IDENTIFIKASI BAKTERI DAN KOMPOSISI KIMIA PRODUK FERMENTASI TELUR IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii C.V) RAFITAH HASANAH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum, M.Sc Judul tesis : Nama NRP : : Identifikasi Bakteri dan Komposisi Kimia Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan (Helostoma temminckii C.V) Rafitah Hasanah C351070021 Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc Ketua Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, MSi Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian: 28 September 2011 Tanggal Lulus: 30 september 2011 IDENTIFIKASI BAKTERI DAN KOMPOSISI KIMIA PRODUK FERMENTASI TELUR IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii C.V) RAFITAH HASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Bakteri dan Komposisi Kimia Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan (Helostoma temminckii C.V) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini Bogor, September 2011 Rafitah Hasanah NRP C351070021 @ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Balikpapan pada tanggal 20 November 1980 dari Ayah H. Sjachrim dan ibu Hj. Surimah (Alm). Penulis merupakan putri kesepuluh dari sebelas bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Balikpapan dan pada tahun 2004 penulis lulus dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan Universitas Lambung mangkurat. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan Pendidikan sekolah Pascasarjana (S2) di Teknologi Hasil Perairan IPB dengan sponsor BPPS. Penulis bekerja sebagai staf dosen di Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Samarinda sejak tahun 2005 hingga sekarang. ABSTRACT RAFITAH HASANAH. Bacteria identification and Chemical Composition of Fermented Kissing Gourami Fish Roes (Helostoma temminckii C.V). Supervised by LINAWATI HARDJITO and BUSTAMI IBRAHIM This research aimed to identify bacteria found in fermented kissing gourami fish roes. Furthermore, chemical composition of fermented product was reported. The parameters analyzed were metal content and proximate of fresh fish roes. Analyzed parameter of fermented product included proximate, Cl content, pH, amino acid, free amino acid, fatty acid and minerals (Mg, Ca, K, Na) contents. The results described 5 (five) different colony of bacteria grew dominantly. Those colonies were isolated using tryptic soy agar (TSA) media and determined using BBL Crystal method. The bacteria were identified as Bacillus megaterium, Leifsonia aquatic (Corynebacterium aquaticum), Corynebacterium propinquum, Lysinibacillus sphaericus (Bacillus sphaericus). The chemical analysis of fresh fish roes showed it contained Hg<0,001 mg/Kg, Pb<0,01 mg/Kg, Cd<0,01 mg/Kg. The moisture, protein, fat and ash content were 43,82±0,01%, 12,64±0,47%, 21,73±2,19%, 0,99±0,04% respectively. Based on the results it was concluded that fish roes was in a good condition and safe to be consumed. The chemical composition of the fermented product were 39,26±0,47%, 11,84±1,92%, 15,14±1,92%, 12,45±0,38% for moisture, protein, fat and ash respectively. Minerals contents were 0,08%, 0,06%, 0,15%, 4,76% for K, Ca, Mg, Na respectively. Cl content was 10,25 % and pH of 5,26. The higher amino acid content of fermented fish roes protein was glutamic acid (2,02% of total amino acid) and the limiting amino acids were threonine and leucine. In addition it also contained free amino acid. Fatty acid composition of fermented showed that palmitoleic acid was higher than the others. Key words : Fermentation, identification, kissing gourami fish roes. RINGKASAN RAFITAH HASANAH. Identifikasi Bakteri dan Komposisi Kimia Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan (Helostoma temminckii c.v). Dibimbing oleh LINAWATI HARDJITO dan BUSTAMI IBRAHIM. Fermentasi telur ikan tambakan adalah salah satu bentuk upaya meningkatkan jual produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri setelah proses fermentasi setahun pada telur ikan tambakan secara spontan dan nantinya dapat diaplikasikan sebagai starter. Penelitian ini dilakukan empat tahap yaitu: pembuatan produk fermentasi telur ikan tambakan, isolasi bakteri, identifikasi bakteri, dan analisis kimia telur segar serta telur fermentasi. Proses pembuatan fermentasi telur Tambakan adalah sebagai berikut : telur tambakan dibersihkan terlebih dahulu. Telur yang telah bersih kemudian diberi garam rakyat sebanyak 250 gram untuk 1 Kg telur ikan. Campuran antara telur tambakan dan garam kemudian dimasukan ke dalam botol kaca yang sudah bersih lalu ditutup rapat dan disinilah dimulai proses fermentasi. Produk fermentasi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan sampel yang telah difermentasi selama setahun. Bakteri dikembangbiakkan dengan menginokulasikan bakteri ke agar TSA, dengan teknik cawan tuang lalu diinkubasi dalam keadaan aerob selama 24 jam. Koloni tunggal yang terbentuk diperiksa menggunakan pewarnaan Gram untuk melihat warna dinding sel dan bentuk dari sel tersebut. Pengamatan dinding sel bakteri, menggunakan mikroskop cahaya perbesaran sebesar 1000x dan menggunakan minyak emersi. Bakteri kultur murni yang telah diperoleh, diidentifikasi untuk mengetahui jenis bakteri pada produk fermentasi telur ikan tambakan. Metode identifikasi ini menggunakan kit BBL Crystal Garam positif. Analisis kimia menggunakan metode AOAC 1995, pada telur segar ikan tambakan meliputi analisis logam berat dan analisis proksimat sedangkan analisis kimia untuk fermentasi telur ikan tambakan meliputi kadar proksimat, Cl, pH, mineral (Mg, Ca, K dan Na), asam amino, asam amino bebas, asam lemak. Produk fermentasi telur ikan tambakan yang telah mengalami proses fermentasi menghasilkan perubahan warna coklat, tekstur sedikit agak keras. Memiliki paduan rasa ikan, asin, gurih dan asam. Aromanya merupakan paduan aroma ikan, asam dan khas fermentasi ikan. Hasil perhitungan total plate count (TPC) jumlah koloni yang tumbuh adalah 117 x 102 koloni untuk 0% NaCl, 149 x 102 koloni untuk 5% NaCl, 134 x 102 untuk 10% NaCl. Jenis bakteri yang telah diidentifikasi dari produk fermentasi telur ikan tambakan pada media TSA yang ditambahkan 5% NaCl adalah Bacillus megaterium, Leifsonia aquatic (Corynebacterium aquaticum), Corynebacterium propinquum, Lysinibacillus sphaericus (Bacillus sphaericus). Hasil analisis untuk logam berat dari telur ikan segar memiliki kadar air raksa (Hg) < 0,001 mg/Kg; timbal (Pb) < 0,01 mg/Kg; kadmium (Cd) <0,01 mg/Kg. Berdasarkan SNI tahun 2009 tentang batas maksimun cemaran logam berat dalam pangan, maka dapat disimpulkan bahwa telur ikan segar masih aman jika dikonsumsi baik dalam kondisi segar ataupun dalam bentuk olahan. Hasil analisis untuk kadar air 43,82±0,01%, kadar protein 12,64±0,47%, kadar lemak 21,73±2,19%, kadar abu 0,99±0,04%, karbohidrat 20,82%. Produk fermentasi telur ikan tambakan diketahui mempunyai kadar air 39,26±0,47%, kadar protein 11,84±1,92%, kadar lemak 15,14±0,38%, kadar abu 12,45±0,51%, karbohidrat 21,31%, dan pH 5,26. Hasil analisis mineral terdiri dari magnesium (Mg) 0,15%, kalsium (Ca) 0,06%, natrium (Na) 4,76%, kalium (K) 0,08%, klorida (Cl) 10,25%. Produk fermentasi telur ikan tambakan memiliki 15 asam amino yang terdiri dari 8 asam amino esensial serta 7 asam amino non esensial. Asam glutamat merupakan asam amino tertinggi yang terdapat pada produk fermentasi telur ikan tambakan yaitu 2,02% (b/b bahan), sedangkan asam amino pembatas adalah fenilalanin. Produk telur ikan tambakan mengandung 13 jenis asam lemak. Asam lemak jenuh sebanyak 2,6% (b/b bahan), asam lemak tak jenuh tunggal sebanyak 18,57% (b/b bahan) dan asam lemak tak jenuh ganda sebanyak 2,33% (b/b bahan). Kandungan asam lemak tertinggi adalah asam palmitoleat sebesar 10,27% (b/b bahan). PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2010 sampai April 2011 ini ialah Identifikasi Bakteri dan Komposisi Kimia Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan (Helostoma temminckii c.v). Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc dan Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc selaku pembimbing, serta Dr. Tati Nurhayati, S.Pi. M.Sc selaku ketua Program Studi, yang telah banyak memberi saran dan motivasi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtuaku, kakak, adik, serta teman-teman, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2011 Rafitah Hasanah DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................................xii DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xiv 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 1.4 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 1.5 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 1 1 2 3 4 4 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5 2.1 Ikan Tambakan ...................................................................................... 4 2.2 Telur Ikan .............................................................................................. 6 2.3 Fermentasi ............................................................................................. 8 2.4 Peranan Garam dalam Fermentasi .......................................................10 2.5 Bakteri....................................................................................................11 3 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................13 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................13 3.2 Bahan dan Alat ......................................................................................13 3.3 Metode Penelitian .................................................................................13 3.3.1 Pembuatan produk fermentasi telur ikan tambakan......................14 3.3.2 Isolasi bakteri (BSN 2009) ...........................................................14 3.3.3 Identifikasi bakteri ........................................................................16 (1) Pewarnaan Gram (BSN 2009) ................................................16 (2) Uji motilitas (BSN 2009) ........................................................17 (3) Uji katalase (BSN 2009) .........................................................17 (4) Uji oksidase (BSN 2009) ........................................................17 (5) Uji oksidatif-fermentatif (BSN 2009) .....................................18 (6) BBL crystal kit system ...........................................................18 3.3.4 Analisis Kimia ..............................................................................20 (1) Pengukuran nilai pH (AOAC 1995) .......................................20 (2) Kadar garam (Cl) (AOAC 1995) ............................................20 (3) Kadar air (AOAC 1995) .........................................................20 (4) Kadar abu (AOAC 1995) ........................................................21 (5) Kadar protein (AOAC 1995) ..................................................21 (6) Kadar lemak (AOAC 1995) ....................................................22 (7) Analisis logam berat (AOAC 1995) .......................................22 (8) Analisis mineral (AOAC 1995) ..............................................23 (9) Analisis asam amino (AOAC 1995) .......................................23 (10) Analisis asam lemak (AOAC 1995) .....................................24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 27 4.1 Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan ............................................. 27 4.2 Hasil Isolasi Bakteri ............................................................................. 28 4.3 Karakteristik Bakteri ............................................................................. 30 4.3.1 Pewarnaan Gram .......................................................................... 30 4.3.2 Uji motilitas ................................................................................. 31 4.3.3 Uji katalase................................................................................... 32 4.3.4 Uji oksidase.................................................................................. 33 4.3.5 Uji oksidatif-fermentatif .............................................................. 34 4.3.6 BBL crystal kit sistem .................................................................. 35 4.4 Sifat Kimiawi Telur Ikan Segar dan Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan ..................................................................................... 42 4.4.1 Kandungan logam berat telur ikan tambakan segar ..................... 42 4.4.2 Proksimat, mineral dan pH produk fermentasi telur ikan tambakan.............................................................................. 43 4.4.3 Kandungan asam amino dan asam amino bebas .......................... 46 4.4.4 Kandungan asam lemak pada produk fermentasi telur ikan tambakan ..................................................................... 48 5 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 53 LAMPIRAN ....................................................................................................... 60 DAFTAR TABEL Halaman 1 Sifat morfologi koloni yang diisolasi ............................................................ 30 2 Sifat biokimia kelima isolat bakteri .............................................................. 37 3 Hasil identifikasi bakteri .............................................................................. 38 4 Komposisi logam barat pada telur ikan tambakan segar .............................. 42 5 Proksimat telur segar dan telur fermentasi ikan tambakan ........................... 43 6 Kadar mineral fermentasi telur ikan tambakan ............................................. 45 7 Kandungan asam amino dan asam amino bebas fermentasi telur ikan tambakan .................................................................... 46 8 Klasifikasi asam amino berdasarkan sifatnya .............................................. 48 9 Skor kimia asam amino esensial .................................................................. 48 10 Komposisi asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan .................. 49 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian .................................................................... 4 2 Ikan tambakan .............................................................................................. 6 3 Telur ikan tambakan hasil fermentasi ........................................................... 7 4 Kurva pertumbuhan mikroba ....................................................................... 12 5 Diagram alir proses pembuatan fermentasi telur ikan tambakan ................. 15 6 Diagram alir pengujian mikrobiologi kuantitatif (A) dan kualitatif (B)..........19 7 Produk fermentasi telur ikan tambakan............................................................ 27 8 Koloni yang diisolasi ....................................................................................... 28 9 Bentuk sel bakteri dan pewarnaan Gram kelima isolat .................................... 31 10 Hasil reaksi uji motilitas.................................................................................. 32 11 Hasil reaksi oksidatif fermentatif dan non-oksidatif fermentatif .................... 35 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Komposisi media yang digunakan pada penelitian ............................. 60 2 Dokmentasi pembuatan produk fermentasi telur ikan tambakan ........ 61 3 Prosdur total plate count (BSN 2009) ................................................. 62 4 Prosedur pewarnaan Gram (BSN 2009) .............................................. 65 5 Prosedur uji motilitas (BSN 2009)....................................................... 67 6 Prosedur uji katalase (BSN 2009) ....................................................... 68 7 Prosedur uji oksidase (BSN 2009) ...................................................... 69 8 Prosedur uji oksidatif-fermentatif (BSN 2009) ................................... 70 9 Prosedur BBL crystal ID GP ............................................................... 71 10 Analisis asam amino (AOAC 1995) .................................................. 73 11 Analisis asam lemak (AOAC 1995) .................................................. 77 12 Contoh penghitungan total bakteri ..................................................... 79 13 Hasil goresan kuadran isolat .............................................................. 80 14 Morfologi bentk bakteri ..................................................................... 81 15 Standar McFarland ............................................................................. 82 16 Hasil perubahan warna dan deteksi menggunakan sinar UV (ultra violet) setelah diinkubasi ............................................................................. 