Gandum sebagai Faktor Pencetus Diabetes Mellitus tipe

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Gandum sebagai Faktor Pencetus
Diabetes Mellitus tipe 1 pada Anak
Filbert Kurniawan, Sem Samuel Surja
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita DM keempat terbanyak di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. Data
prevalensi penderita DM tipe 1 di Indonesia masih belum diketahui, namun diyakini cukup besar. Penyebab DM tipe 1 merupakan perpaduan
faktor genetik, lingkungan, dan imunologis. Gandum merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mencetuskan DM tipe 1. Gandum
yang diberikan pada anak berusia kurang dari tiga bulan dan tujuh bulan ke atas yang telah memiliki predisposisi genetik dapat memicu proses
autoimun. Gen yang diketahui merupakan faktor predisposisi DM tipe 1 pada asupan gandum adalah HLA-DR4/DQ8.
Kata kunci: gandum, DM tipe 1, autoimun
ABSTRACT
Indonesia is the fourth highest number of people with DM in worldwide after India, China, and the United States. Prevalence data of type 1 DM
patients in Indonesia is still unknown, but believed to be quite a lot. The cause of type 1 DM is a combination of genetic, environmental, and
immunologic response. Wheat is one of the environmental factors that can trigger type 1 DM. Wheat were given to children aged less than
three months and over seven months who already have genetic predisposition may trigger the autoimmune process. Gen that known to be a
predisposing factor type 1 DM that constribute to be a predisposing factor DM type 1 is HLA-DR4/DQ8. Filbert Kurniawan, Sem Samuel Surja.
Wheat as a Trigger of Type 1 Diabetes Mellitus in Children.
Key words: wheat, type 1 diabetes, autoimmune
PENDAHULUAN
Salah satu penyakit yang paling banyak
dijumpai saat ini adalah diabetes mellitus
(DM). Indonesia merupakan negara keempat
di dunia dengan jumlah penderita DM
terbanyak setelah India, China, dan Amerika
Serikat.1 Prevalensi penderita DM di Indonesia
sebesar 5,7% (Riskesdas 2007).2 Penelitian
menunjukkan adanya reaksi sistem imun
abnormal sel T pada DM tipe 1 terhadap
kandungan protein di dalam gandum. Saat ini
banyak makanan yang dibuat dari gandum,
seperti roti, sereal, dan makanan bayi. Apabila
reaksi terhadap gandum tersebut dapat
memicu DM tipe 1 maka akan berdampak
buruk, khususnya pada anak-anak.
Diabetes Mellitus
Kadar gula darah normal manusia selalu
dipertahankan berada pada 70-120 mg/
dL. Diabetes mellitus (DM) adalah sebuah
sindrom yang ditandai oleh hiperglikemia
akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
Alamat korespondensi
102
atau kombinasi keduanya.3 Penderita DM juga
mengalami kelainan metabolism karbohidrat,
lemak, dan protein dalam perjalanan
penyakitnya. Dalam klinik, DM dibagi atas
DM tipe 1 yang terjadi akibat kerusakan dari
pankreas untuk memproduksi insulin, DM tipe
2 yang terjadi akibat gangguan sensitivitas
reseptor pada insulin, dan DM tipe lainnya
yang disebabkan oleh faktor-faktor lainnya.4
DM Tipe 1
DM tipe 1 diderita sekitar 5-10% dari seluruh
penderita DM di dunia. Terdapat 2 macam
DM tipe 1 yang berhasil diidentifikasi, yaitu
tipe imun (1A) dan tipe nonimun (1B). Pada
DM tipe 1A, terjadi proses autoimun yang
menyebabkan kerusakan sel β pankreas. Pada
DM tipe 1B atau biasa disebut DM idiopatik,
tidak terjadi proses imun sama sekali dan
penyebab defisiensi insulin tidak diketahui
pasti.3,4,5
Penyebab munculnya DM tipe 1 merupakan
perpaduan antara faktor genetik, lingkungan,
dan imunologis.3 Faktor genetik yang
berperan berhubungan dengan gen yang
mengkode major histocompatibility complex
(MHC) kelas 2, yaitu gen HLA-DQ dan HLADR. Perubahan pada HLA-DR3 dan HLA-DR4
dapat meningkatkan risiko 20-40 kali untuk
menderita penyakit DM tipe 1.4
Pada 85-90% penderita didapatkan marker
serologis destruksi imun seperti autoantibodi
terhadap sel β pankreas, autoantibodi
terhadap insulin, autoantibodi terhadap
glutamic acid decarboxylase (GAD65), dan
autoantibodi terhadap tyrosine phosphatase
IA-2. Timbulnya proses autoimun, dipicu oleh
adanya faktor lingkungan. Faktor imunologis
berkaitan dengan proses autoimun yang
merusak sel β pankreas.4
Sistem Imun
Sistem imun merupakan mekanisme
perlindungan tubuh manusia terhadap benda
email: [email protected]
CDK-201/ vol. 40 no. 2, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
terangkum dalam tabel 1.
