Identifikasi Bakteri dan Komposisi Kimia Produk

advertisement
IDENTIFIKASI BAKTERI DAN KOMPOSISI KIMIA
PRODUK FERMENTASI TELUR IKAN TAMBAKAN
(Helostoma temminckii C.V)
RAFITAH HASANAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum, M.Sc
Judul tesis
:
Nama
NRP
:
:
Identifikasi Bakteri dan Komposisi Kimia Produk Fermentasi
Telur Ikan Tambakan (Helostoma temminckii C.V)
Rafitah Hasanah
C351070021
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc
Ketua
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, MSi
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian: 28 September 2011
Tanggal Lulus: 30 september 2011
IDENTIFIKASI BAKTERI DAN KOMPOSISI KIMIA
PRODUK FERMENTASI TELUR IKAN TAMBAKAN
(Helostoma temminckii C.V)
RAFITAH HASANAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Bakteri dan
Komposisi Kimia Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan (Helostoma
temminckii C.V) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Bogor, September 2011
Rafitah Hasanah
NRP C351070021
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2011 Hak
Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Balikpapan pada tanggal 20 November 1980 dari
Ayah H. Sjachrim dan ibu Hj. Surimah (Alm).
Penulis merupakan putri
kesepuluh dari sebelas bersaudara.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Balikpapan dan pada tahun
2004 penulis lulus dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan
Pengolahan Hasil Perikanan Universitas Lambung mangkurat. Pada tahun 2007
penulis melanjutkan Pendidikan sekolah Pascasarjana (S2) di Teknologi Hasil
Perairan IPB dengan sponsor BPPS.
Penulis bekerja sebagai staf dosen di Jurusan Perikanan, Fakultas
Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Samarinda
sejak tahun 2005 hingga sekarang.
ABSTRACT
RAFITAH HASANAH. Bacteria identification and Chemical Composition of
Fermented Kissing Gourami Fish Roes (Helostoma temminckii C.V). Supervised
by LINAWATI HARDJITO and BUSTAMI IBRAHIM
This research aimed to identify bacteria found in fermented kissing
gourami fish roes. Furthermore, chemical composition of fermented product was
reported. The parameters analyzed were metal content and proximate of fresh fish
roes. Analyzed parameter of fermented product included proximate, Cl content,
pH, amino acid, free amino acid, fatty acid and minerals (Mg, Ca, K, Na)
contents. The results described 5 (five) different colony of bacteria grew
dominantly. Those colonies were isolated using tryptic soy agar (TSA) media and
determined using BBL Crystal method. The bacteria were identified as Bacillus
megaterium, Leifsonia aquatic (Corynebacterium aquaticum), Corynebacterium
propinquum, Lysinibacillus sphaericus (Bacillus sphaericus). The chemical
analysis of fresh fish roes showed it contained Hg<0,001 mg/Kg, Pb<0,01 mg/Kg,
Cd<0,01 mg/Kg. The moisture, protein, fat and ash content were 43,82±0,01%,
12,64±0,47%, 21,73±2,19%, 0,99±0,04% respectively. Based on the results it was
concluded that fish roes was in a good condition and safe to be consumed. The
chemical composition of the fermented product were 39,26±0,47%, 11,84±1,92%,
15,14±1,92%, 12,45±0,38% for moisture, protein, fat and ash respectively.
Minerals contents were 0,08%, 0,06%, 0,15%, 4,76% for K, Ca, Mg, Na
respectively. Cl content was 10,25 % and pH of 5,26. The higher amino acid
content of fermented fish roes protein was glutamic acid (2,02% of total amino
acid) and the limiting amino acids were threonine and leucine. In addition it also
contained free amino acid. Fatty acid composition of fermented showed that
palmitoleic acid was higher than the others.
Key words : Fermentation, identification, kissing gourami fish roes.
RINGKASAN
RAFITAH HASANAH. Identifikasi Bakteri dan Komposisi Kimia Produk
Fermentasi Telur Ikan Tambakan (Helostoma temminckii c.v). Dibimbing oleh
LINAWATI HARDJITO dan BUSTAMI IBRAHIM.
Fermentasi telur ikan tambakan adalah salah satu bentuk upaya
meningkatkan jual produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan
mengidentifikasi bakteri setelah proses fermentasi setahun pada telur ikan
tambakan secara spontan dan nantinya dapat diaplikasikan sebagai starter.
Penelitian ini dilakukan empat tahap yaitu: pembuatan produk fermentasi telur
ikan tambakan, isolasi bakteri, identifikasi bakteri, dan analisis kimia telur segar
serta telur fermentasi.
Proses pembuatan fermentasi telur Tambakan adalah sebagai berikut : telur
tambakan dibersihkan terlebih dahulu. Telur yang telah bersih kemudian diberi
garam rakyat sebanyak 250 gram untuk 1 Kg telur ikan. Campuran antara telur
tambakan dan garam kemudian dimasukan ke dalam botol kaca yang sudah bersih
lalu ditutup rapat dan disinilah dimulai proses fermentasi. Produk fermentasi yang
digunakan pada penelitian ini menggunakan sampel yang telah difermentasi
selama setahun.
Bakteri dikembangbiakkan dengan menginokulasikan bakteri ke agar TSA,
dengan teknik cawan tuang lalu diinkubasi dalam keadaan aerob selama 24 jam.
Koloni tunggal yang terbentuk diperiksa menggunakan pewarnaan Gram untuk
melihat warna dinding sel dan bentuk dari sel tersebut. Pengamatan dinding sel
bakteri, menggunakan mikroskop cahaya perbesaran sebesar 1000x dan
menggunakan minyak emersi. Bakteri kultur murni yang telah diperoleh,
diidentifikasi untuk mengetahui jenis bakteri pada produk fermentasi telur ikan
tambakan. Metode identifikasi ini menggunakan kit BBL Crystal Garam positif.
Analisis kimia menggunakan metode AOAC 1995, pada telur segar ikan
tambakan meliputi analisis logam berat dan analisis proksimat sedangkan analisis
kimia untuk fermentasi telur ikan tambakan meliputi kadar proksimat, Cl, pH,
mineral (Mg, Ca, K dan Na), asam amino, asam amino bebas, asam lemak.
Produk fermentasi telur ikan tambakan yang telah mengalami proses
fermentasi menghasilkan perubahan warna coklat, tekstur sedikit agak keras.
Memiliki paduan rasa ikan, asin, gurih dan asam. Aromanya merupakan paduan
aroma ikan, asam dan khas fermentasi ikan.
Hasil perhitungan total plate count (TPC) jumlah koloni yang tumbuh
adalah 117 x 102 koloni untuk 0% NaCl, 149 x 102 koloni untuk 5% NaCl, 134 x
102 untuk 10% NaCl. Jenis bakteri yang telah diidentifikasi dari produk
fermentasi telur ikan tambakan pada media TSA yang ditambahkan 5% NaCl
adalah Bacillus megaterium, Leifsonia aquatic (Corynebacterium aquaticum),
Corynebacterium propinquum, Lysinibacillus sphaericus (Bacillus sphaericus).
Hasil analisis untuk logam berat dari telur ikan segar memiliki kadar air raksa
(Hg) < 0,001 mg/Kg; timbal (Pb) < 0,01 mg/Kg; kadmium (Cd) <0,01 mg/Kg.
Berdasarkan SNI tahun 2009 tentang batas maksimun cemaran logam berat dalam
pangan, maka dapat disimpulkan bahwa telur ikan segar masih aman jika
dikonsumsi baik dalam kondisi segar ataupun dalam bentuk olahan. Hasil analisis
untuk kadar air 43,82±0,01%, kadar protein 12,64±0,47%, kadar lemak
21,73±2,19%, kadar abu 0,99±0,04%, karbohidrat 20,82%.
Produk fermentasi telur ikan tambakan diketahui mempunyai kadar air
39,26±0,47%, kadar protein 11,84±1,92%, kadar lemak 15,14±0,38%, kadar abu
12,45±0,51%, karbohidrat 21,31%, dan pH 5,26. Hasil analisis mineral terdiri dari
magnesium (Mg) 0,15%, kalsium (Ca) 0,06%, natrium (Na) 4,76%, kalium (K)
0,08%, klorida (Cl) 10,25%. Produk fermentasi telur ikan tambakan memiliki 15
asam amino yang terdiri dari 8 asam amino esensial serta 7 asam amino non
esensial. Asam glutamat merupakan asam amino tertinggi yang terdapat pada
produk fermentasi telur ikan tambakan yaitu 2,02% (b/b bahan), sedangkan asam
amino pembatas adalah fenilalanin. Produk telur ikan tambakan mengandung 13
jenis asam lemak. Asam lemak jenuh sebanyak 2,6% (b/b bahan), asam lemak tak
jenuh tunggal sebanyak 18,57% (b/b bahan) dan asam lemak tak jenuh ganda
sebanyak 2,33% (b/b bahan). Kandungan asam lemak tertinggi adalah asam
palmitoleat sebesar 10,27% (b/b bahan).
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2010 sampai April 2011
ini ialah Identifikasi Bakteri dan Komposisi Kimia Produk Fermentasi Telur Ikan
Tambakan (Helostoma temminckii c.v).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc dan
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc selaku pembimbing, serta Dr. Tati Nurhayati, S.Pi.
M.Sc selaku ketua Program Studi, yang telah banyak memberi saran dan
motivasi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtuaku,
kakak, adik, serta teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor,
September 2011
Rafitah Hasanah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xiv
1 PENDAHULUAN ..........................................................................................
1.1 Latar Belakang ......................................................................................
1.2 Perumusan Masalah ..............................................................................
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................
1.4 Hipotesis Penelitian ..............................................................................
1.5 Kerangka Pemikiran ..............................................................................
1
1
2
3
4
4
2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5
2.1 Ikan Tambakan ...................................................................................... 4
2.2 Telur Ikan .............................................................................................. 6
2.3 Fermentasi ............................................................................................. 8
2.4 Peranan Garam dalam Fermentasi .......................................................10
2.5 Bakteri....................................................................................................11
3 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................13
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................13
3.2 Bahan dan Alat ......................................................................................13
3.3 Metode Penelitian .................................................................................13
3.3.1 Pembuatan produk fermentasi telur ikan tambakan......................14
3.3.2 Isolasi bakteri (BSN 2009) ...........................................................14
3.3.3 Identifikasi bakteri ........................................................................16
(1) Pewarnaan Gram (BSN 2009) ................................................16
(2) Uji motilitas (BSN 2009) ........................................................17
(3) Uji katalase (BSN 2009) .........................................................17
(4) Uji oksidase (BSN 2009) ........................................................17
(5) Uji oksidatif-fermentatif (BSN 2009) .....................................18
(6) BBL crystal kit system ...........................................................18
3.3.4 Analisis Kimia ..............................................................................20
(1) Pengukuran nilai pH (AOAC 1995) .......................................20
(2) Kadar garam (Cl) (AOAC 1995) ............................................20
(3) Kadar air (AOAC 1995) .........................................................20
(4) Kadar abu (AOAC 1995) ........................................................21
(5) Kadar protein (AOAC 1995) ..................................................21
(6) Kadar lemak (AOAC 1995) ....................................................22
(7) Analisis logam berat (AOAC 1995) .......................................22
(8) Analisis mineral (AOAC 1995) ..............................................23
(9) Analisis asam amino (AOAC 1995) .......................................23
(10) Analisis asam lemak (AOAC 1995) .....................................24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 27
4.1 Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan ............................................. 27
4.2 Hasil Isolasi Bakteri ............................................................................. 28
4.3 Karakteristik Bakteri ............................................................................. 30
4.3.1 Pewarnaan Gram .......................................................................... 30
4.3.2 Uji motilitas ................................................................................. 31
4.3.3 Uji katalase................................................................................... 32
4.3.4 Uji oksidase.................................................................................. 33
4.3.5 Uji oksidatif-fermentatif .............................................................. 34
4.3.6 BBL crystal kit sistem .................................................................. 35
4.4 Sifat Kimiawi Telur Ikan Segar dan Produk Fermentasi Telur
Ikan Tambakan ..................................................................................... 42
4.4.1 Kandungan logam berat telur ikan tambakan segar ..................... 42
4.4.2 Proksimat, mineral dan pH produk fermentasi telur
ikan tambakan.............................................................................. 43
4.4.3 Kandungan asam amino dan asam amino bebas .......................... 46
4.4.4 Kandungan asam lemak pada produk fermentasi
telur ikan tambakan ..................................................................... 48
5 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 53
LAMPIRAN ....................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sifat morfologi koloni yang diisolasi ............................................................ 30
2 Sifat biokimia kelima isolat bakteri .............................................................. 37
3 Hasil identifikasi bakteri .............................................................................. 38
4 Komposisi logam barat pada telur ikan tambakan segar .............................. 42
5 Proksimat telur segar dan telur fermentasi ikan tambakan ........................... 43
6 Kadar mineral fermentasi telur ikan tambakan ............................................. 45
7 Kandungan asam amino dan asam amino bebas
fermentasi telur ikan tambakan .................................................................... 46
8 Klasifikasi asam amino berdasarkan sifatnya .............................................. 48
9 Skor kimia asam amino esensial .................................................................. 48
10 Komposisi asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan .................. 49
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian .................................................................... 4
2 Ikan tambakan .............................................................................................. 6
3 Telur ikan tambakan hasil fermentasi ........................................................... 7
4 Kurva pertumbuhan mikroba ....................................................................... 12
5 Diagram alir proses pembuatan fermentasi telur ikan tambakan ................. 15
6 Diagram alir pengujian mikrobiologi kuantitatif (A) dan kualitatif (B)..........19
7 Produk fermentasi telur ikan tambakan............................................................ 27
8 Koloni yang diisolasi ....................................................................................... 28
9 Bentuk sel bakteri dan pewarnaan Gram kelima isolat .................................... 31
10 Hasil reaksi uji motilitas.................................................................................. 32
11 Hasil reaksi oksidatif fermentatif dan non-oksidatif fermentatif .................... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Komposisi media yang digunakan pada penelitian .............................
60
2 Dokmentasi pembuatan produk fermentasi telur ikan tambakan ........
61
3 Prosdur total plate count (BSN 2009) .................................................
62
4 Prosedur pewarnaan Gram (BSN 2009) ..............................................
65
5 Prosedur uji motilitas (BSN 2009).......................................................
67
6 Prosedur uji katalase (BSN 2009) .......................................................
68
7 Prosedur uji oksidase (BSN 2009) ......................................................
69
8 Prosedur uji oksidatif-fermentatif (BSN 2009) ...................................
70
9 Prosedur BBL crystal ID GP ...............................................................
71
10 Analisis asam amino (AOAC 1995) ..................................................
73
11 Analisis asam lemak (AOAC 1995) ..................................................
77
12 Contoh penghitungan total bakteri .....................................................
79
13 Hasil goresan kuadran isolat ..............................................................
80
14 Morfologi bentk bakteri .....................................................................
81
15 Standar McFarland .............................................................................
82
16 Hasil perubahan warna dan deteksi menggunakan sinar UV (ultra violet)
setelah diinkubasi ............................................................................. 83
17 Kunci identifikasi bakteri Gram positif (Cowan 1974) .....................
84
18 Hasil identifikasi BBL crystal isolat 1 ...............................................
85
19 Hasil identifikasi BBL crystal isolat 2 ...............................................
86
20 Hasil identifikasi BBL crystal isolat 3 ...............................................
87
21 Hasil identifikasi BBL crystal isolat 4 ...............................................
88
22 Hasil identifikasi BBL crystal isolat 5 ...............................................
89
23 Hasil perubahan warna dan sinar serta hasil identifikasi bakteri .......
90
24 Kromatogram asam amino produk fermentasi telur ikan tambakan ..
93
25 Kromatogram asam amino bebas produk fermentasi
telur ikan tamabakan ..........................................................................
94
26 Kromatogram asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan ..
95
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aryanta (2000) diacu dalam Wulandari (2005) menyatakan bahwa Indonesia
terkenal dengan berbagai macam makanan tradisional fermentasi yang tersedia di
pasar tradisional maupun pasar modern. Mayoritas makanan tradisional fermentasi
tersebut diproduksi dalam skala kecil atau skala rumah tangga. Makanan
tradisional fermentasi tersebut memegang peranan penting dalam memenuhi
kebutuhan makanan sehari-hari masyarakat dan banyak mengandung protein,
karbohidrat dan vitamin.
Kalimantan Timur memiliki produk makanan tradisonal pada dipasar-pasar
tradisional. Macam makanan tradisional yang tersedia antara lain, ikan asin tipis,
ikan asap, terasi, telur tambakan, amplang, lempok durian, abon kepiting, abon
ikan gabus. Fermentasi telur ikan tambakan merupakan salah satu produk khas
dari samarinda-Kalimantan Timur biasa disebut telur biawan.
Ikan tambakan merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena
selain dibudidayakan, juga dijadikan sebagai ikan hias. Data hasil tangkapan ikan
tambakan di Kutai Kartanegara pada tahun 2010 adalah sebesar 3.443,1 ton
(Dinas Perikanan dan Kelautan Kutai Kartanegara 2010).
Selain dagingnya dikonsumsi dalam bentuk segar, ikan tambakan juga
dibuat dalam bentuk produk olahan sampingan sebagai ikan asin, sedangkan
telurnya dimanfaatkan sebagai produk fermentasi yang dikenal dengan nama telur
biawan. Proses pembuatannya dilakukan dengan cara membelah perut ikan dan
mengeluarkan telurnya dari isi perut selanjutnya telur dibersihkan dari kotoran
dan darah dengan air lalu dimasukkan dalam wadah tertutup dan diberi garam
(25%) dari berat telur ikan. Telur yang telah diberi garam dibiarkan selama
seminggu atau sampai beberapa bulan bahkan sampai setahun (proses fermentasi).
Produk fermentasi telur ikan tambakan ini umumnya dikonsumsi sebagai lauk
pendamping.
Lopetcharat et al. (2001) diacu dalam Nordvi et al. (2007) menyatakan
bahwa fermentasi merupakan cara pengawetan tradisional dinegara-negara Asia
Tenggara, dimana prosesnya relatif mudah dan murah. Proses fermentasi biasanya
2
dilakukan terhadap ikan-ikan kecil, ikan murah yang kurang baik mutunya jika
diolah langsung keadaan utuh, dan ikan pada waktu penangkapan yang terdiri dari
campuran berbagai jenis ikan.
Pada
proses
fermentasi
ditambahkan
garam
untuk
menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen. Garam dapat menyebabkan
terjadinya penarikan air dalam bahan pangan sehingga aw (aktivitas air) bahan
pangan akan menurun dan mikroorganisme pembusuk tidak akan tumbuh
(Adawyah 2008).
Studi fermentasi dimasa mendatang akan menjadi semakin penting,
disamping untuk pengawetan diharapkan juga untuk memperkaya produk pangan
dengan menghasilkan sumber pangan yang baru. Produk-produk fermentasi yang
diproses dengan metode dan kondisi yang tepat memiliki banyak keunggulannya
dalam hal keawetannya. Proses fermentasi ini tidak terlepas dari peranan bakteri
yang memiliki sifat yang berbeda. Bakteri-bakteri yang terlibat dalam fermentasi
ini sangat berpengaruh pada mutu produk akhir. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis bakteri yang terlibat dalam proses
fermentasi telur ikan tambakan serta peranannya dalam menghasilkan senyawasenyawa kimia yang mempengaruhi produk akhir.
