design by www.shinugi.com

advertisement
Nur Wahyu Rochmadi
untuk
Sekolah Menengah Kejuruan
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Ilmu
Pengetahuan
Sosial
ISBN XXX-XXX-XXX-X
Buku ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah
dinyatakan layak sebagai buku teks pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2007 tanggal 5 Desember 2007 tentang
Penetapan Buku Teks Pelajaran yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran.
untuk SMK
HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp. 7.888,00
Nur Wahyu Rochmadi
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Nur Wahyu Rochmadi
ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
Untuk SMK
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
i
Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional
Dilindungi Undang-undang
ILMU
PENGETAHUAN
SOSIAL
Untuk SMK
Penulis
Ilustrasi, Tata Letak
Perancang Kulit
: Nur Wahyu Rochmadi
:
:
Ukuran Buku
:
410
ROC
i
ROCHMADI, Nur Wahyu
Ilmu Pengetahuan Sosial: Untuk SMK/oleh Nur Wahyu Rochmadi. ---Jakarta:Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008
ii
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan
Nasional, pada tahun 2008, telah melaksanakan penulisan
pembelian hak cipta buku teks pelajaran ini dari penulis untuk
disebarluaskan kepada masyarakat melalui website bagi siswa
SMK.
Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk
SMK yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam
proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 12 tahun 2008.
Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta
karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk
digunakan secara luas oleh para pendidik dan peserta didik SMK di
seluruh Indonesia.
Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada
Departemen Pendidikan Nasional tersebut, dapat diunduh
(download), digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi
oleh masyarakat. Namun untuk penggandaan yang bersifat
komersial harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkannya soft copy ini
akan lebih memudahkan bagi masyarakat untuk mengaksesnya
sehingga peserta didik dan pendidik di seluruh Indonesia maupun
sekolah Indonesia yang berada di luar negeri dapat memanfaatkan
sumber belajar ini.
Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini.
Selanjutnya, kepada para peserta didik kami ucapkan selamat
belajar dan semoga dapat memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya.
Kami menyadari bahwa buku ini masih perlu ditingkatkan mutunya.
Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.
Jakarta,
Direktur Pembinaan SMK
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadhirat Tuhan Yang maha Esa,
yang telah melimpahkan rahmad dan hidayahnya kepada kami sehingga
bisa menyelesaikan buku ini.
Buku Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini disusun dengan tujuan
akan dipergunakan sebagai bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran
mata pelajaran IPS di SMK, baik oleh guru maupun oleh siswa.
Penyusunan buku ini didasarkan pada standar isi mata pelajaran
IPS, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Permen No. 22 tahun
2006 tentang standar isi mata pelajaran IPS untuk SMK.
Penyusunan buku ini diawali dengan melakukan pengembangan
standar isi yang mengacu pada standar kompetensi lulusan dan
pengembangan keilmuan. Selain itu juga dilkukan memperhatikan
karakteristik kurikulum, kharakteristik siswa dan guru serta sekolah, serta
berbagai prinsip pembelajaran, maka materi pembelajaran ini diharapkan
lekat dengan kehidupan siswa SMK dan secara kompetitif diharapkan
mampu memberikan fasilitas bagi mereka sehingga memungkinkan
untuk berdialog dalam pengembangan diri dan memecahkan berbagai
macam permasalahan sosial secara kontekstual.
Banyak sekali harapan kami dalam penulisan buku ini ingin
disampaikan pada waktu awal penulisan, namun karena keterbatasn
waktu berbagai harapan tersebut tinggal harapan, tidak bisa dituangkan
dalam buku ini, sehingga kami kadang belum bisa menerima.
Berkaitan dengan itu kami mengharapkan kepada semua piohak
untuk bisa memberikan saran perbaikan buku ini. Mudah-mudahan dari
apa yang ada ini, yang sangat sederhana ini dapat memberikan referensi
awal bagi siswa dan guru SMK dalam mengenal IPS.
Malang, 31 Desember 2007
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Sambutan ......................................................................
iii
Kata Pengantar……………………………………………………………………
iv
Daftar isi…………………………………………………………………………….
v
Glosarium……………………………………………………………………………
viii
Peta Kompetensi …………………………………………………………………
xii
Sinopsis ..……………………………………………………………………………
xv
BAB 1. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL .....................……
A. Manusia Sebagai Makhluk Individu ……………………………………
B. Manusia Sebagai Makhluk Sosial ……………………………………….
C. Kepribadian dan Sosialisasi
…………………………………….......
D. Interaksi Sosial …………………………………………………………......
E. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial …………………………………………
F. Ringkasan .........................................................................
1
1
2
9
42
45
61
BAB 2. KEBANGKITAN NASIONAL ............…………………………….
A. Kolonialisme dan Imperialisme ...........................................
B. Kesadaran Nasional ...........................................................
C. Pergerakan Nasional .........................................................
D. Identitas Nasional ............................................................
E. Ringkasan ........................................................................
64
64
109
115
139
150
BAB 3. KEBUTUHAN MANUSIA ...............................................
A. Kebutuhan Hidup Manusia..................................................
B. Macam-Macam Kebutuhan Manusia ....................................
C. Upaya Manusia Memenuhi Kebutuhan ………………………………
D. Alat Pemuas Kebutuhan ....................................................
E. Nilai Kegunaan ..................................................................
F. Masalah Pokok Ekonomi......................................................
G. Ringkasan .........................................................................
153
153
159
162
166
168
170
173
BAB 4. KONSEP-KONSEP EKONOMI..........................................
A. Kegiatan Perekonomian.......................................................
B. Produksi.............................................................................
C. Sistem Perekonomian..........................................................
D. Pelaku Kegiatan Ekonomi ...................................................
E. Prinsip Ekonomi .................................................................
F. Motif Ekonomi ....................................................................
G. Permintaan.........................................................................
H. Penawaran ........................................................................
I. Keseimbangan Harga ..........................................................
J. Bentuk-bentuk Struktur Pasar ..............................................
175
175
177
183
190
191
194
196
197
199
203
v
K. Kapital ...............................................................................
L. Teknologi dan Fungsi Wiraswasta ........................................
M. Ringkasan .........................................................................
206
219
232
BAB 5. STRUKTUR SOSIAL ......................................................
A. Masyarakat ........................................................................
B. Pelapisan Sosial ..................................................................
C. Struktur Sosial ....................................................................
D. Pranata Sosial ....................................................................
E. Mobilitas Sosial ..................................................................
F. Perubahan Sosial ................................................................
G. Ringkasan ..........................................................................
235
236
240
252
264
271
285
287
BAB. 6 KONFLIK .....................................................................
A. Pengertian Konflik ...............................................................
B. Sumber Konflik Sosial ..........................................................
C. Bentuk Konflik Sosial ...........................................................
D. Proses Konflik .....................................................................
E. Pola Penyelesaian Konflik .....................................................
F. Ringkasan ...........................................................................
291
291
298
302
305
307
318
BAB 7. MASYARAKAT MULTIKULTUR ........................................
A. Kebudayaan ........................................................................
B. Multikultural ........................................................................
C. Sejarah Multikultural ............................................................
D. Pendidikan Multikultural .......................................................
E. Ringkasan ...........................................................................
320
320
331
339
341
350
BAB 8. KERAGAMAN BUDAYA ...................................................
A. Budaya Lokal Budaya Asing dan Kebudayaan Nasional ...........
B. Hubungan Antar Budaya ......................................................
C. Keragaman Budaya ..............................................................
D. Masalah Keragaman Budaya .................................................
E. Keuntungan dari Keragaman Budaya .....................................
F. Pengembangan Sikap Toleransi dan Empati pada Masyarakat
Yang Beragam Budayanya ..................................................
G. Ringkasan ...........................................................................
354
354
372
385
388
395
BAB 9. SUMBER DAYA ALAM ....................................................
A. Pengertian Sunber Daya Alam ..............................................
B. Sifat-Sifat dan Macam Sumber Daya Alam .............................
C. Ruang Lingkup Sumber Daya Alam .......................................
D. Permasalahan Sumber Daya Alam ………………………………………
E. Keterbatasan Sumber Daya Alam ……………………………………….
407
407
409
423
425
425
vi
397
402
F. Pengelolaan Sumber Daya Alam …………………………………………
429
G. Pentingnya Teknologi dalam Penggunaan Sumber-Sumber
Alam ...................................................................................
H. Faktor-Faktor Sosial dan Budaya dan Penggunaan
Sumber Daya Alam ..............................................................
I. Keadaan Ekonomi yang Membatasi Penggunaan Sumber-Sumber
Alam.....................................................................................
J. Ringkasan ............................................................................
435
439
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................
443
vii
433
433
GLOSARIUM
Agraris adalalah bersifat pertanian atau menggantungkan sebagian besar
kehidupan ekonominya pada kegiatan pertanian, bukan
pelayaran atau perdagangan antarpulau.
Akomodatif adalah sikap untuk menerima perbedaan pandangan dan
kepentingan.
Apatisme, menunjuk pada ketiadaan minat atau perhatian terhadap orang
lain, sitausi, atau gejala-gejala pada umumnya.
Citizen, berasal dari bahasa Yunani Civics yakni penduduk sipil yang
melaksanakan kegiatan demokrasi secara langsung dalam
suatu polis atau negara kota.
Bangsa berkulit putih, yaitu bangsa-bangsa Eropa yang pernah menjajah
bangsa Indonesia, seperti; Bangsa Belanda, Inggeris, Portugis,
Spanyol, dan Perancis.
Bangsa berkulit kuning, yaitu bangsa Jepang, Cina
Bangsa berkulit hitam, yaitu bangsa yang kebanyakan mendiami benua
Afrika.
Bangsa berkulit sawo matang, yaitu bangsa yang kebanyakanmendiami
wilayah Asia tenggara, seperti bangsa Indonesia, Malaysia,
Vietnam.
Demokrasi, merupakan pemerintahan yang dijalankan oleh rakyat baik
secara langsung maupun tidak, melalui mekanisme pemilihan
umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, serta adil.
Desa adalah suatu wilayah kehidupan yang ditandai oleh adanya
persamaan kerja serta keterikatan emosi para anggotanya, cara
berpikir irrasional, serta kehidupan yang sederhana.
Disintegrasi adalah perpecahan atau pemisahan diri dalam sebuah
negara yang ditandai dengan bentrokan antardaerah, antar
golongan, agama, politik, dan lain-lain.
Diskriminatif adalah Memperlakukan orang secara berbeda atas dasar
alasan yang tidak relevan
Domestic Violence, yaitu suatu bentuk kekerasan yang terjadi dalam
keluarga yang bertentangan dengan hak asasi manusia.
Eksklusif adalah sifat hidup mengelompok berdasarkan persamaan
kepentingan, golongan, asal-usul keturunan, agama dan lainlain, dan cenderung menutup diri dari kelompok lain yang
berbeda dengan mereka.
Etnis adalah hal-hal yang berkaitan dengan suku bangsa atau ras
Golongan keturunan asingadalah Warga negara Indonesia yang
berasal dari luar seperti dari Cina, India, Arab, Eropa.
Diskriminasi adalah suatu sikap dan tindakan untuk membeda-bedakan
orang berdasarkan golongan, suku, agama, kepentingan
kelompok, dan lain-lain.
Founding fathers adalah istilah lain dalam bahasa Inggeris dari para
pendiri bangsa. Bung Karno, Bung Hatta serta tokoh-tokoh
viii
lainnya yang berjuang dan berjasa dalam menegakkan negara
kesatuan Republik Indonesia, disebut juga sebagai para pendiri
bangsa.
Gagasan atau ide adalah merupakan unsur-unsur kebudayaan yang
abstrak atau tidak tampak, kecuali yang terlihat pada sikap,
perbuatan, tradisi atau adat istiadat. Ilmu pengetahuan dan
filsafat dan tradisi termasuk unsur kebudayaan yang bersifat
gagasan atau ide.
Genealogis adalah ilmu tentang gen atau darah keturunan.
Geografis adalah Hal-hal yang berkenaan dengan alam, dengan wilayah
(darat, laut, udara) suatu negara
Gerakan disintegrasi adalah gerakan untuk memisahkan diri dari
pemeirntahan yang sah.
Globalisasi, yakni proses mengglobal kehidupan negara-negara di
penjuru dunia yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, serta keamanan. Proses ini difasilitasi oleh teknologi
komunikasi, informasi, dan teknologi kendali.
Golongan elit adalah golongan atas yang dibedakan dengan petani dan
pedagang kecil sebagai golongan bawah. Pada masyarakat
Hindu, golongan elit meliputi para cendekiawan, cerdik pandai,
seperti golongan Brahmana, dan purohita.
Golongan feodal adalah golongan yang selalu menempatkan
kehormatan, kedudukan, dan jabatan sebagai hal yang sangat
penting bagi dirinya. Pada zaman kerajaan dulu, golongan
feodal adalah golongan pemilik daerah pertanian dan penduduk
di daerah pertanian itu.
Gurun adalah daratan yang terdiri dari permukaan pasir yang sangat
luas.
Hak Asasi Manusia, adalah hak-hak dasar manusia yang merupakan
karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijamin dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Harkat adalah derajat, tingkat, taraf, nilai atau mutu yang dimiliki
seseorang atau suatu bangsa
Harga Diri Bangsa, yaitu suatu kehormatan yang dimiliki oleh suatu
bangsa dan harus dipertahankan
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara berdasarkan
pengetahuan yang ada sebelum penelitian.
Hubungan diplomatik adalah hubungan resmi antardua negara atau lebih
yang saling bersahabat.
Inlander, yaitu suatu julukan yang menghinakan terhadap bangsa
Indonesia (pribumi) ketika jaman penjajah Belanda.
Integrasi adalah (1) pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan
dalam suatu sistem sosial, (2) membuat suatu keseluruhan dari
unsur-unsur tertentu, penyatuan.
Kedaulatan negara, yaitu suatu kekuasaan negara untuk memerintah
atau berkuasa atas suatu wilayah atau daerah tertentu.
ix
Kerajaan
maritim adalah kerajaan yang menjadikan pelayaran,
perdagangan antarpulau, dan antarnegara melalui lautan
sebagai yang paling utama.
Kelompok migran terdidik adalah kelompok masyarakat yang berpindah
dari satu tempat ke tempat lain, dan mengembangkan ke
mampuannya sesuai dengan pendidikan yang dimilikinya.
Kesadaran Hukum, merupakan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan
perbuatan hukum yang dimiliki oleh warga negara dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Konstitusi, merupakan hukum dasar yang berlaku dalam suatu negara,
yang umum mengatur tentang kerangka pemerintahan dan
jaminan hak-hak asasi manusia.
Local genius adalah kecakapan atau kemampuan setempat yang tidak
dipengaruhi kebudayaan luar.
Legitimasi adalah pengesahan atau pembenaran yang dilakukan oleh
individu atau kelompok terhadap sebuah kekuasaan.
Martabat Bangsa, yaitu pangkat, derajat, atau kedudukan suatu bangsa.
Masyarakat setempat (komunitas) adalah bagian masyarakat yang
bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan
batas-batas tertentu dimana faktor utama yang menjadi
dasarnya adalah interaksi yang lebih besar di antara anggotaanggotanya.
Multi etnis adalah erkenaan dengan lebih dari dua etnis.
Masyarakat terasing adalah Masyarakat yang terisolir baik secara
geografis, ekonomi, budaya.
Mayoritas adalah jumlah yang melebihi setengah kelompok tertentu yang
lazimnya menjadi dasar pengambilan keputusan secara
demokratis dalam proses poilitik.
Minoritas adalah Jumlah yang paling kecil dari jumlah keseluruhan.
Melek politik (political literacy), menunjuk pada pengetahuan, sikap, dan
perbuatan warga negara yang sesuai dengan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara sebagai insan politik.
Mukadimah, yaitu pembukaan yang mengemukakan secara umum
tentang isi suatu undang-undang.
Negara, merupakan persekutuan hidup politis yang berada dalam jenjang
tertinggi dan paling berdaulat di antara berbagai bentuk
persekutuan hidup yang ada di masyarakat.
Norma, adalah pedoman, aturan dasar yang mengikat dalam kehidupan
masyarakat untuk mengatur warga-warganya dalam mencapai
ketertiban hidup bermasyarakat.
Otoritas adalah Pemegang kekuasaan
Politis-Sosiologis, yaitu suatu tinjauan tentang martabat dan harga diri
manusia dari segi kekuasaan pemerintah di satu sisi dan
masyarakat dari sisi lain
Partai Politik, adalah sekumpulan atau suatu kelompok yang terorganisir
yang didasari oleh orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang
x
diusung bersama. Organisasi yang berjuang dibidang politik
yang biasanya sebagai peserta pemilihan umum
Primordialisme adalah Suatu sikap yang menonjolkan atau
mementingkan kelompok atau daerahnya dengan tidak memberi
kesempatan kepada kelompok lain untuk terlibat.
Politik, adalah proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan
keputusan untuk kepentingan umum.
Polis, adalah suatu organisasi yang berperan dalam memberikan
kehidupan yang lebih baik bagi warga negaranya.
Ras adalah (1) suatu kelas populasi yang didasarkan pada kriteria
genetik, (2) kelas dari genotip-genotip, (3) setiap populasi yang
secara genetik berbeda dengan populasi lainnya.
Rezim politik adalah sistem politik dan pemerintahan serta orang-orang
yang duduk dalam struktur pemerintahan.
Sikap negatif adalah Sikap-sikap yang tidak bersahabat, menganggap
rendah, sinis, curiga, prasangka terhadap orang atau kelompok
lain
Sikap positif adalah Sikap-sikap yang bersahabat, terbuka, toleran dan
sebagainya terhadap orang atau kelompok lain
Stereotif adalah Kombinasi dari cirri-ciri yang paling sering diterapkan
oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain, atau oleh
seseorang terhadap orang lain
Sistem, yakni keseluruhan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya
mempunyai hubungan yang fungsional.
Solidaritas mekanis adalah bentuk solidaritas yang menandai masyarakat
masih sederhana, dalam mana kelompok-kelompok manusia
hidup secara tersebar dan hidup terpisah satu sama lain.
Solidaritas organis adalah bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat
kompleks, yang telah mengenal pembagian kerja yang rinci dan
dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian.
Sintesa budaya adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih dan
melahirkan kebudayaan baru.
Sinkretisme adalah percampuran dua unsur kebudayaan dan melahirkan
kebudayaan baru dengan unsur-unsur yang jelas pada asal
kedua kebudayaan tersebut.
Suksesi pemerintahan adalah pergantian pemerintahan, baik yang
dilakukan secara damai atau perebutan kekuasaan.
Tradisi bahari adalah tradisi yang berhubungan dengan pemanfaatan laut
sebagai penunjang ke butuhan hidup.
Tradisi adalah adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun
dipelihara
Toleransi adalah Suatu sikap yang merupakan perwujudan penahan diri
terhadap sikap fihak lain yang tidak disetujui.
Yuridis-Kriminologis, yaitu suatu tinjauan tentang martabat dan harga diri
manusia dari segi supremasi hukum disatu sisi dan adanya tindak
kejahatan di sisi lain.
xi
PETA KOMPETENSI
Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
A. Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu mata pelajaran yang
fokus kajiannya seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang
SMK/MAK mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah,
Ekonomi, Sosiologi, dan Antropologi. Melalui mata pelajaran IPS,
peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia
yang demokratis, bertanggung jawab, berpartisipasi, serta warga
dunia yang cinta damai.
Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial
masyarakat. Kemampuan tersebut diperlukan untuk memasuki
kehidupan masyarakat yang dinamis.
B. Tujuan
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
1. Memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya
2. Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah,
dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3. Berkomitmen terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4. Berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat
yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai
berikut.
1. Manusia, tempat, dan lingkungan
2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan
3. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan
4. Sistem sosial dan budaya.
xii
D. Standar Kompetensi
Standar Kompetensi
1. Memahami
kehidupan sosial
manusia
Kompetensi Dasar
1. 1 Mengidentifikasi interaksi sebagai
proses sosial
1. 2 Mendeskripsikan sosialisasi sebagai
proses pembentukan kepribadian
1. 3 Mengidentifikasi bentuk-bentuk
interaksi sosial
2. Memahami proses
kebangkitan
nasional
3. Memahami
permasalahan
ekonomi dalam
kaitannya dengan
kebutuhan manusia,
kelangkaan dan
sistem ekonomi
4. Memahami konsep
ekonomi dalam
kaitannya dengan
kegiatan ekonomi
konsumen dan
produsen termasuk
permintaan,
penawaran,
keseimbangan
harga, dan pasar
2. 1 Menjelaskan proses perkembangan
kolonialisme dan imperialisme Barat,
serta pengaruh yang ditimbulkannya
di berbagai daerah
2. 2 Menguraikan proses terbentuknya
kesadaran nasional, identitas
Indonesia, dan perkembangan
pergerakan kebangsaan Indonesia
3. 1 Mengidentifikasi kebutuhan manusia
3. 2 Mendeskripsikan berbagai sumber
3. 3
4. 1
4. 2
4. 3
4. 4
4. 5
4. 6
4. 7
ekonomi yang langka dan kebutuhan
manusia yang tidak terbatas
Mengidentifikasi masalah pokok
ekonomi, yaitu tentang apa,
bagaimana, dan untuk siapa barang
dan jasa diproduksi
Mendeskripsikan berbagai kegiatan
ekonomi dan pelaku-pelakunya
Membedakan prinsip ekonomi dan
motif ekonomi
Mendeskripsikan peran konsumen
dan produsen
Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan
penawaran
Menjelaskan hukum permintaan dan
hukum penawaran serta asumsi yang
mendasarinya
Mendeskripsikan pengertian
keseimbangan dan harga
Mendeskripsikan berbagai bentuk
pasar, barang dan jasa
xiii
Standar Kompetensi
5. Memahami struktur
sosial serta berbagai
faktor penyebab
konflik dan mobilitas
sosial
6. Mendeskripsikan
kelompok sosial
dalam masyarakat
multikultural
Kompetensi Dasar
5. 1 Mendeskripsikan bentuk-bentuk
struktur sosial dalam fenomena
kehidupan
5. 2 Menganalisis faktor penyebab konflik
sosial dalam masyarakat
6. 1 Mendeskripsikan berbagai kelompok
sosial dalam masyarakat multikultural
6. 2 Mendeskripsikan perkembangan
6. 3
7. Memahami
kesamaan dan
keberagaman
budaya
7. 1
7. 2
7. 3
7. 4
kelompok sosial dalam masyarakat
multikultural
Mendeskripsikan keanekaragaman
kelompok sosial dalam masyarakat
multikultural
Mengidentifikasi berbagai budaya
lokal, pengaruh budaya asing, dan
hubungan antarbudaya
Mendeskripsikan potensi
keberagaman budaya yang ada di
masyarakat setempat dalam
kaitannya dengan budaya nasional
Mengidentifikasi berbagai alternatif
penyelesaian masalah akibat adanya
keberagaman budaya
Menunjukkan sikap toleransi dan
empati sosial terhadap keberagaman
budaya
xiv
SINOPSIS
Paparan isi buku IPS untuk siswa SMK ini secara ringkas
diuraikan sebagai berikut.
Bab 1, yang membahas tentang manusia selain sebagai makluk
individu yang mempunyai karakter khas masing-masing sehingga
berbeda dengan manusia yang lain, selain sebagai makluk individu
manusia juga sebagai makluk social. Sebagai makluk social manusia
selalu berkelompok dan berinteraksi dengan manusia yang lainnya,
dalam wadah keluarga, Bangsa dan Negara, dan berbagai macam
kelompok lainnya misalnya organisasi. Oleh karena itu dalam bahasan ini
juga dibahas tentang interaksi sosial dan bentuk-bentuk interaksi sosial.
Pada Bab ini juga dibahas tentang kepribadian manusia, mulai dari
dasar-dasar teori hingga proses pembentukan kepribadian manusia.
Selanjutnya dipaparkan kajian tentang sosialisasi, internalisasi sebagai
suatu proses pembentukan kepribadian manusia.
Pada Bab 2, membahas tentang kebangkitan nasional, kajian
pada bab ini difokuskan pada perkembangan pergerakan nasional
Indonesia dalam menghadapi praktek imperialisme dan kolonialisme di
Indonesia hingga terwujudnya Indonesia merdeka. Oleh karena itu kajian
diawali dengan paparan pelaksanaan kolonialisme dan imperialisme
Belanda, Inggris dan Jepang di Indonesia, termasuk juga perlawanan
rakyat Indonesia terhadap para kolonialis tersebut. Selain itu dalam
pemaparan hal tersebut juga dijelaskan akibat dari praktek kolonialisme
dan ilmperialisme tersebut bagi rakyat Indonesia.
Paparan berikutnya menguraikan tentang pergerakan nasional
dalam mengusir kaum kolonialis dan imperialis tersebut hingga mencapai
kemerdeaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, munculnya kesadaran
nasional bangsa Indonesia, serta munculnya identitas nasional sebagai
bangsa Indonesia.
Pada Bab 3 dipaparkan tentang kebutuhan manusia, sifat
kebutuhan manusia, keragaman dan perkembangan kebutuhan hidup
manusia, alat pemuas kebutuhan, serta cara-cara manusia memenuhi
kebutuhan hidupnya. Selain itu juga dipaparkan nilai kegunaan, sumbersumber ekonomi dan masalah-masalah pokok ekonomi.
Bab 4 menguraikan tentang konsep-konsep ekonomi dalam
kaitannya dengan kegiatan ekonomi manusia sebagai upaya memenuhi
kebutuhan hidupnya, pelaku kegiatan ekonomi, prinsip-prinsip ekonomi,
motif ekonomi, konsumsi, distribusi dan produksi, hukum permintaan dan
penawaran, faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran,
keseimbangan harga dan pasar. Sajian diperkaya degan paparan tentang
kapital dan hubungan teknologi dengan wiraswasta.
Bab 5 menguraikan tentang struktur sosialdalam kehidupan
manusia, mulai dari paparan pengertian struktur sosial, bentuk struktur
sosial, mobilitas sosial, pranata sosial dan perubahan sosial.
xv
Bab 6 menguraikan tentang konflik sosial, mulai dari pengertian,
kedudukan konflik dalam kehidupan manusia, sumber-sumber konflik,
faktor penyebab konflik, bentuk-bentuk konflik sosial hingga pola
penyelesaian konflik.
Bab 7 menguraikan tentang masyarakat multikultur. Konsep
multikultur akhir-akhir banyak menarik minat perhatian untuk dikaji, dalam
paparan ini diuraikan apa itu masyarakat multikultur, keberadaan
kelompok sosial dalam masyarakat multikultur secara integratif,
perkembangan kelompok sosial dalam masyarakat multikultur, hingga
pengembangan masyarakat multikultur tersebut melalui pendidikan.
Bab 8 mengulas tentang kesamaan dan keragaman budaya.
Paparan diwali dengan sajian klarifikasi konsep budaya lokal, budaya
asing dan budaya nasional, kemudian dilanjutkan dengan keragaman
budaya dan potensinya dalam pengembangan masyarakat, masalah
keragaman budaya dan pola penyelesaiannya, pengembangan sikap
toleransi dan empati untuk menghadapi adanya keragaman budaya
dalam masyarakat. Tetapi sebelum itu diulas tentang komunikasi antar
budaya sebeagai salah satu bentuk pengembangan potensi keragaman
budaya dalam pemberdayaan masyarakat.
Pada
bab 9 dipaparkan tentang sumber daya alam, mulai dari macam-macam
sumber daya alam, ruang lingkup, pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam, keterbatasan sumber daya alam, pentingnya teknologi dalam
pengelolaan sumber daya alam hingga pelestarian sumber daya alam.
Kajian ini merupakan pengayaan dengan tujuan untuk
meningkatkan wawasan siswa, sekaligus juga sebagai pelengkap
dalam kajian IPS. Sebagaimana diketahui kajian tentang IPS tidak
bisa dilepaskan dengan materi sumber daya alam dan lingkungan.
xvi
BAB 1
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL
A. MANUSIA SEBAGAI MAKLUK INDIVIDU
Pengertian manusia sebagai makhluk individu mengarah kepada
karakteristik khas yang dimiliki manusia sebagai makhluk hidup yang
membedakan dirinya dengan makhluk hidup yang lain, serta dengan
manusia yang lain. Karakter khas yang dimiliki setiap manusia, dan
berbeda dengan manusia yang lain ini meiliputi fisik, kepribadian, yaitu
sifat khas yang dimiliki seseorang, sifat, sikap, temperamen, watak
(karakter), tipe, dan minat. Dalam hal tertentu, setiap manusia adalah
sama seperti semua manusia yang lain, sama seperti beberapa manusia
lain dan berbeda dengan manusia lain.
Bilamana diperhatikan, dalam kondisi normal kelengkapan fisik
dan fungsinya dari setiap manusia adalah sama, diantaranya setiap
manusia mempunyai hidung, mulut, telinga, rambut, mata dan
sebagainya. Namun diketahui pula bahwa hidung, mulut, telinga, rambut,
mata setiap manusia berbeda, walaupun yang bersangkutan adalah
bersaudara kandung atau saudara kembar sekalipun.
Demikian halnya dengan kepribadian, ditinjau dari segi fisik,
masih sering ditemukan adanya kesamaan antar manusia, tetapi dari
kepribadian, tidak ada manusia yang mempunyai kepribadian sama,
walaupun yang bersangkutan dilahirkan kembar.
Keberbedaan yang dimiliki oleh setiap manusia, menjadi
kekhasan yang melekat pada diri manusia yang bersangkutan, dan
menjadi identitas dari yang bersangkutan, serta yang membedakan
dengan manusia yang lainnya. Karakter yang khas ini mempengaruhi
kebutuhan manusia dan cara-cara yang dilakukan manusia dalam
memenuhi kebutuhannya.
Kharakteristik khas ini dimiliki oleh setiap manusia, tetapi tiap
manusia memiliki kekhasan yang berbeda. Misalnya saja, setiap manusia
membutuhkan makanan, tetapi tidak setiap manusia memerlukan nasi
untuk memenuhi kebutuhan makanannya, karena ada manusia
makanannya dari roti, sagu, dan jagung, bahkan dari umbi-umbian.
Demikian halnya dengan jumlahnya. Coba perhatikan teman-teman kita,
apakah ada perbedaan banyaknya makan? Inilah yang menyebabkan
manusia itu dikategorikan sebagai makluk individu.
Sebagai makhluk individu, manusia mempunyai keinginan,
kebutuhan, kebiasaan, cita-cita yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya, walaupun mereka saudara kandung, bertempat tinggal di lokasi
yang sama, dan tidur atau sekolah di tempat yang sama. Oleh karena itu,
1
mereka mempunyai kebiasaan, keinginan, kebutuhan, serta sikap dan
perilaku yang berbeda dengan kita dalam suatu hal, tetapi sama dalam
hal yang lain.
Tugas 1.1
Coba kalian lakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Tulislah di selembar kertas dengan benar: (a) bagaimana
kebiasaan belajarmu? (b) apa keinginanmu setelah lulus
sekolah? Serta apa yang menjadi kebutuhanmu saat ini?
2. Dibawah bimbingan guru, serahkan hasil tulisanmu (1)
diatas kepada temanmu yang duduk di sebelah kananmu.
Dan kamu akan menerima hasil tulisan dari teman yang
ada di sebelah kirimu.
3. Amati hasil pekerjaan temanmu tersebut, cermati apakah
ada perbedaan dan kesamaan antara pendapatmu dengan
pendapat temanmu.
4. Menurut pendapatmu, apa yang menjadi penyebab
terjadinya perbedaan dan kesamaan tersebut?
B. MANUSIA SEBAGAI MAKLUK SOSIAL
Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut
sebagai makhluk sosial. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan
kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi
dengan manusia yang lain, selanjutnya interaksi ini berbentuk kelompok.
Kemampuan dan kebiasaan manusia berkelompok ini disebut juga
dengan zoon politicon.
Istilah manusia sebagi zoon politicon pertama kali dikemukakan
oleh Aristoteles yang artinya manusia sebagai binatang politik. Manusia
sebagai insan politik atau dalam istilah yang lebih populer manusia
sebagi zoon politicon, mengandung makna bahwa manusia memiliki kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam
suatu organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas,
seperti negara. Sebagai insan politik, manusia memiliki nilai-nilai yang
bisa dikembangkan untuk mempertahankan komunitasnya.
Argumen yang mendasari pernyataan ini adalah bahwa manusia
sebagaimana binatang, hidupnya suka mengelompok. Hanya sifat
mengelompok antara manusia dan binatang berbeda, hewan
2
mengandalkan naluri, sedangkan manusia berkelompok dilakukan
melalui proses belajar dengan menggunakan akal pikirannya.
Gambar 1.1. Anak-anak SD berkelompok sambil menunggu jemputan
pulang sekolah
Sumber: Dokumen penulis
Gambar 1.2. Anak-anak bermain dan berkelompok
Sumber: Dokumen penulis
Berdasarkan gambar 1.1. dan 1.2 dapat diketahui bahwa
berkelompok pada manusia adalah suatu kebutuhan dan kebiasaan yang
muncul sejak usia kanak-kanak dan mampu berkomunikasi. Gambar
tersebut menjelaskan bagaimana anak-anak di sebuah sekolah dasar
yang sedang menunggu dijemput orangtuanya berkelompok sendirisendiri tanpa disadari, bahkan di gambar 1.2, anak-anak berkelompok
tanpa sengaja sesuai dengan jenis kelamin, anak laki-laki bermain
dengan anak laki-laki, sebaliknya yang perempuan tanpa sengaja
berkelompok dengan sesama anak perempuan.
Sifat berkelompok pada manusia didasari pada kepemilikan
kemampuan untuk berkomunikasi, mengungkapkan rasa dan
kemampuan untuk saling bekerjasama. Selain itu juga adanya
kepemilikan nilai pada manusia untuk hidup bersama dalam kelompok,
3
antara lain: nilai kesatuan, nilai solidaritas, nilai kebersamaan dan nilai
berorganisasi (Priyanto, 2002).
Nilai adalah prinsip-prinsip dasar yang dianggap paling baik,
paling bermakna, paling berguna, paling menguntungkan, dan paling
dapat mendatangkan kebiasaan bagi manusia. Nilai kesatuan mengandung makna bahwa komunitas politik merupakan kumpulan orang-orang
yang memiliki tekad untuk bersatu dan komunitas politik hanya terwujud
apabila ada persatuan. Nilai solidaritas mengandung makna bahwa
hubungan antar manusia dalam komunitas politik bersifat saling
mendukung dan selalu membuka kesempatan untuk bekerja sama
dengan manusia yang lain. Nilai kebersamaan mengandung arti
komunitas politik merupakan wadah bagi mereka untuk mewujudkan
tujaun hidup yang diidam-idamkan. Nilai organisasi mengandung makna
bahwa komunitas politik yang dibangun manusia, mengatur dirinya dalam
bentuk pengorganisasi yang memungkinkan tiap-tiap menudia mengambil
perannya.
Aktualisasi manusia sebagai makluk sosial, tercermin dalam
kehidupan berkelompok. Manusia selalu berkelompok dalam hidupnya.
Berkelompok dalam kehidupan manusia adalah suatu kebutuhan, bahkan
bertujuan. Tujuan manusia berkelompok adalah untuk meningkatkan
kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya,
disadari atau tidak, manusia berkelompok mempunyai tujuan
meningkatkan kebahagiaan hidupnya. Melalui kelompok manusia bisa
memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan
kebahagiaan dan keberdayaan hidup manusia hanya bisa dipenuhi
dengan cara berkelompok. Tanpa berkelompok tujuan hidup manusia
yaitu mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan tidak akan bisa tercapai.
Manusia merupakan makluk individu dan sekaligus sebagai
makluk sosial. Sebagai makluk sosial manusia selalu hidup berkelompok
dengan manusia yang lain. Perilaku berkelompok (kolektif) pada diri
manusia, juga dimiliki oleh makluk hidup yang lain, seperti semut, lebah,
burung bangau, rusa, dansebagainya, tetapi terdapat perbedaan yang
esensial antara perilaku kolektif pada diri manusia dan perilaku kolektif
pada binatang.
Kehidupan berkelompok (perilaku kolektif) binatang bersifat
naluri, artinya sudah pembawaan dari lahir, dengan demikian sifatnya
statis yang terbentuk sebagai bawaan dari lahir. Contoh bentuk rumah
lebah, sejak dahulu sampai sekarang tidak ada perubahan, demikian
halnya dengan rumah semut dan hewan lainnya. Sebaliknya perilaku
kolektif manusia bersifat dinamis, berkembang, dan terjadi melalui proses
belajar (learning process).
4
Berkelompok dalam kehidupan manusia juga merupakan suatu
kebutuhan yang harus dipenuhi. Beberapa kebutuhan hidup manusia
yang dapat dipenuhi melalui kehidupan berkelompok antara lain:
komunikasi, keamanan, ketertiban, keadilan, kerjasama, dan untuk
mendapatkan kesejahteraan. Kehidupan berkelompok manusia tercermin
dalam berbagai bentuk, mulai dari kelompok yang terorganisir maupun
yang tidak terorganisir.
Kehendak untuk hidup berkelompok pada diri manusia merupakan
suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif tidak terorganisasi, dan
hampir tidak diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak terencana,
dan hanya tergantung kepada stimulasi timbal balik yang muncul dikalangan para pelakunya (Horton, 1993). Terhadap pernyataan ini, sering
ditemukan adanya pengelompokkan manusia yang semula teratur dan
tertib, tiba-tiba berubah tanpa rencana, tanpa sebab, dan tanpa arah
menjadi kerumunan yang menimbulkan kekacauan sosial dan pengrusakan. Seperti kasus demonstrasi, suporter sepakbola, dan tawuran
yang sering terjadi di kalangan pelajar atau masyarakat baik di Indonesia
maupun di negara-negara diluar Indonesia.
Perilaku berkelompok (perilaku kolektif) pada manusia karena
terjadi melalui proses belajar menyebabkan munculnya beragam jenis,
diantaranya: perilaku kerumunan (crowd), perilaku massa, gerakan
sosial, perilaku dalam bencana, gerombolon, kericuhan (panics), desasdesus, keranjingan, gaya (fad), model (fashions), propaganda, pendapat
umum, dan revolusi (Horton, 1993).
Pengelompokkan manusia menjadi berbagai macam bentuk
perilaku berkelompok tersebut disebabkan oleh banyak faktor. Menurut
Smelser (Horton, 1993), faktor determinan dari perilaku kolektif manusia
adalah:
1. kesesuaian struktural (structural conducivenes), yaitu struktur
sosial masyarakat dapat menjadi faktor penunjang atau penghambat munculnya perilaku berkelompok manusia, dalam kenyataannya masyarakat tradisional yang sederhana lebih sulit melahirkan
perilaku berkelompok dibandingkan dengan masyarakat modern;
2. ketegangan struktural (structural strain), yaitu pencabutan hak dan
kekhawatiran akan hilangnya sesuatu sebagai penyebab timbulnya perilaku berkelompok manusia, perasaan adanya ketidakadilan mendorong banyak orang untuk melakukan tindakan ekstrim,
kelas sosial bawah, kelompok minoritas tertekan, kelompok yang
hasil jerih payahnya terancam, serta kelompok sosial atas yang
khawatir akan kehilangan hak-hak istimewanya merupakan
manusia yang secara struktural berkemungkinan melahirkan
perilaku kolektif;
5
3. kemunculan dan penyebaran suatu pandangan atau ajaran bisa
menjadi pemicu munculnya perilaku kolektif manusia, hal ini
dikarenakan sebelum perilaku tersebut muncul manusia harus
memiliki pandangan yang sama mengenai sumber ancaman, jalan
keluar, dan cara pencapain jalan keluar tersebut atas
permasalahan hidup yang dihadapinya;
4. adanya faktor pemercepat (precipitating factors) yaitu perilaku,
ucapan dan gerak yang menjadi pemicu munculnya perilaku
kolektif, contoh: desas-desus dan isyu bisa menjadi alasan
pemercepat munculnya perilaku kolektif, teriakan “polisi bangsat”
“bakar” “habisi” dan sebagainya pada kelompok masyarakat yang
sedang demo bisa menjadi pemercepat gerakan merusak dan
melawan serta kerusuhan, seseorang yang tiba-tiba lari dalam
suatu kerumunan bisa menjadi pemicu timbulnya kericuhan dan
kekacauan sosial;
5. mobilitas tindakan, perilaku kolektif manusia sering dikoordinir
oleh pemimpin kelompok, pemimpin atau koordinator yang
memulai, menyarankan dan mengarahkan suatu kegiatan kolektif
manusia; dan (6) kontrol sosial masyarakat, semua perilaku
kolektif manusia baik yang merusak maupun yang membangun
pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh kinerja dari lembaga
kontrol sosial masyarakat seperti pemimpin, polisi, propaganda,
kebijakan pemerintah, legislatif, yudikatif, dan berbagai lembaga
kontrol sosial lain yang ada dalam masyarakat.
Contoh-contoh dari pernyataan di atas bisa ditemukan dalam
kehidupan kita sehari-hari, kita sering melihat berbagai peristiwa yang
mengarah pada kekacauan sosial berawal dari hal-hal yang sangat
sepele dan dipicu oleh sesuatu yang tidak jelas, bahkan faktor-faktor
tersebut menjadi referensi oleh pihak-pihak tertentu untuk menciptakan
terjadi berbagai macam kerusuhan sosial dengan tujuan tertentu pula.
Oleh karena itu, kita harus mengerti, cerdas, dan faham atas hal tersebut,
jangan sampai kita dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kepentingannya sehingga kita bertindak yang anarkis, seperti pernah terjadi kasus di
daerah Probolinggo, Jawa Timur beberapa tahun yang lalu, tentara yang
menyerbu penduduk hanya gara-gara salah satu dari anggota tentara
tersebut kalah bersaing dalam mendapatkan seorang bunga desa.
Kelompok dalam kehidupan manusia bisa diklasifikasikan menjadi
tiga (3) besar, yaitu yang paling kecil namanya keluarga, paling besar dan
paling ideal namanya negara, diantara keluarga dan negara ada berbagai
macam kelompok atau organisasi, baik yang formal maupun yang tidak
formal, seperti orang-orang yang bergerombol, kumpul-kumpul, berkelompok di poskamling, arisan, yayasan, Perseroan Terbatas (PT),
6
organisasi massa (ormas), Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, partai
politik (parpol), remaja masjid (remas), Organisasi Siswa Intra Sekolah
(OSIS), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI), dan sebagainya.
Aktualisasi manusia sebagai zoon politicon tercermin dalam
kehidupan bernegara. Negara dalam pemikiran Aristoteles merupakan
suatu persekutuan hidup politik (Rapar, 2001). Hal ini mengandung
makna: (1) sebagai persekutuan hidup politik, negara bukan hanya
sebagai instrumen, atau bukan hanya sebagai organisasi yang teratur,
melainkan suatu persekutuan hidup yang menunjukkan adanya suatu
hubungan yang bersifat organik, saling berhubungan antar warga negara;
(2) sebagai persekutuan hidup, menunjukkan adanya suatu hubungan
antar manusia yang khusus, erat, akrab, mesra dan lestari di antara
warga negara; (3) selaras dengan konsep negara sebagai persekutuan
hidup politik, Plato menegaskan bahwa negara merupakan keluarga.
Apabila warga negara dapat memahami, menghayati dan mengamalkan
makna serta tuntutan hakekat negara sebagai satu keluarga, maka
kesatuan dan keutuhan hidup bernegara akan tercipta dan terpelihara
dengan baik; dan (4) negara sebagai persekutuan hidup berbentuk polis.
Negara merupakan bentuk persekutuan hidup atau pengelompokkan manusia yang paling tinggi, memiliki tujuan yang paling tinggi, paling
jelas, paling mulia dan paling luhur bila dibandingkan dengan tujuan yang
dimiliki oleh persekutuan hidup lainnya. Negara bahkan secara sistimatis
dan berkesinambungan selalu berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia yang menjadi warga negaranya.
Hal ini tercermin dalam setiap program kerja dan aktifitas yang dilakukan
negara, atau biasa dikenal dengan sebutan pembangunan.
Keberadaan dan terbentuknya negara bukan untuk negara itu
sendiri. Tujuan akhir negara bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk
manusia yang menjadi warga negaranya. Oleh sebab itu, kendati negara
merupakan persekutuan hidup yang berada di jenjang paling atas dan
karena itu berdaulat, namun gagasan negara ideal bukanlah negara
absolut, kekuasaan negara tidak bersifat mutlak, negara adalah untuk
manusia dan kesejahteraan hidup manusia.
Negara adalah suatu bentuk persekutuan hidup yang paling tinggi,
karena memiliki tujuan yang paling tinggi, yaitu kebaikan yang tertinggi
bagi manusia. Hal ini berarti negara harus senantiasa mengupayakan
serta menjamin adanya kebaikan yang seoptimal mungkin bagi warga
negaranya, baik secara kualitas maupun kuantitas. Biasanya tujuan
negara itu tercantum dengan tegas dalam konstitusi negara.
Di dalam negara, manusia yang menjadi warga negaranya harus
dapat menikmati kehidupan yang aman dan tenteram. Oleh karena itu,
7
negara harus dapat melindungi warga negaranya dari berbagai serangan
dari luar, juga harus dapat melindungi warga negaranya dari berbagai
gangguan yang berasal dari dalam negara seperti ketidakteraturan dan
ketidaktertiban. Negara harus mengupayakan dan menjamin sebesar-besarnya kesejahteraan bersama warga negaranya, karena hanya di dalam
kesejahteraan bersama itulah, kesejahteraan individual dapat diperoleh.
Negara ideal adalah negara yang memanusiakan manusia.
Manusia hanya menjadi manusia apabila ia hidup di dalam negara
(berkelompok), karena di luar negara hanya ada makhluk hidup di bawah
manusia atau yang di atas manusia. Oleh karena itu, negara ada dan
terbentuk bukan sekedar agar manusia hidup di dalamnya, tetapi agar
manusia itu benar-benar memanusia di dalam negara dan lewat hidup
bernegara. Di dalam dan lewat hidup bernegara, manusia dimampukan
untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang semaksimal mungkin. Hal ini berarti bahwa di dalam negara, manusia seharusnya
dapat mencapai tingkat kebajikan yang tertinggi.
Keberhasilan manusia untuk mencapai tingkat kebajikan yang
tertinggi haruslah lewat moralitas yang terpuji, karena hanya dengan
moralitas yang demikian itulah yang membedakan manusia dari makhluk
hidup yang lainnya.
Negara yang memanusiakan manusia, berarti negara ada dan
terbentuk agar manusia dapat mencapai kesempurnaan, yaitu kehidupan
dalam tingkat kebajikan yang paling tinggi yang sesuai dengan kodratnya.
Melalui negara dimaksudkan agar setiap warganya dapat meraih kesejahteraan material, spiritual dan intelektual, sebagai perwujudan dari
terwujudnya manusia seutuhnya.
Tugas 1.2
Coba kalian lakukan pengamatan di lingkungan sekolahmu tentang:
1. Siswa-siswa yang membentuk kelompok atau menjadi anggota
dari suatu kelompok. Kelompok apa saja, bisa olahraga, hobby,
kelompok belajar, kesenian, organisasi dan sebagainya. Kira-kira
apa yang menyebabkan mereka menjadi bagian dari kelompok
tersebut?
2. Adakah siswa yang tidak terlibat dalam kehidupan kelompok,
baik di sekolah maupun di rumah. Mengapa mereka seperti itu?
Apa yang menjadi alasannya.
3. Buatlah
laporan
hasil
pengamatanmu
tersebut,
kemudian hasilnya kumpulkan pada guru IPS.
8
C. KEPRIBADIAN
Kepribadian oleh para ahli diberi pengertian yang sangat
beragam, tergantung dari sisi mana ahli tersebut memandangnya.
Kondisi ini mengakibatkan munculnya beranekaragam pengertian
kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan Allport
(1937) menemukan hampir 50 definisi kepribadian berbeda, yang
digolongkannya ke dalam sejumlah kategori (Supratiknya, 1995). Oleh
karena itu kita harus bisa memahami makna kepribadian tersebut dalam
berbagai macam sisi sesuai dengan situasi dan kondisi yang
melingkupinya.
Istilah kepribadian, ada yang memaknai sebagai keterampilan
atau kecakapan sosial yang baik. Kepribadian individu dinilai berdasarkan
kemampuannya memperoleh reaksi-reaksi positif dari berbagai orang
dalam berbagai keadaan (Supratiknya, 1995).
Berdasarkan pengertian ini, lembaga-lembaga pendidikan yang
mengkhususkan menyiapkan orang memasuki dunia glamour, selebritis,
atau modelling mengartikan istilah tersebut ketika menawarkan kursuskursus "latihan pembentukan kepribadian". Lembaga pendidikan ini
bertujuan menyiapkan anak didik untuk meningkatkan kemampuan,
kecakapan dan keterampilan dalam berinteraksi dengan manusia yang
lain sehingga tercipta suatu interaksi sosial yang baik di antara mereka.
Makna tersebut juga berarti sama, ketika seorang guru menyebut
seorang siswanya memiliki masalah kepribadian, dikarenakan tidak bisa
berperilaku yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Mungkin guru tersebut bermaksud mengatakan bahwa keterampilan
sosial siswa itu kurang memadai untuk memelihara hubungan dengan
sesama manusia, sehingga tercipta hubungan yang memuaskan dengan
sesama.
Kepribadian juga diartikan sebagai sifat hakiki seseorang yang
tercermin pada sikap dan perilakunya yang membedakan dirinya dengan
orang lain. Mc Leod (1989) sebagaimana yang dikutip Muhibbin Syah
(2000) mengartikan kepribadian sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang, sifat, sikap, temperamen, watak (karakter), tipe, minat, dan pesona
(topeng).
Sedangkan
Sumadi
Suryabrata
(1983)
mendefinisikan
kepribadian sebagai suatu kebulatan yang terdiri dari aspek-aspek
jasmaniah dan rohaniah, bersifat dinamik dalam hubungannya dengan
lingkungan, khas (unik), berbeda dengan orang-orang lain, dan
berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam dan
luar diri.
Pengertian lain dari kepribadian adalah sebagai kesan yang
paling menonjol atau paling kentara yang ditunjukkan seseorang
9
terhadap orang-orang lain. Maka, seseorang mungkin disebut memiliki
"kepribadian agresif" atau "kepribadian penurut" atau "kepribadian
penakut". Di situ pengamat memilih satu atribut atau kualitas yang paling
khas pada subjek dan agaknya merupakan bagian penting dari
keseluruhan kesan yang ditimbulkan pada orang-orang lain sehingga
kepribadian orang tersebut dikenal dengan istilah tersebut. Jelas, ada
unsur penilaian dalam kedua pemakaian istilah tersebut, yaitu dilukiskan
sebagai baik atau buruk.
Allport memberi pengertian kepribadian dengan menyebutnya
sebagai definisi bio-sosial dan definisi bio-fisik secara utuh. Definisi
biososial mirip dengan pemakaian populer istilah kepribadian yang
menyamakan kepribadian dengan "nilai stimulus sosial" individu. Reaksi
individu-individu lain terhadap subjek itulah yang menetapkan kepribadian
yang bersangkutan. Sedangkan definisi biofisik mengarah pada karakter
fisik khas yang ada pada individu.
Allport keberatan dengan implikasi bahwa kepribadian hanya
terletak dalam "diri orang lain yang merespon" dan mengemukakan
bahwa definisi biofisik yang dengan kokoh menanamkan kepribadian
dalam sifat-sifat atau kualitas-kualitas subjek jauh lebih disukai.
Kepribadian secara biofisik memiliki segi organik maupun segi yang
teramati, dan bisa dikaitkan dengan kualitas-kualitas spesifik individu
yang bisa dideskripsikan secara objektif dan diukur (Supratiknya, 1995).
Definisi lain tentang kepribadian adalah definisi "rag-bag" atau
omnibus. Definisi ini merumuskan kepribadian dengan cara enumerasi.
Istilah kepribadian digunakan untuk mencakup segala sesuatu mengenai
individu dan para ahli biasanya mendaftar konsep-konsep yang dianggap
sangat penting untuk menggambarkan individu serta mengemukakan
bahwa kepribadian terdiri dari konsep-konsep yang memberi tekanan
utama pada fungsi integratif atau fungsi organisasi kepribadian.
Definisi tersebut menyatakan bahwa kepribadian merupakan
organisasi atau pola yang diberikan kepada berbagai respon lepas
individu, atau bahwa organisasi diakibatkan oleh kepribadian yang
merupakan kekuatan aktif dalam diri individu. Kepribadian adalah sesuatu
yang memberi tata-tertib dan keharmonisan terhadap segala macam
tingkah laku berbeda-beda yang dilakukan oleh individu. Sejumlah ahli
memilih memberi tekanan pada fungsi kepribadian dalam menjembatani
atau mengatur penyesuaian diri individu. Kepribadian mencakup usahausaha menyesuaikan diri yang beraneka ragam namun khas yang
dilakukan oleh individu. Definisi lain menyatakan kepribadian disamakan
dengan aspek-aspek unik atau khas dari tingkah laku. Dalam hal ini,
kepribadian merupakan istilah untuk menunjukkan hal-hal khusus tentang
individu dan yang membedakannya dari semua orang lain.
10
Koentjaraningrat (1986) dalam perspekif antropologi menjelaskan
makna kepribadian dengan sebuah ilustrasi berikut: bilamana seorang
ahli biologi mempelajari atau membuat suatu deskripsi mengenai sistem
organisma dari suatu jenis atau species binatang, biasanya juga
sekaligus mempelajari kelakuan binatang-binatang tersebut; dan
deskripsi mengenai pola-pola kelakuan binatang-binatang itu, yaitu pola
kelakuan mencari makan, menghindari ancaman bahaya, menyerang
musuh, beristirahat, mencari betina pada masa birahi, bersetubuh,
mencari tempat untuk melahirkan, memelihara dan melindungi
keturunannya dan sebagainya. Pola kelakuan ini biasanya seragam pada
binatang sejenis.
Berbeda halnya dengan makhluk manusia, pola-pola kelakuan
yang berlaku untuk seluruh jenis manusia tidaklah seragam.
Koentjaraningrat menyebutnya dengan istilah homo sapiens, hampir tidak
ada, bahkan untuk semua individu manusia yang termasuk satu ras pun,
seperti misalnya ras Mongoid, ras Kaukasoid, ras Negroid, atau ras
Australoid, tidak ada suatu sistem pola kelakuan yang seragam. Hal ini
disebabkan kelakuan manusia tidak hanya timbul dari dan ditentukan
oleh sistem organik biologinya saja, melainkan sangat dipengaruhi dan
ditentukan oleh akal dan jiwanya, sedemikian rupa sehingga variasi pola
kelakuan antara seorang individu dengan individu lainnya, dapat sangat
besar. Bahkan, pola kelakuan tiap manusia secara individual sebenarnya
unik dan berbeda dengan manusia-manusia lain. Karena itu para ahli
antropologi, sosiologi, dan psikologi yang mempelajari kelakuan manusia
ini juga tidak lagi bicara mengenai pola-pola kelakuan atau patterns of
behavior dari manusia, melainkan mengenai pola-pola tingkah-laku, atau
pola-pola tindakan (patterns of action) dari individu manusia.
Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan
tingkah-laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia secara
antropologis disebut dengan kepribadian (personality). Dalam bahasa
populer, istilah "kepribadian" juga berarti ciri-ciri watak seseorang individu
yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai
individu yang khusus.
Kalau dalam bahasa sehari-hari kita anggap bahwa seorang
tertentu mempunyai kepribadian, memang yang biasanya kita maksudkan
adalah bahwa orang tersebut mempunyai beberapa ciri watak yang
diperlihatkannya secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam tingkahlakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas
khusus yang berbeda dari individu-individu lainnya.
Secara sosiologis makna kepribadian berarti tunggal bukan
jamak, seperti dalam kalimat “si A memiliki kepribadian ganda” “si Minah
mempunyai banyak kepribadian". Istilah kepribadian dalam kalimat
11
tersebut salah, karena kepribadian seseorang mencakup semua karakteristik perilaku orang tersebut, yang benar adalah bahwa seseorang
tidak mempunyai lebih banyak kepribadian dari yang lain, tetapi mempunyai kepribadian yang berbeda dari yang lain.
Definisi kepribadian dalam sosiologis sebagaimana dikemukakan
oleh Yinger (dalam Horton, 1993), yang menyatakan bahwa kepribadian
adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi. Ungkapan sistem kecenderungan tertentu menyatakan bahwa setiap orang
memiliki cara berperilaku yang khas dan bertindak sama setiap hari.
Sedangkan ungkapan interaksi dengan serangkaian situasi menyatakan
bahwa perilaku merupakan produk gabungan/ bersama dari kecenderungan perilaku seseorang dan situasi perilaku yang dihadapi
seseorang.
Masyarakat dan kebudayaan merupakan perwujudan dari perilaku
manusia. Kepribadian mewujdukan perilaku manusia, karena kepribadian
merupakan latar belakang perilaku yang ada dalam diri seorang individu.
Kekuatan kepribadian manusia bukanlah terletak pada jawaban atau
tanggapan manusia terhadap suatu keadaan, akan tetapi terletak pada
kesiapannya di dalam memberikan jawaban dan tanggapan.
Guna memahami kepribadian, perlu mengetahui bagaimana
sistem kecenderungan perilaku berkembang melalui interaksi makhluk
biologis dengan berbagai macam pengalaman sosial dan kultural/budaya.
Secara sederhana pola hubungan antara kepribadian dengan kebudayaan dapat diilustrasikan dalam bagan 1.1, berikut.
MASYARAKAT
KEBUDAYAAN
Individu dan
Perikelakunya
KEPRIBADIAN
Bagan 1.1 Hubungan masyarakat, kebudayaan, perilaku dan kepribadian
12
Kepribadian merupakan organisasi sikap-sikap yang dimiliki
seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku. Kepribadian
menunjuk pada organisasi sikap-sikap seseorang untuk berbuat,
mengetahui, berfikir, dan merasakan secara khusus apabila dia
berhubungan dengan oranglain atau menanggapi suatu keadaan.
Kepribadian merupakan abstraksi atau perwujudan dari individu dan
kelakuannya sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan.
Ketiga aspek tersebut mempunyai hubungan yang salng pengaruhmempengaruhi satu dengan yang lainnya, (Soekanto, 1990).
Kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologis, psikologis
dan sosiologis yang mendasari perilaku individu (manusia) (Soekanto,
1990). Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap dan lain-lain,
sifat khas yang dimiliki manusia yang berkembang apabila manusia tadi
berhubungan dengan manusia yang lain.
Perspektif sosiologi, berpandangan bahwa seorang manusia akan
menaruh perhatiannya pada perwujudan perilaku individu yang nyata
pada waktu individu tersebut berhubungan dengan individu-individu yang
lainnya. Wujud perilaku tersebut dinamakan dengan peranan, yaitu
perilaku yang berkisar kepada pola-pola interaksi manusia.
Dasar pokok perilaku manusia adalah faktor-faktor biologis dan
psikologis. Faktor biologis dapat mempengaruhi kepribadian secara
langsung, misalnya seorang yang mempunyai badan (fisik) yang lemah
kecenderungannya mempunyai sifat rendah diri yang tinggi, begitu juga
sebaliknya. Beberapa faktor biologis yang mempengaruhi kepribadian
manusia adalah sistem syaraf, watak seksual, proses pendewasaan, dan
juga kelainan biologis. Sedangkan faktor psikologis yang dapat mempengaruhi kepribadian manusia adalah unsur temperamen, kemampuan
belajar, perasaan, keterampilan, keinginan, dan lain sebagainya
(Soekanto, 1990). Kedua hal tersebut berinteraksi melalui proses belajar
sosial atau biasa disebut dengan sosialisasi, dengan tujuan membentuk
kepribadian manusia, inilah faktor sosial yang mempengaruhi kepribadian
manusia.
Berbagai pengertian tentang kepribadian di atas, sejumlah ahli
berpendapat bahwa kepribadian merupakan hakikat keadaan manusiawi.
Kepribadian merupakan bagian dari individu yang paling mencerminkan
atau mewakili pribadi, bukan hanya dalam arti bahwa ia membedakan
individu tersebut dari orang-orang lain, tetapi yang lebih penting adalah
bahwa itulah dia yang sebenarnya.
Hal ini selaras dengan pandangan Allport yang menyatakan
bahwa kepribadian merupakan susunan (organisasi) dinamis dari sistem
psiko-fisik dalam diri individu yang memberikan corak yang khas (unik)
13
dalam caranya menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dari perilaku
sistem psiko-fisik yang khas dan menetap ini menimbulkan identitas yang
menggambarkan kepribadian seseorang.
1. Unsur-Unsur Kepribadian
Menurut Koentjaraningrat (1986) unsur-unsur dari kepribadian
meliputi: pengetahuan, perasaan dan dorongan hati.
a. Pengetahuan
Pengetahuan sebagai salah satu unsur kepribadian memiliki
aspek-aspek sebagai berikut: penggambaran, apersepsi, pengamatan,
konsep, dan fantasi yang berada di alam sadar manusia.
Walaupun demikian, diakui bahwa banyak pengetahuan atau
bagian dari seluruh himpunan pengetahuan yang ditimbun oleh seorang
individu selama hidupnya itu, seringkali hilang dari alam akalnya yang
sadar, atau dalam "kesadarannya," karena berbagai macam sebab.
Walaupun demikian perlu diperhatikan bahwa unsur-unsur pengetahuan
tadi sebenarnya tidak hilang lenyap begitu saja, melainkan hanya
terdesak masuk saja ke dalam bagian dari jiwa manusia yang dalam ilmu
psikologi disebut alam "bawah-sadar" (sub-conscious).
Pengetahuan individu di alam bawah sadar larut dan terpecahpecah menjadi bagian -bagian yang seringkali tercampur satu sama lain
dengan tidak teratur. Proses itu terjadi karena tidak ada lagi akal sadar
dari individu bersangkutan yang menyusun dan menatanya dengan rapi
walaupun terdesak ke alam bawah sadar, namun kadang-kadang bagianbagian pengetahuan tadi mungkin muncul lagi di alam kesadaran dari
jiwa individu tersebut.
Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia
yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Ada bermacammacam hal yang dialami melalui penerimaan pancainderanya serta alat
penerima atau reseptor organismanya yang lain, sebagai getaran eter
(cahaya dan warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan,
tekanan mekanikal (berat-ringan), tekanan termikal (panas-dingin) dan
sebagainya, yang masuk ke dalam sel-sel tertentu di bagian-bagian
tertentu dari otaknya.
Di sana berbagai macam proses fisik, fisiologi, dan psikologi
terjadi, yang menyebabkan berbagai macam getaran dan tekanan tadi
diolah menjadi suatu susunan yang dipancarkan atau diproyeksikan oleh
individu tersebut menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan tadi.
Seluruh proses akal manusia yang sadar (conscious) tadi, dalam ilmu
psikologi disebut "persepsi."
14
Penggambaran tentang lingkungan tersebut di atas berbeda
dengan misalnya sebuah gambar foto yang secara lengkap memuat
semua unsur dari lingkungan yang terkena cahaya sehingga ditangkap
oleh film melalui lensa kamera. Penggambaran oleh akal manusia hanya
mengandung bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal si
individu, sehingga merupakan, suatu penggambaran yang terfokus pada
bagian-bagian khusus tadi. Apabila individu tadi menutup matanya, maka
akan terbayang dalam kesadarannya penggambaran yang berfokus dari
alam lingkungan yang baru saja dilihatnya.
Bilamana penggambaran tentang lingkungan dengan fokus kepada bagian-bagian yang paling menarik perhatian seorang individu, diolah
dalam akalnya dengan menghubungkan penggambaran tadi dengan
berbagai penggambaran lain sejenis yang pemah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya dalam masa yang lalu, yang timbul kembali sebagai
kenangan atau penggambaran lama dalam kesadarannya.
Penggambaran baru dengan pengertian baru seperti itu, dalam
ilmu psikologi disebut apersepsi. Ada kalanya suatu persepsi, setelah diproyeksikan kembali oleh individu, menjadi suatu penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian yang menyebabkan individu tertarik dan lebih intensif memusatkan akalnya terhadap
bagian-bagian khusus tadi. Penggambaran yang lebih intensif terfokus,
yang terjadi karena pemusatan akal yang lebih intensif tadi, dalam ilmu
psikologi disebut "pengamatan."
Konsep adalah penggambaran abstrak tentang bagian-bagian dari
berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan azas-azas tertentu secara konsisten. Dengan proses akal itu individu mempunyai suatu
kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak
yang sebenarnya dalam kenyataan tidak serupa dengan salah satu dari
berbagai macam penggambaran yang menjadi bahan konkret dari
penggambaran baru itu.
Fantasi adalah penggambaran tentang lingkungan individu yang
ditambah-tambah dan dibesar-besarkan, dan ada yang dikurangi serta
dikecil-kecilkan pada bagian-bagian tertentu; ada pula yang digabunggabungkan dengan penggambaran-penggambaran lain, menjadi penggambaran yang baru sama sekali, yang sebenarnya tidak akan pernah
ada dalam kenyataan. Contoh menggambarkan ayam bertanduk, atau
anjing yang bisa berbicara dan sebagainya.
Kemampuan akal manusia untuk membentuk konsep, serta
kemampuannya untuk berfantasi, sudah tentu sangat penting bagi
makhluk manusia. Ini disebabkan karena tanpa kemampuan akal untuk
membentuk konsep dan penggambaran fantasi, teru-tama konsep dan
fantasi yang mempunyai nilai guna dan keindahan, artinya kemampuan
15
akal yang kreatif, maka manusia tidak akan dapat mengembangkan citacita serta gagasan-gagasan ideal; manusia tidak akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, dan manusia tidak akan dapat
mengkreasikan karya-karya keseniannya.
b. Perasaan
Koentjaraningrat (1986) menyatakan bahwa perasaan adalah
suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh
pengetahuannya dinilainya sebagai keadaan positif atau negatif. Suatu
perasaan yang selalu bersifat subyektif karena adanya unsur penilaian,
yang biasanya menimbulkan suatu kehendak dalam kesadaran seorang
individu. Kehendak itu bisa juga positif, artinya individu tersebut ingin
mendapatkan hal yang dirasakannya sebagai suatu hal yang akan
memberikan kenikmatan kepadanya, atau bisa juga negatif, artinya ia
hendak menghindari hal yang dirasakannya sebagai hal yang akan
membawa perasaan tidak nikmat kepadanya.
Alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam
perasaan. Kalau orang pada suatu hari yang luar biasa panasnya melihat
papan gambar reklame minuman es kelapa muda berwarna merah muda
yang tampak segar dan nikmat, maka persepsi itu menyebabkan seolaholah terbayang di mukanya suatu penggambaran segelas es kelapa
muda yang dingin, manis, dan menyegarkan pada waktu hari sedang
panas-panasnya, yang seakan-akan demikian realistiknya sehingga keluarlah air liurnya. Apersepsi seorang individu yang menggambarkan diri
sendiri sedang menikmati segelas es kelapa muda tadi menimbulkan
dalam kesadarannya suatu "perasaan" yang positif, yaitu perasaan
nikmat, dan perasaan nikmat itu sampai nyata mengeluarkan air liur.
Sebaliknya, kita dapat juga menggambarkan adanya seorang
individu yang melihat sesuatu hal yang buruk atau mendengar suara
yang tidak menyenangkan, mencium bau busuk dan sebagainya.
Dugaan-dugaan atau persepsi seperti itu dapat menimbulkan kesadaran
akan perasaan yang negatif, karena dalam kesadaran terkenang lagi
misalnya bagaimana kita menjadi muak karena sepotong ikan yang
sudah busuk yang kita alami di masa yang lampau. Apersepsi tersebut
mungkin dapat menyebabkan kita menjadi benar-benar merasa muak
apabila kita mencium lagi bau ikan busuk.
Suatu perasaan bisa berwujud menjadi kehendak, suatu
kehendak juga dapat menjadi sangat keras, dan hal itu sering terjadi
apabila hal yang dikehendaki itu tidak mudah diperoleh, atau sebaliknya.
Suatu kehendak yang kuat/keras disebut dengan keinginan. Suatu
keinginan juga bisa menjadi sangat besar, dan bila hal ini terjadi maka
disebut dengan emosi.
16
c. Dorongan Naluri
Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga mengandung
berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengaruh pengetahuannya, melainkan karena sudah terkandung dalam organismanya,
dan khususnya dalam gen-nya (dirinya) sebagai naluri. Kemauan yang
sudah merupakan naluri pada tiap makhluk manusia tersebut, disebut
dorongan (drive).
Naluri yang terkandung dalam diri manusia sangat beragam
(Koentjaraningrat, 1986), beberapa ahli memiliki perbedaan, namun
mereka sepakat bahwa ada paling sedikit tujuh macam dorongan naluri,
yaitu: (1) dorongan untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini memang
merupakan suatu kekuatan biologi yang juga ada pada semua makhluk di
dunia ini dan yang menyebabkan bahwa semua jenis makhluk mampu
mempertahankan hidupnya di muka bumi ini; (2) dorongan sex. Dorongan
ini malahan telah menarik perhatian banyak ahli psikologi, dan berbagai
teori telah dikembangkan sekitar soal ini. Suatu hal yang jelas adalah
bahwa dorongan ini timbul pada tiap individu yang normal tanpa terkena
pengaruh pengetahuan, dan memang dorongan ini mempunyai landasan
biologi yang mendorong makhluk manusia untuk membentuk keturunan
yang melanjutkan jenisnya (regenerasi); (3) dorongan untuk usaha mencari makan. Dorongan ini tidak perlu dipelajari, dan sejak bayi pun manusia sudah menunjukkan dorongan untuk mencari makan, yaitu dengan
mencari susu ibunya atau botol susunya, tanpa dipengaruhi oleh pengetahuan tentang adanya hal-hal itu tadi; (4) dorongan untuk bergaul atau
berinteraksi dengan sesama manusia. Dorongan ini memang merupakan
landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai makhluk
kolektif; (5) dorongan untuk meniru tingkah-laku sesamanya. Dorongan
ini merupakan sumber dari adanya beraneka warna kebudayaan di antara manusia, karena adanya dorongan ini manusia mengembangkan adat
yang memaksanya berbuat konform dengan manusia sekitarnya; (6) dorongan untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada dalam naluri manusia,
karena manusia merupakan makhluk, yang hidup kolektif, sehingga untuk
dapat hidup bersama dengan manusia lain secara serasi ia perlu mempunyai suatu landasan biologi untuk mengem bangkan rasa altruistik,
rasa simpati, rasa cinta dan sebagainya, yang memungkinkannya hidup
bersama itu. Kalau dorongan untuk berbagai hal itu diekstensikan dari
sesama manusianya kepada kekuatan-kekuatan yang oleh perasaanya
dianggap berada di luar akalnya, maka akan timbul religi; dan (7) dorongan akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna, suara, atau
gerak. Pada seorang bayi dorongan ini sudah sering tampak pada gejala
tertariknya seorang bayi kepada bentuk-bentuk tertentu dari benda-benda
17
di sekitamya, kepada warna-warna cerah, kepada suara nyaring dan
berirama, dan kepada gerak-gerak yang selaras. Beberapa ahli berkata
bahwa dorongan naluri ini merupakan landasan dari suatu unsur penting
dalam kebudayaan manusia, yaitu kesenian.
A.F.C. Wallace (dalam Koentjaraningrat, 1986), pernah membuat
suatu kerangka di mana terdaftar secara sistematis seluruh materi yang
menjadi obyek dan sasaran unsur-unsur kepribadian manusia. Kerangka
itu menyebut tiga hal yang pada tahap pertama merupakan isi kepribadian yang pokok, yaitu: (1) aneka wama kebutuhan organik diri sendiri,
aneka-warna kebutuhan serta dorongan psikologi diri sendiri, dan aneka
wama kebutuhan serta dorongan organik maupun psikologi sesama
manusia yang lain daripada diri sendiri; sedangkan kebutuhan-kebutuhan
tadi dapat dipenuhi atau tidak dipenuhi oleh individu yang bersangkutan,
sehingga memuaskan dan bernilai positif baginya, atau tidak memuaskan
dan bemilai negative; (2) aneka warna hal yang bersangkutan dengan
kesadaran individu akan identitas diri sendiri, atau "identitas aku", baik
aspek fisik maupun psikologinya, dan segala hal yang bersangkutan
dengan kesadaran individu mengenai bermacam-macani kategori manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda, zat, kekuatan, dan gejala alam,
baik yang nyata maupun yang gaib dalam lingkungan sekelilingnya; dan
(3) berbagai macam cara untuk memenuhi, memperkuat, berhubungan,
mendapatkan, atau mempergunakan, aneka warna kebutuhan dari hal
tersebut di atas, sehingga tercapai keadaan memuaskan dalam kesadaran individu bersangkutan. Pelaksanaan berbagai macam cara dan jalan
tersebut terwujud dalam aktivitas hidup sehari-hari dari seorang individu.
Kerangka materi unsur-unsur kepribadian tersebut terurai seperti berikut.
A. ANEKA WARNA KEBUTUHAN INDIVIDU
1. Kebutuhan organik (untuk hidup) yang bernilai positif
™ Makan dan minum
™ Istirahat dan tidur
™ Sex
™ Keseimbangan suhu
™ Buang hajat
™ Bernafas
2. Kebutuhan organik bernilai negatif, karena tidak dipenuhi
™ Makan dan minum tidak lezat
™ Istirahat dan tidur terganggu
™ Kegagalan sex
™ Ketidakseimbangan suhu
™ Kesulitan buang hajat
™ Bernafas sesak
18
3. Kebutuhan psikologi yang bernilai positif
™ Pengendoran ketegangan dan bersantai
™ Kemesraan dan cinta
™ Kepuasan altruistik (mengutamakan orang lain), karena berkesempatan untuk berbuat baik atau berbakti kepada orang lain,
kepada suatu ide, atau suatu cita-cita
™ Kepuasan ego
™ Kehormatan
™ Kepuasan dan kebanggaan mencapai tujuan
4. Dorongan psikologi yang bernilai negatif
™ Ketegangan
™ Kebencian
™ Altruisme ekstrem, sehingga tidak dapat dipenuhi dan menimbulkan keadaan tidak puas yang bemilai negatif
™ Egoisme ekstrem sehingga menimbulkan kebencian terhadap
orang lain
™ Penghinaan
™ Tidak percaya kepada diri sendiri, malu
B. ANEKA WARNA HAL DALAM LINGKUNGAN INDIVIDU
1. Identitas Aku yang bersifat fisik
™ Penggambaran mengenai badan sendiri
™ Penggambaran mengenai anggota badan tertentu
™ Penggambaran mengenai kekurangan, cacat, atau penyakitpenyakit tertentu pada badan sendiri
™ Penggambaran mengenai perhiasan dan ornamen pada
badan sendiri
2. Identitas Aku yang bersifat psikologi
™ Penggambaran mengenai watak sendiri
™ Sistem pralambang mengenai diri sendiri
3. Kesadaran individu mengenai lingkungan sosialnya, atau berbagai
macam manusia di sekelilingnya, seperti:
™ Orang-orang dalam lingkungan sosialnya yang berada dalam
hubungan mesra dan karib dengannya
™ Orang-orang dalam lingkungan sosialnya yang berhubungan
dengannya hanya berdasarkan azas-guna
™ Orang-orang dalam lingkungan sosial individu yang dikenal
atau diketahuinya, tetapi tidak ada arti atau pengaruh dalam
lingkungan kehidupannya
™ Orang-orang dalam lingkungan sosial individu yang diketahuinya tetapi yang ditanggapinya dengan sikap "masa-bodoh"
19
4. Kesadaran individu mengenai alam fauna atau binatang, dan alam
flora atau tumbuh-tumbuhan, dalam alam sekelilingnya
5. Kesadaran individu mengenai berbagai macam benda, zat, kekuatan, serta gejala-gejala alam yang berada dan terjadi di
sekelilingnya
C. BERBAGAI CARA UNTUK MEMPERLAKUKAN HAL DALAM
LINGKUNGAN DIRI SENDIRI GUNA MEMENUHI KEBUTUHAN
DIRI
1. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk memenuhi kebutuhan
organik maupun psikologi, yang bersifat positif dari individu;
2. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk menghindari, menolak,
atau meniadakan berbagai kebutuhan organik dan berbagai dorongan psikologi yang bersifat negatif bagi individu;
3. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk memperkuat identitas
Aku dari individu;
4. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai manusia dalam lingkungan individu;
5. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk mempergunakan bermacam-macam binatang dan tumbuh-tumbuhan keperluan individu;
6. Berbagai cara, teknik, dan metode untuk mendapatkan, menguasai, dan mempergunakan berbagai macam benda, kekuatan,
serta gejala-gejala alam yang berada dan terjadi sekitar individu.
Aneka warna materi yang menjadi isi dan sasaran dari pengetahuan, perasaan, kehendak, serta keinginan kepribadian serta perbedaan
kualitas hubungan antara berbagai unsur kepribadian dalam kesadaran
individu, menyebabkan adanya beraneka macam struktur kepribadian
pada setiap manusia yang hidup di muka bumi, unik dan berbeda dengan
kepribadian individu yang lain (Koentjaraningrat, 1985).
Diantara aneka warna materi tersebut ada yang menyebabkan
terjadinya satu tingkah laku berpola disebut dengan kebiasaan (habit),
menyebabkan timbulnya adat-istiadat (customs) yang dalam hal ini bermakna sebagai suatu pengetahuan, gagasan, dan konsep yang dianut
oleh sebagian besar warga suatu masyarakat, materi yang menyebabkan
timbulnya kepribadian (personality), serta segala macam tingkah-laku
yang menjadi pola umum bagi sebagian besar masyarakat yang diatur
dalam adat-istiadat (kepribadian umum), biasanya berwujud pola-pola
tindakan yang saling berkaitan satu dengan lain itu, biasanya disebut
dengan sistem sosial (social system).
Kepribadian umum (modal personality) adalah kepribadian yang
ada pada sebagian besar warga suatu masyarakat, yang disebut juga
20
dengan istilah watak umum. Hubungan antara keempatnya seperti dalam
bagan 1.2 berikut.
JUMLAH INDIVIDU
1
N
Jumlah
Materi
Kebiasaan (habit)
Adat-istiadat (customs)
Sistem sosial (social system)
Kepribadian individu
(individual personality)
Kepribadian umum
(modal personality)
1
N
Bagan 1.2 Hubungan Kebiasaan, adat-istiadat, kepribadian individu dan
kepribadian umum
2. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pembentukan Kepribadian
Pembentukan kepribadian seseorang berlangsung dalam suatu
proses yang disebut dengan sosialisasi, yaitu suatu proses dengan mana
seseorang menghayati (mendarah-dagingkan-internalize) norma-norma
kelompok dimana ia hidup sehingga muncullah dirinya yang “unik”.
(Horton, 1993).
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian
sebagai proses sosialisasi mencakup: (1) warisan biologis, (2) lingkungan
fisik, (3) kebudayaan, (4) pengalaman kelompok, dan (5) pengalaman
unik (Horton, 1993).
a. Warisan Biologis
Semua manusia yang normal dan sehat mempunyai persamaan
biologis tertentu, seperti mempunyai dua tangan, panca indera, kelenjar
seks, dan otak yang rumit. Persamaan biologis ini membantu menjelaskan beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang.
Setiap warisan biologis seserang juga bersifat unik, yang berarti, bahwa
tidak seorang pun (kecuali anak kembar) yang mempunyai karakteristik
fisik yang hampir sama.
Beberapa orang percaya bahwa kepribadian seseorang tidak lebih
dari sekedar penampilan warisan biologisnya. Karakteristik kepribadian
seperti ketekunan, ambisi, kejujuran, kriminalitas, kelainan seksual, dan
ciri yang lain dianggap timbul dari kecenderungan-kecenderungan turunan Bahkan ada yang beranggapan, melalui tampilan fisik dapat diketahui
bagaimana kepribadian orang tersebut. Contoh dalam hal ini dapat dilihat
dalam buku-buku primbon Jawa, mulai dari fisik, rambut, kulit, bentuk
muka, hingga tahi lalat.
21
Dewasa ini tidak banyak lagi yang masih mempercayai anggapan
ini. Pandangan sekarang ini menyatakan bahwa kepribadian seseorang
dibentuk oleh pengalaman. Sebenarnya perbedaan individual dalam kemampuan, prestasi, dan perilaku hampir semuanya berhubungan dengan
lingkungan, dan bahwa perbedaan individu dalam warisan biologis tidak
begitu penting (Whimby, 1975).
Fenomena kontradiktif ini, antara "bawaan dan asuhan",
berlangsung cukup lama, dan masing-masing memiliki penganut yang
cukup besar. Suatu penelitian terhadap 2.500 anak kembar siswa SLTA
merupakan salah satu langkah untuk mencari derajat kebenaran dari
masing-masing anggapan dikemukakan oleh Nichols (1977), hasilnya
menyimpulkan bahwa hampir setengah variasi di antara orang-orang
dalam spektrum ciri-ciri psikologis yang luas adalah akibat dari
perbedaan karakteristik genetis, sedangkan setengahnya lagi adalah
akibat lingkungan.
Penelitian lain dilaksanakan Medico-genetical Institute di Moskow,
yang memisahkan seribu pasangan anak kembar ketika masih bayi dan
menempatkan mereka dalam lingkungan yang terkendali untuk diamati
selama 2 tahun. Hasilnya mendukung dengan jelas suatu dasar keturunan dalam beberapa ciri, termasuk perbedaan kecerdasan. (Hardin, 1959,
dalam Horton, 1993).
Masalah warisan biologis/keturunan versus lingkungan pada dasarnya bukan hanya masalah ilmiah, tetapi juga politis. Seperti gusarnya
golongan Marxis (penganut ajaran Marx) melihat bukti bahwa ada perbedaan dalam kecakapan bawaan, kalangan konservatif (kolot, konvensional, tradisional) yang dengan senang hati menggunakan bukti
kecakapan warisan yang berbeda untuk memperoleh hak yang berbeda.
Perbedaan individual dalam warisan biologis adalah nyata,
terlepas dari apakah kenyataannya demikian menyebabkan seseorang
bahagia atau tidak. Untuk beberapa ciri, warisan biologis lebih penting
daripada yang lain. Misalnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
IQ anak angkat lebih mirip dengan IQ orang tua kandungnya daripada
dengan orang tua angkatnya (Horton, 1993). Namun, meskipun
perbedaan individual dalam IQ tampaknya lebih banyak ditentukan oleh
keturunan daripada oleh lingkungan, banyak perbedaan yang lainnya
ditentukan oleh lingkungan. Suatu studi baru-baru ini menemukan bukti
bahwa faktor keturunan berpengaruh kuat terhadap keramah-tamahan,
perilaku kompulsif (memaksa) dan kemudahan dalam pergaulan sosial,
tetapi faktor keturunan tidak begitu penting dalam kepemimpinan,
pengendalian dorongan impulsif (cepat bertindak), sikap, dan minat
(Horn, 1976, dalam Horton, 1993).
22
Kesimpulannya, bahwa warisan biologis penting dalam beberapa
ciri kepribadian dan kurang penting dalam hal-hal lain. Tidak ada kasus
yang dapat mengukur pengaruh keturunan dan lingkungan dengan tepat,
tetapi banyak ilmuwan sependapat bahwa apakah potensi warisan seseorang berkembang sepenuhnya, sangat dipengaruhl oleh pengalaman
sosial orang yang bersangkutan.
Beberapa orang berpandangan bahwa orang gemuk adalah
periang, bahwa orang dengan kening yang lebar cerdas, bahwa orang
berambut merah berwatak mudah meledak/marah, bahwa orang dengan
rahang lebar mempunyai kepribadian yang kuat. Banyak keyakinan
umum seperti itu telah terbukti tidak benar ketika diuji secara empiris,
meskipun kadang-kadang ditemukan beberapa hubungan yang absah.
Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Bar (1977) dengan
membandingkan kelompok sampel berambut merah dengan suatu
kelompok kendali yang terdiri dari orang-orang dengan berbagai warna
rambut dan melaporkan bahwa watak si rambut merah umumnya
memang lebih sering meledak-ledak dan agresif. la mengemukakan
adanya hubungan genetis antara karakteristik fisik (rambut merah)
dengan karakteristik kepribadian (mudah meledak, agresif).
Penjelasan lain menyatakan bahwa setiap karakteristik fisik
didefinisikan secara sosial dan kultural dalam setiap masyarakat (Horton,
1993). Misalkan, gadis gemuk dikagumi di Dahomey. Suatu karakteristik
fisik dapat menjadikan seseorang cantik dalam suatu masyarakat dan
menjadi "anak bebek buruk rupa" dalam masyarakat lain. Oleh karena itu,
karakteristik fisik tertentu menjadi suatu faktor dalam perkembangan kepribadian sesuai dengan bagaimana ia didefinisikan dan diperlakukan
dalam masyarakat dan oleh kelompok acuan seseorang. Kalau orang berambut merah diharapkan mudah meledak dan dibenarkan kalau marah,
tidak mengherankan bila mereka menjadi pemarah. Sebagaimana dinyatakan diatas, orang menanggapi harapan perilaku dari orang lain dan
cenderung menjadi berperilaku seperti yang diharapkan oleh orang lain
tersebut.
Sebagai kesimpulan, karakteristik fisik jarang menghasilkan sifatsifat perilaku tertentu, harapan sosial dan kulturallah yang menyebabkannya demikian.
b. Lingkungan Fisik
Sorokin (1928) menyimpulkan teori beratus-ratus penulis dari
Conficius, Aristoteles, dan Hipocrates sampai kepada ahli geografi
Ellsworth Huntington, yang menekankan bahwa perbedaan perilaku
kelompok terutama disebabkan oleh perbedaan iklim, topografi, dan
sumber alam. Teori tersebut sesuai benar dengan kerangka etnosentris
23
(pandangan yang menyatakan anggota badan kita lebih baik
dibandingkan dengan lainnya, karena geografi memberikan keterangan
yang cukup baik dan jelas objektif terhadap kebajikan nasional dan sifatsifat buruk orang lain.
Pada umumnya diakui bahwa lingkungan fisik mempengaruhi
kepribadian. Bangsa Athabascans memiliki kepribadian yang dominan
yang menyebabkan mereka dapat bertahan hidup dalam iklim yang lebih
dingin daripada daerah Arctic (Boyer, 1974).
Orang pedalaman Australia harus berjuang dengan gigih untuk
tetap hidup, padahal bangsa Samoa hanya memerlukan sedikit waktu
setiap harinya untuk mendapatkan lebih banyak makanan daripada yang
bisa mereka makan. Malah sekarang beberapa daerah hanya dapat
menolong sebagian kecil penduduk yang tersebar sangat jarang, dan
kepadatan penduduk mempengaruhi kepribadian. Suku Ik dari Uganda
sedang mengalami kelaparan secara perlahan, karena hilangnya tanah
tempat perburuan tradisional, dan menurut Turnbull (1973) mereka
menjadi sekelompok orang yang paling tamak, paling rakus di dunia;
sama sekali tidak memiliki keramahan, tidak suka menolong atau tidak
mempunyai rasa kasihan, malah merebut makanan dari mulut anak
mereka dalam perjuangan mempertahankan hidup. Suku Quolla dari
Peru digambarkan oleh Trotter (1973) sebagai sekelompok orang yang
paling keras di dunia, dan ia menghubungkan hal ini dengan hipoglikemia
(menurunnya kandungan glukosa darah) yang timbul karena kekurangan
makanan.
Jelaslah bahwa lingkungan fisik mempengaruhi kepribadian dan
perilaku. Namun, dari lima faktor tersebut di atas, lingkungan fisik merupakan faktor yang paling tidak penting, jauh kurang pentingnya dari
faktor kebudayaan, pengalaman kelompok, atau pengalaman unik.
c. Kebudayaan
Beberapa pengalaman umum bagi seluruh kebudayaan, dimana
bayi dipelihara atau diberi makan oleh orang yang lebih tua, hidup dalam
kelompok, belajar berkomunikasi melalui bahasa, mengalami hukuman
dan menerima imbalan/pujian dan semacamnya, serta mengalami pengalaman lain yang umum dialami oleh jenis manusia.
Setiap masyarakat sebenarnya memberikan pengalaman tertentu
yang tidak diberikan oleh masyarakat lain kepada anggotanya. Dari
pengalaman sosial yang sebenarnya yang umum bagi seluruh anggota
masyarakat tertentu, timbullah konfigurasi kepribadian yang khas dari
anggota masyarakat tersebut. DuBois (1944) menyebutnya sebagai
"modal personality" (diambil dari istilah statistis "mode" yang mengacu
pada suatu nilai yang paling sering timbul dalam berbagai seri).
24
Beberapa contoh dari pengaruh unsur kebudayaan terhadap
kepribadian, sebagaimana kasus suku Dobu di Melanisia (Horton, 1993).
Anak suku Dobu yang lahir ke dunia hanya pamannya yang mungkin
menyayanginya, terhadap siapa ia akan menjadi ahli warisnya, Ayahnya
yang lebih tertarik kepada anak-anak saudara perempuannya biasanya
membencinya, karena si ayah harus menunggu sampai anak tersebut
disapih untuk dapat melakukan hubungan seksual dengan ibunya. Sering
juga ia tidak diharapkan oleh ibunya dan tidak jarang terjadi pengguguran. Hidup suku Dobu diatur oleh ilmu sihir, penyebab kejadian bukan
berasal dari alam; semua gejala dikendalikan oleh ilmu sihir yang telah
dikenakan terhadap seseorang dan menyebabkan balas dendam dari
keluarganya. Bahkan mimpipun diinterpretasikan sebagai sihir. Malah
nafsu seksual tidak akan muncul apabila tidak menanggapi penyihiran
cinta orang lain, yang membimbingnya menuju kepadanya, sementara
daya sihir cinta seseorang menunjukkan keberhasilannya. Setiap orang
Dobu selalu merasa takut akan diracun. Makanan dijaga dengan waspada pada waktu dimasak dan hanya dengan beberapa orang tertentulah
orang Dobu bersedia makan bersama. Setiap saat setiap desa melindungi diri dari semua pasangan yang berkunjung dari desa lain, dan
semua tamu ini tidak dapat dipercayai oleh yang punya rumah dan para
tamu sendiri tidak saling percaya. Sungguh tidak seorang pun dapat
dipercaya penuh; para suami cemas terhadap sihir isterinya dan takut
terhadap mertua. Sepintas lalu, hubungan sosial di Dobu adalah cerah
dan sopan meskipun keras dan tanpa humor. Pertentangan hanyalah
sedikit, karena menghina atau bermusuhan berbahaya. Namun, temanteman juga berbahaya. Persahabatan mungkin merupakan awal pengracunan atau pengumpulan bahan (rambut, kuku tangan) yang berguna
untuk menyihir.
Kepribadian yang berkembang dalam kebudayaan semacam itu?
setiap orang Dobu bersifat bermusuhan, curiga, tidak dapat dipercaya,
cemburu, penuh rahasia, dan tidak jujur. Sifat-sifat ini merupakan tanggapan yang rasional, karena orang Dobu hidup dalam dunia yang penuh
kejahatan, dikelilingi musuh dan tukang sihir.
Pada akhirnya mereka yakin akan dihancurkan. Walaupun
mereka melindungi diri dengan sihir mereka, tetapi mereka tidak pemah
merasakan perlindungan yang nyaman. Mimpi buruk mungkin menyebabkan mereka terkapar di tempat tidur berhari-hari. dan ini adalah suatu hal
yang nyata, benar bukan hayalan/irasional.
Contoh kasus lain adalah yang terjadi pada suku Zuni di Meksiko,
yang diidentifikasikan sebagai bangsa yang tenang dalam lingkungan
yang sehat secara emosional. Kelahiran anak disambut dengan hangat,
diperlakukan dengan kemesraan yang lembut dan banyak mendapat
25
kasih sayang. Tanggung jawab dalam mendidik anak sungguh besar dan
menyebar; seorang anak akan ditolong atau diperhatikan oleh setiap
orang dewasa yang ada. Menghadapi benteng orang dewasa yang
terpadu, anak-anak jarang berperilaku salah; dan sekalipun mungkin
dikata-katai, tetapi jarang dihukum. Rasa malu adalah alat kendali yang
paling utama yang sangat sering ditimbulkan di depan orang lain.
Berkelahi dan perilaku agresif sangat tidak disetujui dan orang
Zuni dididik untuk mengendalikan nafsu mereka pada usia muda. Pertengkaran terbuka hampir tidak tampak. Nilai-nilai orang Zuni menekankan hormat, kerja sama dan ketiadaan persaingan, agresivitas atau
keserakahan. Ketidakwajaran dalam segala bentuk ditolak, dan alkohol
umumnya ditolak karena mendorong perilaku yang tidak wajar. Harta dinilai untuk penggunaan langsung, bukan untuk prestise atau simbol kekuasaan. Walaupun orang Zuni tidak ambisius, mereka memperoleh kekuasaan melalui pengalaman dalam upacara, nyanyian, dan fetis agama.
Seorang yang "miskin" bukanlah orang yang tidak memiliki harta, tetapi
orang yang tidak memiliki sumber dan hubungan yang bersifat upacara
(seremonial). Kehidupan upacara memenuhi setiap segi kehidupan orang
Zuni.
Kerja sama, perilaku yang wajar dan minimnya individualisme meresap dalam perilaku orang Zuni. Milik pribadi tidaklah penting dan siap
untuk dipinjamkan pada orang lain. Anggota rumah tangga yang bersifat
matrilineal bekerja bersama sebagai suatu kelompok dan hasil tanaman
disimpan dalam gudang umum. Setiap orang bekerja untuk kepentingan
kelompok, bukan untuk kepentingan pribadi. Peran pemimpin jarang
dicari tetapi harus dipaksakan pada seseorang. Isyu dan perselisihan
diselesaikan secara wajar bukan dengan permohonan pada penguasa
atau dengan mempertunjukkan kekuasaan atau dengan perdebatan yang
berkepanjangan, tetapi dengan diskusi yang lama dan sabar. Keputusan
mayoritas sederhana tidak menyelesaikan persoalan secara menyenangkan, kesepakatan (konsensus) perlu dan kesepakatan bulat diharapkan.
Bagaimana perkembangan kepribadian orang Zuni? sangat bertentangan dengan kepribadian normal di antara orang Dobu. Bila bangsa
Dobu bersifat curiga dan tidak dapat dipercaya, bangsa Zuni mempunyai
kepercayaan diri dan dapat dipercaya; bila bangsa Dobu cemas dan
merasa tidak aman, bangsa Zuni merasa aman dan tentram. Bangsa
Zuni umumnya memiliki watak yang suka mengalah dan pemurah, sopan
dan suka bekerja sama. Bangsa Zuni adalah orang-orang konformis yang
tanpa pikir, karena menjadi seseorang yang nyata-nyata berbeda dari
orang lain dapat menyebabkan seseorang atau kelompok itu sangat
cemas. Hal ini membantu mengendalikan perilaku tanpa perasaan berdosa dan bersalah yang banyak ditemukan dalam banyak masyarakat.
26
Bertolak dari contoh di atas, dapat diketahui ada beberapa segi
dari kebudayaan yang mempengaruhi proses perkembangan kepribadian, yaitu norma-norma kebudayaan masyarakat dan proses sosialisasi
diri (Horton, 1993). Norma-norma kebudayaan yang ada dalam lingkungan masyarakat mengikat manusia sejak saat kelahirannya. Seorang
anak diperlakukan dalam cara-cara yang membentuk kepribadian. Setiap
kebudayaan menyediakan seperangkat pengaruh umum, yang sangat
berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Linton (1985) mengatakan
bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian pengaruh umum
terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan masyarakat.
Pengaruh-pengaruh ini berbeda dari satu kebudayaan ke kebudayaan
lain, tetapi semuanya merupakan denominator pengalaman bagi setiap
orang yang termasuk ke dalam masyarakat tersebut.
Penelitian dalam soal perkembangan kepribadian dalam
kebudayaan juga telah gagal dalam membuktikan teori Freud tentang
hasil cara mengasuh anak yang khusus (Eggan, 1943, Dai, 1957 dalam
Horton, 1993). Dimana hasilnya menunjukkan bahwa suasana lingkungan
keseluruhan merupakan hal penting dalam perkembangan kepribadian,
bukan cara tertentu yang spesifik. Apakah seorang anak diberi susu ASI
atau susu botol, tidaklah penting; yang penting adalah apakah cara
pemberian susu itu dilakukan dalam kondisi yang merupakan suasana
mesra dan penuh kasih sayang dalarn dunia yang hangat dan aman; atau
kejadian biasa yang terburu-buru dalam situasi yang tanpa perasaan,
kurang tanggap dan tidak akrab.
Seorang bayi lahir ke dunia ini sebagai suatu organisme kecil
yang egois yang penuh dengan segala macam kebutuhan fisik.
Kemudian ia menjadi seorang manusia dengan seperangkat sikap dan
nilai, kesukaan dan ketidaksukaan, tujuan serta maksud, pola reaksi, dan
konsep yang mendalam serta konsisten tentang dirinya. Setiap orang
memperoleh semua itu melalui suatu proses yang disebut sosialisasi.
Sosialisasi adalah suatu proses dengan mana seseorang menghayati
(mendarah dagingkan-internalize) norma-nonna kelompok di mana ia
hidup sehingga timbullah "diri" yang unik.
d. Pengalaman Kelompok
Pada awal kehidupan manusia tidak ditemukan apa yang disebut
diri. Terdapat organisme fisik, tetapi tidak ada rasa pribadi. Kemudian
bayi mencoba merasakan batas-batas tubuhnya, mereka mulai mengenali orang. Kemudian beranjak dari nama yang membedakan status
menjadi nama yang mengidentifikasi individu, termasuk dirinya. Kemudian mereka menggunakan kata "saya" yang merupakan suatu tanda yang
jelas atas kesadaran diri yang pasti. Suatu tanda bahwa anak tersebut
27
telah semakin sadar sebagai manusia yang berbeda dari yang lainnya.
(Horton, 1993). Dengan kematangan fisik serta akumulasi pengalamanpengalaman sosialnya anak itu membentuk suatu gambaran tentang dirinya. Pembentukan gambaran diri seseorang mungkin merupakan proses
tunggal yang sangat penting dalam perkembangan kepribadian.
Pengalaman sosial merupakan suatu hal penting untuk pertumbuhan manusia. Perkembangan kepribadian bukanlah hanya sekedar
pembukaan otomatis potensi bawaan. Tanpa pengalaman kelompok,
kepribadian manusia tidak berkembang. Bahkan dapat dikatakan bahwa
manusia membutuhkan pengalaman kelompok yang intim bila mereka
ingin berkembang sebagai makluk dewasa yang normal.
Keberadaan kelompok dalam masyarakat merupakan suatu hal
penting dalam perkembangan kepribadian seseorang, karena kelompokkelompok ini merupakan model untuk gagasan atau norma-norma perilaku seseorang. Kelompok semacam itu disebut kelompok acuan
(reference group). Mula-mula kelompok keluarga adalah kelompok yang
terpenting, karena kelompok ini merupakan kelompok satu-satunya yang
dimiliki bayi selama masa-masa yang paling peka. Semua yang
berwenang setuju bahwa ciri-ciri kepribadian dasar dari individu dibentuk
pada tahun-tahun pertama ini dalam lingkungan keluarga. Kemudian,
kelompok sebaya (peer group), yakni kelompok lain yang sama usia dan
statusnya, menjadi penting sebagai suatu kelompok referens. Kegagalan
seorang anak untuk mendapatkan pengakuan sosial dalam kelompok
sebaya sering diikuti oleh pola penolakan sosial dan kegagalan sosial
seumur hidup. Apabila seorang belum memiliki ukuran yang wajar
tentang penerimaan kelompok sebaya adalah sulit, kalau tidak dapat
dikatakan mustahil, bagi seorang untuk mengembangkan gambaran diri
yang dewasa sebagai seorang yang berharga dan kompeten.
Kelompok acuan ini dalam perkembangannya mengalami pergantian seiring dengan usia dan aktifitas individu yang bersangkutan. Hanya
perlunya disadari bahwa dari ratusan kemungkinan kelompok referens
yang menjadi penting bagi setiap orang dan dari evaluasi kelompok ini
gambaran diri seseorang secara terus-menerus dibentuk dan diperbaharui. Oleh karena itu, tidaklah salah kalau dikatakan bahwa setiap
individu bisa menjadi acuan atau referens bagi individu lainnya dalam
pembentukan kepribadian yang bersangkutan, demikian juga sebaliknya.
Masyarakat yang kompleks/majemuk memiliki banyak kelompok
dan kebudayaan khusus dengan standar yang berbeda dan kadangkala
bertentangan. Seseorang dihadapkan pada model-model perilaku yang
pada suatu saat dipuji sedang pada saat lain dicela atau disetujui oleh
beberapa kelompok dan dikutuk oleh kelompok lainnya. Dengan demikian
seorang anak akan belajar bahwa ia harus "tangguh" dan mampu untuk
28
"menegakkan haknya", namun pada saat yang sama ia pun harus dapat
berlaku tertib, penuh pertimbangan dan rasa hormat. Dalam suatu masyarakat di mana setiap orang bergerak dalam sejumlah kelompok
dengan standar dan nilai yang berbeda, setiap orang harus mampu
menentukan cara untuk mengatasi tantangan-tantangan yang serba
bertentangan.
e. Pengalaman yang Unik
Mengapa anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga
yang sama sedemikian berbeda satu dengan yang lainnya, sekalipun
mereka pernah mendapatkan pengalaman yang sama? Masalahnya
adalah karena mereka tidak mendapatkan pengalaman yang sama;
mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa
hal dan berbeda dalam beberapa hal lainnya.
Setiap anak memasuki suatu unit/kesatuan keluarga yang berbeda. Anak yang dilahirkan pertama, yang merupakan anak satu-satunya
sampai kelahiran anak yang kedua, kemudian akan mempunyai adik lakilaki atau perempuan dengan siapa ia dapat bertengkar. Orang tua
berubah dan tidak memperlakukan sama semua anak-nya. Anak-anak
memasuki kelompok sebaya yang bebeda, mungkin mempunyai guru
yang berbeda dan berhasil melampaui peristiwa yang berbeda pula.
Sepasang anak kembar mempunyai warisan (heredity) yang identik dan
(kecuali bila dipisahkan) lebih cenderung memperoleh pengalaman yang
sama. Mereka berada dalam suatu keluarga bersama-sama, seringkali
mempunyai kelompok sebaya yang sama, dan diperlakukan kurang lebih
sama oleh orang lain; akan tetapi bahkan anak kembar pun tidak mengalami bersama seluruh peristiwa dan pengalaman. Karena pengalaman
setiap orang adalah unik dan tidak ada persamaannya. Pengalaman sendiripun tidak ada yang secara sempurna dapat menyamainya.
Suatu inventarisasi dari pengalaman sehari-hari berbagai anakanak dalam suatu keluarga yang sama akan mengungkapkan banyaknya
perbedaan. Maka setiap anak (terkecuali anak kembar yang identik)
mempunyai warisan biologis yang unik, yang benar-benar tidak seorangpun dapat mehyamainya, dan demikian pula halnya suatu rangkaian
pengalaman hidup yang unik tidak dapat benar-benar disamai oleh
pengalaman siapapun.
Pengalaman tidaklah sekedar bertambah, akan tetapi menyatu.
Kepribadian tidaklah dibangun dengan menyusun suatu peristiwa di atas
peristiwa lainnya sebagaimana membangun tembok bata. meniru satu
sama lainnya, akan tetapi mereka juga berusaha untuk memiliki identitas
sendiri. Anak-anak yang lebih muda seringkali menolak kegiatan yang
telah dikerjakan dengan baik oleh kakak-kakaknya, dan mencari peng-
29
akuan melalui kegiatan-kegiatan lainnya. Tanpa disadari, orang tua
membantu proses seleksi ini. Seorang ibu dapat mengatakan, "Susi si
kecil adalah pembantu mama, tetapi aku pikir Anna akan menjadi anak
perempuan yang kelaki-lakian", ketika Susi mulai merapikan meja,
sedangkan Anna sedang berjumpalitan di tangga.
Jadi dalam hubungan ini dan dalam banyak hal lainnya setiap
pengalaman hidup seseorang adalah unik. Unik dalam pengertian tidak
seorangpun mengalami serangkaian pengalaman seperti ini dengan cara
yang persis sama dan unik dalam pengertian bahwa tidak seorangpun
mempunyai latar belakang pengalaman yang sama, setiap peristiwa baru
akan menimbulkan pengaruh yang akan dapat diperoleh suatu makna.
3. Teori Kepribadian
Teori adalah hipotesis yang belum terbukti atau spekulasi tentang
kenyataan yang belum diketahui secara pasti. Apabila teori itu terbukti
benar maka menjadi fakta. Teori adalah sekumpulan konvensi (kesepakatan) yang diciptakan oleh teoretikus berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan saat itu. Melihat teori sebagai sekumpulan konvensi menekankan
fakta bahwa teori-teori tidak "diberikan" atau ditentukan sebelumnya oleh
alam, tetapi data atau proses lain sebagai bukti yang menentukan.
Pertama dan yang paling penting, teori membimbing ke arah pengumpulan atau observasi atas hubungan-hubungan empiris relevan
yang belum diamati. Teori harus mengarah ke perluasan pengetahuan
secara sistematis tentang gejala-gejala yang sedang menjadi perhatian,
dan secara ideal perluasan ini harus bersumber atau dirangsang oleh
derivasi dari teori tentang dalil-dalil empiris spesifik (pernyataan-pernyataan, hipotesis-hipotesis atau dugaan, prediksi-prediksi atau perkiraan)
yang harus bisa diuji secara empiris (pengalaman langsung). Pada
pokoknya, hakikat setiap ilmu pengetahuan terletak pada penemuan hubungan-hubungan empiris stabil antara peristiwa atau variabel.
Fungsi teori ialah memajukan proses ini secara sistematis. Teori
dapat diibaratkan sebagai suatu dapur penggilingan proposisi (ungkapan,
usulan), mengasah pernyataan-pernyataan empiris yang saling berhubungan yang selanjutnya dapat dikonfirmasikan atau ditolak berdasarkan
data empiris yang dikontrol dengan semestinya. Hanya dalil-dalil atau ideide yang diturunkan dari teori terbuka untuk diuji secara empiris. Teori itu
sendiri merupakan asumsi, sedangkan penerimaan atau penolakannya
ditentukan oleh kegunaan-nya bukan oleh kebenaran atau kepalsuannya.
Dalam hal ini, kegunaan mengandung dua komponen, yaitu verifiabilitas
dan ketuntasan (comprehensiveness).
Verifiabilitas adalah kapasitas suatu teori untuk menghasilkan
prediksi-prediksi yang terbukti benar jika data empirisnya yang relevan
30
berhasil dikumpulkan. Ketuntasan atau comprehensiveness adalah jangkauan atau kelengkapan derivasi-derivasi ini. Kita bisa memiliki teori yang
menghasilkan konsekuensi-konsekuensi yang seringkali terbukti benar
tetapi yang hanya mengenai sedikit aspek dari gejala-gejala yang diselidiki. Secara ideal, teori harus mengarah pada prediksi-prediksi akurat
yang secara sangat umum atau secara inklusif mengenai peristiwaperistiwa empiris yang dicakup oleh teori.
Fungsi kedua yang harus dijalankan oleh teori ialah memberi
kemungkinan terjadinya pemaduan temuan-temuan empiris ter-tentu ke
dalam suatu kerangka yang secara logis konsisten dan cukup sederhana.
Teori merupakan sarana untuk menata dan mengintegrasikan semua
yang diketahui tentang serangkaian peristiwa yang saling berhubungan.
Pada dasarnya suatu teori kepribadian harus mampu memberikan
jawaban atas pertanyaan “apa”, “bagaimana”, “dan “mengapa” tentang
tingkah laku manusia. Sebuah teori kepribadian yang lengkap biasanya
memiliki dimensi-dimensi sebagai berikut.
1. pembahasan tentang struktur, yaitu aspek-aspek kepribadian yang
bersifat relatif stabil dan menetap, serta yang merupakan unsur-unsur
pembentuk sosok kepribadian.
2. pembahasan tentang proses, yaitu konsep-konsep tentang motivasi
untuk menjelaskan dinamika tingkah laku atau kepribadian.
3. pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan yaitu aneka
perubahan pada struktur sejak masa bayi sampai mencapai masa
kematangan, perubahan-perubahan pada proses yang menyertainya,
serta berbagai faktor yang menentukannya.
4. pembahasan tentang psikopatologi, yaitu hakekat gangguan kepribadian atau tingkah laku beserta asal-usul atau proses berkembangnya.
5. pembahasan tentang perubahan tingkah laku, yaitu konsepsi tentang
bagaimana tingkah laku bisa dimodifikasi atau diubah (Pervin, 1980;
dalam Supraktinya, 1995).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa teori kepribadian harus merupakan
sekumpulan asumsi tentang tingkah laku manusia beserta definisi-definisi
empirisnya. Syarat berikutnya adalah bahwa teori harus relatif komprehensif (utuh). Teori harus siap untuk menangani, atau membuat prediksiprediksi tentang berbagai macam tingkah laku manusia. Sesungguhnya,
teori harus siap untuk menangani setiap gejala tingkah laku yang memiliki
arti bagi individu.
Beberapa teori kepribadian yang dikenal dalam kajian sosiologi,
psikologi maupun antropologi, secara umum dapat dikelompokkan menjadi beberapa empat (4) bagian, sebagai berikut.
1. Teori-teori kepribadian yang berorientasi psikodinamik, teori ini
berpandangan bahwa sebagian terbesar tingkah laku manusia
31
digerakkan oleh daya-daya psikodinamik seperti motif-motif, konflikkonflik, dan kecemasan-kecemasan. Diantaranya yang termasuk
dalam kelompok ini adalah: teori psikoanalisis klasik Freud, psikologi
ego Erik Erikson, teori Analitik Carl Jung, teori psikologi sosial Alfres
Adler, Erich Fromm, Karen Horney, dan Harry Stack Sullivan.
2. Teori-teori kepribadian yang berorientasi holisitik, teori ini
berpandangan bahwa manusia merupakan suatu organisme yang
utuh atau padu dan bahwa tingkah laku manusia tidak dapat
dijelaskan semata-mata berdasarkan aktifitas bagian-bagiannya.
Kelompok yang termasuk dalam teori ini adalah: Personologi Henry
Murray, teori organismik Kurt Goldstein dan Andras Angyal, teori
Humanistik Abraham Maslow dan Carl Rogers, teori Eksistensial
Ludwig Binswanger dan Medard Boss, dan teori Medan Kurt Lewin.
Selain itu kelompok teori ini juga disebut dengan teori kepribadian
yang berorienttasi fenomenologis, karena teori ini menekankan
pentingnya cara sang individu manusia dalam mempersepsikan dan
mengalami dirinya serta dunia sekelilingnya.
3. Teori-teori kepribadian yang berorientasi sifat (trait theories) atau teori
tipe (type theories), teori ini berpandangan bahwa sebagian terbesar
manusia memiliki sifat-sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk
bertingkah laku dengan cara tertentu, sifat yang stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku secara relatif tetap dari situasi ke situasi.
Mereka yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah: teori
psikologi individu dari Gordon Allport, psikologi konstitusi dari William
Sheldon, dan teori faktor Raymond Cattell.
4. Teori-teori kepribadian yang berorientasi behavioristik, teori ini
menekankan proses belajar serta peranan lingkungan yang merupakan kondisi langsung belajar, dalam menjelaskan tingkah laku.
Menurut teori ini semua bentuk tingkah laku manusia merupakan hasil
belajar yang bersifat mekanistik lewat proses perkuatan. Mereka yang
termasuk dalam kelompok ini adalah teori stimulus-respon John
Dollard dan Neal Miller, serta peori perkuatan operan B.F. Skinner.
Cooley dan Cermin Diri
Seseorang hanya bisa berkembang dengan bantuan orang lain.
Misalkan seorang orang tua dan keluarganya mengatakan bahwa anak
gadisnya cantik. Kalau hal ini cukup sering diulang-ulang secara
konsisten, oleh orang-orang yang cukup berbeda-beda, akhirnya gadis
tersebut akan merasa dan bertindak seperti seorang yang cantik. Orangorang cantik sering tampak lebih tenang dan percaya diri daripada orang
bermuka buruk, karena mereka dinilai dan diperlakukan berbeda. Namun,
seorang gadis cantik sekalipun tidak akan pernah benar-benar yakin
32
bahwa ia cantik kalau dari awal hidupnya orang tua bersikap kecewa dan
apologetis (rasa menyesal) terhadap gadis itu dan memperlakukannya
sebagai anak yang tidak menarik.
"Diri" yang ditemukan melalui tanggapan orang lain dinamakan
"diri cerminan orang lain" (cermin diri) oleh Cooley (1902, Horton, 1993),
yang dengan hati-hati menganalisis segi penemuan diri ini. Mungkin saja
ia telah mendapat inspirasi dari kata-kata dalam sandiwara Vanity Fair
(Thackeray): "Dunia adalah sebuah cermin dan memberikan kepada
setiap orang bayangan dari mukanya sendiri. Kerutkan dahi di
hadapannya, dan bayangan masam akan tampak di hadapan anda;
tertawalah di depan bersamanya dan anda akan memperoleh sahabat
yang baik dan riang".
Tiga langkah dalam proses pembentukan cermin diri: (1) persepsi
kita tentang bagaimana kita memandang orang lain; (2) persepsi kita
tentang penilaian mereka mengenai bagaimana kita memandang; dan (3)
perasaan kita tentang penilaian.
Calvin dan Holtzman (1953) menemukan bahwa setiap individu
memiliki kemampuan yang berbeda dalam merasakan secara tepat pendapat orang lain tentang mereka, dan bahwa orang yang kurang mampu
menyesuaikan dirinya dengan pandangan-pandangannya juga kurang
akurat.
Mead dan Konsep Generalisasi Orang Lain
Proses penghayatan sikap orang lain telah digambarkan dengan
tepat oleh George Herbert Mead (1934) yang telah mengembangkan
konsep generalisasi orang lain.
Generalisasi orang lain ini terdiri dari harapan-harapan yang
diyakini seseorang diharapkan orang lain dari padanya. Kalau seseorang
berkata: "Setiap orang mengharapkan saya untuk...", seseorang
memakai konsep generalisasi.
Kesadaran akan generalisasi orang lain berkembang melalui
proses pengambilan peran dan permainan peran. Pengambilan peran
(role taking) adalah suatu usaha untuk memainkan perilaku yang diharapkan dari seorang yang benar-benar memegang peranan yang diambilnya.
Dalam permainan (role playing), anak-anak banyak pengambilan peran,
seperti ketika mereka berpura-pura sebagai suatu keluarga (kamu jadi
mama dan saya akan menjadi papa dan kamu menjadi bayi), sebagai
polisi dan pencuri, bermain dengan boneka.
Permainan peran adalah pemeranan perilaku suatu peran yang
betul-betui dipegang oleh seseorang (misalnya, ketika anak laki-laki dan
perempuan tadi menjadi ayah dan ibu), sedangkan pada pengambilan
peran seseorang hanya berpura-pura memegang peran itu.
33
Mead melihat adanya tiga proses bertingkat melalui mana
seseorang belajar memainkan peran dewasa; (I) masa persiapan (1-3
tahun), di mana anak-anak meniru perilaku orang dewasa tanpa
pengertian yang nyata (misalnya, seorang gadis kecil memeluk
bonekanya, kemudian menggunakannya untuk memukul saudara lakilakinya); (II) masa bermain (3-4 tahun) ketika anak sudah memiliki
pengertian perilaku tersebut, tetapi mengubah peran secara tidak teratur.
Suatu saat anak laki-laki itu menjadi seorang ahli bangunan, menumpuk
balok-balok satu dengan lainnya, dan sesaat kemudian ia merusaknya,
atau pada suatu ketika ia menjadi polisi dan sesaat kemudian seorang
astronot; (III) tahap permainan, (4 sampai 5 tahun dan di atas 5 tahun) di
mana perilaku peran menjadi menetap dan memiliki tujuan dan anak itu
mampu merasakan peran pemain lain. Untuk bermain sepakbola, setiap
pemain harus mengerti perannya sendiri dan juga peran pemain lain.
Freud dan Diri Antisosial
Cooley maupun Mead adalah interaksionis yaitu faham yang berpandangan kepribadian seseorang dipengaruhi oleh lingkungan dan
pembawaan lahir. Cooley dan Mead memandang kepribadian dibentuk
melalui interaksi sosial dengan orang-orang lain. Keduanya mengasumsikan keselarasan yang mendasar antara diri dan masyarakat. Cooley
berpendapat bahwa individu yang terpisah adalah suatu gagasan yang
abstrak yang tidak mempunyai eksistensi bila terpisah dari masyarakat,
sama seperti masyarakat tidak mempunyai arti bila terpisah dari individu.
Sosialisasi diri tersebut dibentuk oleh masyarakat, dan masyarakat
adalah suatu organisasi dari orang-orang yang disosialisasikan.
Freud melihat diri dan masyarakat dalam konflik yang mendasar
yang tidak selaras. la melihat diri itu sebagai produk dari cara-cara
masyarakat memandang dan menahan motif dan dorongan manusia
yang mendasar. Freud yakin bahwa porsi rasional dari motif manusia
adalah seperti bagian gunung es yang terlihat, motif yang lebih luas
tersimpan dalam kekuatan-kekuatan yang tidak disadari dan tidak tampak
yang dengan kuat mempengaruhi perilaku manusia. la membagi diri
tersebut menjadi 3 bagian: Id, superego dan ego. Id adalah pusat nafsu
dan dorongan yang bersifat naluriah dan tidak sosial, rakus dan
antisosial; superego adalah kompleks dari cita- cita dan nilai-nilai sosial
yang dihayati se1 seorang dan membentuk hati nurani; sedangkan ego
adalah bagian yang bersifat sadar dan rasional yang mengatur pengendalian superego terhadap id. Maka ego merupakan pusat kendali,
superego sebagai perwira polisi dan id adalah tungku mendidih dari nafsu
yang egois dan merusak.
34
Teori Freud telah mengilhami pertentangan-pertentangan pahit,
mazhab (aliran) yang bersaing, dan sejumlah interprestasi (pemaknaan)
dan perubahan. Konsep-konsepnya lebih merupakan cara-cara memandang kepribadian daripada sebagai kesatuan yang nyata yang dapat
dicek melalui eksperimen khusus. Tidak ada tes empiris yang sederhana
yang dapat dipergunakan untuk menetapkan apakah superego, ego dan
id merupakan konsep yang mungkin yang terbaik untuk dipergunakan
dalam menggambarkan bagian-bagian dari pribadi manusia.
Para ahli ilmu sosial masa kini setuju bahwa Freud mungkin benar
dalam klaimnya bahwa motif-motif manusia sebagian besar tidak disadari
dan di luar kendali rasional dan tidak selalu serasi dengan kebutuhankebutuhan masyarakat secara tertib.
Delapan Tahap Kehidupan Erikson
Eric Erikson mengembangkan suatu teori tentang sosialisasi
siklus kehidupan (life cycle socialization) melalui 8 tahap yang disebut
krisis identitas (identity crisis). Krisis indentitas adalah titik balik dalam
perkembangan ketika seseorang harus masuk ke dalam satu dari dua
arah yang umum.
Tahap pertama bermula pada masa bayi, ketika bayi belajar baik
rasa percaya ataupun rasa tidak percaya. Kalau ibunya secara konstan
mencintai dan memperhatikan kebutuhan fisiknya, bayi tersebut membentuk perasaan aman dan percaya. Kalau ibu tersebut tidak memperhatikan, dingin, menolak atau kejam, atau malah inkonsisten, bayi itu
menjadi merasa tidak aman dan tidak percaya pada orang lain.
Pada tahap kedua, masa kanak-kanak awal, "otonomi versus rasa
bimbang dan malu", anak-anak belajar berjalan, berbicara, mempergunakan tangannya dan melakukan berbagai hal lain. Mereka mulai membangun otonomi; yakni, mereka mulai memilih sendiri, mengungkapkan
keinginan-keinginannya, membentuk dan mengejar harapan-harapan.
Kalau didorong dan berhasil, mereka akan mengembangkan rasa otonominya, merasa diri sebagai orang yang cakap (mampu).
Pada tahap ketiga, seseorang memutuskan konflik Oedipusnya
dan mulai mengembangkan pengertian moralnya. Dalam tahap keempat
dunia anak itu meluas, keterampilan teknis dipelajari, rasa percaya diri
diperbesar. Keempat tahap ini cocok dengan empat tahap perkembangan
psikoseksual anak dari Freud, yakni oral, anal, genital dan laten. Dalam
tahap kelima remaja mengembangkan rasa identitas pribadi melalui interaksi dengan orang lain. Dalam tahap keenam orang dewasa mengembangkan hubungan kasih yang awet dengan lawan jenisnya. Dalam usia
setengah baya, di tahap ketujuh, seorang mengembangkan sesuatu pada
keluarga dan pada masyarakat. Dalam tahap terakhir, seseorang meng-
35
hadapi masa akhir hidup (masa tua) baik secara terhormat ataupun
penuh putus asa. Untuk setiap tahap, ada kebajikan mendasar yang menyertainya, yang berkembang dengan berlalunya krisis itu dengan berhasil. Bila belajar yang cocok pada suatu tahap terlewat, tahap tersebut
mungkin saja, walaupun sukar, diperoleh pada masa usia lanjut.
Piaget dan Perkembangan Belajar
Jean Piaget, seorang ahli biologi yang memperoleh nama sebagai
psikolog anak, karena mempelajari perkembangan inteligensi. la menghabiskan ribuan jam mengamati anak-anak yang sedang bermain dan menanyakan mereka tentang perilaku dan perasaannya. la tidak mengembangkan teori sosialisasi yang komprehensif, tetapi memusatkan perhatian pada bagaimana anak-anak belajar berbicara, berfikir, bernalar dan
akhirnya membentuk pertimbangani moral.
Piaget yakin bahwa anak-anak berfikir dengan cara yang berbeda
dari orang dewasa dan bahwa manusia direncanakan secara biologis
untuk bergerak maju menuju pemikiran yang rasional dan logis melalui
serangkaian tahap-tahap perkembangan yang dapat diduga. Tahap
"perkembangan" adalah bahwa belajar dari suatu tahap adalah perlu
untuk melangkah ke tahap berikutnya. Sama seperti anak kecil harus
belajar berjalan sebelum dapat belajar berlari, ia harus belajar patuh pada
peraturan-peraturan eksternal sebelum ia dapat mengembangkan pengendalian diri herdasarkan nilai-nilai moral. Anak kecil itu dapat mempelajari aturan-aturan yang nyata (“cuci tangan sebelum makan", "makan
dengan tangan kanan") tetapi tidak dapat menangkap makna di
belakangnya.
Perkembangan belajar yang dikembangkan oleh Piaget adalah
sebagai berikut:
1. Tahap pertama perkembangan moral disebut dengan heteronomous
morality, moral realism, atau morality of constraint. Tahap ini merupakan moralitas yang belum matang secara intelektual, yang dipengaruhi oleh salah satu sisi kasih-sayang orang dewasa yang ada di
sekitar anak. Heteronomous morality seorang anak merupakan ungkapan struktur yang secara umum belum matang, masih bersifat
egosentris dan statis.
2. Pada tahap kedua perkembangan moral, yang biasa disebut dengan
autonomous morality atau morality in cooperation, anak memperoleh
kemandirian dalam pembuatan keputusan moral, atau anak memperoleh kemampuan untuk memainkan peran sesuai dengan perkembangan intelektualnya, selain itu juga ketergantungan pada orang
dewasa mulai diubah menjadi kesederajatan dalam kerjasama sosial.
Moralitas tidak lagi didasarkan pada kaidah-kaidah yang ditentukan
36
oleh orang-orang yang memiliki kewenangan yang tidak bisa diubah,
tetapi kaidah-kaidah itu dipandang sebagai suatu sistem yang menunjukkan hak-hak dan kewajiban yang sama, suatu sistem yang memiliki
tujuan membuat fungsi kelompok sosial sebagaimana adanya.
Sumbangan besar Jean Piaget dalam teori kepribadian, khususnya dalam perkembangan moral adalah meletakkan dasar untuk memahami fase-fase perkembangan pemikiran moral anak. Ruang lingkup
kajiannya meliputi: (1) bagaimana anak melihat peraturan dan hukum, (2)
bagaimana anak memutuskan perilaku yang jelek dan dusta, dan (3)
bagaimana anak melihat hukuman dan keadilan. Piaget berpendapat
bahwa moral manusia berkembang melalui dua fase perkembangan yang
berlangsung secara bertahap (Hurlock: 1993).
Tahap pertama perkembangan moral disebut dengan
heteronomous morality, moral realism, atau morality of constraint. Tahap
ini merupakan moralitas yang belum matang secara intelektual, yang
dipengaruhi oleh salah satu sisi kasih-sayang orang dewasa yang ada di
sekitar anak. Benar-salah perilaku anak didasarkan pada konsekuensi
yang diperolehnya, bukan atas dasar motivasi yang ada pada dirinya.
Heteronomous morality seorang anak merupakan uangkapan struktur
yang secara umum belum matang, masih bersifat egosentris dan statis.
Egosentris dalam pengertian bahwa anak masih belum atau kurang
memiliki kemampuan untuk membedakan aspek-aspek yang berasal dari
dirinya sendiri dan aspek-aspek yang berasal dari situasi sosial, yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk menerima pendapat orang lain
dalam situasi sosial. Akibat sifat egosentris ini anak bisa membaurkan
aspek subyektif dan obyektif suatu pengalaman.
Hal ini menunjukkan bahwa pandangan anak terhadap kaidahkaidah moral lebih merupakan suatu keberadaan nyata dan tidak bisa
diubah daripada sebagai alat yang fleksibel yang dapat dipergunakan
untuk mencapai tujuan dan nilai-nilai manusia. Perilaku anak ditentukan
oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap bahwa orang tua dan orang dewasa yang ada
di sekitarnya berwenang sebagai maha kuasa dan mengikuti peraturan
yang diberikan padanya tanpa mempertanyakan kebenarannya.
Pada tahap kedua perkembangan moral, yang biasa disebut
dengan autonomous morality atau morality in cooperation, anak memperoleh kemandirian dalam pembuatan keputusan moral, atau anak memperoleh kemampuan untuk memainkan peran sesuai dengan perkembangan intelektualnya, selain itu juga ketergantungan pada orang dewasa
mulai diubah menjadi kesederajatan dalam kerjasama sosial. Moralitas
tidak lagi didasarkan pada kaidah-kaidah yang ditentukan oleh orangorang yang memiliki kewenangan yang tidak bisa diubah, tetapi kaidah-
37
kaidah itu dipandang sebagai suatu sistem yang menunjukkan hak-hak
dan kewajiban yang sama, suatu sistem yang memiliki tujuan membuat
fngsi kelompok sosial sebagaimana adanya.
Pada tahap kedua ini perkembangan moral anak bertepatan
dengan tahapan operasi formal dari Piaget, artinya dalam perkembangan
kognitif, tatkala anak mampu mempertimbangkan semua cara yang
mungkin untuk memecahkan masalah tertentu dan dapat bernalar atas
dasar hipotesis dan dalil. Hal ini memungkinkan anak untuk melihat
persoalannya dalam berbagai sudut dan mempertimbangkan berbagai
faktor untuk pemecahannya.
Teori Perkembangan Moral dari Kohlberg
Lawrence Kohlberg adalah salah satu murid dari Jean Piaget, dia
menyempurnakan dan mengembangkan teori perkembangan moral yang
telah dikemukakan oleh Jean Piaget.
Hasil kajian Kohlberg nampak lebih operasional dibandingkan
dengan kajian perkembangan moral yang dikemukakan oleh Piaget, secara sederhana Kohlberg mengemukakan teorinya tentang perkembangan moral menjadi enam tahap yang dapat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok besar.
Untuk memahami tahap pekembangan moral tersebut, hendaknya
memperhatikan beberapa postulat (asumsi, anggapan dasar) yang melandasinya, yaitu:
1. postulat urutan (the sequentiality postulate): bahwa keenam tahap
perkembangan moral tersebut merupakan urutan yang terjadi dalam
perkembangan individu.
2. postulat universalitas (the universality postulate): bahwa urutan
keenam tahap perkembangan moral itu bersifat universal, yaitu terjadi
pada setiap manusia di semua bangsa dan jenis kelamin.
3. postulat struktur utuh (the structure-whole postulate): bahwa tahaptahap perkembangan moral membentuk struktur yang utuh.
4. postulat pengambilan peran (the roel-taking postulate): bahwa tahaptahap perkembangan moral menunjukkan adanya kemampuan pengambilan peran dan persepektif sosial yang berbeda.
5. postulat prasyarat kognitif (the cognitive prerequisites postulate):
bahwa tahap-tahap pemikiran perkembangan moral dari Piaget secara operasional merupakan hal yang perlu, tetapi belum cukup untuk
mencapai tahap-tahap perkembangan moral yang sesuai dengan
perkembangan moral pada umumnya.
Tahap-tahap perkembangan moral yang dikemukakan oleh
Kohlberg adalah sebagai berikut:
38
1. Pre-Moral (Moralitas Pra-konvensional)
• Tahap heternomous morality, atau orientasi pada hukuman atau
ketaatan dan ganjaran. Pada tahap ini perilaku anak tunduk pada
kendali eksternal yang dinilai atas dasar akibat fisik, yaitu bila
benar mendapat ganjaran dan bilamana salah mendapat
hukuman.
• Tahap naively egoistic orientation, atau orientasi individualisme,
tujuan yang instrumental dan pertukaran. Pada tahap ini anak
mulai menyesuaikan terhadap harapan sosial untuk memperoleh
penghargaan.
2. Moralitas Konvensional (moralitas peraturan konvensional dan
persesuaian)
• Tahap Harapan interpersonal mutual, jalinan hubungan, dan
konformitas interpersonal. Pada tahap ini anak menyesuaikan
dengan peraturan untuk mendapat persetujuan orang lain dan
untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka (good
boys nice girls).
• Tahap Sistem sosial dan kepedulian, atau orientasi pada hukum
dan tatanan. Pada tahap ini anak yakin bila kelompok sosial
menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok,
mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar
dari kecaman dan ketidaksetujuan sosial.
3. Moralitas Prinsip (moralitas pascakonvensional)
• Tahap Orientasi hukum yang disepakati, atau orientasi kesepakatan sosial. Pada tahap ini anak yakin bahwa harus ada keluwesan
dalam keyakinan-keyakinan moral yang memungkinkan modifikasi
dan perubahan standar moral bila ini terbukti menguntungkan
kelompok sebagai suatu keseluruhan.
• Tahap Prinsip etis universal, atau orientasi ke arah keputusan hati
nurani dan ke arah prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri. Pada
tahap kedua ini anak menyesuaikan dengan standar sosial dan
cita-cita internal terutama untuk menghindari rasa tidak puas
dengan diri sendiri dan bukan untuk menghindari kecaman sosial.
Pada tingkat pre-moral pada dasarnya bersifat egosentris.
Keputusan moral dibuat secara eksklusif berdasarkan konsekuensikonsekuensi untuk individu itu sendiri. Anak memutuskan benar atau
salah, baik atau buruk berdasarkan pengalaman dari pujian atau
hukuman yang diperoleh dari orang dewasa yang ada di sekitarnya.
Tingkat moralitas konvensional didominasi oleh perspektif sosiosentris. Suatu keputusan moral yang dibuat individu selalu mempertimbangkan diri individu sendiri, anggota keluarga/ kelompok, dan bangsa.
Harapan dan tujuan kelompok dipandang memiliki nilai tanpa memperhi39
tungkan secara langsung konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang
tidak menjadi anggota kelompok. Konformitas dan pemeliharaan tatanan
yang baik merupakan hal yang benar-benar dipahami. Peran individu
dalam kelompok menentukan apa yang benar dan apa yang salah.
Harapan sosial dan keamanan tatanan sosial dan stabilitas keluarga,
kelompok dan bangsa menjadi tujuan utama.
Tingkat moralitas prinsip, benar dan salah ditentukan tanpa acuan
pada individu itu sendiri maupun situasi sosial. Prinsip-prinsip etis yang
dimilikinya merupakan suatu hal yang sifatnya universal, misalnya
keadilan dan kesederajatan antar manusia dan sebagainya. Prinsipprinsip ini dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan moral.
4. Bentuk Kepribadian Manusia
Kepribadian manusia bentuknya khas dan unik sehingga menjadi
identitas yang bersangkutan, namun demikian tidak berarti di dunia ini
bentuk kepribadian manusia sejumlah manusia yang ada di permukaan
bumi. Beberapa ahli mencoba mengelompokkan bentuk kepribadian
manusia tersebut dalam beberapa bentuk.