83 17 Kunci identifikasi bakteri Gram positif (Cowan 1974) ..................... 84 18 Hasil identifikasi BBL crystal isolat 1 ............................................... 85 19 Hasil identifikasi BBL crystal isolat 2 ............................................... 86 20 Hasil identifikasi BBL crystal isolat 3 ............................................... 87 21 Hasil identifikasi BBL crystal isolat 4 ............................................... 88 22 Hasil identifikasi BBL crystal isolat 5 ............................................... 89 23 Hasil perubahan warna dan sinar serta hasil identifikasi bakteri ....... 90 24 Kromatogram asam amino produk fermentasi telur ikan tambakan .. 93 25 Kromatogram asam amino bebas produk fermentasi telur ikan tamabakan .......................................................................... 94 26 Kromatogram asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan .. 95 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aryanta (2000) diacu dalam Wulandari (2005) menyatakan bahwa Indonesia terkenal dengan berbagai macam makanan tradisional fermentasi yang tersedia di pasar tradisional maupun pasar modern. Mayoritas makanan tradisional fermentasi tersebut diproduksi dalam skala kecil atau skala rumah tangga. Makanan tradisional fermentasi tersebut memegang peranan penting dalam memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari masyarakat dan banyak mengandung protein, karbohidrat dan vitamin. Kalimantan Timur memiliki produk makanan tradisonal pada dipasar-pasar tradisional. Macam makanan tradisional yang tersedia antara lain, ikan asin tipis, ikan asap, terasi, telur tambakan, amplang, lempok durian, abon kepiting, abon ikan gabus. Fermentasi telur ikan tambakan merupakan salah satu produk khas dari samarinda-Kalimantan Timur biasa disebut telur biawan. Ikan tambakan merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena selain dibudidayakan, juga dijadikan sebagai ikan hias. Data hasil tangkapan ikan tambakan di Kutai Kartanegara pada tahun 2010 adalah sebesar 3.443,1 ton (Dinas Perikanan dan Kelautan Kutai Kartanegara 2010). Selain dagingnya dikonsumsi dalam bentuk segar, ikan tambakan juga dibuat dalam bentuk produk olahan sampingan sebagai ikan asin, sedangkan telurnya dimanfaatkan sebagai produk fermentasi yang dikenal dengan nama telur biawan. Proses pembuatannya dilakukan dengan cara membelah perut ikan dan mengeluarkan telurnya dari isi perut selanjutnya telur dibersihkan dari kotoran dan darah dengan air lalu dimasukkan dalam wadah tertutup dan diberi garam (25%) dari berat telur ikan. Telur yang telah diberi garam dibiarkan selama seminggu atau sampai beberapa bulan bahkan sampai setahun (proses fermentasi). Produk fermentasi telur ikan tambakan ini umumnya dikonsumsi sebagai lauk pendamping. Lopetcharat et al. (2001) diacu dalam Nordvi et al. (2007) menyatakan bahwa fermentasi merupakan cara pengawetan tradisional dinegara-negara Asia Tenggara, dimana prosesnya relatif mudah dan murah. Proses fermentasi biasanya 2 dilakukan terhadap ikan-ikan kecil, ikan murah yang kurang baik mutunya jika diolah langsung keadaan utuh, dan ikan pada waktu penangkapan yang terdiri dari campuran berbagai jenis ikan. Pada proses fermentasi ditambahkan garam untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen. Garam dapat menyebabkan terjadinya penarikan air dalam bahan pangan sehingga aw (aktivitas air) bahan pangan akan menurun dan mikroorganisme pembusuk tidak akan tumbuh (Adawyah 2008). Studi fermentasi dimasa mendatang akan menjadi semakin penting, disamping untuk pengawetan diharapkan juga untuk memperkaya produk pangan dengan menghasilkan sumber pangan yang baru. Produk-produk fermentasi yang diproses dengan metode dan kondisi yang tepat memiliki banyak keunggulannya dalam hal keawetannya. Proses fermentasi ini tidak terlepas dari peranan bakteri yang memiliki sifat yang berbeda. Bakteri-bakteri yang terlibat dalam fermentasi ini sangat berpengaruh pada mutu produk akhir. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis bakteri yang terlibat dalam proses fermentasi telur ikan tambakan serta peranannya dalam menghasilkan senyawasenyawa kimia yang mempengaruhi produk akhir. 1.2 Perumusan Masalah Hasil perikanan merupakan makanan perishable food atau makanan yang mudah rusak. Kerusakan hasil perikanan disebabkan oleh aktivitas enzim, mikroorganisme, dan oksidasi dalam tubuh ikan itu sendiri. Sifat mudah rusak yang dimiliki hasil perikanan dapat menghambat usaha pemasaran bahkan kerugian besar terutama di saat produksi melimpah. Oleh karena itu, diperlukan proses pengolahan dan pengawetan hasil perikanan untuk memperpanjang daya simpan dan menganekaragamkan produk olahan hasil perikanan. Majundar dan Basu (2010) menyatakan bahwa fermentasi merupakan metode pengawetan secara tradisional yang mudah dan murah dengan tujuan untuk pengawetan dan pengolahan. Selama proses fermentasi bahan pangan akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimia, seperti flavor, aroma, tekstur, daya cerna, dan daya simpan. 3 Telur tambakan merupakan produk hasil perikanan yang diolah dengan cara fermentasi. Fermentasi pada telur tambakan terjadi secara spontan, dimana pembuatannya hanya menambahkan garam. Penambahan garam dalam pembuatan telur tambakan mengakibatkan hanya mikroba tertentu saja yang dapat tumbuh. Selama proses fermentasi, diharapkan bakteri yang tumbuh adalah yang menguntungkan, sehingga perlu dilakukan isolasi dan identifikasi,untuk mengetahui bakteri apa yang terlibat didalamnya. Berkaitan dengan produk fermentasi telur tambakan, diperlukan penelitian yang dapat memberikan informasi tentang keamanan dan mutu produk fermentasi telur tambakan yang dihasilkan oleh pengolah tradisional di Kalimantan Timur. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri dan mengkarakterisasi kimiawi produk fermentasi telur tambakan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jenis bakteri yang berperan selama fermentasi spontan dan karekteristik kimia produk yang dihasilkan. 1.4 Hipotesis Fermentasi diduga berpengaruh terhadap karakteristik bakteri dan kimia pada produk fermentasi telur tambakan (Helostoma temmincki C.V). 1.5 Kerangka Pemikiran Salah satu produk olahan ikan yang digemari oleh masyarakat Kalimantan Timur adalah produk telur ikan yang dikenal dengan nama telur tambakan atau telur biawan. Pengolahan telur tambakan melalui proses fermentasi garam menghasilkan produk telur ikan tambakan dengan jumlah dan jenis mikroba yang kecil dan nilai gizinya yang tinggi. Teknik fermentasi merupakan salah satu faktor penting dalam menghasilkan produk yang bernilai tambah dan bernilai gizi serta aman dikonsumsi sehingga dapat dijadikan alternatif dalam mengurangi jumlah dan jenis mikroorganisme patogen. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. 4 Telur ikan tambakan segar Fermentasi Proses mikrobiologis dan enzimatis protein Asam amino Lemak Asam lemak karbohidrat Asam laktat Flavor, aroma, warna Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tambakan Ikan tambakan merupakan salah satu jenis ikan hias penyusun sarang busa yang cukup terkenal dikalangan pembudidaya ikan hias dan dikenal dengan nama dagang kissing gourami sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama ikan tambakan. Ikan ini mempunyai kebiasaan yang unik di akuarium. Ikan tambakan menempelkan bibirnya pada benda-benda dalam akuarium, misalnya batu-batuan, kaca, dan filter. Ikan tambakan merupakan ikan yang kosmopolit, mudah ditemukan pada segala macam perairan, ikan tambakan ini dapat hidup pada perairan tergenang yang miskin oksigen (Susanto dan Lingga 1987). Ikan tambakan (Helostoma temmincki C.V) menurut Saanin (1984) mempunyai susunan taksonomi sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphoidei Sub-ordo : Anabantoidea Famili : Anabantidei Genus : Helostoma Species : Helostoma temminckii Cuvier dan Valenciennes Secara morfologis ikan tambakan mampunyai ciri-ciri sebagai berikut; badan pipih (compressed), berbentuk oval/lonjong. Mulut dapat disembulkan, celah mulut horizontal sangat kecil. Rahang atas dan bawah sama, bibir tebal, mempunyai deretan gigi biasanya ujungnya hitam. Sisik tergolong ctenoid, jika diraba kasar karena ada duri-duri pada tepinya (Susanto et al. 1987). Ikan tambakan dapat dilihat pada Gambar 2. 6 Gambar 2 Ikan Tambakan (sumber: koleksi pribadi). Warna dasar badannya kekuningan hingga perak kehijauan, antara bagian atas dan bawah badan mempunyai warna yang tidak rata. Pada sebelah atas badannya mempunyai warna yang lebih gelap atau berwarna hijau zaitun, sedangkan perutnya selalu berwarna putih. Sirip-siripnya berwarna kehijauan atau kuning pucat. Khusus sirip punggung dan anus pada sebelah depannya mempunyai pinggiran berwarna gelap. Matanya berwarna coklat, agak kuning. Pada lingkungan yang baik, tambakan akan memperlihatkan sebentuk garis berwarna gelap pada bagian belakang sirip pungging dan anus, juga pada sirip ekor. Sisiknya agak kasar, jika diraba terasa ada durinya. Sisik ini tergolong sisik ctenoid (Susanto et al. 1987). Bentuk badan tambakan tinggi dan gepeng, sirip dorsal panjang dengan 16-18 jari keras dan 13-16 jari lunak, sirip anal dengan 13–15 jari keras dan 17–19 jari lunak. Sirip dada besar, membulat dan sirip ekor cekung. Garis sisi terbagi atas 2 bagian, bagian posterior mulai di bawah ujung bagian anterior, melalui 43–48 sisik. Tidak ada tanda yang jelas untuk membedakan jenis kelamin, tetapi ikan betina umumnya lebih gemuk. Ada 2 macam warna pada ikan ini yaitu hijau dengan dengan garis pada sisi abu-abu dan sirip coklat gelap, dan ada yang berwarna merah jambu albino dengan sisik keperakan (Gaffar 2007). Ikan tambakan sangat toleran terhadap berbagai kondisi perairan, daerah penyebarannya di Indonesia dan Thailand, pada perairan dengan suhu 22 hingga 28 derajat Celcius dan pH 6,8–8,5. Umumnya mendiami perairan yang dangkal, berarus lambat dan padat vegetasi. Ukuran ikan dewasa dapat mencapai 15-30 cm. Tipe makan ikan ini adalah omnivor, yang memakan semua jenis makanan terutama algae bentos, tanaman air, plankton dan insekta. Ikan Tambakan dapat 7 mengambil algae yang menempel dengan menggunakan bibirnya. Ikan jantan menonjolkan bibir sebagai upaya dominasi dan teritorialitas. Pemijahan terjadi pada awal musim hujan bulan September sampai Oktober, telur ditebar di perairan terbuka. Pemijahan dimulai oleh ikan betina pada perairan yang tertutup tanaman air. Telur ikan tambakan berbentuk speris, berwarna kuning muda, lunak dan terapung. Satu hari setelah fertilisasi telur akan menetas, dan anakan akan mulai berenang 2 hari kemudian (Syahraini et al. 2005). 2.2 Telur Ikan Kaitaranta (1980); Tocher, Sergeant (1984); Bledsoe, Rascoe (2003) diacu dalam Shirai et al. (2006) menyatakan bahwa telur ikan telah banyak dikonsumsi diberbagai belahan negara dan caviar merupakan salah satu nama yang biasa digunakan untuk menyebut telur ikan. Telur ikan yang telah digarami dan paling banyak dikonsumsi oleh orang jepang berasal dari ikan salmon, Pollock, flyingfish (ikan terbang) dan herring. Kandungan nutrisi yang terdapat pada telur ikan lebih banyak berupa lemak, telur ikan banyak sekali mengandung eicosapentaenoic acid (C20:5n-3) dan docosahexaenoic acid (C22:6n-3). Asam lemak ini memiliki peran penting dalam mencegah dan mengobati penyakit kardiovaskular. Salah satu ikan air tawar yang ada di daerah Kalimantan Timur adalah ikan tambakan. Ikan ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan ikan asin, selain dagingnya dikonsumsi telurnya juga dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemanfaatan telur ikan tambakan secara tradisional telah dilakukan oleh masyarakat di daerah Kalimantan Timur dengan cara fermentasi yang hanya di beri garam. Telur ikan tambakan berbentuk speris, lunak dan berwarna kuning muda. Telur ikan tambakan yang telah difermentasi disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Telur ikan tambakan hasil fermentasi. 8 2.3 Fermentasi Steinkraus (1996) diacu dalam Riebroy et al. (2007) menyatakan bahwa fermentasi merupakan cara yang tertua disamping pengeringan yang dipraktekkan manusia untuk tujuan pengawetan dan pengolahan. Penelitian di bidang fermentasi makanan telah mengungkapkan bahwa melalui proses fermentasi, bahan makanan akan mengalami perubahan-perubahan fisik dan kimia yang menguntungkan seperti flavor, aroma, tekstur, daya cerna dan daya tahan simpan. Syah (2004) menyatakan bahwa pada prinsipnya fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim dan mikroba dalam keadaan yang terkontrol. Bahan-bahan atau komponen yang dihasilkan dapat menghambat kegiatan mikroba pembusuk. Selain menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, perubahan yang terjadi dapat memperbaiki nilai gizi produk. Lay (2002) diacu dalam Lee et al. (2009) menyatakan bahwa fermentasi terjadi sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik, dimana mikroba dapat mencerna glukosa sebagai bahan baku energinya tanpa oksigen, sebagai hasilnya hanya sebagian glukosa yang dipecah dan menghasilkan sejumlah kecil energi, CO 2, air dan produk akhir metabolisme lainnya. Jika kedalam bahan mentahnya ditambahkan sumber karbohidrat, misalnya pati atau nasi, maka selama fermentasi akan terjadi pemecahan pati menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana seperti asam dan alkohol, sedangkan lemak dipecah menjadi gliserol dan asamasam lemak. Sanni et al. (1998); Holzapfel, (2002); diacu dalam Huch et al. (2008) menyatakan bahwa fermentasi makanan dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Sedangkan fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau starter, 9 dimana mikroba tersebut akan berkembang biak dan aktif dalam mengubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan. Proses fermentasi merupakan proses biokimia dengan menggunakan kelompok bakteri asam laktat, sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai salah satu cara pemanfaatan sumber bahan makanan. Fermentasi dianggap sebagai usaha untuk pengawetan bahan makanan paling murah, mudah dan sederhana, serta tidak tergantung pada tempat dan musim. (Ruddle et al. 2005). Seveline (2005) menyatakan bahwa dalam proses fermentasi untuk pengolahan makanan dan minuman dapat melibatkan bakteri asam laktat. Peranan utama bakteri asam laktat adalah sebagai kultur starter produk-produk yang melibatkan proses fermentasi untuk memperoleh produk akhir pangan dengan konsistensi yang tinggi, tahan lama, awet dan umumnya bakteri ini tergolong aman. Pengklasifikasian bakteri asam laktat berdasarkan beberapa hal yaitu : morfologinya, fermentasi glukosa, perbedaan tumbuh pada suhu-suhu tertentu, konfigurasi produksi asam laktat, kemampuan untuk tumbuh pada konsentrasi garam tinggi dan kemampuan toleransinya terhadap asam dan basa. Cooke, Twiddy, Rielly (1987); Gelman, Drabkin, Glatman (2000); Muller, Madsen, Sophanodora, Gram, Moller (2002); diacu dalam Hu et al. (2008) menyatakan bahwa proses pengawetan ikan dengan cara fermentasi mempunyai beberapa keuntungan diantaranya :proses pengolahannya tidak mahal, menghasilkan bahan buangan dalam jumlah kecil, teknik pembuatannya sederhana dan mudah diterapkan secara tradisional, produk fermentasi mempunyai daya simpan panjang, suhu dan kelembaban yang tinggi di daerah tropis dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi, produk dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, dan tidak memerlukan pengepakan dan distribusi khusus. Nurulita et al. (2007) mengatakan bahwa Produk fermentasi hasil perikanan mempunyai beberapa kekurangan yaitu mutu yang tidak stabil, tidak seragam bahkan terkadang mutunya sangat rendah dan membahayakan konsumen. Hal ini, karena pada pengolahan ikan tradisional umumnya proses fermentasi berlangsung secara spontan tanpa penambahan strater bakteri yang dikehendaki. 10 2.4 Peranan Garam dalam Fermentasi Proses fermentasi pada umumnya disertai dengan penggaraman, pengawetan produk fermentasi diperoleh dari efek penggaraman yang akan menahan perkembangan bakteri patogen, selain itu garam juga berfungsi sebagai antimikroba (Huda 2004). Pendapat ini didukung juga oleh Heruwati (2002) menyatakan bahwa penambahan garam dalam fermentasi ikan mempunyai beberapa fungsi, yaitu meningkatkan rasa ikan, membentuk tekstur yang diinginkan, mengontrol pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan yang berperan dalam fermentasi, dan menghambat pertumbuhan mikroorgansime pembusuk dan patogen. Garam dapat berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen karena mempunyai sifat-sifat antimikroba sebagai berikut: a) garam dapat meningkatkan tekanan osmotik substrat, b) garam dapat menyebabkan terjadinya penarikan air dari dalam bahan pangan sehinggga aw bahan pangan akan menurun dan mikroorganisme tidak akan tumbuh, c) garam mengakibatkan terjadinya penarikan air dari dalam sel mikroorganisme, sehingga sel akan kehilangan air dan mengalami pengerutan, d) ionisasi garam akan menghasilkan ion khlor yang beracun terhadap mikroorganisme dan e) garam dapat menganggu kerja enzim proteolitik karena dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi protein (Adawyah 2008). Kim et al. (1997); Morioko et al. (1999); diacu dalam Dissaraphong et al. (2006) menyatakan bahwa proses fermentasi biasanya dilakukan selama beberapa minggu atau beberapa bulan, tergantung jenis produk. Daya awet produk ini juga bervariasi antara beberapa minggu hingga beberapa bulan. Produk seperti kecap ikan bahkan dapat disimpan hingga lebih dari satu tahun. 