1.2 Perumusan Masalah
Hasil perikanan merupakan makanan perishable food atau makanan yang
mudah rusak. Kerusakan hasil perikanan disebabkan oleh aktivitas enzim,
mikroorganisme, dan oksidasi dalam tubuh ikan itu sendiri. Sifat mudah rusak
yang dimiliki hasil perikanan dapat menghambat usaha pemasaran bahkan
kerugian besar terutama di saat produksi melimpah. Oleh karena itu, diperlukan
proses pengolahan dan pengawetan hasil perikanan untuk memperpanjang daya
simpan dan menganekaragamkan produk olahan hasil perikanan.
Majundar dan Basu (2010) menyatakan bahwa fermentasi merupakan
metode pengawetan secara tradisional yang mudah dan murah dengan tujuan
untuk pengawetan dan pengolahan. Selama proses fermentasi bahan pangan akan
mengalami perubahan sifat fisik dan kimia, seperti flavor, aroma, tekstur, daya
cerna, dan daya simpan.
3
Telur tambakan merupakan produk hasil perikanan yang diolah dengan
cara fermentasi. Fermentasi pada telur tambakan terjadi secara spontan, dimana
pembuatannya hanya menambahkan garam. Penambahan garam dalam pembuatan
telur tambakan mengakibatkan hanya mikroba tertentu saja yang dapat tumbuh.
Selama proses fermentasi, diharapkan bakteri yang tumbuh adalah yang
menguntungkan, sehingga perlu dilakukan isolasi dan identifikasi,untuk
mengetahui bakteri apa yang terlibat didalamnya. Berkaitan dengan produk
fermentasi telur tambakan, diperlukan penelitian yang dapat memberikan
informasi tentang keamanan dan mutu produk fermentasi telur tambakan yang
dihasilkan oleh pengolah tradisional di Kalimantan Timur.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi
bakteri
dan
mengkarakterisasi kimiawi produk fermentasi telur tambakan. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan jenis bakteri yang berperan selama fermentasi
spontan dan karekteristik kimia produk yang dihasilkan.
1.4 Hipotesis
Fermentasi diduga berpengaruh terhadap karakteristik bakteri dan kimia
pada produk fermentasi telur tambakan (Helostoma temmincki C.V).
1.5 Kerangka Pemikiran
Salah satu produk olahan ikan yang digemari oleh masyarakat Kalimantan
Timur adalah produk telur ikan yang dikenal dengan nama telur tambakan atau
telur biawan. Pengolahan telur tambakan melalui proses fermentasi garam
menghasilkan produk telur ikan tambakan dengan jumlah dan jenis mikroba yang
kecil dan nilai gizinya yang tinggi. Teknik fermentasi merupakan salah satu
faktor penting dalam menghasilkan produk yang bernilai tambah dan bernilai gizi
serta aman dikonsumsi sehingga dapat dijadikan alternatif dalam mengurangi
jumlah dan jenis mikroorganisme patogen. Kerangka pemikiran penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1.
4
Telur ikan tambakan segar
Fermentasi
Proses mikrobiologis dan enzimatis
protein
Asam amino
Lemak
Asam lemak
karbohidrat
Asam laktat
Flavor, aroma, warna
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Tambakan
Ikan tambakan merupakan salah satu jenis ikan hias penyusun sarang busa
yang cukup terkenal dikalangan pembudidaya ikan hias dan dikenal dengan nama
dagang
kissing gourami sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama ikan
tambakan. Ikan ini mempunyai kebiasaan yang unik di akuarium. Ikan tambakan
menempelkan bibirnya pada benda-benda dalam akuarium, misalnya batu-batuan,
kaca, dan filter. Ikan tambakan merupakan ikan yang kosmopolit, mudah
ditemukan pada segala macam perairan, ikan tambakan ini dapat hidup pada
perairan tergenang yang miskin oksigen (Susanto dan Lingga 1987).
Ikan tambakan (Helostoma temmincki C.V) menurut Saanin (1984)
mempunyai susunan taksonomi sebagai berikut :
Filum
:
Chordata
Kelas
:
Pisces
Sub kelas
:
Teleostei
Ordo
:
Percomorphoidei
Sub-ordo
:
Anabantoidea
Famili
:
Anabantidei
Genus
:
Helostoma
Species
:
Helostoma temminckii Cuvier dan Valenciennes
Secara morfologis ikan tambakan mampunyai ciri-ciri sebagai berikut;
badan pipih (compressed), berbentuk oval/lonjong. Mulut dapat disembulkan,
celah mulut horizontal sangat kecil. Rahang atas dan bawah sama, bibir tebal,
mempunyai deretan gigi biasanya ujungnya hitam. Sisik tergolong ctenoid, jika
diraba kasar karena ada duri-duri pada tepinya (Susanto et al. 1987). Ikan
tambakan dapat dilihat pada Gambar 2.
6
Gambar 2 Ikan Tambakan (sumber: koleksi pribadi).
Warna dasar badannya kekuningan hingga perak kehijauan, antara bagian
atas dan bawah badan mempunyai warna yang tidak rata. Pada sebelah atas
badannya mempunyai warna yang lebih gelap atau berwarna hijau zaitun,
sedangkan perutnya selalu berwarna putih. Sirip-siripnya berwarna kehijauan atau
kuning pucat. Khusus sirip punggung dan anus pada sebelah depannya
mempunyai pinggiran berwarna gelap. Matanya berwarna coklat, agak kuning.
Pada lingkungan yang baik, tambakan akan memperlihatkan sebentuk garis
berwarna gelap pada bagian belakang sirip pungging dan anus, juga pada sirip
ekor. Sisiknya agak kasar, jika diraba terasa ada durinya. Sisik ini tergolong sisik
ctenoid (Susanto et al. 1987).
Bentuk badan tambakan tinggi dan gepeng, sirip dorsal panjang dengan
16-18 jari keras dan 13-16 jari lunak, sirip anal dengan 13–15 jari keras dan
17–19 jari lunak. Sirip dada besar, membulat dan sirip ekor cekung. Garis sisi
terbagi atas 2 bagian, bagian posterior mulai di bawah ujung bagian anterior,
melalui 43–48 sisik. Tidak ada tanda yang jelas untuk membedakan jenis kelamin,
tetapi ikan betina umumnya lebih gemuk. Ada 2 macam warna pada ikan ini yaitu
hijau dengan dengan garis pada sisi abu-abu dan sirip coklat gelap, dan ada yang
berwarna merah jambu albino dengan sisik keperakan (Gaffar 2007).
Ikan tambakan sangat toleran terhadap berbagai kondisi perairan, daerah
penyebarannya di Indonesia dan Thailand, pada perairan dengan suhu 22 hingga
28 derajat Celcius dan pH 6,8–8,5. Umumnya mendiami perairan yang dangkal,
berarus lambat dan padat vegetasi. Ukuran ikan dewasa dapat mencapai 15-30 cm.
Tipe makan ikan ini adalah omnivor, yang memakan semua jenis makanan
terutama algae bentos, tanaman air, plankton dan insekta. Ikan Tambakan dapat
7
mengambil algae yang menempel dengan menggunakan bibirnya. Ikan jantan
menonjolkan bibir sebagai upaya dominasi dan teritorialitas. Pemijahan terjadi
pada awal musim hujan bulan September sampai Oktober, telur ditebar di perairan
terbuka. Pemijahan dimulai oleh ikan betina pada perairan yang tertutup tanaman
air. Telur ikan tambakan berbentuk speris, berwarna kuning muda, lunak dan
terapung. Satu hari setelah fertilisasi telur akan menetas, dan anakan akan mulai
berenang 2 hari kemudian (Syahraini et al. 2005).
2.2 Telur Ikan
Kaitaranta (1980); Tocher, Sergeant (1984); Bledsoe, Rascoe (2003) diacu
dalam Shirai et al. (2006) menyatakan bahwa telur ikan telah banyak dikonsumsi
diberbagai belahan negara dan caviar merupakan salah satu nama yang biasa
digunakan untuk menyebut telur ikan. Telur ikan yang telah digarami dan paling
banyak dikonsumsi oleh orang jepang berasal dari ikan salmon, Pollock,
flyingfish (ikan terbang) dan herring. Kandungan nutrisi yang terdapat pada telur
ikan lebih banyak berupa lemak, telur ikan banyak sekali mengandung
eicosapentaenoic acid (C20:5n-3) dan docosahexaenoic acid (C22:6n-3). Asam
lemak ini memiliki peran penting dalam mencegah dan mengobati penyakit
kardiovaskular.
Salah satu ikan air tawar yang ada di daerah Kalimantan Timur adalah
ikan tambakan. Ikan ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat baik dalam bentuk
segar maupun dalam bentuk olahan ikan asin, selain dagingnya dikonsumsi
telurnya juga dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemanfaatan telur ikan tambakan
secara tradisional telah dilakukan oleh masyarakat di daerah Kalimantan Timur
dengan cara fermentasi yang hanya di beri garam. Telur ikan tambakan berbentuk
speris, lunak dan berwarna kuning muda.
Telur ikan tambakan yang telah
difermentasi disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Telur ikan tambakan hasil fermentasi.
8
2.3 Fermentasi
Steinkraus (1996) diacu dalam Riebroy et al. (2007) menyatakan bahwa
fermentasi merupakan cara yang tertua disamping pengeringan yang dipraktekkan
manusia untuk tujuan pengawetan dan pengolahan. Penelitian di bidang
fermentasi makanan telah mengungkapkan bahwa melalui proses fermentasi,
bahan makanan akan mengalami perubahan-perubahan fisik dan kimia yang
menguntungkan seperti flavor, aroma, tekstur, daya cerna dan daya tahan simpan.
Syah (2004) menyatakan bahwa pada prinsipnya fermentasi adalah proses
perubahan substrat organik yang kompleks menjadi komponen yang lebih
sederhana dengan adanya aktivitas enzim dan mikroba dalam keadaan yang
terkontrol. Bahan-bahan atau komponen yang dihasilkan dapat menghambat
kegiatan mikroba pembusuk. Selain menghambat pertumbuhan mikroorganisme
yang tidak diinginkan, perubahan yang terjadi dapat memperbaiki nilai gizi
produk.
Lay (2002) diacu dalam Lee et al. (2009) menyatakan bahwa fermentasi
terjadi sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik, dimana mikroba dapat mencerna
glukosa sebagai bahan baku energinya tanpa oksigen, sebagai hasilnya hanya
sebagian glukosa yang dipecah dan menghasilkan sejumlah kecil energi, CO 2, air
dan produk akhir metabolisme lainnya. Jika kedalam bahan mentahnya
ditambahkan sumber karbohidrat, misalnya pati atau nasi, maka selama fermentasi
akan terjadi pemecahan pati menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana
seperti asam dan alkohol, sedangkan lemak dipecah menjadi gliserol dan asamasam lemak.
Sanni et al. (1998); Holzapfel, (2002); diacu dalam Huch et al. (2008)
menyatakan bahwa fermentasi makanan dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu
fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan terjadi pada
makanan yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk
starter, tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang
biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai untuk
pertumbuhannya. Sedangkan fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang
dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau starter,
9
dimana mikroba tersebut akan berkembang biak dan aktif dalam mengubah bahan
yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan.
Proses fermentasi merupakan proses biokimia dengan menggunakan
kelompok bakteri asam laktat, sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai salah
satu cara pemanfaatan sumber bahan makanan. Fermentasi dianggap sebagai
usaha untuk pengawetan bahan makanan paling murah, mudah dan sederhana,
serta tidak tergantung pada tempat dan musim. (Ruddle et al. 2005).
Seveline (2005) menyatakan bahwa dalam proses fermentasi untuk
pengolahan makanan dan minuman dapat melibatkan bakteri asam laktat. Peranan
utama bakteri asam laktat adalah sebagai kultur starter produk-produk yang
melibatkan proses fermentasi untuk memperoleh produk akhir pangan dengan
konsistensi yang tinggi, tahan lama, awet dan umumnya bakteri ini tergolong
aman. Pengklasifikasian bakteri asam laktat berdasarkan beberapa hal yaitu :
morfologinya, fermentasi glukosa, perbedaan tumbuh pada suhu-suhu tertentu,
konfigurasi produksi asam laktat, kemampuan untuk tumbuh pada konsentrasi
garam tinggi dan kemampuan toleransinya terhadap asam dan basa.
Cooke, Twiddy, Rielly (1987); Gelman, Drabkin, Glatman (2000); Muller,
Madsen, Sophanodora, Gram, Moller (2002); diacu dalam Hu et al. (2008)
menyatakan bahwa proses pengawetan ikan dengan cara fermentasi mempunyai
beberapa
keuntungan
diantaranya
:proses
pengolahannya
tidak
mahal,
menghasilkan bahan buangan dalam jumlah kecil, teknik pembuatannya sederhana
dan mudah diterapkan secara tradisional, produk fermentasi mempunyai daya
simpan panjang, suhu dan kelembaban yang tinggi di daerah tropis dapat
merangsang pertumbuhan mikroorganisme
yang berperan dalam
proses
fermentasi, produk dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, dan tidak
memerlukan pengepakan dan distribusi khusus.
Nurulita et al. (2007) mengatakan bahwa Produk fermentasi hasil
perikanan mempunyai beberapa kekurangan yaitu mutu yang tidak stabil, tidak
seragam bahkan terkadang mutunya sangat rendah dan membahayakan konsumen.
Hal ini, karena pada pengolahan ikan tradisional umumnya proses fermentasi
berlangsung secara spontan tanpa penambahan strater bakteri yang dikehendaki.
10
2.4 Peranan Garam dalam Fermentasi
Proses fermentasi pada umumnya
disertai dengan penggaraman,
pengawetan produk fermentasi diperoleh dari efek penggaraman yang akan
menahan perkembangan bakteri patogen, selain itu garam juga berfungsi sebagai
antimikroba (Huda 2004). Pendapat ini didukung juga oleh Heruwati (2002)
menyatakan bahwa penambahan garam dalam fermentasi ikan mempunyai
beberapa fungsi, yaitu meningkatkan rasa ikan, membentuk tekstur yang
diinginkan, mengontrol pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan yang
berperan dalam fermentasi, dan menghambat pertumbuhan mikroorgansime
pembusuk dan patogen.
Garam dapat berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk dan patogen karena mempunyai sifat-sifat antimikroba sebagai berikut:
a) garam dapat meningkatkan tekanan osmotik substrat, b) garam dapat
menyebabkan terjadinya penarikan air dari dalam bahan pangan sehinggga aw
bahan pangan akan menurun dan mikroorganisme tidak akan tumbuh, c) garam
mengakibatkan terjadinya penarikan air dari dalam sel mikroorganisme, sehingga
sel akan kehilangan air dan mengalami pengerutan, d) ionisasi garam akan
menghasilkan ion khlor yang beracun terhadap mikroorganisme dan e) garam
dapat menganggu kerja enzim proteolitik karena dapat mengakibatkan terjadinya
denaturasi protein (Adawyah 2008).
Kim et al. (1997); Morioko et al. (1999); diacu dalam Dissaraphong et al.
(2006) menyatakan bahwa proses fermentasi biasanya dilakukan selama beberapa
minggu atau beberapa bulan, tergantung jenis produk. Daya awet produk ini juga
bervariasi antara beberapa minggu hingga beberapa bulan. Produk seperti kecap
ikan bahkan dapat disimpan hingga lebih dari satu tahun.
2.5 Bakteri
Bakteri dapat dianggap sebagai mikroorganisme yang mempunyai
populasi terbanyak, berukuran kecil dan mempunyai bentuk yang relatif
sederhana. Bakteri mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut :
a. Bentuk : bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu : bulat atau coccus
(jamak : cocci), bentuk batang atau bacillus (jamak : bacilli) dan bentuk
spiral.
11
b. Ukuran : ukuran sel bakteri bervariasi. Ukuran yang digunakan
mikrometer (µm) yang setara dengan 1/1000 mm. Ukuran bakteri
umumnya sekitar 0,5-1,0 µm x 2,0-5,0 µm. Bakteri bentuk bola
diameternya 0,75-1,25 µm, bentuk batang lebar 0,5-1,0 µm dan panjang
1,0-2,0 µm (Murni et al. 2008).
Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologis yang saling
mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks
mencakup pemasukan nutrien dasar dari lingkungan kedalam sel, konversi bahanbahan nutrien menjadi energi dan berbagai konstituen vital sel serta
perkembangbiakan. Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah
dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimia (Murni et al. 2008). Pertumbuhan bakteri ditandai melalui beberapa fase
yaitu :
a. Fase adaptasi; pemindahan mikroba dari suatu medium ke medium lain,
menyebabkan mikroba akan mengalami fase adaptasi untuk melakukan
penyesuaian dengan substrat dan kondisi lingkungan sekitar. Pada fase ini
belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum
disentesis. Jumlah sel pada fase ini mungkin tetap tetapi kadang-kadang
menurun. Lama fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung dari
kecepatan penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Medium lingkungan
pertumbuhan dan jumlah inokulum mempengaruhi lama adaptasi.
b. Fase pertumbuhan awal; setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai
membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru tahap
penyesuaian diri.
c. Fase pertumbuhan logaritmik; sel mikroba membelah dengan cepat dan
konstan dan pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Pada fase
ini pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kondisi medium tumbuh (pH dan
kandungan nutrien) dan kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban udara). Sel
membutuhkan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan fase lain dan
sel paling sensitif terhadap lingkungan.
d. Fase pertumbuhan lambat; pertumbuhan populasi mikroba mengalami
perlambatan. Perlambatan pertumbuhan disebabkan zat nutrisi didalam
12
medium sudah sangat berkurang dan adanya hasil-hasil metabolisme yang
mungkin racun yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan
pada fase ini tidak stabil, tetapi jumlah populasi masih naik karena jumlah sel
yang tumbuh masih lebih banyak dari jumlah sel yang mati.
e. Fase pertumbuhan tetap; jumlah populasi mikroba tetap karena jumlah sel
yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini
menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah
mulai habis. Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai
komposisi berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Sel-sel
menjadi lebih tahan terhadap keadaan ekstrem seperti panas, dingin, radiasi
dan bahan kimia.
f. Fase menuju kematian dan fase kematian; sebagian populasi mikroba mulai
mengalami kematian yang disebabkan oleh nutrien di dalam medium dan
energi cadangan di dalam sel sudah habis. Kecepatan kematian dipengaruhi
oleh kondisi nutrien, lingkungan, dan jenis jasad renik. Kurva pertumbuhan
mikroba disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Kurva pertumbuhan mikroba.