Robbins (1996) mengidentifikasi ada 16 ciri primer atau bentuk
primer kepribadian manusia, sekaligus sebagai sumber perilaku yang
sifatnya ajek (steady) dan konstan, yang memungkinkan ramalan dari
perilaku seseorang individu dalam situasi-situasi khusus dengan menimbang karakteristik-karakteristik untuk relevansi situasionalnya. Ke-enam
belas ciri perimer kepribadian tersebut adalah sebagai berikut.
1. pendiam
2. kurang cerdas
3. dipengaruhi perasaan
4. mengalah
5. serius
6. mudah bersedia
7. malu-malu
8. keras hati
9. mempercayai
10. praktis
11. terus terang
12. percaya diri
13. konservatif
14. bergantung kelompok
15. tak terkendali
16. santai
versus
versus
versus
versus
versus
versus
versus
versus
versus
versus
versus
versus
versus
versus
versus
versus
ramah
lebih cerdas
mantap secara emosional
dominan
suka bersenang-senang
berhati-hati
petualang
peka
mencurigai
imajinatif
lihai/licin
takut-takut
suka bereksperimen
berdiri sendiri
terkendali
tegang
Identifikasi lain tentang bentuk kepribadian manusia juga
dikemukakan oleh Robbins (1996) yang disebut dengan Indikator Tipe
40
Myers-Briggs (MBTI) yaitu, suatu tes kepribadian yang menyadap 4
karakteristik dan mengelompokkan orang-orang kedalam 16 kelompok,
yaitu (1) ekstrovert atau introvert (E atau I); (2) menginderai (sensing)
atau intuitif (S atau N); (3) berpikir (thinking) atau merasakan (feeling) (T
atau F); (4) merasakan (perceiving) atau menimbang-nimbang (judging)
(P atau J).
Setiap manusia yang mengikuti tes MBTI akan berada diantara
keempat alternatif tersebut, misalnya mereka yang berada dalam tipe
INTJ adalah kaum visioner, biasanya mereka mempunyai pikiran yang
orisionil dan dorongan yang besar untuk ide dan maksud mereka sendiri,
mereka dicirikan sebagai skeptis, kritis, tidak bergantung, bulat tekad,
dan sering keras kepala. Tipe ESTJ adalah pengorganisasi, mereka
praktis, realistis, tidak berbelit-belit, dengan otak alami untuk bisinis atau
permesinan, mereka menyukai mengorganisasi dan menjalankan
kegiatan. Tipe ENTP adalah pengkonsep, ia cepat, banyak akal, dan baik
dalam banyak hal, manusia tipe ini cenderung banyak akal dalam
memecahkan masalah-masalah yang menantang, tetapi mungkin
mengabaikan tugas-tugas rutin.
Suatu studi di beberapa perusahaan besar yang ada di dunia
menemukan bahwa tokoh-tokoh bisnis kontemporer yang mempengaruhi
dunia bisinis adalah pemikir intuitif, tipe NT.
Robbins (1996) juga mengemukakan adanya lima (5) dimensi
kepribadian yang mendasari semua dimensi yang lain, yaitu: (1)
ekstraversi yaitu suatu dimensi kepribadian yang memerikan seseorang
yang senang bergaul, banyak bicara dan tegas; (2) sifat menyenangkan,
yaitu suatu dimensi kepribadian yang memerikan seseorang yang hatihati, kooperatif dan mepercayai; (3) sifat mendengarkan kata hati, yaitu
suatu dimensi kepribadian yang memerikan seseorang yang bertanggungjawab, dapat diandalkan, tekun dan berorientasi prestasi; (4)
kemampuan emosional, yaitu suatu dimensi kepribadian yang mencirikan
seseorang yang tenang, bergairah, terjamin (positif) lawan tegang,
gelisah, murung dan tak-kokoh (negatif); (5) keterbukaan terhadap
pengalaman, yaitu suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang
yang imaginatif, secara artistik peka, dan intelektual.
41
Tugas 1.3
Kerjakan tugas di bawah ini sebagai latihan untuk meningkatkan
wawasan tentang kepribadian:
1. Menurut pendapat kalian, kepribadian manusia itu bisa
dibentuk secara sengaja (rekayasa) atau tidak? Apa
alasannya?
2. Menurut pendapat kalian, apakah manusia bisa
mengendalikan kepribadiannya? Dalam arti mengendalikan
perasaan dan dorongan hati. Mengapa?.
3. Mengapa dikatakan bahwa kepribadian manusia terbentuk
melalui proses belajar?
4. Berikan penjelasan tentang; apa yang dimaksud dengan
jujur?, mengapa manusia harus berperilaku jujur? dan
bagaimana caranya beperilaku jujur?
D. INTERAKSI SOSIAL
Ciri utama dari makluk sosial adalah terjadinya aktivitas-aktivitas
sosial atau biasa disebut dengan istilah proses sosial atau interaksi
sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan,
antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan
dengan kelompok manusia. Bilamana dua orang bertemu, maka
dimulailah terjadi interaksi sosial, diawali saling menegur, berjabat
tangan, saling berbicara bertengkar atau bahkan mungkin berkelahi
(Soekanto, 1990).
Namun demikian, walaupun orang-orang yang bertemu muka
tersebut tidak saling berbicara atau tidak saling menukar tanda-tanda,
interaksi sosial telah terjadi, karena masing-masing sadar akan adanya
pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan
maupun syaraf orang-orang yang bersangkutan, yang disebabkan oleh
misalnya bau keringat, minyak wangi, warna pakaian, bentuk rambut,
bentuk badan, suara kalau berjalan, model baju yang dipakai, dan
sebagainya. Peristiwa tersebut menimbulkan kesan dalam pikiran
seseorang, yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan
dilakukannya.
Interaksi sosial terjadi secara individu maupun kelompok. Namun
makna yang terjadi dalam interaksi antar kelompok tidaklah sama secara
42
pribadi. Misalnya dalam pertandingan sepakbola antar sekolah (sekolah
A dengan sekolah B), tidak semua pemain sepakbola tersebut bersaing/
bermusuhan. Karena ada diantara pemain sepakbola tersebut ternyata
adalah bersaudara, kakak-beradik, yang kebetulan sekolahnya berbeda.
Mereka bukan musuh secara pribadi, tetapi kelompoknya masing-masing
(yaitu sekolah A dan sekolah B) yang bermusuhan.
Contoh lain dari interaksi sosial adalah dalam hal seorang guru
menghadapi murid-muridnya yang merupakan suatu kelompok manusia
di dalam kelas. Di dalam interaksi sosial tersebut, pada taraf pertama
akan tampak bahwa guru mencoba untuk menguasai kelasnya supaya interaksi sosial berlangsung dengan seimbang, di mana terjadi saling
pengaruh-memengaruhi antara kedua belah pihak.
Dengan demikian, interaksi sosial, hanya berlangsung apabila
terjadi reaksi dari kedua belah pihak. Apabila seseorang memukul kursi
misalnya, tidak akan terjadi suatu interaksi sosial karena kursi tersebut
tidak akan bereaksi, dan mempengaruhi orang yang telah memukulnya.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai
faktor, antara lain, faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktorfaktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun
dalam keadaan tergabung (Soekanto, 1990).
Faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam
proses interaksi sosial. Imitasi dapat mendorong seseorang untuk
mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian,
imitasi mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif di
mana misalnya, yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang.
Selain itu, imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan
pengembangan daya kreasi seseorang.
Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu
pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian
diterima oleh pihak lain. Jadi proses ini sebenarnya hampir sama dengan
imitasi, tetapi titik-tolaknya berbeda. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi
karena pihak yang menerima dilanda oleh emosi, yang menghambat
daya berpikirnya secara rasional.
Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama
dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi,
karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.
Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak
sadar), maupun dengan disengaja karena sering kali seseorang memerlukan tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.
Walaupun dapat berlangsung dengan sendirinya, proses identifikasi berlangsung dalam suatu keadaan di mana seseorang yang
43
beridentifikasi benar-benar mengenal pihak lain (yang menjadi idealnya)
sehingga pandangan, sikap maupun kaidah-kaidah yang berlaku pada
pihak lain tadi dapat melembaga dan bahkan menjiwainya. Proses
identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh-pengaruh yang lebih
mendalam ketimbang proses imitasi dan sugesti walaupun ada kemungkinan bahwa pada mulanya proses identifikasi diawali oleh imitasi dan
atau sugesti.
Proses simpati sebenarnya merupakan suatu proses di mana
seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan
memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama
pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk
bekerja sama dengannya. Inilah perbedaan utama dengan identifikasi
yang didorong oleh keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap
kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena mempunyai
kelebihan-kelebihan atau kemampuan-kemampuan tertentu yang patut
dijadikan contoh. Proses simpati akan dapat berkembang di dalam suatu
keadaan di mana faktor saling terjamin.
Proses interaksi sosial seperti tersebut di atas dalam kenyataannya sangat kompleks sehingga kadang-kadang sulit mengadakan pembedaan yang tegas diantara faktor-faktor tersebut. Akan tetapi, dapatlah
dikatakan bahwa imitasi dan sugesti terjadi lebih cepat, walau
pengaruhnya kurang mendalam bila dibandingkan dengan identifikasi dan
simpati yang secara relatif agak lebih lambat proses berlangsungnya.
1. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Menurut Soekanto (1990), suatu interaksi sosial terjadi apabila (1)
adanya kontak sosial (social-contact); dan (2) adanya komunikasi.
Kontak sosial secara harfiah berarti bersama-sama menyentuh.
Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah.
Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah,
karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa
menyentuhnya, seperti misalnya, dengan cara berbicara dengan pihak
lain tersebut. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu;
(1) antara orang-perorangan, (2) antara orang-perorangan dengan suatu
kelompok manusia atau sebaliknya, dan (3) antara suatu kelompok
manusia dengan kelompok manusia lainnya.
Kontak sosial antara orang-perorangan adalah apabila seorang
anak kecil yang sedang mempelajari kebiasaan-kebiasaan dalam
keluarganya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi (socialization),
yaitu suatu proses di mana anggota masyarakat yang baru mempelajari
norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota.
44
Kontak sosial antara orang-perorangan dengan suatu kelompok
manusia atau sebaliknya adalah apabila seseorang merasakan bahwa
tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau
apabila suatu organisasi sosial politik memaksa anggota-anggotanya
untuk menyesuaikan diri dengan ideologi dan programnya.
Kontak sosial antara suatu kelompok manusia dengan kelompok
manusia lainnya adalah bilamana dua kelompok atau lebih mengadakan
kerjasama untuk kepentingan bersama, seperti dua partai politik
mengadakan kerja sama untuk mengalahkan partai politik yang ketiga di
dalam pemilihan umum. Atau apabila dua buah perusahaan bangunan
mengadakan suatu kontrak untuk membuat jalan raya, jembatan, dan
seterusnya di suatu wilayah yang baru dibuka.
Kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial
yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang
bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama
sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. Apabila seorang pedagang sayur, misalnya, menawarkan dagangannya kepada seorang
nyonya rumah serta diterima dengan baik sehingga memungkinkan
terjadinya jual-beli, kontak tersebut bersifat positif. Hal itu mungkin terjadi
karena pedagang tersebut bersikap sopan dan dagangannya adalah
sayur-mayur yang masih segar. Lain halnya apabila nyonya rumah
tampak bersungut-sungut sewaktu ditawari sayuran, kemungkinan besar
tak akan terjadi jual-beli. Dalam hal yang terakhir ini terjadi kontak negatif
yang dapat menyebabkan tidak berlangsungnya suatu interaksi sosial.
Suatu kontak dapat pula bersifat primer atau sekunder. Kontak
primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu
dan, berhadapan muka, seperti misalnya apabila orang-orang tersebut
berjabat tangan, saling senyum, dan seterusnya. Sebaliknya kontak yang
sekunder memerlukan suatu perantara. Misalnya A berkata kepada B
bahwa C mengagumi permainannya sebagai pemegang peranan utama
salah satu sandiwara. A sama sekali tidak bertemu dengan C, tetapi telah
terjadi kontak antara mereka karena masing-masing memberi tanggapan,
walaupun dengan perantaraan B. Suatu kontak sekunder dapat dilakukan
secara langsung. Pada yang pertama, pihak ketiga bersikap pasif,
sedangkan yang terakhir pihak ketiga sebagai perantara mempunyai
peranan yang aktif dalam kontak tersebut. Hubungan-hubungan yang
sekunder tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat misalnya telepon,
telegraf, radio, dan seterusnya.
B. BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL
Interaksi sosial yang terjadi diantara manusia dapat berupa kerja
sama (cooperation), persaingan (competition), akomodasi (accomoda-
45
tion), dan juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Bentukbentuk interaksi tersebut dapat dikelompokkan dalam proses-proses yang
asosiatif dan proses disosiatif (Soekanto, 1990).
Gillin dan Gillin mengemukakan bahwa bentuk interaksi sosial
yang termasuk dalam kategori proses yang asosiatif adalah akomodasi,
asimilasi dan akulturasi; sedangkan bentuk interaksi sosial yang
dikategorikan dalam proses yang disosiatif adalah persaingan, dan
pertentangan).
1. Proses-proses yang Asosiatif
a. Kerja Sama (Cooperation)
Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Kerja
sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa
tujuan bersama.
Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua
kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian
dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau
kelompok-kelompok kekerabatan.
Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap
kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang
merupakan out-group-nyd). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat
apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan
luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau
institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seorang atau
segolongan orang.
Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka
waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak
puas karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi karena
adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu.
Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam lagi apabila kelompok
demikian merasa tersinggung atau dirugikan sistem kepercayaan atau
dalam salah-satu bidang sensitif dalam kebudayaan.
Ada lima bentuk kerja sama, yaitu:
1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
2. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran
barang-barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
3. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsurunsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam
suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari
terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang
bersangkutan.
46
4. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau
lebih yang mempunyau tujuan yang sama.
5. Joint venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyekproyek tertentu, seperti: pengeboran minyak, pertambangan
batubara, perfilman, perhotelan, dan seterusnya.
b. Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi mempunyai dua makna, yaitu untuk menunjuk pada suatu
keadaan kenyataan adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam
interaksi antara individu dan kelompok sehubungan dengan norma-norma
sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat; kedua
akomodasi dipergunakan untuk menunjuk pada suatu proses, pada
usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usahausaha untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian
yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses
dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian
adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk
menunjuk pada suatu proses di mana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya.
Berdasarkan hal tersebut, yang dimaksud dengan akomodasi
adalah suatu proses di mana orang perorangan atau kelompok-kelompok
manusia yang mula-mula saling bertentangan, kemudian saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.
Sebenarnya pengertian adaptasi menunjuk pada perubahanperubahan organis, bukan sosial, yang disalurkan melalui kelahiran,
dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan diri dengan alam
sekitarnya sehingga dapat mempertahankan hidupnya. Tetapi dalam
perkembangannya juga dipergunakan untuk menjelaskan masalahmasalah sosial yang ada dalam masyarakat.
Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak
kehilangan kepribadiannya. Tujuan akomodasi berbeda-beda sesuai
dengan situasi yang dihadapinya, secara umum akomodasi mempunyai
tujuan seperti berikut.
1. untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham.
Akomodasi di sini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa
antara kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola
yang baru;
2. mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara
waktu atau temporer;
47
3. untuk memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompokkelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktorfaktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai
pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta;
4. mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang
terpisah, misalnya, lewat perkawinan campuran atau asimilasi
dalam arti luas.
Suatu akomodasi sebagai proses tidak selalu akan berhasil
sepenuhnya di dalam menciptakan stabilitas dalam beberapa bidang,
mungkin sekali benih-benih pertentangan dalam bidang-bidang lainnya
masih tertinggal, yang luput diperhitungkan oleh usaha-usaha akomodasi
terdahulu.
Benih-benih pertentangan yang bersifat laten tadi (seperti
prasangka) sewaktu-waktu akan menimbulkan pertentangan baru. Dalam
keadaan demikian, memperkuat cita-cita, sikap dan kebiasaan-kebiasaan
masa-masa lalu yang telah terbukti mampu meredam bibit-bibit pertentangan merupakan hal penting dalam proses akomodasi, yang dapat
melokalisasi rasa sentimen yang akan melahirkan pertentangan baru.
Akomodasi bagi pihak-pihak tertentu dirasakan menguntungkan,
namun agak menekan bagi pihak lain, karena adanya campur tangan
kekuasaan-kekuasaan tertentu dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk Akomodasi
Menurut Soekanto (1990) akomodasi sebagai suatu proses untuk
meredakan ketegangan antar manusia mempunyai beberapa bentuk,
antara lain:
a) Coercion
Coercion adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya
dilaksanakan oleh karena adanya paksaan.
Coercion merupakan bentuk akomodasi, di mana salah satu pihak
berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak
lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (secara langsung),
maupun secara psikologis (secara tidak langsung). Misalnya perbudakan
adalah suatu coercion, dimana interaksi sosialnya didasarkan pada
penguasaan majikan atas budaknya. Budak dianggap sama sekali tidak
mempunyai hak-hak apapun. Hal sejenis mungkin juga kita jumpai seperti
dalam hubungan antara majikan atau pemilik perusahaan dengan buruh.
Pada negara-negara totaliter, coercion juga dijalankan, ketika
suatu kelompok minoritas yang berada di dalam masyarakat memegang
kekuasaan. Hal ini sama sekali tidak berarti bahwa dengan coercion tak
akan dapat dicapai hasil-hasil yang baik bagi masyarakat.
48
b) Compromise
Compromise adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak
yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu
penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah
bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami
keadaan pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya. Misalnya traktat
antara beberapa negara, akomodasi antara beberapa partai politik karena
sadar bahwa masing-masing memiliki kekuatan sama dalam suatu
pemilihan umum, dan seterusnya.
c) Arbitration
Arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai compromise,
apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua
belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari
pihak-pihak yang bertentangan, seperti terlihat dalam penyelesaian
masalah perselisihan perburuhan.
d) Mediation
Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation
diundang pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada.
Pihak ketiga tersebut tugas utamanya adalah untuk mengusahakan suatu
penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah sebagai
penasihat belaka. Dia tak mempunyai wewenang untuk memberi
keputusan penyelesaian perselisihan tersebut.
e) Conciliation
Concilitation adalah suatu usaha untuk mempertemukan
keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya
persetujuan bersama.
Conciliation bersifat lebih lunak daripada coercion dan membuka
kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan
asimilasi. Suatu contoh dari conciliation adalah adanya panitia-panitia
tetap di Indonesia yang khusus bertugas untuk menyelesaikan persoalanpersoalan perburuhan, di mana duduk wakil-wakil perusahaan, wakilwakil buruh, wakil-wakil Departemen Tenaga Kerja dan seterusnya
khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah,
hari-hari libur dan lain sebagainya.
49
f) Tolerantion
Tolerantion juga disebut dengan tolerant-participation. Ini
merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal
bentuknya.
Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa
direncanakan karena adanya watak orang-perorangan atau kelompokkelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu
perselisihan. Dari sejarah dikenal bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang toleran yang sedapat mungkin menghindarkan diri dari
perselisihan-perselisihan.
g) Stalemate
Stalemate merupakan suatu akomodasi, di mana pihak-pihak
yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti
pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
Hal ini disebabkan karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada
kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur. Stalemate
tersebut, misalnya, terjadi antara Amerika Serikat dengan Rusia di bidang
nuklir.
h) Adjudication
Adjudication yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di
pengadilan. Walaupun tersedia bermacam-macam bentuk akomodasi
seperti diuraikan dan telah banyak ketegangan-ketegangan yang teratasi,
masih saja ada unsur-unsur pertentangan laten yang belum dapat diatasi
secara sempurna. Bagaimanapun juga akomodasi tetap perlu, apalagi
dalam keadaan dunia dewasa ini yang penuh ketegangan.
Selama orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia
masih mempunyai kepentingan-kepentingan yang tidak bisa diselaraskan
antara satu dengan lainnya, akomodasi tetap diperlukan.
Produk Akomodasi
Proses akomodasi menghasilkan beberapa hal terkait dengan
manusia dengan manusia yang lain, antara lain:
a) Integrasi Masyarakat
Akomodasi menghindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan latent yang kemungkinan besar akan melahirkan pertentangan
baru. Contoh: ketika orang-orang Inggris menjajah Singapura dan
Malaysia, mereka telah memasukan suatu kebudayaan baru terhadap
masyarakat taklukannya. Bahasa, sistem feodalisme, hukum, dan
seterusnya diubah dan diganti. Dalam proses tersebut terjadi
50
perkawinan campuran dan banyak orang Malaysia yang mendapat
kedudukan baru yang tinggi.
Keadaan tersebut mengurangi jarak sosial (social distance) antara
penjajah dengan yang dijajah. Selain itu, akomodasi juga menahan
keinginan-keinginan untuk bersaing.
b) Menekan oposisi
Sering kali suatu persaingan terjadi demi keuntungan suatu kelompok
tertentu (misalnya golongan produsen) dan kerugian pihak lain
(misalnya konsumen). Akomodasi antara golongan produsen yang
mula-mula bersaing dapat menyebabkan turunnya harga, karena
barang-barang dan jasa-jasa lebih mudah sampai kepada konsumen.
c) Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
Kondisi tampak bilamana ada dua orang, misalnya, bersaing untuk
menduduki jabatan pimpinan suatu partai politik. Persaingan terjadi
dengan sengit, tetapi setelah salah satu terpilih, biasanya yang kalah
diajak untuk bekerjasama demi keutuhan dan integrasi partai politik
tersebut.
d)
Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai
dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat di berbagai
bidang menuntut terjadinya perubahan kelembagaan pada masyarakat tersebut, baik terjadi secara langsung maupun tidak langsung.
Perubahan ini merupakan konsekuensi untuk menyesuaikan dengan
laju perkembangan masyarakat.
e) Perubahan-perubahan dalam kedudukan
Pertentangan telah menyebabkan kedudukan individu dalam organisasi menjadi goyah dan akomodasi akan mengukuhkan kembali kedudukan, karena akomodasi menimbulkan penetapan baru terhadap
kedudukan orang-perorangan dan kelompok.
f) Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi
Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal
dan dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah
untuk saling mendekati.
c. Asimilasi (Assimilation)
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Asimilasi
ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan
51
yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak,
sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingankepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia tidaklagi membedakan dirinya dengan
kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai
orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya
dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok.
Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi, batasbatas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur
menjadi satu kelompok. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan
pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat
emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit
mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan.
Proses asimilasi terjadi bila: (1) kelompok-kelompok manusia
yang berbeda kebudayaannya; (2) orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang
lama sehingga; (3) kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok
manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Asimilasi terkait erat dengan pengembangan sikap dan cita-cita
yang sama dari sekelompok manusia. Didalam proses tersebut ada beberapa bentuk interaksi sosial yang mengarah ke suatu proses asimilasi
(interaksi yang asimilatif) bila memiliki syarat-syarat sebagai berikut.
1. bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, di mana pihak yang
lain tadi juga berlaku sama. Seorang siswa yang jujur dan baik tata
lakunya misalnya, tidak akan mungkin hidup bersama-sama dengan
rekannya yang licik di dalam satu kamar di asrama. Walaupun
mahasiswa yang jujur dan baik tadi berusaha untuk bersikap toleran
terhadap rekannya tetapi tak akan terjadi suatu persahabatan karena
pihak yang lain bersikap sebagai musuh.
2. proses interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan
atau pembatasan-pembatasan. Misalnya halangan untuk melakukan
perkawinan campuran/beda suku, pembatasan untuk sekolah di lembaga-lembaga pendidikan tertentu, adanya hambatan untuk berkumpul atau bertemu dalam suatu organisai, dan sebagainya.
3. interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer. Misalnya upaya
untuk membentuk sebuah organisasi multilateral/bilateral akan terhalang oleh adanya kesukaran melakukan interaksi langsung dan primer
antara negara-negara bersangkutan. Bisa saja masalahnya menyangkut keamanan, kepentingan ekonomi, atau kedaulatan.
52
4. frekuensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan
antara pola-pola asimilasi tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapantanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering
dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan
dikembangkan. Mengadakan interaksi sosial yang asimilatif dengan
suku-suku tradisional di Indonesia yang masih terasing merupakan
hal yang sulit karena para warganya kurang mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan para warga masyarakat lain.
Dengan menggunakan kata lain, tak ada asimilasi yang bersifat
pasif, di mana salah-satu pihak hanya menunggu dan menerima saja.
Maka, asimilasi yang dipaksakan juga tidak mungkin apabila paksaan
atau kekerasan tersebut hanya merupakan halangan terhadap terjadinya
interaksi sosial. Keadaan tersebut terlihat, misalnya, pada asimilasi
antara masyarakat dengan bekas narapidana.
Apabila masyarakat beranggapan bahwa riwayat hidup seorang
bekas narapidana merupakan halangan bagi terjadinya interaksi sosial
penuh dengan warga-warga masyarakat lainnya, ada keraguan apakah
masyarakat akan dapat menerimanya kembali. Dalam keadaan demikian,
dapat dimengerti mengapa bekas narapidana tadi pada akhirnya akan
kembali mengadakan interaksi dengan golongan bekas narapidana lain
atau penjahat.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa faktorfaktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain
adalah: (1) toleransi; (2) kesempatan-kesempatan yang seimbang di
bidang ekonomi; (3) sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya;
(4) sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat; (5)
persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan; (6) perkawinan campuran
(amalgamation); (7) adanya musuh bersama dari luar (Soekanto; 1990).
Proses asimilasi tak akan terjadi walaupun terdapat pergaulan
yang intensif dan luas antara kelompok-kelompok yang bersangkutan.
Hal ini terjadi bila antara kelompok-kelompok tersebut tidak ada sikap
toleran dan simpati.
Dalam keadaan demikian proses asimilasi akan macet. Misalnya,
hubungan antara orang-orang Tionghoa di Indonesia yang bergaul intens
dan luas dengan orang-orang asli Indonesia sejak bertahun-tahun yang
lalu, tetapi belum juga terintegrasi ke dalam masyarakat Indonesia. Hal ini
terjadi karena adanya sejarah politik pemerintah Belanda sewaktu
menjajah Indonesia yang meletakkan orang Tionghoa lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan orang Indonesia; adanya perbedaan ciriciri badaniah; in-group feeling yang sangat kuat pada golongan Tionghoa
sehingga mereka lebih kuat mempertahankan identitas sosial dan
kebudayaannya yang eksklusif; dan dominasi ekonomi.
53
Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya
asimilasi adalah sebagai berikut.
1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat
(biasanya golongan minoritas)
Contoh adalah orang-orang Indian di Amerika Serikat yang diharuskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu (disebut
reservation). Mereka serlah-olah disimpan dalam sebuah kotak
tertutup, sehingga hampir tak mungkin ada hubungan bebas yang
intensif dengan orang-orang kulit putih. Sebaliknya orang kulit
putihpun kurang mengetahui tentang seluk-beluk masyarakat Indian
sehingga antara kedua belah pihak timbul prasangka-prasangka.
Prasangka merupakan faktor penghalang berlangsungnya asimilasi.
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan
sehubungan dengan itu sering kali menimbulkan faktor ketiga.
3. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi.
Contoh proses asimilasi antara suku-suku bangsa di Indonesia yang
masih lamban lantaran sikap toleransi dan simpati belum berkembang
dengan semestinya. Pengetahuan tentang suku-suku bangsa lain
hanya terbatas pada unsur-unsur lahiriah belaka seperti tari-tarian
dan pakaian daerah, alat musik, jenis upacara-upacara, dan sebagainya. Pengetahuan mengenai unsur-unsur kebudayaan lainnya seperti
lembaga-lembaga kemasyarakatan, pola-pola perilaku, sistem kekeluargaan dan sebagainya, belum mendalam sehingga sering
menimbulkan prasangka.
Prasangka tersebut tidak jarang menyebabkan timbulnya rasa takut
terhadap kekuatan sesuatu kebudayaan tertentu.
4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu
lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
Di Indonesia, umpamanya, perasaan superior masih ada terutama
terhadap beberapa suku bangsa tertentu yang taraf kebudayaannya
secara relatif masih rendah, seperti misalnya terhadap suku-suku
bangsa dari daerah Papua yang sebagian besar masih hidup di alam
bebas.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan
ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya
asimilasi.
6. In-group feeling yang kuat dapat pula menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In-group feeling berarti adanya suatu perasaan
yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan. Sikap seperti ini tampak sangat kuat
pada beberapa golongan minoritas di Indonesia, misalnya Arab,
54
Tionghoa, India, yang mempertajam perbedaan-perbedaan antara
mereka dengan orang-orang Indonesia (asli).
7. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap golongan minoritas
lain yang dapat mengganggu kelancaran proses asimilasi adalah
apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari
golongan yang berkuasa.
8. Kadangkala faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah
dengan pertentangan-pertentangan pribadi juga dapat menyebabkan
terhalangnya proses asimilasi.
Kepentingan-kepentingan yang berbeda terutama yang bersifat
primer dapat menyebabkan dipertajamnya perbedaan-perbedaan antara
lembaga-lembaga kemasyarakatan pada golongan-golongan tersebut.
Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial
dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut
terakhir biasa dinamakan akulturasi.
d. Akulturasi (Acculturation)
Akulturasi terjadi bila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan yang tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa sehinggaunsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan
sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri. Misalnya dapat dilihat proses akulturasi yang terjadi pada
masyarakat Indonesia antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Proses akulturasi yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan
integrasi antar unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur
kebudayaan sendiri. Dengan demikian, unsur kebudayaan asing tidak lagi
dilihat dan dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar. Namun demikian
hal ini terjadi tidak begitu saja, tetapi melalui proses pengolahan yang
berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Misalnya, sistem pendidikan
nasional, pada saat ini banyak meniru dari sistem pendidikan yang
berasal dari negara lain yang sudah mengalami banyak penyesuaian.
Walaupun sudah melalui proses yang cukup lama, tidak menutup
kemungkinan timbulnya kegoncangan budaya (cultural shock) pada
kelompok masyarakat tertentu sebagai akibat dari adanya berbagai
permasalahan dalam proses akulturasi. Hal ini terjadi karena masyarakat
mengalami frustasi ketika muncul perbedaan yang tajam antara cita-cita
dengan kenyataan.
2. Proses yang Disosiatif
Proses-proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional
processes, yang sama halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada
55
setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh
kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan.
Apakah suatu masyarakat lebih menekankan oposisi, atau lebih
menghargai kerja sama? Hal itu tergantung pada unsur-unsur
kebudayaan terutama yang menyangkut sistem nilai, struktur masyarakat,
dan sistem sosialnya. Faktor yang paling menentukan sebenarnya adalah
sistem nilai masyarakat tersebut.
Masyarakat Amerika Serikat, misalnya, bersifat kompetitif;
berhasilnya seseorang ditentukan oleh faktor materi dan individualisme
sangat dihargai. Sebaliknya masyarakat Indonesia pada umumnya
bersifat kooperatif karena sistem nilai dalam masyarakat kita lebih
menghargai bentuk kerja sama dibandingkan dengan kompetisi atau
bentuk proses sosial yang bersifat disosiatif.
Pada masyarakat tertutup, gerak sosial vertikal hampir tidak ada
sebagaimana misalnya pada masyarakat yang mengenal sistem kasta.
Persaingan antara kasta tidak begitu banyak terjadi, walau persaingan
antar anggota suatu kasta tertentu ada yang disebabkan oleh tingkatan
hierarkis kasta-kasta tersebut ditentukan menurut kelahiran warga dan
sistem kepercayaan yang telah tertanam dalam masyarakat.
Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu.
Terbatasnya makanan, tempat tinggal, serta faktor-faktor lain telah
melahirkan beberapa bentuk kerja sama dan oposisi. Pola-pola oposisi
tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle
or existence), yaitu suatu keadaan di mana manusia yang satu
tergantung pada kehidupan manusia yang lainnya, yang menimbulkan
kerja sama untuk tetap dapat hidup. Perjuangan ini mengarah pada
paling sedikit tiga hal, yaitu perjuangan manusia melawan sesama,
perjuangan manusia melawan makhluk-makhluk jenis lain serta perjuangannya melawan alam.
Perjuangan manusia melawan sesama dapat dilihat pada usaha
manusia untuk melindungi dirinya dari kekuatan-kekuatan dalam
masyarakat; sedangkan yang kedua dapat dilihat pada usaha-usaha
manusia untuk melindungi dirinya terhadap binatang buas. Perjuangan
menghadapi alam, dapat dilihat dari upaya manusia bekerja keras supaya
dapat bertahan karena tidak di semua tempat keadaan alam menguntungkan kehidupan manusia. Proses interaksi sosial yang disosiatif
meliputi: persaingan, kontravensi dan pertentangan atau konflik.
a. Persaingan (Competition)
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses
sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing
56
mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu
masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan
maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau
dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan
ancaman atau kekerasan.
Persaingan mempunyai dua tipe umum, yakni yang bersifat
pribadi dan tidak pribadi. Persaingan yang bersifat pribadi, dinamakan
rivalry, antara orang dengan orang, atau individu dengan individu secara
langsung bersaing untuk memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu
organisasi, memperoleh prestasi tertinggi, mendapatkan penghargaan
dan sebagainya. Persaingan yang tidak bersifat pribadi adalah
persaingan antar kelompok, misalnya antara dua perusahaan besar yang
bersaing dalam memasarkan produknya di suatu wilayah tertentu.
Persaingan yang terjadi diantara umat manusia dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa beberapa bentuk persaingan, antara
lain:
1. Persaingan ekonomi
Persaingan di bidang ekonomi timbul karena terbatasnya persediaan
apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen. Dalam teori ekonomi
klasik, persaingan bertujuan untuk mengatur produksi dan distribusi.
Persaingan merupakan salah satu cara untuk memilih produsenprodusen yang baik. Bagi masyarakat selaku konsumen, hal demikian
dianggap menguntungkan karena produsen yang terbaik akan memenangkan persaingannya dengan cara memproduksi barang dan jasa
yang lebih baik dan dengan harga yang rendah.
Namun, kenyataannya tidak selalu demikian karena kemungkinan
besar untuk mempertahankan kehidupan bersama, perusahan besar
harus melakukan kerjasama. Selain itu, perusahaan besar yang mulamula bersaing sering kali harus bekerja sama untuk dapat memonopoli pasaran jenis barang barang tertentu.
2. Persaingan kebudayaan
Persaingan dalam bidang kebudayaan menyangkut persaingan di
bidang keagamaan, bahasa, kesenian, lembaga kemasyarakatan
seperti pendidikan, dan sebagainya. Persaingan kebudayaan dapat
dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan negara-negara maju dengan
memberi kesempatan kepada siswa-siswa Indonesia untuk melakukan kajian terhadap kebudayaannya, memberi beasiswa dan
kesempatan belajar kebudayaan setempat dan sebagainya.
3. Persaingan kedudukan dan peranan
Adalah persaingan untuk mendapatkan kedudukan atau peranan
yang lebih tinggi dalam suatu organisasi. Apabila seseorang
dihinggapi perasaan bahwa kedudukan dan peranannya sangat
57
rendah, dia pada umumnya hanya menginginkan kedudukan dan
peranan yang sederajat dengan orang-orang lain. Selanjutnya orangorang yang mempunyai rasa rendah diri yang tinggi pada umumnya
mempunyai keinginan kuat untuk mengejar kedudukan dan peranan
yang terpandang dalam masyarakat sebagi kompensasi. Kedudukan
dan peranan yang dikejar tergantung dari apa yang paling dihargai
oleh masyarakat pada suatu masa tertentu.
4. Persaingan ras
Perbedaan ras, baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh,
maupun corak rambut dan sebagainya, hanya merupakan suatu
perlambang kesadaran dan sikap atas perbedaan-perbedaan dalam
kebudayaan. Hal ini disebabkan karena ciri-ciri badaniah lebih mudah
terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya. Misalnya persaingan antara kulit hitam dan kulit putih di Amerika Serikat, persaingan
antara suku madura dan suku jawa dalam memperebutkan imej
sebagai pedagang sate, dan banyak lagi contoh-contoh kasus tentang
hal ini.
Persaingan dalam kehidupan manusia mempunyai beberapa
fungsi, antara lain: (1) menyalurkan keinginan-keinginan individu atau
kelompok yang bersifat kompetitif; (2) sebagai jalan di mana keinginan,
kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat
perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing; (3) dalam
hal ini persaingan berfungsi untuk menyuguhkan alternatif-alternatif sehingga keinginan tadi terpuaskan sebanyak mungkin; (4) sebagai alat
untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial, persaingan
berfungsi untuk mendudukkan individu pada kedudukan serta peranan
yang sesuai dengan kemampuannya; dan (5) sebagai alat menyaring
para warga golongan yang fungsional untuk kepentingan kelompok atau
organisasi.
Persaingan antar manusia dalam kehidupannya, membawa akibat
yang mungkin saja bersifat asosiatif atau disosiatif. Suatu persaingan
bisa membawa akibat pada: (1) pengembangan atau perubahan
kepribadian seseorang; (2) kemajuan masyarakat; (3) solidaritas
kelompok; dan (4) disorganisasi.
b. Kontravensi (Contravention)
Kontravensi adalah suatu bentuk proses sosial yang berada
diantara persaingan dan pertentangan atau konflik. Kontravensi ditandai
oleh adanya gejala ketidakpastian mengenai diri seorang atau suatu
rencana dan persaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, keraguraguan terhadap kepribadian seseorang.
58
Kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap
orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan
tertentu. Sikap tersembunyi ini bisa berubah menjadi kebencian, akan
tetapi tidak menjadi sebuah pertentangan atau konflik. Contoh sikap kita
terhadap orang yang tidak disukai, sikap terhadap guru yang tidak
disenangi, atau sikap kita terhadap program pemerintah yang tidak
sesuai dengan keinginan.
Bentuk-bentuk kontravensi yang terjadi dalam kehidupan manusia
antara lain adalah sebagai berikut.
1. Perbuatan-perbuatan seperti penolakan, perlawanan, menghalang-halangi, protes, mengganggu, mengacaukan rencana
orang lain dan sebagainya.
2. Pernyataan keras tentang sesuatu di muka umum, memaki-maki
baik secara langsung atau menggunakan media surat, tulisan,
memfitnah dan sebaginya.
3. Menghasut, menyebar desas-desus, mengecewakan pihak lain
dan sebagainya.
4. Menceritakan rahasia pihak lain, berkhianat dan sebagainya.
5. Mengejutkan lawan, mengganggu, membingungkan lawan
Tipe-tipe kontravensi yang terjadi dalam kehidupan manusia
antara lain: (1) kontravensi antar generasi dalam masyarakat; (2)
kontravensi yang menyangkut seksual; (3) kontravensi parlementer; (4)
kontravensi antar masyarakat; (5) antagonisme keagamaan; (6)
kontravensi intelektual; dan (7) oposisi moral.
c. Pertentangan (conflict)
Perbedaan-perbedaan pada manusia, baik itu fisik, pendapat, ide,
maupun sikap dan perilaku bilamana berlebihan dalam menyikapi bisa
menjadikan konflik antara yang bersangkutan.
Pertentangan atau konflik adalah suatu proses sosial dimana
individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya
dengan jalan menantang fihak lawan yang disertai dengan ancaman atau
kekerasan. Perasaan memegang peranan penting terjadinya konflik,
perasaan benci dan marah mendorong seseorang untuk melukai,
menyerang bahkan menghancurkan pihak lain.
Konflik antar manusia baik secara individual maupun kelompok
pada umumnya disebabkan oleh: (1) perbedaan pendirian dan perasaan
diantara individu atau kelompok; (2) perbedaan kebudayaan diantara
kelompok; (3) perbedaan kepentingan antar individu dalam kelompok;
dan (4) perubahan sosial, ang terjadi bisa mengakibatkan terjadinya
konflik, karena adanya perbedaan yang keras dinatara manusia tentang
nilai-nilai.
59
Pertentangan atau konflik mempunyai beberapa bentuk,
diantaranya adalah: (1) pertentangan pribadi; (2) pertentangan rasial; (3)
pertentangan antara kelas-kelas sosial; (antara majikan-buruh); (4)
pertentangan politik; dan (5) pertentangan internasional.
Sedangkan akibat dari adanya pertentangan dalam hidup
manusia adalah: (1) meningkatkan solidaritas sosial in-group; (2) goyah
dan retaknya persatuan; (3) perubahan kepribadian para individu; (4)
hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia; dan (5)
akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak.
Tugas 1.4
Kehidupan pada masa sekarang ini, kalau kita ingin eksis dan
sukses, kita tidak bisa melepaskan diri pada: (a) kerjasama (b)
persaingan, (c) akomodasi, dan (d) konflik.
1. Bagaimana pendapatmu terhadap pernyataan diatas?
Mengapa?
2. Bagaimana caranya agar manusia dapat melaksanakan
empat hal tersebut secara baik?
3. Sebagai siswa SMK, bagaimana cara kalian dalam
menghadapi empat hal tersebut diatas?
60
E. RINGKASAN
Manusia selain dikenal sebagi makluk individu juga dikenal
sebagai makluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu mengarah
kepada karakteristik khas yang dimiliki manusia sebagai makhluk hidup
yang membedakan dirinya dengan makhluk hidup yang lain, serta
dengan manusia yang lain.
Keberbedaan yang dimiliki oleh setiap manusia, menjadi
kekhasan yang melekat pada diri manusia yang bersangkutan, dan
menjadi identitas dari yang bersangkutan, serta yang membedakan
dengan manusia yang lainnya. Karakter yang khas ini mempengaruhi
kebutuhan manusia dan cara-cara yang dilakukan manusia dalam
memenuhi kebutuhannya.
Manusia sebagi makluk sosial artinya, manusia memiliki
kemampuan dan kebutuhan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi serta berkelompok dengan manusia yang lain. Tujuan
manusia berkelompok adalah untuk meningkatkan kebahagiaan dan
kesejahteraan hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya, disadari atau
tidak, manusia berkelompok mempunyai tujuan meningkatkan
kebahagiaan hidupnya. Melalui kelompok manusia bisa memenuhi
berbagai macam kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan
kebahagiaan dan keberdayaan hidup manusia hanya bisa dipenuhi
dengan cara berkelompok.
Perilaku kolektif (berkelompok) pada diri manusia, juga dimiliki
oleh makluk hidup yang lain, seperti semut, lebah, burung bangau, tetapi
terdapat perbedaan yang esensial antara perilaku kolektif pada diri
manusia dan perilaku kolektif pada binatang. Kehidupan berkelompok
(perilaku kolektif) binatang bersifat naluri, artinya sudah pembawaan dari
lahir, sebaliknya perilaku kolektif manusia bersifat dinamis, berkembang,
dan terjadi melalui proses belajar (learning process).
Kepribadian diartikan sebagai sifat hakiki seseorang yang
tercermin pada sikap dan perilakunya yang membedakan dirinya dengan
orang lain. Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan
perbedaan tingkah-laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia
secara antropologis disebut dengan kepribadian atau personality. Dalam
bahasa populer, istilah "kepribadian" juga berarti ciri-ciri watak seseorang
individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas
sebagai individu yang khusus.
Unsur-unsur dari kepribadian meliputi: pengetahuan, perasaan
dan dorongan hati. Pengetahuan sebagai salah satu unsur kepribadian
memiliki aspek-aspek sebagai berikut: penggambaran, apersepsi,
pengamatan, konsep, dan fantasi yang berada di alam sadar manusia.
Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena
pengaruh pengetahuannya dinilainya sebagai keadaan positif atau
negatif. Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga
61
mengandung berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena
pengaruh pengetahuannya, melainkan karena sudah terkandung dalam
organismanya, dan khususnya dalam gen-nya sebagai naluri. Kemauan
yang sudah merupakan naluri pada tiap makhluk manusia tersebut,
disebut dorongan (drive).
Pembentukan kepribadian seseorang berlangsung dalam suatu
proses yang disebut dengan sosialisasi, yaitu suatu proses dengan mana
seseorang menghayati (mendarah-dagingkan-internalize) norma-norma
kelompok dimana ia hidup sehingga muncullah dirinya yang “unik”.
Faktor-faktor dalam perkembangan kepribadian sebagai proses
sosialisasi mencakup: (1) warisan biologis, (2) lingkungan fisik, (3)
kebudayaan, (4) pengalaman kelompok, dan (5) pengalaman unik.
Suatu teori kepribadian harus mampu memberikan jawaban atas
pertanyaan “apa”, “bagaimana”, “dan “mengapa” tentang tingkah laku
manusia. Beberapa teori kepribadian yang dikenal dalam kajian sosiologi,
psikologi maupun antropologi, secara umum dapat dikelompokkan
menjadi beberapa bagian, yaitu: (1) teori kepribadian yang berorientasi
psikodinamik, teori ini berpandangan bahwa sebagian terbesar tingkah
laku manusia digerakkan oleh daya-daya psikodinamik seperti motifmotif, konflik-konflik, dan kecemasan-kecemasan; (2) teori kepribadian
yang berorientasi holisitik, teori ini berpandangan bahwa manusia
merupakan suatu organisme yang utuh atau padu dan bahwa tingkah
laku manusia tidak dapat dijelaskan semata-mata berdasarkan aktifitas
bagian-bagiannya. Selain itu kelompok teori ini juga disebut dengan teori
kepribadian yang berorienttasi fenomenologis, karena teori ini menekankan pentingnya cara sang individu manusia dalam mempersepsikan
dan mengalami dirinya serta dunia sekelilingnya; (3) teori kepribadian
yang berorientasi sifat (trait theories) atau teori tipe (type theories), teori
ini berpandangan bahwa sebagian terbesar manusia memiliki sifat-sifat
tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara
tertentu, sifat yang stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku
secara relatif tetap dari situasi ke situasi; dan (4) teori kepribadian yang
berorientasi behavioristik, teori ini menekankan proses belajar serta
peranan lingkungan yang merupakan kondisi langsung belajar, dalam
menjelaskan tingkah laku.
Kepribadian manusia bentuknya khas dan unik sehingga menjadi
identitas yang bersangkutan, namun demikian tidak berarti di dunia ini
bentuk kepribadian manusia sejumlah manusia yang ada di permukaan
bumi. Beberapa ahli mencoba mengelompokkan bentuk kepribadian
manusia tersebut dalam beberapa bentuk. Identifikasi tentang bentuk
kepribadian manusia yang disebut dengan Indikator Tipe Myers-Briggs
(MBTI) yaitu, suatu tes kepribadian yang menyadap 4 karakteristik dan
62
mengelompokkan orang-orang kedalam 16 kelompok, yaitu (1) ekstrovert
atau introvert (E atau I); (2) menginderai (sensing) atau intuitif (S atau N);
(3) berpikir (thinking) atau merasakan (feeling) (T atau F); (4) merasakan
(perceiving) atau menimbang-nimbang (judging) (P atau J).
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan,
antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan
dengan kelompok manusia. Bilamana dua orang bertemu, maka
dimulailah terjadi interaksi sosial, diawali saling menegur, berjabat
tangan, saling berbicara bertengkar atau bahkan mungkin berkelahi.
Interaksi sosial hanya berlangsung apabila terjadi reaksi dari
kedua belah pihak. Apabila seseorang memukul kursi misalnya, tidak
akan terjadi suatu interaksi sosial karena kursi tersebut tidak akan
bereaksi, dan mempengaruhi orang yang telah memukulnya.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor,
antara lain, faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor
tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam
keadaan tergabung.
Suatu interaksi sosial terjadi apabila (1) adanya kontak sosial
(social-contact); dan (2) adanya komunikasi. Kontak sosial dapat bersifat
positif atau negatif. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada
suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu
pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu
interaksi sosial.
Interaksi sosial yang terjadi diantara manusia dapat berupa kerja
sama
(cooperation),
persaingan
(competition),
akomodasi
(accomodation), dan juga berbentuk pertentangan atau pertikaian
(conflict). Bentuk-bentuk interaksi tersebut dapat dikelompokkan dalam
proses-proses yang asosiatif dan proses disosiatif.
63
BAB 2
KEBANGKITAN NASIONAL
Terwujudnya Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik
Indonesia merupakan suatu proses sejarah dan berlangsung dalam
waktu yang relatif lama.
Kesadaran dan kemauan untuk membentuk dan menjadi
kelompok bangsa dan negara Indonesia berlangsung melalui proses
yang berliku-liku serta membawa korban bukan hanya harta tetapi nyawa
yang tidak bisa dihitung jumlahnya. Belum lagi pengorbanan dalam
bentuk psikhis yang dialami oleh rakyat Indonesia.
Proses pembentukan bangsa dan negara Indonesia bukan karena
didasarkan faktor sosial politik saja, tetapi juga didasarkan pada aspek
psikologis rakyat Indonesia, yaitu adanya perasaan yang sama, nasib
yang sama serta cita-cita yang sama dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan hidup bersama.
Paparan dalam bab ini menguraikan tentang sejarah yang
menjadi latar belakang utama munculnya kesadaran rakyat Indonesia
untuk bersama-sama berkelompok dalam wadah negara Indonesia.
Faktor ini pula yang menjadi dasar pembentukan dan penyelenggaraan
hidup bernegara Republik Indonesia.
A. KOLONIALISME DAN IMPERIALISME DI INDONESIA
Kolonialisme berasal dari kata koloni yaitu daerah pendudukan.
Pada awalnya istilah kolonialisme diartikan dengan menanam sebagian
masyarakat di luar batas atau lingkungan daerahnya. Kolonialisme
merupakan politik yang dijalankan mengenai suatu koloni, suatu daerah
jajahan, sebagai bagian dari imperium (Rochmadi, 1993).
Imperialisme berasal dari kata imperare atau imperium yang artinya
daerah pendudukan. Imperialisme mempunyai pengertian sebagai suatu
perluasan wilayah atau daerah kekuasaan/jajahan baik dengan cara
halus (dengan kekuatan ekonomi, budaya dan ideologi) ataupun dengan
paksaan (dengan kekuatan bersenjata) yang dipergunakan untuk
kepentingan sendiri (negara atau imperiumnya).
Istilah imperialisme pertama kali dipergunakan pada abad XIX di
Inggris untuk menjelaskan politik luar negeri yang ditujukan pada
perluasan kekuasaan kerajaan Inggris.
Beberapa ahli memberi pengertian yang berbeda antara
kolonialisme dan imperialisme, tetapi ada juga yang memberi makna
sama. Kedua-duanya secara rasional bisa diterima kebenarannya, tetapi
dalam kesempatan ini kedua konsep tersebut dimaknai sama.
64
1. Imperialisme Belanda dan Inggris
Kolonialisme negara-negara barat masuk ke Indonesia sejak abad
ke-16, yang dipelopori oleh Portugis dengan cara monopoli perdagangan
rempah-rempah dan ditandai dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis
tahun 1511. Kedatangan Portugis yang membawa keberhasilan itu diikuti
bangsa-bangsa lain diantaranya Belanda.
Belanda datang ke Indonesia dengan tujuan utama untuk
menguasai perdagangan rempah-rempah di nusantara, yang pada waktu
itu dikuasai oleh pedagang-pedagang Islam. Rempah-rempah pada
waktu itu merupakan barang perdagangan yang sangat penting di Eropa
dan memberi keuntungan yang sangat besar bagi para pedagang di
Eropa.
Kedatangan Belanda ke Indonesia, tidak terlepas dari pengaruh
upaya untuk mendapatkan “gold, gospeld dan glory” yang menjadi ciri
khas dari praktek imperialisme kuno, dimana penguasaan wilayah lain
sebagai tujuan untuk mendapatkan kekayaan dalam bentuk emas,
mendapatkan kejayaan karena menguasai daerah lain, dan penyebaran
agama nasrani sebagaimana permintaan gereja.
Pada awal kedatangannya ke wilayah Indonesia, Belanda hanya
ingin menguasai secara monopoli jalur perdagangan rempah-rempah di
nusantara, mulai dari daerah Maluku menuju ke Malaka, yang selanjutnya
mengirimkannya ke Eropa.
Dalam upaya menguasai jalur perdagangan rempah-rempah di
nusantara, pemerintah Belanda mendirikan badan perniagaan “kongsi
dagang” yang bernama Vereenigne Oost Indische Compagnie (VOC)
pada 1602. Tujuan didirikannya perkumpulan dagang ini adalah untuk
mengintensifkan perdagangan di kawasan nusantara dan menghindari
persaingan tidak sehat di antara para pedagang Belanda sendiri. Intinya
tujuan pendirian VOC adalah untuk memperoleh keuntungan sebanyakbanyaknya dalam perdagangan dengan cara menguasai, memonopoli
perdagangan rempah-rempah di Indonesia.
Pedagang-pedagang di nusantara yang berasal dari Jawa, Bugis,
Arab, dan Cina mengalami kerugian yang sangat besar terutama setelah
didirikannya Vereenigne Oost Indische Compagnie (VOC). Secara
perlahan pedagang-pedagang nusantara yang selama ini menguasai jalur
perdagangan rempah-rempah di kawasan nusantara mengalami kerugian
dan hancur dengan sendirinya, apalagi setelah VOC diberikan hak yang
cukup besar dalam bidang politik dan militer oleh pemerintah Belanda
dalam menjalankan kongsi dagangnya. Oleh karena itu VOC tidak segansegan menggunakan kekuatan bersenjata dan militer dalam melaksanakan kongsi dagangnya, yaitu memperoleh keuntungan yang sebesar-
65
besarnya dengan cara memonopoli perdagangan rempah-rempah dan
berbagai macam hasil bumi lainnya di wilayah nusantara.
Perusahaan dagang ini diberikan hak-hak istimewa oleh Pemerintah
Belanda. Hak-hak yang diberikan kepada VOC itu disebut hak octrooi,
yang isinya memberikan hak kepada VOC sebagai berikut.
1. memperoleh hak monopoli perdagangan;
2. memperoleh hak untuk mencetak dan mengeluarkan uang sendiri;
3. dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia;
4. berhak mengadakan perjanjian;
5. berhak memaklumkan perang dengan negara lain;
6. berhak menjalankan kekuasaan kehakiman;
7. berhak mengadakan pemungutan pajak;
8. berhak memiliki angkatan perang sendiri;
9. berhak mengadakan pemerintahan sendiri.
Akibat hak-hak monopoli yang dimilikinya, VOC bisa memaksakan
kehendaknya pada perusahaan-perusahaan perdagangan nusantara
untuk mengikuti kehendak VOC, yang sangat merugikan para pedagang
nusantara. Tindakan ini tentu saja menimbulkan permusuhan dari para
pedagang nusantara, apalagi sistem monopoli bertentangan dengan
sistem tradisional yang berlaku saat itu. Jaringan perdagangan rempahrempah Maluku ke Malaka yang dikuasai pedagang Islam akhirnya jatuh
ke tangan VOC.
Dalam upaya mempertahankan monopoli perdagangannya, VOC
meningkatkan kekuatan militernya dengan cara membangun bentengbenteng pertahanan. Benteng-benteng pertahanan tersebut didirikan di
Ambon, di Malaka (setelah direbut dari Portugis), di Makassar, dan di
Jayakarta (yang pada 1619 diubah namanya menjadi Batavia). Kota
Batavia ini menjadi pelabuhan penting alternatif dari Maluku dan Malaka
selain juga menjadi pusat operasional VOC atas seluruh nusantara.
Penguasa Jayakarta, Pangeran Jayakarta, tidak berhasil mengusir
penguasa VOC, tetapi sebaliknya Jan Pieterzoon Coen pimpinan VOC,
berhasil menguasai seluruh kota ke tangan VOC.
Praktek VOC dalam melakukan monopoli perdagangan serta
memaksakan kekuasaannya terhadap kerajaan-kerajaan di nusantara
sangat tidak manusiawi dan menyakitkan. Cara-cara kekerasan, peperangan, adu domba, penindasan, dan tindakan kasar lainnya telah
menyebabkan penderitaan yang tidak terkirkan bagi bangsa Indonesia.
Misalnya pada 1620 VOC telah mengusir dan membunuh seluruh penduduk yang tidak mau menyerahkan rempah-rempahnya pada mereka
(Ricklefs, 1991).
Pada tahun-tahun berikutnya, satu persatu pusat-pusat
perdagangan Islam nusantara dihancurkan dan dikuasainya. Demikian
66
juga dengan kerajaan-kerajaan di nusantara. Cara-cara tipu muslihat,
adu-domba, penetrasi terhadap urusan internal kerajaan, terutama di
Jawa ditempuhnya. Selama kurang lebih 200 tahun, beberapa kerajaan
Nusantara jatuh ke tangan VOC. Kerajaan Mataram, Banten, Cirebon,
Maluku, Banda, Ambon, Makassar, dan Bone dikuasainya.
VOC dalam menjalankan kongsi dagangnya tidak hanya bergerak
di bidang ekonomi, tetapi juga di bidang militer dan politik, yang dilakukan
dengan penguasaan wilayah kerajaan-kerajaan di Hindia Belanda serta
penghancuran terhadap wilayah yang tidak mau dikuasai. Kepada
masyarakat VOC juga menerapkan praktek kerja paksa, penyetoran
upeti, feodalisme, penghisapan, dan penyerahan hasil pertanian. Kondisi
ini menyebabkan rakyat Indonesia secara sosial, ekonomi, politik, dan
psikologis mengalami penderitaan dan kesengsaraan yang tidak
terkirakan parahnya.
Meskipun VOC telah berhasil menaklukan beberapa kerajaan di
nusantara, menghancurkan sistem perdagangan tradisional yang selama
ini berkembang serta memberi penderitaan pada masyarakat Indonesia,
namun organisasi tersebut akhirnya mengalami kemunduran, dan
dibubarkan pada tahun 1799.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab hancurnya VOC dalam
menjalankan tugasnya di Hindia Belanda adalah sebagai berikut:
1. merajalelanya korupsi pada para pegawai VOC;
2. kuatnya persaingan di antara kongsi-kongsi perdagangan lain;
3. terlalu banyak biaya untuk menumpas berbagai pemberontakan
rakyat;
4. meningkatnya kebutuhan untuk gaji pegawai VOC.
5. kebijakan pengelolaan keuangan yang ceroboh dilakukan oleh
pemerintah Hindai Belanda, diantaranya dalam membayar para
pemegang saham rata-rata 18% setahun.
Menurut Ricklefs (1991), kemunduran VOC disebabkan oleh
ketidakberdayagunaan, ketidakjujuran, nepotisme, dan alkoholisme yang
tersebar luas di kalangan anggota VOC. Walaupun VOC merupakan
organisasi milik Belanda, namun sebagian besar anggotanya bukanlah
orang Belanda. Para petualang, gelandangan, penjahat, dan orang-orang
yang bernasib jelek dari seluruh Eropalah yang mengucapkan sumpah
setia pada VOC, dan menjadi anggota VOC. Ketidakberdayagunaan,
ketidakjujuran, nepotisme, dan alkoholisme tersebar luas di kalangan
anggota VOC. Hal itu pula yang melatarbelakangi sikap operasional VOC
terhadap bangsa Indonesia yang cenderung kejam, sewenang-wenang,
dan tanpa kompromi. Pada 1799, organisasi yang sudah banyak
memberikan keuntungan besar bagi Negeri Belanda serta menimbulkan
banyak korban di pihak bangsa Indonesia ini akhirnya dibubarkan.
67
Bubarnya VOC tidak berarti bebasnya Hindia Belanda dari
kekuasan negara-negara Eropa dan menjadi daerah merdeka. Hal ini
karena wilayah-wilayah Hindia Belanda yang semula dibawa kekuasaan
VOC, diserahkan kepada pemerintah Belanda secara langsung. Jadi
sejak saat itu Hindia Belanda (Indonesia) menjadi daerah jajahan
pemerintah Belanda secara langsung, tidak lagi secara tidak langsung
melalui lembaga ekonomi yang bernama VOC.
Dalam menjalankan kekuasaannya di daerah jajahan pemerintah
Belanda menempatkan seorang Gubernur Jenderal sebagai pemegang
kekuasaan penuh atas suatu wilayah jajahan, termasuk Hindia Belanda.
Gubernur Jenderal Johannes Siberg adalah penguasa wilayah
Hindia Belanda pertama setelah bubarnya VOC, yang menjabat mulai
tahun 1801-1804. Siberg kemudian digantikan oleh Wiesel (1804-1808).
Kedua gubernur jenderal ini tidak bisa melaksanakan pemerintahannya
sebagaimana mestinya karena pada saat itu di negeri Belanda terjadi
pergolakan akibat dari revolusi Perancis dan perluasaan daerah kekuasaan dibawah kepemimpinan Napoleon Bonaparte. Pada saat itu negeri
Belanda dikuasai oleh Perancis.
Gubernur Jenderal yang menjabat di Hindia Belanda antara 18011808, dalam menjalankan kekuasaannya tidak jauh berbeda dengan
praktek yang dilakukan oleh VOC sebelum dibubarkan, tetap menggunakan cara-cara yang sewenang-wenang, penghisapan, adu-domba, feodalisme, kerjapaksa, dan sebagainya sehingga tetap saja menyengsarakan dan memberi penderitaan rakyat hindia belanda.
Jatuhnya Kerajaan Belanda ke tangan Perancis yang disusul
dengan diangkatnya Raja Louis Napoleon Bonaparte (adik kaisar
Napoleon) pada 1806 sebagai raja Belanda maka dengan sendirinya
Hindia Belanda secara tidak langsung juga berada di bawah Imperium
Perancis. Pemerintah Kerajaan Belanda yang sudah menjadi bagian dari
imperium Perancis harus berhadapan dengan Inggris, musuh Napoleon
Bonaparte yang belum dapat ditaklukkan. Persaingan antara Perancis
dengan Inggris bukan hanya terjadi di daratan Eropa melainkan juga di
daerah koloni di Asia, Afrika dan Amerika, termasuk di Hindia Belanda.
Pada tahun 1808 Belanda mengangkat Herman Willem Daendels
menjadi gubernur Jenderal di Hindia Belanda untuk mempertahankan
Pulau Jawa dari musuh Perancis di Eropa yaitu Inggris. Selain itu juga,
Daendels mendapatkan misi untuk tetap menjadikan Hindia Belanda
sebagai sumber pendapatan negeri Belanda, yang pada saat itu sedang
mengalami krisis keuangan karena perang melawan Perancis.
Herman Willem Daendels (1808-1811) diangkat menjadi gubernur
Jenderal di Hindia Belanda untuk mempertahankan Pulau Jawa dari
musuh Perancis yaitu Inggris. Dalam menghadapi Inggris, Daendels
68
membangun jaringan jalan raya di Pulau Jawa bagian utara, mulai dari
Anyer sampai Panarukan. Dibawah tindakan keras Daendels, Jalan Raya
Pos (Grote Postweg) dari Anyer sampai Panarukan berhasil dibangun
dengan cara memaksa penguasa-penguasa di Jawa untuk mengerahkan
rakyat bekerja pada proyek raksasa tersebut. Bangsa Indonesia harus
menghadapi penderitaaan yang sangat parah dibawah pemerintahan
Daendels.
Kerja paksa yang sudah dijalankan oleh VOC diteruskan oleh
Daendels. Untuk membiayai proyek tersebut, rakyat dibebani dengan
pajak-pajak tertentu yang cukup besar. Dengan demikian, sistem wajib
penyerahan model VOC diteruskan oleh Daendels. Tanah-tanah rakyat
yang produktif dijual kepada orang-orang Belanda, Cina, dan Arab. Dari
cara itu Daendels memperoleh uang untuk mempertahankan politiknya di
Jawa serta membangun pasukan yang jumlahnya mencapai 18.000
orang (sebagian besar pribumi), membangun benteng pertahanan serta
jaringan logistik lainnya.
Kehidupan keraton di Jawa juga terancam akibat ulah Daendels.
Tindakannya yang keras terhadap kehidupan keraton serta membatasi
kekuasaan para sultan dan bupati di Jawa telah menimbulkan keresahan
di kalangan mereka. Sultan Banten yang mengadakan perlawanan
karena tidak sanggup menyelesaikan pembangunan pelabuhan, akhirnya
dibuang ke Ambon.
Sementara Kesultanan Banten sendiri akhirnya dihapuskan oleh
Daendels. Demikian halnya dengan intervensinya terhadap kehidupan di
Yogyakarta yang menimbulkan keresahan di kalangan keraton. Aturan
tata krama keraton dilanggar. Perlawanan Sultan Yogyakarta dilawan
Daendels dengan cara merampas harta keraton dan menghancurkannya.
Kekuasaan Sultan dipersempit, adapun Sultan Hamengkubuwono I yang
dengan gigih menentang Daendels dipecat dari kedudukannya.
Dengan melakukan intervensi yang dalam, beberapa perubahan
yang mendasar juga dilakukan dalam penyelenggaraan pemerintahan
penjaja han, ditambah lagi dengan kekejamannya, Daendels mengharapkan semua kekuatan sosial politik di Jawa tunduk pada kebijaksanaannya
dan Jawa tetap dapat dipertahankan dari kemungkinan serangan Inggris,
serta tetap memberi sumbangan pendapatan kepada negeri Belanda.
Walaupun demikian, ternyata pasukan Inggris yang sudah
memiliki pangkalan dagang dan militer di wilayah Hindia Belanda dan
India dengan mudah mampu mengalahkan pasukan Perancis dan
Belanda di wilayah Hindia Belanda.
Pada tanggal 8 Agustus 1811, 60 buah kapal Inggris melakukan
serangan ke Batavia. Pada tanggal 26 Agustus 1811, akhirnya Batavia
69
dan daerah-daerah sekitarnya jatuh ke tangan Inggris, dan dalam waktu
singkat seluruh Jawa dapat direbut.
Belanda akhirnya menyerahkan Jawa kepada Inggris melalui
perjanjian yang biasa dikenal dengan istilah Rekapitulasi Tuntang, yang
isinya:
1. Seluruh Jawa diserahkan kepada Inggris
2. Semua serdadu menjadi tawanan dan semua pegawai yang mau
kerjasama dengan Inggris, dapat terus memegang jabatannya
3. Semua hutang-piutang pemerintah Belanda yang dulu, tidak akan
ditanggung Inggris.
Pasukan Inggris mendapat dukungan dari beberapa raja di Jawa,
antara lain Mangkunegara, yang merasa kecewa dengan pemerintahan
Daendels. Dengan demikian, sejak 1811 wilayah Hindia Belanda menjadi
daerah jajahan Inggris.
Pada masa penjajahan Inggris wilayah Hindia Belanda secara
ekonomis dan politis bersatu dengan wilayah India. Perusahaan dagang
Inggris, East Indian Company (EIC) yang berpusat di Kalkuta, India, dan
dipimpin oleh Gubernur Jenderal Lord Minto merupakan lembaga yang
menguasai wilayah perdagangan di Hindia Belanda. Pada waktu itu,
wilayah Hindia Belanda berada di bawah pemerintahan Gubernur
Jenderal Thomas Stamford Raffles (1811-1816).
Berbeda dengan Daendels, Raffles lebih bersifat liberal dalam
menjalankan pemerintahannya. Beberapa tindakan yang dilakukannya
antara lain:
1. menghapuskan sistem kerja paksa (rodi) kecuali untuk daerah
Priangan dan Jawa Tengah;
2. menghapuskan pelayaran hongi dan segala jenis tindak
pemaksaan di Maluku;
3. melarang adanya perbudakan;
4. menghapus segala bentuk penyerahan wajib dan penyerahan
hasil bumi;
5. melaksanakan sistem landrete stelsel (sistem pajak bumi),
dengan ketentuan sebagai berikut.
• Petani harus menyewa tanah (landrent) yang digarapnya
kepada pemerintah.
• Besarnya sewa tanah bergantung baik buruknya keadaan
tanah.
• Pajak bumi ini harus dibayar dengan uang atau beras.
• Orang-orang bukan petani dikenakan pajak kepala.
6. membagi Pulau Jawa menjadi 16 Keresidenan;
7. mengurangi kekuasaan para bupati;
8. menerapkan sistem pengadilan dengan sistem juri.
70
Dalam buku Sejarah Jawa yang ditulisnya, Raffles menggambarkan dirinya sebagai seorang pembaru yang hebat. Namun, ternyata
prinsip-prinsip pemerintahannya tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk tidak dapat
dibuktikan. Pada zaman kekuasaannya, nasib bangsa Indonesia tidak
lebih baik dibandingkan dengan zaman Daendels.
Pada tahun 1816, Inggris harus meninggalkan kekuasaannya di
Indonesia, sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Konvensi London
(1814). Indonesia kembali diserahkan kepada Belanda. Mulai saat itu
Indonesia dijajah kembali oleh Belanda untuk yang kesekian kalinya.
Pola penjajahan Belanda pada tahap ini hingga berakhirnya
kekuasaannya di Indonesia tahun 1942, pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan apa yang dilakukan pada masa VOC, yaitu: monopoli,
penyerapan, penyiksaan, perampasan, adu domba, cenderung kejam,
sewenang-wenang, dan tanpa kompromi tetap mewarnai perjalanan
pemerintahan pemerintahan penjajah Belanda di Indonesia, siapapun
yang menjadi gubernur jenderal. Hal ini dikarenakan tujuan dari penjajahan Belanda di Indonesia adalah untuk mengeruk keuntungan sebesarbesarnya bagi kesejahteraan rakyat Belanda dimanapun dia berada.
Pada tahun 1830, pemerintah kolonial Belanda di bawah
Gubernur Jenderal van den Bosch memberlakukan Sistem Tanam Paksa
(cultuur stelsel). Tujuannya untuk mengisi kekosongan kas negara akibat
banyaknya perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia di berbagai
daerah. Dengan sistem tanam paksa (STP) ini penduduk desa di Jawa
diwajibkan menanam tanaman tertentu yang laku di pasaran
internasional. Selanjutnya, penduduk desa wajib menyerahkan hasil tanamannya kepada pemeritnah kolonial melalui perantara, yaitu penguasa
setempat.
Dilihat dari segi ekonomi, sistem ini sangat menguntungkan
pemerintah kolonial. Tetapi kebalikannya dialami oleh rakyat di negeri
jajahan. Rakyat di pedesaan mengalami penderitaan karena mereka
telah kehilangan kebebasan serta hak pribadinya serta tidak adanya
kepastian hukum. STP merupakan sarana pemerintah kolonial untuk
mengeksploitasi negeri jajahan demi keuntungan Negeri Belanda.
Setelah mendapat kritikan dari kaum humanis serta demokrat di
Negeri Belanda dan di Hindia Belanda, akhirnya STP dihapuskan pada
tahun 1870. Penggantinya adalah sistem ekonomi terbuka dengan menjadikan Hindia Belanda sebagai tempat penanaman modal asing bagi
para pengusaha dari berbagai negara. Hindia Belanda dijadikan sebagai
tempat mencari bahan mentah melalui perkebunan-perkebunan, pemasaran hasil industri di Eropa serta tempat penanaman modal asing.
71
Akibat dari dilaksanakannya sistem ekonomi terbuka tersebut
bangsa-bangsa di luar Belanda, seperti Inggris, Belgia, Prancis, Amerika
Serikat, Cina, dan Jepang berdatangan ke Indonesia. Mereka menanamkan modalnya untuk mencari keuntungan. Pengusaha pribumi yang
modalnya kurang, kalah bersaing dengan orang Barat sehingga banyak
yang gulung tikar. Suasana seperti ini membuka pengisapan dengan cara
baru dari negeri Indonesia. Apabila pada masa STP, Indonesia dieksploitasi oleh Negara Belanda maka dalam sistem ekonomi terbuka
Indonesia diekspoitasi oleh kaum swasta dan kapitalisme asing.
Berkembangnya kebijakan ekonomi politik yang bersifat pintu
terbuka, mengakibatkan perkebunan di Jawa dan Sumatera berkembang
dengan pesat. Perkebunan di Sumatra lebih banyak menggunakan
tenaga kerja yang didatangkanlah dari Jawa melalui program
transmigarasi. Kehidupan buruh (kuli) pekebuhan di Sumatera dalam
sistem ekonomi tersebut menghasilkan kisah derita. Upah buruh tidak
sesuai dengan beban pekerjaan yang sudah dilakukannya. Untuk
memperoleh penghasilan yang layak, banyak di antara buruh perempuan
yang terjerat dalam prostitusi. Banyak juga di antara mereka yang meninggal dan meninggalkan daerah perkebunan sebelum kontrak berakhir.
Dengan demikian, eksploitasi terhadap penduduk pribumi tetap
berjalan walaupun dengan menggunakan sistem ekonomi modern, sistem
ekonomi terbuka. Pada 1881, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan
Undang-Undang tentang kuli (Koelie Ordonantie) yang mengatur para
kuli. Dengan aturan ini, kuli yang akan dipekerjakan di Sumatra harus
melalui kontrak kerja. Tidak boleh meninggalkan pekerjaannya sebelum
kontraknya habis. Bagi yang melarikan diri dikenakan hukuman berupa
poenale sanctie. Para pengusaha mempunyai wewenang menjatuhkan
hukuman kepada kuli-kuli yang bekerja di perkebunan miliknya.
Undang-Undang tentang kuli (Koeli Ordonantie) mendapat
kecaman dari Amerika Serikat. Akhirnya, atas perjuangan Otto Iskandardinata dalam Volksraad, undang-undang tersebut dihapuskan oleh
Belanda pada abad ke-20. Sementara itu, untuk mendukung program
penanaman modal Barat di Hindia Belanda, pemerintah kolonial Belanda
membangun irigasi, waduk-waduk, jalan raya, jalan kereta, dan pelabuhan-pelabuhan. Dalam membangun sarana-sarana tersebut, pemerintah
kolonial Belanda menggunakan tenaga bangsa Hindia Belanda yang
dipekerjakan tanpa upah, serta dikerahkan secara paksa. Sistem ini
disebut sistem rodi (kerja paksa).
Masuknya bangsa Eropa dalam perdagangan di perairan Hindia
Belanda juga menyebabkan daerah Hindia Belanda terisolasi di laut
sehingga kehidupan berkembang ke daerah pedalaman. Kemunduran
72
perdagangan di laut ini secara tidak langsung telah memperkuat budaya
feodalisme di pedalaman (Priyanto, 2002).
Dengan feodalisme, rakyat pribumi, terutama di wilayah-wilayah
pedesaan, dipaksa untuk tunduk dan patuh terhadap para tuan tanah
yang berkebangsaan Belanda dan Timur Asing yang dijaga oleh para
centeng, penguasa lokal/pribumi. Penderitaan yang dialami oleh penduduk Indonesia akibat dari praktek penjajahan Belanda dikritisi oleh kaum
humanis Belanda.
Mereka mengkritik pemerintah kolonial yang hanya mementingkan
kekayaan Negeri Belanda dengan cara mengeksploitasi penduduk negeri
jajahan. Salah seorang Belanda yang mengusulkan perbaikan nasib
kaum pribumi adalah Mr.C.Th. van Deventer. Pada 1899, van Deventer
memaparkan gagasannya dalam majalah de Gids. van Deventer
mengemukakan een erschuld atau utang budi, yaitu utang yang harus
dilunasi untuk menjaga kehormatan. Dalam artikel tersebut dijelaskan
bahwa negeri Belanda berutang budi kepada Indonesia yang telah
memberikan keuntungan yang sangat besar.
Sebagai pembalasannya, bangsa Belanda harus membantu
Hindia Belanda menyehatkan rakyatnya, mencerdaskan dan memakmurkan rakyatnya. Menurut van Deventer ada tiga cara untuk itu, yakni (1)
memajukan pengajaran (edukasi), (2) memperbaiki pengairan (irigasi),
dan (3) melakukan perpindahan penduduk (transmigrasi).
Gagasan van Deventer ini selanjutnya terkenal dengan Politik
Etis. Pada awalnya, pemerintah Belanda tidak langsung menerima
gagasan van Deventer, tetapi secara lambat laun dijalankan juga. Hanya
saja pada pelaksanaannya tidak seperti kehendak van Deventer melainkan menurut tafsiran dan kemauan pemerintah Belanda sendiri. Pendidikan dilaksanakan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pegawai
rendahan. Perbaikan di bidang perairan tidak ditujukan untuk pengairan
sawah dan ladang rakyat, tetapi untuk pengairan perkebunan tebu, dan
pabrik-pabrik kepunyaan Belanda atau swasta asing. Transmigrasi
dilakukan bukan untuk memberikan penghidupan yang layak, melainkan
hanya untuk membuka hutan-hutan baru bagi kebutuhan perkebunan dan
perusahaan-perusahaan asing.
Meskipun hasil Politik Etis lebih diarahkan untuk kepentingan
kolonial Belanda, sebagian rakyat Indonesia memperoleh manfaaat.
Dengan politik tersebut, sebagian pemuda Indonesia mempunyai kesempatan terbatas untuk mengenyam pendidikan, sehingga pada 1908
mereka mampu mempelopori munculnya pergerakan nasional.
73
2. Perlawanan Menentang Praktek Imperialisme dan Kolonialisme
Kedatangan bangsa barat (Portugis, Inggris, dan Belanda) di
wilayah Indonesia, yang diikuti dengan penguasaan terhadap wilayahwilayah di Indonesia dalam periode tertentu ternyata menimbulkan reaksi
dari rakyat Indonesia.
Reaksi tersebut bentuknya bermacam-macam, tetapi pada pokoknya hanya dua, yaitu kerjasama dan perlawanan. Kerjasama kebanyakan
dilakukan bilamana rakyat Indonesia baik secara individu maupun kelompok ingin mendapatkan kekuasaan, sebaliknya perlawanan dilakukan bila
bangsa barat tersebut berusaha mengambil alih aset yang dimilikinya,
apakah itu berbentuk tempat berdagang, bertani atau berkuasa. Selain itu
perlawanan juga dilakukan rakyat Indonesia terhadap bangsa Barat yang
disebabkan bangsa-bangsa tersebut berusaha memaksakan kehendaknya dengan cara ingin memperluas kekuasaannya di Indonesia sambil
merampas hak-hak tradisional kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Perlawanan rakyat Indonesia terhadap kekuasaan Barat ditandai
dengan perang atau perlawanan langsung terhadap kekuasaan bangsa
Barat. Perlawanan tersebut juga ditandai dengan persaingan di antara
kerajaan-kerajaan di Nusantara dalam rangka memperebutkan hegemoni
kekuasaan di wilayah tersebut. Dalam persaingan tersebut sering kali
kerajaan-kerajaan Nusantara melibatkan kekuatan bangsa Barat atau
meminta bantuan VOC/Belanda untuk membantu mengalahkan pesaingpesaingnya dalam memperebutkan kekuasaan. Konsekuensinya VOC/
Belanda mendapatkan daerah kekuasaan karena upayanya membantu
mengalahkan pesaingnya. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya
kegagalan bangsa Indonesia dalam mengusir bangsa-bangsa Barat dari
Nusantara.
a. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Maluku
Maluku merupakan daerah yang kaya akan rempah-rempah.
Rempah-rempah ini dikirim ke eropa melalui Malaka oleh pedagangpedagang dari Bugis dan Jawa.
Setelah berhasil menguasai Malaka, Portugis mengirim
armadanya ke Maluku dengan tujuan untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah di Maluku (monopoli). Kedatangan Portugis pada
awalnya disambut baik oleh rakyat Maluku, karena mereka membawa
bahan pangan juga membeli rempah-rempah.
Maluku pada waktu itu telah berdiri dua kerajaan besar yang
saling bersaing, yaitu Ternate dan Tidore. Kedatangan Portugis
dimanfaatkan oleh kedua kerajaan tersebut untuk menjalin kerjasama
untuk memperkuat kerajaan masing-masing.
74
Pada awalnya Portugis menjalin persekutuan dengan Ternate dan
membangun benteng atau kekuatan disana. Benteng tersebut ternyata
dipergunakan untuk membangun kekuatan untuk menekan dan menurunkan kekuasaan raja Ternate serta menyebarkan agama katolik di
Ternate. Tindakan Portugis ini mendapat perlawanan dari rakyat Ternate
yang dipimpin oleh Sultan Hairun dan Sultan Baabullah (1575), serta
Sultan Said. Portugis lari dari Ternate menuju Tidore, dan membangun
benteng dan kekuatan disana, serta menyebarkan agama kristen katolik.
Keberhasilan Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah
di Maluku menarik perhatian Belanda untuk merebutnya, terjadilah persaingan dan peperangan untuk memperebutkan daerah Maluku. Belanda
yang dibantu oleh sekutunya (raja lokal) berhasil mengusir Portugis dari
Maluku, dan sejak saat itulah dimulai babak baru penjajahan Belanda di
Maluku (1606).
Sultan Nuku merupakan raja dari Kesultanan Tidore yang memimpin perlawanan rakyatnya terhadap pemerintahan kolonial Belanda.
Sultan Nuku berhasil meningkatkan kekuatan perangnya hingga 200
kapal perang dan 6000 orang pasukan untuk menghadapi Belanda.
Sultan Nuku juga menjalankan perjuangan melalui jalur diplomasi. Untuk
menghadapi Belanda, dia mengadakan hubungan dengan Inggris dengan
tujuan meminta bantuan dan dukungan. Siasat untuk mengadu domba
antara Inggris dengan Belanda berhasil dilakukan sehingga pada 20 Juni
1801 Sultan Nuku berhasil membebaskan kota Sua-Sio dari kekuasaan
Belanda. Maluku Utara akhirnya dapat dipersatukan di bawah kekuasaan
Sultan Nuku.
Tokoh lain yang memimpin perlawanan terhadap kaum imperialis
di Maluku adalah Patimura. Perlawanan Patimura latarbelakangi oleh
faktor dihentikannya dukungan terhadap gereja. Perlawanan yang
dipimpin oleh Pattimura dimulai dengan penyerangan terhadap Benteng
Duurstede di Saparua dan berhasil merebut benteng tersebut dari tangan
Belanda. Perlawanan ini meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat
lainnya. Dalam menghadapi serangan tersebut, Belanda harus
mengerahkan seluruh kekuatannya yang berada di Maluku. Akhirnya,
Pattimura berhasil ditangkap dalam suatu pertempuran dan pada tanggal
16 Desember 1817 Pattimura dan kawan-kawanya dihukum mati di tiang
gantungan. Perlawanan lainnya dilakukan oleh pahlawan wanita, yaitu
Martha Christina Tiahahu.
b. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Sumatera
Di Sumatera terjadi Perang Paderi. Perang ini dilatarbelakangi
konflik antara kaum agama dan tokoh-tokoh adat Sumatra Barat. Kaum
agama sebagai pembaharu yang disebut kaum Paderi berusaha untuk
75
mengajarkan agama Islam kepada warga sambil menghapus adatistiadat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan demikian,
gerakan paderi bertujuan untuk memurnikan ajaran agama Islam di
wilayah Sumatra Barat serta menentang aspek-aspek budaya yang
bertentangan dengan aqidah Islam.
Tujuan ini tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena kaum
adat tidak ingin kehilangan kedudukannya serta adat-istiadatnya, dan
menentang ajaran kaum Paderi. Perbedaan pandangan inilah yang
kemudian menyebabkan perang saudara dan mengundang kehadiran
kekuatan Inggris dan Belanda.
Pertentangan ini kemudian berkembang menjadi perang saudara,
yaitu antara kaum paderi dengan kaum adat. Kaum Adat yang terdesak
kemudian meminta bantuan kepada Inggris yang sejak 1795 telah menguasai Padang dan beberapa daerah di daerah pesisir barat sumatera
setelah direbut dari Belanda. Adapun golongan agama pada saat itu telah
menguasai daerah pedalaman Sumatera Barat dan menjalankan
pemerintahan berdasarkan agama Islam.
Pada 1819, Belanda menerima Padang dan daerah sekitarnya dari
Inggris. Sementara itu, golongan Adat meminta bantuan kepada Belanda
dalam menghadapai golongan Paderi. Pada bulan Februari 1821, kedua
belah pihak menandatangani perjanjian. Seusai perjanjian itu, mulailah
Belanda mengerahkan pasukannya untuk melakukan penyerangan
kepada kaum Paderi.
Pertempuran pertama antara kaum Paderi dan Belanda terjadi pada
bulan April 1821 di daerah Sulit Air, dekat Danau Singkarak, Solok.
Belanda kemudian berhasil menguasai daerah Pagarruyung, bekas
kedudukan raja-raja Minangkabau. Namun, Belanda gagal merebut
pertahanan Paderi yang ada di Lintau, Sawah Lunto dan Kapau,
Bukittinggi. Untuk menyiasati hal ini Belanda mengajak pemimpin kaum
Paderi, Tuanku Imam Bonjol berunding pada tahun 1824. Namun,
perjanjian ini kemudian dilanggar oleh Belanda.
Ketika terjadi Perang Diponegoro, pihak Belanda menarik sebagian
besar pasukannya dari Sumatra Barat dan untuk sementara waktu
menunda penyerangannya pada kaum Paderi. Mereka hanya berjagajaga daerah-daerah yang telah mereka kuasai. Setelah perang
Diponegoro berakhir, Belanda kembali memusatkan perhatiannya ke
daerah Sumatra Barat dengan target menangkap Tuanku Imam Bonjol.
Melalui serangan besar-besaran dan gencar dari Belanda, akhirnya
kota Bonjol jatuh ke tangan Belanda pada bulan September 1832.
Namun, pada tanggal 11 Januari 1833, kota tersebut dapat direbut
kembali oleh kaum Paderi. Pertempuran berkobar di mana-mana dan
pada saat inilah sebagian dari golongan Adat berbalik melawan Belanda.
76
Hal ini mencemaskan pihak Belanda sehingga memaksa mereka memerintahkan Sentot Alibasha Prawirodirjo, bekas panglima perang
Diponegoro, untuk memerangai Paderi. Sentot Alibasha Prawirodirdjo
yang tidak mau memerangi bangsanya sendiri akhirnya berbalik bekerja
sama dengan Kaum Paderi menyerang Belanda.
Pada tanggal 25 Oktober 1833, Belanda mengeluarkan maklumat
yang disebut Plakat Panjang. Isinya mengajak penduduk Sumatra Barat
untuk berdamai dan menghentikan perang. Namun, pada bulan Juni 1834
Belanda kembali melancarkan serangan kepada kaum Paderi yang
berlangsung selama kurang lebih tiga tahun lamanya. Pada tanggal 16
Agustus 1837, pertahanan Bonjol jatuh ke tangan Belanda. Tuanku Imam
Bonjol dan para pengikutnya berhasil lolos. Pada tanggal 25 Oktober
1837, Tuanku Imam Bonjol tiba di Palupuh untuk berunding. Namun,
Belanda berkhianat dengan menangkap Tuanku Imam Bonjol dan
membuangnya ke Cianjur, Ambon, dan terakhir ke Lota dekat Manado. Ia
wafat dalam usia 92 tahun dan dimakamkan di Tomohon, Sulawesi Utara.
Di Aceh, rakyat Aceh melakukan perlawanan terhadap Belanda
sehingga menimbulkan Perang Aceh. Seperti halnya zaman Sultan
Iskandar Muda (1607-1636) Kerajaan Aceh mengalami kejayaan kembali
pada abad ke 18 sampai abad ke-19. Dalam hubungannya dengan
kekuatan Barat dan negara tetangga, Aceh mampu memainkan posisi
strategis dan kemampuan diplomatiknya yang baik sehingga dihormati
oleh kerajaan-kerajaan lainnya, termasuk bangsa Barat.
Karena kemampuan tersebut, kedudukan Aceh dihormati oleh dua
kekuasaan kolonial yang berada di sekitar wilayah Aceh, yaitu Inggris dan
Belanda melalui Traktat London pada 1824. Namun, sejak Terusan Suez
dibuka, Aceh yang memiliki kedudukan strategis di Selat Malaka menjadi
incaran kekuatan Barat. Untuk mengantisipasi hal tersebut pada 1871
Inggris dan Belanda menandatangani Traktat Sumatra.
Melihat gelagat ini Aceh mulai mencari bantuan dan dukungan ke
luar negeri. Kegiatan diplomatik ini mulai mencemaskan Belanda.
Belanda yang merasa takut disaingi mulai menuntut Aceh untuk mengakui kedaulatan Belanda di nusantara. Kerajaan Aceh menolak tuntutan
Belanda tersebut. Penolakan ini mendorong Belanda untuk mengirimkan
pasukannya ke Kutaraja, ibu kota Kerajaan Aceh pada April 1873.
Pasukan tersebut dipimpin oleh Mayor Jenderal J.H.R. Kohler. Namun,
usaha untuk menguasai Aceh mengalami kegagalan, bahkan Mayor
Jenderal Kohler tewas di depan Masjid Raya Aceh.
Serangan kedua dilakukan Belanda pada bulan Desember 1873
dan berhasil merebut istana kerajaan Aceh. Pasukan Belanda yang
dipimpin oleh Letnan Jenderal van Swieten memproklamirkan bahwa
Kerajaan Aceh berhasil dikuasai. Pernyataan ini tidak terbukti karena
77
kenyataannya Aceh tidak jatuh dan daerah-daerah di luar Kutaraja masih
dikuasai oleh para pejuang Aceh. Walaupun telah dilakukan serangan
secara militer, Aceh secara keseluruhan belum dapat ditaklukan. Oleh
karena itu, Belanda mengirimkan Snouck Hurgronye seorang ahli kajian
Islam yang ditugasi untuk menyelidiki masyarakat Aceh.
Pada 1891, Teuku Cik Ditiro meninggal. Selanjutnya, pada 1893,
Teuku Umar menyatakan menyerah kepada Belanda. Namun, pada
Maret 1896, ia kabur dan bergabung kembali bersama para pejuang
dengan membawa sejumlah uang dan senjata. Pada 11 Februari 1899,
Teuku Umar akhirnya tewas di Meulaboh.
Perjuangan Teuku Umar dilanjutkan oleh istrinya yang bernama
Cut Nyak Dhien. Bersama para pengikutnya ia melakukan perlawanan
terhadap Belanda secara gerilya di hutan-hutan. Pada November 1902,
Belanda menangkap dua orang isteri Sultan Aceh dan anak-anaknya.
Belanda kemudian memerintahkan Sultan untuk memilih menyerah atau
keluarganya akan dibuang. Oleh karena itu, pada 10 Januari 1903, Sultan
Daudsyah menyerah. Demikian pula Panglima Polim dan beberapa
hulubalang yang menyerah pada September 1903.
Belanda menganggap dengan menyerahnya Sultan Aceh, perlawanan rakyat telah selesai. Namun, perkiraan ini salah. Ternyata perlawanan rakyat masih terus berlangsung secara gerilya. Pada 1905, Cut
Nyak Dhien berhasil ditangkap di hutan. Adapun pejuang wanita lainnya,
yaitu Cut Nyak Meutia gugur pada 1910. Baru pada 1912 Perang Aceh
benar-benar berakhir.
c. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Sulawesi
Di Pulau Sulawesi, perlawanan untuk mengusir kekuatan VOC juga
dilakukan oleh rakyat Sulawesi, walaupun tidak berhasil. Penyebabnya
hampir sama dengan daerah lainnya di nusantara, yaitu karena adanya
konflik dan persaingan di antara kerajaan-kerajaan di Sulawesi. Misalnya
konflik antara Sultan Hasanuddin dari Makasar dan Aru Pallaka dari
kerajaan Bone yang memberi jalan bagi Belanda untuk menguasai
kerajaan-kerajaan di Sulawesi tersebut.
Sultan Hasanuddin (Raja Gowa) menguasai Sumbawa untuk
memperkuat kedudukannya di Sulawesi, sehingga jalur perdagangan di
nusantara bagian timur dapat dikuasainya. Penguasaan ini dianggap oleh
Belanda sebagai penghalang dalam melakukan aktifitas monopoli
perdagangan. Pertempuran antara Sultan Hasanuddin dan Belanda
selalu terjadi, pasukan Belanda yang dipimpin Cornelis Speelman selalu
dapat dihalau pasukan Sultan Hasanuddin.
Untuk menghadapi Sultan Hasanuddin, Belanda meminta bantuan
dari Aru Pallaka yang bersengketa dengan Sultan Hasanuddin. Dengan
78
kerja sama tersebut akhirnya Makasar jatuh ke tangan Belanda dan
Sultan Hasanuddin harus menandatangani Perjanjian Bongaya pada
tahun 1667 yang isinya:
1. Sultan Hasanuddin harus memberikan kebebasan kepada VOC
berdagang di kawasan Makasar dan Maluku.
2. VOC memegang monopoli perdagangan di wilayah Indonesia
bagian Timur dengan pusatnya Makasar.
3. Wilayah kerajaan Bone yang diserang dan diduduki pada zaman
Sultan Hasanuddin dikembalikan kepada Aru Palakka dan dia
diangkat menjadi Raja Bone.
Setelah perjanjian Bongaya ditandatangani, perlawanan rakyat
Sulawesi kepada Belanda tidaklah berhenti, walau dalam skala yang kecil
sebagai upaya untuk mengusir Belanda dari Sulawesi.
d. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Jawa
Perlawanan terhadap kaum imperialis oleh masyarakat Indonesia
yang tinggal di Jawa diawali dengan perlawanan rakyat Demak yang
dipimpin oleh Dipati Unus terhadap kekuatan Portugis di Malaka.
Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penguasaan Malaka oleh Portugis,
padahal Malaka adalah tempat bertemunya para pedagang Jawa yang
kebanyak pada waktu itu berasal dari Demak.
Perlawanan Dipati Unus kepada Portugis di Malaka diwujudkan
dalam bentuk serangan pasukan Dipati Unus terhadap kota pelabuhan
Malaka yang dilakukan dua kali (1512 dan 1513), dan mengalami
kegagalan. Kegagalan ini disebabkan oleh lemahnya persenjataan yang
dimiliki oleh pasukan Dipati Unus, serta dan tidak mendapat dukungan
dari kerajaan-kerajaan di kawasan Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.
Sebaliknya, pada saat yang sama, penguasa kerajaan Pajajaran
melakukan kerja sama dengan bangsa Portugis setelah mereka mendapat ancaman dari kekuatan Islam di pesisir utara Pulau Jawa, yaitu
Cirebon dan Banten. Hal inilah yang juga memperkuat kekuasaan
Portugis di nusantara, dan melemahkan upaya perlawanan kerajaankerajaan nusantara terhadap kekuatan Barat.
Kerajaan Mataram di Jawa juga melakukan perlawanan terhadap
VOC. Ambisi untuk menggusur VOC dari Jawa mengalami kegagalan,
karena hanya dilakukan sendiri dan tidak mendapat dukungan dari
kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di Jawa.
Sultan Agung yang mempunyai cita-cita untuk mempersatukan
wilayah Pulau Jawa dalam kekuasaannya berusaha mengalahkan VOC
di Batavia (Jakarta). Namun, penyerangan ke Batavia yang dilakukan
pada 1628 dan 1629 tersebut mengalami kegagalan karena selain
pasukan dan persiapan pasukannya yang belum matang, juga tidak
79
mampu membuat blok perlawanan bersama kerajaan-kerajaan lainnya,
misalnya dengan kesultanan Banten di Jawa Barat.
Konflik dalam urusan kerajaan serta persaingan dalam tahta kerajaan juga menyebabkan perlawanan terhadap kekuasaan Barat mengalami kegagalan. Misalnya konflik internal kesultanan Banten yang
menyebabkan Banten jatuh ke tangan VOC. Setelah Sultan Ageng
Tirtayasa mengangkat anaknya yang bergelar Sultan Haji sebagai sultan
Banten, Belanda segera ikut campur dalam urusan Banten dengan cara
mendekati Sultan Haji. Sultan Ageng yang sangat anti VOC segera
menarik kembali tahta untuk anaknya. Tentu saja tindakan tersebut tidak
disukai oleh sang putra mahkota sehingga dia minta bantuan ke VOC di
Batavia untuk membantu mengembalikan tahtanya. Akhirnya, melalui
kerja sama dengan VOC, Sultan Haji memperoleh tahta kembali dengan
imbalan diserahkannya sebagian wilayah Banten kepada VOC.
Dengan demikian, konflik internal dalam memperebutkan
kekuasaan serta perbedaan sikap dan pandangan di antara sultan-sultan
di kerajaan Banten menyebabkan sulitnya mengusir kekuasaan Barat dari
kawasan tersebut, bahkan sebaliknya kesultanan tersebut menjadi
mudah dikuasai oleh kekuatan asing.
Tokoh lain yang melakukan perlawanan terhadap VOC adalah
Untung Surapati. Untung Surapati melawan VOC dikarenakan sering
memimpin perampokan terhadap pasukan VOC. Versi lain menyebutkan
perlawanan Untung Surapati terhadap VOV dilatarbelakangi oleh wanita,
yaitu ada anak perempuan perwira VOC yang jatuh cinta kepada Untung,
perwira tersebut tidak berkenan dan berusaha membunuh Untung
Surapati.
Pemberontakan Untung Surapati terhadap VOC berlangsung
pada 1686 sampai dengan 1706. Adapun dalam menjalankan aksinya,
Untung Surapati bersekutu dengan Sunan Amangkurat II yang merasa
berat atas perjanjiannya dengan VOC.
Untuk memadamkan pemberontakan Untung Surapati, VOC
mengutus Kapten Tack ke kerajaan Mataram. Namun, Kapten Tack beserta seluruh anak buahnya terbunuh. Tentu saja Sunan Amangkurat II
sangat berterima kasih kepada Untung Surapati. Untuk membalas jasajasa Untung Surapati, Sunan Amangkurat II memberikan daerah
Pasuruan kepada Untung Surapati dan menetapkannya menjadi bupati di
sana dengan gelar Adipati Wiranegara.
Pada 1703, Sunan Amangkurat II meninggal, kemudian digantikan
oleh putranya yang bergelar Sunan Amangkurat III. Seperti ayahnya,
Sunan Amangkurat III pun memusuhi VOC dan bersekutu dengan Untung
Surapati.
80
Paman Sunan Amangkurat III yang bernama Pangeran Puger
menginginkan tahta untuk menjadi raja di Mataram. Ia kemudian
bersekutu dengan VOC untuk menjatuhkan Sunan Amangkurat III.
Melihat gelagat yang demikian, tentu saja VOC sangat bergembira dan
berusaha membantu Pangeran Puger. Untuk mencapai maksudnya,
Pangeran Puger bersedia membuat perjanjian dengan VOC dengan
ketentuan menyerahkan sebagian wilayah kekuasaan Mataram. Adapun
isi perjanjian tersebut adalah sebagai berikut.
• Seluruh daerah Priangan, Cirebon, dan Madura bagian Timur
diserahkan kepada VOC;
• Sunan (Pangeran Puger) dibebaskan dari segala utangnya terdahulu,
tetapi selama 25 tahun Sunan wajib menyerahkan 8.000 koyan beras
kepada VOC;
• Di daerah Kartasura VOC bersedia menempatkan pasukannya untuk
melindungi Sunan.
Berdasarkan perjanjian tersebut, VOC membantu Pangeran
Puger untuk menjadi Sunan di Mataram. Pada 1705, Pangeran Puger
kemudian dinobatkan oleh VOC menjadi Sunan di Mataram dengan gelar
Sunan Pakubuwono I.
Setelah itu, dimulailah peperangan antara Sunan Pakubuwono I
dan Untung Surapati yang dibantu oleh Sunan Amangkurat III. Pada
1706, VOC akhirnya berhasil melumpuhkan kekuasaan Untung Surapati
di Kartasura. Dengan demikian, berakhirlah perlawanan Untung Surapati.
Di Jawa Tengah perlawanan dilakukan oleh Pangeran Diponegoro
dan para pengikutnya. Perang ini dikenal dengan Perang Diponegoro
(1825-1830). Penyebab terjadinya perang ini adalah rasa tidak puas yang
hampir merata di kalangan masyarakat terhadap berbagai kebijakan yang
dijalankan pemerintah Belanda di wilayah Kesultanan Yogyakarta. Di
bidang politik, penguasa Belanda dengan seenaknya mencampuri urusan
intern kesultanan. Akibatnya, di lingkungan keraton Mataram terbentuk
dua kelompok yang pro dan anti Belanda.
Pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono V, Pangeran
Diponegoro diangkat sebagai anggota Dewan Perwalian. Namun, ia
jarang sekali diajak berbicara mengenai urusan pemerintahan karena
sikap kritisnya terhadap kehidupan keraton yang dianggapnya sudah
dipengaruhi oleh budaya Barat dan penuh intervensi Belanda. Oleh
karena itu, ia meninggalkan keraton dan menetap di Tegalrejo.
Belanda yang ingin menguasai Mataram sepenuhnya berusaha
mencari-cari alasan untuk memulai perang dan menangkap Diponegoro.
Di mata Belanda, Diponegoro merupakan pemimpin lokal yang sangat
membahayakan kedudukan Belanda. Sikapnya yang anti Belanda,
81
kharismatik, dan mampu membangkitkan simbol-simbol Islam dianggap
sebagai sebuah ancaman bagi kepentingan Belanda di Mataram.
Suatu ketika pemerintah kolonial Belanda bermaksud membuat
jalan raya yang menghubungkan Yogyakarta dan Magelang. Jalan
tersebut ternyata menembus makam leluhur Diponegoro di Tegalrejo. Hal
ini tentu saja membuat Diponegoro marah dan menganggapnya sebagai
suatu penghinaan.
Patok-patok yang menandai pembangunan jalan tersebut
kemudian diganti oleh para pengikut Diponegoro dengan tombak-tombak.
Tindakan para pengikut Diponegoro tersebut dijawab oleh Belanda
dengan mengirimkan pasukannya ke Tegalrejo pada 25 Juni 1825.
Pangeran Diponegoro dan pasukannya membangun pusat pertahanan di
Selarong. Dukungan pada Diponegoro datang dari mana-mana sehingga
kekuatan pasukan Diponegoro semakin bertambah. Tokoh-tokoh yang
bergabung antara lain Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasha
Prawirodirjo, dan Kiai Maja. Oleh karena itu untuk menghadapi perlawanan ini Belanda mendatangkan pasukan dari Sumatra Barat dan
Sulawesi Selatan yang dipimpin Jenderal Marcus de Kock.
Pasukan Pangeran Diponegoro selalu berhasil memperoleh
kemenangan. Untuk mematahkan perlawanan Diponegoro, Belanda
melakukan taktik Benteng Stelsel. Dengan taktik tersebut, di daerahdaerah yang telah dikuasai oleh Belanda didirikan benteng-benteng
pertahanan yang antara satu dengan lainnya dihubungkan oleh jalan
sehingga pasukan mudah bergerak. Akibatnya, pasukan Diponegoro sulit
untuk bergerak.
Sejak 1829, kekuatan Diponegoro mulai berkurang, banyak
pengikut Diponegoro yang ditangkap ataupun gugur dalam pertempuran.
Pada akhir November 1828, Kiai Maja ditangkap oleh Belanda. Sementara Sentot Alibasha Prawirodirdjo menyerah pada Oktober 1829. Jenderal
de Kock memerintahkan Kolonel Cleerens untuk mencari kontak dengan
Pangeran Diponegoro. Pada 28 Maret 1830, dilangsungkan perundingan
antara Jenderal de Kock dan Diponegoro di kantor keresidenan di
Magelang. Namun, Belanda berkhianat. Pangeran Diponegoro dan para
pengikutnya ditangkap. Pangeran Diponegoro kemudian dibuang ke
Manado dan Makassar. Dengan demikian, Perang Diponegoro berakhir.
e. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Bali
Pulau Bali sebelum abad ke-9 dikuasai oleh beberapa kerajaan
kecil yang seluruhnya berada di bawah kekuasaan kerajaan Klungkung.
Kerajaan ini mengadakan perjanjian dengan Belanda pada tahun 1841.
Berdasarkan perjanjian tersebut, kerajaan Klungkung yang saat itu
berada di bawah pemerintahan Raja Dewa Agung Putera, merupakan
82
kupernement atau suatu negara yang bebas dari pengaruh kekuasaan
Belanda. Hal ini berarti Belanda tidak bisa menguasai kerajaan
Klungkung.
Meskipun begitu, Belanda tidak berhenti mencari strategi untuk
menguasai Bali. Pada tahun 1844, perahu dagang milik Belanda
terdampar di Prancak wilayah kerajaan Buleleng dan terkena Hukum
Tawan Karang yang memberi hak kepada penguasa kerajaan untuk
menguasai kapal beserta isinya. Hal inilah yang dijadikan alasan oleh
Belanda untuk melakukan serangan ke kerajaan Buleleng pada tahun
1848. Namun, serangan ini mengalami kegagalan. Pada serangan yang
kedua (1849), pasukan Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Mayor A.V.
Michies dan Van Swieeten berhasil merebut benteng pertahanan terakhir
kerajaan Buleleng di Jagaraga. Pertempuran ini dikenal dengan nama
Puputan Jagaraga.
Setelah Buleleng ditaklukan, Belanda mulai menaklukan kerajaankerajaan di Bali lainnya. Oleh karena itu, perlawanan rakyat Bali dalam
menghadapi penjajahan Belanda diwarnai dengan berbagai perang
puputan atau perang habis-habisan untuk mempertahankan harga diri
dan kehormatan.
Selain Puputan Jagaraga, puputan lain yang pernah terjadi di Bali,
di antaranya Puputan Badung pada tahun 1906, Puputan Kusamba pada
tahun 1908, dan Puputan Klungkung pada tahun1908.
f. Perlawanan terhadap Praktek Imperialisme di Kalimantan
Kerajaan Banjarmasin di Pulau Kalimantan pada tahun 1826
melakukan kerjasama secara resmi dengan Belanda. Sultan Adam
menyatakan secara resmi hubungan antara Kerajaan Banjarmasin dan
Belanda pada 1826. Namun, pada 1850, Belanda mencampuri urusan
intern kerajaan sehingga menimbulkan perselisihan di antara keluarga
kerajaan. Hal ini terus berlangsung hingga saat Sultan Adam meninggal
pada 1857.
Sepeninggal Sultan Adam, di kerajaan Banjarmasin terjadi
perebutan kekuasaan yang menyebabkan terpecahnya keluarga kerajaan
ke dalam tiga kelompok. Ketiga kelompok tersebut adalah sebagai
berikut:
• Kelompok Pangeran Tamjid Illah, cucu Sultan Adam.
Kelompok ini merupakan kelompok yang dibenci oleh rakyat karena
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Belanda.
• Kelompok Pangeran Anom, putera Sultan Adam.
Kelompok ini merupakan kelompok yang tidak disukai oleh rakyat
karena tindakannya yang sewenang-wenang.
• Kelompok Pangeran Hidayatullah, cucu Sultan Adam.
83
Kelompok ini merupakan kelompok yang disenangi dan didukung oleh
rakyat serta dicalonkan menjadi sultan untuk menggantikan Sultan
Adam.
Di tengah-tengah kekacauan tersebut, terjadilah Perang
Banjarmasin pada 1889 yang dipimpin oleh Pangeran Antasari. Ia adalah
putera dari Sultan Muhammad yang sangat anti Belanda. Ketika perang
berlangsung Belanda mengusulkan untuk mengangkat Pangeran Hidayatullah sebagai sultan baru. Namun, Pangeran Hidayatullah menolak usul
tersebut. Bahkan Pangeran Hidayatullah secara terang-terangan memihak kepada Pangeran Antasari.
Pada 1862, Pangeran Hidayatullah dapat ditangkap dan kemudian
dibuang ke Cianjur. Hal ini tidak membuat perlawanan terhadap Belanda
menjadi berhenti. Perlawanan terus berlangsung di bawah pimpinan
Pangeran Antasari. Oleh rakyat Banjarmasin, Pangeran Antasari diangkat
menjadi Sultan. Namun, hal ini tidak dapat bertahan lama karena
Pangeran Antasari akhirnya tewas dalam pertempuran melawan Belanda
pada 1862.
Walaupun satu-persatu kekuatan di daerah berhasil ditaklukkan
Belanda, perlawanan kerajaan di Nusantara berlangsung hingga akhir
abad ke-19. Perlawanan terjadi di Sumatra Utara dipimpin oleh Raja
Sisingamangaraja XII, perlawanan kongsi Cina di Kalimantan Barat pada
1848-1864, perlawanan Raden Intan di Lampung pada 1856-1859, dan
perlawanan Sultan Siak di Sumatra Utara pada 1857. Semuanya
dilakukan secara kedaerahan, oleh karena itu mudah sekali dipatahkan
oleh Belanda.
3. Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia
Praktek imperialisme dan kolonialisme di Indonesia mempunyai
dampak yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Bukan hanya
mengakibatkan terjadinya penderitaan dan kesengsaraan fisik, tetapi juga
psikhis, bahkan akibatnya terasa hingga saat ini. Selain mengakibatkan
penderitaan dan kesengsaraan, imperialisme barat juga meninggalkan
kosakata, budaya, marga, sarana jalan dan beberapa pabrik gula, dan
aturan perundangan.
Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa kolonial sangat
dipengaruhi oleh sistem kolonial yang diterapkan oleh pemerintahan
Hindia Belanda. Setelah sistem tanam paksa dihapuskan pada tahun
1870 pemerintah kolonial menerapkan sistem ekonomi baru yang lebih
liberal.
Sistem tersebut ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Agraria tahun 1870. Menurut undang-undang tersebut penduduk pribumi
diberi hak untuk memiliki tanah dan menyewakannya kepada perusahaan
84
swasta. Tanah pribadi yang dikuasai rakyat secara adat dapat disewakan
selama 5 tahun. Sedangkan tanah pribadi dapat disewakan selama 20
tahun.
Para pengusaha dapat menyewa tanah dari guberneman dalam
jangka 75 tahun. Dalam jangka panjang, akibat sistem sewa tersebut
tanah yang disewakan cenderung menjadi milik penyewa. Apabila pada
masa sistem tanam paksa perekonomian dikelola oleh negara maka
sejak Undang-undang Agraria 1870 kegiatan ekonomi lebih banyak
dijalankan oleh swasta. Nilai-nilai kapitalisme mulai masik ke dalam
struktur masyarakat Indonesia. Komersialisasi telah menggantikan sistem
ekonomi tradisional. Nilai uang telah menggantikan satuan ekonomi
tradisional yang selama ini dijalankan oleh masyarakat pedesaan.
Masalah sistem perburuhan dikeluarkan aturan yang ketat. Tahun
1872 dikeluarkan Peraturan Hukumam Polisi bagi buruh yang meninggalkan kontrak kerja. Pada tahun 1880 ditetapkan Koeli Ordonanntie
yang mengatur hubungan kerja antara koeli (buruh) dengan majikan,
terutama di daerah perkebunan di luar Jawa.
Walaupun wajib kerja dihapuskan sesuai dengan semangat
liberalisme, pemerintah kolonial menetapkan pajak kepala pada tahun
1882. Pajak dipungut dari semua warga desa yang kena wajib kerja.
Pajak tersebut dirasakan oleh rakyat lebih berat dibandingkan dengan
wajib kerja.
Di bidang ekonomi, penetrasi kapitalisme sampai pada tingkat
individu, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Tanah milik petani
menjadi objek dari kapitalisme. Tanah tersebut menjadi objek komersialisasi, satu hal yang tidak kekenal sebelumnya dalam masyarakat
tradisional di pedesaan.
Dengan demikian, terjadi perubahan dalam masyarakat pedesaan
terutama dalam melihat aset tanah yang dimilikinya. Apabila sebelum
adanya UU Agraria tahun 1870 tanah yang dimiliki tidak memiliki arti
ekonomi yang penting kecuali untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
maka setelah dikeluarkannya undang-undang tersebut terjadi komersialisasi aset petani. Penetrasi tersebut sering kali mengabaikan hak-hak
rakyat menurut hukum adat. Nilai ekonomi uang telah menggantikan nilai
ekonomi menurut cara-cara ekonomi tradisional seperti sistem barter dan
lain-lain.
Sistem ekonomi yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda
adalah sistem tanam paksa dan sistem kapitalisme menurut UndangUndang Agraria tahun 1870. Melalui kedua sistem tersebut terjadi
mobilitas tenaga kerja dari tempat tinggal mereka ke daerah perkebunan
baik yang berada dalam satu pulau maupun luar pulau. Misalnya, sejak
85
tahun 1870 terjadi pengirimam buruh besar-besaran dari Jawa ke daerah
perkebunan di Sumatera.
Dampak lain dari imperialisme Belanda di Indonesia adalah
dibangunnya jaringan jalan raya, jalan kereta api serta perhubungan laut
dengan menggunakan kapal api. Misalnya, sejak tahun 1808, di Jawa
dibangun Jalan Raya Post (Groete Posweg) yang menghubungkan kotakota besar di Jawa. Pada akhir abad ke-19 terdapat 20.000 km jaringan
jalan raya di Jawa. Pembangunan tersebut dimaksudkan untuk menunjang kegiatan perkebunan, pengangkutan barang dan tenaga kerja.
Namun demikian, kondisi tersebut tidak hanya mengakibatkan terjadinya
mobilitas hasil-hasil perkebunan dan barang tetapi juga telah mengakibatkan terjadinya mobilitas penduduk dari satu tempat ke tempat
lainnya melalui jaringan jalan yang ada.
Pembangunan jalan raya juga diikuti dengan pembangunan
jaringan kereta api. Jaringan kereta api di Indonesia termasuk salah satu
yang tertua di Asia. Misalnya sejak tahun 1863 telah dibangun jaringan
rel kereta api antara Semarang dan Yogyakarta. Bebarapa tahun
kemudian disusul dengan rel antara Jakarta-Bogor. Pada akhir abad ke19 telah terhubung rel kereta api antara Jakarta-Surabaya. Jaringan
perhubungan jalan kereta api tersebut telah mempercepat mobilitas
penduduk dari satu kota ke kota lainnya.
Adanya jaringan jalan raya serta jalan kereta api dan hubungan
laut telah membantu mempercepat pertumbuhan kota. Terjadilah
urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota. Pada akhir
abad ke-19 lahirlah kota-kota baru di pedalaman serta di pesisir pantai.
Demikian juga dengan kota-kota lama menjadi incaran penduduk untuk
bermukim. Lahirnya kota-kota tersebut terkait dengan perkembangan
ekonomi seperti perkebunan serta perdagangan antar pulau.
Pada akhir abad ke-19 lahirlah kota pedalaman seperti Bandung,
Malang dan Sukabumi. Kota-kota tersebut lahir karena di sekitarnya
dikembangkan perkebunan. Sedangkan di pesisir pantai berkembang
pula kota-kota pesirir seperti Tuban, Gresik, Batavia, Surabaya,
Semarang, Banten, Makasar, yang telah lama ada maupun kota baru
seperti Kotaraja, Medan, Padang, Palembang, Pontianak, dan
Banjarmasin.
Pembangunan pendidikan telah mempercepat mobilitas penduduk. Sekolah-sekolah yang didirikan di perkotaan telah menarik minat
yang besar dari penduduk sekitarnya. Banyak penduduk yang berpindah
dari satu kota ke kota lainnya karena alasan sekolah. Misalnya, para
priyayi dari berbagai kabupaten di Jawa Barat banyak yang berpindah ke
Bandung untuk sekolah. Lulusan dari sekolah di sana ada yang tetap
86
bermukin di kota tersebut, ada juga yang kembali ke daerah asalnya atau
ke daerah lain tempat mereka bekerja.
Pendidikan yang berkembang di Indonesia pada abad ke-19
menggunakan sistem yang diselenggarakan oleh organisasi agama
Kristen, Katholik dan Islam. Sistem persekolahan Islam menggunakan
sistem pesantren. Di luar itu, pemerintah kolonial menerapkan sistem
pendidikan Barat.
Sistem pendidikan Islam dilaksanakan melalui pondok pesantren
dengan kurikulum yang terbuka serta staf pengajar yang berasal dari
para kiai. Sistem pendidikan ini lebih menekankan pada pendidikan
agama, kemampuan membaca huruf arab serta dengan menggunakan
bahasa setempat. Sistem pendidikan pesantren dianggap lebih demokratis sebab membuka kesempatan pada semua golongan untuk
memperoleh pendidikan di sana. Materi pelajaran umum dalam sistem ini
hanya mendapat porsi yang lebih kecil. Namun demikian, melalui sistem
pendidikan ini telah dilahirkan banyak orang yang memiliki pandangan
yang maju serta mampu melihat kondisi buruk masyarakat yang menjadi
korban dari imperialisme Barat.
Bersamaan dengan berkembangnya sistem pendidikan pesantren
berkembang pula sistem pendidikan Barat. Hal ini terjadi setelah
pemerintah kolonial Belanda berusaha menjalankan politik etis, politik
balas budi kepada bangsa Indonesia karena telah memberikan
kemakmuran bagi negeri Belanda. Sistem tanam paksa telah menguras
kekayaan negeri Indonesia dan dinikmati oleh warga negeri Belanda.
Sementara sebagian penduduk Indonesia terutama yang terlibat dalam
sitem tanam paksa berada dalam kondisi menderita. Menyadari akan
kondisi itu, pemerintah kolonial berusaha menjalankan politik etis melalui
pendidikan dan pengajaran (edukasi), peningkatan pertanian (irigasi) dan
pemindahan penduduk (transmigrasi). Namun, kalau ditinjau secara kritis,
pelaksanaan politik etis sebenarnya bukan untuk balas budi, untuk
kepentingan kesejahteraan rakyat Indonesia, tetapi lebih diutamakan
untuk kepentingan praktek imperialisme Belanda di Indonesia, dengan
tamengnya politik etis.
Sistem penididikan yang dijalankan pemerintah kolonial Belanda
menggunakan sistem Barat dengan menyediakan tempat berupa
sekolah, kurikulum serta guru dengan jadwal teratur. Pada awalnya,
sekolah yang didirikan adalah sekolah gubernemen di setiap kabupaten
atau kota besar. Sekolah-sekolah tersebut baru didirikan pada tahun
1840-an dan diperuntukkan bagi warga pribumi dari golongan menengah
atau anak pegawai pemerintah. Untuk menyiapkan tenaga pengajar
maka didirikan sekolah guru (kweekschool) di Sala (1852) dan Bandung
87
serta Probolinggo (1866). Lulusan sekolah tersebut ditempatkan di
sekolah-sekolah gubernemen.
Bahasa yang digunakan dalam persekolahan tersebut adalah
bahasa Sunda, Jawa, Madura atau Melayu, tergantung dari lokasi
sekolah tersebut. Demikian juga dengan buku pelajaran. Pada tahun
1851 telah diterbitkan beberapa buku pelajaran mengenai pertanian,
peternakan, kesehatan dan bangunan. Buku-buku yang dikarang oleh
Holle, Goedkoop, Winter, Wilken dan lain-lain tersebut bersifat praktis
dan dapat langsung diterapkan oleh pembaca.
Keberadaan sekolah tersebut mengakibatkan terjadinya kemajuan
yang cukup pesat dalam bidang pendidikan di Hindia Belanda yang
ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa dan guru antara tahun 18731883. Misalnya, pada tahun 1873 terdapat 5512 jumlah siswa di Jawa
dan Madura dan meningkat menjadi 16214 tahun 1883. Sedangkan untuk
daerah lainnya terdapat 11276 jumlah siswa pada tahun 1873, meningkat
menjadi 18694 sepuluh tahun kemudian. Sedangkan untuk guru seluruh
Indonesia meningkat dari 411 tahun 1873 menjadi 1241 sepuluh tahun
kemudian.
Menurut Sartono Kartodirjo (1988), perkembangan pendidikan
abad ke-19 dipengaruhi oleh kecenderungan politik dan budaya sebagai
berikut:
1. pengajaran bersifat netral dan tidak didasarkan atas agama
tertentu. Hal ini dipengaruhi oleh faham humanisme dan liberalisme
di Negeri Belanda.
2. bahasa pengantar diserahkan kepada sekolah masing-masing
sesuai kebutuhan. Misalnya jika murid pribumi menghendaki
bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar maka sekolah harus
memenuhinya.
3. sekolah-sekolah diarahkan untuk memenuhi kebutuhan praktis
pekerjaan kejuruan.
4. sekoleh pribumi diarahkan agar lebih berakar pada kebudayan
setempat.
Faktor-faktor tersebutlah yang menjadi penyebab bahasa daerah
dijadikan sebagai bahasa pengantar. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga
pangreh praja (birokrasi pemerintahan) maka didirikanlah hoofdenschool
di Bandung, Magelang, Probolinggo dan Tondano pada tahun 1878. Di
sekolah tersebut digunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.
Pada tahun 1899 hoofdenschool berubah nama menjadi OSVIA
(Opleidingschool voor Inlandsche Ambtenaren). Di sekolah tersebut
diajarkan mengenai hukum, administrasi, hukum negara untuk menyiapkan calon pangreh praja.
88
Di luar sekolah di atas, pemerintah kolonial juga mendirikan
sekolah kelas satu atau eerste klasse untuk anak-anak priyayi dengan
menggunaan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Sedangkan
untuk rakyat kebanyakan didirikan tweede klasse atau sekolah kelas dua
dengan mengguankan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar.
Di tingkat perguruan tinggi didirkan sekolah pertanian di Bogor,
sekolah dokter hewan di Surabaya, sekolah bidan di Weltevreden dan
sekolah mantri cacar di Jakarta yang kemudian berubah menjadi Sekolah
Dokter Jawa. Sekolah-sekolah tersebut diikuti oleh siswa dari kalangan
priyayi atau para pamong praja dari lingkungan keraton atau pendopo
kabupaten.
Memasuki abad ke 20, sejarah imperialisme di Indonesia ditandai
dengan semakin banyaknya orang terpelajar yang memperoleh pendidikan Belanda. Mereka bekerja di sektor pemerintahan sebagai pangreh
praja serta pegawai swasta. Kelompok terpelajar tersebut telah mampu
meningkatkan status sosialnya dari yang berkedudukan rendah menjadi
lebih baik.
Dengan demikian, pendidikan mengakibatkan mereka mengalami
mobilitas sosial secara vertikal yang ditandai dengan status baru serta
kedudukan baru dalam berbagai profesi. Kelompok tersebut dinamakan
sebagai homines novi atau orang-orang baru yang lahir karena
pendidikan. Mereka merupakan kelompok pertama dalam masyarakat
Indonesia yang pada awal abad ke-20 memiliki kesadaran nasional dan
kemudian menjadi pelopor pergerakan nasional.
Kedudukan kaum perempuan pada abad ke-19 masih rendah
dibandingkan dengan kedudukan pria. Kondisi ini diperkuat oleh struktur
sosial masyarakat feodal di Jawa yang menempatkan perempuan berada
di bawah posisi laki-laki. Hukum adat yang menempatkan perempuan
dalam posisi itu dibiarkan oleh pemeriantah kolonial karena kondisi itu
tidak merugikan pemerintah kolonial.
Salah satu adat yang berkembang pada saat itu adalah poligami.
Tradisi tersebut tidak hanya berkembang pada masyarakat kelas bawah
tetapi juga di kalangan golongan bangsawan. Fenomena ini dijelaskan
Siti Soemandari (1986:16): Banyak dari kalangan bangsawan Jawa yang
awalnya menikah dengan perempuan kebanyakan, pada saat akan
mendapatkan kenaikan pangkat akan menikah dengan perempuan dari
derajat yang sama untuk mendapatkan anak dari golongan itu. Hal ini
berarti bahwa prestise mendapatkan tempat yang tinggi pada masa itu.
Gelar-gelar kebangsawanan yang didapatkan menunjukkan beruratakarnya feodalisme dalam komunitas rakyat Jawa. Ini membuktikan
bahwa banyaknya permaduan dalam masyarakat bangsawan sudah
89
menjadi “tradisi feodal”, maka tidak dapat diharapkan dalam jangka waktu
yang pendek memperbaiki struktur itu.
Pada abad ke-19 tradisi pembelengguan perempuan masih cukup
kuat. Tradisi ini tidak beranjak dari tradisi lama dalam masyarakat feodal.
Karena tradisi tersebut, perempuan tidak memiliki kebebasan ke luar
rumah. Pingitan ini tentu saja akan memutuskan komunikasi antara kaum
perempuan dengan dunia di sekelilingnya. Gerak langkah perempuan
untuk mengembangkan dirinya menjadi sangat terbatas.
Mengenai pingitan, Kartini menjelaskan bahwa penjaraku adalah
rumah besar, dengan dikelilingi halaman yang luas tetapi sekitar halaman
itu terdapat pagar tembok yang tinggi. Menyangkut hubungan dengan
orang tua, menutur adat, gadis-gadis yang menjelang dewasa, tidak
diperbolehkan bergaul rapat dengan ayah ibunya. Mereka juga harus
menghormati, tunduk dan patuh kepada ayah-ibunya dan saudarasaudaranya yang lebih tua (Tashadi, 1985).
Tradisi pingitan tersebut lebih menonjol pada anak gadis dari
golongan bangsawan atau priyayi. Sedangkan bagi anak-anak gadis
kebanyakan, mereka sedikit masih memiliki kebebasan. Namun demikian, keadaan buruk tetap menimpa perempuan dari semua golongan
seperti kawin paksa, kawin anak-anak, poligami dan sebagainya. Perkawinan anak-anak, poligami sistem perseliran dan perceraian merupakan
kesengsaraan bagi kaum perempuan, karena dampaknya adalah mengkondisikan mereka terjerumus ke arah prostitusi (Wiriaatmadja, 1985).
Hal ini diperburuk lagi dengan terpuruknya ekonomi pada saat itu
yang memaksa kaum perempuan mengambil jalan pintas untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya khususnya mereka yang tinggal di dekat
perkebunan-perkebunan.
Setelah dibukanya daerah perkebunan berdasar sistem ekonomi
kapitalis, kegiatan prostitusi di tempat itu makin marak. Prostitusi sengaja
diciptakan oleh pemilik perkebunan untuk menanggulangi keresahan
sosial di kalangan pekerja perkebunan. Seperti kasus di Sumatera,
pekerja-pekerja perempuan yang didatangkan dari Jawa yang seharusnya bekerja di kebun, ternyata dipekerjakan sebagai pemenuh nafsu
biologis para rekan prianya, kuli perkebunan (Slamet Suseno, 1991).
Penderitaan yang berat yang dialami kaum perempuan di
perkebunan semakin diperkuat oleh diberlakukannya peraturan yang
dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda. Peraturan tersebut adalah
Poenale Sanctie, yaitu suatu peraturan yang memberlakukan sanksi yang
ketat terhadap kuli-kuli pekerja perkebunan baik itu kaum pria maupun
perempuan yang dianggap melanggar jam kerja.
Kedatangan para pria Eropa sebagai pemilik modal di daerah
perkebunan yang tidak diikuti istri-istri mereka berpengaruh terhadap
90
kehidupan perempuan pribumi di lingkungan perkebunan. Di daerah
tersebut muncul istilah nyai atau pekerja perempuan yang menjadi gundik
pria Eropa. Istilah nyai, atau muncik sesungguhnya muncul beriringan
dengan kedatangan Belanda. Pedagang Asia dan Portugis sudah
terbiasa memelihara nyai (Linda Crystanty, 1994). Perempuan yang
dijadikan Nyai ini terjadi pada keluarga petani miskin dan priyayi yang
ingin mempertahankan kedudukan mereka. Tak jarang dari priyayi
tersebut menggundikkan anaknya demi kedudukan mereka.
Melalui nyai, orang Eropa dapat lebih mudah mempelajari
kebudayaan pribumi. Mereka pun tidak jarang ikut serta dalam
kebiasaaan orang pribumi seperti cara makan, tidur, bergaul dan lain-lain.
Perkawinan campuran ini menghasilkan pula perpaduan antara budaya
pribumi dan Eropa. Istri mengikuti gaya hidup suami juga sebaliknya. Istriistri mereka dibiasakan dalam “budaya modern”, budaya modern Eropa
seperti cara berdansa, melayani rekan kerja, dan lain-lain. Mereka dididik
dengan keras oleh suaminya dan merekapun menjadi perempuan
modern pada zamannya.
Namun demikian posisi mereka tetap rawan, mereka harus siap
dicampakkan apabila sudah tidak terpakai lagi ketika suaminya harus
kembali ke Eropa. Hal ini memicu mereka untuk berpikir menanggulangi
hidupnya, maka mulailah mereka ikut serta dalam perniagan yang diselenggarakan oleh tuan tanahnya. Dari sudut pandang rakyat, kehidupan nyai yang lebih dominan di lingkungan tuannnya, menyebabkan
mereka disejajarkan dengan bangsa tuannya, kebencian rakyat terhadap
bangsa kulit putih menyebabkan perempuan pribumi yang menjadi nyai
turut pula menanggung kebencian itu, karena dianggap pengkhianat
(Linda Cristianty, 1994).
Sepeninggal tuannya, para nyai dihadapkan pada pilihan sulit,
apakah harus tinggal di lingkungan bekas suaminya atau kembali kepada
kampungnya yang sudah mencap jelek. Ketika agama Nasrani berkembang, posisi para nyai pun mulai mengikuti zaman. Hal ini disebabkan karena lembaga-lembaga agama kolonial mengeluarkan aturan
mengenai hak-hak nyai serta anak-anak yang mereka lahirkan.
Pada awal abad ke-20 hubungan nyai dan tuan hanya sebagai
suka sama suka dan menjadi bisnis tersendiri. Maka para nyai
memberontak karena kedudukan mereka menjadi tidak sejajar lagi.
Dalam perkembangan selanjutnya para nyai menjadi semakin berani,
harta dan kemewahan merupakan dambaan mereka yang utama dan
bahkan banyak dari mereka yang berani berhubungan dengan lelaki lain.
Setelah dibukanya sekolah oleh pemerintah Belanda dan adanya
kesempatan bagi warga pribumi untuk sekolah, timbulnya aspirasiaspirasi untuk mengadakan inovasi dan modernisasi menurut model
91
Barat. Akibatnya, terjadi perubahan cara pandang golongan terpelajar ini
terhadap tradisi mereka. Mereka melihat bahwa banyak tradisi setempat
yang menghambat kemajuan, sehingga timbullah kesadaran bahwa untuk
mencapai kemajuan itu diperlukan suatu liberalisasi dari belenggu adat
istiadat. Kesadaran itu diwujudkan dalam bentuk berbagai gerakan sosial
dan budaya. Salah satu gerakan tersebut adalah gerakan emansipasi
oleh R.A Kartini. Kartini yakni dengan pendidikan seorang perempuan
dapat meningkatkan kedudukannya dan dapat memberikan jalan keluar
dari semua penderitaan.
Dalam bukunya A.K Pringgodigdo (1994) Kartini memiliki pandangan bahwa keburukan-keburukan yang menimpa perempuan adalah
akibat dari kekurangan pengajaran. Pengajaran untuk perempuan sangat
sedikit sekali, karena orang tua tidak mengizinkan anak-anak gadis pergi
ke sekolah berhubung dengan adat istiadat. Pandangan inilah yang
memberikan inspirasi pada kaum perempuan terpelajar untuk
memperjuangkan hak-hak mereka serta meningkatkan posisinya dalam
kehidupan.
Menurut Cahyo Budi Utomo (1995), secara biologis ada dua jenis
gerakan perempuan pada masa-masa awal abad XX, yakni organisasi
lokal kedaerahan dan organisasi keagamaan.
Putri Mardiko merupakan organisasi keputrian tertua yang
merupakan bagian dari Budi Utomo. Organisasi ini di bentuk pada tahun
1912. Tujuannya adalah memberikan bantuan, bimbingan dan penerangan pada gadis pribumi dalam menuntut pelajaran dan dalam menyatakan pendapat di muka umum. Untuk memperbaiki hidup perempuan, Putri Merdiko memberikan beasiswa dan menerbitkan majalah
bulanan. Tokoh-tokohnya adalah R.A Sabarudin, R.A Sutinah
Joyopranoto, R.R Rukmini dan Sadikin Tondokusumo.
Setelah putri Merdiko lahirlah organisasi-organisasi perempuan
baik yang dibentuk sendiri oleh kaum perempuan maupun organisasi
yang beranggotakan kaum pria. Beberapa di antaranya adalah Pawiyatan
Perempuan di Magelang (1915), Pencintaan Ibu Kepada Anak Temurun
(PIKAT), Purborini di Tegal (1917), Aisyiyah di Yogyakarta (1918), dan
Perempuan Susilo di Pemalang (1918).
Salah satu organisasi keagamaan yang memperhatikan masalah
kedudukan perempuan adalah organisasi Aisiyah. Organisasi ini dibentuk
atas prakarsa dari KH.Ahmad Dahlan dan berdiri pada tahun 1917
setelah Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Tokoh perempuan
dari pendiri Aisiyah ini adalah Ny. Ahmad Dahlan.
Pada awalnya Ny. Ahmad Dahlan memberikan pendidikan kepada
buruh-buruh batik. Hal ini dimaksudkan agar para buruh-buruh
perempuan memperoleh wawasan dalam rangka memperbaiki kehidup92
annya. Walaupun pendidikan yang diberikan adalah menyangkut materi
keagamaan serta kemampuan baca dan tulis.
