Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1607 K/PDT/2013 Mengenai Keabsahan Akta Hibah Saham Yang Tidak Memenuhi Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ARIESTA WIBISONO ANDITYA ARIKANTI NATAKUSUMAH MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA E-mail: [email protected] Abstrak Selain mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang diperbarui dengan UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, dalam pembuatan akta perseroan, Notaris harus memperhatikan Undang-Undang yang lain, khususnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam hal ini, Notaris harus cermat, teliti, dan seksama dalam memahami dan mematuhi ketentuan dalam sebuah Perseroan atas pembuatan akta berkaitan dengan Perseroan. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan analisis kasus dengan mengumpulkan data sekunder dan hasil wawancara guna menunjang penulisan. Analisis kasus dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1607 K/Pdt/2013, dimana pembuatan akta hibah atas saham dilakukan tanpa mematuhi ketentuan dalam Perseroan yang menyebabkan pengalihan hak atas saham tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan. Pembuatan akta dibuat secara Notariil yang kemudian mengalami degradasi karena terdapat cacat pada akta tersebut. Tidak dapat dipenuhinya syarat subjektif dalam sebuah akta menjadikan cacat pada akta dan menyebabkan akta tersebut menjadi dapat dibatalkan. Kata kunci : Hibah Saham, Kebatalan Akta, Notaris, Pengalihan Hak Abstract Instead of regarding the rules in Indonesian Law Number 2 Year 2014 amendment of Indonesian Law Number 30 Year 2004 concerning Regulation of Notary Office, Notary, on making limited liability companyrelated deed, should be aware of relevant regulations, in this case, Indonesian Law Number 40 Year 2007, concerning Law of Limited Liability Company. It is very important to Notary to be precise and careful when making the deed related to limited liability company.This research is done using literature method and an analysis over a case which is completed by collecting primary and secondary data to support the reference of this thesis. The case to be analysed in this thesis, conducted from Judgement of Supreme Court of Republic of Indonesia Decree Number 1607 K/Pdt/2013, in which, the Notary, who made the share grant deed did not obey the regulations concerning limited liability company causing the deed annulable and not valid, therefore resulted deed nullification of such grant share deed. When a party could not carry out subjective condition of an agreement, therefore the agreement is voidable. Key words : Share Grant, Deed Nullification, Notary, Transfer of Possession Pendahuluan Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat oleh negara dengan kewenangankewenangan khusus yang dimilikinya, dan bertugas untuk membantu masyarakat. Undang1 Universitas Indonesia Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) memberikan kewenangankewenangan kepada Notaris dimana salah satunya adalah kewenangan membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh para pihak, sepanjang pembuatan akta tidak ditugaskan kepada pejabat lain. Dalam Staatsblad 1860-3 Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (selanjutnya disebut PJN) dikemukakan bahwa notaris ialah pejabat umum satu-satunya yang berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan yang dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktenya dan memberikan grosse, salinan, dan kutipannya, semuanya sepanjang akta itu oleh suatu peraturan tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain, 1 dalam menjalankan profesinya notaris mendapat ijin praktek dari Menteri Kehakiman, dan dalam hal ini pekerjaan adalah membuat akta autentik. Akta autentik berperan penting dalam hubungan hukum masyarakat, karena dapat digunakan sebagai alat bukti dari peristiwa hukum yang telah dilakukan, baik dalam persidangan acara perdata maupun acara pidana. Alat-alat bukti dalam acara perdata ditentukan secara limitatif pada Pasal 164 HIR.2 Akta autentik termasuk dalam jenis alat bukti tertulis, namun tidak semua tulisan dapat menjadi alat bukti di persidangan. Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa “tulisan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti adalah segala sesuatu yang memuat tanda baca yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.”3 Tulisan atau surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi surat yang merupakan akta, dan surat-surat lainnya yang bukan akta. Akta dibagi menjadi akta autentik dan akta dibawah tangan. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyebutkan definisi mengenai akta autentik. Akta autentik dibagi menjadi akta yang dibuat 1 G.H.S.Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999, hlm.31. 2 Tan Thong Kie, Studi Notariat serba-serbi Praktek Notaris, PT. Icthiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, hlm. 31. 3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hlm. 38. 2 Universitas Indonesia oleh pejabat (acte ambtelijk), dan akta yang dibuat oleh para pihak dihadapan pejabat yang berwenang (acte partij).4 Sehubungan dengan kewenangan notaris dalam membuat akta, maka sudah seharusnya notaris dalam melaksanakan tugasnya mempunyai kode etik profesi, karena notaris merupakan profesi yang terhormat (officium nobile) yang memerlukan integritas serta kualifikasi tersendiri.5 Secara tidak langsung sebagai sebuah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile) dan sebagai sebuah profesi yang membutuhkan kecermatan, maka tanggung jawab seorang profesional terhadap klien sangat berat tetapi secara tidak langsung hal tersebut mau tidak mau harus dijalankan sesuai dengan standart kode etik notaris yang berlaku, dimana ia harus memegang teguh etika profesi, memegang teguh etika profesi sangat erat hubungannya dengan pelaksanaan tugas profesi dengan baik, karena didalam kode etik profesi itulah ditentukan segala prilaku yang dimiliki oleh seorang notaris. Notaris yang melakukan profesinya dibidang hukum dengan sebaik-baiknya haruslah juga berbahasa Indonesia yang sempurna, sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia dan nasional.6 Peran Notaris yang besar dalam pembuatan akta membuat Pemerintah membutuhkan adanya pengawasan terhadap Notaris, yang dilakukan oleh Majelis Pengawas. Notaris harus selalu bersikap hati- hati agar tidak melakukan kesalahan dalam pembuatan akta autentik, namun tidak tertutup kemungkinan masih terdapat kesalahan yang dilakukan Notaris. Pihak yang dirugikan karena kesalahan Notaris dalam pembuatan akta dapat meminta pertanggungjawaban Notaris dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Salah satu bentuk gugatan terhadap Notaris terkait pembuatan akta autentik terlihat dalam perkara nomor 1607 K/PDT/2013 juncto 09/PDT.G/2012/PT.BKL juncto 23/PDT.G/2011/PN.BKL, yang melibatkan Notaris sebagai Termohon Kasasi I dahulu Tergugat I Konvensi/Tergugat II Intervensi/ Tergugat II Rekonvensi/Pembanding. Pemohon Kasasi I dahulu Penggugat Konvensi/Tergugat I Rekonvensi/Tergugat I Intervensi/Terbanding adalah PT. BSM yang merupakan pemilik saham mayoritas pada PT. BMQ, dan Notaris M adalah Notaris yang membuat akta-akta PT. BMQ. Pemohon Kasasi I mengetahui bahwa telah dibuat akta hibah saham PT. BMQ Nomor 18 tanggal 13 Agustus 4 G.H.S Lumban Tobing, loc.cit, hlm. 45. 5 Komar Andasasmita, Notaris I Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris/Notariat, Ikatan Notaris Indonesia, Jakarta, 1991, hlm. 23. 6 Iwan Budisantoso, Tanggung Jawab Profesi Notaris Dalam Menjalankan Dan Menegakkan Hukum Di Indonesia, Diakses dari http://hukum.kompasiana.com/2011/03/11/ tanggung-jawab-profesi-notaris-dalammenjalankan-dan-menegakkan-hukum-di-indonesia\, pada tanggal 10 September 2014. 3 Universitas Indonesia 2011 oleh Notaris M, yang menghibahkan seluruh saham milik Pemohon Kasasi I pada PT. BMQ kepada YRS. Penggugat mendalilkan bahwa tidak pernah terjadi hibah saham kepada pihak lain. Notaris M berdalih bahwa pembuatan akta hibah saham telah dibuat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena didasarkan atas permintaan Penghadap, yaitu HN. Penghadap juga membawa risalah rapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) PT. BMQ tanggal 13 Agustus 2011 yang isinya mengenai persetujuan RUPS atas dilakukannya hibah saham milik Penggugat. Pemindahan hak atas saham harus dilakukan dengan akta pemindahan hak berdasarkan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), yang dapat berupa akta yang dibuat dihadapan Notaris maupun akta dibawah tangan. Majelis Hakim dalam amar putusannya menyatakan Notaris telah melakukan perbuatan melawan hukum. UUJN menyebutkan bahwa akta autentik pada hakikatnya memuat kebenaran formil sesuai dengan yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Keterangan yang terdapat dalam akta notaris harus diterima, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya dihadapan persidangan pengadilan. Notaris yang telah memenuhi semua tata cara dan persyaratan dalam pembuatan akta sesuai peraturan perundang-undangan dan telah sesuai dengan kehendak para pihak tidak dapat dituntut melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Tulisan yang berjudul "Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 1607 K/PDT/2013 Mengenai Keabsahan Akta Hibah Saham Yang Tidak Memenuhi Ketentuan Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas," akan meneliti dan membahas mengenai tanggung jawab Notaris yang membuat Akta Hibah Saham yang tidak memenuhi ketentuan dalam perseroan dihubungkan dengan peraturan positif mengenai Peraturan Jabatan Notaris serta akibat hukum yang terjadi dari pembuatan Akta Tersebut. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini dapat penulis rumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah keabsahan akta Notaris dalam Pembuatan Akta Hibah Saham tanpa dipenuhinya ketentuan dalam perseroan dalam kasus antara PT. AI, PT. BKLMQ dan PT. BMQ ? 2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum yang diterapkan oleh hakim kepada Notaris M dalam kasus tersebut ? 4 Universitas Indonesia Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjang wawasan mahasiswa Notariat khususnya dan pembaca umumnya untuk menghadapi sengketa dalam pembuatan perjanjian, khususnya mengenai perjanjian pemindahan hak atas saham. Tinjauan Teoritis Dalam menjalankan jabatannya seorang Notaris bertanggung-jawab menurut kode etik jabatannya dan kelak dipertanggung-jawabkan di hadapan Dewan Kehormatan Daerah Dalam ajaran atau doktrin hukum Eropa Kontinental. Seorang Notaris berkewajiban untuk mencegah terjadinya sengketa dalam setiap pembuatan akta-akta dihadapannya, Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Peraturan Jabatan Notaris (kemudian disebut sebagai UUJN) dalam menjalankan jabatannya mewajibkan Notaris untuk bertindak jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak serta menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum dalam menjalankan jabatannya. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. 7 Dan Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op Het Notaris Ambt Indonesie) Stbl. 1860 Nomor 3 menyatakan bahwa Notaris adalah Pejabat Umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang menurut peraturan perundang-undangan diharuskan atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan atau kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan perundangan tidak juga ditugaskan atau menjadi wewenang khusus dari pejabat atau orang lain. Notaris di Indonesia termasuk ke dalam bentuk Notaris profesional atau fungsionaris karena memiliki ciri bahwa akta Notaris haruslah dibuat di hadapan atau oleh Notaris sehingga mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sempurna dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Yang mana kewenangan tersebut diberikan oleh negara kepada Notaris sebagai 7 Republik Indonesia, Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN No. 5491, jo. Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, LN No. 117 Tahun 2004, TLN No. 3342, Op. Cit., Pasal 1 ayat (1). 5 Universitas Indonesia pejabat yang berwenang untuk membuat akta autentik setelah Notaris tersebut diangkat dan diambil sumpahnya. Dalam menjalankan jabatannya tersebut, Notaris dibatasi oleh etika, yaitu Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris adalah kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan INI berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan yang ditentukan atau diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.8 Sejalan dengan cita-cita organisasi Notaris di Indonesia yaitu dalam menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan menjujung tinggi nilai moral serta akhlak yang mulia, maka sebelum menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan menteri atau pejabat yang ditunjuk. Di dalam UUJN terdapat pengaturan mengenai kewenangan Notaris, tepatnya pada Pasal 15 yaitu : Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan keteapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang bekepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Atas kewenangannya tersebut Notaris dibebani tanggung jawab atas akta autentik yang dibuatnya, bentuk pertanggung jawaban yang dibebankan kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya antara lain sebagai berikut:9 1. Tanggung jawab Notaris secara perdata atas akta yang dibuatnya, dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materiil akta, dalam konstruksi perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum di sini dalam sifat aktif maupun pasif. Aktif, dalam arti melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain, sedangkan pasif, dalam arti tidak melakukan perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian. Jadi, unsur dari perbuatan melawan hukum di sini yaitu adanya perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan. Perbuatan melawan hukum di sini diartikan luas, yaitu suatu perbuatan tidak saja melanggar undang- 8 Ibid, Pasal 1 angka (2). 