Ichimura et al. (2003) menyatakan bahwa fermentasi dapat terjadi karena
adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang
sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan
pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan
tersebut. Hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan
(substrat), jenis mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi
pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian
Analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Hasil
Perairan, Mikrobiologi Hasil Perairan Program Studi THP, Laboratorium
Teknologi Industri Pertanian dan Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 hingga April 2011.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah telur tambakan
(Helostoma temminckii C.V) segar yang diperoleh dari pasar Pagi SamarindaKalimantan Timur. Bahan pembantu yang digunakan adalah garam rakyat yang
diperoleh dari pasar Segiri-Samarinda. Bahan yang digunakan untuk analisis
adalah kalium khromat 5%, AgNO3 0,1 N, KH2PO4, H2SO4, NaOH, H3BO3, HCl,
NaCl, asam asetat, asam sulfinat, alkohol 96%, H2O2 3%, K2SO4, H3BO3 4%,
pereaksi biuret, violet Kristal, lugol, safranin, akuades, heksana, kertas saring,
tablet kjedhal. Medium agar yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
trypticase soy agar (TSA), MIO medium (Motility Indole Ornithine), OF basal
medium (Oxidation Fermentation). Komposisi media agar yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kaca ukuran 500
liter, baskom, timbangan, cawan petri, tabung reaksi, pipet transfer, gelas
erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, gelas pengaduk, labu takar, jarum ose,
Bunsen, autoklaf, water bath, spectrophotometer, vortex, mikroskop, timbangan
analitik, lemari es dan BBL crystal Gram positif kit (BD).
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui 4 tahap, yaitu : (1) pembuatan produk
fermentasi telur tambakan, (2) isolasi bakteri, (3) identifikasi bakteri, (4) uji kimia
telur segar dan produk fermentasi telur tambakan.
14
3.3.1 Pembuatan produk fermentasi telur ikan tambakan
Produk fermentasi telur ikan tambakan diperoleh dari pengolah di daerah
Pasar Pagi Samarinda Kalimantan Timur. Dokumentasi proses pembuatan produk
fermentasi telur ikan tambakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pembuatan produk
fermentasi telur tambakan diawali dengan mempersiapkan bahan dan alat yang
digunakan untuk pembuatan produk tersebut. Persiapan bahan dan alat dilakukan
secara higienis untuk mengurangi kontaminasi bakteri patogen dan bakteri
kontaminan lain.
Cara pembuatan produk fermentasi telur tambakan adalah sebagai berikut:
bahan baku telur tambakan segar dibersihkan terlebih dahulu. Telur tambakan
yang telah dibersihkan tersebut kemudian diberi garam rakyat dengan
perbandingan setiap 1 kg telur ikan untuk 250 gram. Campuran antara telur
tambakan dan garam kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca yang sudah
bersih kemudian ditutup rapat, dan dimulai proses fermentasi. Proses fermentasi
berlangsung selama setahun dan penghentian proses fermentasi dilakukan dengan
cara penggorengan produk fermentasi telur tambakan pada suhu 100 oC selama 3
menit. Diagram alir proses pembuatan produk fermentasi telur tambakan dapat
dilihat pada Gambar 5.
3.3.2 Isolasi bakteri (BSN 2009)
Telur ikan tambakan yang telah difermentasi selama setahun kemudian
diisolasi bakterinya untuk mendapatkan isolat bakteri yang kemudian akan
diidentifikasi jenisnya. Isolat bakteri murni yang tumbuh dominan selama
fermentasi dipilih berdasarkan jumlah koloni yang paling banyak tumbuh.
Morfologi koloni diamati berdasarkan bentuk koloni, bentuk permukaan, bentuk
kemunculan diatas permukaan agar dan warna koloni.
Uji mikrobiologis dilakukan dengan perhitungan jumlah mikroba (Total
plate count) yang ada dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan
dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampur
10 gram sampel dengan 90 ml larutan garam 0,85% steril kemudian diblender
hingga homogen. Prosedur total plate count (BSN 2009) dapat dilihat pada
Lampiran 3.
15
Ikan tambakan
Ikan dibedah lalu telur dikeluarkan dari perut ikan
Dicuci dan dibersihkan dengan air
Diberi garam 25% dan dimasukkan kedalam botol tertutup
Pemeraman selama 1 tahun
Penggorengan suhu 100 oC selama 3 menit
untuk menghentikan proses fermentasi
Produk fermentasi
telur tambakan
fermentasi
Gambar 5 Diagram alir proses pembuatan produk fermentasi telur tambakan.
Campuran diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung berisi
9 ml larutan garam 0,85% steril sehingga diperoleh pengenceran 10 -2. Kemudian
dilakukan prosedur serupa untuk pengenceran 10-3 dan seterusnya hingga
pengenceran 10-5. Sebanyak 1 ml suspensi sel diteteskan ke dalam cawan kosong.
Media yang masih cair (54 0C) dituang ke cawan kemudian putar cawan untuk
menghomogenkan suspensi bakteri dan media, kemudian diinkubasi dengan posisi
terbalik didalam inkubator pada suhu 37 oC selama 24 jam. Jumlah koloni
dihitung berdasarkan rumus :
16
Koloni yang terpilih dari hasil kultur bakteri kemudian diisolasi dengan
metode goresan kuadran. Cawan petri yang telah berisi media TSA steril yang
telah padat dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam, untuk mendapatkan
koloni yang terpisah.
3.3.3 Identifikasi Bakteri
Identifikasi pada tahap awal dilakukan pemurnian dan pewarnaan Gram
untuk melihat kemurnian bakteri. Pewarnaan Gram juga dilakukan untuk melihat
bentuk bakteri dan reaksi terhadap pewarnaan Gram. Bakteri yang sudah murni
selanjutnya dilakukan uji biokimia untuk menentukan genus dan spesies dari
masing-masing bakteri (Cowan 1974).
(1) Pewarnaan Gram (BSN 2009)
Pewarnaan Gram pada bakteri dilakukan dengan cara mengamati sel-sel
bakteri yang telah mati dan diwarnai. Dengan cara tersebut, bentuk sel akan
menjadi lebih jelas karena warna sel dibuat kontras dengan medium
disekelilingnya, sehingga lebih mudah dilihat dibawah mikroskop. Bakteri yang
mempunyai sel dengan ukuran relatif kecil akan mudah dilihat. Pada pewarnaan
Gram diperlukan empat jenis larutan yaitu zat warna basa (kristal violet), larutan
iodium (lugol), alkohol dan safranin.
Preparat bakteri ditetesi dengan pewarna kristal violet dan dibiarkan
selama satu menit, kemudian dibilas dengan air. Selanjutnya preparat ditetesi
dengan larutan lugol dan dibiarkan selama satu menit, dicuci dengan air dan
dihilangkan warnanya menggunakan alkohol 96% selama 10-20 detik atau sampai
warna ungu tidak luntur lagi. Setelah dicuci sebentar kemudian diwarnai dengan
larutan safranin dan dibiarkan selama 10-20 detik lalu dibilas dengan air,
kemudian dikeringkan dan diperiksa di bawah mikroskop menggunakan minyak
imersi dan diamati bentuk sel serta reaksi Gram. Sel-sel bakteri yang tidak dapat
melepaskan warna akan tetap berwarna seperti warna violet kristal, yaitu biru
ungu disebut bakteri Gram positif. Sel-sel bakteri yang dapat melepaskan violet
kristal dan mengikat safranin sehingga berwarna merah atau merah muda disebut
bakteri Gram negatif. Prosedur pewarnaan Gram (BSN 2009) secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 4.
17
(2) Uji motilitas (BSN2009)
Uji motilitas merupakan uji yang digunakan untuk melihat sifat
pergerakan bakteri yang dapat dilihat dengan pergerakan selnya. reaksi positif
ditandai oleh adanya pertumbuhan bakteri yang menyebar sedangkan untuk reaksi
yang negatif menunjukkan bakteri hanya tumbuh pada daerah tusukan saja.
Pengujian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: secara aseptis menggunakan
ose yang lurus bagian ujungnya, isolat bakteri ditusukkan ke dalam MIO media.
Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 35ºC selama dua hari. Bila pertumbuhan
menyebar, maka bakteri tersebut bergerak atau motil, dan bila pertumbuhan
bakteri tidak menyebar, hanya berupa garis saja, maka bakteri tersebut bersifat tidak
bergerak (non motil). Prosedur uji motilitas (BSN 2009) secara lengkap dapat
dilihat pada Lampiran 5.
(3) Uji katalase (BSN 2009)
Uji katalase digunakan untuk mengetahui adanya enzim katalase pada
bakteri, dimana enzim ini berperan dalam memecah hidrogen peroksida menjadi
air dan oksigen. Uji ini penting dilakukan untuk mengetahui sifat bakteri terhadap
kebutuhan akan oksigen. Secara aseptis diambil satu ose kultur bakteri dari agar
miring dan dipindahkan pada gelas obyek. Kemudian diteteskan 1-3 tetes larutan
H2O2 3%. Keberadaan enzim katalase ditandai dengan terbentuknya gelembunggelembung kecil oksigen yang terlihat seperti busa sabun. Prosedur uji katalase
(BSN 2009) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.
(4) Uji oksidase (BSN 2009)
Uji oksidase berfungsi untuk menentukan oksidase sitokrom yang
biasanya terdapat pada mikroorganisme patogen. Secara aseptis diambil satu ose
kultur bakteri lalu digoreskan pada kertas saring yang sudah diberi pereaksi
oksidase atau biasa digunakan juga stik oksidase. Hasil reaksi dinyatakan negatif
jika tidak ada perubahan warna pada kertas saring dan dinyatakan positif jika
terjadi perubahan warna biru keunguan pada goresan dalam waktu singkat.
Prosedur uji oksidase (BSN 2009) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7.
18
(5) Uji oksidatif-fermentatif (BSN 2009)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam
menggunakan karbohidrat dengan cara fermentasi atau oksidasi. Bakteri yang
akan diuji, secara aseptis dengan menggunakan ose diinokulasikan kedalam
medium tegak yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Setiap bakteri yang akan
diuji ditusukkan ke dalam dua tabung yang berisi media OF, tabung pertama
ditutupi dengan parafin 3-5 ml, sedangkan tabung kedua tanpa parafin. Inkubasi
dilakukan pada suhu 30 ºC selama 24 jam. Bila terjadi perubahan warna
(terbentuk warna kuning) pada kedua tabung, maka bakteri bersifat fermentatif.
Bila hanya tabung tanpa parafin yang berubah warna (terbentuk warna kuning)
maka bakteri bersifat oksidatif sedangkan bila tidak terjadi perubahan warna pada
kedua tabung tersebut berarti uji oksidatif-fermentatif bersifat negatif. Prosedur
uji oksidatif fermentatif(BSN 2009) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8.
(6) BBL crystal kit system
Bakteri kultur murni yang telah diperoleh, diidentifikasi untuk mengetahui
jenis bakteri pada produk fermentasi telur ikan tambakan. Metode identifikasi ini
menggunakan kit BBL crystal yang di produksi oleh perusahaan BD (Becton,
Dickinson and Company). Kit BBL crystal terdiri dari 29 microplates (mikro
cawan) yang berisi substrat biokimia dan enzim. Pengujian menggunakan kit ini
berdasarkan pada kemampuan mikrobia dalam memanfaatkan dan mendegradasi
substrat spesifik yang dapat dideteksi menggunakan berbagai macam sistem
indikator warna. Prosedur BBL Crystal ID GP secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 9.
Prinsip dari metode ini adalah menanam bakteri pada microplates (mikro
cawan). Kemampuan bakteri dalam menghidrolisis substrat akan menghasilkan
perubahan warna dalam lubang mikro yang dapat terdeteksi secara visual. Data
warna-warna yang telah diperoleh akan dicocokkan pada tabel warna yang
memiliki nilai tertentu. Nilai-nilai tersebut selanjutnya dimasukkan dalam bank
data (software) BBL crystal dan diperoleh hasil identifikasi bakteri hingga tingkat
spesies. Tahapan pengujian mikrobiologi fermentasi telur tambakan dapat dilihat
pada Gambar 6.
19
Telur tambakan fermentasi
ditimbang 10 gram
digerus + 90 ml pengencer
suspensi
pengenceran secara desimal
(10-2, 10-3, 10-4, 10-5)
TSA + 0%; 5%; 10% NaCl
A
Inkubasi 37 0C (24 jam)
Penghitungan koloni
Isolasi koloni
(bentuk, penampakan, warna)
Pemurnian isolat
(metode gores)
B
Isolat pada agar miring
Uji morfologi dan fisiologi
identifikasi
Gambar 6 Diagram alir pengujian mikrobiologi kuantitatif (A) dan kualitatif (B).
20
3.3.4 Analisis kimia
(1) Pengukuran nilai pH (AOAC 1995)
Terlebih dahulu pH meter dinyalakan, kemudian elektroda pH meter
dimasukkan dalam buffer 4,31 dan 6,86 lalu sampel sebanyak 5 gram ditimbang
dan diberi aquades sebanyak 100 ml, setelah itu dihaluskan. Setelah itu elektroda
dicelupkan pada larutan sampel dan dibiarkan beberapa saat sampai diperoleh
pembacaan yang stabil. Nilai yang diperoleh dari pembacaan pada pH meter
sampai angka digital menunjukkan nilai pH tetap.
(2) Kadar garam (Cl) (AOAC 1995)
Penetapan kadar garam sampel yang dilakukan berdasarkan metode Mohr
terdiri dari langkah-langkah berikut ini: sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke
dalam cawan porselin untuk diabukan pada suhu 600 oC selama 12 jam. Abu yang
diperoleh tersebut dilarutkan dengan aquades sampai volumenya mencapai
100 mL dan kemudian disaring. Hasil dari penyaringan tersebut dipipet sebanyak
10 mL kedalam beaker glass 50 ml, kemudian ditambahkan 3 mL K2CrO4 (kalium
khromat) 5%. Selanjutnya kedalam beaker glass dititrasi dengan larutan perak
nitrat (AgNO3) 0,2 N. Titik akhir titrasi tercapai setelah terbentuk endapan perak
khromat (Ag2CrO4) yang berwarna oranye atau jingga.
Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar NaCl yaitu :
Titer x Normalitas AgNO3 x 58,5 x 10
(k) Pengukuran
Kadar NaCl Nilai
(%) =pH (AOAC 1995)
Mg berat sampel
x 100%
(3) Kadar air (AOAC 1995)
Prosedur penentuan kadar air adalah sebagai berikut: Sampel yang sudah
homogen ditimbang 5 gram dan diletakkan di dalam cawan kosong yang sudah
ditimbang beratnya, dimana cawan dan tutupnya sudah dikeringkan di dalam oven
serta didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup
dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100 ºC selama 5 jam atau sampai
beratnya konstan. Cawan lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin
cawan ditimbang.
21
Kadar air ditentukan dengan rumus:
Kadar air (%)
berat contoh (g) - berat contoh kering (g)
100%
berat contoh (g)
(4) Kadar abu (AOAC 1995)
Kadar abu ditentukan dengan prosedur sebagai berikut: Sampel sebanyak 5
gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah ditimbang dan dibakar di
dalam tanur serta didinginkan dalam desikator. Cawan yang berisi sampel
dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai didapat abu yang
berwarna keabu-abuan. Suhu pemanasan dinaikkan secara bertahap sampai suhu
mencapai 550 ºC dan dibiarkan selama 1 jam. Setelah suhu tungku pengabuan
turun sekitar 200 °C, cawan yang berisi abu tersebut didinginkan di dalam
desikator selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya.
Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Kadar abu (%)
berat abu (g)
100 %
berat sampel (g)
(5) Kadar protein (AOAC 1995)
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikrokjeldahl, dengan
prosedur sebagai berikut: Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Lalu di tambahkan berturut-turut 15 gram
NaSO4, 1 gram CuSO4, satu atau dua butir batu didih dan 25 ml asam sulfat pekat.
Larutan dididihkan sampai cairan menjadi jernih tidak berwarna atau hijau muda
(minimum 2 jam dan tidak kurang 30 menit). Setelah larutan didinginkan,
ditambahkan 200 mL air secara hati-hati. Untuk alat destilasi, 100 mL HCl 0,1 N
dipipet ke dalam erlenmeyer 500 mL. Satu ml indikator Conway ditambahkan
ke dalamnya. Labu dilengkapi dengan kondensor dan diletakkan sehingga ujung
kondensor tercelup ke dalam larutan asam. Labu Kjeldahl yang berisi contoh
yang sudah didestruksi diletakkan di dalam sistem, kemudian ditambahkan NaCl
50 %, kocok hati-hati campuran dengan gerakan memutar. Dipanaskan hingga
semua gelembung ammonia keluar (sampai jumlah destilat kira-kira 150 mL).
Setelah selesai, rangkaian destilasi dibongkar hati-hati, ujung kondensor dicuci
22
dengan akuades, dan kelebihan larutan HCl dititrasi dalam destilat dengan larutan
NaOH standar. Kadar protein ditentukan dengan rumus:
ml HCl - ml blanko N HCl 14,007
100 %
mg sampel
Kadar protein % N 6,25
%N
(6) Kadar lemak (AOAC 1995)
Penentuan kadar lemak dilakukan menggunakan metode ekstraksi soxhlet.
Cara penentuannya adalah dimasukkan sebanyak 5 g sampel yang sudah
dibungkus dengan kertas saring kedalam alat soxhlet, kemudian 50 mL pelarut
dietil eter dituang ke dalam labu lemak. Selanjutnya direfluks selama minimum
5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut
yang ada di labu lemak tersebut didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi
dipanaskan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 60 menit atau sampai beratnya
tetap. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai
memperoleh berat yang konstan. Kadar lemak ditentukan dengan rumus:
Kadar lemak (%)
berat lemak (g)
100 %
berat sampel (g)
(7) Analisis logam berat (AOAC 1995)
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram lalu dimasukkan ke dalam cawan
kemudian ditambahkan 5 mL MgNO3 10 % dalam etanol lalu dikeringkan dalam
oven selanjutnya diabukan pada suhu 600
0
C. Hasil pengabuan kemudian
ditambahkan 2 mL HNO3, lalu dipanaskan kembali sampai kira-kira volume
tinggal 1 mL setelah itu dinginkan. Setelah dingin kemudian tambahkan 10 mL
HCl 3N dan dipanaskan lagi sampai kira-kira volume tinggal setengahnya. Setelah
itu didinginkan kembali, dan diencerkan dengan aquades sampai 50 mL dan
disaring, hasil saringan kemudian diukur dengan Spektroskopi serapan atom
(SSA).
23
(8) Analisis mineral (AOAC 1995)
Metode ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer absorpsi
atom untuk menentukan kadar mineral yang terdapat didalam bahan pangan.
Prinsip alat ini adalah sesudah penghilangan bahan-bahan organik dengan
pengabuan kering atau basah, residu dilarutkan dalam asam encer. Larutan
disebarkan dalam nyala api yang ada didalam alat SSA sehingga absorpsi atau
emisi logam dapat dianalisis dan diukur pada panjang gelombang tertentu.
