BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data • Wawancara kepada Bhikkuni Pundarika • Wawancara kepada narasumber: Bhikku Nyana Suryanadi - Ketua Umum Sangha Agung Indonesia Hanlun Hutomo – Ketua Majelis Buddhayana Indonesia Prov. Riau Wiwi – Ketua Wanita Buddhis Indonesia Prov. Riau Silvia Rimba – Anggota Wanita Buddhis Indonesia Pusat • Organisasi-organisasi Buddhis pusat dan daerah • Umat-umat yang mengenal Bhikkuni Pundarika • Sangha-sangha Bhikku 2.2 Data Proyek 2.2.1 Sejarah Agama Buddha Agama Buddha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang. Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya Buddha Siddharta Gautama. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dsb. Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana satu makhluk tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya. 2.2.2 Buddhisme Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma (ajaran sang Buddha) dan Sangha (persaudaraan Bhikku/ Bhikkuni). Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Pittaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Pittaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Pittaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi). Agama Buddha menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka. Empat Kebenaran Mulia, yang meliputi: 1. Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha), Dukha ialah penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada lima pelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan. 2. Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha), Samudaya ialah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah adanya keinginan kepada hidup. 3. Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha), Nirodha ialah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut. 4. Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).Marga ialah jalan kelepasan. Jalan kelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan. Delapan jalan utama: 1. Percaya yang benar (Samma ditthi). 2. Maksud yang benar (Samma sankappa). 3. Kata-kata yang benar (Samma vaca). 4. Perbuatan yang benar (Samma kammanta). 5. Hidup yang benar (Samma ajiva). 6. Usaha yang benar (Samma vayama). 7. Ingatan yang benar (Samma sati). 8. Semadi yang benar (Samma samadhi). 2.2.3 Hari-hari Besar Agama Buddha 2.2.3.1 Waisak Hari Waisak merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. 2.2.3.2 Kathina Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha. 2.2.3.3 Asadha Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. 2.2.3.4 Magha Puja Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditahbiskan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha disebut Vihara. 2.2.4 Agama Buddha di Indonesia Agama Buddha bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukanlah agama baru. Ratusan Tahun yang silam agama ini pernah menjadi pandangan hidup dan kepribadian bangsa Indonesia tepatnya pada zaman kerajaan Sriwijaya, kerajaan Maratam Purba dan keprabuan Majapahit. Candi Borobudur, salah satu warisan kebudayaan bangsa yang amat kita banggakan tidak lain cerminan dari kejayaan agama Buddha di zaman lampau. Antara tahun 850 hingga awal abad-13, kerajaan Sriwijaya diperintah oleh keluarga Syailendra yang pernah berkuasa di Mataram, Jawa Tengah, antara tahun 778-850. Selama 75 tahun berkuasa di Mataram, keluarga Syailendra banyak mendirikan bangunan suci Buddhist berupa candi seperti Candi Kalasan, Plaosan, Sari, Borobudur, Pawon dan Mendut. Kerajaan Majapahit adalah Negara Kesatuan Indonesia kedua setelah Sriwijaya yang dibangun oleh umat Buddha dan Hindu. Umat Buddha dan Hindu dalam zaman keprabuan Majapahit, berhasil mengantarkan bangsa Indonesia memasuki zaman keemasannya. Setelah keprabuan Majapahit mengalami zaman keemasan, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan Maha Patihnya Gajah Mada yang beragama Buddha, akhirnya mengalami keruntuhan karena kerukunan hidup umat beragama serta persatuan kesatuan rakyat Majapahittidak dapat lagi dipertahankan. Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda di Jakarta didirikan Perhimpunan Theosofi oleh orang-orang Belanda terpelajar. Tujuan dari Theosofi ini mempelajari inti kebjaksanaan semua agama dan untuk menciptakan inti persaudaraan yang universal. Theosofi mengajarkan pula kebijaksanaan dari agama Buddha, di mana seluruh anggota Thesofi tanpa memandang perbedaan agama, juga mempelajari agama Buddha. Dari sini lahirlah penganut agama Buddha di Indonesia, yang setelah Indonesia merdeka mereka menjadi pelopor kebangkitan kembali agama Buddha di Indonesia. The Boan An yang menjadi pimpinan GSKI dan Perhimpunan Pemuda Theosofi Indonesia, kemudian ditahbiskan menjadi Bhikkhu di Burma dengan nama Bhikkhu Ashin Jinarakkhita (yang kemudian lebih dikenal dengan panggilan Sukong). Tahun 1956 saat kebangkitan kembali agama Buddha di bumi Indonesia, Bhikkhu Ashin Jinarakkhitalah yang memimpin kebangkitan kembali agama Buddha ke seluruh lndonesia. Karena itu Bhikkhu Ashin Jinarakkhita dinyatakan sebagai Pelopor Kebangkitan agama Buddha secara nasional di Indonesia. 2.2.5 Profil Ayya Pundarika Nama Bhikkuni Nama Kecil Nama Lengkap Nama Samanera Nama Upasampada Tempat Tanggal Lahir Tanggal menjadi Samanera Tanggal Upasampada Guru Penahbisan Nama Ibu Kandung Nama Ayah Kandung : Y.A Bhikkuni Nyana Pundarika Mahatheri : Mita : Ni Made Amitarini, A.Md. : Nyana Pundarika : Nyana Pundarika : Pacet, 22 Agustus 1965 : 26 Agustus 1988 : 09 Maret 1989 : B. Ashin Jinarakkhita (Alm.) : NI Nyoman Suryatni (Almh.) : I Komang Gde Susena Dharma Alamat : Vihara Vimala Virya Jl. Lokomotif Jondul Baru Blok K18-20 Pekan Baru -Riau 2.2.6 Pendidikan SD N 5 Cakranegara – Lombok SMPN II Mataram – Lombok SMPPN Mataram – Lombok Akademi Keguruan Ilmu Pendidikan Boyolali – Jawa Tengah 2.2.7 Pengalaman Organisasi Ketua Sangha Bhikkuni Sangha Agung Indonesia (2011) 2.2.8 Riwayat Singkat 22 Agustus 1965 disebuah desa yang dingin, indah dikelilingi gunung-gunung yaitu Desa Cipanas, Sindang Laya Pacet, Jawa Barat lahirlah seorang bayi perempuan yang bernama Diah Tantri dari paangan Bapak I Komang Gde Susena Dharma dan Ibu Ni Nyoman Suryatni, yang merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Pada saat kelahiran Diah Tantri, situasi Republik Indonesia sedang bergejolak masalah pemberontakan G30S/PKI sehingga ayahnya tak pernah berada dirumah. Diah Tantri lahir dan diasuh oleh ibunya seorang diri karena ayahnya sedang berjuang mempertahankan tanah air dari pemberontakan. Selama satu bulan Diah Tantri selalu menangis tidak mau makan dan tidur sehingga ibunya sangat bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Melihat dari kondisi yang memprihatinkan tersebut, maka ayah dan ibunya membawa Diah Tantri ke sebuah vihara yang kecil di Pacet. Vihara itu bernama Vihara Naga Sena Cipanas. Ayah dan ibunya menemui para Bhante, yang salah satunya adalah Ashin Jinnarakhita (Sukong). Atas usul dari Sukong maka nama Diah Tantri pun diubah menjadi Amita (Ni Made Amitarini, Ni Made penambahan dari suku Bali karena keturunan Bali.) Setelah mengganti nama, kondisinya menjadi lebih baik dan membuat ayah dan ibunya merasa senang. Masa kecil Amita banyak dihabiskan dilingkungan asrama Brimob dan dirumah nenek, dikarenakan ayahnya seorang prajurit Brimob dengan pangkat perwira menengah. Disanalah Amita menghabiskan masa kecilnya yang menyenangkan sebelum memasuki pendidikan dasar. 