9 Anke Dwi Saputro, Ed, Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang, dan Di masa Datang, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal. 82. 6 Universitas Indonesia undang, tetapi juga melanggar kepatutan, kesusilaan atau hak orang lain dan menimbulkan kerugian. Tanggung jawab Notaris dalam ranah hukum perdata ini, termasuk di dalamnya adalah tanggung jawab perpajakan yang merupakan kewenangan tambahan Notaris yang diberikan oleh Undang-Undang perpajakan. 2. Tanggung jawab Notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya. Pidana dalam hal ini adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang Notaris dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta, bukan dalam konteks individu sebagai warga Negara pada umumnya. Unsur-unsur perbuatan pidana meliputi: a. Perbuatan manusia; b. Memenuhi rumusan peraturan perundang-undangan, yaitu memenuhi asas legalitas, nullum delictum nulla poena sine praevua lege poenali yaitu tiada suatu perbuatan yang dilarang atau diancam dengan pidana bilamana undangundang tidak menyatakan demikian; c. Bersifat melawan hukum d. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN); e. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan Kode Etik Notaris. Tanggung jawab Notaris dalam hal pembuktian atas suatu perkara di muka persidangan bilamana atas akta yang dibuatnya telah terjadi suatu tindak pidana yang mewajibkan Notaris untuk memberikan keterangan dan kesaksiannya berkaitan dengan aspek formil maupun materiil akta. Sanksi perdata sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN, sebelumnya telah diatur dalam Pasal 60 PJN. Syarat yang harus dipenuhi agar Pasal 60 PJN dapat diterapkan yaitu:10 1. Didalam hal-hal yang secara tegas ditentukan oleh PJN; 2. Jika suatu akta karena tidak memenuhi syarat-syarat mengenai bentuk (gebruik in de vorm), dibatalkan dimuka pengadilan atau dianggap hanya berlaku sebagai akta yang dibuat dibawah tangan; 10 G.H.S Lumban Tobing, Op. Cit., Hal. 324-325. 7 Universitas Indonesia 3. Dalam hal dimana menurut ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1365, 1366 dan 1367 KUHPer terdapat kewajiban untuk membayar ganti kerugian. Dalam Pasal 84 UUJN telah ditegaskan, akta yang tidak memenuhi syarat tersebut menjadi akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum, yang berarti akta tersebut serta-merta menjadi akta di bawah tangan atau batal demi hukum tanpa perlu dibuktikan terlebih dahulu, maka dalam hal ini tetap perlu ada pihak yang menilai dan membuktikan bahwa akta yang bersangkutan tidak memenuhi syarat-syarat sebagai akta Notaris. Sebelum sampai pada kesimpulan bahwa akta yang bersangkutan menjadi akta di bawah tangan atau batal demi hukum, maka terlebih dahulu harus ada pembuktian. Bisa saja menurut para pihak tidak memenuhi syarat, tapi menurut Notaris telah memenuhi syarat, dengan demikian jika terjadi seperti ini harus ada pembuktian bahwa akta yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan pasal-pasal yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN.11 Adapun tindak pidana yang berpotensi dilakukan oleh Notaris di antaranya12: 1. Pemalsuan dokumen atau surat (pasal 263 dan pasal 264 KUHPidana). Contoh 1: Pemalsuan surat setoran bea (SSB) perolehan hak atas tanah dan bangunan (“BPHTB”) dan surat setoran pajak (SSP). Contoh 2: Membuat akta padahal mengetahui syarat-syarat untuk membuat akta tersebut tidak dipenuhi. Misalnya, dalam pembuatan perjanjian kredit antara bank dan nasabah. Notaris tetap membuat akta perjanjian tersebut, meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah. Konsekuensi pembuatan akta seperti itu oleh Notaris bisa menyebabkan seseorang kehilangan haknya. 2. Penggelapan (Pasal 372 dan Pasal 374 KUHP). Misalnya, penggelapan BPHTB yang dibayarkan klien. 3. Pencucian uang (UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang). Modusnya, pemilik uang melakukan pembelian saham yang kemudian dicatat dalam akta notaris. Modus pembelian saham memudahkan pelaku pencucian uang untuk memindahkan uang. Jika berbentuk saham, otomatis uang hasil kejahatan menjadi sah, sehingga mudah dipindahkan sesuai keinginan pelaku tindak pidana. Karenanya, Notaris sebagai profesi bertugas 11 Habib Adjie, Op Cit, Hal. 202-203. 