Sampel ditimbang sebanyak 5 gram lalu dimasukkan ke dalam cawan
kemudian ditambahkan 5 mL MgNO3 10 % dalam etanol. sampel dikeringkan
dalam oven, selanjutnya diabukan pada suhu 600 0C. Hasil pengabuan kemudian
ditambahkan 3 mL HNO3, dipanaskan kembali sampai kira-kira volume tinggal
1 mL setelah itu dinginkan. Setelah dingin kemudian tambahkan 10 mL HCl 3N
dan dipanaskan lagi sampai kira-kira volume tinggal setengahnya. Setelah itu
dinginkan kembali, dan diencerkan dengan aquades sampai 50 mL dan disaring,
untuk pengujian Mg, Ca, Na dan K, pipet larutan yang telah disaring sebanyak
25 mL lalu ditambahkan 1 mL lantannum 5% dan diencerkan hingga 50 mL
setelah itu di ukur dengan SSA.
(9) Analisis asam amino (AOAC 1995)
Prosedur analisis asam amino terdiri dari beberapa tahap yang secara rinci
dapat dilihat pada Lampiran 10, tahapan prosedur analisis asam amino tersebut
yaitu: (1) preaparsi sampel, (2) pembuatan pereaksi OPA, (3) pembuatan buffer
sebagai fase mobil, (4) pengaturan alat HPLC, (5) analisis asam amino, (6)
perhitungan asam amino. Hasil analisis asam amino bisa ditingkatkan dengan
memanfaatkan reaksi pra kolom gugus amino dengan pereaksi tertentu
membentuk suatu derivat yang dapat menyerap sinar UV atau berflouresensi.
Salah satu pereaksi pra kolom yang sangat populer dalam analisis asam amino
adalah ortoftalaldehida (OPA). Pereaksi OPA akan bereaksi dengan asam amino
primer dalam suasana basa yang mengandung merkaptoetanol membentuk
senyawa yang berfluoresensi, sehingga deteksinya dapat dilakukan dengan
detektor flouresensi.
Analisis asam amino dilakukan dengan cara melarutkan sampel yang telah
dihidrolisis dalam 5 mL HCl 0,01 N kemudian saring dengan kertas milipore.
24
Buffer Kalium Borat pH 10,4 ditambahkan dengan perbandingan 1:1. Lalu
kedalam vial kosong yang bersih dimasukkan 10 µL sampel dan ditambahkan
25 µL pereaksi OPA, dibiarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung
sempurna. sebanyak 5 µL diinjeksikan ke dalam kolom HPLC kemudian ditunggu
sampai pemisahan semua asam amino selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25
menit. Konsentrasi asam amino (dinyatakan dalam µmol AA) dalam sampel.
Prosedur analisis asam amino (AOAC 1995) secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 10.
Konsentrasi asam amino (dinyatakan dalam µmol AA) dalam sampel
Persen asam amino dalam sampel adalah:
= µmol AA x Mr. AA x 100
µg sampel
(10) Analisis asam lemak (AOAC 1995)
Analisis
dengan
kromatografi
gas
didasarkan
pada
partisi
komponen-komponen dari suatu cairan di antara fase gerak berupa gas dan fasa
diam berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada
bahan pendukung inert. Komponen-komponen yang dipisahkan harus mudah
menguap pada suhu pemisahan yang dilakukan, sehingga suhu operasi biasanya
lebih tinggi dari suhu kamar dan biasanya dilakukan derivatisasi untuk contoh
yang sulit menguap. Dalam hal analisis asam lemak, maka mula-mula
lemak/minyak dihidrolisis menjadi asam lemak, kemudian ditransformasi menjadi
bentuk esternya yang bersifat lebih mudah menguap. Dalam metode ini,
transformasi dilakukan dengan cara metilasi sehingga diperoleh metil ester asam
lemak (FAME). Selanjutnya FAME ini dianalisis dengan alat kromatografi gas.
Identifikasi tiap komponen dilakukan dengan membandingkan waktu
retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi
dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada saat muncul puncak
25
pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan.Penentuan
kandungan komponen dalam contoh dapat dilakukan dengan teknik standar
eksternal atau internal standar. Luas puncak dari masing-masing komponen adalah
berbanding lurus dengan jumlah komponen tersebut dalam contoh. Untuk
meminimalkan kesalahan akibat volume injeksi, preparasi sampel, pengenceran
dan sebagainya, lebih baik digunakan teknik standar internal. Disamping itu
koreksi terhadap respon detektor dan interaksi antar komponen dalam matrik
contoh selama melewati kolom juga harus dilakukan. Prosedur analisis asam
lemak (AOAC 1995) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11. Metode
internal standar, jumlah dari masing-masing komponen dalam sampel dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut :
Keterangan :
Cx = kosentrasi komponen x
Cs = kosentrasi standar internal
Ax = luas puncak komponen x
As = luas puncak standar internal
R = respon detektor terhadap komponen x relatif terhadap standar.
Pada metode standar, dilakukan preparasi yang sama, hanya contoh dan
standar dilakukan secara terpisah, tidak ada penambahan larutan standar ke dalam
contoh. Jumlah kandungan komponen dalam contoh dihitung sebagai berikut :
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan diperoleh produk
fermentasi telur ikan tambakan (Helostoma temminckii C.V) dari pengolah yang
biasa membuat dan menjual produk tersebut. Bahan yang digunakan terdiri dari
telur ikan tambakan segar, air dan garam dapur, sedangkan peralatan yang dipakai
yaitu pisau, timbangan, baskom dan botol plastik atau kaca. Telur ikan tambakan
merupakan salah satu produk fermentasi yang menggunakan garam dengan
konsentrasi tinggi, yaitu 25% dari berat telur. Produk fermentasi telur ikan
tambakan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Produk fermentasi telur ikan tambakan.
Produk fermentasi telur ikan tambakan yang telah mengalami proses
fermentasi menghasilkan perubahan warna coklat, tekstur sedikit agak keras.
Memiliki paduan rasa ikan, asin, gurih dan asam seimbang. Aromanya merupakan
paduan aroma ikan, asam dan khas fermentasi ikan seimbang. Produk fermentasi
telur ikan tambakan adalah produk yang umum dikenal dan dikonsumsi oleh
masyarakat Kalimantan Timur. Produk ini disukai baik oleh pria dan wanita,
dikonsumsi merata disemua kelompok usia dan semua kelompok pekerjaan, tetapi
tidak dikonsumsi secara rutin.
28
4.2 Hasil Isolasi Bakteri
Isolasi merupakan tahap awal sebelum dilakukan karakterisasi dan
identifikasi bakteri. Koloni yang tumbuh pada saat penghitungan jumlah koloni
dianggap terdiri dari berbagai sel mikroba yang berkumpul menjadi satu. Isolasi
bertujuan untuk memisahkan sel-sel bakteri yang masih tercampur. Isolasi diawali
dengan pengenceran pada sampel fermentasi telur ikan dengan larutan pengencer
(0,85% NaCl) steril, kemudian dilanjutkan dengan penanaman sampel ke media
agar tryptic soy agar (TSA). Pengenceran ini dilakukan untuk mengetahui
perkiraan jumlah koloni bakteri yang terdapat dalam sampel fermentasi telur ikan.
Hal ini juga bertujuan agar koloni bakteri yang tumbuh pada agar tidak terlalu
padat
dan
memudahkan
dalam
pengidentifikasian
bakteri
selanjutnya.
Pengenceran dilakukan dari 10-1 hingga 10-5, sehingga diperoleh jumlah koloni
bakteri 117 x 102 koloni untuk 0% NaCl, 149 x 102 koloni untuk 5% NaCl,
134 x 102 untuk 10% NaCl. Contoh penghitungan total bakteri dapat dilihat pada
Lampiran 12.
Jumlah koloni yang dapat dijadikan acuan untuk penentuan jumlah koloni
bakteri per ml sampel adalah jumlah koloni yang berkisar antara 30-300, yaitu
pada pengenceran 10-2. Bakteri dengan jumlah koloni lebih dari 300, pertumbuhan
bakteri terlalu padat dan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan koloni yang
saling menumpuk satu sama lain sehingga tidak seluruh koloni dapat terhitung.
Berdasarkan alasan tersebut, maka nilai dianggap tidak valid. Apabila koloni
bakteri yang tumbuh dengan jumlah koloni kurang dari 30, data yang didapat juga
tidak valid karena pertumbuhan bakteri yang sangat sedikit dan tidak representatif
(Dwipayana dan Ariesyady 2009).
Koloni yang mempunyai penampakan berbeda dipilih dan diisolasi,
sehingga dapat digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya. Pengamatan
morfologi koloni didasarkan pada klasifikasi yang umum
digunakan dalam
mengkarakterisasi sebuah kultur (Hadioetomo 1993). Apabila pada cawan yang
telah diinkubasi diperoleh koloni yang terpisah, maka dilakukan pengamatan
terhadap morfologinya. Koloni yang diisolasi dapat dilihat pada Gambar 8.
29
Penambahan NaCl yang jumlahnya bervariasi bertujuan untuk mengetahui
kebutuhan garam guna pertumbuhan optimumnya, sedangkan medium yang tidak
ditambahkan NaCl digunakan sebagai pembanding.
Isolat iso 4
Isolat iso 1
Isolat iso 3
Isolat iso 2
Isolat iso 5
Gambar 8 Koloni yang diisolasi.
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi koloni, diperoleh warna dan
bentuk koloni yang berbeda pada media TSA 5% NaCl. Warna koloni yang
diperoleh adalah kuning muda, orange dan putih sedangkan bentuknya ada yang
bulat dan menyebar. Untuk memastikan bentuk koloni maka dilakukan goresan
kuadran sehingga bentuk dari masing-masing koloni jelas terlihat seperti pada
Lampiran 13. Sifat morfologi koloni yang diisolasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Morfologi koloni bakteri secara detail dapat dilihat pada Lampiran
Warna koloni yang bermacam-macam disebabkan oleh adanya pigmen
yang dihasilkan oleh bakteri. Pigmen bakteri dapat diklasifikasikan menjadi
karatenoid, antosianin, melanin, tripitilmethenes dan fenazin. Karotenoid
merupakan pigmen yang berwarna merah, jingga dan kuning, sedangkan
antosionin berwarna merah dan biru. Melanin merupakan pigmen yang
memberikan warna coklat, hitam, jingga dan merah. Fenazin merupakan pigmen
warna jingga-kuning, jingga tua dan merah jingga. Keberadaan pigmen bakteri
30
tersebut akan dicirikan pada warna koloni yang tumbuh (Salle 1961 diacu dalam
Christanti 2006).
Tabel 1 Sifat morfologi koloni yang diisolasi
Koloni
Warna
Bentuk dari atas
Bentuk dari pinggir
Bentuk
penonjolan
Iso 1
Kuning muda
Bulat
Halus
Timbul
Iso 2
Orange
Bulat
Halus
Timbul
Iso 3
Putih
Menyebar tidak
teratur
Bergelombang
Timbul
Iso 4
Putih
Menyebar tidak
teratur
Bergelombang
Timbul
Iso 5
Putih
Menyebar tidak
teratur
Bergelombang
Timbul
4.3 Karakteristik Bakteri
Kelima isolat yang telah diketahui morfologi koloninya, selanjutnya
diamati morfologi selnya. Morfologi sel yang diamati meliputi bentuk sel, sifat
pewarnaan Gram, dan uji motilitas. Seluruh koloni bakteri yang tumbuh pada
masing-masing hasil pengenceran, diambil beberapa koloni berbeda untuk
kemudian diidentifikasi. Pemilihan koloni yang berbeda didasarkan pada
morfologinya. Berdasarkan pemilihan tersebut, didapat 5 koloni bakteri, yang
diberi nama iso 1, iso 2, iso 3, iso 4, dan iso 5.
4.3.1 Pewarnaan Gram
Koloni bakteri yang telah didapat, dilakukan uji pewarnaan Gram untuk
melihat apakah bakteri tersebut sudah murni atau belum. Pewarnaan Gram juga
dilakukan untuk melihat bentuk bakteri dan reaksi terhadap pewarnaan Gram.
Bakteri yang bersifat Gram positif terlihat berwarna ungu karena asam-asam
ribonukleat pada sitoplasma sel-sel Gram positif membentuk ikatan lebih kuat
dengan kompleks ungu kristal-iodium sehingga ikatan kimiawi yang terbentuk
tidak mudah dipecahkan oleh pemucat warna (Hadioetomo 1993). Bentuk sel
bakteri dan pewarnaan Gram dari kelima isolat bakteri dapat dilihat pada
Gambar 9.
31
Isolat 1
Isolat 2
Isolat 3
Isolat 4
Isolat 5
Gambar 9 Bentuk sel bakteri dan pewarnaan Gram kelima isolat.
4.3.2 Uji motilitas
Pengamatan sifat morfologi bakteri selain pewarnaan Gram adalah uji
pergerakan bakteri (motilitas). Pengujian motilitas bakteri, menggunakan medium
MIO (motility indol ornithin). Hasil reaksi yang didapat menunjukkan bakteri
tumbuh menyebar atau media menjadi keruh (motil), sedangkan bakteri yang tidak
menyebar atau warna media tetap seperti warna aslinya (non motil) (Lukistyowati
dan Riauwaty 2005).
Hasil pengujian kelima isolat menunjukkan, 4 isolat non motil dan hanya
isolat 1 yang motil. Bakteri bersifat non motil jika pertumbuhannya mengikuti
arah penusukan jarum ose pada medium MIO. Isolat yang non motil menunjukkan
bahwa bakteri tidak mempunyai flagella sebagai organ untuk bergerak. Hasil
reaksi uji motilitas dapat dilihat pada Gambar 10.
32
Motil
Non-motil
Gambar 10 Hasil reaksi uji motilitas.
Flagella adalah salah satu struktur utama di luar sel bakteri yang
menyebabkan terjadinya pergerakan (motilitas) pada sel bakteri. Flagella terbuat
dari sub unit protein yang disebut flagelin. Bacillus dan Spirilum merupakan
sebagian besar bakteri yang memiliki flagella sebagai alat geraknya. Flagella
jarang ditemukan pada bakteri yang berbentuk kokus (Pelczar dan Chan 2008).
Flagella ditemukan hampir disemua jenis berbentuk lengkung dan
sebagian pada bakteri yang berbentuk batang. Flagella berukuran sangat kecil dan
tidak terlihat menggunakan mikroskop biasa, rata-rata mempunyai ketebalan
antara 0,02–0,1 mikron dengan panjang tidak melebihi selnya. Pergerakan flagella
disebabkan oleh suatu sistem pergerakan berbentuk cakram yang terdapat pada
dinding sel bagian dalam, sehingga gerakannya hanya dapat mengarah kedua
jurusan saja (Suriawiria 2005).
4.3.3 Uji katalase
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri
yang diuji. Sebagian besar bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat
memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim katalase diduga penting untuk
pertumbuhan aerobik karena H2O2 yang dibentuk dengan pertolongan berbagai
enzim pernafasan bersifat racun bagi sel mikroba (Partic 2008). Hasil uji katalase
terhadap lima isolat bakteri yang diisolasi menunjukkan bahwa hanya empat yang
positif dan satu negatif.
Selama respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif), mikroorganisme
menghasilkan hidrogen peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida
33
yang beracun. Senyawa ini dalam jumlah besar akan menyebabkan kematian pada
mikroorganisme. Senyawa ini dihasilkan oleh mikroorganisme aerobik, fakultatif
aerob maupun mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi aerobik (Irianto
2008)
Bakteri katalase positif seperti S. aureus dapat menghasilkan gelembunggelembung oksigen karena adanya pemecahan H2O2 (hidrogen peroksida) oleh
enzim katalase yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri. Komponen H2O2 ini dapat
menghambat pertumbuhan bakteri karena bersifat toksik, sehingga komponen ini
harus dipecah agar tidak bersifat toksik lagi. Bakteri katalase negatif tidak
menghasilkan gelembung-gelembung. Hal ini berarti H2O2 yang diberikan tidak
dipecah oleh bakteri katalase negatif, misalnya, L.casei sehingga tidak
menghasilkan oksigen. Bakteri katalase negatif tidak memiliki enzim katalase
yang menguraikan H2O2 (Partic 2008).
Bakteri yang memiliki kemampuan memecah H2O2 dengan enzim katalase
akan segera membentuk suatu sistem pertahanan dari toksik H2O2 yang
dihasilkannya. Bakteri katalase positif akan memecah H2O2 menjadi H2O dan O2
dimana parameter yang menunjukkan adanya aktivitas katalase tersebut adalah
adanya gelembung-gelembung oksigen (Sodyc dan Acun 2010). Reaksi
penguraian H2O2 oleh enzim katalase adalah sebagai berikut:
2H2O2
2H2O + O2
4.3.4 Uji oksidase
Uji oksidase bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri menghasilkan
enzim oksidase sitokrom. Hasil uji oksidase menunjukkan bahwa kelima isolat
mampu menghasilkan enzim oksidase sitokrom, yang berarti bakteri tersebut
malakukan metabolisme energi melalui respirasi.
Enzim oksidase memegang peranan penting dalam transpor elektron selama
respirasi aerobik. Sitokrom oksidase mengkatalisis oksidasi dan reduksi sitokrom
oleh molekul oksigen. Enzim oksidase dihasilkan oleh bakteri aerob, fakultatif
anaerob, dan mikroaerofilik. Mikroorganisme ini menggunakan oksigen sebagai
akseptor elektron terakhir selama penguraian karbohidrat untuk menghsilkan
energi. Kemampuan bakteri memproduksi sitokrom oksidase dapat diketahui dari
34
reaksi yang ditimbulkan setelah pemberian reagen oksidase pada koloni bakteri.
Enzim ini merupakan bagian dari kompleks enzim yang berperan dalam proses
fosforilasi
oksidatif.
Reagen
yang
digunakan
adalah
tetramethyl-D-
phenylenediamine dihydrocloride. Reagen akan mendonorkan elektron terhadap
enzim ini sehingga akan teroksidasi membentuk senyawa yang berwarna biru
kehitaman. Positif tertunda (warna biru muncul antara 10-60 detik setelah ditetesi)
menandakan bahwa bakteri uji memiliki sedikit enzim. Tidak adanya perubahan
warna mengindikasikan bahwa hasil uji yang dilakukan negatif (Irianto 2008).
Enzim oksidase mempunyai peranan penting pada sistem transpor elektron
selama respirasi aerobik. Enzim oksidase sitokrom berperan sebagai katalisator
dalam transfer atom hidrogen dari sitokrom yang terakhir ke molekul oksigen.
Sitokrom merupakan senyawa organik yang terdapat dalam sel hidup dan
berperan dalam transfer atom hidrogen dari substrat ke molekul oksigen
membentuk air. Bakteri aerob, beberapa bakteri anaerobik fakultatif dan
mikroarofilik,
menunjukkan adanya
aktivitas
karena
memiliki
oksidase
(Cappucino dan Sherman 1983 diacu dalam Prihardini 2008).
4.3.5 Uji oksidatif – fermentatif
Uji oksidatif-fermentatif bertujuan untuk mengetahui sifat oksidasi atau
fermentasi bakteri terhadap gula. Uji ini juga berguna untuk membedakan bakteri
oksidatif dan bakteri fermentatif serta untuk melihat kemampuan bakteri dalam
mencerna karbohidrat dalam situasi aerob dan anaerob (Lukistyowati dan
Riauwaty 2005).
