TINJAUAN PUSTAKA Definisi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat kekurangan fungsi insulin. Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan atau produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Dirjen Bina Farmasi & ALKES, 2005). Metabolisme tubuh bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan energi baik untuk membentuk sel yang baru maupun mengganti sel tubuh yang rusak. Sumber energi diperoleh dari asupan makanan yang terdiri atas karbohidrat, protein, dan lemak. Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut, kemudian di lambung dan dilanjutkan di usus. Makanan dipecah menjadi bahan dasarnya di dalam saluran pencernaan, karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus, kemudian masuk ke pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk digunakan sebagai energi. Agar dapat berfungsi sebagai energi, zat makanan harus masuk dulu ke dalam sel untuk diolah. Insulin memegang peranan penting dalam proses metabolisme, insulin bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk diolah menjadi energi. Namun, ketersediaan insulin saja tidak cukup menjamin proses metabolisme dapat berlangsung normal. Hal ini juga bergantung pada kepekaan reseptor pada insulin yang terletak pada dinding sel sasaran. Ketidakpekaan reseptor insulin mengakibatkan insulin tidak dapat bekerja secara maksimal sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan ini mengakibatkan seseorang menderita penyakit diabetes. Berbagai proses patologis berperan dalam terjadinya DM, mulai dari kerusakan autoimun dari sel pankreas yang berakibat defisiensi insulin sampai kelainan yang menyebabkan resistensi terhadap kerja insulin. Kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada DM disebabkan kurangnya kerja insulin pada jaringan target (Adnyana et al., 2006). 8 8 Gejala Diabetes Mellitus Gejala utama diabetes yaitu polifagia (meningkatnya rasa lapar), polidipsia (meningkatnya rasa haus), dan poliuria (meningkatnya buang air kecil), serta kehilangan berat badan terutama pada diabetes tipe 1 (DiPiro et al., 2005). Gejala dan tanda-tanda penyakit DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronis. Gejala akut penyakit DM pada tiap penderita tidaklah sama, bahkan hampir sama dengan gejala utama. Namun, bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin, yaitu: nafsu makan mulai berkurang bahkan kadang-kadang disusul dengan mual, mudah lelah bahkan penderita akan jatuh koma. Gejala kronis penyakit DM antara lain kesemutan, kulit terasa panas, terasa tebal di kulit, kram, lelah, mudah mengantuk, mata kabur, gatal di sekitar kemaluan, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun (Tjokroprawiro, 2006). Gejala-gejala ini harus mendapat perawatan yang memadai. Penderita DM tanpa perawatan memadai dalam jangka panjang dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti: gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan, gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal, gangguan kardiovaskular, gangguan pada sistem saraf sehingga terjadi disfungsi saraf autonom, kaki gangren, amputasi, dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria, dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma. Penggolongan Diabetes Mellitus Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan Diabetes Mellitus (DM) menjadi tiga jenis: 1) Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 1 (IDDM) yang dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, merupakan diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Lagerhans pankreas. 9 Pada saat ini, DM tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga saja tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah DM tipe 1. Kebanyakan penderita DM tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada DM tipe 1 ialah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. DM tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat, dan sel-sel beta pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, perlu pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia, serta peningkatan kadar gukosa darah (Katzung, 2002). DM tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar DM tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, ialah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetik ketoasidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Terapi juga diberikan dengan cara penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi insulin pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pompa, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. 