12 Hukum Online, Kolom Pertanyaan : Unsur-unsur Pidana Yang Dihadapi Notaris Dalam Menjalankan Jabatannya, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl5135/unsur-unsur-pidana-yang-dihadapinotaris-dalam-menjalankan-jabatannya diunduh pada tanggal 22-09-2014. 8 Universitas Indonesia membuat akta pendirian perusahaan dan jual beli saham diminta mewaspadai kemungkinan terjadinya pencucian uang. 4. Memberikan keterangan palsu di bawah sumpah (pasal 242 KUHP). Contohnya, kasus keterangan palsu yang diberikan seorang Notaris yang menjadi saksi dalam sebuah perkara pidana. Akta Notaris sebagai akta yang memiliki sifat otentisitas dan wajib diterima oleh hukum dalam kenyataannya mampu memberikan 3 (tiga) akibat hukum, yaitu: 1. Menghilangkan hak; 2. Menimbulkan hak, dan; 3. Mengalihkan hak. Suatu akta Notaris dapat menghilangkan hak atau memberikan akibat hukum bahwa seseorang pemegang hak atas kebendaan tersebut kehilangan haknya. Selain itu suatu akta Notaris dapat pula menimbulkan hak (pemilikan) kepada seseorang. Disisi lain, akta Notaris tidak hanya bisa menghilangkan hak dan menimbulkan hak atas suatu kebendaan, tetapi juga dapat memberikan akibat hukum pengalihan atas suatu hak (mengalihkan hak). Akibat hukum akta Notaris yang dapat mengalihkan suatu hak bermakna bahwa hak atas kebendaan tersebut dilepaskan oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lain melalui suatu akta. Aspek lahiriah dari akta Notaris dalam yurisprudensi Mahkamah Agung bahwa akta Notaris sebagai alat bukti berkaitan dengan tugas pelaksanaan tugas jabatan Notaris, contohnya Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973, yang menegaskan bahwa judex factie dalam amar putusannya membatalkan Akta Notaris, hal ini tidak dapat dibenarkan, karena Pejabat Notaris fungsinya hanya mencatatkan (menuliskan) apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materiil hal-hal yang dikemukakan oleh penghadap Notaris tersebut. 13 Kebatalan akta Notaris pada dasarnya dapat terjadi apabila adanya suatu paksaan, cacat, atau dikehendaki oleh para pihak yang membuat akta tersebut dihadapan Notaris. Di dalam suatu pembuatan akta yang dilakukan, Notaris dapat memberikan nasehat atau penyuluhan hukum dan menjelaskan kepada pihak‐ pihak yang bersangkutan. Salah satunya adalah atas setiap kata yang dibuat dalam akta harus dijelaskan oleh Notaris, karenanya dalam proses pembuatan dan pemenuhan persyaratan‐ persyaratan pembuatan akta memerlukan keseksamaan dan kecermatan. Jika keseksamaan dan kecermatan itu diabaikan, 13 Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973, M. Ali Boediarto, Op.Cit., Hal. 148. 9 Universitas Indonesia maka dapat terjadi kebatalan ataupun degradasi akta Notaris atau dengan kata lain akta tersebut tidak dapat dikatakan sebagai akta autentik. Dalam hal pemindahan hak atas saham yang diteliti dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1607 K/Pdt/2013 terbukti bahwa akta tersebut tidak dibuat dengan seksama dan cermat oleh Notaris. Pengalihan hak (pemindahan hak) atas saham ini sesuai UUPT Pasal 56 ayat (1) harus dilakukan dengan Akta Pemindahan Hak Atas Saham yang dapat berupa akta bawah tangan atau akta autentik (akta Notaris). Sebelum dilaksanakan pemindahan, harus dilaksanakan penawaran kepada pemegang saham yang lain dan diikuti segera dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Setelah prosedur tersebut dilaksanakan, barulah kemudian Akta pemindahan hak atau salinannya beserta Pernyataan Keputusan Rapat disampaikan secara tertulis kepada Perseroan (Pasal 56 ayat (2)). Pemindahan hak atas saham sifatnya wajib dicatat dalam Daftar Pemegang Saham (DPS) oleh Direksi. Jika perubahan kepemilikan saham tersebut tidak dicatat dalam DPS, maka pemilik/pemegang hak yang baru belum mempunyai hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) juncto Pasal 52 ayat (2), yaitu: a. Hak untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; b. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan UUPT. Dalam AD dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu : a. Keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya; b. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau c. Keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 57 ayat 1) Persyaratan tersebut tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali keharusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berkenaan dengan pewarisan. (Pasal 57 ayat 2) Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga. (Pasal 58) 10 Universitas Indonesia Untuk melakukan pemindahan hak atas saham harus memperhatikan ketentuanketentuan yang diatur dalam UUPT maupun AD Perseroan. Pemindahan hak atas saham memerlukan persetujuan dari Organ Perseroan, misalnya Persetujuan RUPS atau Persetujuan Dewan Komisaris, jika memang AD Perseroan menetapkan harus adanya persetujuan tersebut. Sehingga apabila AD Perseroan tidak menentukan diperlukannya persetujuan dari Organ Perseroan maka persetujuan tersebut tidak diperlukan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 57 ayat 1 UUPT. Jika AD Perseroan mensyaratkan untuk pemindahan hak atas saham tersebut harus memperoleh persetujuan dari Organ Perseroan maka pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham tersebut atau penolakannya Diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut (pasal 59 ayat 1). Jika jangka waktu tersebut telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut (pasal 59 ayat 2). Dalam pemindahan hak atas saham tersebut disetujui oleh Organ Perseroan, pemindahan hak harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan (pasal 59 ayat 3). Direksi wajib memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri untuk dicatat dalam Daftar Perseroan. Pasal 56 ayat (3) UUPT menentukan bahwa pemberitahuan tersebut wajib dilakukan oleh Direksi Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak atas saham tersebut dalam DPS. Sehubungan dengan ketentuan tersebut maka pemberitahuan tersebut wajib dilakukan oleh Direksi Perseroan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak dicatat dalam DPS bukan sejak tanggal diadakannya RUPS untuk menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut atau juga bukan sejak dibuatnya akta pemindahan hak. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan suatu penelitian hukum normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengadakan penelusuran asas-asas hukum umum, untuk kemudian membuat suatu interpretasi terhadap peraturan hukum umum. Selanjutnya akan dilakukan 11 Universitas Indonesia pengujian hasil interpretasi terhadap teori dan atau prinsip-prinsip hukum umum. 14 Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu penelitian yang bermaksud untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori baru. Juga guna mengetahui gambaran mengenai jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang diajukan. Hasil Penelitian Penerapan sanksi pidana terhadap Notaris tidak dapat efektif dijalankan, karena dalam perkara ditemui banyak hambatan seperti kerugian yang tidak terhitung dan beralihnya saham yang tidak mudah ditelusuri sehingga apabila diselidiki akan memakan waktu dan biaya. Selain itu Notaris terbukti tidak mematuhi pasal 16 UUJN, yaitu pelanggaran terhadap kecermatan, keseksamaan, mandiri dan tidak memihak. Sehingga Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan diberi kepercayaan besar oleh Negara mengemban tugasnya menjadi tidak tercapai. Pembahasan Ringkasan singkat Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1607 K/Pdt/2013 dapat diambil garis besar bahwa gugatan bermula ketika Pemilik Saham NA, Direksi sah dari PT BSM menggugat Notaris M dan YRS (sebagai penerima saham yang tidak sah) karena merasa tidak melakukan sesuatu bentuk persetujuan bahwa akan ada pengalihan saham miliknya kepada orang lain, yaitu berupa : a. NA tidak merasa menghadap Notaris M untuk memberi persetujuan pengalihan saham tersebut; b. NA tidak pernah merasa berkehendak untuk menyetujui hal tersebut; Namun yang terjadi justru membuat seolah-olah NA menyetujui peralihan tersebut dengan membuat akta yang tidak sesuai ketentuan dalam Perseroan yang mana menurut UUPT Pasal 56, segala bentuk pengalihan hak atas saham harus mendapatkan persetujuan 14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 51. 12 Universitas Indonesia dari RUPS. Penghadap YRS meminta kepada Notaris M untuk melakukan langkah yang melompati prosedur ini, sehingga seolah-olah RUPS telah dilaksanakan. Adalah bukan sepenuhnya kesalahan Notaris M karena apabila menggunakan asas itikad baik, maka Notaris tidak dapat dipersalahkan karena ia hanyalah sebagai penulis perjanjian antara para pihak. Namun jika dalam peradilan Notaris ternyata secara terang tidak dapat membuktikan itikad baiknya, maka sesuai metode pembuktian terbalik, Notaris justru dijatuhi hukuman. Dalam kasus tersebut di atas Notaris M tidak dapat membuktikan asas itikad baik, dengan demikian dugaan adanya persekongkolan Notaris M dengan Penghadap telah ada dan telah direncanakan. Tindakan yang diambil oleh Notaris