Ringkasan - GRII Kelapa Gading

advertisement
GRII Kelapa Gading
Khotbah Minggu (20 Juli 2014)
Pengkhotbah : Bp. Jethro Rachmadi Tema : …....….…..……………...….........
Nas Alkitab
: .............................................................................................................
Tahun ke-15
Berikan yang Terbaik & Siap Dibentuk Tuhan
Pdt. Billy Kristanto, Th.D.
Lukas 19:28-48
Ringkasan Khotbah
742/781
31 Agustus
2014
GRII KG 742/781 (hal 4)
Perikop yang sudah kita baca, ayat 28 dst
ini tidak bisa dimengerti tanpa perumpamaan
tentang uang mina, kenapa? Salah satu
alasannya adalah seperti biasa Lukas memakai
motif perjalanan, perjalanan kemana? Ya ke
Yerusalem karena itu adalah tujuan terakhir
dari Yesus Kristus selama Dia berada di dalam
dunia. Tetapi setelah kita baca ayat 29 tanpa
dimulai pembacaan perumpamaan tentang
uang mina maka orang akan mudah salah
mengerti tentang eskatologis, inilah saatnya,
apalagi Yesus sudah betul-betul ada di situ, di
bukit Zaitun. Tetapi sudah dikoreksi dalam
perumpamaan sebelumnya bahwa yang lebih
penting itu bukan Yesus sedang ada dimana
dan kapannya, bukan, tapi kepada kesetiaan
para murid, kesetiaan orang-orang percaya di
dalam mengelola apa yang Tuhan percayakan
di dalam kehidupan mereka. Itu pengharapan
eskatologis yang keliru, bisa membawa orang
kepada satu sikap hidup yang sangat tidak
realistis, baik dulu maupun di dalam zaman
kita sekarang dan itu juga bukan fenomena
baru, dari dulu juga sudah ada persoalan
seperti itu, misalnya Paulus pernah melayani
satu jemaat yang karena punya kesadaran
eskatologis yang sangat kuat, Yesus mau
datang, Yesus mau datang, akhirnya mereka
mengaplikasikan di dalam satu gaya hidup.
Mereka tidak bekerja lagi, sampai Paulus
mengeluarkan satu kalimat, yang tidak kerja
tidak usah makan, urusan Kerajaan Allah itu
perlu makan, makanya di dalam doa Bapa
kamu dikatakan, berikanlah kepada kami
makanan kami yang secukupnya, itu urusan
Kerajaan Allah. Kita tida bisa megatakan orang
yang sudah menantikan Kerajaan Allah tidak
perlu makan dan kerja, maka Paulus
mengoreksi persoalan seperti itu di dalam
jemaat yang sedang dia layani, resepsi seperti
itu indeed betul-betul hadir, bukan sesuatu
yang dikuatirkan secara paranoid oleh penulis
PB, tetapi betul-betul terjadi dan bukan hanya
terjadi pada saat itu, sampai saat ini pun
terjadi seperti itu.
Lukas mengarahkan pembacanya kepada
satu sikap penantian eskatologis yang benar,
bahkan itu akan dinilai oleh Tuhan sendiri
bagaimana kita mempertanggungjawabkan
apa yang Tuhan percayakan selama kita masih
berada di dalam dunia ini. Bukit Zaitun yang
menjadi satu motif eskatologis, ini sudah
didahului dengan satu peringatan supaya kita
setia dengan apa yang Tuhan percayakan di
dalam keseharian kita, itu penantian
eskatologis yang benar, bukan dengan satu
sikap mimpi, mimpi, mengharapkan Yesus
datang, lalu kemudian tidak terlibat apa-apa
dan tidak mengerjakan apa-apa, itu bukan
ajaran kekristenan, lagi pula kita juga
dipanggil menjadi garam dan terang di dalam
dunia yang sekarang ini.