Menurut Sukanti Suryocondro (1995), organisasi-organisasi tersebut bergerak dalam bidang sosial dan kultural, yaitu memperjuangkan
nilai-nilai baru dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Tujuan lainnya
adalah keinginan untuk mempertahankan ekspresi kebudayan asli
melawan aspek-aspek kebudayaan Barat. Tujuan terakhir ini menunjukan
adanya sifat nasionalisme dalam organisasi-organisasi tersebut.
Penjajahan Jepang
Masa pendudukan Jepang merupakan salah satu periode yang
paling menentukan dalam sejarah pergerakan di Indonesia, walaupun
waktunya hanya selama tiga setengah tahun. Imperialisme Jepang memberi sumbangan langsung pada perkembangan pergerakan nasional
Indonesia, terutama di Jawa dan di Sumatera.
Jepang mengindoktrinasi, melatih, dan mempersenjatai generasi
muda serta memberi kesempatan kepada para pemimpin yang lebih tua
untuk menjalin hubungan dengan rakyat. Di seluruh wilayah Indonesia
mereka mempolitisasikan bangsa Indonesia sampai pada tingkat desa
dengan sengaja dan dengan menghadapkan Indonesia pada rezim
kolonial yang bersifat sangat menindas dan merusak dalam sejarahnya.
Pada masa ini Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah oleh Jepang.
Sumatera ditempatkan di bawah Angkatan Darat ke-25, sedangkan Jawa
dan Madura berada di bawah Angkatan Darat ke-16; kedua wilayah ini
berada di bawah Angkatan Darat Wilayah ke-7 dengan markas besarnya
di Singapura. Kalimantan dan Indonesia Timur dikuasai oleh angkatan
laut.
Kebijakan di antara wilayah-wilayah tersebut sangat berbeda.
Pada umumnya Jawa dianggap sebagai daerah yang secara politik paling
maju namun secara ekonomi kurang penting, sumberdaya utama adalah
manusia. Kebijakan-kebijakan Jepang di Jawa dalam melaksanakan
imperialsmenya membangkitkan rasa kesadaran nasional yang jauh lebih
mantap daripada di kedua wilayah lainnya, dengan demikian semakin
memperbesar perbedaan tingkat kecanggihan politik antara Jawa dan
daerah lainnya.
Dikarenakan pentingnya arti perkembangan-perkembangan itu
bagi masa yang akan datang, maka Jawa juga mendapatkan perhatian
yang lebih besar daripada pulau-pulau lainnya. Sumatera mempunyai arti
yang penting untuk pihak Jepang karena sumber-sumber strategisnya
dan baru ketika Jepang berada di ambang kekalahan ide-ide
nasionalisme diperbolehkan berkembang di sana.
93
Bagi Jepang, wilayah yang berada di bawah kekuasaan angkatan
laut dianggap terbelakang secara politik dan penting secara ekonomi;
pemerintahan atas wilayah tersebut bersifat sangat menindas. Untuk
menyapu bersih pasukan-pasukan Belanda dan Sekutu serta
pengambilalihan pemerintahan memerlukan waktu berbulan-bulan.
Salah satu tugas pertama pihak Jepang adalah menghentikan
revolusi-revolusi yang mengancam upaya penaklukan mereka. Serangan
terhadap orang-orang Eropa, perampokan terhadap rumah-rumah mereka di Banten, Cirebon, Surakarta, dan daerah-daerah lainnya menjurus
ke suatu gelombang revolusi. Di Aceh dan di Sumatera Barat dan Timur
ketegangan-ketegangan di antara penduduk asli yang timbul dari jaman
penjajahan Belanda mulai meletus.
Para pemimpin agama (ulama) Aceh membentuk PUSA
(Persatuan Ulama-ulama Seluruh Aceh) pada tahun 1939 di bawah pimpinan Mohammad Daud Beureu'eh (1899-1987) untuk mempertahankan
Islam dan mendorong pemodernisasian sekolah-sekolah Islam.
Organisasi tersebut segera menjadi pusat perlawanan terhadap
pejabat-pejabat keturunan uleebalang, yang mendapat dukungan
Belanda. PUSA telah menghubungi pihak Jepang dan merencanakan
akan membantu serangan mereka. Pada tanggal 19 Februari 1942, tiga
minggu sebelum mendaratnya Jepang di daerah itu, para ulama Aceh
memulai suatu kampanye sabotase terhadap Belanda dan pada awal
bulan Maret Aceh memberontak.
Kebanyakan para uleebalang memutuskan untuk tidak melawan
arus, dan Belanda tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengungsi ke
selatan. Para pemimpin PUSA berharap pihak Jepang menghadiahi
mereka atas usaha-usaha mereka menggeser kekuasaan para
uleebalang.
Di Sumatera Timur orang-orang Batak Karo bersama pimpinan
Gerindo yang beraliran nasionalis membantu pihak Jepang dengan
harapan menyaksikan terdepaknya kaum bangsawan dukungan Belanda
dari kekuasaan mereka. Mereka mulai mendiami tanah yang mereka
nyatakan sebagai milik mereka sendiri dan menyerang lawan-lawan
mereka, terutama di daerah Deli pada bulan Juni-Juli 1942.
Seperti halnya Belanda, Jepang harus memerintah Indonesia dan
tidak mempunyai pilihan lain kecuali menyandarkan diri pada orang-orang
setempat yang berpengalaman, diantaranya adalah: para raja di
Sumatera Timur, para penghulu di Minangkabau, para uleehalcing di
Aceh, para penguasa priyayi di Jawa, dan kelompok-kelompok serupa di
daerah-daerah lainnya.
Walaupun sudah sejak lama propaganda mereka ditujukan untuk
mendapatkan simpati para pemimpin Islam, tetapi pihak Jepang
94
menyadari bahwa suatu kelompok yang pada dasarnya telah menolak
bekerja sama dengan Belanda mungkin pula akan menyusahkan mereka.
Mereka memberi para pemimpin Islam kesempatan yang tidak
pernah diberikan oleh Belanda, yaitu kebebasan untuk mengembangkan
agama islam. Akan tetapi, kesempatan itu baru diberikan ketika kekalahan Jepang sudah tak terelakkan lagi. Pihak Jepang memutuskan untuk
membiarkan gelombang revolusi berjalan dengan harapan menghalangi
penaklukan kembali oleh Sekutu.
Tujuan utama Jepang adalah menyusun dan mengarahkan
kembali perekonomian Indonesia dalam rangka menopang upaya perang
Jepang dan rencana mendominasi ekonomi jangka panjang Asia Timur
dan Tenggara. Peraturan-peraturan baru yang mengendalikan dan
mengatur kembali hasil-hasil utama Indonesia serta putusnya hubungan
dengan pasar ekspor tradisional menimbulkan kekacauan dan penderitaan. Jepang tidak dapat menampung semua hasil ekspor Indonesia,
dan kapal-kapal selam pihak Sekutu banyak menimbulkan kerugian
terhadap pelayaran Jepang sehingga komoditi-komoditi yang diperlukan
Jepangpun tidak dapat dikapalkan dalam jumlah yang memadai.
Pada tahun 1943 produksi karet sekitar seperlima tingkat produksi
tahun 1941 (di Jawa dan Kalimantan Barat produksi karet hampir terhenti
sama sekali), dan produksi teh sekitar sepertiganya. Jepang dan Formosa (Taiwan) akan menjadi pemasok utama gula untuk kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya, sehingga komoditi yang merupakan
sumber pokok pendapatan di Jawa Tengah dan Jawa Timur ini (terutama
bagi para buruh upahan yang tidak memiliki tanah) akan menurun.
Pihak Jepang mulai mengambil alih perkebunan-perkebunan tebu
pada bulan Agustus 1943, dan pengelola-pengelolanya yang berkebangsaan Eropa ditawan. Demikian pula perkebunan tembakau yang luas di
Sumatera Timur diubah untuk produksi pangan.
Sementara itu, pemerintahan militer membanjiri Indonesia dengan
mata uang pendudukan, yang mendorong meningkatnya inflasi terutama
sejak tahun 1943 seterusnya. Pada pertengahan tahun 1945 mata uang
ini bernilai sekitar 2,5 persen dari nilai nominalnya.
Pengerahan pangan, tenaga kerja secara paksa, dan kekacauan
umum mengakibatkan timbulnya kelaparan, terutama pada tahun 1944
dan 1945. Angka kematian meningkat dan kesuburan menurun;
sepanjang yang diketahui, pendudukan Jepang adalah satu-satunya
periode selama dua abad yang tidak berhasil meningkatkan jumlah
penduduk secara berarti.
Seperti wilayah pendudukan lainnya, Indonesia menjadi suatu
negeri yang tingkat penderitaan, inflasi, pencatutan, korupsi, pasar gelap,
dan kematian penduduknya yang paling ekstrem.
95
Kebijaksanaan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua
prioritas; menghapuskan pengaruh-pengaruh barat di kalangan mereka
dan memobilisasi mereka demi kemenangan Jepang. Seperti halnya
Belanda, Jepang bermaksud menguasai Indonesia untuk kepentingan
mereka sendiri.
Mereka menghadapi banyak masalah yang sama dengan yang
dihadapi Belanda dan menggunakan banyak cara pemecahan yang sama
(malah hukum kolonial Belanda tetap berlaku terkecuali yang bertentangan dengan hukum militer Jepang). Akan tetapi, di tengah-tengah suatu
perang besar yang memerlukan pemanfaatan maksimum atas sumbersumber, pihak Jepang memutuskan untuk berkuasa melalui mobilisasi
(khususnya di Jawa dan Sumatera) daripada dengan memaksakan suatu
ketenangan yang tertib.
Berkembangnya peperangan, mengakibatkan usaha Jepang
semakin menggelora untuk memobilisasikan rakyat Indonesia dalam
meletakkan dasar bagi Revolusi. Pada bulan Mei 1942 suatu serangan
terhadap Australia terhenti dalam pertempuran Laut Koral. Suatu
serangan serupa terhadap Hawai terhenti di Midway pada bulan Juni.
Pada bulan Agustus 1942 pasukan Amerika mendarat di Guadalkanal
(Kepulauan Solomon) dan pada bulan Februari 1943 pihak Jepang telah
dipukul mundur dari sana dengan menderita banyak kerugian.
Mulai tahun 1943 Amerika Serikat menjadi pihak ofensif di Samudera Pasifik. Oleh karena itu, maka kebijaksanaan Jepang di Indonesia
berkembang dalam konteks militer yang terus-menerus memburuk.
Barulah ketika perang mendekati akhir, Jepang benar-benar menyadari
bahwa kekalahan sudah tidak terelakkan lagi. Namun demikian sudah
sejak tahap pertama pendudukan mereka atas Indonesia mereka
merenungkan kemungkinan akan serbuan pihak Sekutu.
Untuk memusnahkan pengaruh Barat di Indonesia, pihak Jepang
melarang pemakaian bahasa Belanda dan bahasa Inggris dan memajukan pemakaian bahasa Jepang. Pelarangan terhadap buku-buku yang
berbahasa Belanda dan Inggris, membuat pendidikan yang lebih tinggi
benar-benar mustahil selama masa perang. Kalender Jepang diperkenalkan untuk tujuan-tujuan resmi, patung-patung Eropa diruntuhkan, jalanjalan diberi nama baru, dan Batavia dinamakan Jakarta lagi. Kampanye
propaganda yang intensif dimulai untuk meyakinkan rakyat Indonesia
bahwa mereka dan bangsa Jepang adalah saudara seperjuangan dalam
perang luhur untuk membentuk suatu tatanan baru di Asia. Para petani
pun diberi pesan ini melalui pengeras suara radio yang dipasang pada
tiang di desa mereka.
Upaya propaganda ini mengalami kegagalan karena kesombongan dan kekejaman orang-orang Jepang pada umumnya, kekacauan
96
ekonomi, teror polisi militer (kenpeitai), kerja paksa dan penyerahan wajib
beras, pemukulan dan pemerkosaan, serta kewajiban memberi hormat
kepada setiap orang Jepang. Bagaimanapun juga, kampanye anti barat
ini mempertajam sentimen anti Belanda di kalangan masyarakat Indonesia dan mendorong penyebaran konsepsi Indonesia di kalangan rakyat.
Karena bahasa Jepang hanya sedikit diketahui, maka bahasa Indonesia
menjadi sarana bahasa yang utama untuk propaganda dan memperkokoh statusnya sebagai bahasa nasional.
Sampai bulan Agustus 1942 Jawa tetap berada di bawah struktur
pemerintahan sementara, tetapi kemudian dilantik suatu pemerintahan
yang dikepalai oleh seorang gubernur militer (Gunseikan). Banyak orang
Indonesia diangkat untuk mengisi tempat pejabat-pejabat Belanda yang
ditawan, tetapi banyak pula pejabat-pejabat berkebangsaan Jepang yang
diangkat. Kebanyakan pejabat-pejabat baru yang berkebangsaan Indonesia itu adalah para mantan guru, dan kepindahan mereka dari sistem
pendidikan mengakibatkan mundurnya standar pendidikan secara tajam.
Untuk membantu orang Jepang mengatur negeri ini maka di
samping para pejabat baru tersebut pihak Jepang di Jawa juga mencari
pemimpin politik guna membantu memobilisasikan rakyat. Pertama-tama
mereka menghapuskan semua organisasi-organisasi politik dari jaman
sebelum Jepang. Pada bulan Maret 1942 semua kegiatan politik dilarang
dan kemudian semua perkumpulan yang ada secara resmi dibubarkan
dan pihak Jepang mulai membentuk organisasi-organisasi baru. Sejak
mula pertama Islam tampak menawarkan suatu jalan utama bagi
mobilisasi. Pada akhir bulan Maret 1942 pihak Jepang di Jawa sudah
mendirikan sebuah Kantor Urusan Agama (Shumubu).
Pada bulan April 1942 usaha pertama pada suatu gerakan rakyat,
"Gerakan Tiga A", dimulai di Jawa. Nama ini berasal dari slogan bahwa
Jepang adalah pemimpin Asia, pelindung Asia, dan cahaya Asia. Pada
bulan Juli didirikan suatu subseksi Islam yang dinamakan Persiapan
Persatuan Umat Islam di bawah pimpinan Abikoesno Tjokrosoejoso (lahir
tahun 1897). Abikoesno untuk sementara dianggap oleh pihak Jepang
sebagai pemimpin Islam Indonesia. Akan tetapi, tidak lama, pihak Jepang
mulai meragukan pemimpin-pemimpin Islam Modern. Pada umumnya
Gerakan Tiga A tidak berhasil mencapai tujuan. Para pejabat Indonesia
hanya sedikit memberi dukungan, tidak ada seorang nasionalis Indonesia
yang terkemuka terlibat di dalamnya, bahkan pada masa-masa awal
pendudukanpun hanya sedikit orang Indonesia yang menanggapinya
secara serius.
Pihak Jepang mulai menyadari bahwa apabila mereka akan
memobilisasi rakyat Jawa maka mereka harus memanfaatkan tokohtokoh terkemuka gerakan nasionalis sebelum perang. Sjahrir dan Hatta
97
telah dipulangkan ke Jawa oleh pihak Belanda tidak lama sebelum
penyerangan Jepang. Kedua tokoh ini menentang fasisme dan telah
menawarkan dukungan mereka kepada pihak Belanda.
Hatta dan Sjahrir bersahabat akrab dan memutuskan untuk
memakai strategi-strategi yang bersifat saling melengkapi dalam situasi
baru kekuasaan Jepang. Hatta akan bekerja sama dengan pihak Jepang,
berusaha mengurangi kekerasan pemerintahan mereka, dan memanipulasi perkembangan-perkembangan untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Sjahrir akan tetap menjauhkan diri dan membentuk suatu jaringan
”bawah tanah” yang didukung oleh mantan anggota PNI-Baru, dan akan
berusaha menjalin hubungan dengan pihak Sekutu.
Pada tanggal 9 Juli 1942 Sukarno, oleh pihak Jepang di Sumatera
atas permintaan Angkatan Darat ke-16, bergabung dengan Hatta dan
Sjahrir. Sukarno tidak begitu tertarik terhadap perbedaan-perbedaan
teoretis antara fasisme dan demokrasi dan menganggap perang tersebut
sebagai pertarungan antara kedua macam imperialisme.
Soekarno bergabung dengan Hatta bekerja sama dengan pihak
Jepang demi tujuan yang lebih luhur, yaitu kemerdekaan Indonesia.
Sukarno dan Hatta mulai segera mendesak pihak Jepang supaya membentuk suatu organisasi politik massa di bawah pimpinan mereka.
Di luar Jawa ada beberapa perlawanan dari kelompok-kelompok
yang tidak ada kaitannya dengan kaum politisi perkotaan dari masa
sebelum perang. Pemberontakan petani terhadap pihak Jepang di Aceh
dipimpin oleh seorang ulama muda bulan November 1942, tetapi dapat
ditumpas. Di Kalimantan Barat dan Selatan pihak Jepang mencurigai
adanya komplotan-komplotan yang melawan mereka dari kalangan
orang-orang Cina, para pejabat, dan bahkan para sultan. Semua gerakan
semacam itu dihancurkan melalui penangkapan dan pemenjaraan,
termasuk dua belas orang sultan, di Kalimantan Barat.
Suatu usaha untuk mendirikan sebuah negara Islam di daerah
Amuntai, Kalimantan Selatan, ditumpas pada bulan September 1943.
Pada akhir tahun 1944 orang-orang Dayak di Kalimantan Barat mulai
membunuhi orang-orang Jepang. Akan tetapi, tak satu pun dari bentukbentuk perlawanan rakyat tersebut yang benar-benar mengancam
kekuasaan Jepang, dan semuanya mengalami akibat yang sangat buruk.
Di Jawa tidak ada satu pun perlawanan rakyat yang serius sampai
tahun 1944. Sementara itu, pihak Jepang mencari pemimpin-pemimpin
Indonesia untuk membantu mereka memobilisasikan rakyat demi
kepentingan perang.
Pada bulan September 1942 di Jakarta diselenggarakan
konferensi para pemimpin Islam yang yang mengecewakan pihak Jepang
98
dan memaksa mengalihkan pandangan mereka kepada kelompok-kelompok pimpinan lainnya.
Pihak Jepang mengharap penggantian MIAI dari masa sebelum
perang dengan suatu organisasi baru yang berada di bawah bimbingan
mereka. Akan tetapi, para pemimpin Islam tidak hanya memutuskan
untuk tetap mempertahankan MIAI melainkan juga memilih pimpinan baru
yang lebih didominasi oleh tokoh-tokoh PSII daripada pemimpinpemimpin Muhammadiyah dan NU yang pada dasarnya bersifat
nonpolitik. Pihak Jepang memang sudah meragukan para politisi Islam
perkotaan.
Jepang mulai menyadari bahwa jalan menuju rakyat melalui Islam
hanya dapat diberikan oleh Muhammadiyah dan NU yang memiliki
sekolah-sekolah, kegiatan-kegiatan kesejahteraan, dan hubungan
informal yang membentang dari wilayah perkotaan sampai ke kota-kota
kecil serta desa-desa, dan tidak mempunyai tuntutan politik yang jelas.
Pada bulan Oktober 1942 suatu pertemuan para pimpinan daerah
pendudukan di Tokyo diberitahu bahwa, dengan terhentinya kemajuan
militer, mobilisasi rakyat di wilayah-wilayah pendudukan harus diberi
prioritas. Kolonel Horie Choso, Kepala Kantor Urusan Agama di Jakarta,
melakukan perjalanan keliling Jawa pada akhir tahun itu, mengadakan
pertemuan dengan para guru agama (kyai) pedesaan yang sekolah
pesantrennya tampaknya menjadi alat yang ideal untuk memobilisasi dan
mengindoktrinasi para pemuda.
Pada bulan Desember 1942 Horie mengatur agar tiga puluh dua
orang kyai diterima di Jakarta oleh Gunseikan, suatu kehormatan yang
tidak mungkin terjadi pada zaman Belanda. Pihak Jepang kini
menemukan suatu saluran untuk mobilisasi. Pada bulan Desember
mereka membuka yang lain di depan suatu pertemuan rakyat Jakarta
dengan menjanjikan bahwa sebuah partai politik baru akan segera
didirikan.
Pada awal tahun 1943 pihak Jepang mulai usaha mobilisasi.
Gerakan-gerakan pemuda yang baru diberi prioritas tinggi dan di bawah
pengawasan ketat pihak Jepang. Pada bulan Agustus 1942 sekolahsekolah latihan bagi para pejabat dan guru baru sudah dibuka di Jakarta
dan Singapura, sehingga organisasi-organisasi pemuda berkembang
secara jauh lebih luas. Korps Pemuda yang bersifat semi militer
(Seinendan) dibentuk pada bulan April 1943 untuk pemuda yang berusia
antara 14 tahun dan 25 tahun (kemudian 22 tahun). Korps tersebut
mempunyai cabangnya sampai ke desa-desa yang besar, tetapi terutama
aktif di daerah-daerah perkotaan. Untuk para pemuda yang berusia 25
tahun sampai 35 tahun dibentuklah Korps Kewaspadaan (Keibodan)
sebagai organisasi polisi, kebakaran, dan serangan udara pembantu.
99
Pada pertengahan tahun 1943 dibentuklah Heiho (pasukan pembantu)
sebagai bagian dari angkatan darat dan angkatan laut Jepang.
Berbagai organisasi lainnya juga dibentuk. Pada semua organisasi itu terdapat indoktrinasi yang intensif dan disiplin yang keras. Konon
lebih dari dua juta pemuda Indonesia berada dalam organisasi-organisasi
semacam itu, kira-kira 60 persen di antaranya dalam Keibodan.
Pada bulan Maret 1943 organisasi politik yang dijanjikan juga
muncul di Jawa dan Gerakan Tiga A dihapuskan. Badan baru itu dinamakan Putera, singkatan dari Pusat Tenaga Rakyat. Badan ini berada di
bawah pengawasan ketat pihak Jepang, empat orang Indonesia yang
terkemuka diangkat sebagai ketuanya: Sukarno, Hatta, Ki Hadjar
Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansur, ketua Muhammadiyah dari masa
sebelum perang.
Organisasi baru ternyata hanya mendapat sedikit dukungan,
dikarenakan pihak Jepang tetap tidak bersedia memberi kebebasan
kepada kekuatan-kekuatan rakyat yang begitu potensial; misalnya, pihak
Jepang tidak memberi Putera kekuasaan atas gerakan-gerakan pemuda.
Jepang mencoba mengembangkan para guru Islam tradisional
pedesaan sebagai mata rantai utama mereka dengan rakyat Jawa.
Jepang banyak mengalami kesulitan dengan para pemimpin Islam pada
umumnya, khususnya antara mereka dengan kaum Islam modern di kotakota. Haji Rasul memimpin perlawanan Islam terhadap sikap membungkuk ke arah timur sebagai penghormatan kepada kaisar di Tokyo yang
bertentangan dengan kewajiban seorang muslim untuk sholat menghadap kiblat.
Akhirnya, pihak Jepang sepakat tentang tidak perlunya membungkukkan badan kepada kaisar pada upacara-upacara keagamaan. Jepang
juga menginginkan agar Perang Dunia II dinyatakan sebagai Perang
Sabil, yang dengan tegas ditolak oleh kaum muslim karena orang-orang
Jepang, seperti halnya Sekutu adalah kaum kafir. Jepang juga harus
melupakan keinginan mereka melarang pemakaian bahasa Arab, tetapi
dengan syarat bahwa bahasa Jepang juga diajarkan di sekolah-sekolah
Islam dan kurikulum pihak Jepang bagi mata pelajaran non-agama
diterima.
Pihak Jepang tetap mempertahankan Peraturan Guru (goeroe
ordonnantie) tahun 1925 dan para pejabat Indonesia bahkan melaksanakannya secara lebih keras, baik dikarenakan perlawanan mereka
terhadap kaum elite Islam maupun rasa takut akan tindakan-tindakan
disipliner pihak Jepang apabila mereka tampak terlalu lunak.
Pada 1943 pihak Jepang membawa sekitar 60 kyai yang tinggal di
pedesaan ke Jakarta untuk mengikuti kursus latihan selama kurang lebih
sebulan. Sampai bulan Mei 1945 lebih dari 1.000 orang kyai telah menye100
lesaikan kursus tersebut, di mana mereka mendengarkan beberapa
ceramah tentang masalah-masalah agama tetapi terutama diindoktrinasi
dengan propaganda Jepang.
Untuk merangsang dukungan terhadap usaha perang yang
memburuk, maka Jepang mulai menjanjikan keterlibatan beberapa orang
Indonesia dalam urusan-urusan pemerintahan di Jawa. Jumlah orang
Indonesia yang menjadi penasihat (sanyo) pemerintahan Jepang
bertambah banyak, di Jakarta dibentuk Dewan Penasihat Pusat (Chuo
Sangi-in) yang diketuai oleh Sukarno, dan dibentuk dewan-dewan daerah
(Shu Sangi-kai). Akan tetapi, kesemuanya itu bersifat penasihat belaka.
Sukarno, Hatta, dan ketua Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo
terbang ke Tokyo pada bulan November 1943 untuk diberi tanda jasa
oleh kaisar. Inilah saat pertama kali Sukarno berada di luar negeri atau
melihat sebuah negara industri.
Perdana Menteri, Jenderal Tojo Hideki, menolak permintaan
penggunaan lagu kebangsaan Indonesia 'Indonesia Raya' atau bendera
Indonesia Sang Merah-Putih.
Pihak Jepang masih tetap membutuhkan sumber alam Indonesia
untuk keperluan perang dan inilah yang tetap diutamakan mereka.
Tenaga kerja Indonesia mulai dieksploitasi lebih kejam daripada saatsaat sebelumnya.
Pada bulan Oktober 1943 pihak Jepang memerintahkan penghimpunan “serdadu-serdadu ekonomi” (romusha), terutama para petani
yang diambil dari desa mereka di Jawa dan dipekerjakan sebagai buruh
di mana pun pihak Jepang memerlukan mereka, sampai ke Birma dan
Siam. Tidak diketahui berapa banyak orang yang terlibat, tetapi
kemungkinan besar paling sedikit 200.000 orang dan mungkin sampai
sebanyak setengah juta orang, yang di antara mereka tidak lebih dari
70.000 orang yang ditemukan dalam keadaan hidup.
Pada saat yang sama pihak Jepang memberlakukan peraturanperaturan baru bagi penjualan beras secara wajib kepada pemerintah
dengan harga rendah, guna memenuhi kebutuhan balatentara Jepang.
Para pejabat Indonesia harus melaksanakan pengerahan romusha dan
penyerahan beras secara wajib sangat dibenci para penduduk desa.
Pada Oktober 1943 Jepang membentuk organisasi pemuda
Indonesia, yaitu Peta (Pembela Tanah Air). Organisasi ini merupakan
suatu tentara sukarela Indonesia yang pada akhir perang beranggotakan
37.000 orang di Jawa dan sekitar 20.000 orang di Sumatera. Tidak
seperti Heiho, Peta tidak secara resmi menjadi bagian dari balatentara
Jepang melainkan dimaksudkan sebagai pasukan gerilya pembantu guna
melawan serbuan pihak Sekutu.
101
Korps perwiranya meliputi para pejabat, para guru, para kyai, dan
orang-orang Indonesia yang sebelumnya menjadi serdadu kolonial
Belanda. Di antara mereka adalah seorang bekas guru sekolah
Muhammadiyah yang bernama Soedirman (1915-1950), yang kemudian
menjadi salah seorang tokoh militer terkemuka pada masa revolusi.
Disiplin Peta sangat ketat dan ide-ide nasionalis Indonesia
dimanfaatkan dalam indoktrinasi. Pada bulan Oktober 1943 pihak Jepang
juga membentuk organisasi baru untuk mengendalikan Islam. MIAI
dibubarkan dan digantikan oleh Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia) yang mempunyai cabang di setiap keresidenan di Jawa.
Kepemimpinan Masyumi diserahkan kepada tokoh-tokoh Muhammadiyah
dan NU. Pendiri NU, Hasjim Asjari, dijadikan sebagai ketuanya namun
dia tetap tinggal di pesantrennya di Jombang dan yang menjadi ketua
efektif adalah putranya, Kyai Haji Wachid Hasjim (1913-1953).
Pada bulan Januari 1944 Putera digantikan oleh suatu gerakan
rakyat yang baru dalam rangka mencari suatu organisasi atap yang lebih
memuaskan guna memobilisasi penduduk Jawa. Jawa Hokokai
(Persatuan Kebaktian Jawa) didirikan bagi setiap orang yang berusia
lebih dari empat belas tahun. Gunseikanlah yang menjadi ketua persatuan tersebut, sedangkan Sukarno dan Hasyim Asyari dijadikan penasihat
utamanya dan pengelolaannya diserahkan kepada Hatta dan Mansur.
Jepang bermaksud memanfaatkan para pemimpin Indonesia
untuk memajukan tujuan mereka sendiri, tetapi para pemimpin Indonesia
tersebut kini mengambil keuntungan dari orang-orang Jepang.
Sukarno berhasil memanfaatkan tamasya propaganda bagi
Hokokai untuk memperkokoh posisinya sendiri sebagai pemimpin utama
kekuatan rakyat. Para penguasa priyayi terikat secara langsung pada
organisasi baru itu dengan menjadikan mereka sebagai ketuanya pada
setiap tingkat pemerintahan.
Hokokai juga memiliki suatu alat organisasi untuk menembus
desa-desa. Rukun Tetangga (dalam bahasa Jepang: Tonari Gumi)
dibentuk untuk mengorganisasikan seluruh penduduk menjadi sel-sel
yang terdiri atas sepuluh sampai dua puluh keluarga untuk mobilisasi,
indoktrinasi, dan pelaporan. Para penguasa tingkat bawah dan kepalakepala desa bertanggung jawab atas sel-sel tersebut. Pada bulan
Februari 1944 para kepala desa juga mulai menjalani kursus-kursus
indoktrinasi. Akan tetapi, pihak Jepang mulai menyadari bahwa mereka
akan kalah dalam perang dan kehilangan kendali atas kekuatan rakyat
yang sudah digairahkan mereka.
Pada bulan Februari 1944 perlawanan serius pertama kaum tani
di Jawa terhadap kewajiban menyerahkan beras meletus di sebuah desa
di Priangan dan berhasil ditumpas secara kejam. Kepemimpinannya
102
dipangku oleh seorang kyai NU setempat dan murid-muridnya, yaitu
orang-orang dari kelompok yang justru paling diharapkan pihak Jepang
dapat dimanfaatkan. Sejak saat itu protes-protes kaum tani yang
terisolasi menjadi semakin meluas.
Di kota-kota besar, terutama Jakarta dan Bandung, para pemuda
yang berpendidikan mulai menggalang jaringan-jaringan bawah tanah,
yang dalam banyak hal ada di bawah pengaruh Sjahrir. Mereka tahu
bahwa posisi Jepang di dalam perang memburuk, dan mereka mulai
menyusun rencana-rencana untuk merebut kemerdekaan nasional.
Pada bulan Februari 1944 Tojo meletakkan jabatan dan Jenderal
Koiso Kuniaki menggantikannya sebagai perdana menteri (1944-1945)
dengan membawa kecenderungan yang lebih besar untuk memikirkan
kemerdekaan semu bagi Indonesia.
Pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso menjanjikan kemerdekaan bagi “Hindia Timur” (To-Indo, istilah dalam bahasa
Jepang yang terus dipakai secara resmi sampai bulan April 1954). Akan
tetapi, Koiso tidak menentukan tanggal kemerdekaan itu, dan jelas
diharapkan bahwa bangsa Indonesia akan membalas janji ini dengan
cara mendukung Jepang sebagai ungkapan rasa terima kasih.
Sementara pihak angkatan laut masih tetap menentang setiap
usaha untuk memajukan nasionalisme di wilayah kekuasaannya, seorang
perwira angkatan laut yang luar biasa ditempatkan di Jawa melakukan
peranan aktif. Laksamana Madya Maeda Tadashi bertugas menangani
kantor penghubung angkatan darat-angkatan laut di Jakarta. Dia
mempunyai pandangan-pandangan maju mengenai nasionalisme
Indonesia. Dia menggunakan dana angkatan laut untuk membiayai
perjalanan pidato keliling Sukarno dan Hatta, bahkan mengirim mereka
ke Makasar pada bulan April 1945 serta ke Bali dan Banjarmasin pada
bulan Juni. Pada bulan Oktober 1944 dia juga mendirikan asrama
Indonesia Merdeka di Jakarta, atau untuk melatih para pemimpin pemuda
yang baru bagi sebuah negara yang merdeka, atau untuk menemukan
cara menembus jaringan-jaringan bawah tanah pemuda yang telah ada.
Maeda menjadi orang kepercayaan banyak orang Indonesia terkemuka
dari berbagai tingkat usia, dan memberikan sumbangan pada proses
yang menjadikan para pemimpin dari generasi muda dan tua saling
mengenal dan memahami (jika tidak selalu saling menghormati) satu
sama lain di Jakarta.
Pada bulan Desember 1944 Masyumi diperbolehkan memiliki
sayap militer yang bernama Barisan Hizbullah (Pasukan Tuhan), dan
mempunyai 50.000 orang anggota. Kepemimpinannya didominasi oleh
tokoh-tokoh Muhammadiyah dan anggota-anggota kelompok PSII yang
dipimpin oleh Agus Salim.
103
Pada bulan November 1944 orang-orang Indonesia mulai diangkat menjadi wakil presiden. Para penasihat (sanyo) dihimpun ke dalam
semacam majelis tinggi (Dewan Sanyo, Dewan Penasihat) dari Dewan
Penasihat Pusat yang mempunyai wewenang memberikan nasihat yang
agak lebih luas.
Para pejabat tinggi tersebut diikutkan dalam kursus-kursus indoktrinasi pada bulan Januari 1945, suatu pengalaman baik yang mendorong
pemikiran nasionalis di antara mereka maupun meningkatkan ketidaksenangan mereka terhadap Jepang yang mengharuskan mereka
menjalani sesuatu yang merendahkan martabatnya. Jepang akhirnya
harus memberikan janji kemerdekaan mereka karena runtuhnya posisi
militer mereka yang berlangsung secara cepat itu.
Pada bulan Pebruari 1945 detasemen Peta di Blitar (Jawa Timur)
menyerang gudang persenjataan Jepang dan membunuh beberapa
serdadu Jepang. Enam puluh delapan orang prajurit Peta diajukan ke
depan mahkamah militer (8 orang di antaranya dihukum mati) dan 4
orang pejabat senior Indonesia dipaksa untuk meletakkan jabatan. Kini
pihak Jepang mulai merasa takut bahwa mungkin mereka tidak dapat
mengendalikan kekuatan militer Indonesia yang telah mereka ciptakan.
Perasaan takut ini menjadi semakin kuat pada bulan Maret ketika
angkatan bersenjata serupa di Birma berbalik melawan mereka dan
bergabung dengan pasukan penyerbu Sekutu.
Karena mengetahui bahwa mereka menghadapi kehilangan
kekuasaan, maka pihak Jepang memutuskan untuk menghapus kekangan terhadap kekuatan rakyat Indonesia. Angkatan Darat ke-16 mendesak
unsur-unsur yang lebih bersifat hati-hati di dalam hierarki Jepang supaya
bertindak dengan cepat, karena mereka benar-benar mengetahui bahwa
bibit-bibit revolusi telah tertanam di Jawa.
Pada bulan Maret 1945 Jepang mengumumkan pembentukan
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Keanggotaannya mewakili sebagian besar pemimpin di Jawa yang masih hidup
yang berasal dari semua aliran pemikiran yang penting. Radjiman
Wediodiningrat menduduki jabatan ketua, sedangkan Sukarno, Hatta,
Mansur, Dewantara, Salim, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Abikoesno
Tjokrosoejoso, Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasjim, Mohammad
Yamin, dan yang lain duduk sebagai anggotanya.
Pihak Jepang memutuskan bahwa bilamana kemerdekaan
terwujud hendaknya kemerdekaan itu berada di tangan para pemimpin
dari generasi tua yang mereka pandang lebih mudah untuk bekerja sama
daripada generasi muda yang tidak dapat diramalkan.
Pada bulan Juli 1945 Jepang di Jawa berusaha mempersatukan
gerakan-gerakan pemuda, Masyumi dan Jawa Hokokai ke dalam satu
104
Gerakan Rakyat Baru. Akan tetapi, upaya tersebut gagal ketika para
pemimpin pemuda menuntut langkah-langkah nasionalistis yang
dramatis.
Pihak Jepang menangkap Yamin yang menurut keyakinan
mereka telah mengobarkan semangat kaum aktivis muda, tetapi kini
kejadian-kejadian bergerak terlalu cepat bagi pihak Jepang untuk
melakukan usaha mempersatukan pemimpin-pemimpin dari golongan tua
dan golongan muda.
Di dalam Badan Penyelidik di Jakarta Sukarno mendesak agar
versinya tentang nasionalisme yang bebas dari agama disetujui. Karena
konsep ini memang merupakan satu-satunya dasar yang dapat
disepakati pemimpin lainnya, maka menanglah Sukarno. Pada pidatonya
pada tanggal 1 Juni dia mengemukakan Pancasilanya, “lima dasar” yang
akan menjadi falsafah resmi dari Indonesia merdeka: Ketuhanan,
Kebangsaan, Perikemanusiaan, Kesejahteraan, dan Demokrasi.
Walaupun Pancasila itu pada umumnya diterima oleh anggota-anggota
Badan Penyelidik, akan tetapi para pemimpin Islam merasa tidak senang
karena Islam tampaknya tidak akan memainkan peranan yang istimewa.
Akhirnya, mereka menyetujui suatu kompromi yang disebut
Piagam Jakarta yang menyebutkan bahwa negara akan didasarkan atas
“Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya”. Kata syariat islam dalam Piagam Jakarta ditengarai akan
menjadi sumber pertentangan-pertentangan sengit di masa mendatang
antara pemeluk agama Islam dan negara, demikian halnya dengan
pemeluk agama non-islam.
Badan tersebut mengakhiri tugasnya dengan merancang konstitusi pertama Indonesia yang menghendaki sebuah republik kesatuan
dengan jabatan kepresidenan yang sangat kuat, dan dengan menetapkan
bahwa negara baru tersebut tidak hanya akan meliputi Indonesia saja
tetapi juga Malaya dan wilayah-wilayah Inggris di Kalimantan (Borneo).
Pada bulan Juli 1945 semua unsur di kalangan orang-orang
Jepang sepakat bahwa kemerdekaan harus diberikan kepada Indonesia
dalam waktu beberapa bulan. Pada akhir bulan Juli para pemimpin
Sekutu di Potsdam mengeluarkan tuntutan agar Jepang menyerah tanpa
syarat. Jepang tidak dapat lagi memikirkan tentang kemenangan ataupun
tindakan mempertahankan wilayah-wilayah pendudukannya.
Tujuannya di Indonesia kini adalah membentuk sebuah negara
yang merdeka dalam rangka mencegah berkuasanya kembali lawan,
yaitu Belanda. Pada akhir bulan Juli angkatan darat dan angkatan laut
Jepang mengadakan suatu pertemuan di Singapura guna merencanakan
pengalihan perekonomian ke tangan bangsa Indonesia. Jepang memu-
105
tuskan bahwa Jawa akan diberi kemerdekaan pada awal bulan
September, sedangkan daerah-daerah lainnya segera menyusul.
Pada tanggal 6 Agustus bom atom pertama dijatuhkan di
Hiroshima yang menewaskan sedikitnya 78.000 orang. Hari berikutnya
keanggotaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia diumumkan di
Jakarta. Lembaga tersebut beranggotakan wakil-wakil dari Jawa maupun
dari daerah luar Jawa, didominasi oleh generasi tua, dan dijadwalkan
mengadakan pertemuan pada tanggal 19 Agustus.
Pada tanggal 9 Agustus bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki
dan pihak Soviet menyerbu Manchuria. Pada hari itu, karena tampak
pihak Jepang akan menyerah, Sukarno, Hatta, dan Radjiman terbang ke
Saigon untuk menemui Panglima Wilayah Selatan, Panglima Tertinggi
Terauchi Hisaichi, yang mereka temui di Dalat pada tanggal 11 Agustus.
Kepada mereka Terauchi menjanjikan kemerdekaan bagi seluruh bekas
wilayah Belanda, tetapi memveto penggabungan Malaya dan wilayahwilayah Inggris di Kalimantan. Sukarno ditunjuk sebagai Ketua Panitia
Persiapan tersebut dan Hatta sebagai wakil ketua. Pada tanggal 14
Agustus Sukarno dan rekan-rekannya tiba kembali di Jakarta.
Pada tanggal 15 Agustus Jepang menyerah tanpa syarat, dan
dengan demikian menghadapkan para pemimpin Indonesia pada suatu
masalah yang berat. Karena sekutu tidak menaklukkan Indonesia, maka
kini terjadi suatu kekosongan politik, pihak Jepang masih tetap berkuasa
namun telah menyerah, dan tidak tampak kehadiran pasukan Sekutu
yang akan menggantikan mereka.
Rencana bagi kemerdekaan yang disponsori pihak Jepang kini
tampaknya terhenti, dan pada hari berikutnya gunseikan telah mendapat
perintah khusus supaya mempertahankan keadaan politik yang ada
sampai kedatangan pasukan Sekutu.
Sukarno, Hatta, dan generasi tua ragu-ragu untuk berbuat
sesuatu dan takut memancing konflik dengan pihak Jepang. Namun tidak
demikian dengan golongan pemuda, mereka melihat kondisi ini adalah
kesempatan emas untuk segera menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Para pemimpin pemuda menginginkan suatu pernyataan kemerdekaan
secara dramatis di luar kerangka yang disusun oleh pihak Jepang, dan
dalam hal ini mereka didukung oleh Sjahrir. Akan tetapi, tak seorang pun
berani bergerak tanpa Sukarno dan Hatta.
Maeda ingin melihat pengalihan kekuasaan secara cepat kepada
generasi tua, karena merasa khawatir terhadap kelompok pemuda yang
dianggapnya berbahaya maupun pasukan Jepang yang kehilangan
semangat.
Pada tanggal 16 Agustus pagi, Hatta dan Sukarno tidak
ditemukan di Jakarta. Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh
106
para pemimpin pemuda ke garnisun Peta di Rengasdengklok, sebuah
kota kecil yang terletak utara jalan raya ke Cirebon, dengan dalih
melindungi mereka bilamana meletus suatu pemberontakan Peta dan
Heiho. Ternyata tidak terjadi satu pemberontakan, sehingga Sukarno dan
Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan suatu usaha
memaksa mereka supaya menyatakan kemerdekaan di luar rencana
pihak Jepang, tujuan ini mereka tolak.
Maeda mengirim kabar bahwa jika mereka dikembalikan dengan
selamat, maka ia dapat mengatur agar pihak Jepang tidak menghiraukan
bilamana kemerdekaan dicanangkan.
Pada malam itu Soekarno dan Hatta sudah berada di rumah
Maeda di Jakarta. Mendengar jaminan Maeda, Soekarno dan Hatta,
malam itu juga merancang pernyataan kemerdekaan Indonesia. Kaum
muda menginginkan agar pernyataan bahasa yang digunakan dramatis
dan berapi-api, tetapi golongan tua menginginkan menggunakan bahasa
yang lebih bersahaja.
Akhirnya dengan alasan untuk menghormati Maeda (Jepang),
supaya tidak menyakiti perasaan Jepang serta agar tidak mendorong terjadinya kekerasan maka disetujuilah pernyataan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang tenang dan bersahaja.
Gambar 2.1 Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Gambar 2.2 Pengibaran Bendera Merah Putih setelah
Pembacaan Naskah Proklamasi Kemerdekaan
107
Pada tanggal 17 Agustus 1945, hari Jum’at jam 10.00 pagi Soekarno,
didampingi Moh. Hatta dan beberapa orang dari generasi muda
membacakan pernyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jl.
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
Setelah pembacaan pernyataan kemerdekaan, dilanjutkan
dengan pengibaran bendera merah putih, dan menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Lahirlah negara Republik Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan ini selanjutnya disebarluaskan melalui
kantor berita yang ada ke berbagai pihak terkait dengan berdirinya
negara kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, tentara sekutu tidak mengetahui perkembangan
yang sedang terjadi di Indonesia, sehingga ketika dia datang ke
Indonesia dengan tujuan untuk penyerahan kekuasaan dari Jepang
kepada sekutu, ternyata kedatangannya disambut dengan perlawanan
sengit dari bangsa Indonesia.
Tugas 2.1
Bagaimana pendapat kalian, terhadap pernyataan di bawah ini!
1. Pada saat ini, sebenarnya bangsa Indonesia belum
merdeka, masih mengalami penjajahan. Karena masih
sangat tergantung kepada negara lain dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini dibuktikan ketika
panen kedelai di AS gagal, bangsa Indonesia kebingungan
untuk membuat tempe. Selain itu juga hutang negara
Indonesia juga sangat banyak.
2. Walaupun sedang dijajah, bangsa Indonesia tidak
melakukan perlawanan.
108
B. KESADARAN NASIONAL
1. Semangat Kebangsaan (Nasionalisme)
Sebelum membahas sajian tentang nasionalisme, dapat disimak
lagunya Gombloh seperti di bawah ini, kalau ada kesempatan kita bisa
bernyanyi secara bersama-sama.
Gebyar-Gebyar
Oleh: Gombloh
Indonesia Merah Darahku,
Putih Tulangku
Bersatu dalam Semangatmu
Indonesia, Debar Jantungku
Getar Nadiku
Berbaur dalam Angan-anganmu
Gebyar-gebyar Pelangi Jingga
Indonesia Nada Laguku,
Simpati kataku
Selaras dengan Simponimu
Gebyar-gebyar Pelangi Jingga
Biarpun Bumi Bergoyang,
Kau tetap Indonesiaku
Andaikan Matahari Terbit dari Barat
Kaupun Indonesiaku
Tak Sebilah Pedang yang Tajam
Dapat Palingkan Daku darimu
Kusisingkan Lengan
Rawe-Rawe Rantas
Malang-Malang Tuntas
Denganmu, wow
Semangat kebangsaan biasa disebut juga dengan nasionalisme.
Nasionalisme berasal dari kata “nation” (bangsa). Bangsa adalah
sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dan
memiliki rasa persatuan yang timbul karena pengalaman sejarah yang
sama serta memiliki cita-cita bersama yang ingin dilaksanakan di dalam
negara yang berbentuk negara nasional. Nasionalisme adalah suatu
gejala psikologis berupa rasa persamaan dari se-kelompok manusia yang
menimbulkan kesadaran sebagai suatu bangsa. Nasionalisme merupakan hasil dari pengaruh faktor politik, ekonomi, sosial dan intelektual,
yang terjadi dalam lingkungan kebudayaan melalui proses sejarah
(historis).
109
Semangat kebangsaan (nasionalisme) yang ada pada diri seseorang
tidak datang dengan sendiri, tetapi ada unsur-unsur yang mempengaruhi
keberadaannya. Unsur-unsur tersebut adalah: (1) perasaan nasional,
yang sifatnya ke luar dan ke dalam, (2) watak nasional, (3) batas nasional
(yang memberikan pengaruh emosional & ekonomis pada diri individu),
(4) bahasa nasional, (5) agama, dan (6) peralatan nasional. Bahasa
merupakan unsur yang sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan
semangat kebangsaan (nasionalisme).
2. Sebab-sebab Timbulnya Nasionalisme
Semangat kebangsaan muncul tidak hanya di Indonesia, tetapi
juga muncul di negara-negara lain termasuk di Eropa dan Amerika serta
Afrika. Namun demikian, faktor penyebab timbulnya nasionalisme di Asia
dan di Amerika atau Eropa berbeda. Demikian halnya dengan bentuk dan
tujuan dari nasionalisme.
Nasionalisme Eropa muncul disebabkan oleh faktor: (1)
munculnya faham rasionalisme dan romantisme; (2) munculnya faham
aufklarung dan kosmopolitanisme; (3) terjadinya revolusi Perancis; (4)
muncul sebagai reaksi atas agresi yang dilakukan oleh Napoleon
Bonaparte.
Sedangkan semangat kebangsaan atau nasionalisme yang terjadi
di negara-negara Asia muncul disebabkan oleh: (1) adanya kenangan
akan kejayaan masa lampau, (2) imperalisme; (3) pengaruh faham
revolusi Perancis; (4) adanya kemenangan Jepang atas Rusia; (5)
atlantic charter; (6) timbulnya golongan pertengahan (terpelajar).
3. Tujuan Nasionalisme
Pada dasarnya nasionalisme atau semangat kebangsaan yang
muncul di banyak negara memiliki tujuan untuk: (1) menjamin kemauan
dan kekuatan mempertahankan masyarakat nasional melawan musuhmusuh dari luar negara, sehingga melahirkan semangat rela berkorban;
(2) menghilangkan ekstremisme (tuntutan yang berlebih-lebihan) dari
warga negara (individu dan kelompok).
Bertolak dari hal tersebut di atas, maka aspek pokok dari
nasionalisme, khususnya yang terjadi negara Asia adalah:
• Politik; bertujuan untuk menumbangkan dominasi politik bangsa
penjajah dan membangun negara merdeka.
• Ekonomi; bertujuan untuk menghapuskan penghisapan dari praktek
imperialisme atas bangsanya dan membangun suatu sistem
perekonomian
nasional
menuju
terwujudnya
kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan sosial.
110
•
Kebudayaan; bertujuan untuk menghapus pengaruh-pengaruh yang
merusak dari kebudayaan asing, kemudian membina kebudayaan
nasional berdasar pada sintesa budaya asli dengan budaya asing
yang konstruktif dan tidak bertentangan dengan budaya nasional.
4. Akibat Nasionalisme
Nasionalisme atau semangat kebangsaan yang muncul di
beberapa negara membawa akibat beraneka ragam, bahkan kadang
sangat bertentangan dengan tujuan nasionalisme itu sendiri. Akibat dari
munculnya semangat kebangsaan di beberapa negara, pada umumnya
adalah: (1) timbulnya negara nasional (national state); (2) peperangan;
(3) imperialisme; (4) nasionalisme ekonomi (proteksionisme); dan (5)
akibat social.
5. Tahap-tahap Pertumbuhan Nasionalisme
Berdasarkan waktu, kemunculan dari semangat kebangsaan di
dunia ini dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap.
Tahap Pertama
1. Perubahan sistem perekonomian; dari agraris feodalistis menjadi
borjuis kapitalis, akibatnya melahirkan golongan kelas menengah
(middle class).
2. Hubungan internasional terjadi antara raja dengan raja melalui
ikatan perkawinan.
3. Lahirnya merkantilisme; yaitu suatu politik perekonomian nasional
yang ditujukan untuk menambah kekuasaan negara yang
diwujudkan dalam diri raja, dengan menimbun sebanyak mungkin
kekayaan berupa emas dan perak; yang dilakukan melalui
perluasan area perdagangan, merebut pasar bangsa lain dan
peperangan (gold, gospeld and glory).
4. Peranan golongan pertengahan yang besar dalam memakmurkan
negara tetapi tidak bisa menikmati, dirasakan tidak adil, akhirnya
menimbulkan revolusi untuk menentang raja; contoh seperti
revolusi Puritan (1642), revolusi Amerika (1776) dan revolusi
Perancis (1789).
Tahap Kedua (Napoleon-Perang Dunia I)
Ciri pokok dari nasionalisme tahap II ini ditandai oleh adanya:
1. Hubungan internasional berlangsung berdasarkan pada
kepentingan bangsa.
2. Berlomba-lomba membangun industri, memperbesar hasil dan
memperluas perdagangan
111
3. Kebutuhan bahan mentah dan melimpahnya hasil industri
(imperialisme modern)
4. Meletusnya Perang Dunia I (1914-1919)
5. Middle class nationalism
Tahap Ketiga (1920-Perang Dunia II)
1. Munculnya pengakuan terhadap semua golongan masyarakat
sebagai suatu bangsa.
2. Lahirnya jinggoisme dan chauvinisme
3. Meletusnya Perang Dunia II
Sesudah perang Dunia II, muncul internasionalisme, sebagai akibat
dari adanya perkembangan teknologi kemunikasi dan transportasi,
adanya ketergantungan ekonomi dan ketakutan akan perang nuklir.
6. Faktor Pendorong Munculnya Nasionalisme di Indonesia
Munculnya semangat kebangsaan yang ada pada masyarakat
Indonesia dipengaruhi oleh faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar
(ekstern). Faktor ekstern yang mempengaruhi nasionalisme Indonesia,
adalah: (1) Pengaruh faham-faham modern dari Eropa (liberalisme,
humanisme, nasionalisme, komunisme); (2) Pengaruh gerakan PanIslamisme; (3) Pengaruh pergerakan bangsa terjajah di Asia; dan (4)
Pengaruh kemenangan Jepang atas Rusia.
Sedangkan faktor internal yang mendorong munculnya semangat
kebangsaan atau nasionalisme adalah: (1) timbulnya kembali golongan
pertengahan, kaun terpelajar; (2) adanya penderitaan dan kesengsaraan
yang dialami oleh seluruh rakyat dalam berbagai bidang kehidupan; (3)
pengaruh golongan peranakan; dan (4) adanya keinginan untuk
melepaskan diri dari imperialisme.
Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme Indonesia meliputi
semua aspek kehidupan berupa semangat untuk memberdayakan
ekonomi, pendidikan, politik, sosial, dan budaya yang diwujudkan dalam
bentuk perjuangan organisasi pergerakan nasional yang moderat atau
radikal, yang mau bekerja sama (kooperatif) maupun tidak bekerja sama
(non-kooperatif) dengan pemerintah kolonial Belanda.
7. Perbedaan Nasionalisme Asia dan Eropa
Nasionalisme yang berkembang di dunia ini walaupun berasal dari
ibu yang sama, tetapi masing-masing wilayah mempunyai perbedaan,
dengan demikian proses dan akibatnya juga berbeda.
1. Nasionalisme asia lahir sebagai reaksi atas sistem imperialisme.
Sebaliknya lahir sebagai akibat perubahan struktur masyarakat
dari feodalistik menuju kapitalis.
112
2. Nasionalisme Asia melahirkan keberanian terhadap ras kulit putih,
sebaliknya di Eropa tidak terjadi.
3. Mengandung rasa solider dengan bangsa lain di dunia. Sedang di
Eropa tidak terjadi.
8. Konsep Lain yang Berhubungan dengan Nasionalisme
Beberapa konsep atau istilah yang memiliki kaitan atau
berhubungan dengan semangat kebangsaan antara lain:
a. Patriotisme
Patriotisme adalah sikap dan perilaku seseorang yang dilakukan
dengan penuh semangat rela berkorban untuk kemerdekaan, kemajuan,
kejayaan dan kemakmuran bangsa.
Seseorang yang memiliki sikap dan perilaku patriotik, ditandai
oleh adanya: (1) rasa cinta pada tanah air, (2) rela berkorban untuk
kepentingan bangsa dan negara, (3) menempatkan persatuan, kesatuan,
serta keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan
golongan, (4) berjiwa pembaharu, (5) tidak mudah menyerah.
Konsep patriotik tidak selalu terjadi dalam lingkup bangsa dan
negara, tetapi juga dalam lingkup sekolah dan desa atau kampung. Kita
mungkin bisa menemukan bagaimana seorang siswa atau masyarakat
yang lainnya berbuat sesuatu yang mempunyai arti sangat besar bagi
sekolah atau bagi lingkungan desa atau kampung.
b. Chauvinisme
Chauvinisme adalah rasa cinta tanah air yang berlebihan dengan
mengagungkan bangsa sendiri, dan merendahkan bangsa lain. Contoh
seperti yang dikemukakan oleh A Hitler dengan kalimat Deutschland Uber
Alles in der Welt (Jerman di atas segala-galanya dalam dunia). Slogan ini
kadang masih dipakai di Jerman untuk memberi semangat pada atlit
dalam bertanding. Hal ini dapat dilihat ketika Jerman menjadi juara
sepakbola Eropa tahun 2000, dimana kalimat ini dipergunakan untuk
memberi semangat pemain sepakbola Jerman. Inggris juga punya slogan
Right or Wrong is my Country. Jepang yang menganggap bahwa
bangsanya merupakan keturunan Dewa Matahari, atau mungkin bangsa
lain juga ada, tetapi tidak nampak.
c. Sukuisme
Sukuisme adalah suatu paham yang memandang bahwa suku
bangsanya lebih baik dibandingkan dengan suku bangsa yang lain, atau
rasa cinta yang berlebihan terhadap suku bangsa sendiri.
113
Tugas 2.2
Jawablah pertanyaan di bawa ini dengan melalui diskusi
kelompok, kemudian hasil diskusi kelompok sampaikan kepada
guru.
1. Apakah benar nasionalisme bangsa Indonesia saat ini
dikategorikan rendah?
2. Buatlah contoh perwujudan semangat kebangsaan yang
dimiliki bangsa Indonesia?
3. Bagaimanakah cara yang bisa dilakukan oleh siswa SMK
dalam menunjukkan semangat kebangsaannya yang tidak
rendah?
114
C. PERGERAKAN NASIONAL
1. Pengertian
Pergerakan nasional adalah suatu bentuk perlawanan terhadap
kepada kaum penjajah yang dilaksanakan tidak dengan menggunakan
kekuatan bersenjata, tetapi menggunakan organisasi yang bergerak di
bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik. Demikian halnya dengan
pergerakan nasional yang terjadi di Indonesia.
Pada awalnya, berdirinya organisasi ini tidak ditujukan untuk perlawanan terhadap kaum penjajah, tetapi organisasi-organisasi tersebut
pada dasarnya didirikan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat
yang mengalami penderitaan akibat penjajahan, namun pada akhirnya
bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan. Hal yang demikian ini pula
yang menjadi faktor awal berdirinya berbagai macam organisasi pergerakan nasional di Indonesia.
Pergerakan nasional melawan penjajahan Belanda di Indonesia
diawali pada permulaan abad ke-20, dengan berdirinya organisasi Budi
Utomo, Sarikat Islam dan berbagai macam organisasi lainnya. Organisasi-organisasi yang berdiri pada masa itu disebut sebagai organisasi
pergerakan nasional, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keanggotaannya tidak didasarkan atas kelompok etnis (suku)
tertentu melainkan semua kelompok etnis.
2. Sebagian besar pemimpin organisasi pergerakan nasional itu
berasal dari kalangan terdidik yang memperoleh pendidikan Barat
serta kelompok intelektual yang sudah bergaul dengan berbagai
bangsa, baik melalui sekolah di dalam negeri, Belanda, maupun
yang telah menunaikan ibadah haji.
3. Organisasi-organisasi pergerakan nasional tersebut memiliki
tujuan yang jelas bagi kepentingan seluruh bangsa di bidang
sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, dan politik.
4. Organisasi-organisasi pergerakan nasional memiliki paham
kebangsaan atau nasionalisme.
Dengan kata lain pergerakan nasional Indonesia adalah suatu
bentuk perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajah yang dilaksanakan dengan menggunakan organisasi, terjadi pada awal abad ke-20,
yang diperuntukkan bagi kepentingan seluruh bangsa Indonesia, yang
berasal dari berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya, dan bertujuan
untuk memajukan bangsa Indonesia di bidang pendidikan, ekonomi,
sosial, budaya, dan politik serta untuk memperoleh kemerdekaan dari
penjajah Belanda.
115
2. Faktor Pendorong Munculnya Pergerakan Nasional Indonesia
a. Faktor Ekstern
1. Munculnya kesadaran tentang pentingnya semangat kebangsaan,
semangat nasional, perasaan senasib sebagai bangsa terjajah,
serta keinginan untuk mendirikan negara berdaulat lepas dari
cengkeraman imperialisme di seluruh negara-negara jajahan di
Asia, Afrika, dan Amerika Latin pada akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20.
2. Fase tumbuhnya anti imperialisme tersebut berkembang bersamaan dengan atau dipengaruhi oleh lahirnya golongan terpelajar yang memperoleh pengalaman pergaulan internasional
serta mendapatkan pemahaman tentang ide-ide baru dalam
kehidupan bernegara yang lahir di Eropa, seperti demokrasi,
liberalisme, sosialisme, dan komunisme melalui pendidikan formal
dari negara-negara Barat.
3. Paham-paham tersebut pada dasarnya mengajarkan tentang
betapa pentingnya persamaan derajat semua warga negara tanpa
membedakan warna kulit, asal usul keturunan, dan perbedaan
keyakinan agama. Paham tersebut masuk ke Indonesia dan
dibawa oleh tokoh-tokoh Belanda yang berpandangan maju,
golongan terpelajar Indonesia yang memperoleh pendidikan
Barat, serta alim ulama yang menunaikan ibadah haji dan memiliki
pergaulan dengan sesama umat muslim seluruh dunia.
4. Perang Dunia I (1914-1919) telah menyadarkan bangsa-bangsa
terjajah bahwa negara-negara imperialis telah berperang di antara
mereka sendiri. Perang tersebut merupakan perang memperebutkan daerah jajahan. Tokoh-tokoh pergerakan nasional di Asia,
Afrika dan Amerika Latin telah menyadari bahwa kini saatnya
telah tiba bagi mereka untuk melakukan perlawanan terhadap
penjajah yang sudah lelah berperang.
5. Munculnya rumusan damai mengenai penentuan nasib sendiri
(self determination) Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson
pasca perang dunia I disambut tokoh-tokoh pergerakan nasional
Indonesia sebagai pijakan dalam perjuangan mewujudkan
kemerdekaan.
6. Lahirnya komunisme melalui Revolusi Rusia 1917 yang diikuti
dengan semangat anti kapitalisme dan imperalisme telah mempengaruhi tumbuhnya ideologi perlawanan di negara-negara jajahan
terhadap imperialisme dan kapitalisme Barat. Konflik ideologi
dunia antara kapitalisme atau imperialisme sosialisme atau
komunisme telah memberikan dorongan bagi bangsa-bangsa
terjajah untuk melawan kapitalisme atau imperialisme Barat.
116
7. Munculnya nasionalisme di Asia dan di negara-negara jajahan
lainnya di seluruh dunia telah mengilhami tokoh-tokoh pergerakan
nasional untuk melakukan perlawanan terhadap penjajahan
Belanda. Kemenangan Jepang atas Rusia pada 1905 telah
memberikan keyakinan bagi tokoh nasionalis Indonesia bahwa
bangsa kulit putih Eropa dapat dikalahkan oleh kulit berwarna
Asia. Demikian juga, model pergerakan nasional yang dilakukan
oleh Mahatma Gandhi di India, Mustapha Kemal Pasha di Turki,
serta Dr. Sun Yat Sen di Cina telah memberikan inspirasi bagi
kalangan terpelajar nasionalis Indonesia bahwa imperialisme
Belanda dapat dilawan melalui organisasi modern dengan cara
memajukan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, dan politik pada
bangsa Indonesia terlebih dahulu sebelum memperjuangkan
kemerdekaan.
b. Faktor Intern
1. Penjajahan mengakibatkan terjadinya penderitaan rakyat
Indonesia yang tidak terkira. Sistem penjajahan Belanda yang
eksploitatif terhadap sumber daya alam dan manusia Indonesia
serta sewenang-wenang terhadap warga pribumi telah menyadarkan penduduk Indonesia tentang adanya sistem kolonialisme dan
imperialisme Barat yang menerapkan ketidaksamaan dan
perlakuan yang membeda-bedakan (diskriminatif).
2. Kenangan akan kejayaan masa lalu. Rakyat Indonesia pada
umumnya menyadari bahwa mereka pernah memiliki negara
kekuasaan yang jaya dan berdaulat di masa lalu (Sriwijaya dan
Majapahit). Kejayaan ini menimbulkan kebanggaan dan
meningkatnya harga diri sebagai suatu bangsa. Oleh karena itu,
rakyat Indonesia berusaha untuk mengembalikan kebanggaan
dan harga diri sebagai suatu bangsa tersebut.
3. Lahirnya kelompok terpelajar yang memperoleh pendidikan Barat
dan Islam dari luar negeri. Kesempatan ini terbuka setelah
pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-20 menjalankan
Politik Etis (edukasi, imigrasi, dan irigasi). Orang-orang Indonesia
yang memperoleh pendidikan Barat berasal dari kalangan priyayi
abangan yang memiliki status bangsawan. Sebagian lainnya berasal dari kalangan priyayi dan santri yang secara sosial ekonomi
memiliki kemampuan untuk menunaikan ibadah haji serta
memperoleh pendidikan tertentu di luar negeri.
4. Lahirnya kelompok terpelajar Islam telah menyadarkan bangsa
Indonesia terjajah yang sebagian besar penduduknya beragama
Islam. Kelompok intelektual Islam telah menjadi agent of change
117
atau agen pengubah cara pandang masyarakat bahwa nasib
bangsa Indonesia yang terjajah tersebut tidak dapat diperbaiki
melalui belas-kasihan penjajah seperti Politik Etis misalnya. Nasib
bangsa Indonesia harus diubah oleh bangsa Indonesia sendiri
dengan cara memberdayakan bangsa melalui peningkatan taraf
hidup di bidang ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya.
5. Menyebarnya paham-paham baru yang lahir di Eropa, seperti
demokrasi, liberalisme, sosialisme, dan komunisme di negeri
jajahan (Indonesia) yang dilakukan oleh kalangan terpelajar.
6. Muncul dan berkembangnya semangat persamaan derajat pada
masyarakat Indonesia dan berkembang menjadi gerakan politik
yang sifatnya nasional. Tindakan pemerintah kolonial yang
semakin represif seperti pembuangan para pemimpin Indische
Partiij pada 1913, ikut campurnya Belanda dalam urusan internal
Sarekat Islam, dan penangkapan tokoh-tokoh nasionalis telah
menimbulkan gerakan nasional untuk memperoleh kebebasan
berbicara, berpolitik, serta menentukan nasib sendiri tanpa
dicampuri pemerintah kolonial Belanda.
3. Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia
Budi Utomo (BU)
Budi utomo adalah suatu organisasi yang didirikan oleh kalangan
terpelajar di sekolah kedokteran yang berasal dari priyayi Jawa yang
"baru" atau priyayi rendahan. Mereka memiliki pandangan bahwa
pendidikan adalah kunci untuk kemajuan. Kelompok inilah yang
merupakan kelompok pertama pembentuk suatu organisasi yang benarbenar modern.
Dr. Wahidin Sudirohusodo
adalah tokoh yang membidani lahirnya
Budi Utomo melalui kegiatannnya
menghimpun dana beasiswa untuk
memberikan pendidikan Barat kepada
golongan priyayi Jawa. Kegiatan yang
dilakukan oleh Dr. Wahidin tersebut
disambut oleh Soetomo, seorang
mahasiswa School Tot Opleiding van
Indische Arsten (STOVIA) atau
Sekolah Dokter Jawa. Bersama rekanrekannya dia mendirikan Budi Utomo
Gambar 2.3. Dr. Sutomo
(BU) di Jakarta pada 20 Mei 1908.
Budi utomo sejak awal berdiri sudah menetapkan bahwa bidang
perhatian organisasi ini pada upaya peningkatan pendidikan dan
118
memajukan pendidikan masyarakat dengan memberi kesempatan dan
beasiswa bagi rakyat Indonesia untuk menempuh pendidikan. Hanya saja
ruang lingkup yang menjadi obyek pengembangan pendidikan ini pada
awalnya hanya meliputi penduduk Jawa dan Madura.
Bilamana diperhatikan dari segi keanggotaannya, organisasi budi
utomo mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (1) bersifat lokal, sebab
anggotanya hanya terbatas pada orang jawa dan madura, kemudian
berkembang ke Bali, tidak meliputi seluruh wilayah Indonesia; (2) bersifat
moderat dan aristokratis, tidak bertindak radikal dalam memperjuangkan
tujuannya. Hal ini dimaklumi karena sebagian besar anggotanya adalah
pegawai negeri dan juga dari lapisan ningrat.
Pada kongres Budi Utomo yang diselenggarakan pada 3-5
Oktober 1908, Tirto Kusumo diangkat menjadi Ketua Pengurus Besar.
Dalam kongres ini, etnonasionalisasi semakin bertambah besar. Selain
itu, dalam kongres tersebut juga timbul dua kelompok, yaitu kelompok
pertama diwakili oleh golongan pemuda yang merupakan minoritas yang
cenderung menempuh jalan politik dalam menghadapi pemerintah
kolonial. Adapun kelompok kedua merupakan golongan mayoritas
diwakili oleh golongan tua yang menempuh perjuangan dengan cara
lama, yaitu sosiokultural (pendidikan, pengajaran dan kebudayaan).
Golongan minoritas yang berpandangan maju dalam organisasi ini
dipelopori oleh Dr. Tjipto Mangunkusumo. Dr. Tjipto Mangunkusumo ingin
menjadikan Budi Utomo bukan hanya sebagai partai politik yang mementingkan rakyat, melainkan juga sebuah organisasi yang kegiatannya tersebar di Indonesia, bukan hanya di Jawa dan Madura. Sementara
golongan tua menginginkan pembentukan dewan pimpinan yang
didominasi oleh para pejabat generasi tua. Golongan ini juga mendukung
pendidikan yang luas bagi kaum priyayi dan mendorong kegiatan
pengusaha Jawa. Tjipto terpilih sebagai seorang anggota dewan. Namun,
pada 1909 dia mengundurkan diri dan akhirnya bergabung dengan
Indische Partiij yang perjuangannya bersifat radikal.
Karakteristik Budi Utomo yang seperti demikian menyulitkan untuk
bertindak revolusioner, walaupun lambat laun juga mempunyai program
politik dan memperluas keanggotanya hingga sampai ke Bali. Hal ini
terjadi karena banyak dari anggota Budi Utomo adalah pegawai pemerintahan Belanda dan banyak yang berasal dari kalangan ningrat. Kondisi
inilah yang mengakibatkan keluarnya beberapa orang tokoh utama dari
Budi Utomo, seperti Cipto Mangunkusumo, Soetomo, dan Soepomo.
Tokoh-tokoh ini beralih ke Indische Party yang gerakannya lebih radikal.
Dalam perkembangan selanjutnya Budi Utomo tetap meneruskan
cita-cita mulia menuju kemajuan yang selaras buat tanah air dan bangsa.
Ketika pecah Perang Dunia I (1914) Budi Utomo turut memikirkan cara
119
mempertahankan Indonesia dari serangan luar, yang mengusulkan
dibentuknya ”Komite Indie Weeber" (komisi untuk pertahanan negara)
Budi Utomo juga terlibat dalam rapat-rapat untuk membentuk
Dewan Rakyat (Volksraad), yang baru dapat terealisasi tahun 1918.
Belanda memang memberi peluang pada Budi Utomo untuk terlibat,
karena sikapnya yang moderat sehingga pemerintah kolonial tidak terlalu
mengkhawatirkan organisasi tersebut.
Pada dekade ketiga abad ke-20, April 1930, Budi Utomo dibuka
keanggotannya bagi semua golongan bangsa Indonesia. Pada kongres
April 1931, anggaran dasar Budi Utomo diubah untuk membuka diri.
Pada kongres itu diputuskan untuk bekerja sama dengan organisasi lain
yang berdasarkan prinsip kooperasi. Dalam konferensi yang diselenggarakan pada Desember 1932 di Solo, diumumkan tentang disahkannya
badan persatuan yang terdiri dari organisasi-organisasi yang bertujuan
mencapai Indonesia merdeka, namanya Parindra. Kelompok organisasi
ini bersifat kooperasi tapi terhadap sesuatu hal yang lain bisa jadi non
kooperasi.
Walaupun pada awalnya organisasi Budi Utomo dikhususkan
untuk masyarakat Jawa dan Madura, namun Budi Utomo adalah
organisasi modern pertama dalam pergerakan nasional Indonesia yang
bertujuan untuk memajukan masyarakat pribumi dan usianya paling lama,
Budi Utomo merupakan organisasi perintis jalan untuk pertumbuhan
organisasi-organisasi politik lainnya. Budi Utomo merupakan fase pertama dari nasionalisme Indonesia, menjadi inspirasi bangkitnya fahamfaham kebangsaan Indonesia.
Sarekat Islam (SI)
Sarekat Islam (SI) pada awalnya bernama Sarekat Dagang Islam
(SDI), yaitu perkumpulan bagi pedagang Islam yang didirikan tahun 1911
di Solo, oleh H. Samanhudi. Organisasi ini mempunyai tujuan memajukan
perdagangan Indonesia di bawah panji Islam, serta agar para pedagang
Islam dapat bersaing dengan pedagang Barat maupun Timur Asing.
Sarekat Dagang Islam mengalami perkembangan cukup pesat,
hal ini terjadi karena:
1. Pedagang keturunan Tionghoa melakukan monopoli bahan-bahan
batik, ditambah pula dengan tingkah laku mereka yang tidak
mengenakkan pada pedagang pribumi;
2. Penyebaran agama Kristen yang merupakan tantangan bagi para
penganut Islam;
3. Adat lama yang bertentangan dengan ajaran Islam yang terus
dipertahankan di daerah Jawa, makin lama makin dirasakan sebagai penghinaan terhadap umat Islam.
120
Faktor lain yang mempengaruhi pesatnya pertumbuhan perkumpulan pedagang Islam tumbuh pesat terutama setelah Tjokroaminoto
masuk dan kemudian menjadi pemimpin Sarekat Dagang Islam.
SDI berganti namanya menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun
1912. SI mempunyai tujuan mengembangkan perekonomian guna mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persatuan, dan tolong menolong di antara kaum muslimin. Keanggotaannya
terbuka untuk setiap lapisan masyarakat yang beragama Islam.
Pada Juni 1916, mengembangkan sebuah cita-cita terbentuknya
satu bangsa bagi penduduk Indonesia. Pada kongres 1917, SI mulai
dimanfaatkan oleh kekuatan lain untuk kepentingan politik tertentu dan
disusupi aliran revolusioner sosialis dengan tokohnya Semaun yang menduduki ketua SI cabang Semarang. Dengan masuknya Semaun, tujuan
SI kemudian berubah menjadi membentuk pemerintah sendiri dan perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat. Dalam kongres
diputuskan tentang keikutsertaan SI dalam Volksraad.
Masuknya kaum sosialis-komunis di dalam tubuh SI, hingga
memberikan pengaruh terhadap tujuan SI dan ditambah dengan pernyataan bahwa menjadi penjajahan dalam lapangan kebangsaan dan
perekonomian itu adalah buah dari kapitalisme dan kapitalisme hanya
bisa dikalahkan oleh per satuan kaum buruh dan petani.
Pada tahun 1921, SI menetapkan bahwa seseorang harus memilih antara SI atau organisasi lain. Pilihan ini sebenarnya bertujuan untuk
membersihkan barisan SI dari unsur-unsur komunis. Dengan keputusan
tersebut, seseorang tidak mungkin menjadi anggota SI sekaligus menjadi
anggota PKI.
Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya perpecahan di tubuh
SI, dan berganti nama SI Merah dan SI Putih. SI Merah yang dipimpin
oleh Semaun berpusat di Semarang dan berazaskan komunis. Adapun SI
Putih dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto yang berlandaskan Islam.
Perkembangan selanjutnya SI berubah menjadi Partai Sarekat
Islam (PSI), sedangkan SI Merah menjadi Sarekat Rakyat yang kemudian
menjadi organisasi yang berada di bawah naungan PKI. PSI mempunyai
tujuan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan nasional. Karena tujuannya yang jelas itulah maka PSI menggabungkan diri dengan
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI).
Kongres PSI 1927 menyatakan bahwa Karena keragaman cara
pandang di antara elite partai, PSII pecah menjadi beberapa partai politik,
seperti Partai Islam Indonesia yang dipimpinan oleh Sukiman, PSII
Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII sendiri. Perpecahan itu
melemahkan PSII dalam perjuangannya.
121
Indische Partiij
Indische Partiij merupakan organisasi yang didirikan oleh orang
Indo dan anggotanya juga kebanyakan orang Indo, yaitu campuran orang
Indo dengan Pribumi. Didirikan oleh Dr. Ernest Francois Eugene Douwes
Dekker pada 25 Desember 1912. Dr. Ernest Francois Eugene Douwes
Dekker adalah seorang keluarga jauh Edward Douwes Dekker (Multatuli).
Dia kemudian bekerja sama dengan dua orang, Tjipto Mangunkusumo
dan Suwardi Suryaningrat. Ketiga tokoh ini dikenal dengan sebutan Tiga
Serangkai.
Indische Partiij menyatakan bahwa nasionalisme merupakan hal
paling penting dan oleh karena itu harus diperjuangkan. Partai ini juga
dengan tegas menyatakan harus dicapainya kemerdekaan Indonesia dari
pemerintah kolonial Belanda. Dalam perjuangannya, partai ini bersikap
radikal terutama dalam menghadapi sistem kolonial Belanda. Indische
Partiij menuntut dihapusnya eksploitasi rakyat dan oleh karena itu mereka
beranggapan bahwa penghapusan eksploitasi dapat dicapai apabila
Hindia Belanda memperoleh kemerdekaan sistem politik dan pemerintahan yang demokratis.
Anggaran dasar Indische Partiij menetapkan tujuan membangun
lapangan hidup, menganjurkan kerja sama atas dasar persamaan ketatanegaraan, memajukan tanah air Hindia Belanda, dan mempersiapkan kehidupan rakyat merdeka. Indische Partiij berdiri atas dasar nasionalisme
yang menampung semua suku bangsa di Hindia Belanda dengan tujuan
akhir mencapai kemerdekaan. Paham kebangsaan ini kemudian diolah
dan dikembangkan oleh partai-partai lain, seperti Perhimpunan Indonesia
(PI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI).
Karena keradikalan partai ini,
pemerintah kolonial bersikap keras
dan oleh karena itu tidak memberi
badan hukum. Sikap pemerintah kolonial semakin keras terutama setelah
setelah munculnya artikel Suwardi
Suryaningrat pada peringatan 100
tahun bebasnya negeri Belanda dari
jajahan Prancis. Artikel ini berjudul
"Als ik een Nederlander was"
(Andaikata aku seorang Belanda). Artikel ini membuat pemerintah kolonial
Belanda marah dan disusul dengan
Gambar 2.4. Ki Hajar Dewantara
ditangkapnya ketiga tokoh Indische
Partiij yang kemudian diasingkan ke
Belanda.
122
Pada 4 Mei 1913, Indische Partiij dinyatakan sebagai partai
terlarang. Walaupun sudah dibubarkan, ketiga tokoh ini tetap berjuang.
Douwes Dekker tetap di jalur politik. Suwardi Suryaningrat yang kemudian lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara terjun dalam bidang
pendidikan. Adapun Tjipto Mangunkusumo meneruskan perjuangannya
yang radikal walaupun dalam beberapa waktu harus berjuang di dalam
penjara.
Meskipun organisasi ini berumur pendek, Indische Partiij telah
memberikan perlawanan gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Partai ini merupakan partai pertama yang menanamkan
paham kebangsaaan.
Partai Komunis Indonesia (PKI)
Partai Komunis Indonesia adalah organisasi pergerakan sosialis
yang mengadopsi nilai-nilai perjuangan komunisme dari Rusia. Pada
awalnya organisasi ini bernama Indische Social Demokratische
Vereeniging (ISDV), yang kemudian berubah menjadi Partai Komunis
Indonesia pada tahun 1924.
Gerakan ini dipelopori oleh seorang Marxis Belanda Sneevliet
yang ingin menyebarkan ajaran-ajaran Marxis di Indonesia, khususnya
tentang manifesto-komunisnya. Konsep perjuangannya adalah mempertentangkan kelas antara kaum pribumi sebagai buruh dan penjajah
sebagai kapitalisme Barat. Sneevliet adalah pendiri organisai Indische
Social Demokratische Vereeniging (ISDV) (Dekker, 1993).
ISDV didirikan Sneevliet pada tahun 1914 di Semarang. Perkumpulan ini merupakan perkumpulan campuran antara orang-orang Belanda
dengan orang-orang Indonesia yang mempunyai pandangan politik sama.
Sneevliet berusaha mempengaruhi tokoh-tokoh terkemuka pada
perkumpulan orang Indonesia untuk menerima ajaran Marxis. Setelah itu
tokoh-tokoh Marxis dalam ISDV menyusup ke tubuh organisasi Sarekat
Islam yang dianggap memiliki basis massa yang banyak dan bersedia
menerima pikiran-pikiran radikal perjuangan sosialis. Selain itu, anggota
Sarekat Islam yang radikal bisa masuk ISDV tanpa harus meninggalkan
Sarekat Islam.
Komunisme cepat berkembang di kalangan rakyat Indonesia yang
terjajah. Kondisi buruknya kehidupan ekonomi pribumi dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh tokoh-tokoh komunis Indonesia. Tokohtokoh komunis juga memanfaatkan kondisi buruknya hubungan antara
gerakan politik dan pemerintah Belanda. ISDV semakin kuat setelah
pecahnya Revolusi Rusia pada 1917, berdirinya Uni Soviet, dan
Communis International (Comintern) Maret 1919. Komunis Indonesia
makin radikal dan mendapat dukungan yang luas setelah pada 1922
123
melakukan pemogokkan-pemogokkan untuk menuntut kenaikan upah
dari kaum kapitalis.
Gerakan-gerakan ISDV yang radikal dalam menentang
kapitalisme Belanda mengakibatkan orang-orang ISDV diusir Belanda.
Pimpinan komunis di Indonesia diambil alih oleh orang Indonesia sendiri
dan kemudian mendirikan organisasi dengan nama Perserikatan
Komunis Hindia pada Mei 1920. Pada 1924 nama ini berubah menjadi
Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI dengan cepat berkembang karena
mendapat banyak dukungan dari kalangan rakyat jelata yang terjajah.
PKI masuk Komintern pada 1920. Tokoh-tokoh PKI di antaranya,
Semaun, Alimin, Tan Malaka, dan Darsono (Dekker, 1993).
PKI dalam melaksanakan kegiatannya bersifat praktis dan radikal,
organisasi ini dengan tegas menyatakan ingin melakukan gerakan
revolusi untuk menggulingkan pemerintahan kolonial Belanda. Tokohtokohnya dengan cerdik mampu memanfaatkan militansi Islam yang juga
berkeinginan untuk melawan pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena
itu, banyak tokoh Islam yang direkrut untuk menyebarkan propaganda
PKI yang anti kapitalisme Belanda. Misalnya di daerah berbasis Islam,
Banten dan Minangkabau, terjadi pemberontakan melawan kapitalisme
Barat pada 1926 dan 1927.
Akibat pemberontakan, pemerintah kolonial Belanda melakukan
penindasan terhadap pengikutnya. Pemimpinnya dibuang, sejumlah
13.000 anggotanya ditangkap, 4.000 orang dihukum, dan 1.300 orang
dibuang ke Digul. Oleh pemerintah kolonial, PKI dinyatakan sebagai
organisasi terlarang, walaupun aktivitas politiknya masih terus berjalan.
Semaun, Darsono, dan Alimin meneruskan propaganda untuk
mendukung aksi revolusioner dan menuntut kemerdekaan Indonesia.
Partai Nasional Indonesia (PNI)
Partai Nasional Indonesia didirikan oleh kaum terpelajar, yang
dipelopori oleh Soekarno. Berdiranya PNI, tidak terlepas dari pengaruh
dilarangnya PKI oleh pemerintah kolonial.
Kaum terpelajar dan intelektual serta tokoh-tokoh perjuangan
lainnya berusaha memikirkan strategi yang harus dijalankan untuk
mencegah agar organisasi-organisasi baru tidak terperangkap pada
kendala yang sama. Untuk itu mereka berkesimpulan bahwa kekerasan
dan radikalisme bukan jalan perjuangan yang baik dalam menghadapi
pemerintah kolonial.
Golongan terpelajar yang berada dalam Algemene Studie Club
Bandung pada 4 Juli 1927 mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di
Bandung. Organisasi yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. PNI didirikan
dengan tujuan untuk menampung orang-orang yang merasa aspirasinya
124
tidak terwakili dalam organisasi-organisasi politik yang ada saat itu.
Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia merdeka dengan asas
perjuangan berdiri di atas kaki sendiri, nonkooperasi, dan marhaenisme.
Sebagai sebuah organisasi
yang baru, PNI cepat berkembang dan
menarik perhatian banyak pihak. Hal
ini disebabkan karena adanya propaganda-propaganda yang dilakukan Ir.
Soekarno dengan mengusung tema
antara lain: karakter yang buruk dari
penjajah, konflik antara pengusaha
dan petani, "front sawo matang melawan front kulit putih," menghilangkan
ketergantungan dan menegakkan kemandirian, serta perlunya pembentukGambar 2.5. Ir. Sukarno
an negara dalam negara.
Propaganda-propaganda Ir. Soekarno yang menarik dukungan
masyarakat telah mengkhawatirkan pemerintah kolonial Belanda.
Gubernur Jenderal Belanda dalam pembukaan sidang Volksraad pada 15
Mei 1928 memberi peringatan kepada pemimpin PNI untuk menahan diri
dalam ucapan dan propagandanya. Karena tidak dihiraukan, pemerintah
kolonial Belanda segera mengadakan penangkapan terhadap para
pemimpin PNI, seperti Ir. Soekarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan
Supriadinata. Penangkapan itu terjadi pada 24 Desember 1929. Mereka
kemudian diajukan ke depan pengadilan Landraad di Bandung.
Pengadilan Ir. Soekarno dan rekannya dihadiri oleh banyak
kalangan, baik dari tokoh-tokoh pergerakan di luar maupun di dalam kota
Bandung. Pidato pembelaan Soekarno dikenal dengan Indonesia
Menggugat yang di dalamnya berisi antara lain pandangan Soekarno mengenai pergerakan nasional, pentingnya kemerdekaan bagi bangsa
Indoensia, dan dihapuskannya pemeritah kolonial.
Pengadilan tersebut menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara untuk
Soekarno, 2 tahun untuk Gatot Mangkuraja, 1 tahun 8 bulan untuk
Maskun dan 1 tahun 3 bulan untuk Supriadinata dengan tuduhan
melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban umum dan
menentang kekuasaan pemerintah.
Dipenjarakannya tokoh-tokoh penting PNI menimbulkan pemikiran
untuk membubarkan PNI, demi keselamatan para anggota, 1933.
Sementara itu, Mr. Sartono, melalui kongres luar biasa mendirikan partai
baru bernama Partai Indonesia (Partindo) dengan Sartono sebagai
ketuanya. Sedangkan Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir mendirikan
partai baru yaitu PNI Pendidikan (PNI Baru).
125
Partai Indonesia (Partindo)
Partindo berasaskan non kooperatif, konsep sosio-demokrasi dan
sosio-nasionalisme dari Ir. Soekarno diterima sebagai citacita yang dituju
Partindo. Partindo adalah partai politik yang menghendaki kemerdekaan
Indonesia yang didasarkan prinsip menentukan nasib sendiri, kebangsaan, menolong diri sendiri, dan demokrasi. Partindo menekankan perjuangan radikal dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan penuh.
Kongres Partindo pada 15-17 Mei 1932 di Jakarta dihadiri oleh Ir.
Soekarno yang saat itu belum menjadi anggota. Dalam pidato tersebut,
Soekarno memunculkan slogan "Indonesia merdeka sekarang,"
"kerakyatan dan kebangsaan," dan "Persatuan Indonesia."
Pada kongres Juli 1933, Soekarno menjelaskan konsep Marhaenisme. Pada dasarnya Marhaenisme menyukai perjuangan membela
rakyat kecil serta menekankan kebahagiaan, kesejahteraan, dan keadilan
sosial untuk marhaen atau rakyat kecil.
Sikap pemerintah kolonial Belanda terhadap Partindo semakin
keras. Pada 1933 dikeluarkan larangan bagi pegawai negeri untuk
menjadi anggota Partindo. Puncaknya adalah penangkapan Soekarno
pada 1 Agustus 1933 oleh Gubernur Jenderal De Jonge. Soekarno
kemudian dibuang ke Ende, Flores.
Setelah penangkapan tersebut, ruang gerak partai menjadi
sempit. Kongres yang rencananya akan diselenggarakan pada 30-31
Desember 1934 dilarang oleh pemerintah. Meskipun begitu, Partindo
berjalan terus sampai membubarkan diri pada 18 November 1936.
Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia adalah salah satu organisasi pergerakan
nasional yang berdiri di negeri Belanda. Perhimpunan Indonesia didirikan
oleh mahasiswa Indonesia serta orang-orang Belanda yang menaruh
perhatian pada nasib Hindia Belanda yang tinggal di Negeri Belanda.
Perhimpunan Hindia atau Indische Vereeniging (IV) berdiri pada
tahun 1908, yang dibentuk sebagai sebuah perhimpunan yang bersifat
sosial. Organisasi ini merupakan ajang pertemuan dan komunikasi antar
mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda.
Namun, setelah kedatangan pemimpin Indische Partiij di Belanda,
IV berkembang pesat dan memusatkan kegiatannya pada bidang politik.
Tokoh-tokoh organisasi yang berpandangan maju tersebut mencetuskan
untuk pertama kali konsep Hindia Bebas dari Belanda dan terbentuknya
negara Hindia yang diperintah oleh rakyatnya sendiri.
Program kegiatannya antara lain bekerja di Indonesia dan membentuk Indonesische Verbond van Studeerenden (Persatuan Mahasiswa
Indonesia). Hal terpenting dari penggabungan ini adalah dengan
126
digantinya "Indische" dengan "Indonesische." Hal ini merupakan pertama
kalinya dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia dikenalkan istilah
"Indonesische" atau "Indonesia" dalam kegiatan akademik dan politik.
Pada tahun 1923, Iwa Kusumasumatri sebagai ketua, sejak saat
itu sifat perjuangan politik organisasi semakin kuat. Dalam rapat umum
1923 organisasi ini menyepakati tiga asas pokok organisasi yaitu: (a)
Indonesia menentukan nasib sendiri; (b) untuk itu Indonesia harus
mengandalkan kekuatan dan kemauan sendiri; (c) untuk melawan
pemerintah kolonial Belanda, bangsa Indonesia harus bersatu.
Untuk menunjukkan sikap nasionalismenya, para pengurus
organisasi ini kemudian mengubah nama majalah Hindia Putera dengan
Indonesia Merdeka. Pada edisi pertama majalah Indonesia Merdeka
diungkapkan bahwa penjajahan Indonesia oleh Belanda dan penjajahan
Belanda oleh Spanyol memiliki banyak persamaan. Selain itu diungkapkan pula alasan tidak disebutnya negara Hindia Belanda karena
hampir sama dengan orang Belanda yang tidak mau menyebut
negaranya dengan Nederland-Spanyol. Para mahasiswa mengetahui hal
ini setelah mempelajari mengenai perjuangan Belanda melawan Spanyol.
Organisasi ini juga berpendapat bahwa kemerdekaan adalah hak
setiap bangsa yang ada di dunia, termasuk hak bangsa Indonesia yang
masih terjajah. Semangat perjuangan politiknya yang jelas menuju Indonesia merdeka menjadikan organisasi ini disegani oleh oranisasi-organisasi sejenis di kalangan negara-negara terjajah di Asia. Propaganda
tentang tujuan dan ideologi baru bangsa Indonesia disosialisasikan
secara lebih gencar oleh organisasi ini dengan menerbitkan buklet dalam
rangka memperingati hari jadi yang ke-15 pada 1924.
Indische Vereeniging (IV) pada 3 Februari 1925 berubah namanya
menjadi Perhimpunan Indonesia. Dalam majalah Indonesia Merdeka,
ditulis bahwa perubahan nama ini diharapkan dapat memurnikan
organisasi dan mempertegas prinsip perjuangan organisasi. Sementara,
dalam artikel yang muncul pada bulan yang sama dengan judul Strijd in
Twee Front (Perjuangan di Dua Front), menyatakan bahwa perjuangan
selanjutnya akan lebih berat dan pemuda Indonesia tidak akan ada yang
dapat menghindarinya. Mereka harus berusaha mengerahkan semua
kemampuannya jika ingin mencapai kemerdekaan.
Para pemimpin Perhimpunan Indonesia menyatakan bahwa
organisasi mereka merupakan organisasi pergerakan nasional. Sebagai
kelompok elite serta golongan menengah baru, mereka harus memainkan
peran pentingnya sebagai agen pengubah masyarakat dari masyarakat
terjajah menjadi masyarakat merdeka, dari masyarakat terbelenggu
menjadi masyarakat bebas, dan dari masyarakat yang bodoh menjadi
masyarakat yang pintar. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut diperlukan
127
wadah negara kesatuan yang merdeka dan berdaulat. Salah seorang
pemimpin Perhimpunan Indonesia, Moh. Hatta, dengan penuh semangat
menyerukan bersatunya semua unsur nasionalis Indonesia.
Di antara empat pikiran pokok ideologi Perhimpunan Indonesia,
pokok pikiran "merdeka" merupakan kuncinya. Keempat pokok pikiran itu
adalah kesatuan nasional, kemerdekaan, nonkooperatif, dan kemandirian. Ideologi Perhimpunan Indonesia yang terdiri dari empat gagasan
telah disetujui pada Januari 1925. Keempat gagasan tersebut adalah
sebagai berikut: (1) membentuk suatu negara Indonesia yang merdeka;
(2) partisipasi seluruh lapisan rakyat Indonesia dalam suatu perjuangan
terpadu untuk mencapai kemerdekaan; (3) konflik kepentingan antara
penjajah dan yang dijajah harus dilawan dengan mempertajam dan
mempertegas konflik. Konflik ditujukan untuk melawan penjajah; dan (4)
pengaruh buruk penjajahan Belanda terhadap kesehatan fisik dan psikis
bangsa Indonesia harus segera dipulihkan dan dinormalkan dengan cara
terus berjuang mencapai kemerdekaan.
Berkembangnya paham marxisme, leninisme, dan sosialisme di
Eropa mengenai perjuangan kelas dan konflik antara kaum kapitalis dan
kaum proletar telah mempengaruhi cara pandang tokoh-tokoh pergerakan nasional yang tinggal di Belanda, Eropa. Oleh tokoh-tokoh pergerakan
nasional, paham-paham tersebut diaplikasikan dalam ideologi pergerakan
nasional. Mereka memandang bahwa rakyat negeri jajahan adalah
sebagai kaum proletar yang tertindas akibat imperialisme yang identik
dengan kapitalisme. Tokoh pergerakan, seperti Semaun, dibuang ke
Amsterdam, Mohammad Hatta, Ali Sastroamidojo, Gatot Mangkupraja,
dan Subarjo adalah penganut paham-paham baru dari Eropa tersebut.
Paham marxis, leninis, dan sosialis telah memberikan dorongan kepada
mahasiswa dalam menumbuhkan semangat perjuangan bangsa kulit
sawo matang Indonesia dengan bangsa kulit putih Belanda.
Dalam melakukan kegiatan politiknya, para mahasiswa Indonesia
di Belanda sering mengadakan pertemuan, diskusi ilmiah dan politik
diantara mereka sendiri serta dengan berbagai mahasiswa lainnya di
negeri Belanda. Tujuannya adalah untuk mengembangkan persamaan
pandangan serta menggalang simpati baik dari Indonesia, dunia internasional, maupun dari orang Belanda sendiri tentang Indonesia merdeka.
Oleh karena itu, PI menganjurkan agar semua organisasi pergerakan
nasional menjadikan konsep Indonesia merdeka sebagai program
utamanya.
Seruan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda terhadap
organisasi pergerakan di Indonesia untuk meningkatkan aktifitas politik
mendapat sambutan di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah PKI.
Pada November 1926, komite revolusioner PKI mengadakan pemberon128
takan di Jawa Barat. Januari 1927, PKI juga mengulangi aksinya di pantai
barat Sumatra. Namun kedua aksi ini mengalami kegagalan.
Pemberontakan PKI yang gagal di Banten dianggap tanggung
jawab PI di Negeri Belanda. Setelah terjadi pemberontakan tersebut
pemerintahan kolonial Belanda berusaha menangkap para pemimpin PI
di Belanda. Tokoh-tokoh PI, seperti Ali Sastroamidjojo, Abdul Karim, M
Jusuf, dan Moh. Hatta dianggap memiliki hubungan dekat dengan
Moskow, sebagai markas gerakan comintern. Akibat tuduhan itu mereka
ditangkap, kemudian diadili atas tuduhan makar terhadap pemerintah.
Karena pembelaan mereka, akhirnya mereka dibebaskan setelah tidak
terbukti terlibat dalam pemberontakan tersebut. Dalam pidato pembelaannya, mereka menjelaskan bahwa PI hanya sekedar membicarakan
kemungkinan tindak kekerasan, kecuali pemerintah Belanda memikirkan
tentang kemerdekaan Indonesia. Pembebasan mereka dari tuduhan
tersebut dirayakan oleh anggota-anggota PI dan partai-partai nasionalis
Indonesia, karena dianggap sebagai suatu kemenangan gerakan
nasionalis atas negeri kolonial Belanda. Karena kemenangan tersebut,
maka kaum nasionalis Indonesia di Belanda semakin mendapat simpati
massa di Belanda.
Perhimpunan Indonesia mempunyai peran penting dalam
pergerakan nasionalis Indonesia, walaupun organisasi ini berdiri di
Belanda dan banyak bergerak di negeri tersebut. Peran tersebut antara
lain: (1) sebagai pembuka keterkungkungan psikologis bangsa Indonesia
dan kekuasaan sistem kolonial; (2) pengembang ideologi sekuler sehingga bisa mendorong semangat revolusioner dan nasionalis; (3) mempersatukan unsur golongan ke dalam organisasi secara keseluruhan; (4)
memperkenalkan istilah Indonesia untuk mengembangkan jati diri
nasional dan tidak bersifat kedaerahan; dan (5) sebagai organisasi
kebangsaan yang paling orsinil dalam mempropagandakan ideologi
Indonesia Merdeka.
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI)
PPKI merupakan organisasi yang didirikan sebagai upaya untuk
mengumpulkan berbagai macam organisasi sosial politik menjadi satu,
agar bisa menjadi kekuatan yang sangat besar dalam melawan penjajah
Belanda.
Terbentuknya gagasan tentang persatuan Indonesia dilatarbelakangi adanya kesadaran dikalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional
bahwa berjuang hanya melalui masing-masing organisasi pergerakan
nasional tidak akan membawa hasil. Dengan perjuangan sendiri-sendiri
akan mudah ditumpas oleh pemerintah kolonial. Terbukti, PKI yang
129
melakukan pemberontakan sendiri juga telah gagal dan berakhir dengan
dilarangnya partai politik tersebut.
Ir. Soekarno merupakan salah satu tokoh yang merasa yakin
benar bahwa front bersama sangatlah penting bagi mempersatukan
perjuangan politik pergerakan nasional Indonesia. Dalam merealisasikan
ide ini, Soekarno dibantu oleh Sukiman, mengajak PSI untuk turut bergabung. Namun ide ini ditolak oleh PSI dengan alasan bahwa sebagian
tokoh PNI dan Soekarno sendiri dianggap sebagai didikan Belanda,
karena itu diragukan kenasionalisannya. Sebagian kalangan pergerakan
nasional Indonesia yang masih berpandangan kolot masih menganggap
bahwa mereka yang bukan dididik dan dibesarkan di Indonesia tidak
memiliki pandangan positif tentang kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diputuskan untuk dibentuk
Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia
(PPPKI). Perhimpunan ini menampung beberapa organisasi pergerakan
nasional, seperti PSI, BU, PNI, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum
Betawi, dan Kelompok Studi Indonesia.
PPPKI dianggap telah mampu mengimbangi kekuatan pemerintah
Belanda. PPPKI juga diharapkan mampu mempersatukan dan menjadikan gerakan-gerakan politik nasional berada dalam satu koordinasi yang
baik. PPPKI terus berkembang dan memiliki daya tarik tersendiri bagi
parpol-parpol yang ada di Indonesia. PSI dan BU merupakan salah satu
yang memberikan perhatian khusus terhadap ideologi nasionalis sekuler.
Kongres PPPKI I diselenggarakan pada 2 September 1928 di
Surabaya. Para wakil parpol berharap bahwa kongres ini merupakan
kongres yang dapat membawa Indonesia ke era baru gerakan kebangsaan. Kongres menunjuk Soetomo sebagai ketua Majelis Pertimbangan
PPPKI. Sebagai ketua, Soetomo berhasil mempersatukan kaum moderat
dan kaum radikal di tubuh PPPKI. Kongres juga menganjurkan agar
dibentuknya seksi PPPKI daerah agar memudahkan sekaligus memantapkan PPPKI dalam kesadaran nasionalisnya.
PPPKI ternyata tidak mampu mewujudkan cita-cita idealnya,
karena terjadi pertentangan antara tokoh-tokoh partai, seperti pertentangan antara PNI Baru dan Partindo. Perhimpunan ini akhirnya tidak memiliki
peran apapun di panggung politik, meskipun segala upaya sudah dilakukan Soekarno dalam rangka mempersatukan partai-partai yang ada.
Intervensi pemerintah kolonial Belanda terhadap perhimpunan ini
juga menjadi salah satu penyebab semakin menurunnya peran perhimpunan ini dalam pergerakan nasional. Hal ini sangat disayangkan karena
bergabungnya beberapa parpol dalam sebuah himpunan dianggap
sebagai salah satu peristiwa penting dalam sejarah pergerakan nasional
Indonesia.
130
Partai Indonesia Raya (Parindra)
Parindra adalah salah satu organisasi yang didirikan sebagai
upaya untuk mempersatukan persepsi di antara organisasi pergerakan
nasional. Mereka menyadari bahwa hanya dengan persatuan, cita-cita
kemerdekaan Indonesia dapat diwujudkan. Upaya tersebut terus
dilakukan dalam rapat-rapat, diskusi, dan surat kabar.
Salah satu surat kabar yang menampung gagasan persatuan
adalah "Soeloeh Rayat Indonesia." Surat kabar ini antara lain
dimanfaatkan oleh Kelompok Studi Indonesia di Surabaya untuk
menyerukan konsepsinya bahwa perbedaan golongan pendukung
nonkooperasi dan pendukung kooperasi tidaklah harus dibesar-besarkan.
Menurut mereka, tujuan pergerakan saat ini adalah mengangkat rakyat
Indonesia dari penderitaan berkepanjangan, baik itu melalui kegiatan
ekonomi, sosial, maupun politik.
Pada November 1930 kelompok studi ini mengubah namanya
menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI). Meskipun berusaha
mengutamakan agitasi politik, PBI lebih terlihat sebagai partai lokal
Surabaya yang berorientasi pada kerakyatan. Perkumpulan Rukun Tani
yang didirikannya menjadi sarana perbaikan dan kesejahteraan petani.
Dengan basis tersebut, PBI mendapat dukungan luas di pedesaan
sehingga pada 1932 organisasi ini sudah memiliki anggota 2500 orang
dengan 30 cabang. Pada tahun yang sama diadakan kongres yang
menetapkan penggalakan koperasi, serikat sekerja dan pengajaran. Pada
1934, diadakan kongres di Malang, yang menetapkan bahwa PBI akan
lebih memajukan pendidikan rakyat.
PBI menggandeng BU untuk bekerja sama dalam upaya untuk
menggalang persatuan. Dari kerja sama yang telah disepakati tersebut
disepakati untuk membentuk Partai Indonesia Raya atau Parindra pada
1935 dengan menggabungkan organisasi lainnya, seperti Sarikat
Celebes, Sarikat Sumatra, Sarikat Ambon, Perkumpulan Kaum Betawi,
dan Tirtayasa.
Parindra memiliki tujuan mencapai Indonesia mulia dan sempurna. Keunikan Parindra dibanding partai yang lainnya adalah bahwa
partai ini bersifat kooperasi dan dalam beberapa kegiatannya juga
nonkooperasi. Kongres I Parindra yang diselenggarakan pada Mei 1937
di Jakarta diputuskan bahwa Parindra bersikap kooperatif dan anggota
yang ada dalam dewan harus loyal pada partainya. KRMH Wuryaningrat
yang menggantikan Sutomo sebagai ketua berusaha dengan keras untuk
mencapai perbaikan ekonomi rakyat, pengangguran, peradilan, dan
kemiskinan. Dalam memajukan kesejahteraan ekonomi rakyat, Parindra
telah berjasa mendirikan Perkumpulan Rukun Tani, Rukun Pelayaran
Indonesia dan Bank Nasional Indonesia.
131
Gabungan Politik Indonesia (Gapi)
Sebelum Gapi dibentuk, tokoh-tokoh pergerakan nasional masih
mencari jalan lain agar perjuangan mereka mencapai kemerdekaan
segera dapat diraih. Ternyata jalan perjuangan kooperatif dan nonkooperatif masih menghadapi jalan buntu. Tindakan Belanda yang
menutup jalan gerakan non kooperatif dan mengharuskan gerakan yang
kooperatif untuk selalu meminta izin terhadap Belanda, telah membuat
kesal bangsa Indonesia. Oleh karena itu, melalui Volksraad, partai-partai
mengeluarkan petisi pada 15 Juli 1936.
Petisi yang dikenal sebagai Petisi Sutarjo tersebut berisi usulan
kepada pemerintah Belanda untuk mengadakan konferensi membahas
tentang status politik Hindia Belanda di Indonesia. Ia menuntut kejelasan
status politik Belanda pada 10 tahun mendatang. Selain itu, petisi ini juga
bertujuan untuk mendorong rakyat memajukan negerinya dengan
rencana yang mantap dan matang di bidang politik, ekonomi, dan sosial.
Petisi tersebut ditandatangani oleh Sutardjo, I.J. Kasimo, Sam Ratulangi,
Datuk Tumenggung dan Kwo Kwat Tiong.
Petisi Sutardjo ditolak oleh pemerintah kolonial Belanda. Hal ini
tentu saja membuat para tokoh pergerakan dan pendukungnya merasa
sangat kecewa. Apalagi setelah petisi tersebut tidak jelas kedudukannya
selama dua tahun, apakah ditolak atau diterima. Meskipun begitu,
kejadian tersebut telah mendorong semangat baru bangsa Indonesia
untuk mencari jalan lain dalam pergerakan nasional. Perbedaan pendapat dan krisis baru di antara tokoh-tokoh pergerakan nasional masih terus
tampak.
Untuk mengatasi krisis kekuatan nasional, tampillah seorang
tokoh yang berusaha untuk mengurangi konflik dan menyamakan
persepsi kembali tentang betapa pentingnya kesatuan di antara partaipartai politik nasional. Tokoh tersebut adalah M.Husni Thamrin yang
memelopori berdirinya sebuah organisasi baru, yaitu Gabungan Politik
Indonesia (Gapi), pada 21 Mei 1939. Gapi merupakan gabungan dari
Parindra, Gerindo, Persatuan Minahasa, Partai Islam Indonesia, Partai
Katolik Indonesia, Pasundan, dan PSII.
Langkah selanjutnya yang ditempuh Gapi adalah pada 24
Desember 1939, dengan membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI).
Tujuan utama dari kongres ini adalah "Indonesia Berparlemen."
Resolusi Gapi ditanggapi dingin oleh pemerintah kolonial. Untuk
meredam gerakan nasionalis, pemerintah kolonial segera membentuk
Komisi Visman, sebuah komisi yang ditujukan untuk menyelidiki
keinginan bangsa Indonesia. Komisi ini bekerja tidak jujur dan lebih
memihak kepada penguasa Belanda, sehingga pemerintah Belanda
hanya berjanji memberikan status dominion kepada Indonesia di
132
kemudian hari. Di mata sebagian kaum nasionalis, komisi ini dianggap
sebagai cara pemerintah kolonial untuk mengulur-ngulur waktu tentang
tuntutan bangsa Indonesia.
Gapi yang tetap teguh pada pendiriannya, segera merubah KRI
menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI) padal 14 September 1941. Mr.
Sartono diangkat sebagai ketua. Organisasi ini beranggotakan Gapi
sebagai wakil federasi organisasi politik, Majelis Islam A'la Indonesia
(MIAI) sebagai wakil organisasi Islam, dan PVPN sebagai federasi serikat
sekerja dan pegawai negeri.
Pada September 1942, MRI berhasil menyelenggarakan Kongres
II di Yogyakarta. Kongres ini dihadiri ole h MIAI, PVPN, Kongres
Perempuan Indonesia, Isteri Indonesia, Perti, Parindra, Gerindo,
Pasundan, PII, PPKI, PAI, NU, PPBB, Muhammadiyah, PMM, Taman
Siswa, dan PSII.
Pada saat itu, MRI merupakan organisasi yang paling maju
karena telah berhasil menggabungkan organisasi politik, sosial, dan
keagamaan dalan satu wadah.
Nasionalisme adalah suatu gerakan yang bersifat politik dan
sosial dari kelompok-kelompok bangsa yang bersifat politik dan sosial
dari kelompok-kelompok bangsa yang memiliki persamaan budaya,
bahasa, wilayah, serta persamaan cita-cita dan tujuan. Paham baru di
Eropa tersebut berdampak luas ke wilayah Asia-Afrika. Hal itu terlihat dari
banyaknya gerakan yang menentang penjajahan dan gerakan yang
memperjuangkan kemerdekaan setiap bangsa Asia dan Afrika.
Peristiwa-peristiwa penting antara Perang Dunia I dan II, antara
lain Perang Dunia I, Perjanjian Versailes, pembentukan Liga BangsaBangsa, Perang Dunia II, dan pembentukan Perserikatan BangsaBangsa.
Pergerakan nasional Indonesia yang terjadi pada awal abad ke-20
dapat diartikan sebagai pergerakan di seluruh bangsa Indonesia yang
berasal dari berbagai kelompok etnis, agama, dan budaya yang
terhimpun dalam organisasi-organisasi pergerakan dan yang bertujuan
untuk memajukan bangsa Indonesia di bidang pendidikan, ekonomi,
sosial-budaya, dan politik serta untuk memperoleh kemerdekaan yang
meliputi seluruh bangsa dari penjajah Belanda.
Organisasi pergerakan nasional yang pernah lahir di Indonesia
antara lain, Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partiij, PNI, Partindo,
PKI, Taman Siswa, Perhimpunan Indonesia, Parindra, Muhammadiyah,
PPPKI, dan PPPI.
Sedangkan organisasi pemuda di antaranya Trikoro Dharmo,
Jong Celebes, Jong Sumatra Bond, PPPI, Jong Indonesia, dan Indonesia
133
Muda. Demikian pula pada pergerakan kaum wanita Indonesia yang
dipelopori oleh R.A. Kartini dan Dewi Sartika.
Pada 15 Juli 1936, bangsa Indonesia mengeluarkan Petisi Sutarjo
yang berisi tentang usulan untuk mengadakan konferensi membahas
status politik Hindia Belanda di Indonesia. Adapun Gapi yang merupakan
organisasi gabungan dari beberapa partai-partai politik dan pergerakan
nasional di Indonesia menuntut kepada pemerintah kolonial Belanda agar
"Indonesia Berparlemen."
Gerakan dan Organisasi Pemuda
Organisasi pemuda yang didirikan pada awal abad ke-20 meliputi
organisasi-organisasi yang didukung oleh para pemuda di daerah. Salah
satu di antaranya adalah Perkumpulan Pasundan. Perkumpulan ini
didirikan pada 1914 dengan tujuan mempertinggi derajat kesopanan,
kecerdasan, memperluas kesempatan kerja, dan penghidupan kegiatan
masyarakat. Pemimpinnya adalah R. Kosasih Surakusumah, R.Otto
Kusuma, dan R.A.A. Jatiningrat. Organisasi Pasundan merupakan
organisasi semacam Budi Utomo bagi orang Sunda.
Pada masa sesudah sekitar 1909, di seluruh Indonesia banyak
bermunculan organisasi-organisasi baru di kalangan elite terpelajar yang
sebagian besar didasarkan atas identitas-identitas kesukuan. Misalnya
Sarekat Ambon (1920), bertujuan untuk melindungi kepentingan orangorang Ambon. Organisasi ini bersifat radikal, ingin berparlemen dan
meminta pemerintahan sendiri. Perkumpulan yang lain adalah Jong Java
(1918) yang keanggotaannya khusus untuk orang-orang Jawa.
Organisasi lainnya yang berusaha menampung para pemuda dan
mahasiswa adalah Sarekat Sumatera (Sumatranen Bond, 1918) yang
merupakan kelompok mahasiswa Sumatra, Jong Minahasa (Pemuda
Minahasa, 1918), yaitu organisasi untuk orang-orang Minahasa, dan
Timorsch Verbond atau Persekutuan orang-orang Timor (1921) yang
didirikan oleh orang-orang Timor dari Pulau Roti dan Sawu untuk
melindungi kepentingan-kepentingan rakyat Timor.
Pada 1923 dibentuk pula Kaum Betawi di bawah pimpinan
M.Husni Thamrin yang berusaha memajukan hak-hak warga Betawi.
Organisasi ini bertujuan memajukan perdagangan, pertukaran pengajar.
MH. Thamrin kemudian menjadi anggota Volksraad dan Ketua Fraksi
Nasional.
Pendirian organisasi kepemudaan di atas tidak hanya mencerminkan adanya kegairahan baru untuk berorganisasi pada zaman pergerakan nasional, namun juga mencerminkan kuatnya identitas-identitas
kesukuan dan kemasyarakatan yang terus berlangsung.
134
Unsur-unsur etnosentrismenya juga masih ada dengan
mengisolasi diri, tetapi regionalisme itu juga perlahan dapat menciptakan
nasionalisme. Regionalisme itu selalu dimanfaatkan oleh pemerintah
kolonial untuk memecah belah dengan melakukan infiltrasi.
Perkumpulan pemuda didirikan untuk mencapai kemerdekaan
bangsa Indonesia. Perkumpulan pemuda pertama adalah Tri Koro
Dharmo (Tiga Tujuan Mulia) yang berdiri pada 7 Maret 1915 di gedung
perkumpulan Budi Utomo. Tri Koro Dharmo bertujuan untuk mengadakan
suatu tempat latihan untuk calon-calon pemuda nasional. Cinta tanah air
menjadi dorongan bagi berdirinya organisasi ini. Organisasi ini kemudian
diganti namanya menjadi Jong Java yang orientasinya lebih luas dari
sekedar organisasi daerah, serta berorientasi pada pergerakan rakyat.
Setelah berkembangnya rasa nasionalisme pada akhir Perang
Dunia I, kegiatan Jong Java beralih ke politik. Dalam kongresnya pada
1926 di Solo, organisasi ini memiliki anggaran dasar yang menyebutkan
ingin menghidupkan rasa persatuan dengan seluruh bangsa Indonesia
dan bekerja sama dengan semua organisasi pemuda yang ada guna
membentuk kesatuan Indonesia. Organisasi Jong Java dan yang lainnya
dibubarkan dan diganti dengan Indonesia Muda yang bertujuan Indonesia
merdeka.
Di Sumatra, lahir Jong Sumatra Bond pada 9 Desember 1927
dengan tujuan memperkokoh ikatan sesama murid Sumatera dan
mengembangkan kebudayaan Sumatra. Organisasi ini dipimpin oleh M.
Yamin. Kehadiran organisasi ini segera diikuti dengan berdirinya Jong
Minahasa dan Jong Celebes.
Pada Kongres Pemuda I, Mei 1926, untuk pertama kalinya
beberapa organisasi pemuda berhasil dikumpulkan dalam sebuah
kongres. Kongres yang dipimpin oleh M. Tabrani ini dihadiri Jong Java,
Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong
Islamieten Bond, dan Perkumpulan Pemuda Theosofi. Walaupun tidak
berhasil membuat fusi, mereka telah sepakat tentang paham persatuan.
Baru pada 28 Oktober 1928 pada Kongres Pemuda II di gedung
Indonesische Club Kramat No. 106 Jakarta, dapat dipadukan semua
organisasi pemuda menjadi satu kekuatan nasional. Kesepakatan
tersebut diikuti dengan ikrar satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa
yang terkenal dengan Sumpah Pemuda, yang isinya:
1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu
tanah air Indonesia.
2. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu
bangsa Indonesia.
3. Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan
bahasa Indonesia.
135
Kongres berhasil menetapkan Sumpah Pemuda yang nantinya
dijadikan landasan perjuangan Indonesia merdeka. Pada malam
penutupan, untuk pertama kali diperdengarkan lagu Indonesia Raya oleh
WR. Supratman. Selanjutnya, PNI, PPPI, Indonesia Muda, dan seluruh
perkumpulan pemuda mengaku Indonesia Raya sebagai lagu
kebangsaan.
Organisasi Kepanduan
Selain organisaasi pemuda yang sifatnya politis, lahir pula organiasi
kepanduan. Kepanduan mulai ada pada permulaan Perang Dunia I.
Kegiatannya difokuskan pada olah raga dengan anggotanya sebagian
besar dari kalangan murid-murid sekolah, baik sekolah pribumi maupun
Belanda.
Salah satu organisasi kepanduan adalah Ned Indische Badvinders Vereeniging (NIPV). Organisasi ini merupakan kepanduan campuran
pertama yang didirikan pada 1917. Organisasi kepanduan Indonesia
yang pertama adalah Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) didirikan
di Solo (1916) oleh Mangkunegoro VII.
Setelah 1920, organisasi kepanduan berkembang sejalan dengan
berkembangnya semangat nasionalisme dan patriotisme. Dalam organisasi politikpun terdapat organisasi kepanduan, seperti Sarekat Islam
Afdeling Pandu, Hizbul Wathon, dan Nationale Islamitische Padvinderij.
Pada 1938, didirikan Badan Pusat Persaudaraan Kepanduaan untuk
menampung organisasi-organisasi kepanduan yang sudah ada. Organisasi tersebut pada Februari 1941 mengadakan perkemahan bersama.
Gerakan Wanita
Pergerakan nasional Indonesia tidak hanya di bidang politik
melainkan juga sosial dan wanita. Salah seorang tokoh wanita yang
menyuarakan pentingnya emansipasi antara pria dan wanita adalah RA.
Kartini. Dia kemudian dinggap sebagai pelopor gerakan emansipasi yang
dalam tulisan-tulisannya menuntut agar wanita Indonesia diberi
pendidikan karena mereka memikul tugas sebagai seorang ibu yang bertanggung jawab atas pendidikan anaka-naknya.
Buku Kartini yang diberi judul Habis Gelap Terbitlah Terang
adalah buku yang berisi kumpulan surat-surat Kartini tentang berbagai
buah pikirannya. Buku ini ditulis oleh Abendanon pada 1899. Isinya
antara lain tentang posisi wanita dalam keluarga, adat istiadat, dan
keterbelakangan wanita.
Karena senang membaca dan bergaul dengan berbagai kalangan,
Kartini memiliki padangan yang positif tentang betapa pentingnya memajukan kaum wanita. Dengan belajar sungguh-sungguh, dia berpendapat
136
bahwa memajukan kaumnya dan menolak konservatisme adalah sangat
penting.
Demikian juga adat yang mengharuskan wanita hanya tinggal di
dalam rumah harus dirombak. Kartini meminta agar rakyat Indonesia
diberi pendidikan karena pendidikan merupakan masalah pokok bagi
masyarakat Indonesia. Pendidikan tersebut bukan hanya untuk laki-laki,
tapi juga kaum wanita. Pendidikan yang diperoleh itu selain untuk
mengasah intelegensi, juga untuk membangun sopan santun dan
kesusilaan. Kunci kemajuan wanita menurut Kartini adalah kombinasi
antara kebudayaan Barat dan Timur.
Perkumpulan atau organisasi wanita yang muncul di masa
pergerakan diantaranya adalah Putri Mardika (1912) yang bertujuan
memajukan pengajaran terhadap anak-anak perempuan dengan
memberikan penerangan dan bantuan dana. Demikian pula dengan
sekolah Kaoetamaan Istri yang didirikan oleh Raden Dewi Sartika di
Bandung pada 1904. Sekolah Kartini juga didirikan di Jakarta pada 1913,
di Madiun, Malang dan Cirebon, Pekalongan, Indramayu, Surabaya, dan
Rembang.
Selanjutnya, pada 1920 mulai muncul perkumpulan wanita yang
bergerak di bidang sosial dan kemasyarakatan. Di Minahasa, berdiri De
Gorontalosche Mohammedaansche Vrouwen Vereeniging. Di Yogyakarta
lahir perkumpulan Wanita Utomo yang mulai memasukan perempuan ke
dalam kegiatan dasar pekerjaan.
Corak kebangsaan sudah mulai mempengaruhi pergerakan
wanita sejak 1920, hal ini ditandai dengan adanya Kongres Perempuan
Indonesia di Yogyakarta pada 1928. Kongres tersebut dihadiri oleh
berbagai wakil organisasi wanita, di antaranya Ny. Sukamto (Wanito
Utomo), Nyi Hajar Dewantara (Taman Siswa bagian wanita), dan Nona
Suyatin (Pemuda Indonesia bagian keputrian). Tujuan kongres
Perempuan Indonesia adalah untuk mempersatukan cita-cita dan usaha
untuk memajukan wanita Indonesia serta mengadakan gabungan di
antara per kumpulan wanita ter sebut. Dalam rapat itu dibicarakan soal
nasib wanita dalam perkawinan dan poligami.
Dalam kongres itu pada umumnya disepakati untuk memajukan
wanita Indonesia serta mengadakan gabungan yang berhaluan
kooperatif. Hasil kongres yang terpenting adalah dibentuknya federasi
perkumpulan wanita, bernama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).
Kongres Perempuan Indonesia II diadakan membicarakan tentang
masalah perburuhan perempuan, pemberantasan buta huruf, dan
perkawinan. Dalam konggres tersebut, pergerakan wanita Indonesia
mendapat perhatian dari Komite Perempuan Sedunia yang berkedudukan
di Paris.
137
Kongres Perempuan III berlangsung 1938, menyetujui suatu
rencana undang-undang perkawinan modern, membicarakan masalah
politik, antara lain hak pilih dan dipilih bagi kaum wanita untuk Badan
Perwakilan. Selain itu, kongres memutuskan pada 22 Desember menjadi
Hari Ibu, dengan menyatakan bahwa peringatan Hari Ibu tiap tahun
diharapkan akan menambah kesadaran kaum wanita Indonesia akan
kewajibannya sebagai Ibu Bangsa.
Tugas 2.3
Coba kalian lakukan pengamatan di lingkungan masyarakatmu
kemudian jawablah pertanyaan di bawah ini:
1. Menurut pendapatmu, berbagai macam organisasi yang
ada di masyarakat kita sekarang ini, apakah didirikan
sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat?, sebagaimana organisasi pergerakan
nasional yang pernah berdiri di Indonesia.
2. Menurut pendapatmu, apakah saat ini masih ada
organisasi pergeakan nasional di Indonesia?
3. Buatlah laporan hasil pengamatan dan diskusimu tersebut, kemudian hasilnya kumpulkan
pada guru IPS.
138
D. IDENTITAS NASIONAL
1. Pengertian
Identitas nasional berasal dari kata identitas dan nasional. Kata
identitas dapat diartikan sebagai ciri khas yang menandai tentang
sesuatu. Sedangkan nasional berarti memiliki sifat kebangsaan. Identitas
Nasional, mengambil pengertian kedua kata tersebut, berarti ciri khas
yang menandai keberadaan suatu bangsa. Setiap bangsa yang
menegara (nation state) memiliki identitas nasionalnya sendiri-sendiri
yang berbeda dengan identitas nasional bangsa lain.
Identitas nasional bangsa Indonesia berasal dari sejarah panjang
pembentukan bangsa Indonesia dan kondisi sosio-kultural yang
melingkupi bangsa Indonesia (Priyanto, 2002).
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang pernah menjadi
bangsa terjajah. Sejarah panjang penjajahan ini telah menumbuhkan rasa
kebangsaan (nasionalisme) yang membedakan wujud identitas bangsa
Indonesia dengan bangsa lain di dunia. Rasa kebangsaan tersebut
misalnya berupa kebangkitan nasional yang dipelopori oleh Budi Utomo,
semangat sumpah pemuda tahun 1928, dan wujud kemerdekaan negara
Indonesia tahun 1945, serta semangat untuk mengisi kemerdekaan.
Wujud identitas nasional bangsa Indonesia berupa lambang atau
simbol kenegaraan yang sudah diterima dalam kehidupan negara
Indonesia. Identitas nasional itu berupa bahasa Indonesia, bendera
negara, lagu kebangsaan, lambang negara, dan Pancasila sebagai dasar
negara.
2. Proses Pembentukan Identitas Nasional
Identitas nasional tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai-nilai
masyarakat yang memunculkan perasaan solidaritas sosial. Suatu identitas nasional menunjukkan bahwa individu-individu setuju atas pendefinisian diri mereka yang saling diakui, yakni kesadaran mengenai perbedaan
mereka dengan orang lain dan suatu perasaan akan harga diri bersama
mereka (Charles F Andrain, 1992). Kesadaran akan penghargaan diri
diwujudkan dalam bentuk nilai, norma, dan simbol-simbol ekspresif yang
dianut bersama.
Nilai merupakan konsep yang sangat umum mengenai hal yang
bernilai, berharga, diinginkan, suatu kriteria untuk menentukan tindakantindakan mana yang harus diamabil. Lebih spesifik dari nilai, norma
merupakan peraturan-peraturan (hak dan kewajiban) yang menunjukkan
bagaimana nilai-nilai diwujudkan. Simbol-simbol ekspresif seperti yang
ditemukan dalam seni, ritual, dan mitos, memberikan ekspresi konkrit
pada nilai-nilai dan norma-norma yang lebih abstrak.
139
Melalui simbol-simbol ekspresif seperti bendera, lagu kebangsaan
dan pahlawan-pahlawan rakyat, nilai-nilai yang abstrak dan tidak tampak
menjadi hangat bagi individu-individu. Nilai, norma dan simbol ekspresif
memberikan pembenaran bagi tindakan-tindakan di masa lalu, menjelaskan perilaku massa sekarang, dan merupakan pedoman dalam menyeleksi pilihan-pilihan di masa depan.
Sumber-sumber identitas bersama yang kemudian menjadi
identitas nasional berupa nilai-nilai primordial, nilai-nilai sakral, nilai-nilai
sakral dan nilai-nilai sipil.
Nilai-nilai primordial menunjukkan keterikan yang didasarkan pada
hubungan biologis dan tempat. Orang-orang yang dikaitkan satu sama
lain didasarkan atas ikatan famili dan etnis, serta sejarah asal usul dan
gaya hidup. Mereka berbicara dalam bahasa yang sama, hidup di daerah
geografis yang sama, akan menganut suatu identitas bersama.
Nilai-nilai sakral yang meliputi agama maupun ideologi adalah
landasan yang kuat bagi identitas bersama. Nilai-nilai personal
memberikan suatu rasa identitas bersama, melalu ikatan bersama pada
seseorang yang seara biologis tidak berhubungan dengan anggotaanggota komunitas. Sedangkan nilai-nilai sipil telah menempatkan
keterikatan bersama pada peranan politik seorang warganegara kepada
lembaga politik yang berlaku adil pada semua kelompok yang berbeda.
3. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Identitas Nasional
Pembentukan bangsa sangat berkaitan dengan identitas yang ada
dalam masyarakat. Demikian halnya dengan pembentukan bangsa
Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas
nasional bangsa Indonesia, meliputi primordial, sakral, tokoh, bhineka
tunggal ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan
(Ramlan S, 1992).
a. Primordial
Ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan kesamaan suku
bangsa, daerah, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor
primordial yang dapat membentuk negara-bangsa.
Primordialisme tidak hanya menimbulkan pola perilaku yang
sama, tetapi juga melahirkan persepsi yang sama tentang masyarakatnegara yang dicita-citakan. Walaupun ikatan kekerabatan dan kesamaan
budaya itu tidak menjamin terbentuknya suatu bangsa (karena mungkin
ada faktor yang lain yang lebih menonjol), namun kemajemukan secara
budaya mempersulit pembentukan satu nasionalitas baru (negara
bangsa) karena perbedaan ini akan melahirkan konflik nilai.
140
b. Sakral
Kesamaan agama yang dianut oleh suatu masyarakat, atau ikatan
ideologi yang kuat dalam masyarakat, juga merupakan faktor yang dapat
membentuk negara-bangsa. Namun kadang terjadi kesamaan agama
dam ideologi suatu masyarakat juga menjadi faktor yang mempersulit
proses pembentukan negara-bangsa. Sebagai contoh dapat disebutkan
kesamaan agama Islam di beberapa negara Arab, kesamaan agama
Katholik di negara-negara Amerika Latin, dan sejumlah negara-negara
komunis.
c. Tokoh
Kepemimpinan dari seorang tokoh yang disegani dan dihormati
secara luas oleh masyarakat dapat menjadi faktor yang menyatukan
suatu bangsa-negara. Pemimpin ini menjadi panutan sebab warga
masyarakat mengidentifikasikan diri kepada sang pemimpin, dan ia
dianggap sebagai "penyambung lidah" masyarakat.
Pengalaman menunjukkan, suatu masyarakat yang sedang
membebaskan diri dari belenggu penjajahan, biasanya muncul pemimpin
yang kharismatik untuk menggerakkan massa rakyat dalam mencapai
kemerdekaannya. Kemudian pemimpin ini muncul sebagai simbol
persatuan bangsa, seperti tokoh dwitunggal Soekarno-Hatta di Indonesia,
dan Joseph Broz Tito di Yugoslavia.
Meskipun demikian, adanya pemimpin yang karismatis belum
menjamin terbentuknya suatu negara-bangsa, sebab pengaruh pemimpin
bersifat sementara. Hal ini dikarenakan umur manusia (pemimpin)
terbatas, dan khususnya pemimpin kharismatik tidak dapat diwariskan.
Selain itu sifat permasalahan yang dihadapi masyarakat memerlukan tipe
kepemimpinan yang sesuai, sesuai dengan perkembangan masyarakat.
d. Sejarah
Persepsi yang sama tentang asal-usul (nenek moyang) dan/atau
tentang pengalaman masa lalu, seperti penderitaan yang sama akibat
dari penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas (sependeritaan dan
sepenanggungan), tetapi juga tekad dan tujuan yang sama antar
kelompok suku bangsa.
Solidaritas, tekad, dan tujuan yang sama itu dapat menjadi
identitas yang menyatukan mereka sebagai bangsa, sebab dengan
membentuk konsep ke-kita-an dalam masyarakat. Sejarah tentang asalusul dan pengalaman masa lalu ini biasanya dirumuskan dan
disosialisasikan kepada seluruh anggota masyarakat melalui media
massa (film dokumenter, film cerita, dan dramatisasi melalui televisi dan
radio), misalnya "Angling Dharma", “Jaka Tingkir” dan sebagainya.
141
e. Bhinneka Tunggal Ika
Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) merupakan
salah satu faktor yang dapat membentuk bangsa-negara. Bersatu dalam
perbedaan artinya kesediaan warga masyarakat untuk bersama dalam
suatu lembaga yang disebut Negara, atau pemerintahan walaupun
mereka memiliki suku bangsa, adat-istiadat, ras atau agama yang
berbeda.
Setiap warga masyarakat akan memiliki kesetiaan ganda sesuai
dengan porsinya . Walaupun mereka tetap memiliki keterikatan pada
identitas kelompok, namun mereka menunjukkan kesetiaan yang lebih
besar pada kebersamaan yang berwujud dalam bentuk negara bangsa di
bawah suatu pemerintahan yang sah.
Mereka yang sepakat untuk hidup bersama sebagai bangsa
berdasarkan kerangka politik dan prosedur hukum yang berlaku bagi
anggota masyarakat. Agar tidak timbul keruwetan (konflik) antar berbagai
kelompok di kelak kemudian hari, maka perlu dibuat peraturan-peraturan
yang jelas tentang soal-soal apa yang menjadi kewenangan negara.
Aturan-aturan itu dirumuskan dalam kerangka politik dan hukum negara
tersebut.
f. Perkembangan Ekonomi
Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi pekerjaan yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Semakin tinggi mutu dan semakin bervarariasi kebutuhan
masyarakat, semakin tinggi pula tingkat saling bergantung di antara
berbagai jenis pekerjaan. Setiap orang bergantung pada pihak lain dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin kuat suasana saling bergantung antar anggota masyarakat karena perkembangan ekonomi, maka
semakin besar pula solidaritas dan persatuan dalam masyarakat.
g. Kelembagaan
Proses pembentukan bangsa berupa lembaga-lembaga pemerintahan dan politik, seperti birokrasi, angkatan bersenjata, dan partai politik.
Setidak-tidaknya terdapat dua sumbangan birokrasi pemerintahan
(pegawai negeri) bagi proses pembentukan bangsa, yakni mempertemukan berbagai kepentingan dalam instansi pemerintah dengan berbagai
kepentingan di kalangan penduduk sehingga tersusun suatu kepentingan
nasional, watak kerja, dan pelayanannya yang bersifat impersonal; tidak
saling membedakan untuk melayani warga negara. Angkatan bersenjata
berideologi nasionalistis karena fungsinya memelihara dan mempertahankan keutuhan wilayah dan persatuan bangsa, personilnya direkrut
dari berbagai etnis dan golongan dalam masyarakat. Selain soal ideologi,
142
mutasi dan kehadirannya di seluruh wilayah negara merupakan
sumbangan angkatan bersenjata bagi pembinaan persatuan bangsa
Keanggotaan partai politik yang bersifat umum (terbuka bagi
warga negara yang berlainan etnis, agama, atau golongan), kehadiran
cabang-cabangnya di wilayah negara, dan peranannya dalam menampung dan memadukan berbagai kepentingan masyarakat menjadi suatu
alternatif kebijakan umum merupakan kontribusi partai politik dalam
proses pembentukan bangsa.