2) Diabetes Mellitus tipe 2 Diabetes Mellitus tipe 2 (NIDDM) merupakan tipe DM yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel beta, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap 10 10 insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia. Patogenesis dari DM tipe 2 sangat kompleks termasuk interaksi dari faktor genetik dan lingkungan. Latar belakang etnis, jenis kelamin, dan usia merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan risiko diabetes tipe ini. Pada tahap awal kelainan yang muncul ialah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hati, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin. Obesitas ditemukan pada 90% dari pasien dunia dengan diagnosis diabetes tipe 2. Faktor lain meliputi faktor keturunan, walaupun pada beberapa dekade terakhir terus meningkat pengaruhnya pada remaja dan anak-anak. Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan pengurangan berat badan. Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM tipe 2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok: a) Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal. b) Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes Kimia (Chemical Diabetes). c) Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma puasa < 140 mg/dl). d) Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma puasa > 140 mg/dl) (Dirjen Bina Farmasi dan ALKES, 2005). 11 3) Diabetes Mellitus Gestasional (GDM) Diabetes Mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM tipe 2. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (Dirjen Bina Farmasi dan ALKES, 2005). Pada pasien ini toleransi glukosa dapat kembali normal setelah persalinan . Epidemiologi Pada awalnya, epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakitpenyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada suatu makhluk hidup di dalam konteks lingkungannya, mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-determinan penyakit tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang mempengaruhi penyakit tersebut. Di dalam batasan epidemiologi ini, sekurang-kurangnya mencakup 3 elemen yakni: a. Mencakup semua penyakit. Epidemiologi mempelajari semua penyakit, baik penyakit infeksi maupun penyakit non-infeksi, seperti kanker, penyakit kekurangan gizi, kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja, sakit jiwa dan sebagainya. Bahkan di negara-negara maju, epidemiologi ini mencakup juga kegiatan pelayanan kesehatan. b. Populasi. Apabila kedokteran klinik berorientasi pada gambaran dari penyakit-penyakit individu maka epidemiologi ini memusatkan perhatiannya pada distribusi penyakit di suatu populasi atau kelompok. c. Pendekatan ekologi. Frekuensi dan distribusi penyakit dikaji dari latar belakang pada lingkungan fisik, biologis, maupun sosial dalam suatu populasi. 12 12 Pada epidemiologi biasanya timbul 3 pertanyaan, yakni: 1) Siapakah yang menjadi sasaran penyebaran penyakit itu? 2) Di mana penyebaran atau terjadinya penyakit? 3) Kapan penyebaran atau terjadinya penyakit tersebut? Jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini adalah merupakan faktorfaktor yang menentukan terjadinya suatu penyakit. Dengan perkataan lain, terjadinya atau penyebaran suatu penyakit ditentukan oleh 3 faktor utama yakni subjek yang berpenyakit, tempat dan waktu. Model dasar epidemiologi sendiri terdiri atas 3 model, yakni model SIS, model SIR tak dinamik dan model SIR yang dinamik (Hethcote, 1989). 1) Model SIS (Suspect-Infect-Suspect) Gambar 1. Model SIS Suatu model penyebaran penyakit yang tidak memperhitungkan adanya kekebalan suatu makhluk hidup pada suatu penyakit tapi masih ada pengaruh dari kelahiran dan kematian . Rumusnya sebagai berikut : (NS(t))’ = μN – λSNI + γNI – μNS………………………………………....(1) (NI(t))’ = λSNI – γNI – μNI………………………………………………...(2) NS(0) = NS0 > 0,NI(0) = NI0 > 0,NS(t) + NI(t) = N 2) Model SIR (Suspect-Infect-Remove) tak dinamik Gambar 2. Model SIR tak dinamik 13 Suatu model penyebaran penyakit dimana kekebalan diperhitungkan, tetapi jumlah kelahiran dan kematian tidak diperhitungkan. Rumusnya sebagai berikut : (N(t))’ = -λNSI…………………………………………...............................(3) (N(t))’ = λSNI – γNI………………………………………………………...(4) (N(t))’ = γNI………………………………………………………………...(5) NS(0) = NSo > 0,NI(0) = NIo > 0,NR(0) = NRo ≥ 0 NS(t) + NI(t) + NR(t) = N 3) Model SIR (Suscept-Infect-Remove) dinamik Gambar 3. Model SIR dinamik Gabungan dari model SIS dan SIR yaitu baik pengaruh kekebalan, kelahiran dan kematian diperhitungkan semuanya, maka dirumuskan sebagai berikut: (N(t))’ = μN – λSNI – μNS……………….................