Judul yang diberikan dalam bacaan kita
adalah Yesus dieluk-elukkan, kita boleh
membayangkan ini perjalanan Yesus masuk ke
Yerusalem, prosesi Rajawi, masuk ke
Yerusalem sebagai Raja. Kalau raja masuk satu
kota biasanya dibuatkan satu boulevard,
seperti di kota-kota Eropa, selalu ada
boulevard-nya
untuk
royal
procession,
misalnya waktu raja baru selesai perang dan
menang, maka dia akan lewat boulevard yang
paling penting itu, penting sekali jalan seperti
itu. Biasanya dibagian akhir atau awal
boulevard itu diberikan semacam victory gate,
semacam pintu gerbang kemenangan, lalu
gerbang kemenangan itu tradisi di atasnya
diberikan yang namanya quadriga yaitu
gambaran
dewi
kemenangan
yang
menunggang biasanya empat binatang, bisa
kuda atau singa, itu adalah gambaran yang
menyatakan kemenangan dari seorang raja
GRII KG 742/781 (hal 1)
Ekspositori Injil Lukas (46)
Ekspositori Injil Lukas (46)
yang kemudian dirayakan. Tapi Yesus naik
keledai, tidak masuk sama sekali gambaran
seperti ini dan ini bukan hanya tradisi di
Eropa, ini tradisi yang sudah cukup lama, itu
gambaran the lord of the animals, itu demikian
dihayati bukan hanya di Israel, tetapi juga di
negara tetangga yang percaya kepada dewadewa mereka, mereka punya kepercayaan,
allah yang menguasai binatang, ditaklukkan
dibawahnya.
Gambaran
Tuhan
yang
menaklukkan binatang-binatang, tapi harus
binatang buas dong, kalau keledai begitu,
gimana? Harusnya Yesus masuk ke Yerusalem
menunggangi binatang yang sangat buas, itu
baru menakutkan, semua orang akan tunduk,
tetapi Dia naik keledai.
Consistently di dalam teologia salib, ini
belum di salib, belum di salib pun tetap
berada di dalam hiddenness, di dalam spirit
theology of the cross menurut Martin Luhter,
itu justru gambaran kemuliaan yang tidak
dipahami oleh dunia. Kalau kita bandingkan
dengan tradisi quadriga tadi, kuda, singa dsb.,
itu gambaran dunia, tetapi Yesus, bukan
empat, hanya satu dan keledai. Gambaran
seperti ini tidak promising, tetapi berbahagia
kalau kita bisa melihat kemuliaan di dalam
gambaran yang tidak bisa dilihat dunia. Selalu
ada benturan antara kemuliaan yang disajikan
oleh dunia dengan kemuliaan yang disajikan
dari sorga melalui Yesus Kristus ini, naik
keledai di dalam kesederhanaan, tetapi
sebenarnya indeed itu true royal procession, ini
tidak kalah mulia dengan Napolen waktu
masuk ke kota, bahkan kemuliaan Napoleon
yang jauh dari kemuliaan Yesus. Ini satu
gambaran yang tersembunyi bagi mata
banyak orang, sehingga waktu kita melihat di
sini ada certain kelompok orang yang bisa
melihat kemuliaan itu, ya meskipun kita harus
menambahkan, sepertinya pengertian mereka
belum komplit. Kita pasti pernah mendengar
tafsiran bahwa orang-orang yang teriak
Hosana, Hosana setelah itu hanya berbeda
beberapa hari, mereka teriak salibkan Dia,
salibkan Dia, sebetulnya perspektif itu tidak
betul-betul guaranteed dalam perspektif
Lukas. Lukas tidak pernah menulis seperti itu,
bahwa ini adalah kelompok orang yang sama
yang teriak Hosana, Hosana lalu mereka teriak
salibkan Dia, salibkan Dia, tidak ada
dukungannya di dalam versi Lukas.
Tetapi mungkin kita boleh asume
memang ini adalah kelompok orang-orang
percaya yang betul nanti memang harus akan
diuji, tetapi ini bukan kita sebut sebagai
kepercayaan yang palsu. The crowd, orang
banyak di sini kita boleh asumsikan bahwa
mereka adalah orang-orang percaya yang
diberkati dan mempunyai certain keyakinan
bahwa Yesus-lah yang memang dijanjikan,
tetapi betul juga, mereka adalah orang-orang
yang tidak mengerti sepenuhnya Yesus itu
habis ini mau apa? Sulit untuk mencerna
bahwa Mesias itu harus menderita, harus mati,
itu bukan di dalam pikiran mereka, itu bukan
sesuatu yang mereka bayangkan. Tapi
sebetulnya sudah cukup bahagia waktu
mereka bisa melihat Yesus yang sebagai Raja
tetapi naik keledai dan mereka tetap bisa
memberkati Dia dengan mengatakan bahwa
ini yang datang adalah orang yang diberkati,
datang sebagai Raja, kata mereka, ayat 38, ini
bukan suara Bapa di sorga, lalu langit terbelah
dan mengatakan kalimat dalam ayat 38,
bukan, ini perkataan mereka. Lukas mencatat
kata mereka, ayat 38 ini kalimat yang betul,
tetapi bahkan kalimat itu pun kedalamannya
mereka tidak mengeri sepenuhnya apa arti
kalimat itu.