4. Simbol-Simbol Kenegaraan sebagai Identitas Nasional
Simbol-simbol yang menjadi identitas nasional bangsa Indonesia
adalah: bahasa Indonesia, bendera merah putih, lagu kebangsaan
Indonesia Raya, dan lambang negara garuda pancasila.
a. Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, diangkat dari bahasa
melayu. Alasan diangkatnya bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia,
diantaranya: (a) bahasa melayu telah lama dipakai sebagai bahasa
pergaulan diantara suku-suku bangsa di Indonesia(b) bahasa melayu
banyak dipergunakan dalam berbagai prasasti yang tersebar di wilayah
Indonesia, (c) bahasa melayu telah lama dipergunakan dalam buku-buku
bacaan yang tersebar di seluruh Indonesia; (d) adanya sifat demokratik
dalam bahasa melayu, yang memungkinkan diterima ke dalam berbagai
kalangan masyarakat pengguna bahasa.
Bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan diakui keberadaannya dengan dinyatakan dalam sumpah pemuda tahun 1928. Kemudian
dengan ditetapkannya UUD 1945 pada tanggal 18 agustus 1945, bahasa
Indonesia menjadi bahasa negara (pasal 36 UUD 1945). Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berarti bahasa resmi yang berlaku di Indonesia adalah bahasa Indonesia dengan tidak menghilangkan
keberadaan bahasa daerah yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan, artinya bahasa
yang digunakan untuk mempersatukan keberadaan bangsa Indonesia
melalui pergaulan bersama secara nasional.
b. Bendera Negara
UUD 1945 di pasal 35 menetapkan,
bahwa bendera negara Indonesia ialah
Sang Merah Putih. Warna merah melambangkan sifat keberanian dari Bangsa Indonesia, sedangkan warna putih melambangkan sifat kesucian atau kebenaran dari
Gambar 2.6. Bendera Negara
bangsa Indonesia. Merah putih adalah
Indonesia Merah Putih
simbol perbuatan yang berani karena benar.
143
Penggunaan warna merah dan putih sudah dikenal dalam sejarah
kehidupan bangsa Indonesia sejak lama dan turun temurun, misalnya
adanya budaya pembuatan bubur merah-putih untuk upacara pemberian
nama seorang bayi atau pengibaran kain merah-putih dalam mendirikan
rumah. Dengan demikian Sang Merah Putih adalah bagian dari identitas
nasional Bangsa Indonesia.
c. Lagu Kebangsaan
Lagu kebangsaan Indonesia adalah Indonesia Raya. Lagu
tersebut diciptakan oleh W.R. Supratman. Penggunaan lagu kebangsaan
Indonesia Raya diatur dalam peraturan pemerintah No. 44/1958. Lebih
lanjut setelah UUD 1945 diamandemen, lagu kebangsaan ialah Indonesia
Raya, ditegaskan dalam Pasal 36B UUD 1945.
d. Lambang Negara
Lambang
negara
Indonesia
adalah Garuda Pancasila. Lambang
negara tersebut diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 66/1951 tentang bentuk
dan ukuran lambang negara dan tata
cara penggunaannya diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
Setelah UUD 1945 diamandemen,
lambang negara ditegaskan dalam
pasal 36A UUD 1945, bahwa lambang
negara Indonesia adalah Garuda
Gambar 2.7 Lambang Negara
Pancasila dengan semboyan Bhineka
Pancasila
Tunggal Ika.
Burung garuda sebagai lambang keperkasaan Bangsa Indonesia
dengan berpedoman pada kebenaran (kepala burung menghadap ke
kanan), negara proklamasi 17 Agustus 1945 (jumlah bulu burung adalah
17, 8, 19, dan 45), negara yang berdasar kepada pancasila, dan prinsip
berbhineka tunggal ika (berbeda dalam kesatuan). Lambang negara
dalam bentuk Garuda Pancasila tersebut menjadi salah satu identitas
nasional bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai Identitas Nasional
Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa
warganegara percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kepercayaan dan ketagwaan itu bersifat aktif, sepenuh hati berusaha
144
menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
menurut agamanya masing-masing.
Ketuhanan dan ketagwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ajaran agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kita mendapatkan
tuntunan tingkah laku yang baik dalam hubungannya dengan Tuhan,
dalam hubungannya dengan sesama manusia, serta dalam hubungannya
dengan alam sekitar.
Bangsa Indonesia sudah sejak jaman dulu dikenal sebagai
bangsa yang religius, bangsa yang selalu meyakini adanya Tuhan Yang
Maha Esa, yaitu Tuhan yang menciptakan alam semesta dan yang maha
bijaksana, maha adil, maha murah dan pencipta yang pertama (causa
prima). Sehingga manusia akan tunduk dan taat kepada perintah Tuhan
dan selalu berusaha menjauhi semua larangan-Nya.
Pengakuan atas Ketuhanan Yang Maha Esa di Indonesia
dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945, serta ditegaskan dalam UUD
1945 pasal 29 ayat 1 dan 2, yang bunyinya Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Agama mengajarkan bahwa dunia seisinya adalah ciptaan Tuhan
dan kehidupan di dunia akan dilanjutkan dengan kehidupan di alam baka.
Agama memberikan bimbingan untuk mendapatkan kebahagiaan yang
kekal di alam baka nanti dengan menjauhi larangan-Nya. Melalui agama,
ditemukan suatu kebenaran yang diyakini pemeluknya masing-masing
sebagai suatu kebenaran yang mutlak. Setiap agama mengajarkan
pemeluknya untuk hidup rukun, tolong menolong, mencintai dan
mengasihi, sehingga tercipta kehidupan yang bahagia dan harmonis.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan yang adil dan beradab menunjuk pada identitas
bangsa Indonesia akan sikap adil dan sikap beradab. Adil dalam
hubungan kemanusiaan adalah bersikap adil terhadap diri sendiri,
terhadap sesama, dan terhadap Tuhannya. Beradab adalah
terlaksananya semua unsur-unsur manusia yang monopluralis.
Salah satu contoh penerapan identitas kemanusiaan yang adil
dan beradab dari bangsa Indonesia berupa pengakuan dan pelaksanaan
hak-hak asasi manusia. Pelaksanaan hak dalam diri manusia Indonesia
mengandung konsekuensi adanya keseimbangan dengan kewajiban
yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini sebagaimana diatur dalam
pasal 28A-28J UUD 1945, dan UU No. 39/1999 tentang hak asasi
manusia.
145
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki akal
budi dan kehendak, yang merupakan potensi untuk berkembang secara
terus-menerus untuk menjadi pribadi yang sempurna. Keberadaan
manusia yang sempurna dalam pemahaman masyarakat Indonesia
bersifat monopluralis.
Manusia Indonesia yang bersifat monopluralis memiliki unsurunsur sebagai berikut.
1. Susunan kodrat manusia, bahwa manusia terdiri atas raga dan
jiwa. Raga adalah tubuh manusia yang bersifat kebendaan,
sedangkan jiwa merupakan unsur manusia yang bersifat
kerokhanian yang berupa akal, rasa dan kehendak.
2. Sifat kodrat manusia, bahwa manusia merupakan makhluk
individu dan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu
sebagai pribadi yang berupaya merealisasikan potensi pribadinya,
pada sisi lain sebagai makhluk sosial adalah manusia yang hidup
bermasyarakat.
3. Kedudukan kodrat manusia, bahwa manusia adalah makhluk
yang berdiri sendiri dan makhluk Tuhan. Manusia sebagai
makhluk yang berdiri sendiri berkedudukan otonom, memiliki
eksistensi dan pribadi sendiri, manusia sebagai makhluk Tuhan
berarti manusia adalah ciptaan Tuhan.
Persatuan Indonesia
Konsep persatuan Indonesia dinyatakan dalam pembukaan UUD
1945 alinea kedua dan keempat. Persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia mempunyai arti penting dikarenakan beberapa hal, diantaranya
sebagai berikut.
1. Kondisi masyarakat yang bersifat pluralistis (beraneka ragam)
dalam hal memeluk agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, dan
tingkatan sosial. Hal itu sangat memerlukan kesadaran masingmasing pihak untuk saling menghormati dan bekerja sama,
merasa sebagai satu bangsa yang bertanggung jawab untuk
mengemban terwujudnya tujuan pembangunan nasional dengan
berprinsip pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
2. Kondisi alamiah nusantara yang berada pada posisi silang, di
antara dua benua dan dua samudra, terdiri atas beribu-ribu pulau
baik pulau besar maupun pulau kecil, merupakan bagian bumi
yang membentang dari 950 BT sampai 1410 BT dan dari 60 LU
sampai 110 LS. Kondisi tersebut memungkinkan banyaknya
permasalahan yang muncul sehingga perlu dilakukan langkahlangkah dan kebijaksanaan demi terwujudnya persatuan dan
146
kesatuan serta keselamatan negara dalam mengemban tugas
nasional.
3. Pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang mengalami masa
penjajahan selama lebih kurang 3,5 abad memberikan pelajaran
bagi tumbuhnya kesadaran nasional.
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dapat mendirikan
negara merdeka dan berdaulat (Soejadi, 2000). Dengan demikian perlu
dipahami arti hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Disamping itu, kita pantas bangga berbangsa dan bertanah air
Indonesia karena beberapa alasan berikut.
1. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, memeluk
berbagai agama, berbicara dalam berbagai bahasa daerah,
memiliki berbagai adat kebiasaan daerah, tingkatan sosial, warna
kulit, dan sebagainya. Hal itu tidak menghalangi terwujudnya
persatuan dan kesatuan, bersatu padu dengan tidak menonjolkan
adanya perbedaan yang mungkin dapat menimbulkan
pertentengan antar golongan.
2. Nenek moyang dan pendahulu kita sudah mempunyai peradaban
tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya peninggalan-peninggalan sejarah yang mencerminkan nilai budaya yang tinggi.
Perwujudan kepribadiannya tercermin dari manusianya yang
membudaya.
3. Pancasila sebagai pandangan hidup dan kepribadian bangsa,
ideologi, serta sebagai dasar negara sangat cocok. Hal itu mampu
mengantarkan terselenggaranya persatuan dan kesatuan bangsa,
menuju terciptanya kehidupan nasional yang lebih baik yang
akhirnya kita yakini mampu mewujudkan tujuan nasional.
4. Sebagai bangsa yang merasa senasib dan sepenanggungan,
khususnya selama mengalami penjajahan Belanda dan Jepang,
hal itu dapat lebih menumbuhkan semangat persatuan dan
kesatuan bangsa.
5. Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Dengan Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia, bangsa Indonesia berhak menentukan
nasibnya sendiri tanpa campur tangan pihak lain serta dapat memacu pembangunan bangsa guna mewujudkan tujuan nasional.
6. Keadaan alam Indonesia luas, kaya raya, indah, dan permai.
Keadaan alam yang luas memberikan kesempatan keleluasaan
gerak pembangunan bangsa, terlebih-lebih negara kita adalah
negara kepulauan yang memberikan peluang cukup besar bagi
tumbuh dan berkembangnya bangsa.
147
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
Pelaksanaan identitas kerakyatan sesuai dengan paham sila keempat pancasila antara lain diatur dalam penyelenggaraan pemerintahan
Indonesia seperti tertuang dalam penjelasan UUD 1945,
Prinsip kerakyatan pada hakikatnya merupakan pelaksanaan
prinsip demokrasi. Demokrasi yang dikembangkan di Indonesia sekarang
ini adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila, yaitu paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan filsafat bangsa Indonesia yang
perwujudannya seperti tertuang dalam UUD 1945.
Dalam demokrasi Indonesia rakyat adalah subyek demokrasi itu
secara positif ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Aturan permainan dalam kehidupan demokrasi diatur secara
melembaga. Ini berarti bahwa keinginan-keinginan rakyat tersebut
disalurkan melalui lembaga-lembaga perwakilan yang ada, yang dibentuk
melalui pemilihan umum yang demokratis. Hasil dari pemilihan umum itu
mencerminkan keinginan rakyat untuk menentukan wakil-wakil yang
diharapkan akan menyuarakan aspirasinya.
Demokrasi Indonesia sebagai suatu sistem pemerintahan yang
berdasarkan kedaulatan rakyatlah yang menentukan bentuk dan isi
pemerintahan yang dikehendaki sesuai dengan hati nuraninya. Dalam hal
ini sudah sewajarnya pemerintah harus memfokuskan perhatiannya kepada kepentingan rakyat banyak dalam rangka tercapainya kemakmuran
yang merata.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan berasal dari kata adil yang artinya antara lain adalah
memberikan apa yang menjadi haknya, sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku, sesuai dengan kebenaran dan kejujuran.
Dalam keadilan terdapat adanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban. Keadilan adalah kata sifat yang berarti perbuatan atau
perlakuan adil. Kata sosial berarti yang berkenaan dengan masyarakat
atau kemasyarakatan. Jadi keadilan sosial berarti adanya keseimbangan
antara hak dan kewajiban di dalam masyarakat. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia berarti adanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban di dalam masyarakat Indonesia.
Pada prinsipnya, sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
menghendaki kemakmuran yang merata dan dinamis, artinya seluruh
potensi bangsa diolah bersama-sama menurut kemampuan di bidang
masing-masing yang kemudian dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran seluruh rakyat. Keadilan sosial berarti harus melindungi
148
yang lemah. Perlindungan yang diberikan adalah untuk mencegah kesewenang-wenangan dari yang kuat dan untuk menjamin keadilan.
Realisasi dari prinsip keadilan sosial tidak lain adalah dengan
pembangunan yang benar-benar dapat dilaksanakan, berguna, dan dapat
dinikmati oleh seluruh rakyat. Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk
meniadakan segala bentuk kepincangan sosial dan kepincangan dalam
pembagian pendapatan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia antara lain sebagai berikut:
1. Perwujudan keadilan sosial dalam segala kehidupan sosial
kemasyarakatan, meliputi seluruh rakyat Indonesia.
2. Keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
3. Cita-cita masyarakat adil makmur, materiil dan spiritual yang
merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak
orang lain.
5. Cinta akan kemajuan dan pembangunan tanpa meninggalkan
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Tugas 2.4
Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Apakah sekolahanmu mempunyai simbol-silbol yang
menjadi identitas sekol;ah? Jelaskanlah simbol-simbol apa
yang menjadi identitas sekolahmu?
2. Jelaskan latarbelakang dan alasan simbol-simbol tersebut
yang menjadi identitas sekolahmu?
3. Apa yang telah kamu lakukan terkait dengan identitas
sekolah tersebut?
149
E. RINGKASAN
Proses pembentukan bangsa dan negara Indonesia bukan karena
didasarkan faktor sosial politik saja, tetapi juga didasarkan pada aspek
psikologis rakyat Indonesia, yaitu adanya perasaan yang sama, nasib
yang sama serta cita-cita yang sama dalam upaya mewujudkan
kemerdekaan dan meningkatkan kesejahteraan hidup bersama.
Kolonialisme dan imperialisme negara-negara barat ke Indonesia
sejak abad ke-16, yang dipelopori oleh Portugis dengan cara monopoli
perdagangan rempah-rempah dan penguasaan wilayah Malaka oleh
Portugis tahun 1511, dan dilanjutkan dengan menguasai Maluku.
Kedatangan Portugis yang membawa keberhasilan itu diikuti bangsabangsa-bangsa lain diantaranya Belanda.
Kedatangan bangsa barat ke wilayah Indonesia, tidak terlepas
dari pengaruh berkembangnya imperialisme di Eropa yaitu untuk
mendapatkan “gold, gospeld dan glory” yang menjadi ciri khas dari
praktek imperialisme kuno, dimana penguasaan wilayah lain sebagai
tujuan untuk mendapatkan kekayaan dalam bentuk emas, mendapatkan
kejayaan karena memperluas wilayah kekuasaan dengan cara
menguasai daerah lain, serta penyebaran agama nasrani sebagaimana
permintaan gereja.
Dalam upaya menguasai jalur perdagangan rempah-rempah di
nusantara serta agar terjadi persaingan yang sehat diantara pedagang
Belanda, pemerintah Belanda mendirikan badan perniagaan “kongsi
dagang” yang bernama Vereenigne Oost Indische Compagnie (VOC)
pada 1602.
Perusahaan dagang ini diberikan hak-hak istimewa oleh Pemerintah Belanda. Hak-hak yang diberikan kepada VOC itu disebut hak octrooi,
yang isinya memberikan hak kepada VOC dalam hal: (1) memperoleh
hak monopoli perdagangan; (2) memperoleh hak untuk mencetak dan
mengeluarkan uang sendiri; (3) dianggap sebagai wakil pemerintah
Belanda di Asia; (4) berhak mengadakan perjanjian; (5) berhak
memaklumkan perang dengan negara lain; (6) berhak menjalankan
kekuasaan kehakiman; (7) berhak mengadakan pemungutan pajak; (8)
berhak memiliki angkatan perang sendiri; dan (9) berhak mengadakan
pemerintahan sendiri.
Praktek VOC dalam melakukan monopoli perdagangan serta
memaksakan kekuasaannya terhadap kerajaan-kerajaan di nusantara
sangat menyakitkan. Cara-cara kekerasan, peperangan, adu domba,
penindasan, dan tindakan kasar lainnya telah menyebabkan penderitaan
yang tidak terkirakan bagi bangsa Indonesia.
Pada 1799, organisasi yang sudah banyak memberikan
keuntungan besar bagi negeri Belanda serta menimbulkan banyak
150
korban di pihak bangsa Indonesia ini akhirnya dibubarkan. Bubarnya
VOC tidak berarti bebasnya Hindia Belanda dari kekuasan negara-negara
Eropa dan menjadi daerah merdeka. Hal ini karena wilayah-wilayah
Hindia Belanda yang semula dibawa kekuasaan VOC, diserahkan
kepada pemerintah Belanda secara langsung. Hal ini dibuktikan dengan
diangkatnya seorang gubernur jenderal untuk menjadi pemimpin atau
penguasa, wakil dari pemerintah Belanda di Hindia Belanda. Gubernur
Jenderal yang menjabat di Hindia Belanda antara 1801-1808, dalam
menjalankan kekuasaannya tidak jauh berbeda dengan praktek yang
dilakukan oleh VOC sebelum dibubarkan.
Sejak 1811 wilayah Hindia Belanda menjadi daerah jajahan
Inggris, Belanda akhirnya menyerahkan Jawa kepada Inggris melalui
perjanjian yang biasa dikenal dengan istilah Rekapitulasi Tuntang.
Pada tahun 1816, Inggris harus meninggalkan kekuasaannya di
Hindia Belanda, sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Konvensi London
(1814). Hindia Belanda kembali diserahkan kepada Belanda. Pola
penjajahan Belanda pada tahap ini hingga berakhirnya kekuasaannya di
Indonesia tahun 1942, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan apa
yang dilakukan pada masa VOC, yaitu: monopoli, penyerapan, penyiksaan, perampasan, adu domba, cenderung kejam, sewenang-wenang, dan
tanpa kompromi tetap mewarnai perjalanan pemerintahan penjajah
Belanda di Hindia Belanda, siapapun yang menjadi gubernur jenderal.
Kedatangan bangsa barat (Portugis, Inggris, dan Belanda) yang
diikuti dengan penguasaan wilayah Indonesia oleh bangsa-bangsa tersebut termasuk pada bangsa Inggris dan Perancis dalam periode tertentu
ternyata menimbulkan reaksi dari bangsa Indonesia. Reaksi umum yang
ditampilkan bangsa Indonesia atas kedatangan bangsa barat adalah
kerjasama dan perlawanan.
Reaksi melawan atau kerjasama yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia terhadap kaum imperialis barat dilatarbelakangi oleh adanya
perebutan kepentingan, terutama ekonomi dan kekuasaan. Rakyat Indonesia yang kerjasama dengan kaum imperialis memanfaatkan mereka
untuk membantu merebut kekuasaan ekonomi dan tahta dari rakyat
Indonesia. Kondisi inilah yang turut menjadi faktor pendukung praktek
adu domba oleh kaum imperialis.
Reaksi dalam bentuk perlawanan yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia terhadap bangsa barat disebabkan bangsa-bangsa tersebut
berusaha memaksakan kehendaknya dengan cara ingin memperluas
kekuasaannya di wilayah Indonesia sambil merampas hak-hak tradisional
kerajaan-kerajaan (Islam), merampas hak dan kehidupan rakyat hindia
belanda, serta menyebarkan agama secara paksaan.
151
Perlawanan bangsa Indonesia terhadap kekuasaan Barat ditandai
dengan perang atau perlawanan langsung terhadap kekuasaan bangsa
Barat. Perlawanan tersebut juga ditandai dengan persaingan di antara
kerajaan-kerajaan di Nusantara dalam rangka memperebutkan hegemoni
kekuasaan di wilayah tersebut. Dalam persaingan tersebut sering kali
kerajaan-kerajaan Nusantara melibatkan kekuatan bangsa Barat atau
meminta bantuan VOC/Belanda untuk membantu mengalahkan pesaingpesaingnya dalam memperebutkan kekuasaan. Konsekuensinya VOC/
Belanda mendapatkan daerah kekuasaan karena upayanya membantu
mengalahkan pesaingnya. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya
kegagalan bangsa Indonesia dalam mengusir bangsa-bangsa barat dari
wilayah Indonesia.
Praktek imperialisme dan kolonialisme bangsa barat di wilayah
Indonesia mempunyai dampak yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Bukan hanya mengakibatkan terjadinya penderitaan dan kesengsaraan fisik saja, tetapi juga psikhis, bahkan akibatnya terasa hingga saat ini.
Dampak tersebut diantaranya adalah komersialisasi telah menggantikan sistem ekonomi tradisional. Nilai uang telah menggantikan satuan ekonomi tradisional yang selama ini dijalankan oleh masyarakat pedesaan. Adanya jaringan jalan raya serta jalan kereta api dan hubungan laut
telah membantu mempercepat pertumbuhan kota. Terjadilan urbanisasi
atau perpindahan penduduk dari desa ke kota. Pembangunan pendidikan
telah mempercepat mobilitas penduduk.
Masa pendudukan Jepang merupakan periode yang paling menentukan dalam sejarah pergerakan di Indonesia, walaupun waktunya
hanya selama tiga setengah tahun. Imperialisme Jepang memberi
sumbangan langsung pada perkembangan pergerakan nasional
Indonesia, terutama di Jawa dan di Sumatera.
Jepang mengindoktrinasi, melatih, dan mempersenjatai generasi
muda serta memberi kesempatan kepada para pemimpin yang lebih tua
untuk menjalin hubungan dengan rakyat. Di seluruh Nusantara mereka
mempolitisasikan bangsa Indonesia sampai pada tingkat desa dengan
sengaja dan menghadapkan Indonesia pada rezim kolonial yang bersifat
sangat menindas dan merusak dalam sejarahnya.
Penjajahan Jepang juga melahirkan penderitaan rakyat yang tiada
taranya, tetapi di masa penjajahan Jepang inilah nasionalisme Indonesia,
sendi-sendi negara Republik Indonesia terbentuk hingga diproklamirkan
tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta.
Nasionalisme adalah suatu gejala psikologis berupa rasa
persamaan dari sekelompok manusia yang menimbulkan kesadaran
sebagai suatu bangsa. Nasionalisme merupakan hasil dari pengaruh
faktor politik, ekonomi, sosial dan intelektual, yang terjadi dalam lingkung152
an kebudayaan melalui proses sejarah (historis). Oleh karena itu terdapat
perbedaan yang mendasar antara nasionalisme yang terjadi di Eropa
dengan yang terjadi di Asia.
Nasionalisme Eropa muncul disebabkan oleh faktor: (1) munculnya faham rasionalisme dan romantisme; (2) munculnya faham aufklarung dan kosmopolitanisme; (3) terjadinya revolusi Perancis; (4) muncul
sebagai reaksi atas agresi yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte.
Sedangkan semangat kebangsaan atau nasionalisme yang terjadi di
negara-negara Asia muncul disebabkan oleh: (1) adanya kenangan akan
kejayaan masa lampau, (2) imperalisme; (3) pengaruh faham revolusi
Perancis; (4) adanya kemenangan Jepang atas Rusia; (5) atlantic
charter; (6) timbulnya golongan pertengahan (terpelajar).
Pada dasarnya nasionalisme atau semangat kebangsaan yang
muncul di banyak negara memiliki tujuan untuk: (1) menjamin kemauan
dan kekuatan mempertahankan masyarakat nasional melawan musuhmusuh dari luar negara, sehingga melahirkan semangat rela berkorban;
(2) menghilangkan ekstremisme (tuntutan yang berlebih-lebihan) dari
warga negara (individu dan kelompok).
Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya nasionalisme di
suatu Negara bisa dari dalam dan bisa juga dari luar. Faktor ekstern yang
mempengaruhi timbulnya nasionalisme di Indonesia adalah: (1) pengaruh
faham-faham modern dari Eropa (liberalisme, humanisme, nasionalisme,
komunisme); (2) pengaruh gerakan Pan-Islamisme; (3) pengaruh
pergerakan bangsa terjajah di Asia; dan (4) pengaruh kemenangan
Jepang atas Rusia. Sedangkan faktor internal yang mendorong
munculnya semangat kebangsaan atau nasionalisme adalah: (1)
timbulnya kembali golongan pertengahan, kaun terpelajar; (2) adanya
penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh seluruh rakyat dalam
berbagai bidang kehidupan; (3) pengaruh golongan peranakan; dan (4)
adanya keinginan untuk melepaskan diri dari imperialisme.
Pergerakan nasional adalah suatu bentuk perlawanan bangsa
Indonesia kepada kaum penjajah yang dilaksanakan tidak dengan
menggunakan kekuatan bersenjata, tetapi menggunakan organisasi yang
bergerak di bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik. Organisasiorganisasi ini pada dasarnya didirikan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang mengalami penderitaan akibat penjajahan,
namun pada akhirnya bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan.
Pergerakan nasional melawan penjajahan Belanda di Indonesia diawali
pada permulaan abad ke-20, dengan berdirinya Budi Utomo, sarikat
Islam dan berbagai macam organisasi lainnya.
Faktor pendorong utama munculnya semangat kebangsaan adalah
munculnya kesadaran tentang pentingnya semangat kebangsaan,
153
semangat nasional, perasaan senasib sebagai bangsa terjajah, serta
keinginan untuk mendirikan negara berdaulat lepas dari cengkeraman
imperialisme di seluruh negara-negara jajahan di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Selain itu
juga karena penjajahan mengakibatkan terjadinya penderitaan rakyat
Indonesia yang tidak terkira. Sistem penjajahan Belanda yang eksploitatif
terhadap sumber daya alam dan manusia Indonesia serta sewenangwenang terhadap warga pribumi telah menyadarkan penduduk Indonesia
tentang adanya sistem kolonialisme dan imperialisme Barat yang
menerapkan ketidaksamaan dan perlakuan yang membeda-bedakan
(diskriminatif).
Identitas Nasional adalah ciri khas yang menandai keberadaan
suatu bangsa. Setiap bangsa yang menegara (nation state) memiliki
identitas nasionalnya sendiri-sendiri, berbeda dengan identitas nasional
bangsa lain. Identitas nasional bangsa Indonesia berasal dari sejarah
panjang pembentukan bangsa Indonesia dan kondisi sosio-kultural yang
melingkupi bangsa Indonesia. Wujud identitas nasional bangsa Indonesia
berupa lambang atau simbol kenegaraan yang sudah diterima dalam
kehidupan negara Indonesia. Identitas nasional itu berupa bahasa
Indonesia, bendera negara, lagu kebangsaan, lambang negara, dan
Pancasila sebagai dasar negara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas nasional
bangsa Indonesia, meliputi primordial, sakral, tokoh, bhineka tunggal ika,
konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan.
Pada saat ini, kesadaran nasional bangsa Indonesia mengalami
perkembangan dalam perwujudannya, bukan lagi diarahkan pada upaya
perwujudan kemerdekaan terlepas dari penjajahan, tetapi diwujudkan
dalam kemerdekaan untuk mampu memenuhi segala kebutuhan bangsa
dan negara secara mandiri, tidak tergantung kepada bangsa dan negara
lain.
Ketidaktergantungan pada bangsa dan negara lain dalam
memenuhi kebutuhan hidup ini secara tidak langsung bermakna
peningkatan kesejahteraan bangsa.
Kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat
bangsa menuntut adanya prestasi dari anak bangsa. Prestasi inilah
perjuangan atau pergerakan nasional yang harus dilakukan oleh generasi
bangsa Indonesia saat ini. Prestasi unggul anak bangsa seperti ini secara
tidak langsung bisa mengembangkan identitas nasional bangsa
Indonesia.
154
BAB 3
KEBUTUHAN MANUSIA
A. KEBUTUHAN HIDUP MANUSIA
Apabila kita mengamati kegiatan manusia yang ada di lingkungan
sekitar kita, nampaklah berbagai macam aktivitas yang dilakukan
manusia, begitu banyak ragamnya aktivitas yang dilakukan manusia,
sehingga sulit untuk disebutkan disini. Mereka melakukan kegiatan mulai
dari pagi hari hingga pagi harinya lagi, seakan-akan tidak mengenal
waktu untuk istirahat. Coba kita amati! pegawai/karyawan menuju ke
kantor atau ke pabrik, pedagang ke pasar atau ke toko siap menjajakan
dagangannya. Petani membajak sawah, sopir angkutan umum
menjalankan kendaraan untuk melayani penumpang, dan masih banyak
lagi kegiatan di masyarakat.
Mereka semua beraktivitas untuk memperoleh pendapatan,
mencari nafkah. Pendapatan yang diperolehnya dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Gambar 3.1. Pedagang bunga sedang menunggu dagangannya
(Sumber: dokumentasi penulis)
Sebagaimana gambar 3.1. bagaimana si Mbah (± 65 tahun),
dengan baju korprinya, walaupun bukan pegawai negeri sipil (PNS) setia
menunggu barang dagangannya, berupa bunga yang akan dipakai untuk
153
pergi ke makam, di tempat terbuka yang tidak layak dikatakan sebagai
tempat berdagang, yaitu sebuah halte bus, yang pasti akan kepanasan
kalau musim panas, dan kehujanan kalau musim hujan.
Si Mbah dengan setia menunggu pembeli mulai pagi hari hingga
menjelang maghrib, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan
(keuntungan) yang akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
hiduonya sehari-hari.
Manusia bekerja untuk mencari nafkah agar dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Agar dapat hidup layak, manusia harus memperoleh pendapatan yang layak pula, agar dapat memenuhi kebutuhan
hidup yang selalu berkembang dan banyak macamnya. Coba kalian pikirkan, apa saja kebutuhan hidup manusia? Manusia tidak hanya butuh
makan-minum, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, hiburan, tetapi masih
banyak lagi kebutuhan-kebutuhan yang lain, misalnya: pendidikan,
transportasi, komunikasi, informasi, beribadah, dan lain-lain. Manusia
harus bisa memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut dalam jumlah cukup
(kuantitas) dan mutunya memadai (kualitas).
Manusia, sebagaimana makhluk hidup lainnya mempunyai
kebutuhan, dan kebutuhan ini harus dipenuhi agar manusia itu bisa
hidup. Sebagaimana orang bijak mengatakan perbedaan manusia
dengan hewan dalam hal makan adalah kalau manusia makan itu untuk
hidup sebaliknya hewan hidup untuk makan. Oleh karena itu manusia
harus mampu memenuhi kebutuhan hidupnya agar bisa hidup.
Gambar 3.2 Pedagang kurungan (sangkar) ayam
(sumber: dokumentasi penulis)
154
Gambar 3.1 dan 3.2. adalah potret usaha manusia untuk
memperoleh pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada
gambar 3.2. adalah potret Pak Mono, seorang pedagang kurungan
(sangkar) ayam yang harus berjalan menjajakan barang dagangannya
keliling kampung hingga berjarak 30-35 km dari tempat tinggalnya. Setiap
berangkat dia membawa 25 buah kurungan yang baru habis dijual
selama 2-3 hari. Sebelum kurungannya habis dia tidak pulang, tidurnya di
sembarang tempat, termasuk di pos kamling dan teras kantor pemerintahan. Bilamana kurungan yang dijualnya habis, Pak Mono mendapat
keuntungan antara Rp. 150.000,- hingga Rp. 200.000,-.
Kebutuhan hidup manusia beraneka ragam, bahkan dikatakan
bahwa kebutuhan hidup manusia bersifat dinamis, selalu berubah dan
berkembang baik secara kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu
dikatakan kebutuhan manusia tidak ada batasnya dan tidak ada
berhentinya. Bilamana berhenti maka manusia tersebut akan mati,
karena kebutuhan manusia itu yang selalu berubah dan berkembang
menjadikan manusia selalu berfikir, berusaha, dan berupaya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia
melakukan dengan dua cara; yaitu produksi dan konsumsi. Produksi
artinya manusia memenuhi kebutuhannya dilakukan dengan cara
membuat atau memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan tersebut.
Gambar 3.3 menjelaskan upaya manusia dalam produksi padi dengan
cara menanam di sawah.
Gambar 3.3 Tanaman Padi di Sawah
(sumber: dokumentasi penulis)
155
Konsumsi adalah upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya yang dilakukan dengan cara membeli berbagai macam barang
dan jasa yang dibutuhkan tersebut. Gambar 3.4 menjelaskan bagaimana
suasana pasar, dimana banyak orang sedang menjual berbagai macam
kebutuhan hidup manusia, mulai sayur mayur hingga makanan kecil
(snack).
Gambar 3.4 Suasana Pedagang sedang berjualan di pasar
(sumber: dokumentasi penulis)
Agar manusia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara
produksi, maka yang bersangkutan harus mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang memadai untuk memproduksi barang atau jasa
tersebut, misalnya manusia butuh makan (nasi), untuk mendapatkan nasi
manusia menanam padi dan kemudian setelah panen, diolah menjadi
beras, dan dimasak untuk menjadi nasi. Oleh karena itu manusia harus
mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk menanam padi, mengolah dan memasaknya agar bisa dimakan. Demikian juga untuk yang
lainnya, artinya manusia harus mempunyai kemampuan, kecerdasan,
dan keterampilan agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Potret Mbah
Ti dan Pak Mono adalah dua orang yang karena keterbatasan kemampuan dan keterampilannya, harus mengalami kesusahan untuk memperoleh pendapatan, bandingkan dengan pemain sepakbola di Eropa yang
pendapatannya bermilyar-milyar dalam waktu sepekan.
156
Agar manusia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara
konsumsi, maka manusia harus punya alat tukar yaitu uang. Uang
sebagai alat tukar baru dapat kita terima kalau kita bisa menukarnya
dengan barang atau jasa yang kita miliki. Permasalahannya kita tidak
punya barang yang bisa ditukar, kita hanya punya tenaga dan akal pikiran
(kecerdasan), inilah yang kita pergunakan untuk mendapatkan uang melalui pekerjaan. Oleh karena itu, manusia yang sehat, kuat, mempunyai
pengetahuan dan keterampilan akan mendapatkan pekerjaan yang bisa
menghasilkan uang sesuai dengan kondisi manusia itu sendiri. Contoh,
David Beckham adalah seorang pemain sepakbola Inggris yang pendapatannya milyaran rupiah dalam setiap minggu, hal ini karena Bechkam
mempunyai pengetahuan, keterampilan, kecerdasan untuk bermain
sepakbola, kondisi ini didukung oleh tubuhnya sehat dan kuat.
Kesimpulannya, kalau manusia ingin bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya secara lebih mudah, lebih banyak dan lebih berkualitas maka
manusia harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, serta badan yang
sehat dan kuat.
Apakah semua kebutuhan hidup manusia dapat dipenuhi? Tidak
semua kebutuhan hidup manusia dapat dipenuhi, sebab kebutuhan hidup
manusia itu banyak sekali, beraneka ragam dan tidak terbatas,
sedangkan barang dan jasa sebagai alat pemuas kebutuhan sangat terbatas. Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah kebutuhan manusia
tidak terbatas. Ini disebabkan sifat manusia yang tidak pernah merasa
puas dalam mendapatkan benda yang mereka peroleh dan prestasi yang
mereka capai. Kenyataan inilah yang menjadi inti masalah ekonomi. Jadi
inti masalah ekonomi adalah kebutuhan manusia yang banyak dan
beraneka ragam (tak terbatas) sedang pemuas kebutuhan terbatas,
yangsecara sederhana dilustrasikan dalam gambar 3.5.
Gambar 3.5. Ilustrasi hubungan antara kebutuhan dan alat
pemuas yang tidak pernah seimbang
157
Masalah ekonomi pasti dihadapi oleh umat manusia, apakah
mereka sebagai perseorangan, dan keluarga, maupun dalam organisasi,
seperti perusahaan, koperasi, serikat pekerja, maupun negara. Jadi
pokok permasalahan ekonomi adalah: bagaimanakah dengan sumbersumber daya yang terbatas, manusia dapat memenuhi kebutuhankebutuhan yang banyak dan beraneka ragam. Nah! Untuk mengatasi
pokok permasalahan ekonomi itu, manusia melakukan kegiatan ekonomi
dan membentuk sistem ekonomi yang berbeda-beda.
Kehidupan sehari-hari manusia maupun perusahaan akan selalu
menghadapi masalah-masalah atau problematika yang bersifat ekonomi,
yaitu problematika yang menghendaki agar individu maupun perusahaan
membuat keputusan tentang cara terbaik untuk melakukan suatu
kegiatan ekonomi.
Apakah kegiatan ekonomi itu? kegiatan ekonomi adalah kegiatan
individu maupun perusahaan untuk menghasilkan produk yang berupa
barang dan jasa serta mengkonsumsi (menggunakan) produk (barang
dan jasa) tersebut.
Mengapa individu maupun perusahaan memerlukan cara terbaik
untuk melakukan kegiatan ekonomi? Hal ini disebabkan oleh masalah
“scarcity” yaitu (kelangkaan atau kekurangan) sebagai akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan faktor-faktor produksi yang
tersedia.
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa yang
dimaksud dengan kebutuhan hidup adalah kehendak atau naluri individu
untuk memperoleh dan mengkonsumsi produk yang berupa barang dan
jasa agar bisa hidup. Kebutuhan sangat dirasakan oleh setiap manusia.
Kebutuhan senantiasa menampakkan dirinya sebagai suatu perasaan
kekurangan yang menimbulkan keinginan untuk dipenuhi.
Tugas 3.1
Coba kalian identifikasi masyarakat di lingkungan sekitar tempat
tinggalmu tentang bagaimana cara mereka memenuhi
kebutuhan hidupnya?
158
B. MACAM-MACAM KEBUTUHAN MANUSIA
Dalam menjalani kehidupan, manusia membutuhkan berbagai
jenis dan macam barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya.
Manusia sejak lahir hingga meninggal dunia tidak terlepas dari kebutuhan. Untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan diperlukan pengorbanan
untuk mendapatkannya.
Kebutuhan manusia banyak dan beraneka ragam, bahkan terus
bertambah tidak ada habisnya. Bila satu macam kebutuhan telah
dipenuhi, tentu akan datang lagi kebutuhan yang lain. Bahkan kebutuhan
sering timbul dalam waktu yang bersamaan. Demikian banyaknya
kebutuhan manusia sehingga dapat digolongkan menjadi berbagai
macam kebutuhan manusia, sebagai berikut:
1. Kebutuhan Menurut Intensitasnya
Kebutuhan manusia menurut intensitasnya, bilamana kebutuhan
akan barang dan jasa tersebut dipandang dari urgensinya (pentingnya),
atau mendesak tidaknya suatu kebutuhan bagi kehidupan manusia.
Kebutuhan ini dikelompokkan menjadi tiga: kebutuhan primer,
kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tertier.
1. Kebutuhan Primer: yaitu kebutuhan manusia yang mutlak harus
dipenuhi keberadaannya agar manusia tetap hidup dan bisa
beraktivitas. Jadi sifatnya wajib untuk dipenuhi.
Contoh: kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, dan
sebagainya.
2. Kebutuhan Sekunder: kebutuhan ini disebut juga kebutuhan
kultural, yaitu kebutuhan yang timbul bersamaan dengan
meningkatnya peradaban manusia. Merupakan jenis kebutuhan
yang diperlukan setelah semua kebutuhan pokok telah terpenuhi
dengan baik. Kebutuhan sekunder sifatnya menunjang kebutuhan
primer. Contohnya seperti makanan yang bergizi dan enak,
pendidikan yang baik, pakaian yang baik, perumahan yang baik,
dan sebagainya yang belum masuk dalam kategori mewah.
3. Kebutuhan Tertier: yaitu kebutuhan manusia yang ditujukan untuk
kesenangan hidup manusia. Artinya keberadaan barang tertier
tidak begitu banyak pengaruhnya bagi kehidupan manusia.
Contoh: kebutuhan akan perhiasan, mobil mewah, rumah mewah,
rekreasi, dansebagainya.
159
Dewasa ini banyak barang yang semula dipandang mewah,
sekarang telah digolongkan menjadi kebutuhan sekunder, seperti:
pesawat televisi (TV), handphone (HP), sepeda motor, laptop dan
komputer. Demikian juga untuk pendidikan dan kesehatan telah
digolongkan menjadi kebutuhan primer, mengingat kebutuhan ini sangat
mendesak dan penting bagi kehidupan manusia.
2. Kebutuhan Menurut Sifatnya
Kebutuhan menurut sifatnya dibedakan yaitu suatu kebutuhan
hidup manusia yang keberadaannya didasarkan menurut dampak atau
pengaruhnya terhadap jasmani dan rohani. Dengan demikian menurut
sifatnya kebutuhan dibagi menjadi:
1. Kebutuhan jasmani, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan
badan lahiriah atau tubuh seseorang. Contohnya seperti makanan, minuman, pakaian, sandal, pisau cukur, tidur, buang air kecil
dan besar, seks, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan rohani, yaitu kebutuhan yang dibutuhkan seseorang
untuk mendapatkan sesuatu bagi jiwanya. Contohnya seperti
mendengarkan musik, siraman rohani, beribadah kepada Tuhan
YME, bersosialisasi, pendidikan, rekreasi, hiburan, dan lain-lain.
3. Kebutuhan Menurut Waktu
Kebutuhan hidup manusia menurut waktu dibedakan antara
kebutuhan pada waktu sekarang dan kebutuhan pada waktu masa yang
akan datang.
1. Kebutuhan sekarang adalah kebutuhan yang harus dipenuhi
sekarang juga, pada saat ini. Kebutuhan yang benar-benar
diperlukan pada saat ini secara mendesak. Contoh adalah kebelet
pipis, makan karena sangat lapar, pengobatan akibat kecelakaan,
payung disaat hujan, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan masa depan adalah pemenuhan kebutuhan yang
dapat ditunda untuk waktu yang akan datang.
Contoh: tabungan hari tua, asuransi kesehatan, pergi haji, dan
sebagainya.
4. Kebutuhan Menurut Wujud
Kebutuhan menurut wujud dibedakan antara kebutuhan material
dan kebutuhan in-material, yang dideskripsikan sebagai berikut.
160
1. Kebutuhan material, yaitu kebutuhan berupa barang-barang yang
dapat diraba dan dilihat. Contoh: buku, sepeda, komputer, rumah,
pabrik, dan sebagainya.
2. Kebutuhan immaterial, yaitu kebutuhan yang tidak berwujud.
Contoh: keamanan, keadilan, kesehatan, kebebasan, pendidikan,
dan sebagainya.
5. Kebutuhan Menurut Subyek
Kebutuhan menurut subyek adalah kebutuhan yang dibedakan
menurut pihak-pihak yang membutuhkan. Kebutuhan menurut subyek
meliputi:
1. Kebutuhan individu, yaitu kebutuhan yang dapat dilihat dari segi
orang yang membutuhkan. Contoh: kebutuhan petani berbeda
dengan kebutuhan seorang guru, kebutuhan pelajar berbeda
dengan kebutuhan buruh pabrik.
2. Kebutuhan masyarakat, disebut juga kebutuhan kolektif atau
kebutuhan sosial, yaitu alat pemuas kebutuhan yang digunakan
bersama. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan akan berbagai
barang dan jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan
sosial suatu kelompok masyarakat. Contohnya adalah jalan
umum, penerangan tempat umum, berserikat mengeluarkan
pendapat, berbisnis, berorganisasi, telepon umum, jalan umum,
WC umum, dan sebagainya.
Abraham H. Maslow (Supratiknya, 1995), juga mengemukakan
macam-macam kebutuhan hidup manusia. Menurutnya, kebutuhan
manusia terdiri dari kebutuhan dasar (basic needs) dan meta kebutuhanmeta kebutuhan (metaneeds). Kebutuhan dasar adalah kebutuhankebutuhan akibat kekurangan meliputi lapar, kasih-sayang, rasa aman,
harga diri, dan sebagainya. Meta kebutuhan adalah kebutuhan untuk
pertumbuhan, yang meliputi keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan,
kesatuan dan sebagainya. Secara umum kebutuhan dasar manusia
menurut Maslow adalah sebagai berikut.
1. Kebutuhan fisiologis; contohnya adalah: pangan/makanan,
sandang/pakaian, papan/rumah, dan kebutuhan biologis seperti
buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan; contohnya seperti:
Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa
sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
161
3. Kebutuhan sosial (persahabatan dan kekerabatan); contohnya
seperti: memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari
lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan akan penghargaan (baik diri sendiri, harga diri,
maupun dari orang lain); contohnya pujian, piagam, tanda jasa,
hadiah, dan banyak lagi lainnya.
5. Kebutuhan untuk mewujudkan diri, aktualisasi diri (mengembangkan diri dan mengungkapkan potensi, termasuk kebutuhan biologis).
Berbagai kebutuhan tidak tersusun dalam satu hierarki
(bertingkat) yang sedemikian rupa, sehingga kebutuhan yang lebih
rendah tingkatnya harus dipuaskan lebih dahulu sebelum orang merasakan timbulnya kebutuhan yang lebih tinggi dan terdorong untuk berusaha.
Kebutuhan tersebut dalam kondisi normal harus dipenuhi semuanya,
miskipun ada skala prioritasnya. Contohnya, manusia akan berusaha
memenuhi kebutuhan fisik terlebih dahulu, baru kemudian kebutuhankebutuhan yang lain seperti rasa aman, kebutuhan sosial, dan
sebagainya.
Namun demikian dalam kondisi yang normal, kesemua kebutuhan
tersebut diatas harus dipenuhi, tidak boleh ada yang ditinggalkan atau
diabaikan, walaupun tingkatannya lebih rendah dibandingkan lainnya. Kecuali dalam kondisi tidak normal, seperti kala terjadi bencana atau perang
maka kebutuhan fisik dan rasa aman menjadi yang utama. Perhatikan
dalam peristiwa banjir, tanah longsor, kebakaran dan sejenisnya bantuan
pertama yang datang kepada korban adalah sembako.
Tugas 3.2
Coba kalian identifikasi kebutuhan hidupmu saat ini, dan
bagaimana caranya kalian memenuhi kebutuhan hidupmu
tersebut?
C. UPAYA MANUSIA MEMENUHI KEBUTUHAN
Kehidupan manusia di dunia sangat beragam, namun diantara
mereka saling tergantung dan membutuhkan dalam memenuhi berbagai
kebutuhan hidupnya. Ragamnya kehidupan manusia ini dapat dilihat dari
apa yang ada di lingkungan sekitar kita, baik dalam area kecil maupun
162
yang lebih besar, negara misalnya. Kemakmuran dan kemiskinan berada
dalam lingkup yang tiada batas (no limitation), saling membutuhkan dan
saling tergantung antara satu dengan yang lain. Bagaimana mungkin hal
ini bisa terjadi? mengapa orang-orang tertentu mendapatkan lebih
sementara yang lainnya kurang? lewat proses yang bagaimana dan
dalam kondisi apa keluarga-keluarga subsisten dapat meningkatkan
pendapatannya sehingga mampu membeli barang produksi dari luar
negeri? dan banyak lagi pertanyaan.
Berbagai perbedaan potensi tingkat kehidupan manusia dalam
bidang kesehatan, kondisi pangan, gizi, fasilitas pendidikan, kesempatan
kerja, pertambahan penduduk dan harapan hidup (life expectancies) dan
sebagainya inilah yang menjadi kajian dalam tulisan ini, khususnya yang
terjadi di negara sedang berkembang.
Gambar 3.6. Pedagang sayuran di pasar Dinoyo, Malang
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Berbicara masalah ekonomi mau tidak mau kita berbicara tentang
pilihan, karena ekonomi merupakan studi dan latihan memilih (the study
and exercise of choice). Ekonomi menyangkut perilaku manusia dalam
upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya yang diwujudkan
163
dalam bentuk benda materi dan jasa yang jumlah relatif terbatas (seperti
beras, jagung, TV, sepeda motor, pakaian, rumah, mobil, pendidikan,
kesehatan, keamanan, musik, rekreasi dan sebagainya) berdasarkan
pertimbangan rasional dan yuridis dari sumber daya produksi (seperti
tanah, barang-barang, modal, buruh, pengetahuan manajerial, teknis dan
administratif).
Manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan dasar dan berusaha untuk memenuhinya seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Masyarakat tradisional dalam upaya memenuhi
kebutuhan ini didasari pada pengalaman hidup yang telah diperoleh
secara turun-temurun, apakah itu sebagai produsen maupun konsumen,
dan biasanya sangat tergantung pada tenaga manusia sebagai sumber
daya utama. Dengan demikian kekuatan ekonomi terletak pada kerja.
Langka dan mahalnya sumber daya menyebabkan mereka
melakukan pilihan, apakah dalam produksi dan konsumsi, misalnya
barang apa yang harus mereka buat, berapa banyak, bagaimana dan
untuk siapa, barang apa yang mampu dikonsumsi? dan sebagainya. Hal
inilah yang selalu menjadi masalah dalam perekonomian di dunia dalam
skala apapaun, termasuk diantaranya pendistribusian barang-barang
ekonomi langka dan sumber daya produktif langka.
Setiap keputusan ekonomi selalu melibatkan berragam ramuan
alternatif pilihan penting, diantaranya: pilihan mengenai bagaimana memanfaatkan sumber daya langka (seperti uang dan tanah) menurut
kombinasi yang paling memungkinkan dalam rangka mendapatkan output
yang paling tinggi serta tercapai kepuasan. Biasanya untuk mengatasi hal
tersebut dilakukan secara dagang (trade off), yaitu menyerahkan sesuatu
(biasanya uang) untuk mendapatkan sesuatu yang lain.
Misalnya saja, seorang petani, dengan sumber daya yang dimilikinya (tanah dan uang) apakah yang akan dilakukan untuk meningkatkan
produksinya, membeli traktor ataukah memperbaiki irigasi?, tidak sekedar
begitu saja tetapi juga diperhatikan prospek ke depannya dan
sebagainya.
Ilustrasi di atas merupakan implementasi salah satu prinsip
ekonomi yang menyebutkan bahwa jika melakukan pilihan diantara
sejumlah kemungkinan alternatif maka kita harus bertindak rasional, yaitu
dengan memilih alternatif yang biayanya minimal tetapi mendapatkan keuntungan yang kita kehendaki atau memperoleh hasil atau kepuasan
maksimal atas biaya tersebut. Pengambilan keputusan dalam proses
164
memilih harus berusaha menyeimbangkan keuntungan potensial dan
biaya yang akan dikeluarkan, sehingga dalam membuat keputusan dapat
membuahkan keuntungan (sosial) yang paling tinggi.
Untuk bisa membuat keputusan yang rasional, individu (masyarakat) memerlukan adanya preferensi dalam bentuk informasi yang jelas
tentang apa yang diinginkan, kebebasan dari kekuatan/kekuasaan yang
ada di sekitarnya, serta kepentingan pihak lain. Tragisnya keputusan
ekonomi tidak bisa dilepaskan dari konteks politik, sosial, institusi dan
budaya. Bahkan dapat dikatakan lajunya perekonomian suatu masyarakat selalu dipengaruhi oleh aspek-aspek tersebut, walaupun keberadaan
mereka relatif kecil, tetapi memiliki akses ekonomi yang dominan, seperti
tuan tanah, konglomerat, penguasa dan sebagainya).
Konsep ekonomi dunia ketiga, atau sering disebut dengan istilah
ekonomi pembangunan berkait dengan ekonomi tradisional dan ekonomi
politik (proses institusi dan sosial yang dengan mana kelompok-kelompok
elite ekonomi dan politik tertentu memilih alokasi sumber daya produksi
langka, baik yang ada sekarang maupun di masa datang, demi
kepentingannya atau sekiranya kelebihan dengan sendirinya akan
menambah manfaat bagi penduduk) serta berkepentingan dengan
alokasi sumber daya secara efisien dan peningkatan pertumbuhan output. Pertumbuhan disini menyangkut mekanisme institusional, sosial dan
ekonomi, baik pemerintah maupun swasta, terutama untuk memperoleh
secara cepat (paling tidak berdasarkan perhitungan historis) dan
memperbaiki secara meluas tingkat hidup penduduk miskin, kurang
makan dan buta huruf. Jadi ekonomi pembangunan menyangkut prosesproses ekonomi dan politik untuk mendorong transformasi struktural dan
institusional lebih cepat bagi masyarakat seluruhnya menurut suatu cara
yang paling efisien dalam mencapai kemajuan ekonomi masyarakat pada
berbagai segi yang sangat luas.
Ekonomi sebagai ilmu sosial yang berkepentingan dengan
manusia dan bagaimana cara yang paling baik memberi penduduk
sarana materi guna membantu merealisasikan potensi manusiawinya
tidak bernilai, bahkan nilai atau normatif merupakan pusat disiplin ekonomi dan khususnya pembangunan ekonomi. Konsep-konsep keadilan
sosial dan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan,
peningkatan taraf hidup, kebebasan nasional, modernisasi lembagalembaga, peran serta ekonomi dan politik, demokrasi, ekonomi yang
berpijak pada kekuatan sendiri dan pemenuhan kebutuhan manusiawi
165
dan sebagainya merupakan indikator yang menjadi pedoman dalam
pengambilan keputusan, tujuan, dan implementasi pembangunan.
Namun disadari bahwa nilai ini dalam implementasi ekonomi
pembangunan harus konsekuen dari semua pihak yang terlibat, bila tidak
menginginkan adanya kegagalan dalam pembangunan ekonomi
khususnya.
Tugas 3.3
Apakah perilaku kita dalam berbelanja menggunakan prinsip
ekonomi sebagai berikut “jika melakukan pilihan diantara
sejumlah kemungkinan alternatif maka kita harus bertindak
rasional” Mengapa? Dan bagaimana caranya?
D. ALAT PEMUAS KEBUTUHAN
Alat-alat pemuas kebutuhan adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, bentuknya bisa
berupa barang atau jasa. Peralatan rumah tangga, sepatu, sepeda,
pakaian, makanan, rumah tinggal, minuman yang dibutuhkan manusia itu
dalam ilmu ekonomi disebut barang, sedangkan pelayanan listrik,
telepon, guru, dokter, hakim, polisi, pendidikan, juga dapat memuaskan
kebutuhan manusia yang disebut jasa. Dalam kehidupan sehari-hari barang dan jasa sebagai alat pemuas kebutuhan jumlahnya terbatas,
sehingga untuk memperolehnya kita harus mengeluarkan pengorbanan
(waktu, biaya atau tenaga). Barang-barang jenis ini disebut barang
ekonomi.
Selain itu ada barang yang jumlahnya melimpah seperti sinar
matahari di daerah tropis, udara bersih di daerah pegunungan, pasir di
sepanjang aliran sungai. Barang-barang ini untuk memperolehnya tanpa
pengorbanan, sehingga disebut barang bebas. Barang-barang bebas
tidak dipersoalkan dalam ilmu ekonomi. Barang bebas ada yang dapat
berubah menjadi barang ekonomi, contoh: pasir dari sungai dijual ke
kota. Untuk lebih memahami bagaimana barang dan jasa dapat memenuhi kebutuhan manusia, barang/jasa tersebut dikelompokkan menurut
kegunaan, hubungannya dengan benda lain dan prosesnya.
166
1. Menurut Kegunaannya, benda dibedakan sebagai:
¾ benda konsumsi, yaitu benda yang dapat langsung digunakan
memenuhi kebutuhan
Contoh: makanan, pakaian, buah-buahan, dansebagainya.
¾ benda produksi atau disebut juga barang modal yaitu benda
yang dapat digunakan untuk memproduksi benda lain
Contoh: peralatan, mesin-mesin, tanah.
2. Benda Menurut Hubungannya dengan Benda Lain dapat
ditinjau sebagai:
¾ Benda
komplementer
adalah
benda
yang
dalam
penggunaannya harus bersama-sama dengan benda lain.
Contoh: kopi dengan gula, sepatu dengan talinya, minyak dan
kompor, bensin dengan kendaraan, dansebagainya.
¾ Benda substitusi adalah benda yang dalam penggunaannya
dapat saling menggantikan
Contoh: jagung dapat menggantikan beras, margarine dengan
mentega, jasa bus dapat menggantikan kereta api.
3. Benda Menurut Proses Pembuatannya. Benda dapat dilihat
sebagai:
¾ Bahan baku, contoh: hasil hutan, hasil pertanian, atau barang
tambang.
¾ Barang setengah jadi, contoh: barang untuk industri seperti
kertas untuk perusahaan percetakan, kulit untuk sepatu,
dansebagainya.
¾ Barang jadi, contoh: meja, kursi, sepeda, kemeja,
dansebagainya.
Bagan 3.1. Proses Pembuatan Benda
167
Barang/benda itu berguna karena bermanfaat dapat memenuhi
kebutuhan manusia. Hanya saja benda yang disediakan harus diolah
lebih dahulu sehingga siap memenuhi kebutuhan manusia. Contohnya:
Minyak bumi. Minyak bumi dan apa yang terdapat di muka bumi dan
terkandung di dalam bumi semuanya masih memerlukan pengelolaan
agar lebih berguna. Gejala ini mengisyaratkan kepada kita akan perlunya
peningkatan kegunaan benda.
Tugas 3.4
Mengapa manusia tidak pernah menghentikan usahanya untuk
menciptakan, membuat atau mengola suatu benda menjadi alat
pemuas kebutuhan hidupnya?
Contoh sejak manusia bisa menciptakan mobil, sekarang muncul
mobil dengan sangat beragam baik bentuk maupun modelnya,
demikian juga barang-barang yang lainnya.
D. NILAI KEGUNAAN
Kegunaan (utility) adalah kemampuan suatu benda memuaskan
kebutuhan. Nilai kegunaan adalah kemampuan suatu benda atau jasa
untuk digunakan sebagai alat pemuas kebutuhan. Macam-macam
kegunaan benda yaitu:
1. Guna Dasar (Elementary Utility), adalah kegunaan benda karena
benda itu merupakan bahan untuk membuat benda lain.
Contoh: Kayu diolah menjadi mebel, kapas diolah menjadi kain,
minyak bumi diolah menjadi premium
2. Guna Bentuk (Form Utility), kegunaan benda yang terjadi karena
adanya perubahan bentuk pada benda tersebut.
Contoh: Pipa besi diubah bentuk menjadi sepeda, kayu diubah bentuk
menjadi meja kursi
3. Guna Tempat (Place Utility), kegunaan benda terjadi karena benda
tersebut dipindahkan ke tempat yang lebih membutuhkan. Untuk
kegiatan ini peranan transportasi sangat penting.
Contoh: Pipa besi menjadi sepeda, kayu menjadi meja kursi, batu
merah, pasir, semen, genting, dan sebagainya menjadi gedung.
4. Guna Waktu (Time Utility), kegunaan benda ini terjadi karena adanya
waktu
168
Contoh: Padi pada saat panen kurang berguna, dan akan lebih
berguna pada saat paceklik, Tabungan untuk hari tua, obat-obatan
pada waktu sakit, payung pada waktu hujan.
5. Guna Milik (Possesion Utility), kegunaan benda ini terjadi setelah
seseorang memiliki benda tersebut.
Contoh: Sepatu yang ada di toko kurang berguna tetapi setelah
sepatu tersebut dibeli dan dimiliki dapat digunakan untuk ke sekolah
atau berolahraga.
Nilai barang dan jasa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
nilai tukar dan nilai pakai. Nilai pakai adalah kemampuan suatu barang
dan jasa untuk digunakan oleh konsumen. Jika kita menulis di buku pakai
pensil, dikatakan pensil yang digunakan memiliki nilai pakai.
Nilai pakai terbagi atas nilai pakai subjektif dan objektif. Nilai pakai
subjektif adalah nilai barang atau jasa yang ditinjau dari penggunaan
barang atau jasa. Nilai pakai objektif adalah nilai barang atau jasa yang
ditinjau dari barang atau jasa tersebut. Contoh: Cangkul bagi petani
memiliki nilai pakai subjektif dan bagi bangsa Indonesia mempunyai nilai
pakai objektif.
Nilai tukar adalah kemampuan suatu barang untuk ditukar dengan
barang lain. Nilai tukar terbagi atas nilai tukar objektif dan subjektif. Nilai
tukar obyektif adalah nilai tukar barang berdasarkan barangnya. Nilai
tukar subjektif, artinya nilai tukar barang berdasarkan orang yang
menukarkannya. Contoh: Orang yang hobi dengan lukisan akan mempunyai penilaian yang berbeda dengan orang yang tidak suka lukisan.
Nilai tukar objektif menurut beberapa pandangan teori nilai
diuraikan sebagai berikut: teori nilai biaya, teori nilai biaya produksi
tenaga kerja, teori nilai tenaga kerja masyarakat, teori biaya reproduksi,
dan teori nilai pasar.
1. Teori Nilai Biaya (Adam Smith). Teori ini menekankan besarnya
nilai suatu benda ditentukan oleh jumlah seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memproduksi barang/jasa tersebut.
2. Teori Nilai Biaya Produksi Tenaga Kerja (David Ricardo). Teori ini
lebih menekankan bahwa besarnya nilai suatu barang sangat
ditentukan oleh besarnya upah tenaga kerja untuk memproduksi
barang tersebut.
3. Teori Nilai Tenaga Kerja Masyarakat (Karl Marx). Menurut teori ini
nilai suatu barang ditentukan oleh besarnya biaya rata-rata upah
tenaga kerja masyarakat.
169
4. Teori Nilai Biaya Reproduksi (Carey). Menurut teori ini nilai suatu
barang berdasarkan biaya yang dikeluarkan bila barang tersebut
diproduksi kembali.
5. Teori Nilai Pasar (Humme dan Lock). Berdasarkan teori ini besar
kecilnya nilai suatu barang sangat dipengaruhi oleh terbentuknya
harga pasar.
Tugas 3.5
Identifikasi barang-barang yang ada di dalam kelasmu,
kemudian berikan penilaian atas barang tersebut berdasarkan
nilai kegunaan dan nilai tukar serta nilai pakai?
E. MASALAH POKOK EKONOMI
Pokok masalah ekonomi (pendekatan klasik) ada tiga, yaitu:
produksi, konsumsi dan distribusi.
1. Produksi, menyangkut masalah usaha atau kegiatan menciptakan
atau menambah kegunaan suatu benda sehingga bisa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
2. Konsumsi, menyangkut kegiatan menghabiskan atau menggunakan suatu benda atau jasa.
3. Distribusi, menyangkut kegiatan menyalurkan barang dan jasa
yang telah diproduksi dari produsen kepada konsumen.
Dari ketiga pokok masalah ekonomi di atas, para ahli ekonomi
menjabarkan lagi problematika ekonomi tersebut (pendekatan modern)
menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Apakah Jenis Barang dan Jasa yang Perlu Dihasilkan, dan Dalam
Jumlah Berapa (WHAT)?
Para pengusaha atau penjual menghasilkan barang dan jasa untuk
mencari keuntungan, dan keuntungan ini hanya akan didapat jika mereka dapat menjual barang dan jasa yang dihasilkannya. Barang dan
jasa yang dihasilkan dalam suatu perekonomian adalah sangat
banyak jenisnya, yaitu dari barang yang sangat sederhana (misalnya
beras) kepada barang yang sangat kompleks (misalnya pesawat
terbang). Oleh sebab itu pengusaha harus menghasilkan barang dan
jasa yang sesuai dengan keinginan para pembeli. Untuk itu diperlukan
interaksi antara produsen dan konsumen, dimana produsen akan
170
mendapatkan informasi mengenai barang-barang yang diinginkan dan
dibutuhkan masyarakat dan perlu diproduksi. Untuk itu pilihan-pilihan
para konsumen (pembeli) merupakan faktor penting dalam menentukan jenis-jenis kegiatan memproduksi yang harus dijalankan. Penentuan tersebut akan mempengaruhi penggunaan faktor-faktor produksi. Makin banyak sesuatu jenis barang akan dihasilkan, semakin
banyak faktor produksi yang akan digunakan di kegiatan tersebut.
2. Bagaimanakah Caranya Menghasilkan Barang dan Jasa (HOW)?
Faktor-faktor produksi yang tersedia dalam setiap perekonomian
terbatas jumlahnya dan memerlukan biaya atau pengorbanan untuk
memperolehnya. Oleh karena itu para produsen harus membuat pilihan agar dapat mencapai efisiensi yang tinggi dalam menggunakan
faktor-faktor produksi. Faktor produksi yang akan dipilih adalah yang
mampu untuk menciptakan barang-barang tersebut dengan cara yang
paling efisien. Malah efisien ini dapat dihubungkan dengan faktor
efisiensi dari segi teknik yang digunakan untuk menghasilkan barang
dan jasa, dan faktor lain yaitu besarnya jumlah permintaan.
3. Untuk Siapakah Barang dan Jasa Dihasilkan (FOR WHOM)?
Setelah mengetahui jenis-jenis faktor produksi yang dibutuhkan untuk
melakukan kegiatan memproduksi, produsen akan pergi ke pasar
untuk mendapatkan faktor-faktor produksi yang diperlukannya. Di sini
ada interaksi antara para produsen (pembeli faktor produksi) dan
rumah tangga (pemilik faktor produksi). Sebagai akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi oleh produsen dalam kegiatan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, maka rumah
tangga akan mendapatkan aliran pendapatan dari faktor-faktor
produksi yang telah digunakan. Misalnya untuk faktor produksi tanah,
tenaga kerja, modal dan keahlian, masing-masing pendapatannya
berupa sewa, upah, bunga dan keuntungan. Aliran ini akan menentukan corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, yang nantinya
juga akan mementukan corak permintaan masyarakat atas barang
dan jasa. Dengan demikian, aliran-aliran pendapatan yang berlaku
sebagai akibat kegiatan memproduksi barang dan jasa akan mampu
untuk memecahkan persoalan untuk siapa barang dan jasa
dihasilkan.
171
Penjelasan diatas selaras dengan pernyataan bahwa di setiap
masyarakat dengan sistem perekonomian bentuk apapun, selalu memiliki
masalah pokok ekonomi, yaitu:
1. Menentukan barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan
masyarakat, dalam jumlah berapa banyak, dimana (di daerah
mana) serta dengan cara apa barang atau jasa tersebut
diproduksi secara paling baik dan efisien.
2. Mengalokasikan keseluruhan barang dan jasa yang dihasilkan,
yaitu GDP (Gross Domestic Product) diantara para konsumen
perorangan/ individual (makanan, sepeda motor, radio, pakaian
dan sebagainya) konsumen masyarakat seluruhnya dalam bentuk
pengeluaran pemerintah (pengamanan polisi, pertahanan
nasional, pengadaan air bersih dan sanitasi, jalan, pendidikan,
kesehatan dan sebagainya) penggantian barang modal yang aus
selama berlangsungnya proses produksi (bangunan, jalan, mesin,
peralatan dan sebagainya) serta pertumbuhan ekonomi di masa
datang melalui investasi baru atau tambahan net untuk cadangan
modal.
3. Menetapkan bagaimana pendistribusian semua keuntungan
(pendapatan nasional) di antara anggota masyarakat, dalam
bentuk gaji, pembayaran bunga, sewa, pembagian laba dan
sebagainya.
Terdapat banyak cara untuk melaksanakan masalah pokok
ekonomi tersebut, yang biasa disebut dengan sistem ekonomi. Sistem
ekonomi untuk mengatasi masalah pokok tersebut berada pada
rentangan antara desentralisasi dalam pengambilan keputusan dengan
berpedoman pada batas-batas pemilikan sumber daya swasta (kapitalisme pasar) hingga pada perencanaan terpusat dan pengawasan atas
pemilikan sumber daya oleh masyarakat (ekonomi sosialis).
172
F. RINGKASAN
Manusia, sebagaimana makhluk hidup lainnya mempunyai
kebutuhan, dan kebutuhan ini harus dipenuhi agar manusia itu bisa
hidup. Kebutuhan hidup manusia beraneka ragam, bahkan dikatakan
bahwa kebutuhan hidup manusia bersifat dinamis, selalu berubah dan
berkembang baik secara kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu
dikatakan kebutuhan manusia tidak ada batasnya dan tidak ada
berhentinya.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia melakukan dengan dua cara; yaitu produksi dan konsumsi. Produksi artinya
manusia memenuhi kebutuhannya dilakukan dengan cara membuat atau
memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan tersebut, sedangkan
yang dimaksud dengan konsumsi adalah upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang dilakukan dengan cara membeli barang
dan jasa yang dibutuhkan tersebut.
Semua kebutuhan hidup manusia tidak dapat dipenuhi, sebab kebutuhan hidup manusia itu banyak sekali, beraneka ragam, berkembang,
dan tidak terbatas, sedangkan barang dan jasa sebagai alat pemuas
kebutuhan sifatnya sangat terbatas.
Kehidupan sehari-hari manusia maupun perusahaan akan selalu
menghadapi masalah-masalah atau problematika yang bersifat ekonomi,
yaitu problematika yang menghendaki agar individu maupun perusahaan
membuat keputusan tentang cara terbaik untuk melakukan suatu kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan individu maupun perusahaan untuk menghasilkan produk yang berupa barang dan jasa serta
mengkonsumsi (menggunakan) produk (barang dan jasa) tersebut.
Kebutuhan manusia dapat digolongkan menjadi kebutuhan menurut intensitasnya, kebutuhan dipandang dari urgensinya, atau mendesak
tidaknya suatu kebutuhan; kebutuhan menurut sifatnya, kebutuhan menurut dampak atau pengaruhnya terhadap jasmani dan rohani; kebutuhan
yang dibedakan menurut waktu sekarang dan waktu masa yang akan
datang, dan kebutuhan menurut wujud, sert kebutuhan menurut subyek.
Manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan dasar dan berusaha untuk memenuhinya seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Masyarakat tradisional dalam upaya memenuhi
kebutuhan ini didasari pada pengalaman hidup yang telah diperoleh
secara turun-temurun, apakah itu sebagai produsen maupun konsumen,
dan biasanya sangat tergantung pada tenaga manusia sebagai sumber
daya utama. Dengan demikian kekuatan ekonomi terletak pada kerja.
173
Untuk bisa membuat keputusan yang rasional, individu (masyarakat) memerlukan adanya preferensi dalam bentuk informasi yang jelas
tentang apa yang diinginkan, kebebasan dari kekuatan/kekuasaan yang
ada di sekitarnya, serta kepentingan pihak lain. Tragisnya keputusan
ekonomi tidak bisa dilepaskan dari konteks politik, sosial, institusi dan
budaya. Bahkan dapat dikatakan lajunya perekonomian suatu masyarakat selalu dipengaruhi oleh aspek-aspek tersebut, walaupun keberadaan
mereka relatif kecil, tetapi memiliki akses ekonomi yang dominan, seperti
tuan tanah, konglomerat, penguasa dan sebagainya.
Alat-alat pemuas kebutuhan adalah segala sesuatu yang dapat
dipergunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, bentuknya bisa
berupa barang atau jasa. Peralatan rumah tangga, sepatu, sepeda,
pakaian, makanan, rumah tinggal, minuman yang dibutuhkan manusia itu
dalam ilmu ekonomi disebut barang, sedangkan pelayanan listrik,
telepon, guru, dokter, hakim, polisi, pendidikan, juga dapat memuaskan
kebutuhan manusia yang disebut jasa. Dalam kehidupan sehari-hari barang dan jasa sebagai alat pemuas kebutuhan jumlahnya terbatas,
sehingga untuk memperolehnya kita harus mengeluarkan pengorbanan
(waktu, biaya atau tenaga).
Kegunaan (utility) adalah kemampuan suatu benda memuaskan
kebutuhan. Kegunaan suatu benda meliputi: Guna dasar (elementary utility), guna bentuk (form utility), guna tempat (place utility), guna waktu
(time utility), dan guna milik (possesion utility). Pokok masalah ekonomi
ada tiga, yaitu: produksi, konsumsi dan distribusi barang dan jasa yang
menjadi kebutuhan manusia.
174
BAB 4
KONSEP-KONSEP EKONOMI
Ekonomi secara umum merupakan studi dan latihan memilih (the
study and exercise of choice). Didalamnya meliputi tingkah laku manusia
dalam memilih barang dan jasa yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Berbagai macam kebutuhan manusia diwujudkan dalam bentuk
benda materi (pangan, sandang, papan, dan sebagainya) serta jasa-jasa
(perawatan kesehatan, pendidikan, keamanan, rekreasi, dan sebagainya)
yang jumlahnya terbatas. Keterbatasan inilah yang menyebabkan
manusia harus memilih secara cerdas dan terampil.
Ekonomi adalah pengetahuan sosial, berkaitan dengan perilaku
manusia dan sistem sosial, dimana manusia mengorganisasikan aktivitas-aktivitasnya dalam rangka pemuasan kebutuhan dasar (makan atau
pangan, pakaian atau sandang, dan tempat tinggal atau papan), serta
pemenuhan kebutuhan non-materi (pendidikan, rekreasi, keindahan,
spiritual dan sebagainya).
Berbagai macam aktivitas dan perilaku manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya itulah yang disebut dengan kegiatan ekonomi.
Perilaku dan aktivitas manusia dalam memenuhi segala kebutuhan hidup
tersebut tidaklah sama, tergantung pada situasi, kondisi, waktu, dan
lokasi. Karakter kegiatan ekonomi manusia yang ada di permukaan bumi
hanya bersifat kecenderungan, jadi tidak bersifat permanen. Inilah yang
menjadi dasar dalam pengkajian ilmu ekonomi.
Pada dasarnya semua kegiatan ekonomi mengandung prinsip
efisiensi atau ekonomis, artinya bagaimana memperoleh satu (unit)
barang atau jasa yang akan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya tersebut dengan menggunakan atau mengeluarkan biaya paling
rendah.
A. KEGIATAN PEREKONOMIAN
Semua manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya
yang secara kuantitas cukup dan kualitas memadai atau dengan kalimat
lain kebutuhan hidup terpenuhi secara cukup dan memadai. Bilamana
kondisi ini tercapai, maka dikatakan manusia tersebut mencapai
kemakmuran.
Agar kemakmuran hidup tercapai, maka manusia harus melakukan kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi adalah seluruh kegiatan
manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kegiatan
tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut.
175
1. Kegiatan produksi adalah setiap usaha manusia yang menghasilkan atau menambah guna suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena kebutuhan manusia terus berkembang dan bertambah maka barang dan jasa yang diproduksi oleh
manusia juga terus berkembang dan berubah. Misalnya, membuat
tas, membuat pisang epek Makasar, menawarkan jasa potong
rambut di bawah pohon, dan sebagainya.
2. Kegiatan distribusi adalah kegiatan manusia dalam upaya untuk
menyebarkan barang dan jasa hasil produksi dari produsen
kepada konsumen dengan berbagai teknik dan cara. Pihak yang
melakukan distribusi adalah distributor (penyalur). Contoh kegiatan distribusi adalah agen koran, agen tenaga kerja, agen
makanan ringan atau snack cemilan, dan lain sebagainya.
3. Kegiatan konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau
mengurangi guna barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Contoh kegiatan konsumsi adalah seperti makan (gambar
4.1), potong rambut, berobat ke dokter, beli pisang goreng dan
sebagainya.
Gambar 4.1. Makan
(Sumber: Dokumentasi penulis)
176
B. PRODUKSI
Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk
menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru
sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.
Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah
bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah
daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya
dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat
tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi
serta kualitas memadai.
Kebutuhan manusia mempunyai sifat selalu berkembang dan
berubah, sehingga tidak ada batasan yang tetap. Oleh karena itu
manusia selalu berusaha untuk produksi melakukan kegiatan produksi
berbagai macam barang dan jasa. Gambar 4.2 dan 4.3 menjelaskan
tentang sedikit contoh kegiatan produksi, yang dalam hal ini adalah
produksi tas dan tomat.
Penciptaan dan pengolahan benda sehingga menjadi lebih
berguna untuk memenuhi kebutuhan manusia memerlukan usaha atau
produksi, dengan mencurahkan bahan dasar, tenaga, pikiran, waktu,
peralatan, uang dan keahlian yang kesemuanya disebut faktor-faktor produksi atau sumber daya produksi.
Gambar 4.2. Pengrajin tas Tanggulangin
(Sumber: Dokumentasi penulis)
177
Gambar 4.3. Tanaman Tomat
(Sumber: Dokumentasi penulis)
Kegiatan produksi tentunya memerlukan unsur-unsur yang dapat
digunakan dalam proses produksi yang disebut faktor produksi. Faktorfaktor produksi adalah sumber-sumber daya yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa. Faktor-faktor produksi yang tersedia
dalam perekonomian dibedakan dalam empat golongan, antara lain
sebagai berikut.
1. Tanah dan sumber daya alam
Tanah dan sumber daya alam merupakan faktor produksi yang
disediakan oleh alam yang ada di lingkungan sekitar manusia
bertempat tinggal.
Contoh antara lain: tanah, berbagai jenis barang tambang, hasil
hutan, tumbuhan, udara, dan sebagainya.
2. Tenaga kerja (sumber daya manusia)
Tenaga kerja adalah sumber daya manusia yang dilihat atau
memiliki keahlian, kemampuan, kesehatan, dan pendidikan.
Tenaga kerja dikelompokkan sebagai berikut.
a. Tenaga kerja kasar, yaitu sumber daya manusia atau tenaga
kerja yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah dan
tidak mempunyai keahlian dalam sesuatu bidang pekerjaan.
Tenaga kerja jenis ini hanya mengandalkan kekuatan fisiknya
178
saja dalam melaksanakan pekerjaan. Contoh: kuli angkut,
buruh tani, kuli bangunan dan sebagainya.
b. Tenaga kerja terampil, yaitu sumber daya manusia atau
tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu yang
diperoleh dari pendidikan atau pengalaman kerja.
Contoh antara lain: Montir mobil, tukang cat, salesmen, juru
tulis, tenaga reparasi TV dan sebagainya.
c. Tenaga kerja terdidik, yaitu tenaga kerja yang mempunyai
pendidikan yang tinggi dan ahli dalam bidang-bidang tertentu.
Contoh antara lain: Dokter, akuntan, pengacara, guru dan
sebagainya.
3. Modal
Modal adalah meliputi benda yang diciptakan oleh manusia dan
digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa yang mereka
kehendaki dan butuhkan.
Contoh: mesin-mesin, peralatan pabrik, alat-alat pengangkutan
dan uang.
4. Keahlian keusahawanan
Keahlian keusahawanan adalah keahlian dan kemampuan yang
dimiliki oleh sumber daya manusia atau biasa disebut dengan
pengusaha-pengusaha untuk mendirikan dan mengembangkan
berbagai kegiatan usaha/ekonomi, baik di bidang produksi
maupun distribusi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor-faktor produksi yang
tersedia itu jumlahnya relatif terbatas. Jadi di satu pihak, individu
mempunyai sifat keinginan yang relatif tidak terbatas untuk menikmati
berbagai jenis barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya.
Sebaliknya, dilain pihak, faktor-faktor produksi yang dapat digunakan
untuk memproduksi barang dan jasa tersebut relatif terbatas.
Karena individu secara keseluruhan tidak bisa mendapatkan
semua yang mereka inginkan, maka individu tersebut harus membuat
pilihan (choice), yang dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: (1) penggunaan
sumber-sumber daya yang dimiliki, dan (2) mengkonsumsi produk
(barang dan jasa) yang dibeli.
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa problematika ekonomi
muncul disebabkan oleh scarcity yaitu (kelangkaan atau kekurangan)
sebagai akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan faktor-faktor
produksi (sumber daya) yang tersedia. Oleh karena itu yang perlu
179
dilakukan adalah bagaimana menggunakan sumber daya yang terbatas
untuk memenuhi kebutuhan sebaik-baiknya.
Di dalam proses produksi, faktor produksi mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan produk yang dihasilkan. Produk sebagai output
(keluaran) dari proses produksi sangat tergantung dari faktor produksi
sebagai input (masukan) dalam proses produksi tersebut.
1. Fungsi Produksi
Suatu produk tergantung dari proses produksi yang dilaksanakan.
Sedangkan proses produksi tergantung pula dari faktor produksi yang
masuk ke dalamnya. Hal ini berarti nilai produk yang dihasilkan tersebut
tergantung dari nilai faktor produksi yang dikorbankan dalam proses
produksinya. Keterkaitan antara nilai produk (output) dengan nilai faktor
produksi (input) dalam proses produksi itu disebut fungsi produksi.
Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan
hubungan antara faktor-faktor produksi (input) dan tingkat produksi yang
dihasilkan (Output). Fungsi Produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
Q = f(X1, X2, X3,......, Xn)
Dimana:
Q
X1, X2, X3,…Xn
= Tingkat produksi atau Output.
= Berbagai faktor produksi (input) yang
digunakan dalam jumlah tertentu.
Pada umumnya dalam proses produksi faktor produksi (input)
yang menentukan antara lain: Modal (K), Tenaga Kerja (L), Sumber Daya
Alam (R), dan Teknologi (T).
Produksi rata-rata (AP) adalah produksi yang secara rata-rata
dihasilkan oleh seorang tenaga kerja.
AP =
Dimana: TP = Total Produksi
L = Tenaga Kerja
180
Produksi marginal (MP) adalah tambahan produksi yang diakibatkan
oleh pertambahan satu unit tenaga kerja yang digunakan
MP =
Biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh
pengusaha untuk dapat menghasilkan output.
Biaya produksi digolongkan ke dalam dua bagian:
1. Biaya Tetap (Fixed Cost/ FC) adalah biaya yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan walaupun tidak berproduksi.
2. Biaya Variabel (Variable Cost/VC) adalah biaya input variabel
yang besarnya berubah-ubah seiring dengan perubahan jumlah
output yang dihasilkan. Jika output yang dihasilkan bertambah
maka biaya variabel akan naik, sebaliknya jika jumlah output yang
dihasilkan berkurang maka biaya variabel akan turun.
Biaya total (Total Cost/ TC) adalah jumlah biaya tetap ditambah
biaya variabel. Sehingga rumusnya sebagai berikut:
TC = TFC + TVC
Dimana: TC = Total Cost
TFC = Total Fixed Cost
TVC = Total Variable Cost
Pendapatan Total (TR) adalah harga dikalikan dengan jumlah
produksi yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR = P x Q
Biaya marginal (MC) adalah perubahan biaya total dibagi
perubahan kuantitas yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
MC =
181
Pendapatan marginal (MR) adalah perubahan pendapatan total
dibagi perubahan kuantitas yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
MR =
Biaya rata-rata (AC) adalah biaya total dibagi kuantitas produksi,
dirumuskan sebagai berikut:
AC =
Biaya variabel rata-rata adalah total biaya variabel dibagi unit
output, dirumuskan sebagai berikut:
AVC =
Biaya tetap rata-rata adalah total biaya tetap variabel dibagi unit
output, dirumuskan sebagai berikut:
AFC =
AVC =
Contoh:
Diketahui data tentang harga (P), jumlah produksi (Q) dan total biaya
(TC) yaitu:
TC
Q P TC TR AC=
∆TR
Keuntungan Total MR=
â„“
∆TC
MC=
∆ℓ
∆ℓ
Keterangan
Q
0
1
2
3
4
5
6
7
8
P
200
180
160
140
120
100
80
60
40
145
175
200
220
250
300
370
460
570
(PxQ)
0
180
320
420
480
500
480
420
320
175
100
73,3
62,5
60
61,6
65,6
71,3
(TR-TC)
-145
+5
+ 120
+ 200
+ 230
+ 200
+ 110
+ 40
+ 250
182
180
140
100
60
20
- 20
- 60
-100
30
25
20
30
50
70
90
110
MR > MC
MR = MC
MR < MC
Jadi keuntungan yang maksimum berada pada posisi MR = MC
atau jika dilihat dari hasil perhitungan di atas maka keuntungan
maksimum terjadi pada saat keuntungan total (TR-TC) maksimum yaitu
sebesar +230, pada tingkat harga 120 dan jumlah produksi 4.
Catatan: Posisi TR yang maksimum tidak berarti keuntungan maksimum,
demikian juga posisi AC minimum tidak berarti keuntungan maksimum.
Tugas 4.1
Coba kalian lakukan perhitungan (fungsi produksi) secara total
(AP, MP, TC, TR, MC, MR, AC dan AfC) atas barang dan jasa
yang nantinya akan kalian produksi sesuai dengan jurusan
masing-masing! Data mohon guru menyesuaikan dengan
jurusan atau bidang keahlian siswa.
C. SISTEM PEREKONOMIAN
Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu
negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada
individu maupun organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar
antara sebuah sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya adalah
bagaimana cara sistem itu mengatur faktor produksinya. Selain faktor
produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari cara sistem tersebut
mengatur produksi dan alokasi. Dalam beberapa sistem, seorang individu
boleh memiliki semua faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya,
semua faktor tersebut di pegang oleh pemerintah. Kebanyakan sistem
ekonomi di dunia berada di antara dua sistem ekstrim tersebut.
Secara teoritik sistem ekonomi dibedakan kepada lima golongan,
yaitu: sistem perekonomian pasar bebas, sistem ekonomi campuran,
sistem ekonomi perencanaan terpusat, sistem ekonomi kapitalis negara
maju, dan sistem ekonomi sosialis pasar.
1. Sistem Ekonomi Pasar Bebas atau Liberal
Sistem ini diakui oleh sarjana ekonomi barat sebagai yang paling
ideal secara teoritis, tidak di dalam tataran praksis.
Ekonomi pasar bebas adalah perekonomian yang kegiatannya
sepenuhnya diatur oleh interaksi antara pembeli dan penjual di pasar.
Landasan dari sistem ekonomi ini adalah keyakinan bahwa apabila setiap
183
unit pelaku ekonomi diberikan kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang akan memberikan keuntungan pada dirinya, maka pada
waktu yang sama masyarakat akan memperoleh keuntungan juga.
Pada sistem ekonomi pasar bebas ini pemerintah sama sekali
tidak campurtangan dan tidak berusaha mempengaruhi kegiatan ekonomi
yang dilakukan masyarakat. Seluruh sumber daya yang tersedia dimiliki
dan dikuasai oleh anggota-anggota masyarakat, dan mereka mempunyai
kebabasan untuk menentukan bagaimana sumber daya tersebut akan
digunakan.
Pada perekonomian pasar (market economic), pasarlah yang
mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi barang dan jasa melalui
penawaran dan permintaan.
Karakteristik sistem perekonomian ini adalah (1) adanya pemilikan
swasta atas aset produksi (tanah, pabrik, mesin, peralatan dan
sebagainya) dan memperoleh jaminan hukum atas kepemilikan tersebut,
(2) free enterprise dan kompetitif yang mempunyai daya tembus ke dalam
pasar, (3) penjualan produksi komersial yang berlebih-lebihan di dalam
pasar-pasar yang kompetitif (kebalikan dari prosuksi subsisten yang
dapat meliputi pemilikan oleh swasta), dan (4) pengesampingan tingkah
laku konsumen (behavioral objective) dalam rangka maksimalisasi laba
bagi produsen serta pemuasan bagi konsumen.
Sumber daya produksti dan barang ekonomi serta jasa dialokasikan dan didistribusikan diantara berbagai aktivitas dan penggunaan oleh
apa yang dikenal sebagai mekanisme pasar di dalam masyarakat
kapitalis.
Mekanisme pasar atau kadang disebut sistem harga juga menghasilkan alokasi sumber daya secara efisien dan pertumbuhan ekonomi.
Karakteristik dari mekanisme pasar adalah: (1) keputusan menganai apa,
dimana, bagaimana, dan berapa banyak barang diproduksi dan dikonsumsi, dilakukan oleh unit-unit ekonomi yang sifatnya individual, (2) unitunit individual tersebut mendasarkan keputusannya pada alternatifalternatif yang tersedia sebagaimana direfleksikan oleh harga-harga
pasar untuk barang-barang dan jasa-jasa serta sumber daya yang
masing-masing saling berhadapan muka, tetapi tidak dapat saling
mempengaruhi, dan (3) harga-harga ditentukan oleh kekuatan permintaan (demand) dan penawaran (supply) semua barang dan jasa serta
sumber daya produktif dan menyesuaikan dengan perubahan permintaan
dan/atau penawaran.
184
Harga dalam hal ini berfungsi memberikan informasi kepada unitunit ekonomi individual yang kemudian dijadikan dasar keputusan dan
merupakan sumber, langsung atau tidak langsung, pendapatan (income)
seseorang dan perusahaan.
Model kapitalisme murni terletak pada persaingan sempurna dan
peran tangan tidak kelihatan (invisible hand). Model ekonomi ini beranggapan bahwa seluruh proses produksi dan konsumsi berada di bawah
kondisi persaingan sempurna, produsen selalu berupaya memaksimalkan
laba, sedang konsumen berupaya memaksimalkan kepuasan sesuai
dengan harga yang ditetapkan.
Selanjutnya jika masing-masing unit ekonomi individual berusaha
mengejar kepentingannya sendiri maka tindakannya akan dipengaruhi
oleh tangan yang tidak kelihatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi mengejar tercapainya kepentingan pribadi di dalam sistem
kapitalisme dianggap untuk meningkatkan kepentingan nasional.
Paham ekonomi liberal kebanyakan digunakan oleh negaranegara di benua Eropa dan Amerika. Beberapa negara yang menganut
paham liberal di Asia antara lain adalah India, Israel, Jepang, Korea
Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand dan Turki. Saat ini banyak negaranegara Asia yang mulai berpaham liberal, antara lain adalah Hong Kong,
Malaysia, dan Singapura. Australia dan Selandia Baru juga menganut
sistem ekonomi liberal.
a. Ciri ekonomi liberal
Sistem ekonomi pasar bebas atau ekonomi liberal memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
1. Semua sumber produksi adalah milik masyarakat individu.
2. Masyarakat diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber
produksi.
3. Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam
kegiatan ekonomi.
4. Masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu golongan pemilik
sumber daya produksi dan masyarakat pekerja (buruh).
5. Timbul persaingan dalam masyarakat, terutama dalam mencari
keuntungan.
6. Kegiatan selalu mempertimbangkan keadaan pasar.
7. Pasar merupakan dasar setiap tindakan ekonomi.
8. Biasanya barang-barang produksi yang dihasilkan bermutu tinggi.
185
b. Keuntungan dari suatu sistem ekonomi liberal
Sistem ekonomi pasar bebas atau liberal memiliki beberapa
keuntungan bagi masyarakat dan negara, antara lain sebagai berikut.
1. Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur
kegiatan ekonomi, karena masyarakat tidak perlu lagi menunggu
perintah/komando dari pemerintah.
2. Setiap individu bebas memiliki untuk sumber-sumber daya
produksi, yang nantinya akan mendorong partisipasi masyarakat
dalam perekonomian.
3. Timbul persaingan semangat untuk maju dari masyarakat.
4. Menghasilkan barang-barang bermutu tinggi, karena adanya persaingan semangat antar masyarakat.
5. Efisiensi dan efektivitas tinggi, karena setiap tindakan ekonomi
didasarkan motif mencari keuntungan.
c. Kelemahan dari sistem ekonomi liberal
Sedangkan kelemahan dari sistem ekonomi pasar bebas atau
liberal bagi masyarakat dan negara, antara lain sebagai berikut.
1. Terjadinya persaingan bebas yang tidak sehat.
2. Masyarakat yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin
miskin.
3. Banyak terjadinya monopoli masyarakat.
4. Banyak terjadinya gejolak dalam perekonomian karena kesalahan
alokasi sumber daya oleh individu.
5. Pemerataan pendapatan sulit dilakukan, karena persaingan bebas
tersebut.
2. Sistem Ekonomi Campuran
Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies
adalah gabungan antara sistem perekonomian pasar dan terencana.
Ekonomi campuran adalah perekonomian yang dikendalikan dan diawasi
oleh pemerintah tetapi masyarakat masih mempunyai kebebasan yang
cukup luas untuk menentukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang ingin
mereka jalankan. Sistem ekonomi campuran pada umumnya diterapkan
pada negara-negara berkembang.
Kecenderungan di negara sedang berkembang menganut sistem
ekonomi campuran, kapitalis-sosialis dengan berbagai kombinasi tingkat
186
pemilikan sumber daya antara swasta dan negara. Brasil, Korea Selatan,
Taiwan adalah contoh negara dengan dominasi swasta sebagai pemilik
sumber daya, sebaliknya Peru, India, Mesir merupakan contoh negara
dimana pemilikan sumber daya lebih didominasi oleh negara.
Pada intinya sistem perekonomian ini menempatkan pemerintah
pada posisi sebagai pemain peran yang lebih menentukan di semua
bidang perekonomian daripada masyarakat.
Unsur lain mengkarakterisasi sistem ekonomi campuran adalah
pensejajaran sumber daya dan alokasi produksi oleh pasar dengan harga
yang ditentukan pemerintah serta melakukan perencanaan secara
terpusat dengan berpedoman pada kegiatan ekonomi yang dikelola oleh
negara. Jadi merupakan kombinasi antara bentuk ekonomi sosialis
berencana dan ekonomi pasar kapitalis. Tragisnya tidak semua /setiap
negara berkembang mampu mengadopsi dan mengkombinasikan kedua
sistem ekonomi ini dari sisi yang baik-baik, bahkan yang sering terjadi
adalah pengambilalihan hal-hal yang buruk (sisi negatif) dari kedua
sistem untuk diaplikasikan dalam pembangunan ekonomi di negara yang
bersangkutan.
Oleh karena itu sering ditemukan kegagalan dalam aplikasi sistem
ekonomi campuran ini, terutama di negara sedang berkembang.
3. Sistem Ekonomi Perencanaan Terpusat atau Terencana
Ekonomi perencanaan pusat adalah perekonomian dimana
pemerintah sepenuhnya menentukan corak kegiatan ekonomi yang akan
dilakukan. Perekonomian terencana (planned economies) memberikan
hak kepada pemerintah untuk mengatur faktor-faktor produksi dan alokasi
hasil produksi. Landasan sistem ekonomi model ini berlawanan dengan
sistem ekonomi pasar bebas. Pada sistem ini berkeyakinan bahwa
kegiatan ekonomi yang diatur oleh mekanisme pasar akan selalu
menimbulkan pengangguran dan ketidakadilan. Untuk itu dengan
menggunakan sistem ekonomi perencanaan, diharapkan pemerintah
akan dapat menjalankan fungsi-fungsi tersebut dengan lebih efisien dari
yang dapat dijalankan dalam sistem pasar bebas. Seluruh sumber daya
yang tersedia dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah.
Ekonomi sosialis komando didasarkan tidak hanya pada pemilikan
sumber daya oleh pemerintah, tetapi juga pada penggantian sepenuhnya
mekanisme harga pasar oleh perencanaan secara terpusat mengenai
seluruh aktivitas ekonomi.
187
Semua keputusan mengenai produksi dan distribusi dibuat oleh
komisi perencanaan pusat yang ada di pucuk pemerintahan, sedang di
bagian bawah terdiri dari jutaan perorangan yang bekerja di perusahaan
dan pertanian milik pemerintah yang tugas utamanya adalah menyelenggarakan ketentuan-ketentuan produksi yang ditetapkan dari atas.
Demikian halnya dengan harga, perencanaan, target produksi,
penentuan kebutuhan sumber daya juga ditentukan dari pusat. Contoh
tentang hal ini dapat dilihat dari sistem perekonomian yang diterapkan di
Cina, walaupun telah mengalami beberapa modifikasi penting.
Uni Soviet dan banyak negara Eropa Timur lainnya menggunakan
sistem ekonomi ini hingga akhir abad ke-20. Namun saat ini, hanya Kuba,
Korea Utara, Vietnam, dan RRC yang menggunakan sistem ini. Negaranegara itupun tidak sepenuhnya menggunakan sistem ini untuk mengatur
faktor produksi. China, misalnya, mulai melonggarkan peraturan dan
memperbolehkan perusahaan swasta mengontrol faktor produksinya.
4. Sistem Ekonomi Kapitalis Pasar Negara Maju
Asumsi yang mendasari kapitalis murni atau ekonomi pasar
adalah bahwa pemilikan swasta secara keseluruhan dan penggunaan
sumber daya serta dalam pengambilan keputusan terletak pada unit-unit
ekonomi swasta indivisual.
Dalam tataran praktis di negara-negara yang mengidentifikasikan
diri sebagai negara kapitalis maju, hal tersebut tidak dilaksanakan secara
murni. Ada campuran antara sistem pemilikan atas sumber daya antara
swasta dan pemerintah serta adanya gabungan dalam pengambilan
keputusan ekonomi antara swasta dan pemerintah. Keterlibatan pemerintah terutama dalam hal pengawasan dan pengendalian terhadap
sejumlah akitvitas ekonomi seperti dalam bentuk kebijakan fiskal dan
moneter, nasionalisasi industri serta investasi langsung pemerintah
dalam perusahaan dan industri.
Dewasa ini, di negara yang berorientasi pada pasar, pemerintah
memainkan peranan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung,
dalam lingkup yang luas. Pemerintah aktif terlibat dalam perencanaan
ekonomi, mengatur aktivitas perusahaan swasta, pemungutan pajak,
alokasi pengeluaran pemerintah, terlibat investasi secara langsung,
mengelola dan menjalankan perusahaan-perusahaan umum, melaksanakan dan mengatur perdagangan luar negeri, pengendalian upah, tingkat
bunga, penentuan harga, pendistribusian pendapatan dan sebagainya.
188
Kondisi ini menyebakan timbulnya kekaburan antara kepentingan
pemerintah dan kepentingan swasta. Peran invisible hand pada mekanisme pasar digantikan oleh tangan petunjuk guiding hand dari pemerintah
pusat sebagai kekuatan ekonomi utam di dalam masyarakat kapitalis.
5. Ekonomi Sosialis Pasar
Implikasi sosial dai model ekonomi pasar murni adalah timbulnya
mekanisme menyesuaikan diri secara otomatis dari harga-harga yang
kompetitif dengan tanda-tanda meningkatnya efisiensi dan perangsang
atau insentif bagi unit-unit ekonomi individual yang merupakan sarana
penting dan berguna untuk berfungsinya suatu ekonomi.
Disisi lain, pemilikan sumber daya oleh swasta dan adanya
kecenderungan meningkatkan pemilikan secara terpusat sumber daya di
tangan sejumlah kecil orang. Akibatnya kekuatan pasar dapat menjurus
terjadinya distribusi pendapatan dan kekuasaan yang tidak merata, mendorong timbulnya pemikiran untuk meniadakan pemilikan sumber daya
swasta (kecuali buruh), disisi lain tetap mempertahankan mekanisme
pasar.
Hal ini dikenal dengan istilah sosialisme pasar atau sosialisme
desentralisasi, dalam arti adanya kombinasi antara ide sosialisme
mengenai pemilikan sumber daya pemerintah dengan ide kapitalisme
tentang orientasi harga yang didesentralisasikan dan keputusankeputusan yang bermotif laba bagi unit ekonomi individual.
Jadi sistem ekonomi sosialis pasar berusaha untuk mendapatkan
yang paling baik dari mekanisme pasar dan efisiensi ekonomi kapitalis
pasar serta distribusi dan produksi egalitarisme sosialis.
Tugas 4.2
Menurut pengamatan kalian, negara Indonesia menganut sistem
perekonomian yang mana? Jelaskan dan berikan alasan
jawaban kalian.
Apakah di Indonesia, negara terlibat secara aktif dalam proses
produksi dan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat
Indonesia? Mengapa?
189
D. PELAKU KEGIATAN EKONOMI
Untuk mencapai kemakmuran, kita harus melakukan kegiatan
ekonomi. Kegiatan ekonomi adalah seluruh kegiatan manusia yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kegiatan tersebut bila kita
kelompokkan meliputi:
1. Kegiatan produksi adalah setiap usaha menghasilkan atau
menambah guna suatu barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan.
2. Kegiatan distribusi adalah kegiatan barang dan jasa hasil produksi
dari produsen kepada konsumen. Kegiatan utama distribusi ini
adalah perdagangan.
3. Kegiatan konsumsi adalah kegiatan menghabiskan atau
mengurangi guna barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
Pelaku yang menjalankan kegiatan ekonomi ini ada empat
kelompok, yaitu: rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan luar negeri.
1. Rumah Tangga
Rumah tangga adalah pemilik dari berbagai faktor produksi yang
tersedia dalam perekonomian. Sektor ini menyediakan faktor-faktor
produksi seperti kekayaan alam, tenaga kerja, alat-alat modal, harta tetap
seperti tanah, gedung dan lain sebagainya. Sektor rumah tangga ini
menawarkan faktor-faktor produksi kepada sektor perusahaan. Sebagai
balas jasa atas penggunaan berbagai jenis faktor produksi, maka sektor
perusahaan akan memberikan berbagai jenis “pendapatan” kepada
sektor rumah tangga. Tenaga kerja menerima gaji atau upah, pemilik
tanah dan harta tetap lain menerima sewa, pemilik modal menerima
bunga, dan pemilik keahlian keusahawanan menerima keuntungan.
Berbagai jenis pendapatan yang diterima oleh sektor rumah
tangga akan digunakan kembali untuk membeli barang atau jasa yang
diperlukan. Selain itu juga sebagian pendapatan akan ditabung atau
disimpan.
2. Perusahaan
Perusahaan adalah organisasi yang dikembangkan oleh
seseorang atau sekumpulan orang dengan menyatukan sumber daya
produksi untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa yang
dibutuhkan masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan.
190
Perusahaan tidak hanya menghasilkan barang dan jasa tetapi juga bisa
bergerak dalam bidang distribusi.
3. Pemerintah
Pemerintah adalah badan-badan pemerintah yang diberi tugas
untuk mengatur kegiatan ekonomi. Badan pemerintah ini bertugas
mengawasi kegiatan-kegiatan rumah tangga dan perusahaan, dengan
tujuan agar mereka melakukan kegiatan-kegiatan mereka dengan cara
yang wajar dan tidak merugikan masyarakat secara keseluruhan. Selain
itu pemerintah juga melakukan sendiri beberapa kegiatan ekonomi.
Contoh kegiatan mengembangkan prasarana ekonomi seperti jalan,
jembatan, dan lain sebagainya. Untuk membiayai pengeluarannya
pemerintah mengenakan berbagai jenis pajak kepada rumah tangga dan
perusahaan.
4. Luar Negeri
Luar negeri dalam kegiatan ekonomi dapat berperan sebagai
penanam modal, pemasok tenaga kerja (ahli), pemakai barang (ekspor
bagi kita) dan pemasok hasil produksi yang kita butuhkan (impor bagi
kita).
Tugas 4.2
Mengapa individu tidak termasuk dalam pelaku kegiatan
ekonomi?
Kegiatan ekonomi manakah yang dapat menyebabkan
kesejahteraan masyarakat? Mengapa?
E. PRINSIP EKONOMI
Karena terbatasnya jumlah alat pemuas kebutuhan pada kebutuhan manusia yang tanpa batas maka diperlukan adanya pilihan ekonomi
atau tindakan ekonomi yaitu memilih kebutuhan mana yang harus
dipenuhi terlebih dahulu dan kebutuhan mana yang harus ditunda. Dalam
hal memilih, jelas ada barang yang dihasilkan dan ada barang yang
dikorbankan. Orang disebut bertindak ekonomi, apabila berhasil memilih
perbandingan yang terbaik antara pengorbanan dan hasil, sehingga: (1)
kebutuhan terpenuhi dengan sebaik mungkin, dan (2) pengorbanan yang
191
sedikit mungkin, maka terjadilah prinsip ekonomi yang mengatur kegiatan
perekonomian masyarakat.
Suatu cara bertindak dengan berusaha mencapai hasil yang
optimal dibandingkan dengan pengorbanan, disebut prinsip ekonomi.
Setiap orang, organisasi dan perusahaan selalu berusaha untuk
mendapatkan satu unit barang dengan cara mengeluarkan modal serta
usaha yang sekecil mungkin. Inilah yang dinamakan prinsip ekonomi.
Prinsip ekonomi dapat kita bagi menjadi tiga jenis, yaitu (disertai
pengertian dan arti definisi masing-masing prinsip).
1. Prinsip Produsen
Prinsip ekonomi produsen adalah menentukan bahan baku, alat
produksi serta biaya-biaya produksi yang ditekan serendah mungkin
dengan menghasilkan produk yang berkualitas baik.
2. Prinsip Penjual/Pedagang/ Peritel
Prinsip ekonomi penjual adalah melakukan berbagai usaha untuk
memenuhi selera pembeli dengan berbagai macam iklan, promosi, reward/ hadiah, dan lain-lain untuk meraup banyak keuntungan dari
kegiatan tersebut.
3. Prinsip Pembeli/Konsumen
Prinsip ekonomi pembeli adalah mendapatkan produk barang dan
jasa yang baik dan mutu terbaik dengan harga semurah mungkin
serta jumlah uang yang terbatas.
Selain prinsip ekonomi di atas, ada beberapa prinsip ekonomi lain
yang sifatnya umum. Prinsip-prinsip ekonomi tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Prinsip Efisiensi atau Ekonomis
Artinya bagaimana memperoleh satu (unit) barang atau jasa
dengan menggunakan atau mengeluarkan biaya paling rendah.
Prinsip ini biasa dipergunakan dalam prosuksi atau mendapatkan
suatu barang atau jasa. Contohnya: ibu-ibu yang pergi ke pasar
sering hanya membeli lombok 1 kg dilakukan dengan cara
mengitari pasar, mencari lombok yang paling baik dengan harga
termurah.
Prinsip ini kadang diidentikkan dengan pernyataan “bagaimana
mendapatkan barang atau jasa sebanyak-banyaknya dengan
mengeluarkan biaya sekecil-kecilnya”. Pernyataan ini sering
192
diidentikkan dengan istilah ekonomis, padahal tidak benar karena
tidak rasional dan tidak realistis. Pernyataan yang benar adalah
pernyataan di atas, yaitu bagaimana mendapatkan satu unit
barang atau jasa dengan mengeluarkan biaya serendahrendahnya.
2. Kekuatan ekonomi terletak pada kerja
Kerja berkaitan dengan sumber daya manusia, oleh karena itu
dikatakan bahwa kekuatan ekonomi sangat ditentukan oleh
kinerja manusia, akal pikiran dan ide-ide kreatif yang dilakukan
manusia dalam kegiatan ekonomi.
Sumber daya manusia atau tenaga kerja merupakan sumber daya
yang langka dan mahal, oleh karena itu harus dilakukan pilihan
terhadap barang-barang apa yang harus mereka buat, berapa
banyak tiap-tiap barang harus dihasilkan, bagaimana dan untuk
siapa barang-barang tersebut diproduksi.
3. Kebutuhan manusia sangat banyak dan beragam serta beragam,
sedangkan sumber daya sangat terbatas, Oleh karena itu
manusia harus melakukan pilihan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Setiap hari, mulai bangun tidur hingga tidur kembali,
manusia melakukan pilihan atas apa yang dilakukannya.
4. Jika melakukan pilihan diantara sejumlah kemungkinan alternatif,
maka manusia harus bertindak rasional, yaitu dengan memilih
alternatif-alternatif yang biayanya minimal tetapi mendapatkan
keuntungan atau kepuasan maksimal atas biaya dikeluarkan.
Tugas 4.3
™ Prinsip-prinsip ekonomi apakah yang kalian jadikan alasan
ketika memilih sekolah di SMK? Coba jelaskan bagaimana
caranya?
™ Mengapa kita kadang mengunjungi toko dan membeli barang
yang dijual di toko tersebut hanya dikarenakan yang menjual
gadis cantik?
193
F. MOTIF EKONOMI
Kegiatan ekonomi dilakukan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan manusia yang selalu berkembang dan berubah, baik dalam
jumlah, ragam maupun kualitasnya. Namun demikian ada alasan lain
yang mendorong orang melakukan kegiatan ekonomi.
Gambar 4.4. Sejumlah pekerja perempuan di Desa Domas, Kecamatan
Menganti, Gresik, tengah menggarap keranjang rotan untuk tempat ikan.
(Sumber: KOMPAS, 30 Nopember 2005)
Hal-hal atau alasan yang mendorong seseorang melakukan
kegiatan ekonomi disebut motif ekonomi. Motif ekonomi tidaklah tunggal,
tetapi beragam. Sebagaimana gambar 4.4. sejumlah pekerja perempuan
yang sedang memproduksi tempat ikan dari rotan tersebut didasarkan
pada motif untuk mencukupi kebutuhan, dalam hal ini pengusaha dari
Korea, juga untuk mendapatkan keuntungan. Disisi lain, bagi para
pekerja perempuan tersebut mereka memproduksi keranjang rotan
adalah untuk memperoleh pendapatan, yang akan dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Motif ekonomi yang mendorong manusia melakukan kegiatan
ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Dorongan untuk Mencukupi Kebutuhan
Dorongan ini merupakan hal yang wajar bagi setiap orang. Bila
kebutuhan minimum telah terpenuhi selalu ada usaha untuk
meningkatkan kemakmuran.
194
2. Dorongan untuk Mendapatkan Keuntungan
Dorongan ini juga merupakan hal yang wajar bagi seorang
pengusaha, mendapat keuntungan untuk memperbesar usahanya.
3. Dorongan untuk Mendapatkan Penghargaan
Dorongan ini muncul setelah mencapai kemakmuran dan ingin
memperoleh pujian/ penghargaan dari pihak lain.
4. Dorongan untuk Mendapatkan Kekuasaan
Dorongan ini muncul karena ingin mendapatkan kekuasaan ekonomi
atau monopoli.
5. Dorongan Berbuat Sosial
Dorongan ini muncul karena ingin berbuat sosial atau ingin membantu
sesama.
Produsen adalah kelompok atau orang yang berperan mengabungkan berbagai sumberdaya, baik sumberdaya produksi maupun
sumberdaya alam juga sumberdaya manusia, untuk menghasilkan suatu
barang ataupun jasa. Contoh: Pabrik baterai yang memproduksi batu
baterai, pabrik rokok yang memproduksi rokok.
Sedangkan konsumen adalah perusahaan atau perseorangan
yang melakukan kegiatan konsumsi yaitu suatu aktifitas memakai atau
menggunakan suatu produk (barang atau jasa) yang dihasilkan oleh para
produsen. Contoh: Pergi ke dokter umum ketika kita sakit.
Tugas 4.4
Motif ekonomi apakah yang menjadi pijakan kalian ketika
memutuskan untuk sekolah di SMK?
Adakah kegiatan ekonomi yang dilakukan tanpa ada dasar motif
dan prinsip ekonomi? Mengapa?
195
G. PERMINTAAN (DEMAND)
Teori permintaan menjelaskan tentang sifat dari permintaan
pembeli atas suatu barang. Permintaan boleh didefinisikan sebagai keinginan dan kesanggupan seseorang pengguna untuk mendapat sesuatu
barang pada suatu tingkat harga dalam suatu jangka masa tertentu.
Hukum permintaan menjelaskan sifat hubungan antara perminaan
suatu barang dengan harganya. Bunyi hukum permintaan yaitu: “Makin
rendah harga suatu barang, maka makin banyak permintaan atas barang
tersebut; sebaliknya makin tinggi harga suatu barang, makin sedikit
permintaan atas barang tersebut”. Artinya bilamana harga suatu barang
atau jasa rendah maka permintaan terhadap barang tersebut menjadi
meningkat, demikian sebaliknya. Contoh kasus; Super market atau Mall
sering mempublikasikan harga discount atas barang yang dijualnya
secara besar-besaran. Tujuannya adalah untuk meningkatkan permintaan atas barang tersebut. Ini adalah contoh penerapan hukum permintaan.
Hukum permintaan tersebut jika digambarkan dalam kurva
permintaan maka pada umumnya menurun dari atas ke kanan bawah,
bentuk kurva yang demikian disebabkan sifat hubungan antara harga dan
jumlah yang diminta yang berhubungan terbalik. Jika yang satunya naik
(misalnya harga) maka yang lainnya turun (misalnya jumlah yang
diminta). Hal tersebut diilustrasikan dalam bentuk kurva permintaan
sebagaimana dalam gambar 4.5.
Gambar 4.5. Kurva Permintaan
Gambar 4.5. Kurva Permintaan
196
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan antara lain: (1)
harga barang itu sendiri; (2) harga barang-barang lain yang mempunyai
kaitan erat dengan barang tersebut; (3) pendapatan rumah tangga dan
pendapatan rata-rata masyarakat; (4) corak distribusi pendapatan dalam
masyarakat; (5) citarasa masyarakat; (6) jumlah penduduk; dan (7)
ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.
Adalah sangat sulit untuk secara sekaligus menganalisis pengaruh berbagai faktor tersebut atas permintaan suatu barang. Karena itu,
pada teori permintaan ini, ahli ekonomi berpendapat bahwa permintaan
suatu barang terutama dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri.
Dengan dasar pemikiran faktor-faktor lain (harga barang lain, pendapatan, citarasa masyarakat, dan sebagainya) tidak mengalami perubahan
atau istilah lainnya bersifat ceteris paribus.
Tugas 4.5
Mengapa setiap pemerintah mengumumkan akan ada kenaikan
harga BBM esok hari, malam harinya terjadi antrian yang sangat
panjang orang-orang yang ingin membeli BBM sebanyakbanyaknya?
H. PENAWARAN (SUPPLY)
Teori penawaran menjelaskan tentang sifat para penjual di dalam
menawarkan suatu barang yang akan dijualnya. Penawaran adalah
kesanggupan penjual untuk mengeluarkan sesuatu barang pada tingkat
harga dalam jangka masa tertentu.
Hukum penawaran menjelaskan sifat hubungan antara jumlah
suatu barang yang ditawarkan para penjual dengan harganya. Bunyi
hukum penawaran yaitu: “makin rendah harga suatu barang, maka makin
sedikit jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual; sebaliknya
makin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual”.
Makna dari hukum penawaran tersebut adalah bilamana harga
suatu barang atau jasa rendah maka jumlah barang atau jasa yang
disediakan penjual jumlahnya sedikit, namun bilamana harga barang atau
jasa itu tinggi maka jumlah barang yang disediakan penjualnya jumlahnya
197
banyak. Contoh kasus; Air Minum Mineral, dulu hanya disediakan oleh
perusahaan dengan merk Aqua, namun saat ini perusahaan air minum
mineral jumlahnya sangat banyak dan beragam. Contoh lain penyediaan
jasa pengawalan (pengamanan), sekarang ini banyak sekali disediakan
masyarakat jasa pengamanan bagi masyarakat yang membutuhkan.
Hukum penawaran jika digambarkan dalam bentuk kurva penawaran maka pada umumnya naik dari kiri bawah ke kanan atas, bentuk
kurva yang demikian disebabkan sifat hubungan antara harga dan jumlah
barang yang ditawarkan oleh para penjual berhubungan searah. Jika
yang satunya naik (misalnya harga) maka yang lainnya naik (misalnya
jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual). Hal tersebut
sebagaimana diilustrasikan dalam bentuk kurva seperti dalam gambar
4.6.
Gambar 4.6. Kurva Penawaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran antara lain: (1)
harga Barang itu sendiri; (2) harga barang-barang lain; (3) ongkos
produksi, yaitu biaya untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan
mentah; (4) tujuan dari perusahaan tersebut; dan (5) tingkat teknologi
yang digunakan.
Dalam menganalisis mengenai penawaran sama seperti pada
permintaan, yaitu dimisalkan faktor-faktor lain tidak berubah, atau cateris
paribus. Sehingga pada teori penawaran ini, penawaran suatu barang
terutama dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri.
198
Tugas 4.6
Mengapa pada saat sekarang ini banyak sekali perusahaanperusahaan yang menyediakan layanan telepon (GSM maupun
CDMA) di Indonesia, sehingga sering terjadi perang tarif diantara
masing-masing perusahaan penyedia jasa?
I.
KESEIMBANGAN HARGA
Bilamana permintaan pembeli dan penawaran penjual digabungkan dapat ditunjukkan bagaimana interaksi antara pembeli dan penjual
yang akan menentukan kesembangan harga. Dalam ilmu ekonomi, harga
keseimbangan atau harga ekuilibrium adalah harga yang terbentuk pada
titik pertemuan kurva permintaan dan kurva penawaran. Secara
sederhana seperti kasus tawar menawar antara pedagang dan pembeli di
pasar hingga dicapai harga yang disepakati masing-masing pihak.
Terbentuknya harga dan kuantitas keseimbangan di pasar
merupakan hasil kesepakatan antara pembeli (konsumen) dan penjual
(produsen) di mana kuantitas yang diminta dan yang ditawarkan sama
besarnya. Jika keseimbangan ini telah tercapai, biasanya titik keseimbangan ini akan bertahan lama dan menjadi patokan pihak pembeli dan
pihak penjual dalam menentukan harga. Hal tersebut sebagaimana
diilustrasikan dalam bentuk kurva seperti dalam gambar 4.7.
Gambar 4.7. Kurva Keseimbangan Harga
199
Dalam bidang ekonomi dan bisnis, dikenal adanya persamaan
sistem. Persamaan Sistem adalah model matematis yang berisi
kombinasi persamaan. Dalam bidang ekonomi dan bisnis, persamaan
sistem banyak diterapkan pada analisis keseimbangan yang mencakup:
analisis permintaan dan penawaran, analisis titik impas (Break even), dan
sebagainya.
Untuk memahami konsep permintaan dengan lebih jelas lagi, kita
dapat menggunakan persamaan permintaan, yaitu:
Qdx = a – bP
dimana: Qdx : kuantiti barang X yang diminta
a : kuantiti barang X yang diperoleh ketika harga tetap
b : kemiringan kurva permintaan
P : harga barang
Sedangkan bentuk persamaan penawaran, yaitu:
Qsx = a + bP
dimana: Qsx : kuantiti penawaran barang X
a : kuantiti penawaran ketika harga tetap
b : kemiringan kurva permintaan
P : tingkat harga
Untuk memudahkan penghitungan, maka kita dapat memisalkan
fungsi persamaan permintaan dengan formulasi
Y = a + bX
Untuk menghitung nilai a dan b dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
n ∑XY - ∑X ∑Y
a=Y–b X
b=
n ∑X2 - (∑X)2
Contoh:
Sebuah Agen Toko kue kering kiloan “Lian” yang menjual produknya ke 3
toko retail memiliki data sebagai berikut:
200
Tabel 1. Harga dan Penjualan Toko “Lian” (Hubungan harga dengan
jumlah barang yang diminta)
Toko No
1
2
3
∑Y
Y=
Price (Rp)
X
250
500
1.000
1.750
(?x)
Sales
Y
75
30
25
115
(?y)
115
=
n
∑X
= 38,33
X=
3
=
n
XY
18.750
15.000
25.000
58.750
(?xy)
1.750
= 583,33
3
X2
62.500
250.000
1.000.000
1.312.000
(?X2)
Y2
5.625
900
625
7.150
(?Y2 )
n ∑XY - ∑X ∑Y
b=
n ∑X2 - (∑X)2
3 (58.750) – (1.750) (115)
b=
3 (1.312.500) – (1.750)2
= - 0,03
a=Y–b X
= 38,33 – (-0,03)(583,33)
= 38,33 + 17,4999
= 55,8299 = 55,83
Jadi fungsi persamaan permintaan dapat dengan formulasi
Y = a + bX
Y = 55,83 - 0,03X
Persamaan tersebut menunjukkan ketergantungan jumlah yang
diminta dengan tingkat harga. Kita dapat merubah bentuk persamaan
tersebut menjadi fungsi permintaan yaitu Qdx = a – bP.
Persamaan ini dapat juga dinyatakan dengan P= a/b – 1/b Qdx,
bila P dan Q disubstitusikan ke dalam kurva permintaan menjadi Qdx =
55,83 – 0,03P. Jadi P= 1861 – 33,33 Qdx atau P + 33,33 Qdx = 1861.
Tabel 2. Harga dan Penjualan Toko “Lian” (Hubungan Harga dengan
jumlah barang yang dijual)
Toko No
1
2
3
Price (Rp)
X
250
500
1.000
1.750
(?x)
Sales
Y
20
75
100
195
(?y)
XY
5.000
37.500
100.000
142.500
(?xy)
201
X2
62.500
250.000
1.000.000
1.312.500
(?X2)
Y2
400
5.625
10.000
16.025
(?Y2 )
∑Y
Y=
195
=
n
∑X
X=
= 65
3
=
n
1.750
= 583,33
3
n ∑XY - ∑X ∑Y
b=
n ∑X2 - (∑X)2
3 (142.500) – (1.750) (195)
b=
3 (1.312.500) – (1.750)2
= 0,099
a=Y–b X
= 65 – (0,099)(583,33)
= 65 – 57,75
= 7,25
Fungsi persamaan penawaran dapat dengan formulasi
Y = a + bX
Y = 7,25 + 0,099X
Persamaan tersebut menunjukkan ketergantungan jumlah yang
ditawarkan dengan tingkat harga. Kita dapat merubah bentuk persamaan
tersebut menjadi fungsi penawaran yaitu
Qsx = a + bP. Persamaan ini dapat juga dinyatakan dengan P= a/b + 1/b
Qsx, bila P dan Q disubstitusikan ke dalam kurva penawaran menjadi
Qsx = 7,25 + 0,099P.
Jadi P= 73,23 + 10,10 Qsx atau P - 10,10 Qsx = 73,23
Contoh:
Diketahui fungsi permintaan 8P +2Q = 192 dan Fungsi penawaran 6 P –
3Q = 36, hitunglah harga dan kuantitas keseimbangan?
Jawab:
8P + 2 Q = 192
6P – 3 Q = 36
X3
X2
24P + 6Q = 576
12P + 6Q = 72
36P
P
= 648
= 18
8P + 2Q
= 192
8(18) + 2Q
= 192
144 + 2Q
= 192
2Q
= 192 – 144
Q
= 24
Jadi besarnya harga keseimbangan adalah sebesar 18 dan kuantitas
keseimbangan sebesar 24.
202
J. BENTUK-BENTUK STRUKTUR PASAR
Pasar adalah tempat yang sifatnya tetap, permanen, bertemunya
produsen dan konsumen atau pedagang dan pembeli, tempat terjadinya
tukar menukar antara barang dan jasa yang telah diproduksi produsen
dengan konsumen yang membutuhkan barang atau jasa tersebut.
Pasar pada umumnya dimaknai sebagai suatu tempat, seperti
dalam Gambar 4.8. pasar Biringharjo Jogjakarta yang merupakan tempat
bertemunya pedagang berbagai macam kebutuhan masyarakat dengan
konsumen yang tidak hanya berasal dari Jogjakarta, tetapi juga dari
daerah lain. Bahkan dijadikan sebagai tempat mendapatkan berbagai
macam oleh-oleh khas Jogjakarta oleh para wisatawan yang berkunjung
ke Jogjakarta.
Pasar sebetulnya tidak selalu bermakna tempat (gambar 4.9),
pasar hendaknya pula dimaknai sebagai suatu proses transaksi antara
produsen dan konsumen secara langsung atau difasilitasi oleh distributor
(pedagang). Transaksi antara siswa-siswa SMK yang sedang membuat
kue-kue lebaran dengan masyarakat sekitar juga bisa dimaknai dengan
pasar, demikian halnya dengan kegiatan sejenis lainnya.
Pada masa sekarang, banyak ditemukan transaksi produsenkonsumen, pedagang dan pembeli tidak dilakukan di suatu tempat yang
khsusus, seperti pasar, kadang di tempat tidurpun bisa dilakukan. Hal ini
dikarenakan adanya kemajuan teknologi komunikasi dan komputer
semua itu bisa dilakukan. Jadi pedagang dan pembeli tidak perlu ketemu
secara langsung atau bertatapan muka untuk bertransaksi, pasar bisa
terbentuk.
Gambar 4.8. Pasar Biringharjo, Jogjakarta
(Sumber: dokumentasi penulis)
203
Gambar 4.9. Pasar Wisata, Tanggulangin, Sidoarjo
(Sumber: dokumentasi penulis)
Beberapa bentuk pasar yang biasa dipergunakan dalam kajian
ekonomi di dalam pendidikan adalah sebagai berikut.
1. Pasar Persaingan Sempurna
Jenis pasar persaingan sempurna terjadi ketika jumlah produsen
sangat banyak sekali dengan memproduksi produk yang sejenis dan
mirip dengan jumlah konsumen yang banyak. Contoh produknya adalah
seperti beras, gandum, batubara, kentang, dan lain-lain.
Sifat-sifat pasar persaingan sempurna: (1) jumlah penjual dan
pembeli banyak; (2) barang yang dijual sejenis, serupa dan mirip satu
sama lain; (3) penjual bersifat pengambil harga (price taker); (4) harga
ditentukan mekanisme pasar permintaan dan penawaran (demand and
supply); (5) posisi tawar konsumen kuat; (6) sulit memperoleh keuntungan di atas rata-rata; (7) sensitif terhadap perubahan harga; dan (8)
mudah untuk masuk dan keluar dari pasar.
2. Pasar Monopolistik
Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen
atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana
204
konsumen produk tersebut berbeda-beda antara produsen yang satu
dengan yang lain. Contoh produknya adalah makanan ringan (snack),
nasi goreng, pulpen, buku, dansebagainya.
Sifat-sifat pasar monopolistik: (1) untuk unggul diperlukan keunggulan bersaing yang berbeda; (2) mirip dengan pasar persaingan
sempurna; (3) brand yang menjadi ciri khas produk berbeda-beda; (4)
produsen atau penjual hanya memiliki sedikit kekuatan merubah harga;
dan (5) relatif mudah keluar masuk pasar.
3. Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah suatu bentuk persaingan pasar yang
didominasi oleh beberapa produsen atau penjual dalam satu wilayah
area. Contoh industri yang termasuk oligopoli adalah industri semen di
Indonesia, industri mobil di Amerika Serikat, dan sebagainya.
Sifat-sifat pasar oligopoli: (1) harga produk yang dijual relatif
sama; (2) pembedaan produk yang unggul merupakan kunci sukses; (3)
sulit masuk ke pasar karena butuh sumber daya yang besar; dan (4)
perubahan harga akan diikuti perusahaan lain.
4. Pasar Monopoli
Pasar monopoli akan terjadi jika di dalam pasar konsumen hanya
terdiri dari satu produsen atau penjual. Contohnya seperti microsoft
windows, perusahaan listrik negara (PLN), perusahaan kereta api, dan
lain sebagainya.
Sifat-sifat pasar monopoli: (1) hanya terdapat satu penjual atau
produsen; (2) harga dan jumlah kuantitas produk yang ditawarkan dikuasai oleh perusahaan monopoli; (3) umumnya monopoli dijalankan oleh
pemerintah untuk kepentingan hajat hidup orang banyak; (4) sangat sulit
untuk masuk ke pasar karena peraturan undang-undang maupun butuh
sumber daya yang sulit didapat; (5) hanya ada satu jenis produk tanpa
adanya alternatif pilihan; dan (6) tidak butuh strategi dan promosi untuk
sukses.
Monopsoni adalah kebalikan dari monopoli, yaitu di mana hanya
terdapat satu pembeli saja yang membeli produk yang dihasilkan.
Monopoli dilarang dipraktekkan di negara Republik Indonesia yang
diperkuat dengan undang-undang anti monopoli.
Tugas 4.7
Menurut kalian, negara Indoensia termasuk menganut pasar
yang mana? Berikan bukti-bukti dan alasan jawaban kalian.
205
K. KAPITAL
Kajian tentang kapital atau modal didasarkan pada rasional,
bahwa di dalam proses produksi terjadi suatu proses yang berlangsung
secara sinergis aktif komponen modal, tenaga kerja, sumber daya
manusia dan teknologi. Hal inilah yang menjadi alasan pentingnya kajian
tentang kapital atau modal dalam bahasan bab ini.
Kapital adalah semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan,
langsung maupun tidak langsung, dalam produksi untuk menambah
output. Lebih khusus dapat dikatakan, bahwa kapital terdiri dari barangbarang yang dibuat untuk penggunaan produksi pada masa yang akan
datang. Kapital meliputi pabrik-pabrik dan alat-alat, bangunan-bangunan
dan sebagainya.
Kapital sebagai alat pendorong perkembangan ekonomi meliputi
investasi dalam pengetahuan teknik, perbaikan-perbaikan dalam pendidikan, kesehatan dan keahlian. Selain itu juga termasuk sumber-sumber
yang menaikkan tenaga produksi, yang semuanya membutuhkan kepandaian penduduknya. Dengan kata lain, dalam pertumbuhan ekonomi
jangka panjang fungsi kapital yang menaikkan produktivitas itu tidak saja
berwujud human capital.
Keadaan kapital di negara-negara sedang berkembang pada
umumnya relative rendah. Hal ini disebabkan karena akumulasi kapital di
negara-negara sedang berkembang sedikit. Kebanyakan negara-negara
sedang berkembang sekarang ini mempunyai tabungan dan investasi
hanya sebesar 2% sampai 6% dari pendapatan nasionalnya. Sedangkan
di negara-negara yang telah maju tabungan dan investasi selama periode
pertumbuhan ekonomi yang cepat rata-rata antara 10% sampai 20% dari
pendapatan nasional.
Para ahli ekonomi baik di negara-negara yang telah maju maupun
yang belum maju kadang-kadang menyatakan bahwa adanya kemiskinan
dan pekembangan ekonomi yang rendah di negara-negara yang sedang
berkembang itu disebabkab kurangnya kapital. Mereka menganggap
bahwa kapital adalah faktor yang menentukan dan faktor yang sangat
penting untuk pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Walaupun, pada dasarnya yang menentukan pertumbuhan itu tidak
hanya kapital melainkan juga faktor yang lain. Kapital bukan satu-satunya
faktor yang menentukan pelaksanaan dan keberhasilan pembangunan.
Mengenai pembentukan kapital, harus kita selidiki bagaimana
penawaran dan permintaan terhadap kapital itu. Penawaran rendah;
tabungan rendah bila pendapatan rendah dan pendapatan bila produktivitas rendah. Akibat selanjutnya sebagian besar dari pendapatan habis
untuk keperluan konsumsi, sehingga tabungan rendah, ini dikarenakan
oleh rendahnya tingkat pendapatan.
206
Tambahan kapital yang banyak tidak perlu atau tidak selalu
menyebabkan dimulainya proses perkembangan ekonomi, malahan
kadang-kadang tambahan kapital yang sedikit saja sudah dapat
menyebabkan tumbuhnya ekonomi secara cepat.
Pada umumnya dapat dinyatakan bahwa kapital itu lebih merupakan hasil daripada merupakan sebab perekembangan ekonomi, dalam
arti bahwa majunya perkeonomian selalu menambah jumlah kapital
mungkin tidak menyebabkan majunya perekonomian. Dalam abad ke-19
(pada masa industrialisasi) kelihatan bahwa keadaan pada waktu itu
menguntungkan perkembangan industri dan perkembangannya tidak
terhalang oleh kurangnya kapital baik dalam bentuk fisik maupun dalam
arti uang. Industrialisasi yang lebih besar di Inggris daripada di Perancis,
bukan semata-mata karena Inggris punya kapital yang lebih banyak.
Bilamana tingkat permulaan dari perkembangan itu telah dimulai,
kenaikan pendapatan riil akan menyediakan lebih banyak kapital untuk
perkembangan industri pada waktu itu, relatif mudah untuk memenuhi
sesuatu proyek karena adanya kebutuhan kapital yang terus menerus
sebagai akibat adanya inovasi yang terus saja ada, maka lalu timbul
dorongan untuk menahan keuntungan atau menyimpannya guna
menyelenggarakan inovasi-inovasi yang menguntungkan tersebut.
Jadi akumulasi kapital ditentukan sebagian besar oleh permintaan
akan kapital disamping juga oleh penawaran. Penawaran kapital
cenderung mengikuti permintaan untuk investasi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pembentukan kapital lebih ditarik oleh adanya
permintaan dari para wiraswasta yang penuh semangat untuk maju
daripada didorong oleh penawaran yang berasal dari kaum pengumpul
kapital yang pasif.