2.5 Bakteri Bakteri dapat dianggap sebagai mikroorganisme yang mempunyai populasi terbanyak, berukuran kecil dan mempunyai bentuk yang relatif sederhana. Bakteri mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut : a. Bentuk : bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu : bulat atau coccus (jamak : cocci), bentuk batang atau bacillus (jamak : bacilli) dan bentuk spiral. 11 b. Ukuran : ukuran sel bakteri bervariasi. Ukuran yang digunakan mikrometer (µm) yang setara dengan 1/1000 mm. Ukuran bakteri umumnya sekitar 0,5-1,0 µm x 2,0-5,0 µm. Bakteri bentuk bola diameternya 0,75-1,25 µm, bentuk batang lebar 0,5-1,0 µm dan panjang 1,0-2,0 µm (Murni et al. 2008). Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologis yang saling mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks mencakup pemasukan nutrien dasar dari lingkungan kedalam sel, konversi bahanbahan nutrien menjadi energi dan berbagai konstituen vital sel serta perkembangbiakan. Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan kimia (Murni et al. 2008). Pertumbuhan bakteri ditandai melalui beberapa fase yaitu : a. Fase adaptasi; pemindahan mikroba dari suatu medium ke medium lain, menyebabkan mikroba akan mengalami fase adaptasi untuk melakukan penyesuaian dengan substrat dan kondisi lingkungan sekitar. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disentesis. Jumlah sel pada fase ini mungkin tetap tetapi kadang-kadang menurun. Lama fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Medium lingkungan pertumbuhan dan jumlah inokulum mempengaruhi lama adaptasi. b. Fase pertumbuhan awal; setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru tahap penyesuaian diri. c. Fase pertumbuhan logaritmik; sel mikroba membelah dengan cepat dan konstan dan pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kondisi medium tumbuh (pH dan kandungan nutrien) dan kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban udara). Sel membutuhkan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan fase lain dan sel paling sensitif terhadap lingkungan. d. Fase pertumbuhan lambat; pertumbuhan populasi mikroba mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan disebabkan zat nutrisi didalam 12 medium sudah sangat berkurang dan adanya hasil-hasil metabolisme yang mungkin racun yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan pada fase ini tidak stabil, tetapi jumlah populasi masih naik karena jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dari jumlah sel yang mati. e. Fase pertumbuhan tetap; jumlah populasi mikroba tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah mulai habis. Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Sel-sel menjadi lebih tahan terhadap keadaan ekstrem seperti panas, dingin, radiasi dan bahan kimia. f. Fase menuju kematian dan fase kematian; sebagian populasi mikroba mulai mengalami kematian yang disebabkan oleh nutrien di dalam medium dan energi cadangan di dalam sel sudah habis. Kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi nutrien, lingkungan, dan jenis jasad renik. Kurva pertumbuhan mikroba disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Kurva pertumbuhan mikroba. Ichimura et al. (2003) menyatakan bahwa fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan tersebut. Hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Mikrobiologi Hasil Perairan Program Studi THP, Laboratorium Teknologi Industri Pertanian dan Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 hingga April 2011. 3.2 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah telur tambakan (Helostoma temminckii C.V) segar yang diperoleh dari pasar Pagi SamarindaKalimantan Timur. Bahan pembantu yang digunakan adalah garam rakyat yang diperoleh dari pasar Segiri-Samarinda. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah kalium khromat 5%, AgNO3 0,1 N, KH2PO4, H2SO4, NaOH, H3BO3, HCl, NaCl, asam asetat, asam sulfinat, alkohol 96%, H2O2 3%, K2SO4, H3BO3 4%, pereaksi biuret, violet Kristal, lugol, safranin, akuades, heksana, kertas saring, tablet kjedhal. Medium agar yang digunakan dalam penelitian ini meliputi trypticase soy agar (TSA), MIO medium (Motility Indole Ornithine), OF basal medium (Oxidation Fermentation). Komposisi media agar yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol kaca ukuran 500 liter, baskom, timbangan, cawan petri, tabung reaksi, pipet transfer, gelas erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, gelas pengaduk, labu takar, jarum ose, Bunsen, autoklaf, water bath, spectrophotometer, vortex, mikroskop, timbangan analitik, lemari es dan BBL crystal Gram positif kit (BD). 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui 4 tahap, yaitu : (1) pembuatan produk fermentasi telur tambakan, (2) isolasi bakteri, (3) identifikasi bakteri, (4) uji kimia telur segar dan produk fermentasi telur tambakan. 14 3.3.1 Pembuatan produk fermentasi telur ikan tambakan Produk fermentasi telur ikan tambakan diperoleh dari pengolah di daerah Pasar Pagi Samarinda Kalimantan Timur. Dokumentasi proses pembuatan produk fermentasi telur ikan tambakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pembuatan produk fermentasi telur tambakan diawali dengan mempersiapkan bahan dan alat yang digunakan untuk pembuatan produk tersebut. Persiapan bahan dan alat dilakukan secara higienis untuk mengurangi kontaminasi bakteri patogen dan bakteri kontaminan lain. Cara pembuatan produk fermentasi telur tambakan adalah sebagai berikut: bahan baku telur tambakan segar dibersihkan terlebih dahulu. Telur tambakan yang telah dibersihkan tersebut kemudian diberi garam rakyat dengan perbandingan setiap 1 kg telur ikan untuk 250 gram. Campuran antara telur tambakan dan garam kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca yang sudah bersih kemudian ditutup rapat, dan dimulai proses fermentasi. Proses fermentasi berlangsung selama setahun dan penghentian proses fermentasi dilakukan dengan cara penggorengan produk fermentasi telur tambakan pada suhu 100 oC selama 3 menit. Diagram alir proses pembuatan produk fermentasi telur tambakan dapat dilihat pada Gambar 5. 3.3.2 Isolasi bakteri (BSN 2009) Telur ikan tambakan yang telah difermentasi selama setahun kemudian diisolasi bakterinya untuk mendapatkan isolat bakteri yang kemudian akan diidentifikasi jenisnya. Isolat bakteri murni yang tumbuh dominan selama fermentasi dipilih berdasarkan jumlah koloni yang paling banyak tumbuh. Morfologi koloni diamati berdasarkan bentuk koloni, bentuk permukaan, bentuk kemunculan diatas permukaan agar dan warna koloni. Uji mikrobiologis dilakukan dengan perhitungan jumlah mikroba (Total plate count) yang ada dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampur 10 gram sampel dengan 90 ml larutan garam 0,85% steril kemudian diblender hingga homogen. Prosedur total plate count (BSN 2009) dapat dilihat pada Lampiran 3. 15 Ikan tambakan Ikan dibedah lalu telur dikeluarkan dari perut ikan Dicuci dan dibersihkan dengan air Diberi garam 25% dan dimasukkan kedalam botol tertutup Pemeraman selama 1 tahun Penggorengan suhu 100 oC selama 3 menit untuk menghentikan proses fermentasi Produk fermentasi telur tambakan fermentasi Gambar 5 Diagram alir proses pembuatan produk fermentasi telur tambakan. Campuran diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung berisi 9 ml larutan garam 0,85% steril sehingga diperoleh pengenceran 10 -2. Kemudian dilakukan prosedur serupa untuk pengenceran 10-3 dan seterusnya hingga pengenceran 10-5. Sebanyak 1 ml suspensi sel diteteskan ke dalam cawan kosong. Media yang masih cair (54 0C) dituang ke cawan kemudian putar cawan untuk menghomogenkan suspensi bakteri dan media, kemudian diinkubasi dengan posisi terbalik didalam inkubator pada suhu 37 oC selama 24 jam. Jumlah koloni dihitung berdasarkan rumus : 16 Koloni yang terpilih dari hasil kultur bakteri kemudian diisolasi dengan metode goresan kuadran. Cawan petri yang telah berisi media TSA steril yang telah padat dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam, untuk mendapatkan koloni yang terpisah. 3.3.3 Identifikasi Bakteri Identifikasi pada tahap awal dilakukan pemurnian dan pewarnaan Gram untuk melihat kemurnian bakteri. Pewarnaan Gram juga dilakukan untuk melihat bentuk bakteri dan reaksi terhadap pewarnaan Gram. Bakteri yang sudah murni selanjutnya dilakukan uji biokimia untuk menentukan genus dan spesies dari masing-masing bakteri (Cowan 1974). (1) Pewarnaan Gram (BSN 2009) Pewarnaan Gram pada bakteri dilakukan dengan cara mengamati sel-sel bakteri yang telah mati dan diwarnai. Dengan cara tersebut, bentuk sel akan menjadi lebih jelas karena warna sel dibuat kontras dengan medium disekelilingnya, sehingga lebih mudah dilihat dibawah mikroskop. Bakteri yang mempunyai sel dengan ukuran relatif kecil akan mudah dilihat. Pada pewarnaan Gram diperlukan empat jenis larutan yaitu zat warna basa (kristal violet), larutan iodium (lugol), alkohol dan safranin. Preparat bakteri ditetesi dengan pewarna kristal violet dan dibiarkan selama satu menit, kemudian dibilas dengan air. Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan lugol dan dibiarkan selama satu menit, dicuci dengan air dan dihilangkan warnanya menggunakan alkohol 96% selama 10-20 detik atau sampai warna ungu tidak luntur lagi. Setelah dicuci sebentar kemudian diwarnai dengan larutan safranin dan dibiarkan selama 10-20 detik lalu dibilas dengan air, kemudian dikeringkan dan diperiksa di bawah mikroskop menggunakan minyak imersi dan diamati bentuk sel serta reaksi Gram. Sel-sel bakteri yang tidak dapat melepaskan warna akan tetap berwarna seperti warna violet kristal, yaitu biru ungu disebut bakteri Gram positif. Sel-sel bakteri yang dapat melepaskan violet kristal dan mengikat safranin sehingga berwarna merah atau merah muda disebut bakteri Gram negatif. Prosedur pewarnaan Gram (BSN 2009) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. 17 (2) Uji motilitas (BSN2009) Uji motilitas merupakan uji yang digunakan untuk melihat sifat pergerakan bakteri yang dapat dilihat dengan pergerakan selnya. reaksi positif ditandai oleh adanya pertumbuhan bakteri yang menyebar sedangkan untuk reaksi yang negatif menunjukkan bakteri hanya tumbuh pada daerah tusukan saja. Pengujian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: secara aseptis menggunakan ose yang lurus bagian ujungnya, isolat bakteri ditusukkan ke dalam MIO media. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 35ºC selama dua hari. Bila pertumbuhan menyebar, maka bakteri tersebut bergerak atau motil, dan bila pertumbuhan bakteri tidak menyebar, hanya berupa garis saja, maka bakteri tersebut bersifat tidak bergerak (non motil). Prosedur uji motilitas (BSN 2009) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5. (3) Uji katalase (BSN 2009) Uji katalase digunakan untuk mengetahui adanya enzim katalase pada bakteri, dimana enzim ini berperan dalam memecah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Uji ini penting dilakukan untuk mengetahui sifat bakteri terhadap kebutuhan akan oksigen. Secara aseptis diambil satu ose kultur bakteri dari agar miring dan dipindahkan pada gelas obyek. Kemudian diteteskan 1-3 tetes larutan H2O2 3%. Keberadaan enzim katalase ditandai dengan terbentuknya gelembunggelembung kecil oksigen yang terlihat seperti busa sabun. Prosedur uji katalase (BSN 2009) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. (4) Uji oksidase (BSN 2009) Uji oksidase berfungsi untuk menentukan oksidase sitokrom yang biasanya terdapat pada mikroorganisme patogen. Secara aseptis diambil satu ose kultur bakteri lalu digoreskan pada kertas saring yang sudah diberi pereaksi oksidase atau biasa digunakan juga stik oksidase. Hasil reaksi dinyatakan negatif jika tidak ada perubahan warna pada kertas saring dan dinyatakan positif jika terjadi perubahan warna biru keunguan pada goresan dalam waktu singkat. Prosedur uji oksidase (BSN 2009) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. 18 (5) Uji oksidatif-fermentatif (BSN 2009) Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam menggunakan karbohidrat dengan cara fermentasi atau oksidasi. Bakteri yang akan diuji, secara aseptis dengan menggunakan ose diinokulasikan kedalam medium tegak yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Setiap bakteri yang akan diuji ditusukkan ke dalam dua tabung yang berisi media OF, tabung pertama ditutupi dengan parafin 3-5 ml, sedangkan tabung kedua tanpa parafin. Inkubasi dilakukan pada suhu 30 ºC selama 24 jam. Bila terjadi perubahan warna (terbentuk warna kuning) pada kedua tabung, maka bakteri bersifat fermentatif. Bila hanya tabung tanpa parafin yang berubah warna (terbentuk warna kuning) maka bakteri bersifat oksidatif sedangkan bila tidak terjadi perubahan warna pada kedua tabung tersebut berarti uji oksidatif-fermentatif bersifat negatif. Prosedur uji oksidatif fermentatif(BSN 2009) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. (6) BBL crystal kit system Bakteri kultur murni yang telah diperoleh, diidentifikasi untuk mengetahui jenis bakteri pada produk fermentasi telur ikan tambakan. Metode identifikasi ini menggunakan kit BBL crystal yang di produksi oleh perusahaan BD (Becton, Dickinson and Company). Kit BBL crystal terdiri dari 29 microplates (mikro cawan) yang berisi substrat biokimia dan enzim. Pengujian menggunakan kit ini berdasarkan pada kemampuan mikrobia dalam memanfaatkan dan mendegradasi substrat spesifik yang dapat dideteksi menggunakan berbagai macam sistem indikator warna. Prosedur BBL Crystal ID GP secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9. Prinsip dari metode ini adalah menanam bakteri pada microplates (mikro cawan). Kemampuan bakteri dalam menghidrolisis substrat akan menghasilkan perubahan warna dalam lubang mikro yang dapat terdeteksi secara visual. Data warna-warna yang telah diperoleh akan dicocokkan pada tabel warna yang memiliki nilai tertentu. Nilai-nilai tersebut selanjutnya dimasukkan dalam bank data (software) BBL crystal dan diperoleh hasil identifikasi bakteri hingga tingkat spesies. Tahapan pengujian mikrobiologi fermentasi telur tambakan dapat dilihat pada Gambar 6. 19 Telur tambakan fermentasi ditimbang 10 gram digerus + 90 ml pengencer suspensi pengenceran secara desimal (10-2, 10-3, 10-4, 10-5) TSA + 0%; 5%; 10% NaCl A Inkubasi 37 0C (24 jam) Penghitungan koloni Isolasi koloni (bentuk, penampakan, warna) Pemurnian isolat (metode gores) B Isolat pada agar miring Uji morfologi dan fisiologi identifikasi Gambar 6 Diagram alir pengujian mikrobiologi kuantitatif (A) dan kualitatif (B). 20 3.3.4 Analisis kimia (1) Pengukuran nilai pH (AOAC 1995) Terlebih dahulu pH meter dinyalakan, kemudian elektroda pH meter dimasukkan dalam buffer 4,31 dan 6,86 lalu sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan diberi aquades sebanyak 100 ml, setelah itu dihaluskan. Setelah itu elektroda dicelupkan pada larutan sampel dan dibiarkan beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil. Nilai yang diperoleh dari pembacaan pada pH meter sampai angka digital menunjukkan nilai pH tetap. (2) Kadar garam (Cl) (AOAC 1995) Penetapan kadar garam sampel yang dilakukan berdasarkan metode Mohr terdiri dari langkah-langkah berikut ini: sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin untuk diabukan pada suhu 600 oC selama 12 jam. Abu yang diperoleh tersebut dilarutkan dengan aquades sampai volumenya mencapai 100 mL dan kemudian disaring. Hasil dari penyaringan tersebut dipipet sebanyak 10 mL kedalam beaker glass 50 ml, kemudian ditambahkan 3 mL K2CrO4 (kalium khromat) 5%. Selanjutnya kedalam beaker glass dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3) 0,2 N. Titik akhir titrasi tercapai setelah terbentuk endapan perak khromat (Ag2CrO4) yang berwarna oranye atau jingga. Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar NaCl yaitu : Titer x Normalitas AgNO3 x 58,5 x 10 (k) Pengukuran Kadar NaCl Nilai (%) =pH (AOAC 1995) Mg berat sampel x 100% (3) Kadar air (AOAC 1995) Prosedur penentuan kadar air adalah sebagai berikut: Sampel yang sudah homogen ditimbang 5 gram dan diletakkan di dalam cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya, dimana cawan dan tutupnya sudah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100 ºC selama 5 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan ditimbang. 