B10 dunia islam

advertisement
dunia islam
REPUBLIKA ● AHAD, 11 DESEMBER 2011
B10
WIKIMEDIA
Meski demikian, seluruh pemeluk
agama minoritas di Norwegia, termasuk
Islam, dihadapkan pada satu tantangan.
Sejumlah besar warga Norwegia menghendaki sistem gereja tetap diberlakukan.
Menurut mereka, hal itu penting sebagai
perekat persatuan dan identitas bangsa. Itu
sebabnya mereka tetap mengedepankan
wacana Kristen inklusif, termasuk dalam
kurikulum pendidikan.
●●●
ISLAM DI NORWEGIA
Denyut Kaum Muslim
di Negeri Skandinavia
NORVESKA.BA
IMG.IBTIME
uli 2011 menjadi memori pahit yang
harus diterima Muslim Norwegia
sebagai bagian dari kehidupan
mereka. Pascaserangan kembar di
Oslo dan Pulau Utoyo yang
menewaskan lebih dari 90 orang,
umat Islam dihantui perasaan takut.
Mereka menjadi sasaran tunggal kecurigaan media terhadap pelaku pembunuhan
massal itu.
Pada awalnya, sejumlah media Barat
menuding dan berspekulasi bahwa pelaku
serangan itu adalah kelompok Islam.
Nyatanya, tudingan itu salah besar. Pelaku
penyerangan itu bernama Anders Behring
Breivik, sama sekali bukan pemeluk Islam.
Pelaku teror itu justru berasal dari kelompok ekstrem kanan.
Umat Islam di Norwegia justru
mengutuk aksi brutal yang menewaskan
banyak korban jiwa itu. Agama Islam
mengalami perkembangan yang luar biasa
di negeri Skandinavia itu. Kini, Islam
menjadi agama minoritas terbesar di
negara Skandinavia itu.
Tak sedikit penduduk setempat yang
menjadi mualaf sepanjang perkembangan
tersebut. Sejarawan Norwegia Kari Vogt
menyebutkan, hingga 2000, sebanyak
500-an orang warga asli Norwegia telah
berpindah agama menjadi Muslim. Pada
2008, Statistik Norwegia mencatat jumlah
mereka telah mencapai 900-1.000 orang.
J
SELAMA TIGA
DEKADE, JUMLAH
MUSLIM DI NORWEGIA BERKEMBANG HINGGA HAMPIR 100 KALI LIPAT.
●●●
Norwegia adalah sebuah negara
monarki yang dulu dikenal homogen. Itu
karena negara itu hanya mengakui satu
agama sebagai agama negara, yakni
Kristen Luther. Dengan demikian, negara
itu menganut sistem gereja negara, gereja
tunduk di bawah negara. Gereja-gereja
resmi, disebut folkekirken, diakui dalam
undang-undang.
Pada akhirnya, diktum itu dipermasalahkan. Masyarakat Norwegia mempermasalahkan klausul baru dalam konstitusi bahwa negara menjamin hak asasi
dalam bentuk prinsip nondiskriminasi, termasuk soal beragama. Dengan prinsip
tersebut, para pemeluk agama minoritas
mendesak perlakuan yang sama seperti
yang diberikan negara kepada penganut
Kristen Luther.
Desakan itu mencuat sejak 1970-an.
Menurut buku Denyut Islam di Eropa
(2002), kekuatan Islam dalam memperjuangkan kesamaan perlakuan ditunjang
oleh persatuan mereka. Sebagian besar
Muslim Norwegia bergabung dengan
organisasi atau perkumpulan Islam.
Kari Vogt memperkirakan, sebanyak 10
persen Muslim Norwegia adalah anggota
masjid (di luar keanggotaan perkumpulan
Islam) pada 1980. Proporsi itu meningkat
hingga 70 persen pada 1998 dan kembali
meningkat hingga mencapai 80.838
Muslim pada 2004.
Pemerintah Norwegia akhirnya berlaku
adil demi menyetarakan seluruh warga
negaranya tanpa membedakan agama
mereka. Karena gereja berada di bawah
kontrol negara, termasuk dalam hal
keuangan, maka pemerintah menanggung
biaya lembaga-lembaga agama di
Norwegia, termasuk yang sekuler
sekalipun. Hal itu diatur dalam undangundang yang dikeluarkan pada 1969.
Meski memiliki basis yang kuat, pergerakan Muslim di Norwegia dinilai terbatas
pada awalnya. Hal itu terlihat dari kepemilikan masjid mereka. Masjid pertama di
Norwegia adalah Masjid Pusat Kebudayaan
Islam, yang baru dibuka di Oslo pada 1974.