Penelitian pada Hewan mengenai
Diabetes dan Protein Gandum
Penelitian Maurano dkk (2005) menunjukkan
adanya penurunan villus jejunum pada tikus
non obese diabetic (NOD) yang diberi makanan
standar/standard diet (SD) dibandingkan
dengan tikus yang diberi makanan bebas
gluten/gluten free diet (GFD), dengan p
<0,001. Selain itu pada tikus dengan SD
ditemukan pula jumlah CD3+ intraepitel
dan kadar IFN-γ yang lebih tinggi (p <0,001,
p <0,01) dibandingkan dengan tikus dengan
GFD. Molekul H-2IA tidak ditemukan sama
sekali pada tikus GFD, namun diekspresikan
pada 38% tikus SD. Hal ini menunjukkan
timbulnya proses inflamasi pada tikus SD.
Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa
insidens DM lebih banyak pada tikus SD yaitu
97%, dibandingkan dengan 63% pada tikus
GFD (p <0,01).12
Gambar 1 Respons imun terhadap antigen asing dan antigen diri7
asing yang masuk ke dalam tubuh. Terdapat
lima tipe limfosit pada manusia yang berfungsi
dalam mekanisme pertahanan, yaitu neutrofil,
eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit (limfosit
B dan limfosit T). Berdasarkan mekanisme
kerjanya, sistem imun dibagi menjadi dua,
yaitu: sistem imun bawaan (innate immune
response) dan sistem imun adaptif (adaptive
immune response). Pada sistem imun bawaan
bersifat non spesifik sedangkan pada sistem
imun adaptif bersifat spesifik.6 Mekanisme
sistem imun secara umum dapat dilihat pada
gambar 1.
Autoimunitas
Autoimunitas merupakan suatu keadaan yang
ditandai dengan munculnya suatu respons
sistem imun khususnya sel B dan sel T yang
ditujukan pada sel tubuh sendiri sehingga
dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas
dan penyakit autoimun.8,9 Selain akibat dari
reaksi pada sel T dan sel B, autoimunitas juga
disebabkan karena adanya suatu autoantibodi.
Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab
timbulnya autoimunitas adalah faktor
genetika, stimulasi sistem imun akibat obat,
agen-agen infeksi, dan hilangnya kemampuan
CDK-201/ vol. 40 no. 2, th. 2013
regulasi sel T.8 Pada sistem imun yang normal
terdapat suatu mekanisme toleransi terhadap
sel tubuh sehingga tidak menyerang jaringan
sendiri.6
Protein Gandum
Gandum merupakan sumber gluten utama
bagi manusia.10 Gluten diekstraksi dengan
pencucian tepung gandum menggunakan air
dingin, pati akan larut dalam air, meninggalkan
gluten yang tidak larut dalam air.11
Gluten merupakan sebuah protein yang
bersifat kohesif dan elastis; terdiri dari dua
bahan utama, yaitu gliadin dan glutenin.
