Lampiran Borobudur sebagai Media Penunjang Pengajaran Bahasa Indonesia Berikut beberapa contoh materi yang disiapkan untuk pembelajar bahasa Indonesia di PURI ILP, Yogyakarta, dalam kunjungan lapangan ke candi Borobudur, Jawa Tengah. Candi Borobudur dipilih sebagai contoh, karena objek budaya ini cukup terkenal, banyak literatur mengenainya, dan cukup rinci untuk diperkenalkan sebagai salah satu bentuk kebudayaan Indonesia (dalam hal ini Jawa Kuna) atau memberikan wawasan sejarah budaya mengenai Indonesia di masa lalu (trend kebudayaan, keanekaragaman agama, spiritualitas).1 Contoh pertama diambilkan dari sebagian materi yang disiapkan bagi mahasiswamahasiswa tahun kedua dan ketiga jurusan Sastra Indonesia dari Universitas Leiden, Belanda, 24 Juli 2001. Bidang studi mereka bahasa Indonesia, maka sewajarnya mereka mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menerima atau menyampaikan gagasan dalam bahasa Indonesia. Cerita-cerita dalam contoh ini menjelaskan beberapa relief cerita Jatakamala (kumpulan cerita suci agama Buddha yang menceritakan teladan kebajikan lewat cerita-cerita binatang), yang terpahat pada panel-panel di sebelah kiri lorong lantai pertama candi Borobudur. Contoh kedua diambil dari sebagian materi yang disiapkan untuk peserta belajar dari Kedutaan Besar Belanda di Jakarta, 22 Agustus 2001. Umumnya, kemampuan berbahasa Indonesia pembelajar dari Kedutaan Besar Belanda atau perwakilan asing lain (Kedutaan Prancis, British Council) ketika mulai belajar di Puri ILP berkisar pada tingkat pemula (beginner). Oleh karena itu kosa kata yang dipakai di sini dibatasi pada kosa kata dalam buku Bahasaku 1 yang digunakan di Puri ILP,2 sedangkan struktur yang dipakai juga disederhanakan.3 Cerita ini berasal dari kitab Lalitawistara (kisah hidup Siddharta Gautama), yang terpahat pada panel-panel di sebelah kanan lorong lantai pertama candi Borobudur. Bagian yang ketiga adalah contoh narasi terinci beberapa objek di Candi Borobudur. Beberapa objek di Candi Borobudur bisa diberi penjelasan tanpa melibatkan objek itu sendiri. Misalnya patung Buddha atau relief cerita. Murid bisa mempelajari beberapa cerita dari guru, dan kemudian mengidentifikasi jenis patung berdasarkan perbedaan ciri-cirinya, atau mengidentifikasi relief mana yang berasal dari cerita tersebut. Objek-objek lain perlu pemahaman lebih mendalam, dan lebih mudah dijelaskan dengan kehadiran objek tersebut. Misalnya tulisan kuno atau cerita yang kurang dikenal. 1 Banyak sumber yang bisa dikutip tentang candi Borobudur, a.l.: Miksic, John. 1997. Borobudur, Golden Tales of the Buddhas. Periplus Editions (HK). 2 Khususnya contoh-contoh 2, 3a dan 4. Kata-kata yang dicetak miring menunjukkan bahwa kata-kata tersebut tidak termasuk daftar kosa kata tersebut. Untuk contohcontoh lain, kata-kata yang dicetak miring adalah kata-kata yang kemungkinan besar belum dikenal oleh murid. 3 Dalam field trip maupun di kelas, pembatasan penambahan kosa kata yang baru penting sekali untuk memudahkan pembelajar menyeleksi dan mengingat-ingat struktur atau kosa kata yang lebih umum atau lebih penting. Benda Cagar Budaya sebagai Media Pengajaran Bahasa dan Budaya Lampiran Contoh 14 4 Boddhisattwa sebagai kelinci. Ia mengajar teman-temannya (singa, berangberang dan kera) prinsip untuk selalu murah hati. Suatu hari, Dewa Indra mau menguji hati mereka. Ia menyamar sebagai brahmana. Serigala, berang-berang dan kera membawa makanan, tetapi kelinci tidak bisa memberikan apa-apa. Ia langsung melompat ke api dan menjadikan dirinya sebagai makanan bagi brahmana itu. Pesan moral dari cerita ini adalah berbuat kebaikan, kalau perlu sampai mengorbankan diri. Boddhisattwa sebagai burung puyuh muda yang tinggal di gunung. Badannya lemah karena ia hanya makan sedikit makanan. Ketika ada kebakaran, ia berdoa kepada Agni, dewa api. Agni menghentikan kebakaran itu karena hormat kepada burung itu. Buddha adalah raja angsa, memerintah bersama angsa lain bernama Sumukha. Suatu hari, seorang