Yesus naik keledai, hanya orang-orang
tertentu yang bisa melihat kemuliaan seperti
ini, coba kita bayangkan kalau seorang
pembesar jalan naik keledai, itu tidak lucu kan
ya? Kuda dan keledai itu sudah kontras,
sebenarnya keledai itu binatang yang tidak
layak untuk royal procession, tetapi dipakai
oleh Yesus dan berbahagia orang yang bisa
melihat tetap tidak terganggu dengan
gambaran keledai, karena pada dasarnya
bukan keledainya, tetapi Yesus yang ada di
atasnya. Dan Yesus tidak mau dibuat
kendaraan yang tinggi atau binatang yang
tinggi, karena Dia sudah cukup tinggi, Dia
datang dari sorga, mau tinggi kemana lagi?
Justru demonstrasinya adalah Dia Raja diatas
segala raja bisa merendahkan diri, ini adalah
Raja yang datang dari sorga justru bisa turun
ke tempat yang paling rendah, bukan
demonstrasi bagaimana mencapai posisi
tinggi. Kita sudah bahas tentang Zakeus,
banyak orang seperti Zakeus memiliki spirit
orang cebol, selalu ingin tinggi, selalu mau
naik-naik ke atas, ingin panjat pohon seperti
anak kecil, kok orang dewasa panjat-panjat
pohon, itu kan tidak lucu. Karena dia sudah
dewasa, dia bisa melihat perspektif dari atas,
untuk anak kecil sesuatu yang lucu panjat
pohon karena dia bisa dapat horison yang
lain, itu pergumulan Zakeus, tetapi itu bukan
pergumulannya Yesus, karena Yesus sudah
pernah punya perspektif itu, dari sorga Dia
GRII KG 742/781 (hal 2)
bisa lihat ke bawah, untuk apa pengalaman itu
lagi? Justru demonstrasinya adalah bagaimana
saya melihat orang dari bawah ke atas dan
kita semua sebagai orang-orang kristen juga
dipanggil untuk mengikuti jalan Raja yang
sama, bukan melihat dari perspektif atas ke
bawah.
Tetapi bagaimana mengendarai keledai
juga, maksudnya metaforik, mengendarai
keledai di dalam pengertian mencoba untuk
melihat kesulitan orang-orang yang di bawah
dan itu hanya mungkin dari perspektif bawah,
bukan dari perspektif atas, karena itu juga
Yesus berinkarnasi turun dan menjadi
manusia. Di dalam pribadi Yesus selalu ada
paradoks
seperti
ini,
satu
sisi
kelemahlembutanNya, kerendahan hatiNya,
ketersembunyianNya, tetapi sisi yang lain, Dia
juga exercise authority, misalnya waktu Dia
katakan, Dia mau memakai keledai muda, ini
kan hal yang sama waktu Dia berbicara
kepada Zakeus, Zakeus, Saya mau makan di
rumahmu, begitu kan ya? Kalau pendeta
bicara seperti ini, jemaatnya mulai curiga, kita
harus hati-hati terhadap pendeta ini, awalnya
minta makan, kemudian pinjam uang, lalu
datang lagi minta maaf karena tidak bisa
mengembalikan uangnya, dst., jadi pendeta
hampir tidak mungkin bisa bicara seperti itu,
tetapi Yesus bisa bicara seperti itu. Saya mau
makan di rumahmu dan tidak ada orang yang
curiga, Zakeus menerimaNya, di sini juga, Saya
mau pakai keledai itu, lepaskan talinya karena
Tuhan memerlukannya. Siapa berani seperti
ini, kita bisa membayangkan kalau di dalam
posisi murid bisa ada argumentasi, nanti kalau
ditolak bagaimana? Kalau seandainya tidak
boleh bagaimana? Harus ada rencana B, harus
ada uang juga, kalau ditolak kita beli saja
keledai, begitu kan ya? Tetapi pembicaraan
seperti itu tidak ada sama sekali, so secure
bahwa Yesus akan mendapatkannya, dari sisi
Yesus pasti Dia akan mendapatkannya, tetapi
berbahagia orang yang bisa dipakai seperti ini.