Berdasarkan hasil uji oksidatif-fermentatif, isolat iso 1 tidak mengalami
reaksi oksidatif fermentatif, iso 2 mengalami reaksi oksidatif fermentatif, iso 3.4.5
hanya mengalami reaksi fermentati. Hasil reaksi oksidatif fermentatif dan yang
tidak mengalami reaksi oksidatif dan fermentatif dari kiri ke kanan kiri ke kanan
dapat dilihat pada Gambar 11.
35
Oksidatif - Fermentatif
Non Oksidatif - Fermentatif
Gambar 11 Hasil reaksi oksidatif fermentatif dan non-oksidatif fermentatif.
Fermentasi adalah suatu reaksi reduksi – oksidasi di dalam biologi yang
menghasilkan energi, dimana donor dan aseptor elektron yang digunakan adalah
senyawa organik. Senyawa organik yang umumnya digunakan adalah karbohidrat
dalam bentuk glukosa. Saat keadaan anaerobik, senyawa tersebut akan diubah
oleh reaksi reduksi-oksidasi dengan katalis enzim menjadi senyawa asam. Sel-sel
yang melakukan fermentasi mempunyai enzim-enzim yang akan mengubah hasil
reaksi reduksi-oksidasi tersebut menjadi suatu senyawa yang mempunyai muatan
lebih positif sehingga dapat menangkap elektron atau bertindak sebagai aseptor
elektron terakhir dan menghasilkan energi (Winarno dan Fardiaz 1984 diacu
dalam Candra et al. 2007).
4.3.6 BBL Crystal kit system
Identifikasi bakteri adalah membandingkan sifat-sifat bakteri yang belum
teridentifikasi dengan sifat-sifat bakteri sesuai dengan kunci identifikasi bakteri.
Hasil karakterisasi kelima isolat murni dicocokkan dengan panduan buku manual
dan literatur hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Kelima isolat yang telah diisolasi diidentifikasi spesiesnya dengan
menggunakan sistem BBL crystal kit. BBL crystal adalah alat identifikasi bakteri
dengan prinsip menanam bakteri pada microplates (lubang mikro) yang berisi
berbagai substrat biokimia dan enzim. Aktivitas bakteri dalam menghidrolisis
substrat tertentu akan mengubah kandungan warna dalam lubang mikro sehingga
didapatkan data warna-warna yang akan dicocokkan pada tabel warna yang
memiliki nilai tertentu. Nilai-nilai tersebut akan dimasukkan dalam bank data
(software) BBL crystal sehingga didapatkan hasil identifikasi bakteri hingga
36
tingkat spesies. Sebelum melakukan uji BBL crystal kit, dipilih dahulu jenis BBL
crystal kit yang sesuai dengan hasil pewarnaan Gram agar mempermudah dalam
identifikasi hingga tingkat spesies. Apabila hasil dari pewarnaan gram
menunjukkan bahwa bakteri tersebut termasuk dalam Gram positif, maka
menggunakan BBL crystal Gram positif. Apabila hasil dari pewarnaan Gram
menunjukkan bahwa bakteri bersifat Gram negative, maka menggunakan BBL
crystal Gram negative. Bakteri yang bersifat anaerob diuji menggunakan BBL
crystal kit anaerob.
Uji pewarnaan Gram menunjukkan bahwa bakteri yang diperoleh
merupakan bakteri Gram positif, sehingga menggunakan BBL crystal ID kit Gram
positif. BBL crystal ID kit Gram positif memiliki 30 microplates (lubang mikro)
yang mengandung substrat yang didehidrasi. Bakteri yang akan diuji disegarkan
terlebih dahulu dalam media TSA selama 24 jam. Bakteri yang tumbuh pada
media TSA diambil menggunakan jarum ose steril dan dilarutkan dalam medium
cair BBL crystal hingga mencapai kekeruhan 0,5 McFarland standar (sesuai
standar kekeruhan BBL crystal). Detail standar McFarland dapat dilihat pada
Lampiran 15. Lubang mikro BBL crystal GP diisi oleh cairan medium sebanyak
0,15 ml pada tiap lubang, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Sifat biokimia dari
kelima isolat bakteri dapat dilihat pada Tabel 2.
Teori dari identifikasi bakteri dengan teknik konvensional adalah
membandingkan bakteri yang sedang diidentifikasi dengan bakteri yang telah
teridentifikasi sebelumnya. Apabila tidak terdapat bakteri yang ciri-cirinya 100%
serupa, maka dilakukan pendekatan terhadap bakteri yang memiliki ciri-ciri yang
paling menyerupai. Hasil perubahan warna dan sinar UV (ultra violet) setelah
diinkubasi dapat dilihat pada Lampiran 16. Oleh karena itu, teknik identifikasi
dengan metode konvensional selalu menghasilkan suatu bakteri tertentu yang
sudah teridentifikasi sebelumnya dan tidak dapat menemukan spesies baru
(Cowan 1974). Kunci identifikasi bakteri Gram positif (Cowan 1974) dapat dilihat
pada Lampiran 17. Hasil identifikasi bakteri dapat dilihat pada Tabel 3 dan detail
hasil identifikasi BBL crystal isolat 1-5 dapat dilihat pada Lampiran 18-22. Hasil
perubahan warna dan sinar serta hasil identifikasi bakteri disajikan pada
Lampiran 23.
Tabel 2 Sifat biokimia dari kelima isolat bakteri
Cowan
(1974)
Ballows
(1991)
Babay
(2001)
Iso 5
+
batang
+
+
F
-
BM
+
batang
+
+
+
ND
+ (a)
+ (a)
LA/CA
+
batang
+
ND
ND
+ / + (b)
ND
+ (b)
+ / + (b)
CP
+
batang
+
ND
ND
ND
-
Cowan
(1974) /
Ballows
(1991)
LB/BS
+/batang
+
ND
ND
+
ND
ND
-/-
+
LS/BS =
52 %
LS/BS=
98%
+ (a)
+ / - (a)
ND
+ / - (a)
ND
+ (a)
+
ND
+ / - (b)
+ / + (b)
ND
ND
ND
ND
- / - (b)
- / + (b)
ND
-/ND
-/ND
ND
+
ND
Isolat Bakteri
Pengamatan uji
biokimia
Iso 1
+
batang
+
+
+
+
-
Gram
Bentuk sel
Katalase
Oksidase
O/F
Motilitas
Trehalose
Lactose
Methyl-α&
β-glucoside
Sucrose
+
Mannitol
+
Maltotriose
Arabinose
Glycerol
Fructose
+
Urea
Esculin
+
Identity bedasarkan BM=
literatur
82%
Faktor kepercayaan BM=99%
BBL crystal
Iso 2
+
batang
+
O/F
LA/CA=
58 %
LA/CA=
95%
Iso 3
+
batang
+
+
F
+
CP = 76 %
CP=66%
Iso 4
+
batang
+
+
F
+
LS/BS =
52%
LS/BS=
98%
Keterangan : BM = Bacillus megaterium, LA/CA = Leifsonia aquatica /Coryebacterium aquaticum, CP = Corynebacterium propinquum,
LS/BS = Lysinibacillus sphaericus / Bacillus sphaericus. ND = tidak ada data. O = oksidatif, F = fermentatif, (a) = Sanni et al. (2002),
b) = Giammanco et al. (2006),
37
42
38
Tabel 3 Hasil identifikasi bakteri
Isolat
Iso 1
Iso 2
Iso 3
Iso 4,5
Jenis bakteri teridentifikasi
Bacillus megaterium
Leifsonia aquatica
Corynebacterium propinquum
Lysinibacillus sphaericus
Bacillus megaterium
Isolat iso 1 yang diuji menggunakan BBL crystal ID teridentifikasi sebagai
bakteri B. megaterium. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif, berbentuk
batang, menghasilkan spora, banyak ditemukan dalam tanah dan daerah
permukaan. Bakteri ini dapat bertahan hidup dalam kondisi ekstrim. Bacillus
megaterium jua dapat memproduksi penisilin amidase sehingga dapat digunakan
dalam industri pembuatan penisilin (Glogowski 2010).
Klasifikasi bakteri B. megaterium menurut kamus klasifikasi bakteri yang
diacu dalam Glogowski (2001) adalah sebagai berikut:
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
:
:
:
:
:
:
Firmicutes
Bacilli
Bacillales
Bacillaceae
Bacillus
B. megaterium
Sanni et al. (2002) menyatakan bahwa hasil produk fermentasi yang
berasal dari Ghana yaitu momoni. Momoni adalah produk fermentasi yang
terbuat dari ikan air tawar yang ditambahkan garam sebanyak 30% dan umumnya
digunakan sebagai bumbu penyedap dimakanan seperti yam, cocoyam, dan
apentum. Hasil bakteri yang telah diisolasi pada momoni adalah bakteri dari jenis
Bacillus yaitu Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus pumilis dan
Bacillus megaterium. Bakteri dari spesies Bacillus ini dapat tumbuh dalam
kondisi garam dengan konsentrasi tinggi dan keberadaanya dalam jumlah besar
dapat menghasilkan sumber energi seperti protein.
39
Bacillus megaterium biasanya terdapat pada produk fermentasi, seperti
kecap ikan, dan terasi (Adawyah 2008). Anihouvi et al. (2007) menyatakan bahwa
bakteri dari spesies Bacillus termasuk dalam golongan halofilik karena dapat
tumbuh dalam kondisi garam dengan konsentrasi tinggi dan dapat memanfaatkan
protein sebagai sumber energi. Hal ini berarti bakteri ini bersifat proteolitik, hasil
aktivitas proteolitik ini dapat membentuk aroma dan flavor pada produk
fermentasi. Sekhon et al. (2006) menambahkan bahwa Bacillus megaterium juga
mampu menghasilkan lipase pada kisaran pH 4-11 dan menghasilkan lipase
tertinggi pada kisaran pH 6,5-8.
Leifsonia aquatica
Uji isolat iso 2 berdasarkan data bank BBL crystal diperoleh data bahwa
isolat iso 2 merupakan bakteri Leifsonia aquatica. Bakteri ini merupakan bakteri
Gram positif, berbentuk batang, bakteri non-motil. Luckman dan Wehle (2007)
menyatakan bahwa bakteri Leifsonia aquatica ini merupakan bakteri dari turunan
Corynebacterium aquaticum.
Klasifikasi bakteri menurut Leifsonia aquatica menurut Garrity (2006).
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
:
:
:
:
:
:
:
Bacteria
Actinobacteria
Actinobacteria
Actinomycetales
Noctuoidea
Leifsonia
Leifsonia aquatica
Leifson (1962) dalam Luckman dan Wehle (2007) menyatakan bahwa
Leifsonia aquatica merupakan bakteri Gram positif yang berbentuk batang sering
ditemukan dalam air suling, tebu dan kolam. Spesies Leifsonia memilki koloni
agak keruh dan berwarna kuning dan dapat tumbuh pada suhu 35-37 0C.
Leifsonia aquatica merupakan bakteri turunan Corynebacteria, bakteri
Corynebacteri merupakan bakteri yang dapat menghasilkan indol, dapat
memproduksi nitrat menjadi nitrit dan pada fermentasi karbohidrat dapat
menghasilkan gas dan memfermentasi gula serta dapat menghidrolisis protein
(Burkovski 2008).
40
Shewan (1977) diacu dalam Kaseger (1986) diacu dalam Sumanti (1988)
menyatakan bahwa salah satu mikroba yang terdapat pada kulit ikan adalah
bakteri jenis Coryneform, sehingga diduga dalam proses pembuatan bekasang
jenis Corynebacterium terikut dan dapat tahan hidup pada kondisi lingkungan
yang mengandung garam.
Beberapa
spesies
dari
Corynebacterium
telah
digunakan
untuk
memproduksi asam amino, termasuk asam L-glutamat yang merupakan bahan
tambahan pada makanan. Jalur metabolisme pada Corynebacterium dimanipulasi
untuk menghasilkan L-Lisin dan L-treonin (Burkovski 2008).
Corynebacterium propinquum
Isolat iso 3 diidentifikasi sebagai bakteri Corynebacterium propinquum.
Babay (2001) menyatakan bahwa bakteri ini merupakan Gram positif, berbentuk
batang, tidak memiliki spora dan non motil. Koloni bakteri ini berwarna koloni
putih dan bersifat katalase positif, dapat menghidrolisis tirosin tetapi tidak dapat
menghidrolisis urea atau eskulin serta tidak memfermentasi gula.
Spesies Corynebacterium yang non-patogen banyak digunakan oleh
industri
makanan
untuk
memproduksi
asam
amino
asam
glutamat.
Corynebacterium dari spesies C. glutamicum banyak digunakan oleh industri
untuk menghasilkan asam glutamat yang digunakan sebagai penyedap makanan
(Burkovski 2008). Klasifikasi bakteri Corynebacterium propinquum menurut
Garrity (2006) adalah:
Domain
:
Bacteria
Kingdom
:
Bacteria
Filum
:
Actinobacteria
Kelas
:
Actinobacteria
Subkelas
:
Actinobacteridae
Ordo
:
Actinomycetales
Subordo
:
Corynebacterineae
Famili
:
Corynebacteriaceae
Genus
:
Corynebacterium
Specific descriptor
:
propinquum
Nama ilmiah
:
Corynebacterium propinquum
41
Corynebacteria merupakan bakteri aerob atau fakultatif anaerob, non motil
dan katalase positif. Mayoritas bakteri ini (tidak semua) spesies dari jenis Coryne
dapat memfermentasi karbohidrat dan asam laktat sebagai hasil sampingnya
(Murray 2005).
Lysinibacillus sphaericus
Pada isolat iso 4 dan iso 5 yang teridentifikasi berupa bakteri
Lysinibacillus sphaericus. Baumann et al. (1991) diacu dalam Josic et al. (2008)
menyatakan bahwa bakteri ini juga dikenal sebagai Bacillus sphaericus. Bakteri
ini merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, non motil, mesofilik dan
banyak terdapat di tanah. Bakteri ini dapat memetabolisme berbagai senyawa
organik dan asam amino akan tetapi tidak dapat memetabolisme gula.
Lysinibacillus sphaericus adalah bakteri yang banyak terdapat ditanah dan
air, dalam kondisi yang ekstrim dapat membentuk endospora, tahan terhadap
panas, bahan kimia dan sinar ultraviolet. Spora dari bakteri ini dapat bertahan
lama walaupun bersifat fakuktatif anaerob dan dalam kondisi tertentu bisa bersifat
anaerob.
Klasifikasi bakteri Lysinibacillus sphaericus menurut kamus klasifikasi
bakteri yang di acu dalam Samani et al. (2010) adalah sebagai berikut :
Domain
:
Bacteria
Kingdom
:
Bacteria
Filum
:
Firmicutes
Kelas
:
Bacilli
Ordo
:
Bacillales
Famili
:
Planococcaceae
Genus
:
Lysinibacillus
Species
:
Lysinibacillus sphaericus
Dikenal juga sebagai Bacillus sphaericus
Pada tahun 1987 seorang peneliti dari cina (Pei G) telah mengisolasi
bakteri ini dari sarang nyamuk, bakteri ini dapat menghasilkan racun insektisida
mirip dengan yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis. Bakteri ini tidak dapat
memetabolisme polisakarida diduga karena kurangnya transporter dan enzim
42
tetapi dapat metabolisme berbagai senyawa organik lain dan asam amino (Samani
et al. 2010).
4.4 Sifat Kimiawi Telur Ikan Segar dan Produk Fermentasi Telur Ikan
Tambakan
Analisis ini bertujuan untuk komposisi kimia ini telur ikan segar dan
produk fermentasi telur ikan tambakan. Analisis yang dilakukan pada telur ikan
segar meliputi proksimat dan uji logam berat, sedangkan pada hasil fermentasinya
dilakukan uji kimia berupa proksimat, kadar garam. pH, asam amino, asam amino
bebas, asam lemak dan mineral.
4.4.1 Kandungan logam berat telur ikan tambakan segar
Pengujian logam berat bertujuan untuk mengetahui keamanan telur ikan
segar yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam proses fermentasi. Hal ini
umumnya karena logam berat bersifat racun terhadap makhluk hidup. Pencemaran
logam berat melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang
terkontaminasi oleh logam berat. Apabila terpapar logam berat maka dapat
terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika
keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai
jumlah yang membahayakan kesehatan manusia. Pencemaran logam-logam
tersebut dapat mempengaruhi dan menyebabkan penyakit pada konsumen, karena
di dalam tubuh unsur yang berlebihan akan mengalami detoksifikasi sehingga
membahayakan manusia (Supriyanto et al 2007). Komposisi logam berat telur
ikan tambakan ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi logam berat pada telur ikan tambakan segar
Parameter
Air raksa (Hg)
Timbal (Pb)
Cadmium (Cd)
Telur tambakan SNI 2009
segar (mg/Kg)
(mg/Kg)
< 0,001
0,5
< 0,01
0,3
< 0,01
0,1
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar kontaminan dari logam
berat Hg, Pb, Cd yang terkandung pada bahan baku. Tabel 4 menunjukkan bahwa
43
kadar logam berat pada telur ikan tambakan segar berdasarkan standar SNI 7378:
2009 masih dibawah batas aman untuk dikonsumsi.
4.4.2 Proksimat, mineral dan pH produk fermentasi telur ikan tambakan
Pengujian proksimat telur ikan tambakan segar terlebih dahulu dilakukan
untuk mengetahui komposisi kimia bahan baku sebelum dilakukan fermentasi.
Proksimat telur ikan yang segar dan telur fermentasi ikan tambakan ditunjukkan
pada Tabel 5.
Tabel 5 Proksimat telur segar dan telur fermentasi ikan tambakan
Komposisi
Kadar air
Kadar protein
Kadar lemak
Kadar abu
Karbohidrat
Bahan baku
(% b/b)
43,82 ±0,01
12,64 ±0,47
21,73 ±2,19
0,99 ±0,04
20,82
Bahan baku
(% b/k)
22,5±0,47
38,68±2,19
1,76±0,04
37,06
Fermentasi telur
ikan (% b/b)
39,26 ±0,47
11,84 ±1,92
15,14 ±0,38
12,45 ±0,51
21,31
Fermentasi telur
ikan (% b/k)
19,49±1,92
24,93±0,38
20,5±0,51
35,08
Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar air dan kadar lemak
mengalami penurunan. Hal ini disebabkan bakteri yang terdapat pada produk
fermentasi telur ikan tambakan memanfaatkan air dan lemak untuk aktivitasnya.
Selama proses fermentasi terjadi penurunan kadar air akibat adanya
penambahan garam yang sifatnya menarik air bahan. Penambahan garam
menyebabkan penurunan kadar air tinggi samapai waktu tertentu, dan tidak terjadi
lagi penurunan kadar air hingga kadar airnya stabil (Adawyah 2008).
Rochima (2005) yang melakukan penelitian tentang karakteristik jambal
roti dengan pemberian garam 25%, pada fermentasi jam ke 24 sampai 72
mengalami penurunan kadar air pada jambal roti yaitu 73,10% menjadi 49,26%.