Inisiatif pembangunan masjid itu datang
dari komunitas Muslim Pakistan yang
didukung Pusat Kebudayaan Islam
Copenhagen di Denmark.
Para penganut Mazhab Barelwi, mayoritas Muslim asal Pakistan, merasa perlu
mendirikan masjid mereka sendiri. Maka,
berdirilah Pusat Jama’a-e Ahl-e Sunnat
pada 1976. Masjid ini sekaligus menjadi
yang terbesar di Norwegia dengan lebih
dari 5.000 anggota. Setahun kemudian,
masjid pertama Syiah di Norwegia,
Anjuman-e Hussaini, didirikan. Awal 1980an, masjid beraliran Maghribi dan Turki
mulai banyak didirikan.
Masjid-masjid itu umumnya diprakarsai
dan dikelola oleh komunitas-komunitas
Islam. Hingga 2005, hanya satu masjid
yang didirikan oleh Misi Islam Sedunia,
yakni Masjid Oslo. Masjid inilah yang
mengantongi izin dari otoritas pemerintah
setempat untuk menyuarakan azan sekali
dalam sepekan, yaitu pada hari Jumat.
Menurut sejarah Islandia, Islam
pertama kali masuk Norwegia saat kedutaan dari Sultan Muslim Tunis yang datang
ke Norwegia pada 1260. Kunjungan itu
terjadi setelah Raja Hakon Hakonsson, raja
Norwegia yang berkuasa pada 1217-1263
M, mengirim kedutaan kepada sang Sultan
dengan membawa banyak hadiah.
Populasi Muslim di negara Skandinavia
itu tidak cukup terlihat hingga pertengahan kedua abad 20. Imigrasi dari negaranegara Islam terbilang lebih lambat daripada arus imigrasi yang memasuki negaranegara Eropa Barat lainnya dan tidak mengalami peningkatan hingga akhir 1960-an.
Pada 1975, imigrasi buruh ke negara tersebut dihentikan.
Jumlah Muslim di Norwegia pertama
kali tercatat secara resmi dalam Statistik
Norwegia pada 1980. Saat itu, Muslim di
sana hanya berjumlah 1.006 orang.
Perhitungan itu didasarkan pada jumlah
keanggotaan dalam perkumpulan Islam
yang terdata.
Jumlah tersebut merangkak naik dan
menjadi agama minoritas terbesar di
negara itu, melampaui jumlah anggota
Gereja Katolik Roma dan Pantekostalisme,
gerakan dalam Kristen yang menekankan
pengalaman pribadi Tuhan melalui baptisme. Tahun 2004, jumlah Muslim yang
terdaftar secara resmi merupakan anggota
dari total 92 perkumpulan Islam yang
berbeda-beda. Sebanyak 40 di antaranya
berbasis di Oslo.
Muslim Norwegia adalah kaum imigran
yang datang dari berbagai negara. Lima
komunitas Muslim terbesar berdasarkan
data Statistik Norwegia pada 2008 adalah
Pakistan (30.134 jiwa), Somalia (21.795),
Irak (21.795), Bosnia dan Herzegovina
(15.649), Iran (15.134), dan Turki
(15.003). Selain kelima negara tersebut,
imigran Muslim juga datang dari Maroko
dan Kosovo.
Sedangkan, daerah dengan jumlah
Muslim terbanyak adalah Oslo dengan
44.583 Muslim, Akershus (10.369
Muslim), Buskerud (8.097), Østfold
(7.460), dan Rogaland (6.565).
Islam terus berkembang di Norwegia
secara signifikan. Selama tiga dekade,
jumlah Muslim Norwegia berkembang
hampir 100 kali lipat. Berdasarkan data
yang dikutip Wikipedia, pada 1980 hanya
terdapat 1.006 Muslim di Norwegia atau
0,02 persen dari total populasi. Sepuluh
tahun kemudian, jumlahnya meningkat
drastis hingga 19.189 jiwa dan 0,45
persen dari total populasi.
Tahun 2000, persentasenya meningkat
menjadi 1,30 persen dan menyumbang
angka 56.458 Muslim bagi jumlah Muslim
di sana. Sedangkan, pada 2010, jumlahnya
melonjak hingga hampir dua kali lipat
menjadi 98.953 atau 2,03 persen dari penduduk Norwegia secara keseluruhan.
Satu hal yang menonjol dari Muslim di
Norwegia, meski berasal dari berbagai
bangsa dan tergabung dalam puluhan
organisasi berbeda, mereka sangat terorganisasi. Mereka mempunyai payung yang
sama, yaitu Majelis Islam Norwegia
(Islamsk Rad Norge).