Sangat mungkin 100% ini adalah seorang
murid, kenapa kita bisa mengatakan dia juga
adalah seorang murid? Highly unlikely kalau
Yesus memakai keledai dari orang yang tidak
percaya kepada Dia, sebetulnya Yesus tidak
perlu siapa-siapa kok, kan seluruh dunia ini
milikNya, meskipun Dia berhak? Tetapi Dia
memberikan kesempatan kepada orang yang
memberikan hatinya kepadaNya. Kita tidak
bisa membayangkan Yesus memakai keledai
orang asing yang tidak tahu menahu tentang
Dia, yang tidak mengenal Dia lalu langsung
bicara seperti ini, kemudian ketika siapapun
murid yang bicara lalu bicara dengan divine
authority sedemikian rupa, sampai semua
orang
gemetar,
akhirnya
melepaskan
keledainya juga, setelah melepas keledai, dia
menyesal, kenapa saya lepaskan? Seperti
banyak orang di dalam zaman ini,
memberikan persembahan ke gereja karena
terbawa emosi, memberikan persembahan,
persembahan lalu setelah memberi menyesal,
tidak bisa ditarik lagi karena sudah menjadi
milik Tuhan, dsb., ooh bukan cerita seperti itu.
Tetapi yang ada adalah kemungkinan besar ini
adalah seorang murid yang diberikan
kesempatan oleh Yesus Kristus untuk
berbagian di dalam jalan kemuliaan ini,
prosesi Rajawi.
Orang yang diutus oleh Tuhan tidak
perlu minder, tidak perlu terlalu banyak
memikirkan perspektifnya manusia, nanti
kalau
ditolak
bagaimana?
Kalau
dia
tersinggung bagaimana? Kalau dia sakit hati
bagaimana? Kalau dia pindah gereja
bagaimana? Begitu kan ya, itu belum ada clear
conscience,
orang
terlalu
banyak
mempertimbangkan manusia, akhirnya kita
bukan memikirkan dari perspektif dignitas
ilahi, tetapi dari pertimbangan pemikiran
manusia. Dalam kumpulan khotbah-khotbah
di Jerman, saya mencoba cari Lukas yang
sudah kita baca ini, lalu menemukan salah
satu khotbah di dalam bahasa Jerman yang
sepertiga dari khotbanya menjelaskan bahwa
dalam bagian ini bukan dimaksudkan
meskipun akhirnya kota Yerusalem menolak
Yesus lalu setelah itu akhirnya mendapat
hukuman. Kita tahu tahun 70 Yerusalem
diporak-porandakan,
susah
payah
menjelaskan bahwa ini bukan berarti
antisemit, ini bukan anti Yahudi, memakai
sepertiga khotbah untuk menjelaskan bagian
itu, setelah membaca commentary itu saya
langsung turn off. Ini apa ya, kenapa sibuk
memikirkan
ketersinggungannya
orang
Yahudi waktu membahas bagian ini? Mungkin
certain ada trauma juga kali ya, dulu kan Hitler
pernah menganiaya? Setiap kali berbicara
tentang Yahudi, yang menyalibkan Yesus dsb.,
yang dibahas di situ adalah ini bukan berarti
orang Yahudi yang salah, ini waktu
mengatakan ini kita anti semit, begitu kan ya?
Benci terhadap Yahudi, hanya putar-purar di
situ saja. Bagaimana bisa mengkhotbahkan
firman Tuhan kalau terjebak di dalam trauma
seperti ini? Yang menjadi poinnya adalah kita
tidak bisa bersaksi dengan leluasa kalau kita
GRII KG 742/781 (hal 3)
terlalu considering manusia, whether itu
perasaannya, mukanya atau well being-nya,
dst., tidak bisa bersaksi dengan leluasa.
Kadang-kadang orang harus membicarakan
kebenaran itu dan waktu didengar ya
memang tidak enak, sangat menyakitkan,
tetapi ya harus terjadi seperti itu di dalam
kehidupan manusia.
Murid-murid memiliki clear conscience
waktu mereka diutus oleh Yesus, mereka tahu
bahwa yang mengutus itu adalah Yesus dan
mereka bicara dengan wibawa yang
disertakan oleh Yesus kepada mereka, dan
betul, sewaktu kita membaca ternyata murid
yang satu itu punya keledai, tidak menolak
dan membiarkan keledainya dipakai oleh
Tuhan Yesus. Kita juga bisa memperhatikan di
sini bahwa itu adalah keledai yang belum
pernah ditunggangi, apa maksudnya? Ini satu
persembahan yang terbaik, yang baru, yang
diberikan kepada Tuhan. Ada orang-orang
kristen, waktu mereka mau mendukung
pekerjaan Tuhan, mereka memberikan yang
bekas, mereka memberikan yang mereka
sendiri tidak mau pakai di rumah. Barangbarang yang menurut mereka sudah tidak
layak lagi untuk dipakai di rumah, lalu mereka
kasih ke gereja, siapa tahu gereja mau pakai,
tidak sesuai dengan prinsip ini kan ya? Tidak
sesuai dengan gambaran ini, karena ini adalah
keledai yang baru, yang belum pernah
ditunggangi, supaya Tuhan adalah yang
pertama yang menggunakan keledai itu. Dan
itu adalah permintaan dari pada Yesus sendiri,
berarti betul-betul Tuhan menghendaki spirit
seperti ini di dalam kehidupan pelayanan kita,
bukan sisa-sisa waktu dsb., ini bukan hanya
berbicara tentang hal material, juga tentang
tenaga kita, tentang perasaan kita, aplikasi
sederhana adalah waktu doa kita, ini berkaitan
dengan prinsip memberi keledai yang baru.