Dalam traktus digestivus manusia, protein
gluten akan dicerna menjadi beberapa bagian
kecil, disebut peptida. Peptida ini disusun
oleh 19 asam amino spesifik yang berikatan
satu sama lain.10 Peptida gluten yang masuk
ke usus halus merupakan faktor predisposisi
penyakit autoimun pada manusia yaitu celiac
disease.10,11
PEMBAHASAN
Beberapa penelitian yang menghubungkan
konsumsi gandum dengan risiko DM tipe 1
Penelitian berikutnya membandingkan tikus
dengan GFD dan tikus dengan modified
gluten free diet (MGFD). GFD merupakan
makanan yang bebas protein kacang kedelai
dan gandum, sedangkan MGFT adalah GFD
yang telah diberi protein gandum. Tikus
dengan MGFD menunjukkan peningkatan
CD3+ intraepitel dibandingkan tikus dengan
GFD (p <0,05) dan angka insiden DM yang
lebih besar (p <0,05).12 Berdasarkan dua
penelitian tersebut dapat disimpulkan adanya
kemungkinan peran protein gandum dalam
memperbesar risiko terjadinya penyakit DM
tipe 1.
Penelitian pada Manusia mengenai DM
Tipe 1 akibat Protein Gandum
Penelitan menunjukkan adanya peningkatan
autoantibodi (IAA, GADA, dan insulinoma
antigen-2 IA-2, pada anak terpajan gluten
sebelum usia tiga bulan dibandingkan dengan
anak terpajan gluten pada usia 3-6 bulan, yaitu
24% pada usia sebelum tiga bulan dan 5,2%
pada usia 3-6 bulan (hazard ratio [HR]= 5,2; CI
95%; 1,7-15,5; p=0,003). Terdapat perbedaan
persentase jumlah anak yang mengalami
peningkatan setiap jenis autoantibodinya,
yaitu: IAA (24% dan 4%; p=0,001), GADA (24%
dan 4%; p=0,001), dan IA-2A (19% dan 3%;
p=0,005). Peningkatan kadar autoantibodi
tidak signifikan pada anak yang terpajan gluten
setelah usia enam bulan (HR=1,2; confidence
interval [CI] 95%; 0,7-2,0; p=0,6).13
103
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1 Penelitian-Penelitian Efek Gandum sebagai Faktor Pencetus Diabetes Mellitus Tipe 1 pada Anak
No
1
Peneliti (tahun)
Maurano F
dkk (2005)
Metode Penelitian
Hasil
Studi terkontrol :
Seri Pertama :
Kelompok pertama: 34 tikus NOD diberi asupan
GFD
Kelompok kedua: 31 tikus NOD diberi asupan SD
Seri Kedua :
Kelompok pertama, 20 tikus NOD diberi asupan
GFD
Kelompok kedua, 26 tikus NOD diberi asupan
MGFD.
Asupan selama 31 minggu.
Pada setiap tikus, dilakukan
pemeriksaan untuk DM, immunohistokimia,
mikroskopis, sitokin mRNA (IFN-γ dan IL-4), dan
antibodi terhadap gliadin.
Tikus dengan asupan SD (dibanding
GFD):
↓ tinggi villus
↑ infiltasi CD3+ intrapitel
↑ ekspresi H2-IA dan IFN-γ
↑ insiden DM
Anak yang mendapat asupan sereal
setelah usia 6 bulan memiliki risiko
menderita DM tipe 1 daripada anak yang
mendapat asupan sereal sebelum usia 6
bulan.
Tikus dengan asupan MGFD:
↑ infiltrasi intraepitel
↑ insiden DM
2
Poole JA dkk
(2006)
Studi kohort prospektif:
1612 anak (anak atau saudara kandung dari
penderita DM tipe 1) diikutsertakan sebagai
sampel. Riwayat diet dan alergi sampel terhadap
sereal dicatat pada 3, 6, 9, 15, 24
bulan, dan selanjutnya setiap tahun. Munculnya
IgE terhadap wheat juga dicatat sebagai tanda
munculnya alergi.
3
Fuchtenbusch M
dkk (2004)
Studi kohort prospektif:
Tidak ada perbedaan proporsi DM tipe 1
Kelompok intervensi terdiri dari tujuh anak pada kelompok intervensi dan kelompok
(merupakan anak atau saudara kandung dari kontrol.
pasien dengan DM tipe 1) yang diberi diet bebas
gluten selama 12 bulan.