21 Kadar air ditentukan dengan rumus: Kadar air (%) berat contoh (g) - berat contoh kering (g) 100% berat contoh (g) (4) Kadar abu (AOAC 1995) Kadar abu ditentukan dengan prosedur sebagai berikut: Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah ditimbang dan dibakar di dalam tanur serta didinginkan dalam desikator. Cawan yang berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Suhu pemanasan dinaikkan secara bertahap sampai suhu mencapai 550 ºC dan dibiarkan selama 1 jam. Setelah suhu tungku pengabuan turun sekitar 200 °C, cawan yang berisi abu tersebut didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya. Kadar abu ditentukan dengan rumus: Kadar abu (%) berat abu (g) 100 % berat sampel (g) (5) Kadar protein (AOAC 1995) Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikrokjeldahl, dengan prosedur sebagai berikut: Sampel ditimbang sebanyak 1-2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Lalu di tambahkan berturut-turut 15 gram NaSO4, 1 gram CuSO4, satu atau dua butir batu didih dan 25 ml asam sulfat pekat. Larutan dididihkan sampai cairan menjadi jernih tidak berwarna atau hijau muda (minimum 2 jam dan tidak kurang 30 menit). Setelah larutan didinginkan, ditambahkan 200 mL air secara hati-hati. Untuk alat destilasi, 100 mL HCl 0,1 N dipipet ke dalam erlenmeyer 500 mL. Satu ml indikator Conway ditambahkan ke dalamnya. Labu dilengkapi dengan kondensor dan diletakkan sehingga ujung kondensor tercelup ke dalam larutan asam. Labu Kjeldahl yang berisi contoh yang sudah didestruksi diletakkan di dalam sistem, kemudian ditambahkan NaCl 50 %, kocok hati-hati campuran dengan gerakan memutar. Dipanaskan hingga semua gelembung ammonia keluar (sampai jumlah destilat kira-kira 150 mL). Setelah selesai, rangkaian destilasi dibongkar hati-hati, ujung kondensor dicuci 22 dengan akuades, dan kelebihan larutan HCl dititrasi dalam destilat dengan larutan NaOH standar. Kadar protein ditentukan dengan rumus: ml HCl - ml blanko N HCl 14,007 100 % mg sampel Kadar protein % N 6,25 %N (6) Kadar lemak (AOAC 1995) Penentuan kadar lemak dilakukan menggunakan metode ekstraksi soxhlet. Cara penentuannya adalah dimasukkan sebanyak 5 g sampel yang sudah dibungkus dengan kertas saring kedalam alat soxhlet, kemudian 50 mL pelarut dietil eter dituang ke dalam labu lemak. Selanjutnya direfluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di labu lemak tersebut didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 60 menit atau sampai beratnya tetap. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai memperoleh berat yang konstan. Kadar lemak ditentukan dengan rumus: Kadar lemak (%) berat lemak (g) 100 % berat sampel (g) (7) Analisis logam berat (AOAC 1995) Sampel ditimbang sebanyak 5 gram lalu dimasukkan ke dalam cawan kemudian ditambahkan 5 mL MgNO3 10 % dalam etanol lalu dikeringkan dalam oven selanjutnya diabukan pada suhu 600 0 C. Hasil pengabuan kemudian ditambahkan 2 mL HNO3, lalu dipanaskan kembali sampai kira-kira volume tinggal 1 mL setelah itu dinginkan. Setelah dingin kemudian tambahkan 10 mL HCl 3N dan dipanaskan lagi sampai kira-kira volume tinggal setengahnya. Setelah itu didinginkan kembali, dan diencerkan dengan aquades sampai 50 mL dan disaring, hasil saringan kemudian diukur dengan Spektroskopi serapan atom (SSA). 23 (8) Analisis mineral (AOAC 1995) Metode ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer absorpsi atom untuk menentukan kadar mineral yang terdapat didalam bahan pangan. Prinsip alat ini adalah sesudah penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan kering atau basah, residu dilarutkan dalam asam encer. Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada didalam alat SSA sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisis dan diukur pada panjang gelombang tertentu. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram lalu dimasukkan ke dalam cawan kemudian ditambahkan 5 mL MgNO3 10 % dalam etanol. sampel dikeringkan dalam oven, selanjutnya diabukan pada suhu 600 0C. Hasil pengabuan kemudian ditambahkan 3 mL HNO3, dipanaskan kembali sampai kira-kira volume tinggal 1 mL setelah itu dinginkan. Setelah dingin kemudian tambahkan 10 mL HCl 3N dan dipanaskan lagi sampai kira-kira volume tinggal setengahnya. Setelah itu dinginkan kembali, dan diencerkan dengan aquades sampai 50 mL dan disaring, untuk pengujian Mg, Ca, Na dan K, pipet larutan yang telah disaring sebanyak 25 mL lalu ditambahkan 1 mL lantannum 5% dan diencerkan hingga 50 mL setelah itu di ukur dengan SSA. (9) Analisis asam amino (AOAC 1995) Prosedur analisis asam amino terdiri dari beberapa tahap yang secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 10, tahapan prosedur analisis asam amino tersebut yaitu: (1) preaparsi sampel, (2) pembuatan pereaksi OPA, (3) pembuatan buffer sebagai fase mobil, (4) pengaturan alat HPLC, (5) analisis asam amino, (6) perhitungan asam amino. Hasil analisis asam amino bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan reaksi pra kolom gugus amino dengan pereaksi tertentu membentuk suatu derivat yang dapat menyerap sinar UV atau berflouresensi. Salah satu pereaksi pra kolom yang sangat populer dalam analisis asam amino adalah ortoftalaldehida (OPA). Pereaksi OPA akan bereaksi dengan asam amino primer dalam suasana basa yang mengandung merkaptoetanol membentuk senyawa yang berfluoresensi, sehingga deteksinya dapat dilakukan dengan detektor flouresensi. Analisis asam amino dilakukan dengan cara melarutkan sampel yang telah dihidrolisis dalam 5 mL HCl 0,01 N kemudian saring dengan kertas milipore. 24 Buffer Kalium Borat pH 10,4 ditambahkan dengan perbandingan 1:1. Lalu kedalam vial kosong yang bersih dimasukkan 10 µL sampel dan ditambahkan 25 µL pereaksi OPA, dibiarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. sebanyak 5 µL diinjeksikan ke dalam kolom HPLC kemudian ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25 menit. Konsentrasi asam amino (dinyatakan dalam µmol AA) dalam sampel. Prosedur analisis asam amino (AOAC 1995) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10. Konsentrasi asam amino (dinyatakan dalam µmol AA) dalam sampel Persen asam amino dalam sampel adalah: = µmol AA x Mr. AA x 100 µg sampel (10) Analisis asam lemak (AOAC 1995) Analisis dengan kromatografi gas didasarkan pada partisi komponen-komponen dari suatu cairan di antara fase gerak berupa gas dan fasa diam berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada bahan pendukung inert. Komponen-komponen yang dipisahkan harus mudah menguap pada suhu pemisahan yang dilakukan, sehingga suhu operasi biasanya lebih tinggi dari suhu kamar dan biasanya dilakukan derivatisasi untuk contoh yang sulit menguap. Dalam hal analisis asam lemak, maka mula-mula lemak/minyak dihidrolisis menjadi asam lemak, kemudian ditransformasi menjadi bentuk esternya yang bersifat lebih mudah menguap. Dalam metode ini, transformasi dilakukan dengan cara metilasi sehingga diperoleh metil ester asam lemak (FAME). Selanjutnya FAME ini dianalisis dengan alat kromatografi gas. Identifikasi tiap komponen dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada saat muncul puncak 25 pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan.Penentuan kandungan komponen dalam contoh dapat dilakukan dengan teknik standar eksternal atau internal standar. Luas puncak dari masing-masing komponen adalah berbanding lurus dengan jumlah komponen tersebut dalam contoh. Untuk meminimalkan kesalahan akibat volume injeksi, preparasi sampel, pengenceran dan sebagainya, lebih baik digunakan teknik standar internal. Disamping itu koreksi terhadap respon detektor dan interaksi antar komponen dalam matrik contoh selama melewati kolom juga harus dilakukan. Prosedur analisis asam lemak (AOAC 1995) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 11. Metode internal standar, jumlah dari masing-masing komponen dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Keterangan : Cx = kosentrasi komponen x Cs = kosentrasi standar internal Ax = luas puncak komponen x As = luas puncak standar internal R = respon detektor terhadap komponen x relatif terhadap standar. Pada metode standar, dilakukan preparasi yang sama, hanya contoh dan standar dilakukan secara terpisah, tidak ada penambahan larutan standar ke dalam contoh. Jumlah kandungan komponen dalam contoh dihitung sebagai berikut : 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan diperoleh produk fermentasi telur ikan tambakan (Helostoma temminckii C.V) dari pengolah yang biasa membuat dan menjual produk tersebut. Bahan yang digunakan terdiri dari telur ikan tambakan segar, air dan garam dapur, sedangkan peralatan yang dipakai yaitu pisau, timbangan, baskom dan botol plastik atau kaca. Telur ikan tambakan merupakan salah satu produk fermentasi yang menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi, yaitu 25% dari berat telur. Produk fermentasi telur ikan tambakan dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Produk fermentasi telur ikan tambakan. Produk fermentasi telur ikan tambakan yang telah mengalami proses fermentasi menghasilkan perubahan warna coklat, tekstur sedikit agak keras. Memiliki paduan rasa ikan, asin, gurih dan asam seimbang. Aromanya merupakan paduan aroma ikan, asam dan khas fermentasi ikan seimbang. Produk fermentasi telur ikan tambakan adalah produk yang umum dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat Kalimantan Timur. Produk ini disukai baik oleh pria dan wanita, dikonsumsi merata disemua kelompok usia dan semua kelompok pekerjaan, tetapi tidak dikonsumsi secara rutin. 28 4.2 Hasil Isolasi Bakteri Isolasi merupakan tahap awal sebelum dilakukan karakterisasi dan identifikasi bakteri. Koloni yang tumbuh pada saat penghitungan jumlah koloni dianggap terdiri dari berbagai sel mikroba yang berkumpul menjadi satu. Isolasi bertujuan untuk memisahkan sel-sel bakteri yang masih tercampur. Isolasi diawali dengan pengenceran pada sampel fermentasi telur ikan dengan larutan pengencer (0,85% NaCl) steril, kemudian dilanjutkan dengan penanaman sampel ke media agar tryptic soy agar (TSA). Pengenceran ini dilakukan untuk mengetahui perkiraan jumlah koloni bakteri yang terdapat dalam sampel fermentasi telur ikan. Hal ini juga bertujuan agar koloni bakteri yang tumbuh pada agar tidak terlalu padat dan memudahkan dalam pengidentifikasian bakteri selanjutnya. Pengenceran dilakukan dari 10-1 hingga 10-5, sehingga diperoleh jumlah koloni bakteri 117 x 102 koloni untuk 0% NaCl, 149 x 102 koloni untuk 5% NaCl, 134 x 102 untuk 10% NaCl. Contoh penghitungan total bakteri dapat dilihat pada Lampiran 12. Jumlah koloni yang dapat dijadikan acuan untuk penentuan jumlah koloni bakteri per ml sampel adalah jumlah koloni yang berkisar antara 30-300, yaitu pada pengenceran 10-2. Bakteri dengan jumlah koloni lebih dari 300, pertumbuhan bakteri terlalu padat dan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan koloni yang saling menumpuk satu sama lain sehingga tidak seluruh koloni dapat terhitung. Berdasarkan alasan tersebut, maka nilai dianggap tidak valid. Apabila koloni bakteri yang tumbuh dengan jumlah koloni kurang dari 30, data yang didapat juga tidak valid karena pertumbuhan bakteri yang sangat sedikit dan tidak representatif (Dwipayana dan Ariesyady 2009). Koloni yang mempunyai penampakan berbeda dipilih dan diisolasi, sehingga dapat digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya. Pengamatan morfologi koloni didasarkan pada klasifikasi yang umum digunakan dalam mengkarakterisasi sebuah kultur (Hadioetomo 1993). Apabila pada cawan yang telah diinkubasi diperoleh koloni yang terpisah, maka dilakukan pengamatan terhadap morfologinya. Koloni yang diisolasi dapat dilihat pada Gambar 8. 29 Penambahan NaCl yang jumlahnya bervariasi bertujuan untuk mengetahui kebutuhan garam guna pertumbuhan optimumnya, sedangkan medium yang tidak ditambahkan NaCl digunakan sebagai pembanding. Isolat iso 4 Isolat iso 1 Isolat iso 3 Isolat iso 2 Isolat iso 5 Gambar 8 Koloni yang diisolasi. Berdasarkan hasil pengamatan morfologi koloni, diperoleh warna dan bentuk koloni yang berbeda pada media TSA 5% NaCl. Warna koloni yang diperoleh adalah kuning muda, orange dan putih sedangkan bentuknya ada yang bulat dan menyebar. Untuk memastikan bentuk koloni maka dilakukan goresan kuadran sehingga bentuk dari masing-masing koloni jelas terlihat seperti pada Lampiran 13. Sifat morfologi koloni yang diisolasi dapat dilihat pada Tabel 1. Morfologi koloni bakteri secara detail dapat dilihat pada Lampiran Warna koloni yang bermacam-macam disebabkan oleh adanya pigmen yang dihasilkan oleh bakteri. Pigmen bakteri dapat diklasifikasikan menjadi karatenoid, antosianin, melanin, tripitilmethenes dan fenazin. Karotenoid merupakan pigmen yang berwarna merah, jingga dan kuning, sedangkan antosionin berwarna merah dan biru. Melanin merupakan pigmen yang memberikan warna coklat, hitam, jingga dan merah. Fenazin merupakan pigmen warna jingga-kuning, jingga tua dan merah jingga. Keberadaan pigmen bakteri 30 tersebut akan dicirikan pada warna koloni yang tumbuh (Salle 1961 diacu dalam Christanti 2006). Tabel 1 Sifat morfologi koloni yang diisolasi Koloni Warna Bentuk dari atas Bentuk dari pinggir Bentuk penonjolan Iso 1 Kuning muda Bulat Halus Timbul Iso 2 Orange Bulat Halus Timbul Iso 3 Putih Menyebar tidak teratur Bergelombang Timbul Iso 4 Putih Menyebar tidak teratur Bergelombang Timbul Iso 5 Putih Menyebar tidak teratur Bergelombang Timbul 4.3 Karakteristik Bakteri Kelima isolat yang telah diketahui morfologi koloninya, selanjutnya diamati morfologi selnya. Morfologi sel yang diamati meliputi bentuk sel, sifat pewarnaan Gram, dan uji motilitas. Seluruh koloni bakteri yang tumbuh pada masing-masing hasil pengenceran, diambil beberapa koloni berbeda untuk kemudian diidentifikasi. Pemilihan koloni yang berbeda didasarkan pada morfologinya. Berdasarkan pemilihan tersebut, didapat 5 koloni bakteri, yang diberi nama iso 1, iso 2, iso 3, iso 4, dan iso 5. 4.3.1 Pewarnaan Gram Koloni bakteri yang telah didapat, dilakukan uji pewarnaan Gram untuk melihat apakah bakteri tersebut sudah murni atau belum. Pewarnaan Gram juga dilakukan untuk melihat bentuk bakteri dan reaksi terhadap pewarnaan Gram. Bakteri yang bersifat Gram positif terlihat berwarna ungu karena asam-asam ribonukleat pada sitoplasma sel-sel Gram positif membentuk ikatan lebih kuat dengan kompleks ungu kristal-iodium sehingga ikatan kimiawi yang terbentuk tidak mudah dipecahkan oleh pemucat warna (Hadioetomo 1993). Bentuk sel bakteri dan pewarnaan Gram dari kelima isolat bakteri dapat dilihat pada Gambar 9. 31 Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 Isolat 4 Isolat 5 Gambar 9 Bentuk sel bakteri dan pewarnaan Gram kelima isolat. 4.3.2 Uji motilitas Pengamatan sifat morfologi bakteri selain pewarnaan Gram adalah uji pergerakan bakteri (motilitas). Pengujian motilitas bakteri, menggunakan medium MIO (motility indol ornithin). Hasil reaksi yang didapat menunjukkan bakteri tumbuh menyebar atau media menjadi keruh (motil), sedangkan bakteri yang tidak menyebar atau warna media tetap seperti warna aslinya (non motil) (Lukistyowati dan Riauwaty 2005). Hasil pengujian kelima isolat menunjukkan, 4 isolat non motil dan hanya isolat 1 yang motil. Bakteri bersifat non motil jika pertumbuhannya mengikuti arah penusukan jarum ose pada medium MIO. Isolat yang non motil menunjukkan bahwa bakteri tidak mempunyai flagella sebagai organ untuk bergerak. Hasil reaksi uji motilitas dapat dilihat pada Gambar 10. 32 Motil Non-motil Gambar 10 Hasil reaksi uji motilitas. Flagella adalah salah satu struktur utama di luar sel bakteri yang menyebabkan terjadinya pergerakan (motilitas) pada sel bakteri. Flagella terbuat dari sub unit protein yang disebut flagelin. Bacillus dan Spirilum merupakan sebagian besar bakteri yang memiliki flagella sebagai alat geraknya. Flagella jarang ditemukan pada bakteri yang berbentuk kokus (Pelczar dan Chan 2008). Flagella ditemukan hampir disemua jenis berbentuk lengkung dan sebagian pada bakteri yang berbentuk batang. Flagella berukuran sangat kecil dan tidak terlihat menggunakan mikroskop biasa, rata-rata mempunyai ketebalan antara 0,02–0,1 mikron dengan panjang tidak melebihi selnya. Pergerakan flagella disebabkan oleh suatu sistem pergerakan berbentuk cakram yang terdapat pada dinding sel bagian dalam, sehingga gerakannya hanya dapat mengarah kedua jurusan saja (Suriawiria 2005). 