BERMASALAH, PERJALANAN DINAS 10 SKPD news.klikbekasi.co Mataram (Suara NTB) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTB menemukan perjalanan dinas keluar daerah pada 10 SKPDi lingkup Pemprov NTB bermasalah. BPK menemukan terdapat kelebihan pembayaran biaya perjalanan dinas pada 10 SKPD tersebut. Wakil Gubenur NTB, H.Muh. Amin, SH, M.Si yang dikonfirmasi membenarkan informasi tersebut. Namun, ia belum mengetahui 10 SKPD yang diidentifikasi perjalanan dinasnya bermasalah. “Saya sudah meminta kepada Pak Iswandi (Kepala BPKAD) untuk segera mengumpulkan (pimpinan 10 SKPD) diruangan saya. Untuk langsung mendirektifkan segera menyelesaikan dalam jangka waktu 60 hari,” tegas Amin dikonfirmasi di sela-sela jeda rapat pimpinan (Rapim) lengkap tertutup di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur, Rabu (6/1). Dalam Rapim tersebut dibahas juga mengenai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)ii BPK yang saat ini tersisa 13,5 persen atau sebanyak 169 rekomendasiiii yang harus ditindak lanjuti. Gubernur pada kesempatan tersebut meminta supaya semua rekomendasi BPK harus segera tuntas 100 persen. Amin mengatakan, terkait dengan temuan perjalan dinas keluar daerah tersebut jika bersifat administrasi maka harus segera dibenahi administrasinya. Namun, jika ada kerugian daerah maka harus dikembalikan. “Temuan BPK itu kelebihan pembayaran perjalanan dinas. Contoh, perjalanan dinas tiga hari direncanakan. Tahu-tahu ada panggilan untuk meminta dia pulang. Sehingga satu hari dia harus balikkan biaya perjalanan dinas itu” terangnya sembari mengatakan belum mengetahui rinci 10 SKPD yang ditemukan perjalanan dinasnya bermasalah. Pada Desember 2015 lalu, BPK menyerahkan LHP atas belanja daerah tahun 2015. Berdasarkan LHP BPK RI Perwakilan NTB, terhadap penggunaan APBD 2015. Bantuan hibah, perjalanan dinas dan proyek tak tuntas menjadi temuan BPK. BPK menemukan tidak ada bukti administratif atas penggunaan anggarannya. ‘’Yang masih menjadi temuan kami adalah terkait dengan pengelolaan bantuan hibah. Ini nampaknya parlu dikelola secara tertib. Karena dari hasil pemeriksaan kami menunjukkan belum sepenuhnya tertib, terutama tertib dalam dukungan bukti-bukti penggunaan dana hibah dari penggunaan dana hibah tersebut” ujar Kepala BPK RI Perwakilan NTB, Sumardi, SH. Terkait dengan pengerjaan proyek, BPK juga menemukan delapan paket proyek yang belum selesai dikerjakan sampai melewati batas waktu kontrak yang sudah ditentukan. Terdapat delapan paket proyek yang terlambat penyelesainya sesuai batas kontrak. Sumardi berharap kedepan agar NTB dapat mempertahankan opini pengelolaan keuangan dengan peredikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)iv. Untuk itu pemerintah daerah diminta untuk menindaklanjuti temuan BPK tersebut. Sumber: 1. Suara NTB, Bermasalah, Perjalanan Dinas 10 SKPD, Kamis, 7 Januari 2016. 2. Lombok Post, Wagub Ultimatum SKPD, Segera Tuntaskan LHP BPK, Kamis, 7 Januari 2016. Catatan: Perjalanan Dinas Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Perjalanan Dinas adalah perjalanan ke luar tempat kedudukan yang dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia untuk kepentingan Negara (Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap). Selanjutnya dalam angka 5 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Perjalanan Dinas Jabatan adalah Perjalanan Dinas melewati batas kota dan/atau dalam kota dari tempat kedudukan ke tempat yang dituju, melaksanakan tugas, dan kembali ke tempat kedudukan semula di dalam negeri. Perjalanan Dinas Jabatan oleh Pelaksana SPD dilakukan sesuai perintah atasan Pelaksana SPD yang tertuang dalam Surat Tugas. Surat Tugas dimaksud menjadi dasar penerbitan SPD. Dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 dinyatakan, Surat Tugas paling sedikit mencantumkan hal-hal sebagai berikut: 1. Pemberi tugas; 2. Pelaksana tugas; 3. Waktu pelaksanaan tugas; dan 4. Tempat pelaksanaan tugas. Selanjutnya dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dijelaskan bahwa setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih dan pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan SPD, atau DPA-SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.