terbaik untuk mengendalikan saklar MOSFET karena dapat menyediakan arus yang lebih besar selama switching cycle terjadi dibandingkan hanya menggunakan keluaran mikrokontroler saja. MOSFET driver dapat menghantarkan arus yang cukup ke MOSFET untuk charge dan discharge kapasitor gate secara total, bahkan pada frekuensi PWM tinggi, yang berperan penting untuk mengurangi panas yang dihasilkan pada MOSFET. Apabila menggunakan MOSFET driver untuk mengendalikan MOSFET, maka penggunaan resistor pull-up atau pulldown pada kaki gate dapat diabaikan dan sebagai gantinya, harus ditambahkan resistor pull-down pada tiap pin input IC MOSFET driver (Warren, Adams, & Molle, 2011:62). 2.8. Mikrokontroler PIC12F752 PIC12F752 adalah mikrokontroler 8-bit dengan 1024 byte flash memory program, 64 byte SRAM, dan kecepatan CPU 5 MIPS (Million Instruction Per Second). IC PIC12F752 mempunyai 8-pin yang memiliki beberapa fitur sebagai berikut: Internal Oscillator dengan pilihan frekuensi 8 MHz, 4MHz, 1 MHz, atau 31 kHz 2 modul high-speed analog comparator DAC (Digital-to-Analog Converter) dengan resolusi 5-bit 28 ADC (Analog-to-Digital Converter) sebanyak 4 channel, beresolusi 10-bit Timer0 yang memiliki 8-bit timer/counter Timer1 yang memiliki 16-bit timer/counter Timer2 yang memiliki 8-bit timer/counter Modul CCP (Capture Compare PWM). Resolusi PWM sebesar 10-bit, dengan frekuensi maksimal 20 kHz 2 High-Speed Analog Comparator Complementary Output Generator (COG) dengan fitur phase control, blanking control, deadband control, dan 2 I/O sebagai high current source 50 mA untuk mengendalikan MOSFET langsung Berikut ini adalah konfigurasi dasar pin dari PIC12F752: Gambar 2.11 Konfigurasi dasar 8-pin IC PIC12F752 Konfigurasi tersebut memiliki fitur khusus pada pin tertentu. Fitur-fitur khusus tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini: C1IN0- IOC Y COG1OUT1 - - IOC Y - DACOUT REFOUT VREF+ Basic - Reference - Voltage AN1 COG 6 C2IN0+ Pull-up RA1 C1IN0+ Interrupts AN0 CCP ADC 7 Timers Pin RA0 Comparators I/O Tabel 2.2 Fitur-Fitur Pada Pin PIC12F752 ICSPDAT ICSPCLK 29 C2IN0C1OUT RA2 5 AN2 Y COG1OUT0 - RA3 4 - - T1G - IOC Y COG1FLT - RA4 3 AN3 C1IN1- T1G - IOC Y RA5 2 - C2IN1- T1CKI - IOC Y - 1 - - - - - - 8 - - - - - C2OUT T0CKI CCP1 IOC COG1FLT /VPP - CLKOUT COG1OUT0 - CLKIN - - - VDD - - - VSS COG1OUT1 2.8.1. Pulse Width Modulation (PWM) PIC12F752 dapat menghasilkan sinyal PWM. PWM adalah skema yang menghantarkan daya ke beban dengan pensaklaran cepat antara keadaan menyala total dan mati total. Sinyal PWM membentuk gelombang kotak dimana bagian high dari sinyal adalah keadaan menyala, sedangkan bagian low dari sinyal adalah keadaan mati. Bagian high, yang dikenal sebagai pulse width dapat berubah sepanjang waktu dan didefinisikan dalam steps. Memperbesar jumlah steps, yang mana melebarkan pulse width, juga menghantarkan daya yang lebih besar ke beban. Memperkecil jumlah steps, yang memperpendek pulse width, akan menghantarkan daya yang sedikit. Periode PWM didefinisikan sebagai durasi satu cycle penuh atau jumlah waktu dari gabungan waktu on dan waktu off. Resolusi PWM didefinisikan sebagai jumlah maksimum dari steps yang ada pada satu periode PWM. Istilah Duty Cycle yang berhubungan dengan PWM merupakan proporsi dari waktu nyala dan waktu mati yang diekspresikan dalam persentase, dimana 0% adalah mati total dan 100% merupakan nyala total. 