Joan Robinson menulis bahwa di mana ada usaha-usaha
wiraswasta, maka dana (kapital) akan mengikutinya. Bila kehendak untuk
investasi sudah begitu kuatnya, sedangkan kapital belum cukup maka
akan ditemukan usaha-usaha baru untuk dapat mengumpulkan kapital itu
dan kebiasaan serta lembaga-lembaga dalam masyarakat itu ikut
berkembang karenanya. Sudah tentu, dalam beberapa hal soalnya
berbeda di negara-negara yang sementara ini masih berkembang.
Bila negara semacam ini tiba-tiba menggunakan tingkat teknologi
yang tinggi dari negara-negara yang telah maju, maka sudah tengtu tidak
mudah untuk mendapatkan dana dalam waktu yang dekat. Tetapi
tambahan kapital, apakah pinjam dari luar negeri atau berasal dari
penggunaan tenaga kerja yang menganggur yang ada dalam masyarakat
itu, tidak perlu harus cukup banyak untuk bisa memulai industrialisasi.
207
1. Sumber-Sumber Kapital
Kapital dapat diambilkan dari penggunaan kelebihan tenaga kerja
yang ada dalam masyarakat. Sehingga kapital untuk pembangunan dapat
diciptakan dengan cara: menggeser kelebihan tenaga kerja dari sektor
pertanian ke ksektor yang lain (menggunakan penganggur terselubung),
menekan konsumsi atau meningkatkan ekspor, memindahkan faktorfaktor produksi dari penggunaan yang kurang produktif ke penggunaanpenggunaan yang lebih produktif. Dalam arti uang sumber-sumber kapital
untuk pembangunan ada tiga macam, yaitu: tabungan sukarela (voluntary
saving), pajak (forced saving) dan pinjaman luar negeri (foreig loans)
Tenaga kerja manusia sebagai sumber daya fisik masyarakat
merupakan salah satu sumber pembangunan masyarakat. Secara fisik
dapat ditempuh dengan relokasi faktor-faktor produksi dari penggunaan
yang kurang efisien ke penggunaan yang lebih efisien. Dengan kata lain
faktor-faktor produksi yang menganggur secara tersembunyi (unemployment mauoun disqueised unemployement maupun disquised unemployed) akan dapat dimanfaatkan bagi pembangunan dan tidak akan
menurunkan produksi pada sektor/kegiatan semula.
Contoh penggunaan tenaga kerja yang masih menganggur
tersembunyi di sektor pertanian dapat dimanfaatkan untuk pembangunan
jalan-jalan desa, saluran-saluran air pedesaan dan sebagainya, tetapi
tidak akan mengurangi produksi pertanian.
Swadaya masyarakat adalah salah satu contoh pemanfaatan
tenaga kerja masyarakat sebagai sumber modal dalam kegiatan produksi
untuk pembangunan.
Sumber daya kapital untuk pembangunan secara finasial sumber
dana dapat dikelompokkkan dalam: (1) tabungan masyarakat (voluntary
saving); (2) pajak atau disebut tabungan paksa (forced saving); (3)
tabungan pemerintah; (4) pinjaman pemerintah yang mana dapat
dibedakan menjadi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri; (5)
inflasi (invisible tax); dan (6) investasi asing.
a. Tabungan Masyarakat (voluntary saving)
Tabungan masyarakat adalah bagian pendapatan masyarakat
yang tidak dibelanjakan untuk keperluan memenuhi kebutuhan konsumsi
sehari-hari, tetapi disimpan.
Tabungan masyarakat ini dapat dibedakan menjadi tabungan
sukarela dan tabungan paksaan. Tabungan sukarela atau “voluntary
saving” apabila diorganisasikan dapat berwujud Tabanas, Premi
Asuransi, deposito berjangka, dan sebagainya. Biasanya dana dalam
bentuk ini dikelola oleh bank maupun lembaga asuransi untuk dipinjamkan kepada investor dalam melakukan usahanya guna peningkatan
208
proudksi/pendapatan. Keuntungan para penabung pada umumnya
berupa bunga, kecuali untuk pemegang polis asuransi dimana mereka
memperoleh jaminan yang berupa “claim” untuk menghindari risiko yang
berat dengan pengorbanan yang relatif kecil.
Keuntungan pihak bank berupa penerimaan bunga yaitu selisih
antara bunga yang diterima karena menyalurkan dana dalam bentuk
pinjaman/kredit untuk investasi dan bunga yang dibayarkan kepada
penyimpan dana/penabung atau para pemegang polis. Sedangkan bagi
para investor ada keuntungan karena tersedia dana untuk keperluan dan
pengembangannya.
b. Pajak/Tabungan Paksa (forced saving)
Masyarakat mau tidak harus mengurangi konsumsinya karena
berkurangnya pendapatan akibat pembayaran pajak. Unit ekonomi
Rumah Tangga mengurangi konsumsi, Unit ekonomi Perusahaan mengurangi investasi dan Unit ekonomi Pemerintah mengurangi pengeluaran
Pemerintah. Sama halnya dengan unit-unit ekonomi yang lain.
Pemerintah juga membeli barang dan jasa untuk melakukan kegiatannya.
Dalam hal pengenaan pajak, pemerintah memaksa unit-unit
ekonomi yang lain untuk mengurangi pendapatan mereka dengan cara
membayar pajak kepada pemerintah. Hasil pembayaran unit ekonomi
Rumah Tangga dan Perusahaan diterima Pemerintah sebagai penerimaan Pemerintah atau penerimaan Negara.
Sumber penerimaan negara ini dapat berasal dari pajak langsung
dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang dalam artian
ekonomi bebnnya tidak dapat digeserkan kepada pihak lain oleh si wajib
pajak. Sedangkan pajak tidak langsung merupakan pajak yang bebannya
dapat dilimpahkan/digeserkan kepada pihak lain. Dalam artian administrasi, yang dimaksud dengan pajak langsung adalah pajak yang dipungut
atas dasar surat ketetapan pajak (kohir), sebaliknya pajak tidak langsung
adalah pajak yang dipungut tanpa menggunakan surat ketetapan pajak.
Pajak di samping mempengaruhi (mengurangi) besarnya konsumsi juga mengurangi besarnya jumlah yang ditabung, karena besarnya
pendapatan setelah dikenai pajak pasti dipakai untuk konsumsi dan atau
ditabung. Setiap kebijakan arus dihubungkan dengan pengaruh-pengaruh
yang ditimbulkannya, khususnya pengaruhnya terhadap efisiensi dan
distribusi pengaruh kebijakan terhadap efisiensi artinya bagaimana penggunaan faktor-faktor produksi yang ada dalam perekonomian itu
dimanfaatkan untuk kepentingan produksi. Apakah dengan kebijakan
yang baru itu, produksi akan meningkat atau justru sebaliknya. Pengaruh
suatu kebijakan terhadap disribusi pendapatan dan kesempatan kerja,
209
pada umumnya juga disebabkan oleh adanya realokasi faktor produksi
antar sektor maupun antar wilayah.
Demikian pula halnya dengan kabijakan perpajakan. Pajak dapat
mempengaruhi produksi dan distribusi. Pengaruh pajak terhadap produksi nampak lewat kemampuan dan kemauan untuk bekerja, menabung
dan berinvestasi. Dalam hal Pemerintah mengenakan pajak, jangan
sampai wajib pajak berkurang kemampuannya untuk bekerja karena
sangat sederhananya tingkat konsumsi wajib pajak sehingga kesehatannya terganggu. Demikian pula hendaknya pajak jangan terlalu mengurangi kemauan bekerja, menabung dan berinvestasi.
Dari segi distribusi, khususnya distrbiusi pendapatan, pajak dapat
mempersempit perbedaan pendapatan, tetapi dapat pula memperlebar
jurang perbedaan pendapatan. Dalam hubungan ini sistem pajak dapat
dibedakan antara sistem pajak yang progresif, regresif dan proporsional.
Pajak yang progresif adalah pajak yang semakin tinggi tingkat pendapatan semakin tinggi persentase pajak yang dipungut oleh pemerintah.
Sebaliknya sistem pajak regresif adalah apabila pendapatan
semakin tinggi semakin rendah persentase pajak yang dikenakan. Untuk
pajak proporsional persentase pajak tetap walaupun tingkat pendapatan
semaik tinggi.
Dengan demikian maka pajak progresif pada umumnya bersifat
mempersempit perbedaan pendapatan, sedangkan pajak regresif lebih
bersifat memperlebar perbedaan pendapatan. Pada umumnya pajak
langsung (pajak pendapatan, pajak kekayaan) lebih bersifat progresif;
sedangka pajak tak langsung (pajak penjualan, cukai) lebih bersifat
regresif.
Di negara yang sedang berkembang umumnya diberlakukan
pajak tidak langsung (sifatnya regresif) karena kemampuan administrasi
dii negara-negara tersebut belum memadai. Untuk memberlakukan pajak
progresif. Agar pajak progresif dapat diberlakukan untuk mempersempit
perbedaan pendapatan diperlukan data lengkap mengenai jumlah dan
macam, serta nilai kekayaan maupun penghasilan para wajib pajak,
sedangkan data tersebut relatif sulit diperoleh.
c. Tabungan Pemerintah
Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib
pajak oleh Pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat
ditunjukkan. Pada pokoknya pajak memiliki dua peranan utama yaitu
sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat
untuk mengatur.
Pajak merupakan sumber penerimaan negara/Pemerintah yang
paling utama, khususnya untuk penerimaan rutin. Penerimaan
210
pembangunan hanya sekitar 8% dari seluruh Anggaran Pendapatan
Negara. Penerimaan pembangunan terutama sekali berasal dari bantuna
program dan bantuan proyek. Bantuan program adalah bantuan yang
tidak dikaitkan dengan proyek-proyek tertentu. Bantuan program ini terdiri
dari nilai lawan dari devisa kredit, bantuan pangan, bantuan pupuk,
benang tenun dan sebagainya. Bantuan program berperan sebagai
sumber tambahan bagi pengimpor barang modal, bahan baku, pangan,
yang semuanya guna memantapkan pembangunan; sedangkan bantuan
proyek membantu menambah dana untuk ekspansi, rehabilitasi, maupun
untuk pembangunan proyek-proyek baru yang meliputi bidang-bidang
telekomunikasi, listrik, pengairan, pendidikan, keluarga berencana serta
prasarana lainnya.
Penerimaan rutin setelah dipakai untuk membiayai pengeluaran
rutin, bila terdapat sisa, maka sisa inilah yang kita sebut sebagai
tabungan pemerintah. Jadi selisih antara penerimaan dan pengeluaran
rutin inilah yang kita sebut sebagai tabungan pemerintah. Kemudian tabungan pemerintah ini ditambah dengan bantuan program dan bantuan
proyek merupakan jumlah dana yang tersedia untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran pembangunan. Semakin besar tabungan
pemerintah dengan bantuan program dan bantuan proyek yang sama,
jelas semakin besarlah dana yang tersedia bagi pembangunan. Inilah
yang diinginkan oleh pemerintah kita. Hal ini dapat ditempuh dengan
meningkatkan penerimaan rutin dan atau dengan menekan pengeluaran
rutin. Peningkatan penerimaan rutin ditempuh terutama dengan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, sedangkan penekanan pengeluaran
rutin terutama sekali ditempuh dengan mengurangi subsid-subsidi yang
bisa diberikan oleh Pemerintah seperti subsidi minyak, bahan makan,
input pertanian dan sebagainya.
d. Pinjaman Pemerintah
Kajian tentang bantuan program dan bantuan proyek pada
dasarnya adalah salah satu macam dari pinjaman pemerinah. Pinjaman
pemerintah dapat berupa pinjaman sukarela dan pinjaman paksa; dapat
pula dibedakan antara pinjaman dalam negeri dan luar negeri.
Pinjaman sukarela merupakan jenis pinjaman yang diterima oleh
pemerintah secara sukarela dari pihak mana saja, dapat dari luar negeri
maupun dari dalam negeri. Sedangkan pinjaman paksa merupakan jenis
pinjaman yang dapat dipaksakan oleh pemerintah kepada masyarakat. Ini
pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1950-an, dimana pemerintah
memotong uang kertas dan memberlakukan potongan sebelah kanan sebagai bagian pinjaman obligasi pemerintah dan hanya sebagian kiri yang
laku yaitu 50% dari nilai asalnya.
211
Pinjaman dalam negeri merupakan jenis pinjaman yang diperoleh
pemerintah dari penduduk di negeri sendiri, sedangkan pinjaman luar
negeri merupakan jenis pinjaman yang diperoleh pemerintah dari para
individu di luar negeri ataupun dari pemerintah negara lain.
Konsekuensi dari pinjaman dalam negeri adalah tidak ada
tambahan dana secara makro karena tidak terjadi aliran dana yang
masuk ke negeri kita. Sedangkan untuk pinjaman luar negeri, tidak
disangkal lagi pasti ada dana yang masuk dari negara lain ke negara kita,
dan ini sungguh-sungguh menolong dalam arti memperbesar dana yang
tersedia untuk pembangunan secara keseluruhan (secara makro).
Pada saat pengembalian pinjaman, akan terdapat pindahan dana
pemerintah kepada para pemegang obligasi. Untuk pinjaman dalam
negara, dana yang semula pindah dari tangan pemilik modal kepada
pemerintah akan mengalir kembali dari pemerintah kepada pemilik
modal, di mana di samping adanya pengembalian pokok pinjaman
dibayar pula bunga pinjamannya. Dengan demikian maka akan terjadi
suatu pelebaran dari jurang perbedaan pendapatan/kekayaan pada saat
terjadinya pengembalian itu.
Sebaliknya untuk pinjaman luar negeri pada saat terjadinya
pinjaman, akan terdapat aliran dana dari luar negeri ke dalam negeri, dan
pada saat terjadi pengembalian pinjaman, akan ada aliran dana dari
dalam negeri dalam bentuk pokok pinjaman dan bunga pinjaman ke luar
negeri. Bagaimana pengaruhnya terhadap distribusi bebanpajak dalam
pengumpulan pajak guna membayar kembali pinjaman tersebut.
Apabila pajak ditarik secara progresif, maka beban pembayaran
pokok dan bungan pinjaman akan terletak lebih banyak pada kelompok
masyarakat yang relatif kaya, sedangkan untuk pajak yang sistem
pajaknya adalah regresif maka beban pokok dan bungan pinjaman akan
terletak pada kelompok miskin.
Apabila kita tinjau dari distribusi beban pinjaman antar generasi,
maka jelas bahwa yang meminjam adalah generasi pada saat ini, tetapi
yang yang memikul tugas pengembalian adalah generasi yang akan
datang. Ini tidak berarti bahwa generasi yang akan datang yang memikul
beban pengembalian pinjaman dan bunganya, tetapi mereka juga yang
akan lebih banyak menerima manfaat dari adanya pinjaman pemerintah
yang diguakan untuk membangun dan memberikan hasil yang baik. Hal
ini khususnya berlaku bagi proyek-proyek yang menghasilkan barang dan
jasa yang tahan lama, terutama yang berupa prasarana seperti jalan,
jembatan, pelabuhan, jaringan listrik, waduk/bendungan dan lain-lain.
Sebaliknya, bilamana gagal dalam mengelola pinjaman itu, maka
mau tidak mau generasi yang akan datang yang akan memikul beban
pinjaman tersebut.
212
Pertanyaan sekarang ialah mengapa pemerintah harus meminjam, apakah tidak lebih baik membangun dengan dana tabungan yang
ada saja? Bila alternatif kedua yang ditempuh dapat terjadi tidak ada
pembangunan di negara tersebut. Misalkan: pemerintah mentargetkan
untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan 5% per tahun,
sedangkan penduduk meningkat dengan 3% per tahun, maka
pendapatan per kapita hanya akan meningkat dengan 2% per tahun.
Dana investasi yang dibutuhkan bila diketahui rasio tambahan
investasi untuk menambah produksi (incremental capital output ratio=
ICOR) sebesar 4, adalah 4 x 5% = 20%). Sedangkan bila dana tabungan
hanya sebesar 10% per tahun, maka akan ada kekurangan dan untuk
investasi dapat tetap mendorong pendapatan nasional naik dengan 5%
maka pemerintah harus pinjam dari luar negeri sebesar 10% dari
pendapatan nasional.
Bagaimana kalau investasi hanya sebesar tabungan saja yaitu
10%? Akibatnya pendapatan nasional akan meningkat dengan 2,5 % dan
pendapatan per kapita akan merosot dengan 0,5% per tahun.
e. Inflasi (invisible tax)
Cara lain untuk membayar pembangunan suatu negara adalah
dengan inflasi. Inflasi diartikan sebagai keadaan dimana harga-harga
umum meningkat secara terus menerus. Dengan kenaikan harga umum
itu berarti bahwa semua unit ekonomi (konsumen maupun produsen)
akan membeli barang dengan jumlah yang lebih sedikit tetapi dengan
pengeluaran rupiah yang sama. Dengan kata lain mereka mengurangi
konsumsi riil dengan adanya inflasi itu. Oleh karena itu inflasi dapat
diartikan sebagai pajak yang tidak tampak (invisble tax).
Pada umumnya inflasi disebabkan karena terjadi permintaan yang
lebih besar dari pada penawaran yang disebabkan oleh terlalu banyaknya
jumlah uang yang beredar). Dengan pencetakan uang yang lebih cepat
daripada perkembangan produksi barang dan jasa, maka inflasi dapat
dengan mudah berkembang. Apabila hal itu terjadi maka permintaan
akan barang dan jasa untuk pembangunan proyek-proyek pemerintah
akan tetap berlangsung, tetapi dengan pengorbanan dari pihak
nonpemerintah.
Namun perlu diperhatikan bahwa inflasi yang terlalu keras lajunya
harus dihindari karena ia akan struktur perekonomian, sehingga
pemabangunan pada suatu saat akan berhenti. Dengan inflasi yang
deras, struktur harga akan rusak, struktur upah juga akan rusak, investasi
akan berhenti dan digantikan dengan usaha spekulasi serta ekspor
menjadi tidak menguntungkan karena timbul disparitas harga.
213
f. Investasi asing
Investasi asing merupakan investasi yang dilaksanakan oleh
pemilik-pemilik modal asing di dalam negeri kita untuk mendapatkan
suatu keuntungan dari usaha yang dilaksanakan itu. Keuntungan dari
adanya modal asing bagi kita ialah akan berupa diolahnya sumberdaya
alam kita,meningkatnya lapangan kerja dan terjadinya nilai tambah
(added value), meningkatnya penerimaan negara dari sumber pajak,
serta adanya alih teknologi.
Bagi pemilik modalasing, keuntungan mereka berupa liran dividen
dari hasil usaha itu dari negeri di mana modal itu ditanamkan ke negara
dari mana modal itu berasal.
2. Akumulasi Kapital
Masyarakat di negara-negara sedang berkembang biasanya
memiliki akumulasi kapital yang rendah, hal ini dapat diketahui karena
adanya suatu lingkaran yang yang tak berujung pangkal (vicious circle).
Di negara-negara sedang berkembang cenderung pendapatan
rendah, apabila ada tabungan sedikit, konsumsi rendah dan pada tingkat
yang subsistence, sehingga tidak dapat dikurangi untuk tabungan.
Tabungan yang tidak ada atau sedikit, berarti investasi juga sedikit atau
kurang sekali. Ini menyebabkan tingkat produktivitas rendah dan tingkat
pendapatan yang rendah pula. Jadi negara itu miskin karena miskin.
Di negara-negara yang relatif maju kehendak untuk menabung
dan untuk investasi berlainan. Bagi negara yang kurang maju, kehendak
untuk menabung dan investasi saling mempengaruhi. Besarnya tabungan
tergantung pada adanya kemungkinan untuk investasi, pembagian
pendapatan, stabilisasi sosial, harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan
dan sebagainya. Jadi kehendak menabung lebih banyak dipengaruhi oleh
psikologi dan sosiologi. Jadi rendahnya kapital disebabkan oleh kurangnya tabungan yang dikarenakan oleh hasrat berkonsumsi yang tinggi.
Kurangnya tabungan dapat juga diterangkan karena adanya
international demonstration effect, yaitu keinginan untuk meniru konsumsi
di negara-negara yang telah maju, sehingga pendapatan yang rendah itu
semua digunakan untuk konsumsi. Efek pamer (demonstration effect) itu
akan merupakan penghalang bagi perkembangan ekonomi.
Sekarang misalnya Jepang; keadaan adatnya yang menekan
konsumsi memungkinkan kapitalnya bertambah dengan pesat. Permintaan akan hasil industri barang-barang kapital adalah oleh sektor pemerintah dan barang-barang konsumsi yang baru hanya untuk ekspor guna
memperbesar penerimaan devisa. Jadi Jepang menekan konsumsi untuk
keperluan ekspor.
214
Negara-negara seperti Portugal, Yunani, Amerika Latin kebanyakan perkembangannya didorong oleh permintaan yang selalu bertambah.
Industri-industri baru didirikan untuk mengimbangi permintaan luar negeri
dan dalam negeri. Jadi perkembangan semcam ini didorong oleh
permintaan konsumsi dalam negeri. Tapi pada tingkat selanjutnya, tingkat
konsumsi ini agak ditekan pada suatu tingkat tertentu sehingga ada
kenaikan permintaan akan investasi untuk perkembangan ekonomi.
Sebenanya sukar untuk memisahkan apakah suatu barang itu
termasuk barang konsumsi atau produksi. Misalnya ada sebuah barang
katakanlah sepeda. Di negara-negara yang maju ini merupakan barang
konsumsi, untuk mainan dan tidak untuk bekerja. tetapi di negara-negara
yang kurang maju dengan kebiasaannya sendiri dan punya tugas fungsi
sendiri, sepeda tadi merupakan atau berfungsi sebagai barang produksi.
Sepeda tadi untuk bekerja, mengangkut minyak tanah, mengangkut
gabah dan sebagainya; ada juga yang disewakan. Demikian pula misalnya lemari es (sebenarnya adalah untuk kemewahan atau konsumsi)
yang dijadikan lemari es cream dan sebagainya. Jadi mengenai apakah
barang itu akan menjadi barang produksi atau barang konsumsi tergantung pada sikap dan adat/kebiasaan dari masyarakat penggunanya.
Oleh karenanya ada yang berpendapat bahwa efek pamer itu
menguntungkan dan ada yang berpendapat sebaliknya. Mereka yang
setuju dengan adanya efek pamer (demonstration effect) mengatakan
bahwa: (1) beberapa barang yang mula-mula untuk kepentingan
konsumsi, setelah dibawa ke negara lain dapat menjadi alat produksi; (2)
efek pamer akan mempengaruhi kebudayaan sehingga mudah untuk
mengadakan perubahan-perubahan dalam masyarakat; dan (3) dapat
memperluas lapangan pekerjaan
Sedangkan yang tidak setuju terhadap efek pamer mengatakan
bahwa ini akan menekan tingkat tabungan sebab hasrat berkonsumsi
menjadi lebih besar.
Impor barang-barang konsumsi di negara-negra sedang berkembang nampaknya merupakan pemborosan bila dibanding dengan barangbarang kapital. Tetapi karena keadaan pasar di negara-negara sedang
berekembang masih sempit bagi barang-barang yang setengah jadi
termasuk barang-barang kapital maka industrialisasi dan pertumbuhan
perekonomian dimulai dengan industri-industri yang menghasilkan
barang-barang jadi.
Sekarang ini kebanyakan negara sedang berkembang yang
merencanakan industrialisasi memulainya dengan mengimpor barangbarang konsumsi, misalnya radio, minuman, pengepakan, assembling,
dan lain sebagainya; Pola ini merupakan daerah kantong industri impor
(enclave import industry). Industri yang menghasilkan barang-barang
215
akhir ini kebanyakan cocok bagi permulaan industri. Kebaikan dari
enclave import industry adalah sebagai berikut.
1. bahwa industri ini relatif membutuhkan kapital lebih sedikit,
sehingga di negara sedang berkembang memungkinkan penyediaan kapital untuknya.
2. resiko dari kualitas barang yang dihasilkan akan kecil karena
idustri itu sebagian besar tergantung pada impor bahan-bahan
atau barang yang akan dipandang.
3. industri ini dapat mendidik atau merupakan tempat untuk memilih
wiraswasta setempat yang dibutuhkan untuk perkembangn
industri lebih lanjut.
4. industri “enclove import” ini akan mendorong adanya ekspansi
produksi dalam negeri bagi barang-barang yang dibutuhkannya.
Dengan adanya efek kaitan ke depan dan ke belakang (backward
and forward linkage effcts) akan mendorong perkembangan lebih
lanjut. Perkembangan ini akan berupa perkembangan industri hilir
(tempat menjual barang produksi) dan indusri hulu (tempay
membeli barang produksi)
5. bahwa kapital akan lebih tertarik pada industri-industri ini daripada
yang semuanya berasal dari dalam negeri
Banyaknya impor dan bekerjanya enclave industry ini menunjukkan atau menggambarkan keadaan pasar di dalam negeri dan potensinya. Bila permintaan terhadap barang-barang akhir itu terus menerus
bertambah maka impor akan diganti dengan kegiatan-kegiatan dari dalam
negeri dan produksi dalam negeri dimana pengolahan barang-barang
terus berkembang dan akan mengerjakan proses yang lebih jauh lagi.
Adapun cara-cara untuk menaikkan jumlah tabungan untuk
pembangunan adalah sebagai berikut:
1. Dengan pembentukan koperasi dan lembaga-lembaga yang lain.
Misalnya koperasi pertanian. Dalam koperasi itu anggotaanggotanya akan mengadakan iuran simpanan dan disamping ini
koperasi juga mendidik untuk berhemat. Koperasi kredit misalnya,
mendorong penggunaan kapital yang sedikit itu pada penggunaan
yang efektif. Setiap orang mudah mendapatkan kredit usahanya.
2. Dengan pajak. Ini juga merupakan seumber tabungan pemerintah.
Tabungan pemerintah adalah jumlah seluruh penerimaan rutin
dikurangi dengan seluruh pengeluaran rutin.
3. Dengan inflasi turunnya pendapatan riil para pekerja dan naiknya
keuntungan pengusaha akan mendorong untuk mengadakan
investasi lebih lanjut. Sudah tentu ini ada bahanyaa, yaitu
misalnya biaya-biaya akan naik dan ini akan punya pengaruh
216
kurang baik di dalam industri ekspor karena harga barang-barang
ekspor jadi lebih tinggi. Ada disparitas harga.
4. Dengan pinjaman luar negeri. Ini sudah tentu tergantung pada
keadaan di negara yang memberi pinjaman ataupun negara yang
meminjam, yang memberi pinjaman percaya atau tidak dan yang
meminjam dapat dipercaya atau tidak; artinya bagaimana
kesanggupannya untuk mengembalikan.
3. Penggunaan Kapital
Cara penggunaan kapital untuk pembangunan ada berbagai
macam cara. Kriteria untuk menggunakan kapital
(investasi) ada
beberapa macam, diantaranya sebagai berikut.
a. Kriteria Neraca Pembayaran (Balance of Payments Criteria)
Pada pokoknya dikatakan bahwa penggunaan kapital atau
investasi itu pada sektor-sektor yang dapat mengurangi kesulitan-kesulitan dari Neraca Pembayaran Internasional di waktu yang akan datang.
Kesulitan yang perlu dihindari di waktu yang akan datang. Kesulitan yang
perlu dihindari yaitu jangan sampai ada kenaikan impor yang akan
disertai pula dengan investasi-investasi yang membutuhkan barangbarang dari luar negeri, Buchanan menyebutkan impor ini sebagai “the
direct drain of foreign exchange” yaitu apabila ada kenaikan disebut
dengan “the circuitous drain” yaitu bila ada kenaikan impor yang akan
disertai dengan kenaikan pendapatan sebagai akibat adanya investasiivestasi itu. Apakah investais itu untuk impor barang-barang kapital atau
tidak, circuitous drain ini akan terjadi dan negara akan dihadapkan pada
masalah Neraca Pembayaran Internasional karena kenaikan impor. Oleh
karena itu investasi hendaknya digunakan untuk menaikkan volume
ekspor dengan jalan untuk memprodusir barang-barang subsitusi impor
ataupun menaikkan produksi barang-barang untuk ekspor.
b. Kriteria Produktivitas Sosial Marjinal (Social Marginal Produktivity
Criteria)
Investasi digunakan pada proyek-proyek yang dapat diharapkan
memberi hasil tertinggi atau dengan perkataan lain investasi pada
proyek-proyek yang paling menguntungkan, atau pada proyek-proyek
yang mempunyai ICOR terendah. Perkembangan ekonomi terjadi pada
perubahan keadaan sosial sekelilingnya; misalnya penduduk, teknologi
kebutuhan, selera, harapan-harapan dan sebagainya. Semua ini
berubah-ubah dari waktu ke waktu, sehingga proyek-proyek untuk mana
investasi itu diadakan juga berubah-ubah, pokoknya mana yang paling
menguntungkan.
217
c. Kriteria Intensitas Faktor-faktor Produksi (Factor Intensity
Criteria)
Kriteria ini berdasarkan pada capital output ratio suatu proyek di
mana kapital merupakan faktor yang langka di suatu negara. Oleh karena
itu harus dipilih teknologi yang bersifat menghemat penggunaan kapital.
Dengan perkataan lain investasi hendaknya dilaksanakan pada proyekproyek dengan intensitas kapital yang terenda, dengan kapital yang
sedikit saja sudah dapat menghasilkan output yang banyak. ICOR
menurun bila negara sudah memiliki social over head capital yang cukup
seperti jalan-jalan, pelabuhan, listrik dan sebagainya. Seringkali hal itu
disertai dengan kenaikan produktivitas tenaga kerja, tambahnya
penggunaan tenaga kerja, kenaikan permintaan untuk jasa-jasa yang
membutuhkan kapital yang lebih sedikit per unit output dan sudah tidak
banyak membutuhkan barang-barang kapital.
d. Kriteria Bagian Investasi Kembali (Re-investment Quotient
Criteria)
Ini menitikberatkan bahwa investasi harus sedemikian rupa
sehingga investasi per kapita untuk masa yang akan datang makin
bertambah. Jdai jumlah investasi makin lama harus makin banyak,
dengan perkataan lain kriteria ini berusaha agar; tingkat investasi selalu
akan bertambah besar dalam memutuskan investasi pertambahan
penduduk harus pula dipergitungkan. Oleh karena tujuan perekonomian
ialah memaksimumkan output per kapita di masa yang akan datang,
maka kriteria tersebut akan memaksimumkan perbandingan kapital
tenaga kerja (capital labor ratio) pada waktu yang akan datang dan
karenanya memaksimumkan produksi per tenaga kerja.
e. Kriteria Operassional (Operatinonal Criteria)
Untuk mengadakan investasi dalam suatu proyek ada 3 faktor
yang harus diperhatikan, yaitu: (1) tingkat perputaran kapital (capital
turnover) dari investasi itu; (2) keuntungan sosial yang ada (social
profitability); dan (3) pengaruhnya terhadap Neraca Pembayaran
Internasional.
f. Kriteria Perbandingan Biaya Manfaat
Kriteria ini menghendaki agar investasi diadakan pada proyekproyek yang memiliki nilai perbandingan manfaat dan biaya proyek yang
memiliki nilai perbandingan manfaat dan biaya yang lebih besar dari satu.
Manfaat di sini haruslah manfaat bersih yaitu total manfaat dikurangi
biaya/kerugian selain dari kapital.
218
Pada pokoknya dapat dikatakan bahwa mengenai dapat tidaknya kriteriakriteria tersebut diterapkan pada proyek investasi, tergantung pada
tujuan-tujuan ekonomi dan sosial negara-negara yang bersangkutan dan
bagaimana investasi itu mempengaruhi keadaan ekonomi; misalnya
pendapatan nasional, distribusi pendapatan, kapasitas ekspor, konsumsi,
economies of scale dan sebagainya.
Tugas 4.8
Negara Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang
mempunyai hutang paling banyak di dunia. Menurut kalian,
mengapa negara Indonesia mempunyai hutang banyak? Berikan
alasan jawaban kalian.
L. TEKNOLOGI DAN FUNGSI WIRASWASTA
Kajian tentang teknologi dan fungsi wiraswasta didasarkan pada
rasional, bahwa di dalam proses produksi terjadi suatu proses yang
berlangsung secara sinergis aktif komponen modal, tenaga kerja, sumber
daya manusia dan teknologi. Hal inilah yang menjadi alasan pentingnya
kajian tentang pentingnya teknologi dan wiraswasta dalam proses
produksi.
Schumpeter (dalam Sukirno, 2000) mengatakan bahwa perkembangan yang lambat dan terus menerus dalam tersedianya alat-alat
produksi dan tabungan merupakan faktor yang penting di dalam menguraikan sejarah perekonomian. Tetapi sebenarnya pertumbuhan perekonomian itu terutama terdiri dari pengerjaan sumber-sumber alam yang
ada dengan cara berbeda-beda.
Jadi teknologi yang pengaruhnya terlihat melalui perubahanperubahan fungsi produksi, dapat dianggap sebagai faktor produksi yang
lain. Ini menyebabkan perlunya mengadakan investasi dimana
penerapannnya tergantung pada kegiatan ekonomi yang ada. Mesin
uang misalnya, telah diketahui lamanya sebelum digunakan dalam kapal
uang maupun kereta api. Jelas ada dua perbuatan yang nampak disini
yaitu: menemukan dan menerapkannya. Meskipun keduanya ini dapat
dilakukan oleh seorang saja tapi tindakannya tetap berbeda. Kedua
konsep tersebut bisa dimaknai dengan teknologi dan penerapannya oleh
wiraswasta.
Kedua hal tersebut adalah unsur yang membedakan antara
negara-negara yang sudah maju dengan negara-negara yang relatif
kurang maju. Dalam negara yang relatif telah maju perbedaan atau jarak
219
antara kemungkinan-kemungkinan teknologi dan praktek-praktek kaum
pengusaha jauh lebih sedikit daripada di negara-negara yang kurang
maju. Jadi perbedaan antara investasi dengan inovasi di negara-negara
sedang berkembang lebih banyak daripada di negara yang telah
berkembang. Misalnya tingkat teknik di negara maju telah mampu
membuat atom dan ternyata mereka di negara tersebut sudah
mempraktekkannya. Sedangkan kalau di negara sedang berkembang
celah ini masih lebar, yaitu meskipun tingkat teknologi sudah tinggi, tetapi
mempraktekkannya/melaksanakannya sebagai faktor produksi belum
mampu. Jadi pembangunan ekonomi di negara-negara yang relatif
kurang maju maupun yang telah maju akan lebih banyak tergantung pada
penerapan teknologi ataupun pengetahuan yang ada.
1. Teknologi
Teknologi berarti suatu perubahan dalam fungsi produksi yang
nampak dalam teknik produksi yang ada. Dalam kenyatannya, di negaranegara yang telah maju banyak terdapat pabrik-pabrik yang belum
menggunakan teknik yang ada secara ekonomis maksimum karena
mungkin adanya faktor-faktor produksi yang relatif langka, pasaran yang
tidak luas, perkembangan yang kurang sempurna serta halangan-halangan kebuadayaan dan sebagainya. Karena itu sebaiknya selalu
diusahakan perubahan-perubahan teknik supaya ada penggunaan yang
maksimum dari faktor-faktor tersebut.
Adapun perubahan-perubahan teknik untuk pertumbuhan
ekonomi yaitu setiap perubahan dalam metode produksi yang telah
digunakan dalam industri atau usaha-usaha lain; karenanya adalah
sampai menitikberatkan pada perbuatan dalam merubah metode
produksi jadi bukan hanya pada peranan invensi yang mungkin dapat dan
mungkin juga tak dapat diterapkan dalam situasi produksi tertentu.
Perubahan teknologi (technological change) adalah
perubahan dalam fungsi produksi dalam suatu kegiatan tertentu yang
mana dapat menambah hasil dengan input tertentu. Perubahan teknologi
ini menyebabkan tambahan produksi dengan sumber-sumber yang sama
ataupun jumlah output yang sama tetapi dengan input yang lebih sedikit
atau mungkin pula berupa barang-barang yang baru yang punya
kegunaan yang lebih banyak. Jadi bukan dalam jumlah barang yang lebih
banyak untuk barang-barang yang sama.
Perubahan teknologi semacam ini dalam arti luas termasuk
berbagai variasi dalam macam barang kapital, kualitas buruh atau
organisasi dari faktor-faktor produksi tadi. Misalnya seorang petani
mungkin menggunakan benih-benih yang lebih baik atau mengganti bajak
dengan traktor, seperti halnya contoh dalam gambar 4.10 di atas; Dalam
220
perubahan organisasi misalnya dengan mengemukakan cara spesialisasi
yang baru atau cara pengawasan yang lebih baik.
Gambar 4.10. Siswa SMK Pertanian sedang Memelihara tanamana dalam pot
di kebun yang tertutup.
(Sumber: Profil SMK 2007)
Penyebaran ilmu pengetahuan/teknologi sekarang ini lebih mudah
daripada pada masa yang lalu. Dahulu setiap tukang punya rahasia
sendiri dalam cara bekerja yang mana hanya diberitahukan kepada
kawan-kawan terdekat saja. Juga misalnya Inggris dalam abad 18
melarang ekspor mesin-mesin dengan tujuan untuk memonopoli
teknologinya. Pada masa sekarang larangan-larangan semacam itu tidak
banyak ditemui. Penguasa atau pemilik pabrik-pabrik mesin akan dengan
segala senang hati menjual mesin-mesinnya yang baru atau yang
modern ke negara-negara yang membutuhkan dan bahkan mau juga
menyediakan tenaga ahlinya sekaligus.
Kegiatan-kegiatan yang bersifat komersial ini juga telah dibantu
oleh PBB dalam memberikan bantuan-bantuan teknik. Di bidang agraria,
demontrasi-demontrasi telah diadakan secara luas dengan maksud untuk
menyebarkan teknologi yang lebi baik. Tetapi pada waktu yang sama
kesulitan perhubungan masih tetap ada. Kekurangan tenaga ahli di
negara sedang berkembang membatasi penyebaran teknologi. Di
samping itu juga ada kesulitan bahasa dalam menjelaskan teknik yang
baru itu ataupun juga tidak punya devisa untuk membeli buku-buku
pengetahuan yang paling baru dan sebagainya.
221
Negara-negara sedang berkembang pada umumnya lebih mudah
meniru tingkat teknologi yang lebih tinggi dari negara-negara yang telah
maju. Namun demikian peranan riset itu perlu sekali untuk sedapat
mungkin memperbaiki dan menyesuaikan teknologi itu dengan keadaan
di negara yang bersangkutan. Mengenai saat terjadinya invensi adalah
berhubungan erat dengan keadaan ekonomi, keadaan kebudayaan serta
hubungan erat dengan keadaan ekonomi, keadaan kebudayaan serta
adat istiadat yang terdapat dalam masyarakat. Sebagaimana Meier
mengatakan bahwa terjadinya invensi-invensi yang besar pada Revolusi
Industri, dapat dijelaskan dengan baik yakni adanya kebutuhankebutuhan yang secara ekonomi menyebabkan adanya invensi-invensi
dan di samping itu karena keadaan masyarakat waktu itu menguntungkan
buat adanya perkembangan. Dorongan ekonomis untuk mengadakan
invensi dapat digolongkan sebagai harapan/ keinginan untuk: mengambil
bagian dalam pasar-pasar yang makin luas, memecahkan persoalanpersoalan produksi yang praktis dengan cara-cara baru dan mengambil
keuntungan dari perubahan-perubahan dalam faktor harga. Semua itu
dapat berhasil bila baik pemerintah maupun industri dapat mensistematisir penelitian untuk hasil-hasil produksi dan proses invensinya.
Akumulasi ilmu pengetahuan yang ada mengembangkan kombinasi dan hubungan antar faktor-faktor yang baru. Testing dan penerapan
teknologi baru dapat dilakukan oleh universitas-universitas ataupun oleh
badan-badan lain. Di negara-negara barat lainnya, kegiatan ini berpusat
di departemen-departemen yang besar bersama dengan penelitianpenelitian militer yang besar yang juga diawas maupun dikoordinir lewat
badan-badan pemerintah. Sejak tahun 1976 Indonesia mempunyai
Manteri Riset dan Teknologi.
2. Wiraswasta
Apabila perkembangan ekonomi merupakan hasil penerapan
teknologi, maka haruslah ada seseorang atau segolongan orang yang
berbuat untuk menerapkan kombinasi-kombinasi baru sumber-sumber
produksi untuk kegiatan-kegiatan produktif. Dengan perkataan lain,
haruslah ada orang yang membuat keputusan untuk mengganti cara-cara
yang lama dengan yang baru. Perbuatan ini menunjukkan suatu inovasi
yang disebut entrepeneurial function (sebagai fungsi wiraswasta).
Dalam arti luas fungsi wiraswasta dapat diartikan dalam keadaan,
jadi dapat dalam keadaan masyarakat kapitalis, sosial atau pembangunan ekonomi pada umumnya. Dalam arti sempit sifat dari fungsi itu
terbatas pada inovasi, misalnya mengkombinasikan faktor-faktor produksi
baru. Apabila teknologi ini buat kepentingan pembangunan ekonomi,
222
sudah tentu tindakan komplementer lainnya harus diperhatikan, seperti
menyediakan kapital dan koordinasi dari faktor-faktor produksi.
Fungsi-fungsi ini dapat dilakukan oleh inovator, tetapi tidak harus.
Misalnya dengan diperkenalkannya pedoman teknik assembling mobil
dan sepatu mungkin merupakan hal yang penting bagi industrialisasi di
Indonesia. Inovasi dalam tatalaksana personil juga diperlukan untuk
menanggapi penggunaan teknik teresebut yaitu dengan mengemukakannya perlunya suatu disiplin tertentu. Juga inovasi dalam perencanaan
produksi untuk penggunaan alternatif dari tenaga kerja dan kapital,
seandainya impor barang-barang setengah jadi tersebut terganggu. Hasil
yang komulatif dalam perekonomian dari inovasi yang kecil-kecil ini akan
menaikkan produktivitas dan bersama-sama dengan penyebarannya
menghadapi masalah ketidaksempurnaan pasar yang mana tidak dapat
dilupakan dalam menilai/ menimbang fungsi wiraswasta tersebut.
Kegiatan membuat atau memproduksi roti (gambar 4.11) bilmana
dikelola dengan baik bisa menjadi titik awal dan bekal untuk menjadi
seorang wiraswasta.
Gambar 4.11. Siswa SMK sedang Membuat Roti.
(Sumber: Profil SMK 2007)
223
Fungsi wiraswasta adalah mengadakan tindakan-tindakan yang
menghasilkan kombinasi-kombinasi baru dari faktor-faktor produksi dalam
proses yang produktif. Sebenarnya ada beberapa macam tipe wiraswasta
berdasarkan atas tindakannya antara lain sebagai berikut.
1. Innovating entrepeneur. Biasanya orang-orang ini bersifat agresif
dalam percobaan-percobaannya dan ingin atau tertarik pada
kemungkinan-kemungkinan untuk dapat dipraktekkan.
2. Initiative entrepeneur. Ini adalah orang-orang yang siap untuk
menggunakan inovasi-inovasi yang berhasil yang ditemukan oleh
innovating intrepeneur.
3. Fabian entrepeneur. Ini sifatnya penuh hati-hati dan ragu-ragu
yang nantinya akan meniru bila inovasi itu jelas menunjukkan
sesuatu yang menguntungkan.
4. Drone entrepeneur. Ini sifatnya menolak untuk menggunakan
kesempatan dalam mengubah produksi meskipun dengan biayabiaya yang relatif rendah dibandingkan dengan produsenprodusen lainnya. Ia tidak menjalankan fungsi wiraswasta tetapi
bila ia dalam posisi untuk mengadakan inovasi, ia mengemukakan
suatu potensi dan mungkin merubahnya menjadi salah satu type
inovasi yang lain apabila ada dorongan yang efektif yang dapat
diketemukan.
Sudah tentu terdapat banyak wiraswasta yang berbeda-beda
dengan mereka yang tersebut di atas. Hal ini tergantung pada keadaan
negaranya masing-masing. Sekarang ini di mana perpindahan inovasiinovasi sudah lancar dan tak ada pembatasan maka kebanyakan dari
wiraswasta itu adalah immitative dan bukan innovating entrepeneur.
3. Terbentuknya Wiraswasta
Munculnya wiraswasta berhubungan erat dengan motif-motif
untuk inovasi yang ada dalam masyarakat. Dalam negara-negara yang
pendapatan riil per kapitanya tidak mengalami kenaikan selama
bertahun-tahun maka di situ tidak ada wiraswasta.
Bila hanya ada sedikit saja wiraswasta dalam suatu negara, ini
menunjukkan tidak kuatnya motif untuk mendorong inovasi yang
menaikkan output (output–increasing innovation) dan juga karena adanya
kekuatan halangan-halangan yang lebih besar. Bila sudah maju
teknologinya maka persoalannya ialah bagaimana memelihara supaya
wiraswasta itu bertambah. Motif harus selalu dipertahankan untuk
mendorong inovasi yang lebih banyak dan mengurangi halanganhalangannya, maka sebelumnya kita tinjau dahulu bentuk hubungan
sosial dalam masyarakat. Kemudian kita kemali pada persoalan
bagaimana menaikkan jumlah wiraswasta.
224
Tiga aspek dari pola-pola hubungan sosial yang banyak terdapat
di negara-negara yang telah maju ialah; gatra pengenalan (cognitive
aspect), gatra keanggotan (membership aspect) dan gatra batasan
substantif (subtstantive definition aspect). Dalam suatu masyarakat bisa
terdapat sejenis hubungan sosial dari ke-3 jenis gatra di atas secara
bersama-sama.
a. Gatra Pengenalan (Cognitive Aspect)
Cognitive aspect menunjukkan rasionalitas suatu masyarakat –
yaitu apakah anggota masyarakat itu umumnya rasional atau tidak
rasional dalam penggunaan kapital, tenaga kerja dan sumber-sumber
alam lainnya. Perbuatan obyektif dan subyektif dari tindakan itu adalah
sama. Suatu masyarakat adalah rasional bila dasar untuk pengambilan
keputusan-keputusan itu didasarkan pada standar ilmiah kritis (critical
scientific standards). Sedangkan yang irrasional ialah bila putusanputusan didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan atau kekuatan-kekuatan
gaib dan terlepas dari hal-hal empiris. Misalnya pabrik baja dibangun
berdasar atas alasan-alasan nasional, meskipun letaknya tidak ekonomis
dilihat dari langkanya atau sedikitnya sumber-sumber ekonomi yang
tersedia. Industri-industri kepunyaan pemerintah mungkin diletakkan
berdasar atas alasan-alasan politik, meskipun pertimbangan-peritmbangan ekonominya berbeda. Dalam hal ini alasannya cukup rasional tapi
tidak ekonomis.
Contoh tadi dipandang dari sudut politik negara untuk menaikkan
regional output per kapita. Negara sebenarnya akan mendapatakan keuntungan yang lebih besar dengan mengadakan alternatif dalam menggunakan sumber-sumber ekonomi. Tetapi putusan-putusan tadi didasarkan pada tujuan-tujuan subyektif untuk mempertahankan kekuatan politik.
b. Gatra Keanggotaan (Membership Aspect)
Membership aspect meliputi dua macam yaitu yang bersifat
universal dan khusus.
1. Universal, dimana hubungan-hubungannya adalah universal,
sejauh mana tindakan-tindakan itu didasarkan pada “apa yang
dapat dikerjakan oleh “orang”. Tidak peduli siapa yang
mengerjakan, dan “siapa orang itu”.
2. Khusus, misalnya pemilihan yang didasarkan pada koneksi
keluarga atau politik, terlepas dari apakah orang-orang itu dapat
bekerja.
225
c. Gatra Batasan Substantif (Substantive Definition Aspect)
Ada 2 golongan yakni yang bersifat khusus dan yang meluas.
Khusus ialah bila hak dan kewajiban dari hubungan-hubungan tidak
ditentukan dan dibatasi; misalnya kontrak-kontrak kerja. Tapi hubungan
famili bersifat tidak terlalu terbatas, misalnya tidak menghiraukan lagi
untung-rugi dan sebagainya. Di mana hubungan-hubungan itu luas dan
anggota-anggotanya kaya serta mau memberikan kekayaannya kepada
anggota-anggota lainnya yang kurang mampu maka motif-motif yang
mendorong untuk berusaha mendapatkan kekayaan dengan inovasi akan
berkurang. Jadi dalam masyarakat, wiraswasta diharapkan dapat banyak
jumlahnya bila hubungan-hubungan dalam masyarakat itu adalah
rasional (obyektive), universal dan spesifik secara fungsional. Apabila
hubungan famili itu sudah luas dan kuat, maka hasil inovasi akan dibagibagi. Sehingga inovatornya mungkin hanya menerima sedikit. Karenanya
dorongan untuk inovasi akan berkurang. Hubungan yang semacam inilah
yang mengakibatkan motif-motif untuk inovasi terhalang di negara
sedang berkembang. Halangan-halangan semacam ini dapat diatasi tapi
harus secara perlahan-lahan. Pemerintah dalam hal ini memegang
peranan yang penting dalam mendorong inovasi-inovasi yang akan
menciptakan motif untuk menemukan tindakan selanjutnya baik dari
sektor pemerintah maupun sektor swasta.
4. Inovasi
Inovasi dapat dibagi-bagi dalam macam-macam cara. Seperti kita
ketahui inovasi dapat berupa capital saving (menghemat kapital) dan
labor saving (menghemat tenaga kerja). Inovasi dapat juga dilihat dari
sudut permintaan dan biaya-biaya seperti menekan biaya produksi (cost
reducing) atau meningkatkan permintaan (demand incresing). Klasifikasi
yang terakhir ini dapat berupa kedua-duanya yaitu penurunan biaya dan
juga meningkatkan mutu sehingga permintaan bertambah. Seperti
gambar 4.12 adalah salah satu bentuk inovasi dalam membudidayakan
rumput laut oleh beberapa murid SMK.
226
Gambar 4.12. Siswa SMK sedang Menanam Rumput Laut.
(Sumber: Profil SMK 2007)
Schumpeter mengemukakan ada beberapa macam inovasi,
berupa turunnya biaya dan tambahnya permintaan. Inovasi yang berupa
turunnya biaya termasuk memperkenalkan metode baru, menggunakan
sumber-sumber bahan mentah baru dan pemakaian bentuk organisasi
yang baik. Sedangkan yang berupa peningkatan permintaan meliputi
antara lain memperkenalkan barang-barang baru dengan kualitas baik
dan pembukaan pasar-pasar baru. Inovasi yang dapat menekan biaya
dalam transportasi memungkinkan adanya kombinasi-kombinasi baru dari
sumber-sumber produksi dan terbukanya pasar-pasar baru.
Motif seseorang untuk melakukan inovasi banyak sekali
macamnya dan dipengaruhi oleh berbagai keadaan yang masing-masing
berbeda satu dengan yang lain. Dalam bidang teknik, untuk mengadakan
inovasi dipengaruhi oleh kesempatan-kesempatan yang ada dan
tersedianya dana. Lagi pula itu dipengaruhi oleh keadaan sosial, politik,
dan ekonomi di suatu negara. Kita golongkan motif-motif inovasi dalam
tiga macam yaitu: motif-motif di negara Barat (dalam sistem kapitalis),
motif-motif di Uni Sovyet dan motif-motif di negara yang sedang
berkembang.
a. Motif-motif Inovasi di Negara Barat
Pada pokoknya adalah berupa dorongan untuk mencari laba
(profit motive). Keadaan sosial dan agama –protestan terutama golongan
Calvinis– berpendapat bahwa bekerja dengan baik untuk kemakmuran
227
adalah kewajiban agama. Di samping itu ada semangat berusaha yang
didorong oleh prinsip-prinsip ingin mencapai dan empunyai sesuatu
dengan melalui persaingan. Profit motive saja tidaklah cukup untuk
inovasi, tetapi efektif atau tidaknya tergantung pada keadaan masyarakatnya, artinya menguntungkan masyarakat, yang sudah tentu dirinya
sndiri akan termasuk di dalamnya
Motif lain untuk melakukan inovasi adalah karena timbulnya
perusahaan-perusahaan yang besar-besar, maka untuk mempertahankan organisasi perlu ada inovasi. Jadi yang menjadi dorongan adalah
mempertahankan organisasi tersebut, di samping motif untuk dapat hidup
berkembang di dalam persaingan.
Motif lain dalam melakukan inovasi adalah untuk mempertahankan kedudukannya sebagai manajer atau untuk menjaga prestise.
Halangan yang terbesar dalam mengadakan inovasi “ketakutan akan
tidak berhasil”.
Akhirnya ialah adanya tekanan dari masyarakat juga mendorong
untuk mengadakan inovasi. Misalnya kerapkali terjadi kecelakaan dalam
kereta api, maka orang-orang PT KAI akan berusaha untuk menemukan
cara bekerja yang lebih baik, sehingga kecelakaan dapat dihindarkan.
b. Motif-motif Inovasi di Negara Berkembang
Pada negara-negara sedang berkembang keadaan masyarakatnya berbeda-beda baik sistem ekonomi maupun politiknya. Jadi dari sini
kita lihat bahwa motif-motif itu berbeda-beda, demikian pula mengenai
efektif tidaknya pelaksanaan inovasi itu adalah berbeda-beda pula,
tergantung keadaan sosial dan kebudayaan di masing-masing negara.
Motif-motif inovasi di negara yang sedang berkembang dalam
pengembangan inovasi pada dasarnya sangat tergantung kepada seberapa dekat hubungan negara tersebut dengan negara maju. Hubungan
inilah yang mempengaruhi motif masyarakatnya untuk melakukan
inovasi.
Pada umumnya motif-motif yang ada dalam masyarakat di
berbagai negara tidak akan menghasilkan inovasi kecuali apabila orangorang/ golongan orang tidak yakin bahwa keuntungan yang akan
diperoleh lebih besar atau cukup untuk menutupi kerugian. Misalnya di
India petani-petani menolak menggunakan bajak dari besi, karena besi itu
seolah-olah merobek-robek secara kejam terhadap tanah, sedangkan
bajak yang dari kayu adalah lebih halus.
Demikian pula banyak negara sedang berkembang yang menolak
penggunaan traktor karena tidak cocok di negara tersebut, meskipun
telah didemontrasikan kalau dengan traktor itu lebih baik, lebih cepat dan
sebagainya. Di samping itu, juga karena mengingat akan sulitnya suku
228
cadang (spare-parts) dari traktor tersebut. Contoh lain ialah orang asing
di Indonesia pernah juga segan untuk mengadakan sesuatu, takut kalau
nanti diambil alih oleh negara misalnya (demonstrasi, nasionalisasi). Jadi
meskipun ada inovator-inovator yang mampu untuk mengadakan inovasi
dengan motif-motif yang kuat, tetapi kalau halangan-halangan yang
dihadapi itu lebih kuat sudah tentu akan terhambat juga.
Berdasarkan motif-motif yang muncul dalam melakukan inovasi di
bidang produksi guna meningkatkan produktifitas ekonomi, terdapat
beberapa halangan, yang dapat digolongkan dalam 3 yaitu: (1) faktorfaktor ekonomis; (2) faktor sosial budaya; dan (3) adanya tekanan dari
beberapa orang yang berkuasa.
Ternyata, inovasi tidak dapat dilepaskan/dipisahkan dari keadaan
masyarakat sekitarnya. Bahkan bisa dikatakan bahwa cara-cara untuk
mengurangi halangan-halangan tersebut termasuk suatu perbutan
inovasi.
Halangan yang lain misalnya ialah bahwa pada suatu waktu telah
diperkenalkan adanya suatu bibit padi yang lebih baik, yang lebih banyak
memberikan hasil. Tetapi petani segan untuk menggunakan bibit
tersebut, meskipun hasilnya jelas lebih banyak. Ini disebabkan karena
rasa beras baru ini tidak seenak beras yang biasanya. Contoh lain, di
suatu desa di India orang menolak kotoran kandang untuk dipakai
sebagai pupuk dan lebih baik untuk plester rumah. Masih banyak contoh
lain yang menunjukkan inovasi yang dapat menaikkan hasil akan
menghadapi halangan-halangan sebab memperkenalkannya dibutuhkan
pelepasan beberapa kebiasaan, tradisi dan bentuk-bentuk sikap
masyarakat.
Seperti telah kita ketahui bahwa ekonomi adalah hanya sebagian
dari keadaan dalam suatu negara, dan perkembangan ekonomi
membutuhkan perbaikan-perbaikan/perubahan-perubahan dari faktorfaktor produksi yang saling berhubungan. Jadi mengenalkan suatu teknik
produksi baru atau barang baru akan sia-sia apabila tidak disertai dengan
perubahan faktor lain yang erat hubungannya.
Mengusulkan penggunaan bibit baru atau pupuk-pupuk untuk
menaikkan hasil, membutuhkan proyek-proyek untuk mendemontrasikan,
dan juga untuk mendidik petani-petani dalam menggunakan bibit baru
dan pupuk tersebut. Di Indonesia misalnya, survey tanah telah dijalankan
dengan baik dan meluas bahwa produksi tanaman padi dapat dinaikkan
melalui penggunaan pupuk nitrogen dan phosphate. Penerapannya tidak
hanya menggunakan pekerja lapangan (field worker) untuk mendemonstrasikan pentingnya rabuk-rabuk itu, melainkan juga organisasi, sistem
distribusi yang akan membagi rabuk dengan harga pemerintah pada
229
waktu tanam di desa-desa, dan juga memberi kredit petani untuk
pembelian rabuk-rabuk.
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan supaya inovasi berhasil
di negara-negara sedang berkembang, adalah:
1. Terlebih dahulu mendapatkan pengertian yang mendalam tentang
sistem kebudayaan di mana perubahan-perubahan akan terjadi
dan kemungkinan-kemungkinan atau konsekuensi-konsekuensinya, baik secara fisik maupun sosial dari inovasi yang
diharapkan itu. Ini membantu tidak saja dalam memberi saran
mengenai penerapan teknik yang baru dengan tepat, tetapi juga
merupakan penuntun supaya akibat-akibat yang tidak diharapkan
tidak akan terjadi. Sebab bila yang memberi penjelasan itu tahu
seluk-beluk dari masyarakat di situ, mereka akan lebihlekas dan
mudah percaya akan inovasi tersebut sehingga halanganhalangan akan berkurang. Sebagai contoh, Departemen
Pertanian Republik Indonesia PPL (Penyuluh Pertanian
Lapangan) dalam penyebaran teknologi baru di lingkungan petani.
2. Perlu bahwa perkenalan inovasi itu sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan bukan kebutuhan orang di luar masyarakat yang
bersangkutan.
3. Teknik yang baru hendaknya cocok dengan prinsip-prinsip
kemasyarakatan
yang
ada.
Misalnya
gotong-royong
pembangunan masyarakat desa, membangun badan-badan yang
telah dikenal oleh penduduk setempat.
4. Penyesuaian dengan keadaan di situ harus dengan perlahanlahan atau secara gradual.
5. Adalah perlu untuk memelihara/melindungi saluran-saluran untuk
kemajuan dan kepuasan dalam harapan-harapan. Misalnya di situ
ada kepala desa atau pemimpin agama yang berpengaruh,
biarkan ia nanti juga membantu dalam meyakinkan penerapan
teknik baru, sehingga rakyat akan taat.
Biasanya inovator itu berasal dari orang-orang yang rendah
tingkatannya. Di Jepang, orang-orang tidak dapat naik tingkatannya
karena adat yang berlaku. Sebaliknya orang-orang yang sudah tinggi
tingkatannya, biasanya sudah puas dengan apa yang telah mereka
peroleh, sehingga dorongan untuk memperbaiki hidupnya tidak ada.
Karena Schumpeter mengatakan bahwa sebenarnya “Inovasi selalu
bersama-sama dengan timbulnya kehendak untuk naik tingkat dari orangorang yang baru tersebut.”
Mungkin orang-orang baru itu mempunyai kemampuan dan
harapan untuk inovasi tetapi tidak mempunyai kapital, sehingga sumbersumber kapital yang ada dapat mendorong timbulnya wiraswasta. Selain
230
itu tersedianya inovator dapat ditingkatkan melalui bentuk-bentuk organisasi yang dipakai dalam perusahaan-perusahaan di sampig pemerintah
membantu menaikkan skill guna diserahi tugas-tgas pimpinan.
Organisasi yang disentralisir di mana putusan-putusan sudah
dibuat oleh pimpinan atas, maka akan tidak banyak memberi kesempatan
bagi bawahannya untuk mendapatkan pengalaman dalam pengambilan
keputusan. Di zaman kolonial Belanda, hanya sedikit saja orang-orang
Indonesia yang diperbolekan untuk menduduki pangkat yang tinggi,
tambahan lagi mereka ini dipimpin dan diperintah saja oleh Belanda.
Pemerintah dapat memegang peranan langsung maupun tidak
langsung dalam meajukan wiraswasta. Land reform misalnya, merupakan
dorongan bagi petani untuk bekerja lebih efesien, sebab dengan tanah
yang kecil yang dimilikinya petani akan menggunakan tanahtersebut
sebaik-baiknya.
Perubahan teknologi dan penggunaan inovasi yang menambah
output adalah erat hubungannya dengan kenaikan produktifitas dan
proses perkembangan di negara-negara yang sedang berkembang.
Menurut sejarah, inovasi itusegera timbul setelah adanya invensi yang
menyebabkan naiknyja tingkat produksi dan tingkat hidup.
Bagi negara-negara yang sedang berkembang, kemajuan
teknologi ini terhalang oleh karena relatif terbatasnya wiraswasta.
Sebaliknya, tumbuhnya wiraswasta telah tertunda atau lambat karena
halangan-halangan yang berasal dari keadaan-keadaan dengan tiadanya
insentif-insentif yang cukup untuk menutup halangan-halangan itu. Dalam
hal ini atau dalam banyak hal, peranan pemerintah dalam mendorong
inovasi penting, artinya bahwa pemerintah harus memberikan dorongan
yang kuat dan secara luas.
Tugas 4.9
Kalian adalah siswa SMK, pengembang teknologi dan inovasi
dalam produksi barang dan jasa. Menurut kalian, apa yang
seharusnya dilakukan untuk mengembangkan teknologi dan
inovasi tersebut agar bisa bermakna bagi masyarakat dan
meberikan kesejahteraan bagi semua?
231
M. RINGKASAN
Kegiatan ekonomi adalah seluruh kegiatan manusia yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Produksi merupakan suatu
kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau
menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi
kebutuhan.
Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah
bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah
daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya
dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat
tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.
Faktor-faktor produksi adalah sumber-sumber daya yang
dipergunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Faktor-faktor
produksi yang tersedia dalam perekonomian dibedakan dalam empat
golongan, yaitu: tanah dan sumber daya alam, tenaga kerja, modal dan
keahlian.
Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang
menunjukkan hubungan antara faktor-faktor produksi (input) dan tingkat
produksi yang dihasilkan (Output). Biaya produksi adalah biaya yang
harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk dapat menghasilkan output.
Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu
negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada
individu maupun organisasi di negara tersebut. Secara teoritik, kita
mengenal lima sistem ekonomi yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan situasi kondisi dan ideologi negara yang bersangkutan. Kelima
sistem ekonomi tersebut adalah sistem ekonomi pasar, sistem ekonomi
kapitalis pasar negara maju, sistem ekonomi sosialis pasar, sistem
ekonomi terpusat, dan sistem ekonomi campuran.
Pelaku yang menjalankan kegiatan ekonomi ini ada empat
kelompok, yaitu: rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan luar negeri.
Setiap pelaku ekonomi selalu berusaha dan berpegang pada prinsip
ekonomi, yaitu selalu berusaha untuk mendapatkan satu unit barang
dengan cara mengeluarkan modal serta usaha yang sekecil mungkin.
Pelaku ekonomi dalam melakukan kegiatan ekonomi didasarkan
pada motif: untuk mencukupi kebutuhan, mendapatkan keuntungan,
mendapatkan penghargaan, mendapatkan kekuasaan dan dorongan
untuk berbuat sosial.
Permintaan boleh didefinisikan sebagai keinginan dan kesanggupan seseorang pengguna untuk mendapat sesuatu barang pada suatu
tingkat harga dalam suatu jangka masa tertentu. Hukum permintaan
menjelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu barang dengan
232
harganya. Bunyi hukum permintaan yaitu: “Makin rendah harga suatu
barang, maka makin banyak permintaan atas barang tersebut; sebaliknya
makin tinggi harga suatu barang, makin sedikit permintaan atas barang
tersebut”.
Teori penawaran menjelaskan tentang sifat para penjual di dalam
menawarkan suatu barang yang akan dijualnya. Penawaran adalah
kesanggupan penjual untuk mengeluarkan sesuatu barang pada tingkat
harga dalam jangka masa tertentu. Hukum penawaran menjelaskan sifat
hubungan antara jumlah suatu barang yang ditawarkan para penjual
dengan harganya. Bunyi hukum penawaran yaitu: “Makin rendah harga
suatu barang, maka makin sedikit jumlah barang yang ditawarkan oleh
para penjual; sebaliknya makin tinggi harga suatu barang, makin banyak
jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual.
Harga keseimbangan atau harga ekuilibrium adalah harga yang
terbentuk pada titik pertemuan kurva permintaan dan kurva penawaran.
Terbentuknya harga dan kuantitas keseimbangan di pasar merupakan
hasil kesepakatan antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen) di
mana kuantitas yang diminta dan yang ditawarkan sama besarnya.
Pasar adalah tempat bertemunya produsen dan konsumen,
tempat terjadinya transasksi antara produsen dengan konsumen.
Keberadaan pasar ditandai oleh kesesuaian antara barang atau jasa
yang dihasilkan oleh produsen dengan barang atau jasa yang dibutuhkan
konsumen. Bentuk-bentuk struktur pasar antara lain: pasar persaingan
sempurna, pasar monopolistik, pasar oligopoli, dan pasar monopoli.
Kapital adalah semua bentuk kekayaan yang dapat digunakan,
langsung maupun tidak langsung, dalam produksi untuk menambah
output. Kapital sebagai alat pendorong perkembangan ekonomi meliputi
investasi dalam pengetahuan teknik, perbaikan-perbaikan dalam pendidikan, kesehatan dan keahlian.
Para ahli ekonomi menyatakan bahwa adanya kemiskinan dan
pekembangan ekonomi yang rendah di negara-negara yang sedang
berkembang itu disebabkab kurangnya kapital. Mereka menganggap
bahwa kapital adalah faktor yang menentukan dan faktor yang sangat
penting untuk pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
Walaupun, pada dasarnya yang menentukan pertumbuhan itu tidak
hanya kapital melainkan juga faktor yang lain. Kapital bukan satu-satunya
faktor yang menentukan pelaksanaan dan keberhasilan pembangunan.
Pada umumnya dapat dinyatakan bahwa kapital itu lebih merupakan
hasil daripada merupakan sebab perekembangan ekonomi.
Sumber daya kapital untuk pembangunan secara finasial sumber
dana dapat dikelompokkkan dalam: (1) tabungan masyarakat (voluntary
saving); (2) pajak atau disebut tabungan paksa (forced saving); (3)
233
tabungan pemerintah; (4) pinjaman pemerintah yang mana dapat
dibedakan menjadi pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri; (5)
inflasi (invisible tax); dan (6) investasi asing.
Perkembangan yang lambat dan terus menerus dalam tersedianya alat-alat produksi dan tabungan merupakan faktor yang penting di
dalam menguraikan sejarah perekonomian. Tetapi sebenarnya
pertumbuhan perekonomian itu terutama terdiri dari pengerjaan sumbersumber alam yang ada dengan cara berbeda-beda.
Jadi teknologi yang pengaruhnya terlihat melalui perubahanperubahan fungsi produksi, dapat dianggap sebagai faktor produksi yang
lain. Ini menyebabkan perlunya mengadakan investasi dimana
penerapannnya tergantung pada kegiatan ekonomi yang ada. Mesin
uang misalnya, telah diketahui lamanya sebelum digunakan dalam kapal
uang maupun kereta api. Jelas ada dua perbuatan yang nampak disini
yaitu: menemukan dan menerapkannya. Meskipun keduanya ini dapat
dilakukan oleh seorang saja tapi tindakannya tetap berbeda. Kedua
konsep tersebut bisa dimaknai dengan teknologi dan penerapannya oleh
wiraswasta.
Teknologi berarti suatu perubahan dalam fungsi produksi yang
nampak dalam teknik produksi yang ada. Apabila perkembangan ekoomi
merupakan hasil penerapan teknologi, maka haruslah ada seseorang
atau segolongan orang yang berbuat untuk menerapkan kombinasikombinasi baru sumber-sumber produksi untuk kegiatan-kegiatan
produktif. Dengan perkataan lain, haruslah ada orang yang membuat
keputusan untuk menganti cara-cara yang lama dengan yang baru.
Perbuatan ini menunjukkan suatu inovasi yang disebut entrepeneurial
function (sebagai fungsi wiraswasta).
Munculnya wiraswasta berhubungan erat dengan motif-motif
untuk inovasi yang ada dalam masyarakat. Bila hanya ada sedikit saja
wiraswasta dalam suatu negara, ini menunjukkan tidak kuatnya motif
untuk mendorong inovasi yang menaikkan output (output–increasing
innovation) dan juga karena adanya kekuatan halangan-halangan yang
lebih besar.
234
BAB 5
STRUKTUR SOSIAL
Manusia adalah makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat.
Manusia menjadi manusia karena dia tinggal dan hidup di dalam
masyarakat. Sejak lahir sampai dengan kematiannya, dia tidak pernah
hidup "sendiri" tetapi selalu berada dalam suatu lingkungan sosial yang
berbeda-beda satu sama lainnya. Lingkungan sosial adalah suatu bagian
dari suatu lingkungan hidup yang terdiri atas antar hubungan individu dan
kelompok dan pola-pola organisasi serta segala aspek yang ada dalam
masyarakat yang lebih luas di mana lingkungan sosial tersebut merupakan bagian daripadanya.
Lingkungan sosial tersebut dapat terwujud sebagai kesatuankesatuan sosial atau kelompok-kelompok sosial, tetapi dapat juga terwujud sebagai situasi-situasi sosial yang merupakan sebagian dari dan berada dalam ruang lingkup suatu kesatuan atau kelompok sosial. Kesatuan-kesatuan sosial dan kelompok-kelompok sosial tersebut masingmasing mempunyai aturan-aturan yang berbeda satu dengan lainnya, di
mana manusia yang terlibat atau berada di dalamnya harus mentaati
aturan-aturan tersebut dalam berbagai hubungan-hubungan sosial yang
dilakukannya menurut masing-masing kelompok dan kesatuan sosial.
Dalam setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial
itu bukan hanya satu, sehingga seorang warga bisa termasuk dalam
berbagai kelompok dan kesatuan sosial yang ada di masyarakat. Di satu
pihak dia termasuk dalam suatu kesatuan sosial yang terorganisasi
menurut aturan-aturan kekerabatan, seperti: keluarga, kelompok orangorang yang seketurunan, atau kelompok orang-orang yang digolongkan
sebagai sekerabat, dan sebagainya; dia juga bisa menjadi anggota atau
warga organisasi yang ada dalam wilayah tempat tinggalnya, seperti: RT,
RW, Paguyuban Pemuda Kampung atau desa, dan sebagainya; dia juga
bisa menjadi anggota dari berbagai perkumpulan dan organisasi di
tempat kerjanya; ataupun menjadi anggota berbagai perkumpulan yang
dimasukinya karena dia merasa sebagai satu golongan dengan perkumpulan tersebut (yang terwujud berdasarkan atas persamaan umur, jenis
kelamin, perhatian ekonomi, perhatian dan ide politik, asal suku bangsa,
dan daerah yang sama, dan sebagainya), dan juga karena persamaan
kesenangan atau hobi dengan sejumlah orang lainnya.
235
A. MASYARAKAT
Istilah atau kata masyarakat sering muncul dalam berbagai media
dan dipergunakan orang dengan berbagai keperluan dan maksud serta
makna. Coba kalau kita perhatikan media cetak atau elektronik seperti
acara televisi, maka akan ditemukan banyak sekali maksud dan keperluan serta makna dari kata masyarakat yang dipergunakan oleh pelaku
media.
Penggunaan kata masyarakat seringkali tercampuradukkan dalam
kehidupan sehari-hari. Disatu waktu kata “masyarakat” dipergunakan
sesuai dengan makna kata “masyarakat” itu sendiri. Tetapi, terkadang
kata masyarakat dipergunakan untuk makna yang bukan sebenarnya,
seperti kata “rakyat”. Bahkan makna masyarakat tersebut sering dicampuradukan dengan istilah “komunitas”.
Kata masyarakat dalam bahasa Inggrisnya society, sedangkan
kata komunitas dalam bahasa Inggrisnya community. Dua istilah (konsep)
tersebut sering ditafsirkan secara sama, padahal sangat berbeda artinya.
Society atau masyarakat berbeda dengan komunitas (community) atau
masyarakat setempat. Terdapat perbedaan mendasar antara kedua
konsep tersebut.
Krech, seperti yang dikutip Nursid (2000), mengemukakan bahwa
masyarakat adalah “is that it is an organized collectivity of interacting
people whose activities become centered arounds a set of common
goals, and who tend to share common beliefs, attitudes, and modes of
action. Jadi ciri atau unsur masyarakat adalah kumpulan orang; sudah
terbentuk lama; sudah memiliki sistem sosial atau struktur sosial tersendiri; dan memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama.
Fairchild et al (dalam Nursid, 2000) memberikan batasan masyarakat sebagai: “a group human beings cooperating in the pursuit of
several of their major interest, invariably including self maintenance and
self-perpetuation. The concept of society includes continuity, complex
associational relationships, and a composition including representatives
of fundamental human types, specifically men, women, and children”.
Berdasarkan pengertian ini, maka yang menjadi unsur dari
masyarakat adalah kelompok manusia; adanya keterpaduan atau
kesatuan diri berlandaskan kepentingan utama; Adanya pertahanan dan
kekekalan diri; adanya kesinambungan; dan adanya hubungan yang pelik
diantara anggotanya.
Sedangkan Horton (1993) sebagai “a relatively independents, selfperpetuating human group who accupy territory, share a culture, and
have most of their associations within this group”. Adapun ciri-ciri
masyarakat adalah kelompok manusia; memiliki kebebasan dan bersifat
236
kekal; menempati suatu kawasan; memiliki kebudayan; dan memiliki
hubungan dalam kelompok yang bersangkutan.
Dengan demikian, karakteristik dari masyarakat itu terutama
terletak pada kelompok manusia yang bebas dan bersifat kekal,
menempati kawasan tertentu, memiliki kebudayaan serta terjalin dalam
suatu hubungan di antara anggota-anggotanya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa masyarakat adalah merupakan kelompok atau kolektivitas
manusia yang melakukan interaksi-komunikasi dengan sesama, sedikit
banyak bersifat kekal, berlandaskan perhatian dan tujuan bersama, serta
telah melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang
relatif lama, dan adanya kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat
tersebut.
1. Komunitas (community)
Istilah komunitas atau “community” lebih jarang dipergunakan oleh
manusia dibandingkan dengan istilah masyarakat. Komunitas adalah
bagian kelompok dari masyarakat (society) dalam lingkup yang lebih
kecil, serta mereka lebih terikat oleh tempat (teritorial).
Soerjono (1990) memaknai istilah community sebagai “masyarakat setempat”, istilah mana menunjuk pada warga-warga sebuah desa,
sebuah kota, suku atau suatu bangsa.
Apabila anggota-anggota suatu kelompok, baik kelompok besar
atau kelompok kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka
merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingankepentingan hidup yang utama, mereka menjalin hubungan social (social
relationship), maka kelompok tadi disebut masyarakat setempat.
Masyarakat setempat menunjuk pada bagian masyarakat yang
bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batasbatas tertentu dimana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar di antara anggota-anggotanya, dibandingkan interaksi dengan penduduk di luar batas wilayahnya.
Masyarakat setempat (community) adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu.
Dasar-dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas dan perasaan
semasyarakat setempat. Jadi unsur komunitas adalah: adanya wilayah
atau lokalitas, perasaan saling ketergantungan atau saling membutuhkan.
Perasaan bersama antara anggota masyarakat setempat tersebut
disebut community sentiment. Setiap community sentiment memiliki
unsur: (1) seperasaan; (2) sepenanggungan; dan (3) saling memerlukan.
Unsur seperasaan karena mereka menganggap dirinya sebagai
”kami” ketimbang dengan ”saya”. Unsur sepenanggungan muncul karena
237
setiap anggota masyarakat setempat sadar akan peranannya dalam
kelompok. Unsur saling memerlukan muncul karena setiap anggota dari
komunitas tidak bisa memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan anggota
lainnya. Ada saling ketergantungan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
psikologisnya.
2. Pengelompokkan Masyarakat
Pada umumnya berdasarkan tempat tinggal masyarakat
dikelompokkan menjadi masyarakat desa dan masyarakat kota. Desa
sering kali ditandai dengan kehidupan yang tenang, jauh dari hikuk pikuk
keramaian, penduduknya ramah-tamah, saling mengenal satu sama lain,
mata pencaharian penduduknya kebanyakan sebagai petani, atau
nelayan, walaupun ada yang menjadi pedagang, tukang kayu atau tukang
batu. Mereka mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam antar
sesama warganya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok, atas dasar
kekeluargaan dan gotong-royong.
Usia dan ketokohan sangat berperan dalam kehidupan orang
desa. Orang-orang tua pada masyarakat desa, biasanya memegang
peranan penting dalam kehidupan bersama. Mereka adalah tempat
meminta nasihat bila mengalami kesulitan, serta tempat untuk membicarakan sesuatu hal yang terkait dengan kegiatan perayaan, hajatan atau
kebiasaan masyarakat sehari-hari.
Sebuah kota sering kali ditandai dengan kehidupan yang ramai,
wilayahnya yang luas, banyak penduduknya, hubungan yang tidak erat
satu sama lain, dan mata pencaharian penduduknya bermacam-macam.
Menurut Soerjono (1990), masyarakat kota dan desa memiliki
perhatian yang berbeda, khususnya perhatian terhadap keperluan hidup.
Masyarakat desa pada umumnya, yang diutamakan adalah perhatian
khusus terhadap keperluan pokok, fungsi-fungsi yang lainnya diabaikan.
Sedangkan pandangan masyarakat kota, mereka melihat selain kebutuhan pokok, pandangan masyarakat sekitarnya juga diperhatikan. Misalnya
makan, bukan hanya sekedar kandungan gizi dan enaknya saja yang
diperhatikan, tetapi juga memperhatikan peralatan dan tempatnya makan.
Pembagian kerja (division of labor) pada masyarakat kota sudah terspesialiasasi. Begitu pula jenis profesi pekerjaan sangat banyak macamnya
(heterogen).
Dari sudut keahlian (spesialisasi), seseorang mendalami pekerjaan pada satu jenis keahlian yang semakin spesifik, contohnya: ada dokter
umum, dokter spesialis, seperti THT (telinga hidung tenggorokan), dokter
ahli penyakit dalam (internis), dokter ahli kandungan (geneokolog), dan
lain-lain. Disamping itu jenis pekerjaan banyak sekali macamnya, contohnya ada tukang listrik, ada ahli bangunan, guru, polisi, tentara, akuntan,
238
tukang sayur, dan lain-lain. Bahkan kadang sangat spesifik, misalnya
guru IPS untuk siswa SD, tukang listrik khusus untuk mobil otomatis.
Antar satu jenis pekerjaan dengan pekerjaan lain sangat erat
kaitannya, ada saling ketergantungan diantara mereka. Ibu-ibu rumah
tangga sangat tergantung pada tukang sayur, pada tukang listrik, pada
tukang gas, sehingga kegiatan rumah tangga akan terganggu kalau salah
satu diantara mereka tidak ada.
Ada saling ketergantungan yang tinggi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya karena perbedaan pekerjaannya.
Satu jenis pekerjaan dengan pekerjaan lainnya ada saling ketergantungan. Saling ketergantungan antara satu anggota masyarakat dengan masyarakat lainnya yang disebabkan karena perbedaan pekerjaan (heterogenitas pekerjaan), menurut Emile Durkheim disebut dengan solidaritas
organis (organic solidarity).
Masyarakat desa memiliki jenis pekerjaan yang sama, seperti
bertani, berladang, atau sebagai nelayan. Kehidupan orang desa yang
memiliki jenis pekerjaan yang sama (homogen) sangat menggantungkan
pekerjaannya kepada keluarga lainnya. Mereka tidak bisa mengerjakan
semuanya oleh keluarganya sendiri. Untuk mengolah tanah, memanen
padi, atau pekerjaan bertani lainnya.
Mereka harus sepakat dengan yang lain menunggu giliran. Begitu
pula jika ada pekerjaan lain, seperti membuat atau memperbaiki rumah,
mereka sudah atur waktunya supaya bisa dikerjakan bersama-sama.
Saling ketergantungan pada masyarakat yang disebabkan oleh karena
adanya persamaan dalam bidang pekerjaan oleh Emile Durkheim disebut
dengan solidaritas mekanis (mechanic solidarity).
Tonnies (dalam Soekanto, 1990) mengelompokkan masyarakat
dengan sebutan masyarakat gemainschaft dan geselschaft. Masyarakat
gemainschaft atau disebut juga paguyuban adalah kelompok masyarakat
dimana anggotanya sangat terikat secara emosional dengan yang
lainnya. Sedangkan masyarakat geselschaft atau patembeyan ikatanikatan diantara anggotanya kurang kuat dan bersifat rasional. Paguyuban
cenderung sebagai refleksi masyarakat desa, sedangkan patembayan
refleksi masyakat kota.
Tugas 5.1
1. Menurut pendapatmu, siswa-siswa di suatu sekolah dapatkah
dikatakan sebagai masyarakat? Mengapa?
2. Apakah dalam kehidupan siswa di sekolah terjadi
pengelompokkan sesuai dengan kehendak masing-masing?
Apakah buktinya?
239
B. PELAPISAN MASYARAKAT
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu
terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan
hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari lainnya. Kalau suatu
masyarakat lebih menghargai kekayaan material daripada kehormatan,
misalnya, mereka yang mempunyai kekayaan material lebih banyak akan
menempati kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pihak lain
yang mempunyai kekayaan lebih rendah. Gejala tersebut menimbulkan
lapisan masyarakat, yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau
suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.
Aristoteles (Yunani) pernah mengatakan bahwa di dalam negara
terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali, yang miskin, dan
yang berada di tengah-tengahnya. Ucapan demikian sedikit banyak membuktikan bahwa di zaman itu, orang telah mengakui adanya lapisan masyarakat yang mempunyai kedudukan bertingkat-tingkat (Horton, 1993).
Pitirin A. Sorokin (dalam Soekanto, 1990), mengatakan bahwa
sistem lapisan merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Barangsiapa yang memiliki sesuatu yang
berharga dalam jumlah yang sangat banyak, dianggap masyarakat
berkedudukan dalam lapisan atasan. Mereka yang hanya sedikit sekali
atau tidak memiliki sesuatu yang berharga dalam pandangan masyarakat
mempunyai kedudukan yang rendah. Diantara lapisan atasan dan yang
rendah itu, ada lapisan yang jumlahnya dapat ditentukan sendiri oleh
mereka yang hendak mempelajari sistem lapisan masyarakat. Biasanya
golongan yang berada dalam lapisan atasan tidak hanya memiliki satu
macam saja dari apa yang dihargai masyarakat, tetapi kedudukannya
yang tinggi itu bersifat kumulatif. Mereka yang memiliki uang banyak,
akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan dan mungkin juga
kehormatan, sedang mereka yang mempunyai kekuasaan besar, mudah
menjadi kaya dan mengusahakan ilmu pengetahuan.
Sistem lapisan dalam masyarakat tersebut, dalam sosiologi dikenal dengan social stratification. Kata stratification berasal dari stratum
(jamaknya: strata yang berarti lapisan). Sorokin menyatakan bahwa
social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah.
Bentuk-bentuk lapisan masyarakat berbeda-beda dan banyak
sekali. Lapisan-lapisan tersebut tetap ada, sekalipun dalam masyarakat
kapitalis, demokratis, komunistis, dan lain sebagainya. Lapisan masyarakat tadi, mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama
240
di dalam suatu organisasi sosial. Misalnya pada masyarakat-masyarakat
yang bertaraf kebudayaan masih pada masyarakat-masyarakat yang
bersahaja. Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan
seks, perbedaan antara pemimpin dengan yang dipimpin, golongan
buangan/budak, pembagian kerja dan bahkan juga sesuatu pembedaan
berdasarkan kekayaan. Semakin rumit dan semakin maju perkembangan
teknologi masyarakat, pembedaan dilakukan berdasarkan kekayaan.
Semakin rumit dan semakin maju teknologi sesuatu masyarakat, semakin
kompleks pula sistem lapisan masyarakat (Inkeles, 1965).
Pada masyarakat-masyarakat kecil serta bersahaja, biasanya
pembedaan kedudukan dan peranan bersifat minim, karena warganya
sedikit sekali dan orang-orang yang dianggap tinggi kedudukannya juga
tidak banyak baik macam maupun jumlahnya. Di dalam masyarakat yang
sudah kompleks pembedaan kedudukan dan peranan juga bersifat kompleks karena banyaknya orang dan aneka warna ukuran yang dapat
diterapkan terhadapnya.
Lapisan masyarakat tersebut tidak hanya dapat dijumpai pada
masyarakat manusia, tetapi juga pada kehidupan hewan dan tumbuhtumbuhan. Ada golongan hewan merayap, menyusui dan lain-lainnya.
Bahkan di kalangan hewan menyusui, umpamanya kera, ada lapisan
pimpinan dan yang dipimpin, ada pula perbedaan pekerjaan yang didasarkan pada pembedaan seks dan seterusnya. Demikian juga di kalangan dunia tumbuh-tumbuhan dikenal adanya tumbuh-tumbuhan parasitis,
yang sanggup berdiri sendiri dan lain sebagainya. Akan tetapi kajian ini
dibatasi pada lapisan masyarakat manusia.
Bentuk-bentuk kongkrit lapisan masyarakat tersebut banyak. Akan
tetapi secara prinsipal bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga macam prinsipil bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan
ke dalam tiga macam kelas, yaitu yang ekonomis, politis dan yang
didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat. Umumnya,
ketiga bentuk pokok tadi mempunyai hubungan yang erat satu dengan
lainnya, dimana terjadi saling mempengaruhi. Misalnya, mereka yang
termasuk kedalam suatu lapisan atas dasar ukuran politis, biasanya juga
merupakan orang-orang yang menduduki suatu lapisan tertentu atas
dasar ekonomis. Demikian pula mereka yang kaya, biasanya menempati
jabatan-jabatan yang senantiasa penting. Akan tetapi, tidak semua
demikian, tergantung pada sistem nilai yang berlaku serta berkembang
dalam masyarakat bersangkutan.
Sistem lapisan dalam proses pertumbuhan masyarakat terjadi
dengan sendirinya, tetapi ada pula yang dengan sengaja disusun untuk
241
mengejar suatu tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat
yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang
senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat,
dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Alasan-alasan yang
dipakai berlainan bagi tiap-tiap masyarakat.
Pada masyarakat yang hidupnya dari berburu hewan alasan
utama adalah kepandaian berburu. Sedangkan pada masyarakat yang
telah menetap dan bercocok tanam, maka kerabat pembuka tanah (yang
dianggap asli) dianggap sebagai orang-orang yang menduduki lapisan
tinggi. Hal ini dapat dilihat misalnya pada masyarakat Batak, dimana
marga tanah, yaitu marga yang pertama-tama membuka tanah, dianggap
mempunyai kedudukan yang tinggi. Demikian pula golongan pembuka
tanah di kalangan orang jawa di desa, dianggap mempunyai kedudukan
tinggi, karena mereka sebagai pembuka tanah dan pendiri desa. Masyarakat lain menganggap bahwa kerabat kepala desalah yang mempunyai
kedudukan tinggi dalam masyarakat, misalnya pada masyarakat Ngaju di
Kalimantan Selatan.
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat, tetapi
sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial, tidaklah demikian. Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial masyarakat. Untuk meneliti terjadinya proses
lapisan masyarakat, dapat dikaji berdasarkan hal-hal sebagai berikut.
1. Sistem lapisan berpokok pada sistem pertentangan dalam masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti khusus bagi masyarakat tertentu yang menjadi obyek penyelidikan.
2. Sistem lapisan dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur
sebagai berikut:
a. distribusi hak-hak istimewa yang obyektif seperti misalnya
penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, laju angka kejahatan), wewenang dan sebagainya.
b. sistem pertanggaan yang diciptakan pada warga masyarakat
(prestise dan penghargaan)
c. kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah didapat berdasarkan
kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik,
wewenang atau kekuasaan.
d. lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara
berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi
dan selanjutnya.
e. mudah atau sukarnya bertukar kedudukan.
242
f.
solidaritas diantara individu atau kelompok yang menduduki
kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat; (1)
pola-interaksi (struktur klik, keanggotaan organisasi, perkawinan
dan sebagainya); (2) kesamaan atau ketidaksamaan sistem kepercayaan, sikap dan nilai-nilai; (3) kesadaran akan kedudukan
masing-masing; (4) dan aktivitas sebagai organ kolektif.
1. Sifat-Sifat Lapisan Masyarakat
Sifat lapisan didalam suatu masyarakat dapat bersifat tertutup
(closed social stratification) dan (open social stratification). Bersifat tertutup bilamana membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu
lapisan ke lapisan yang lain. Baik yang merupakan gerak ke atas atau ke
bawah. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk menjadi
anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Sebaliknya di
dalam sistem terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan, atau
bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan yang atas ke
lapisan di bawahnya. Pada umumnya sistem terbuka ini memberi perangsang yang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan
landasan pembangunan masyarakat dari sistem yang tertutup. Sistem
tertutup jelas terlihat pada masyarakat India yang perkasa atau di dalam
masyarakat yang feodal, atau masyarakat di mana lapisannya tergantung
pada perbedaan-perbedaan rasial.
Sistem lapisan masyarakat yang tertutup, dalam batas-batas tertentu, juga dijumpai pada masyarakat Bali. Menurut kitab-kitab suci orang
Bali, masyarakat terbagi dalam empat lapisan, yaitu Brahmana, Ksatria,
Waisya, dan Sudra. Ketiga lapisan pertama biasa disebut triwangsa
sedangkan lapisan terakhir disebut jaba yang merupakan lapisan dengan
jumlah warga terbanyak. Keempat lapisan tersebut terbagi lagi dalam
lapisan-lapisan khusus. Biasanya orang-orang mengetahui dari gelar seseorang, ke dalam kasta mana dia tergolong, gelar-gelar tersebut terbagi
lagi dalam lapisan-lapisan khusus. Biasanya orang-orang mengetahui
gelar seseorang, ke dalam kasta mana dia tergolong, gelar-gelar tersebut
diwariskan menurut keturunan laki-laki yang sepihak patrilineal adalah Ida
Bagus, Tjokorda, Dewa, Ngahan, Bagus, I Gusti, Gusti. Gelar pertama
adalah gelar Brahmana, gelar kedua sampai keempat bagi orang Ksatria,
sedangkan yang kelima dan keenam berlaku bagi orang Waisya. Orang
Sudra juga memakai gelar seperti Pande, Kbon, Pasek dan selanjutnya.
Dahulu kala gelar tersebut berhubungan erat dengan pekerjaan
orang-orang yang bersangkutan. Walaupun gelar tersebut tidak memi-
243
sahkan golongan-golongan secara ketat, tetapi sangat penting bagi
sopan santun pergaulan. Disamping itu hukum adat juga menetapkan
hak-hak bagi si pemakai gelar, misalnya, dalam memakai tanda-tanda,
perhiasan-perhiasan, pakaian tertentu dan lain-lain. Kehidupan sistem
kasta di Bali umumnya terlihat jelas dalam hubungan perkawinan.
Seseorang gadis suatu kasta tertentu, umumnya dilarang bersuamikan
seseorang dari kasta yang lebih rendah.
2. Kelas-Kelas dalam Masyarajat (Social Classes)
Di dalam uraian tentang teori lapisan senantiasa dijumpai istilah
kelas (social class). Seperti yang sering terjadi dengan beberapa istilah
lain dalam sosiologi, maka istilah kelas, juga tidak selalu mempunyai arti
yang sama. Walaupun pada hakikatnya menunjukkan sistem kedudukan
yang pokok dalam masyarakat. Penjumlahan kelas-kelas dalam masyarakat disebut class system (Freedman, 1952). Artinya, semua orang dan
keluarga yang sadar akan kedudukan mereka itu diketahui dan diakui
oleh masyarakat umum. Dengan demikian, maka pengertian kelas adalah
paralel dengan pengertian lapisan tanpa membedakan apakah dasar
lapisan itu faktor uang, tanah kekuasaan atau dasar lainnya.
Adapula yang menggunakan istilah kelas hanya untuk lapisan
berdasarkan atas unsur ekonomis. Sedangkan lapisan yang berdasarkan
atas kehormatan dinamakan kelompok kedudukan (status group). Selanjutnya dikatakan bahwa harus diadakan pembedaan yang tegas antara
kelas dan kelompok kedudukan.
Max Weber mengadakan pembedaan antara dasar ekonomis
dengan dasar kedudukan sosial akan tetapi tetap mempergunakan istilah
kelas bagi semua lapisan. Adanya kelas yang bersifat ekonomis dibaginya lagi ke dalam sub-kelas yang bergerak dalam bidang ekonomi
berdasarkan kecakapannya. Di samping itu, Max Weber masih menyebutkan adanya golongan yang mendapatkan kehormatan khusus dari
masyarakat dan dinamakan stand (dalam Soekanto, 1990).
Joseph Schumpeter (dalam Horton, 1993) mengatakan bahwa
terbentuknya kelas-kelas dalam masyarakat adalah karena diperlukan
untuk menyesuaikan masyarakat dengan keperluan-keperluan yang
nyata. Makna kelas dan gejala-gejala kemasyarakatan lainnya hanya
dapat dimengerti dengan benar apabila diketahui riwayat terjadinya.
Pada beberapa masyaakat di dunia, terdapat kelas-kelas yang
tegas sekali. Karena orang-orang dari kelas tersebut memperoleh sejumlah hak dan kewajiban yang dilindungi oleh hukum positif masyarakat
yang bersangkutan. Warga masyarakat semacam itu seringkali mem-
244
punyai kesadaran dan konsepsi yang jelas tentang seluruh susunan
lapisan dalam masyarakat. Misalnya Inggris, ada istilah-istilah tertentu
seperti commoners bagi orang biasa serta nobility bagi bangsawan.
Sebagian besar warga masyarakat Inggris menyadari bahwa orang-orang
nobility berada di atas commoners (sesuai dengan adat istiadat).
Apabila pengertian kelas ditinjau secara lebih mendalam, maka
akan dapat dijumpai beberapa kriteria yang tradisional, yaitu: (1) besar
jumlah anggota-anggotanya; (2) kebudayaan yang sama, yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban warganya; (3) kelanggengan; (4)
tanda/lambang-lambang yang merupakan ciri khas; (5) batas-batas yang
tegas (bagi kelompok itu, terhadap kelompok lain); dan (6) antagonisme.
Sehubungan dengan kriteria tersebut di atas, kelas memberikan
fasilitas-fasilitas hidup tertentu (life chances) bagi anggotanya. Misalnya,
keselamatan atas hidup dan harta benda, kebebasan, standar hidup yang
tinggi dan sebagainya, yang dalam arti-arti tertentu tidak dipunyai oleh
para warga kelas-kelas lainnya. Kecuali itu, kelas juga mempengaruhi
gaya dan tingkah laku hidup warganya (life style). Karena kelas-kelas
yang ada dalam masyarakat mempunyai perbedaan dalam kesempatan
memperoleh pendidikan atau rekreasi. Misalnya, ada perbedaan dalam
apa yang telah dipelajari warga negara, perilaku, dan sebagainya.
3. Dasar Lapisan Masyarakat
Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolonggolongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah
sebagai berikut.
1. Kekayaan; Barangsiapa yang memiliki kekayaan paling banyak,
termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut, misalnya,
dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang
mahal dan seterusnya.
2. Kekuasaan; Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang
mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan atasan.
3. Kehormatan; Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari
ukuran-ukuran kekayaan dan/atau keuasaan. Orang yang paling
disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran
semcam ini, banyak dijumpai pada masyarakat tradisional,
biasanya mereka adalah golongan tua atau yang pernah berjasa.
4. Penguasaan ilmu pengetahuan; Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
245
Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif. Karena ternyata bahwa bukan
mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, ternyata gelar
kesarjanaannya. Sudah tentu hal yang demikian memacu segala
macam usaha untuk mendapat gelar, walau tidak halal.
Kriteria di atas tidaklah bersifat limiatif (kaku, terbatas), karena
masih ada kriteria lain yang dapat digunakan. Akan tetapi kriteria di atas
amat menentukan sebagai dasar timbulnya sistem lapisan dalam masyarakat. Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia, golongan
pembuka tanahlah yang dianggap menduduki lapisan tertinggi. Misalnya
di Jawa, kerabat dan keturunan pembuka tanahlah yang dinggap masyarakat desa sebagai kelas tertinggi. Kemudian menyusul para pemilik
tanah yang dianggap masyarakat desa sebagai kelas tertinggi. Kemudian
menyusul para pemilik tanah, walaupun mereka bukan keturunan
pembuka tanah, mereka disebut pribumi, sikep atau kuli kenceng. Lalu
menyusul mereka yang hanya mempunyai pekarangan atau rumah saja
(golongan ini disebut kuli gundul, lindung), dan akhirnya mereka yang
hanya menumpang saja pada tanah milik orang lain (Soepomo, 1966).
4. Unsur-Unsur Lapisan Masyarakat
Unsur yang melandasi sistem lapisan masyarakat adalah
kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan
merupakan unsur-unsur baku dalam sistem lapisan, dan mempunyai arti
yang penting bagi sistem sosial. Sistem sosial adalah pola-pola yang
mengatur hubungan timbal balik antar individu dalam masyarakat dan
antara individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku individu-individu
tersebut (Linton, 1996). Dalam hubungan-hubungan timbal balik tersebut,
kedudukan dan peranan individu mempunyai arti yang penting. Karena
langgengnya masyarakat tergantung pada keseimbangan kepentingankepentingan individu termaksud.
a. Kedudukan (Status)
Pengertian kedudukan (status) kadang dibedakan dengan kedudukan sosial (social status). Kedudukan diartikan sebagai tempat atau
posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya
tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan
orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan
hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Untuk lebih mudah mendapatkan
246
pengertian, kedua istilah tersebut di atas akan dipergunakan dalam arti
yang sama dan digambarkan dengan istilah kedudukan (status).
Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu
pola tertentu. Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai beberapa kedudukan, oleh karena seseorang biasanya ikut serta dalam
berbagai pola kehidupan. Pengertian tersebut menunjukkan tempatnya
sehubungan dengan kerangka masyarakat secara menyeluruh. Kedudukan Tuan A sebagai warga masyarakat, merupakan kombinasi dari segenap kedudukannya sebagai guru, kepala sekolah, ketua rukun tetangga,
suami nyonya B, ayah anak-anak dan seterusnya.
Apabila dipisahkan dari individu yang memilikinya, kedudukan
hanya merupakan kumpulan hak-hak dan kewajiban. Karena hak dan
kewajiban termaksud hanya dapat terlaksana melalui perantaraan individu, maka agak sukar untuk memisahkannya secara tegas dan kaku.
Hubungan antar individu dengan kedudukan dapat diibaratkan sebagai
hubungan pengemudi mobil dengan tempat atau kedudukan pengemudi
dengan mesin mobil tersebut. Tempat mengemudi dengan segala alat
untuk menjalankan mobil adalah alat-alat tetap yang penting untuk
menjalankan serta mengendalikan mobil, pengemudinya dapat diganti
dengan orang lain, yang mungkin akan dapat menjalankannya secara
lebih baik, atau bahkan lebih buruk.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan yaitu ascribed-status dan achieved-status.Ascribed-status adalah
kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh
karena kelahiran, misalnya kedudukan anak seorang bangsawan adalah
bangsawan pula. Seseorang warga kasta Brahmana di India memperoleh
kedudukan demikian karena orang tuanya tergolong dalam kasta yang
bersangkutan. Pada umumnya ascribed-status dijumpai pada masyarakat
dengan sistem lapisan tergantung pada perbedaan rasial. Namun demikian, ascribed-status tak hanya dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup. Pada sistem lapisan terbuka mungkin juga
ada. Misalnya, kedudukan laki-laki dalam satu keluarga, kedudukannya
berbeda dengan kedudukan istri dan anak-anaknya. Ascribed-status
walaupun tidak diperoleh atas dasar kelahiran, tetapi pada umumnya
sang ayah atau suami adalah kepala keluarga batihnya. Untuk menjadi
kepala keluarga batih, laki-laki tidak perlu mempunyai darah bangsawan
atau menjadi warga suatu kasta tertentu. Emansipasi wanita akhir-akhir
ini banyak menghasilkan persamaan dalam bidang pekerjaan dan politik.
247
Tetapi kedudukan seorang ibu di dalam masyarakat secara relatif tetap
berada di bawah kedudukan seorang ayah sebagai kepala rumah tangga.
Achieved-Status adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang
dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas
dasar kelahiran. Akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung
dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuantujuannya. Misalnya, setiap orang dapat menjadi hakim asalkan
memenuhi persyaratan tertentu. Terserahlah kepada yang bersangkutan
apakah dia mampun menjalani syarat-syarat tersebut. Apabila tidak, tak
mungkin kedudukan sebagai hakim tersebut akan tercapai olehnya.
Demikian pula setiap orang dapat menjadi guru dengan memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu yang kesemuanya terserah pada
usaha-usaha dan kemampuan yang bersangkutan untuk menjalaninya.
Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu
assigned-status (Polak, 1969) yang merupakan kedudukan yang
diberikan. Assigned-status sering mempunyai hubungan yang erat
dengan acheived status. Artinya suatu kelompok atau golongan
memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan
dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi kadang-kadang kedudukan
tersebut diberikan, karena seseorang telah lama menduduki suatu
kepangkatan tertentu, misalnya seorang pegawai negeri seharusnya naik
pangkat secara reguler, setelah menduduki kepangkatannya yang lama,
selama jangka waktu yang tertentu.
Sebagaimana telah diuraikan di muka, maka seseorang dalam
masyarakat biasanya memiliki beberapa kedudukan sekaligus. Dalam
hubungan macam-macam kedudukan itu, biasanya yang selalu menonjol
hanya satu kedudukan yang utama. Masyarakat hanya melihat pada
kedudukan utama yang menonjol tersebut. Atas dasar itu, yang
bersngkutan digolongkan ke dalam kelas-kelas yang tertentu dalam
masyarakat. Misalnya, Bapak Achmad mempunyai kedudukan sebagai
suami, kepala rumah tangga, ketua rukun tetangga, anggota perkumpulan olah raga badminton, dan sebagai guru serta kepala SMK. Bagi
masyarakat, kedudukan sebagai kepala SMK itulah yang menonjol.
Adakalanya, antara kedudukan-kedudukan yang dimiliki seseorang, timbul pertentangan-pertentangan atau konflik, yang dalam sosiologi
dinamakan status conflict. Misalnya Bapak Achmad tersebut di atas,
dalam kedudukannya sebagai kepala SMK harus menghukum putranya
sendiri yang menjadi siswa SMK tersebut, karena telah melanggar tata
tertib sekolah. Konflik antara kedudukan-kedudukan tersebut seringkali
248
tidak dapat dihindari karena kepentingan-kepentingan individu tidak selalu sesuai, atau sejalan dengan kepentingan-kepentingan masyarakatnya,
sehingga seringkali seseorang mengalami kesulitan untuk mengatasinya.
Kedudukan seseorang atau kedudukan yang melekat padanya
dapat terlihat pada kehidupansehari-harinya melalui ciri-ciri tertentu yang
dalam sosiologi dinamakan prestise simbol (status symbol). Ciri-ciri
tersebut seolah-olah sudah menjadi bagian hidupnya yang telah
institutionalized atau bukan internalized. Ada beberapa ciri-ciri tertentu
yang dianggap sebagai status symbol, misalnya cara berpakaian,
pergaulan, cara mengisi waktu senggang, memilih tempat tinggal, cara
dan corak menghiasi rumah kediaman dan seterusnya di kota besar
misalnya dapat dilihat betapa mereka yang tergolong warga lapisan
tinggi, karena hanya mereka yang sanggup menanggung biaya-biaya
reaksi semacam itu. Seseorang warga lapisan bawah mungkin akan
dapat pula mengeluarkan biaya yang besar untuk mengisi waktu
senggangnya di tempat-tempat rekreasi yang mahal itu, tetapi tentu
memerlukan waktu yang lama, karena dia harus menyesuaikan dirinya
dulu pada kebiasaan-kebiasaan pergaulan lapisan atasan tersebut.
Gejala lain yang dewasa ini tampak dalam batas-batas waktu tertentu untuk masa-masa mendatang adalah gelar kesarjanaan. Gelar
kesarjanaan mendapat tempat tertentu dalam sistem penilaian masyarakat Indonesia. Karena gelar tersebut membuktikan bahwa yang memperolehnya telah memenuhi beberapa persyaratan tertentu dalam bidangbidang ilmu pengetahuan yang khusus. Hal ini mendorong terjadinya
beberapa akibat negatif, yang dikejar bukanlah ilmu pengetahuan tetapi
gelar kesarjanaannya. Gelar tersebut kemudian menjadi status symbol
tanpa menghiraukan kualitas sesungguhna. Banyak yang merasa malu
karena tak mempunyai gelar kesarjanaan. Padahal kedudukan mereka di
dalam masyarakat telah terpandang, sehingga penambahan gelar
kesarjanaan tidak akan mengakibatkan suatu perbaikan atau kenaikan
tingkat dalam kedudukannya (lazim juga disebut sebagai civil effect).
b. Peranan (Role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status).
Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Pembedaan antara
kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan, karena yang satu tergantung pada
yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Sebagaimana halnya dengan kedudukan, peranan
249
juga mempunyai dua arti. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus
berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat
kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku
seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu
dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Orang bersangkutan
akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang
sekelompoknya. Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat, merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam
masyarakat. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku. Misalnya,
norma kesopanan menghendaki agar seorang laki-laki bila berjalan
bersama seorang wanita, harus di sebelah luar.
Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dapat dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang
dalam masyarakat (yaitu social position) merupakan unsur statis yang
menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih
banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu
proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta
menjalankan suatu peranan. Peranan mungkin mencakup tiga hal, yaitu:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi
atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini
merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2. Peranan adalah suat konsep tentang apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Perlu pula disinggung perihal fasiltas-fasilitas peranan individu
(role facilities). Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas pada
individu untuk dapat menjalankan peranan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan bagian masyarakat yang banyak menyediakan peluang-peluang untuk pelaksanaan peranan. Kadang-kadang perubahan
struktur suatu golongan kemasyarakatan menyebabkan fasilitas-fasilitas
bertambah. Akan tetapi sebaliknya, juga dapat mengurangi peluang-peluang, apabila terpaksa diadakan rasionalisasi sebagai akibat perubahan
struktur dan organisasi.
Sejalan dengan adanya status conclict, juga ada conflict of roles.
Bahkan kadang-kadang pemisahan antara individu dengan peranan yang
sesungguhnya harus dilaksanakannya. Hal itu dinamakan role distance.
250
Gejala tadi timbul apabila individu merasakan dirinya tertekan. Karena dia
merasa dirinya tidak sesuai untuk melaksanakan peranan yang diberikan
oleh masyarakat kepadanya. Dengan demikian dia tidak melaksanakan
peranannya dengan sempurna atau bahkan menyembunyikan dirinya,
apabila dia berada dalam lingkaran sosial yang berbeda. Lingkaran sosial
atau social circle adalah kelompok sosial di mana seseorang mendapat
tempat serta kesempatan untuk melaksanakan perannya. Setiap peranan
bertujuan agar anggota individu yang melaksanakan peranan tadi dengan
orang-orang disekitarnya yang tersangkut, atau, ada hubungannya
dengan peranan tersebut, terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai
sosial yang diterima dan ditaati kedua belah pihak, nilai-nilai sosial
tersebut, misalnya nilai ekononomis yang tercipta dalam hubungan antara
seorang bankir dengan nasabahnya; nilai higienis antara dokter dengan
pasiennya; nilai-nilai keagamaan antara pemuka agama dengan umatnya
dan sebagainya. Apabila tak dapat terpenuhi oleh individu, terjadilah role
distance.
Seseorang senantiasa berhubungan dengan pihak lain. Biasanya
setiap pihak mempunyai perangkat peranan tertentu (set of roles).
Contohnya adalah seorang dokter yang berinteraksi dengan pihak-pihak
tertentu di dalam suatu sub sistem sosial rumah sakit. Secara visual
gambarannya adalah sebagai berikut (dokter sebagai titik sentral).
Didalam interaksi sosial kadangkala kurang disadari, bahwa yang
paling penting adalah melaksanakan peranan. Tidak jarang terjadi bahwa
di dalam proses interaksi tersebut, kedudukan lebih dipentingkan, sehingga terjadi hubungan-hubungan timpang yang tidak seharunya terjadi.
Hubungan-hubungan yang timpang tersebut lebih cenderung mementingkan bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak saja sedang pihak lain
hanyalah mempunyai kewajiban.
Tugas 5.2
3. Jelaskan tentang pelapisan masyarakat yang ada di daerah
tempat tinggalmu?
4. Apakah di sekolah, baik di kalangan guru atau siswa terdapat
pelapisan sosial diantara mereka? mengapa?
251
C. STRUKTUR SOSIAL
Secara singkat struktur sosial didefinisikan sebagai pola dari hak
dan kewajiban para pelaku dalam suatu sistem interaksi, yang terwujud
dari rangkaian-rangkaian hubungan sosial yang relatif stabil dalam suatu
jangka waktu tertentu.
Pengertian hak dan kewajiban para pelaku dikaitkan dengan
masing-masing status dan peranan para pelaku. Status dan peranan bersumber pada sistem penggolongan yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, dan yang berlaku menurut masing-masing
pranata dan situasi-situasi sosial dimana interaksi sosial itu terwujud.
Struktur sosial adalah pola perilaku dari setiap individu masyarakat yang
tersusun sebagai suatu sistem.
Seorang individu menjadi anggota keluarga, keanggotaannya
dalam keluarga berarti menempatkan dirinya dalam suatu kedudukan
tertentu atau status dalam keluarga tersebut adalah serangkaian hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi sebagai anggota keluarga, yang terwujud
dalam bentuk peranannya (macam dan corak tindakan yang diharapkan
untuk diwujudkannya oleh orang lain yang terlibat dalam hubungan
sosial) berbagai interaksi sosial dalam ruang lingkup kegiatan keluarga.
Sebuah situasi sosial terdiri atau serangkaian aturan-aturan atau
norma-norma yang mengatur penggolongan para pelaku menurut status
dan peranannya dan yang membatasi macam tindakan-tindakan yang
boleh dan yang tidak boleh serta yang seharusnya diwujudkan oleh para
pelakunya. Sebuah situasi sosial biasanya menempati suatu ruang atau
wilayah tertentu yang khususnya untuk situasi sosial tertentu, walaupun
tidak selamanya demikian keadaannya sebab ada ruang atau wilayah
yang mempunyai fungsi majemuk. Contoh berkenaan dengan pembahasan situasi sosial yang ada dalam ruang lingkup kegiatan keluarga, antara
lain situasi sosial di meja makan. Pada waktu makan bersama, misalnya
kursi-kursi diatur sedemikian rupa yang memperlihatkan perbedaan status dari para anggota keluarga yang makan malam bersama tersebut.
Ayah sebagai kepala keluarga duduk di kursi yang terletak di kepala
meja. Ayah memulai makan bersama dengan cara memulai menyendok
nasi terlebih dahulu, atau disendokkan nasinya oleh ibu.
Dengan dimulainya penyendokan nasi ke dalam piring ayah,
makan malam bersama dimulai. Keteraturan dalam situasi sosial makan
bersama ini dapat dilihat pada urutan-urutan pengambilan makanan
sehingga seluruh anggota keluarga yang duduk makan bersama tadi
mendapat bagiannya. Dengan selesainya makan malam bersama, situasi
sosial meja makan juga selesai, dan meja makan tidak berfungsi lagi.
Dalam beberapa hal tertentu, meja makan bisa juga berfungsi sebagai tempat ngobrol sejumlah anggota keluarga, tempat bermain bridge
252
atau domino atau catur, tempat belajar anak-anak yang bersekolah, dan
berbagai fungsi lainnya. Dalam keadaan demikian, meja makan atau
ruang tempat makan telah berfungsi majemuk untuk menjadi tempat bagi
diwujudkannya situasi-situasi sosial yang berbeda. Karena, walaupun
tempatnya sama tetapi situasi sosial yang berbeda. Situasi sosial makan
bersama tidaklah sama dengan situasi sosial anak-anak belajar, dan
tidak juga sama dengan situasi sosial bermain kartu domino, dan
sebagainya.
Kalau kita perhatikan bersama secara sungguh-sungguh, secara
keseluruhan kegiatan yang berkenaan dengan makan malam bersama
tadi sebetulnya mempunyai struktur sosial yang tersendiri, yaitu struktur
sosial makan bersama. Dalam makan malam bersama tadi, tercermin
adanya suatu pola berkenaan dengan hak dan kewajiban para pelakunya
dalam suatu sistem interaksi berkenaan dengan secara bersama-sama
makan malam yang terwujud dalam suatu jangka waktu tertentu, yaitu
pada waktu makan bersama, khususnya pada waktu makan malam bersama, dan terwujud dalam rangkaian-rangkaian hubungan sosial yang
relatif stabil, yaitu selalu berulang pada setiap kali anggota-anggota keluarga tersebut makan bersama atau khususnya makan malam bersama.
Dengan demikian, kalau kita ingin berbicara mengenai struktur
sosial keluarga maka harus juga diperhatikan berbagai sistem interaksi
yang terwujud dalam berbagai situasi sosial yang ada dalam ruang
lingkup keluarga. Struktur-struktur sosial yang terdapat dalam ruang
lingkup keluarga tadi, secara bersama-sama kemudian diperbandingkan
dan dilihat persamaannya, perbedaannya, dan yang terakhir, kemudian
ditarik prinsip-prinsip umum dasarnya yang merupakan suatu generalisasi
yang berlaku umum berkenaan dengan hak dan kewajiban dari para
pelaku atau anggota keluarga.
Corak dari sesuatu struktur sosial ditentukan oleh kebudayaan
dari masyarakat yang bersangkutan, dalam kaitannya dengan lingkungan
hidup yang nyata yang dihadapi oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Perwujudan dari kebudayaan sebagai model atau pola bagi
kelakuan, yang berupa aturan-aturan atau norma-norma, dalam kehidupan sosial manusia adalah melalui beraneka ragam corak pranata-pranata
sosial. Pranata-pranata tersebut terwujud sebagai serangkaian normanorma yang menjadi tradisi yang digunakan untuk mengatur kegiatankegiatan kehidupan individu dan kelompok-kelompok yang ada dalam
masyarakat yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, kalau kita
hendak melihat masyarakat sebagai suatu struktur sosialnya, maka yang
menentukan corak dari struktur tersebut adalah pranata-pranata yang
ada dalam masyarakat yang bersangkutan.
253
1. Struktur Sosial dan Masyarakat
Corak dari struktur sosial masyarakat beraneka ragam. Ada yang
sederhana dan ada yang kompleks; ada yang struktur sosialnya
bersumber pada dan ditentukan oleh sistem kekerabatannya, sistem
ekonominya, sistem pelapisan sosialnya, dan sebagainya; dan ada yang
merupakan suatu kombinasi dari berbagai pranata tersebut.
Didalam kajian antropologi bahwa sejumlah masyarakat yang digolongkan sebagai berkebudayaan primitif, yang biasanya hidup dalam
kesatuan atau kelompok sosial yang kecil, mempunyai serangkaian
aturan-aturan yang dipakai untuk mengorganisasi kegiatan-kegiatan
warganya terutama berdasarkan atas sistem kekerabatan.
Masyarakat-masyarakat yang seperti ini, kelompok-kelompok
kekerabatan dan aturan-aturan yang dalam sistem kekerabatan menjadi
amat penting. Sedangkan dalam suatu masyarakat yang jumlah warganya banyak dan yang lebih beraneka ragam pola status dan peranannya,
diperlukan bukan hanya pengaturan menurut sistem kekerabatan tetapi
juga menurut berbagai sistem pengorganisasian wilayah bagi kegiatan
sosial warganya. Dalam masyarakat yang lebih kompleks lagi, yang
ditandai oleh kompleknya keaneka ragaman sistem status dan peranan,
sistem kekerabatan dan berbagai sistem pengorganisasian wilayah yang
ada tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk pengaturan
kegiatan-kegiatan sosial warganya yang dapat menjamin terwujudnya
tertib sosial.
Dalam keadaan demikian, terwujud berbagai macam pranata,
yang pranata-pranata ini melahirkan berbagai macam perkumpulan dan
organisasi, baik yang secara resmi diakui sebagai organisasi atau
perkumpulan karena mempunyai nama atau merek organisasi dan mempunyai pengurus serta daftar anggota, maupun organisasi-organisasi
atau perkumpulan-perkumpulan yang tidak nampak nyata sebagai
organisasi atau perkumpulan karena tidak mempunyai bukti-bukti sebagai
organisasi resmi seperti tersebut diatas. Contoh dari organisasi resmi
adalah organisasi/partai politik, perkumpulan olah raga, kesenian,
ekonomi, dan sebagainya; sedangkan contoh dari organisasi tidak resmi
adalah perkumpulan arisan, pertemuan dan persahabatan, dan berbagai
pengelompokkan karena sesuatu kegiatan tertentu.
Masyarakat yang kebudayaannya primitif, struktur sosialnya
dengan mudah diketahui coraknya karena seorang pengamat dengan
mudah dapat membuat rekonstruksi dari struktur sosial tersebut berdasarkan atas kesederhanaan pola status dan peranan yang bersumber
jumlah dan keanekaragaman pranata yang terbatas. Sedangkan dalam
masyarakat yang kompleks kebudayaannya, struktur sosial masyarakat
tersebut tidak dengan mudah direkonstruksi. Seringkali seorang peneliti
254
yang belum berpengalaman dapat menjadi bingung karena kenyataannya
dalam masyarakat tersebut terdapat beraneka ragam kelompok-kelompok sosial yang masing-masing mempunyai struktur sosial yang juga
secara keseluruhan menunjukkan keanekaragaman.
2. Struktur Sosial dan Hubungan Sosial
Didalam kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, hubungan-hubungan sosial yang dilakukannya dengan para anggota masyarakatnya dalam kelompok-kelompok kekerabatan, kelompok wilayah,
dan dalam kelompok-kelompok sosial lainnya (yaitu perkumpulan
olahraga, arisan, teman sejawat di kantor, teman sepermainan, tetangga,
organisasi partai politik, dan sebagainya), tidaklah sama dalam hal
interaksi sosialnya antara yang satu dengan yang lainnya.
Interaksi sosial adalah aspek kelakuan dari dan yang terdapat
dalam hubungan sosial. Dengan kata lain, seorang anggota masyarakat
itu tidaklah dapat mengadakan interaksi sosial dengan semua orang yang
menjadi warga masyarakatnya. Begitu juga, seorang anggota masyarakat
yang mempunyai hubungan sosial dengan sejumlah warga masyarakat
tidaklah sama dalam hal sering dan eratnya hubungan sosial yang
dipunyainya dengan semua anggota masyarakat yang mempunyai hubungan sosial dengan dirinya. Dengan demikian, ada sejumlah orangorang tertentu yang mempunyai hubungan-hubungan sosial yang erat
dan sering dengan orang tersebut, sedangkan sejumlah orang lainnya
jarang-jarang mengadakan interaksi sosial dengan orang tersebut
sehingga hubungan sosialnya tidak erat, dan masih ada sejumlah orang
lainnya yang juga anggota masyarakat tersebut yang tidak mempunyai
hubungan sosial dengan orang tersebut.
Kalau kita melihat hubungan sosial di antara dua orang individu
sebagai sebuah garis, maka hubungan sosial yang terwujud antara
seorang individu dengan sejumlah orang individu dapat dilihat sebagai
sejumlah garis yang menghubungkan individu tersebut dengan individuindividu lainnya dan yang garis-garis tersebut berpusat pada individu
tersebut. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, hubungan-hubungan sosial yang terwujud bukanlah hanya antara dua pihak saja tetapi
merupakan suatu hubungan seperti jala atau jaring yang mencakup
sejumlah orang. Karena itu hubungan-hubungan sosial yang mencakup
hubungan di antara tiga orang atau lebih dinamakan jaringan sosial.
Jaringan sosial adalah suatu pengelompokkan yang terdiri atas
tiga orang atau lebih, yang masing-masing orang tersebut mempunyai
identitas tersendiri, dan yang masing-masing dihubungkan antara satu
dengan lainnya melalui hubungan-hubungan sosial yang ada, sehingga
melalui hubungan-hubungan sosial tersebut mereka dapat dikelompok255
kan sebagai suatu kesatuan sosial atau kelompok sosial. Hubunganhubungan yang ada diantara mereka yang terlibat dalam suatu jaringan
sosial biasanya tidak bersifat hubungan-hubungan yang resmi tetapi
hubungan-hubungan yang tidak resmi atau perseorangan. Karena mereka yang berada dalam suatu jaringan sosial biasanya tidak sadar akan
keanggotaannya dalam jaringan sosial tersebut, karena jaringan sosial
tersebut belum tentu terwujud sebagai suatu organisasi atau
perkumpulan resmi.
Jaringan-jaringan sosial telah terbentuk dalam masyarakat karena
manusia tidak dapat berhubungan dengan semua manusia yang ada.
Hubungan-hubungan sosial yang dipunyai oleh seorang manusia selalu
terbatas pada sejumlah manusia. Begitu juga, setiap orang telah belajar
dari pengalaman sosialnya masing-masing untuk memilih dan mengembangkan hubungan-hubungan sosial yang paling menguntungkan bagi
dirinya, yang terbatas jumlahnya dibandingkan dengan jumlah rangkaian
hubungan-hubungan sosial yang tersedia dalam masyarakatnya, yang
dapat digunakannya.
Sejumlah ahli ilmu sosial telah menggunakan konsep jaringan
sosial sebagai pendekatan untuk dapat membuat rekonstruksi struktur
sosial. Landasan berpikirnya adalah bahwa suatu jaringan sosial mewujudkan adanya suatu kesatuan atau kelompok sosial; dan bahwa interaksi
diantara mereka yang terlibat dalam satu jaringan sosial mempunyai
suatu corak keteraturan tersendiri, dan bahwa keteraturan tersebut mencerminkan adanya aturan-aturan yang berupa suatu pola mengenai
hubungan-hubungan sosial yang melibatkan statu atau identitas dan
peranan sosial dari para pelakunya; dan bahwa dengan menggunakan
pendekatan jaringan sosial ketepatan corak dari struktur sosial dapat
lebih dipertanggung jawabkan karena penggunaan teknik-teknik dan
analisa kuantitatif.
Menurut pandangan teori marxis mengatakan bahwa totalitas dari
lapisan-lapisan dan kelompok sosial serta sistem yang mengatur
hubungan antar mereka ini kemudian membentuk struktur sosial masyarakat. Dalam menganalisis struktur sosial, marxisme membuat pembagian antara kelas fundamental dan kelas non fundamental.
Kelas-kelas fundamental adalah kelas-kelas yang dilahirkan dari
corak produksi yang berlaku, dimana kelas-kelas tersebut tidak mungkin
kita temukan di bawah corak produksi lainnya. Kontradiksi mendasar dari
corak produksi yang berlaku, terwujud dalam pola hubungan dan pola
perjuangan antar kelas. Seluruh corak produksi yang antagonistik ditunjukkan dengan keberadaan dua kelas yang secara fundamental saling
bertentangan.
256
Didalam masyarakat asia, yang merupakan kelas-kelas fundamentalnya adalah para pemuka agama dan bangsawan/petinggi militer
yang dikepalai oleh pemuka agama yang merangkap sebagai raja dan
pahlawan negara di satu pihak, sementara di pihak lain adalah para
penduduk kampung, yakni kaum tani. Seluruh tanah dan sumber air yang
merupakan alat-alat produksi yang menentukan dimiliki oleh raja, yang di
mata para petani dianggap sebagai tuan penguasa. Seluruh kaum
bangsawan, dari raja hingga gubernurnya hidup dari upeti yang diperoleh
dalam bentuk kerja atau produk berlebih dari para penduduk.
Di negara-negara yang didominasi oleh corak produksi pemilikan
budak (pada masa kekaisaran Romawi dan Yunani kuno), yang menjadi
kelas fundamentalnya adalah tuan pemilik budak dan para budak. Para
tuan pemilik budak ini bukan sekedar memilikii alat-alat produksi
melainkan juga memilikii para budak yang diperlakukan sekedar sebagai
instrumen produksi. Seorang penulis pada jaman Romawi Kuno, Marcus
Terentius Varro, dalam risalahnya tentang pertanian membagi kerja
penggarapan ladang ke dalam tiga kategori ada peralatan kerja yang bisa
bicara, ada aktivitas yang mengeluarkan suara tapi tak bisa bicara, dan
ada aktivitas kerja yang bisu, yang bicara adalah para budak, yang
mengeluarkan suara tapi tak bisa bicara adalah hamba, sementara alat
kerja yang bisu adalah gerobak (Horton, 1993).
Dibawah corak produksi feodal, dua kelas yang merupakan kelas
fundamental adalah para pemilik tanah feodal (termasuk didalamnya
adalah para pemuka tertinggi agama) dan para hamba. Para hamba
terpaksa menggarap tanah-tanah pertanian berkala kecil dan hanya
menggunakan instrumen-instrumen produksi tertentu. Sementara tuan
feodal merupakan pemilik alat produksi utama, yaitu tanah. Pemilikan
atas tanah inilah yang memungkinkannya untuk merampas hasil kerja
kaum tani. Para hamba tidak seperti para budak (yang merupakan hak
milik tuan feodal) tidak bisa diperjual-belikan oleh para tuan feodal
(terkecuali jika si tuan feodal menjual tanahnya). Tuan feodal merampas
produk surplus petani, baik dengan cara corvee (bayaran sesuai waktu
kerja) atau melalui quit-rent (sewa pendek), atau bisa juga dengan sistem
petani menyewa tanah dari tuan tanah. Hal ini ini terutama terjadi pada
masa menjelang berakhirnya feodalisme.
Sementara pada masa corak produksi kapitalisme, yang memliki
kelas fundamentalnya adalah kelas borjuis dan proletariat. Mereka yang
terlibat dalam produksi secara langsung, yakni para buruh upahan,
secara hukum adalah para pekerja bebas, akan tetapi tak memiliki alatalat produksi. Tidak seperti warga kampung dibawah corak produksi
budaya asia atau para hamba yang yang hidup pada masa feodal, para
pekerja upahan ini tidak memilki dan tak berhak menggunakan alat-alat
257
produksi. Mereka hanya bisa mendapatkan kesempatan untuk bertahan
hidup jika mereka menjual tenaga kerjanya kepada kaum kapitalis.
Dengan alasan ini, Marx dan Engels menyebut relasi penghisapan
kapitalis merupakan sistem yang mendasarkan dirinya pada perbudakan
upah (Budiman, 2000).
Masyarakat yang memiliki karakteristik dengan corak produksi
budaya asia, pemilikan budak dan feodal, pembagian kelas-kelas dalam
masyarakat dipertajam dengan adanya intervensi negara yang membagi
penduduk menjadi kasta-kasta dan lapisan yang turun temurun. Sebagai
contoh di India kuno, masyarakat-masyarakat terbagi ke dalam 4 kasta
yakni Brahmana (keluarga bangsawan pemuka agama), Ksatria (bangsawan petinggi militer), Waisya (masyarakat kampung), dan Sudra (lapisan
masyarakat yang paling rendah yakni orang-orang yang disingkirkan dari
komunitasnya). Pembagian kasta ini dibenarkan oleh agama Hindu.
Pemeluk agama ini meyakini bahwa Dewa Brahma menciptakan kaum
Brahmana dari mulutnya, Ksatria diciptakan dari tangannya, Waisya
diciptakan dari pahanya, sementara Sudra yang paling rendah diciptakan
dari kaki sang Dewa.
Dalam masyarakat pemilikan budak (di Yunani kuno, Romawi)
dan dalam masyarakat feodal, penduduk di bagi dalam tingkatan-tingkatan, dimana hukum yang berlaku mengatur hak serta kewajiban
masing-masing tingkatan. Lapisan-lapisan tersebut dibentuk berbasiskan
pembagian kelas, akan tetapi ia tidak sepenuhnya berkaitan dengan hal
itu, karena lapisan-lapisan/tingkatan-tingkatan tersebut juga memunculkan hirarki kekuasaan dan hak-hak istimewa dalam dunia hukum.
Selama berlakunya relasi produksi tertentu format pembagian
kelas yang ada masih menyisakan hal-hal peninggalan corak produksi
lama atau juga menyambung cikal bakal corak produksi yang baru.
Keadaan seperti inilah yang mampu menjelaskan keberadaan kelas-kelas
non-fundamental atau kelas-kelas transisional (kelas antara).
Dalam masyarakat asia, didalam sistem produksi didapatkan
adanya para budak (terutama bekerja pada sektor-sektor kerja kerumahtanggaan non produktif), pegawai-pegawai rendahan (juru tulis), pedagang-pedagang kecil dan lintah darat, atau mereka yang bekerja sebagai
tukang ransum. Selanjutnya, para bangsawan lokal yang mengumpulkan/menarik upeti dari penduduk kampung, mencoba mendapatkan
legalitas pemilikan tanah yang mereka kuasai di wilayah kekuasaan
mereka, dengan demikian mereka mendapatkan keabsahan untuk
menarik upeti dari penduduk. Akan tetapi dengan adanya perkembangan
penguasaan tanah pribadi secara besar-besaran, maka hal tersebut
memperlemah kemampuan negara yang selama ini menjalankan fungsi
ekonomi seperti kontrol terhadap penggunaan air dan proyek-proyek
258
irigasi. Hal itu terjadi karena pemerintah pusat tidak bisa lagi mempertahankan proyek-proyek umum yang mengakibatkan keruntuhan kekuasaannya. Sementara produksi pertanian merosost tajam, maka petani tak
sanggup membayar upeti kepada tuan-tuan tanah lokal. Situasi ini
biasanya berakibat pada munculnya krisis politik berupa pemberontakan
kaum tani yang bermuara pada jatuhnya dinasti yang berkuasa.
Dalam masyarakat feodal, juga terdapat kelas-kelas sosial yang
terdiri dari para tukang yang terhimpun dalam perkumpulan-perkumpulan
(gilda) dan perusahaan-perusahaan kaum pedagang, dan sebagainya
yang tinggal di daerah perkotaan. Para tukang di gilda-gilda itu lalu
menjadi penghisap. Sementara orang-orang yang magang pada mereka
berfungsi sebagai pekerja-pekerja yang tereksploitasi. Para tuan tanah
besar yang menggunakancara-cara kapitalis dan pra-kapitalis dalam
menghisap kaum tani pun masih bisa dijumpai (masih bertahan lama)
dalam masyarakat kapitalis.
Di sebagian besar negara-negara kapitalis, juga dapat dijumpai
keberadaan kelas-kelas non-fundamental borjuis kecil yang terdiri dari
kaum tani, para tukang, pedagang kecil dan para pemilik alat-alat produksi kecil. Jumlah mereka amatlah besar dan berperanan penting dalam
perjuangan politik. Secara ekonomis, kelas borjuis kecil ini menempati
posisi di antara borjuasi dan proletariat. Keberadaan mereka sebagai
pemilik alat-alat produksi secara pribadi menjadikan mereka lebih dekat
ke borjuasi (meski tak sama dengan para kapitalis umumnya, mereka ini
juga mempekerjakan/mengupah orang lain, yaitu berdasarkan ikatan
kerja personal), namun mereka juga mempunyai ikatan dengan kaum
proletar karena juga mengalami penindasan modal.
Hubungan antara kelas-kelas fundamental dengan kelas-kelas
non-fundamental sendiri saling tergantung sama lain. Hal ini disebabkan
adanya perkembangan sejarah yang memungkinkan beralihnya kelaskelas fundamental menjadi kelas-kelas non-fundamental, begitu juga
sebaliknya. Kelas-kelas fundamental akan merosot menjadi kelas-kelas
non-fundamental ketika relasi-relasi produksi yang sebelumnya menjadi
dasar yang dominan dari corak produksi tertentu lambat-laun dominasinya digantikan (secara bergilir) oleh relasi-relasi produksi yang baru.