Kelompok kontrol terdiri dari 30 anak-anak yang
tidak mengalami perlakuan. Kedua kelompok
diikuti selama lima tahun. Pada akhir masa kohort,
sampel diperiksa kemungkinannya menderita
DM tipe 1.
4
Mojibian M
dkk (2009)
Studi klinis: 42 pasien DM tipe 1 sebagai studi dan Adanya respons sel T CD3+ terhadap WP
22 orang tanpa DM tipe 1 sebagai kontrol.
baik pada pasien DM 1 dan pada kontrol
Meningkatnya konsentrasi IFN-γ, IL-6, IL17A pada PBMNC pada pasien DM 1
Respons terhadap WP pada pasien DM 1
lebih sering terjadi secara signifikan pada
pasien yang memiliki alel HLA-DR04.
5
Chakir H dkk (2005) Tiga studi cross-sectional terpisah:
Studi pertama: Menganalisis jaringan tikus
berusia 30 hari yang diberi makan NTP-2000
berkaitan dengan ekspresi gen yang mengkode
Tbet dan Gata-3.
Terdapat perbedaan rasio T-bet, Gata-3
yang lebih besar di MLN pada tikus yang
diberikan NTP-2000 BBdp disbanding
BBc.
Frekuensi CD3+,CD4+,IFN-γ tiga kali
Studi kedua: Tikus BBc dan BBdp diberi makan lebih besar di MLN tikus NTP-2000 BBdp
baik HC atau NTP-2000 sampai berusia 45 hari dibandingkan dengan MLN tikus BBc.
untuk melihat reaksi Th1 dan pada MLN.
Pada sel MLN BBdp terjadi reaksi proliferasi
Studi ketiga: Menentukan Sel T spesifik yang terhadap WP dan bersifat dose-dependent.
merespon protein gandum dan sel imun Pada MLN BBdp terdapat sel dendritik
pada MLN pada tikus usia 60 hari (saat mulai dalam kadar yang tinggi dan sel T
berkembangnya diabetes pada tikus BBdp yang CD4+CD25+ dalam kadar yang rendah.
diberi NTP-2000).
6
Lindley S dkk
(2005)
Studi Klinis:
Studi Frekuensi dan Fenotip: 21 pasien DM tipe
1 tahap awal dan 15 orang tanpa DM tipe 1
sebagai kontrol.
Studi Fungsional T regulator: 11 pasien DM tipe
1 dan 13 orang tanpa DM tipe 1 sebagai kontrol.
Tidak
ada
perbedaan
signifikan
antara objek studi dan kontrol dalam
mengekspresikan CD25+CD4+
Sel T CD4+CD25+ pada pasien DM tipe
1 memiliki kemampuan regulasi yang
berkurang dibanding kontrol
Pada pasien DM tipe 1 terdapat lebih banyak IFN-γ dan lebih sedikit interleukin 10
DM, diabetes mellitus; HLA, Human Leukocyte Antigen; ASI, air susu ibu; IAA, insulin autoantibodies; GADA, glutamic acid decarboxylase autoantibodies; HR, hazard ratio; IgG, immunoglobulin G; CD, cluster of differentiation; NOD, non obese diabetic; SD,
standard diet; GFD, gluten free diet; MGFD, modified gluten free diet; GIb1, globulin-1; WP, wheat protein; NTP-2000, new non
purified diet from national toxicology programme; Th, T-helper; IFN-y, interferon gamma; T bet, T-box expressed in T cell; GATA-3,
salah satu faktor transkripsi yang dapat berikatan dengan sekuens GATA; IL, interleukin; MLN, mesenteric lymph node; BBdp,
diabetes-prone biobreeding; BBc, biobreeding control; IA, islet autoimmunity; PBMNC, Peripheral Blood Mononuclear Cell; HC, hydrolysed casein
104
Hasil lain adalah empat anak yang memiliki
genotipe HLA-DRB1*03/04, DQB8 terpajan
gluten sebelum usia tiga bulan memiliki
autoantibodi yang meningkat dibandingkan
anak yang mendapat ASI eksklusif dan memiliki
genotipe HLA-DRB1*03/04, DQ8 (HR=4,4; CI
95%; 1,2-15,9; p=0,02).13 Selain pemaparan
terhadap gluten (faktor lingkungan), terdapat
juga peran HLA-DRB1*03/04, DQ8 (faktor
genetik) dalam meningkatnya autoantibodi
yang dapat memicu DM tipe 1.