2.2.9 Kehidupan seorang Bhikkuni Tidak pernah terpikirkan oleh Amita bahwa dirinya akan menjadi seorang Bhikkuni seperti sekarang ini. Dikarenakan masa remaja Amita yang sering bertemu dengan para Bhikku, maka timbullah keinginan untuk mencoba merasakan kehidupan seorang Bhikku dengan menjadi samaneri. Setelah 3 bulan menjadi samaneri dengan nama Nyana Pundarika yang diberikan oleh gurunya Ashin Jinnarakhita. Setelah menjadi samaneri, awalnya Amita ingin kembali menjadi umat awam. Tetapi tidak diperbolehkan oleh gurunya. Maka Amita pun melanjutkan pelatihannya dan kemudian ditahbiskan menjadi seorang Bhikkuni pada 09 Maret 1989 oleh gurunya, Ashin Jinnarakhita. Perjalanan yang tak mudah bagi Ayya (sapaan untuk Bhikkuni) Pundarika dalam menjalankan kehidupannya sebagai Bhikkuni dan harus membabarkan Dhamma ke seluruh pelosok daerah di Indonesia. Dengan tidak memandang dan membedakan gendernya sebagai perempuan, dia pun memasuki daerah-daerah terpencil dengan berbagai keterbatasan. Keinginan yang kuat untuk berjuang bersama dengan para wanita, khususnya umat Buddha yang berada didaerah-daerah, yang sangat membutuhkan bimbingan dari sosok seorang guru praktik spiritual secara langsung. 2.3 Data Penerbit Buku ini akan diterbitkan dibawah penerbit Karaniya. Penerbit Karaniya merupakan salah satu penerbit buku-buku Buddhis yang paling produktif di Indonesia dan pernah menerina Piagam Penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2005. Penerbit Karaniya juga banyak bekerja sama dengan yayasan penerbit-penerbit buku Buddhis lainnya, seperti Ehipassiko Foundation, Young Buddhisy Association of Malaysia (YBAM), Amarin Publication, William Moris, Wisdom Publication, dan penulis-penulis dari manca negara lainnya. Penerbit Karaniya didirikan di Bandung pada hari Waisak 2533 tanggal 21 Mei 1989. Peluncuran buku pertama pada bulan Oktober 1989, yaitu “Dhammapada – Sabda-sabda Buddha Gotama” dan “Mengikuti Jejak Buddha”. Setelah itu, mengikuti prinsip Buddhayana yang non-sektarian, buku-buku dari tiga aliran besar agama Buddha (Theravada, Mahayana, Vajrayana) diterbitkan untuk membuka wawasan Dharma mereka yang ingin mengenal agama Buddha. Di samping melalui toko buku, pustaka Karaniya juga disalurkan melalui viharavihara di seluruh Indonesia. 2.4 Data Target 2.4.1 Consumer Behaviour Masyarakat yang menganut Buddhisme dan peduli dengan sesama, yang ingin belajar lebih dalam mengenai Buddhis dan meluangkan waktunya untuk kepentingan spiritual dan sosial. 2.4.2 Psikografi Personality • Menganut/ menyukai ajaran Buddhis • Perduli terhadap sesama • Senang membaca • Perduli dengan kegiatan-kegiatan sosial 2.4.3 Demografi • Gender • Usia • Pekerjaan : Wanita : 30 - 45 : Ibu rumah tangga, wiraswasta, karyawan 2.5 Analisa SWOT 2.5.1 Strength Buku • Belum adanya buku biografi yang mendalami tentang bhikkuni secara detil (perorangan) Tokoh • Tokoh dikenal oleh berbagai masyarakat didaerah-daerah. • Melakukan kegiatan dengan terjun ke lapangan secara langsung. 2.5.2 Weakness • Kegiatan yang dilakukan masih dalam lingkup yang kecil sehingga kurang dikenal dikota-kota besar. 2.5.3 Opportunities • Belum adanya buku yang menceritakan tentang Bhikkuni Pundarika sebelumnya. • Dengan adanya buku ini maka masyarakat (umat) bisa mengenal Bhikkuni Pundarika walaupun belum pernah dikunjungi sebelumnya. 2.5.4 Threat • Kurang diminati karena tokoh yang diambil kurang dikenal masyarakat luas. • Banyak buku-buku publikasi tentang tokoh-tokoh populer dibanding tokoh agama. 2.6 Kompetitor Buku Menapak Pasti, kisah spiritual anak madura Bhikku Jayamedho adalah sebuah buku tentang perjalanan spirituak Bhikku Jayamedho sebagai seorang sangha. Didalam buku ini menceritakan dari awal saat mengenal agama Buddha hingga memutuskan untuk menjadi seorang Bhikku. Informasi yang dipaparkan cukup lengkap. Alasan mengapa buku ini dijadikan sebagai kompetitor adalah dilihat dari sisi desain grafis buku ini sudah cukup teratur dan rapi dalam pengaturan tulisantulisannya. Dan desain yang cukup menarik dan mudah dibaca.