Kemunculan relasi produksi yang baru kemundian mentransformasikan
kelas-kelas non-fundamental menjadi kelas fundamental ketika relasirelasi produksi yang baru berhasil mengkonsolidasikan dirinya dan
kemudian memunculkan corak produksi yang baru sama sekali.
Corak produksi kapitalis merupakan corak produksi yang unik.
Dalam waktu singkat berhasil menyederhanakan struktur kelas dalam
masyarakat, membelahnya menjadi dua, yakni antara segelintir kelas
yang berkuasa dan massa proletariat yang terus tumbuh dan berkem259
bang. Pada pertengahan abad ke 19, jumlah kaum borjuis sangat
banyak. Ini dikarenakan instrumen-instrumen kerja terutama dimiliki oleh
para kapitalis menengah dan kecil. Di Inggris, kelas ini mencakup 8% dari
seluruh penduduk yang masuk usia kerja; di negeri-negeri lain proporsinya bahkan lebih besar lagi, sementara barisan buruh/pekerja upahan
tidak melebihi separuh dari penduduk yang memasuki usia kerja.
Perkembangan kapitalisme monopoli telah menyebabkan konsentrasi produksi dan sentralisasi modal yang tiada bandingannya. Hal ini
terutama terjadi setelah berakhirnya Perang Dunia II. Jumlah kaum
borjuasi (golongan menengah ke atas) semakin mengecil di tengah
masyarakat, karena adanya monopoli yang menghancurkan sejumlah
besar kaum kapitalis kecil dan menengah. Di negeri-negeri kapitalis maju
prosentasi kaum borjuis antara sebanyak 1% hingga 4% dari keseluruhan
penduduk. Akan tetapi, pada saat bersamaan kekuasaan dan kekayaan
kaum borjuis monopolis di negeri-negeri kapitalis maju ini telah berlipat
ganda. Hanya 1% keluarga dari seluruh keluarga di Amerika Serikat
menguasai sekitar 80 % dari seluruh asset produksi.
Dalam tahapan kapitalisme pra-monopoli, kaum borjuis terutama
terdiri dari sejumlah besar individu pemilik perusahaan kecil dan
menengah, akan tetapi selama abad ke 20, tumbuh perusahaan saham
gabungan sebagai bentuk pemilikan kapitalis yang dominan. Awalnya,
penjualan saham perusahaan ini merupakan cara menarik dana segar/
modal dan tabungan dari para borjuis kecil yang kaya untuk mengkonsentrasikan dan menanamkan dana untuk kepentingan para pemegang
saham besar. Para ekonom borjuis lalu menginterpretasikan hal ini
dengan atau sebagai adanya transformasi perusahaan-perusahaan kapitalis menjadi ”milik umum” dan sebagai pertanda bangkitnya “kapitalisme
rakyat”. Kenyataannya, dengan menjadi pemegang saham, seseorang
tidak kemudian menjadi seorang kapitalis. Terlebih lagi orang tersebut
tidak memiliki hak bicara untuk menentukan jalannya perusahaan. Tujuan
sesungguhnya dari perusahaan-perusahaan yang ”go public” adalah
untuk menarik tabungan para buruh sehingga bisa dimanfaatkan guna
melayani kepentingan pemilik saham besar.
Kemunculan kapitalisme monopoli ini menggiring pada pemisahan
pemilikan modal dengan fungsi manajerial yang dijalankan pihak lain.
Sejumlah sosiolog borjuis beranggapan bahwa “kelas manajer” telah
mengambil kekuasaan dan kontrol terhadap perusahaan-perusahaan ini
dari kaum kapitalis. Oleh karena itu, mereka beranggapan bahwa
persoalan pemilikan sudah tidak relevan lagi. Akan tetapi dugaan-dugaan
ini tidaklah mencerminkan situasi yang sesungguhnya. Pertama, kaum
borjuis monopolis menjalankan kekuasaannya dengan cara terlibat
langsung dalam mengatur bank dan perusahaan industri mereka. Para
260
anggota keluarga-keluarga kaya kemudian duduk dalam jajaran direktur
perusahaan industri dan perdagangan serta perbankan. Di samping itu,
mereka mempromosikan kerabat mereka untuk menduduki posisi-posisi
yang menentukan dalam administrasi perusahaan. Kedua, para manajer
top dari perusahaan-perusahaan dan perbankan besar (para eksekutif
bisnis, pegawai-pegawai eksekutif papan atas) walau tidak direkrut dari
kalangan keluarga kaya, mereka kemudian dimasukkan ke dalam
lingkaran borjuasi mereka. Sementara itu, presiden, wakil presiden, CEO
dan eksekutif-eksekutif top perusahaan adalah pegawai-pegawai yang
gaji serta bonusnya jauh melebihi dari nilai pasar kinerja mereka. Dengan
demikian merekapun memainkan peran khusus dalam partisipasi mereka
merampas nilai lebih yang diciptakan dari kerja orang lain. Gaji dan
bonus yang diperoleh memungkinkan mereka untuk mengakumulasi
modal/kapital termasuk juga melalui pembelian saham (yang dalam
banyak kasus menjadi bagian dari “paket gaji” yang mereka terima).
Sementara itu, jumlah pekerja upahan yang berhadap-hadapan
dengan modal tumbuh semakin besar dalam dua abad terakhir. Barisan
mereka telah berlipat ganda karena mereka dibanjiri oleh para mantan
borjuis kecil di kota dan desa yang tersisih dari bisnisnya.
Semakin kapitalisme berkembang, maka semakin terkoyaklah
jajaran borjuis kecil. Sementara itu, sebagian besar dari mereka mengalami kebangkrutan dan ada yang berubah menjadi pemilik alat-alat
produksi kecil yang tergantung secara ekonomi, atau menjadi semiproletar dan proletariat. Ini merupakan proses rutin yang melandaskan
dirinya pada laju perkembangan produksi berskala besar yang melampaui produksi berskala kecil, sebagaimana yang diprediksikan oleh Marx
dalam hukum konsentrasi dan sentralisasi kapital.
Kapitalisme monopoli juga menghancurkan kelas menengah
”lama” yang terdiri dari petani-petani kecil, para pemilik toko, pengusaha
kecil, dan kaum proifesional mandiri (dokter, pengacara, guru, dan
sebagainya). Mereka terlempar dari kelasnya untuk menambah jumlah
barisan proletariat. Sementara itu, pada saat bersamaan, kapitalisme
monopoli menghasilkan kelas menengah ”baru” yang bekerja secara
langsung untuk melayani kepentingan kapitalisme monopoli. Mereka ini
terdiri dari para teknisi, ahli pemasaran, manajer, ahli keuangan, ahli
kesehatan dan para pengacara yang menempati posisi penyangga antara
borjuasi dan proletariat. Akan tetapi, untuk jangka waktu lama, kapitalisme monopoli cenderung akan memproletarkan posisi-posisi tadi dengan
cara memperdagangkan kerja mereka dan dengan menghancurkan
monopoli mereka atas ketrampilan yang mereka miliki.
Barisan buruh upahan ini dibebaskan dari setiap pemilikan alatalat produksi yang terdapat di negeri kapitalis maju dimana mayoritas
261
penduduknya (lebih dari 75 %) merupakan lapisan masyarakat yang aktif
secara ekonomis. Dalam skala dunia para pekerja upahan ini berjumlah
milyaran.
Kaum borjuis sering beranggapan bahwa dengan adanya perkembangan sistem produksi yang semi-otomatis dan dengan adanya pemanfaatan teknologi komputer berskala luas, maka proletariat ditakdirkan
akan melenyap. Alasannya, Pertama, demikian kata mereka, karena
terjadinya penurunan jumlah orang yang terlibat dalam kegiatan industri
produksi barang, sementara di pihak lain semakin banyak orang yang
bekerja di sektor jasa, dan alasan kedua, adalah peningkatan kerja-kerja
non manual (meningkatnya jumlah pekerja “kerah putih” secara umum).
Dalam mendefinisikan kelas pekerja, harus terlebih dahulu
diketahui posisi kelas pekerja dalam sistem produksi sosial, relasinya
terhadap alat-alat produksi dan peranannya dalam organisasi kerja
secara sosial. Menurut pandangan Marxisme, kelas pekerja itu terdiri dari
seluruh orang yang, (1), karena tidak memiliki alat-alat produksi terpaksa
menjual tenaga kerja mereka untuk mendapatkan upah atau gaji, dan (2),
jika mereka dipekerjakan, maka mereka menghasilkan nilai lebih dari
kerja mereka atau yang memungkinkan majikan mereka untuk merampas
nilai lebih yang diciptakan oleh orang lain.
Pekerja kerah putih bukanlah sebuah kelas tersendiri; kebanyakan dari mereka adalah pekerja upahan yang bekerja di sektor-sektor
non-industrial, yakni sektor-sektor yang memungkinkan para majikan
untuk merampas nilai lebih yang diciptakan oleh para buruh industri dan
pertanian. Peningkatan jumlah para pekerja kerah putih sejak abad 19
dimungkinkan oleh perkembangan sektor jasa (transportasi, komunikasi,
perdagangan, kredit, perbankan dan asuransi, industri kebudayaan, dan
sebagainya). Akan tetapi sektor ini juga memproduksi struktur masyarakat kapitalis. Orang-orang yang bekerja di sektor jasa tidaklah berdiri
sendiri diluar pembagian kelas dalam masyarakat. Mereka menjadi
bagian yang terintegrasi dari kelas-kelas masyarakat, baik itu di bidang
industri dan pertanian. Tingkat pertumbuhan pegawai kerah putih yang
cepat melebihi pertumbuhan seluruh penduduk yang telah memasuki usia
kerja tidak berarti telah terjadi proses de-proletarisasi penduduk atau
munculnya intelektual kelas menengah baru yang meleburkan proletariat.
Terminologi intelektual biasanya digunakan untuk menunjukkan
segolongan orang yang secara profesional terlibat dalam kerja-kerja yang
bersifat intelektual. Ia juga mencakup sebagian pekerja kerah putih,
namun sebagian besarnya lagi menjalankan fungsi kerja yang teknis
sifatnya. Terlebih lagi, komputerisasi yang menggejala akhir-akhir ini
telah memekaniskan kerja-kerja administrasi dan pejualan. Dengan
demikian hal tersebut telah menyerap para pekerja kerah putih menjadi
262
operator-operator mesin dengan kondisi kerja yang tak jauh beda dengan
kondisi kerja yang melingkupi para buruh industri.
Mengamati kondisi di atas maka kita dapat menarik kesimpulan
bahwa struktur kelas masyarakat kapitalis itu begitu beragam. Disamping
adanya kelas-kelas fundamental di dalamnya juga kita temui adanya
kelas-kelas non-fundamental, yang lebih spesifik lagi, dalam masyarakat
kapitalis, kelas-kelas yang ada bukan merupakan kelompok-kelompok
yang sifatnya tertutup sebagaimana halnya pelapisan hirarkis pada masa
feodal. Dalam masyarakat kapitalis, orang-orang bisa saling berpindah
dari kelompok-kelompok atau strata-strata sosial lainnya.
Menghadapi fenomena ini maka para sosiolog borjuis secara
semena-mena menganggap bahwa pembagian kelas tersebut melenyap
dalam masyarakat kapitalis. Beberapa kalangan dari mereka beranggapan bahwa kelas-kelas bergerak secara konstan seiring dengan
terserapnya orang ke dalamnya, serta mereka bergerak naik-turun
namun tetap terkungkung dalam kelas yang sama persis seperti naikturunnya lift di sebuah bangunan besar. Tentu saja, dalam masyarakat
kapitalis terjadi mobilitas sosial yang jauh lebih besar ketimbang dalam
masyarakat feodal dimana banyak terdapat penghalang yang bersifat
hirarkis.akan tetapi batas-batas kelas ini tidak melenyap, bahkan di
bawah sistem kapitalisme kontradiksi kelas mengalami peningkatan. Jika
pada tahap-tahap awal perkembangan kapitalisme sebagian kalangan
bangsawan penguasa tanah, kaum tani kaya, dsb, mampu menerobos
masuk jajaran borjuasi maka dalam tahap perkembangan selanjutnya
jauh lebih sulit memasuki lingkaran monopolis ketimbang upaya yang
dulu dilakukan borjuis kecil ketika memasuki lingkaran kaum ningrat
semasa absolutisme feodal. Seorang ekonom AS Ferdinand Lundbery,
dalam bukunya The Rich and The Super Rich, menulis bahwa pada
dekade 1960-an terdapat sekitar 200.000 orang kaya di AS. Kebanyakan
dari mereka berasal dari sekitar 500 keluarga terkaya.
Meskipun status kelas dari individu-individu tertentu mengalami
perubahan, hal ini tidak berarti perbedaan kelas dalam masyarakat telah
menghilang. Malahan perubahan-perubahan status sosial yang terjadi
pada masa kapitalisme, keruntuhan bisnis-bisnis skala kecil, proletarisasi
yang terjadi pada kerja intelektual dan meningkatnya jumlah pengangguran, hanya memperlebar kesenjangan antara kelas-kelas fundamental
dalam masyarakat.
263
Tugas 5.3
1. Menurut pendapatmu, apakah ada struktur sosial dalam
lingkungan pergaulan di sekolahmu? Mengapa?
2. Deskripsikan struktur sosial yang ada di lingkungan sekitar
tempat tinggalmu?
D. PRANATA SOSIAL
Beberapa istilah yang dipergunakan oleh para ahli untuk
menyebut pranata sosial dainataranya Selo Soemardjan, Soelaeman
Soemardi menggunakan istilah Lembaga Kemasyarakatan "social
institution"' sedangkan Mely G. Tan, Koentjaraningrat, Harsya W.Bachtiar
menggunakan istilah "pranata sosial", Hertzler, Broom, Nimkoff memberi
istilah "lembaga sosial" (Soekanto, 1990).
Koentjaraningrat mendefinisikan pranata sosial adalah suatu
sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitasaktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam
kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 1991). Sedangkan Harry M.
Johnson (dalam Soekanto, 1990) mengemukakan institusi atau lembaga/
pranata sebagai seperangkat aturan yang terinstitusionalisasi (instituteonalized) yakni: (1) telah diterima sejumlah besar anggota sistem social;
(2) ditanggapi secara sungguh-sungguh (internalized); dan (3) diwajibkan
dan terhadap pelanggarnya dikenakan sanksi tertentu.
Secara ringkas, pranata sosial adalah sistem norma khusus yang
menjadi wahana atau menata suatu rangakaian tindakan yang
memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut pola-pola
resmi. Misalnya: belajar di sekolah, bermain tinju, diklat dan sebagainya.
1. Ciri Umum Pranata Sosial
Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 1990) menguraikan ciri-ciri
umum pranata/lembaga sosial sebagai berikut:
1. Suatu pranata/lembaga sosial adalah suatu organisasi dariada
pola-pola pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud
melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua
pranata/lembaga sosial
3. Pranata/lembaga sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan
tertentu
264
4. Pranata/lembaga sosial mempunyai alat-alat perlengkapan yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan pranata/lembaga yang bersangkutan
5. Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas dari
pranata/lembaga sosial
6. Suatu pranata/lembaga sosial mempunyai suatu tradisi yang
tertulis dan yang tak tertulis yang dirumuskan tujuannya, tata tertib
yang berlaku.
2. Unsur-unsur Pranata Sosial
Meskipun terdapat perbedaan dalam pranata/lembaga, tetapi
banyak juga kesamaannya, hal ini mengingat fungsinya yang agak sama,
yakni mengkonsolidasikan dan menstabilisasikan. Untuk melaksanakan
fungsi tersebut dipergunakan teknik-teknik yang relatif sama antara lain:
1. Tiap-tiap lembaga mempunyai lambang-lambangnya
2. Lembaga-lembaga kebanyakan mengenal upacara-upacara dan
kode-kode kelakuan formil, berupa sumpah-sumpah,ikrar-ikrar,
pembacaan kewajiban-kewajiban dan lain-lain.
3. Tiap pranata/lembaga mengenal pula pelbagai nilai-nilai beserta
rasionalisasi-rasionalisasi atau sublimasi-sublimasi yang membenarkan atau mengagungkan peranan-peranan sosial yang dikehendaki oleh lembaga/ pranata itu.
3. Pengelompokkan Pranata Sosial
Koentjaraningrat (1986) menggolongkan pranata sosial yang
merupakan campuran dari klasifikasi yang dikemukakan Gillin dan Gillin
dengan klasifikasi yang diajukan S.F. Nadel.
Penggolongan berdasarkan atas fungsi dari pranata-pranata
untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup manusia sebagai warga
masyarakat, paling sedikit ada delapan golongan yakni:
1. Kinship atau domestic institutions yakni pranata yang berfungsi
untuk memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan. Contoh: perkawinan, tolong menolong antar kerabat, pengasuhan anak,
sopan santun antar-kerabat.
2. Economic institutions yakni pranata-pranata yang berfungsi untuk
memenuhi keperluan manusia untuk mata pencaharian hidup,
memproduksi, menimbun, menyimpan dan mendistribusikan hasil
produksi dan harta. Contoh: pertanian, peternak-an, koperasi,
industri, barter, penggudangan, perbankan dan sebagainya.
3. Educational institutions yakni pranata-pranata yang berfungsi
memenuhi keperluan penerangan dan pendidikan manusia agar
menjadi anggota masyarakat yang berguna.
265
4. Contoh: pesantren, pendidikan rakyat, pendidikan dasar, sekolah
menengah, perguruan tinggi, pemberantasan buta huruf, pendidikan keamanan, pers, perpustakaan umum dan lain-lain.
5. Scientific institutions yakni pranata-pranata yang berfungsi
memenuhi keperluan ilmiah, menyelami alam semesta. Contoh:
metodologi ilmiah, penelitian, dan sebagainya.
6. Aesthetic and recreational institutions yakni pranata-pranata yang
berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk menghayatkan
rasa keindahan dan untuk rekreasi. Contoh:seni rupa, seni suara,
seni gerak, kesusasteraan, olah raga dan sebagainya.
7. Religious institutions yakni pranata-pranata yang berfungsi
memenuhi keperluan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan
dan alam gaib. Contoh: doa, kenduri, upacara, semedi, bertapa,
dakwah, pantangan, ilmu gaib, dan sebagainya.
8. Political institutions yakni pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk mengatur dan mengelola keseimbangan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat. Contoh: pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketentaraan dan sebagainya.
9. Somatic institutions yakni pranata yang berfungsi memenuhi
keperluan manusia akan kenyaman fisik dan kenyamanan hidup.
Contoh: pemeliharaan kecantikan, pemeliharaan kesehatan,
kedokteran dan sebagainya.
4. Tipe-Tipe Pranata Sosial
Gillin dan Gillin mengklasifikasikan pranata sosial sebagai berikut
(dalam Soekanto, 1990).
1. Dari sudut perkembangan pranata sosial, meliputi (1) crescive
institutions merupakan pranata yang secara tak disengaja tumbuh
dari adat istiadat masyarakat. Contoh: hak milik, perkawinan, agama dan sebagainya; (2) enacted institutions merupakan pranata
yang dibentuk dengan sengaja untuk memenuhi tujuan tertentu.
Contoh: perdagangan, pendidikan, hutang piutang dan
sebagainya.
2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, meliputi
basic institutions yakni pranata sosial yang sangat penting untuk
memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat.
Contoh: keluarga, sekolah, negara.Subsidiary institutions yakni
pranata sosial yang dianggap kurang penting. Contoh: kegiatan
untuk rekreasi.
3. Dari sudut penerimaan masyarakat, meliputi approved atau social
sanctioned institutions yakni pranata yang diterima masyarakat.
266
Contoh: sekolah, perusahaan dagang dan sebagainya. Unsanctioned institutions yakni pranata yang ditolak oleh masyarakat, meskipun masyarakat kadang-kadang tidak berhasil untuk
memberantas. Contoh: jaringan penjahat, pemeras, pencoleng
dan sebagainya.
4. Dari sudut faktor penyebaran, meliputi general institutions yakni
pranata yang dikenal hampir semua masyarakat di dunia. Contoh:
agama. Dan restricted institutions yakni pranata yang dikenal oleh
masyarakat tertentu atau para pengikutnya. Contoh: agama Islam,
protestan, katolik, Budha, Hindu.
5. Dari sudut fungsinya, meliputi operative institutions yakni pranata
sosial yang berfungsi sebagai penghimpun pola-pola atau caracara yang diperlukan untuk mencapai tujuan pranata sosial yang
bersangkutan. Contoh: Industrialisasi, demokratisasi. Regulative
Institutions yakni pranata sosial bertujuan mengawasi adat istiadat
atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian yang mutlak dari
pranat tersebut. Contoh: pranata hukum: kejaksaan, pengadilan
dan sebagainya.
5. Proses Pembentukan Pranata Sosial
Pembentukan pranata sosial melalui proses sebagai berikut:
1. Proses sosialisasi yakni proses untuk memperkenalkan dan
memasyarakatkan suatu norma kemasyarakatan yang baru, agar
masyarakat mengenal dan mengetahui norma tersebut.
2. Proses institutonalization yakni proses yang dilewati oleh sesuatu
norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari
salah satu pranata sosial, sehingga norma-norma kemasyarakatan itu oleh masyarakat tidak hanya dikenal, diakui, dihargai dan
tetapi kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
3. Norma-norma yang internalized artinya proses norma-norma
kemasyarakat tidak hanya berhenti sampai institutionalization
saja, akan tetapi mungkin norma-norma tersebut mendarah
daging dalam jiwa anggota masyarakat.
6. Fungsi Pranata Sosial
Merton mengemukakan fungsi pranata sosial dalam masyarakat
bisa berfungsi manifes dan berfungsi laten (Horton, 1993). Fungsi
manifes merupakan tujuan pranata yang dikehendaki atau diakui,
keluarga harus memelihara anak, pranata ekonomi harus menghasilkan
dan mendistribusikan kebutuhan pokok dan mengarahkan arus modal ke
tempat yang membutuhkan, sekolah harus mendidik siswa. Sedangkan
fungsi laten merupakan hasil yang tidak dikehendaki dan tidak diakui atau
267
jika diakui dianggap sebagai hasil sampingan, pranata ekonomi tidak
hanya memproduksi dan mendistribusikan kebutuhan pokok, namun
sering kali menimbulkan pengangguran dan perbedaan tajam akan
kekayaan, pranata pendidikan tidak hanya mendidik siswa, melindungi
anak-anak orang kaya dari persaingan dengan anak-anak orang miskin,
dan sebagainya.
Dalam kehidupan masyarakat terdapat pranata utama antara lain:
pranata keluarga, pranata agama, pranata pendidikan, pranata ekonomi
dan pranata politik. Studi tentang pranata tersebut melahirkan cabang
ilmu sosiologi seperti sosiologi perekonomian, sosiologi politik, sosiologi
pendidikan, sosiologi keluarga, sosiologi agama.
a. Pranata Keluarga
Didalam pranata keluarga dikenal perbedaan antara keluarga
dengan sistem konsanguinal dan sistem konjugal. Sistem konsanguinal
adalah sistem keluarga yang menekankan pentingnya hubungan atau
ikatan darah, misalnya hubungan seseorang dengan orang tuanya.
Sistem konjugal adalah sistem keluarga yang menekankan pentingnya
ikatan perkawinan (suami-istri) dibandingkan dengan ikatan dengan
orang tuanya.
Tipe keluarga lainnya adalah keluarga orientasi (family orientation) yakni keluarga dimana seseorang dilahirkan, tipe lainya adalah
adalah keluarga prokreasi (family of procreation) yakni keluarga yang
dibentuk melalui pernikahan dan melahirkan keturunan.
Pembagian lainnya adalah keluarga batih (nuclear family) yakni
satuan keluarga terkecil terdiri atas ayah-ibu dan anak-anak. Dan
keluarga luas (extended family) yakni keluarga yang terdiri dari beberapa
keluarga batih.
Para ahli sosiologi mengidentifikasikan fungsi pranata keluarga
sebagai berikut:
1. Mengatur hubungan seks. Secara normatif tidak ada masyarakat
yang memperbolehkan hubungan seks bebas, maka pranata
keluarga berfungsi untuk mengatur bagaimana diperbolehkannya
hubungan seks terjadi.
2. Fungsi Reproduksi, yakni untuk mengembangkan keturunan yang
dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku dalam keluarga.
3. Sosialisasi. Pranata keluarga berfungsi untuk mensosialisasikan
sebagai anggota baru dalam masyarakat untuk dapat
memerankan apa yang diharapkan dari dirinya.
4. Fungsi afeksi yakni memberi suasana saling asah, saling asuh
dan saling asih
268
5. Memberi status, baik terkait dengan jenis kelamin, urutan dalam
keluarga, hubungan dengan kekerabatan dan status sosial.
Dalam masyarakat dikenal banyak aturan perkawinan. Pertama
tentang siapa yang boleh dan tidak boleh dinikahi, maka dikenal incest
taboo (larangan hubungan sumbang).
Bentuk perkawinan secara umum dikenal monogami dan
poligami. Monogami adalah bentuk perkawinan antara satu orang laki-laki
dengan satu wanita. Poligami adalah perkawinan antara satu laki-laki
dengan beberapa wanita atau antara satu wanita dengan beberapa lakilaki. Dalam poligami dikenal bentuk poligini (polygyny) bentuk perkawinan
antara satu laki-laki dengan beberapa wanita dan poliandri (polyandry)
adalah perkawinan antara satu wanita dengan beberapa laki-laki.
Disamipng bentuk perkawinan dikenal juga perkawinan kelompok (group
marriage). Sedangkan poligami khusus disebut sororal polygyny yakni
perkawinan antara laki-laki dengan lebih dari satu wanita saudara
kandung pada waktu yang sama.
Aturan lain adalah eksogami yakni aturan perkawinan yang
melarang melakukan perkawinan dalam keluarga/ kelompok. Endogami
sebaliknya yang mewajibkan untuk melakukan perkawinan dengan
anggota kelompok keluarganya.
Pada perkembangan selanjutnya dalam pranata keluarga dewasa
ini dengan didorong oleh suatu gaya hidup baru (new life stylle) muncul
beberapa bentuk keluarga seperti hidup bersama di luar nikah
(cohabitation), keluarga homoseks (gay parent family) dan kehidupan
membujang.
b. Pranata Pendidikan
Pranata pendidikan ini baik mencakup kurikulum (curriculum),
pembelajaran (instructional) maupun penilaian (assesment), baik yang
tercantum dalam kurikulum maupun yang termuat dalam kurikulum
tersembunyi (hidden curriculum)
Fungsi pranata pendidikan secara umum meliputi, pertama fungsi
manifes antara lain: (1) mempersiapkan anggota masyarakat mencari
nafkah; (2) melestarikan kebudayaan; (3) menanamkan ketrampilan dan
lain-lain. Sedangkan fungsi laten pranata pendidikan antara lain: (1)
memupuk keremajaan; (2) pengurangan pengendalian orang tua; ndan
(3) sarana pembangkangan.
c. Pranata Agama
Agama dipergunakan untuk mengatur kehidupan manusia, dalam
sosiologi agama dinamakan religion yang maknanya lebih luas dari
sekedar agama yang kita kenal sekarang seperti islam, katolik, Kristen,
269
Hindu dan Buda. Disamping itu dikenal dengan istilah civil religion yakni
kepercayaan dan ritual di luar pranata agama, biasanya dikaitkan dengan
politik, seperti pemujaan pada pemimpin, penghormatan pada lagu
kebangsaan, seperti pengucapan Pancasila dan pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada waktu upacara
bendera.
d. Pranata Ekonomi
Pranata ekonomi dalam proses perkembangannya sebagaimana
dikemukakan dalam Smelser (dalam Plak,1985) terkait dengan proses
perubahan dari masyarakat homogen menjadi heterogen.
Dalam pranata ini berkembang ideologi ekonomi seperti
kapitalisme, sosialisme dan sebagainya. Dewasa ini berkembang pranata
ekonomi baru yakni MNC (Multinational Corporation) yang memiliki usaha
dan cabang usaha bagaikan gurita yang melilit dunia. Dalam pranata
ekonomi baru ini bahkan kekuasaan mampu melampau kekuasaan suatu
negara.
e. Pranata Politik
Komblum mendefinisikan pranata politik sebagai perangkat norma
dan status yang mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan
wewenang. Pranata utamanya antara lain ekskutif, legislatif dan yudikatif,
militer dan sebagainya. Termasuk partai-partai politik, pengambilan
keputusan dan sebagainya.
Pokok pembahasan tentang pranata politik berdasarkan masingmasing pakar berbeda, seperti masalah kekuasaan. Pandangan weberian
memandang bahwa kekuasaan itu ada pada kelompok masyarakat
tertentu yakni pada para elit terutama elit politik, sedangkan pandangan
Foucoultian memandang kekuasaan itu ada dimana-mana (power is
anywhere) bahkan pada hubungan/relasi seksual antara pria dan wanita.
Dengan demikian kekuasaan dapat dimiliki oleh siapapun tidak hanya
oleh elit tertentu.
Tugas 5.4
1. Bagaimana pendapatmu tentang fungsi nyata pranata
keluarga di lingkungan tempat tinggalmu?, apakah sudah
sesuai dengan ketentuan hukum yang ada? Mengapa?
270
E. MOBILITAS SOSIAL
Mobilitas sosial adalah perubahan, pergeseran, peningkatan,
ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Misalnya, seorang
pensiunan pegawai rendahan salah satu departemen beralih pekerjaan
menjadi seorang pengusaha dan berhasil dengan gemilang. Contoh lain,
seorang anak pengusaha ingin mengikuti jejak ayahnya yang berhasil. Ia
melakukan investasi di suatu bidang yang berbeda dengan ayahnya.
Namun, ia gagal dan jatuh miskin. Proses keberhasilan ataupun
kegagalan setiap orang dalam melakukan gerak sosial seperti inilah yang
disebut mobilitas sosial (social mobility).
Menurut Horton (1993), mobilitas sosial adalah suatu gerak
perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak
pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya. Sementara menurut
Kimball Young dan Raymond W. Mack (dalam Soekanto 1990), mobilitas
sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu
yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial
mencakup sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan
antara individu dengan kelompoknya.
Dalam dunia modern, banyak orang berupaya melakukan
mobilitas sosial. Mereka yakin bahwa hal tersebut akan membuat orang
menjadi lebih bahagia dan memungkinkan mereka melakukan jenis
pekerjaan yang peling cocok bagi diri mereka. Bila tingkat mobilitas sosial
tinggi, meskipun latar belakang sosial berbeda. Mereka tetap dapat
merasa mempunyai hak yang sama dalam mencapai kedudukan sosial
yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial rendah, tentu saja kebanyakan orang akan terkukung dalam status nenek moyang mereka.
Mereka hidup dalam kelas sosial tertutup.
Mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka
karena lebih memungkinkan untuk berpindah strata. Sebaliknya, pada
masyarakat yang sifatnya tertutup kemungkinan untuk pindah strata lebih
sulit. Contohnya, masyarakat feodal atau pada masyarakat yang
menganut sistem kasta. Pada masyarakat yang menganut sistem kasta,
bila seseorang lahir dari kasta yang paling rendah untuk selamanya ia
tetap berada pada kasta yang rendah. Dia tidak mungkin dapat pindah ke
kasta yang lebih tinggi, meskipun ia memiliki kemampuan atau keahlian.
Karena yang menjadi kriteria stratifikasi adalah keturunan. Dengan
demikian, tidak terjadi gerak sosial dari strata satu ke strata lain yang
lebih tinggi.
1. Cara Untuk Melakukan Mobilitas Sosial
Secara umum, cara orang untuk dapat melakukan mobilitas sosial
ke atas adalah sangat beragam, diantaranya adalah sebagai berikut.
271
a. Perubahan standar hidup
Kenaikan penghasilan tidak menaikan status secara otomatis,
melainkan akan merefleksikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Ini
akan mempengaruhi peningkatan status.
Contoh: Seorang pegawai rendahan, karena keberhasilan dan
prestasinya diberikan kenaikan pangkat menjadi Menejer, sehingga
tingkat pendapatannya naik. Status sosialnya di masyarakat tidak dapat
dikatakan naik apabila ia tidak merubah standar hidupnya, misalnya jika
dia memutuskan untuk tetap hidup sederhana seperti ketika ia menjadi
pegawai rendahan.
b. Perkawinan
Perkawinan pada umumnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan seksual dan melanjutkan keturunan. Namun secara sosiologis pada
umumnya perkawinan juga bertujuan untuk meningkatkan status sosial
yang lebih tinggi dari manusia yang bersangkutan, namun demikian tidak
semua individu memiliki pandangan tersebut.
Contoh: Seseorang wanita yang berasal dari keluarga sangat
sederhana menikah dengan laki-laki dari keluarga kaya dan terpandang
di masyarakatnya. Perkawinan ini dapat menaikkan status si wanita
tersebut.
c. Perubahan tempat tinggal
Untuk meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah
tempat tinggal dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru.
Atau dengan cara merekonstruksi tempat tinggalnya yang lama menjadi
lebih megah, indah, dan mewah. Secara otomatis, seseorang yang
memiliki tempat tinggal mewah akan disebut sebagai orang kaya oleh
masyarakat, hal ini menunjukkan terjadinya gerak sosial ke atas.
d. Perubahan tingkah laku
Untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, orang berusaha
menaikkan status sosialnya dan mempraktekkan bentuk-bentuk tingkah
laku kelas yang lebih tinggi yang diaspirasikan sebagai kelasnya. Bukan
hanya tingkah laku, tetapi juga pakaian, ucapan, minat, dan sebagainya.
Dia merasa dituntut untuk mengkaitkan diri dengan kelas yang
diinginkannya.
Contoh: agar penampilannya meyakinkan dan dianggap sebagai
orang dari golongan lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan pakaian
yang bagus-bagus. Jika bertemu dengan kelompoknya, dia berbicara dengan menyelipkan istilah-istilah asing.
e. Perubahan nama
Dalam suatu masyarakat, sebuah nama diidentifikasikan pada
posisi sosial tertentu. Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan
mengubah nama yang menunjukkan posisi sosial yang lebih tinggi.
272
Contoh: Di kalangan masyarakat feodal Jawa, seseorang yang
memiliki status sebagai orang kebanyakan mendapat sebutan "kang" di
depan nama aslinya. Setelah diangkat sebagai pengawas pamong praja
sebutan dan namanya berubah sesau dengan kedudukannya yang baru
seperti "Raden".
2. Faktor Penghambat Mobilitas Sosial
Ada beberapa faktor penting yang justru menghambat mobilitas
sosial. Faktor-faktor penghambat itu antara lain sebagai berikut.
a. Perbedaan kelas rasial
Seperti yang terjadi di Afrika Selatan di masa lalu, dimana ras berkulit
putih berkuasa dan tidak memberi kesempatan kepada mereka yang
berkulit hitam untuk dapat duduk bersama-sama di pemerintahan
sebagai penguasa. Sistem ini disebut Apharteid dan dianggap berakhir ketika Nelson Mandela (Gambar 5.1), seorang kulit hitam,
terpilih menjadi presiden Afrika Selatan.
b. Agama
Seperti yang terjadi di India yang menggunakan sistem kasta,
menjadikan agama sebagai penghambat terjadinya mobilitas sosial.
Hal ini dikarenakan tidak diperkenankannya terjadi interaksi antara
manusia yang berbeda kasta.
c. Diskriminasi kelas
Diskriminasi dalam sistem kelas terbuka dapat menghalangi mobilitas
ke atas. Hal ini terbukti dengan adanya pembatasan suatu organisasi
tertentu dengan berbagai syarat dan ketentuan, sehingga hanya
sedikit orang yang mampu mendapatkannya.
Contoh: jumlah anggota DPR yag dibatasi hanya 500 orang, sehingga
hanya 500 orang yang mendapat kesempatan untuk menaikan status
sosialnya menjadi anggota DPR.
Gambar 5.1. Nelson Mandela
(Sumber: Akses internet)
273
d. Kemiskinan
Kemiskinan bilamana keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan
pokok warga negara dalam jumlah sukuo dan memadai. dapat
membatasi kesempatan bagi seseorang untuk berkembang dan
mencapai suatu sosial tertentu.
Contoh: "A" memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya karena
kedua orangtuanya tidak bisa membiayai, sehingga ia tidak memiliki
kesempatan untuk meningkatkan status sosialnya.
e. Perbedaan jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin dalam masyrakat juga berpengaruh
terhadap prestasi, kekuasaan, status sosial, dan kesempatankesempatan untuk meningkatkan status sosialya.
3. Beberapa Bentuk Mobilitas Sosial
a. Mobilitas sosial horizontal
Mobilitas horizontal merupakan peralihan individu atau obyekobyek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial
lainnya yang sederajat. Tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan
seseorang dalam mobilitas sosialnya. Contoh: Pak Amir seorang warga
negara Amerika Serikat, mengganti kewarganegaraannya dengan
kewarganegaraan Indonesia, dalam hal ini mobilitas sosial Pak Amir
disebut dengan Mobilitas sosial horizontal karena gerak sosial yang
dilakukan Pak Amir tidak merubah status sosialnya.
b. Mobilitas sosial vertikal
Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objekobjek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya
yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, mobilitas sosial vertikal
dapat dibagi menjadi dua, mobilitas vertikal ke atas (social climbing) dan
mobilitas sosial vertikal ke bawah (social sinking).
1) Mobilitas vertikal ke atas (Social climbing)
Mobilitas vertikal ke atas atau social climbing mempunyai dua
bentuk yang utama, yaitu: (1) Masuk ke dalam kedudukan yang lebih
tinggi, yaitu masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan
rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, di mana kedudukan
tersebut telah ada sebelumnya. Contoh: A adalah seorang guru sejarah
di salah satu SMA. Karena memenuhi persyaratan, ia diangkat menjadi
kepala sekolah; (2) Membentuk kelompok baru, yaitu pembentukan suatu
kelompok baru memungkinkan individu untuk meningkatkan status sosialnya, misalnya dengan mengangkat diri menjadi ketua organisasi. Contoh:
pembentukan organisasi baru memungkinkan seseorang untuk menjadi
ketua dari organisasi baru tersebut, sehingga status sosialnya naik.
274
2) Mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking)
Mobilitas vertikal ke bawah mempunyai dua bentuk utama, yaitu
turunnya kedudukan dan turunnya derajat kelompok. Turunnya kedudukan bilamana kedudukan individu turun ke kedudukan yang derajatnya
lebih rendah. Contoh: seorang prajurit dipecat karena melakukan tindakan pelanggaran berat ketika melaksanakan tugas.
Turunnya derajat kelompok. Derajat sekelompok individu menjadi
turun yang berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan. Contoh:
Juventus terdegradasi ke seri B. akibatnya, status sosial tim pun turun.
c. Mobilitas antargenerasi
Mobilitas antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua
generasi atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi
cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini ditandai dengan perkembangan taraf
hidup, baik naik atau turun dalam suatu generasi. Penekanannya bukan
pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan
status sosial suatu generasi ke generasi lainnya. Contoh: Pak Parjo
adalah seorang tukang becak. Ia hanya menamatkan pendidikannya
hingga sekolah dasar, tetapi ia berhasil mendidik anaknya menjadi
seorang pengacara. Contoh ini menunjukkan telah terjadi mobilitas
vertikal antargenerasi.
d. Mobilitas intragenerasi
Mobilitas intragenerasi adalah mobilitas yang terjadi di dalam satu
kelompok generasi yang sama. Contoh: Pak Darjo adalah seorang buruh.
Ia memiliki anak yang bernama Endra yang menjadi tukang becak.
Kemudian istrinya melahirkan anak ke-2 yang diberi nama Ricky yang
awalnya menjadi tukang becak juga. tetapi Ricky lebih beruntung
sehingga bisa mengubah statusnya menjadi seorang pengusaha becak,
sementara Endra tetap menjadi tukang becak. Perbedaan status sosial
antara Endra dengan adiknya di sebut mobilitas antargenerasi.
e. Gerak Sosial Geografis
Gerak sosial ini adalah perpindahan individu atau kelompok dari
satu daerah ke daerah lain seperti transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut.
a. Perubahan kondisi sosial
Struktur kasta dan kelas dapat berubah dengan sendirinya karena
adanya perubahan dari dalam dan dari luar masyarakat. Misalnya,
275
kemajuan teknologi membuka kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas.
Perubahan ideologi dapat menimbulkan stratifikasi baru.
b. Ekspansi teritorial dan gerak populasi
Ekspansi teritorial dan perpindahan penduduk yang cepat membuktikan ciri fleksibilitas struktur stratifikasi dan mobilitas sosial. Misalnya,
perkembangan kota, transmigrasi, bertambah dan berkurangnya
penduduk.
c. Komunikasi yang bebas
Situasi-situasi yang membatasi komunikasi antar strata yang
beraneka ragam memperkokoh garis pembatas di antara strata yang ada
dalam pertukaran pengetahuan dan pengalaman di antara mereka dan
akan mengahalangi mobilitas sosial. Sebaliknya, pendidikan dan komunikasi yang bebas serta efektif akan memudarkan semua batas garis dari
strata sosial yang ada dan merangsang mobilitas sekaligus menerobos
rintangan yang menghadang.
d. Pembagian kerja
Besarnya kemungkinan bagi terjadinya mobilitas dipengaruhi oleh
tingkat pembagian kerja yang ada. Jika tingkat pembagian kerja tinggi
dan sangat dispeliasisasikan, maka mobilitas akan menjadi lemah dan
menyulitkan orang bergerak dari satu strata ke strata yang lain karena
spesialisasi pekerjaan nmenuntut keterampilan khusus. Kondisi ini
memacu anggota masyarakatnya untuk lebih kuat berusaha agar dapat
menempati status tersebut.
5. Saluran-Saluran Mobilitas Sosial
a. Angkatan bersenjata
Gambar 5.2. Angkatan
Bersenjata sedang berbaris
(Sumber: Akses internet)
276
Angkatan bersenjata apapun namanya di suatu negara, merupakan salah satu saluran mobilitas sosial (Gambar 5.2). Angkatan
bersenjata merupakan organisasi yang dapat digunakan untuk saluran
mobilitas vertikal ke atas melalui tahapan yang disebut kenaikan pangkat.
Misalnya, seorang prajurit yang berjasa pada negara karena menyelamatkan negara dari pemberontakan, akan mendapatkan penghargaan
dari masyarakat. Dia mungkin dapat diberikan pangkat/kedudukan yang
lebih tinggi, walaupun berasal dari golongan masyarakat rendah.
b. Lembaga-lembaga keagamaan
Lembaga-lembaga keagamaan dapat mengangkat status sosial
seseorang, misalnya yang berjasa dalam perkembangan Agama seperti
kyai, santri, ustad, pendeta, biksu dan lain sebagainya.
c. Lembaga pendidikan
Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya merupakan saluran yang konkrit dari mobilitas vertikal ke atas, bahkan dianggap sebagai
social elevator (perangkat) yang bergerak dari kedudukan yang rendah
ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan memberikan kesempatan
pada setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi.
Contohnya seorang anak dari keluarga miskin mengenyam sekolah
sampai jenjang yang tinggi. Setelah lulus ia memiliki pengetahuan
dagang dan menggunakan pengetahuannya itu untuk berusaha, sehingga ia berhasil menjadi pedagang yang kaya, yang secara otomatis telah
meningkatkan status sosialnya.
d. Organisasi politik
Seperti angkatan bersenjata, organisasi politik memungkinkan
anggotanya yang loyal dan berdedikasi tinggi untuk menempati jabatan
yang lebih tinggi, sehingga status sosialnya meningkat.
e. Organisasi ekonomi
Organisasi ekonomi (seperti perusahaan, koperasi, BUMN dan
lain-lain) dapat meningkatkan tingkat pendapatan seseorang. Semakin
besar prestasinya, maka semakin besar jabatannya. Karena jabatannya
tinggi akibatnya pendapatannya bertambah. Karena pendapatannya
bertambah akibatnya kekayaannya bertambah, dan karena kekayaannya
bertambah status sosialnya di masyarakat meningkat.
277
f.
Organisasi keahlian
Orang yang rajin menulis dan menyumbangkan pengetahuan/
keahliannya kepada kelompok pasti statusnya akan dianggap lebih tinggi
daripada pengguna biasa.
Keterlibatan seseorang dalam suatu kempok organisasi profesi
atau keahlian mendorong yang bersangkutan mengalami perubahan
sosial. Banyak ditemukan, keterlibatan individu dalam organisasi-organisasi tersebut dengan tujuan bukan untuk mengembangkan diri dan
pemberdayaan diri serta pemberdayaan masyarakat, tetapi diperuntukkan bagi perubahan status sosialnya.
g. Perkawinan
Sebuah perkawinan dapat menaikkan status seseorang. Seorang
yang menikah dengan orang yang memiliki status terpandang akan
dihormati karena pengaruh pasangannya. Demikian halnya bila terjadi
sebaliknya sebaliknya. Oleh karena itu, banyak ditemukan dalam
masyarakat terjadi perkawinan yang tidak didasarkan rasa cinta kedua
belah pihak tetapi didasarkan dalam upaya peningkatan status sosial
masing-masing pihak.
Hal sejenis dapat kita temuai kalau kita membaca sejarah
kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di Indonesia, dimana perkawinan
antara anak raja sebagai upaya untuk menjalin perdamaian dan
kerjasama diantara kerajaan tersebut.
6. Dampak Mobilitas Sosial
Gejala naik turunnya status sosial tentu memberikan konsekuensikonsekuensi tertentu terhadap struktur sosial masyarakat. Konsekuensikonsekuensi itu kemudian mendatangkan berbagai reaksi. Reaksi ini
dapat berbentuk konflik. Ada berbagai macam konflik yang bisa muncul
dalam masyarakat sebagai akibat terjadinya mobilitas.
a. Konflik antarkelas
Dalam masyarakat, terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuranukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Kelompok dalam
lapisan-lapisan tadi disebut kelas sosial. Apabila terjadi perbedaan
kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam
mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas. Contohnya
demonstrasi buruh yang menuntut kenaikan upah, menggambarkan
konflik antara kelas buruh dengan pengusaha.
278
b. Konflik antarkelompok sosial
Di dalam masyatakat terdapat pula kelompok sosial yang
beraneka ragam. Di antaranya kelompok sosial berdasarkan ideologi,
profesi, agama, suku, dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk
menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbul konflik.
Contohnya tawuran pelajar, perang antar kampung, perang antar suku,
perang antar geng dan sebagainya.
c. Konflik antargenerasi
Konflik antar generasi terjadi antara generasi tua yang
mempertahankan nilai-nilai lama dan generasi mudah yang ingin
mengadakan perubahan.
Contoh: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum
muda di Indonesia sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut
generasi tua.
d. Penyesuaian kembali
Setiap konflik pada dasarnya ingin menguasai atau mengalahkan
lawan. Bagi pihak-pihak yang berkonflik bila menyadari bahwa konflik itu
lebih banyak merugikan kelompoknya, maka akan timbul penyesuaian
kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa penyesuaian
kembali yang didasari oleh adanya rasa toleransi atau rasa saling
menghargai. Penyesuaian semacam ini disebut akomodasi.
e. Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha
untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata
Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan
bekerja keras agar dapat naik ke strata atas. Contohnya seorang anak
miskin berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan
dimasa depan.
f.
Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan
sosial masyarakat ke arah yang lebih baik
Mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat bisa mengakibatkan
munculnya perubahan menuju yang lebih baik pada masyarakat.
Contohnya masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perubahan
dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan lebih
cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya yang memiliki kualitas.
Kondisi ini perlu didukung dengan peningkatan dalam bidang pendidikan.
279
7. Masyarakat Pedesaan (Rural Community) dan Masyarakat
Perkotaan (Urban Community)
Istilah community diartikan sebagai masyarakat setempat, yang
artinya menunjukkan pada warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa.
Apabila anggota-anggota sesuatu kelompok, baik kelompok itu besar
maupun kecil, hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup
yang utama, maka kelompok tadi disebut masyarakat setempat.
Kriteria utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah
adanya social relationship antara anggota suatu kelompok. Dengan mengambil pokok-pokok uraian di atas, dapat dikatakan bahwa masyarakat
setempat menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di
suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu di mana
faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar
diantara para anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar batas
wilayahnya (Soemardjan, 1962).
Secara singkat disimpulkan bahwa masyarakat setempat adalah
suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu. Dasar-dasar daripada masyarakat setempat
adalah lokalitas dan perasaan semasyarakat setempat tersebut.
Suatu masyarakat setempat pasti mempunyai lokalitas atau
tempat tinggal (wilayah) tertentu. Walaupun sekelompok manusia merupakan masyarakat pengembara akan tetapi pada saat-saat tertentu
anggota-anggotanya pasti terkumpul pada suatu tempat tertentu, misalnya bila mengadakan upacara-upacara tradisional. Masyarakat-masyarakat setempat yang mempunyai tempat tinggal tetap dan permanen,
biasanya mempunyai ikatan solidaitas yang kuat sebagai pengaruh
kesatuan tempat tinggalnya.
Masyarakat modern, karena perkembangan teknologi alat-alat
perhubungan, ikatan pada tempat tinggal agak berkurang, akan tetapi
sebaliknya hal itu bahkan memperluas wilayah pengaruh masyarakat setempat yang bersangkutan. Secara garis besar, masyarakat setempat
berfungsi sebagai ukuran untuk mengarisbawahi hubungan antara
hubungan-hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu.
Sebagai contoh, betapapun kuatnya pengaruh luar, misalnya bidang pertanian mengenai soal cara-cara penanaman yang lebih efisien, penggunaan pupuk dan sebagainya, akan tetapi masyarakat desa masih tetap
mempertahankan tradisi yaitu ada hubungan yang erat dengan tanah,
karena tanah itulah yang memberikan keidupan kepadanya. Akan tetapi
tempat tingal tertentu saja, walaupun merupakan suatu dasar pokok,
280
tidak cukup untuk membentuk masyarakat setempat. Disamping itu harus
ada suatu perasaan di antara anggota bahwa mereka saling memerlukan
dan bahwa tanah yang mereka tinggali memberikan kehidupan kepada
semuanya. Perasaan demikian, yang pada hakikatnya merupakan identifikasi dengan tempat tinggal, dinamakan perasaan komuniti (comminity
sentiment). Unsur-unsur perasaan komuniti (community sentiment) antara
lain seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan.
Melalui logat bahasa yang khas akan dapat diketahui dari mana
asal seseorang. Walaupun perkembangan komunikasi agak mengurangi
fungsi ciri tersebut, akan tetapi setiap masyarakat setempat, baik yang
berupa desa maupun kota, pasti mempunyai logat bahasa tersendiri.
Kecuali, masing-masing masyarakat setempat mempunyai juga ceritacerita rakyat dengan variasi tersendiri. Orang Lampung percaya bahwa
nenek moyang mereka berasal dari Si Raja Lampung: akan tetapi
masyarakat-masyarakat setempat mempunyai versi tersendiri mengenai
sejarah nenek moyangnya. Demikian pula misalnya cerita Nyi Roro kidul,
mempunyai bermacam-macam versi dengan daerah di mana cerita tadi
berkembang.
Dalam masyarakat yang modern, sering dibedakan antara
masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan rural community,
dan urban community. Perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai
hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapapun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruhpengaruh dari kota. Sebaliknya pada masyarakat bersahaja pengaruh
dari kota secara relatif tidak ada. Pembedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual.
Agak sulit untuk memberikan batasan apa yang dimaksudkan dengan
perkotaan, oleh karena adanya hubungan antara konsetrasi pendudukn
dengan gejala-gejala sosial yang dnamakan urbanisme (yang diuraikan
kemudian). Seseorang boleh saja berpendapat bahwa semua tempat
dengan kepadatan penduduk yang tinggi, merupakan masyarakat
perkotaan. Hal itu kurang benar, karena banyak pula daerah yang berpenduduk padat, tak dapat digolongkan ke dalam masyarakat perkotaan.
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang
lebih erat dan lebih mendalam ketimbang mereka dengan warga
masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok
atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada
umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu,
tukang genteng, dan bata, tukang membuat gula dan sebagainya, akan
tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan
281
disamping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja, oleh
karena bila tiba masa panen atau masa menanam padi, pekerjaanpekerjaan sambilan tadi segera ditinggalkan. Namun demikian, tidaklah
berarti bahwa setiap orang mempunyai tanah.
Di luar Jawa, misalnya di Sumatera, disamping pertanian penduduk pedesaan juga berkebun, misalnya berkebun lada, karet, kelapa
sawit dan sebagainya. Pada umumnya penduduk pedesaan di Indonesia
ini apabila ditinjau dari segi kehidupan sangat terkat dan sangat tergantung dari tanah (earth bound). Karena sama-sama tergantung pada
tanah, maka kepentingan pokok juga sama, sehingga mereka juga akan
bekerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Misalnya
pada musim pembukaan tanah atau pada waktu menanam tiba, mereka
akan bersama-sama mengerjakannya. Hal itu dilakukan, karena biasanya
satu keluarga saja tak akan cukup memiliki tenaga kerja untuk mengerjakan tanahnya. Sebagai akibat kerja sama tadi, timbullah lembaga kemasyarakatan yang dikenal dengan nama gotong royong, yang bukan
merupakan lembaga yang sengaja dibuat. Sebab itu, pada masyarakatmasyarakat pedesaan tidak akan dijumpai pembagian kerja berdasarkan
keahlian, akan tetapi biasanya pembagian kerja didasarkan pada usia,
mengingat kemampuan fisik masing-masing dan juga atas dasar
pembedaan kelamin.
Cara bertani sangat tradisional dan tidak efisien, karena belum
dikenalnya mekanisme dalam peranian. Biasanya mereka bertani
semata-mata untuk mencukupi kehidupannya sendiri dan tidak untuk
dijual. Cara bertani yang demikian lazim dinamakan subsitence farming.
Mereka merasa puas apabila kebutuhan keluarga telah tercukupi.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya
memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasehat kepada
mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya
adalah bahwa golongan orang tua itu mempunyai pandangan yang
didasarkan pada tradisi yang kuat, sehingga sukar untuk mengadakan
perubahan-perubahan yang nyata. Pengendalian sosial masyarakat
terasa sangat kuat, sehingga perkembangan jiwa individu sangat sukar
untuk dilaksanakan. Itulah sebabnya mengapa sulit sekali mengubah jala
pikiran yang sosial ke ara jalan pikiran yang ekonomis, hal mana juga
disebabkan karena kurangnya alat-alat komunikasi. Salah satu alat komunikasi yang berkembang adalah desas desus, biasanya bersifat negatif. Sebagai akibat sistem komunikasi yang sederhana tadi, hubungan
antara seseorang dengan orang lain, dapat diatur dengan seksama. Rasa
282
persatuan erat sekali, yang kemudian menimbulkan saling mengenal dan
saling menolong yang akrab.
Apabila ditinjau dari sudut pemerintahan, maka hubungan antara
penguasa dengan rakyat, berlangsung secara tidak resmi. Segala
sesuatu dijalankan atas dasar musyawarah. Disamping itu karena tidak
adanya pembagian kerja yang tegas, seorang penguasa sekaligus
mempunyai beberapa kedudukan dan peranan yang sama sekali tak
dapat dipisah-pisahkan atau paling tidak sukar untuk dibeda-bedakan.
Apalagi di desa yang terpencil, sukar sekali untuk memisahkan antara
kedudukan dengan peranan seorang kepala desa sebagai orang tua
yang nasehat-nasehatnya patut dijadikan pegangan, sebagai seorang
pemimpin upacara adat dan lain sebagainya. Pendeknya segala sesuatu
disentralisasi pada diri kepala desa tersebut.
Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat
kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota”,
terletak pada sifat dan ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat
modern.
Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan,
terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan
utama keidupan, hubungan-hubunganan untuk memperhatikan fungsi
pakaian, makanan, sumah, dan sebagainya. Lain dengan orang kota
yang mempunyai pandangan berbeda. Orang kota sudah memandang
penggunaan kebutuhan hidup, sehubungan dengan pandangan
masyarakat sekitarnya. Kalau menghidangkan makanan misalnya, yang
diutamakan adalah bahwa makanan yang dihidangkan tersebut memberikan kesan bahwa yang menghidangkannya mempunyai kedudukan
sosial yang tinggi. Bila ada tamu, diusahakan untuk menghidangkan
makan dalam kaleng. Pada orang-orang desa, hal itu tidak diperdulikan;
mereka masak makanan sendiri tanpa memperdulikan apakah tamunya
suka atau tidak. Pada orang kota, makanan yang dihidangkan harus
kelihatan mewah dan tempat menghidangkannya juga harus mewah dan
terhormat. Di sini terlihat perbedaan penilaian; orang desa menilai
makanan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan
pada orang kota, sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan sosial.
Demikian pula soal pakaian bagi orang desa, bentuk dan warna
pakaian tak menjadi soal karena yang terpenting adalah fungsi pakaian
yang dapat melindungi diri dari panas dan dingin. Bagi orang kota, nilai
pakaian adalah alat kebutuhan sosial, mahalnya bahan pakaian yang
dipakai merupakan perwujudan dari kedudukan sosial si pemakai. Ada
283
beberapa ciri lagi yang menonjol pada masyarakat kota, antara lain
sebagai berikut.
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan agama di desa. Ini disebabkan cara berpikir yang rasional,
yang didasarkan pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realita masyarakat. Memang di kota-kota, orang juga beragama, akan tetap pada umumnya pusat kegiatan hanya tampak
di tempat-tempat ibadat seperti gereja, masjid, dan sebagainya. Di
luar itu, kehidupan masyarakat berada dalam lingkungan ekonomi, perdagangan dan sebagainya. Cara kehidupan demikian
mempunyai kecenderungan ke arah keduniawian (seculer trend),
dibandingkan dengan kehidupan warga desa yang cenderung ke
arah agama (religious trend).
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa
harus bergantung pada orang lain yang penting di sini adalah
manusia perseorangan atau individu. Di desa orang lebih mementingkan kelompok atau keluarga. Di kota kehidupan keluarga
sering sukar untuk disatukan karena perbedaan kepentingan,
perbedaan paham politik, perbedaan agama dan seterusnya. Di
kota individu kurang berani untuk seorang diri menghadapi orangorang lain dengan lata belakang yang berbeda, pendidikan yang
tak sama, kepentingan yang berbeda dan lain-lain. Nyata bahwa
kebebasan yang diberikan kepada individu, tak dapat memberikan
kebebasan yang sebenarnya kepada yang bersangkutan.
3. Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan punya
batas-batas nyata. Di kota, tinggal orang-orang dengan aneka
warna latar belakang sosial dan pendidikan yang menyebabkan
individu memperdalami suatu bidang kehidupan khusus. Ini melahirkan suatu gejala bahwa warga kota tak mungkin hidup sendirian secara secara individualistis. Pasti akan dihadapinya persoalan-persoalan hidup yang berada di luar jangkauan kemampuan sendiri. Gejala demikian menimbulkan kelompok-kelompok
kecil (small group) yang didasarkan pada pekerjaan yang sama,
keahlian yang sama, kedudukan yang sosial yang sama dan lainlain. Kesemuanya dalam batas-batas tertentu membentuk pembatasan-pembatasan di dalam pergaulan hidup. Misalnya seorang
guru SLTA lebih banyak bergaul dengan rekannya sesama guru
pula, daripada dengan pedagang kelontong. Seorang sarjana
ekonomi akan lebih banyak bergaul dengan rekannya dengan
284
4.
5.
6.
7.
latar belakang pendidikan yang sama ketimbang dengan sarjanasarjana ilmu sejarah.
Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan, juga
lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa karena
sistem pembagian kerja yang tegas daripada faktor pribadi.
Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat
perkotaan, menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih di
dasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
Jalan kehidupan yang cepat di kota, mengakibatkan pentingnya
faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat
penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang
individu.
Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota,
karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar. Hal
ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan
golongan muda, oleh karena golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya, lebih senang mengikuti polapola daru dalam kehidupan.
Tugas 5.5
1. Orang-orang yang berani melakukan mobilitas sosial maka
dia akan berhasil dalam hidupnya? Mengapa? Bagaimana
pendapatkmu tentang pernyataan tersebut?
F. PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan
melakukan kontak dengan kebudayaan asing. Gambar 5.3. adalah
ilustrasi interaksi yang terjadi antara manusia penghuni suatu pulau
dengan manusia pendatang, yang nampaknya terjadi pada masa purba.
Hal ini dibuktikan dengan gambar manusia yang tidak berbusana.
285
Gambar 5.3. Ilustrasi interaksi manusia purba dengan pendatang
(Sumber: Akses internet)
Ilustrasi di atas menggambarkan salah satu bentuk awal terjadi
perubahan sosial dalam masyarakat. Kedatangan manusia berperahu
tersebut telah membawa perubahan sosial pada masyarakat penghuni,
walaupun mungkin manusia perahu tersebut tidak jadi mendarat.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya
struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan
sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa
dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat
dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Hirschman (dalam Horton, 1993) mengatakan bahwa kebosanan
manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial: (1)
tekanan kerja dalam masyarakat; (2) keefektifan komunikasi; dan (3)
perubahan lingkungan alam.
Perubahan sosial-budaya juga dapat timbul akibat timbulnya
perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan
kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada
ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasiinovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan
dua cara penetrasi damai (penetration pasifique) dan penetrasi kekerasan (penetration violante).
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai, contohnya,
masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia.
Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan
286
konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat.
Pengaruh kedua kebudayaan ini tidak mengakibatkan hilangnya unsurunsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan
akulturasi, asimilasi, atau sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua
kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi
Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia
dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan
sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan sintesis adalah
bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya
sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak, contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman
penjajahan yang disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan
goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat.
Tugas 5.6
Kalau anda ingin sukses dalam hidup dan karir maka anda harus
melakukan perubahan dalam kebiasaan dan gaya hidupmu?
Mengapa? Bagaimana pendapatmu?
G. RINGKASAN
Masyarakat adalah kumpulan orang; sudah terbentuk lama; sudah
memiliki sistem sosial atau struktur sosial tersendiri; dan memiliki
kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama. masyarakat adalah merupakan kelompok atau kolektivitas manusia yang melakukan
interaksi-komunikasi dengan sesama, sedikit banyak bersifat kekal, berandaskan perhatian dan tujuan bersama, serta telah melakukan jalinan
secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama, dan adanya
kebudayaan yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut. Karakteristik dari
masyarakat itu terutama terletak pada kelompok manusia yang bebas
dan bersifat kekal, menempati kawasan tertentu, memiliki kebudayaan
serta terjalin dalam suatu hubungan di antara anggota-anggotanya.
Pada umumnya berdasarkan tempat tinggal masyarakat dikelompokkan menjadi masyarakat desa dan masyarakat kota. Desa sering kali
ditandai dengan kehidupan yang tenang, jauh dari hikuk pikuk keramaian,
penduduknya ramah-tamah, saling mengenal satu sama lain, mata
pencaharian penduduknya kebanyakan sebagai petani, atau nelayan,
287
walaupun ada yang menjadi pedagang, tukang kayu atau tukang batu.
Mereka mempunyai hubungan yang lebih erat dan mendalam antar
sesama warganya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok, atas dasar
kekeluargaan dan gotong-royong.
Sebuah kota seringkali ditandai dengan kehidupan yang ramai,
wilayahnya yang luas, banyak penduduknya, hubungan yang tidak erat
satu sama lain, dan mata pencaharian penduduknya bermacam-macam.
Struktur sosial didefinisikan sebagai pola dari hak dan kewajiban
para pelaku dalam suatu sistem interaksi, yang terwujud dari rangkaianrangkaian hubungan sosial yang relatif stabil dalam suatu jangka waktu
tertentu.
Corak dari sesuatu struktur sosial ditentukan oleh kebudayaan
dari masyarakat yang bersangkutan, dalam kaitannya dengan lingkungan
hidup yang nyata yang dihadapi oleh warga masyarakat yang
bersangkutan. Perwujudan dari kebudayaan sebagai model atau pola
bagi kelakuan, yang berupa aturan-aturan atau norma-norma, dalam
kehidupan sosial manusia adalah melalui beraneka ragam corak pranatapranata sosial. Pranata-pranata tersebut terwujud sebagai serangkaian
norma-norma yang menjadi tradisi yang digunakan untuk mengatur
kegiatan-kegiatan kehidupan individu dan kelompok-kelompok yang ada
dalam masyarakat yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, kalau
kita hendak melihat masyarakat sebagai suatu struktur sosialnya, maka
yang menentukan corak dari struktur tersebut adalah pranata-pranata
yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan.
Corak dari struktur sosial masyarakat beraneka ragam. Ada yang
sederhana dan ada yang kompleks; ada yang struktur sosialnya
bersumber dan ditentukan coraknya oleh sistem kekerabatannya, sistem
ekonominya, sistem pelapisan sosialnya, dan sebagainya; dan ada yang
merupakan suatu kombinasi dari berbagai pranata tersebut.
Interaksi sosial adalah aspek kelakuan dari dan yang terdapat
dalam hubungan sosial. Dalam kehidupan manusia sebagai anggota
masyarakat, hubungan-hubungan sosial yang dilakukannya dengan para
anggota masyarakatnya dalam kelompok-kelompok kekerabatan, kelompok wilayah, dan dalam kelompok-kelompok sosial lainnya (yaitu perkumpulan olah raga, arisan, teman sejawat di kantor, teman sepermainan,
tetangga, organisasi partai politik, dan sebagainya), tidaklah sama dalam
hal interaksi sosialnya antara yang satu dengan yang lainnya.
Pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan
yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi komplekskompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Ciri umum
pranata lembaga sosial sebagai berikut: (1) suatu pranata/lembaga sosial
adalah suatu organisasi dariada pola-pola pemikiran dan pola-pola
288
perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan
dan hasil-hasilnya; (2) suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri
dari semua pranata/lembaga sosial; (3) pranata/lembaga sosial mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu; (4) pranata/lembaga sosial
mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan pranata/lembaga yang bersangkutan; (5) lambang-lambang
biasanya juga merupakan ciri khas dari pranata/lembaga sosial; dan (6)
suatu pranata/lembaga sosial mempunyai suatu tradisi yang tertulis dan
yang tak tertulis yang dirumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku.
Unsur-unsur pranata sosial antara lain: (1) tiap-tiap lembaga
mempunyai lambang-lambangnya; (2) lembaga-lembaga kebanyakan
mengenal upacara-upacara dan kode-kode kelakuan formil, berupa
sumpah, ikrar, pembacaan kewajiban-kewajiban dan lain-lain; (3) tiap
pranata/lembaga mengenal pula pelbagai nilai-nilai beserta rasionalisasirasionalisasi atau sublimasi-sublimasi yang membenarkan atau mengagungkan peranan-peranan sosial yang dikehendaki oleh lembaga/
pranata itu.
Pengelompokkan pranata sosial berdasarkan atas fungsi dari
pranata-pranata untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup manusia
sebagai warga masyarakat, paling sedikit ada delapan golongan yakni:
(1) kinship atau domestic institutions; (2) economic institutions; (3)
educational institutions; (4) scientific institutions; (5) religious institutions;
(6) political institutions; (7) somatic institutions; dan (8) aesthetic and
recreational institutions.
Fungsi pranata keluarga sebagai berikut: (1) mengatur hubungan
seks. Secara normatif tidak ada masyarakat yang memperbolehkan
hubungan seks bebas, maka pranata keluarga berfungsi untuk mengatur
bagaimana diperbolehkannya hubungan seks terjadi; (2) fungsi reproduksi, yakni untuk mengembangkan keturunan yang dibatasi oleh aturanaturan yang berlaku dalam keluarga; (3) sosialisasi. Pranata keluarga
berfungsi untuk mensosialisasikan sebagai anggota baru dalam
masyarakat untuk dapat memerankan apa yang diharapkan dari dirinya;
(4) fungsi afeksi yakni memberi suasana saling asah, saling asuh dan
saling asih; dan (5) memberi status, baik terkait dengan jenis kelamin,
urutan dalam keluarga, hubungan dengan kekerabatan dan status sosial.
Mobilitas sosial adalah perubahan, pergeseran, peningkatan,
ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Misalnya, seorang
pensiunan pegawai rendahan salah satu departemen beralih pekerjaan
menjadi seorang pengusaha dan berhasil dengan gemilang. Contoh lain,
seorang anak pengusaha ingin mengikuti jejak ayahnya yang berhasil. Ia
melakukan investasi di suatu bidang yang berbeda dengan ayahnya.
namun, ia gagal dan jatuh miskin. Proses keberhasilan ataupun kegagal289
an setiap orang dalam melakukan gerak sosial seperti inilah yang disebut
mobilitas sosial (social mobility).
Mobilitas sosial lebih mudah terjadi pada masyarakat terbuka
karena lebih memungkinkan untuk berpindah strata. Sebaliknya, pada
masyarakat yang sifatnya tertutup kemungkinan untuk pindah strata lebih
sulit. Cara yang sering dilakukan untuk dapat melakukan mobilitas sosial
adalah sebagai berikut: (1) perubahan standar hidup; (2) perkawinan; (3)
perubahan tempat tinggal; (4) perubahan tingkah laku; dan (5) perubahan
nama.
Mobilitas sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: (1) perubahan kondisi sosial; (2) ekspansi teritorial dan gerak populasi; (3) komunikasi yang bebas; dan (4) pembagian kerja. Saluran-saluran dalam melakukan mobilitas sosial adalah: (1) lembaga-lembaga keagamaan; (2)
lembaga pendidikan; (3) organisasi politik; (4) organisasi ekonomi; (5)
organisasi keahlian; dan (6) perkawinan.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya
struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan
sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa
dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat
dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan.
Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya
merupakan penyebab dari perubahan. Ada tiga faktor yang dapat
mempengaruhi perubahan sosial: (1) tekanan kerja dalam masyarakat;
(2) keefektifan komunikasi; dan (3) perubahan lingkungan alam.
290
BAB 6
KONFLIK SOSIAL
A. PENGERTIAN KONFLIK SOSIAL
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan
sesama manusia. Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu
diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik
merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Gambar 6.1 Sekelompok manusia sedang melaksanakan demo
menentang kebijakan negara
Sumber: akses internet
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu
pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya
atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik, dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2002) diartikan
sebagai percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Menurut Kartono &
Gulo (1987), konflik berarti ketidaksepakatan dalam satu pendapat emosi
dan tindakan dengan orang lain. Keadaan mental merupakan hasil
impuls-impuls, hasrat-hasrat, keinginan-keinginan dan sebagainya yang
saling bertentangan, namun bekerja dalam saat yang bersamaan.
Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan
atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua
291
pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan
non-fisik, yang pada umumnya berkembang dari pertentangan non-fisik
menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan
(violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan
(non-violent).
Gambar 6.1 menjelaskan tentang perilaku manusia yang muncul
akibat dari perbedaan pendapat. Demonstrasi yang dilakukan untuk
menentang kebijakan negara adalah salah satu bentuk perbedaan
pendapat dan kepentingan antara kelompok masyarakat dengan negara
atau dengan kelompok lainnya. Fenomena ini termasuk dalam kategori
konflik, walaupun tidak mengarah kepada pertentangan fisik.
Konflik juga dimaknai sebagai suatu proses yang mulai bila satu
pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif,
atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan oleh pihak pertama. Suatu ketidakcocokan belum bisa dikatakan
sebagai suatu konflik bilamana salah satu pihak tidak memahami adanya
ketidakcocokan tersebut (Robbins, 1996).
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik
antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik
hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bisa terjadi karena hubungan antara dua pihak atau lebih (individu
atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki tujuan-tujuan yang
tidak sejalan (Fisher, dalam Saputro, 2003).
Sedangkan White & Bednar (1991) mendefinisikan konflik sebagai
suatu interaksi antara orang-orang atau kelompok yang saling bergantung merasakan adanya tujuan yang saling bertentangan dan saling
mengganggu satu sama lain dalam mencapai tujuan itu.
Jika tindakan seseorang individu untuk memenuhi dan memaksimalkan kebutuhannya menghalangi atau membuat tindakan orang lain
jadi tidak efektif untuk memenuhi dan memaksimalkan kebutuhan orang
tersebut, maka terjadilah konflik kepentingan (conflict of interest)
(Deustch dalam Johnson & Johnson, 1991).
Cassel Concise dalam Lacey (2003) mengemukakan bahwa
konflik sebagai “a fight, a collision; a struggle, a contest; opposition of
interest, opinion or purposes; mental strife, agony”. Pengertian tersebut
memberikan penjelasan bahwa konflik adalah suatu pertarungan, suatu
benturan; suatu pergulatan; pertentangan kepentingan, opini-opini atau
tujuan-tujuan; pergulatan mental, penderitaan batin. Konflik adalah suatu
292
pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seorang terhadap dirinya, orang lain, orang dengan kenyataan apa yang diharapkan
(Mangkunegara, 2001). Konflik juga merupakan perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak (two parties)yang ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan atau mengganggu dengan sengaja
pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya (Wexley &Yukl, 1988).
Gambar 6.2 di bawah ini adalah salah satu contoh konflik yang
sesuai dengan pendapat di atas, yaitu ketika apa yang diharapkan oleh
suporter persebaya agar kesebelasan kesayangannya menang tidak
terwujud, akibatnya dia melakukan berbagai tindakan penyerangan
kepada siapa saja, termasuk kepada aparat keamanan.
Gambar 6.2 Sekelompok suporter Persebaya sedang bentrok dengan polisi akibat
kesebelasan kesayangannya ditahan imbang oleh Arema
(Sumber: Jawa Pos, 30 Desember 2007).
Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan
itu bersifat langsung, yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihakpihak yang bertentangan. Selain itu, pertentangan itu juga dilakukan atas
dasar kesadaran pada masing-masing pihak bahwa mereka saling berbeda atau berlawanan (Syaifuddin, dalam Soetopo dan Supriyanto, 2003).
Dalam hubungannya dengan pertentangan sebagai konflik,
Marck, Synder dan Gurr membuat kriteria yang menandai suatu
pertentangan sebagai konflik. Pertama, sebuah konflik harus melibatkan
dua atau lebih pihak di dalamnya; Kedua, pihak-pihak tersebut saling
tarik-menarik dalam aksi-aksi saling memusuhi (mutualy opposing
actions); Ketiga, mereka biasanya cenderung menjalankan perilaku
koersif untuk menghadapi dan menghancurkan “sang musuh”. Keempat,
293
interaksi pertentangan di antara pihak-pihak itu berada dalam keadaan
yang tegas, karena itu keberadaan peristiwa pertentangan itu dapat
dideteksi dan dimufakati dengan mudah oleh para pengamat yang tidak
terlibat dalam pertentangan (Gurr, dalam Soetopo, 2001).
Konflik dalam pengertian yang luas dapat dikatakan sebagai
segala bentuk hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan (antagonistik) (Indrawijaya, 1986). Konflik adalah relasi-relasi psikologis yang
antagonis, berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tak bisa dipertemukan,
sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dan struktur-struktur nilai yang
berbeda. Konflik juga merupakan suatu interaksi yang antagonis mencakup tingkah laku lahiriah yang tampak jelas mulai dari bentuk perlawanan
halus, terkontrol, tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk
perlawanan terbuka (Clinton dalam Soetopo dan Supriyanto, 2003).
Konflik dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan
pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi
yang disebabkan oleh adanya berbagai macam perkembangan dan
perubahan dalam bidang manajemen, serta menimbulkan perbedaan
pendapat, keyakinan dan ide (Mulyasa, 2003).
Hocker & Wilmot (1991) memberikan definisi yang cukup luas
terhadap konflik sebagai “an expressed struggle betwen at least two
interdependent parties who perceive incompatibel goal, scarce rewards,
and interference from the other parties in achieving their goals”.
Seseorang dikatakan terlibat konflik dengan pihak lain jika
sejumlah ketidaksepakatan muncul antara keduanya, dan masing-masing
menyadari adanya ketidaksepakatan itu. Jika hanya satu pihak yang
merasakan ketidaksetujuan, sedang yang lain tidak, maka belum bisa
dikatakan konflik antara dua pihak. Dengan kata lain, dua pihak harus
menyadari adanya masalah sebelum mereka berada di dalam konflik.
Semua konflik seringkali dipandang sebagai pencapaian tujuan
satu pihak dan merupakan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain. Hal
ini karena seringkali orang memandang tujuannya sendiri secara lebih
penting, sehingga meskipun konflik yang ada sebenarnya merupakan
konflik yang kecil, seolah-olah tampak sebagai konflik yang besar.
Konflik muncul diakibatkan salah satunya perebutan sumberdaya.
Misalnya, jika dua orang duduk sebangku dalam kelas, maka bangku itu
menjadi sumberdaya. Apabila salah satu pihak bertingkah laku seakanakan mau menguasai kamar, pihak lain akan terganggu maka terjadilah
konflik diakibatkan sumberdaya.
294
Pihak-pihak yang berkonflik saling tergantung satu sama lain,
karena kepuasan seseorang tergantung perilaku pihak lain. Jika kedua
pihak merasa tidak perlu untuk menyelesaikan masalah, maka perpecahan tidak dapat dihindari. Banyak konflik yang tidak terselesaikan karena
masing-masing pihak tidak memahami sifat saling ketergantungan.
Selama ini konflik sering dihubungkan dengan agresi. Broadman
& Horowitz (dalam Kusnarwatiningsih, 2007) menyatakan bahwa konflik
dan agresi merupakan dua hal yang berbeda. Konflik tidak selalu
menghasilkan kerugian, tetapi juga membawa dampak yang konstruktif
bagi pihak-pihak yang terlibat, sedangkan agresi hanya membawa
dampak-dampak yang merugikan bagi individu.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa konflik adalah
suatu pertentangan dalam bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol,
tersembunyi, tak langsung, sampai pada bentuk perlawanan terbuka
antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung satu sama lain yang
sama-sama merasakan tujuan yang saling tidak cocok, kelangkaan
sumber daya dan hambatan yang didapat dari pihak lain dalam mencapai
tujuannya. Tawuran antar pelajar (Gambar 6.3) adalah salah satu contoh
konflik yang sering terjadi di kalangan pelajar.
Gambar 6.3 Sekelompok siswa sedang terlibat tawuran
(Sumber: Dokumentasi Irwantara, Desember 2007).
295
Konflik pada dasarnya merupakan bagian dari kehidupan sosial,
karena itu tidak ada masyarakat yang steril dari realitas konflik. Coser
(1956) menyatakan: konflik dan konsensus, integrasi dan perpecahan
adalah proses fundamental yang walau dalam porsi dan campuran yang
berbeda merupakan bagian dari setiap sistem sosial yang dapat
dimengerti (Poloma, 1994). Karena konflik merupakan bagian kehidupan
sosial, maka dapat dikatakan konflik sosial merupakan sebuah
keniscayaan yang tidak dapat ditawar. Dahrendorf (1986), membuat 4
postulat yang menunjukkan keniscayaan itu, yaitu: (1) setiap masyarakat
tunduk pada proses perubahan, perubahan sosial terdapat di manamana; (2) setiap masyarakat memperlihatkan konflik dan pertentangan,
konflik terdapat di mana-mana; (3) setiap unsur dalam masyarakat
memeberikan kontribusi terhadap desintegrasi dan perubahan; (4) setiap
masyarakat dicirikan oleh adanya penguasaan sejumlah kecil orang
terhadap sejumlah besar lainnya.
Coser (1956) mengutip hasil pengamatan Simmel, menunjukkan
bahwa konflik mungkin positif sebab dapat meredakan ketegangan yang
terjadi dalam suatu kelompok dengan memantapkan keutuhan dan
keseimbangan. Coser menyatakan bahwa masyarakat yang terbuka dan
berstruktur longgar membangun benteng untuk membendung tipe konflik
yang akan membahayakan konsensus dasar kelompok itu dari serangan
terhadap nilai intinya dengan membiarkan konflik itu berkembang di
sekitar masalah-masalah yang tidak mendasar (Poloma, 1994). Dengan
demikian berarti, konflik yang menyentuh nilai-nilai inti akan dapat mengubah struktur sosial sedangkan konflik yang mempertentangkan nilai-nilai
yang berada di daerah pinggiran tidak akan sampai menimbulkan perpecahan yang dapat membahayakan struktur sosial.
Cobb dan Elder (1972) mengungkapkan adanya tiga dimensi
penting dalam konflik politik: (1) luas konflik; (2) intensitas konflik; dan (3)
ketampakan konflik. Luas konflik, menunjuk pada jumlah perorangan atau
kelompok yang terlibat dalam konflik, dan menunjuk pula pada skala
konflik yang terjadi (misalnya: konflik lokal, konflik etnis, konflik nasional,
konflik internasional, konflik agama dan sebagainya). Intensitas konflik
adalah luas-sempitnya komitmen sosial yang bisa terbangun akibat
sebuah konflik.
Konflik yang intensitasnya tinggi adalah konflik yang bisa membangun komitmen sosial yang luas, sehingga luas konflikpun mengembang. Adapun ketampakan konflik adalah tingkatan kesadaran dan pe-
296
ngetahuan masyarakat di luar pihak-pihak yang berkonflik tentang
peristiwa konflik yang terjadi. Sebuah konflik dikatakan memiliki ketampakan yang tinggi manakala peristiwa konflik itu disadari dan diketahui
detail keberadaannya oleh masyarakat secara luas. Sebaliknya, sebuah
konflik memiliki ketampakan rendah manakala konflik itu terselimuti oleh
berbagai hal sehingga tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat
luas terhadap konflik itu sangat terbatas.
Pandangan tradisional tentang konflik mengandaikan konflik itu
buruk, dipandang secara negatif, dan disinonimkan dengan istilah kekerasan (violence), destruksi, dan ketidakrasionalan demi memperkuat
konotasi negatifnya. Konflik adalah merugikan, oleh karena itu harus
dihindari (Robbins, 1996).
Pandangan pada masa kini melihat konflik merupakan peristiwa
yang wajar dalam kehidupan kelompok dan organisasi. Dalam interaksi
antara manusia, konflik tidak dapat disingkirkan, tidak terelakkan, bahkan
ada kalanya konflik dapat bermanfaat pada kinerja kelompok.
Berdasarkan pendekatan interaksionis memandang konflik atas
dasar bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi
cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan
akan perubahan dan inovasi. Oleh karena itu, kaum interaksionis
mendorong pemimpin suatu kelompok apapun untuk mempertahankan
suatu tingkat minimum berkelanjutan dari konflik, sehingga cukup untuk
membuat kelompok itu hidup, kritis-diri dan kreatif.
Perlu ditegaskan, bahwa pendekatan interaksionis tersebut tidak
berarti memandangan semua konflik adalah suatu hal yang baik, tetap
memandang konflik adalah suatu hal yang tidak baik. Kaum interaksional
memandang ada konflik yang mendukung tujuan kelompok dan
memperbaiki kinerja kelompok, biasa disebut dengan konflik fungsional,
sedangkan ada konflik yang menghalangi kinerja kelompok atau yang
disebut dengan konflik disfungsional atau destruktif.
Tugas 6.1
Coba kalian identifikasi konflik-konflik yang terjadi di lingkungan
sekolahmu, baik yang terjadi pada siswa, guru, atau pegawai
administrasi? Atau juga konflik diantara masing-masing.
297
B. SUMBER KONFLIK SOSIAL
Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai
macam sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga sulit itu untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci
sumber dari konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa
menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata
tidak menjadi sumber konflik, demikian halnya sebaliknya. Kadang sesuatu yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya
adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam
setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Kesimpulannya sumber konflik itu sangat beragam dan kadang
sifatnya tidak rasional. Oleh karena kita tidak bisa menetapkan secara
tegas bahwa yang menjadi sumber konflik adalah sesuatu hal tertentu,
apalagi hanya didasarkan pada hal-hal yang sifatnya rasional.
Pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai
berikut: (1) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (2) langkanya sumber
daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan
posisi, dan (3) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling
bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika
persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak istimewa muncul,
konflik kepentingan akan muncul (Johnson & Johnson, 1991).
Menurut Anoraga (dalam Saputro, 2003) suatu konflik dapat
terjadi karena perbendaan pendapat, salah paham, ada pihak yang
dirugikan, dan perasaan sensitif.
1. Perbedaan pendapat
Suatu konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana
masing-masing pihak merasa dirinya benar, tidak ada yang mau
mengakui kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut
amat tajam maka dapat menimbulkan rasa kurang enak,
ketegangan dan sebagainya.
298
2. Salah paham
Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan
konflik. Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya
baik tetapi diterima sebaliknya oleh individu yang lain.
3. Ada pihak yang dirugikan
Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain
atau masing-masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga
seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang senang
atau bahkan membenci.
4. Perasaan sensitif
Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan
tindakan orang lain. Contoh, mungkin tindakan seseorang wajar,
tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan.
Baron & Byrne (dalam Kusnarwatiningsih, 2007) mengemukakan
konflik disebabkan antara lain oleh perebutan sumber daya, pembalasan
dendam, atribusi dan kesalahan dalam berkomunikasi.
Sedangkan Soetopo (2001) juga mengemukakan beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi timbulnya konflik, antara lain: (1) ciri umum
dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik; (2) hubungan pihak-pihak
yang mengalami konflik sebelum terjadi konflik; (3) sifat masalah yang
menimbulkan konflik; (4) lingkungan sosial tempat konflik terjadi; (5)
kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik; (6) strategi yang
biasa digunakan pihak-pihak yang mengalami konflik; (7) konsekuensi
konflik terhadap pihak yang mengalami konflik dan terhadap pihak lain;
dan (8) tingkat kematangan pihak-pihak yang berkonflik.
Ada enam kategori penting dari kondisi-kondisi pemula (antecedent conditions) yang menjadi penyebab konflik, yaitu: (1) persaingan
terhadap sumber-sumber (competition for resources), (2) ketergantungan
pekerjaan (task interdependence), (3) kekaburan bidang tugas (jurisdictional ambiguity), (4) problem status (status problem), (5) rintangan
komunikasi (communication barriers), dan (6) sifat-sifat individu
(individual traits) (Robbins, Walton & Dutton dalam Wexley & Yukl, 1988).
Schmuck (dalam Soetopo dan Supriyanto, 1999) mengemukakan
bahwa kategori sumber-sumber konflik ada empat, yaitu (1) adanya
perbedaan fungsi dalam organisasi, (2) adanya pertentangan kekuatan
antar orang dan subsistem, (3) adanya perbedaan peranan, dan (4)
adanya tekanan yang dipaksakan dari luar kepada organisasi.
299
Sedangkan Handoko (1998) menyatakan bahwa sumber-sumber
konflik adalah sebagai berikut.
1. Komunikasi: salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat,
bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan
tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur: pertarungan kekuasaan antar departemen dengan
kepentingan-kepentingan
atau
sistem
penilaian
yang
bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber
daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih
kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan
mereka.
3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi
karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka,
dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi.
Berbeda pula dengan pendapat Mangkunegara (2001) bahwa
penyebab konflik dalam organisasi adalah: (1) koordinasi kerja yang tidak
dilakukan, (2) ketergantungan dalam pelaksanaan tugas, (3) tugas yang
tidak jelas (tidak ada diskripsi jabatan), (4) perbedaan dalam orientasi
kerja, (5) perbedaan dalam memahami tujuan organisasi, (6) perbedaan
persepsi, (7) sistem kompetensi intensif (reward), dan (8) strategi
permotivasian yang tidak tepat.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang sumber konflik sebagaimana dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat ditegaskan bahwa sumber
konflik dapat berasal dari dalam dan luar diri individu. Dari dalam diri individu misalnya adanya perbedaan tujuan, nilai, kebutuhan serta perasaan
yang terlalu sensitif. Dari luar diri individu misalnya adanya tekanan dari
lingkungan, persaingan, serta langkanya sumber daya yang ada.
1. Faktor Penyebab Konflik
a. Perbedaan individu
Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor
penyebab terjadinya konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi
sumber konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang
memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan
lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial,
sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan
300
dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di
lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbedabeda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang
merasa terhibur.
b. Perbedaan latar belakang kebudayaan
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran
dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan,
masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama,
tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya
perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.
Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus
dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon
karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun
atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan
kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka
pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari
lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada
perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat
perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok
atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok
buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di
antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai,
sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk
dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
301
d. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika
perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada
masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang
mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada
masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat
berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah
itu seperti nilai kegotong royongan berganti menjadi nilai kontrak kerja
dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan
kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam
organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi
individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung
tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal
kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika
terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan prosesproses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan
terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan
tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Tugas 6.2
Berdasarkan konflik-konflik yang terjadi di lingkungan sekolahmu
tersebut diatas, coba kalian identifikasi apa yang menjadi
sumber dan faktor penyebab konflik yang terjadi di sekolahmu
tersebut?
C. BENTUK KONFLIK SOSIAL
Sasse (1981) mengajukan istilah yang bersinonim maknanya
dengan nama conflict style, yaitu cara orang bersikap ketika menghadapi
pertentangan. Conflict style ini memiliki kaitan dengan kepribadian. Maka
orang yang berbeda akan menggunakan conflict style yang berbeda pada
saat mengalami konflik dengan orang lain.
Sedangkan Rubin (dalam Farida, 1996) menyatakan bahwa
konflik timbul dalam berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri
seseorang individu, antar individu, kelompok, organisasi maupun antar
negara. Ada banyak kemungkinan menghadapi konflik yang dikenal
dengan istilah manajemen konflik.
302
Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis
konflik, dipandang dari segi materinya menjadi empat, yaitu:
1. Konflik tujuan
Konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif
bahkan yang kontradiktif.
2. Konflik peranan
Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih dari satu
peranan dan tiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang
sama.
3. Konflik nilai
Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai yang dimiliki
setiap individu dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik
dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok
dengan organisasi.
4. Konflik kebijakan
Konflik kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan
individu atau kelompok terhadap perbedaan kebijakan yang
dikemukakan oleh satu pihak dan kebijakan lainnya.
Gambar 6.4 Sekelompok manusia sedang melaksanakan demo
menentang kapitalisme
(Sumber: Akses internet)
303
Gambar 6.4 adalah contoh yang menunjukkan ragam dan bentuk
konflik yang terjadi di masyarakat. Dipandang dari akibat maupun cara
penyelesaiannya, Furman & McQuaid (dalam Farida, 1996) membedakan
konflik dalam dua tipe yang berbeda, yaitu konflik destruktif dan
konstruktif. Konflik dipandang destruktif dan disfungsional bagi individu
yang terlibat apabila:
1. Konflik terjadi dalam frekuensi yang tinggi dan menyita sebagian
besar kesempatan individu untuk berinteraksi. Ini menandakan
bahwa problem tidak diselesaikan secara kuat. Sebaliknya, konflik
yang konstruktif terjadi dalam frekuensi yang wajar dan masih
memungkinkan individu-individunya berinteraksi secara harmonis.
2. Konflik diekspresikan dalam bentuk agresi seperti ancaman atau
paksaan dan terjadi pembesaran konflik baik pembesaran
masalah yang menjadi isu konflik maupun peningkatan jumlah
individu yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif isu akan
tetap terfokus dan dirundingkan melalui proses pemecahan
masalah yang saling menguntungkan.
3. Konflik berakhir dengan terputusnya interaksi antara pihak-pihak
yang terlibat. Dalam konflik yang konstruktif, kelangsungan
hubungan antara pihak-pihak yang terlibat akan tetap terjaga.
Sedangkan Handoko (1984) membagi konflik menjadi 5 jenis
yaitu: (1) konflik dari dalam individu, (2) konflik antar individu dalam
organisasi yang sama, (3) konflik antar individu dalam kelompok, (4)
konflik antara kelompok dalam organisasi, (5) konflik antar organisasi.
Berbeda dengan pendapat diatas Mulyasa (2003) membagi konflik
berdasarkan tingkatannya menjadi enam yaitu: (1) konflik intrapersonal,
(2) konflik interpersonal, (3) konflik intragroup, (4) konflik intergroup, (5)
konflik intraorganisasi, dan (6) konflik interorganisasi.
Menurut Dahrendorf (1986), konflik dibedakan menjadi 4 macam:
(1) konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara
peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role); (2)
konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank); (3)
konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan
massa); dan (4) konflik antar satuan nasional (perang saudara).
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami
konflik dengan kelompok lain; (2) keretakan hubungan antar kelompok
yang bertikai; (3) perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbul-
304
nya rasa dendam, benci, saling curiga dan sebagainya; (4) kerusakan
harta benda dan hilangnya jiwa manusia; dan (5) dominasi bahkan
penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori konflik mengklaim bahwa pihak-pihak yang
berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah
skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian
terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan
hipotesa sebagai berikut.
1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan
menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan
menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan
menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik
bagi pihak tersebut.
4. Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk menghindari konflik.
Tugas 6.3
Sering kita mendengar dan melihat bahkan mungkin terlibat
dalam tawuran pelajar. Menurut kalian tawuran itu termasuk
bentuk konflik yang bagaimana? Mengapa? Dan apa yang
dihasilkan dari tawuran?
D. PROSES KONFLIK
Menurut Robbins (1996) proses konflik terdiri dari lima tahap,
yaitu: (1) oposisi atau ketidakcocokan potensial; (2) kognisi dan personalisasi; (3) maksud; (4) perilaku; dan (5) hasil.
Oposisi atau ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi
yang menciptakan kesempatan untuk munculnya koinflik. Kondisi ini tidak
perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika
konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut dikelompokkan dalam kategori:
komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik,
selain itu masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam
menghalangi kolaborasi dan merangsang kesalahpahaman.
305
Struktur juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Struktur dalam hal
ini meliputi: ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan
kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggotatujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan
antara kelompok-kelompok.
Variabel pribadi juga bisa menjadi titik awal dari konflik.
Pernahkah kita mengalami situasi ketika bertemu dengan orang langsung
tidak menyukainya? Apakah itu kumisnya, suaranya, pakaiannya dan
sebagainya. Karakter pribadi yang mencakup sistem nilai individual tiap
orang dan karakteristik kepribadian, serta perbedaan individual bisa
menjadi titik awal dari konflik.
Kognisi dan personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak
atau masing-masing pihak terhadap konflik yang sedang dihadapi.
Kesadaran oleh satu pihak atau lebih akan eksistensi kondisi-kondisi
yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya konflik. Bilamana hal ini
terjadi dan berlanjut pada tingkan terasakan, yaitu pelibatan emosional
dalam suatu konflik yang akan menciptakan kecemasan, ketegangan,
frustasi dan pemusuhan.
Maksud adalah keputusan untuk bertindak dalam suatu cara
tertentu dari pihak-pihak yang berkonflik. Maksud dari pihak yang berkonflik ini akan tercermin atau terwujud dalam perilaku, walaupun tidak
selalu konsisten.
Maksud dalam penanganan suatu konflik ada lima, yaitu: (1)
bersaing, tegas dan tidak kooperatif, yaitu suatu hasrat untuk memuaskan kepentingan seseorang atau diri sendiri, tidak peduli dampaknya
terhadap pihak lain dalam suatu episode konflik; (2) berkolaborasi, bila
pihak-pihak yang berkonflik masing-masing berhasrat untuk memenuhi
sepenuhnya kepentingan dari semua pihak, kooperatif dan pencaharian
hasil yang bermanfaat bagi semua pihak; (3) mengindar, bilamana salah
satu dari pihak-pihak yang berkonflik mempunyai hasrat untuk menarik
diri, mengabaikan dari atau menekan suatu konflik; (4) mengakomodasi,
bila satu pihak berusaha untuk memuaskan seorang lawan, atau kesediaan dari salah satu pihak dalam suatu konflik untuk menaruh kepentingan
lawannya diatas kepentingannya; dan (5) berkomromi, adalah suatu
situasi di mana masing-masing pihak dalam suatu konflik bersedia untuk
melepaskan atau mengurangi tuntutannya masing-masing.
Perilaku mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat
oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku meliputi: upaya terang-terang-
306
an untuk menghancurkan pihak lain, serangan fisik yang agresif, ancaman dan ultimatun, serangan verbal yang tegas, pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain, dan ketidaksepakatan atau
salahpaham kecil.
Hasil adalah jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik
dan menghasilkan konsekuensi. Hasil bisa fungsional dalam arti konflik
menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional
dalam arti merintangi kinerja kelompok.
Tugas 6.4
Sering kita mendengar dan melihat bahkan mungkin terlibat
dalam tawuran pelajar. Menurut kalian bagaimana proses
terjadinya tawuran yang sering dilakukan oleh para pelajar
tersebut?
E. POLA PENYELESAIAN KONFLIK
Konflik dapat berpengaruh positif atau negatif, dan selalu ada
dalam kehidupan. Oleh karena itu konflik hendaknya tidak serta merta
harus ditiadakan. Persoalannya, bagaimana konflik itu bisa dimanajemen
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan disintegrasi sosial.
Pengelolaan konflik berarti mengusahakan agar konflik berada
pada level yang optimal. Jika konflik menjadi terlalu besar dan mengarah
pada akibat yang buruk, maka konflik harus diselesaikan. Di sisi lain, jika
konflik berada pada level yang terlalu rendah, maka konflik harus
dibangkitkan (Riggio, 1990).
Berbeda lagi dengan yang dinyatakan oleh Soetopo (1999) bahwa
strategi pengelolaan konflik menunjuk pada suatu aktivitas yang dimaksudkan untuk mengelola konflik mulai dari perencanaan, evaluasi, dan
pemecahan/penyelesaian suatu konflik sehingga menjadi sesuatu yang
positif bagi perubahan dan pencapaian tujuan.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengelolaan konflik,
dapat ditegaskan bahwa pengelolaan konflik merupakan cara yang
digunakan individu dalam mengontrol, mengarahkan, dan menyelesaikan
konflik, dalam hal ini adalah konflik interpersonal.
Hodge dan Anthony (1991), memberikan gambaran melalui berbagai metode resolusi (penyelesaian) konflik, sebagai berikut: Pertama,
dengan metode penggunaan paksaan. Orang sering menggunakan ke307
kuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredam atau dipadamkan.
Kedua, dengan metode penghalusan (smoothing). Pihak-pihak yang
berkonflik hendaknya saling memahami konflik dengan bahasa kasihsayang, untuk memecahkan dan memulihkan hubungan yang mengarah
pada perdamaian. Ketiga, penyelesaian dengan cara demokratis. Artinya,
memberikan peluang kepada masing-masing pihak untuk mengemukakan pendapat dan memberikan keyakinan akan kebenaran pendapatnya
sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Cribbin (1985) mengelaborasi terhadap tiga hal, yaitu mulai yang
cara yang paling tidak efektif, yang efektif dan yang paling efektif.
Menurutnya, strategi yang dipandang paling tidak efektif, misalnya ditempuh cara: (1) dengan paksaan. Strategi ini umumnya tidak disukai oleh
kebanyakan orang. Dengan paksaan, mungkin konflik bisa diselesaikan
dengan cepat, namun bisa menimbulkan reaksi kemarahan atau reaksi
negatif lainnya; (2) dengan penundaan. Cara ini bisa berakibat penyelesaian konflik sampai berlarut-larut; (3) dengan bujukan. Bisa berakibat
psikologis, orang akan kebal dengan bujukan sehingga perselisihan akan
semakin tajam; (4) dengan koalisi, yaitu suatu bentuk persekutuan untuk
mengendalikan konflik. Akan tetapi strategi ini bisa memaksa orang untuk
memihak, yang pada gilirannya bisa menambah kadar konflik konflik
sebuah ‘perang’; (5) dengan tawar-menawar distribusi. Strategi ini sering
tidak menyelesaikan masalah karena masing-masing pihak saling
melepaskan beberapa hal penting yang mejadi haknya, dan jika terjadi
konflik mereka merasa menjadi korban konflik.
Strategi yang dipandang lebih efektif dalam pengelolaan konflik
meliputi: (1) koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara
tidak saling mengganggu dan saling merugikan, dengan menetapkan
peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara ketat
dan konsekuen; (2) dengan mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian
konflik menemui jalan buntu, masing-masing pihak bisa menunjuk pihak
ketiga untuk menjadi perantara yang berperan secara jujur dan adil serta
tidak memihak. Sedangkan strategi yang dipandang paling efektif, antara
lain: (1) tujuan sekutu besar, yaitu dengan melibatkan pihak-pihak yang
berkonflik ke arah tujuan yang lebih besar dan kompleks. Misalnya denga
cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih mantap; (2)
tawar-menawar integratif, yaitu dengan menggiring pihak-pihak yang
berkonflik, untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang luas, dan
308
tidak hanya berkisar pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan
individu, kelompok, golongan atau suku bangsa tertentu.
Nasikun (1993), mengidentifikasi pengendalian konflik melalui tiga
cara, yaitu dengan konsiliasi (conciliation), mediasi (mediation), dan
perwasitan (arbitration).
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi
berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol
akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna
dapat menciptakan konflik.
Pengendalian konflik dengan cara konsiliasi, terwujud melalui
lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi
dan pengambilan keputusan di antara pihak-pihak yang berkonflik.
Lembaga yang dimaksud diharapkan berfungsi secara efektif, yang
sedikitnya memenuhi empat hal: (1) harus mampu mengambil keputusan
secara otonom, tanpa campur tangan dari badan-badan lain; (2) lembaga
harus bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga itulah yang
berfungsi demikian; (3) lembaga harus mampu mengikat kepentingan
bagi pihak-pihak yang berkonflik; dan (4) lembaga tersebut harus bersifat
demokratis. Tanpa keempat hal tersebut, konflik yang terjadi di antara
beberapa kekuatan sosial, akan muncul ke bawah permukaan, yang pada
saatnya akan meledak kembali dalam bentuk kekerasan.
Pengendalian dengan cara mediasi, dengan maksud bahwa
pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga
yang akan memberikan nasihat-nasihat, berkaitan dengan penyelesaian
terbaik terhadap konflik yang mereka alami.
Pengendalian konflik dengan cara perwasitan, dimaksudkan
bahwa pihak-pihak yang berkonflik bersepakat untuk menerima pihak
ketiga, yang akan berperan untuk memberikan keputusan-keputusan,
dalam rangka menyelesaikan yang ada. Berbeda dengan mediasi, cara
perwasitan mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk menerima
keputusan yang diambil oleh pihak wasit.
Pola penyelesaian konflik juga bisa dilakukan dengan menggunakan strategi seperti berikut: (1) gunakan persaingan dalam penyelesaian
konflik, bila tindakan cepat dan tegas itu vital, mengenai isu penting,
dimana tindakan tidak populer perlu dilaksanakan; (2) gunakan kolaborasi
untuk menemukan pemecahan masalah integratif bila kedua perangkat
kepentingan terlalu penting untuk dikompromikan; (3) gunakan penghindaran bila ada isyu sepele, atau ada isu lebih penting yang mendesak;
309
bila kita melihat tidak adanya peluang bagi terpuaskannya kepentingan
anda; (4) gunakan akomodasi bila diketahui kita keliru dan untuk
memungkinkan pendirian yang lebih baik didengar, untuk belajar, dan
untuk menunjukkan kewajaran; dan (5) gunakan kompromis bila tujuan
penting, tetapi tidak layak mendapatkan upaya pendekatan-pendekatan
yang lebih tegas disertai kemungkinan gangguan.
1. Macam-macam Pola Pengelolaan Konflik
Menurut penelitian Vliert dan Euwema (dalam Farida, 1996)
penelitian-penelitian mengenai cara-cara penyelesaian konflik menggunakan klasifikasi yang berbeda. Belum ada kesepakatan dari para ahli
mengenai klasifikasi yang dianggap paling valid. Individu berhubungan
dengan yang lain dalam tiga cara; moving toward others (mendapatkan
dukungan), moving againts other (menyerang dan mendominasi), dan
moving away from other (menarik diri dari orang lain dan masalah yang
menimbulkan konflik) (Horney dalam Hall, 1985).
Berpijak dari perbedaan budaya, nilai maupun adat kebiasaan,
Ury, Brett, dan Goldberg (dalam Tinsley, 1998) mengajukan tiga model
pengelolaan konflik, sebagai berikut.
1. Deffering to status power
Individu dengan status yang lebih tinggi memiliki kekuasaan untuk
membuat dan memaksakan solusi konflik yang ditawarkan. Status
sosial memegang peranan dalam menentukan aktivitas-aktivitas
yang akan dilakukan.
2. Applying regulations
Model ini ditekankan oleh asumsi bahwa interaksi sosial diatur
oleh hukum universal. Peraturan diterapkan secara merata pada
seluruh anggota. Peraturan dibakukan untuk menggambarkan
hukuman dan penghargaan yang diberikan berdasarkan perilaku
yang dilakukan, bukan berdasarkan orang yang terlibat.
3. Integrating interest
Model ini menekankan pada perhatian pihak yang terlibat, untuk
membuat hasilnya lebih bermanfaat bagi mereka daripada tidak
mendapatkan kesepakatan satupun. Disini masing-masing pihak
saling berbagi minat, prioritas, untuk menemukan penyelesaian
yang dapat mempertemukan minat mereka masing-masing.
310
Pola penyelesaian konflik bila dipandang dari sudut menang-kalah
pada masing-masing pihak, maka ada empat bentuk pengelolaan konflik,
yaitu:
1. Bentuk kalah-kalah (menghindari konflik)
Bentuk pertama ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan
menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau
bisa berarti bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau menemukan kesepakatan untuk mengatasi
konflik tersebut.
2. Bentuk menang-kalah (persaingan)
Bentuk kedua ini memastikan bahwa satu pihak memenangkan
konflik dan pihak lain kalah. Biasanya kekuasaan atau pengaruh
digunakan untuk memastikan bahwa dalam konflik tersebut
individu tersebut yang keluar sebagai pemenangnya. Gaya
penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi
pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah.
3. Bentuk kalah-menang (mengakomodasi)
Agak berbeda dengan bentuk kedua, bentuk ketiga yaitu individu
kalah-pihak lain menang ini berarti individu berada dalam posisi
mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini
digunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih
besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat
ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan
perdamaian yang diinginkan.
4. Bentuk menang-menang (kolaborasi)
Bentuk keempat ini disebut dengan gaya pengelolaan konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuannya adalah mengatasi konflik
dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau
kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai.
Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masingmasing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau
tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen
untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut
(Prijosaksono dan Sembel, 2002).
Berbeda dengan pendapat diatas, Hendricks (2001) mengemukaan lima gaya pengelolaan konflik yang diorientasikan dalam organisasi
maupun perusahaan. Lima gaya yang dimaksud adalah:
1. Integrating (menyatukan, menggabungkan)
311
Individu yang memilih gaya ini melakukan tukar-menukar
informasi. Disini ada keinginan untuk mengamati perbedaan dan
mencari solusi yang dapat diterima semua kelompok. Cara ini
mendorong berpikir kreatif serta mengembangkan alternatif
pemecahan masalah.
2. Obliging (saling membantu)
Disebut juga dengan kerelaan membantu. Cara ini menempatkan
nilai yang tinggi untuk orang lain sementara dirinya sendiri dinilai
rendah. Kekuasaan diberikan pada orang lain. Perhatian tinggi
pada orang lain menyebabkan seorang individu merasa puas dan
merasa keinginannya terpenuhi oleh pihak lain, kadang
mengorbankan sesuatu yang penting untuk dirinya sendiri.
3. Dominating (menguasai)
Tekanan gaya ini adalah pada diri sendiri. Kewajiban bisa saja
diabaikan demi kepentingan pribadi. Gaya ini meremehkan kepentingan orang lain. Biasanya berorientasi pada kekuasaan dan
penyelesaiannya cenderung dengan menggunakan kekuasaan.
4. Avoiding (menghindar)
Individu yang menggunakan gaya ini tidak menempatkan suatu
nilai pada diri sendiri atau orang lain. Ini adalah gaya menghindar
dari persoalan, termasuk di dalamnya menghindar dari tanggung
jawab atau mengelak dari suatu isu.
5. Compromising (kompromi)
Perhatian pada diri sendiri maupun orang lain berada dalam
tingkat sedang.
Berbeda dengan yang dikemukakan Johnson & Johnson (1991)
bahwa strategi pengelolaan konflik ada karena dipelajari, biasanya sejak
masa kanak-kanak sehingga berfungsi secara otomatis dalam level
bawah sadar (preconscious). Tapi karena dipelajari, maka seseorangpun
dapat mengubah strateginya dengan mempelajari cara baru dan lebih
efektif dalam menangani konflik. Lebih lanjut Johnson & Johnson (1991)
mengajukan beberapa gaya atau strategi dasar pengelolaan konflik,
yaitu:
1. Withdrawing (Menarik Diri). Individu yang menggunakan strategi
ini percaya bahwa lebih mudah menarik diri (secara fisik dan
psikologis) dari konflik daripada menghadapinya. Mereka cenderung menarik diri untuk menghindari konflik. Baik tujuan pribadi
maupun hubungan dengan orang lain dikorbankan. Mereka men-
312
2.
3.
4.
5.
jauh dari isu yang dapat menimbulkan konflik serta dari orangorang yang terlibat konflik dengannya.
Forcing (Memaksa). Individu berusaha memaksa lawannya
menerima solusi konflik yang ditawarkannya. Tujuan pribadinya
dianggap sangat penting. Mereka menggunakan segala cara
untuk mencapai tujuannya. Mereka tidak peduli akan kebutuhan
dan minat orang lain, serta apakah orang lain itu menerima solusi
mereka atau tidak. Mereka menganggap konflik dapat
diselesaikan dengan satu pihak yang menang dan pihak yang lain
kalah. Mereka mencapai kemenangan dengan jalan menyerang,
menghancurkan, dan mengintimidasi orang lain.
Smoothing (Melunak). Individu yang menggunakan strategi ini
berpendapat bahwa mempertahankan hubungan dengan orang
lain jauh lebih penting dibandingkan dengan pencapaian tujuan
pribadi. Mereka ingin diterima dan dicintai. Mereka merasa bahwa
konflik harus dihindari demi keharmonisan dan bahwa orang tidak
akan dapat membicarakan konflik tanpa mengakibatkan rusaknya
hubungan. Mereka takut jika konflik berlanjut, maka orang lain
akan kecewa dan ini menyebabkan rusaknya hubungan. Mereka
mengorbankan tujuan pribadinya demi mempertahankan kelangsungan hubungan.
Compromising (Kompromi). Strategi ini digunakan individu yang
menaruh perhatian baik terhadap pribadinya sendiri maupun
hubungan dengan orang lain. Mereka berusaha berkompromi,
mengorbankan tujuannya sendiri dan mempengaruhi pihak lain
untuk mengorbankan sebagian tujuannya juga. Mereka mencari
solusi konflik agar kedua belah pihak sama-sama mendapatkan
keuntungan, solusi pertengahan antara dua posisi yang ekstrim.
Confronting (Konfrontasi). Individu dengan tipe ini menaruh
perhatian sangat tinggi terhadap tujuan pribadi maupun
kelangsungan hubungan dengan orang lain. Mereka memandang
konflik sebagai masalah yang harus dipecahkan dan solusi terhadap konflik haruslah mencapai tujuan pribadinya sendiri maupun
tujuan orang lain. Konflik dipandang dapat meningkatkan
hubungan dengan menurunkan ketegangan antara dua pihak
yang terlibat. Dengan solusi yang memuaskan kedua belah pihak,
mereka mencoba mempertahankan kelangsungan hubungan
dengan orang lain. Kepuasan mereka jika solusi yang ditemukan
313
dapat memuaskan baik mereka sendiri maupun orang lain.
Sebaliknya, mereka tidak puas jika solusi tidak mencapai tujuan
pribadi dan tujuan orang lain, serta ketegangan dan perasaanperasaan negatif belum diselesaikan.
Klasifikasi-klasifikasi yang diajukan beberapa ahli di atas, jika
diperhatikan tidak benar-benar berbeda. Perbedaan yang ada hanya
pada istilah yang dipakai namun memiliki pengertian yang hampir sama.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Penyelesaian Konflik
Johnson & Johnson (1991) menyatakan beberapa hal yang harus
diperhatikan bilamana seseorang terlibat dalam suatu konflik, dan
akibatnya menentukan bagaimana seseorang menyelesaikan konflik,
sebagai berikut: (1) tercapainya persetujuan yang dapat memuaskan
kebutuhan serta tujuannya. Tiap orang memiliki tujuan pribadi yang ingin
dicapai. Konflik bisa terjadi karena tujuan dan kepentingan individu
menghalangi tujuan dan kepentingan individu lain; (2) seberapa penting
hubungan atau interaksi itu untuk dipertahankan. Dalam situasi sosial,
yang di dalamnya terdapat keterikatan interaksi, individu harus hidup
bersama dengan orang lain dalam periode tertentu. Oleh karena itu
diperlukan interaksi yang efektif selama beberapa waktu.
Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pengelolaan konflik,
seperti dirangkum sebagai berikut.
1. Kepribadian Individu Yang Terlibat Konflik
Stenberg dan Soriano (dalam Farida, 1996) berpendapat
bahwa gaya pengelolaan konflik seorang individu dapat diprediksi
dari karakteristik-karakteristik intelektual dan kepribadiannya.
Mereka menemukan bahwa subyek dengan skor intelektual yang
rendah cenderung menggunakan aksi fisik dalam mengatasi
konflik. Sebaliknya subyek dengan skor intelektual yang tinggi
lebih cenderung untuk menggunakan gaya-gaya pengelolaan
konflik yang membuat konflik melunak.
Dari karakteristik kepribadian dapat diprediksi bahwa
subyek dengan skor tinggi pada need for deference (kebutuhan
untuk mengikuti dan mendukung seseorang), need for abasement
(kebutuhan untuk menyerah atau tunduk) dan need for order (kebutuhan untuk membuat teratur) cenderung untuk memilih gayagaya pengelolaan konflik yang membuat konflik melunak. Sebaliknya subyek dengan skor tinggi pada need for autonomy (kebutuh-
314
an untuk bebas dan lepas dari tekanan) dan need for change
(kebutuhan untuk membuat perubahan) memiliki kecenderungan
untuk memilih paling tidak satu gaya pengelolaan konflik yang
membuat konflik semakin intensif.
Menurut Broadman dan Horowitz (dalam Farida, 1996)
karakteristik kepribadian yang terutama berpengaruh terhadap
gaya pengelolaan konflik adalah kecenderungan agresifitas, kecenderungan untuk mengontrol dan menguasai, orientasi kooperatif dan kompetitif, kemampuan untuk berempati, dan kemampuan untuk menemukan pola penyelesaian konflik.
2. Situasional
Aspek situasi yang penting antara lain adalah perbedaan
struktur kekuasaan, riwayat hubungan, lingkungan sosial dan
pihak ketiga. Apabila satu pihak memiliki kekuasaan lebih besar
terhadap situasi konflik, maka besar kemungkinan konflik akan
diselesaikan dengan cara dominasi oleh pihak yang lebih kuat
posisinya.
Riwayat hubungan menunjuk pada pengalaman sebelumnya dengan pihak lain, sikap dan keyakinan terhadap pihak
lain tersebut. Termasuk dalam aspek lingkungan sosial adalah
norma-norma sosial dalam menghadapi konflik dan iklim sosial
yang mendukung melunaknya konflik atau justru mempertajam
konflik. Sedangkan campur tangan pihak ketiga yang memiliki
hubungan buruk dengan salah satu pihak yang berselisih dapat
menyebabkan membesarnya konflik. Sebaliknya, hubungan baik
pihak ketiga dengan pihak-pihak yang berselisih dapat melunakkan konflik karena pihak ketiga dapat berperan sebagai mediator.
3. Interaksi
Digunakannya pendekatan disposisional saja dalam mencari pemahaman akan perilaku sosial dianggap mempunyai
manfaat yang terbatas. Pendekatan yang lebih dominan dalam
menerangkan perilaku sosial adalah interaksi dan saling mempengaruhinya determinan situasional dan disposisional.
4. Isu Konflik
Tipe isu tertentu kurang mendukung resolusi konflik yang
konstruktif dibandingkan dengan isu yang lain. Tipe isu seperti ini
mengarahkan partisipan konflik untuk memandang konflik sebagai
permainan kalah-menang. Isu yang berhubungan dengan
315
kekuasaan, status, kemenangan, dan kekalahan, pemilikan akan
sesuatu yang tidak tersedia substitusinya, adalah termasuk tipetipe isu yang cenderung diselesaikan dengan hasil menang-kalah.
Tipe yang lain yang tidak berhubungan dengan hal-hal di atas
dapat dipandang sebagai suatu permainan yang memungkinkan
setiap pihak yang terlibat untuk menang.
Pada umumnya, konflik kecil lebih mudah diselesaikan secara
konstruktif daripada konflik besar. Akan tetapi pada konflik yang
destruktif, konflik yang sebenarnya kecil cenderung untuk membesar dan
meluas. Perluasan ini dapat terjadi bila konflik antara dua individu yang
berbeda dianggap sebagai konflik rasial. Selain itu bisa juga jika konflik
tentang masalah biasa dipandang sebagai konflik yang bersifat substantif
atau dipandang menyangkut harga diri dan kekuasaan.
Robbins (1996) mengungkapkan ada beberapa teknik yang bisa
dijadikan acuan dalam pemecahan konflik dan perangsangan konflik,
seperti berikut.
Pemecahan Konflik
Kegiatan
Pemecahan
Pertemuan tatap muka dari pihak-pihak yang
Masalah
berkonflik dengan maksud mengidentifikasi masalah dan memecahkannya lewat pembahasan
yang terbuka;
Tujuan Bersama
Menciptakan suatu tujuan bersama yang tidak
dapat dicapai tanpa kerjasama dari masingmasing pihak yang berkonflik;
Pemuaian Sumber Bila konflik disebabkan oleh kelangkaan sumber
Daya
daya, seperti uang, kesempatan promosi,
ruangan kantor, perluasan sumber daya dapat
menciptakan win-win solution;
Penghindaran
Menarik diri, atau menekan, dari konflik; misalnya
mengurangi kesempatan untuk bertemu
perataan
Mengecilkan
arti
perbedaan
sementara
menekankan kepentingan bersama antara pihakpihak yang berkonflik;
Kompromi
Tiap pihak pada konflik itu melepaskan
(mengorbankan) sesuatu yang berharga;
Komando Otoritatif
Manajemen menggunakan otoritas formal untuk
memecahkan masalah konflik dan kemudian
mengkomunikasikan keinginannya kepada pihak-
316
Mengubah Variabel
pihak yang terlibat konflik;
Menggunakan teknik pengubahan perilaku
manusia misalnya pelatihan hubungan manusia
untuk mengubah sikap dan perilaku yang
menyebabkan konflik;
Mengubah struktur organisasi formal dan pola
struktural interaksi dari pihak-pihak yang
berkonflik lewat desain ulang pekerjaan,
pemindahan, penciptaan posisi koordinasi.
Perangsangan
Konflik
Komunikasi
Menggunakan pesan-pesan yang dwi-arti
ataumengancam untuk meningkatkan tingkat
konflik;
Memasukkan orang
Menambahkan karyawan ke suatu kelompok
yang lata belakang, nilai, sikap, atau gaya
kerjanya berbeda dari anggota yang ada;
Menstruktur
ulang Mengatur ulang kelompok-kelompok kerja,
organisasi
mengubah aturan dan pengaturan, meningkatkan
kesalingbergantungan, dan membuat perubahan
struktural yang serupa untuk mengacaukan
status quo;
Mengangkat
Menunjuk seorang pengkritik untuk dengan
Pembela Kejahatan
sengaja berargumen menentang pendirian
mayoritas yang dipegang oleh kelompok.
Tugas 6.5
Bilamana terjadi konflik diantara temanmu atau dengan gurumu,
bagaimana cara penyelesaiannya?
Apakah cara penyelesaian tersebut sesuai dengan teori yang
dikemukakan di atas?
317
F. RINGKASAN
Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan
sesama manusia. Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu
diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik
merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan
atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua
pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan
non-fisik, yang pada umumnya berkembang dari pertentangan non-fisik
menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan
(violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan
(non-violent).
Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan
itu bersifat langsung, yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihakpihak yang bertentangan. Selain itu, pertentangan itu juga dilakukan di
atas dasar kesadaran pada masing-masing pihak bahwa mereka saling
berbeda atau berlawanan.
Konflik pada dasarnya merupakan bagian dari kehidupan sosial,
karena itu tidak ada masyarakat yang steril dari realitas konflik. Konflik
dan konsensus, integrasi dan perpecahan adalah proses fundamental
yang walau dalam porsi dan campuran yang berbeda, merupakan bagian
dari setiap sistem sosial yang dapat dimengerti. Karena konflik
merupakan bagian kehidupan sosial, maka dapat dikatakan konflik sosial
merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar. Empat
postulat yang menunjukkan keniscayaan itu, adalah: (1) setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan, perubahan sosial terdapat di manamana; (2) setiap masyarakat memperlihatkan konflik dan pertentangan,
konflik terdapat di mana-mana; (3) setiap unsur dalam masyarakat
memeberikan kontribusi terhadap desintegrasi dan perubahan; (4) setiap
masyarakat dicirikan oleh adanya penguasaan sejumlah kecil orang
terhadap sejumlah besar lainnya.
Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai
macam sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar
manusia, sehingga sulit itu untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya
bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu
ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian halnya sebaliknya.
Kadang sesuatu yang sifatnya sederhana bisa menjadi sumber konflik
bagi kelompok manusia. sumber konflik sebagaimana dikemukakan oleh
beberapa ahli, dapat ditegaskan bahwa sumber konflik dapat berasal dari
dalam dan luar diri individu. Dari dalam diri individu misalnya adanya
perbedaan tujuan, nilai, kebutuhan serta perasaan yang terlalu sensitif.
318
Dari luar diri individu misalnya adanya tekanan dari lingkungan,
persaingan, serta langkanya sumber daya yang ada.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa
individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar
dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik timbul dalam berbagai situasi
sosial, baik terjadi dalam diri seseorang individu, antar individu, kelompok, organisasi maupun antar negara.
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami
konflik dengan kelompok lain; (2) keretakan hubungan antar kelompok
yang bertikai; (3) perubahan kepribadian pada individu, misalnya
timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain; (4) kerusakan
harta benda dan hilangnya jiwa manusia; dan (5) dominasi bahkan
penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Pengelolaan konflik merupakan cara yang digunakan individu
dalam mengontrol, mengarahkan, dan menyelesaikan konflik, dalam hal
ini adalah konflik interpersonal. Strategi yang dipandang lebih efektif
dalam pengelolaan konflik meliputi: (1) koesistensi damai, yaitu
mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling
merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada
perdamaian serta diterapkan secara ketat dan konsekuen; (2) dengan
mediasi (perantaraan). Jika penyelesaian konflik menemui jalan buntu,
masing-masing pihak bisa menunjuk pihak ketiga untuk menjadi
perantara yang berperan secara jujur dan adil serta tidak memihak.
Sedangkan strategi yang dipandang paling efektif, antara lain: (1) tujuan
sekutu besar, yaitu dengan melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke
arah tujuan yang lebih besar dan kompleks. Misalnya dengan cara
membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih mantap; (2) tawarmenawar integratif, yaitu dengan menggiring pihak-pihak yang berkonflik,
untuk lebih berkonsentrasi pada kepentingan yang luas, dan tidak hanya
berkisar pada kepentingan sempit, misalnya kepentingan individu,
kelompok, golongan atau suku bangsa tertentu.
319
BAB 7
MASYARAKAT MULTIKULTUR
Istilah multikultur berasal dari kata multikultural, multi dan kultural,
multi dan kebudayaan. Pada sajian ini diuraikan terlebih dahulu tentang
kebudayaan (culture), selanjutnya diulas tentang multikultur. Hal ini
dikarenakan sajian tentang multikultur selalu dikaitkan dengan kajian
tentang budaya, keragaman budaya, dan keragaman masyarakat.
A. KEBUDAYAAN (CULTURE)
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari
kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga
sebagai mengolah tanah atau bertani.
Multikultur berasal dari kata multi dan kultur. Multi artinya banyak,
dan kultur biasa disamakan dengan kata budaya. Dengan demikian kata
multikultur bermakna budaya yang banyak atau keberagaman budaya.
Kata multikultur dipergunakan untuk menyebut suatu masyarakat negara
yang warga negaranya memiliki kebudayaan beragam, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan budaya diantara mereka.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski (dalam Soekanto, 1990)
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri atau
disebut dengan cultural-determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi
yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma,
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistic yang
menjadi cirri khas suatu masyarakat. Hal ini sebagaimana dalam gambar
7.1 yang menggambarkan kebiasaan masyarakat suku WaYao di Malawi,
Afrika dalam melaksanakan upacara kedewasaan. Upacara kedewasaan
tidak selalu dilaksanakan seperti yang dilakukan suku WaYao, suku-suku
bangsa yang ada di dunia mempunyai upacara dan cara tersendiri dalam
320
merayakan usia kedewasaan. Usia kedewasaan juga tidak selalu
dirayakan dengan upacara pada masyarakat yang lain.
Gambar 7.1 Upacara kedewasaan dari suku WaYao di Malawi, Afrika
(Sumber: akses internet)
Menurut Edward B. Tylor (dalam Koentjaraningrat, 1986),
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kebudayaan tersebut,
dapat disimpulkan bahwa kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,
yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
321
1. Wujud Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman (dalam Koentjaraningrat, 1986), wujud
kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
1. Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh.
Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam
pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil
karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut
dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul
dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
3. Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat
berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan.
Pada kenyataannya, kehidupan bermasyarakat, antara wujud
kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang
lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi
arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua
komponen utama, yaitu kebudayaan material dan kebudayaan nonmaterial.
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat
yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah
322
temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi:
mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan
material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita
rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
2. Unsur-unsur Kebudayaan
Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur
pokok, yaitu: (1) alat-alat teknologi; (2) sistem ekonomi; (3) keluarga; dan
(4) kekuasaan politik.
Sedangkan Bronislaw Malinowski juga mengatakan ada 4 unsur
pokok kebudayaan yang meliputi: (1) sistem norma yang memungkinkan
kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri
dengan alam sekelilingnya; (2) organisasi ekonomi; (3) alat-alat dan
lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga
adalah lembaga pendidikan utama); dan (4) organisasi kekuatan (politik).
Koentjaraningrat (1986) menjelaskan bahwa kebudayaan mempunyai tujuh unsur, diantaranya adalah: (1) bahasa; (2) sistem pengetahuan; (3) organisasi social; (4) sistem peralatan hidup dan teknologi; (5)
sistem mata pencaharian hidup; (6) sistem religi; dan (7) kesenian.
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan
masyarakat antara lain:
a. Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)
Gambar 7.2 Cangkul adalah produk teknologi
dan alat perlengkapan
manusia
(Sumber: Dokumentasi penulis)
323
hidup
Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta
memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam
cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara
mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil
kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat
pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan
macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur
kebudayaan fisik), yaitu: (1) alat-alat produktif; (2) senjata; (3) wadah; (4)
alat-alat menyalakan api; (5) makanan; (6) pakaian; (7) tempat berlindung
dan perumahan; dan (8) alat-alat transportasi
b. Sistem mata pencaharian hidup
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini
terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di
antaranya: (1) berburu dan meramu; (2) beternak; (3) bercocok tanam di
ladang; (4) menangkap ikan.
Padahal pada saat ini sistem mata pencaharian hidup manusia
sangat beragam dan terspesialisasi. Begitu beragam dan terspesialisasinya mata pencaharian hidup manusia sehingga tidak mungkin untuk
dituliskan atau disebutkan disini.
c. Sistem kekerabatan dan organisasi sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting
dalam struktur sosial. Sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat
dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat
yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari
beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan
perkawinan.
Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu,
kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian
sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari
yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal,
klan, fatri, dan paroh masyarakat.
Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan
lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga
unilateral.
324
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang
dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang
tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi
masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk
yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai
sendiri.
d. Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan
manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat
tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati, kehendak atau kemauan kepada lawan bicaranya
atau orang lain.
Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat
istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah
membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi
fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah
sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk
mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa
secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan
sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuna,
dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal
dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan
mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi,
manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang
sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
325
.
Gambar 7.3 Karya seni dari peradaban Mesir kuno
(Sumber: akses internet)
f. Sistem kepercayaan
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik
manusia dalam menguasai dalam menguasai dan mengungkap rahasiarahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan
akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga
mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya.
Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup
bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem
kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi
dengan kebudayaan. Agama (religion, yang berasal dari bahasa Latin
religare, yang berarti menambatkan), adalah sebuah unsur kebudayaan
yang penting dalam sejarah umat manusia.
Kamus Bahasa Indonesia (2005), mendefinisikan agama sebagai
ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan, kepercayaan, dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
g. Sistem ilmu dan pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia
tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan
dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut
logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
326
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi: (1) pengetahuan tentang alam; (2) pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan
hewan di sekitarnya; (3) pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia; dan (4) pengetahuan tentang ruang dan waktu.
3. Kebudayaan sebagai Peradaban
Gagasan tentang budaya sebagai peradaban dikembangkan di
Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang budaya
sebagai peradaban ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara
kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya.
Mereka menganggap kebudayaan sebagai peradaban sebagai
lawan kata dari alam. Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan
kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti
lebih tinggi dari kebudayaan lainnya.
Gambar 7.4 kebudayaan tingkat tinggi" (High Culture) oleh Edgar Degas
(Sumber: akses internet)
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda
dan aktivitas yang elit seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine
art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan
digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas kebudayaan di atas. Sebagai contoh,
jika seseorang berpendapat bahwa musik klasik adalah musik yang
berkelas, elit, dan bercitarasa seni, sementara musik tradisional dianggap
sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul
327
anggapan bahwa yang bersangkutan adalah orang yang sudah
berkebudayaan.
Orang yang menggunakan kata kebudayaan dengan cara ini tidak
percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa
kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di
seluruh dunia.
Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan
berbeda dengan mereka yang berkebudayaan disebut sebagai orang
yang tidak berkebudayaan; bukan sebagai orang dari kebudayaan yang
lain. Orang yang tidak berkebudayaan dikatakan lebih alami, dan para
pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat
tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran manusia alami (human
nature).
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya
perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi
perbandingan itu dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi
pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan tidak alami yang
mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia. Dalam hal ini,
musik tradisional (yang diciptakan oleh masyarakat kelas pekerja)
dianggap mengekspresikan jalan hidup yang alami (natural way of life),
dan musik klasik sebagai suatu kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyakan ilmuwan sosial menolak untuk memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang
pernah berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap tidak elit dan kebudayaan elit adalah sama masing-masing
masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai
kultur populer (popular culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau
aktivitas yang diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
Selama era Romantis, para cendikiawan di Jerman, khususnya
mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme mengembangkan
sebuah gagasan kebudayaan dalam sudut pandang umum. Pemikiran ini
menganggap suatu budaya dengan budaya lainnya memiliki perbedaan
dan kekhasan masing-masing. Karenanya, budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui adanya pemisahan antara berkebudayaan dengan tidak berkebudayaan atau kebudayaan
primitif.
328
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata
kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi,
mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi
bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan mulai dijadikan subyek
penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi
ide kebudayaan perusahaan perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja
organisasi atau tempat bekerja.
4. Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu)
kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam
tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam
suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan
(atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki
sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan
induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama,
pekerjaan, pandangan politik dan gender,
Ada beberapa cara yang dilakukan masyarakat ketika berhadapan
dengan imigran dan kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan asli.
Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa banyak
imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
™ Monokulturalisme; pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi
kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
™ Leitkultur (kebudayaan inti); sebuah model yang dikembangkan oleh
Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat
menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat.
™ Melting Pot; kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung
dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
™ Multikulturalisme; sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran
dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka dan
berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
329
Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, hubungan dan
saling keterkaitan kebudayaan-kebudayaan di dunia saat ini sangat
tinggi. Selain kemajuan teknologi dan informasi, hal tersebut juga
dipengaruhi oleh faktor ekonomi, migrasi, dan agama.
Beberapa kebudayaan di benua Afrika terbentuk melalui
penjajahan Eropa, seperti kebudayaan Sub-Sahara. Sementara itu,
wilayah Afrika Utara lebih banyak terpengaruh oleh kebudayaan Arab dan
Islam. Kebudayaan di benua Amerika dipengaruhi oleh suku-suku Asli
benua Amerika; orang-orang dari Afrika (terutama di Amerika Serikat),
dan para imigran Eropa terutama Spanyol, Inggris, Perancis, Portugis,
Jerman, dan Belanda.
Masyarakat asia memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda
satu sama lain, meskipun begitu, beberapa dari kebudayaan tersebut
memiliki pengaruh yang menonjol terhadap kebudayaan lain, seperti
misalnya pengaruh kebudayaan Tiongkok kepada kebudayaan Jepang,
Korea, dan Vietnam.