2.8.2. Modul Complementary Output Generator (COG) COG adalah salah satu fitur khusus pada PIC12F752 yang dapat digunakan untuk mengendalikan dua gate MOSFET pada teori synchronous buck converter dengan mudah. Fungsi utama dari COG 30 adalah mengkonversi output yang berupa sinyal PWM (Pulse Width Modulation) tunggal, menjadi dua sinyal PWM yang komplementer sehingga saling melengkapi. COG juga dapat mengkonversi dua input event yang terpisah menjadi output PWM, baik tunggal maupun komplementer. COG akan menghasilkan dua gelombang PWM komplementer dari kejadian rising dan falling sumbernya. Pada konfigurasi yang paling sederhana, kejadian rising dan falling ada pada sumber sinyal yang sama, yang mana merupakan sinyal PWM dengan periode dan duty cycle yang sudah diatur. COG mengkonversi input PWM tunggal menjadi output yang berupa dua PWM komplementer. Frekuensi dan duty cycle dari dua output PWM tersebut cocok dengan sinyal input PWM tunggal. Transisi OFF-to-ON tiap outputnya dapat didelay dari transisi ON-to-OFF pada output lainnya. 2.9. Current Sensing Cara terbaik untuk melindungi beban pada rangkaian elektronik adalah dengan memasang sensor arus (current sensing) untuk memantau jumlah arus yang melewati beban. Keluaran sensor arus dapat dibaca oleh ADC (Analogto-digital converter) atau mikrokontroler, setelah itu kita dapat mengirim perintah kepada mikrokontroler untuk mematikan atau melakukan sesuatu terhadap beban pada rangkaian jika besar arus telah melewati batasan-batasan yang diberikan. Fitur perlindungan terhadap overcurrent dapat menggunakan sensor arus untuk menghentikan bagian rangkaian atau beban rangkaian tertentu apabila daya mencapai tingkat tidak aman guna melindunginya dari panas berlebih. Penggunaan fitur ini hampir menyingkirkan kesalahan penggunaan yang dapat merusak rangkaian. Teknik paling sederhana untuk mengukur besar ampere pada beban adalah dengan mengukur tegangan jatuh pada resistor. Resistor harus dihubungkan secara seri dengan beban dan catu tegangan positif. Beban tersebut harus diberikan daya dan dalam keadaan bekerja ketika mengukur tegangan pada resistor. Setelah mengetahui nilai resistor dalam ohm dan nilai tegangan resistor yang terukur, kita dapat menggunakan hukum Ohm untuk menghitung berapa ampere yang melewati resistor ataupun mendapatkan nilai tegangan dari resistansi dan arus yang mengalir. Masalah yang akan dihadapi 31 dengan metode ini adalah resistor menciptakan panas dari daya yang terbuang pada proses ini, sehingga idealnya memilih resistor dengan nilai sekecil mungkin sekitar 0,01 sampai 1 ohm untuk konsumsi daya minimal. Resistor harus memiliki nilai daya yang cukup untuk jumlah arus yang akan melewatinya (Warren, Adams, & Molle, 2011:103). Gambar 2.12 Pemasangan current sensing pada skematik Pada Gambar 2.12 diberikan contoh pemasangan sensor arus pada rangkaian. Dengan mengukur tegangan yang jatuh pada resistor sensor arus, maka dapat dihitung banyaknya arus yang digunakan beban (motor). 2.10. Battery Charger Battery charger adalah alat yang digunakan untuk menempatkan energi kedalam baterai dengan mendorong arus listrik. Charge rate atau yang sering dilambangkan dengan C atau C-Rate menandakan tingkat charge atau discharge sesuai dengan kapasitas baterai perjam. Misalnya untuk baterai 1.8Ah, C = 1.8A, charger dengan C-Rate/2 = 0.9A akan membutuhkan waktu 2 jam sedangkan charger dengan C-Rate*2 = 3.6A akan membutuhkan waktu 30 menit untuk men-charge dari baterai kosong hingga penuh, jika di support oleh baterainya. C-Rate yang cepat, 1 jam atau kurang, pada umumnya membutuhkan charger yang mampu memonitor tegangan dan temperatur baterai. Pada dasarnya ada dua jenis battery charger, yaitu simple charger dan advanced charger. Simple charger adalah charger yang bekerja dengan menghubungkan catu daya DC (Direct Current) konstan ke baterai. Simple charger tidak memiliki fitur untuk regulasi arus atau batas tegangan yang baik. 32 Advanced charger adalah charger yang dapat mengecek parameter baterai seperti tegangan, temperatur, overvoltage, dan parameter lainnya untuk menentukan arus charge yang optimal (Gaia Converter, 2007:1). Berikut ini merupakan cara untuk menentukan charger yang dibutuhkan oleh baterai lead-acid agar terisi penuh dalam waktu yang telah ditentukan (Operating Technical Electronics, Inc, 2006): Mengetahui tegangan baterai yang akan di-charge Menentukan berapa banyak baterai yang akan di-charge Mengetahui kapasitas baterai yang akan di-charge Menentukan waktu recharge yang dibutuhkan Membagi kapasitas total (Ah) dengan waktu recharge untuk mendapatkan arus charging. Menambahkan arus yang dibutuhkan dengan 20% dari arus tersebut untuk efisiensi baterai Memilih charger yang besar arus keluarannya mendekati besar arus yang telah diperhitungkan. 