4.3.3 Uji katalase Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri yang diuji. Sebagian besar bakteri memproduksi enzim katalase yang dapat memecah H2O2 menjadi H2O dan O2. Enzim katalase diduga penting untuk pertumbuhan aerobik karena H2O2 yang dibentuk dengan pertolongan berbagai enzim pernafasan bersifat racun bagi sel mikroba (Partic 2008). Hasil uji katalase terhadap lima isolat bakteri yang diisolasi menunjukkan bahwa hanya empat yang positif dan satu negatif. Selama respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif), mikroorganisme menghasilkan hidrogen peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida 33 yang beracun. Senyawa ini dalam jumlah besar akan menyebabkan kematian pada mikroorganisme. Senyawa ini dihasilkan oleh mikroorganisme aerobik, fakultatif aerob maupun mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi aerobik (Irianto 2008) Bakteri katalase positif seperti S. aureus dapat menghasilkan gelembunggelembung oksigen karena adanya pemecahan H2O2 (hidrogen peroksida) oleh enzim katalase yang dihasilkan oleh bakteri itu sendiri. Komponen H2O2 ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena bersifat toksik, sehingga komponen ini harus dipecah agar tidak bersifat toksik lagi. Bakteri katalase negatif tidak menghasilkan gelembung-gelembung. Hal ini berarti H2O2 yang diberikan tidak dipecah oleh bakteri katalase negatif, misalnya, L.casei sehingga tidak menghasilkan oksigen. Bakteri katalase negatif tidak memiliki enzim katalase yang menguraikan H2O2 (Partic 2008). Bakteri yang memiliki kemampuan memecah H2O2 dengan enzim katalase akan segera membentuk suatu sistem pertahanan dari toksik H2O2 yang dihasilkannya. Bakteri katalase positif akan memecah H2O2 menjadi H2O dan O2 dimana parameter yang menunjukkan adanya aktivitas katalase tersebut adalah adanya gelembung-gelembung oksigen (Sodyc dan Acun 2010). Reaksi penguraian H2O2 oleh enzim katalase adalah sebagai berikut: 2H2O2 2H2O + O2 4.3.4 Uji oksidase Uji oksidase bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri menghasilkan enzim oksidase sitokrom. Hasil uji oksidase menunjukkan bahwa kelima isolat mampu menghasilkan enzim oksidase sitokrom, yang berarti bakteri tersebut malakukan metabolisme energi melalui respirasi. Enzim oksidase memegang peranan penting dalam transpor elektron selama respirasi aerobik. Sitokrom oksidase mengkatalisis oksidasi dan reduksi sitokrom oleh molekul oksigen. Enzim oksidase dihasilkan oleh bakteri aerob, fakultatif anaerob, dan mikroaerofilik. Mikroorganisme ini menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir selama penguraian karbohidrat untuk menghsilkan energi. Kemampuan bakteri memproduksi sitokrom oksidase dapat diketahui dari 34 reaksi yang ditimbulkan setelah pemberian reagen oksidase pada koloni bakteri. Enzim ini merupakan bagian dari kompleks enzim yang berperan dalam proses fosforilasi oksidatif. Reagen yang digunakan adalah tetramethyl-D- phenylenediamine dihydrocloride. Reagen akan mendonorkan elektron terhadap enzim ini sehingga akan teroksidasi membentuk senyawa yang berwarna biru kehitaman. Positif tertunda (warna biru muncul antara 10-60 detik setelah ditetesi) menandakan bahwa bakteri uji memiliki sedikit enzim. Tidak adanya perubahan warna mengindikasikan bahwa hasil uji yang dilakukan negatif (Irianto 2008). Enzim oksidase mempunyai peranan penting pada sistem transpor elektron selama respirasi aerobik. Enzim oksidase sitokrom berperan sebagai katalisator dalam transfer atom hidrogen dari sitokrom yang terakhir ke molekul oksigen. Sitokrom merupakan senyawa organik yang terdapat dalam sel hidup dan berperan dalam transfer atom hidrogen dari substrat ke molekul oksigen membentuk air. Bakteri aerob, beberapa bakteri anaerobik fakultatif dan mikroarofilik, menunjukkan adanya aktivitas karena memiliki oksidase (Cappucino dan Sherman 1983 diacu dalam Prihardini 2008). 4.3.5 Uji oksidatif – fermentatif Uji oksidatif-fermentatif bertujuan untuk mengetahui sifat oksidasi atau fermentasi bakteri terhadap gula. Uji ini juga berguna untuk membedakan bakteri oksidatif dan bakteri fermentatif serta untuk melihat kemampuan bakteri dalam mencerna karbohidrat dalam situasi aerob dan anaerob (Lukistyowati dan Riauwaty 2005). Berdasarkan hasil uji oksidatif-fermentatif, isolat iso 1 tidak mengalami reaksi oksidatif fermentatif, iso 2 mengalami reaksi oksidatif fermentatif, iso 3.4.5 hanya mengalami reaksi fermentati. Hasil reaksi oksidatif fermentatif dan yang tidak mengalami reaksi oksidatif dan fermentatif dari kiri ke kanan kiri ke kanan dapat dilihat pada Gambar 11. 35 Oksidatif - Fermentatif Non Oksidatif - Fermentatif Gambar 11 Hasil reaksi oksidatif fermentatif dan non-oksidatif fermentatif. Fermentasi adalah suatu reaksi reduksi – oksidasi di dalam biologi yang menghasilkan energi, dimana donor dan aseptor elektron yang digunakan adalah senyawa organik. Senyawa organik yang umumnya digunakan adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa. Saat keadaan anaerobik, senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi-oksidasi dengan katalis enzim menjadi senyawa asam. Sel-sel yang melakukan fermentasi mempunyai enzim-enzim yang akan mengubah hasil reaksi reduksi-oksidasi tersebut menjadi suatu senyawa yang mempunyai muatan lebih positif sehingga dapat menangkap elektron atau bertindak sebagai aseptor elektron terakhir dan menghasilkan energi (Winarno dan Fardiaz 1984 diacu dalam Candra et al. 2007). 4.3.6 BBL Crystal kit system Identifikasi bakteri adalah membandingkan sifat-sifat bakteri yang belum teridentifikasi dengan sifat-sifat bakteri sesuai dengan kunci identifikasi bakteri. Hasil karakterisasi kelima isolat murni dicocokkan dengan panduan buku manual dan literatur hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Kelima isolat yang telah diisolasi diidentifikasi spesiesnya dengan menggunakan sistem BBL crystal kit. BBL crystal adalah alat identifikasi bakteri dengan prinsip menanam bakteri pada microplates (lubang mikro) yang berisi berbagai substrat biokimia dan enzim. Aktivitas bakteri dalam menghidrolisis substrat tertentu akan mengubah kandungan warna dalam lubang mikro sehingga didapatkan data warna-warna yang akan dicocokkan pada tabel warna yang memiliki nilai tertentu. Nilai-nilai tersebut akan dimasukkan dalam bank data (software) BBL crystal sehingga didapatkan hasil identifikasi bakteri hingga 36 tingkat spesies. Sebelum melakukan uji BBL crystal kit, dipilih dahulu jenis BBL crystal kit yang sesuai dengan hasil pewarnaan Gram agar mempermudah dalam identifikasi hingga tingkat spesies. Apabila hasil dari pewarnaan gram menunjukkan bahwa bakteri tersebut termasuk dalam Gram positif, maka menggunakan BBL crystal Gram positif. Apabila hasil dari pewarnaan Gram menunjukkan bahwa bakteri bersifat Gram negative, maka menggunakan BBL crystal Gram negative. Bakteri yang bersifat anaerob diuji menggunakan BBL crystal kit anaerob. Uji pewarnaan Gram menunjukkan bahwa bakteri yang diperoleh merupakan bakteri Gram positif, sehingga menggunakan BBL crystal ID kit Gram positif. BBL crystal ID kit Gram positif memiliki 30 microplates (lubang mikro) yang mengandung substrat yang didehidrasi. Bakteri yang akan diuji disegarkan terlebih dahulu dalam media TSA selama 24 jam. Bakteri yang tumbuh pada media TSA diambil menggunakan jarum ose steril dan dilarutkan dalam medium cair BBL crystal hingga mencapai kekeruhan 0,5 McFarland standar (sesuai standar kekeruhan BBL crystal). Detail standar McFarland dapat dilihat pada Lampiran 15. Lubang mikro BBL crystal GP diisi oleh cairan medium sebanyak 0,15 ml pada tiap lubang, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Sifat biokimia dari kelima isolat bakteri dapat dilihat pada Tabel 2. Teori dari identifikasi bakteri dengan teknik konvensional adalah membandingkan bakteri yang sedang diidentifikasi dengan bakteri yang telah teridentifikasi sebelumnya. Apabila tidak terdapat bakteri yang ciri-cirinya 100% serupa, maka dilakukan pendekatan terhadap bakteri yang memiliki ciri-ciri yang paling menyerupai. Hasil perubahan warna dan sinar UV (ultra violet) setelah diinkubasi dapat dilihat pada Lampiran 16. Oleh karena itu, teknik identifikasi dengan metode konvensional selalu menghasilkan suatu bakteri tertentu yang sudah teridentifikasi sebelumnya dan tidak dapat menemukan spesies baru (Cowan 1974). Kunci identifikasi bakteri Gram positif (Cowan 1974) dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil identifikasi bakteri dapat dilihat pada Tabel 3 dan detail hasil identifikasi BBL crystal isolat 1-5 dapat dilihat pada Lampiran 18-22. Hasil perubahan warna dan sinar serta hasil identifikasi bakteri disajikan pada Lampiran 23. Tabel 2 Sifat biokimia dari kelima isolat bakteri Cowan (1974) Ballows (1991) Babay (2001) Iso 5 + batang + + F - BM + batang + + + ND + (a) + (a) LA/CA + batang + ND ND + / + (b) ND + (b) + / + (b) CP + batang + ND ND ND - Cowan (1974) / Ballows (1991) LB/BS +/batang + ND ND + ND ND -/- + LS/BS = 52 % LS/BS= 98% + (a) + / - (a) ND + / - (a) ND + (a) + ND + / - (b) + / + (b) ND ND ND ND - / - (b) - / + (b) ND -/ND -/ND ND + ND Isolat Bakteri Pengamatan uji biokimia Iso 1 + batang + + + + - Gram Bentuk sel Katalase Oksidase O/F Motilitas Trehalose Lactose Methyl-α& β-glucoside Sucrose + Mannitol + Maltotriose Arabinose Glycerol Fructose + Urea Esculin + Identity bedasarkan BM= literatur 82% Faktor kepercayaan BM=99% BBL crystal Iso 2 + batang + O/F LA/CA= 58 % LA/CA= 95% Iso 3 + batang + + F + CP = 76 % CP=66% Iso 4 + batang + + F + LS/BS = 52% LS/BS= 98% Keterangan : BM = Bacillus megaterium, LA/CA = Leifsonia aquatica /Coryebacterium aquaticum, CP = Corynebacterium propinquum, LS/BS = Lysinibacillus sphaericus / Bacillus sphaericus. ND = tidak ada data. O = oksidatif, F = fermentatif, (a) = Sanni et al. (2002), b) = Giammanco et al. (2006), 37 42 38 Tabel 3 Hasil identifikasi bakteri Isolat Iso 1 Iso 2 Iso 3 Iso 4,5 Jenis bakteri teridentifikasi Bacillus megaterium Leifsonia aquatica Corynebacterium propinquum Lysinibacillus sphaericus Bacillus megaterium Isolat iso 1 yang diuji menggunakan BBL crystal ID teridentifikasi sebagai bakteri B. megaterium. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, menghasilkan spora, banyak ditemukan dalam tanah dan daerah permukaan. Bakteri ini dapat bertahan hidup dalam kondisi ekstrim. Bacillus megaterium jua dapat memproduksi penisilin amidase sehingga dapat digunakan dalam industri pembuatan penisilin (Glogowski 2010). Klasifikasi bakteri B. megaterium menurut kamus klasifikasi bakteri yang diacu dalam Glogowski (2001) adalah sebagai berikut: Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : : : : : : Firmicutes Bacilli Bacillales Bacillaceae Bacillus B. megaterium Sanni et al. (2002) menyatakan bahwa hasil produk fermentasi yang berasal dari Ghana yaitu momoni. Momoni adalah produk fermentasi yang terbuat dari ikan air tawar yang ditambahkan garam sebanyak 30% dan umumnya digunakan sebagai bumbu penyedap dimakanan seperti yam, cocoyam, dan apentum. Hasil bakteri yang telah diisolasi pada momoni adalah bakteri dari jenis Bacillus yaitu Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus pumilis dan Bacillus megaterium. Bakteri dari spesies Bacillus ini dapat tumbuh dalam kondisi garam dengan konsentrasi tinggi dan keberadaanya dalam jumlah besar dapat menghasilkan sumber energi seperti protein. 39 Bacillus megaterium biasanya terdapat pada produk fermentasi, seperti kecap ikan, dan terasi (Adawyah 2008). Anihouvi et al. (2007) menyatakan bahwa bakteri dari spesies Bacillus termasuk dalam golongan halofilik karena dapat tumbuh dalam kondisi garam dengan konsentrasi tinggi dan dapat memanfaatkan protein sebagai sumber energi. Hal ini berarti bakteri ini bersifat proteolitik, hasil aktivitas proteolitik ini dapat membentuk aroma dan flavor pada produk fermentasi. Sekhon et al. (2006) menambahkan bahwa Bacillus megaterium juga mampu menghasilkan lipase pada kisaran pH 4-11 dan menghasilkan lipase tertinggi pada kisaran pH 6,5-8. Leifsonia aquatica Uji isolat iso 2 berdasarkan data bank BBL crystal diperoleh data bahwa isolat iso 2 merupakan bakteri Leifsonia aquatica. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, bakteri non-motil. Luckman dan Wehle (2007) menyatakan bahwa bakteri Leifsonia aquatica ini merupakan bakteri dari turunan Corynebacterium aquaticum. Klasifikasi bakteri menurut Leifsonia aquatica menurut Garrity (2006). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : : : : : : : Bacteria Actinobacteria Actinobacteria Actinomycetales Noctuoidea Leifsonia Leifsonia aquatica Leifson (1962) dalam Luckman dan Wehle (2007) menyatakan bahwa Leifsonia aquatica merupakan bakteri Gram positif yang berbentuk batang sering ditemukan dalam air suling, tebu dan kolam. Spesies Leifsonia memilki koloni agak keruh dan berwarna kuning dan dapat tumbuh pada suhu 35-37 0C. Leifsonia aquatica merupakan bakteri turunan Corynebacteria, bakteri Corynebacteri merupakan bakteri yang dapat menghasilkan indol, dapat memproduksi nitrat menjadi nitrit dan pada fermentasi karbohidrat dapat menghasilkan gas dan memfermentasi gula serta dapat menghidrolisis protein (Burkovski 2008). 40 Shewan (1977) diacu dalam Kaseger (1986) diacu dalam Sumanti (1988) menyatakan bahwa salah satu mikroba yang terdapat pada kulit ikan adalah bakteri jenis Coryneform, sehingga diduga dalam proses pembuatan bekasang jenis Corynebacterium terikut dan dapat tahan hidup pada kondisi lingkungan yang mengandung garam. Beberapa spesies dari Corynebacterium telah digunakan untuk memproduksi asam amino, termasuk asam L-glutamat yang merupakan bahan tambahan pada makanan. Jalur metabolisme pada Corynebacterium dimanipulasi untuk menghasilkan L-Lisin dan L-treonin (Burkovski 2008). Corynebacterium propinquum Isolat iso 3 diidentifikasi sebagai bakteri Corynebacterium propinquum. Babay (2001) menyatakan bahwa bakteri ini merupakan Gram positif, berbentuk batang, tidak memiliki spora dan non motil. Koloni bakteri ini berwarna koloni putih dan bersifat katalase positif, dapat menghidrolisis tirosin tetapi tidak dapat menghidrolisis urea atau eskulin serta tidak memfermentasi gula. Spesies Corynebacterium yang non-patogen banyak digunakan oleh industri makanan untuk memproduksi asam amino asam glutamat. Corynebacterium dari spesies C. glutamicum banyak digunakan oleh industri untuk menghasilkan asam glutamat yang digunakan sebagai penyedap makanan (Burkovski 2008). Klasifikasi bakteri Corynebacterium propinquum menurut Garrity (2006) adalah: Domain : Bacteria Kingdom : Bacteria Filum : Actinobacteria Kelas : Actinobacteria Subkelas : Actinobacteridae Ordo : Actinomycetales Subordo : Corynebacterineae Famili : Corynebacteriaceae Genus : Corynebacterium Specific descriptor : propinquum Nama ilmiah : Corynebacterium propinquum 41 Corynebacteria merupakan bakteri aerob atau fakultatif anaerob, non motil dan katalase positif. Mayoritas bakteri ini (tidak semua) spesies dari jenis Coryne dapat memfermentasi karbohidrat dan asam laktat sebagai hasil sampingnya (Murray 2005). Lysinibacillus sphaericus Pada isolat iso 4 dan iso 5 yang teridentifikasi berupa bakteri Lysinibacillus sphaericus. Baumann et al. (1991) diacu dalam Josic et al. (2008) menyatakan bahwa bakteri ini juga dikenal sebagai Bacillus sphaericus. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, non motil, mesofilik dan banyak terdapat di tanah. Bakteri ini dapat memetabolisme berbagai senyawa organik dan asam amino akan tetapi tidak dapat memetabolisme gula. Lysinibacillus sphaericus adalah bakteri yang banyak terdapat ditanah dan air, dalam kondisi yang ekstrim dapat membentuk endospora, tahan terhadap panas, bahan kimia dan sinar ultraviolet. Spora dari bakteri ini dapat bertahan lama walaupun bersifat fakuktatif anaerob dan dalam kondisi tertentu bisa bersifat anaerob. Klasifikasi bakteri Lysinibacillus sphaericus menurut kamus klasifikasi bakteri yang di acu dalam Samani et al. (2010) adalah sebagai berikut : Domain : Bacteria Kingdom : Bacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Planococcaceae Genus : Lysinibacillus Species : Lysinibacillus sphaericus Dikenal juga sebagai Bacillus sphaericus Pada tahun 1987 seorang peneliti dari cina (Pei G) telah mengisolasi bakteri ini dari sarang nyamuk, bakteri ini dapat menghasilkan racun insektisida mirip dengan yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis. Bakteri ini tidak dapat memetabolisme polisakarida diduga karena kurangnya transporter dan enzim 42 tetapi dapat metabolisme berbagai senyawa organik lain dan asam amino (Samani et al. 2010). 4.4 Sifat Kimiawi Telur Ikan Segar dan Produk Fermentasi Telur Ikan Tambakan Analisis ini bertujuan untuk komposisi kimia ini telur ikan segar dan produk fermentasi telur ikan tambakan. Analisis yang dilakukan pada telur ikan segar meliputi proksimat dan uji logam berat, sedangkan pada hasil fermentasinya dilakukan uji kimia berupa proksimat, kadar garam. pH, asam amino, asam amino bebas, asam lemak dan mineral. 