Waktu kita berdoa kepada Tuhan, kita
memakai waktu apa, prime time atau waktu
sisa-sisa saja, waktu yang sedang ngantukngantuknya, waktu yang sedang capek sekali
lalu dipakai untuk berdoa? Tetapi justru kita
memakai prime time kita untuk hal-hal yang
lain.
Kalau kita membaca ayat 38, diberkatilah
Dia yang datang sebagai Raja di dalam nama
Tuhan, damai sejahtera di sorga dan
kemuliaan di tempat yang maha tinggi, saya
tertarik menyoroti bagian ini, sebetulnya ini
kan bahasa Lukas “damai sejahtera dan
kemuliaan”. Kalau kita membaca beginning
gospel of Luke, damai sejahtera, sebenarnya
kemuliaan dulu, kan ada tradisinya juga di
dalam misa Roma Katolik, kita menyanyikan
lagu gloria in excelsis deo lalu setelah itu at in
terapax, pax in tera, tapi ini bukan pax in tera,
ini pax di sorga bukan damai sejahtera di
bumi, menarik pergeseran ini. Kemuliaan di
tempat yang maha tinggi, sama, persis seperti
pengumuman waktu Yesus lahir, tapi
kemudian kan at in tera pax, damai sejahtera
di bumi kepada manusia yang berkenan
kepadaNya, tetapi dalam bagian ini damai
sejahtera di sorga. Kenapa di sorga? Saya
percaya karena di sini orang Yerusalem tidak
mengerti apa yang ditawarkan kepada
mereka, ini seperti semacam kalimat nubuatan
tanpa mereka sengaja atau tanpa mereka
mengerti sepenuhnya. Sebenarnya kalau
konsisten akan dibicarakan kalimat yang sama
dengan motif yang preciously the same yaitu
damai sejahtera di bumi dan di bumi itu kan di
Yerusalem, itu maksudnya kan, karena Yesus
paling dekat di sana?
Tetapi tidak ada damai sejahtera di bumi,
tidak ada damai sejahtera di Yerusalem, yang
ada adalah setelah itu kalimat penghukuman.
Sayang sekali, padahal Yesus datang untuk
menawarkan damai sejahtera, tetapi ditolak,
tidak digubris, waktunya dilewatkan, kita
paling takut dengan orang-orang yang waktu
mereka ada kesempatan mendengar firman
Tuhan, tetapi mereka selalu merasa bahwa
saatnya selalu ada ditangan mereka, kapan
mereka mau percaya, mau mengikut Yesus, itu
semua ada di dalam keputusan mereka. Tidak
sadar bahwa ini adalah kairos, bukan selamalamanya dan itu ada di dalam tangan Tuhan.
Tidak ada damai sejahtera di bumi, tetapi
bukan tidak ada damai sejahtera ada, tapi di
sorga dan tentu saja di bumi kalau masih ada
manusia yang berkenan kepadaNya. Tapi
Yerusalem menolak kedatangan dari pada
Mesias ini, mereka tidak percaya, di sini
direpresentasikan oleh orang-orang Farisi
yang gusar waktu the crowd itu meneriakkan
“diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja”,
mereka gusar, “guru tegurlah murid-muridMu
itu”.
Sekali lagi, ini kan konfirmasi, bahwa
betul-betul memang kelompok itu agaknya
adalah kelompok murid, bukan kelompok
yang teriak-teriak salibkan Dia, salibkan Dia,
sebetulnya itu interpretasi yang tidak ada
dukungannya dari versi Lukas. Tapi ini adalah
murid-murid whether di dalam pengertian
yang 12 murid atau di dalam pengertian yang
lebih besar, sepertinya bukan hanya 12 orang
lah ya, tetapi lebih besar. Murid-murid ini
yang menyatakan kalimat kebenaran tetapi
ditolak oleh orang-orang Farisi, tidak terlalu
jelas apa alasannya, bisa berbagai macam.
