Suparman. (2013). Desain Primer PCR in Silico untuk Amplifikasi Gen rbcL genus Mangifera Jurnal ßIOêduKASI Vol 2 No (1) September 2013 ISSN : 2301-4678 DESAIN PRIMER PCR IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI GEN rbcL PADA GENUS Mangifera Suparman Laboratorium Biologi FKIP Universitas Khairun, Ternate [email protected] ABSTRAK Penelitian ini merupakan studi bioinformatika untuk mendapatkan sekuen primer gen rbcL pada genus tanaman Mangifera. Gen rbcL merupakan gen barcode yang digunakan untuk identifikasi dan pembeda antar jenis pada kelompok tumbuhan tingkat tinggi juga dapat digunakan untuk rekonstruksi filogenentik tumbuhan. Metode yang digunakan dalam mendapatkan primer optimal ialah dengan cara in silico yakni simulasi dengan computer menggunakan informasi website genebank yang menyediakan berbagai gen. Desain primer gen rbcL dimulai dengan mengunduh sekuen DNA dari gen rbcL Mangifera indica dari GenBank dan mengkopy dalam bentuk pasta sebagai acuan untuk mencari daerah lestari. Primer dibuat dengan dua arah pembacaan DNA : forward (rbcL-F) dan primer reverse (rbcLR). Primer didesain dengan menggunakan software primer designer yakni Genamics Expression dan selanjutnya primer dikonfirmasi secara insilico menggunakan perangkat lunak blast primer pada NCBI untuk mengetahui posisi akurat penempelan primer pada gen rbcL secara bioinformatika. Primer gen rbcL yang dihasilkan ialah CTTGGCAGCATTCCGAGTA untuk primer forward dan TCACAAGCAGCAGCCAGTTC untuk primer reverse. Prediksi suhu optimal annealing ialah 61-64 derajat celsius. Produk PCR yang didapatkan sepanjang 1272 bp. Kata kunci : Mangifera, primer rbcL, studi bioinformatika Genus Mangifera merupakan salah satu dari 70 genus dalam famili Anacardiaceae (Judd, dkk. 2002), dan termasuk genus yang memiliki anggota spesies terbesar, yakni 69 spesies yang telah diidentifikasi (Kostermans dan Bompard, 1993). Kebanyakan dari spesies tersebut tersebar di Pulau Kalimantan, Sumatra, Jawa, dan Semenanjung Malaysia (Mukerjee, 1953). Spesies dari genus Mangifera yang dikenal umum adalah Mangga (Mangifera indica). Mangga memiliki nilai komersil sebagai buah konsumsi, karena itu sebagian besar orang mengenal Mangifera sebagai Mangga. Saat ini terdapat sekitar 1500 varietas Mangga (Krishnan, dkk. 2002). Anggota Mangifera lain seperti Mangifera odorata (Kuweni), M. caesia (Binjai/wani), M. foetida (Bacang/Limus) kurang dikenal, padahal spesies-spesies tersebut dimanfaatkan sebagai buah konsumsi di beberapa daerah, seperti pada M. caesia yang dikonsumsi dan telah teridentifikasi sebanyak 22 kultivar di Bali (Rai, dkk. 2008). Spesies lain seperti M. decandra (Konyot besi), M. dewildei (Berhul), dan M. minor (Mangga liar) telah digunakan sebagai sumber kayu dan bahan obat-obatan karena mengandung zat Fitokimia, Fenol, dan Terpenoid (Kostermans dan Bompard, 1993). Semakin banyaknya spesies yang dikenal akan semakin menambah pemanfaatannya. Semua spesies anggota genus Mangifera diduga berasal dari satu nenek moyang yang sama, tetapi Kostermans dan Bompard (1993), menyatakan bahwa Mangifera diturunkan dari dua nenek moyang yang berbeda. Perbedaan dugaan ini akan menyebabkan keraguan dalam klasifikasi Mangifera. Menurut Hidayat (2011), klasifikasi antar spesies dalam genus 163 Jurnal ßIOêduKASI Vol 2 No (1) September 2013 ISSN : 2301-4678 Mangifera masih tidak stabil, hal ini dikarenakan kompleksitas dari organ vegetatif dan