4.4.1 Kandungan logam berat telur ikan tambakan segar Pengujian logam berat bertujuan untuk mengetahui keamanan telur ikan segar yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam proses fermentasi. Hal ini umumnya karena logam berat bersifat racun terhadap makhluk hidup. Pencemaran logam berat melalui berbagai perantara, seperti udara, makanan, maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat. Apabila terpapar logam berat maka dapat terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus menerus, dalam jangka waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia. Pencemaran logam-logam tersebut dapat mempengaruhi dan menyebabkan penyakit pada konsumen, karena di dalam tubuh unsur yang berlebihan akan mengalami detoksifikasi sehingga membahayakan manusia (Supriyanto et al 2007). Komposisi logam berat telur ikan tambakan ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi logam berat pada telur ikan tambakan segar Parameter Air raksa (Hg) Timbal (Pb) Cadmium (Cd) Telur tambakan SNI 2009 segar (mg/Kg) (mg/Kg) < 0,001 0,5 < 0,01 0,3 < 0,01 0,1 Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar kontaminan dari logam berat Hg, Pb, Cd yang terkandung pada bahan baku. Tabel 4 menunjukkan bahwa 43 kadar logam berat pada telur ikan tambakan segar berdasarkan standar SNI 7378: 2009 masih dibawah batas aman untuk dikonsumsi. 4.4.2 Proksimat, mineral dan pH produk fermentasi telur ikan tambakan Pengujian proksimat telur ikan tambakan segar terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia bahan baku sebelum dilakukan fermentasi. Proksimat telur ikan yang segar dan telur fermentasi ikan tambakan ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Proksimat telur segar dan telur fermentasi ikan tambakan Komposisi Kadar air Kadar protein Kadar lemak Kadar abu Karbohidrat Bahan baku (% b/b) 43,82 ±0,01 12,64 ±0,47 21,73 ±2,19 0,99 ±0,04 20,82 Bahan baku (% b/k) 22,5±0,47 38,68±2,19 1,76±0,04 37,06 Fermentasi telur ikan (% b/b) 39,26 ±0,47 11,84 ±1,92 15,14 ±0,38 12,45 ±0,51 21,31 Fermentasi telur ikan (% b/k) 19,49±1,92 24,93±0,38 20,5±0,51 35,08 Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar air dan kadar lemak mengalami penurunan. Hal ini disebabkan bakteri yang terdapat pada produk fermentasi telur ikan tambakan memanfaatkan air dan lemak untuk aktivitasnya. Selama proses fermentasi terjadi penurunan kadar air akibat adanya penambahan garam yang sifatnya menarik air bahan. Penambahan garam menyebabkan penurunan kadar air tinggi samapai waktu tertentu, dan tidak terjadi lagi penurunan kadar air hingga kadar airnya stabil (Adawyah 2008). Rochima (2005) yang melakukan penelitian tentang karakteristik jambal roti dengan pemberian garam 25%, pada fermentasi jam ke 24 sampai 72 mengalami penurunan kadar air pada jambal roti yaitu 73,10% menjadi 49,26%. Selama proses fermentasi terjadi penurunan kadar air karena keseimbangannya dalam bahan pangan terganggu sebagai akibat penambahan garam. Garam akan menarik air dari dalam bahan lalu masuk kedalam jaringan. Akibatnya, kadar air bahan menurun sedangkan kadar garamnya meningkat. Kadar lemak pada telur segar sebesar 21,73% lalu setelah fermentasi menjadi 15,14%, sedangkan kadar protein telur ikan segar yaitu sebesar 12,64% menjadi 11,84%. Selama proses fermentasi akan terjadi pemecahan protein, lemak dan komponen lainnya pada bahan baku berupa daging ikan, pada awal proses 44 pematangan atau pada tahap fermentasi enzim-enzim yang berperanan adalah enzim yang berasal dari jaringan ikan. Aktivitas enzim selanjutnya akan merangsang aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Rahayu et al. 1992). Yuliana (2007) menyatakan bahwa kandungan lemak yang telah di uji untuk produk ikan fermentasi berupa rusip mengalami penurunan selama fermentasi dua puluh hari dimana kandungan lemak awalnya 2 % mengalami penurunan menjadi 0,5%. Penurunan kadar lemak selama proses fermentasi rusip disebabkan oleh penguraian lemak oleh aktivitas mikroba dan enzimatis ikan itu sendiri Selama fermentasi, asam-asam amino akan mengalami peningkatan akibat adanya pemecahan protein selama fermentasi. Pemecahan disebabkan oleh enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan itu sendiri dan enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Enzim proteolitik dari bakteri terutama dihasilkan oleh bakteri yang bersifat halofilik. Adanya air mengakibatkan proses penguraian lemak menjadi asam lemak dan gliserol dapat berjalan dengan baik. Enzim lipase yang aktif dapat berasal dari jaringan otot dan adipose, juga berasal dari bakteri (Adawyah 2008). Proses hidrolisis lemak secara mikrobial terjadi melalui tahapan lipolisis oleh enzim lipase mikrobial dan tahap lipoksidasi oleh enzim lipoksidase yang juga dihasilkan oleh mikroba (Hadiwiyoto 1993 diacu dalam Yuliana 2007). Kadar abu pada telur segar dan sesudah difermentasi mengalami peningkatan yaitu dari 0,99% menjadi 12,45% hal ini dikarenakan pada saat fermentasi ada pemberian garam, dimana garam memiliki berbagai mineral yang terkandung didalamnya. Secara umum penambahan garam dalam produk fermentasi berfungsi untuk meningkatkan cita rasa, membentuk tekstur yang diinginkan, mengontrol pertumbuhan mikroba serta menghambat pertumbuhan bakteri pathogen (Rahayu et al 1992). Garam terdiri dari senyawa Mg, Ca, Al, dan Fe, garam memberikan pengaruh terhadap penampakan, rasa asin serta tekstur dari produk ikan asin atau produk fermentasi yang menggunakan garam sebagai bahan pembantu. Hasil uji kadar mineral ditunjukkan pada Tabel 6. 45 Tabel 6 Kadar mineral fermentasi telur ikan tambakan Komposisi K (Kalium) Ca (Kalsium) Mg (Magnesium) Na (Natrium) Cl (Klorida) Persentase (% dari abu) 0,08 0,06 0,15 4,76 10,25 Garam merupakan salah satu bahan pembantu dalam bahan pangan yang paling penting dalam pengawetan pangan. Didalam fermentasi, garam dapat berperan sebagai penseleksi organisme yang diperlukan tumbuh. Jumlah garam yang ditambahkan berpengaruh pada populasi organisme, organisme mana yang dapat tumbuh, dan jenis apa yang akan tumbuh, sehingga kadar garam dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitas fermentasi apabila faktor-faktor lainnya sama (Desrosier 2008). Rinto et al (2009) menyatakan bahwa garam merupakan komponen kimia yang bersifat bakteriostatik maupun bakterisidal terhadap bakteri. Kemampuan garam membunuh bakteri disebabkan oleh adanya sifat higroskopis garam sehingga mampu menyerap air (sitoplasma) bakteri, sel bakteri menjadi mengkerut dan mati selain itu ion Na + dan Cl- bersifat toksin bagi beberapa bakteri. Nilai pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan, pH pada produk fermentasi telur ikan tambakan adalah 5,26. Nilai pH yang rendah pada produk diduga juga karena adanya bakteri yang menghasilkan asam laktat. Asam laktat dihasilkan dari perombakan glikogen melalui jalur glikolisis secara anaerob (Adoga et al. 2010). Pendapat ini juga didukung oleh Schelegel (1994) diacu dalam Mauliana (2006) yang menyatakan bahwa penurunan pH terjadi karena aktivitas mikroorganisme yang menggunakan sumber karbohidrat dan nutrien dimana pada proses ini sebuah ion H+ tertinggal dalam media. Riebroy et al (2007) menyatakan bahwa produk hasil fermentasi sum-fog yang ditelitinya juga menunjukkan nilai pH yang rendah yaitu 4,53-4,60. Penurunan pH diduga karena adanya sejumlah besar asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dalam metabolismenya sehingga sehingga pH media menjadi asam dan tidak sesuai dengan mikroorganisme lainnya. 46 4.4.3 Kandungan asam amino dan asam amino bebas Asam amino penyusun protein telur ikan tambakan meliputi asam amino esensial sebanyak 8 jenis dan non esensial sebanyak 7 jenis yang disajikan pada Tabel 6, sedangkan skor asam amino esensial fermentasi telur ikan tambakan dapat dilihat pada Tabel 7. Kromatogram asam amino dan asam amino bebas produk fermentasi telur ikan tambakan dapat dilihat pada Lampiran 24 dan Lampiran 25. Funatsu (2001) diacu dalam Hariono et al. (2005) menyatakan bahwa komposisi asam amino yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat membentuk flavor dari produk fermentasi yang dihasilkan. Jenis asam amino serin, glisin, alanin, treonin dan prolin berasosiasi menghasilkan rasa manis. Rasa asam dihasilkan oleh asam amino golongan asam, seperti aspartat dan glutamat. Rasa pahit dihasilkan oleh asam amino lisin dan leusin, sedangkan rasa umami dan meaty dihasilkan oleh asam amino glutamat. Tabel 7 Kandungan asam amino dan asam amino bebas fermentasi telur ikan tambakan Jenis Asam amino Esensial Treonin Metionin Valin Fenilalanin Isoleusin Leusin Lisin Non esensial Asam aspartat Asam glutamat Serin Glisin Arginin Alanin Tirosin Histidin Asam amino (% b/b) Asam amino bebas (% b/b) 0,74 0,63 0,97 0,97 1,04 1,30 1,21 0,05 0,02 0,06 0,04 0,06 0,07 0,14 1,24 2,02 0,95 0,64 1,01 1,37 0,83 0,44 0,06 0,13 0,14 0,04 0,02 0,13 0,07 0,02 Keterangan : b/b: berat/berat bahan Peralta et al. (1996); Smit et al. (2005) diacu dalam Udomsil (2010) menyatakan bahwa selama fermentasi mikroba yang berperan pada produk hasil perikanan akan menghasilkan enzim-enzim yang akan menyebabkan biodegradasi 47 dari protein, lemak dan glikogen pada otot ikan. Reaksi enzimatis akan memecah protein menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu asam amino, amine, amide dan amoniak. Hasil dari senyawa ini akan berperan menghasilkan flavor dan aroma. Proses fermentasi terjadi transformasi bahan-bahan organik menjadi senyawa-senyawa sederhana sebagai hasil aktivitas mikroorganisme atau aktivitas enzim. Proteolisis yang terjadi selama fermentasi menyebabkan protein terhidrolisis menjadi asam amino dan peptida (Yangsawatdigul et al. 2007). Liu (1989) diacu dalam Xu et al. (2008) menyatakan bahwa aktivitas mikroorganisme pada makanan merubah flavor dan aroma pada produk tersebut sebagai hasil dari mikroorganisme mengekskresikan senyawa-senyawa flavor dan juga sebagai akibat adanya perubahan-perubahan kimiawi pada bahan mentah yang menghasilkan senyawa-senyawa baru atau senyawa-senyawa flavor tambahan. Peralta et al (2008) mengemukakan bahwa peptida hasil dari proteolisis yang didegradasi oleh mikroorganisme yaitu asam amino dikonversi menjadi senyawa aromatik. Degradasi asam amino bebas berperan penting dalam memproduksi senyawa volatile yang berperan dalam memproduksi flavor. Keberadaan karbohidrat pada produk fermentasi dan asam amino bebas dapat memungkinkan terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis (Maillard). Hal ini ditunjukkan oleh perubahan warna produk yang mengalami perubahan dari kuning menjadi coklat pada akhir fermentasi yang dilihat secara visual. Warna coklat akan mengalami peningkatan seiring dengan lamanya fermentasi yang terjadi secara anaerob dan jumlah asam amino bebas. Berdasarkan kandungan asam amino di atas maka asam-asam amino tersebut dapat digolongkan menjadi beberapa golongan berdasarkan sifat-sifat kandungan gugus R, terutama polaritasnya. Adapun beberapa golongan itu terdiri dari asam amino alifatik, asam anino hidrofilik, asam amino aromatik, asam amino asam, asam amino basa dan asam amino sulfur (Winarno 2008). Berikut pada Tabel 8 asam amino dibagi menjadi beberapa golongan. 48 Tabel 8 Klasifikasi asam amino berdasarkan sifatnya Asam amino alifatik Alanin Valin Leusin Isoleusin Asam amino basa Arginin Histidin Lisin Asam amino hidrofilik Glisin Serin Treonin Tirosin Asam amino asam Asam aspartat Asam glutamat Asam amino aromatik Fenilalanin Tirosin Asam amino sulfur Metionin Asam amino pembatas adalah asam amino yang ketersediannya dalam jumlah terbatas sehingga menyebabkan sintesis protein hanya dapat berlangsung selama masih tersedia asam amino tersebut (Winarno 2008). Berdasarkan pada Tabel 9 menunjukkan asam amino pembatas adalah treonin dan leusin Tabel 9 Skor asam amino esensial Jenis asam amino esensial Treonin Metionin Valin Fenilalanin Isoleusin Leusin Lisin Pola referensi FAO (1973) (mg/g protein) 40 35 50 60 40 70 55 Asam amino Skor asam produk (mg/g amino (%) protein) 37 92 31,5 90 48,5 97 48,5 80 52 100 65 92 60,5 100 4.4.4 Kandungan asam lemak pada produk fermentasi telur ikan tambakan Hasil uji komposisi asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan disajikan pada Tabel 10. Kromatogram asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan. Produk ini mengandung asam lemak jenuh dapat dilihat sebanyak 2,6%, asam lemak tak jenuh tunggal sebanyak 18,57% dan asam lemak tak jenuh ganda sebanyak 2,33. Visessanguan et al. %. (2006) menyatakan bahwa proses oksidasi asam lemak tidak jenuh yang ada pada produk fermentasi dapat diinisiasi oleh adanya garam. Oksidasi lemak yang dilanjutkan dengan proses hidrolisis akan memutus 49 asam lemak rantai panjang menjadi asam lemak berantai pendek yang bersifat volatil. Keberadaan senyawa volatil dapat membentuk karakteristik sensori dari produk fermentasi yang dihasilkan. Tabel 10 Komposisi asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan Jenis Asam lemak Asam lemak jenuh Miristat C14:0 Pentadekanoid C15:0 Palmitat C16:0 Stearat C18:0 Asam lemak tak jenuh tunggal Palmitoleat C16:1 Heptadekanoid C17:1 Oleat C18:1n9 Asam lemak tak jenuh ganda Linoleat C18:2n6 Linolenat C18:3n6 Eikhosentrionik C20:3n6 Arakhidonat C20:4n6 Eicosapentaenoic (EPA) C20:5n3 Docosahexaenoic (DHA) C22:6n3 Kadar (% b/b bahan) 0,34 0,16 1,68 0,42 10,27 0,76 7,72 1,24 0,14 0,07 0,17 0,13 0,58 Majundar dan Basu (2010) menyatakan bahwa penambahan garam dapat bertindak sebagai prooksidan (memicu terjadinya oksidasi) asam lemak tidak jenuh, selain itu garam ini tidak dapat menghambat enzim lipase yang menghidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas. Menurut Varlet et al. (2007) asam lemak tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda dapat mengalami dekomposisi akibat oksidasi menghasilkan senyawa volatil seperti aldehid, keton, hidrokarbon, ester, asam karboksilat dan alkohol. Senyawa-senyawa ini dapat mempengaruhi karakteristik sensori produk yang dihasilkan. Pendapat ini didukung juga oleh Peralta et al. (1996); Fukami et al. (2002) diacu dalam Yangsawatdigul et al. (2010) yang menyatakan bahwa senyawa volatil yang dihasilkan selama fermentasi kecap ikan adalah senyawa asam, karbonil, nitrogen dan sulfur dimana senyawa volatil ini merupakan hasil reaksi lipolisis, reaksi Maillard dan bakteri indigenous yang ikut berperan. Hasil uji asam lemak pada produk fermentasi telur ikan tambakan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa asam lemak palmitoleat lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Menurut Yang et al. (2011) asam palmitoleat merupakan asam 50 lemak tak jenuh tunggal yang banyak terdapat pada tumbuhan dan hasil perairan. Penelitian yang dilakukannya pada hewan tikus menunjukkan bahwa asam palmitoleat dapat melindungi tubuh dari resistensi insulin, dan ini juga berlaku pada manusia. Pendapat ini juga didukung oleh Mozaffarian et al. (2010) yang menyatakan bahwa keberadaan asam palmitoleat di dalam tubuh akan menjaga kadar insulin dalam darah tetap stabil sehingga asam palmitoleat dapat mengikis resiko diabetes. 5. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa produk fermentasi telur ikan tambakan merupakan fermentasi garam yang terjadi secara spontan. Produk fermentasi telur ikan tambakan yang telah mengalami proses fermentasi menghasilkan perubahan warna coklat, tekstur sedikit agak keras. Memiliki paduan rasa ikan, asin, gurih dan asam seimbang. Aromanya merupakan paduan aroma ikan, asam dan khas fermentasi ikan seimbang. Hasil perhitungan total plate count (TPC) jumlah koloni yang tumbuh adalah 117 x 102 koloni untuk 0% NaCl, 149 x 102 koloni untuk 5% NaCl, 134 x 102 untuk 10% NaCl. Bakteribakteri yang tumbuh yang telah dapat diisolasi dan identifikasi sampai dengan spesies adalah : Bacillus megaterium, Leifsonia aquatic (Corynebacterium aquaticum), Corynebacterium propinquum dan Lysinibacillus sphaericus (Bacillus sphaericus). Hasil analisis untuk logam berat dari telur ikan segar memiliki kadar air raksa (Hg) < 0,001 mg/Kg; timbal (Pb) < 0,01 mg/Kg; kadmium (Cd) <0,01 mg/Kg. Berdasarkan SNI tahun 2009 tentang batas maksimun cemaran logam berat dalam pangan, maka dapat diasumsikan bahwa telur ikan segar masih aman jika dikonsumsi baik dalam kondisi segara ataupun dalam bentuk olahan. Hasil analisis untuk kadar air 43,82±0,01%, kadar protein 12,64±0,47%, kadar lemak 21,73±2,19%, kadar abu 0,99±0,04%, karbohidrat 20,82%. Produk fermentasi telur ikan tambakan diketahui mempunyai kadar air 39,26±0,47%, kadar protein 11,84±1,92%, kadar lemak 15,14±0,38%, kadar abu 12,45±0,51%, karbohidrat 21,31%, dan pH 5,26. Hasil analisis mineral terdiri dari Magnesium (Mg) 0,15%, Kalsium (Ca) 0,06%, Natrium (Na) 4,76%, Kalium (K) 0,08%, Klorida (Cl) 10,25%. Produk fermentasi telur ikan tambakan memiliki 15 asam amino yang terdiri dari 8 asam amino esensial serta 7 asam amino non esensial. Asam glutamat merupakan asam amino tertinggi yang terdapat pada produk fermentasi telur ikan tambakan 2,02 %,sedangkan asam amino pembatas adalah fenilalanin. Produk telur ikan tambakan terdiri dari 13 jenis asam lemak. Asam lemak jenuh sebanyak 2,6%, asam lemak tak jenuh tunggal sebanyak 56 18,57% dan asam lemak tak jenuh ganda sebanyak 2,33%. Kandungan asam lemak tertinggi adalah asam palmitoleat sebesar 10,27%. 