Selama proses fermentasi terjadi penurunan kadar air karena keseimbangannya
dalam bahan pangan terganggu sebagai akibat penambahan garam. Garam akan
menarik air dari dalam bahan lalu masuk kedalam jaringan. Akibatnya, kadar air
bahan menurun sedangkan kadar garamnya meningkat.
Kadar lemak pada telur segar sebesar 21,73% lalu setelah fermentasi
menjadi 15,14%, sedangkan kadar protein telur ikan segar yaitu sebesar 12,64%
menjadi 11,84%. Selama proses fermentasi akan terjadi pemecahan protein, lemak
dan komponen lainnya pada bahan baku berupa daging ikan, pada awal proses
44
pematangan atau pada tahap fermentasi enzim-enzim yang berperanan adalah
enzim yang berasal dari jaringan ikan. Aktivitas enzim selanjutnya akan
merangsang aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Rahayu et al. 1992).
Yuliana (2007) menyatakan bahwa kandungan lemak yang telah di uji
untuk produk ikan fermentasi berupa rusip mengalami penurunan selama
fermentasi dua puluh hari dimana kandungan lemak awalnya 2 % mengalami
penurunan menjadi 0,5%. Penurunan kadar lemak selama proses fermentasi rusip
disebabkan oleh penguraian lemak oleh aktivitas mikroba dan enzimatis ikan itu
sendiri
Selama fermentasi, asam-asam amino akan mengalami peningkatan akibat
adanya pemecahan protein selama fermentasi. Pemecahan disebabkan oleh enzim
proteolitik yang terdapat dalam jaringan itu sendiri dan enzim yang dihasilkan
oleh mikroba. Enzim proteolitik dari bakteri terutama dihasilkan oleh bakteri yang
bersifat halofilik. Adanya air mengakibatkan proses penguraian lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dapat berjalan dengan baik. Enzim lipase yang aktif dapat
berasal dari jaringan otot dan adipose, juga berasal dari bakteri (Adawyah 2008).
Proses hidrolisis lemak secara mikrobial terjadi melalui tahapan lipolisis
oleh enzim lipase mikrobial dan tahap lipoksidasi oleh enzim lipoksidase yang
juga dihasilkan oleh mikroba (Hadiwiyoto 1993 diacu dalam Yuliana 2007).
Kadar abu pada telur segar dan sesudah difermentasi mengalami
peningkatan yaitu dari 0,99% menjadi 12,45% hal ini dikarenakan pada saat
fermentasi ada pemberian garam, dimana garam memiliki berbagai mineral yang
terkandung didalamnya. Secara umum penambahan garam dalam produk
fermentasi berfungsi untuk meningkatkan cita rasa, membentuk tekstur yang
diinginkan, mengontrol pertumbuhan mikroba serta menghambat pertumbuhan
bakteri pathogen (Rahayu et al 1992).
Garam terdiri dari senyawa Mg, Ca, Al, dan Fe, garam memberikan
pengaruh terhadap penampakan, rasa asin serta tekstur dari produk ikan asin atau
produk fermentasi yang menggunakan garam sebagai bahan pembantu. Hasil uji
kadar mineral ditunjukkan pada Tabel 6.
45
Tabel 6 Kadar mineral fermentasi telur ikan tambakan
Komposisi
K (Kalium)
Ca (Kalsium)
Mg (Magnesium)
Na (Natrium)
Cl (Klorida)
Persentase
(% dari abu)
0,08
0,06
0,15
4,76
10,25
Garam merupakan salah satu bahan pembantu dalam bahan pangan yang
paling penting dalam pengawetan pangan. Didalam fermentasi, garam dapat
berperan sebagai penseleksi organisme yang diperlukan tumbuh. Jumlah garam
yang ditambahkan berpengaruh pada populasi organisme, organisme mana yang
dapat tumbuh, dan jenis apa yang akan tumbuh, sehingga kadar garam dapat
digunakan untuk mengendalikan aktivitas fermentasi apabila faktor-faktor lainnya
sama (Desrosier 2008).
Rinto et al (2009) menyatakan bahwa garam merupakan komponen kimia
yang bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal terhadap bakteri. Kemampuan
garam membunuh bakteri disebabkan oleh adanya sifat higroskopis garam
sehingga mampu menyerap air (sitoplasma) bakteri, sel bakteri menjadi
mengkerut dan mati selain itu ion Na + dan Cl- bersifat toksin bagi beberapa
bakteri.
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan, pH pada produk
fermentasi telur ikan tambakan adalah 5,26. Nilai pH yang rendah pada produk
diduga juga karena adanya bakteri yang menghasilkan asam laktat. Asam laktat
dihasilkan dari perombakan glikogen melalui jalur glikolisis secara anaerob
(Adoga et al. 2010). Pendapat ini juga didukung oleh Schelegel (1994) diacu
dalam Mauliana (2006) yang menyatakan bahwa penurunan pH terjadi karena
aktivitas mikroorganisme yang menggunakan sumber karbohidrat dan nutrien
dimana pada proses ini sebuah ion H+ tertinggal dalam media.
Riebroy et al (2007) menyatakan bahwa produk hasil fermentasi sum-fog
yang ditelitinya juga menunjukkan nilai pH yang rendah yaitu 4,53-4,60.
Penurunan pH diduga karena adanya sejumlah besar asam laktat yang dihasilkan
oleh bakteri asam laktat dalam metabolismenya sehingga sehingga pH media
menjadi asam dan tidak sesuai dengan mikroorganisme lainnya.
46
4.4.3 Kandungan asam amino dan asam amino bebas
Asam amino penyusun protein telur ikan tambakan meliputi asam amino
esensial sebanyak 8 jenis dan non esensial sebanyak 7 jenis yang disajikan pada
Tabel 6, sedangkan skor asam amino esensial fermentasi telur ikan tambakan
dapat dilihat pada Tabel 7. Kromatogram asam amino dan asam amino bebas
produk fermentasi telur ikan tambakan dapat dilihat pada Lampiran 24 dan
Lampiran 25. Funatsu (2001) diacu dalam Hariono et al. (2005) menyatakan
bahwa komposisi asam amino yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat
membentuk flavor dari produk fermentasi yang dihasilkan. Jenis asam amino
serin, glisin, alanin, treonin dan prolin berasosiasi menghasilkan rasa manis. Rasa
asam dihasilkan oleh asam amino golongan asam, seperti aspartat dan glutamat.
Rasa pahit dihasilkan oleh asam amino lisin dan leusin, sedangkan rasa umami
dan meaty dihasilkan oleh asam amino glutamat.
Tabel 7 Kandungan asam amino dan asam amino bebas fermentasi telur ikan
tambakan
Jenis Asam
amino
Esensial
Treonin
Metionin
Valin
Fenilalanin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Non esensial
Asam aspartat
Asam glutamat
Serin
Glisin
Arginin
Alanin
Tirosin
Histidin
Asam amino
(% b/b)
Asam amino
bebas (% b/b)
0,74
0,63
0,97
0,97
1,04
1,30
1,21
0,05
0,02
0,06
0,04
0,06
0,07
0,14
1,24
2,02
0,95
0,64
1,01
1,37
0,83
0,44
0,06
0,13
0,14
0,04
0,02
0,13
0,07
0,02
Keterangan : b/b: berat/berat bahan
Peralta et al. (1996); Smit et al. (2005) diacu dalam Udomsil (2010)
menyatakan bahwa selama fermentasi mikroba yang berperan pada produk hasil
perikanan akan menghasilkan enzim-enzim yang akan menyebabkan biodegradasi
47
dari protein, lemak dan glikogen pada otot ikan. Reaksi enzimatis akan memecah
protein menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu asam amino, amine, amide
dan amoniak. Hasil dari senyawa ini akan berperan menghasilkan flavor dan
aroma.
Proses fermentasi terjadi transformasi bahan-bahan organik menjadi
senyawa-senyawa sederhana sebagai hasil aktivitas mikroorganisme atau aktivitas
enzim. Proteolisis yang terjadi selama fermentasi menyebabkan protein
terhidrolisis menjadi asam amino dan peptida (Yangsawatdigul et al. 2007).
Liu (1989) diacu dalam Xu et al. (2008) menyatakan bahwa aktivitas
mikroorganisme pada makanan merubah flavor dan aroma pada produk tersebut
sebagai hasil dari mikroorganisme mengekskresikan senyawa-senyawa flavor dan
juga sebagai akibat adanya perubahan-perubahan kimiawi pada bahan mentah
yang menghasilkan senyawa-senyawa baru atau senyawa-senyawa flavor
tambahan.
Peralta et al (2008) mengemukakan bahwa peptida hasil dari proteolisis
yang didegradasi oleh mikroorganisme yaitu asam amino dikonversi menjadi
senyawa aromatik. Degradasi asam amino bebas berperan penting dalam
memproduksi senyawa volatile yang berperan dalam memproduksi flavor.
Keberadaan karbohidrat pada produk fermentasi dan asam amino bebas
dapat memungkinkan terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis (Maillard). Hal
ini ditunjukkan oleh perubahan warna produk yang mengalami perubahan dari
kuning menjadi coklat pada akhir fermentasi yang dilihat secara visual. Warna
coklat akan mengalami peningkatan seiring dengan lamanya fermentasi yang
terjadi secara anaerob dan jumlah asam amino bebas.
Berdasarkan kandungan asam amino di atas maka asam-asam amino
tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa golongan berdasarkan sifat-sifat
kandungan gugus R, terutama polaritasnya. Adapun beberapa golongan itu terdiri
dari asam amino alifatik, asam anino hidrofilik, asam amino aromatik, asam
amino asam, asam amino basa dan asam amino sulfur (Winarno 2008). Berikut
pada Tabel 8 asam amino dibagi menjadi beberapa golongan.
48
Tabel 8 Klasifikasi asam amino berdasarkan sifatnya
Asam amino alifatik
Alanin
Valin
Leusin
Isoleusin
Asam amino basa
Arginin
Histidin
Lisin
Asam amino hidrofilik
Glisin
Serin
Treonin
Tirosin
Asam amino asam
Asam aspartat
Asam glutamat
Asam amino aromatik
Fenilalanin
Tirosin
Asam amino sulfur
Metionin
Asam amino pembatas adalah asam amino yang ketersediannya dalam
jumlah terbatas sehingga menyebabkan sintesis protein hanya dapat berlangsung
selama masih tersedia asam amino tersebut (Winarno 2008). Berdasarkan pada
Tabel 9 menunjukkan asam amino pembatas adalah treonin dan leusin
Tabel 9 Skor asam amino esensial
Jenis asam amino
esensial
Treonin
Metionin
Valin
Fenilalanin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Pola referensi
FAO (1973)
(mg/g protein)
40
35
50
60
40
70
55
Asam amino Skor asam
produk (mg/g amino (%)
protein)
37
92
31,5
90
48,5
97
48,5
80
52
100
65
92
60,5
100
4.4.4 Kandungan asam lemak pada produk fermentasi telur ikan tambakan
Hasil uji komposisi asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan
disajikan pada Tabel 10. Kromatogram asam lemak produk fermentasi telur ikan
tambakan. Produk ini mengandung asam lemak jenuh dapat dilihat sebanyak
2,6%, asam lemak tak jenuh tunggal sebanyak 18,57% dan asam lemak tak jenuh
ganda sebanyak 2,33.
Visessanguan et al. %. (2006) menyatakan bahwa proses oksidasi asam
lemak tidak jenuh yang ada pada produk fermentasi dapat diinisiasi oleh adanya
garam. Oksidasi lemak yang dilanjutkan dengan proses hidrolisis akan memutus
49
asam lemak rantai panjang menjadi asam lemak berantai pendek yang bersifat
volatil. Keberadaan senyawa volatil dapat membentuk karakteristik sensori dari
produk fermentasi yang dihasilkan.
Tabel 10 Komposisi asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan
Jenis Asam lemak
Asam lemak jenuh
Miristat C14:0
Pentadekanoid C15:0
Palmitat C16:0
Stearat C18:0
Asam lemak tak jenuh tunggal
Palmitoleat C16:1
Heptadekanoid C17:1
Oleat C18:1n9
Asam lemak tak jenuh ganda
Linoleat C18:2n6
Linolenat C18:3n6
Eikhosentrionik C20:3n6
Arakhidonat C20:4n6
Eicosapentaenoic (EPA) C20:5n3
Docosahexaenoic (DHA) C22:6n3
Kadar (% b/b bahan)
0,34
0,16
1,68
0,42
10,27
0,76
7,72
1,24
0,14
0,07
0,17
0,13
0,58
Majundar dan Basu (2010) menyatakan bahwa penambahan garam dapat
bertindak sebagai prooksidan (memicu terjadinya oksidasi) asam lemak tidak
jenuh, selain itu garam ini tidak dapat menghambat enzim lipase yang
menghidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas. Menurut Varlet et al. (2007)
asam lemak tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda dapat mengalami dekomposisi
akibat oksidasi menghasilkan senyawa volatil seperti aldehid, keton, hidrokarbon,
ester, asam karboksilat dan alkohol. Senyawa-senyawa ini dapat mempengaruhi
karakteristik sensori produk yang dihasilkan. Pendapat ini didukung juga oleh
Peralta et al. (1996); Fukami et al. (2002) diacu dalam Yangsawatdigul et al.
(2010) yang menyatakan bahwa senyawa volatil yang dihasilkan selama
fermentasi kecap ikan adalah senyawa asam, karbonil, nitrogen dan sulfur dimana
senyawa volatil ini merupakan hasil reaksi lipolisis, reaksi Maillard dan bakteri
indigenous yang ikut berperan.
Hasil uji asam lemak pada produk fermentasi telur ikan tambakan pada
Tabel 10 menunjukkan bahwa asam lemak palmitoleat lebih tinggi dibandingkan
yang lainnya. Menurut Yang et al. (2011) asam palmitoleat merupakan asam
50
lemak tak jenuh tunggal yang banyak terdapat pada tumbuhan dan hasil perairan.
Penelitian yang dilakukannya pada hewan tikus menunjukkan bahwa asam
palmitoleat dapat melindungi tubuh dari resistensi insulin, dan ini juga berlaku
pada manusia. Pendapat ini juga didukung oleh Mozaffarian et al. (2010) yang
menyatakan bahwa keberadaan asam palmitoleat di dalam tubuh akan menjaga
kadar insulin dalam darah tetap stabil sehingga asam palmitoleat dapat mengikis
resiko diabetes.
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa produk
fermentasi telur ikan tambakan merupakan fermentasi garam yang terjadi secara
spontan. Produk fermentasi telur ikan tambakan yang telah mengalami proses
fermentasi menghasilkan perubahan warna coklat, tekstur sedikit agak keras.
Memiliki paduan rasa ikan, asin, gurih dan asam seimbang. Aromanya merupakan
paduan aroma ikan, asam dan khas fermentasi ikan seimbang. Hasil perhitungan
total plate count (TPC) jumlah koloni yang tumbuh adalah 117 x 102 koloni untuk
0% NaCl, 149 x 102 koloni untuk 5% NaCl, 134 x 102 untuk 10% NaCl. Bakteribakteri yang tumbuh yang telah dapat diisolasi dan identifikasi sampai dengan
spesies adalah : Bacillus megaterium, Leifsonia aquatic (Corynebacterium
aquaticum),
Corynebacterium
propinquum dan
Lysinibacillus sphaericus
(Bacillus sphaericus).
Hasil analisis untuk logam berat dari telur ikan segar memiliki kadar air
raksa (Hg) < 0,001 mg/Kg; timbal (Pb) < 0,01 mg/Kg; kadmium (Cd) <0,01
mg/Kg. Berdasarkan SNI tahun 2009 tentang batas maksimun cemaran logam
berat dalam pangan, maka dapat diasumsikan bahwa telur ikan segar masih aman
jika dikonsumsi baik dalam kondisi segara ataupun dalam bentuk olahan. Hasil
analisis untuk kadar air 43,82±0,01%, kadar protein 12,64±0,47%, kadar lemak
21,73±2,19%, kadar abu 0,99±0,04%, karbohidrat 20,82%.
Produk fermentasi telur ikan tambakan diketahui mempunyai kadar air
39,26±0,47%, kadar protein 11,84±1,92%, kadar lemak 15,14±0,38%, kadar abu
12,45±0,51%, karbohidrat 21,31%, dan pH 5,26. Hasil analisis mineral terdiri dari
Magnesium (Mg) 0,15%, Kalsium (Ca) 0,06%, Natrium (Na) 4,76%, Kalium (K)
0,08%, Klorida (Cl) 10,25%. Produk fermentasi telur ikan tambakan memiliki 15
asam amino yang terdiri dari 8 asam amino esensial serta 7 asam amino non
esensial. Asam glutamat merupakan asam amino tertinggi yang terdapat pada
produk fermentasi telur ikan tambakan 2,02 %,sedangkan asam amino pembatas
adalah fenilalanin. Produk telur ikan tambakan terdiri dari 13 jenis asam lemak.
Asam lemak jenuh sebanyak 2,6%, asam lemak tak jenuh tunggal sebanyak
56
18,57% dan asam lemak tak jenuh ganda sebanyak 2,33%. Kandungan asam
lemak tertinggi adalah asam palmitoleat sebesar 10,27%.
5.2 Saran
Perlu dikaji lebih lanjut identifikasi bakteri melalui uji biokimia yang lebih
rinci dan teknik molekuler 16sRNA serta umur simpan produk.
53
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Assosiation of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of
Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Virginia USA:
Association of Official Analytical Chemist.
Adawyah R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara.
Jakarta. Hal 103-119.
Achinewu SC, Amadi EN, Barimalaa IS, Eke J. 2004. Microbiology of naturally
fermented fish (Sardinella sp.). Journal of Aquatic Food Product
Technology 13 (2): 46-53.
Adoga IJ, Joseph E, Samuel OF. 2010. Studies on the post-mortem changes in
African catfish (Clarias angullaris) during ice-storage. J. New York Science
3(6):96-101.
Anihouvi VB, Dawson ES, Ayenor GS, Hounhouigan JD. 2007. Microbiological
changes in naturally fermented cassava fish (Pseudotolithus sp) for Lanhouin
production. Journal of Food Microbiologhy. 116 (3): 287-291.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.
Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor.
Babay AH. 2001. Pleural effusion due to Corynebacterium Propinquum in a
patient with squamous cell carcinoma. Annal of Saudi Medicine. 21(5-6):
337-339.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. SNI 7378:2009. Batas Maksimum Cemaran
Logam Berat dalam Pangan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. SNI 7545.1:2009. Metode Identifikasi
Bakteri pada Ikan Secara Konvensional-Bagian 1: Edwardsiella ictaluri.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Burkovski A. 2008. Corynebacteria: Genomics and Molecular Biology.http://
www. horizonpress.com [21 April 2011].
Candra JI, Zahiruddin W, Desniar. 2007. Isolasi dan karakteristik bakteri asam
laktat dari produk bekasam ikan bandeng (Chanos chanos). Buletin Teknologi
Hasil Perikanan. 10 (4): 14-24.
Christanti AD. 2006. Isolasi dan karakterisasi bakteri halotoleran pada terasi.
[skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
54
Cowan ST. 1974. Manual for Identification of Medical Bacteria. Cambridge:
Cambridge University Press.
