I N F O K E S E H ATA N Pencegahan Kanker kolorektal Sejak Dini Fakta Kanker kolorektal Data WHO menunjukan kanker kolorektal sebagai kanker terbanyak ketiga di dunia setelah kanker paru dan kanker payudara. Di Indonesia, kanker kolorektal masuk 10 besar jenis kanker yang diderita pasien. Riskesda 2013 menyebutkan, semua jenis kanker rata-rata lebih banyak terjadi pada perempuan. Nilai pengobatan kanker kolorektal bisa mencapai 10–20 kali lipat dari tes kolonoskopi per lima tahun sekali. Bagi pemilik riwayat kanker pada keluarga (faktor genetik), kanker kolorektal sering ditemukan tanpa ditandai gejala atau sakit apa pun. agus wahyudi/jawa pos WHO menetapkan, minimal usia 50 tahun harus melakukan screening usus besar sebagai antisipasi terjadinya kanker kolo­rektal. Di Indonesia, screening usus besar dilakukan sepuluh tahun lebih awal, yakni saat usia menginjak 40 tahun. Sebab, tingkat pola hidup dan pengetahuan masyarakat di Indo­nesia dianggap kurang bila dibanding­ kan dengan negara maju. Kanker kolorektal muncul dari pertumbuhan abnormal adenoma atau polip pada lapisan usus besar atau rektum. Olahraga dan makan makanan sehat dapat membantu mengurangi risiko kan­ ker usus besar. Asupan kalsium dan vitamin D dalam makan­an atau suplemen dapat mengurangi risiko polip dan kanker kolorektal. Pusat Pelayanan Ambulans 24 jam: 1 – 500 – 911 Penyakit kanker usus besar atau kanker kolorektal sering dianggap sebagai penyakit lambung karena penderita tidak mengenali gejala kanker. Karena itu, mengetahui ciri-ciri penyakit kanker dan melakukan pemeriksaan dini merupakan cara untuk mencegah sakit semakin parah. GAYA hidup modern sering menjadikan se­seorang menderita penyakit di bagian lambung. Karena dianggap sakit ringan yang bisa diobati sendiri, sakit di bagian pen­cernaan tubuh tidak mendapat perhatian serius. Padahal, gejala awal penyakit kanker usus besar atau kanker kolorektal tergolong umum. Gejala kanker kolorektal, antara lain, be­ rubahnya kebiasaan buang air besar (BAB), sembelit, dan keluarnya darah saat BAB. Bisa juga dari indikasi berat badan menurun drastis tanpa sebab yang jelas, feses yang ber­­campur darah, atau tekstur feses tidak nor­mal hingga lebih dari satu bulan. ’’Tidak semua yang me­nga­lami gejala tersebut ter­kena kanker kolorektal. Namun, alangkah baiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,’’ saran dokter spesialis saluran cerna dr C. Rinaldi A. Lesmana PhD SpPD KGEH FACP FINASIM. Rinaldi menjelaskan, sebagian besar kasus pasien yang mengalami kanker kolorektal bermula dari ditemukannya adenoma atau polip di usus besar. Keduanya bertumbuh di tempat yang tidak semestinya sehingga mengganggu pencernaan. Sering pasien yang mendatangi dokter spesialis saluran cerna sudah dalam kondisi menderita kanker. Misalnya, polip yang sudah menjadi tumor atau bahkan kanker stadium akhir. Apabila sejak awal melakukan pemriksaan dan ditemukan polip, pasien bisa melakukan pengobatan untuk mengangkat polip agar mengurangi risiko kanker. ’’Polip yang dite­ mukan saat prakanker dapat dideteksi dan dihapus selama ditemukan sejak dini. Dalam kondisi ini, pasien dapat tertolong dari kanker kolorektal,’’ jelas Rinaldi. Ada dua tipe penyebab terjadinya kanker kolorektal. Pertama, faktor genetik yang mem­bawa gen kanker. Kedua, pola hidup tidak sehat. ’’Ada orang yang memang sudah menjaga pola hidup sehat, namun tetap berisiko kanker kolorektal. Pada kasus itu, dia harus melakukan tindakan preventif se­belum munculnya gejala,’’ papar dia. Tindakan preventif untuk mencegah kanker kolorektal bisa dilakukan dengan pemeriksaan. Ada beberapa tes yang bisa dilakukan. Per­ tama, pasien melakukan stool test dengan cara berpuasa, tidak mengonsumsi protein hewani selama tiga hari dan makan makanan yang bebas zat besi. Kedua, melakukan sig­noisdoskopi. Yakni, memasukkan pipa atau selang kecil dan tipis berkamera ke rek­tum. Namun, hasil dua tes tersebut belum dapat dinyatakan akurat dan harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Rinaldi menyatakan, tes yang paling efektif dilakukan adalah kolonoskopi. Melalui tes tersebut, pipa atau selang elastis yang panjang dan kecil dimasukkan ke rektum dan langsung dapat dilakukan tindakan apabila muncul polip. ’’Dokter bisa langsung membersihkan usus dari polip yang menempel. Sebab, bisa jadi polip tersebut berkembang menjadi tumor atau kanker. Dan tes ini yang paling akurat,’’ tegas dokter MRCCC Siloam Semanggi itu. Kurangnya kesadaran akan bahaya kanker kolorektal di tanah air cukup mengkhawatirkan. Dari tahun ke tahun, angka penderita kanker tersebut meningkat dan berujung kepada kematian. Karena itu, perlu adanya edukasi mengenai kanker kolorektal, termasuk cara pencegahannya. Menurut Rinaldi, kolonoskopi memainkan peran penting dalam pencegahan kanker kolo­rektal. Kolonoskopi dapat dilakukan minimal 5–10 tahun sekali. Itu pun dilakukan saat usia menginjak 40 tahun. Meski begitu, tes kolonoskopi dapat dilakukan pada usia lebih muda. Mengingat, gaya hidup pada usia 20-an membawa risiko tumbuhnya kanker. Pemeriksaan dini diharapkan mampu menekan biaya pengobatan saat seseorang sudah terdiagnosis kanker kolorektal. Nilai tes kolonoskopi jauh lebih murah daripada penanganan penyakit kanker kolorektal. Sebab, saat ditemukan kanker dalam usus besar, pasien harus siap menghabiskan 10–20 kali lipat bila dibandingkan dengan satu kali tes kolonoskopi. ’’Kalau sudah kanker, perawatannya ya operasi pengangkatan sel kanker dan kemoterapi. Sisa hidupnya kemudian untuk berobat sepanjang waktu,’’ terang Rinaldi. (nuq/c4/aan) Pusat Pendaftaran Rawat Jalan: 1 – 500 – 181