Tetapi sekali lagi, Lukas tidak memberitahu
GRII KG 742/781 (hal 4)
kepada kita sebetulnya ketakutannya ada
dimana? Bisa ada beberapa kemungkinan,
karena di situ Yesus disebut sebagai Raja dan
pasti ada orang-orang Romawi juga yang ada
sekitar Yerusalem, wah kalau kedengaran lalu
dilaporkan ke kaisar, akhirnya bangsa Yahudi
jadi dalam persoalan. Nantinya yang rugi itu
orang-orang Farisi, karena mereka yang dapat
keuntungan dengan persahabatan yang cukup
mulus dengan penjajah Romawi, karena orang
Farisi cukup lihai di dalam menjaga posisi
mereka, disenangi di kalangan bawah dan
juga kalangan atas orang Romawi. Dan
kehadiran Yesus yang disenangi oleh banyak
orang sangat mengganggu sekuritas posisi
mereka yang disukai oleh semua lapisan
masyarakat atas dan bawah, seharusnya Yesus
seperti itu. Apapun alasannya, iri hati, sempit
hati, takut dengan hubungan Romawi yang
sudah mulus akan bisa dirusak hanya garagara istilah Raja, apapun alasannya, yang pasti
di sini mereka boleh ditempatkan di dalam
kelompok bukan orang-orang yang percaya,
orang-orang yang tidak bisa menerima
Kerajaan Kristus.
Tetapi kemudian Yesus mengatakan,
kalau mereka ini diam, batu ini akan berteriak,
apa maksudnya? Kesaksian yang benar itu
bukan hanya bergantung kepada murid-murid
ini, Tuhan itu adalah Tuhan, Dia adalah Tuhan
atas seluruh ciptaan, kalau manusia berhenti
menyaksikan kemuliaan Tuhan, Tuhan bisa
pakai batu, pelangi, gunung, sungai dll. untuk
menyatakan
kekuasaanNya,
untuk
menyatakan kemuliaanNya, tidak usah
memakai saudara dan saya. Kita tidak usah
geer diciptakan sebagai mahkota ciptaan yang
paling sempurna, mempermuliakan Tuhan
karena kita ini moral being, ada free will dst.,
kita tidak usah geer. Justru ketaatan kita
dibandingkan dengan ketaatan bulan, bintang
dan matahari, itu incomparable di dalam
pengertian mereka tidak pernah tidak taat,
mereka selalu sempurna memancarkan
kemuliaan Tuhan, tidak ada discussion, tetapi
manusia, Tuhan memang menciptakan kita
resiko ini, ya kan? Kadang-kadang tidak
setuju, bisa argue, bisa marah-marah, bisa
malas, bisa tidak tertarik, bisa tidak tergerak
dsb., tetapi Tuhan masih mau memakai
mahluk yang namanya manusia seperti ini.
Tapi dalam bagian ini dikatakan lagi, ini
seperti relatifisasi kepentingan manusia, kalau
manusia berhenti bersaksi menyaksikan
kemuliaan Tuhan, menyaksikan kemuliaan
Kristus, maka Tuhan akan memakai ciptaan
yang lain. Tuhan tidak perlu bergantung
kepada manusia, Tuhan bisa pakai, ya ini not
even gunung, hanya batu, itu ciptaan yang
rendah sekali, yang diinjak-injak, karena batu
itu kan di bawah. Batu-batu kerikil itu apa sih
artinya, yang kecil-kecil seperti itu bisa dipakai
Tuhan untuk menyatakan kemuliaanNya.
Mungkin bukan kebetulan juga, yaitu ada
motif batu keluar lagi pada waktu Yerusalem
akhirnya di hancurkan dan Lukas kan
mengkaitkan ini dengan penolakan akan
Kristus, karena Yerusalem menolak Kristus,
maka datang penghukuman, persis seperti
yang ada di dalam PL, menolak nabi-nabi
yang diutus oleh Tuhan, akhirnya Yerusalem
pun jatuh ke dalam tangan penjajah Babilonia.
Kembali dalam bagian ini, kita mendapati
motif batu, dimana tidak ada satu batu pun
tinggal terletak di atas batu yang lain, itu
adalah runtuhnya bait suci Yerusalem yang
dibangun dari batu-batu. Batu yang juga
menyaksikan kemuliaan Tuhan, tetapi di
dalam cara yang negatif, betul-betul Tuhan
memakai batu, batu untuk menyatakan
kemuliaan penghakiman Tuhan. Jangan kita
berpikir penyataan kemuliaan Tuhan itu hanya
melalui kasih, pertolongan, damai sejahtera,
itu ya pasti termasuk di dalamnya, tetapi juga
melalui murka, itu penyataan kemuliaan
Tuhan.