reproduktif genus tersebut. Klasifikasi genus Mangifera berdasarkan morfologi oleh Kostermans dan Bompar (1993) dibagi menjadi dua subgenus yakni Mangifera dan Limus. sehingga penggunaanya akan efektif mengenali keragaman dalam semua tanaman. Penggunaan marker rbcL pada analisis filogenetik yang dipadukan dengan marker lain diantara spesies dalam satu genus telah dilakukan, seperti pada spesies anggota Zygophyllum family Zygophyllaceae (Bellstedt, dkk. 2008), Caragana family Leguminoseae (Zhang, dkk. 2009) dan efektif dalam memberikan informasi filogenetik diantara spesies yang diuji. Gen rbcL merupakan salah satu gen yang direkomendasikan oleh Consortium Barcode of Life (CBOL) pada tahun 2009 sebagai marker molekuler barcode pada tanaman, rekomendasi ini memerkuat alasan penggunaan rbcL dalam analisis filogenetik dan kekerabatan tanaman. Klasifikasi Mangifera berdasarkan morfologi mengindikasikan keraguan pengelompokan (Yonemori, dkk. 2002), hal ini dapat dilihat pada uncertain position untuk 11 spesies yang telah diidentifikasi. Klasifikasi oleh Hou (1978) dan Mukherjee (1953), M. longipes dimasukan ke dalam genus Mangifera, tetapi Kosterman dan Bompard (1993) tidak mencantumkan nama jenis M. longipes dalam genus Mangifera karena dianggap sinonim dari M. laurina. Mangifera odorata diduga merupakan hasil dari persilangan antara M. indica dengan M. foetida (Hou, 1978) tetapi Kosterman dan Bompard (1993) menolak dugaan tersebut. Oleh karena itu perlu alternatif selain morfologi sebagai dasar klasifikasi sebagai penguat klasifikasi yang telah ada. Markah molekuler dapat dianalisis menggunakan Polimerase Chain Reaction yang dikenal dengan PCR yakni metode perbanyakan DNA dengan tiga langkah utama yakni denaturasi, annealing dan extensi. Proses perbanyakn DNA mengikuti kaidah pangkat dua. Proses PCR memerlukan primer, yakni sederet sekuen DNA pendek sebagai pengenal DNA target yang selanjutnya memperpanjang dan memperbanyak DNA target. Penggunaan marker molekuler menurut Li (1997), dinilai menyediakan karakter yang lebih berlimpah dibandingkan morfologi dan fisiologi, serta lebih cepat, praktis, dan efisien dalam pengerjaan. Sistematika molekuler dengan menggunakan marker molekuler pada tanaman telah digunakan secara luas sebagaimana pada organisme lain dalam determinasi hubungan filogenetik (Asahina, dkk. 2010). Pada sistematika Angiospermae pendekatan filogenetik dengan karakter molekuler telah digunakan dan efektif dalam mengelompokan takson yang belum terselesaikan oleh dengan karakter fenetik (Reddy, 2009). Salah satu marker molekuler yang banyak digunakan dalam filogentik tumbuhan yakni rbcL. Gen rbcL tanaman merupakan pengkode sub unit besar riboluse-1,5-bisphosphate carboxylse (RubisCo) yang berada di genom kloroplas (Judd, dkk. 2001) dan merupakan gen yang universal pada hampir semua tanaman, Desain primer dapat dibuat dengan menggunakan konstruksi secara insiliko berbasis ilmu bioinformatika. Olah karena itu, untuk keperluan isolasi sekuen gen rbcL dari DNA Mangifera maka perlu di lakukan desain primer untuk mengamplifikasi gen rbcl yang dapat di gunakan untuk semua anggota genus Mangifera. Penelitian ini adalah penelitian awal pada penelitian filogenetik pada genus mangifera untuk menjawab latarbelakang penelitian. METODE PENELITIAN Desain primer gen rbcL. Penelitian ini merupakan penelitian berbasis in silico dalam mendesain primer PCR dengan menggunakan analisis 164 