……………………. (6) (NI(t))’= λSNI – γNI – μNI……………………………………………………....(7) (NR(t))’= γNI – μNR……………………………………………………………...(8) NS(0) = NSo > 0,NI(0) = NIo > 0,NR(0) = NR0 ≥ 0 NS(t) + NI(t) + NR(t) = N Keterangan : NS = jumlah hewan suspect NI = jumlah hewan yang terinfeksi NR= jumlah hewan yang diobati λ = konstanta hewan yang terinfeksi γ = konstanta hewan yang pulih kembali μ = konstanta kelahiran atau kematian 14 14 Model Dinamika Penyebaran Populasi Diabetes Tanpa dan Dengan Komplikasi Penyakit Lain Gambar 4.Model Matematika Penyebaran Populasi Diabetes Sebuah representasi skematis model yang ditampilkan dalam gambar 5. Diagram menunjukkan kasus I didiagnosis dalam waktu interval t dan diasumsikan tidak memiliki komplikasi pada saat didiagnosis. Dalam interval waktu yang sama, jumlah pasien tanpa komplikasi D = D (t) berkurang dengan jumlah μD (kematian alami) dan λD (pasien diabetes yang berkembang menjadi komplikasi) dan meningkat dengan jumlah γC (pasien komplikasi yang sembuh). Selama interval ini, jumlah penderita diabetes dengan komplikasi meningkat dengan jumlah λD tetapi dikurangi dengan jumlah γC (pasien komplikasi yang sembuh), μC (kematian alami penderita diabetes dengan komplikasi), νC (pasien yang sangat cacat dan cacat yang tidak dapat disembuhkan) dan δC (penderita diabetes yang meninggal akibat komplikasi). Model ini akan memantau ukuran populasi diabetes dan akan memberikan jumlah penderita diabetes dengan komplikasi sebagai fungsi dari waktu. Kasus ketika probabilitas komplikasi diabetes diambil konstan maka model diklasifikasikan sebagai model linier dan kasus ketika probalitas diperbolehkan untuk bervariasi dengan perbandingan dengan fraksi penderita diabetes dengan komplikasi diklasifikasikan sebagai model non linier. (Boutayeb,et al, 2006). 15 Perubahan harga ini diformulasikan oleh persamaan diferensial biasa (Odes). D’(t) = I – (λ + μ ) D (t) + γ C (t) ................................................................... 9 C’(t) = λD(t) + λN(t) – (γ + μ + ν + δ) C(t) .................................................... 10 Karena N(t) = D(t) + C(t),sehingga didapat: N’(t) = D’(t) + C’(t) , D’(t ) = I – λ D(t) – μ D(t) + γ C(t) C’(t) = λ D(t) + λ N(t) – γ C(t) – μ C(t) – ν C(t) – δ C(t) + N’(t) = I – λ D(t) – μ D(t) + γ C(t) + λ D(t) + λ N(t) – γ C(t) – μ C(t) – ν C(t) – δ C(t) =I – μ D(t) – μ C(t) + λ N(t) – ν C(t) – δ C(t) =I – ( D(t) + C(t) ) μ + λ N(t) – ( ν + δ ) C(t) = I – μ N(t) +λ N(t) – ( ν + δ ) C(t) , sehingga: N’(t) = I + λ N(t) – μ N(t) – ( ν + δ ) C(t) ...................................................... 11 N(0) = N0 > 0, D(0) = D0 ≥ 0, C(0) = C0 ≥ 0, Tabel 2. Variabel dan Parameter Variabel N = Jumlah penderita diabetes C = Jumlah penderita diabetes dengan komplikasi D = Jumlah penderita diabetes tanpa komplikasi I = Kejadian diabetes yang diasumsikan tidak memiliki komplikasi pada saat didiagnosis Parameter μ(N) = Kematian alami pada penderita diabetes μ(D) = Kematian alami pada penderita diabetes tanpa komplikasi μ(C) = Kematian alami pada penderita diabetes dengan komplikasi λ(N) = Probabilitas berkembangnya penderita diabetes menjadi komplikasi λ(D) = Probabilitas berkembangnya penderita diabetes tanpa komplikasi menjadi komplikai γ(C) = Tingkat dimana komplikasi disembuhkan δ(C) = Angka kematian akibat komplikasi ν(C) = Tingkat dimana pasien dengan komplikasi menjadi sangat cacat 16 16 Fenomena Penderita Diabetes di Indonesia Prevalensi diabetes mellitus di dunia mengalami peningkatan cukup besar. Berdasarkan estimasi yang dilakukan Hilary king dan kawan-kawan dalam Global Burden of Diabetes, 1995-2025 (Hilary King et al, 1998). Populasi diabetes di Indonesia sebagaimana disebutkan pada tabel 3 : Tabel 3. Populasi Diabetes di Indonesia Tahun Populasi 1995 4.500.000 2025 12.400.000 Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2000 menunjukkan jumlah penderita diabetes di dunia sekitar 171 juta dan diprediksi akan mencapai 366 juta jiwa tahun 2030. Di Asia Tenggara terdapat 46 juta dan diperkirakan akan meningkat 119 juta jiwa. Di Indonesia dari 8,4 juta tahun2000 diperkirakan menjadi 21,3 juta padatahun 2030 (Sarah Wild et al, 2004). Populasi penderita diabetes di Indonesia 2000 sampai 2030 sebagaimana disebutkan pada tabel 4 : Tabel 4. Populasi Diabetes di Indonesia Tahun Populasi 2000 8.400.000 2030 21.300.000 Kedua data tersebut akan dijadikan pengujian bagi model epidemiologi dinamika penyebaran populasi diabetes tanpa dan dengan komplikasi penyakit lain yang akan dibuat pada penelitian ini