Studi lain menunjukkan kadar insulin antibodi
yang lebih tinggi pada anak yang diberi sereal
pada usia di bawah tiga bulan dan pada anak
yang terpajan pada usia di atas tujuh bulan.
Anak yang terpajan sereal (mengandung
gluten maupun tidak) sebelum usia 1-3 bulan
(HR=4,32; CI 95%; 2,00-9,35) dan usia tujuh
bulan ke atas (HR=5,36; CI 95%; 2,08-13,77)
mengalami peningkatan islet autoimmunity
(IA) dibandingkan dengan anak yang terpajan
sereal pada usia 4-6 bulan. Pada analisis lebih
lanjut dengan melihat haplotipe dari sampel,
diketahui bahwa anak yang memiliki HLADRB1*03/04, DQ8 dan terpajan sereal pada
usia 0-3 bulan juga mengalami peningkatan
kadar autoantibodi (HR=5,55; CI 95%; 1,9216,03), demikian pula anak yang terpajan
pada usia lebih dari atau sama dengan tujuh
bulan (12,53; CI 95%; 3,19-49,23).14
Studi kohort prospektif lain (Poole dkk
2006) mengenai alergi terhadap gandum
menunjukkan anak dari orangtua penderita
DM tipe 1 yang diberi asupan sereal setelah
berusia ≥7 bulan memiliki risiko alergi
terhadap gandum lebih besar (OR=3,8; CI
95%; 1,18-12,28) dibandingkan dengan anak
yang mendapat asupan sereal sebelum
usia enam bulan.15 Hal ini mungkin karena
pada usia kurang dari tiga bulan, sawar
dan sistem imun dalam usus masih imatur
sehingga memudahkan antigen gandum
mensensitisasi sistem imun manusia dan
menyebabkan autoimunitas. Di pihak lain,
hipotesis penyebab autoimunitas pada anak
berusia tujuh bulan atau lebih didasarkan pada
jumlah asupan makanan yang cukup tinggi.
Tingginya asupan gandum akan membuat
lebih banyak jumlah antigen gandum yang
masuk ke dalam usus. Dengan demikian,
paparan pertama gandum pada anak
berusia tujuh bulan atau lebih mempertinggi
risiko timbulnya autoimunitas.15 Penelitian
Strotmeyer dkk menunjukkan hasil yang
CDK-201/ vol. 40 no. 2, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2 Proses Inflamasi dalam Usus20
bertentangan. Pemberian roti (mengandung
gandum) justru tidak meningkatkan risiko
terjadinya DM tipe 1 pada usia 4-6 bulan dan
7-12 bulan dibandingkan kontrol (OR=0,44;
CI 95%; 0,28-0,68 dan OR=0,48; CI 95%; 0,340,69).16 Faktor genetik tidak diperhatikan
secara mendetail pada kedua penelitian ini.
Ada kemungkinan peran paparan gluten
pada anak-anak yang mengakibatkan reaksi
autoimun. Adanya autoantibodi dapat
menyebabkan kerusakan sel beta pankreas
sehingga tidak dapat memproduksi insulin
secara normal.