5.2 Saran Perlu dikaji lebih lanjut identifikasi bakteri melalui uji biokimia yang lebih rinci dan teknik molekuler 16sRNA serta umur simpan produk. 53 DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Assosiation of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Virginia USA: Association of Official Analytical Chemist. Adawyah R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Hal 103-119. Achinewu SC, Amadi EN, Barimalaa IS, Eke J. 2004. Microbiology of naturally fermented fish (Sardinella sp.). Journal of Aquatic Food Product Technology 13 (2): 46-53. Adoga IJ, Joseph E, Samuel OF. 2010. Studies on the post-mortem changes in African catfish (Clarias angullaris) during ice-storage. J. New York Science 3(6):96-101. Anihouvi VB, Dawson ES, Ayenor GS, Hounhouigan JD. 2007. Microbiological changes in naturally fermented cassava fish (Pseudotolithus sp) for Lanhouin production. Journal of Food Microbiologhy. 116 (3): 287-291. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Babay AH. 2001. Pleural effusion due to Corynebacterium Propinquum in a patient with squamous cell carcinoma. Annal of Saudi Medicine. 21(5-6): 337-339. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. SNI 7378:2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. SNI 7545.1:2009. Metode Identifikasi Bakteri pada Ikan Secara Konvensional-Bagian 1: Edwardsiella ictaluri. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Burkovski A. 2008. Corynebacteria: Genomics and Molecular Biology.http:// www. horizonpress.com [21 April 2011]. Candra JI, Zahiruddin W, Desniar. 2007. Isolasi dan karakteristik bakteri asam laktat dari produk bekasam ikan bandeng (Chanos chanos). Buletin Teknologi Hasil Perikanan. 10 (4): 14-24. Christanti AD. 2006. Isolasi dan karakterisasi bakteri halotoleran pada terasi. [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 54 Cowan ST. 1974. Manual for Identification of Medical Bacteria. Cambridge: Cambridge University Press. Dissaraphong S, Benjakul S, Visessanguan W, Kishimura H. 2006. The influence of storage conditions of tuna viscera before fermentation on chemical, physical and microbiological changes in fish sauce during fermentation. Journal Biosources Technology. 97 (5): 2032-2040. Desrosier NW. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Penerbit UI-Press. Dwipayana, Ariesyady HA. 2009. Identifikasi keberagaman bakteri pada lumpur hasil pengolahan limbah cat dengan teknik konvensional. Yayasan LAPI Institut Teknologi Bandung. Garrity. 2006. Taxonomy Leifsonia aquatica. http://www.zipcodezoo.com [28 April 2011] Garrity. 2006. Taxonomy Corynebacterium propinquum. http://www.zipcodezoo. com. [28 April 2011]. Gaffar AK. 2007. Sudahkah Anda Tahu Ikan Tambakan (Helostoma temminckii) Edisi Mei 2007. Palembang: Badan Riset Kelautan Dan Perikanan Balai Riset Perikanan Perairan Umum. [30 April 2008]. Glogowski M. 2010. Classification Bacillus megaterium. http://microbewiki. kenyon.edu/index.php/Bacillus_megaterium"[8 mei 2011]. Hadijaya. 2009. Fermentasi ikan. http://komrink.blogspot.com/fermentasi-ikan. [5 April 2009]. Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Jakarta: Penerbit Gramedia. Hal 20-30. Halim R. 2007. Kaviar. www.caviarmore.com [7 Mei 2008]. Hariono I, Yeap SE, Kok TN, Ang GT. 2005. Use of koji and protease in fish sauce fermentation. Journal Marine Fisheries Research Departement. 32 (3): 19-29. Heruwati ES. 2002. Pengolahan ikan secara tradisional: prospek dan peluang pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian. 21 (3): 94-95. Hidayat N. 2007. Pengembangan Produk & Teknologi Proses Fermentasi [Artikel] http://www.google.id.or/fermentasi . [27 maret 2008]. Hjalmarsson GH, Park JW, Kristbergsson K. 2007. Seasonal effects on the physicochemical characteristics of fish sauce made from capelin (Mallotus villosus). Journal Food Chemistry. 103(9): 495-504. 55 Hu Y, Xia W, Ge C. 2008. Characterization of fermented silver carp sausages inoculated with mixed starter culture. Journal Society of Food Science and Technlogy. 41 (5): 730–738. Huch M, Hanak A, Specht I, Dortu C M, Thonart P, Mbugua S, Holzapfel W H, Hertel C, Franz CMAP. 2008. Use of Lactobacillus strains to start cassava fermentations for gari production. Journal of Food Microbiology. 128 (4): 258–267. Huda N. 2004. Pengembangan Produk Bernilai Tambah dan Manajemen Mutu Terpadu. Pusat Studi Pangan dan Gizi. Universitas Bung Hatta Ichimura T, Hu J, Duong QA, Maruyama S. 2003. Angiotensin i-converting enzyme inhibitory activity and insulin secretion stimulative activity of fermented fish sauce. Journal of Bioscience and Bioenginering. 96 (2): 496-499. Irianto A. 2008. Mikrobiologi dasar. Diktat praktikum. http://ekmon-saurus. blogspot.com. [Februari-Maret 2008] Josic D, Porobic M, Milicivic M, Vukovic D, Pivic R, Zdravkovic M, Coric T. 2008. RAPD fingerprinting of indigenous Lysinibacillus fusiformis isolates from stabilized sludge and oil-polluted soil. International Meeting on Soil Fertility Land Management and Agroclimatology. p: 927-933 [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. Data statistik Hasil Tangkapan Ikan Tambakan. Kalimantan Timur: Dinas Perikanan Kutai Kartanegara. Lee MJ, Song JH, Hwang SJ. 2009. Effects of acid pre-treatment on bio-hydrogen production and microbial communities during dark fermentation. Journal Bioresource Technology 75 (1): 1491–1493. Luckman E, Wehle D. 2007. The Johns Hopkins Microbiology Newsletter. Department of Pathology. Division of Medical Microbiology. 26 (19): 6-12. Lukistyowati I, Riauwaty M. 2005. Analisa Penyakit Ikan. Pekanbaru: Penerbit UNRI Press. Majundar RK, Basu S. 2010. Characterization of the traditional fermented fish product Lona Ilish of northeast India. Indian Journal of Traditional Knowledge. 3(4): 453-458. Mauliana D. 2006. Pengaruh penambahan berbagai sumber karbohidrat terhadap kadar asam laktat pada fermentasi rusip ikan bilis (Stolephorus sp). Media Infotama. 1 (2): 40-48. 56 Misgiyarta. 2003. Isolasi, identifikasi dan efektifitas BAL lokal untuk fermentasi susu kacang-kacangan. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Mozaffarian D, Cao H, King IB, Lemaitre RN, Song X, Siscovick DS, Hostamisgligil GS. 2010. Trans-palmitoleic acid, metabolic risk factors, and new-onset diabetes in U.S. adults. Annals of Internal Medicine. 153 (12): 790-799. Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung: Alfabeta. Hal 144-147. Murni R, Suparjo, Akmal, Ginting BL. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Jambi: Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Murray PR, Rosenthal KS, Pflaller MA. 2005. Medical Microbiology. United States of America: Elsevier Mosby. Nordvi B, Egelandsdal B, Langsrud O, Ofstad R, Slinde E. 2007. Development of a novel, fermented and dried saithe and salmon product. Journal Food Science and Emerging Technology. 8 (10): 163-171. Nurulita E, Susilawati, Yuliana N. 2007. Pengaruh penambahan kultur cair bakteri asam laktat pada rusip. Kumpulan Abstrak Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Lampung: Fakultas Pertanian Universitas Lampung http://www.unila.ac.id/. [20 Maret 2008]. Partic L. 2008. Dunia Mikro untuk Uji Katalase. http://dunia-mikro.blogspot.com [7 agustus 2008]. Peralta EM, Hatate H, Kawabe D, Kuwahara R, Wakamatsu S, Yuki T, Murata H. 2008. Improving antioxidant activity and nutrional components of Philippine salt-fermented shrimp paste through prolonged fermentation. Journal Food Chemistry. 111 (2): 72-77. Pelczar MJ, Chan ECS. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Terjemahan Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosono SS, angka SL. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal 107. Prihardini FJ. 2008. Isolasi dan karakterisasi bakteri dari bekasang jeroan ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) [skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rahayu WP, Ma’oen S, Suliantari, Fardiaz S. 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. 57 Riebroy S, Benjakul S, Visessanguan W, Tanaka M. 2007. Changes during fermentation and properties of som-fug produced from different marine fish. Journal of Food Processing and Preservation. 21 (10): 751–770. Riebroy S, Benjakul S, Visessanguan W. 2008. Properties and acceptability of som-fug, a Thai fermented fish mince, inoculated with lactic acid bacteria starters. Journal Society of Food Science and Techollogy. 41 (3): 569-580. Rinto, Arafah E, Utama SB. 2009. Kajian keamanan pangan (formalin, garam dan mikrobia) pada ikan sepat asin produksi Indralaya. Jurnal Pembangunan Manusia. 8 (2): 24-30. Rochima E. 2005. Pengaruh fermentasi garam terhadap karakteristik jambal roti. Bulletin Teknologi Hasil Perikanan. 8 (2): 46-52. Ruddle K, Ishige N. 2005. Fermented fish product in Asia. Hongkong: International Resources Management Institute. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan (Jilid 1 dan 2). Bandung: Penerbit Binacipta. Samani Z, Foxworth M, Paliwoda B, Aghakasiri N. 2010. Lysinibacillus sphaericus. http://microbewiki.kenyon.edu/Lysinibacillus_sphaericus_C3-41. [10 mei 2011]. Sanni AI, Asiedut M, Ayenort GS. 2002. Microflora and chemical composition of momoni, a Ghanian fermented fish condiment. Journal of Food Composition and Analysis. 15 (11): 577-583. Sekhon A, Dahiya N, Tewari RP, Hoondal GS. 2006. Production of extracellular lipase by Bacillus megaterium AKG-1 in submerged fermentation. Journal of Biotechnology. 5 (7): 179-183. Shirai N, Higuchi T, Suzuki H. 2006. Analysis of lipid classes and the fatty acid composition of the salted fish roe food products, ikura, tarako, tobiko and kazunoko. Journal Food Chemistry. 94 (2): 61-67 Seveline. 2005. Pengembangan produk probiotik dari isolat klinis BAL dengan menggunakan teknik pengeringan semprot dan pengeringan beku [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sodyc, Acun. 2010. Sekilas Tentang Uji Katalase http://www.sodiycxacun.web.id [17 Oktober 2010] pada Bakteri. Situngkir RU. 2005. Aplikasi kultur bakteri asam laktat dengan garam untuk mereduksi Aspergillus flavus dan aflatoksin pada proses pengolahan kacang asin [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 58 Sumanti DM. 1988. Identifikasi dan sifat-sifat bakteri halofilik yang diisolasi dari produk fermentasi jeroan ikan cakalang [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Supriyanto C, Samin, Kamal Z. 2007. Analisis cemaran logam berat Pb, Cu, dan Cd pada ikan air tawar dengan metode spektrometri nyala serapan atom (SSA). Yogyakarta: Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta. Suriawiria U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti. Hal 31. Susanto H, Lingga P. 1987. Ikan Hias Air Tawar. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Hal 20-22. Svansberg U, Lorri W. 1997. Fermentation and nutrient availability. Journal Food Control 8(6): 76-84. Syah SU. 2004. Kajian perkembangan produksi histamin selama penanganan bahan, pengolahan dan penyimpanan peda ikan kembung (Rastrelliger spp) [tesis]. Bogor: Program Studi Teknologi Pasca Panen. Institut Pertanian Bogor. Syahraini, Daniele K, Budiono. 2005. Survey penilaian sosial ekonomi nelayan pada hasil tangkapan ikan Tambakan di daerah-daerah danau dan Lahan basah di Mahakam Tengah, Kalimantan Timur. [Laporan penelitian]. Mahakam Tengah: Program Konservasi Yayasan Resi Mahakam Tengah. Tsai HY, Lin CY, Chien LT, Lee TM, Wei CI. Hwang DF. 2006. Histamine contents of fermented fish products in taiwan and isolation of histamineforming bacteria. Journal Food Chemistry. 98 (1): 64-70. Udomsil N, Rodtong S, Tanasupawat S, Yongsawatdigul J. 2010. Proteinaseproducing halophilic lactic acid bacteria isolated from fish sauce fermentation and their ability to produce volatile compounds. Journal of Food Microbiology. 141 (3): 186–194. Varlet V, Prost C, Serot T. 2007. Volatile aldehydes in smoked fish : analysis methods, occurrence and mechanisms of formation. Journal Food Chemistry 105 (8): 1536-1556. Visessanguan W, Benjakul S, Riebroy S, Yarchai M, Tapingkae W. 2006. Changes in lipid composition and fatty acid profile of Nham, a Thai fermented pork sausage, during fermentation. Journal Food Chemistry. 94 (5): 580–588 59 Xu W, Yu G, Xue C, Xue Y, Ren Y. 2008. Biochemical changes associated with fast fermentation of squid processing by-products for low salt fish sauce. Journal Food Chemistry. 107 (12): 1597-1604. Yangsawatdigul J, Rodtong S, Raksakulthai N. 2007. Acceleration of thai fish sauce fermentation using proteinases and bacterial starter cultures. Journal Food Science 72 (9): 382-390. Yang ZH, Miyahara H, Hatanaka A. 2011. Chronic administration of palmitoleic acid reduces insulin resistances and hepatic lipid accumulation in KK-Ay mice with genetic type 2 diabetes. Journal Biomedical Central. 12 (2): 1476-5112. Yuliana N. 2007. Profil fermentasi ”rusip” yang dibuat dari ikan teri (Stolephorus sp). Journal of Agritechnology 27 (1): 12-17. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: Penerbit M-BRIO Press. Hal 74-80. Wulandari NF. 2005. Laporan Teknik Bidang Mikrobiologi. Jakarta: Pusat Penelitian Biologi LIPI. 63 LAMPIRAN 64 60 Lampiran 1. Komposisi media yang digunakan Tryptic soy agar (Difco) Motility indole ornithine medium (MIO) (Difco) OF medium (Difco) Bahan Pereaksi sitochrom oksidase : : : : Komposisi formula perliter Pancreatic digest of casein Enzymatic digest of soybean meal Sodium chloride Agar 15 g 5g 5g 15 g Komposisi formula perliter Yeast extract Peptone Tryptone L-Ornithine HCl Dextrose Agar Bromcresol purple 3g 10 g 10 g 5g 1g 2g 0,02 g Komposisi formula perliter Pancreatic digest of casein Sodium chloride Dipotassium phosphate Bromthymol blue Agar 2g 5g 0,3 g 0,08 g 2g Tetramethy-p-phenylenediamine dihydrochloride Aquades 1g 15 ml 65 61 Lampiran 2. Dokumentasi proses pembuatan produk fermentasi telur ikan tambakan 1. Ikan disiangi dan telur dikeluarkan dari perut ikan 2. Telur ikan dicuci dengan air 3. telur ditimbang 4. pemberian garam pada telur ikan 5. Telur ikan yang telah digarami dimasukkan ke dalam topless 6. Produk fermentasi telur ikan tambakan. 66 62 Lampiran 3. Prosedur total plate count (BSN 2009) 1. Teknik Preparasi Suspensi Sampel yang telah diambil berupa produk fermentasi telur ikan tambakan kemudian disuspensikan dalam akuades steril. Tujuan dari teknik ini pada prinsipnya adalah melarutkan atau melepaskan mikroba dari substratnya ke dalam air sehingga lebih mudah penanganannya. Cara yang dilakukan adalah sebagai berikut: sampel yang berbentuk padat dapat ditumbuk dengan mortar dan pestle sehingga mikroba yang ada dipermukaan atau di dalam dapat terlepas kemudian dilarutkan ke dalam air. Perbandingan antar berat sampel dengan pengenceran pertama adalah 1 : 9 (w/v). Penghancuran sampel menggunakan mortar dan pastel 2. Teknik Pengenceran Bertingkat Tujuan dari pengenceran bertingkat yaitu memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam cairan. Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada perkiraan jumlah mikroba dalam sampel. Digunakan perbandingan 1 : 9 untuk sampel dan pengenceran pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran berikutnya mengandung 1/10 sel mikroorganisma dari pengenceran sebelumnya. Adapun Cara Kerjanya sebagai berikut : a) Sampel sebanyak 10 gram yang mengandung bakteri dimasukan ke dalam tabung pengenceran pertama (1/10 atau 10-1) yang berisi larutan garam fisiologis 0,85% secara aseptis (dari preparasi suspensi) sebanyak 90 ml. Perbandingan berat sampel dengan volume tabung pertama adalah 1 : 9 b) Diambil 1 ml dari tabung 10-1 dengan pipet ukur kemudian dipindahkan ke tabung 10-2 secara aseptis kemudian dikocok dengan membenturkan tabung ke 63 telapak tangan sampai homogen. Pemindahan dilanjutkan hingga tabung pengenceran terakhir dengan cara yang sama, hal yang perlu diingat bahwa pipet ukur yang digunakan harus selalu diganti, artinya setiap tingkat pengenceran digunakan pipet ukur steril yang berbeda/baru. Prinsipnya bahwa pipet tidak perlu diganti jika memindahkan cairan dari sumber yang sama. Teknik pengenceran bertingkat 3. Teknik Penanaman Adapun prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Sebanyak 4 gram trpytic soy agar (TSA) dilarutkan dalam 100 ml akuades di dalam labu Erlenmeyer untuk pembuatan media TSA dengan menambahkan NaCl masing-masing TSA tanpa NaCl, TSA+NaCl 5%, dan TSA+NaCl 10%. Larutan tersebut kemudian dipindahkan kedalam tabung reaksi sebanyak 10-15 ml lalu disterilisasi dalam autoclave selama 1,5 jam pada tekanan 1 atm dengan suhu 121 oC. 2) Setelah media TSA dikeluarkan autoclave maka dinginkan sampai mencapai suhu (>45oC). lalu menyiapkan cawan steril, tabung pengenceran yang akan ditanam dan media padat yang masih cair . 