Suparman. (2013). Desain Primer PCR in Silico untuk Amplifikasi Gen rbcL genus Mangifera Jurnal ßIOêduKASI ISSN : 2301-4678 Vol 2 No (1) September 2013 bioinformatika. Pengambilan dan pengolahan data yang tersedia pada website penyedia gen dan layanan pengolahan/analisis gen dan DNA. Proses PCR (Polymerase Chain Reaction) memerlukan sepasang primer sebagai pemicu terbentuknya DNA baru yang mirip gen target seperti proses replikasi DNA. Berikut gambaran proses pembentukan gen target saat amplifikasi, jumlah molekul DNA double stranded yang dihasilkan sesuai dengan hitungan pangkat dua dari siklus amplifikasi yang dilakukan. Jumlah siklus Jumlah target M o l e k u l D N A y a n g Gambar 1. Gambaran proses PCR dan amplifikasi gen target serta penambahan jumlah fragment sejalan dengan panambahan siklus (Primerose, Twyman and Old : 2003) Gambar 2. Prinsip umum dan proses PCR (Handoyo dan Rudiretna, 2001) Desain primer gen rbcL dimulai dengan mengunduh sekuen DNA dari gen rbcL Mangifera indica yang tersedia di GenBank. Gen dicopy dalam bentuk pasta dan dijadikan acuan untuk mencari daerah lestari. Primer yang dibuat yakni primer untuk dua arah pembacaan DNA yakni primer forward (rbcL-F) dan primer reverse (rbcL -R). Desain 165 Jurnal ßIOêduKASI Vol 2 No (1) September 2013 ISSN : 2301-4678 primer dibuat dengan ketentuan persen GC dari masing-masing primer harus di atas 50%, perbedaan suhu mealting antara kedua primer maksimal 4ºC. Panjang masing-masing primer berkisar antara 15 basa sampai 25 basa. Desain primer juga harus menghindari struktur sekunder dan primer dimer (Claverie dan Notredame, 2007). Sekuen gen rbcL yang didapatkan berdasarkan primer pada Tabel 2 yakni berupa sekuen parsial gen rbcL yang berjumlah 1272 basa dare 1460 basa untuk total gen rbcL). Penggunaan sekuen parsial pada gen rbcL dalam filogenetik tanaman diantarnya digunakan oleh beberapa peneliti, diantaranya oleh Asahina, dkk. (2009), Barrachlough, dkk. (1996), Duvall, dkk. (1993), Reddy (2009), dan Setoguchi dkk. (1998). Primer diharapkan dapat menempel pada bagian ujung kedua pasangan basa gen rbcL, sehingga menghasilkan panjang gen hasil amplifikasi yang maksimal, setelah mengikuti aturan tersebut, selanjutnya primer didesain dengan menggunakan software primer designer yakni Genamics Expression dan selanjutnya primer dapat di ujicoba atau dikonfirmasi secara insilico menggunakan perangkat lunak blast primer pada NCBI untuk mengetahui posisi akurat penempelan primer pada gen rbcL secara bioinformatika. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil DNA templet/cetakan yang dijadikan acuan merupakan sekuen gen rbcL yang terdapat di NCBI bersumber dari Aguilar and Sosa (2004). Desain primer yang dilakukan menghasilkan beberapa pasangan primer (F dan R) sebagai berikut : Tabel 1. Primer hasil yang didapat menggunakan software genamic expression, terdiri dari enam pasang primer. No Panjang Panjang Produk GC basa basa % Primer F 1 R F 2 R F 3 R F 4 R F 5 R F 6 R CTTGGCAGCA TTCCGAGTA TCACAAGCAG CAGCCAGTTCA AAAGCCCTGC GCGCTCTACG GCTACGGAAC CCGGCGCATT AAAGCCCTGC GCGCTCTACG ACGGAACCC GGCGCATTTCC AGTTCCACC CGAGGAAGCA AAGCAGCAGC CAGTTCAGGAC AAAGCCCTGC GCGCTCTACG AAGCAGCAGC CAGTTCAGGAC CTTGGCAGC ATTCCGAGTA TCACAAGCAG CAGCCAGTTC 19 52.63 1272 21 52.38 20 65 875 20 65 20 65 872 20 65 19 57.89 1235 21 57.14 20 65 875 21 57.14 19 52.63 1272 20 52.38 166 Tm* o C 51.82 / 63.9 56.9/ 69.45 60.11 / 72.52 60.11 / 73.87 60.11 / 72.52 60.3 / 75.76 54.92 / 67.05 57.31 / 67.14 60.11 / 72.52 57.31 / 67.14 51.82 / 63.9 55.4 / 66.73 Struktur Sekunder Dimer Tidak Tidak Tidak Tidak Lemah Tidak MODERATE Tidak Lemah Tidak MODERATE Tidak MODERATE Tidak Tidak Tidak WEAK Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Jumlah hasil Blast >475 >500 >500 >500 >500 >475 Suparman. (2013). Desain Primer PCR in Silico untuk Amplifikasi Gen rbcL genus Mangifera Jurnal ßIOêduKASI Vol 2 No (1) September 2013 ISSN : 2301-4678 Tabel 2. Sepasang primer terbaik hasil desain primer gen rbcL setelah dikonfirmasi dengan blast primer NCBI Basa Panjang Produk Basa CTTGGCAGCATTCCGAGTA 19 TCACAAGCAGCAGCCAGTTC 20 Primer Forward (rbcL-F) Reverse (rbcL-R) ukuran Berdasarkan primer yang didesain dengan metode insiliko, maka profil suhu prediksi amplifikasi gen rbcL untuk PCR dari genom daun tanaman Mangifera diperkirakan sebagai berikut: GC Tm Struktur Sekunder Dimer % o 1272 53 64 NONE NO 1272 52 67 NONE NO C Struktur sekunder meliputi; 1). Hairpins : terbentuknya struktur loop/hairpin pada primer sebaiknya dihindari, namun sangat sulit untuk memperoleh primer tanpa memiliki struktur hairpin. Hairpin pada ujung 3' dengan ΔG (energi yang dipelukan untuk memecah struktur hairpin) = -2 kcal/mol dan hairpin internal dengan ΔG = -3 kcal/mol masih dapat ditoleransi; 2). Self Dimer : primer dapat berikatan dengan primer lainnya yang sejenis disebut dengan self-dimer. selfdimer pada ujung 3' dengan ΔG = -5 kcal/mol dan self- dimer pada bagian internal dengan ΔG= -6 kcal/mol masih dapat ditoleransi. 3). Cross Dimer : Primer dapat beriktan dengan primer pasangannya (reverse dan forward) sehingga disebut cross dimmers. Cross dimmer re homologous. Optimally a 3' end cross dimer with a ΔG of - 5 kcal/mol and an internal cross dimer pada ujung 3' dengan ΔG = -5 kcal/mol dan self- dimer pada bagian internal dengan ΔG= -6 kcal/mol masih dapat ditoleransi. Gambar 3. Hasil Rekayasa Desain Profil Suhu Penempelan Primer rbcL Pada Gen Target Pembahasan Primer hasil desain secara insilico terdapat enam pasang yang direkomendasikan. Pada empat pasang primer tersebut terdapat struktur sekunder yang diprediksikan terbentuk pada saat proses amplifikasi pada saat PCR, yakni pasangan primer 2, 3,4 dan 5. Struktur sekunder dapat menggangu proses amplifikasi, sehingga gen rbcL yang teramplifikasi tidak sempurna dan primer tidak menempal pada DNA templet. Pada dasarnya adabbeerapa yang harus dihindari dalam mendesain primer PCR yakni : struktur sekunder dan pengulangan basa. Pengulangan basa/repeats : primer sebaiknya tidak memiliki urutan pengulangan dari 2 basa dan maksimum pengulangan 2 basa sebanyak 4 kali masih dapat di toleransi. Misalnya ATATATAT. Primer juga sebaiknya tidak memiliki urutan basa yang di ulang terus menerus. Pengulangan basa berurutan sampai 4 kali masih dapat di toleransi. Misalnya AGCGGGGGATGGGG memiliki urutan basa G diulang 5 kali berturut-turut. Secara manual, suhu annealing optimum sangat mempengaruhi hasil pcr. Ta Opt ini dapat dihitung dengan cara Ta Opt = 167 Jurnal ßIOêduKASI Vol 2 No (1) September 2013 ISSN : 2301-4678 0.3 x(Tm of primer) + 0.7 x(Tm of product) – 25. Hasil desain primer gen rbcL ini, pada penelitian selanjutnya akan diguanakan untuk rekonstruksi pohon filogenetik genus Mangifera. Sehingga akan di isolasi genom dare beberapa sampel tanaman dare genus mangifera sesuai yang tersedia dan telah diidentifikasi di