pemburu menangkap mereka. Raja angsa meminta pemburu untuk membebaskan Sumukha. Sumukha menolak. Ia tidak mau meninggalkan raja angsa. Pemburu merasa kasihan, dan mau melepaskan mereka. Raja angsa tidak mau menyulitkan pemburu itu. Kemudian pemburu membawa mereka kepada raja, dan menceritakan semuanya kepada raja. Akhirnya raja menaruh kedua angsa itu ke atas tahta. Kura-kura. Boddhisattwa adalah seekor kura-kura besar yang tinggal di laut. Suatu hari, ada kapal yang hampir tenggelam di laut itu. Para pelaut terancam mati, atau dimakan ikan besar. Boddhisatwa menyelamatkan mereka. Ia membawa mereka ke pulau terdekat. Di sana, para pedagang berterima kasih kepada kura-kura karena pertolongannya. Ada masalah baru. Tidak ada makanan di pulau itu, dan para pelaut itu lapar. Mungkin mereka akan mati kelaparan. Boddhisattwa, kura-kura itu, memutuskan untuk menjadikan dirinya makanan bagi mereka. Rusa berkaki delapan. Di hutan ada seekor rusa berkaki delapan. Empat di atas dan empat di bawah. Larinya kencang sekali, dan kalau lelah dia bisa lari dengan empat kaki yang lain. Suatu hari, seorang pemburu ingin menangkapnya. Dia pergi ke hutan, bertemu dengan rusa itu, dan mengejarnya dengan kuda. Karena kelelahan, kuda terperosok ke sungai dan pemburu itu terjatuh. Rusa datang dan menyelamatkan pemburu itu dan kudanya. Moral dari cerita ini adalah: menggunakan kelebihan untuk membantu orang lain, bukan untuk menindasnya. Singa dan burung pelatuk. Seekor singa memakan seekor rusa. Karena serakah, ia makan seluruh rusa itu. Namun sepotong tulang menyangkut di mulutnya. Ia tidak bisa menutupkan mulutnya. Sakit sekali. Burung pelatuk itu, yang sebenarnya merupakan reinkarnasi Boddhisattwa, menawarkan bantuannya. Ia mengambil potongan tulang yang menyangkut di mulut sang singa. Burung itu tahu keserakahan singa, tetapi ia mau mengujinya. Ia bertanya, "Apa hadiah untuk pertolonganku?" Singa menjawab, bahwa burung pelatuk sudah masuk ke dalam mulutnya dan masih selamat. "Itulah hadiahnya." jawab singa. Diambil dari materi field trip untuk mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Leiden, 24 Juli 2001 Benda Cagar Budaya sebagai Media Pengajaran Bahasa dan Budaya Lampiran Contoh 25 5 Mimpi Maya: gajah putih masuk ke tubuhnya. Brahmana menjelaskan arti mimpi Maya. Menurut mereka, anak yang akan lahir nanti akan menjadi raja besar. Satu brahmana bicara bahwa anak itu nanti akan jadi raja yang besar atau pemimpin agama yang besar. Sebelum Siddharta lahir, ada satu peristiwa aneh. Binatang-binatang buas keluar dari hutan dan pergi ke depan istana. Mereka jinak dan bahkan mau bermain-main dengan orang-orang dan para penjaga istana. Maya naik kereta ke Taman Lumbini. Siddharta lahir di Taman Lumbini. Sesudah lahir, dia langsung berjalan tujuh langkah. Di bawah bekas tapak kakinya tumbuh bunga teratai. Dalam satu kompetisi, seorang sepupu Siddharta berhasil membunuh gajah. Siddharta menyingkirkan gajah itu dengan sebelah kakinya 64 mil ke luar kota. Kompetisi memanah. Siddharta dan istrinya hidup mewah. Ayah Siddharta memberikan tiga istana dan banyak pelayan kepada Siddharta dan istrinya. Siddharta bertemu orang miskin. Siddharta bertemu orang sakit. Siddharta melihat orang mati. Siddharta bertemu pendeta. Siddharta mau menjadi pendeta. Ia lari dari istana. Siddharta menjadi pendeta. Siddharta menerima hadiah tikar dari seorang pencari rumput. Biasanya Siddharta tidak mau menerima apa-apa selain makanan. Tikar itu satu-satunya hadiah yang mau diterima Siddharta. Siddharta dicobai. Iblis menyerang Siddharta dengan panah, tetapi setiap anak panah berubah menjadi bunga ketika akan mengenai tubuh Siddharta. Anak-anak perempuan Iblis menggoda Siddharta dengan musik dan tarian. Siddharta mendapat pencerahan, dia menjadi Buddha. Dewa-dewa dan manusia meminta Buddha menghentikan semadinya. Buddha pergi ke mana-mana untuk mengajar. Suatu hari, Buddha akan menyeberang sungai. Tukang perahu tidak mau menyeberangkan karena dia tahu Buddha tidak