Studi perlakuan makanan bebas gluten pada
anak-anak dengan saudara kandung atau
orangtua penderita DM tipe 1, menunjukkan
adanya perbedaan IgG terhadap gliadin
pada saat diberi makanan bebas gluten,
namun tidak ada perbedaan yang signifikan
pada kadar autoantibodi (IAA, GADA, IA-2A)
dibandingkan autoantibodi awal (p=0,2)
dan setelah diberi gluten dibandingkan
autoantibodi awal (p=0,4).17 Studi ini kemudian
dilanjutkan oleh Fuchtenbusch dkk dengan
objek penelitian yang sama dan diikuti selama
lima tahun. Hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan proporsi diabetes yang signifikan.18
Kedua penelitian ini menunjukkan tidak
adanya pengaruh konsumsi dan penghentian
konsumsi gandum apabila autoantibodi
sudah terbentuk. Penelitian ini tidak meneliti
CDK-201/ vol. 40 no. 2, th. 2013
pengaruh konsumsi gandum pada usia awal
sebelum autoantibodi terbentuk.
Patogenesis DM Tipe I oleh Gandum
Seperti diabetes pada umumnya, patogenesis
DM tipe 1 yang disebabkan oleh gandum
merupakan kombinasi faktor genetik dan
lingkungan. Gandum diketahui dapat
menginduksi autoimunitas melalui paparan
pada usus manusia yang rentan secara
genetik.19 Usus mempunyai permukaan
mukosa terluas dalam tubuh manusia dan
mempunyai jaringan limfoid yang besar.
Karena itu, paparan gandum terhadap usus
sangat mungkin menyebabkan timbulnya
proses imun.20
Mobijan dkk (2009) menyebutkan bahwa
hampir semua penderita DM tipe 1 yang
diinduksi oleh gandum memiliki haplotipe
HLA-DR4/DQ8. Hal ini menunjukkan bahwa
haplotipe HLA-DR4/DQ8 merupakan salah
satu faktor predisposisi DM tipe 1, yang
kemudian dapat dipicu oleh gandum.21
Pada orang dengan predisposisi genetik,
protein gandum akan masuk ke dalam usus
karena permeabilitas usus yang meningkat,
selanjutnya akan menyebabkan proses
inflamasi pada usus. Protein tersebut akan
dikenali oleh antigen presenting cell (APC)/
dendritic cell (DC);. proses ini akan memicu
infiltrasi berbagai sel-sel inflamasi seperti
T-helper (Th) 1, Th2, dan Th17. Ketiga Th
tersebut meningkatkan sekresi berbagai
sitokin proinflamasi seperti IFN-γ, TNF, IL17A, IL-4, dan IL-6.19 Westerholm-Ormio dkk
(2003), mengatakan proses inflamasi ditandai
oleh peningkatan ekspresi HLA-DR dan -DP,
adhesi intrasel molecule-1, α1β7-integrin,
IL-4, IL-1, IFN-γ.22 Auricchio dkk (2004) juga
melihat peningkatan kadar CD3+ intraepitel
dan CD25+, CD80+, CD54+ pada lamina
propria.23 Chakir dkk (2005) juga melihat
adanya peningkatan frekuensi CD3+CD4+
dan IFN-γ pada nodus limfatikus mesenterika
(mesenteric lymph nodes [MLN]) tikus diabetic
prone biobreeding (BBdp) yang diberi makanan
berbahan dasar gandum; juga terlihat
adanya peningkatan proliferasi sel MLN
akibat respons terhadap protein gandum
dan bersifat dose-dependent. Proliferasi ini
diakibatkan oleh rendahnya CD4+CD25+
(CD4+CD25+ berfungsi sebagai regulator
proliferasi sel) di MLN dan proporsi yang
tinggi pada sel dendritik.24 Penelitian ekspresi
CD4+CD25+ oleh Lindey dkk (2005) melihat
ekspresi CD4+CD25+ pada sel mononuklear
darah tepi (peripheral blood mononuclear
cells [PBMCs]) pada penderita DM tipe 1.