laboratorium. Langkah selanutnya akan di analisis kekerabatan antar jenis dare genus mangifera. Hal ini sesuai dengan latar belakang penelitian yang digambarkan oleh penulis mengenai ketidakjelasan pengelompokan dari anggota genus mangifera. PRIMER HASIL PEMBUATAN HASIL PENEMPELAN Gambar 4. Penggambaran penempelan sekuen primer pada sekuen gen target. PANJANG BASA HASIL PCR, SUHU OPTIMAL Hasil desain primer gen rbcL akan berguna dalam isolasi gen dan amplifikasi melalui proses PCR gen rbcL. Hasil tersebut selanjutnya akan digunakan untk analisis filogenetik yang dapat memberikan informasi kekerabatan berdasarkan urutan DNA gen rbcL. Hal ini tentu membutuhkan keakuratan dalam mendesain dan menghasilkan primer gen rbcL sehingga menghasilkan produk PCR yang akurat. Panjang basa produk hasil PCR ialah 1272 bp. Panjang basa produk DNA target gen rbcL yang dihasilkan merupakan gen parsial yakni hanya 1272 bp dari 1460 bp gen rbcL. Ini merupakan hasil terpanjang dibandingkan dengan primer lainnya. Suhu annelaing optimal ialah diprediksikan antara 61 sampai 64 derajat celsius. Gen parsial dapat digunakan untuk identifikasi tanaman, rekonstruksi pohon filogenetik dan uji taksonomi tumbuhan. KESIMPULAN Primer gen rbcL yang optimal ialah CTTGGCAGCATTCCGAGTA untuk primer forward dan TCACAAGCAGCAGCCAGTTC untuk primer reverse. Suhu optimal berdasarkan perhitungan DNA calculator ialah 61-64 derajat celsius. Produk PCR yang didapatkan sepanjang 1272 bp. Gen rbcL merupakan gen yang moderate conserve artinya memliki kelestarian gen yang cukup kuat tetapi jika dibandingkan dengan gen conserve lain, tidak terlalu kuat sehingga dapat di gunakan untuk identifikasi dan membedakan jenis dari tumbuhan. Sekuen DNA barkode memegang peran tambahan yang penting dalam alur kerja taksonomi sehingga barkoding DNA tidak dapat tergantikan untuk analisis taksonomi yang menyeluruh (Hajibabaei, et al. 2007) DAFTAR PUSTAKA Aguilar, C.J. and Sosa,V. 2004. The evolution of toxic phenolic compounds in a group of Anacardiaceae genera. Taxon Journal 53 (2), p:357-364, www. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/45 935396 diakses : 15 Agustus 2010. Asahina, H., Shinozaki, J., Masuda, K., Morimitsu, Y., dan Satake, M. 2010. Identification of medicinal Dendrobium species by phylogenetic analyses using mat K and rbcL sequences. The Japanese Society of Pharmacognosy and Springer. J Nat Med, 64, p:133–138. Sekuen DNA dari beberapa jenis tumbuhan atau dari beberapa speciemen dapat digunakan untuk rekonstruksi dan analisis filogenetika. Filogenetika merupakan satua bagian yang penting dalam analisis taksonomi yang menyeluruh, karena menyediakan informasi kekerabatan berdasarkan sejarah evolusi gen dan jenis dari masing-masing sampel. 168 Suparman. (2013). Desain Primer PCR in Silico untuk Amplifikasi Gen rbcL genus Mangifera Jurnal ßIOêduKASI Vol 2 No (1) September 2013 Barrachlough, T.G., Harvey, P.H., dan Nee, S. (1996) : Rate of rbcL gene sequences evolution and species diversification in flowering plants (Angiospermae). The Royal Society. Proc. R. Soc. Lond. B 263, 589-591. Bellstedt, D.U., van Zyl, L., Marais, E.M., Bytebier, B., de Villiers, C.A., Makwarela, A.M., dan Dreyer, L.L. (2008) : Phylogenetic relationships, character evolution and biogeography of Southern African members of Zygophyllum (Zygophyllaceae) based on three plastid regions. Molecular Phylogenetics and Evolution 47 : 932– 949. Elsevier