Dalam bidang agama, agama Budha dan Taoisme banyak mempengaruhi kebudayaan di Asia Timur. Selain kedua Agama tersebut,
norma dan nilai Agama Islam juga turut mempengaruhi kebudayaan
terutama di wilayah Asia Selatan dan tenggara.
Kebanyakan budaya di Australia masa kini berakar dari kebudayaan Eropa dan Amerika. Kebudayaan Eropa dan Amerika tersebut
kemudian dikembangkan dan disesuaikan dengan lingkungan benua
Australia, serta diintegrasikan dengan kebudayaan penduduk asli benua
Australia, Aborigin.
Kebudayaan Eropa banyak terpengaruh oleh kebudayaan negaranegara yang pernah dijajahnya. Kebudayaan ini dikenal juga dengan
sebutan "kebudayaan barat". Kebudayaan ini telah diserap oleh banyak
kebudayaan, hal ini terbukti dengan banyaknya pengguna bahasa Inggris
dan bahasa Eropa lainnya di seluruh dunia. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan negara yang pernah dijajah, kebudayaan ini juga dipengaruhi
oleh kebudayaan Yunani kuno, Romawi kuno, dan agama Kristen,
meskipun kepercayaan akan agama banyak mengalami kemunduran
beberapa tahun terakhir ini.
Kebudayaan didaerah Timur Tengah dan Afrika Utara saat ini
kebanyakan sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma agama Islam,
meskipun tidak hanya agama Islam yang berkembang di daerah ini.
330
Tugas 7.1
Coba kalian lakukan pengamatan di lingkungan sekolahmu,
kemudian berilah contoh nyata unsur-unsur kebudayaan yang ada
di sekolahmu?
B. MULTIKULTURAL
Multikultural secara etimologis marak digunakan pada tahun 1950an di Kanada. Menurut Longer Oxford Dictionary istilah multiculturalism
berasal dari kata multicultural. Kamus ini menyitir kalimat dari surat kabar
Kanada, Montreal Times yang menggambarkan masyarakat Montreal
sebagai masyarakat "multicultural dan multilingual".
Konsep multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan konsep
keanekaragaman suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang
menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan
keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Multikulturalisme
mau tidak mau juga akan mengulas berbagai permasalahan yang
mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan
penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha HAM, hak budaya
komunitas dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, serta
tingkat serta mutu produktifitas (Tobroni, dkk: 2007).
Dufty (1996) menjelaskan bahwa multikultural sebagai masyarakat yang kelompok dan anggotanya mampu melakukan ko-eksistensi
secara harmonis, bebas memelihara keyakinan mereka, bahasa dan
kebiasaan serta tradisi yang dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung
tinggi.
Multikultural sering diidentikkan dengan pluralisme, padahal ada
beberapa perbedaan diantara kedua konsep tersebut. Pluralisme pada
dasarnya memiliki beberapa makna, yakni sebagai doktrin, sebagai
model dan keterkaitannya dengan konsep lain (Liliweri, 2005). Sebagai
doktrin pluralisme sering dimaknai bahwa dalam setiap hal, tidak ada satu
pun sebab bersifat tunggal (monism) atau ganda (dualism) bagi terjadinya
perubahan masyarakat. Sementara itu, pluralisme sebagai model,
memungkinkan terjadinya peran individu atau kelompok yang beragam
dalam masyarakat. Pluralisme merupakan suatu pandangan bahwa
sebab dari sebuah peristiwa sosial, harus dapat diuji melalui interaksi
yang beragam faktor dan bukan dianalisis hanya dari satu faktor sematamata, dan keberagaman faktor itu adalah faktor kebudayaan. Dengan
331
mengutip pandangan John Gray, Liliweri menegaskan bahwa pada
dasarnya plurarisme mendorong perubahan cara berpikir dari cara
berpikir monokultur ke arah cara berpikir multikultur.
Dengan demikian, multi kultur bukan hanya sekedar bermakna
keberagaman budaya, tetapi lebih kepada cara berpikir, cara bertindak,
dan berperilaku terhadap keberagaman budaya yang ada dalam
masyarakat.
Multikulturalisme lebih bermakna sebagai cara berpikir, cara
bertindak, dan berperilaku manusia dalam memandang kebudayaan lain
yang berbeda atau beragam denga kebudayaan kita adalah sebagai
suatu hal yang wajar. Oleh karena itu menghargai dan menghormati
kebudayaan lain serta memandang kebudayaan masyarakat lain secara
sama adalah suatu keharusan. Multikulturalisme memandang bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk mengembangkan kebudayaannya.
Berbeda dengan pemikiran di atas, Mohammad Ali (2003) lebih
memusatkan konsep pluralisme pada keberagaman agama. Menurutnya,
mengakui pluralisme agama sama sekali tidak berarti menghancurleburkan bangunan dasar teologis agama mana pun yang telah terbukti eksis
dalam sejarah peradaban umat manusia.
Lebih tegas lagi, bahwa memasyarakatkan pluralisme agama dan
praktik politik pluralis yang demokratis, menjadi sebuah keharusan bagi
masyarakat pluralis Indonesia. Pluralisme agama tidak sekadar persoalan
mengakomodasi klaim-klaim kebenaran agama dalam wilayah pribadi,
tetapi juga persoalan kebijakan publik di mana pemimpin agama harus
mengakui dan melindungi kebebasan beragama.
Menurut Al Hakim (2006) esensi masyarakat pluralis-multikultural
dapat digambarkan sebagai idealisasi masyarakat dimana kelompok
dalam masyarakat mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis,
bebas memelihara keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi
yang dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi (Dufty, 1996).
Dalam perspektif Indonesia, konsep masyarakat multikultural bersifat inhern dalam masyarakat sejak dahulu kala. Hanya saja, karena
dinamika politik ketatanegaraan di masa lalu, praktik multikultural
Indonesia sempat tenggelam dari kajian pendidikan sosial. Dengan dalih
membicarakan multikulturalisme berarti akan membuka lahan konflik di
dalam kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme menjadi bahan kajian kembali ketika terjadi
reformasi politik di Indonesia, gema multikultural mulai terdengar kembali.
332
Cita-cita reformasi dalam membangun masyarakat kesederajatan dalam
bangunan civil society Indonesia, merupakan pertanda bahwa multikultural di bumi Indonesia akan “berhirup” angin segar, kendati dalam
praktiknya nampak masih belum memenuhi harapan (Al Hakim, 2002).
Multikulturalisme bukan hanya sekedar wacana tetapi sebuah
ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan
bagi tegaknya demokrasi, HAM dan kesejahteraan hidup masyarakat.
Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri secara terpisah dari ideologi lainnya. Multikulturalisme membutuhkan seperangkat
konsep yang merupakan bangunan konsep-konsep untuk dijadikan acuan
memahaminya dan mengembangluaskannya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan
pengetahuan yang berupa bangunan konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan
manusia.
Bangunan konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli
yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme
sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam
memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan
multikulturalisme antara lain demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai
budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku
bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keagamaan,
ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya
komunitas, dan konsep lainnya yang relevan (Al Hakim, 2002).
Cakupan civil society memang sangat beragam, misalnya terdiri
dari kelompok-kelompok dan perkumpulan, pendidikan, tenaga kerja,
bisnis, partai politik, organisasi keagamaan, profesi, perdagangan, media,
seni, kelompok lokal, keluarga dan perkumpulan kekerabatan
(Langenberg, dalam Subandi 1996).
Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebuah realitas
sosial dan integrasi nasional adalah substansi utamanya. Dalam konteks
pluralitas masyarakat Indonesia, konsep integrasi nasional Indonesia,
hendaknya diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan
sebagai semangat untuk melakukan penyatuan terhadap unsur-unsur
dan potensi masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam.
Dengan kata lain, integrasi nasional harus dimaknai sebagai
sebuah spirit bangsa untuk memandang kehidupan yang serba majemuk
itu sebagai semangat untuk bersatu. Secara demikian, integrasi nasional,
adalah kata kunci untuk membangun dan membina serta mempertahan-
333
kan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang hidup dalam alam
kemajemukan masyarakat dan budayanya.
Terbentuknya integrasi nasional yang kokoh, banyak ditentukan
oleh pengetahuan warga masyarakat Indonesia terhadap kondisi sosial
budaya masyarakat yang bersifat pluralistis. Berkaitan dengan itu, ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan integrasi
nasional yang mantap serta kokoh, antara lain:
1. kemampuan dan kesadaran bangsa dalam mengelola perbedaanperbedaan SARA dan keanekaragaman budaya dan adat-istiadat
yang tumbuh dan berkembang di wilayah nusantara. Perbedaanperbedaan itu bukanlah sebagai suatu hal yang harus dipertentangkan, akan tetapi harus diartikan sebagai kekayaan dan
potensi bangsa.
2. kemampuan mereaksi penyebaran ideologi asing, dominasi
ekonomi asing serta penyebaran globalisasi dalam berbagai
aspeknya.
3. membangun sistem budaya yang sesuai dengan ideologi nasional
(Pancasila) dan konstitusi, UUD Negara Republik Indonesia 1945.
4. menyelenggarakan proyek budaya’dengan cara melakukan
pemahaman kritis dan sosialisasi terhadap simbol-simbol identitas
nasional, seperti: bahasa Indonesia, lagu Indonesia Raya,
bendera Merah Putih dan Garuda Pancasila sebagai lambang
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Walaupun demikian, dalam upaya mewujudkan integrasi nasional
Indonesia, bangsa Indonesia sering menghadapi persoalan yang sangat
dilematis. Integrasi nasional yang seperti apa yang hendak dikembangkan di Indonesia, yang masyarakatnya bersifat majemuk (pluralistis).
Integrasi nasional Indonesia, hendaknya juga diartikan bukan sebagai
benda akan tetapi harus diartikan sebagai semangat untuk melakukan
penyatuan terhadap unsur-unsur dan potensi masyarakat Indonesia yang
beraneka-ragam.
Integrasi nasional di Indonesia, bukanlah sebuah peleburan yang
sifatnya unifikatif (menggabungkan), akan tetapi lebih tepat disebut
dengan integrasi nasional yang bersifat diversifikatif atau menyebar (AlHakim, 2002). Dengan cara ini, perbedaan tetap diakui, karena dengan
ini masyarakat akan bebas berekspresi selaras dengan aspirasi dan way
of life yang diangkat dari nilai-nilai moral yang bersumber dari budaya
daerah setempat (lokal).
334
Di samping itu, integrasi nasional yang deversifikatif lebih nampak
demokratis, ketimbang integrasi nasional yang unifikatif yang justru
mengarah pada pemerkosaan HAM dan memungkiri realitas perbedaan.
Integrasi nasional yang deversifikatif, lebih sesuai dengan semboyan bangsa kita dalam lambang negara Garuda Pancasila, yaitu
“Bhinneka Tunggal Ika”, yang artinya berbeda-beda itu pada hakekatnya
adalah satu.
Muhammad Ali (2003), menegaskan bahwa semangat Bhinneka
Tunggal Ika masih relevan dan harus dikembangkan dalam konteks
kekinian. Bahkan semboyan itu banyak memberikan inspirasi bagi
terbangunnya wawasan pluralis-multikultural. Dia mencontohkan pentingnya wawasan pluralis-multikultural dalam pendidikan agama, agar
kalangan terpelajar dan masyarakat luas menghargai perbedaan,
menghormati secara tulus, komunikatif, terbuka, dan tidak saling curiga,
selain untuk meningkatkan iman dan takwa.
Pendidikan pluralis-multikultural bukanlah mengajarkan anak didik
untuk menjalankan agama seenaknya sendiri, tanpa tanggung jawab dan
ketulusan, tetapi justru mengajarkan untuk taat beragama, tanpa menghilangkan identitas keagamaan masing-masing. Wajah agama yang
ditampilkan pendidikan pluralis adalah agama yang moderat dan ramah.
Selanjutnya, Eka Dharmaputra (1987), mengatakan bahwa salah
satu sumbangan terpenting teologi pluralis terletak pada asumsi dasar
bahwa semua agama dapat menyumbangkan sesuatu, bukannya satu
dapat menyelesaikan semua. Makin mutlak klaim seseorang makin menderitalah manusia. Melalui pendidikan pluralis, agama-agama memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa menuju masyarakat multikultural. Pendidikan agama merupakan pilar penyangga utama kerukunan
umat beragama dan kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan bangsa. Pendidikan agama tidak hanya menjadi fondasi integritas
nasional yang kokoh, tetapi juga fondasi pengayom keberagaman yang
sejati.
Senada dengan itu, tulis Berger & Neuhauss (dalam Nugroho,
1977), karena perbedaan masyarakat merupakan kenyataan sosial, maka
keberadaannya tidak bisa dilenyapkan. Bahkan setiap upaya untuk melenyapkan dengan dalih apapun, termasuk menuju unifikasi masyarakat,
cenderung akan menimbulkan keresahan, gejolak sosial, kerusuhan
massa dan pasti berakhir dengan disintegrasi bangsa.
335
Kemajemukan masyarakat (multicultural) tidak dapat dilenyapkan
demi jargon persatuan dan kesatuan, sebab persatuan itu harus dicapai
lewat keberadaan pluralitas.
Sebagai sebuah terminologi, multikuluturalisme kadang agak
membingungkan karena ia merujuk sekaligus kepada dua hal yang
berbeda: realitas dan etika, atau praktik dan ajaran. Sebagai realitas atau
praktik, multikulturalisme dipahami sebagai representasi produktif atau
interaksi elemen-elemen social yang beragam dalam sebuah tataran
kehidupan kolektif yang berelanjutan. Sebagai sebuah etika atau ajaran,
multikulturalisme merujuk pada spirit, etos dan kepercayaan tentang
bagaimana keragaman atas unit-unit sosial yang berciri privat dan relatif
otonom, seperti etnisitas dan budaya, semestinya dikelola dalam ruangruang publik.
Dalam masyarakat yang memiliki kesempatan untuk berevolusi
melalui perubahan sosial yang panjang dan bersifat gradual, multikulturalisme (dengan nama yang sama atau yang lain) sering merupakan hasil
dari sebuah proses sosial yang terjadi. Dengan kata lain sejarah yang
panjang telah memungkinkan di satu pihak keragaman mendapatkan
ruang untuk berkembang dan pihak lainmemungkinkan integrasi sosial di
tingkat yang lebih tinggi dapat terpelihara.
Di kebanyakan belahan dunia, dimana sebagian besar dari
mereka adalah bangsa-bangsa bekas jajahan yang terdiri atas kelompokkelompok etnik dan budaya yang sangat majemuk, multikulturalisme
adalah sebuah gagasan yang terus diperjuangkan. Bahkan lebih dari itu,
kebanyakan negara yang relatif muda usia ini, harus berjuang terlebih
dahulu dengan gagasan nasionalisme.
Gagasan nasionalisme negara-negara yang pada umumnya
memperoleh kemerdekaannya setelah Perang Dunia Kedua ini, dibangun
melalui kesadaran para pemimpinnya akan sebuah kepercayaan bahwa
negara yang amat majemuk, seringkali terdiri atas puluhan bahkan
ratusan kelompok etnik, hanya mungkin dipersatukandengan ikrar yang
meneguhkan persatuan sebagai dasar untuk menciptakan kehidupan
bersama yang lebih.
Menurut Daniel Sparinga, multikuralisme didefinisikan sebagai
sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok etnik
atau budaya (ethnic and cuktural groups) dapat hidup berdampingan
secara damai dalam prinsip co-existence yang ditandai oleh kesediaan
336
untuk menghormati budaya lain adalah sebuah tema yang relatif baru
dibicarakan di negeri ini.
Dunia masa kini menuntut adanya multikulturalisme, karena dalam
perbedaan-perbedaannya, manusia yang saling berbeda harus saling
berhubungan satu sama lain, baik suka ataupun tidak. Dalam multikulturalisme, manusia merayakan perbedaan yang dimilikinya. Untuk itu,
seluruh perbedaan yang ada (apapun bentuk perbedaannya) harus
dihormati. Perbedaan tersebut adalah karunia yang sangat indah yang
harus dijaga secara damai.
Dalam menyikapi perbedaan, mentalitas kita harus diubah dengan
lebih banyak berpikir, bersikap dan berlaku damai terhadap seluruh
perbedaan tersebut dengan jalan apapun yang memungkinkan untuk itu.
Oleh karena itu, dalam perbedaan-perbedaan tersebut sesungguhnya,
akal kita menyediakan potensi untuk berlaku secara adil dan merata
terhadap sisi-sisi kebenaran yang ada. Perbedaan-perbedaan seperti itu
membutuhkan pendekatan-pendekatan multikultural terhadap etika maupun subyek-subyek lainnya, terutama dalam upaya memerangi
etnosentrisme dan rasisme yang seringkali merupakan hasil dari
ketidakpedulian pada orang lain dan kebudayaan-kebudayaan lain (May,
dkk. 2001). Memahami orang-orang dari kebudayaan lain bukan berarti
bahwa kita setuju dengan mereka melainkan kita harus kritis terhadap
kebiasaan-kebiasaan mereka.
Multikulturalisme dapat juga dijelaskan sebagai pluralisme
kebudayaan sebagaimaa dikemukakan oleh William A. Haviland (1988)
yang secara antropologis menjelaskan, kalau satu kebudayaan dunia
yang homogen tidak dengan sendirinya pasti merupakan harapan masa
depan, orang akan melihat.
Multikulturalisme sejak beberapa tahun belakangan ini marak
diperbincangkan oleh pelbagai kalangan dan tampaknya masih akan
terus demikian karena memang sangat relevan dengan corak masyarakat
seperti yang terdapat di Indonesia. Menurut, C. W. Watson (1998),
membicarakan multikulturalisme atau masyarakat multikultural adalah
membicarakan tentang masyarakat-negara, bangsa, daerah, bahkan
lokasi geografis terbatas seperti kota atau sekolah-yang terdiri dari orangorang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Tetapi perbedaan
yang ditekankan di sini adalah perbedaan dalam kesederajatan.
Multikulturalisme yang meniscayakan adanya perbedaan itu
sesungguhnya mengusung semangat untuk hidup berdampingan secara
337
damai (peaceful coexistence) dalam perbedaan kultur yang ada. Menurut
Parsudi Suparlan dalam seminar Menuju Indonesi Baru: Dari Masyarakat
Majemuk ke Masyarakat Multikultural di Yogyakarta pada Agustus 2001
(Kompas, 3 September 2001), fokus multikulturalisme adalah pada
pemahaman dan hidup dengan perbedaan sosial dan budaya, baik
secara individual maupun secara kelompok dan masyarakat. Individu
dalam hal ini dilihat sebagai refleksi dari kesatuan sosial dan budaya di
mana mereka menjadi bagian darinya.
Dalam masyarakat multikultural itu telah terjadi interaksi dan
dialog antar budaya. Bahkan juga, secara tidak disadari mungkin, telah
terjadi dialog antar peradaban, misalnya peradaban Barat yang
didasarkan pada nilai-nilai Yudeo-Kristiani dan peradaban Islam atau
Konfusian. Dalam komunitas seperti itu tidak terjadi apa yang disebut
oleh Samuel Huntington, clash of civilization, benturan peradaban.
Manajemen multikultural, memang telah menjadi budaya
perusahaan-perusahaan dari negara-negara yang lebih maju. Penerapan
manajemen multikultural itu, tentunya didasarkan pada prasangka baik
tentang multikulturalisme. Tapi mungkin disadari juga bahwa suatu
masyarakat atau komunitas multikultural, mengandung potensi konflik,
berdasarkan teori yang sederhana, yaitu karena terjadinya perjumpaan
dua atau beberapa budaya asing. Dalam interaksi itu mungkin terkandung prasangka-prasangka negatif antar kelompok etnis, ras, budaya
atau agama. Dengan katar belakang prasangka itu mungkin terjadi
gesekan atau bahkan benturan. Dalam masyarakat multikultural, yang
terjadi mungkin justru isolasionisme, dimana suatu komunitas berkonsentrasi pada suatu daerah pemukiman tertentu yang bersifat swasembada
(self-sufficient). Meskipun demikian, interaksi dengan komunitas luar tak
bisa dihindari. Maka dalam interaksi yang membawa prasangka bisa
terjadi persaingan yang tidak sehat.
Dalam masyarakat multikultural yang masih mengandung prasangka, bisa pula terjadi diskriminasi, misalnya dalam manajemen
perusahaan. Beberapa waktu yang lalu, bahkan hingga sekarang, birokrasi sipil apalagi militer Indonesia masih sulit menerima orang-orang dari
kelompok etnis Cina. Pada masa itu mungkin prasangka itu bersumber
dari persaingan ideologi, sehingga birokrasi masih khawatir kemasukan
unsur-unsur komunis umpamanya. Namun sekarang, setelah lenyapnya
komunisme, diskriminasi atau preferensi itu masih tetap berlangsung. Hal
ini disebabkan karena belum berkembangnya budaya multikulturalisme
338
yang menganggap multi-kulturalisme sebagai faktor yang poisitif dalam
perkembangan masyarakat. Namun, walaupun budaya multikulturalisme
masih dicurigai, dalam kenyataannya, manajemen multi-kultural itu ternyata tetap terus dipakai dan bahkan dikembangkan daripada pola
manajemen homogen yang mungkin dianggap lebih potensial untuk
membentuk modal sosial yang berintikan kepercayaan (trust) itu.
Perkembangan itu dibuktikan dengan ditulisnya teori-teori baru
mengenai pola manajemen multikultural. Pola manejemen multikultural
itulah salah satu bentuk penerapan multikulturalisme dalam manajemen
perusahaan modern. Salah satu dampaknya adalah meningkatnya minat
generasi muda untuk mempelajari bahasa-bahasa asing. Bahasa asing
seperti misalnya, Mandarin atau bahasa Jepang itupun kini telah
dikursuskan dengan peminat yang makin banuyak. Bahasa adalah
sarana yang sentral bagi pengembangan multikulturalisme.
Sebenarnya multikulturalisme itu sama atau sejalan dengan
beberapa faham lain yang juga sering disebut, yaitu pluralisme,
masyarakat terbuka (open society) dan globalisme. Pluralisme adalah
suatu paham yang bertolak dari kenyataan pluralitas masyarakat. Ia tidak
bertolak dari asumsi bahwa setiap kultur atau agama itu sama. Justru
yang disadari adalah adanya perbedaan. Dan perbedaan itu diasumsikan
(berdasarkan pengalaman) mengandung potensi konflik atau persaingan
yang tidak sehat. Bahkan Huntington sendiri mengasumsikan terkandungnya konflik antar peradaban, tidak sekedar perbedaan. Karena
konflik itu bila tidak terkompromikan atau tak terdamaikan, maka
terjadilah benturan atau bahkan perang peradaban.
Tugas 7.2
mm Menurut pendapatmu, kelas (mu) apakah bisa dikatakan
™
sebagai suatu contoh masyarakat multikultural? Mengapa?
™ Coba lakukan pengamatan terhadap masyarakat di sekitarmu,
deskripsikan
bagaimana
kebudayaan
mereka
dan
pengelompokkannya?
C. SEJARAH MULTIKULTURALISME
Istilah multikulturalisme pertama kali muncul di Amerika. Di negara
ini kebudayaannya didominasi oleh kaum imigran putih dengan budaya
WASP, yaitu kebudayaan putih (White), dari bangsa yang berbahasa
Inggris (Anglo Saxon), dan yang beragama Protestan. Nilai-nilai WASP
339
inilah yang menguasai mainstream kebudayaan di Amerika Serikat.
Dengan demikian, terjadilah segresi dan diskriminasi bukan hanya dalam
bidang ras tetapi juga dalam bidang agama, budaya dan gaya hidup.
Kelompok yang paling didiskriminasikan adalah kelompok Afrika-Amerika.
Politik diskriminasi tersebut berlaku pada kelompok non-WASP,
yaitu kelompok Indian (Native America), kelompok Chicano (dari negaranegara latin terutama Mexico), dan pada akhir abad ke 20 dari kelompok
Asia-Amerika. Dalam menghadapi masyarakat yang bersifat melting pot
tersebut telah dikembangkan berbagai praktik pendidikan yang berusaha
menggaet kelompok-kelompok suku bangsa tersebut di dalam suatu
kebudayaan mainstream yang didominasi oleh WASP.
Namun demikian, pendekatan pendidikan yang diskriminatif tersebut mulai berubah, karena pengaruh perkembangan politik dunia seperti
HAM, deklarasi hak asasi manusia dari PBB (Universal Declaration of
Human Rights tahun 1948). Demikian pula, gerakan human right (human
right movement) yang mengglobal.
Perubahan pandangan terhadap hak asasi manusia telah semakin
meluas dan menyangkut hak asasi wanita dalam gerakan feminisme.
Semua pengaruh yang dijelaskan di atas menghasilkan suatu bentuk
pendidikan yang ingin membongkar politik segresi tersebut.
Praktik-praktik pendidikan untuk menanamkan rasa persatuan
bangsa mulai gencar dilaksanakan seperti menghilangkan sekolahsekolah segregasi, mengajarkan budaya dari ras-ras yang lain di semua
sekolah pemerintah, dan studi-studi etnis yang hidup dalam masyarakat
Amerika. Praktik-praktik tersebut dikaji dan disempurnakan. Banyak
sekali konsep yang telah dicobakan dan masing-masing mempunyai nilai
positif maupun negatif. Pada dekade tahun 1940-an dan 1950-an telah
lahir suatu konsep pendidikan yang disebut pendidikan intercultural dan
inter kelompok (inter cultural and inter group education). Pada
hakekatnya inter-cultural education tersebut merupakan suatu upaya
cross culture education, yaitu mencari nilai-nilai universal yang dapat
diterima kelompok masyarakat.
Pendidikan interkultural pada dasarnya mempunyai dua tema
pokok, yaitu: (1) melalui pendidikan interkultural, seorang tidak malu terhadap latar belakang budayanya. Seperti diketahui, mainstream budaya
di Amerika seperti WASP telah menyepelekan budaya kelompok
minoritas. (2) perlu dikembangkan sikap toleransi terhadap perbedaan
ras, agama, dan budaya. Dalam rangka pengembangan sikap toleransi,
dianjurkan program asimilasi budaya. Dalam kaitan ini yang dipentingkan
adalah adanya persamaan dan bukan meletakkan perbedaan-perbedaan
340
kebudayaan. Oleh sebab itu, di dalam program pendidikan dikembangkan
dua hal, yaitu: (a) masalah prasangka (prejudice). Berbagai penelitian
dan praktik untuk mencari akar dari prasangka, baik prasangka ras
maupun prasangka agama; (b) mencari cara efektif untuk maengubah
tingkah laku dalam mengatasi prasangka-prasangka tersebut.
Berbagai upaya dari pendidikan interkultural ternyata dipusatkan
kepada mengubah tingkah laku individu dan bukan mempelajari konflik
antar kelompok. Padahal yang sering terjadi dalam kehidupan bersama
multi ras adalah konflik kelompok. Hal ini memang masih diabaikan
dalam program pendidikan interkultural. Pendidikan di dalam pendekatan
interkultular berarti membina hubungan baik antar manusia yang demokratis. Masyarakat Amerika adalah masyarakat demokratis yang memberikan nilai penting terhadap pluralitas dengan hak-haknya, termasuk
hak-hak minoritas sebagai warga negara. Tujuan kehidupan adalah
kehidupan bersama yang harmonis.
Perkembangan program pendidikan interkultular berkembang
dengan pesat dan dilaksanakan dari jenjang pendidikan dasar termasuk
didalam program pendidikan guru. Selain dari pada itu program
pendidikan interkultular dianggap dapat memperkuat ketahanan bangsa.
Di negara Amerika Serikat, terutama pada masa perang dingin, hal ini
dirasakan tetap perlu terutama untuk mempertahankan Amerika sebagai
negara super power.
D. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Pendidikan merupakan agen perubahan sosial dalam suatu
masyarakat yang tidak terlepas dari budaya masyarakat tersebut. Nilainilai, pandangan, dan norma yang dikembangkan merupakan integrasi
dari budaya di mana pendidikan tersebut dilaksanakan, yang kemudian
ditanamkan kepada si terdidik.
Pendidikan memang merupakan media yang tepat bagi usaha
pelestarian dan penanaman nilai-nilai atau pandangan, demikian juga
penanaman pandangan dan kesadaran terhadap adanya perbedaan
budaya pada masyarakat multikultural. Usaha menanamkan kesadaran
multikultural lewat pendidikan kemudian dikenal dengan pendidikan
multikultural.
Pendidikan multikultural pada umumnya diletakkan pada latar
kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan mengarah pada upaya
perwujudan warga negara yang baik.
Warganegara yang baik dikemukakan oleh Cogan (1998) adalah
mereka memiliki kemampuan untuk memahami dan menerima perbedaan
341
budaya, kemampuan berpikir kritis, kemampuan menyelesaikan konflik
tanpa kekerasan, kemampuan bekerjasama dengan orang lain, kepekaan
terhadap hak asasi manusia, dan kemampuan berpartisipasi dalam
kehidupan politik lokal, nasional dan global.
Pendidikan multikultural memainkan peranan penting dalam
pengembangan pendidikan kewarganegaraan (Pang, Gay, dan Stanley:
1995 dalam Al Hakim, 2002). Pembelajaran multikultural pada dasarnya
merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas kewarganegaraan dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang
ideal bagi bangsanya (Banks, 1993).
Secara meluas, pendidikan multikultural mencoba membantu
menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada
perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok
budaya yang berbeda.
Sekolah dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilai-nilai
demokrasi. Kurikulum menampakkan aneka kelompok budaya yang
berbeda dalam masyarakat, bahasa, dan dialek; dimana para pelajar
lebih baik berbicara tentang rasa hormat di antara mereka dan menjunjung tinggi nilai-nilai kerjasama, dari pada membicarakan persaingan
dan prasangka di antara sejumlah pelajar yang berbeda dalam hal ras,
etnik, budaya dan dan kelompok status sosialnya.
Pendidikan multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, kelas, (Sleeter and
Grant, 1988). Pendidikan multikultural adalah suatu sikap dalam memandang keunikan manusia dengan tanpa membedakan ras, budaya, jenis
kelamin, kebiasaan, seks, kondisi jasmaniah atau status ekonomi
seseorang (Skeel, 1995).
Secara sederhana pendidikan multikultural didefinisikan oleh
Azra (2007) sebagai pendidikan untuk/tentang keragaman kebudayaan
dalam meresponi perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan. Agar pengertian ini
bermanfaat, maka diperlukan untuk mendefinisikan kembali apa yang
dimaksud dengan budaya dan kebudayaan. Upaya perumusan ini, jelas
tidak mudah, karena perubahan-perubahan yang begitu cepat dan dramatis dalam kebudayaan itu sendiri, khususnya karena proses globalisasi
yang semakin meningkat. Istilah pendidikan multikultural (multicultural
education) dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif maupun normatif.
342
Pendidikan multikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan
sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan
saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam
masyarakat. Esensi masyarakat multikultural telah digambarkan oleh
Dufty (1996), sebagai gagasan masyarakat dimana kelompok dalam
masyarakat mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis, bebas
memelihara keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi yang
dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi.
Pendidikan multikultural didasarkan pada gagasan filosofis
tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap
hak-hak manusia. Hakekat pendidikan multikultural mempersiapkan
seluruh siswa untuk bekerja secara aktif menuju kesamaan struktur
dalam organisasi dan lembaga sekolah.
Pendidikan multikultural bukanlah kebijakan yang mengarah pada
pelembagaan pendidikan dan pengajaran inklusif dan pengajaran oleh
propaganda pluralisme lewat kurikulum yang berperan bagi kompetisi
budaya individual.
Pendidikan multikultural, bukanlah pemisahan dari bagian pelajaran atau pemisahan dari sistem pendidikan, akan tetapi representasi
secara benar dan menyeluruh, mengenai apa yang akan dikembangkan
bagi kehidupan masa depan siswa. Pierre L. Van de Berghe mengemukakan bahwa masyarakat multikultural mempunyai beberapa karakteristik
yang khas, antara lain sebagai berikut.
1. Masyarakat terbagi dalam segmentasi bentuk kelompokkelompok latar budaya, subbudaya yang berbeda.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga
yang bersifat nonkomplementer.
3. Kurang adanya kemauan untuk mengembangkan konsensus
antar anggota masyarakatnya tentang nilai-nilai sosial yang
fundamental.
4. Kurangnya kesadaran mengembangkan konsensus relatif sering
menumbuhkan konflik antar kelompok sub-budaya tersebut.
5. Konflik dapat dihindari dan integrasi sosial dapat terjadi, dengan
jalan secara relatif menggunakan paksaan ditambah adanya
ketergantungan satu sama lain dalam bidang ekonomi.
6. Adanya dominasi politik kelompok satu atas kelompok yang lain
Keadaan yang sangat rentan dalam masyarakat multikultural
tersebut, perlu dicarikan penyelesaian agar tidak selalu terjadi
konflik yang mengarah pada terjadinya disintegrasi.
343
1.Tujuan Pendidikan Multikultural
Pendidikan
multikultural
berusaha
menolong
siswa
mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya,
memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau
kelompok orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung,
menolong siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan
budaya yang beragam, menolong siswa mengembangkan kebanggaan
terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai
sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat (Savage &
Armstrong, 1996).
Farris & Cooper (1994) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan
multikultural adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan
budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan
budaya, ras, dan etnis.
Sementara itu, Banks (dalam Skeel, 1995), mengidentifikasi
tujuan pendidikan multikultural, adalah: (1) untuk memfungsikan peranan
sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam; (2)
untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan; (3) memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil
keputusan dan ketrampilan sosialnya; dan (4) untuk membantu peserta
didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi
gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok.
Lebih lanjut, pendidikan multikultural dibangun atas dasar konsep
yang meluas mengenai pendidikan untuk kebebasan (Dickerson, 1993;
Banks, 1994); yang bertujuan: (1) membantu siswa mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk berpartisipasi di dalam
demokrasi dan kebebasan masyarakat; (2) memajukan kepada kekebasan, kecakapan, keterampilan terhadap lintas batas-batas etnik dan budaya untuk berpartisipasi dalam beberapa kelompok dan budaya orang lain.
Melalui pembelajaran multikultural, siswa dapat mencapai
kesuksesan dalam mengurangi prasangka dan diskriminasi (Banks,
1996). Dengan kata lain, variabel sekolah terbentuk dimana besar
kelompok rasial dan etnis yang memiliki pengalaman dan hak yang sama
dalam pendidikan.
Pelajar mampu mengembangkan keterampilannya dalam memutuskan sesuatu secara bijak. Mereka lebih menjadi suatu subyek dari
344
pada menjadi obyek dalam suatu kurikulum. Mereka menjadi individu
yang mengatur dirinya sendiri dan merefleksi kehidupan untuk bertindak
secara aktif. Mereka membuat keputusan dan melakukan sesuatu yang
berhubungan dengan konsep, pokok-pokok masalah, atau masalahmasalah yang mereka pelajari.
Mereka mengembangkan visi sosial yang lebih baik dan memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan serta mengkonstruksinya
dengan sistematis dan empatis. Seharusnya guru mengetahui bagaimana
berperilaku terhadap para pelajar yang bermacam-macam kulturnya di
dalam kelas. Mereka mengetahui perbedaan-perbedaan nilai-nilai dan
kultur dan bentuk-bentuk perilaku yang beraneka ragam.
Secara konseptual pendidikan multikultural menurut Groski
mempunyai tujuan dan prinsip sebagai berikut.
1. Setiap siswa mempunyai kesempatan untuk mengembangkan
prestasi mereka.
2. Siswa belajar bagaimana belajar dan berpikir secara kritis.
3. Mendorong siswa untuk mengambil peran aktif dalam pendidikan,
dengan menghadirkan pengalaman-pengalaman mereka dalam
konteks belajar.
4. Mengakomodasikan semua gaya belajar siswa.
5. Mengapresiasi kontribusi dari kelompok-kelompok yang berbeda.
6. Mengembangkan sikap positif terhadap kelompok-kelompok yang
mempunyai latar belakang berbeda.
7. Untuk menjadi warga yang baik di sekolah maupun di
masyarakat.
8. Belajar bagaimana menilai pengetahuan dari perspektif yang
berbeda.
9. Untuk mengembangkan identitas etnis, nasional, dan global.
10. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan mengambil keputusan
dan analisis secara kritis sehingga siswa dapat membuat pilihan
yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan prinsip pendidikan multikultural menurut Groski adalah
sebagai berikut.
1. Pemilihan materi pelajaran harus terbuka secara budaya
didasarkan pada siswa. Keterbukaan ini harus menyatukan opiniopini yang berlawanan dan interpretasi-interpretasi yang berbeda.
2. Isi materi pelajaran yang dipilih harus mengandung perbedaan
dan persamaan dalam lintas kelompok.
345
3. Materi pelajaran yang dipilih harus sesuai dengan konteks waktu
dan tempat.
4. Pengajaran semua pelajaran harus menggambarkan dan
dibangun berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang
dibawa siswa ke kelas.
5. Pendidikan hendaknya memuat model belajar mengajar yang
interaktif agar supaya mudah dipahami.
Multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana tetapi sebuah
ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan
bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri terpisah
dari ideologi-ideologi lainnya, dan multikulturalisme membutuhkan seperangkat konsep-konsep yang merupakan bangunan knsep-konsep
untuk dijadikan acuan bagi yang memahaminya dan mengembangluaskannya dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Dimensi-dimensi Pendidikan Multikultural
Banks (1993, 1994), mengidentifikasi ada lima dimensi pendidikan
multikultural yang diperkirakan dapat membantu guru dalam mengimplementasikan beberapa program yang mampu merespon terhadap
perbedaan pelajar (siswa), yaitu:
1. Dimensi integrasi isi/materi (content integration). Dimensi ini
digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan poin
kunci pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-beda.
Secara khusus, guru menggabungkan kandungan materi
pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara
pandang yang beragam (Banks, 1991). Salah satu pendekatan
umum adalah mengakui kontribusinya, yaitu guru-guru berkerja
sesuai dengan kurikulum mereka dengan membatasi fakta
tentang semangat kepahlawanan dari berbagai kelompok. Di
samping itu, rancangan pembelajaran dan unit pembelajaran
dirubah dengan beberapa pendekatan, guru menambah beberapa
unit/topik secara khusus yang berkaitan dengan materi
multikultural (additive approach).
2. Dimensi konstuksi pengetahuan (knowledge construction). Suatu
dimensi dimana para guru membantu kepada siswa untuk memahami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi
346
ini juga berhubungan dengan pemahaman para pelajar terhadap
perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri;
3. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice reduction). Guru
melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai
contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif
dan memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan kelompok etnik lainnya (Rotheram, 1987), Pendidikan
dapat membantu siswa mengembangkan perilaku intergroup yang
lebih positip, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti. Dua
kondisi yang dimaksud adalah bahan pembelajaran yang memiliki
citra yang positif tentang perbedaan kelompok dan menggunakan
bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan terusmenerus (Banks, 1991);
4. Penelitian menunjukkan bahwa para pelajar yang datang ke
sekolah dengan banyak stereotip, cenderung berperilaku negatif
dan banyak melakukan kesalah pahaman terhadap kelompok
etnik dan ras dari luar kelompoknya. Penelitian juga menunjukkan
bahwa penggunaan teksbook multikultural atau bahan pengajaran
lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat membantu
para pelajar untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap ras yang lebih positif. Jenis strategi dan bahan dapat
menghasilkan pilihan para pelajar untuk lebih bersahabat dengan
ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.
5. Dimensi pendidikan yang sama/adil (equitable pedagogy).
Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas
pembelajaran sehingga mempermudah mencapaian hasil belajar
pada sejumlah siswa dari berbagai kelompok. Strategi dan
aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara dengan bentuk kerjasama
(cooperatve learning), dan bukan dengan cara-cara yang kompetitif (competition learning). Dimensi ini juga menyangkut pendidikan yang dirancang untuk membentuk lingkungan sekolah, menjadi
banyak jenis kelompok, termasuk kelompok etnik, wanita, dan
para pelajar dengan kebutuhan khusus yang akan memberikan
pengalaman pendidikan persamaan hak dan persamaan memperoleh kesempatan belajar.
347
6. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial
(empowering school culture and social structure). Dimensi ini
penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke
sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping
itu, dapat digunakan untuk menyusun struktur sosial (sekolah)
yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang beranekaragam
sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya berkaitan dengan praktik kelompok, iklim sosial, latihan-latihan, partisipasi ekstra kurikuler dan penghargaan staf dalam merespon
berbagai perbedaan yang ada di sekolah.
3.Tahap-tahap Pengembangan Pendidikan Multikultural
Gay (1995) mengemukakan empat tahap pengembangan pendidikan multikultural (dalam Walsh & Agatucci, 2001).
1. inclusion. Pada tahap ini kelompok etnis dipelajari secara tunggal,
dan biasanya pelajaran berpusat pada tokoh pahlawan dari etnis
yang bersangkutan.
2. infusion. Pada tahap kedua ini pendidikan multi kultural ditekankan pada pengintegrasian isi, konteks, contoh, dan pandangan
yang berbeda ke dalam kurikulum.
3. deconstruction, dimana pendidikan multikultural memberi kesempatan siswa untuk memandang konsep dari perspektif yang
berbeda-beda sebagai bagian dari proses berpikir kritis dalam
keanekaragaman budaya.
4. transformation, yakni fokus pendidikan multikultural terletak pada
proses memikirkan dan mengimajinasikan penjelasan-penjelasan
baru tentang situasi sosial yang secara kultural berbeda-beda.
Materi pembelajaran multikultural dengan pendekatan multiple
perspectives, hendaknya diorganisasi dengan menggunakan beberapa
pendekatan, yaitu pendekatan kontribusi (contribution approach),
pendekatan additive (additive approach), pendekatan transformasi
(trasaformation approach) dan pendekatan tindatan sosial (social action
approach) (Banks, 1989).
Sedangkan pendekatan yang bisa dipakai dalam proses
pembelajaran di kelas multikultural adalah pendekatan kajian kelompok
tunggal (single group studies) dan pendekatan perspektif ganda (multiple
perspektives approach). Pendidikan multikultural di Indonesia pada
umumnya memakai pendekatan kajian kelompok tunggal. Pendekatan ini
348
dirancang untuk membantu siswa dalam mempelajari pandangan-pandangan kelompok tertentu secara lebih mendalam. Oleh karena itu, harus
tersedia data-data tentang sejarah kelompok itu, kebiasaan, pakaian,
rumah, makanan, agama yang dianut, dan tradisi lainnya. Data tentang
kontribusi kelompok itu terhadap perkembangan musik, sastra, ilmu
pengetahuan, politik dan lain-lain harus dihadapkan pada siswa.
Pendekatan ini terfokus pada isu-isu yang sarat dengan nilai-nilai
kelompok yang sedang dikaji.
Menurut Azra (2007) terdapat lima tipologi pendidikan multikultural
yang berkembang, yaitu: (1) mengajar mengenai kelompok siswa yang
memiliki budaya yang lain (culture difference). perubahan ini terutama
siswa dalam transisi dari berbagai kelompok kebudayaan ke dalam
mainstream budaya yang ada; (2) hubungan manusia (human relation).
Program ini membantu siswa dari kelompok-kelompok tertentu sehingga
dia dapat mengikuti bersama-sama dengan siswa yang lain dalam
kehidupan sosial; (3) singles group studies. Program ini mengajarkan
mengenai hal-hal yang memajukan pluralisme tetapi tidak menekankan
kepada adanya perbedaan stratifikasi sosial yang ada di dalam
masyarakat; (4) pendidikan multikultural. Program ini merupakan suatu
reformasi pendidikan di sekolah-sekolah dengan menyediakan kurikulum
serta materi-materi yang menekankan adanya perbedaan siswa dalam
bahasa, yang keseluruhannya untuk memajukan pluralisme kebudayaan
akan equilitas sosial; dan (5) pendidikan multikultural yang sifatnya
rekonstruksi sosial. Program ini merupakan suatu program baru yang
bertujuan untuk menyatukan perbedaan-perbedaan kultural dan menantang ketimpangan-ketimpangan sosial yang ada dalam masyarakat.
Program ini dinamakan "critical multicultural education".
Dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah,
maka sekolah harus dipandang sebagai sebuah sistem sosial di mana
terdapat banyak variabel yang saling terkait dan berhubungan sangat
erat. Berpikir tentang sekolah sebagai sistem sosial mengharuskan kita
untuk membuat suatu rancangan strategi mengubah lingkungan sekolah
secara total untuk menerapkan pendidikan multikultural.
Tugas 7.3
Menurut pendapatmu, mengapa harus ada pendidikan multikultural
pada masyarakat Indonesia?
349
D. RINGKASAN
Multikultur berasal dari kata multi dan kultur. Multi artinya banyak,
dan kultur biasa disamakan dengan kata budaya. Dengan demikian kata
multikultur bermakna budaya yang banyak atau keberagaman budaya.
kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain,
yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Wujud kebudayaan dibedakan
menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda
dan aktivitas yang elit seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine
art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan
digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Menurut cara pandang ini,
seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang
"berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan";
bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak
berkebudayaan" dikatakan lebih "alami," dan para pengamat seringkali
mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture)
untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature).
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan
(atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki
sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan
induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik,
agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender.
Multikultural sebagai masyarakat yang kelompok dan anggotanya
mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis, bebas memelihara
keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi yang
dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi. Multikultural sering
diidentikkan dengan pluralisme, padahal ada beberapa perbedaan
diantara kedua konsep tersebut.
350
Pluralisme pada dasarnya memiliki beberapa makna, yakni
sebagai doktrin, sebagai model dan keterkaitannya dengan konsep lain.
Sebagai doktrin pluralisme sering dimaknai bahwa dalam setiap hal, tidak
ada satu pun sebab bersifat tunggal (monism) atau ganda (dualism) bagi
terjadinya perubahan masyarakat. Sementara itu, pluralisme sebagai
model, memungkinkan terjadinya peran individu atau kelompok yang
beragam dalam masyarakat. Pluralisme merupakan suatu pandangan
bahwa sebab dari sebuah peristiwa sosial, harus dapat diuji melalui
interaksi yang beragam faktor dan bukan dianalisis hanya dari satu faktor
semata-mata, dan keberagaman faktor itu adalah faktor kebudayaan.
Plurarisme mendorong perubahan cara berpikir dari cara monokultur ke
arah cara berpikir multikultur. Dengan demikian, multikultur bukan hanya
sekedar bermakna keberagaman budaya, tetapi lebih kepada cara
berpikir, cara bertindak, dan berperilaku terhadap keberagaman budaya
yang ada dalam masyarakat.
Kemajemukan masyarakat Indonesia adalah sebuah realitas
sosial dan integrasi nasional adalah substansi utamanya. Dalam konteks
pluralitas masyarakat Indonesia, konsep integrasi nasional Indonesia,
hendaknya diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan
sebagai semangat untuk melakukan penyatuan terhadap unsur-unsur
dan potensi masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam.
Dengan kata lain, integrasi nasional harus dimaknai sebagai
sebuah spirit bangsa untuk memandang kehidupan yang serba majemuk
itu sebagai semangat untuk bersatu. Integrasi nasional, adalah kata kunci
untuk membangun dan membina serta mempertahankan persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia yang hidup dalam alam kemajemukan
masyarakat dan budayanya.
Di kebanyakan negara-negara dunia, sebagian besar dari mereka
adalah bangsa-bangsa bekas jajahan, terdiri atas kelompok-kelompok
etnik dan budaya yang sangat majemuk, multikulturalisme adalah sebuah
gagasan yang terus diperjuangkan. Bahkan lebih dari itu, kebanyakan
negara yang relatif muda usia ini, harus berjuang terlebih dahulu dengan
gagasan nasionalisme.
Gagasan nasionalisme negara-negara yang pada umumnya
memperoleh kemerdekaannya setelah Perang Dunia II, dibangun melalui
kesadaran para pemimpinnya akan kepercayaan bahwa negaranya amat
majemuk, seringkali terdiri atas puluhan bahkan ratusan kelompok etnik,
351
hanya mungkin dipersatukan dengan ikrar yang meneguhkan persatuan
sebagai dasar untuk menciptakan kehidupan bersama yang lebih baik.
Dalam masyarakat multikultural itu telah terjadi interaksi dan
dialog antar budaya. Bahkan juga, secara tidak disadari mungkin, telah
terjadi dialog antar peradaban, misalnya peradaban Barat yang
didasarkan pada nilai-nilai Yudeo-Kristiani dan peradaban Islam atau
Konfusian. Dalam komunitas seperti itu tidak terjadi apa yang disebut
oleh Samuel Huntington, clash of civilization, benturan peradaban.
Manajemen multi-kultural, memang telah menjadi budaya
perusahaan-perusahaan dari negara-negara yang lebih maju. Penerapan
manajemen multikultural itu, tentunya didasarkan pada prasangka baik
tentang multikulturalisme. Tapi mungkin disadari juga bahwa suatu
masyarakat atau komunitas multikultural, mengandung potensi konflik,
berdasarkan teori yang sederhana, yaitu karena terjadinya perjumpaan
dua atau beberapa budaya asing. Dalam interaksi itu mungkin
terkandung prasangka-prasangka negatif antar kelompok etnis, ras,
budaya atau agama. Dengan katar belakang prasangka itu mungkin
terjadi gesekan atau bahkan benturan. Dalam masyarakat multikultural,
yang terjadi mungkin justru isolasionisme, dimana suatu komunitas
berkonsentrasi pada suatu daerah pemukiman tertentu yang bersifat
swasembada (self-sufficient). Meskipun demikian, interaksi dengan
komunitas luar tak bisa dihindari. Maka dalam interaksi yang membawa
prasangka bisa terjadi persaingan yang tidak sehat.
Pendidikan multikultural pada umumnya diletakkan pada latar
kewarganegaraan. Pendidikan kewarganegaraan mengarah pada upaya
perwujudan warga negara yang baik. Pembelajaran multikultural pada
dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas
kewarganegaraan dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan
demokrasi yang ideal bagi bangsanya.
Secara meluas, pendidikan multikultural mencoba membantu
menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada
perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok
budaya yang berbeda.
Pendidikan multuikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan
sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan
saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam
masyarakat. Esensi masyarakat multikultural telah digambarkan oleh
Dufty (1996), sebagai gagasan masyarakat dimana kelompok dalam
352
masyarakat mampu melakukan ko-eksistensi secara harmonis, bebas
memelihara keyakinan mereka, bahasa dan kebiasaan serta tradisi yang
dikembangkan, dilaksanakan dan dijunjung tinggi. Pendidikan multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan,
kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia.
Tujuan pendidikan multikultural adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk memandang kehidupan dari berbagai perspektif
budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap
positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis. Sementara itu, Banks
mengidentifikasi tujuan pendidikan multikultural, sebagai berikut: (1)
untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan
siswa yang beraneka ragam; (2) untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik,
kelompok keagamaan; (3) memberikan ketahanan siswa dengan cara
mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan ketrampilan sosialnya; (4) untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka
mengenai perbedaan kelompok.
Materi pembelajaran multikultural dengan pendekatan multiple
perspectives, hendaknya diorganisasi dengan menggunakan beberapa
pendekatan, yaitu pendekatan kontribusi (contribution approach), pendekatan additive (additive approach), pendekatan transformasi (trasaformation approach) dan pendekatan tindatan sosial (social action
approach) (Banks, 1989). Sedangkan pendekatan yang bisa dipakai
dalam proses pembelajaran di kelas multikultural adalah pendekatan
kajian kelompok tunggal (single group studies) dan pendekatan perspektif
ganda (multiple perspektives approach).
Pendidikan multikultural di Indonesia pada umumnya memakai
pendekatan kajian kelompok tunggal. Pendekatan ini dirancang untuk
membantu siswa dalam mempelajari pandangan-pandangan kelompok
tertentu secara lebih mendalam. Oleh karena itu, harus tersedia datadata tentang sejarah kelompok itu, kebiasaan, pakaian, rumah, makanan,
agama yang dianut, dan tradisi lainnya. Data tentang kontribusi kelompok
itu terhadap perkembangan musik, sastra, ilmu pengetahuan, politik dan
lain-lain harus dihadapkan pada siswa. Pendekatan ini terfokus pada isuisu yang sarat dengan nilai-nilai kelompok yang sedang dikaji.
353
BAB 8
KERAGAMAN BUDAYA
A. BUDAYA LOKAL BUDAYA ASING DAN KEBUDAYAAN NASIONAL
Indonesia adalah negara kepulauan, dan merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia. Negara Indonesia terdiri dari 17.504 pulau
(Dirjen Pemerintahan Umum, Depdagri RI, Kompas 21 Desember 2007),
terbentang dari Barat ke Timur sepanjang 5.110 km dari 950 Bujur Timur1410 Bujur Timur, dan dari utara keselatan sepanjang 1.888 km dari 60
Lintang Utara-110 Lintang Selatan.
Luas wilayah Indonesia menapai 5.193.252 km2, dengan luas
daratan 1.904.443 km2, dan mempunyai garis pantai sepanang 54.716
km, merupakan yang terpanjang kedua di dunia seteah Kanada. Pulau
paling besar adaah Pulau Kalimantan dengan luas 539.460 km2 atau
28,32 %. Disusul Pulau Sumatra dengan luas 473.606 km2 atau 24,86 %.
Kemudian Pulau Sulawesi dengan luas 189.216 km2 atau 9,93 %, yang
paling kecil diantara ke empat pulau terbesar itu adalah pulau Jawa dan
Pulau Madura dengan luas 132.187 km2 atau 6,95 %.
Indonesia terletak diantara Benua Asia dan Benua Australia, serta
antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Posisi ini membuat
Indonesia penting bukan hanya dari sudut sosial ekonomi, tetapi juga
politik dan militer. Karena terletak di garis khatulistiwa, Indonesia juga
dijuluki Zamrud Khatulistiwa (gambar 8.1).
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus tahun 2000
berjumlah 203,4 juta orang, terdiri dari 101,6 juta laki-laki dan 101,8 juta
perempuan. Dengan laju pertumbuhan 1,35 % pertahun, penduduk
Indonesia relatif telah dapat dikendalikan pertumbuhannya, meskipun
jumlah penduduk Indonesia masih merupakan nomor empat terbesar di
dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Penduduk Indonesia tersebar di sekitar 6.850 pulau dari kurang
lebih 17.504 pulau, mulai Pulau We di ujung utara sampai Pulau Irian di
timur. Tetapi persebaran penduduknya tidak merata, 59 % jumlah
penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa, padahal luasnya hanya 6,94% dari luas wilayah Indonesia. Hal ini berakibat pada kepadatan
penduduk yang sangat tinggi di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta
dengan 12,6 ribu jiwa per km2, sementara di Papua hanya 5 jiwa per
km2.
354
Gambar 8.1 Peta Indonesia
(Sumber: Bahan Sosialisasi UUD Negara Republik Indonesia Amandemen IV)
Bangsa Indonesia terbagi atas ratusan suku bangsa, yang
masing-masing memiliki adat dan tradisi berbeda. Merekapun mempunyai bahasa daerah yang berlainan, dengan ratusan dialek dan logat
bahasa. Jika dikelompokkan, diperkirakan terdapat sekitar 200 sampai
250 bahasa daerah. Dari daftar sementara suku bangsa di Indonesia
yang dikumpulkan, diperkirakan terdapat sekitar 360 kelompok suku
bangsa.
Dilihat dari ras, penduduk Indonesia juga memiliki beberapa ras.
Ras didasarkan kepada persamaan cirri-ciri fisik dari kelompok manusia.
Para antropolog banyak yang berbeda pendapat bahkan mengalami
kesulitan untuk membuat klasifikasi ras umat manusia, karena fakta
menunjukkan banyaknya variasi yang terjadi pada kelompok manusia.
Ditambah banyak dari kelompok ras yang sama, mengembangkan
kebudayaan dan bahasa yang berbeda atau sebaliknya, ras-ras yang
berbeda mengembangkan kebudayaan dan bahasa yang sama. Misalnya
masyarakat Amerika terdiri dari berbagai macam ras di seluruh dunia,
tetapi mereka mengembangkan bahasa dan kebudayaan Amerika.
Manusia Indonesia yang termasuk ke dalam ras Mongoloid
Melayu antara lain orang Jawa, orang Minang, orang Menado, Orang
Sunda dan lainnya. Namun kelompok-kelompok yang berasal dari satu
355
ras itu mengembangkan kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda.
Demikian halnya dengan ras Melanesosid yang ditemukan di Irian, terdiri
dari banyak bahasa dan kebudayaan yang berbeda-beda, padahal
mereka berasal dari satu ras.
Pada dasarnya perkembangan kebudayaan dan bahasa
masyarakat tidak terikat oleh faktor ras atau suku bangsa.
Menurut Koentjaraningrat (1990) suku bangsa adalah suatu
golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan
kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali
(tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa.
Dengan demikian kesatuan kebudayaan bukan suatu hal yang
ditentukan oleh orang luar, misalnya oleh seorang ahli Antropologi, ahli
kebudayaan atau lainnya, melainkan oleh warga kebudayaan yang bersangkutan. Dengan demikian kebudayaan Osing merupakan suatu kesatuan, bukan karena ada peneliti-peneliti yang secara etnografi telah
menentukan bahwa kebudayaan Osing itu suatu kebudayaan tersendiri
yang berbeda dari kebudayaan Jawa atau kebudayaan Bali, tetapi karena
orang-orang Osing sendiri sadar bahwa diantara mereka ada keseragaman kebudayaan, yaitu kebudayaan yang mempunyai kepribadian dan
identitas khusus sebagai orang Osing.
Namun pengertian mengenai suku bangsa di Indonesia seperti
tersebut di atas dalam kenyataannya sangat kompleks, ada yang
menyempit dan ada yang meluas. Misalnya penduduk Irian terdiri atas
orang Sentani, orang Marindanim, orang Serui, orang Kapauku dan sebagainya yang masing-masing memiliki kebudayaan dan bahasa khas yang
mereka gunakan dalam kelompoknya masing-masing. Namun apabila
mereka hidup di luar Irian akan mengaku sebagai orang Irian. Demikian
halnya yang dialami oleh orang jawa yang tinggal di luar Jawa, semuanya
mengaku sebagai orang Jawa, tetapi ketika tinggal di Jawa tidak mau
disamakan, karena memang berbeda sukunya.
Pengertian di atas sebenarnya lebih tepat kalau disebut dengan
istilah kebudayaan lokal untuk menyebut mereka yang mengelompokkan
diri dalam suku bangsa-suku bangsa, artinya kebudayaan yang dimiliki
dan diakui oleh masyarakat suku bangsa setempat. Dalam arti lebih luas
adalah ketika mereka mengaku sebagai orang Irian, orang Jawa, orang
Bali ketika mereka tinggal di luar daerah yang bersangkutan.
356
Jumlah suku bangsa Indonesia, sekaligus juga bisa dikatakan
sebagai jumlah budaya lokal Indonesia, sampai sekarang ada beberapa
pendapat.
Berdasarkan jumlah bahasa daerah di Indonesia, Esser, Berg dan
St. Takdir Alisyahbana memperkirakan adanya 200 sampai 250 suku
bangsa di Indonesia. Kemudian Jaspan yang pernah menyusun daftar
suku-suku bangsa di Indonesia berpendapat bahwa jumlah suku bangsa
di Indonesiia ada 360.
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa jumlah suku bangsa di
Indonesia adalah sebagai berikut:
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Pulau
Jumlah Suku
Bangsa
42
8
3
25
37
24
5
9
15
27
195
Sumatra
Jawa dan Madura
Bali dan Lombok
Kalimantan
Sulawesi
Timor
Kep. Barat Daya
Maluku
Ternate
Irian
Jumlah
Tabel 8.1. Jumlah suku bangsa di Indonesia
Pemerintah Indonesia sendiri untuk kepentingan administratif
yang sifatnya praktis membagi suku bangsa di Indonesia menjadi tiga
golongan, yaitu: suku bangsa, golongan keturunan asing, dan masyarakat terasing.
Suku bangsa memiliki daerah asal dalam wilayah Indonesia.
Berbeda dengan golongan keturunan asing, golongan ini adalah
penduduk Indonesia yang berasal dari luar Indonesia seperti Cina, Arab,
India, Eropa. Kebudayaan nenek moyang hanya untuk dianut dalam kehidupan pribadi mereka saja, karena mereka harus menggunakan kebudaaan nasional. Hal ini karena mereka hidup dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, menikmati keamanan di Indonesia, menikmati
kesejahteraan di Indonesia bahkan sampai melahirkan keturunan beberapa generasi di Indonesia. Golongan penduduk keturunan asing ini
357
diharapkan dapat berasimilasi dengan penduduk dimana mereka tinggal
atau sepenuhnya menganut kebudayaan nasional Indonesia. Hal ini telah
dibuktikan oleh orang Arab-Indonesia yang telah menyatu mencapai
asimilasi dan mereka hanya dibedakan dari penduduk asli Indonesia
melalui cirri-ciri fisiknya saja yang memang secara kodrat sulit
dihilangkan. Gotong royong (gambar 8.1) merupakan kebiasaan khas
masyarakat suku bangsa di Indonesia.
Gambar 8.1 gotong-royong
(Sumber: Dokumentasi penulis)
Masyarakat terasing merupakan golongan suku bangsa yang
terisolasi dan masih hidup dari berburu, meramu atau berladang padi dan
umbi-umbian dengan cara ladang berpindah-pindah. Mereka membuka
hutan dengan cara membakar hutan. Biasanya mereka terhambat dari
perubahan dan kemajuan karena isolasi geografi mereka. Namun
kadang-kadang juga karena upaya-upaya mereka sendiri yang disengaja
untuk menolak bentuk perubahan, seperti halnya orang Baduy di Banten.
Beberapa golongan masyarakat terasing yang masih tinggal antara lain
adalah: orang laut yang tinggal di perahunya seperti yang ada di daerah
sulawesi tengah dan sulawesi tenggara, suku kubu, penduduk yang
tinggal di kepulauan Mentawai, orang Baduy di Banten Selatan, orang
Punan (Penan) di sepanjang hulu sungai-sungai besar Kalimantan; orang
Tajio di Sulawesi tengah, orang Amma Toa di Sulawesi Selatan, dan
sebagainya.
358
Selain konsep budaya lokal, dikenal pula istilah kebudayaan
nasional. Kebudayaan nasional bermakna sebagai sebutan untuk
mengidentifikasi kebudayaan yang menjadi milik seluruh masyarakat
suatu negara, jadi lebih bernuansa homogen. Misalnya di Indonesia, bila
kebudayaan itu dimaknai bahasa, maka yang menjadi bahasa nasional
adalah bahasa Indonesia, namun untuk yang lainnya belum ada, seperti
tarian, tidak ada tarian nasional Indonesia, yang ada adalah
keberagaman tarian daerah.
Kebudayaan nasional Indonesia, bila dimaknai seperti pengertian
di atas, jelas sulit ditemukan. Kebudayaan nasional Indonesia adalah
berbagai ragam kebudayaan lokal yang ada di daerah, yang dimiliki,
dilaksanakan dan dilestarikan oleh suku bangsa yang ada di Indonesia.
Gambar 8.2 Tarian dari kebudayaan asing
(Sumber: Dokumentasi penulis)
Selain konsep-konsep tersebut, dikenal pula konsep budaya
asing. Konsep budaya asing berbeda dengan konsep golongan terasing
ataupun konsep masyarakat terasing. Konsep budaya asing adalah
359
sebutan kebudayaan lebih bersifat eksternal, dari luar negara Indonesia,
sedangkan ketiga konsep di atas lebih bersifat internal, sebutan untuk
kebudayaan masyarakat Indonesia yang memiliki karakter tertutup, sulit
berkembang, dan unik, seperti dalam gambar 8.2.
Konsep budaya asing bermakna sebagai sebutan untuk
kebudayaan yang dimiliki dan dipraktekkan oleh masyarakat yang
tinggalnya tidak di wilayah negara Republik Indonesia, tetapi di negara
lain. Jadi konsep ini mengarah pada kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat negara lain, contoh perayaan Hallowen, tarian salsa dan goyang
samba dari Brazil, tari perut dari Turki, dan sebagainya.
Kebudayaan asing adalah kebudayaan dan kebiasan masyarakat
yang berasal bukan dari kebiasaan dan kebudayaan masyarakat
Indonesia. Pada saat ini, kebudayaan asing tersebut banyak dan dengan
mudah ditemukan dilakukan oleh masyarakat Indonesia, sebagai akibat
dari interaksi antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat dari
negara lain.
Menurut Dawam Rahardjo (2007), dalam pengertian awam atau
dalam pengertian popular, pertama-tama kebudayaan dipahami sebagai
kata benda atau bahkan benda itu sendiri. Hanya saja bukan benda yang
tak bernilai, melainkan benda yang bernilai keindahan. Karena itulah
maka kebudayaan sering dianggap sama dengan suatu barang seni,
misalnya patung, musik, tari-tarian, lukisan atau pertunjukan teater.
Paling tidak itu adalah persepsi di masa lalu, karena lambannya perubahan, sehingga kestatisan itu mempengaruhi persepsi manusia. Kini,
kebudayaan berada dalam situasi yang berubah, bahkan berubah sangat
cepat. Sehingga karenanya, pengertian orang tentang kebudayaan
berubah, yang semula statis menjadi dinamis.
Kebudayaan juga dipahami sebagai kata kerja, sebagai kegiatan
manusia yang aktif, sebagai manifestasi kehendak manusia yang selalu
mengambil prakarsa. Pengertian ketiga adalah pemahaman kebudayaan
sebagai suatu strategi, yaitu suatu proses perjalanan hidup manusia dari
satu tahap ke tahap yang lain menuju ke masa depan. Dengan demikian
maka kebudayaan adalah suatu proses yang berdasarkan suatu rencana,
karena manusia adalah makhluk perencana masa depan, sementara
makhluk lain tidak pernah mempunyai rencana. Dalam pengertian ini
kebudayaan mengandung tahap-tahap yang mencerminkan perkembangn kemanusiaan.
360
Kebudayaan pada dasarnya dipahami sebagai menifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang-orang yang bersifat rohaniah atau spiritual dan estetis yang menciptakan bidang-bidang kegiatan
khusus yang bersifat mental seperti agama, filsafat, ilmu pengetahuan
dan kesenian. Pengertian ini membedakan diri dari peradaban yang
menciptakan bidang-bidang kegiatan yang bersifat material, seperti
ekonomi, teknologi, politik dan kemasyarakatan. Namun peradaban juga
dianggap sebagai kumpulan kebudayaan-kebudayaan, sedangkan kebudayaan mencakup semua bidang kehidupan, baik material maupun
spriritual, sehingga keduanya sering sulit dibedakan.
Kebudayaan kerap dianggap sebagai dasar peradaban atau suatu
peradaban berdasarkan suatu kebudayaan, yang rohaniah dan estetis
merupakan dasar dari yang material. Kebudayaan maupun peradaban
adalah ciri kehidupan manusia. Berbeda dengan binatang atau makhluk
lain, dimana lingkungan hidupnya tidak mengandung arti apa-apa, dalam
kehidupan manusia yang berbudaya, hidup itu mengandung makna. Kebudayaanlah yang memberikan kesadaran kepada manusia mengenai
hidup.
Dalam merasakan dan memikirkan hidup. Manusia bisa membedakan antara yang baik dan buruk, indah dan jelek, dan salah dan benar.
Dengan kesadarannya itu manusia menilai lingkungan dan kondisi
hidupnya, dengan berpedoman atau mengacu kepada nilai-nilai keutamaan. Dengan nilai kebajikan atau nilai luhur itulah manusia bisa mengenali
yang buruk, jelek atau yang salah dalam kehidupan ini.
Kebudayaan bertolak pada kesadaran bahwa manusia diciptakan
oleh Sang Pencipta. Kesadaran itu pada dasarnya akan timbul dari
pengalaman hidup manusia sendiri, misalnya dengan melihat alam yang
begitu besar atau benda-benda sekelilingnya yang mengandung misteri,
seolah-olah menguasainya. Namun Sang Pencipta, memberikan wahyu
atau petunjuk mengenai asal-usulnya, hidupnya yang hanya sementara
dan arah atau tujuan hidup manusia, sehingga manusia bisa mengatur
kehidupannya dan lingkungannya
Kesadaran lain yang ada pada manusia adalah bahwa seseorang
itu tidak hidup sendirian. Paling tidak manusia itu menyadari bahwa ia
hidup bersama manusia lainnya. Lebih jauh, ia juga menyadari adanya
makhluk dan benda lain yang diciptakan Tuhan, khususnya binatang dan
tumbuh-tumbuhan, air, udara, langit, bintang-bintang di atasnya dan bumi
yang dipijak. Karena itu maka manusia harus memahami hidupnya
361
secara relasional, berhubungan dan berinteraksi satu dengan lainnya di
dalam mendukung hidup manusia itu sendiri dan makhluk lainnya.
Kesadaran yang tinggi tentang hubungan relasional itu menimbulkan
penghargaan manusia pada makhluk-makhluk lainnya, sebab manusia
hidup bersama-sama dengan semua itu. Penghargaan itu diikuti dengan
upaya untuk memahami lebih dalam makhluk-makhluk lainnya.
Dalam kebudayaan, manusia menganggap lainnya sebagai
keluarga. Manusia tidak hidup sebagaimana adanya, begitu saja, seperti
makhluk-makhluk lainnya. Ternyata, manusia diciptakan dalam bentuk
yang sesempurna-sempurnanya. Karena itulah manusia ditugasi oleh
Tuhan sebagai wakil-Nya di muka bumi. Tuhan mengatur kehidupan
manusia melalui manusia itu sendiri yang ditugaskan sebagai khalifah
(wakil) Tuhan di muka bumi. Tugas ini merupakan amanah (kepercayaan)
Tuhan kepada manusia. Oleh sebab itu, hidup manusia mengemban
suatu misi tertentu. Kesadaran tentang misinya itulah maka manusia
bertindak mengelola kehidupan berikut isinya. Amanah itulah yang
menimbulkan rasa tanggung-jawab dalam kehidupan manusia yang tidak
dirasakan oleh makhluk lainnya. Konon Tuhan pernah menawarkan
amanat itu kepada makhluk-makhluk lainnya, tetapi tidak ada yang
sanggup menerimanya, kecuali manusia, padahal amanat itu memang
sangat berat untuk dipikul.
Berlainan dengan binatang, manusia tidak hidup begitu saja di
tengah-tengah alam semesta ciptaan Tuhan. Manusia dalam hidupnya
berusaha mengubah lingkungan hidupnya. Itulah ciri hidup manusia yang
berkebudayaan, yang mengubah alam menjadi kebudayaan. Oleh sebab
itu, jika alam adalah ciptaan Tuhan maka kebudayaan, sebagai benda,
adalah ciptaan manusia. Pada mulanya manusia yang masih rendah
kesadarannya, tenggelam dan dikuasai oleh alam semesta yang tidak
dipahaminya, sehingga manusia bergantung secara mental kepada alam,
namun dengan akal yang diberikan Tuhan secara khusus kepada
manusia, manusia melepaskan diri dari belenggu atau ketergantungan
dengannya, sehingga dalam kebudayaan manusia sesungguhnya
mencapai kemandirian dan bahkan dalam batas-batas tertentu yang
makin luas, manusia mampu mengarahkan perkembangan hidupnya.
Dalam upaya manusia untuk memahami dan menguak misteri
sekelilingnya, akhirnya manusia mampu melihat bekerjanya hukumhukum alam dan hukum-hukum perkembangan masyarakat yang
merupakan ikatan manusia dalam hidup berkelompok. Dari upaya
362
pemahaman itu manusia menciptakan simbol-simbol, antara lain bahasa.
Dengan simbol-simbol itu manusia menciptakan alat-alat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya dan senjata-senjata untuk melindungi diri.
Sehingga, dalam rangka mengatur dan memelihara hubungan manusia
dengan manusia dan makhluk-makhluk lainnya, manusia merumuskan
norma, aturan dan lembaga-lembaga. Semua itu diciptakan oleh manusia
yang bersumber dari akal yang terdiri dari daya pikir, rasa, cipta dan
karsa, yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Dengan akal itulah
manusia membedakan dirinya dari makhluk-makhluk lainnya. Dan
dengan akal itu pula manusia adalah puncak ciptaan atau mahkota
makhluk-makhluk lainnya.
Kebudayaan adalah suatu proses, bukan saja proses yang
berlangsung dalam suatu periode hidup manusia, melainkan proses yang
terjadi dalam kehidupan manusia yang sambung-menyambung. Hasil dari
proses kebudayaan adalah juga kebudayaan, sebagai kata benda.
Karena itu ciri kebudayaan ada dua. Pertama, adalah penurunan
kebudayaan dari satu generasi ke generasi seterusnya. Kedua adalah
pemeliharaan warisan kebudayaan pada suatu genarasi dari generasi
sebelumnya. Akumulasi dari kebudayaan-kebudayaan itu membentuk
suatu tradisi. Cara manusia menerima warisan kebudayaan atau tradisi
juga mempunyai ciri tertentu, yaitu kritis sehingga suatu generasi tidak
begitu saja menerima warisan kebudayaan dari nenek moyangnya,
melainkan dengan mengembangkannya lebih lanjut ke arah yang lebih
baik. Karena itu salah satu ciri kebudayaan adalah sifatnya yang
evaluatif, sebagaimana manusia mamandang alam semesta dan kondisi
awal hidup yang disadarinya. Kebudayaan, karena itu bercorak progresif,
yaitu senantianya berubah dan berkembang ke arah yang lebih baik.
Selain diwariskan secara turun-temurun, manusia juga saling
mempertukarkan kebudayaan. Berdasar ciri manusia yang mampu belajar dari yang lain, kebudayaan juga mengalami dialog untuk saling
memahami dan mempelajari. Setelah saling melakukan evaluasi, maka
terjadi proses pertukaran kebudayaan antar kelompok-kelompok masyarakat. Pertukaran kebudayaan inilah yang mendorong perkembangan
kebudayaan. Walaupun demikian, suatu kelompok manusia juga mempunyai kecenderungan menutup diri tidak mau tahu dengan kebudayaan
kelompok masyarakat lainnya. Untuk itulah Tuhan menganjurkan
kelompok-kelompok masyarakat untuk saling memahami. Dengan saling
memahami, manusia akan saling menghargai sehingga timbul gagasan
363
untuk saling mempertukarkan kebudayaan masing-masing. Kecenderungan kelompok manusia untuk belajar dari yang lain tergantung dari
tingkat keterbukaan suatu masyarakat. Tapi kebudayaan, karena wataknya, cenderung terbuka. Namun terserah kepada suatu masyarakat
sendiri apakah ingin menjadi masyarakat tertutup atau masyarakat
terbuka (open society). Jika ingin maju, maka yang dibutuhkan adalah
suatu masyarakat terbuka. Sikap terbuka atau tertutupnya juga tergantung dari pemerintahannya, apakah otoriter atau demokratis.
Proses pewarisan maupun pertukaran itu terselenggara melalui
suatu proses pembelajaran (Rahardjo, 2007). Karena itu, kebudayaan
selalu mengandung proses pembelajaran. Artinya, kebudayaan mengandung kemampuan manusia untuk mengajari dirinya sendiri. Kebudayaan
merupakan semacam sekolah, di mana manusia dapat belajar atau
melakukan pembelajaran. Jika melihat watak kebudayaan tersebut, maka
suatu generasi, dalam upaya melestarikan kebudayaannya, melakukan
program pengajaran yang tidak lain adalah transfer atau pengalihan
kebudayaan kepada generasi berikutnya. Jadi, kebudayaan selalu
bertujuan untuk memelihara keturunan. Proses pembelajaran juga terjadi
antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lain melalui dialog
kebudayaan.
Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang benar dan terhormat.
Sehingga, hidup manusia harus didasari pada suatu iman, yaitu iman
kepada Kebenaran. Dalam sejarah umat manusia kebudayaan dan
peradaban-peradaban besar selalu bersumber pada agama atau sistem
kepercayaan tertentu, baik yang berasal dari wahyu maupun ilham dari
bumi. Manusia yang berkebudayaan, bertolak hidupnya dari Kebenaran
dan berproses menuju kepada Kebenaran Akhir, yaitu kehidupan di
akhirat bersama dengan Tuhan. Untuk bisa mencapai kehidupan itu,
manusia harus menjalankan hidup secara benar, yaitu cara hidup yang
terdiri dari dua dimensi hubungan. Pertama, adalah hubungan manusia
dengan Penciptanya. Kedua, hubungan dengan sesama manusia dan
sesama makhluk hidup. Hubungan pertama dilakukan melalui kegiatan
yang namanya ibadah. Sedangkan yang kedua melalui amal saleh
sepanjang hidup manusia. Realisasi hidup secara benar adalah dengan
iman dan ibadah kepada Tuhan dan amal saleh dalam hubungan dengan
sesama manusia dan mahluk lainnya. Dengan demikian dari sudut
keagamaan, maka kebudayaan adalah realisasi dari iman dan amal saleh
itu sendiri. Seperti dalam gambar 8.3 di bawah ini, beberapa perempuan
364
dari Pulau Bali sedang membawa berbagai sajian untuk kegiatan upacara
keagamaan, sekaligus juga sebagai kebudayaan masyarakat setempat.
Gambar 8.3 Perempuan Bali sedang membawa sajian untuk
upacara keagamaan
(Sumber: Dokumentasi penulis)
Hidup berkebudayaan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, melalui suatu kontrak sosial
atau perjanjian bersama. Dalam kontrak sosial tersebut setiap individu
rela memberikan sebagian dari kebebasannya untuk bisa diatur oleh
suatu otoritas politik, yaitu negara. Di lain pihak, otoritas negara harus
menjamin pemenuhan hak-hak asasi manusia, seperti beragama atau
tidak beragama, berpendapat, berkeyakinan, bekerja untuk mencari
nafkah, membentuk keluarga dan rumah tangga dan memperoleh keadilan yang luas. Namun dalam hidup bernegara, setiap warga negara
memikul sejumlah kewajiban yang ditetapkan oleh negara berdasarkan
kesepakatan bersama, seperti membayar pajak, mengikuti aturan-aturan
hukum dan mempertahankan negara.
Kebudayaan juga merupakan sebuah tatanan hidup yang dibagi
menjadi empat sektor menurut aturan pergaulannya (Rahardjo, 2007).
Pertama, sektor negara yang memiliki alat pemaksa dan monopoli
kekerasan berdasar hukum. Kedua, pasar yang merupakan mekanisme
mencari nafkah melalui produksi dan pertukaran yang berkeadilan bagi
setiap orang. Ketiga sektor masyarakat sipil yang didasarkan kepada
365
kesukarelaan dalam tolong-menolong. Keempat, wilayah kehidupan
primordial di tingkat individu dan keluarga yang bersifat privasi. Walaupun
keempat sektor itu berbeda dan terpisah, namun merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi guna mencapai tujuan-tujuan kebudayaan.
Bermasyarakat dan berbangsa adalah merupakan naluri manusia,
sebagai makhluk bermasyarakat dan bagi orang yang beragama, sekaligus merupakan perintah Tuhan. Namun berbeda dengan berkumpulnya
makhluk hewani, manusia itu berkumpul karena dan untuk mengacu
kepada sekumpulan nilai-nilai luhur seperti keadilan, kesejahteraan,
permusyawaratan dan perdamaian. Bermasyarakat dan bernegara diatur
oleh suatu otoritas yang dibentuk melalui kesepakatan dan perjanjian
luhur. Tujuan pengaturan dalam menjamin tercapainya kebaikan dan
tiadanya keburukan dan kejahatan yang menjadi misi otoritas negara.
Demikian pula dalam bernegara, suatu masyarakat dan bangsa
juga mengacu kepada nilai-nilai luhur yang diyakini bersama. Dalam
konteks Indonesia, nilai luhur itu dirumuskan dalam suatu sistem nilai
yang terdiri dari lima sila, karena itu disebut Pancasila, yaitu Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi
seluruh Rakyat Indonesia. Atas dasar lima sila itulah seluruh masyarakat
dan bangsa Indonesia bersatu dan hidup secara bergotong-royong atas
dasar asas kekeluargaan. Itulah modal sosial yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia dalam hidup berkebudayaan.
Dalam hidup berkebudayaan melalui kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, setiap individu dikendalikan oleh suatu aturan
hidup bermasyarakat. Pada dasarnya aturan hidup itu bertujuan untuk
melindungi dan merawat iman atau kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menghargai nilai-nilai individu yang merupakan kehormatan
dan karena itu harus dihormati oleh setiap orang, menjaga dan
mempertahankan hidup, melangsungkan keturunan dan menjaga
kepemilikan yang merupakan anugerah Tuhan yang diperoleh melalui
kerja. Setiap undang-undang dan peraturan, baik formal maupun
informal, harus mengacu kepada tujuan-tujuan pengaturan itu dan karena
itu harus dirumuskan melalui proses permusyawaratan.
Keempat sektor itu bersama-sama melakukan pembangunan
yang berencana dalam rangka menciptakan masa depan yang senantiasa lebih baik. Sebab, menciptakan masa depan adalah ciri kebudayaan
366
juga. Pembangunan dilakukan dengan mengolah berbagai sumberdaya
atau faktor-faktor produksi, yang juga merupakan modal pembangunan,
yang mencakup sumberdaya alam, tenaga kerja dan kepemimpinan atau
kewiraswastaan. Tiga modal ini kemudian menghasilkan modal turunan
atau sekunder, yaitu modal finansial atau uang, teknologi, organisasi atau
lembaga, nilai-nilai budaya, nilai-nilai spriritual dan prasarana fisik.
Sumberdaya-sumberdaya itu harus diolah secara berhati-hati dan bertanggung-jawab menurut prinsip-prinsip pengelolaan yang baik (good
governance), yaitu: tanggung-jawab, transparansi, keadilan atau
kewajaran (fairness). Sebuah mekanisme pengelolaan yang baik akan
menghasilkan efisiensi dan produktivitas, dua sisi dari mata uang yang
sama dari sebuah kebudayaan, karena kebudayaan adalah sekumpulan
aktivitas manusia secara bersama-sama.
Mekanisme kebudayaan merupakan interaksi antara empat unsur
dalam suatu kegiatan pembangunan. Pertama adalah anthropos, kedua
ethnos, ketiga techne dan keempat oikos. Anthropos adalah manusia
sebagai individu yang merupakan subjek dan aktor sentral, yang sekaligus sumber kegiatan maupun tujuan pembangunan itu sendiri, karena
pengertian pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya dan
masyarakat seluruhnya. Pembangunan pada hakekatnya adalah realisasi
manusia dalam menciptakan lingkungan hidup yang manusiawi atau
berbudaya. Lingkungan yang manusiawi adalah lingkungan yang bermakna dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, pembangunan tidak
hanya bersifat material, melainkan juga bersifat rohaniah atau spiritual.
Dalam konteks pembangunan Indonesia, pembangunan adalah realisasi
dari nilai-nilai Pancasila yang bertitik sentral manusia yang dimuliakan
oleh Tuhan, karena manusia adalah sebuah mahkluk yang sempurna.
Ethnos adalah komunitas atau kelompok manusia, yang berarti
bahwa pembangunan merupakan bentuk hubungan interaksi antara
sesama manusia, sebagai keluarga besar yang bernama masyarakat.
Oleh karenanya sifat pembangunan adalah kekeluargaan atau gotong
royong; ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Komunitas adalah
realitas yang harus diakui, karena manusia pada hekakatnya adalah
homo-socius, makhluk bermasyarakat. Di satu pihak, kumpulan individu
membentuk masyarakat, tetapi sebaliknya, masyarakat juga membentuk
individu. Tapi dalam pengertian kebudayaan, individu dalam falsafah
kekekuargaan adalah subjek yang memiliki individualitas. Individu adalah
suatu ego, yaitu kepribadian yang kritis, rasional, menyadari harga diri.
367
Tetapi, dalam hidup berkeluarga, individu tidak boleh bersikap egois,
yaitu mementingkan diri sendiri atau bebas yang tidak menghiraukan
kebebasan orang lain. Dengan perkataan lain setiap individu menyadari
jati dirinya yang merupakan kehormatan (honour) baginya.
Techne adalah alat untuk mengolah alam dan masyarakat.
Techne adalah bagian dari benda kebudayaan yang bersumber dari
manusia sebagai mahkluk yang bermain (homo luden) atau makhluk
yang membuat dan memakai alat (a tool making and using animal). Jadi
alat adalah perantara atau kepanjangan tangan manusia dalam mengolah lingkungannya. Techne terdiri dari dua macam. Pertama yang
bersifat fisik. Dari teknik itulah berkembang teknologi yang merupakan
sistem peralatan. Kedua bersifat sosial, yang disebut organisasi.
Keduanya bekerja melalui proses yang sama, yaitu berawal dari masukan
(input), berproses melalui thoughtput dan akhirnya menghasilkan output,
atau produk akhir.
Dalam perkembangan teknologi sebagai sistem peralatan,
seringkali manusia menjadi budak dari teknologi dan lembaga-lembaga
yang dipakai. Padahal dalam rangka kebudayaan, teknologi dan sistem
kelembagaan itu harus bisa dijinakkan guna melayani kebutuhankebutuhan manusia.
Oikos adalah universum kosmis atau ruang hidup dan yang
terdekat disebut juga lingkungan hidup atau ekologi. Dalam lingkungan
hidup itulah manusia menjalankan proses pembudayaan dengan
merubah alam menjadi budaya. Dalam hal ini perlu diingat bahwa
manusia adalah merupakan bagian, yaitu merupakan mikrokosmis dari
alam semesta. Hal ini mengharuskan manusia untuk hidup bersama.
Namun begitu, manusia dengan teknologi dan organisasinya sering
terjerumus dalam eksploitasi yang merusak, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Karena itu maka dalam berkebudayaan,
manusia, selain memanfaatkan alam, juga mampu melestarikannya dan
yang telah dirusak harus bisa dipulihkan kembali. Sebab dampak
kerusakan lingkungan akan mengakibatkan bencana bagi kehidupan
manusia sendiri. Perlu diingat bahwa sistem ekologi merupakan satu
kesatuan. Kerusakan pada bagian yang satu akan berdampak bagi
bagian lainnya, sehingga berkebudayaan berarti juga memelihara
ekosistem.
Sementara itu manusia sebagai pribadi juga terdiri dari empat
elemen. Pertama adalah Id, kedua adalah nafsu sufiyah, ketiga adalah
368
ego atau nafsu lawwamah dan keempat adalah nafsu mutmainnah atau
nafsu Ilahiah (Rahardjo, 2007).
Id adalah dorongan-dorongan atau insting jasmaniah yang
memberi kekuatan untuk hidup sebagai manusia basariah atau manusia
jasmaniah. Nafsu ini menyebabkan sikap agresif manusia yang
mengaggap manusia lainnya sebagai saingannya. Nafsu sufiyah adalah
nafsu yang melahirkan cinta, simpati dan empati kepada manusia yang
lain. Jika nafsu jasmaniah menimbulkan ketagangan, nafsu sufiyah
menimbulkan relaksasi. Ego adalah bagian kepribadian manusia yang
kritis karena ego adalah bagian kepribadian yang berfikir atau rasional.
Sedangkan nafsu mutmainnah atau Ilahiah adalah bagian kepribadian
yang menampung nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh keluarga dan
masyarakat. Dari empat bagian itu, kombinasi ego dan nafsu sufiyah
berperan sebagai pengendali dan penyeimbang. Jika Id mendorong
kepada kejahatan, maka nafsu Ilahiah mendorong kepada kebaikan dan
idealitas. Perkembangan yang berlebihan pada Id maupun nafsu
mutmainnah menimbulkan neurosis atau sakit jiwa. Karena itu, maka
kedua kutub kepribadian tersebut harus bisa diharmonisasikan oleh Ego
dan nafsu sufiyah. Namun kesemuan nafsu itu bersama-sama membentuk kebudayaan. Ketertinggalan pada salah satu nafsu akan menimbulkan masalah, penyelewengan atau ekses dalam kebudayaan.
Kecenderungan penyimpangan itu ada empat macam: reifikasi,
manupulasi, fragmentasi dan individualisasi (Rahardjo, 2007). Masingmasing kecenderungan itu menyimpangkan manusia dari tujuan kebudayaan yang sesungguhnya, walaupun hal itu sering tidak disadari oleh
manusia.
Reifikasi adalah kecenderungan untuk mewujudkan segala kebudayaan dalam bentuk-bentuk, angka-angka atau kuantitas dan bentuk
lahiriah. Kepuasan pekerjaan diukur dari segi material, tingkah laku
lahiriah, rupa, suara dan bahasa yang bisa ditangkap oleh pancaindera.
Hal ini tampak pada laporan pembangunan yang memperlihatkan
keberhasilan-keberhasilan dengan angka, dalam kuantitas dan statistik
perkembangan (time-series). Kecenderungan ini seringkali berlebihan
misalnya dengan mengukur perasaan cinta, kesenangan, keindahan atau
kebahagiaan. Karena itu yang bersifat mental atau rohaniah tidak tampak
dan dirasakan. Di sinilah terjadinya pendangkalan pemaknaan
kebudayaan. Sukses kesenian umpamanya, diukur dengan nilai
komersial suatu pertunjukan. Ekses yang tampak adalah produksi massal
369
dan komersialisasi barang-barang kesenian, yang menjadikan manusia
sebagai alat produksi dan objek pemerasan, atau ritualisasi kegiatan
ibadah atau bahkan komersialisasi agama.
Manipulasi adalah kegiatan yang menyalahgunakan proses dan
barang kebudayaan untuk kepentingan yang rendah, misalnya demi
keuntungan. Manipulasi ini tampak dalam iklan yang mengelabui orang
tentang suatu produk, misalnya melebih-lebihkan khasiat suatu obat atau
mengubah informasi dampak negatif suatu barang konsumsi menjadi
sesuatu yang bermanfaat. Misalnya memperagakan rokok yang sebenarnya menggangu dan merusak kesehatan menjadi simbol kejantanan atau
gaya hidup pria yang terhormat. Maksudnya adalah supaya barang itu
laku dijual, padahal pengonsumsian atau penggunaannya akan merugikan, tetapi hal itu disembunyikan dengan mengelabui orang dengan video
klip atau film-iklan. Manipulasi itu sering terkesan merupakan pembohongan publik, namun merupakan informasi yang efektif dan mengandung nilai komersial yang tinggi. Di sini yang banyak dimanipulasi adalah
hasil karya kesenian atau dakwah keagamaan.
Fragmentasi adalah gejala penyekatan yang tampak dari akibat
spesialisasi, profesionalisasi dalam kegiatan-kegiatan orang-orang badan
kelompok-kelompok masyarakat. Fregmentasi ini menghasilkan suatu
bangunan yang parsial dan berdimensi tunggal (one-dimension). Di sini,
manusia dihargai dari ketrampilan dan keahliannya yang khusus. Dalam
profesionalisme, kedudukan dan jabatan seseorang menjadi penting yang
menutupi kualitas-kualitas kemanusiaan yang lain. Dalam profesionalisme persaingan dalam keahlian merupakan aturan permainan, sehingga
hubungan antar-manusia menjadi kaku dan tidak akrab. Memang
hubungan antar-manusia menjadi rasional, tetapi hal ini mereduksi
hubungan emosional, karena hubungan emosional dianggap destruktif
terhadap profesionalisme. Fragmentasi ini bisa berlanjut menjadi alienasi
seseorang dari masyarakat atau benda-benda sekelilingnya, bahkan
yang dibuatnya sendiri. Dalam fragmentasi ini, kehidupan manusia
dikotak-kotakkan dalam profesi, spesialisasi, kedudukan dan jabatan
yang bersifat hierarkis. Fragmantasi merupakan represi dalam kehidupan
kebudayaan karena orang terlalu dikuasai oleh disiplin yang didorong
oleh persaingan.
Individualisasi adalah kecenderungan memecah masyarakat
menjadi individu-individu yang dikemudikan oleh kepentingan pribadi
(self-interest) yang sempit. Sebenarnya dampak individualisasi itu perlu
370
dibedakan antara individualisme dan egoisme. Individualisme adalah
paham yang menghargai individu dan menghormati diri pribadi seseorang
yang otonom yang memiliki hak-hak asasi dalam suatu negara atau
masyarakat. Individualisme itu melahirkan penghargaan pada diri sendiri,
tetapi harus juga menghargai individu yang lain. Individualisme adalah
juga penghargaan pada hak-hak pribadi, misalnya hak milik dan
kebebasan. Tetapi hak milik dan kebebasan seseorang itu dibatasi oleh
hak milik dan kebebasan orang lain. Karena itu, maka individualisme
menghasilkan kebebasan dan otonomi individu tetapi juga sekaligus
kewajiban-kewajiban asasi individu terhadap masyarakat. Dampak lain
individualisasi adalah egoisme, yaitu sikap yang mementingkan diri
sendiri dengan mengabaikan kepentingan orang lain. Egoisme ini adalah
penyimpangan dari tujuan kebudayaan, sedangkan individualisme, jika
dipahami dan dipraktekkan secara benar, masih berada dalam ruang
lingkup kebudayaan, karena individualisme memberikan penghargaan
dan pemuliaan kepada manusia sebagai individu. Namun individualisme
ini bisa kebablasan menjadi egoisme karena melepaskan dirinya dari
masyarakat. Karena itu maka individualisme harus diimbangi dengan
prinsip-prinsip komunitarian karena individu itu tidak mungkin ada atau
berfungsi tanpa komunitas. Kombinasi antara individualisme dan
komunitarianisme, yang merupakan harmonisasi, jalan tengah dan
moderasi itulah yang membentuk kebudayaan.
Individualisme sebenarnya merupakan peringatan untuk waspada
terhadap kemungkinan berkembang kepada otoritarianisme, karena
otoritarianisme menimbulkan penindasan kepada hak-hak asasi manusia.
Otoritarianisme itu di masa lalu lahir dari persekutuan antara otoritas
keagamaan dan otoritas politik atau kekuasaan. Kemudian pada abad ke
20, otoritarianisme lahir dari persekutuan antara ideologi dan kekuasaan,
sehingga dalam suatu negara otoriter, hegemoni dipertahankan dengan
aparatur negara dan aparatur ideologi.
Tugas 8.1
Berilah contoh kebudayaan nasional Indonesia ditinjau dari unsurunsur kebudayaan!
371
B. HUBUNGAN ANTAR BUDAYA
1. Budaya dan Komunikasi
Hubungan antara budaya dengan komunikasi penting dipahami
untuk memahami komukasi antar budaya, oleh karena melalui pengaruh
budayalah orang-orang belajar berkomunikasi.
Gambar 8.4 Kentongan
(Sumber: Dokumentasi penulis)
Orang Jawa, orang Betawi atau orang Amerika belajar
berkomunikasi seperti orang-orang Jawa, orang-orang Betawi, atau
orang-orang Amerika lainnya. Perilaku mereka mengandung makna,
sebab perilaku tersebut dipelajari dan diketahui serta terikat oleh budaya.
Orang-orang memandang dunia mereka melalui kategori-kategori,
konsep-konsep, dan label-label yang dihasilkan budaya mereka.
Gambar 8.4 adalah alat komunikasi yang biasa dipergunakan
masyarakat Jawa pada jaman dulu, dan sekarang kadang masih
dipergunakan pada masyarakat tertentu, biasanya di daerah pedesaan.
Cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita,
bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu terutama merupakan respons terhadap dan fungsi
budaya kita.
372
Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan
perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya
tersebut pun akan berbeda pula.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan
perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi
banyak kegiatan sosial manusia.
Unsur sosio-budaya yang berhubungan dengan persepsi, proses
verbal dan proses non-verbal merupakan bagian-bagian dari komunikasi
antar budaya.
Bila unsur-unsur tersebut dipadukan, sebagaimana yang kita lakukan ketika kita berkomunikasi, unsur-unsur tersebut bagaikan komponenkomponen suatu sistem stereo (D Mulyana dan J Rachmad; 2005) setiap
komponen berhubungan dengan dan membutuhkan komponen lainnya,
Unsur-unsur tersebut membentuk suatu matriks yang kompleks
mengenai unsur-unsur yang sedang berinteraksi yang beroperasi
bersama-sama, yang merupakan suatu fenomena kompleks yang disebut
komunikasi antar budaya.
a. Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,
mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan
eksternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara kita mengubah energienergi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna.
Secara umum dipercaya bahwa orang-orang berperilaku sedemikian rupa sebagai hasil dari cara mereka mempersepsi dunia yang sedemikian rupa pula. Perilaku-perilaku ini dipelajari sebagai bagian dari
pengalaman budaya mereka.
Baik dalam menilai kecantikan atau melukiskan salju, kita memberikan respons kepada stimuli tersebut sedemikian rupa sebagaimana
yang budaya kita telah ajarkan kepada kita. Kita cenderung memperhatikan, memikirkan dan memberikan respons kepada unsur-unsur dalam
lingkungan kita yang penting bagi kita.
Di Amerika Serikat, orang mungkin merespons terutama ukuran
dan harga sesuatu, sedangkan bagi orang Jepang, warna mungkin merupakan kriteria yang penting. Budaya cenderung menentukan kriteria
mana yang penting ketika kita mempersepsi sesuatu. Komunikasi antar
373
budaya akan lebih dapat dipahami sebagai perbedaan budaya dalam
mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian.
Suatu prinsip penting berdasarkan pendapat tersebut adalah
bahwa masalah-masalah kecil dalam komunikasi sering diperumit oleh
perbedaan-perbedaan persepsi. Untuk memahami dunia dan tindakantindakan orang lain, kita harus memahami kerangka persepsinya. Kita
harus belajar memahami bagaimana mempersepsi dunia.
Dalam komunikasi antar budaya yang ideal kita akan mengharapkan banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi. Tetapi karakter
budaya cenderung memperkenalkan kita kepada pengalaman-pengalaman yang tidak sama, dan oleh karenanya, membawa kita kepada persepsi
yang berbeda-beda atas dunia eksternal.
Tiga unsur sosio-budaya mempunyai pengaruh yang besar dan
langsung atas makna-makna yang kita bangun dalam persepsi kita.
Unsur-unsur tersebut adalah sistem-sistem kepercayaan (belief), nilai
(value), sikap (attitude); pandangan dunia (world view), dan organisasi
sosial (social organization). Ketika ketiga unsur utama ini mempengaruhi
persepsi kita dan makna yang kita bangun dalam persepsi, unsur-unsur
tersebut mempengaruhi aspek-aspek makna yang bersifat pribadi dan
subjektif.
Semua manusia mungkin melihat entitas sosial yang sama dan
menyetujui entitas sosial tersebut dengan menggunakan istilah-istilah
yang objektif, tetapi makna objek atau peristiwa tersebut bagi kita sebagai
individu mungkin sangat berbeda. Misalnya, orang Jawa dan orang Bugis
akan setuju secara objektif bahwa seseorang tertentu adalah wanita.
Tetapi kemungkinan besar mereka tidak akan setuju tentang apa arti
seorang wanita secara sosial.
b. Sistem-Sistem Kepercayaan, Nilai, Sikap
Kepercayaan secara umum dapat dipandang sebagai kemungkinan-kemungkinan subjektif yang diyakini individu bahwa suatu objek
atau peristiwa memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Kepercayaan
melibatkan hubungan antara objek yang dipercayai dan karakteristikkarakteristik yang membedakannya.
Derajat kepercayaan kita mengenai suatu peristiwa atau suatu
objek yang memiliki karakteristik-karakteristik tertentu menunjukkan
tingkat kemungkinan subjektif kita dan konsekuensinya, juga menunjukkan kedalaman atau intensitas kepercayaan kita. Tegasnya, semakin
374
pasti kita dalam kepercayaan kita, semakin besar pulalah intensitas
kepercayaan tersebut.
Budaya memainkan peranan penting dalam pembentukan
kepercayaan. Apakah kita menerima dan percaya kebenaran manfaat
dari kopi, makanan dan minuman suplemen, daun teh, bergantung pada
latar belakang budaya dan pengalaman-pengalaman kita.
Dalam komunikasi antar budaya tidak ada hal yang benar atau hal
yang salah sejauh hal-hal tersebut berkaitan dengan kepercayaan. Bila
seseorang percaya bahwa suara angin dapat menuntun perilaku seseorang ke jalan yang benar, kita tidak dapat mengatakan bahwa
kepercayaan itu salah; kita harus dapat mengenai dan menghadapi
kepercayaan tersebut bila kita ingin melakukan komunikasi antar budaya
yang sukses dan memuaskan.
Nilai-nilai adalah aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan,
nilai dan sikap. Dimensi-dimensi evaluatif ini meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan, dan kesenangan. Meskipun setiap orang mempunyai suatu tatanan
nilai yang unik, terdapat pula nilai-nilai yang cenderung menyerap
budaya. Nilai-nilai ini dinamakan nilai-nilai budaya.
Nilai-nilai budaya biasanya berasal dari isu-isu filosofis lebih besar
yang merupakan bagian dari suatu milieu budaya. Nilai-nilai ini umumnya
normatif dalam arti bahwa nilai-nilai tersebut menjadi rujukan seorang
anggota budaya tentang apa yang baik dan apa yang buruk, yang benar
dan yang salah, yang sejati dan palsu, positif dan negatif, dan
sebagainya.
Nilai-nilai budaya menentukan bagaimana orang layak mati dan
untuk apa, apa pantas dilindungi, apa yang menakutkan orang-orang dan
sistem sosial mereka, hal-hal apa yang patut dipelajari dan dicemoohkan,
dan peristiwa-peristiwa apa menyebabkan individu-individu memiliki
solidaritas kelompok.
Nilai-nilai budaya juga menegaskan perilaku-perilaku mana yang
penting dan perilaku-perilaku mana pula yang harus dihindari. Nilai-nilai
budaya adalah seperangkat aturan terorganisasikan untuk membuat pilihan-pilihan dan mengurangi konflik dalam suatu masyarakat.
Nilai-nilai dalam suatu budaya menampakkan diri dalam perilaku
para anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut. Nilai-nilai ini
disebut nilai-nilai normatif. Maka, orang-orang Katolik dituntut untuk
menghadiri misa, para pengendara dituntut untuk berhenti ketika lampu
375
lalu lintas berwarna merah, dan para pekerja dituntut untuk datang di
tempat kerja pada waktu yang telah ditetapkan. Kebanyakan orang
melaksanakan perilaku-perilaku normatif, sedikit orang tidak.
Orang yang tak melaksanakan perilaku normatif mungkin mendapat sanksi informal ataupun sanksi yang sudah dibakukan. Seorang
Katolik yang tidak menghadiri misa mungkin akan menerima kunjungan
pendeta, pengendara kendaraan bermotor yang melanggar aturan lalu
lintas mungkin akan menerima surat tilang, dan seorang pegawai yang
malas mungkin akan dipecat.
Perilaku-perilaku normatif juga tampak pada perilaku-perilaku
sehari-hari yang menjadi pedoman bagi individu dan kelompok untuk
mengurangi atau menghindari konflik.
Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi bagi pengembangan dan isi sikap. Kita boleh mendefinisikan sikap sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu
objek secara konsisten. Sikap itu dipelajari dalam suatu konteks budaya.
Bagaimanapun lingkungan kita, lingkungan itu akan turut membentuk
sikap kita, kesiapan kita untuk merespons, dan akhirnya perilaku kita.
Bias budaya dalam sistem kepercayaan, nilai, sikap dapat dilihat
pada contoh pertarungan dengan banteng. Banyak orang Amerika Utara
percaya bahwa kekejaman terhadap binatang adalah salah dan bahwa
perbuatan meletihkan dan membunuh seekor banteng adalah contoh
kekejaman tersebut. Konsekuensinya, banyak orang Amerika Utara
memandang pertarungan melawan banteng dengan sikap negatif dan
akan menghindari tontonan tersebut, walaupun tontonan tersebut lewat
televisi.
Sebagian orang bahkan berkampanye agar pertarungan itu dilarang. Tetapi bagi kebanyakan orang Amerika Latin, pertarungan
melawan banteng adalah suatu kontes keberanian antara manusia dan
binatang. Tontonan tersebut dinilai positif, dan kemenangan seorang
matador tidaklah dianggap sebagai kekejaman terhadap binatang, melainkan sebagai perbuatan berani, keterampilan, dan ketangkasan fisik.
Dalam konteks budaya masyarakat tersebut, menyaksikan pertarungan manusia melawan banteng adalah menyaksikan suatu kesempatan terbaik dalam hidup ketika manusia mendemonstrasikan dominasinya atas binatang. Kemenangan atas banteng bahkan melambangkan
kemenangan kebajikan atas kejahatan.
376
c. Pandangan Dunia (World View)
Budaya, meskipun konsep dan uraiannya abstrak, merupakan
salah satu unsur terpenting dalam aspek-aspek perseptual komunikasi
antar budaya. Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya
terhadap hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam semesta, dan masalah-masalah filosofis lainnya yang berkenaan dengan konsep makhluk.
Pandangan dunia membantu kita untuk mengetahui posisi dan
tingkatan kita dalam alam semesta. Oleh karena pandangan dunia begitu
kompleks, kita sulit melihatnya dalam suatu interaksi antar budaya.
Isu-isu pandangan dunia bersifat abadi dan merupakan landasan
paling mendasar dari suatu budaya. Seorang Katolik tentu saja
mempunyai suatu pandangan dunia yang berbeda dibandingkan dengan
seorang Muslim, Yahudi, atau seorang Atheis.
Pandangan dunia orang-orang Indian Amerika tentang kedudukan
manusia dalam alam semesta tentu sangat berbeda dengan pandangan
orang-orang Amerika asal Eropa kelas menengah tentang hal yang
sama. Penduduk asli Amerika itu memandang manusia bersatu dengan
alam. Mereka menganggap bahwa ada suatu hubungan yang seimbang
antara manusia dan lingkungan, suatu kerjasama (partnership) yang adil
dan terhormat. Sementara itu, orang-orang Amerika keturunan Eropa itu
mempunyai gambaran dunia yang berpusat pada manusia. Oleh karena
mereka mempunyai kepercayaan yang kuat bahwa manusia itu berkuasa
dan terpisah dari alam, mereka memperiakukan alam semesta sebagai
milik mereka, suatu tempat untuk melaksanakan keinginan-keinginan dan
harapan-harapan mereka dengan kekuasaan ilmu dan teknologi.
Pandangan dunia sangat mempengaruhi budaya. Efeknya
seringkali tak kentara dalam hal-hal yang tampak nyata dan remeh
seperti pakaian, isyarat, dan perbendaharaan kata.
Bayangkan pandangan dunia suatu budaya analog dengan
sebuah batu kerikil yang dilemparkan ke kolam. Seperti batu yang
menyebabkan riak-riak yang menyebar di seluruh permukaan kolam,
pandangan dunia menyebar pula pada budaya dan menembus setiap
fasetnya.
Pandangan dunia mempengaruhi kepercayaan, nilai, sikap,
penggunaan waktu, dan banyak aspek budaya lainnya. Dengan cara-cara
yang tak terlihat dan tidak nyata, pandangan dunia sangat mempengaruhi
komunikasi antar budaya, oleh karena sebagai anggota suatu budaya
setiap pelaku komunikasi mempunyai pandangan dunia yang tertanam
377
dalam pada jiwa yang sepenuhnya dianggap benar dan ia otomatis
menganggap bahwa pihak lainnya memandang dunia sebagaimana ia
memandangnya.
d. Organisasi Sosial
Cara bagaimana suatu budaya mengorganisasikan dirinya dan
lembaga-lembaganya juga mempengaruhi bagaimana anggota-anggota
budaya mempersepsi dunia dan bagaimana mereka berkomunikasi.
Keluarga, meskipun merupakan organisasi sosial terkecil dalam
suatu budaya, mempunyai pengaruh terpenting dalam pengembangan
nilai dan budaya masyarakat. Keluargalah yang paling berperanan dalam
mengembangkan anak selama periode-periode formatif dalam kehidupannya. Keluarga memberikan banyak pengaruh budaya kepada anak,
bahkan sejak pembentukan sikap pertamanya sampai pemilihan atas
barang-barang mainannya. Keluarga juga membimbing anak dalam
menggunakan bahasa, mulai dari cara memperoleh kata hingga dialek.
Keluarga juga memberikan persetujuan, dukungan, ganjaran, dan
hukuman yang mempengaruhi nilai-nilai yang anak kembangkan dan
tujuan-tujuan yang ia ingin capai. Misalnya anak-anak belajar lewat
observasi dan komunikasi bahwa diam itu penting atau dihargai dalam
budaya mereka, seperti di Jepang, mereka akan merefleksikan aspek budaya tersebut dalam perilaku mereka dan membawanya ke dalam situasisituasi komunikasi antar budaya.
Sekolah adalah organisasi sosial yang penting. Sekolah diberi
tanggung jawab besar untuk mewariskan dan memelihara suatu budaya.
Sekolah merupakan penyambung penting yang menghubungkan masa
lalu dan juga masa depan. Sekolah memelihara budaya dengan memberi
tahu anggota-anggota barunya apa yang telah terjadi, apa yang penting,
dan apa yang harus diketahui seseorang sebagai anggota budaya.
Sekolah mungkin mengajarkan geografi atau mengukir kayu, matematika
atau ilmu alam; sekolah mungkin menekankan revolusi yang melandaskan perdamaian atau kekerasan. Sekolah mungkin pula memberikan suatu versi khusus sejarah yang sesuai dengan budaya. Namun
apapun yang diajarkan di sekolah, pelajaran itu ditentukan oleh budaya
tempat sekolah itu berada.
378
e. Proses-Proses Verbal
Proses-proses verbal tidak hanya meliputi bagaimana kita
berbicara dengan orang lain namun juga kegiatan-kegiatan internal
berpikir dan pengembangan makna bagi kata-kata yang kita gunakan.
Proses-proses ini (bahasa verbal dan pola-pola berpikir) secara vital
berhubungan dengan persepsi dan pemberian serta pernyataan makna.
f. Bahasa Verbal
Setiap diskusi tentang bahasa dalam peristiwa-peristiwa antar
budaya harus mengikutsertakan pembahasan atas isu-isu bahasa yang
umum sebelum membahas masalah-masalah khusus tentang bahasa
asing, penerjemahan bahasa, dan diaiek serta logat subkultur dan
subkelompok.
Secara sederhana bahasa dapat diartikan sebagai suatu sistem
lambang terorganisasikan, disepakati secara umum dan merupakan hasil
belajar, yang dipergunakan untuk menyajikan pengalaman-pengalaman
dalam suatu komunitas geografis atau budaya. Objek-objek, kejadiankejadian, pengalaman-pengalaman, dan perasaan-perasaan mempunyai
suatu label atau nama tertentu semata-mata karena suatu komunitas
orang, atas kehendak mereka, memutuskan untuk menamakan hal-hal
tersebut demikian. Karena bahasa merupakan suatu sistem tak pasti
untuk menyajikan realitas secara simbolik, maka makna kata yang
digunakan bergantung pada berbagai penafsiran.
Bahasa merupakan alat utama yang digunakan budaya untuk
menyalurkan kepercayaan, nilai, dan norma. Bahasa merupakan alat bagi
orang-orang untuk berinteraksi dengan orang-orang lain dan juga sebagai
alat untuk berpikir. Maka, bahasa berfungsi sebagai suatu mekanisme
untuk berkomunikasi dan sekaligus sebagai pedoman untuk melihat
realitas sosial. Bahasa mempengaruhi persepsi, menyalurkan, dan turut
membentuk pikiran.
g. Pola-Pola Berpikir
Proses-proses mental, bentuk-bentuk penalaran, dan pendekatanpendekatan terhadap pemecahan masalah yang terdapat dalam suatu
komunitas, merupakan suatu komponen penting budaya. Kecuali bila
mereka mempunyai pengalaman bersama orang-orang lain dari budaya
lain yang mempunyai pola berpikir yang berbeda, kebanyakan orang
menganggap bahwa setiap orang berpikir dengan cara yang sama.
379
Namun, kita harus sadar bahwa terdapat perbedaan-perbedaan
budaya dalam aspek-aspek berpikir. Perbedaan-perbedaan ini dapat
dijelaskan dengan membandingkan pola-pola berpikir Barat dan pola-pola
berpikir Timur. Di Barat umumnya orang berpikir bahwa ada suatu
hubungan yang langsung antara konsep-konsep mental dan dunia
realitas yang nyata.
Orientasi ini menuntut pertimbangan logis dan rasionalitas. Ada
kepercayaan bahwa kebenaran terdapat di luar sana, bahwa kebenaran
dapat diperoleh dengan mengikuti tahapan-tahapan logis yang benar.
Pandangan Timur, sebagaimana dicontohkan dengan pandangan
pemeluk agama Tao, menunjukkan bahwa bagi mereka, manusia tidak
dianugerahi rasionalitas yang segera. Kebenaran tidak ditemukan dengan
pencarian aktif dan penerapan cara-cara berpikir ilmiah dan rasional.
Sebaliknya, orang harus menunggu, dan bila kebenaran memang harus
diketahui, maka kebenaran itu akan menampakkan diri.
Perbedaan utama dalam kedua pandangan ini terdapat pada
bidang kegiatan. Bagi orang-orang Barat, kegiatan manusia itu penting
dan akhirnya akan menuntun kepada penemuan kebenaran. Dalam
tradisi pemeluk agama Tao, kebenaran merupakan agen yang aktif, dan
bila kebenaran itu harus diketahui, kebenaran akan muncul melalui
kegiatan penampakan diri kebenaran tersebut.
Pola-pola berpikir suatu budaya mempengaruhi bagaimana
individu-individu dalam budaya itu berkomunikasi, yang pada gilirannya
akan mempengaruhi bagaimana setiap orang merespons individuindividu dari suatu budaya lain. Kita tak dapat mengharapkan setiap
orang untuk menggunakan pola-pola berpikir yang sama, namun
memahami bahwa terdapat banyak pola berpikir dan belajar menerima
pola-pola tersebut akan memudahkan komunikasi antar budaya kita.
h. Proses-Proses Non-verbal
Proses-proses verbal merupakan alat utama untuk pertukaran
pikiran dan gagasan, namun proses-proses ini sering dapat diganti oleh
proses-roses non-verbal.
Walaupun tidak terdapat kesepakatan tentang bidang proses nonverbal ini/kebanyakan ahli setuju bahwa hal-hal berikut termasuk dalam
proses non-verbal dalam komunikasi: isyarat, ekspresi wajah, pandangan
mata, postur dan gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, artefak, diam, ruang,
waktu, dan suara.
380
Proses non-verbal yang relevan dengan komunikasi antar budaya
meliputi tiga aspek: perilaku non-verbal yang berfungsi sebagai bentuk
bahasa diam, konsep waktu, dan penggunaan dan pengaturan ruang.
i. Perilaku Non-verbal
Aktivitas manusia yang merupakan perilaku non-verbal sangat
banyak. Satu atau dua contoh kiranya memungkinkan kita untuk
menggambarkan bagaimana isu-isu non-verbal ini relevan dengan
komunikasi antar budaya. Sentuhan sebagai bentuk komunikasi dapat
menunjukkan bagaimana komunikasi non-verbal merupakan suatu
produk budaya. Di Jerman kaum wanita seperti juga kaum lelakinya biasa
berjabatan tangan dalam pergaulan sosial; di Amerika Serikat kaum
wanita jarang berjabatan tangan. Di Muangthai, orang-orang tidak
bersentuhan (berpegangan tangan dengan lawan jenis) di tempat umum,
dan memegang kepala seseorang merupakan suatu pelanggaran sosial.
Apa yang akan terjadi bila orang tidak memahami perbedaan-perbedaan
tersebut. Contoh lain misalnya adalah kontak mata. Di Amerika Serikat
orang dianjurkan untuk mengadakan kontak mata ketika berkomunikasi.
Di Jepang kontak mata seringkali tidak penting. Beberapa suku Indian
Amerika mengajari anak-anak mereka bahwa kontak mata dengan orang
yang lebih tua merupakan tanda kekurangsopanan.
Sebagai suatu komponen budaya, ekspresi non-verbal mempunyai banyak persamaan dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem
penyandian yang dipelajari dan diwariskan sebagai bagian pengalaman
budaya. Sebagaimana telah dipahami bahwa kata stop dapat berarti
berhenti, kita pun telah mempelajari bahwa lengan yang diangkat lurus di
udara dengan telapak tangan menghadap ke muka sering berarti hal
yang sama. Karena kebanyakan komunikasi non-verbal berlandaskan
budaya, apa yang dilambangkannya seringkali merupakan hal yang telah
budaya sebarkan kepada anggota-anggotanya. Misalnya lambang nonverbal untuk bunuh diri berbeda-beda antara budaya yang satu dengan
budaya lainnya. Di Amerika serikat hal itu dilambangkan dengan jari yang
diarahkan ke pelipis, di Jepang dilambangkan dengan tangan yang
diarahkan ke perut, dan di New Guinea dilambangkan dengan tangan
pada leher. Lambang-lambang non-verbal dan respons-respons yang ditimbulkan lambang-lambang tersebut merupakan bagian dari pengalaman budaya-apa yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi
berikutnya.
381
Setiap lambang memiliki makna karena orang mempunyai
pengalaman lalu tentang lambang tersebut. Budaya mempengaruhi dan
mengarahkan pengalaman-pengalaman tersebut, dan oleh karenanya
budaya juga mempengaruhi dan mengarahkan kita: bagaimana kita
mengirim, menerima, dan merespons lambang-lambang non-verbal
tersebut.
j. Konsep Waktu
Konsep waktu suatu budaya merupakan filsafatnya tentang masa
lalu, masa sekarang, masa depan, dan pentingnya atau kurang pentingnya waktu. Kebanyakan budaya Barat memandang waktu sebagai
langsung dan berhubungan dengan ruang dan tempat. Manusia terikat
oleh waktu dan sadar akan adanya masa lalu, masa sekarang, dan masa
yang akan datang.
Dalam budaya Amerika dominan bahkan kita pun menemukan
kelompok-kelompok yang rnempersepsi waktu dengan cara yang aneh
bagi orang-orang asing. Orang-orang Amerika keturunan Meksiko
menggunakan istilah "waktu Meksiko" (Chicano Time) untuk menyebut
waktu mereka yang berbeda dengan konsep waktu yang dominan di
negara itu. Kelompok berkulit hitam pun menggunakan istilah "waktu
orang-orang hitam" (black people's time) yang berarti bahwa prioritas
diberikan kepada apa yang sedang terjadi pada saat itu.
Waktu merupakan komponen budaya yang penting. Terdapat
banyak perbedaan mengenai konsep ini antara budaya yang satu dengan
budaya yang lainnya dan perbedaan-perbedaan tersebut mempengaruhi
komunikasi.
k. Penggunaan Ruang
Cara orang menggunakan ruang sebagai bagian dalam
komunikasi antar-persona disebut proksemika (proxemics). Proksemika
tidak hanya meliputi jarak antara orang-orang yang terlibat dalam
percakapan, tetapi juga orientasi fisik mereka.
Orang-orang Arab dan orang-orang Amerika Latin cenderung
berinteraksi lebih dekat kepada sesamanya daripada orang-orang
Amerika Utara. Penting disadari bahwa orang-orang dari budaya yang
berbeda mempunyai cara-cara yang berbeda pula dalam menjaga jarak
ketika bergaul dengan sesamanya.
382
Bila kita berbicara dengan orang yang berbeda budaya, maka kita
harus dapat memperkirakan pelanggaran-pelanggaran apa yang bakal
terjadi, menghindari pelanggaran-pelanggaran tersebut, dan meneruskan
interaksi kita tanpa memperlihatkan reaksi permusuhan. Kita mungkin
mengalami perasaan-perasaan yang sulit kita kontrol; kita mungkin
menyangka bahwa orang lain tak tahu adat, agresif, atau menunjukkan
nafsu seks ketika orang itu berada pada jarak yang dekat dengan kita,
padahal sebenarnya tindakannya itu merupakan perwujudan hasil
belajarnya tentang bagaimana menggunakan ruang, yang tentu saja
dipengaruhi oleh budayanya.
Orientasi fisik juga dipengaruhi oleh budaya, dan turut menentukan hubungan sosial. Orang-orang Amerika Utara lebih senang duduk
berhadapan muka. Mereka jarang duduk bersebelahan. Sebaliknya
orang-orang Cina sering lebih senang duduk bersebelahan dan merasa
tidak nyaman bila mereka duduk berhadapan muka.
Kita juga cenderung menentukan hierarki sosial dengan mengatur
ruang. Duduk di belakang meja sambil berbicara dengan seseorang yang
sedang berdiri biasanya merupakan tanda hubungan atasan-bawahan,
dan orang yang duduk itulah atasannya.
Perilaku yang serupa juga dapat digunakan untuk menunjukkan
ketidaksetujuan, kekurangajaran, atau penghinaan, bila orang melanggar
norma-norma budaya.
Kesalahpahaman mudah terjadi dalam peristiwa-peristiwa antar
budaya ketika dua orang, masing-masing berperilaku sesuai dengan
budayanya masing-masing, tak memenuhi harapan pihak lainnya.
Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah
anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu
budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan
kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu
pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya
lain.
Sebagaimana kita ketahui, budaya mempengaruhi orang yang
berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan
perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang.
Konsekuensinya, perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki
dua orang yang berbeda budaya akan berbeda pula, yang dapat
menimbulkan segala macam kesulitan. Namun, melalui studi dan
383
pemahaman atas komunikasi antar budaya, kita dapat mengurangi atau
hampir menghilangkan kesulitan-kesulitan ini.
Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan
bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh
budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang
mempengaruhinya. Ini menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruhpengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua,
meskipun budaya merupakan kekuatan dominan yang mempengaruhi
individu, orang-orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat
yang berbeda.
Penyandian dan penyandian balik pesan antar budaya dilukiskan
oleh panah-panah yang menghubungkan budaya-budaya itu. Panahpanah ini menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke
budaya lainnya.
Ketika suatu pesan meninggalkan budaya di mana ia disandi,
pesan itu mengandung makna yang dikehendaki oleh penyandi
(encoder).
Ketika suatu pesan sampai pada budaya di mana pesan itu harus
disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam arti pengaruh
budaya penyandi balik (decoder) telah menjadi bagian dari makna pesan.
Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama
fase penyandian balik dalam komunikasi antar budaya, oleh karena
perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder
tidak mengandung makna-makna budaya yang sama seperti yang dimiliki
encoder.
Derajat pengaruh budaya dalam situasi-situasi komunikasi antar
budaya merupakan fungsi perbedaan antara budaya-budaya yang
bersangkutan. Perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna
keduanya mirip dan usaha penyandian balik yang terjadi, oleh karenanya,
menghasilkan makna yang mendekati makna yang dimaksudkan dalam
penyandian pesan asli.
Komunikasi antar budaya terjadi dalam banyak ragam situasi
yang berkisar dari interaksi-interaksi antara orang-orang yang berbeda
budaya secara ekstrem hingga interaksi-interaksi antara orang-orang
yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai
subkultur atau subkelompok yang berbeda.
Bila kita melihat perbedaan-perbedaan yang berkisar pada suatu
skala minimum-maksimum, tampaklah bahwa besarnya perbedaan dua
384
kelompok budaya bergantung pada keunikan sosial kelompok-kelompok
budaya yang dibandingkan. Walaupun skala ini sederhana, skala tersebut
memungkinkan kita memeriksa suatu aksi komunikasi antar budaya dan
meneropong efek perbedaan-perbedaan budaya. Untuk memahami skala
ini, kita akan melihat beberapa contoh perbedaan budaya yang berada
pada skala tersebut.
Contoh pertama menunjukkan suatu perbedaan yang maksimum.
Perbedaan-perbedaan antara budaya Asia dan budaya Barat. Ini
dilambangkan dalam suatu percakapan antara dua orang petani, seorang
dari suatu ladang di pinggiran kota Beijing dan seorang lainnya dari suatu
ladang luas dan modern dekat kota Des Moines. Dalam contoh ini, jumlah
faktor budaya berbeda yang dapat kita temukan adalah jumlah terbesar.
Penampakan fisik, agama, filsafat, sikap-sikap sosial, bahasa, pusaka,
konsep-konsep dasar tentang diri dan alam semesta, dan derajat
perkembangan teknologi, adalah sebagian saja di antara faktor-faktor
budaya yang berbeda tajam. Kita pun harus mengetahui bahwa kedua
petani ini punya beberapa persamaan dalam bertani dan gaya hidup
pedesaan. Dalam beberapa aspek pola budaya, mereka mungkin lebih
mirip daripada bila dibandingkan dengan orang-orang dari budaya
mereka sendiri yang tinggal di suatu kota metropolitan. Dengan kata lain,
petani asal Iowa tersebut mungkin punya lebih banyak persamaan
dengan petani Cina daripada dengan seorang pedagang saham New
York.
Tugas 8.2
Menurut pendapatmu, pada masa sekarang apakah masih bisa
menghindar terjadinya hubungan antar budaya?
C. KERAGAMAN BUDAYA
Berdasarkan paparan sebelumnya diketahui bahwa kebudayaan
masyarakat Indonesia sangat beragam, diperkirakan terdapat lebih dari
200 ragam budaya masyarakat di Indonesia. Keberagaman ini menjadikan bangsa Indonesia tidak mempunyai budaya tunggal yang menjadi
milik seluruh masyarakat Indonesia, dan menjadi identitas. Nampaknya
keragaman itulah kebudayaan bangsa Indonesia, kebudayaan nasional
Indonesia.
385
Keberagaman budaya suku bangsa Indonesia merupakan suatu
kenyataan dan menjadi kekayaan negara kesatuan Republik Indonesia
ini. Oleh karena itu, perlu dipraktekkan dan diupayakan sedemikian rupa
agar kebudayaan itu bisa menjadi sumber kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
Gambar 8.4 Dokar atau Delman
(Sumber: Dokumentasi penulis)
Gambar 8.5 Mobil
(Sumber: Dokumentasi penulis)
Gambar 8.4 dan 8.5 menggambarkan bagaimana keragaman
yang terjadi pada masyarakat Indonesia dalam hal alat transportasi, di
satu sisi masih menggunakan binatang sebagai sarana transportasi, disisi
lain ada masyarakat yang sudah menggunakan tenaga mesin untuk
transportasi sehari-hari.
Keanekaragaman budaya masyarakat Indonesia disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya keadaan geografi wilayah Indonesia dan
letak kepulauan Indonesia diantara dua benua dan dua samudra.
Wilayah Indonesia terdiri dari kurang lebih 17.054 pulau besar dan
kecil yang satu sama lain dipisahkan oleh laut atau selat yang bertebaran
di suatu daerah ekuator sepanjang kurang lebih 3.000 mil dari Timur ke
Barat dan lebih dari 1.000 mil dari utara ke Selatan, merupakan faktor
386
yang sangat besar pengaruhnya terhadap keanekaragaman suku bangsa
di Indonesia.
Oleh karena itu ketika nenek moyang bangsa Indonesia datang
dari daerah Tiongkok selatan kira-kira 2000 tahun SM, harus menetap di
daerah yang terpisah-pisah satu sama lain. Isolasi geografis yang
demikian mengakibatkan mereka tumbuh menjadi satu kesatuan suku
bangsa. Masing-masing berbeda satu sama lain karena memang mereka
hidup dalam di lingkungan geografis yang berbeda-beda. Letak geografis
Indonesia menjadi faktor dominan dalam mempengaruhi terciptanya
keanekaragaman budaya bangsa Indonesia.
Selain letak geografis, faktor lain yang mempengaruhi keragaman
budaya masyarakat Indonesia adalah masuknya berbagai kebudayaan
dunia kedalam kebudayaan-kebudayaan suku bangsa yang sudah ada.
Kebudayaan dunia pertama kali yang mempengaruhi terjadinya
keragaman budaya Indonesia adalah agama dan kebudayaan HinduBudha dari India (400 tahun SM). Akibat penyebaran ini terjadi peleburan
atau difusi dengan kebudayaaan-kebudayaan suku bangsa yang sudah
ada. Pengaruh yang paling kuat bahkan sampai sekarang terutama di
Pulau Jawa dan Pulau Bali.
Kebudayaan dunia kedua, yang memberi warna keragaman
budaya masyarakat Indonesia adalah masuknya agama Islam mulai
masuk kedalam masyarakat Indonesia pada sekitar abad ke 13, namun
baru sekitar abad ke 15 penyebaran agama Islam ini benar-benar
menyebar keseluruh pelosok wilayah Indonesia.
Penyebaran agama Islam di wilayah Indonesia termasuk paling
cepat dan paling banyak diterima oleh masyarakat luas di Indonesia. Hal
ini disebabkan penyebarannya tidak dilakukan dengan paksaan. Setiap
masyarakat Indonesia diberi kebebasan untuk menetukan pilihannya
sendiri apakah mau memeluk agama Islam atau tidak. Namun di beberapa daerah dimana sudah tertanam begitu kuat agama Hindu seperti di
Bali, Hindu-Budha dan campuran dengan kebudayaan asli setempat
seperti di beberapa daerah Jawa tengah dan Jawa timur, pengaruh
agama Islam kurang mendapat tempat, seperti tampak dalam masyarakat
Tengger.
Kemudian pada permulaan abad ke 16 datanglah kebudayaan
Barat melalui orang Portugis di daerah kepulauan Maluku. Orang
Portugis datang ke Indonesia karena tertarik oleh rempah-rempah yang
sangat laku di Eropa saaat itu. Perdagangan mereka juga ternyata
387
disertai kegiatan misionaris agama Katolik. Setelah bangsa Belanda
berhasil mendesak orang Portugis keluar dari daerah tersebut kira-kira
tahun 1600-an, maka pengaruh agama Katolik digantikan oleh pengaruh
agama Protestan yang dibawa oleh bangsa Belanda.
Keanekaragaman ini merupakan suatu kekayaan bangsa
Indonesia yang tidak ternilai harganya yang merupakan potensi untuk
menjadi bangsa yang besar. Keragaman budaya yang dimiliki bangsa
Indonesia ini, juga menjadi potensi dan modal dasar dalam
pembangunan negara dan masyarakat Indonesia menuju masyarakat
yang adil dan makmur.
Tugas 8.3
™ Apa yang harus kita lakukan terhadap kondisi masyarakat
Indonesia yang memiliki keragaman budaya, menyatukan kebudayaannya ataukah mengembangkan keragaman budaya?
Mengapa?
™ Apa yang harus dilakukan agar keragaman budaya yang
dimiliki bangsa Indonesia bisa menjadi potensi untuk mengembangkan dan memberdayakan masyarakat Indonesia.
D. MASALAH KERAGAMAN BUDAYA
1. Primordialisme
Keberagaman budaya masyarakat Indonesia bilamana dikemas
dan disikapi dengan bijak oleh semua pihak bisa menjadi modal dasar
dalam pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat madani dan
demokratis.
Salah satu bentuk dari sikap bijak yang bisa kita lakukan dalam
melihat keragaman budaya masyarakat Indonesia adalah mengembangkan dan mempraktekkan sikap untuk saling menghargai dan menghormati kebudayaan suku bangsa yang lain, selanjutnya diikuti dengan
mengembangkan sikap untuk toleransi dan tenggang rasa kepada
sesamanya.
Namun demikian, keragaman budaya tersebut bisa menjadi
permasalahan, bilamana tidak dikelola dengan baik dan disikapi dengan
baik pula. Keberagaman budaya suku bangsa yang terdapat di Indonesia
akan memberikan berbagai kemungkinan implikasi baik secara positif
maupun secara negatif, baik menguntungkan maupun merugikan.
388
Kemungkinan implikasi negatif itu dapat berupa konflik, primordialisme,
politik aliran, dan integrasi.
Salah satu konsekuensi logis dari keanekaragaman masyarakat
Indonesia (suku bangsa, budaya, dan agama) adalah terdapatnya
macam-macam aspirasi yang muncul dan berkembang, serta terjadi
interaksi sosial dalam suasana yang berbeda-beda yang akan melahirkan
berbagai pola ikatan yang mengikat masyarakat ke dalam keleompokkelompoknya.
Suatu kenyataan bahwa masyarakat dalam suatu kelompok
tertentu akan memiliki ikatan yang kuat terhadap kelompoknya. Misalnya
orang Sunda akan memiliki ikatan kuat terhadap daerah dan
kebudayaannya. Orang Islam akan memiliki ikatan yang kuat terhadap
ke-Islamannya, demikian juga dengan agama atau suku bangsa lainnya
akan memiliki ikatan-ikatan itu. Namun apabila rasa ikatan itu berlebihan
dan sempit misalnya memandang bahwa suku bangsanya paling baik,
paling dihargai, paling dihormati, paling ber-hak atau agama tertentu saja
yang merasa paling benar dan yang lain tidak, atau menganggap rendah
terhadap suku bangsa yang lain, maka inilah yang dinamakan
primordialisme.