M telah melanggar UUJN yakni pasal 16 angka 1 huruf a yaitu, Notaris M tidak bertindak seksama, mandiri, tidak berpihak, yang dijatuhi sanksi menurut UUJN pasal 16 angka 11 yang menyatakan bahwa pelanggaran terhadap pasal 16 angka 1 huruf a sampai huruf l tersebut dapat dikenai sanksi berupa : a. peringatan tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat. Namun dalam kasus ini, selain dijatuhi perintah untuk membatalkan sejumlah aktanya, sesuai kasus, Notaris M dikenai sanksi ganti rugi sesuai pasal 1365 KUHPerdata jo Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I Nomor 2831 K/Pdt/1996 tanggal 7 Juli 1996 yakni karena adanya : a. Suatu perbuatan melawan hukum - adanya perbuatan Tergugat yang bersifat melawan hukum; b. Kerugian - adanya kerugian yang ditimbulkan pada diri Penggugat; c. Kesalahan dan kelalaian - adanya kesalahan atau kelalaian pada pihak Tergugat; d. Hubungan kausalitas - adanya hubungan kausalitas atau sebab akibat antara kerugian pihak Penggugat dengan kesalahan atau perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat. Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan bahwa : “Tiap-tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”; Pasal 1366 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Setiap orang bertanggungjawab, bukan hanya kerugian yang disebabkan perbuatanperbuatannya, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hatihatinya”; 13 Universitas Indonesia Berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata tersebut, unsur perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut: a. Adanya perbuatan (melawan hukum/onrechtmatig); b. Adanya kerugian (schadel), antara tindakan dan kerugian harus ada hubungan sebab akibat (causaliteitverband); c. Kerugian disebabkan kesalahan (schuld); Unsur perbuatan melawan hukum tersebut telah dipenuhi oleh Notaris M. Akan tetapi pada proses peradilan yang berlangsung hingga pada tingkat kasasi, keputusan final hakim dan para pihak yang bersengketa justru dengan menempuh jalan damai supaya tidak terjadi masalah yang berkelanjutan di masa yang akan datang, para pihak menyelesaikan perkara dengan menandatangani akta perdamaian. Selain tidak tercapainya sanksi yang membuat jera Notaris, ini menunjukkan bahwa tidak ada yang menang maupun kalah, justru yang merasa kuat harus menyamakan posisi agar semua tidak terlanggar haknya. Dalam sengketa ini telah jelas bahwa dalam proses beracara, hukum sangat dinamis. Apa yang telah tertulis pada sebuah peraturan dapat disimpangi dengan cara apapun. Simpulan Berdasarkan dari uraian-uraian sebagaimana telah dikemukakan dan dijabarkan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam kasus yang dibahas pada bab sebelumnya, terjadi permasalahan pada pembuatan akta hibah saham yang dibuat oleh Notaris M, yaitu dalam proses pembuatan suatu perjanjiannya terdapat pelanggaran ketentuan dasar Perseroan dalam pemindahan hak atas saham Pasal 56 UUPT bahwa pemindahan hak atas saham wajib menawarkan kepada pemegang saham lain terlebih dahulu dan melakukan RUPS, barulah dapat dilakukan pemindahan hak atas saham jika disetujui dalam RUPS, dan akta pemindahan yang telah dibuat harus diberitahukan ke Kementrian. Kemudian Pasal 1320 KUHPerdata tepatnya pelanggaran syarat subyektif dikarenakan salah satu pihak telah melakukan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) dengan menyalahgunakan keadaan pihak lainnya sehingga menciptakan cacat kehendak yang mengakibatkan pihak lain tersebut mengalami kerugian. Atas dasar terjadinya cacat kehendak, maka dari itu tidak tercapainya kata sepakat di antara kedua belah pihak (Pasal 1321 KUHPerdata), yang mana diketahui kata sepakat merupakan syarat subyektif dari sahnya perjanjian. 14 Universitas Indonesia Pelanggaran terhadap syarat subyektif perjanjian akan mengakibatkan perjanjian menjadi batal. Oleh karena itu akibat hukum dari akta hibah saham tersebut menjadi dapat dibatalkan. 