3) Teteskan 1 ml secara aseptis.suspensi sel kedalam cawan kosong 4) Tuangkan media yang masih cair ke cawan kemudian putar cawan untuk menghomogenkan suspensi bakteri dan media, kemudian diinkubasi dengan posisi terbalik didalam inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam. 64 Teknik penanaman Cara perhitungan hasil analisis TPC sebagai berikut: cawan yang dipilih dan dihitung jumlah bakterinya adalah yang mengandung koloni antara 30-300. Jika semua pengenceran menghasilkan koloni kurang dari 30, maka jumlah koloni yang dihitung hanya pada pengenceran yang terendah. Sebaliknya, jika semua pengenceran menghasilkan lebih dari 300 koloni, maka hanya jumlah koloni tertinggi yang dihitung. Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni antara 30-300 koloni dan perbandingan hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut kurang dari atau sama dengan dua, maka kedua nilai tersebut dirata-ratakan dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar dari atau sama dengan dua maka yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil. Apabila menggunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran maka data yang diambil adalah dari kedua cawan petri tersebut. Pertumbuhan koloni bakteri dalam cawan 65 Lampiran 4. Prosedur pewarnaan Gram (BSN 2009) 1) Bersihkan object glass dengan kapas 2) Menulis kode atau nama bakteri pada sudut object glass 3) Mengambil biakan dengan jarum inokulum lalu pindahkan satu ulasan saja kemudian diberi akuades dan disebarkan supaya sel merata. 4) Mengeringkan ulasan tersebut sambil memfiksasinya dengan api bunsen (lewatkan di atas api 2-3 kali). Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri dan melekatkan sel bakteri pada object glass tanpa merusak struktur selnya. Cara mengambil biakan 5) Selanjutnya meneteskan Kristal violet sebagai pewarna utama pada preparat lalu tunggu selama ± 1 menit lalu cuci dengan akuades mengalir 6) Meneteskan moerdant (lugol’s iodine) lalu tunggu ± 1 menit setelah itu cuci dengan akuades mengalir 7) Beri larutan pemucat (ethanol 96%) setetes demi setetes hingga etanol yang jatuh berwana jernih namun jangan terlalu banyak (overdecolorize) lalu cuci dengan akuades mengalir 8) Terakhir meneteskan safranin dan tunggu ± 45 detik lalu dicuci kembali dengan akuades 66 9) Mengeringkan preparat dengan kertas tissue yang ditempelkan di sisi ulasan namun jangan sampai merusak ulasan lalu di biarkan mengering di udara. 10) Setelah itu periksa dengan mikroskop (perbesaran 100 x 10). Pewarnaan gram 67 Lampiran 5. Prosedur uji motilitas (BSN 2009) a) Mengambil isolat dengan jarum Őse lurus dan inokulasikan dengan menusukkan pada media semi solid SIM atau MIO media. b) Selanjutnya inkubasikan pada suhu 25 °C dan 37 °C selama 24 jam - 48 jam. c) Reaksi positif ditandai oleh adanya pertumbuhan bakteri yang menyebar hasil negatif menunjukan bakteri hanya tumbuh pada daerah tusukan saja. Berikut gambar 13 reaksi motility Reaksi motilitas 68 Lampiran 6. Prosedur uji katalase (BSN 2009) a) Koloni bakteri diambil satu ose secara aseptis dan diinokulasikan pada Object glass b) Dengan menggunakan pipet tetes, 3% H2O2 diteteskan pada Object glass secukupnya. c) Amati adanya gelembung untuk hasil positif dan tidak ada gelembung untuk hasil negatif (hati-hati membedakan antara gelembung yang muncul dari sel dengan kumpulan sel yang mengambang akibat ditambahi reagen). Reaksi katalase 69 Lampiran 7. Prosedur uji oksidase (BSN 2009) a) Membasahi kertas saring (filter paper) dengan pereaksi oksidase. b) Mengambil 1 loop isolat bakteri dengan jarum Őse (Őse platinum atau Őse plastic disposable),lalu digoreskan pada kertas saring yang sudah diberi pereaksi oksidase atau gunakan stik oksidase. c) Hasil berupa reaksi negatif jika tidak ada perubahan warna pada kertas saring dan positif jika terjadi perubahan warna biru keunguan pada goresan dalam waktu singkat. Berikut Gambar 15 hasil reaksi oksidase. Gambar 15. Reaksi oksidase 70 Lampiran 8. Uji Oksidatif-Fermentatif (BSN 2009) a) Menyiapkan 2 tabung berisi media O/F. b) Lalu mengambil isolat bakteri dengan jarum Őse lurus steril. c) Menginokulasikan isolat bakteri ke dalam tabung yang berisi media O/F dengan cara ditusukkan. d) Satu tabung diisi dengan parafin cair steril hingga ketinggian 1 cm di atas permukaan media O/F, sedangkan tabung lainnya tanpa parafin cair. e) Selanjutnya inkubasikan pada suhu 30 °C selama 24 jam. f) Reaksi negatif jika tidak ada perubahan warna pada kedua tabung reaksi. g) Reaksi oksidatif positif jika terjadi perubahan warna media pada tabung tidak tertutup parafin cair dari hijau ke kuning. h) Reaksi fermentatif positif jika terjadi perubahan warna dari hijau ke kuning pada tabung yang tidak tertutup parafin cair maupun yang tertutup. 71 Lampiran 9. Prosedur BBL Crystal ID GP 1. Keluarkan produk dari pembungkusnya, setelah dikelurkan harus segera digunakan karena tidak boleh dibiarkan lebih dari 1 jam karena akan merusak kandungan kimia didalamnya. 2. Ambil isolat bakteri yang digunakan lalu di masukkan dalam tabung reaksi yang berisi larutan saline yang sudah tersedia dalam paket. Setelah dimasukkan dalam larutan saline lalu divortex yang kekeruhannya 0,5 McFarland. Isolat dalam tabung reaksi kemudian dituangkan kedalam sumur BBL Crystal ID GP, 3. Ratakan larutan dalam sumur dengan menggoyang secara perlahan dan lembut hingga larutan terisi sampai permukaan lubang sumur BBL Crystal. 4. Setelah itu ditutup dengan penutup yang berisi bahan kimia yang berbentuk kristal, tutup hingga rapat hingga berbunyi “klik” 72 5. Setelah itu inkubasi selama 20-24 jam, lalu hasilnya dapat dilihat dengan terjadinya perubahan warna. 6. Lalu hasil yang diperoleh berupa data-data kemudian dimasukkan dalam data bank BBL Crystal. 73 Lampiran 10. Analisis asam amino (AOAC 1995) Preparasi Sampel 1. Menentukan kadar protein dari sampel dengan metode Kjeldahl 2. Masukkan sampel yang mengandung 3 mg protein kedalam ampul, tambahkan 1 mL HCl 6 N 3. Membekukan campuran tersebut dalam es kering-aseton. Gunakan “Freeze dryer” yang dihubungkan dengan pompa vakum, untuk mengeringbekukan sampel. 4. Mengeluarkan udara yang ada dalam sampel yang telah dibekukan dengan cara : Keluarkan ampul dari dalam es kering-aseton. Pada saat campuran mencair, udara yang terlarut dalam sampel akan keluar. Jika gelembung udara terlalu banyak, atau keluar terlalu cepat, masukkan kembali ampul ke dalam es kering-aseton, dan divakum kembali. Cara ini diulangi sampai udara yang ada dalam sampel keluar seluruhnya. Jika masih ada gelembung udara, tambahkan 1 atau 2 tetes n-oktil alkohol sebagai anti bubbling. 5. Ampul divakum kembali selama 20 menit, kemudian tutup bagian tengah tabung dengan cara memanaskannya di atas api. 6. Memasukkan ampul yang telah ditutup ke dalam oven pada suhu 110ºC selama 24 jam. 7. Mendinginkan sampel yang telah dihidrolisis pada suhu kamar. Pindahkan isinya ke dalam labu evaporator 50 mL, bilas ampul dengan 2 mL HCl 0,01 N dan masukkan cairan bilasan ke dalam labu evaporator, ulangi 2-3 kali. 8. Mengeringkan sampel dengan menggunakan “freeze dryer” dalam keadaan vakum, untuk mengubah sistein menjadi sistin tambahkan 10 – 20 mL air ke dalam sampel dan keringkan dengan freeze dryer, ulangi 2 – 3 kali. 9. Menambahkan 5 mL HCl 0,01 N ke dalam sampel yang telah dikeringkan, larutan sampel ini siap untuk dianalisis 74 Pembuatan pereaksi OPA Larutan stok pereaksi OPAterdiri dari OPA : 50 mg Metanol : 4 mL Merkaptoetanol : 0,025 mL Brij-30 30% : 0,050 mL Buffer borat 1M, pH = 10,4 : 1 mL Melarutkan 50 mg OPA dalam 4 mL metanol dan tambahkan merkaptoetanol. Di kocok dengan hati-hati campuran tersebut, lalu menambahkan larutan brij-30 30% dan buffer borat. Simpan larutan dalam botol berwarna gelap pada suhu 4ºC dan akan stabil selama 2 minggu. Pereaksi derivatisasi dibuat dengan cara mencampurkan satu bagian larutan stok dengan dua bagian larutan buffer Kalium Borat pH 10,4 dan harus dibuat segar setiap hari. Fase Mobil Bufer A : Na-Asetat (pH 6,5) 0,025 M Na-EDTA 0,05 % Metanol 9,00 % THF 1,00 % Buffer A : terdiri dari komposisi di atas yang dilarutkan dalam 1 liter air HP. Buffer ini harus disaring dengan kertas milipore 0,45 µm dan akan stabil selama 5 hari pada suhu kamar bila disimpan dalam botol berwarna gelap yang diisi dengan gas He atau Nitrogen. Buffer B : terdiri dari metanol 95 % dan air HP. Lakukan penyaringan dengan kertas milipore 0,45 mikron. Larutan ini akan stabil dalam waktu tak terbatas. Kondisi Alat Mengatur kondisi HPLC sebagai berikut: Kolom : Ultra techspere Laju aliran fase mobil : 1 mL/menit Detektor : Fluoresensi Fase mobil : Buffer A dan Buffer B dengan gradient sebagai berikut: 75 Waktu (menit) 0 1 2 5 13 15 20 22 26 28 38 Laju aliran fase mobil (mL/menit) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 % Buffer B 0 0 15 15 42 42 70 100 100 0 0 Membuat grafik hubungan antara waktu (menit) sebagai absis dengan % B sebagai ordinat. Analisis asam amino 1. Melarutkan sampel yang telah dihidrolisis (B-9) dalam 5 mL HCl 0,01N kemudian saring dengan kertas milipore. 2. Menambahkan Buffer Kalium Borat pH 10,4 dengan perbandingan 1 : 1. Lalu kedalam vial kosong yang bersih masukkan 10 µl sampel dan tambahkan 25 µl pereaksi OPA, biarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. 3. Menginjeksikan ke dalam kolom HPLC sebanyak 5 µl kemudian tunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai. Waktu yang diperlukan sekitar 25 menit.Konsentrasi asam amino (dinyatakan dalam µmol AA) dalam sampel. Perhitungan Konsentrasi asam amino (dinyatakan dalam µmol AA) dalam sampel 76 Persen asam amino dalam sampel adalah: = µmol AA x Mr. AA x 100 µg sampel AA Asp Glu Ser Mr 133.1 147.1 His Gly Thr Arg Ala Tyr Met 105.09 155.16 75.07 119.12 174.2 Val Phe Ileu Leu Lys 89.09 181.19 149.21 117.15 165.19 131.17 131.17 146.19 Kadar asam amino dalam sampel (mg/g protein) Kadar protein (Apriyantono et al. 1989) Skor asam amino (Mc Laughlan et al. 1959 diacu dalam Muchtadi 2010) Contoh perhitungan : Kadar protein sampel (% b/k) Kadar asam amino fenilalanin dalam sampel (mg/g protein) : 77 Lampiran 11. Analisis asam lemak (AOAC 1995) Preparasi contoh (hidrolisis & esterifikasi) 1. Menimbang 20 – 30 mg contoh lemak atau minyak dalam tabung bertutup teflon 2. Menambahkan 1 mL NaOH 0,5 N dalam metanol dan panaskan dalam penangas air selama 20 menit 3. Selanjutnya tambahkan 2 mL BF3 16 % dan 5 mg/mL standar internal, panaskan lagi selama 20 menit 4. Kemudian didinginkan, lalu menambahkan 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL heksana, kocok dengan baik 5. Memindahkan lapisan heksana dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung yang berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat, biarkan 15 menit 6. Memisahkan fasa cair selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas Analisis komponen asam lemak, sebagai FAME 1. Mengatur kondisi alat sebagai berikut : Kolom Dimensi kolom Film Tickness Laju alir N2 Laju alir H2 Laju alir udara Suhu injektor Suhu detektor Suhu kolom - kolom temperatur Ratio Inject Volum Linier Velocity : Cyanopropil methyl sil (capillary column) : p = 60 m, Ø dalam = 0.25 mm, 025 m : 20 mL/menit : 30 mL/menit : 200 – 250 mL/menit : 200ºC : 230ºC : Program temperatur : awal 190oC diam 15 menit Akhir 230 oC diam 20 menit Rate 10oC/ menit :1:8 :1 L : 20 cm/sec 2. Menginjeksikan pelarut sebanyak 1 µl ke dalam kolom. Bila aliran gas pembawa dan sistem pemanasan sempurna, puncak pelarut akan nampak dalam waktu kurang dari 1 menit 78 3. Setelah pena kembali ke nol (baseline) injeksikan 5 µl campuran standar FAME. Bila semua puncak sudah keluar, injeksikan 5 µl contoh yang telah dipreparasi (A) 4. Ukur waktu retensi dan puncak masing-masing komponen. Jika rekorder dilengkapi dengan integrator, waktu retensi dan luas puncak langsung diperoleh dari integrator 5. Bandingkan waktu retensinya dengan standar untuk mendapatkan informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh 6. Untuk metode internal standar, jumLah dari masing-masing komponen dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Cx = Ax . R Cs As Dimana: Cx Cs Ax As R = = = = = Konsentrasi komponen x Konsentrasi standar internal Luas puncak komponen x Luas puncak standar internal Respon detektor terhadap komponen x relatif terhadap standar 7. Untuk metode eksternal standar, lakukan preparasi yang sama, hanya contoh dan standar dilakukan secara terpisah, tidak ada penambahan larutan standar kedalam contoh. JumLah kandungan komponen dalam contoh dihitung sebagai berikut : Ax x C standar x V contoh x 100 % As 100 gram contoh Cara Penentuan R Membuat suatu campuran X (murni) dan S dengan jumLah W x dan Ws yang diketahui dan dibuat kromatogramnya. Dalam hal ini, Wx Ws = Ax . Rx dan = As . Rs Dari hubungan ini, maka R dapat dihitung sebagai R = Rx = Rs Wx . As Ws . Ax 79 Lampiran 12. Contoh penghitungan total bakteri Jumlah koloni per pengenceran 10 10-2 10-3 10-4 TBUD 129 87 4 TBUD 169 28 14 Jumlah total bakteri (koloni/g) -1 1,5 x 104 Cara penghitungan jumlah total bakteri adalah sebagai berikut : Koloni per ml = jumlah koloni per cawan x Koloni per ml = 149 x 1/10-2 = 149 x 104 80 Lampiran 13. Hasil streak kuadran isolat Isolat 1 Isolat 2 Isolat 3 Isolat 4 Isolat 5 81 Lampiran 14. Morfologi bentuk bakteri Sumber : Hadioetomo 1993 82 Lampiran 15. Standar McFarland Dalam mikrobiologi standar McFarland digunakan untuk mengetahui kekeruhan bakteri dalam larutan. Adapun kandungan dalam standar McFarland adalah sebagai berikut : McFarland Nephelometer Standards : McFarland Standard 1.0% Barium chloride (ml) 1.0% Sulfuric acid (ml) Approx. cell density (1X10^8 CFU/mL) % Transmittance* Absorbance* 0.5 0.05 9.95 1.5 74.3 0.132 1 0.1 9.9 3.0 55.6 0.257 2 0.2 9.8 6.0 35.6 0.451 Berikut adalah gambar kekeruhan standar McFarland 0.5 1 2 3 0.3 9.7 9.0 26.4 0.582 4 0.4 9.6 12.0 21.5 0.669 83 Lampiran 16. Hasil perubahan warna dan deteksi menggunakan sinar UV (ultra violet) setelah diinkubasi Isolat iso 1 Isolat iso 2 Isolat iso 3 Isolat iso 4 Isolat iso 5 84 Lampiran 17. Kunci identifikasi bakteri Gram positif (Cowan 1974) 85 Lampiran 18. Hasil identifikasi BBL crystal isolat 1 Lampiran 19. Hasil identifikasi BBL crystal isolat 2 86 87 Lampiran 20. Hasil identifikasi BBL crystal isolat 3 88 Lampiran 21. Hasil identifikasi BBL crystal isolat 4 89 Lampiran 22. Hasil identifikasi BBL crystal isolat 5 93 Lampiran 23. Hasil perubahan warna dan deteksi sinar uv serta hasil identifikasi bakteri Hasil Kode Substrat (+) (-) FCT Fluorescent negative control n/a n/a FGC 4MU-β-Dglucoside blue fluorescence blue fluorescence >FCT well ≤FCT well blue fluorescence blue fluorescence >FCT well ≤FCT well FVA FPH FGS FPY FTR L-valineAMC Lblue phenylalanine- fluorescence AMC >FCT well blue fluorescence 4MU-α-Dcellobioside blue fluorescence blue fluorescence >FCT well ≤FCT well Lpyroglutamic acid-AMC blue fluorescence blue fluorescence >FCT well ≤FCT well L-tryptophanAMC blue fluorescence blue fluorescence >FCT well ≤FCT well Hasil Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Iso 1 Iso 2 √ √ √ √ √ √ Iso 3 Iso 4 Iso 5 √ √ √ √ √ √ √ √ √ ≤FCT well √ √ 90 94 91 Lanjutan dari lampiran 23…… FAR FGA FHO FGN FIS L-arginineAMC blue fluorescence blue fluorescence >FCT well ≤FCT well 4MU-Nacetyl-β-Dglucosaminide blue fluorescence blue fluorescence >FCT well ≤FCT well 4MUphosphate blue fluorescence blue fluorescence >FCT well ≤FCT well blue fluorescence blue fluorescence >FCT well ≤FCT well blue fluorescence blue fluorescence >FCT well ≤FCT well 4MU-β-Dglucuronide L-isoleucineAMC √ √ √ TRE Trehalose Emas/kuning Orange/merah LAC Lactose Emas/kuning Orange/merah MAB Methyl-α & βglucoside Emas/kuning Orange/merah SUC Sucrose Emas/kuning Orange/merah √ MNT Mannitol Emas/kuning Orange/merah √ MTT Maltotriose Emas/kuning Orange/merah ARA Arabinose Emas/kuning Orange/merah √ 95 Lanjutan dari lampiran 23……… GLR Glycerol Emas/kuning Orange/merah FRU Fructose kuning Tak berwarna √ BGL p-n-p-β-Dglucoside kuning Tak berwarna √ PCE p-n-p-β-Dcellobioside kuning Tak berwarna √ PLN Proline & Leucine-pnitroanilide kuning Tak berwarna PHO p-n-pphosphate kuning Tak berwarna PAM p-n-p-α-Dmaltoside kuning Tak berwarna √ PGO ONPG & kuning Tak berwarna √ Aqua/biru Kuning/hijau Coklat/maroon bening √ ungu Kuning/abuabu √ p-n-p-α-Dgalactoside URE Urea ESC Esculin ARG Arginine √ √ √ √ √ √ √ √ √ Keterangan : (√) menunjukkan adanya aktivitas 92 93 Lampiran 24. Kromatogram asam amino produk fermentasi telur ikan tambakan 94 Lampiran 25. Kromatogram asam amino bebas produk fermentasi telur ikan tambakan 95 Lampiran 26. Kromatogram asam lemak produk fermentasi telur ikan tambakan