Majelis itu memiliki penerbitan yang
secara rutin menerbitkan buletin berisi
materi pendidikan, akidah, daftar rumah
makan halal, serta isu-isu teologi terkini.
Mereka juga kerap terlibat dalam dialog
lintas agama. Selain itu, terdapat pula
sejumlah organisasi Muslimah. Mereka
umumnya bergabung dengan berbagai
kegiatan organisasi wanita setempat.
■ c15 ed: heri ruslan
Akrab dengan
Tudingan dan
Tuduhan
eorang perempuan aktivis Muslim Norwegia,
Bushra Ishaq, mengatakan, berbagai tuduhan
mewarnai kehidupan Muslim di Barat, termasuk
Eropa. Dalam artikel berjudul Not Islamic Norway, but Islam in Norway, Bushra mencontohkan pengalamannya saat beberapa pernyataannya disalahartikan.
Ketika berbicara tentang Islam di Norwegia, ia dianggap mempropagandakan Norwegia Islam. Bahkan, ia
dituduh terlibat dalam misi menjadikan Norwegia sebuah
negara Islam.
Ia menilai, aksi terorisme yang terjadi di Norwegia
belum lama ini bermaksud menyerang nilai-nilai
demokratis dan sekuler-liberal Norwegia, yakni pola pikir
yang menekankan kebebasan beragama. Norwegia, menurutnya, telah berhasil melakukan integrasi kaum imigran
Muslim dan keturunan mereka dalam capaian yang lebih
besar daripada negara-negara Eropa bagian barat lainnya.
Bushra menambahkan, hukum sekuler dan liberal
yang berlaku di Norwegia memberikan Muslim di negara
tersebut hak setara dengan warga negara lainnya. Hak
itu meliputi hak atas pendidikan gratis, hak memperoleh
perawatan kesehatan gratis, serta hak menjalankan
praktik agama dan membangun masjid.
Penilaian Bushra itu secara terpisah dibuktikan oleh
sikap Pemerintah Norwegia pascatragedi Oslo dan Utoya.
Lima hari setelah peristiwa pembantaian itu, Menteri
Luar Negeri Norwegia yang juga putra mahkota Kerajaan
Haakon Magnus Jonas Gahr Stoere mengunjungi masjid
Jama’a-e Ahl-e Sunnat.
Datang ditemani uskup besar Oslo dan beberapa politikus Norwegia, ia mewakili pemerintah menyampaikan
permintaan maaf atas peristiwa yang terjadi atas dasar
kebencian terhadap Islam itu. Ia mengajak Muslim
Norwegia untuk menjadikannya momen persatuan antargenerasi, antarpolitik, dan antaragama.
Imam masjid, Nehmat Ali Bukhari, menyambut pintu
dialog itu dengan bahagia. Ia menyampaikan bahwa duka
Norwegia itu juga melukai Muslim di negara tersebut.
“Perasaan kami sama persis dengan perasaan warga
Norwegia lainnya,” ujarnya seperti dikutip dalam kompasiana.com.
Sementara itu, seorang remaja Muslim berusia 16
tahun yang selamat dari pembantaian menulis sebuah
surat terbuka. Beberapa kalimat yang ditujukan kepada
Breivik berbunyi, “Alih-alih menghancurkan, kamu malah
menyatukan kami. Kamu membunuh teman kami, namun
kamu tak membunuh gerakan, opini, dan hak kami untuk
mengekspresikan diri.”
“Wanita Norwegia dengan simpati memeluk wanita
Muslim yang mereka temui di jalan. Aksimu justru
berlawanan dengan tujuanmu,” tulisnya lagi.
Sistem pemerintahan memungkinkan Islam bertahan
di Norwegia. Tuduhan dan tudingan yang kerap membayangi kehidupan Muslim di negara itu datang dari
masyarakat yang selalu menunjukkan sikap defensif,
bukan dari pemerintah.
Seperti dikutip dalam onislam.net, pemerintah tidak
melakukan tudingan pada pihak mana pun. Mereka mengatasi persoalan dengan melacak jejak pembunuh.
“Mereka menangani situasi dengan baik. Sejak serangan
terungkap, pemerintah tak pernah menuding kelompok
atau individu tertentu berdasarkan etnis atau agamanya,” kata seorang warga Norwegia, Asfar, seperti
dikutip situs tersebut pada Agustus lalu.
Simpati masyarakat Norwegia dan netralitas pemerintah sejauh ini telah berkontribusi terhadap perkembangan Islam di Norwegia. Muslim Norwegia masih berjuang
menjadikan negaranya rumah yang sesungguhnya bagi
mereka, salah satunya dengan membangun dialog.
S
■ c15 ed: heri ruslan
MINHAJ
Download