Primordial adalah ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan
kesamaan suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat-istiadat. Sifat ikatan
primordial ditandai dengan sentimen kedaerahan, kesukuan, keagamaan
dan hal-hal lain yang bersifat inklusif. Sifat primordialisme yang sempit
dan berlebihan merupakan sikap yang menghambat terhadap proses
integrasi bangsa dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Rasa ikatan kesukuan, kedaerahan ini memang harus dipelihara
dalam rangka pengembangan kebudayaan dan suku bangsanya. Tetapi
bukan untuk merasa lebih kuat, mendominasi yang lain atau meniadakan
atau menolak yang lain. Oleh karena itu sifat kedaerahan dan kesukuan
itu harus dikembangkan sejalan dengan proses integrasi nasional dan
melahirkan kebudayaan nasional sebagai ciri khas bangsa Indonesia.
Sejarah ketatanegaraan Indonesia telah menjelaskan bahwa
keberagaman masyarakat Indonesia telah melahirkan berbagai politik
aliran yang bermacam-macam yang mencerminkan suku bangsa,
kedaerahan, keagamaan dan aliran-aliran kepentingan.
389
2. Konflik dan Integrasi Bangsa
Negara Indonesia, termasuk salah satu negara di dunia yang
memiliki multi etnik yang bervariasi, sama dengan negara India. Diantara
sekitar 175 negara anggota PBB, hanya 12 negara saja yang
penduduknya kurang lebih homogen, diluar itu semua bangsanya terdiri
dari multi etnik.Keberagaman suku dan budaya bangsa Indonesia
merupakan kekayaan dan sekaligus kebanggaan yang tidak ternilai
harganya.
Keberagaman budaya masyarakat Indonesia ini dapat menjadi
potensi konflik besar yang dapat menghancurkan bangsa dan negara
Republik Indonesia. Sesuai dengan sifat dari masyarakat yang beragam,
maka didalamnya akan terdapat berbagai macam kepentingan, karena
banyak aspirasi-aspirasi yang berbeda.
Perbedaan aspirasi dalam suatu suku bangsa dalam masyarakat
adalah suatu hal yang wajar, memang harusnya demikian. Permasalahannya adalah bila masing-masing pihak memaksakan kehendak,
menginginkan aspirasinya yang harus diutamakan terlebih dahulu, bila
masing-masing pihak tidak bisa kompromi, maka yang akan terjadi
adalah konflik, pertikaian dan perpecahan diantara mereka.
Konflik dan pertikaian yang terjadi diantara suku bangsa
Indonesia, bisa mengakibatkan lemahnya kondisi keamanan dan pertahanan pada masyarakat yang bersangkutan. Bilamana hal ini terjadi
maka, dengan mudah masuknya kekuasaan asing ke dalam wilayah
negara yang bersangkutan, baik secara militer maupun sosial-ekonomi.
Contoh tentang hal tersebut adalah negara Yugoslavia yang sekarang
terpecah belah menjadi beberapa negara kecil, setelah terlibat dalam
perang antar etnik. Bahkan akibat dari perang tersebut pengaruh Amerika
Serikat menjadi sangat besar di negara-negara kecil pecahan Yugoslavia.
Negara Yugoslavia mempunyai tujuh suku bangsa besar, yaitu
Slovenia, Kroasia, Serbia Utara, Serbia selatan yang sekarang berubah
menjadi suku bangsa Bosnia, Herzegovina, Montenegro, dan Makedonia.
Penduduk Kosovo di bagian selatan Yugoslavia adalah orang Albania
yang juga beragama Islam. Selain itu di Yugoslavia terdapat 11 suku
bangsa minoritas yang disebut narodnosti.
Hubungan antara suku bangsa itu memang berawal dari kondisi
yang tidak baik. Suku-suku bangsa yang beragama Katolik dan Kristen
yaitu Slovenia, Kroasia, dan Serbia Utara yang dulunya dijajah kerajaan
Austria-Hongaria sering terjadi konflik dengan suku bangsa Serbia
390
Selatan dan yang beragama Islam yaitu Bosnia, Herzegovina, Montenegro, dan Makedonia yang dulunya dijajah oleh kerajaan Turki dengan
berorientasi ke kebudayaan Asia. Oleh karena itu saling bunuh diantara
suku-suku bangsa yang berbeda agama itu sudah menjadi suatu
kebiasaan.
Kondisi yang seperti itu pernah bisa dipersatukan dan menjadi
negara nasional di bawah kekuatan, kepemimpinan dan kewibawaan B
Tito. Namun setelah Tito meninggal dunia konflik-konflik antar suku
bangsa itu muncul lagi, dan menjadi perang saudara antar etnik.
Selanjutnya Yugoslavia terpecah menjadi negara-negara kecil.
Jadi keragaman budaya yang ada dalam masyarakat, sekali bisa
menjadi bencana, awal dari konflik dan perpecahan, sebagaimana yang
terjadi di negara Yugoslavia. Hal senada sebetulnya juga mewarnai
perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang juga penuh dengan konflik,
bahkan bisa dikatakan hal itu juga terjadi hingga saat ini. Beruntunglah
kita dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, dan diintegrasikan
kedalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.
Bilamana kita perhatikan sejarah Republik Indonesia sejak tahun
1945 hingga sekarang, telah terjadi beberapa kali konflik yang terjadi
akibat dari pertentangan antara suku bangsa dan perbedaan ideologi,
diantaranya: (1) pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS); (2)
peristiwa kapten Andi Abdul Azis bekas kapten KNIL di Sulawesi Selatan;
(3) pemberontakan Darul Islam di Jawa Barat; (4) pemberontakan Darul
Islam di Sulawesi Selatan; (5) pemberontakan Darul Islam di Kalimantan
Selatan; (6) pemberontakan Darul Islam di Aceh; (7) pemberontakan
PRRI Sumatra Barat; (8) pemberontakan Permesta Sulawesi Selatan; (9)
pemberontakan GAM di Aceh; (10) pemberontakan yang dilakukan GPK
di Papua; (11) pertikaian antara suku bangsa madura dan suku bangsa
dayak; (12) kerusuhan di Poso dan Ambon; dan (13) Perang suku yang
masih sering terjadi di wilayah Papua, dan sebagainya.
Bahkan, bila kita deskripsikan lebih terperinci dan dalam skala
yang lebih kecil, maka akan ditemukan banyak sekali konflik yang terjadi
di dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, yang dilatar
belakangi oleh adanya perbedaan budaya masyarakat.
Kesimpulannya, keragaman budaya yang ada dalam masyarakat
Indonesia bukan hanya menjadi potensi kekayaan bangsa, tetapi juga
merupakan potensi konflik diantara suku bangsa di wilayah negara
kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu pengembangan sikap
391
saling menghargai, saling menghormati, tenggang rasa dan toleransi
menjadi mutlak harus dilaksanakan oleh semua pihak yang menginginkan
negara Indonesia aman dan tenteram.
3. Integrasi Nasional
Sebagaimana paparan di atas, bahwa sejarah negara kesatuan
Republik Indonesia banyak dipenuhi dengan konflik yang disebabkan
karena keragaman budaya suku bangsa, namun harus diakui bahwa
bangsa Indonesia mampu mengatasinya dan sampai sekarang telah
tercipta suatu ketenangan dan keamanan, walaupun dalam ukuran lain
hal itu tidaklah demikian.
Kondisi tersebut telah menempatkan negara Republik Indonesia
termasuk negara multi etnik yang paling aman di dunia. Bangsa
Indonesia telah memiliki kesadaran untuk bersatu menjadi satu bangsa
yaitu bangsa Indonesia di dalam wilayah negara kesatuan republik
Indonesia.
Dalam perspektif integrasi nasional, perjalanan sejarah negara
kesatuan Republik Indonesia, maka terdapat sejumlah potensi yang
memungkinkan terciptanya persatuan dan kesatuan nasional, yaitu:
1. Terdapat dua kerajaan yang mampu mempersatukan negaranegara kecil yang sebelumnya saling bersaing yang terdapat
dalam wilayah negara Republik Indonesia, yaitu Kerajaan
Sriwijaya pada abad ke-7 dan 8 M yang pusatnya berada di
Sumatra Selatan, serta Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 M
yang pusatnya berada di Jawa Timur.
2. Adanya perasaan senasib sependeritaan di kalangan seluruh
bangsa Indonesia atas penjajahan selama tiga setengah abad
(nasionalisme).
3. Lahirnya kesepakatan di antara para pemuda Indonesia pada
tahun 1928 yang menolak adanya penonjolan kesukubangsaan,
yang kemudian dikenal dengan nama Sumpah pemuda yang
melahirkan tekad untuk berbangsa satu bangsa Indonesia,
bertanah air satu tanah air Indonesia, dan berbahasa satu bahasa
Indonesia.
4. Dimulainya oleh para pendiri negara Republik Indonesia dengan
menyepakati Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia,
dan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia.
392
5. Terciptanya budaya konsensus nasional di lembaga tertinggi
negara dalam memecahkan masalah-masalah nasional yang
didasari oleh musyawarah mufakat.
4. Stereotif Etnis (Suku Bangsa)
Istilah stereotif menurut Lippmann adalah gambar di kepala yang
merupakan rekonstruksi dari keadaan lingkungan yang sebenarnya dan
merupakan salah satu mekanisme penyederhanaan untuk mengendalikan lingkungan, karena keadaan lingkungan yang sebenarnya terlalu
luas, terlalu beragam dan bergerak terlalu cepat untuk dapat dikendalikan
dengan segera.
Gambaran kita tentang keadaan lingkungan itulah yang
menentukan apa yang kita lakukan. Dengan demikian, tindakan-tindakan
seseorang tidaklah didasarkan pada pengenalan langsung terhadap
keadaan lingkungan sebenarnya, namun berdasarkan gambaran yang dibuatnya sendiri atau yang diberikan kepadanya oleh orang lain.
Warnaen (2002) secara sederhana mendefinisikan stereotif etnis
sebagai kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga
suatu golongan etnis tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis,
termasuk golongan etnis mereka sendiri. Stereotif merupakan pandangan-pandangan subyektif dari suatu etnis atau suku bangsa tertentu
terhadap etnis atau suku bangsa lainnya atau tentang etnisnya sendiri.
Stereotip lebih merupakansuatu penilaian dari suatu suku bangsa terhadap suku bangsa lainnya baik berdasarkan pengetahuan-pengetahuan
terdahulu (penilaian dari generasi sebelumnya) maupun berdasarkan
pengalaman-pengalamannya sendiri atau orang lain.
Penilaian atau pandangan-pandangan dari suatu suku bangsa
terhadap suku bangsa lainnya bisa bersifat positif atau negatif atau
kedua-duanya. Misalnya orang Jawa menganggap kepada orang Batak
itu sebagai orang yang kasar, pemarah, gampang berkelahi, terbuka,
pemberani, berani mengatakan tidak. Sementara orang Batak menganggap orang Jawa itu sebagai orang yang halus, ramah, bersahabat,
mudah tersinggung, tertutup, pandai berpura-pura, kurang pemberani.
Pandangan-pandangan tersebut belum tentu betul, bahkan
mungkin banyak salahnya, permasalahannya hal ini akan mempengaruhi
terhadap sikap dan prilaku dari setiap etnis tersebut dalam hubungannya
dengan etnis lainnya. Berdasarkan kepada penilain-penilaian itu orang
Jawa akan menetukan sikap dan prilakunya dalam hubungannya dengan
393
orang Batak. Misalnya mau terbuka untuk bergaul dengan orang Batak
atau bahkan menerima sebagai jodoh pasangannya dalam perkawinan
atau sebaliknya.
Pandangan dan penilaian terhadap suatu etnis atau suku bangsa
tersebut sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dan sampai
sekarang penelitian tentang hubungan antar etnis yang berbeda-beda
terutama di Indonesia masih sedikit. Sehingga cukup kesulitan apabila
kita ingin mengetahui sejauh mana kontak antar etnik dalam masyarakat
Indonesia terjadi dan mendeskripsikan karakteristik dari tiap etnik atau
suku bangsa tersebut.
Hubungan antar etnik atau suku bangsa sangat bervariasi,
bahkan kadang reaksinya berbeda-beda, tidak semuanya bisa menimbulkan konflik, tidak semuanya pula menjadikan suatu hubungan kerjasama
yang harmonis, Kasus yang terjadi ketika konflik antara orang Madura
dengan orang Dayak di Kalimantan Barat, tetapi tidak terjadi antara orang
dayak dengan orang Jawa, padahal orang jawa juga banyak yang tinggal
di Kalimantan Barat.
Upaya untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan saling
kerjasama diantara suku-suku bangsa yang berbeda-beda di negaranegara multi etnik seperti Indonesia merupakan masalah yang cukup
berat. Berbagai upaya harus dilakukan secara terus menerus oleh semua
pihak baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Pemerintah Indonesia harus membuat program-program pembangunan
yang dapat mewujudkan hubungan kerjasama diantara suku bangsa
yang berbeda-beda, menjamin adanya keamanan dalam melaksanakan
hubungan tersebut, demikian juga masyarakat Indonesia harus mengembangkan sikap-sikap dan prilaku yang dapat menciptakan hubungan
kerjasama yang saling menguntungkan.
Upaya untuk menciptakan hubungan antar etnis dan suku bangsa
yang harmonis bisa dilakukan dengan memperluas kesempatan terjadinya kontak antar golongan etnis sejak dari usia dini sampai dengan orang
dewasa melalui berbagai kegiatan, birokrasi, bisnis, pendidikan, olah
raga, kesenian dan sebagainya.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan dari berbagai
upaya tersebut menghasilkan reaksi terbalik, yaitu menciptakan dan
memperkuat prasangka golongan etnis atau suku bangsa tertentu.
Beberapa konsidi yang tidak menguntungkan yang cenderung
memperkuat prasangka adalah (1) bila situasi kontak menciptakan per-
394
saingan diantara berbagai golongan; (2) bila kontak yang terjadi tidak
menyenangkan, dipaksakan dan tegang; (3) bila situasi kontak menghasilkan rasa harga diri atau status dari salah satu golongan direndahkan;
(4) bila warga dari suatu golongan atau golongan sebagai keseluruhan
sedangn mengalami frustasi (misalnya baru saja mengalami kegagalan
atau musibah, depresi ekonomi, dansebagainya), kontak dengan
golongan lain bisa membentuk pengkambinghitaman etnis; (5) bila kontak
terjadi antara berbagai golongan etnis yang mempunyai moral atau
norma-norma yang bertentangan satu sama lain; (6) bila dalam kontak
antar golongan mayoritas dan golongan minoritas, para warga dari
golongan minoritas statusnya lebih rendah atau berbagai karakteristiknya
lebih rendah dari golongan mayoritas .
Pada masyarakat Indonesia hubungan antar suku bangsa itu
sering dipengaruhi oleh pandangan-pandangan dan penilaian-penilaian
diantara mereka yang selama ini sudah terbentuk. Walaupun pandanganpandangan dan penilaian-penilaian itu sifatnya relative dan berubahubah, namun ada kecenderungan menjadi pegangan awal bagi suku
bangsa tertentu apabila pertama kali melakukan kontak hubungan
kerjasama dengan suku bangsa yang berbeda.
Tugas 8.4
™ Tampilan konflik yang sering terjadi dan kita ketahui melalui
media massa pada masyarakat Indonesia, menurut pendapatmu,
pada dasarnya disebabkan oleh keragaman budaya atau karena
masalah ekonomi? Jelaskan!
™ Bilamana anda akan menikah dengan orang yang berbeda
budaya, bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut?
Mengikuti pasangan anda atau bagaimana?
E. KEUNTUNGAN DARI KERAGAMAN BUDAYA
Keberagamanan budaya masyarakat Indonesia juga memberi
keuntungan, yang sekaligus dapat mendukung terhindarnya konflik diantara suku-suku bangsa. Hal yang menguntungkan itu adalah terjadinya
apa yang dinamakan dengan cross cutting affiliations.
Cross Cutting Affiliations adalah suatu kondisi dimana terjadinya
saling silang diantara anggota masyarakat dalam kelompok sosial. Jadi
395
dengan adanya perbedaan suku bangsa tidak berarti otomatis agama
atau status sosialnya juga berbeda. Contoh orang yang memeluk agama
Islam itu adalah orang dari suku Sunda, suku Jawa, suku Batak, Bugis,
Manado dan sebagainya. Meskipun mereka berasal dari berbagai suku
bangsa yang berbeda tetapi dapat berkumpul bersama dan diikat bersama dalam suatu ikatan organisasi, instansi atau departemen tertentu.
Suatu kondisi adanya persilangan dan tumpang tindih keanggotaan masyarakat dalam suatu organisasi itu melahirkan apa yang disebut
dengan cross cutting loyalities, yaitu adanya persatuan saling memiliki
dan rasa tanggung jawab yang mengikat terhadap tempat atau wadah
keanggotannya. Misalnya mereka dari suku Batak, Jawa, Sulawesi atau
Sunda, maka apabila beragama Islam mereka akan merasa memiliki
Islam, akan merasa bersaudara dengan orang Islam lainnya walaupun
berasal dari suku bangsa yang berbeda. Namun mereka tetap masih
memiliki loyalitas pada suku bangsanya. Jadi, akan terdapat loyalitas
ganda atau bahkan lebih. Misalnya ia berasal dari suku batak beragama
Islam, kemudian bekerja sebagai pengusaha juga sekaligus sebagai
anggota DPR serta anggota organisasi lainnya.
Cross cutting affiliations mengakibatkan lahirnya cross cutting
loyalitas yang akan meredakan konflik bahkan dapat digunakan sebagai
penyeimbang untuk tidak terjadinya konflik yang tajam diantara suku
bangsa. Misalnya apabila terjadi konflik antar suku bangsa dapat diredam
oleh keanggotaan yang saling silang. Hal inilah yang menyebabkan keragaman masyarakat Indonesia menjadi suatu mayarakat yang tetap stabil.
Kenyataannya, dalam berbagai kasus suatu masyarakat yang
beragam budayanya hancur berantakan oleh masyarakat itu sendiri, yaitu
ketika mereka tetap memelihara konflik-konflik yang terjadi. Demikian
juga sebaliknya suatu masyarakat yang beragam akan tetap stabil oleh
masyarakat itu sendiri, yaitu dengan menghilangkan jauh-jauh potensipotensi yang dapat membuat disintegrasi masyarakat. Dengan kata lain
memperkecil perbedaan yang ada dan memperbesar persamaan yang
ada. Bukan sebaliknya memperbesar atau menonjolkan perbedaan dan
melupakan persamaan yang ada.
396
F. SIKAP TOLERANSI DAN EMPATI PADA MASYARAKAT YANG
BERAGAM BUDAYANYA
Kondisi keragaman budaya masyarakat Indonesia merupakan
kenyataan dan kekayaan yang tidak ada bandingannya, sehingga harus
dilihat sebagai sebuah potensi yang sangat luar biasa. Dilihat dari potensi
yang ada baik sumber daya alamnya (SDA) maupun sumber daya
manusianya (SDM), negara Indonesia sangat mungkin untuk bisa
menjadi negara adi daya di dunia. Karena untuk menjadi negara besar,
maka luas wilayah dan jumlah penduduknyapun harus besar dan syarat
ini sudah dipenuhi oleh negara Indonesia. Untuk bisa menjadi negara
besar langkah pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana rakyat
Indonesia yang beraneka ragam itu memiliki kesamaan pandangan dan
memiliki satu nasionalisme yaitu Indonesia.
Sebagai bangsa Indonesia kita harus mengedepankan persamaan-persamaan yang ada, bukan mempertajam perbedaan-perbedaan
yang ada. Kita harus menggali persamaan-persamaan yang ada pada
setiap suku bangsa. Sebab kenyataannya bangsa Indonesia yang beranekaragam itu lebih banyak persamaan-persamaannya dari pada
perbedaan-perbedaannya.
Simbol-simbol budaya atau agama mungkin bisa berbeda-beda,
tetapi esensi maknanya tetap sama. Apabila sikap-sikap ini yang dikembangkan, maka kita akan bersatu menjadikan negara Indonesia sebagai
negara yang besar di dunia. Tetapi apabila yang dikedepankan perbedaan-perbedaannya, maka kita akan mengalami konflik dan perpecahan
serta kehancuran. Apabila ini terjadi, maka negara kita akan menjadi
negara yang terpecah-pecah menjadi negara yang kecil.
Sebagai bangsa yang beranekaragam, kita harus mau menerima
perbedaan-perbedaan itu. Semua sikap dan prilaku kita tidak boleh
diskriminatif, yaitu suatu sikap yang membeda-bedakan karena adanya
perbedaan suku bangsa. Semua suku bangsa yang ada harus dipandang
sama sebagai bangsa Indonesia, sebagai warga negara Indonesia yang
memiliki hak dan kewajiban yang sama. Sikap membeda-bedakan akan
menyebabkan kita menjadi sulit dan serba terbatas, sehingga kita
menjadi sempit dan picik.
Sikap toleransi juga harus dikembangkan dalam masyarakat yang
multi agama. Kita harus merasa bangga bahwa bangsa Indonesia adalah
suatu bangsa dimana bertemunya agama-agama besar dunia. Semua
agama besar dunia seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha dapat tumbuh
397
berkembang dengan subur di bumi Indonesia. Jarang ada suatu bangsa
dimana agama-agama besar dunia itu hidup tumbuh subur berdampingan
secara damai. Sikap toleransi ini tidak lain intinya adalah pengakuan
terhadap agama dan kepercayaan yang dianut oleh orang lain,
berdasarkan kepada pengakuan ini, maka membiarkan orang lain untuk
beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu. Sikap toleransi
ini muncul karena didasari oleh adanya jiwa kebangsaan yang tinggi yang
lebih mengedepankan persatuan bersama, ketimbang mengelompokkan
diri berdasarkan kelompokknya masing-masing.
Sikap menghargai dan tidak memandang suku bangsa lain lebih
rendah dari suku bangsanya, juga merupakan sikap yang dibutuhkan
dalam masyarakat Indonesia yang beraneka ragam. Dengan memandang
semua suku bangsa memiliki harkat dan derajat yang sama, maka
pergaulan yang diciptakan adalah pergaulan yang sederajat. Pergaulan
yang lebih mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan bersama.
Tidak memiliki pandangan, penilaian dan sikap negatif terhadap
suku bangsa lain. Janganlah sekali-kali memandang negatif terhadap
suku bangsa lain. Mungkin pandangan-pandangan negatif itu telah ada
pada diri kita yang berasal dari pandangan orang tua kita, atau orang lain
yang menganggap negatif terhadap suatu suku bangsa. Pandangan ini
lebih bersifat subyektif dari pada objektif. Jadi kita harus menghilangkan
stereotif negatif dan kita harus mengembangkan pandangan-pandangan
yang positif terhadap suku bangsa yang lain. Sebab kita juga dengan
memiliki sikap tenggang rasa, akan merasa sakit hati apabila dipandang
rendah oleh suku bangsa lain.
1. Empati dan Prasangka
Empati sering didefinisikan sebagai berada pada posisi orang lain
(Bennett, 1979). Dalam empati, berarti kita berpartisipasi pada
pengalaman orang lain. Empati adalah strategi komunikasi yang paling
tepat dengan realitas majemuk dan asumsi perbedaan (Al-Hakim, 2005).
Dalam empati, berarti kita ‘berpartisipasi’ pada pengalaman orang lain.
Komunikasi empati mendorong kepekaan interrasial dan interkultural.
Kaidah kehidupan menyuruh kita memperlakukan orang lain
seperti kita ingin diperlakukan oleh mereka. Dalam kaidah ini terkandung
asumsi kesamaan: orang lain seperti diri kita dan karena itu ingin
diperlakukan yang sama. Kesamaan mengandung makna realitas yang
tunggal dan mutlak, dan pemikiran seperti itu adalah dasar dari etnosen-
398
trisme. Kaidah kehidupan membawa kepada strategi komunikasi empati,
yakni secara imajinatif kita mengalami dunia dari perspektif orang lain.
Kemampuan empati dapat dikembangkan dengan mengikuti enam
langkah yang saling berkaitan sebagai berikut.
a. Mengasumsikan perbedaan
Tanpa asumsi perbedaan, empati dianggap tidak perlu, dan
mungkin diremehkan sebagai tidak tulus. Kita harus bisa menerima,
bahwa kita bisa berbeda menghadapi konstruksi dan situasi yang
berbeda. Kita akan bebas membayangkan pikiran dan perasaan kita dari
perspektif yang lain. Selama kita dapat menghubungkan perspektif dari
hasil bayangan kita dengan perspektif orang lain yang sebenarnya, maka
barulah kita dapat melakukan empati.
b. Mengenali diri
Kebanyakan kita, walaupun ingin mengembangkan empati, takut
akan kehilangan diri. Memang, inilah bahaya empati, jika kita tidak betulbetul siap. Persiapan yang diperlukan adalah mengenal diri kita secukupnya, sehingga dimungkinkan peneguhan kembali identitas individual
secara mudah.
Jika kita menyadari nilai, asumsi dan keyakinan individual secara
kultural sendiri, yaitu dalam mendefinisikan identitas kita.. Kita tidak akan
kehilangan sesuatu yang dapat diciptakan kembali sekehendak kita.
c. Menunda diri
Pada langkah ini, identitas dipertegas pada langkah kedua untuk
sementara dikesampingkan. Tentu, hal ini bukan merupakan sesuatu
yang mudah. Pusat perhatian pada langkah ini adalah bukan pada menunda isi identitas (asumsi, nilai, perangkat perilaku, dan sebagainya);
akan tetapi fokusnya terletak pada kemampuan mengubah dan
memperluas batas.
d. Melakukan imajinasi terbimbing
Jika batas diri diperluas, perbedaan antara yang internal dengan
yang eksternal (subyektif dan obyektif) dihapuskan. Kesadaran kita bebas
mengembara di antara fenomena di luar, termasuk orang lain. Agar
empati interpersonal yang cermat bisa terjadi, kita harus membiarkan
imajinasi kita dibimbing ke dalam pengalaman orang lain. Jika kita
berhasil membiarkan imajinasi kita disedot oleh orang lain, kita sedang
berpartisipasi secara imajinatif pada pengalaman orang lain.
399
e. Membiarkan pengalaman empati
Jika kita membiarkan imajinasi kita dibimbing ke dalam diri orang
lain, maka kita sedang memandang orang lain, seakan-akan itu adalah
diri kita sendiri. Walaupun pengalaman ini imajinatif, intensitas dan
realitasnya, tidak selalu lebih rendah dari pe ngalaman biasa kita. Intensitas pengalaman empati bahkan bisa lebih besar, sejajar dengan intensitas drama, yang kadang-kadang lebih besar dari pada kehidupan.
Pengalaman empati, seperti imajinasi, harus dibiarkan. Mengarahkan
pengalaman secara sadar, menurut definisi, adalah kegiatan sadar diri.
f. Meneguhkan kembali diri
Walaupun menemuan jalan untuk memasuki pengalaman orang
itu penting, sama perlunya juga mengingat untuk kembali kepada diri
sendiri kita. Daam kebudayaan kita, paling tidak proses peneguhan diri ini
adalah komponen yang diperlukan untuk komunikasi empati. Kegagalan
untuk melakukannnya, dapat berakhir pada kerancuan identitas, atau
kehilangan ego. Tujuan empati bukanlah kehidupan terus-menerus, sehingga orang gagal untuk mengenal identitas diri kembali.
Jika empati, dibangun atas dasar realitas majemuk dan keberbedaan, maka prasangka sosial justru terpetakan dari sebuah realitas
tunggal, dan oleh karena itu bersifat etnosentrisme. Dalam kaitan itu,
Skeel (1995) mendefinisikan prasangka (prejudice) sebagai pertimbangan tentang kelompok sosio-budaya lain tanpa tahu lebih dahulu tentang
fakta mengenai kelompok itu. Hal ini terkait dengan etnosentrisme
dimana seseorang bertindak terhadap orang lain yang berbeda kultur
berdasarkan sudut pandang kulturnya sendiri, dan cenderung memandang kulturnya sendiri sebagai yang terbaik.
Penelitian tentang pengurangan prasangka menunjukkan bahwa
fakta yang berdiri sendiri tidak mampu mengurangi prasangka, prasangka
kelas sosial jauh lebih kuat daripada prasangka ras atau agama;
seseorang yang penerimaan dirinya lebih kuat cenderung memiliki
prasangka yang lemah; komponen kognisi, afeksi, dan aksi dari kognisi
cenderung tidak berkaitan; films dan media lain mampu meningkatkan
sikap positif terhadap kelompok-kelompok yang berbeda budaya; dan
kontak budaya antar kelompok etnis juga mampu mengurangi prasangka
(Skeel, 1995).
Etnosentrisme dapat dikurangi dengan pembelajaran yang
memberi kesempatan siswa untuk mendiskusikan proses terbentuknya
stereotipe, memberi kesempatan untuk mengemukakan perasaannya
400
tentang kelompok budaya, mempelajari kontribusi positif dari berbagai
kelompok budaya, dan mempertimbangkan beragamnya perilaku yang
ditunjukkan oleh berbagai budaya (Freedman, 1984).
Tugas 8.5
™ Coba lakukan pengamatan terhadap kebiasaan sehari-hari
yang dilakukan teman sebangkumu ketika dia di rumahnya!
™ Coba ceritakan kebudayaan temanmu yang mempunyai
latar belakang suku berbeda dengan dirimu?
™ Menurut pendapatmu, Bagaimana cara mengembangkan
sikap toleransi dan empati pada siswa SMK?
401
G. RINGKASAN
Indonesia adalah negara kepulauan, dan merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia. Negara Indonesia terdiri dari 17.504 pulau,
terbentang dari Barat ke Timur sepanjang 5.110 km dari 950 Bujur Timur1410 Bujur Timur, dan dari utara keselatan sepanjang 1.888 km dari 60
Lintang Utara-110 Lintang Selatan. Luas wilayah Indonesia menapai
5.193.252 km2, dengan luas daratan 1.904.443 km2, dan mempunyai
garis pantai sepanang 54.716 km, merupakan yang terpanjang kedua di
dunia seteah Kanada.
Bangsa Indonesia terbagi atas ratusan suku bangsa, yang
masing-masing memiliki adat dan tradisi berbeda. Merekapun mempunyai bahasa daerah yang berlainan, dengan ratusan dialek dan logat
bahasa. Jika dikelompokkan, diperkirakan terdapat sekitar 200 sampai
250 bahasa daerah. Dari daftar sementara suku bangsa di Indonesia
yang dikumpulkan, diperkirakan terdapat sekitar 360 kelompok suku
bangsa. Suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh
kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan
kesadaran dan identitas tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh
kesatuan bahasa.
Pemerintah Indonesia sendiri untuk kepentingan administratif
yang sifatnya praktis membagi suku bangsa di Indonesia menjadi tiga
golongan, yaitu: suku bangsa, golongan keturunan asing, dan masyarakat terasing.
Dalam pengertian sehari-hari, dalam pengertian awam atau dalam
pengertian popular, pertama-tama kebudayaan dipahami sebagai kata
benda atau bahkan benda itu sendiri. Hanya saja bukan benda yang tak
bernilai, melainkan benda yang bernilai keindahan. Karena itulah maka
kebudayaan sering dianggap sama dengan suatu barang seni, misalnya
patung, musik, tari-tarian, lukisan atau pertunjukan teater. Paling tidak itu
adalah persepsi di masa lalu, karena lambannya perubahan, sehingga
kestatisan itu mempengaruhi persepsi manusia. Kini, kebudayaan berada
dalam situasi yang berubah, bahkan berubah sangat cepat. Sehingga
karenanya, pengertian orang tentang kebudayaan berubah, yang semula
statis menjadi dinamis.
Kebudayaan juga dipahami sebagai kata kerja, sebagai kegiatan
manusia yang aktif, sebagai manifestasi kehendak manusia yang selalu
mengambil prakarsa. Pengertian ketiga adalah pemahaman kebudayaan
sebagai suatu strategi, yaitu suatu proses perjalanan hidup manusia dari
402
satu tahap ke tahap yang lain menuju ke masa depan. Dengan demikian
maka kebudayaan adalah suatu proses yang berdasarkan suatu rencana,
karena manusia adalah makhluk perencana masa depan, sementara
makhluk lain tidak pernah mempunyai rencana. Dalam pengertian ini
kebudayaan mengandung tahap-tahap yang mencerminkan perkembangan kemanusiaan.
Kebudayaan adalah suatu proses, bukan saja proses yang
berlangsung dalam suatu periode hidup manusia, melainkan proses yang
terjadi dalam kehidupan manusia yang sambung-menyambung. Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang benar dan terhormat. Sehingga, hidup
manusia harus didasari pada suatu iman, yaitu iman kepada Kebenaran.
Hidup berkebudayaan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, melalui suatu kontrak sosial
atau perjanjian bersama. Dalam kontrak sosial tersebut setiap individu
rela memberikan sebagian dari kebebasannya untuk bisa diatur oleh
suatu otoritas politik, yaitu negara. Di lain pihak, otoritas negara harus
menjamin pemenuhan hak-hak asasi manusia, seperti beragama atau
tidak beragama, berpendapat, berkeyakinan, bekerja untuk mencari
nafkah, membentuk keluarga dan rumah tangga dan memperoleh
keadilan yang luas. Namun dalam hidup bernegara, setiap warga negara
memikul sejumlah kewajiban yang ditetapkan oleh negara berdasarkan
kesepakatan bersama, seperti membayar pajak, mengikuti aturan-aturan
hukum dan mempertahankan negara.
Individualisasi adalah kecenderungan memecah masyarakat
menjadi individu-individu yang dikemudikan oleh kepentingan pribadi
(self-interest) yang sempit. Sebenarnya dampak individualisasi itu perlu
dibedakan antara individualisme dan egoisme. Individualisme adalah
paham yang menghargai individu dan menghormati diri pribadi seseorang
yang otonom yang memiliki hak-hak asasi dalam suatu negara atau
masyarakat. Individualisme itu melahirkan penghargaan pada diri sendiri,
tetapi harus juga menghargai individu yang lain. Individualisme adalah
juga penghargaan pada hak-hak pribadi, misalnya hak milik dan
kebebasan. Tetapi hak milik dan kebebasan seseorang itu dibatasi oleh
hak milik dan kebebasan orang lain. Karena itu, maka individualisme
menghasilkan kebebasan dan otonomi individu tetapi juga sekaligus
kewajiban-kewajiban asasi individu terhadap masyarakat. Dampak lain
individualisasi adalah egoisme, yaitu sikap yang mementingkan diri
sendiri dengan mengabaikan kepentingan orang lain. Egoisme ini adalah
403
penyimpangan dari tujuan kebudayaan, sedangkan individualisme, jika
dipahami dan dipraktekkan secara benar, masih berada dalam ruang
lingkup kebudayaan, karena individualisme memberikan penghargaan
dan pemuliaan kepada manusia sebagai individu. Namun individualisme
ini bisa kebablasan menjadi egoisme karena melepaskan dirinya dari
masyarakat. Karena itu maka individualisme harus diimbangi dengan
prinsip-prinsip komunitarian karena individu itu tidak mungkin ada atau
berfungsi tanpa komunitas. Kombinasi antara individualisme dan komunitarianisme, yang merupakan harmonisasi, jalan tengah dan moderasi
itulah yang membentuk kebudayaan.
Hubungan antara budaya dengan komunikasi penting dipahami
untuk memahami komukasi antar budaya, oleh karena melalui pengaruh
budayalah orang-orang belajar berkomunikasi. Cara kita berkomunikasi,
keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita
gunakan, dan perilaku-perilaku non-verbal kita, semua itu terutama merupakan respons terhadap dan fungsi budaya kita.
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih,
mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan
eksternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara kita mengubah energienergi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna.
Secara umum dipercaya bahwa orang-orang berperilaku sedemikian rupa sebagai hasil dari cara mereka mempersepsi dunia yang
sedemikian rupa pula. Perilaku-perilaku ini dipelajari sebagai bagian dari
pengalaman budaya mereka.
Bila kita berbicara dengan orang yang berbeda budaya, maka kita
harus dapat memperkirakan pelanggaran-pelanggaran apa yang bakal
terjadi, menghindari pelanggaran-pelanggaran tersebut, dan meneruskan
interaksi kita tanpa memperlihatkan reaksi permusuhan. Kita mungkin
mengalami perasaan-perasaan yang sulit kita kontrol; kita mungkin
menyangka bahwa orang lain tak tahu adat, agresif, atau menunjukkan
nafsu seks ketika orang itu berada pada jarak yang dekat dengan kita,
padahal sebenarnya tindakannya itu merupakan perwujudan hasil
belajarnya tentang bagaimana menggunakan ruang, yang tentu saja
dipengaruhi oleh budayanya.
Orientasi fisik juga dipengaruhi oleh budaya, dan turut menentukan hubungan sosial. Orang-orang Amerika Utara lebih senang duduk
berhadapan muka. Mereka jarang duduk bersebelahan. Sebaliknya
404
orang-orang Cina sering lebih senang duduk bersebelahan dan merasa
tidak nyaman bila mereka duduk berhadapan muka.
Kita juga cenderung menentukan hierarki sosial dengan mengatur
ruang. Duduk di belakang meja sambil berbicara dengan seseorang yang
sedang berdiri biasanya merupakan tanda hubungan atasan-bawahan,
dan orang yang duduk itulah atasannya. Perilaku yang serupa juga dapat
digunakan untuk menunjukkan ketidaksetujuan, kekurangajaran, atau
penghinaan, bila orang melanggar norma-norma budaya.
Kesalahpahaman mudah terjadi dalam peristiwa-peristiwa antar
budaya ketika dua orang, masing-masing berperilaku sesuai dengan
budayanya masing-masing, tak memenuhi harapan pihak lainnya.
Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah
anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu
budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan
kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu
pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya
lain.
Kebudayaan masyarakat Indonesia sangat beragam, diperkirakan
terdapat lebih dari 200 ragam budaya masyarakat di Indonesia.
Keberagaman ini menjadikan bangsa Indonesia tidak mempunyai budaya
tunggal yang menjadi milik seluruh masyarakat Indonesia, dan menjadi
identitas. Nampaknya keragaman itulah kebudayaan bangsa Indonesia,
kebudayaan nasional Indonesia.
Keberagaman budaya suku bangsa Indonesia merupakan suatu
kenyataan dan menjadi kekayaan negara kesatuan Republik Indonesia
ini. Oleh karena itu, perlu dipraktekkan dan diupayakan sedemikian rupa
agar kebudayaan itu bisa menjadi sumber kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
Keberagaman budaya masyarakat Indonesia bilamana dikemas
dan disikapi dengan bijak oleh semua pihak bisa menjadi modal dasar
dalam pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat madani dan
demokratis.
Salah satu bentuk dari sikap bijak yang bisa kita lakukan dalam
melihat keragaman budaya masyarakat Indonesia adalah mengembangkan dan mempraktekkan sikap untuk saling menghargai dan menghormati kebudayaan suku bangsa yang lain, selanjutnya diikuti dengan
mengembangkan sikap untuk toleransi dan tenggang rasa kepada
sesamanya.
405
Namun demikian, keragaman budaya tersebut bisa menjadi
permasalahan, bilamana tidak dikelola dengan baik dan disikapi dengan
baik pula. Keberagaman budaya suku bangsa yang terdapat di Indonesia
akan memberikan berbagai kemungkinan implikasi baik secara positif
maupun secara negatif, baik menguntungkan maupun merugikan.
Kemungkinan implikasi negatif itu dapat berupa konflik, primordialisme,
politik aliran, dan integrasi.
Sejarah negara kesatuan Republik Indonesia banyak dipenuhi
dengan konflik yang disebabkan karena keragaman budaya suku bangsa,
namun harus diakui bahwa bangsa Indonesia mampu mengatasinya dan
sampai sekarang telah tercipta suatu ketenangan dan keamanan,
walaupun dalam ukuran lain hal itu tidaklah demikian.
Kondisi tersebut telah menempatkan negara Republik Indonesia
termasuk negara multi etnik yang paling aman di dunia. Bangsa
Indonesia telah memiliki kesadaran untuk bersatu menjadi satu bangsa
yaitu bangsa Indonesia di dalam wilayah negara kesatuan republik
Indonesia.
Keberagamanan budaya masyarakat Indonesia juga memberi
keuntungan, yang sekaligus dapat mendukung terhindarnya konflik diantara suku-suku bangsa. Hal yang menguntungkan itu adalah terjadinya
apa yang dinamakan dengan cross cutting affiliations.
Kondisi keragaman budaya masyarakat Indonesia merupakan
kenyataan dan kekayaan yang tidak ada bandingannya, sehingga harus
dilihat sebagai sebuah potensi yang sangat luar biasa. Dilihat dari potensi
yang ada baik sumber daya alamnya (SDA) maupun sumber daya
manusianya (SDM), negara Indonesia sangat mungkin untuk bisa
menjadi negara adi daya di dunia. Karena untuk menjadi negara besar,
maka luas wilayah dan jumlah penduduknyapun harus besar dan syarat
ini sudah dipenuhi oleh negara Indonesia. Untuk bisa menjadi negara
besar langkah pertama yang harus dilakukan adalah bagaimana rakyat
Indonesia yang beraneka ragam itu memiliki kesamaan pandangan dan
memiliki satu nasionalisme yaitu Indonesia.
Empati adalah strategi komunikasi yang paling tepat dengan
realitas majemuk dan asumsi perbedaan. Dalam empati, berarti kita
berpartisipasi pada pengalaman orang lain. Komunikasi empati mendorong kepekaan interrasial dan interkultural.
406
BAB 9
SUMBERDAYA ALAM
A. PENGERTIAN SUMBERDAYA ALAM
Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang disediakan oleh
alam semesta yang dapat dipergunakan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Bentuknya bisa berwujud barang, benda, fenomena, suasana, gas/udara, air dan lain sebainya.
Alam semesta diciptakan Tuhan yang Maha Esa dengan segala
macam isinya untuk kelangsungan dan kesejahteraan umat manusia.
Alam semesta kaya akan sumber daya alam yang dapat dipergunakan
oleh manusia untuk kesejahteraan hidupnya, baik itu yang sudah
ditemukan maupun yang belum diketemukan. Namun demikian, tidak
berarti manusia tinggal menikmatinya begitu saja, manusia harus
berusaha dan berfikir untuk menemukan dan menggunakan sumber daya
alam tersebut untuk kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu manusia
dianugerahi oleh Tuhan yang Maha Kuasa akal dan pikiran yang
dipergunakan untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta sebaikbaiknya untuk kepentingan seluruh umat manusia.
Gambar 9.1. Hutan Cemara
(Sumber: Dokumentasi Penulis)
407
Pada jaman dahulu manusia takut sekali sama api, api dianggap
sebagai suatu benda yang menakutkan, merusak, dan bisa membinasakan manusia. Namun dengan kemampuan akal dan pikirannya, manusia
bisa memanfaatkan dan mengelola api untuk berbagai macam kepentingan manusia, mulai dari untuk penerangan, memasak, menghangatkan
dan sebagainya.
Menurut Soerjani, dkk. (1987) sumberdaya alam ialah suatu
sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan alamiah, misalnya tanah,
air, dan perairan, biotis, udara dan ruang, mineral, bentang alam (land
scape), panas bumi, bumi, angin, pasang surut/air laut, termasuk
diantaranya hutan seperti dalam gambar 9.1. Soeriatmadja (1981)
menyatakan bahwa sumber alam dapat didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang diperlukan oleh organisme hidup, populasi atau ekosistem
yang pengadaannya hingga ke tingkat yang optimum atau yang
mencukupi, akan meningkatkan daya pengubahan energi. Selanjutnya
dinyatakan bahwa yang termasuk kategori sumber alam adalah materi,
energi, uang, waktu dan keanekaragaman.
Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, sumberdaya alam termasuk dalam
kategori sumberdaya, yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya manusia, sumberdaya alam hayati, sumberdaya non hayati dan
sumberdaya alam buatan.
Tugas 9.1
Bagaimana pendapatmu terhadap syair lagunya Koes Ploes yang
berisi pujian terhadap tanah air Indonesia?. Syairnya demikian
“bukan lautan hanya kolam susu, air dan tanah cukup
menghidupimu, tongkat dan batu jadi tanaman”.
408
B. SIFAT DAN MACAM SUMBERDAYA ALAM
Secara ekonomi dikatakan bahwa sumberdaya alam itu nilainya
tidak tertentu. Misalnya sampai pada tahun 1930, daerah pedalaman
Liberia hanya sedikit yang mengetahui, dan belum mempunyai nilai
sebagai sumber-sumber alam, tetapi sekarang daerah itu merupakan
daerah bijih besi yang terbaik. Bahan bauksit di Afrika Barat, minyak di
Aljazair dan Nigeria baru ampak sebagai daerah yang kaya setelah
adanya transportasi ke daerah-daerah tersebut. Hutan kita di Kalimantan
baru benar-benar sebagai sumber alam sejak tahun 1970-an. Di pantai
Selatan antara Cilacap dan pantai Parangtritis tersimpan deposit pasir
besi yang semula tidak diketahui dan baru dimanfaatkan mulai tahun
1970. Bahkan pada saat ini banyak orang yang berlomba-lomba membeli
bunga anggrek dengan harga jutaan rupiah, padahal di hutan-hutan
Kalimantan dan Papua, tanaman tersebut berserakan.
Sumberdaya alam tidak saja meliputi jumlah bahan-bahan yang
ada menunggu untuk diolah dan digunakan, tetapi sumberdaya alam itu
sendiri juga dinamis dan berubah-ubah sifatnya. Mengenai banyak atau
tidaknya nilai sumberdaya alam, adalah tergantung pada waktu dan
tempat, tingkat teknik dan penemuan-penemuan baru, sikap manusianya
terhadap sumberdaya tersebut, perubahan-perubahan dalam selera baik
di dalam negeri maupun di luar negeri. Perubahan-perubahan dalam
variabel ini menyebabkan negara itu akan lebih baik atau le bih buruk
(dalam arti sumberdaya alamnya) meskipun jumlah fisik dari sumberdaya
alam tersebut tidak berubah.
Berdasarkan kemampuannya untuk memperbarui diri sesudah
mengalami suatu gangguan, maka sumberdaya alam dibagi ke dalam 2
golongan, yaitu: (1) sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri; dan
(2) sumberdaya alam yang tak dapat memperbarui diri.
Sumberdaya alam yang tak dapat memperbarui diri seperti
mineral, minyak bumi, gas bumi dan lain-lain merupakan sumberdaya
alam yang sangat penting bagi negara, khususnya bagi negara yang
sedang berkembang. Sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri
sangat menentukan kelangsungan suatu pembangunan, oleh karena itu,
pengelolaannya harus sangat diperhatikan. Selain pembagian berdasarkan kemampuan untuk memperbaharui diri, sumberdaya alam juga dapat
digolongkan berdasarkan potensi penggunaannya, yaitu:
409
1
sumberdaya alam penghasil energi; misalnya: air, matahari, arus
laut, gas bumi, minyak bumi, batu bara, angin dan
biotik/tumbuhan;
2 sumberdaya alam penghasil bahan baku; misalnya: mineral, gas
bumi, biotis, perairan, tanah dan sebagainya; dan
3 sumberdaya alam lingkungan hidup; misalnya: udara dan ruang,
perairan, landscape dan sebagainya.
Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, sumberdaya alam dibagi ke dalam sumberdaya
hayati misalnya biotika baik hewan maupun tumbuhan, sedangkan
sumberdaya alam non hayati seperti tanah, udara, air, dan lain-lain.
Penggolongan sumberdaya alam dapat juga berdasarkan ketersediaannya dalam ruang dan waktu yaitu sebagai berikut.
1. Sumberdaya alam yang tersedia pada satu saat dan suatu
tempat. Sumberdaya alam seperti ini sangat langka misalnya
buah kemang yang terdapat di Bogor dan Palembang. Jika
dikultur maka perlu dikondisikan seperti di daerah asal dan
lingkungan sangat merupakan faktor pembatas.
2. Sumberdaya alam yang tersedia pada satu saat di area yang luas.
Sumberdaya alam seperti ini biasanya memerlukan musim kawin
sehingga produksinya musiman. Produksi akan melimpah walaupun dalam waktu yang singkat.
3. Sumberdaya alam yang tersedia pada satu tempat dalam jangka
waktu lama di areal yang luas.. Sebagai contoh adalah buah apel
yang hanya dapat tumbuh dengan baik di suatu tempat tertentu
dan tersedia dalam jangka yang lama.
Sumber daya alam yang ada di atas permukaan bumi maupun
yang ada di bawah permukaan bumi, baik yang sudah ditemukan oleh
manusia maupun yang belum ditemukan, baik yang sudah diketahui
manfaatnya bagi kehidupan manusia ataupun yangbelum diketahui, pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sumber daya
alam yang dapat diperbaruai dan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui.
Namun demikian manusia juga membuat berbagai macam
pengelompokkan terhadap sumber daya alam yang ada di permukaan
ataupun di bawah permukaan bumi, misalnya dengan sebutan barang
tambang, hasil pertanian, hasil perternakan, hasil hutan, sumber daya
laut dan sebagainya.
410
1. Sumber Daya Alam yang Dapat Diperbaruai
Sumber daya alam yang dapat diperbarui adalah sumber daya
alam yang dapat diusahakan kembali keberadaannya oleh manusia.
Artinya walaupun sumber daya alam tersebut dipergunakan atau
dimanfaatkan oleh manusia, tetapi manusia dapat mengusahakan
kembali sumber daya tersebut, sehingga tidak khawatir habis, karena
manusia bisa memperbarui sumber daya alam tersebut. Contoh jenis
sumber daya ini adalah tumbuhan dan hewan seperti dalam gambar 9.2.
Pemanfaatan sumber daya alam jenis ini, walaupun dapat
diperbarui, tidak berarti kita bisa memanfaatkannya dengan sesuka
hatinya, kita tetap harus hemat dan menjaga kelestariannya agar tidak
rusak dan cepat habis. Caranya dengan memanfaatkan sumber daya
alam tersebut sesuai dengan kebutuhan kita (manusia). Selain itu juga
bisa dilakukan dengan memelihara jenis tanaman atau hewan tertentu
yang jumlahnya semakin sedikit. Sebagaimana diketahui pada saat ini
banyak diketemukan adanya jenis-jenis tertentu dari hewan dan
tumbuhan yang sudah menjadi langka dan sulit untuk dijumpai.
Gambar 9.2 ikan di laut
(Sumber: windows picture)
Sumber daya alam yang dapat diperbarui dapat dikelompokkan
menjadi sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non-hayati.
Sumber daya alam hayati berasal dari makluk hidup, sedangkan sumber
daya alam non-hayati bukan berasal dari makluk hidup.
411
a. Sumber Daya Alam Hayati
Sumber daya alam hayati adalah sumber daya alam yang ada di
permukaan bumi dan hidup, antara lain hewan dan tumbuhan. Ciri utama
dari sumber daya alam hayati adalah tumbuh, bergerak, berkembang
biak, bernafas, dan membutuhkan makanan. Apakah kalian pernah
mengetahui tumbuhan atau bunga Kantong Semar? Ini adalah salah satu
jenis tumbuhan yang bisa memakan serangga yang hinggap di kelopak
bunga.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang permukaan
tanahnya kaya akan sumber daya alam hayati (hewan dan tumbuhan)
terbesar, sehingga disebut dengan paru-paru dunia.
1) Hewan
Hewan termasuk salah satu dari sumber daya alam hayati, dan
termasuk dalam kategori dapat diperbarui. Apakah kalian pernah menonton film Jurasic Park? Film ini bercerita tentang hasil akal pemikiran
manusia dalam upaya untuk memperbarui sumber daya alam hayati yang
telah punah beberapa tahun yang lalu.
Hewan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu hewan liar dan
hewan peliharaan. Namun demikian kadang ada orang yang mengelompokkan hewan ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan kepentingannya, seperti hewan buas dan hewan jinak dan sebagainya.
Hewan liar adalah hewan yang hidup secara liar di alam semesta
secara bebas, mereka tumbuh, bergerak, mencari makan dan berkembang biak sendiri tanpa bantuan manusia secara langsung. Sebaliknya
hewan peliharaan adalah hewan yang hidup secara dalam lingkungan
tertentu, tidak bebas, mereka tumbuh, bergerak, mencari makan dan
berkembang biak dengan bantuan manusia secara langsung maupun
tidak langsung. Gambar 9.3 menunjukkan rusa liar di Afrika.
412
Gambar 9.3 Rusa Afrika
(Sumber:wallpaper windows picture)
Hewan peliharaan dipelihara oleh manusia. Manusia memelihara
hewan untuk berbagai macam kepentingan, mulai dari hobi atau
kesenangan, mencari keuntungan (sebagai salah bentuk kegiatan
ekonomi), dan melindungi agar tidak punah.
Hewan peliharaan yang dipelihara manusia sebagai kegiatan
ekonomi denga tujuan untuk mendapatkan keuntungan dengan cara
diperjual belikan dikenal dengan hewan ternak. Jenis hewan yang biasa
diternakkan manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hewan
besar, hewan sedang dan unggas. Hewan besar meliputi, sapi, kerbau,
kuda, gajah, dan buaya. Sedangkan yang termasuk dalam hewan sedang
antara lain kambing, domba, kelinci, babi, kemudian yang termasuk
unggas antara lain ayam, itik, bebek, burung puyuh seperti nampak
dalam gambar 9.4.
Gambar 9.4 Ayam Jantan
(Sumber: dokumentasi
penulis)
413
Selain hewan-hewan tersebut, pada saat ini manusia juga
beternak berbagai macam hewan khusus, seperti berbagai macam jenis
ikan, berbagai macam jenis burung, cacing hingga jangkrik. Bahkan ada
juga manusia yang beternak ular dan buaya.
Indonesia dikenal sebagai negara yang jenis hewan, bahkan di
setiap wilayah dikenal adanya hewan-hewan khas sehingga menjadi cirri
khas dari wilayah tersebut, misalnya pulau sumatera terkenal dengan
harimau sumateranya, Jawa bagian barat terkenal dengan badaknya,
sedangkan Jawa bagian timur terkenal dengan bantengnya, Kalimantan
dikenal dengan orang utannya, Sulawesi dengan Anoa, Papua dengan
burung kasuari dan Nusa Tenggara dengan Komodonya.
Berbagai macam jenis hewan yang ada di Indonesia tersebut
merupakan kekayaan yang tidak ternilai hargainya. Oleh karena itu
keberadaannya harus dipertahankan dan dilindungi agar tidak punah.
Berbagai upaya yang telah dan terus dilakukan oleh pemerintah
Indonesia yang dibantu oleh masyarakat dan lembaga swadaya
masyarakat untuk memelihara, melindungi dan mengembangbiakan
berbagai macam jenis hewan tertentu. Bahkan diwujudkan dalam bentuk
aturan perundang-undangan, sehingga manusia tidak bisa secara
gegabah membunuh hewan-hewan tersebut.
2) Tumbuhan
Tumbuhan termasuk salah satu dari sumber daya alam hayati,
dan termasuk dalam kategori dapat diperbarui. Apakah kalian pernah
melihat pameran bunga? Pernah melihat pohon beringin yang ditanam
dalam vas bunga? Apakah kalian pernah makan semangka tanpa biji?
Pernahkan kalian berpikir kalau semangka tanpa biji, lantas menanamnya
pakai apa? Itu semua adalah produk dari akal pemikiran manusia dalam
upaya untuk memperbarui dan mengembangbiakan sumber daya alam
hayati (tumbuhan).
Tumbuhan memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
dan kesejahteraan manusia. Tumbuhan merupakan sumber makanan
manusia, sehingga dapat dikatakan karena tumbuhanlahmanusia bisa
hidup dan berkembang biak. Oleh karena itu tidaklah salah kalau
dikatakan bahwa tanpa tumbuhan manusia tidak dapat hidup. Coba
kalian perhatikan, jenis tumbuhan apa saja yang kita konsumsi setiap
hari?
414
Sumber daya alam hayati tumbuhan dapat dikelompokkan dalam
tiga kelompok besar, yaitu hutan, lahan pertanian dan perkebunan.
a) Sumber Daya Alam Hutan
Hutan adalah sebuah areal atau wilayah yang luas atau sangat
luas, biasanya terletak di lereng sebuah pegunungan (dataran tinggi)
yang mempunyai ciri khas banyak ditumbuhi berbagai macam pohon atau
salah satu jenis pohon tertentu yang sangat padat.
Sumber daya hutan menghasilkan banyak barang untuk kepentingan kesejahteraan manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara tidak langsung keberadaan hutan membantu manusia
untuk mendapatkan udara sejuk, bersih, segar dan sehat serta berguna
sebagai sumber air, peresapan air bersih dan sehat. Bilamana tidak ada
hutan maka kedua hal tersebut tidak mungkin dengan mudah kita
dapatkan.
Secara tidak langsung hutan juga memberi manfaat sebagai
tempat tinggal berbagai macam hewan. Mulai dari hewan yang hidup di
udara, pepohonan, di atas tanah maupun di dawah permukaan tanah.
Secara langsung hutan meenghasilkan berbagai macam jenis
kayu, rotan, bunga, tanaman obat-obatan, dan damar. Ketiga barang ini
sangat berguna bagi manusia untuk membangun tempat tinggal,
berbagai macam perabotan, dan peralatan manusia. Bahkan pada saat
ini berbagai macam kayu hasil hutan tersebut telah memberi pendapatan
yang sangat besar bagi Negara.
Hutan juga memberi manfaat bagi manusia dalam menyediakan
berbagai macam tumbuhan yang bisa diolah sedemikian rupa menjadi
berbagai macam obat-obatan untuk kesehatan manusia. Sebagaimana
diketahui pada masyarakat yang tinggal di pinggir hutan, pola pengobatan banyak tergantung pada tanam-tanaman yang tumbuh di hutan.
Selain menghasilkan berbagai macam kayu, tanaman obatobatan, hutan juga menghasilkan berbagai macam bunga yang memiliki
nilai ekonomi tinggi. Pada saat ini banyak ditemukan berbagai macam
spesies bunga yang berasal dari hutan di daerah Kalimantan, Sulawesi
dan Papua.
Berdasarkan penjelasan di atas, diketahui bahwa hutan mempunyai manfaat yang sangat besar bagi manusia, oleh karena itu hutan
harus dipelihara dan dikelaola sebaik-baiknya agar bisa memberi manfaat
bagi manusia. Karena, bilamana hutan tidak dikelola dan dipelihara
415
dengan baik oleh manusia, maka hutan bisa menghadirkan bencana bagi
kehidupan manusia.
Kebijakan pemerintah Indonesia dalam pengelolaan dan
pemeliharaan hutan diwujudkan melalui berbagai macam peraturan yang
isinya tentang persyaratan yang harus dipenuhi olehmanusia untuk
menebang pohon di hutan, walaupun itu hanya untuk kepentingan bahan
baker (kayu bakar). Pemberian ijin atau hak kepada perusahaan tertentu
untuk mengelola hutan (HPH) adalah salah wujud kebijakan pemerintah
Indonesia dalam mengelola dan memelihara hutan agar tidak terjadi
perusakan dalam memanfaatkan hasil hutan.
b) Sumber Daya Alam Hasil Pertanian
Pertanian adalah sebuah areal atau wilayah yang luas, yang
dengan sengaja ditanami oleh manusia dengan tumbuhan tertentu,
biasanya sejenis, dengan tujuan untuk diperdagangkan dan serta untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya alam pertanian
biasanya terletak di daerah dataran rendah, walaupun tidak menutup
kemungkinan ada yang mengusahakan lahan pertanian di dataran tinggi.
Jenis tumbuhan yang ditanam di lahan pertanian antara lain: padi,
jagung, kedelai, sayur-sayuran, tomat, lombok, bunga, dan sebagainya.
Tumbuhan tersebut sengaja ditanam dan dikelola dengan baik untuk
mendapatkan hasil panen yang sebaik-baiknya. Hasil panen sebagian
dijual, sebagian dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari, seperti dalam gambar 9.5 dan 9.6.
Gambar 9.5
Tanaman Padi
(Sumber: dokumentasi
penulis)
416
Gambar 9.6 Bunga
(Sumber: dokumentasi
penulis)
Pada saat ini keterampilan manusia berkembang dengan pesat
dalam bidang pertanian, tanaman pertanian tidak lagi asal ditanam, tetapi
dikelola sedemikian rupa melalui pengadaan system irigasi yang baik dan
lancer, pemilihan bibit unggul, hingga pemberian pupuk dan pengobatan.
Hal ini dilakukan untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas
dan jumlahnya banyak.
Indonesia dikenal sebagai negara agraris, artinya sebagian besar
wilayah Indonesia dipergunakan untuk lahan pertanian, atau sebagian
besar penduduk Indonesia bekerja di bidang pertanian. Oleh karena itu
jangan heran kalau kalian melakukan perjalanan dengan naik kereta api,
pasti akan melewati lahan pertanian yang luasnya seperti tiada batas.
c) Sumber Daya Alam Hasil Perkebunan
Perkebunan adalah sebuah areal atau wilayah yang dengan
sengaja ditanami oleh manusia dengan tumbuhan tertentu, biasanya
tanaman sejenis, dibudidayakan dengan tujuan untuk diperdagangkan
serta untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya alam
perkebunan biasanya terletak di daerah antara dataran rendah dan
dataran tinggi.
Jenis tumbuhan yang ditanam di lahan perkebunan antara lain:
cokelat, kelapa sawit, teh, apel, tembakau, kapas, cengkeh, tebu, bunga,
dan sebagainya. Tumbuhan tersebut sengaja ditanam dan dikelola
dengan baik untuk mendapatkan hasil panen yang sebaik-baiknya. Hasil
panen sebagian dijual, sebagian dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
417
Pada saat ini keterampilan manusia berkembang dengan pesat
dalam bidang perkebunan, tanaman perkebunan tidak lagi asal ditanam,
tetapi dikelola sedemikian rupa melalui pengadaan system irigasi yang
baik dan lancar, pemilihan bibit unggul, hingga pemberian pupuk dan
pengobatan. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan produk perkebunan
yang berkualitas dan jumlahnya banyak.
b. Sumber Daya Alam Non-Hayati
Sumber daya alam non-hayati adalah sumber daya alam yang
ada di atas permukaan bumi dan di bawah permukaan bumi tetapi tidak
hidup, antara lain tanah, udara dan air.
1) Tanah
Tanah adalah lapisan bumi bagian atas yang terbentuk dari
pelapukan batuan dan bahan organik yang hancur oleh proses alamiah.
Bahan organik merupakan bahan sisa makluk hidup yang telah mati.
Tanah termasuk sumber daya alam yang dapat diperbarui, karena
tanah terbentuk dari bahan-bahan sisa makluk hidup yang telah mati,
seperti dahan, daun, ranting, kotoran, pohon, hewan juga manusia yang
diurai oleh hewan-hewan kecil seperti rayap menjadi tanah.
Tanah dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, namun
untuk kesempatan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tanah yang
subur dan tanah yang tidak subur. Tanah yang subur banyak dicari oleh
manusia, karena bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai macam
keperluan, sebaliknya tanah yang tidak subur tidak bisa dimanfaatkan
oleh manusia untuk berbagai macam keperluan.
Tanah memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
manusia, tanah dimanfaatkan oleh manusia selain sebagai lokasi tempat
tinggal, juga untuk menanam berbagai macam tumbuhan yang berguna
bagi manusia. Berbagai macam jenis tumbuhan yang ada di hutan, pertanian, perkebunan membutuhkan tanah yang subur, bilamana tanahnya
tidak subur, maka tidak ada hutan, tidak ada lahan pertanian dan juga
tidak ada lahan perkebunan.
Kesuburan tanah sangat tergantung kepada pola pengelolaan dan
pemanfaatan tanah oleh manusia. Bilamana manusia dalam memanfaatkan dan mengelola tanah secara sembarangan, tidak cerdas, dan
seenaknya sendiri maka dapat mengakibatkan tanah tersebut menjadi
tidak subur. Hal ini bisa dilihat pada tanah-tanah pertanian dan
perkebunan yang sekarang berubah menjadi padang pasir.
418
2) Air
Air adalah suatu zat yang terdiri dari zat hidrogen dan oksigen
(H2O). Kita semua mengetahui apa itu air, karena setiap hari kita tidak
bisa melepaskan diri dari air, bahkan disarankan dalam satu hari minimal
kita harus minum air sebanyak 1 liter.
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting
bagi manusia dan makhluk hidup. Air adalah sumber kehidupan, tanpa air
manusia dan makluk lainnya akan mati. Pernahkah kalian mencoba untuk
menanam tumbuhan dalam pot? Perhatikan apa perbedaan antara
tanaman dalam pot yang secara rutin disiram dengan air dan yang tidak
pernah disiram?. Demikian halnya dengan manusia, bila tidak pernah
disiram air? Oleh karena itu, kita sering mendengar manusia mengalami
musibah karena tidak memiliki air, atau bertengkar karena air.
Sumber daya air berasal sungai, danau dan laut. Namun air yang
bersumber dari laut rasanya asin, sehingga tidak bisa dikonsumsi oleh
manusia. Sedangkan air yang bisa dikonsumsi manusia adalah air tawar
yang biasanya bersumber dari danau dan sungai. Tetapi manusia dengan
akal pikirannya sudah bisa memperoleh air tawar tidak dari sungai dan
danau, tetapi dari sumur yang digalinya, baik itu dalam bentuk tradisional
maupun sumur artesis yang mampu menggali tanah hingga kedalaman
lebih dari 100 meter di bawah permukaan bumi.
Ketersediaan air di suatu wilayah berkaitan dengan pergantian
musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Selain itu juga
tergantung kepada kondisi permukaan tanah. Oleh karena itu sering
dijumpai ada wilayah yang sumber airnya sedikit dan ada wilayah yang
sumber airnya melimpah.
Pada saat musim hujan, air hujan sebaiknya bisa diserap oleh
tanah, disimpan didalamnya, kemudian secara perlahan dan kecil mengalir menjadi air tanah yang selanjutnya muncul sebagai sumber air atau
mata air. Sumber air ini, bila bertemu dengan sumber air lainnya mengalir
menjadi sungai dan danau.
Kondisi tersebut diatas tidak selalu terjadi, karena adanya permukaan tanah yang tidak mendukung. Permukaan tanah yang tertutup
secara permanen, seperti jalan aspal, gedung, halaman bersemen, dan
sejenisnya tanahnya tidak dapat dapat menyerap air hujan, sehingga air
hujan langsung mengalir ke dalam selokan, got, dan bilamana got buntu
atau hujannya deras bisa mengakibatkan banjir. Hal ini banyak terjadi di
419
kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya yang sering mengalami
banjir kalau musim hujan. Demikian halnya bila permukaan tanah tidak
ada tanamannya, seperti gunung gundul, padang pasir, dan sejenisnya
air hujan juga tidak bisa terserap dalam tanah akibatnya air hujan
langsung mengalir dan terjadilah banjir. Kondisi tersebut mengakibatkan
ketersediaan air dalam tanah menjadi tidak terjaga, apalagi pada musim
kemarau.
Air hujan bisa tersimpan dalam tanah, bila permukaan tanah
banyak ditumbuhan tanaman atau pohon-pohonan. Tumbuhan hijau dan
akar tanaman membantu permukaan tanah untuk menyerap air hujan
masuk ke dalam tanah, tersimpan di dalam tanah dan menjadi air tanah.
Air tanah inilah yang selanjutnya akan mengairi sumur dan mata air.
Dengan demikian ketersediaan air tawar terjaga, terutama di musim
kemarau.
Tumbuhan hijau dan akar tanaman selain bisa membantu
permukaan tanah dalam menyerap air, juga membantu permukaan untuk
mencegah terjadinya erosi, yaitu pengikisan tanah oleh air hujan.
3) Udara
Udara termasuk salah satu sumber daya alam yang dapat
diperbarui. Caranya melalui kegiatan fotosintesis pada tumbuhan.
Bilamana permukaan tanah banyak ditumbuhi tanaman, maka udara
bersih dan sehat banyak diperoleh di daerah tersebut, demikian halnya
sebaliknya. Hal ini dikarenakan tumbuhan menghasilkan udara bersih.
Permukaan tanah yang gersang, tidak ada tumbuhan, hanya ada
gedung-gedung dan pabrik hanya menghasilkan asap dan debu, maka
udara yang ada di wilayah tersebut tidak bersih dan menyehatkan.
Udara dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kepentingan,
tetapi yang pokok adalah dipergunakan untuk pernapasan, membantu
proses metabolisme tubuh, sehingga bahan makanan bisa diolah menjadi
energi. Selain itu manusia memanfaatkan udara untuk berbagai
kepentingan, antara lain sebagai jalur penerbangan pesawat terbang,
saluran komunikasi melalui satelit atau antena, sumber tenaga gerak
seperti dalam perahu layar nelayan atau kincir angin sebagai sumber
tenaga listrik yang banyak dilakukan di Belanda. Selain itu udara juga
dimanfaatkan oleh manusia untuk kegiatan rekreasi dan olahraga, seperti
terjun paying, gantole, terbang laying, main laying-layang, main pesawatpesawatan dari kertas, dan sebagainya.
420
2. Sumber Daya Alam yang Tidak Dapat Diperbaharui
Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui adalah sumber
daya alam yang jika dipakai terus menerus akan habis dan tidak dapat
diusahakan kembali keberadaannya oleh manusia. Manusia tidak bisa
membuat atau memperbanyak keberadaan sumber daya alam jenis ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Manusia hanya bisa melakukan daur ulang terhadap sumber daya
alam tersebut. Artinya manusia hanya bisa mengolah kembali bahan
yang telah dipakai sehingga bisa dipergunakan atau dimanfaatkan
kembali. Contoh besi, manusia tidak bisa membuat besi, tetapi mengolah
kembali besai yang tidak terpakai menjadi benda yang diperlukan
manusia.
Contoh jenis sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui
adalah berbagai macam barang tambang seperti minyak bumi, gas alam,
emas-perak, dan batu bara dan lain sebagainya. Minyak bumi yang kita
ambil dari dalam bumi dan dipergunakan untuk bahan bakar (kendaraan,
penerangan maupun memasak) oleh manusia suatu saat bisa habis,
seperti sekarang ini sudah mulai berkurang. Oleh karena itu harga
minyak bumi yang dipergunakan sebagai bahan bakar semakin hari
semakin mahal.
Berdasarkan kondisi tersebut, diharapkan manusia memanfaatkan
sumber daya alam jenis ini secara hati-hati, hemat, dan menjaga
kelestariannya. Caranya dengan memanfaatkan sumber daya alam
tersebut sesuai dengan kebutuhan kita (manusia) dan tidak berlebihlebihan.
a. Minyak Bumi
Minyak bumi adalah sumber daya alam yang dipergunakan
manusia sebagai bahan bakar, biasa dikenal dengan istilah BBM (bahan
bakar minyak). Minyak bumi merupakan bahan baku utama dalam
pembuatan BBM seperti minyak tanah, solar, bensin atau premium, avtur,
pertamak dan sebagainya. Bahan bakar minyak ini dipergunakan
manusia untuk menggerakkan bernagai macam mesin dan kendaraan
bermotor, mulai dari pesawat terbang hingga sepeda motor.
Minyak bumi berasal dari hewan (plankton) dan jasad-jasad renik
yang telah mati berjuta-juta tahun. Akibat adanya tekanan permukaan
421
tanah di bumi serta pengaruh suhu di bumi berubah menjadi cairan pekat
yang disebut minyak bumi.
Oleh karena itu letak minyak bumi ada di kedalaman berpuluhpuluh meter dari permukaan tanah, bahkan kadang juga letaknya di
bawah laut, dan manusia harus menggali untuk mengambilnya.
b. Batu Bara
Batubara adalah sumber daya alam yang dipergunakan manusia
sebagai bahan bakar untuk kepentingan rumah tangga dan industri. Berbeda dengan minyak bumi, walaupun sama-sama dipergunakan sebagai
bahan bakar, batubara dipergunakan manusia untuk bahan bakar rumah
tangga dan industri, sedangkan minyak bumi dipergunakan manusia sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin dan peralatan bermotor.
Batubara berasal dari tumbuhan purba yang telah mati berjutajuta tahun yang lalu. Akibat adanya pengaruh alam dan cuaca tumbuhan
yang telah mati tersebut berubah menjadi arang dan batu.
Oleh karena itu letak batu bara tidak berada di kedalaman yang
jaraknya berpuluh-puluh meter dari permukaan tanah seperti minyak
bumi, tetapi ada di permukaan bumi, dan manusia harus menggali untuk
mengambilnya, walaupun tidak perlu terlalu dalam.
c. Emas dan Perak
Emas dan perak adalah batu mulia yang dipergunakan manusia
untuk perhiasan dan berbagai macam asesoris. Emas bentuknya sangat
khas, warnanya kuning mengkilat dan nampak indah, sedangkan perak
warnanya putih mengkilat.
Selain sebagai perhiasan dan asesoris, emas dipergunakan
manusia sebagai acuan atau alat dalam kegiatan transaksi perdagangan.
Pada jaman dahulu, sering emas dipergunakan untuk berbagai macam
bentuk transaksi perdagangan.
Alam Indonesia kaya akan sumber daya alam emas dan perak,
bilamana kalian perhatikan pada sebuah peta Indonesia, maka dapat
diketahui daerah-daerah yang alamnya menghasilkan emas dan perak.
Pertambangan emas dan perak di wilayah Indonesia dilakukan
oleh negara dan pihak swasta, namun demikian tidak sedikit penduduk di
sekitar wilayah tersbut yang menggali atau menambang emas secara
individual dan tradisional.
422
d. Besi
Besi merupakan bahan endapandan logam yang berwarna putih.
Besi berasal dari bahan yang bercampur dengan tanah, pasir dan
sebagainya.
Besi berasal dari biji besi yang diambil oleh manusia melalui
kegiatan penambangan. Kemudian biji besi tadi diolah manusia menjadi
potongan atau lempengan besi seperti yang dikehendaki manusia.
Besi dipergunakan manusia untuk berbagai macam kepentingan,
mulai dari sebagai bahan dalam membuat berbagai macam peralatan
rumah tangga, kendaraan, dan bangunan.
Tugas 9.2
Pada saat ini, kehidupan kita banyak dikelilingi oleh plastik,
bahkan bisa dikatakan semua peralatan hidup manusia
mengandung plastik. Padahal diketahui plastik termasuk benda
yang sulit diolah oleh tanah.
Bagaimana pendapatmu terhadap fenomena tersebut terkait
dengan sumber daya alam yang ada di Indonesia?.
C. RUANG LINGKUP SUMBERDAYA ALAM
Sumberdaya alam mencakup semua pemberian alam di bawah
atau diatas bumi baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Pengertian
sumberdaya alam meliputi semua sumberdaya dan sistem yang
bermanfaat bagi manusia dalam hubungannya dengan teknolgi, ekonomi
dan keadaan sosial tertentu. Definisi itu berkembang dan sekarang
mencakup sistem ekologi dan lingkungan (environment). Secara garis
besar sumberdaya alam dapat digolongkan menjadi: tanah pertanian,
tanah hutan dan hasil-hasilnya; tanah yang khusus untuk keindahan dan
rekreasi serta tujuan ilmiah; ikan-ikan tawar maupun ikan air laut, bahanbahan mineral minyak maupun nonminyak; sumber energi nonmineral
yang dapat diperbaharui seperti matahari, gelombang aut, angin sistem
geothermal, sumberdaya air dan sebagainya.
Setelah lepas dari alam dan dikuasai oleh manusia, maka sumberdaya tersebut disebut sebagai barang-barang sumberdaya (resource
commodity). Dari definisi di atas menjadi jelas bahwa yang kita ketahui
tentang suberdaya alam tergantung pada keadaan alam, tingkat teknologi
saat ini maupun yang akan datang serta kondisi ekonomi maupun selera.
423
Penggunaan sumberdaya meliputi konsumsi langsung seperti
konsumsi ikan segar, air, rekreasi di luar rumah, kayu bakar untuk masak;
sebagai masukan untuk pengolahan seperti bijih besi, bijih tembaga bai
industri peleburan besi dan tembaga; sebagai konsumsi untuk
pengolahan leih lanjut, seperti bahan bakar dikonsumsi dalam pabrik dan
angkutan, penggunaan pada tempanya seperti taman, daerah cagar
alamdan sebagainya. Dapat juga pengelolaan sumberdaya untuk tujuan
bermacam-macam seperti pengolahan hutan untuk perkayuan, watershed (sumber air) dan rekreasi. Adanya sumberdaya alam dapat dilihat
dalam arti stock atau persediaan yang ada pada suatu saat (reserve)
atau aliran (flow) dari barang-barang sumberdaya atau jas yang dihasilkan oleh stock sumberdaya tersebut. Stock atau reserve menunjukkan
apa yang diketahui tersedia bagi pengunaan sepanajang waktu yang
akan sedangkan aliran barang dan jasa menunjukkan bahwa barang dan
jasa sedang dimanfaatkan.
Beberapa sumberdaya alam dapat diperbaharui secara alamiah
ataupun dengan bantuan manusia, sedangkan yang lain tidak dapat
diperbarui. Matahari, angin, gelombang laut, tanah pertanian, hutan,
perikanan, udara dan air permukaan merupakan sumberdaya yang dapat
diperbaharui (renewable resources).
Dapat diperbaharuinya suatu sumberdaya sering tergantung pada
cara pengelolaan yang tidak merusak, seperti terhadap tanah-tanah
pertanian, perikanan, dan pembuangan sampah, karena beberapa perubahan terhadap sumberdaya alam tidak dapat dikembalikan lagi
(irreversible). Tersedianya sumberdaya alam tergantung pada tersedianya teknologi, tingkat biaya dan kendala-kendala sosial. Misalnya alumunium terdapat dalam bijih-bijih selain bauksit, baru akan akan bermanfaat
bila ada penemuan teknologi yang diperlukan. Produksi bahan mineral
dari air laut adalah relatif terlalu mahal. Eksploitasi sumber mineral dekat
kota atau penebangan hutan seringkali tak dilaksanakan karena ada tekanan sosial atau undang-undang yang tidak menghendaki ditebangnya
hutan tersebut.
Sumberdaya alam harus dipandang sebagai bagian sistem secara
luas. Jangan sampai pengolahan suatu sumberdaya akan merusak jenis
sumberdaya lain. Penggalian tambang batu bara mungkin menyebabkan
aliran air tanah, sungai dan sumur-sumur menjadi kering untuk selamanya. Acid dari belerang bila terbuka dan kena air hujan akan mengotori
sumber-sumber air dan membunuh tanaman serta ikan.
424
D. PERMASALAHAN SUMBERDAYA ALAM
Bila sumberdaya alam disia-siakan dan hanya untuk memajukan
kesejahteraan ekonomi, merangsang pertumbuhan ekonomi jangka
pendek, dan lokal serta bila kita tidak berhati-hati dalam pengelolaannya,
maka akhirnya manusia harus mengganti pelayanan gratis dan nilai-nilai
yang hilang, dengan hilangnya lingkungan alam itu. Ekonomi dapat
merusak sumberdaya bila biaya pemulihan melebihi keuntungan dari
kebijakan pertumbuhan jangka pendek.
Permasalahan-permasalahan yang ada sehubungan dengan
sumberdaya alam, antara lain sebagai berikut.
1 Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang terjadi,
berkaitan erat dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan pola
penyebaran yang kurang seimbang dengan jumlah dan penyebaran sumberdaya alam serta daya dukung lingkungan hidup yang
ada.
2 Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang terjadi di
daerah yang tanahnya kurang subur dan penduduknya masih
mempunyai kebiasaan membuka hutan untuk perladangan baru,
akan terjadi kerusakan lahan. Usaha perladangan berpindah
tersebut di satu pihak memerlukan tenaga banyak, sementara
hasilnya dalam bentuk bahan makanan sangat sedikit, di lain
pihak usaha itu mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang
terus meluas.
Tugas 9.3
Coba
kalian lakukan pengamatan di lingkungan sekitarmu,
permasalahan sumberdaya alam apa yang sedang terjadi di
lingkungan tempat tinggalmu?
E. KETERBATASAN SUMBER DAYA ALAM
Sumber daya alam yang keadaannya terbatas baik Sumber daya
alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) maupun sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources).
Sumber daya alam yang dapat diperbaharui setiap saat diusahakan
manusia untuk selalu dapat mendukung kehidupan, walaupun menurun
425
masih tetap dapat terus menghasilkan, tetapi pada suatu saat akan
mencapai titik maksimum sehingga keadaannya tidak dapat diperbaiki
lagi. Sedangkan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
umumnya terdapat di dalam bumi yang terbentuk selama beberapa juta
tahun yang lalu, dan sekarang ini digunakan untuk kepentingan dan
kesejahteraan hidup manusia, walaupun penggunaannya hanya sekali
saja, apabila persediaannya di suatu tempat habis maka akan habis
selamanya, sehingga harus mencari atau membelinya ke tempat lain
yang masih memiliki persediaan.
Dengan demikian, persediaan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui keadaannya serba terbatas dan tersebar tidak merata di
berbagai tempat atau wilayah, sehingga terdapat wilayah yang memiliki
sumber daya alam tertentu tetapi tidak memiliki sumber daya yang lain,
atau suatu wilayah memiliki banyak sumber daya alam tetapi masingmasing jumlahnya terbatas. Misalnya: Saudi Arabia kaya dengan sumber
minyak bumi, tetapi tidak memiliki sumber daya alam yang lain; Nauru
kaya dengan fosfat tetapi tidak memiliki sumber daya alam lain; Indonesia
banyak memiliki sumber daya alam, tetapi masing-masing cadangan di
dalam bumi jumlahnya terbatas.
Sumber daya alam yang dapat diperbaharui keberadaannya untuk
terus dapat dimanfaatkan tergantung pada kearifan manusia sendiri untuk
mengelolanya, apabila dimanfaatkan secara sembrono dan merusak
lingkungan tempat sumber daya alam tersebut, maka bukannya dapat
diperbaharui malahan kehancuran yang akan didapatkan. Karena itu,
jangan lupa bahwa alam memiliki kemampuan yang terbatas untuk
mengembalikannya, tergantung pada manusia untuk melestarikan alam
dan lingkungannya.
Keterbatasan sumber daya alam yang dapat diperbaharui
berdasarkan lokasi geografis menjadikan sebagai ciri dari wilayah yang
bersangkutan, antara lain:
1. Kayu dan Rotan
Pulau-pulau penghasil kayu dan rotan terbesar berasal dari
Kalimantan, Sumatera dan Papua, tetapi terdapat kayu yang
menjadi ciri suatu wilayah, yaitu kayu eboni dari sulawersi; kayu
cendana dari NTT, kayu besi (ulin) dari Kalimantan Timur. Kayu
yang menjadi ciri wilayah tersebut tidak dikembangkan di daerah
lain, menyebabkan
426
2.
3.
4.
5.
6.
hanya dari wilayah bersangkutanlah kayu tersebut berasal.
Kebutuhan kayu untuk bahan bangunan, meubel, atau untuk
peralatan lainnya tidak semuanya diperoleh oleh suatu wilayah,
karena adanya keterbatasan kayu yang dimiliki oleh wilayah
bersangkutan.
Sagu
Pohon sagu banyak terdapat di kepulauan Maluku dan Papua,
sehingga sagu menjadi bahan makanan pokok penduduk di
wilayah tersebut. Pohon sagu bukan berarti di wilayah atau pulaupulau lainnya tidak ada tetapi hanya di Maluku dan Papua yang
memiliki kebudayaan mengolah sagu, sehingga sagu menjadi ciri
dari bahan makanan dari Maluku dan Papua.
Buah-buahan
Buah-buahan dapat menjadi ciri suatu wilayah, seperti jeruk bali,
jeruk pontianak, marquisa dari Brastagi Sumatera Utara, kopi
lampung, dukuh Palembang, dan lain-lain. Banyak juga buahbuahan menjadi ciri lokal seperti di Jawa Barat nanas dan
rambutan dari Subang, kesemek dari Cikajang Garut, buah pala
untuk manisan dari Sukabumi, mangga dari Indramayu, dan lainlain.
Rempah-rempah
Rempah-rempah berfungsi sebagai bumbu dapur, banyak
diusahakan dari berbagai wilayah, tetapi terbanyak dari Maluku,
seperti biji pala, sedangkan lada putih banyak dihasilkan dari
Lampung. Sejak jaman dahulu di awal kolonialisme bangsabangsa Eropa datang ke kepulauan kita, karena rempah-rempah
yang saat itu diperlukan di Eropa, seperti bangsa Portugis,
Belanda, dan Inggris.
Tembakau
Tembakau banyak di usahakan di Jawa Tengah bagian selatan,
Yogyakarta, dan Jawa Timur termasuk Madura, jenis tembakau
yang ditanam banyak digunakan sebagai bahan baku rokok
kretek. Sedangkan yang ditanam di Deli digunakan sebagai bahan
baku cerutu.
Cengkeh
Cengkeh banyak dimanfaatkan, sebagai campuran rokok kretek,
minyak hasil penyulingan untuk obat gigi, cengkehnya dapat
427
digunakan untuk bumbu membuat masakan atau kue. Tanaman
cengkeh banyak di tanam di Minahasa Sulawesi Utara.
7. Kelapa dan Kelapa Sawit
Kelapa tumbuh di semua wilayah di Indonesia, tetapi hanya di
manfaatkan untuk kepentingan wilayah bersangkutan, sedangkan
yang diekspor dalam bentuk kopra banyak diusahakan di
Sulawesi dan Maluku. Kelapa sawit ditanam sebagai tanaman
perkebunan sebagai bahan baku minya goreng diusahakan di
berbagai wilayah di Sumatera untuk dijadikan CPO (crude palm
oil) atau bahan setengah jadi untuk minyak goreng.
8. Garam
Pulau-pulau Indonesia dikelilingi oleh laut, tetapi tidak semua
pantai dapat dijadikan pembuatan garam, karena harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk dapat diusahakan menjadi
tambak garam yaitu kadar garam yang tinggi dan adanya budaya
untuk pembuatan garam. Adapun syarat diusahakannya tambak
garam sebagai berikut: (1) tidak terdapat sungai yang bermuara
ke laut; (2) kurangnya curah hujan; (3) pemanasan sinar matahari
yang kuat; (4) musim kemarau lebih panjang dari musim penghujan; dan (5) tidak terdapat arus laut menuju wilayah tersebut.
Apabila syarat tersebut terpenuhi, maka di wilayah pantai
bersangkutan dapat dijadikan tambak garam. Penduduk yang
banyak memiliki budaya pembuatan garam yaitu di Madura.
9. Beras
Penduduk Indonesia di Pedesaan banyak memiliki mata
pencaharian sebagai petani dengan padi sebagai tanaman pokok,
tetapi produksi beras nasional setiap tahun tidak dapat memenuhi
kebutuhan penduduk Indonesia, sehingga harus mengimpornya
dari negara lain, terutama dari negara-negara yang berada di Asia
Tenggara seperti Myanmar, Vietnam, dan Thailand. Wilayah di
Indonesia sebagai penghasil beras terbesar yaitu dari P. Jawa
dan Lampung. Walaupun demikian, di Jawa Barat terdapat pusatpusat beras dengan kualitas baik yang merupakan ciri dari
wilayah bersangkutan seperti beras Sumedang dengan nama
beras jembar dan beras Cianjur dengan nama beras pandanwangi, hanya sayangnya beras ini tidak dikembangkan di daerah
lain karena berumur panjang dan hasilnya di bawah IR pada
satuan luas lahan yang sama.
428
10.
11.
Perikanan
Ikan di Indonesia jumlahnya melimpah tetapi hanya terkonsentrasi
di berbagai tempat, misalnya untuk pusat perikanan laut di Bagan
siapi-api pantai Timur Sumatera, pelabuhan perikanan samudera
di Cilacap. Sedangkan perikanan air tawar di setiap daerah
memiliki kolam ikan baik kolam empang ataupun kolam air deras,
tetapi di Jawa Barat ikan ditanam pada jaring terapung di waduk
Jatiluhur, waduk Cirata, dan Waduk Saguling.
Sapi
Sapi banyak diusahakan di Bali dan NTT, menyebabkan di
wilayah sapi menjadi lambang status sosial dan menjadi pemasok
kebutuhan sapi bagi wilayah-wilayah lain. Tetapi jumlah daging
yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia setiap tahun tidak
sebanding dengan jumlah sapi yang dihasilkan di wilayah
tersebut, sehingga Indonesia banyak mengimpor sampai dari
Australia.
Tugas 9.4
Menurut kalian mengapa sumberdaya alam yang ada di bumi ini
kondisinya terbatas?
Seandainya suatu saat kita harus membeli udara, seperti sekarang
ini kita harus membeli air untuk dikonsumsi? Kira-kira apakah ada
kehidupan di permukaan bumi ini?
F. PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM
Suatu sumberdaya alam dapat dipergunakan untuk berbagai
keperluan, sehingga pemilihan peruntukannya menjadi sangat penting.
Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah: (1) efisiensi dan efektivitas penggunaan yang optimal dalam batas kelestarian yang mungkin;
(2) tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam yang
berkaitan dalam ekosistem; dan (3) memberikan kemungkinan untuk
mempunyai pilihan penggunaan di masa depan, sehingga perubahan
ekosistem tidak terjadi secara drastis.
Selain hal tersebut di atas, pemanfaatan sumberdaya alam juga
perlu memperhatikan patokan-patokan sebagai berikut.
429
1
Daya guna dan hasil guna yang dihendaki harus dilihat dalam
batas-batas yang optimal sehubungan dengan kelestarian lingkungan sumberdaya alam yang mungkin dicapai.
2 Tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam
yang berkaitan dalam suatu ekosistem.
3 Memberikan kemungkinan untuk mengadakan pilihan penggunaan dalam pembangunan di masa yang akan datang.
Pengelolaan sumberdaya alam yang dapat diperbarui merupakan
penentu kelangsungan pembangunan, sehingga pemakaiannya harus
memperhatikan sumberdaya alam yang lain dalam suatu ekosistem karena sumberdaya alam tersebut akan saling berkaitan dan saling berinteraksi satu sama lainnya. Sumberdaya alam yang dapat memperbarui
diri termasuk di dalamnya sumberdaya alam hayati. Sumberdaya alam
hayati merupakan sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri, dalam
arti kata bahwa sumberdaya ini dapat dipanen berulang kali. Tetapi bila
pemanennya tidak mempertimbangkan segi kelestariannya, maka
sumberdaya alam ini akan menjadi sumberdaya alam yang tidak dapat
memperbarui diri. Oleh karena itu, pengelolaannya harus mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut ini.
1. Prinsip Daya Toleransi
Setiap makhluk hidup punya rentang kisaran kondisi faktor
lingkungan yang memberikan kesempatan padanya untuk lulus hidup.
Ada batas atas dan ada batas bawah, di antara kedua nilai ekstrem
tersebut merupakan kisaran toleransi dan termasuk kondisi optimum.
Faktor apa pun yang kurang atau melebihi batas toleransi dianggap
sebagai faktor pembatas (Odum, 1997).
2. Prinsip Hukum Minimum
Hukum minimum menyatakan bahwa nilai hasil, hasil atau kualitas
suatu sistem ditentukan oleh faktor pendukungnya yang berada dalam
keadaan minimum. Hukum minimum yang dikemukan oleh Liebiq ini
dapat diterapkan dalam menentukan daya dukung. Kalau suatu daerah
atau pulau mengalami keadaan keku-rangan air, maka tersedianya air
dan besarnya kebutuhan air akan sangat menentukan daya dukung daerah atau pulau itu. Jadi dengan hukum minimum dapat ditentukan
permasalahan lingkungan terpenting, sehingga dapat ditentukan pula
prioritas pengelolaannya (Soerjani, dkk., 1987).
430
3. Prinsip Faktor Pengontrol
Sungguhpun semua sumberdaya alam hayati itu menerima secara
menyeluruh terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhinya, seringkali terdapat juga suatu faktor lingkungan tertentu yang mempunyai daya pengontrol. Faktor pengontrol ini beroperasi, baik melalui
ukurannya yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, tetapi kesannya dapat
menentukan dinamika populasi dari suatu jenis sumberdaya alam hayati.
Jadi pencemaran udara, pestisida, pupuk dapat menjadi faktor pengontrol
(Darmodjo & Kaligis, 1984/1985).
4. Prinsip Ketanpabalikan
Beberapa sumberdaya alam hayati tidak dapat memperbarui diri
lagi karena proses fisis dan biologis dalam suatu habitat atau ekosistem
memang sudah tidak berlangsung lagi, atau sudah tak berfungsi lagi.
Akibatnya, sumberdaya hayati tersebut dapat menjadi sumberdaya alam
yang tidak dapat memperbarui diri lagi bahkan punah sama sekali
(Darmodjo & Kaligis, 1984/1985).
5. Prinsip Pembudidayaan
Sumberdaya alam hayati yang telah dibudidayakan oleh manusia
untuk jangka waktu yang lama, jarang dapat berkembang terus menerus
dipelihara dan dilindungi oleh manusia. Oleh karena itu, segala bentuk
pembudidayaan sumberdaya alam hayati disamping membawa manfaat
juga membawa tanggung jawab yang berat bagi manusia (Darmodjo &
Kaligis, 1984/1985).
6. Prinsip Holisme
Prinsip holisme adalah pandangan yang utuh terhadap lingkungan
hidup. Hal ini berdasarkan prinsip bahwa semua komponen kehidupan
tentu saling berinteraksi satu sama lain, saling mempengaruhi dan saling
terkait. Jadi perlu dilihat secara utuh atau sistematik menurut sistemnya
(Soerjani, dkk., 1987).
7. Pendekatan Progresif
Konsep yang kita sebut pendekatan progresif ini berdasarkan
gagasan Vayda (1982) tentang kontekstualisasi progresif yang melihat
suatu permasalahan menurut konteks pokoknya dan dikembangkan me-
431
nurut keperluannya dengan melihat konteks persoalan berikutnya. Jadi
dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan harus diutamakan
faktor yang menjadi masalah pokok, karena faktor ini merupakan peluang
terbesar dan terpenting untuk memperbaiki keadaan. Pendekatan ini
sangat menunjang prinsip hukum minimum (Soerjani, dkk., 1987).
Bukan suatu khayalan bahwa banyak di antara sumberdaya alam
hayati telah menjadi langka akhir-akhir ini. Kelangkaan ini bukan saja
terjadi pada jenis-jenis dan varietas-varietas yang telah dibudidayakan
misalnya buah-buahan. Dengan kecenderungan orang untuk mengubah
ekosistem alam menjadi ekosistem buatan seperti pekarangan tradisional, serta pemanenan sumberdaya alam hayati yang berlebihan menyebabkan jumlah jenis sumberdaya alam hayati langka semakin banyak. Di
dunia internasional, Indonesia diakui sebagai salah satu pusat keanekaragaman berbagai jenis tanaman pangan (Reksosoedarmo, dkk., 1985).
Khusus dalam keanekaragaman sumberdaya alam hayati ada
beberapa hal yang menyebabkan kelangkaan sebagai berikut: (1) areaarea yang dapat dihuni langka atau sempit; (2) area-area yang dapat
dihuni di luar jangkauan daya penyebaran atau terbatas waktunya; (3)
akibat kehadiran dan aktivitas spesies lain sehingga menye-babkan area
yang tidak dapat dihuni; (4) ketersediaan sumberdaya alam penting
dalam area yang dapat dihuni sangat kurang; (5) Plastisitas fenotipe
individu-individu populasi kurang, sehingga area yang dapat dihuni
menjadi terbatas; (6) tekanan dari musuh-musuh misalnya predator, pesaing, parasitoid/parasit dan manusia sehingga tingkat populasi menjadi
rendah; dan (7) Manusia sebagai kolektor hewan atau tumbuhan langka.
Tugas 9.5
Apakah yang bisa dilakukan oleh siswa SMK untuk mengelola
sumberdaya alam yang ada permukaan bumi di lingkungan tempat
tinggalnya?
432
G. PENTINGNYA TEKNOLOGI DALAM PENGGUNAAN SUMBERSUMBER ALAM
Penggunaan sumber-sumber alam dan peranan yang akan
dimainkannya dalam menaikkan standar hidup, tergantung antara lain
oleh bentuk penyesuaian diri manusia atas alam sekitarnya yaitu perubahan teknologi. Hubungan sumber-sumber alam dengan macam serta
tingkat teknologi sangat erat; Misalnya dulu tenaga matahari tak banyak
digunakan, baru sekarang karena bensin mahal harganya, solar energy,
biogas dan sebagainya banyak dimanfaatkan. Di negara sedang berkembang umumnya sumber-sumber alam belum banyak digunakan, karena
kurangnya pengetahuan teknik. Penemuan proses-proses vulkanisasi
menyebabkan berkembangnya perkebunan karet dan sebagainya.
Sekali lagi pemanfaatan sumber-sumber alam adalah tergantung
pada tingkat teknologi yang ada dalam suatu masyarakat. Sudah tentu
tingkat teknologi ini dapat kita pelajari dar negara yang telah majudan
tidak terbatas pada cara-cara yang telah ada dalam masyarakat itu
sendiri. Teknik-teknik yang baru itu dapat diperkenalkan di negara-negara
yang sedang berkembang dengan cara misalnya melalui perdagangan
atau mendatangkan misi teknik untuk mengadakan survey dan eksploitasi
di negara itu. Dalam arti yang negatif ini kadang-kadang diidentifikasikan
dengan imperialisme.
H.
FAKTOR-FAKTOR SOSIAL BUDAYA DAN PENGGUNAAN
SUMBER-SUMBER ALAM
Selanjutnya nilai penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber
alam adalah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan dalam masyarakat yang
bersangkutan. Dalam masyarakat yang masih pra-industri (belum
mengalami kegiatan industri) misalnya, masyarakat itu dipandang oleh
penduduknya sebagai sesuatu yang misterius dan belum dapat
dimengerti. Kebutuhan-kebutuhan akan materi terbatas pada kebutuhan
pokok. Dalam kebudayaan semacam ini manusia belum berfikir untuk
menggunakan atau mengekploitasi sumber-sumber alam yang ada.
Sebaliknya dalam masyarakat industri atau yang telah maju, sikap masyarakat itu adalah agresif dan ingin menguasai alam. Sumber-sumber
baru ditemukan, diperkembangkan, dan dikuasai untuk menyediakan
kebutuhan-kebutuhan manusia yang selalu berkembang. Pengetahuan
dan teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam masyarakat itu. Demikian pula di bidang pertanian, bahwa penggunaan tanah itu
433
harus sedemkian rupa sehingga tanah tersebut dapat dipergunakan
terus-menerus, misalnya dengan crop rotation, sistem teras, pupuk irigasi
dan sebagainya, sehingga kesuburan tanah masih terpelihara dan
bahkan semakin baik agar supaya dapat mengimbangi perkembangan
penduduk. Dalam masyarakat pra-industri hal ini tidak ada, artinya orang
tidak menggunakan fikiran, dan pengetahuan untuk itu, maka disamping
penderitaan karena adanya kelebihan penduduk, juga karena produksi
pertanian makin berkurang, di mana negara-negara sedang berkembang
pada umumnya tergantung pada sektor agraria. Oleh karena itu keadaan
masyarakat yang masih primitif akan berpengaruh pula pada penggunaan
tanah sebagai faktor produksi. Misalnya mereka tak mau menggunaka
pupuk, bibit unggul ataupun obat pemberantas hama.
Di samping itu kepercayaan yang ada dalam masyarakat juga
kadang-kadang menghambat konsumsi tertentu. Misalnya bagi orang
Yahudi dan Islam, mereka tidak makan daging babi; orang Hindu tidak
makan daging sapi. Kepercayaan semacam itu mungkin akan memaksa
pembagian kerja menurut suku bangsa, dan selanjutnya faktor kepercayaan ini akan menghalangi ereka untuk bergerak dari sektor pertanian ke
sektor industri. Sebagai misal, ada sebuah pabrik kepunyaan bangsa
Indonesia keturunan Cina dan mungkin akan hanya mengerjakan buruh
keturunan Cina saja, alasannya bukan karena mereka ini satu bahasa
atau setia kawan misalnya, tetapi sukar sekali bila menggunakan buruh
penduduk asli yang beragama Islam yang tidak makan daging babi.
Orang Kuwait atau yang menganut faham Kuwai tidak mau bekerja di
pabrik pengalengan daging atau bahan makanan, karena takut adanya
daging babi di situ. Penduduk yang menganggap kramat akan pohonpohonan, maka penggunaan sumber-sumber kayu akan sedikit. Juga
dengan adanya liburan agama yang lama, akan menyebabkan adanya
pemborosan baik tenaga kerja maupun sumber-sumber alam yang lain.
Itu semua adalah sekedar contoh dari faktor-faktor kebudayaan sosial
yang mempengaruhi penggunaan sumber-sumber alam.
Tugas 9.6
Pengeramatan hewan, seperti sapi di India, itu menurut kalian baik
atau tidak dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di
lingkungan sekitar? Demikian halnya dengan pengeramatan suatu
area tertentu atau hewan tertentu.
434
I.
KEADAAN EKONOMI YANG MEMBATASI PENGGUNAAN
SUMBER-SUMBER ALAM
Seperti telah dikatakan bahwa faktor-faktor khusus dalam kebudayaan yang berbeda dari satu negara dengan negara lain dapat menghambat kemajuan perekonomian dalam arti penggunaan sumber
alamnya. Di antara faktor-faktor khusus yang ada dalam masyarakat itu
mungkin sekali terdapat keadaan perekonomian yang menyebabkan
adanya perbedaan antara penggunaan yang optimum dan penggunaan
yang sebenarnya daripada sumber-sumber itu. Dengan perkataan lain
bahwa mungkin sekali keadaan ekonomi dapat menghambat penggunaan optimum dari sumber-sumber alam itu.
1. Tidak Tersedianya Faktor-Faktor Lain
Bahwa sumber-sumber alam bisa saja akan tetap berada di
tempatnya ataupun tidak digunakan sepenuhnya karena tidak tersedianya faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk mengerjakan atau ada tetapi
telah digunakan untuk hal-hal yang kurang produktif. Di Yunani misalnya
air terjun untuk kekuatan hidrolektrik untuk menggali tambang-tambang
belum dapat digunakan karena kekurangan kapital. Sumber-sumber alam
di beberapa negara sedang berkembang juga belum banyak digunakan
secara penuh sebab kurang baiknya organisasi dan distribusi ekonomi. Di
Indonesia misalnya, sebenarnya hasil-hasil pertanian masih dapat
dinaikkan dengan cara pemilihan bibit unggul, penggunaan pupuk dan
cara penanaman yang benar, penggunaan pestisida dan perbaikan irigasi
termasuk pengelolaan air irigasi.
2. Organisasi yang Kurang Baik
Kemajuan hanya sedikit dapat dicapai karena tidak mempunyai
pengorganisir komunikasi yang efektif. Pembagian pupuk kurang lancar
karena tidak ada fasilitas kredit (misalnya KUD) yang dapat mendorong
penggunaan pupuk yang lebih banyak dan sebagainya.
3. Distribusi yang Tidak Baik
Tidak adanya sistem distribusi yang baik, misalnya tidak adanya
cold storage atau transportasi yang baik, pengawasan pasar dan sebagainya akan menghalangi hasil panen yang maksimum. Dengan tidak
tersedianya alat-alat untuk membawa hasil panen ke pasar dan tidak
diketahuina keadaan pasar atau teknik pemasaran, maka panen akan
435
kekurangan permintaan. Di San Yuan (Puerto Rico) orang-orang tidak
dapat membeli (makan) buah nanas, padahal 10 mil dari kota itu nanas
sampai di buang-buang. Para transmigran di luar Jawa banyak yang tidak
dapat menjual hasil panenan, karena kurangnya prasarana jalan. Akibatnya tanah-tanah pertanian di luar Jawa kurang efektif pemanfaatannya.
4. Bentuk Pasar yang Tidak Tepat
Bentuk organisasi pasar dapat juga mempengaruhi penggunaan
sumber-sumber alam. Adanya monopoli dan peraturan-peraturan pemerintah misalnya lokal yang menggunakan bahan-bahan mentah dalam
negeri. Di India misalnya ketika di bawah pengaturan pemerintah Inggris,
pernah ada pembatasan untuk mendirikan perusahaan pengolahan yute
lokal. Yute itu harus diekspor, meskipun konsumsi konsumsi akhir yang
berupa karung adalah di India sendiri. Sebaliknya dalam hal tertentu,
harapan-harapan untuk memegang monopoli akan medorong timbulnya
usaha yang memegang monopoli akan meliputi perluasan sumbersumber alam dan penemuan sumber-sumber baru. Mungkin ini akan
menimbulkan inovasi dan lebih mengintensifkan penggunaan sumber
alam yang tersedia.
5. Perubahan-perubahan Biaya
Satu hal menghalangi penggunaan sumber alam yang lebih baik
adalah adanya perubahan-perubahan dalam biaya. Misalnya eksplotasi
pada waktu yang lalu telah dapat menghasilkan keadaan yang baik bagi
suatu negara, katakanlah telah dapat mengadakan spesialisasi di bidang
hasil tertentu. Hal-hal semacam ini akan menghalangi penggunaan
sumber-sumber yang ada untuk menghasilkan barang-barang baru karena harus merubah macam-macam hal lain. Misalnya di negara yang perekonomiannya terutama bekerja untuk ekspor, di mana transportasi
berjalan antara perkebunan dan pertambangan langsung ke pelabuhan
tanpa adanya distribusi atau transpor ke daerah lain. Kalau demikian
adanya maka ini akan menyebabkan dibutuhkannya fleksibilitas dalam
penggunaan sumber-sumber yang ada yang mungkin justru akan memberatkan biaya-biaya. Bagi negara-negara yang perekonomiannya belum
maju, usaha untuk menspesialisasikan penggunaan sumber-sumber alam
akan berakibat semakin kurang fleksibel dan semakin kurang komplementer dalam penggunaannya.
436
Pada umumnya setiap sumber alam yang ditemukan dapat dieksploitir secara ekonomis asal saja biaya-biaya menggali dan sebagainya itu diharapkan dapat terbayar. Biaya ini tidak saja mencakup biayabiaya variabel tetapi juga biaya tetap yang merupakan biaya-biaya yang
besar. Akhirnya kebanyak bahan-bahan mineral (tambang) mempunyai
nilai yang rendah semasih belum diapa-apakan karena sebelum dapat
dijual, bahan-bahan ini harus diproses terlebih dahulu. Instalasi-instalasi
untuk pengolahan ini sudah tenu sangat mahal, membutuhkan kapital
yang banyak dan merupakan produksi jangka panjang. Kelanjutan serta
kelancaran persediaan bahan mentah dapat berjalan dan menguntungkan bila ada pasar yang mampu untuk menampung hasil-hasil itu secara
terus-menerus; sudah tentu tidak cukup dengan pasar dalam negeri saja,
tetapi juga pasar luar negeri.
6. Ketergantungan pada Ekspor
Bagi negara-negara sedang berkembang pada umumnya, perbandingan antara ekspor dan pendapatan nasional adalah tinggi. Pembelajaran dan penerimaan pemerintah sebagian besar terbesar tergantung
pada ekspor. Sebenarnya di negara-negara yang telah maju perekonomiannya seperti Swedia, Denmark, Belanda, Amerika Serikat dan
sebagainya perekonomiannya malahan lebih tergantung pada eksport.
Hanya saja bedanya, negara-negara yang telah maju ini dapat menghasilkan macam-macam bahan ekspor, sedangkan negara-negara yang
masih sedang berkembang bahan eksportnya hanya satu atau dua
macam saja, sehingga bila ada kegoncangan harga mengenai bahan
tersebut di pasar dunia, maka perekonomian dalam negeri akan mulai
terasa goncang pula. Oleh karena itu usaha-usaha pemerintah negeranegara sedang berkembang ini ialah di samping memperbanyak jumlah
ekspor juga penting memperbanyak macam barang ekspor. Sehingga
kalau ada kegoncangan pada bahan yang satu dapat distabilkan dengan
bahan yang lainnya. Dengan demikian perekonomian dalam negeri tidak
banyak terpengaruh. Ini disebut usaha diverifikasi ekspor.
Jadi sebenarnya bukan sifat berorientasi ke perdagangan luar
negeri dari negara-negara yang sedang berkembang itu yang selalu
mengganggu keadaan perekonomian dalam negeri, tetapi karena relatif
tidak fleksibelnya perekenomian dalam menyesuaiakan diri terhadap
perubahan dalam pasar dunia dan juga karena kurangnya macam hasil
barang yang diekspor. Karena itu harus diusahakan pula disamping
437
menambah banyaknya sumber alam juga menambah macam sumber
alam yang dimiliki, kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan ekspor.
Mengenai perekonomian ekspor Afrika Barat, Asia Tenggara dan
Amerika Latin sekarang ini bukan disebabkan semata-mata karena
adanya spesialisasi internasional, tetapi juga karena perekonomian internasional, struktur sosial dari negara anggota-anggotanya serta kekuatan
kolonial memelihara keadaan ini atau sebagai akibat dari penjajahan
yang hanya mementingkan negara induknya saja di mana negara yang
dijajah ini antara lain telah digunakan sebagai sumber bahan-bahan
mentah. Didalam rangka memperbanyak macam dan jumlah sumbersumber alam ini dibutuhkan kapital dan keahlian. Kekurangan akan faktor
ini dapat diatasi misalnya dengan meminjam atau mendatangkannya dari
luar negeri, tetapi toh ini tidak gampang karena adanya faktor-faktor
politik, bahasanya dan sebagainya
438
J. RINGKASAN
Alam semesta diciptakan Tuhan yang Maha Esa dengan segala
macam isinya untuk kelangsungan dan kesejahteraan umat manusia.
Alam semesta kaya akan sumber daya alam yang dapat dipergunakan
oleh manusia untuk kesejahteraan hidupnya, baik itu yang sudah
ditemukan maupun yang belum diketemukan. Namun demikian, tidak
berarti manusia tinggal menikmatinya begitu saja, manusia harus
berusaha dan berfikir untuk menemukan dan menggunakan sumber daya
alam tersebut untuk kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu manusia
dianugerahi oleh Tuhan yang Maha Kuasa akal dan pikiran yang
dipergunakan untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta sebaikbaiknya untuk kepentingan seluruh umat manusia.
Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang disediakan oleh
alam semesta yang dapat dipergunakan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Bentuknya bisa berwujud barang, benda,
fenomena, suasana, gas/udara, air dan lain sebainya.
Sumberdaya alam tidak saja meliputi jumlah bahan-bahan yang
ada menunggu untuk diolah dan digunakan, tetapi sumberdaya alam itu
sendiri juga dinamis dan berubah-ubah sifatnya. Mengenai banyak atau
tidaknya nilai sumberdaya alam, adalah tergantung pada waktu dan
tempat, tingkat teknik dan penemuan-penemuan baru, sikap manusianya
terhadap sumberdaya tersebut, perubahan-perubahan dalam selera baik
di dalam negeri maupun di luar negeri. Perubahan-perubahan dalam
variabel ini menyebabkan negara itu akan lebih baik atau le bih buruk
(dalam arti sumberdaya alamnya) meskipun jumlah fisik dari sumberdaya
alam tersebut tidak berubah.
Berdasarkan kemampuannya untuk memperbarui diri sesudah
mengalami suatu gangguan, maka sumberdaya alam dibagi ke dalam 2
golongan, yaitu: sumberdaya alam yang dapat memperbarui diri dan
Sumberdaya alam yang tak dapat memperbarui diri. Sumberdaya alam
juga dapat digolongkan berdasarkan potensi penggunaannya, yaitu: (1)
sumberdaya alam penghasil energi; misalnya: air, matahari, arus laut,
gas bumi, minyak bumi, batu bara, angin dan biotis/tumbuhan; (2)
sumberdaya alam penghasil bahan baku; misalnya: mineral, gas bumi,
biotis, perairan, tanah dan sebagainya; dan (3) sumberdaya alam
lingkungan hidup; misalnya: udara dan ruang, perairan, landscape dan
sebagainya.
439
Sumber daya alam yang dapat diperbarui dapat dikelompokkan
menjadi sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non-hayati.
Sumber daya alam hayati berasal dari makluk hidup, sedangkan sumber
daya alam non-hayati bukan berasal dari makluk hidup.
Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui adalah sumber
daya alam yang jika dipakai terus menerus akan habis dan tidak dapat
diusahakan kembali keberadaannya oleh manusia. Manusia tidak bisa
membuat atau memperbanyak keberadaan sumber daya alam jenis ini
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Manusia hanya bisa melakukan daur ulang terhadap sumber daya
alam tersebut. Artinya manusia hanya bisa mengolah kembali bahan
yang telah dipakai sehingga bisa dipergunakan atau dimanfaatkan
kembali.
Berdasarkan kondisi tersebut, diharapkan manusia memanfaatkan
sumber daya alam jenis ini secara hati-hati, hemat, dan menjaga
kelestariannya. Caranya dengan memanfaatkan sumber daya alam
tersebut sesuai dengan kebutuhan kita (manusia) dan tidak berlebihlebihan.
Sumberdaya alam mencakup semua pemberian alam di bawah
atau diatas bumi baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Pengertian
sumberdaya alam meliputi semua sumberdaya dan sistem yang
bermanfaat bagi manusia dalam hubungannya dengan teknolgi, ekonomi
dan keadaan sosial tertentu.
Penggunaan sumberdaya meliputi konsumsi langsung seperti
konsumsi ikan segar, air, rekreasi di luar rumah, kayu bakar untuk masak;
sebagai masukan untuk pengolahan seperti bijih besi, bijih tembaga bai
industri peleburan besi dan tembaga; sebagai konsumsi untuk
pengolahan leih lanjut, seperti bahan bakar dikonsumsi dalam pabrik dan
angkutan, penggunaan pada tempatnya seperti taman, daerah cagar
alamdan sebagainya. Dapat juga pengelolaan sumberdaya untuk tujuan
bermacam-macam seperti pengolahan hutan untuk perkayuan, watershed (sumber air) dan rekreasi. Adanya sumberdaya alam dapat dilihat
dalam arti stock atau persediaan yang ada pada suatu saat (reserve)
atau aliran (flow) dari barang-barang sumberdaya atau jas yang
dihasilkan oleh stock sumberdaya tersebut. Stock atau reserve
menunjukkan apa yang diketahui tersedia bagi pengunaan sepanajang
waktu yang akan sedangkan aliran barang dan jasa menunjukkan bahwa
barang dan jasa sedang dimanfaatkan.
440
Sumberdaya alam harus dipandang sebagai bagian sistem secara
luas. Jangan sampai pengolahan suatu sumberdaya akan merusak jenis
sumberdaya lain. Penggalian tambang batu bara mungkin menyebabkan
aliran air tanah, sungai dan sumur-sumur menjadi kering untuk
selamanya. Acid dari belerang bila terbuka dan kena air hujan akan
mengotori sumber-sumber air dan membunuh tanaman serta ikan.
Permasalahan-permasalahan yang ada sehubungan dengan
sumberdaya alam, antara lain: (1) kerusakan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup yang terjadi, berkaitan erat dengan tingkat pertumbuhan
penduduk dan pola penyebaran yang kurang seimbang dengan jumlah
dan penyebaran sumberdaya alam serta daya dukung lingkungan hidup
yang ada; (2) kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
terjadi di daerah yang tanahnya kurang subur dan penduduknya masih
mempunyai kebiasaan membuka hutan untuk perladangan baru, akan
terjadi kerusakan lahan. Usaha perladangan berpindah tersebut di satu
pihak memerlukan tenaga banyak, sementara hasilnya dalam bentuk
bahan makanan sangat sedikit, di lain pihak usaha itu mengakibatkan
kerusakan hutan dan lahan yang terus meluas.
Persediaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
keadaannya serba terbatas dan tersebar tidak merata di berbagai tempat
atau wilayah, sehingga terdapat wilayah yang memiliki sumber daya alam
tertentu tetapi tidak memiliki sumber daya yang lain, atau suatu wilayah
memiliki banyak sumber daya alam tetapi masing-masing jumlahnya
terbatas. Misalnya : Saudi Arabia kaya dengan sumber minyak bumi,
tetapi tidak memiliki sumber daya alam yang lain; Nauru kaya dengan
fosfat tetapi tidak memiliki sumber daya alam lain; Indonesia banyak
memiliki sumber daya alam, tetapi masing-masing cadangan di dalam
bumi jumlahnya terbatas.
Sumber daya alam yang dapat diperbaharui keberadaannya untuk
terus dapat dimanfaatkan tergantung pada kearifan manusia sendiri untuk
mengelolanya, apabila dimanfaatkan secara sembrono dan merusak
lingkungan tempat sumber daya alam tersebut, maka bukannya dapat
diperbaharui malahan kehancuran yang akan didapatkan. Karena itu,
jangan lupa bahwa alam memiliki kemampuan yang terbatas untuk
mengembalikannya, tergantung pada manusia untuk melestarikan alam
dan lingkungannya.
Pengelolaan sumberdaya alam yang dapat diperbarui merupakan
penentu kelangsungan pembangunan, sehingga pemakaiannya harus
441
memperhatikan sumberdaya alam yang lain dalam suatu ekosistem karena sumberdaya alam tersebut akan saling berkaitan dan saling
berinteraksi satu sama lainnya. Sumberdaya alam yang dapat
memperbarui diri termasuk di dalamnya sumberdaya alam hayati.
Sumberdaya alam hayati merupakan sumberdaya alam yang dapat
memperbarui diri, dalam arti kata bahwa sumberdaya ini dapat dipanen
berulang kali. Tetapi bila pemanennya tidak mempertimbangkan segi
kelestariannya, maka sumberdaya alam ini akan menjadi sumberdaya
alam yang tidak dapat memperbarui diri.
Pemanfaatan sumber-sumber alam adalah tergantung pada
tingkat teknologi yang ada dalam suatu masyarakat. Sudah tentu tingkat
teknologi ini dapat kita pelajari dar negara yang telah majudan tidak
terbatas pada cara-cara yang telah ada dalam masyarakat itu sendiri.
Teknik-teknik yang baru itu dapat diperkenalkan di negara-negara yang
sedang berkembang dengan cara misalnya melalui perdagangan atau
mendatangkan misi teknik untuk mengadakan survey dan eksploitasi di
negara itu.
penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber alam adalah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan dalam masyarakat yang bersangkutan.
Dalam masyarakat yang masih pra-industri (belum mengalami kegiatan
industri) misalnya, masyarakat itu dipandang oleh penduduknya sebagai
sesuatu yang misterius dan belum dapat dimengerti. Kebutuhan-kebutuhan akan materi terbatas pada kebutuhan pokok. Dalam kebudayaan
semacam ini manusia belum berfikir untuk menggunakan atau mengekploitasi sumber-sumber alam yang ada. Sebaliknya dalam masyarakat
industri atau yang telah maju, sikap masyarakat itu adalah agresif dan
ingin menguasai alam. Sumber-sumber baru ditemukan, diperkembangkan, dan dikuasai untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan manusia
yang selalu berkembang.
442
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Fachry. 1997. “Budaya Lokal Di Indonesia”. Dalam Asprasi Budaya
Lokal Dalam Konteks negara Kesatuan. (Halaman 1-34). Jakarta.
Penerbit Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam
Negeri.
Al Hakim, Suparlan. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Penerbit IKIP
Malang. Malang
Azra, Azyumardi. 2007. Pendidikan Multikultural (Membangun Kembali
Indonesia Bhinneka Tunggal Ika).
Banks, J.A. 1984. Teaching Strategies For Ethnic Studies, Third Edition.
Boston: Allyn and Bacon, p. 14.
Banks, J.A. 1991. “Multicultural Education: Its Effects on Studies’ Racial
and Gender Role Attitude” In Handbook of Research on Sociel
Teachng and Learning. New York: MacMillan.
Banks, J.A. 1993. “Multicultural Educatian: Historical Development,
Dimentions and Practrice” In Review of Research in Education,
vol. 19, edited by L. Darling- Hammond. Washington, D.C.:
American Educational Research Association.
Banks, J.A. 1994. Multiethnic Education: Theory and Practice, 3rd ed.
Boston: Allyn and Boston.
Cholisin. 2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata
Pelajaran PPKN. Pengembangan Materi PPKn (aspek Ekonomi
dan Sosbud) Modul: PKN A.15. Direktorat SLTP. Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas.
Clayton, Richard, R. 1999, The family, Marriage and Social Change,
Lexington Mass-Torronto, De hath and Company
Cobb, Roger W.dan Charles D. Elder. 1972. Participation in American
Politics: The Dynamics of Agendo-Building. Boston: Allyn and
Bacon.
Cogan, J.J.& Derricot, R. (Eds.) 1998. Citizenship for the 21 Century.
London. Kogan Page.
Conn, Paul. 1971. Conflic and Decission Making: An Introduction to
Political Science. New York: Harper and Row Publisher.
Coser, Lewis A. 1956. The Functions of Social Conflict. New York : The
Free Press.
Cribbin, James J. 1985. Kepemimpinan: Srategi Mengefektifkan
Organisasi. Terjemahan Rochmulyati Hamzah. Jakarta. PT
Pustaka Binaman Persindo.
443
Dahrendorf, Ralf. 1969. Conflict Groups, Group Conflict, and Social
Change. Dalam Peter dan Sonya Orleans, eds. Social Structure
and Social Process: An Introductory Readers. Boston. Allyn and
Bacon.
Dekker, Nyoman. 1993. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Diawali
Kebangkitan Nasional Pada Permulaan Abad XX.
Malang.
Percetakan IKIP Malang.
Dekker, Nyoman. 1993. Sejarah Pergolakan Indonesia Dalam Abad XIX.
IKIP Malang. Malang
Durkheim, Emile.1966. The Elementary Forms of The Religious Life, New
York: The Free Press
Dufty, D. 1986. “Remodelling Australian Society and Culture: A Study in
Education for a Pluralistic Society” . In Modgil, C. & Verma S. &
Modgil , S. (eds.) Multicultural Education , the Interminable
Debate. London: The Falmer Press.
Effendi, Ridwan. 2004. Masyarakat dan Komunitas. Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Farida, I.A. 1996. Manajemen Konflik Pada Remaja yang Tinggal
Bersama Orang Tua dan Remaja Panti di Malang. Skripsi, tidak
diterbitkan. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
Mada.
Faqih Samlawi & Bunyamin M. 2001. Konsep dasar IPS. VC Maulana.
Bandung.
Freedman, Ronald. 1956. Principles of Sociology, a text with Reading.
New York. Holt.
Gafur, Abdul. 2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru
Mata Pelajaran PPKn. Pengembangan PPKn Aspek Intelektual.
Modul: PKN A.16. Direktorat SLTP. Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah. Depdiknas.
Hall, C.S. & Lindzey, G. 1985. Theories of Personality. New York: John
Wiley and Sons.
Handoko, T. 1998. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
Harrison, Lawrence E. 2006. Kebangkitan Peran Budaya. Bagaimana
Nilai-nilai Membentuk Kemajuan Manusia. Pustaka LP3ES
Indonesia. Jakarta
Hendricks, W. 2001. Bagaimana Mengelola Konflik. Jakarta: Bumi
Aksara.
444
Herskovits, Melville J. 1955, Cultural Anthropology. New York. Alfred A
Knopf.
Hocker, J.L. & Wilmot, W.M. 1991. Interpersonal Conflict. USA:
Wm.C.Brown Publisher.
Hogde, H.J. dan William P. Anthony. 1991. Organization Theory: A
Strategic Approach. Massachusetts. Alyn and Bacon Inc.
Horton, Paul B. 1993. Sosiologi Jilid 1dan 2. Erlangga. Jakarta
Irawan dan Suparmoko M. 1992. Ekonomi Pembangunan. Edisi 5. BPFE
Yogyakarta.
Irawati, Mimien Henie. 2003. Sumberdaya Alam dan Masa Depan
Manusia. Edisi 1. UM Press. Malang.
Inkelas, Alex. 1965. What is Sociology: an Intruduction to the Dicipline
and Profession. New Delhi: Prentice Hall Ltd.
Johnson, D.W. & Johnson, E. 1991. Reaching Out: Interpersonal
Effectiveness and Self Actualization. New Jersey: Prentice-Hall
International, Inc.
Kossek, E.E. & Ozeki, C. 1998. Work-Family Conflict, Policies, and The
Job-Life Satisfiction Relationship: A Review and Directions for
Organizational Behavior-Human Resources Research. Journal of
Applied Psychology. Vol 83 (2): 139-149).
Kahin, George McTurnan. 1995. Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik
Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Sebelas Maret University
Press Bekerjasama dengan Pustaka Sinar Harapan. Solo
Kamanto Sunarto. 1991. Pengantar Sosiologi. LP Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Jakarta.
Kartono, K. & Gulo, D. 1987. Kamus Psikologi. Bandung: Pioner Jaya.
Kattsoff, Louis O. 1996. Pengantar Filsafat. Tiara Wacana Yogyakarta.
Kymlicka, Will. 2002. Kewargaan Multikultural. Terjemahan Edlina
Hafmini. LP3ES. Jakarta
Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara Baru. Jakarta
Kusnarwatiningsih, Ami. 2007. Ragam
Mahasiswa Kos. Skripsi, tidak
Negeri Malang Lacey, H. 2003.
Workplace. Penterjemah: Bern.
Pustaka Utama.
dan Pola Penyelesaian Konflik
diterbitkan. Malang: Universitas
How to Resolve Conflict In the
Hidayat. Jakarta: PT Gramedia
Lemieux, 1986, Deconcentration and Desentralitation: A Question of
Therminology, Canadian Public Administration, Vol 2, no 2.
Linton, Ralph. 1936. The Study of Man. New York. Appleton Century.
445
Merton, Robert K. 1961. Social Theory and Social Structure. Revised and
Enlarged Edition. Illionis. The Free Press Glencoe.
Malinowsky, Michael. 1972, The Discovery of Society. New York.
Random House.
Mulyana, Deddy dan Rakhmat Jalaluddin. 2005. Komunikasi Antar
Budaya. Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda
Budaya: PT. Remaja Rosdakarya Bandung.
Mulyasa, E. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks
Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya.
Nasikun. 1993. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta. Penerbit PT Raja
Grafindo Persada.
Nursid, Sumaatmadja. 2000. Manusia Dalam Konteks Sosial Budaya dan
Lingkungan Hidup, Alfabeta, Bandung.
Pang, V.O., Gay, G.& Stanley, W.B. 1995. “Expanding Conceptions of
Community and Civic Competence for a Multicultural Society”.
Theory and Reseach in Social Education. XXIII:4(302-331).
Padi, AA. 2001. Bangsa dan Negara. Modul Pelatihan terintegrasi
Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran PPKn. Jakarta:
Direktorat ALTP, Dikmenum, Depdiknas.
Pasya, R Gurniwan Kamil. 2004. Sumber Daya Alam Sebagai Kekayaan
Bangsa. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Peter Berger. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan. LP3ES. Jakarta.
Polak, J. Maijor, 1985, Sosiologi suatu pengantar ringkas. Jakarta, PT
Ichtiar Baru
Poloma, Margaret M. 1994. Sosiologi Kontemporer. Terjemahan Tim
Penerjemah Yasogama. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
Prijosaksono, A. dan Sambel, R. 2002. Negoisasi. Sinar Harapan.
(Online), http//www.sinarharapan.co.id/ekonomi/002/04/4/man01.
html, diakses tanggal 28 April 2007.
Priyanto, Sugeng. 2002. Manusia Sebagai Zoon Politicon. Modul
Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi mata pelajaran
PPKn. Dirjen Dikdasmen, Depdiknas. Jakarta.
Rakhmat, Jalaluddin. 1993. Penelitian Komunikasi Antarbudaya, Apa dan
Bagaimana, Dalam Deddy Mulyana, Kumunikasi Antarbudaya.
Bandung, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya.
446
Rahardjo, Dawam, M. 2007. Meredam
Multikulturalisme. Makalah bebas.
Konflik,
Merayakan
Rapar. J.H. 2001. Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus,
Machiavelli. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Rachbini, Didik J. Ekonomi Politik. 1996. Paradigma Teori, dan Perspektif
Baru. Center for Information and Development Studies (CIDES)
bekerjasama dengan Institute for Development of Economic and
Finance (INDEF). Jakarta.
Rahardjo, Dawam. 2007. Refleksi tentang Kebudayaan.
Ricklefs, H. C.1991. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University
Press. Jogjakarta.
Riggio, R.E. 1990. Introduction to Industrial Organizational Psychology.
Illionis: Scott, Foresman/Little, Brown Higher Education.
Robbins, Stephen P.1996.
Jakarta.
Perilaku Organisasi. PT. Prenhallindo.
Ruyadi, Yadi. 2004. Sikap Saling Menghargai terhadap Keberagaman
Budaya. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Saputro, N.E. 2003. Perbedaan Gaya Penanggulangan Konflik
Masyarakat Suku Jawa dan Suku Madura. Skripsi, tidak
diterbitkan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Sasongko, I. dan Salomo Simanungkalit. Mei 2002. Tawuran Pelajar:
Marah dan Membunuh. Harian Kompas. Halaman 25.
Sasse, C.R. 1981. Person to Person. USA: Bennet Publishing Company.
Savage, T.V.,& Armstrong, D.G. 1996. Effective Teaching in Elementary
Social Studies. Ohio: Prentice Hall.
Skeel, D.J. 1995. Elementary Social Studies: Challenge for Tomarrow”s
World. New York: Harcourt Brace College Publishers.
Sleeter, C.E. & Grant. 1988. Making Choices for Multicultural Education,
Fife Approaches to Race, Class, and Gender. New York:
Macmillan Publishing Company.
Soekanto, Soerjono, 1990, Sosiologi suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali
Press.
Soemarjan, Selo dan Soelaeman Soemardi. 1994, Setangkai Bunga
Sosiologi, Jakarta. Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
447
Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan.
Jakarta: Djambatan.
Soerjani; Moh, Ahmad, Rofiq; dan Munir, Rozy (ed). 1987. Lingkungan:
Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan.
Jakarta : UI-Press.
Sorokin, Pitirin A. 1928. Contemporary Sociological Theories. New York.
Harper & Row.
Soetopo, H. 2001. Manajemen Konflik. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Soetopo, H. & Supriyanto, A. 1999. Manajemen Konflik. Malang: Program
Studi Manajemen Pendidikan, Administrasi Pendidikan FIP
Universitas Negeri Malang.
Sujak, Abi. 1990. Kepemimpinan Manajemen: Eksistensinya dalam
Perilaku Organisasi. Jakarta. Rajawali Press.
Sukirno, S. 2000. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sukirno, S. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Supriatna, Nana. 2004a. Terbentuknya Identitas Kebangsaan pada masa
Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan. Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Supriatna, Nana. 2004b. Prakondisi Terbentuknya Identitas Kebangsaan.
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta.
Suprapto, Ngadilah, dan Priyanto, AT. Sugeng. Pelatihan Terintegrasi
Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran PPKN. Identitas
Nasional. Modul: PKN A.13. 2002: Direktorat SLTP. Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas.
Supratiknya (Ed). 1993. Psikologi Kepribadian 1, 2, 3. Terjemahan dari
buku Theories of Personality (Calvin S Hall & Gardner Lindzey).
Penerbit Kanisius. Jogjakarta.
Suwarsono dan So, Alvin Y. 1994. Perubahan Sosial dan Pembangunan.
PT Pustaka LP3ES Indonesia.
Tinsley, C. 1998. Models of Conflict Resolution in Japanese, German &
American cultures. Journal of Applied Psychology. Vol 83 (2): 316323.
Tobroni, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Pusapom. Malang.
448
Todaro, Michael P. Ilmu Ekonomi Bagi Negara Sedang Berkembang.
Suatu Pengantar Mengenai Dasar-dasar Masalah-masalah dan
Kebijaksanaan Dalam Pembangunan. Buku II. 1985: Akademika
Pressindo. Jakarta
Turner, Bryan S. 2006. Runtuhnya Universalitas Sosiologi Barat. Bongkar
Wacana Atas: Islam Vis A Vis Barat, Orientalisme, Posmodernisme, dan Globalisme. Ar-Ruzz. Jogjakarta.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2006:
Sekretariat Jenderal MPR RI.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Wexley, K.N. & Yukl, G.A. 1998. Perilaku Organisasi dan Psikologi
Personalia. Penterjemah: M. Shobaruddin. Jakarta: Bina Aksara.
Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
White, D. & Bednar, D.A. 1996. Organizational Behavior. Boston: Allyn &
Bacon.
449
Nur Wahyu Rochmadi
untuk
Sekolah Menengah Kejuruan
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Ilmu
Pengetahuan
Sosial
ISBN XXX-XXX-XXX-X
Buku ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan telah
dinyatakan layak sebagai buku teks pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2007 tanggal 5 Desember 2007 tentang
Penetapan Buku Teks Pelajaran yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam Proses Pembelajaran.
untuk SMK
HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp. 7.888,00
Nur Wahyu Rochmadi
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Download