Dissaraphong S, Benjakul S, Visessanguan W, Kishimura H. 2006. The influence
of storage conditions of tuna viscera before fermentation on chemical,
physical and microbiological changes in fish sauce during fermentation.
Journal Biosources Technology. 97 (5): 2032-2040.
Desrosier NW. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Penerbit UI-Press.
Dwipayana, Ariesyady HA. 2009. Identifikasi keberagaman bakteri pada lumpur
hasil pengolahan limbah cat dengan teknik konvensional. Yayasan LAPI
Institut Teknologi Bandung.
Garrity. 2006. Taxonomy Leifsonia aquatica. http://www.zipcodezoo.com
[28 April 2011]
Garrity. 2006. Taxonomy Corynebacterium propinquum. http://www.zipcodezoo.
com. [28 April 2011].
Gaffar AK. 2007. Sudahkah Anda Tahu Ikan Tambakan (Helostoma temminckii)
Edisi Mei 2007. Palembang: Badan Riset Kelautan Dan Perikanan Balai Riset
Perikanan Perairan Umum. [30 April 2008].
Glogowski M. 2010. Classification Bacillus megaterium. http://microbewiki.
kenyon.edu/index.php/Bacillus_megaterium"[8 mei 2011].
Hadijaya. 2009. Fermentasi ikan. http://komrink.blogspot.com/fermentasi-ikan.
[5 April 2009].
Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. Jakarta: Penerbit Gramedia. Hal 20-30.
Halim R. 2007. Kaviar. www.caviarmore.com [7 Mei 2008].
Hariono I, Yeap SE, Kok TN, Ang GT. 2005. Use of koji and protease in fish
sauce fermentation. Journal Marine Fisheries Research Departement. 32 (3):
19-29.
Heruwati ES. 2002. Pengolahan ikan secara tradisional: prospek dan peluang
pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian. 21 (3): 94-95.
Hidayat N. 2007. Pengembangan Produk & Teknologi Proses Fermentasi
[Artikel] http://www.google.id.or/fermentasi . [27 maret 2008].
Hjalmarsson GH, Park JW, Kristbergsson K. 2007. Seasonal effects on the
physicochemical characteristics of fish sauce made from capelin (Mallotus
villosus). Journal Food Chemistry. 103(9): 495-504.
55
Hu Y, Xia W, Ge C. 2008. Characterization of fermented silver carp sausages
inoculated with mixed starter culture. Journal Society of Food Science and
Technlogy. 41 (5): 730–738.
Huch M, Hanak A, Specht I, Dortu C M, Thonart P, Mbugua S, Holzapfel W H,
Hertel C, Franz CMAP. 2008. Use of Lactobacillus strains to start cassava
fermentations for gari production. Journal of Food Microbiology. 128 (4):
258–267.
Huda N. 2004. Pengembangan Produk Bernilai Tambah dan Manajemen Mutu
Terpadu. Pusat Studi Pangan dan Gizi. Universitas Bung Hatta
Ichimura T, Hu J, Duong QA, Maruyama S. 2003. Angiotensin i-converting
enzyme inhibitory activity and insulin secretion stimulative activity of
fermented fish sauce. Journal of Bioscience and Bioenginering. 96 (2):
496-499.
Irianto A. 2008. Mikrobiologi dasar. Diktat praktikum. http://ekmon-saurus.
blogspot.com. [Februari-Maret 2008]
Josic D, Porobic M, Milicivic M, Vukovic D, Pivic R, Zdravkovic M, Coric T.
2008. RAPD fingerprinting of indigenous Lysinibacillus fusiformis isolates
from stabilized sludge and oil-polluted soil. International Meeting on Soil
Fertility Land Management and Agroclimatology. p: 927-933
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. Data statistik Hasil Tangkapan
Ikan Tambakan. Kalimantan Timur: Dinas Perikanan Kutai Kartanegara.
Lee MJ, Song JH, Hwang SJ. 2009. Effects of acid pre-treatment on bio-hydrogen
production and microbial communities during dark fermentation. Journal
Bioresource Technology 75 (1): 1491–1493.
Luckman E, Wehle D. 2007. The Johns Hopkins Microbiology Newsletter.
Department of Pathology. Division of Medical Microbiology. 26 (19): 6-12.
Lukistyowati I, Riauwaty M. 2005. Analisa Penyakit Ikan. Pekanbaru: Penerbit
UNRI Press.
Majundar RK, Basu S. 2010. Characterization of the traditional fermented fish
product Lona Ilish of northeast India. Indian Journal of Traditional
Knowledge. 3(4): 453-458.
Mauliana D. 2006. Pengaruh penambahan berbagai sumber karbohidrat terhadap
kadar asam laktat pada fermentasi rusip ikan bilis (Stolephorus sp). Media
Infotama. 1 (2): 40-48.
56
Misgiyarta. 2003. Isolasi, identifikasi dan efektifitas BAL lokal untuk fermentasi
susu
kacang-kacangan.
[tesis].
Bogor:
Program
Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor.
Mozaffarian D, Cao H, King IB, Lemaitre RN, Song X, Siscovick DS,
Hostamisgligil GS. 2010. Trans-palmitoleic acid, metabolic risk factors, and
new-onset diabetes in U.S. adults. Annals of Internal Medicine. 153 (12):
790-799.
Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung: Alfabeta. Hal
144-147.
Murni R, Suparjo, Akmal, Ginting BL. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan
Limbah untuk Pakan. Jambi: Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Murray PR, Rosenthal KS, Pflaller MA. 2005. Medical Microbiology. United
States of America: Elsevier Mosby.
Nordvi B, Egelandsdal B, Langsrud O, Ofstad R, Slinde E. 2007. Development of
a novel, fermented and dried saithe and salmon product. Journal Food
Science and Emerging Technology. 8 (10): 163-171.
Nurulita E, Susilawati, Yuliana N. 2007. Pengaruh penambahan kultur cair
bakteri asam laktat pada rusip. Kumpulan Abstrak Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian.
Lampung:
Fakultas
Pertanian
Universitas
Lampung
http://www.unila.ac.id/. [20 Maret 2008].
Partic L. 2008. Dunia Mikro untuk Uji Katalase. http://dunia-mikro.blogspot.com
[7 agustus 2008].
Peralta EM, Hatate H, Kawabe D, Kuwahara R, Wakamatsu S, Yuki T, Murata H.
2008. Improving antioxidant activity and nutrional components of Philippine
salt-fermented shrimp paste through prolonged fermentation. Journal Food
Chemistry. 111 (2): 72-77.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Terjemahan
Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosono SS, angka SL. Jakarta: Universitas
Indonesia. Hal 107.
Prihardini FJ. 2008. Isolasi dan karakterisasi bakteri dari bekasang jeroan ikan
tuna sirip kuning (Thunnus albacares) [skripsi]. Bogor: Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Rahayu WP, Ma’oen S, Suliantari, Fardiaz S. 1992. Teknologi Fermentasi
Produk Perikanan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor.
57
Riebroy S, Benjakul S, Visessanguan W, Tanaka M. 2007. Changes during
fermentation and properties of som-fug produced from different marine fish.
Journal of Food Processing and Preservation. 21 (10): 751–770.
Riebroy S, Benjakul S, Visessanguan W. 2008. Properties and acceptability of
som-fug, a Thai fermented fish mince, inoculated with lactic acid bacteria
starters. Journal Society of Food Science and Techollogy. 41 (3): 569-580.
Rinto, Arafah E, Utama SB. 2009. Kajian keamanan pangan (formalin, garam dan
mikrobia) pada ikan sepat asin produksi Indralaya. Jurnal Pembangunan
Manusia. 8 (2): 24-30.
Rochima E. 2005. Pengaruh fermentasi garam terhadap karakteristik jambal roti.
Bulletin Teknologi Hasil Perikanan. 8 (2): 46-52.
Ruddle K, Ishige N. 2005. Fermented fish product in Asia. Hongkong:
International Resources Management Institute.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan (Jilid 1 dan 2). Bandung:
Penerbit Binacipta.
Samani Z, Foxworth M, Paliwoda B, Aghakasiri N. 2010. Lysinibacillus
sphaericus. http://microbewiki.kenyon.edu/Lysinibacillus_sphaericus_C3-41.
[10 mei 2011].
Sanni AI, Asiedut M, Ayenort GS. 2002. Microflora and chemical composition of
momoni, a Ghanian fermented fish condiment. Journal of Food Composition
and Analysis. 15 (11): 577-583.
Sekhon A, Dahiya N, Tewari RP, Hoondal GS. 2006. Production of extracellular
lipase by Bacillus megaterium AKG-1 in submerged fermentation. Journal of
Biotechnology. 5 (7): 179-183.
Shirai N, Higuchi T, Suzuki H. 2006. Analysis of lipid classes and the fatty acid
composition of the salted fish roe food products, ikura, tarako, tobiko and
kazunoko. Journal Food Chemistry. 94 (2): 61-67
Seveline. 2005. Pengembangan produk probiotik dari isolat klinis BAL dengan
menggunakan teknik pengeringan semprot dan pengeringan beku [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Sodyc, Acun. 2010. Sekilas Tentang Uji Katalase
http://www.sodiycxacun.web.id [17 Oktober 2010]
pada
Bakteri.
Situngkir RU. 2005. Aplikasi kultur bakteri asam laktat dengan garam untuk
mereduksi Aspergillus flavus dan aflatoksin pada proses pengolahan kacang
asin [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
58
Sumanti DM. 1988. Identifikasi dan sifat-sifat bakteri halofilik yang diisolasi dari
produk fermentasi jeroan ikan cakalang [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor.
Supriyanto C, Samin, Kamal Z. 2007. Analisis cemaran logam berat Pb, Cu, dan
Cd pada ikan air tawar dengan metode spektrometri nyala serapan atom
(SSA). Yogyakarta: Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir
Yogyakarta.
Suriawiria U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti.
Hal 31.
Susanto H, Lingga P. 1987. Ikan Hias Air Tawar. Jakarta: Penerbit Penebar
Swadaya. Hal 20-22.
Svansberg U, Lorri W. 1997. Fermentation and nutrient availability. Journal Food
Control 8(6): 76-84.
Syah SU. 2004. Kajian perkembangan produksi histamin selama penanganan
bahan, pengolahan dan penyimpanan peda ikan kembung (Rastrelliger spp)
[tesis]. Bogor: Program Studi Teknologi Pasca Panen. Institut Pertanian
Bogor.
Syahraini, Daniele K, Budiono. 2005. Survey penilaian sosial ekonomi nelayan
pada hasil tangkapan ikan Tambakan di daerah-daerah danau dan Lahan basah
di Mahakam Tengah, Kalimantan Timur. [Laporan penelitian]. Mahakam
Tengah: Program Konservasi Yayasan Resi Mahakam Tengah.
Tsai HY, Lin CY, Chien LT, Lee TM, Wei CI. Hwang DF. 2006. Histamine
contents of fermented fish products in taiwan and isolation of histamineforming bacteria. Journal Food Chemistry. 98 (1): 64-70.
Udomsil N, Rodtong S, Tanasupawat S, Yongsawatdigul J. 2010. Proteinaseproducing halophilic lactic acid bacteria isolated from fish sauce fermentation
and their ability to produce volatile compounds. Journal of Food
Microbiology. 141 (3): 186–194.
Varlet V, Prost C, Serot T. 2007. Volatile aldehydes in smoked fish : analysis
methods, occurrence and mechanisms of formation. Journal Food Chemistry
105 (8): 1536-1556.
Visessanguan W, Benjakul S, Riebroy S, Yarchai M, Tapingkae W. 2006.
Changes in lipid composition and fatty acid profile of Nham, a Thai
fermented pork sausage, during fermentation. Journal Food Chemistry. 94
(5): 580–588
59
Xu W, Yu G, Xue C, Xue Y, Ren Y. 2008. Biochemical changes associated with
fast fermentation of squid processing by-products for low salt fish sauce.
Journal Food Chemistry. 107 (12): 1597-1604.
Yangsawatdigul J, Rodtong S, Raksakulthai N. 2007. Acceleration of thai fish
sauce fermentation using proteinases and bacterial starter cultures. Journal
Food Science 72 (9): 382-390.
Yang ZH, Miyahara H, Hatanaka A. 2011. Chronic administration of palmitoleic
acid reduces insulin resistances and hepatic lipid accumulation in KK-Ay
mice with genetic type 2 diabetes. Journal Biomedical Central. 12 (2):
1476-5112.
Yuliana N. 2007. Profil fermentasi ”rusip” yang dibuat dari ikan teri
(Stolephorus sp). Journal of Agritechnology 27 (1): 12-17.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: Penerbit M-BRIO Press. Hal
74-80.
Wulandari NF. 2005. Laporan Teknik Bidang Mikrobiologi. Jakarta: Pusat
Penelitian Biologi LIPI.
63
LAMPIRAN
64
60
Lampiran 1. Komposisi media yang digunakan
Tryptic soy agar (Difco)
Motility indole ornithine
medium (MIO) (Difco)
OF medium (Difco)
Bahan Pereaksi sitochrom
oksidase
:
:
:
:
Komposisi formula perliter
Pancreatic digest of casein
Enzymatic digest of soybean meal
Sodium chloride
Agar
15 g
5g
5g
15 g
Komposisi formula perliter
Yeast extract
Peptone
Tryptone
L-Ornithine HCl
Dextrose
Agar
Bromcresol purple
3g
10 g
10 g
5g
1g
2g
0,02 g
Komposisi formula perliter
Pancreatic digest of casein
Sodium chloride
Dipotassium phosphate
Bromthymol blue
Agar
2g
5g
0,3 g
0,08 g
2g
Tetramethy-p-phenylenediamine
dihydrochloride
Aquades
1g
15 ml
65
61
Lampiran 2. Dokumentasi proses pembuatan produk fermentasi telur ikan
tambakan
1. Ikan disiangi dan telur dikeluarkan
dari perut ikan
2. Telur ikan dicuci dengan air
3. telur ditimbang
4. pemberian garam pada telur ikan
5. Telur ikan yang telah digarami
dimasukkan ke dalam topless
6. Produk fermentasi telur ikan
tambakan.
66
62
Lampiran 3. Prosedur total plate count (BSN 2009)
1.
Teknik Preparasi Suspensi
Sampel yang telah diambil berupa produk fermentasi telur ikan tambakan
kemudian disuspensikan dalam akuades steril. Tujuan dari teknik ini pada
prinsipnya adalah melarutkan atau melepaskan mikroba dari substratnya ke dalam
air sehingga lebih mudah penanganannya. Cara yang dilakukan adalah sebagai
berikut: sampel yang berbentuk padat dapat ditumbuk dengan mortar dan pestle
sehingga mikroba yang ada dipermukaan atau di dalam dapat terlepas kemudian
dilarutkan ke dalam air. Perbandingan antar berat sampel dengan pengenceran
pertama adalah 1 : 9 (w/v).
Penghancuran sampel menggunakan mortar dan pastel
2.
Teknik Pengenceran Bertingkat
Tujuan dari pengenceran bertingkat yaitu memperkecil atau mengurangi
jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan. Penentuan besarnya atau
banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada perkiraan jumlah mikroba
dalam sampel. Digunakan perbandingan 1 : 9 untuk sampel dan pengenceran
pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran berikutnya mengandung 1/10 sel
mikroorganisma dari pengenceran sebelumnya. Adapun Cara Kerjanya sebagai
berikut :
a) Sampel sebanyak 10 gram yang mengandung bakteri dimasukan ke dalam
tabung pengenceran pertama (1/10 atau 10-1) yang berisi larutan garam
fisiologis 0,85% secara aseptis (dari preparasi suspensi) sebanyak 90 ml.
Perbandingan berat sampel dengan volume tabung pertama adalah 1 : 9
b) Diambil 1 ml dari tabung 10-1 dengan pipet ukur kemudian dipindahkan ke
tabung 10-2 secara aseptis kemudian dikocok dengan membenturkan tabung ke
63
telapak tangan sampai homogen. Pemindahan dilanjutkan hingga tabung
pengenceran terakhir dengan cara yang sama, hal yang perlu diingat bahwa
pipet ukur yang digunakan harus selalu diganti, artinya setiap tingkat
pengenceran digunakan pipet ukur steril yang berbeda/baru. Prinsipnya bahwa
pipet tidak perlu diganti jika memindahkan cairan dari sumber yang sama.
Teknik pengenceran bertingkat
3.
Teknik Penanaman
Adapun prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Sebanyak 4 gram trpytic soy agar (TSA) dilarutkan dalam 100 ml akuades
di dalam labu Erlenmeyer untuk pembuatan media TSA dengan
menambahkan NaCl masing-masing TSA tanpa NaCl, TSA+NaCl 5%, dan
TSA+NaCl 10%. Larutan tersebut kemudian dipindahkan kedalam tabung
reaksi sebanyak
10-15 ml lalu disterilisasi dalam autoclave selama 1,5
jam pada tekanan 1 atm dengan suhu 121 oC.
2) Setelah media TSA dikeluarkan autoclave maka dinginkan sampai
mencapai
suhu (>45oC). lalu menyiapkan cawan steril, tabung
pengenceran yang akan ditanam dan media padat yang masih cair .
3) Teteskan 1 ml secara aseptis.suspensi sel kedalam cawan kosong
4) Tuangkan media yang masih cair ke cawan kemudian putar cawan untuk
menghomogenkan suspensi bakteri dan media, kemudian diinkubasi
dengan posisi terbalik didalam inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.
64
Teknik penanaman
Cara perhitungan hasil analisis TPC sebagai berikut: cawan yang dipilih dan
dihitung jumlah bakterinya adalah yang mengandung koloni antara 30-300. Jika
semua pengenceran menghasilkan koloni kurang dari 30, maka jumlah koloni
yang dihitung hanya pada pengenceran yang terendah. Sebaliknya, jika semua
pengenceran menghasilkan lebih dari 300 koloni, maka hanya jumlah koloni
tertinggi yang dihitung. Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan
koloni antara 30-300 koloni dan perbandingan hasil tertinggi dan terendah dari
kedua pengenceran tersebut kurang dari atau sama dengan dua, maka kedua nilai
tersebut
dirata-ratakan
dengan
memperhitungkan
pengencerannya.
Jika
perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar dari atau sama dengan
dua maka yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil. Apabila menggunakan dua
cawan petri (duplo) per pengenceran maka data yang diambil adalah dari kedua
cawan petri tersebut.
Pertumbuhan koloni bakteri dalam cawan
65
Lampiran 4. Prosedur pewarnaan Gram (BSN 2009)
1) Bersihkan object glass dengan kapas
2) Menulis kode atau nama bakteri pada sudut object glass
3) Mengambil biakan dengan jarum inokulum lalu pindahkan satu ulasan saja
kemudian diberi akuades dan disebarkan supaya sel merata.
4) Mengeringkan ulasan tersebut sambil memfiksasinya dengan api bunsen
(lewatkan di atas api 2-3 kali). Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri dan
melekatkan sel bakteri pada object glass tanpa merusak struktur selnya.