Waktu
Tuhan
mendemonstrasikan
murkaNya kepada bangsa Mesir yang
ditenggelamkan, itu penyataan kemuliaan
Tuhan, bersyukur Israel memang pihak yang
diselamatkan, tetapi itu penyataan kemuliaan
Tuhan. Kemulaian Tuhan bukan hanya
kemuliaan yang menyelamatkan, tetapi juga
kemuliaan yang menghancurkan. Di dalam
teologi reformed injili khususnya, kita
konsisten men-sharing-kan ini sebisa mungkin
secara balance, karena ada jenis kekristenan
yang hanya berbicara tentang kasih Tuhan,
love of God dan waktu bicara tentang
kemuliaan Tuhan, membatasi kemuliaan itu
hanya ada kaitannya dengan keselamatan dan
kebaikan Tuhan, tetapi tidak ada kaitannya
dengan kemarahan Tuhan. Tapi dalam bagian
ini kita membaca, batu-batu ini betul-betul
dipakai untuk teriak menyatakan kemuliaan
Yesus yang adalah Raja, sayang sudah
terlambat, Yesus sudah pernah datang kesana,
tetapi tahun 70 akhirnya betul-betul
dinyatakan,
batu-batu
itu
berteriak
menyatakan, ini loh, kamu
yang sudah
menolak Yesus Kristus akhirnya ini yang kamu
tuai dari pada apa yang kamu tabur. Saya
pikir, di dalam kekristenan atau spiritualitas
yang sehat kita perlu ada waktu contemplate
tentang murka Tuhan, termasuk juga bagi
orang-orang percaya, karena dikotomi yang
sangat tidak menjanjikan itu, saya orang
GRII KG 742/781 (hal 1)
Ekspositori Injil Lukas (46)
Ekspositori Injil Lukas (46)
percaya berada dalam dikasihi Tuhan, mereka
tidak percaya murka Tuhan, begitu kan ya,
sepertinya mudah sekali? Murka itu untuk
siapa? Untuk orang yang tidak percaya, saya
sudah percaya, tidak ada lagi murka, saya
hanya ada di dalam dekapan kasih Tuhan, jadi
apapun selalu dalam dekapan kasih Tuhan.
Ada kebahayaan di dalam teologi yang
pincang seperti ini, karena Tuhan sendiri
menghajar, mendidik orang-orang yang
dikasihiNya.
Di dalam salah satu PA, Pdt. Agus
Marjanto mengatakan, hukuman Tuhan
kepada manusia seringkali yang kita mengerti
adalah kalau kita sakit, kita kecelakaan, kita
bangkrut dll., itu mungkin hukuman Tuhan
supaya kita berbalik kepada Dia, begitu kan
ya? Tetapi kemudian disambung, sebetulnya
hukuman Tuhan yang sangat mengerikan itu
bukan manusia sakit, kecelakaan, bangkrut,
tetapi
hukuman
Tuhan
yang
paling
menakutkan itu adalah ketika Tuhan berhenti
bericara. Waktu Tuhan tidak berbicara lagi
kepada kita itu hukuman paling menakutkan,
kalau kita salah masih kena hajar, masih ada
tongkat yang memukul kita, lalu menarik kita,
kita bersyukur, berarti itu domba yang masih
mau diselamatkan, tetapi kalau Tuhan sudah
tidak berbicara lagi dan yang lebih bahaya lagi
adalah Tuhan sudah tidak berbicara, orang itu
sendiri tidak sadar bahwa dia sudah tidak
menerima suara Tuhan, bahwa Tuhan sudah
tidak tertarik lagi untuk mengkoreksi
kehidupannya. Dia tidak sadar bahwa dia
kehilangan suara Tuhan, dia kehilangan saatsaat dimana Tuhan menyapa dia, dia tidak ada
kepekaan itu lagi, dia berpikir, masih sama
juga tuh seperti tahun-tahun yang lalu,
akhirnya pelan-pelan dia tergeser dan
terbuang. Dan akhirnya yang berbicara adalah
batu-batu pada saat penghukuman, bukan
lagi di dalam satu saat yang menyelamatkan,
kairos menyelamatkan itu sudah pernah ada,
tetapi orang ini lewat dari pada kairos itu.
Seperti Yerusalem juga pernah ditawarkan
damai sejahtera, tetapi mereka menolak,
akhirnya Tuhan pakai batu-batu untuk
menyadarkan. Betul-betul batu berteriak,
karena engkau tidak mengetahui saat
bilamana Allah melawat engkau.