Inc Claverie, J.M., dan Notredame, C. (2007) : Bioinformatics for Dummies 2nd edition.Wiley Publishing, Inc. Indianapolis. Duvall, M.R., Learn, G.H., Eguiarte, L.E., Jr., dan Clegg, M.T., (1993) : Phylogenetic analysis of rbcL sequences identifies Acorus calamus as the primal extant monocotyledon, Proc. Natl. Acad. Sci (90): 4641-4644. Hajibabaei, M., Singer, G.A.C., Hebert, P.D.N dan Hickey, D.A. 2007. DNA barcoding: how it complements taxonomy, molecular phylogenetics and population genetics. Trends in Genetic. Handoyo, D., dan Rudiretna A. 2001. Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (Pcr).Unitas, Vol. 9, No. 1, p: 17-29. Hidayat, T., dan Pancoro, A. 2001. Molecular Phylogenetic Study of Anacardiaceae Based on Variation of the Internal Transcribed Spacer Region Sequences. Hayati, Vol. 8, No.4, p : 98-l0l Hidayat, T., Pancoro, A., Kusumawaty, D., dan Eiadthong, W. 2011. Molecular Diversification and Phylogeny of Mangifera (Anacardiaceae) in Indonesia and Thailand. Proceeding of the International Conference on Advanced Science, Engineering and information Technology : 88-91, Putrajaya, Malaysia. ISSN : 2301-4678 Hou, D. 1978. Anacardiaceae (revisions). Flora Malesiana, Series I, 8(3), p: 395548. Jena, R.C., Samal, K.C. and Das, B.K. 2010. Opimization of DNA isolation and PCR protocol for RAPD analysis of Mangifera indica L. Journal of Agricultural Technology, Vol. 6(3), p: 559-571. Judd, W.S., Campbel, C.S., Kellog, E. A., Stevens, P. F., dan Donoghue, M. J. 2002. Plant Systematics : Phylogenetic Approach, 2nd edition. Sinauer Associates, Inc. Publisher, Sunderland, Massachusets-USA. Kostermans, A. J. G. H., dan Bompard, J. M. 1993. The manggoes : Their Bothany, Nomenclature, Horticulture and Utilization. IBPGR Academic Press. Harcourte Brace & Company. London. Krishnan, A.G., Nailwal, T.K., Shukla, A., Pant, R.C. 2009. Mango (Mangifera indica L.) Malformation an unsolved mystery. Researcher 1(5). [http:/www/scienpub.net/researcher] akses : 9 Maret 2011. Li, W., dan Graur, D. 1991. Fundamental of Molecular Evolution. Sinauer Associates, Inc. Mukherjee, S.K. 1953. Origin, Distribution, and Phylogenetic affinity of the species of Mangifera L. Journal of the Linnean Society, Botany. LV, p: 65-83. Primerose, S.B., Twiman, R.M., Old., R.W. 2003. Principles of gene manipulation (six edition). Balckwell scince ltd. Rai, I.N., Wijana, G. dan Semarajaya, C.G.A. 2008. Identifikasi Variabilitas Genetik Wani Bali (Mangifera caesia Jack.) dengan Analisis Penanda RAPD. Jurnal Hortikultura, 18(2), p: 125-134. Reddy, B.U. 2009. Molecular phylogeny of Angiospermic plant families using rbcL gene Sequences. International Journal of Bioinformatics Research, 1(2) : pp27-36. Setoguchi, H., Osawa, T.A., Pintaud, J.C., Jaffre, T. dan Veillon, J.M. 1998. 169 Jurnal ßIOêduKASI Vol 2 No (1) September 2013 ISSN : 2301-4678 Phylogenetic Relationships within Araucariaceae Based on rbcL Gene Sequences. American Journal of Botany 85(11), p: 1507–1516. Yonemori, K., Honso, C., Kanzaki, S., Wiadthong, W., dan Sugiura, A. 2002. Phylogentic relathionship of mangifera species revealed by ITS sequences of nuclear ribosomal DNA and a possibility of their hybrid origin. Plant Syst. Evol. 231, p: 59-75. Zhang, M., Fritsch, P.W., dan Cruz, B.C. 2009. Phylogeny of Caragana (Fabaceae) based on DNA sequence data from rbcL, trnS–trnG, and ITS. Journal Molecular Phylogenetics and Evolution 50, p: 547–559. 170