Hasilnya tidak ada perubahan signifikan pada
jumlah CD4+CD25+ , tetapi fungsi regulator
CD4+CD25+ berkurang.25
Hal-hal di atas diperburuk dengan penemuan
Nikulina dkk (2004), bahwa protein gandum
dapat memicu maturasi dan sekresi kemokin
macrophage inflammatory protein (MIP) 2
dan keratinocyte-derived cytokine (KC) dari sel
dendritik yang akan makin meningkatkan
risiko proses inflamasi.26
Kerusakan pankreas mungkin bermula dari
proses inflamasi usus seperti yang dijelaskan
di atas. Pada sel T yang telah teraktivasi karena
protein gandum, dapat terjadi reaksi silang
dengan antigen pada sel beta pankreas
(molecular mimicry).27 Hanninen dkk (1992)
menyatakan bahwa sel T pankreas pada
pasien DM tipe 1 mirip dengan sel T pada
usus.28 Selain karena peningkatan sel T
pankreas, produksi sitokin proinflamasi usus
juga memungkinkan terjadinya kerusakan sel
β pankreas.5
SIMPULAN
Menurut panduan menyusui Indonesia,
setiap bayi yang baru lahir, sebaiknya hanya
diberi asupan air susu ibu (ASI) selama
105
TINJAUAN PUSTAKA
enam bulan pertama. Pada usia enam bulan
sampai dua tahun, sebaiknya diberi makanan
pendamping ASI (MP-ASI). Namun di lapangan.
MP-ASI dengan bahan dasar tepung terigu
(gandum) telah diberikan sebelum usia enam
bulan.29,30,31
Protein gandum dapat berperan sebagai
pencetus DM tipe 1. Konsumsi gandum
sebagai pencetus DM tipe I berkaitan dengan
usia bayi saat pemberian. Asupan gandum
dapat menyebabkan abnormalitas sistem imun
usus dan menimbulkan proses autoimun. Gen
yang diketahui merupakan faktor predisposisi
DM tipe 1 pada asupan gandum adalah HLADR4/DQ8. Pada anak yang telah tersensitisasi
dan timbul proses autoimun, pencegahan
dengan pemberian asupan bebas gandum
tidak dapat menghentikan proses autoimun.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global Prevalence of Diabetes. Diabetes Care 2004; 27(5): 1047-53.
2.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008 [terhubung berkala]. Diunduh dari: http://www.litbang.depkes.go.id/LaporanRKD/Indonesia/Riskesdas_2007_English.zip [18 Desem-
3.
American Diabetes Association. Diagnosis and Cassification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care 2009;32(1):62-7.
ber 2009].
4.
Jones RE, Huether SE. Alterations of hormonal regulation. In: McCance KL, Huether SE, editors. Pathophysiology: The Biologic Basis for Diasease in Adults and Children. 5th ed. Missouri:
Elsevier Mosby; 2006. hlm.683-734.
5.
Powers AC. Diabetes mellitus. Di dalam: editor. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. hlm. 2275-304.
6.
Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. Edisi ke-6. Belmont: Thomson Brooks/Cole; 2007.
7.
[UTA] University of Texas Arlington. The Kiss of Death Chagas Disease in The Americas: The Human Immune Response System. 1998 [terhubung berkala]. Diunduh dari: http://www.uta.
8.
Harnes BF, Soderberg KA, Fauci AS. Introduction to the Immune System. Di dalam: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, dkk, eds. Harrison’s Principles of
edu/chagas/html/biolImS1.html [26 Desember 2009].
Internal Medicine. Ed.17. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. hlm. 2019-45.
9.
Newman WA. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi ke-29. Hartanto H, Setiawan A, Bani AP, Widjaja AC, Adji AS, Soegiarto B, dkk, penerjemah; Sari LA, Manulu SF, eds. Jakarta: EGC; 2000.
Terjemahan dari: Dorland’s illustrated medical dictionary.
10. Adams S. What is Gluten? What is Gliadin?. 26 Juli 1996 [terhubung berkala]. Diunduh dari: http://www.celiac.com/articles/8/1/What-is-gluten-Whatisgliadin/Page1.html [4 Januari
2010].
11. Wikipedia The Free Encyclopedia. Gluten. [terhubung berkala]. Diunduh dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Gluten [4 Januari 2010].
12. Maurano F, Mazzarella G, Luongo D, Stefanile R, D’Arienzo R, Rossi M, et al. Small intestinal enteropathy in non-obese diabetic mice fed a diet containing wheat. Diabetologia 2005; 48(5):
931-37.