Mungkin Lukas satu-satunya yang
melihat bait Allah itu bukan secara negatif,
kita boleh bandingkan tulisan Paulus, Matius
atau Markus, semuanya itu berusaha untuk
merelatifisasi temple dengan alasan teologis
yang tentu saja sangat reasonable, karena
Jesus is the true temple, Dia adalah the true
tabernacle. Kehadiran Allah di tengah
umatNya itu adalah Yesus, maka temple itu
sudah dihentikan, tirai bait suci itu terbelah
waktu Yesus menghembuskan nafasNya yang
terakhir dst. Tetapi di dalam tulisan Lukas, the
beginning of the gospel of Luke, kita membaca
mulai dengan Zakaria yang ada di temple dan
ditutup dengan murid-murid yang ada di
temple juga, lalu Kisah Para Rasul memulai
dengan cerita murid-murid yang beribadah di
temple. Nah ini perspektif unik dari Lukas,
ingin membicarakan kontinuitas history of
salvation, redemptive history dari PL sampai
kepada PB, jadi bukan gambaran break begitu,
bukan gambaran yang direlatifisasi, bukan
gambaran yang berusaha untuk membatalkan
Torah, tetapi justru gambaran kontinuitas.
Maka di dalam bagian ini kita juga melihat
bagaimana (meskipun betul karena ini juga
peristiwa historis) Yesus memberikan satu
teguran yang keras, Dia mengusir pedagangpedagang yang di situ, tetapi kalau kita
membandingkan dengan perspektif Matius
atau Yohanes, ini adalah tulisan yang paling
pendek tentang penyucian bait Allah dan
bukan kebetulan ini ditulis oleh Lukas, karena
Lukas justru ingin menekankan kontinuitas
tabernacle theology, temple dengan kehadiran
Yesus Kristus yang menggenapi, Torah, the
fulfillment of the Torah.
Tetapi betul juga di sini dikatakan, bait
Allah itu perlu disucikan, bait Allah itu sendiri
ada dosanya, gereja sendiri juga perlu
disucikan oleh Tuhan. Gereja itu bukan berarti
bebas dari dosa, bebas dari keserakahan uang,
kalau manusia berdosa bisa jatuh di dalam
keserakahan, maka gereja juga bisa jatuh,
tidak ada yang immune, gereja juga bisa jatuh
ke dalam ketidaktaatan terhadap firman
Tuhan, maka gereja tetap harus taat terhadap
prinsip firman Tuhan, bukan karena dia gereja
lalu gereja pasti sama dengan Tuhan, tidak.
Nah ini self criticism yang penting, kalau kita
tidak ada self criticism untuk hal seperti ini,
gereja sangat mungkin masuk ke dalam satu
spiritualitas self righteousness, kalau orang
sudah memakai kata gereja, orang sudah
malas untuk discuss lagi, begitu kan ya? Oooh
ini uang untuk gereja, orang langsung takut
semua, karena gereja langsung connected
sama Tuhan, tetapi kalau perusahaan saya
sepertinya so sekuler, kalau family saya tidak
langsung connected sama Tuhan, begitu kan?
Jadi gereja perlu disucikan oleh Tuhan, kalau
kita membaca perkataan firman Tuhan,
pertama yang akan dihakimi itu adalah bait
GRII KG 742/781 (hal 2)
suci, itu adalah gereja, bukan kumpulan
orang-orang yang belum mengenal Yesus
Kristus, tetapi yang pertama-tama yang
dihakimi adalah orang-orang kristen, itu
prinsip firman Tuhan.
Maka sekali lagi, kalau kita kembali
kepada ajaran Yesus Kristus, kita harus
menempatkan institusi gereja dengan benar,
karena Tuhan datang akan menguduskan
umatNya, yang bukan umatNya tidak akan
dikuduskan oleh Tuhanm, mereka sudah
disiapkan
untuk
kebinasaan,
demikian
menurut surat Roma. Tetapi Tuhan tertarik
untuk menguduskan umatNya yaitu saudara
dan saya, berbahagia kita kalau
dalam
kehidupan ini kita tidak menjadi lelah waktu
Tuhan mengkoreksi kita, waktu Tuhan
membentuk, waktu Tuhan menegur kita,
waktu Tuhan membersihkan kita seperti
membersihkan bait Allah, karena indeed kita
adalah orang-orang yang berdosa. Kiranya
Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa
oleh pengkhotbah (AS)
GRII KG 742/781 (hal 3)
Download