2. Bentuk perlindungan hukum yang diterapkan oleh hakim kepada Notaris M dalam kasus tersebut diatas adalah menyediakan sarana untuk melakukan perdamaian karena telah terjadi sengketa dan kerugian yang sangat rumit penjabarannya, menyebabkan masalah sulit diselesaikan jika perkara diteruskan. Majelis Hakim mengabulkan permohonan perdamaian dan dengan ini berarti telah memberi sarana kepada para pihak dalam perkara untuk menemukan hukum terbaik tanpa menimbulkan masalah baru di kemudian hari. Namun hukuman semacam ini kurang tepat karena tidak melatih Notaris menjadi disiplin disebabkan unsur jera pada keputusan sanksi oleh hakim tidak ditemui, sehingga terdapat kemungkinan kejahatan akan terulang kembali. Saran Adapun saran yang ingin disampaikan dalam penulisan karya ilmiah ini, dalam pembuatan suatu akta hibah saham perseroan, Notaris, selain harus memenuhi pasal-pasal dalam UUJN, pasal-pasal dalam UUPT, juga harus memperhatikan keberadaan pasal-pasal dalam KUHPerdata mengenai pembuatan perjanjian serta KUHPidana dalam penerapan sanksi pidana untuk sebuah kejahatan pemalsuan akta. Kemudian wawasan mengenai aktaakta perseroan sebaiknya dibuat dalam sebuah temu wicara atau seminar pelatihan sehingga dapat memunculkan inisiatif para Notaris untuk lebih waspada serta tidak lupa untuk memberi kesadaran hukum dalam berperkara supaya Notaris tidak perlu risau menjalankan perannya dalam ranah peradilan. Daftar Referensi BUKU Adjie, Habib. Hukum Notaris Indonesia. Bandung : Refika Aditama, 2008. Andasasmita, Komar. Notaris I Peraturan Jabatan, Kode Etik dan Asosiasi Notaris/Notariat. Jakarta : Ikatan Notaris Indonesia, 1991. Anke Dwi Saputro, Ed. Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang, dan di Masa Datang. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. 15 Universitas Indonesia Budiono, Herlien. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan. Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Pustaka, 1991. Hadjon, Philipus M. Pemerintahan Menurut Hukum (Wet-en Rechmatig Bestuur). Cetakan I. Surabaya : Yuridika, 1993. Lotulung, Paulus Effendi. Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah – Seri ke-1: Perbandingan Hukum Administrasi dan Sistem Peradilan Administrasi (Edisi II dengan Revisi), Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993. Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta : Liberty, 1998. Prayitno, Roesnastiti. Kode Etik. Bahan Ajar. Universitas Indonesia. Satrio, J. Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993. Sentosa Sembiring. Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas. Bandung : Nuansa Aulia, 2006. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia, 2005. Subekti. Aneka Perjanjian. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995. Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta : Intermasa, 2001. Supriadi. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Cetakan 1. Jakarta : Sinar Grafika, 2006. Tan Thong Kie. Studi Notariat : Serba-serbi Praktek Notaris. Jakarta : PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994. Ten Berge, J.B.J.M., F.C.M.A. Michiels, Besturen Door de Overheid, Nederlands algemeen bestuursrecht 1. Deventer : W.E.J. Tjeenk Willink, 2002. _____________. Studi Notariat : Serba-serbi Praktek Notaris. Jakarta : Intermasa, 2007. Tobing, G.H.S Lumban. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta : Erlangga, 1999. Utrecht, E. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Surabaya : Tinta Mas, 1986. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004. Lembaran Negara Nomor 117. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3342. Tahun 2004. __________. Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756. __________. Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014. Lembaran Negara Nomor 3 Tahun 2014. Tambahan Lembaran Negara Nomor 5491. __________. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 702 K/Sip/1973. Tanggal 5 September Tahun 1973. 16 Universitas Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Cet. 40. Jakarta : Pradnya Paramita, 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht). Diterjemahkan oleh Moeljatno. Jakarta : Pradnya Paramita, 2007. Ikatan Notaris Indonesia. Kode Etik Notaris. Jakarta : 2005. INTERNET Hukum Online, "Kolom Pertanyaan : Unsur-unsur Pidana Yang Dihadapi Notaris Dalam Menjalankan Jabatannya", http://www.hukumonline.com/ klinik/detail/cl5135/unsur-unsur-pidana-yang-dihadapi-notaris-dalam-menjalankanjabatannya, diunduh 22 September 2014. __________. "Kolom Diskusi : Pembatalan Perjanjian Yang Batal Demi Hukum", http://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl4141/pembatalan-perjanjian-yang-bataldemi-hukum, diunduh pada 28 September 2014. Iwan Budisantoso, "Tanggung Jawab Profesi Notaris Dalam Menjalankan Dan Menegakkan Hukum Di Indonesia", http://hukum.kompasiana.com/ 2011/03/11/tanggung-jawab-profesi-notaris-dalam-menjalankan-dan-menegakkanhukum-di-indonesia\, diunduh 11 September 2014. Johan Syam, "Parate Eksekusi Grosse Akta Pengakuan Hutang", http:// johansyam.blogspot.com/2008/12/parate-eksekusi-grose-akta-pengakuan.html, diunduh 28 September 2014. 17 Universitas Indonesia