13. Ziegler A, Schmid S, Huber D, Hummel M, Bonifacio E. Early infant feeding and risk of developing type 1 diabetes-associated autoantibodies. JAMA 2003; 290(13): 1721-8.
14. Norris J, Barriga K, Klingensmith G, Hoffman M, Eisenbarth G, Erlich H, dkk. Timing of initial cereal exposure in infancy and risk of islet autoimmunity. JAMA 2003; 290(13): 1713-20.
15. Poole J, Barriga K, Leung D, Hoffman M, Eisenbarth G, Rewers M, dkk. Timing of initial exposure to cereal grains and the risk of wheat allergy. Pediatrics 2006; 117(6): 2175-82.
16. Strotmeyer E, Yang Z, LaPorte R, Chang Y, Steenkiste A, Pietropaolo M, et al. Infant diet and type 1 diabetes in China. Diabetes Research And Clinical Practice 2004; 65(3): 283-92.
17. Hummel M, Bonifacio E, Naserke H, Ziegler A. Elimination of dietary gluten does not reduce titers of type 1 diabetes-associated autoantibodies in high-risk subjects. Diabetes Care 2002;
25(7): 1111-6.
18. Füchtenbusch M, Ziegler A, Hummel M. Elimination of dietary gluten and development of type 1 diabetes in high risk subjects. The Review Of Diabetic Studies 2004; 1(1): 39-41.
19. Vaarala O, Atkinson M, Neu J. The “perfect storm” for type 1 diabetes: the complex interplay between intestinal microbiota, gut permeability, and mucosal immunity. Diabetes 2008;57:2555–
62.
20. Knip M. Diet, gut, and type 1 diabetes: role of wheat-derived peptides?. Diabetes 2009; 58(8): 1723-4.
21. Mojibian M, Chakir H, Lefebvre DE, Crookshank JA, Sonier B, Keely E, Scott FW. Diabetes-specific HLA-DR–restricted proinflammatory T-cell response to wheat polypeptides in tissue
transglutaminase .antibody–negative patients with type 1 diabetes. Diabetes 2009;58:1789–96.
22. Westerholm-Ormio M, Vaarala O, Pihkala P, Ilonen J, Savilahti E. Immunologic activity in the small intestinal mucosa of pediatric patients with type 1 diabetes. Diabetes 2003;52:2287–95.
23. Auricchio R, Paparo F, Maglio M, Franzese A, Lombardi F, Valerio G, Nardone G, Percopo S, Greco L, Troncone R. In vitro-deranged intestinal immune response to gliadin in type 1 diabetes.
Diabetes 2004;53:1680–3.
24. Chakir H, Lefebvre D, Wang H, Caraher E, Scott F. Wheat protein-induced proinflammatory T helper 1 bias in mesenteric lymph nodes of young diabetes-prone rats. Diabetologia 2005;
48(8): 1576-84.
25. Lindley S, Dayan C, Bishop A, Roep B, Peakman M, Tree T. Defective suppressor function in CD4(+)CD25(+) T-cells from patients with type 1 diabetes. Diabetes 2005; 54(1): 92-9.
26. Nikulina M, Habich C, Flohé S, Scott F, Kolb H. Wheat gluten causes dendritic cell maturation and chemokine secretion. Journal Of Immunology 2004; 173(3): 1925-33.
27. Jones RE, Clement S. Diabetes Mellitus. Di dalam: McDermott MT, editor. Endocrine secret. Edisi ke-4. Michigan: Elsevier Mosby; 2005. hlm 8-18.
28. Hanninen A, Jalkanen S, Salmi M, Toikkanen S, Nikolakaros G, Simell O. Macrophages, T cell receptor usage, and endothelial cell activation in the pancreas at the onset of insulin-dependent diabetes mellitus. J Clin Invest 1992;90:1901–10.
29. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/MENKES/SK/IV/2004 Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara pada Bayi di
Indonesia.
30. Heird WC. The Feeding of Infants and Children.. Di dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-17. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004.
31. Arisman. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC; 2003.
106
CDK-201/ vol. 40 no. 2, th. 2013
Download