2.10.1. VRLA Battery Charging Semua baterai lead-acid melepaskan hidrogen dari lempengan negatif dan oksigen dari lempengan positif selama charging. Baterai VRLA memiliki katup satu arah, pelepas tekanan. Tanpa kemampuan untuk mempertahankan tekanan di dalam sel saat terjadi overcharge, hidrogen dan oksigen akan hilang ke atmosfer, akhirnya mengeringkan elektrolit dan pemisah. Baterai hanya dapat menyimpan listrik dalam jumlah tertentu. Semakin baterai mendekati keadaan terisi penuh, pengisian baterai harus semakin lambat. Baterai VRLA akan mengering dan rusak terlalu cepat apabila mengalami overcharging berlebih. Sebagai catatan bahwa yang menyebabkan masalah saat charge adalah tegangan yang terlalu besar, bukan terlalu banyak charge. Jadi baterai dapat mengalami overcharge, walaupun baterai tersebut tidak dalam keadaan terisi penuh. 33 Overcharge bukan satu-satunya keadaan yang merusak baterai. Membiarkan baterai dalam kondisi undercharge membuat lempengan positif terkena korosi yang secara drastis memperpendek umur baterai. Undercharge juga mengurangi kapasitas baterai. Hal ini dapat dengan mudah membuat baterai mengalami overcharge tanpa diketahui (EAST PENN, 2012:4). 2.11. Transformer Transformer adalah komponen listrik yang terbentuk dari dua kumparan kawat dan secara magnetik terhubung satu sama lain sehingga ada mutual inductance untuk perpindahan daya dari satu lilitan ke lilitan lainnya. Satu lilitan disebut lilitan primer dan lilitan lainnya disebut lilitan sekunder. Sumber tegangan diberikan ke lilitan primer, sedangkan beban terhubung ke lilitan sekunder. Lilitan transformer dibentuk disekitar inti. Inti ini menyediakan struktur fisik untuk penempatan lilitan dan lintasan magnet, sehingga flux magnet terkonsentrasi dekat kumparan. Umumnya terdapat tiga kategori dari bahan inti yaitu udara, ferit, dan besi (Floyd, 2007). Pada perancangan, penulis menggunakan transformer inti besi, untuk menurunkan tegangan (step-down). 2.11.1. Step-Down Transformer Transformer ini memiliki tegangan sekunder yang lebih kecil dibandingkan tegangan primernya. Besarnya tegangan yang diturunkan tergantung pada turns ratio. Turns ratio pada transformer step-down untuk lilitan sekunder, selalu lebih kecil dibandingkan lilitan primer. 2.11.2. Daya primer terhadap daya beban Ketika beban terhubung dengan lilitan sekunder dari tansformer, daya yang dipindahkan ke beban tidak pernah lebih besar daripada daya pada lilitan primer. Pada transformer ideal, daya yang dihantarkan ke lilitan primer, sama dengan daya yang dihantarkan oleh lilitan sekunder ke load. Beberapa daya terdisipasi pada transformer, bukan pada beban, oleh karena itu daya beban selalu lebih sedikit dibandingkan daya pada lilitan primer. 34 Daya tergantung pada tegangan dan arus, dan tidak ada peningkatan daya pada transformer. Oleh karena itu, jika tegangan ditingkatkan, arusnya akan diturunkan dan kebalikannya. Pada transformer ideal, daya sekunder sama dengan daya primer (Floyd, 2007). 2.11.3. Tapped Transformer Center tap (CT) setara dengan dua lilitan sekunder dengan setengah dari keseluruhan tegangan melewatinya. Tegangan antara tiaptiap ujung lilitan sekunder dan center tap sama besarnya, namun berlawanan pada polaritasnya. Gambar 2.13 Transformer center tap