punya uang. Dia terkejut ketika melihat Buddha tahu-tahu sudah ada di seberang sungai. Diambil dari materi field trip untuk pembelajar dari Kedutaan Besar Belanda dan pasangannya, 22 Agustus 2001 Benda Cagar Budaya sebagai Media Pengajaran Bahasa dan Budaya Lampiran Contoh 3 Detail relief ‘Siddharta melihat orang mati”. Dalam contoh ini guru bisa menggunakan media berupa relief objek yang bersangkutan, atau foto dari objek yang bersangkutan. Meskipun begitu, karena relief ini mudah diidentifikasi, guru bisa menjelaskan bagian ini sebelum menunjukkan relief atau foto objek tersebut. a. Contoh narasi sederhana bagi murid tingkat pemula: Ada orang mati. Siddharta belum pernah melihat orang mati. Pembantunya menjelaskan bahwa setiap orang pasti akan meninggal. Orang tidak bisa lari dari kematian. Sekarang Siddharta sadar bahwa ada awal dan ada akhir. Semua hal punya awal dan akhir. Orang lahir, hidup dan mati. Siddharta bertanya, untuk apa orang hidup? Sesudah mati, ada apa? Siddharta sedih. b. Contoh narasi sederhana bagi murid tingkat menengah: Siddharta melihat beberapa orang membawa orang yang sudah meninggal. Siddharta menanyakan hal itu. Pembantunya mengatakan bahwa setiap manusia pasti akan meninggal. Kematian adalah takdir bagi semua orang. Siddharta belum pernah mengalami kesedihan. Sebelumnya, dia hanya tahu tentang hal-hal yang baik-baik dan menyenangkan saja. Perjalanan keluar istana membuka mata dan pikirannya tentang realita. Kesan yang paling mendalam adalah tentang kematian. Setiap hal -baik atau pun buruk-ada akhirnya. Sesudah semua berakhir, apa yang akan terjadi? Pikiran ini membuat Siddharta sedih. c. Contoh narasi bagi murid tingkat lanjut: Siddharta melihat orang mati. Ada beberapa orang mengusung orang yang sudah meninggal. Pembantunya menjelaskan orang itu sudah meninggal, dan bahwa setiap manusia pasti akan meninggal. Kematian adalah takdir bagi semua orang. Nasib buruk, penyakit, dan kematian adalah takdir. Tidak ada orang yang bisa menghindarinya. Sebelumnya, Siddharta hanya tahu tentang hal-hal yang baik-baik dan menyenangkan saja. Itulah 'kenyataan' hidup baginya. Dia belum pernah mengalami keadaan yang menyedihkan. Perjalanan keluar istana membuka mata dan pikirannya tentang arti kenyataan. Kehidupan mewah di istana yang sebelumnya paling 'nyata' baginya, kini terlihat semu. Kesan yang paling mendalam adalah tentang kematian. Ternyata, bagi setiap hal -baik atau pun buruk-ada akhir. Ketika semua berakhir, selanjutnya apa yang akan terjadi? Pikiran ini membuat Siddharta sedih. Ia ingin membantu semua orang bebas dari penderitaan. Ia ingin menemukan cara untuk membebaskan orang-orang dari samsara. Benda Cagar Budaya sebagai Media Pengajaran Bahasa dan Budaya Lampiran Contoh 4 Penjelasan berikut memerlukan objek yang bisa diamati oleh murid, karena tidak bisa diidentifikasi tanpa pengetahuan mendalam tentang sistem tulisan Jawa Kuna atau urutan cerita yang terpampang pada relief. Pilihan kosa kata dan struktur yang dipakai di sini dibatasi pada struktur/kosa kata yang sederhana. Wirupa. Buruk muka. Satu dari 130 relief Karmawibhangga. Relief ini tentang orang-orang yang suka membuat gosip dan bicara tentang hal-hal yang jelek, sehingga mereka lahir lagi dengan wajah yang jelek: mata, hidung, dan mulut yang jelek. Tulisan ini tulisan Jawa Kuna. Tulisan ini dari abad 8 atau 9. Tulisan Jawa/Sunda/Bali sekarang sedikit sama dengan tulisan ini. Ketika itu ada beberapa jenis tulisan di Jawa: tulisan Jawa Kuna, tulisan Pallawa, dan tulisan Dewanagari. Sekarang di Indonesia juga ada beberapa jenis tulisan: alfabet Latin, tulisan Arab dan (di Jawa dan Bali) tulisan Jawa/Bali. Relief-relief ini bicara tentang karma. Semua orang, yang baik atau yang jahat, mendapat karma. Orang yang baik mendapat karma yang baik, orang yang jahat mendapat karma yang jelek. Kalau orang mati, dia akan reinkarnasi lagi menjadi orang atau binatang, tergantung karmanya. Benda Cagar Budaya sebagai Media Pengajaran Bahasa dan Budaya