Cara mengambil biakan
5) Selanjutnya meneteskan Kristal violet sebagai pewarna utama pada
preparat lalu tunggu selama ± 1 menit lalu cuci dengan akuades
mengalir
6) Meneteskan moerdant (lugol’s iodine) lalu tunggu ± 1 menit setelah itu
cuci dengan akuades mengalir
7) Beri larutan pemucat (ethanol 96%) setetes demi setetes hingga etanol
yang
jatuh
berwana
jernih
namun
jangan
terlalu
banyak
(overdecolorize) lalu cuci dengan akuades mengalir
8) Terakhir meneteskan safranin dan tunggu ± 45 detik lalu dicuci
kembali dengan akuades
66
9) Mengeringkan preparat dengan kertas tissue yang ditempelkan di sisi
ulasan namun jangan sampai merusak ulasan lalu di biarkan mengering
di udara.
10) Setelah itu periksa dengan mikroskop (perbesaran 100 x 10).
Pewarnaan gram
67
Lampiran 5. Prosedur uji motilitas (BSN 2009)
a) Mengambil isolat dengan jarum Őse lurus dan inokulasikan dengan
menusukkan pada media semi solid SIM atau MIO media.
b) Selanjutnya inkubasikan pada suhu 25 °C dan 37 °C selama 24 jam - 48 jam.
c) Reaksi positif ditandai oleh adanya pertumbuhan bakteri yang menyebar hasil
negatif menunjukan bakteri hanya tumbuh pada daerah tusukan saja. Berikut
gambar 13 reaksi motility
Reaksi motilitas
68
Lampiran 6. Prosedur uji katalase (BSN 2009)
a) Koloni bakteri diambil satu ose secara aseptis dan diinokulasikan pada Object
glass
b) Dengan menggunakan pipet tetes, 3% H2O2 diteteskan pada Object glass
secukupnya.
c) Amati adanya gelembung untuk hasil positif dan tidak ada gelembung untuk
hasil negatif (hati-hati membedakan antara gelembung yang muncul dari sel
dengan kumpulan sel yang mengambang akibat ditambahi reagen).
Reaksi katalase
69
Lampiran 7. Prosedur uji oksidase (BSN 2009)
a) Membasahi kertas saring (filter paper) dengan pereaksi oksidase.
b) Mengambil 1 loop isolat bakteri dengan jarum Őse (Őse platinum atau Őse
plastic disposable),lalu digoreskan pada kertas saring yang sudah diberi
pereaksi oksidase atau gunakan stik oksidase.
c) Hasil berupa reaksi negatif jika tidak ada perubahan warna pada kertas saring
dan positif jika terjadi perubahan warna biru keunguan pada goresan dalam
waktu singkat. Berikut Gambar 15 hasil reaksi oksidase.
Gambar 15. Reaksi oksidase
70
Lampiran 8. Uji Oksidatif-Fermentatif (BSN 2009)
a) Menyiapkan 2 tabung berisi media O/F.
b) Lalu mengambil isolat bakteri dengan jarum Őse lurus steril.
c) Menginokulasikan isolat bakteri ke dalam tabung yang berisi media O/F dengan
cara ditusukkan.
d) Satu tabung diisi dengan parafin cair steril hingga ketinggian 1 cm di atas
permukaan media O/F, sedangkan tabung lainnya tanpa parafin cair.
e) Selanjutnya inkubasikan pada suhu 30 °C selama 24 jam.
f) Reaksi negatif jika tidak ada perubahan warna pada kedua tabung reaksi.
g) Reaksi oksidatif positif jika terjadi perubahan warna media pada tabung tidak
tertutup parafin cair dari hijau ke kuning.
h) Reaksi fermentatif positif jika terjadi perubahan warna dari hijau ke kuning
pada tabung yang tidak tertutup parafin cair maupun yang tertutup.
71
Lampiran 9. Prosedur BBL Crystal ID GP
1. Keluarkan produk dari pembungkusnya, setelah dikelurkan harus segera
digunakan karena tidak boleh dibiarkan lebih dari 1 jam karena akan
merusak kandungan kimia didalamnya.
2. Ambil isolat bakteri yang digunakan lalu di masukkan dalam tabung reaksi
yang berisi larutan saline yang sudah tersedia dalam paket. Setelah
dimasukkan dalam larutan saline lalu divortex yang kekeruhannya 0,5
McFarland. Isolat dalam tabung reaksi kemudian dituangkan kedalam
sumur BBL Crystal ID GP,
3. Ratakan larutan dalam sumur dengan menggoyang secara perlahan dan
lembut hingga larutan terisi sampai permukaan lubang sumur BBL
Crystal.
4. Setelah itu ditutup dengan penutup yang berisi bahan kimia yang
berbentuk kristal, tutup hingga rapat hingga berbunyi “klik”
72
5. Setelah itu inkubasi selama 20-24 jam, lalu hasilnya dapat dilihat dengan
terjadinya perubahan warna.
6. Lalu hasil yang diperoleh berupa data-data kemudian dimasukkan dalam
data bank BBL Crystal.
73
Lampiran 10. Analisis asam amino (AOAC 1995)
Preparasi Sampel
1. Menentukan kadar protein dari sampel dengan metode Kjeldahl
2. Masukkan sampel yang mengandung 3 mg protein kedalam ampul,
tambahkan 1 mL HCl 6 N
3. Membekukan campuran tersebut dalam es kering-aseton. Gunakan “Freeze
dryer” yang dihubungkan dengan pompa vakum, untuk mengeringbekukan
sampel.
4. Mengeluarkan udara yang ada dalam sampel yang telah dibekukan dengan
cara : Keluarkan ampul dari dalam es kering-aseton. Pada saat campuran
mencair, udara yang terlarut dalam sampel akan keluar. Jika gelembung
udara terlalu banyak, atau keluar terlalu cepat, masukkan kembali ampul
ke dalam es kering-aseton, dan divakum kembali. Cara ini diulangi sampai
udara yang ada dalam sampel keluar seluruhnya. Jika masih ada
gelembung udara, tambahkan 1 atau 2 tetes n-oktil alkohol sebagai anti
bubbling.
5. Ampul divakum kembali selama 20 menit, kemudian tutup bagian tengah
tabung dengan cara memanaskannya di atas api.
6. Memasukkan ampul yang telah ditutup ke dalam oven pada suhu 110ºC
selama 24 jam.
7. Mendinginkan sampel yang telah dihidrolisis pada suhu kamar. Pindahkan
isinya ke dalam labu evaporator 50 mL, bilas ampul dengan 2 mL HCl
0,01 N dan masukkan cairan bilasan ke dalam labu evaporator, ulangi 2-3
kali.
8. Mengeringkan sampel dengan menggunakan “freeze dryer” dalam keadaan
vakum, untuk mengubah sistein menjadi sistin tambahkan 10 – 20 mL air
ke dalam sampel dan keringkan dengan freeze dryer, ulangi 2 – 3 kali.
9. Menambahkan 5 mL HCl 0,01 N ke dalam sampel yang telah dikeringkan,
larutan sampel ini siap untuk dianalisis
74
Pembuatan pereaksi OPA
Larutan stok pereaksi OPAterdiri dari
OPA
: 50
mg
Metanol
: 4
mL
Merkaptoetanol
: 0,025 mL
Brij-30 30%
: 0,050 mL
Buffer borat 1M, pH = 10,4
: 1
mL
Melarutkan 50 mg OPA dalam 4 mL metanol dan tambahkan
merkaptoetanol. Di kocok dengan hati-hati campuran tersebut, lalu menambahkan
larutan brij-30 30% dan buffer borat. Simpan larutan dalam botol berwarna gelap
pada suhu 4ºC dan akan stabil selama 2 minggu.
Pereaksi derivatisasi dibuat dengan cara mencampurkan satu bagian
larutan stok dengan dua bagian larutan buffer Kalium Borat pH 10,4 dan harus
dibuat segar setiap hari.
Fase Mobil
Bufer A :
Na-Asetat (pH 6,5)
0,025 M
Na-EDTA
0,05 %
Metanol
9,00 %
THF
1,00 %
Buffer A : terdiri dari komposisi di atas yang dilarutkan dalam 1 liter air HP.
Buffer ini harus disaring dengan kertas milipore 0,45 µm dan akan stabil selama 5
hari pada suhu kamar bila disimpan dalam botol berwarna gelap yang diisi dengan
gas He atau Nitrogen.
Buffer B : terdiri dari metanol 95 % dan air HP. Lakukan penyaringan dengan
kertas milipore 0,45 mikron. Larutan ini akan stabil dalam waktu tak terbatas.
Kondisi Alat
Mengatur kondisi HPLC sebagai berikut:
Kolom
: Ultra techspere
Laju aliran fase mobil : 1 mL/menit
Detektor
: Fluoresensi
Fase mobil
: Buffer A dan Buffer B dengan gradient
sebagai berikut:
75
Waktu
(menit)
0
1
2
5
13
15
20
22
26
28
38
Laju aliran fase mobil
(mL/menit)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
% Buffer B
0
0
15
15
42
42
70
100
100
0
0
Membuat grafik hubungan antara waktu (menit) sebagai absis dengan % B
sebagai ordinat.
Analisis asam amino
1. Melarutkan sampel yang telah dihidrolisis (B-9) dalam 5 mL HCl
0,01N kemudian saring dengan kertas milipore.
2. Menambahkan Buffer Kalium Borat pH 10,4 dengan perbandingan
1 : 1.
Lalu kedalam vial kosong yang bersih masukkan 10 µl sampel dan
tambahkan 25 µl pereaksi OPA, biarkan selama 1 menit agar derivatisasi
berlangsung sempurna.
3. Menginjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µl kemudian tunggu
sampai pemisahan semua asam amino selesai. Waktu yang diperlukan sekitar
25 menit.Konsentrasi asam amino (dinyatakan dalam µmol AA) dalam
sampel.
Perhitungan
Konsentrasi asam amino (dinyatakan dalam µmol AA) dalam sampel
76
Persen asam amino dalam sampel adalah:
= µmol AA x Mr. AA x 100
µg sampel
AA
Asp
Glu Ser
Mr
133.1
147.1
His Gly Thr Arg Ala Tyr Met
105.09 155.16 75.07 119.12 174.2
Val Phe Ileu Leu Lys
89.09 181.19 149.21 117.15 165.19 131.17 131.17 146.19
Kadar asam amino dalam sampel (mg/g protein)
Kadar protein (Apriyantono et al. 1989)
Skor asam amino (Mc Laughlan et al. 1959 diacu dalam Muchtadi 2010)
Contoh perhitungan :
Kadar protein sampel (% b/k)
Kadar asam amino fenilalanin dalam sampel (mg/g protein) :
77
Lampiran 11. Analisis asam lemak (AOAC 1995)
Preparasi contoh (hidrolisis & esterifikasi)
1. Menimbang 20 – 30 mg contoh lemak atau minyak dalam tabung bertutup
teflon
2. Menambahkan 1 mL NaOH 0,5 N dalam metanol dan panaskan dalam
penangas air selama 20 menit
3. Selanjutnya tambahkan 2 mL BF3 16 % dan 5 mg/mL standar internal,
panaskan lagi selama 20 menit
4. Kemudian didinginkan, lalu menambahkan 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL
heksana, kocok dengan baik
5. Memindahkan lapisan heksana dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung
yang berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat, biarkan 15 menit
6. Memisahkan fasa cair selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas
Analisis komponen asam lemak, sebagai FAME
1. Mengatur kondisi alat sebagai berikut :
Kolom
Dimensi kolom
Film Tickness
Laju alir N2
Laju alir H2
Laju alir udara
Suhu injektor
Suhu detektor
Suhu kolom
- kolom temperatur
Ratio
Inject Volum
Linier Velocity
: Cyanopropil methyl sil (capillary column)
: p = 60 m, Ø dalam = 0.25 mm, 025 m
: 20 mL/menit
: 30 mL/menit
: 200 – 250 mL/menit
: 200ºC
: 230ºC
: Program temperatur
: awal 190oC diam 15 menit
Akhir 230 oC diam 20 menit
Rate 10oC/ menit
:1:8
:1 L
: 20 cm/sec
2. Menginjeksikan pelarut sebanyak 1 µl ke dalam kolom. Bila aliran gas
pembawa dan sistem pemanasan sempurna, puncak pelarut akan nampak
dalam waktu kurang dari 1 menit
78
3. Setelah pena kembali ke nol (baseline) injeksikan 5 µl campuran standar
FAME. Bila semua puncak sudah keluar, injeksikan 5 µl contoh yang telah
dipreparasi (A)
4. Ukur waktu retensi dan puncak masing-masing komponen. Jika rekorder
dilengkapi dengan integrator, waktu retensi dan luas puncak langsung
diperoleh dari integrator
5. Bandingkan waktu retensinya dengan standar untuk mendapatkan
informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh
6. Untuk metode internal standar, jumLah dari masing-masing komponen
dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Cx = Ax . R Cs
As
Dimana:
Cx
Cs
Ax
As
R
=
=
=
=
=
Konsentrasi komponen x
Konsentrasi standar internal
Luas puncak komponen x
Luas puncak standar internal
Respon detektor terhadap komponen x relatif terhadap
standar
7. Untuk metode eksternal standar, lakukan preparasi yang sama, hanya
contoh dan standar dilakukan secara terpisah, tidak ada penambahan
larutan standar kedalam contoh. JumLah kandungan komponen dalam
contoh dihitung sebagai berikut :
Ax x C standar x V contoh x 100 %
As
100
gram contoh
Cara Penentuan R
Membuat suatu campuran X (murni) dan S dengan jumLah W x dan Ws
yang diketahui dan dibuat kromatogramnya. Dalam hal ini,
Wx
Ws
= Ax . Rx dan
= As . Rs
Dari hubungan ini, maka R dapat dihitung sebagai
R = Rx =
Rs
Wx . As
Ws . Ax
79
Lampiran 12. Contoh penghitungan total bakteri
Jumlah koloni per pengenceran
10
10-2
10-3
10-4
TBUD
129
87
4
TBUD
169
28
14
Jumlah total bakteri (koloni/g)
-1
1,5 x 104
Cara penghitungan jumlah total bakteri adalah sebagai berikut :
Koloni per ml = jumlah koloni per cawan x
Koloni per ml = 149 x 1/10-2 = 149 x 104
80
Lampiran 13. Hasil streak kuadran isolat
Isolat 1
Isolat 2
Isolat 3
Isolat 4
Isolat 5
81
Lampiran 14. Morfologi bentuk bakteri
Sumber : Hadioetomo 1993
82
Lampiran 15. Standar McFarland
Dalam mikrobiologi standar McFarland digunakan untuk mengetahui
kekeruhan bakteri dalam larutan. Adapun kandungan dalam standar McFarland
adalah sebagai berikut :
McFarland Nephelometer Standards :
McFarland Standard
1.0% Barium chloride (ml)
1.0% Sulfuric acid (ml)
Approx. cell density (1X10^8 CFU/mL)
% Transmittance*
Absorbance*
0.5
0.05
9.95
1.5
74.3
0.132
1
0.1
9.9
3.0
55.6
0.257
2
0.2
9.8
6.0
35.6
0.451
Berikut adalah gambar kekeruhan standar McFarland
0.5
1
2
3
0.3
9.7
9.0
26.4
0.582
4
0.4
9.6
12.0
21.5
0.669
83
Lampiran 16. Hasil perubahan warna dan deteksi menggunakan sinar UV (ultra
violet) setelah diinkubasi
Isolat iso 1
Isolat iso 2
Isolat iso 3
Isolat iso 4
Isolat iso 5
84
Lampiran 17. Kunci identifikasi bakteri Gram positif (Cowan 1974)
85
Lampiran 18. Hasil identifikasi BBL crystal isolat 1
Lampiran 19. Hasil identifikasi BBL crystal isolat 2
86
87
Lampiran 20. Hasil identifikasi BBL crystal isolat 3
88
Lampiran 21. Hasil identifikasi BBL crystal isolat 4
89
Lampiran 22. Hasil identifikasi BBL crystal isolat 5
93
Lampiran 23. Hasil perubahan warna dan deteksi sinar uv serta hasil identifikasi bakteri
Hasil
Kode
Substrat
(+)
(-)
FCT
Fluorescent
negative
control
n/a
n/a
FGC
4MU-β-Dglucoside
blue
fluorescence
blue
fluorescence
>FCT well
≤FCT well
blue
fluorescence
blue
fluorescence
>FCT well
≤FCT well
FVA
FPH
FGS
FPY
FTR
L-valineAMC
Lblue
phenylalanine- fluorescence
AMC
>FCT well
blue
fluorescence
4MU-α-Dcellobioside
blue
fluorescence
blue
fluorescence
>FCT well
≤FCT well
Lpyroglutamic
acid-AMC
blue
fluorescence
blue
fluorescence
>FCT well
≤FCT well
L-tryptophanAMC
blue
fluorescence
blue
fluorescence
>FCT well
≤FCT well
Hasil
Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif
Iso 1
Iso 2
√
√
√
√
√
√
Iso 3
Iso 4
Iso 5
√
√
√
√
√
√
√
√
√
≤FCT well
√
√
90
94
91
Lanjutan dari lampiran 23……
FAR
FGA
FHO
FGN
FIS
L-arginineAMC
blue
fluorescence
blue
fluorescence
>FCT well
≤FCT well
4MU-Nacetyl-β-Dglucosaminide
blue
fluorescence
blue
fluorescence
>FCT well
≤FCT well
4MUphosphate
blue
fluorescence
blue
fluorescence
>FCT well
≤FCT well
blue
fluorescence
blue
fluorescence
>FCT well
≤FCT well
blue
fluorescence
blue
fluorescence
>FCT well
≤FCT well
4MU-β-Dglucuronide
L-isoleucineAMC
√
√
√
TRE
Trehalose
Emas/kuning
Orange/merah
LAC
Lactose
Emas/kuning
Orange/merah
MAB Methyl-α & βglucoside
Emas/kuning
Orange/merah
SUC
Sucrose
Emas/kuning
Orange/merah
√
MNT
Mannitol
Emas/kuning
Orange/merah
√
MTT
Maltotriose
Emas/kuning
Orange/merah
ARA
Arabinose
Emas/kuning
Orange/merah
√
95
Lanjutan dari lampiran 23………
GLR
Glycerol
Emas/kuning
Orange/merah
FRU
Fructose
kuning
Tak berwarna
√
BGL
p-n-p-β-Dglucoside
kuning
Tak berwarna
√
PCE
p-n-p-β-Dcellobioside
kuning
Tak berwarna
√
PLN
Proline
&
Leucine-pnitroanilide
kuning
Tak berwarna
PHO
p-n-pphosphate
kuning
Tak berwarna
PAM
p-n-p-α-Dmaltoside
kuning
Tak berwarna
√
PGO
ONPG &
kuning
Tak berwarna
√
Aqua/biru
Kuning/hijau
Coklat/maroon
bening
√
ungu
Kuning/abuabu
√
p-n-p-α-Dgalactoside
URE
Urea
ESC
Esculin
ARG
Arginine
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan : (√) menunjukkan adanya aktivitas
92
93
Lampiran 24. Kromatogram asam amino produk fermentasi telur ikan tambakan
94
Lampiran 25. Kromatogram asam amino bebas produk fermentasi telur ikan tambakan
95
Lampiran 26. Kromatogram asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan
Download