I. PENDAHULUAN Upaya peningkatan produktivitas tanaman di kalangan petani masih tergantung pada pupuk dan pestisida kimia (anorganik). Hal ini dilakukan untuk mempercepat peningkatan produksi hasil tanaman, namun demikian di satu sisi berdampak negatif terhadap pencemaran lingkungan. Setiawati (2006) menyatakan bahwa dampak negatif tersebut antara lain menyebabkan penurunan kesuburan tanah, pencemaran air dan tanah dan penurunan keanekaragaman hayati (biodiversity). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya dengan penggunaan pupuk hayati organik (biofertilizer) berupa inokulum mikroba. Penggunaan mikroba sebagai pupuk hayati merupakan salah satu teknologi alternatif ramah lingkungan yang dapat memacu pertumbuhan tanaman, efisien dalam penggunaan pupuk dan dapat mengendalikan hama patogen (Desmawati, 2006). Menurut Budianto (2002), mikroorganisme tanah berfungsi sebagai agensia biokemik dalam pengubahan senyawa organik yang kompleks menjadi senyawa anorganik yang lebih sederhana. Bahan anorganik yang sederhana tersebut merupakan zat hara bagi tanaman. Mikroorganisme tanah penghuni rhizosfer tanaman umumnya dikenal sebagai rhizobakteria. Bakteri tersebut berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman atau Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan sebagai agensia antagonis terhadap patogen tanaman (Timmusk, 2003). Rhizobakter dari kelompok Bacillus spp. dan Pseudomonas spp. dilaporkan mampu melarutkan fosfat (Faccini et al., 2004 dalam Sutariati et al., 2006). Bakteri Azospirillum sp. merupakan anggota rhizobakteria dengan kemampuan menambat nitrogen baik sebagai mikroorganisme yang hidup bebas atau berasosiasi dengan perakaran tanaman (Dobereiner dan Day 1976 dalam Lestari et al., 2007). Susanto (2008) menyatakan bahwa rhizobakteria dari jenis Pseudomonas fluorescens dapat menghasilkan metabolit sekunder yaitu berupa senyawa siderofor dan antibiotik yang antagonis terhadap patogen tular tanah. Menurut Hasanuddin (2003), mikroorganisme yang bersifat antagonis mempunyai pengaruh berlawanan terhadap mikroorganisme patogenik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai suatu komponen dalam upaya pengendalian hayati. Mikroorganisme yang tergolong patogenik terhadap tanaman diantaranya adalah Fusarium oxysporum. Menurut Djaenuddin (2011), cendawan F. oxysporum merupakan patogen tular tanah atau “soil borne pathogen” pada beberapa jenis tanaman. F. oxysporum adalah cendawan patogen yang dapat menginfeksi tanaman dan memiliki kisaran inang sangat luas. Hadisutrisno, (2005) dalam Sudantha, (2010) menyatakan bahwa 3 cendawan ini menyerang semua bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun dan buah. Infeksinya kebanyakan dimulai dari bibit tanaman karena cendawan sudah terinfestasi di dalam tanah dan dilanjutkan menyerang pada akar dan batang. Cendawan yang menginfeksi tanaman muda (bibit tanaman) akan menyebabkan penyakit rebah kecambah (damping-off). Gejala penyakit ini dapat muncul dalam kurun waktu dua minggu masa perkecambahan. Kecambah yang sedang tumbuh dapat mati sebelum pucuk muncul dari tanah. Bibit yang terinfeksi nampak berair sehingga membatasi perkembangan jaringan batang di tanah yang kemudian menyebabkan bibit patah dan mati (McMaugh, 2007). Efektivitas biofertilizer dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman sangat tergantung pada keunggulan karakter fungsional dan kepadatan populasi mikroba. Populasi mikroba akan optimal apabila media pertumbuhan mengandung banyak nutrisi, sehingga dalam pembuatan biofertilizer harus dicari dan diseleksi media carrier yang baik untuk mendukung pertumbuhan kultur bakteri. Dwidjoseputro (2003) menyatakan bahwa bakteri memerlukan sumber makanan yang mengandung C, H, O dan N yang berguna untuk menyusun protoplasma. Unsur-unsur ini dapat diambil dalam bentuk elemen oleh beberapa spesies, akan tetapi beberapa spesies lain hanya dapat mengambil unsur-unsur tersebut dalam bentuk senyawa organik seperti karbohidrat, protein lemak dan sebagainya. Air kelapa, cocopeat dan bonggol pisang merupakan bahan yang mengandung nutrisi cukup banyak. Bahan tersebut banyak tersedia di alam dan merupakan limbah dari pengolahan hasil pertanian. Air kelapa mengandung bahan-bahan esensial seperti gula, mineral, vitamin dan bahan lain yang dapat mendukung pertumbuhan mikroba (Budyanto, 2002). Cocopeat merupakan bahan organik alternatif dari limbah pengolahan serabut kelapa (cocofiber) yang mengandung unsur-unsur hara seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (Na) dan Fospor (P) (Kristijono, 2010), sedangkan bonggol pisang memiliki kandungan karbohidrat tinggi, air, protein dan vitamin (Yuanita et al., 2008). Media alami yang mengandung senyawa berbeda dapat memperkaya kandungan nutrisi dalam media pertumbuhan mikroba. Media yang mengandung banyak nutrisi akan meningkatkan pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk mengetahui viabilitas organisme dalam suatu lingkungan. Pelczar (1988) menyatakan bahwa viabilitas merupakan kemampuan suatu organisme untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi lingkungan. Optimalisasi pertumbuhan mikroba biofertilizer pada suatu media carrier alami diharapkan dapat meningkatkan biosintesis metabolit sekunder sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan dapat digunakan sebagai suatu komponen dalam upaya pengendalian hayati. 4 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalahan yang muncul adalah: 1. Apakah jenis media carrier alami berpengaruh terhadap viabilitas bakteri asal biofertilizer komersial. 2. Jenis media carrier alami mana yang mendukung viabilitas bakteri asal biofertilizer komersial tertinggi. 3. Apakah bakteri asal biofertilizer komersial mampu menghambat pertumbuhan patogen F. oxysporum pada tanaman cabai (Capsicum annum). Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh media carrier alami terhadap viabilitas bakteri asal biofertilizer komersial. 2. Mengetahui Jenis media carrier alami yang mendukung viabilitas bakteri asal biofertilizer komersial tertinggi. 3. Mengetahui kemampuan bakteri asal biofertilizer komersial dalam menghambat patogen F. oxysporum pada tanaman cabai (Capsicum annum). Penelitian ini dilakukan dengan maksud dapat memberikan informasi mengenai pengaruh media carrier alami terhadap viabilitas mikroba asal biofertilizer komersial, serta pengaruh mikroba biofertilizer terhadap pengendalian patogen F. oxysporum. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Media alami berpengaruh terhadap viabilitas bakteri asal biofertilizer komersial. 2. Media dari campuran ketiga bahan alami menghasilkan viabilitas mikroba tertinggi. 3. Biofertilizer pada media alami dapat menekan pertumbuhan patogen F. oxysporum. 5