Transformasi Tipologi pada Kubah Masjid Raya - Seminar

advertisement
SEMINAR HERITAGEIPLBI 2017 | KASUS STUDI
Transformasi Tipologi pada Kubah Masjid Raya Baiturrahman
sebagai Bangunan Bersejarah di Aceh
Armelia Dafrina
[email protected]
Staf Pengajar Pada Program Studi Arsitektur,Fakultas Teknik,Universitas Malikussaleh.
Abstrak
Masjid Raya Baiturrahman merupakan bangunan bersejarah masyarakat Aceh yang sangat terkenal
baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Sejak masa terbangunnya masjid Baiturrahman dari
zaman kolonial penjajahan Belanda tahun 1873 M sampai tragedi gempa bumi dan tsunami Aceh
tahun 2004. Penyebab terjadinya transformasi pada bentuk kubah disebabkan oleh faktor
kebutuhan yang terjadi pada masyarakat Aceh yang terdiri atas kegiatan hukum, sosial, politik,
pendidikan, serta ekonomi. Transformasi terjadi pada bentuk tampak kubah masjid raya
Baiturrahman Banda Aceh. Transformasi yang bersifat tipologikal (geometri), yang mana dapat kita
lihat pada penambahan bentuk kubah masjid yang awal pendiriannya menggunakan kubah
berjumlah satu sampai akhirnya berjumlah tujuh yang masih ada di masa sekarang.
Kata-kunci: bangunan bersejarah, kubah masjid, transformasi tipologi
Pendahulan
Masjid adalah pusat kegiatan ibadah komunitas ummat Islam yang hadir dari segenap kemampuan
yang dimiliki masyarakatnya, (Iskandar, 2004). Bangunan masjid merupakan salah satu arsip visual
yang menggambarkan kehidupan manusia sesuai dengan perkembangan zaman. Masjid juga sering
disebut sebagai aspek kultural yang melengkapi perwujudan dari segala kegiatan manusia yang
telah mengisi sejarah perkembangan agama, tradisi dan budaya pada masa itu. Arsitektur masjid di
Indonesia sangat banyak dipengaruhi oleh tradisi dan budaya yang merupakan peninggalan
kerajaan-kerajaan Islam yang berkembang sebelum abad ke-20, berdirinya masjid lama dapat di
istilahkan sebagai tradisi dan budaya masyarakat setempat. Masyarakat Indonesia sampai saat ini
masih memegang teguh bentuk masjid lama (peninggalan nenek moyang), (Syamsiah,2007). Masjid
Raya Baiturrahman terletak di pusat kota Banda Aceh, kota yang menjadi ibukota sekaligus pusat
pemerintahan Aceh. Sejarah heroik yang tersimpan pada masjid raya Baiturrahman adalah saksi bisu
perang, damai hingga gempa bumi dan tsunami. Masjid ini telah beberapa kali mengalami perluasan
dari bangunannya yang berkubah satu dengan luasannya yang berukuran 573,91 m², hingga kini
bangunan Masjid Raya Baiturrahman menjadi tujuh kubah dan lima menara dengan luasan
bangunan sekitar 3.500 m², dalam (Sabil, 2009).
Secara terminologis masjid berasal dari kata sajadah, yang berarti tempat sujud, tempat shalat,
atau tempat menyembah Allah SWT. Dalam istilah arkeologi masjid termasuk living monument, yaitu
bangunan yang tetap digunakan sesuai dengan fungsi semula ketika bangunan itu dibuat (Wijaya,
2008).
Kata masjid berasal dari bahasa Arab Sajada yasjudu yang berarti sujud. Dalam konteks yang lebih
luas sujud merupakan sebuah ekspresi dari kepatuhan dan ketaatan seseorang hamba kepada
Tuhannya. Sujud adalah puncak kepatuhan diri terhadap yang disembah (Ismail, 2003) dalam
(Utaberta, 2010). Masjid merupakan sarana ibadah umat muslim yang memiliki nilai tanda
kebesaran Allah Subhanallahuta’ala sekaligus sebagai penghubung interaksi manusia dengan Dzat
yang Maha Kuasa. Masjid merupakan salah satu bangunan yang sangat penting bagi masyarakat
Islam dan tidak dapat dipisahkan dari segala kegiatan sosial budayanya. Masjid berfungsi bukan
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 |539
Transformasi Tipologikal pada kubah Masjid Raya Baiturrahman sebagai bangunan bersejarah di Aceh
hanya untuk melaksanakan ibadah saja, tetapi juga berfungsi sebagai tempat bersosialisasi antar
manusia dalam menuntut ilmu. “Setiap ciri khas bangunan yang terpengaruh oleh religi kemudian
dapat membentuk ciri khasnya sendiri dengan cara perpaduan dengan gaya tradisi arsitektur lokal
yang sarat dengan nilai historisnya.” (Urtabeta,2006).
Masjid Raya Baiturrahman terletak di pusat kota Banda Aceh, kota yang menjadi ibukota sekaligus
pusat pemerintahan Aceh. Menurut sejarah bahwa Masjid raya Baiturrahman paling awal dibangun
pada masa pemerintahan Sultan Alaidin Mahmudsyah 1 pada tahun 1267-1309 M, dan diberi nama
Baiturrahman Masjid (Rumah Maha Penyayang). Kemudian nama masjid berubah menjadi
Baiturrahim (Rumah Pengasih) yang dibangun oleh Sultan Alaidin Syamsusyah 1497-1511 M. Namun
Masjid Raya Baiturrahman dibangun kembali pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada
tahun 1607-1636 M (Ismail, 2004,2012,2013). Berawal dari Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke-15
yang memiliki kubah besar dan beberapa kubah kecil di sekitar bangunan utama. Beberapa masjid
tua di Indonesia telah menerapkan konsep arsitektur Islam yang disesuaikan dengan budaya lokal
antara lain, Masjid Baiturrahman Banda Aceh, (Saputra, 2013).
Sejarah kontruksi bangunan Masjid Raya Baiturraman yang sudah dibakar dua kali yaitu yang
pertama pada 10 April 1873 M dan yang kedua kali pada empat tahun setelah Masjid Raya
Baiturrahman itu dibakar, pada pertengahan Maret 1877 M, dengan perjanjian Gubernur Jenderal
Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman yang telah
terbakar itu. Namun pembangunan kembali Masjid Raya Baiturrahman ini tidaklah mampu merebut
hati rakyat Aceh dengan beberapa alasan salah satunya diperkuat dengan terbentuknya denah yang
berbentuk salib terbalik. Setelah kebakaran yang pertama, tidak seperti sekarang ini, tapi bangunan
masjid berbentuk persegi dan terbuat dari kayu, sedangkan bentuk atapnya adalah bentuk piramida
berjenjang 3 dengan atap meru (untuk istilah model atap bertingkat tiga) serta lebar tanpa menara
dan dikelilingi oleh beberapa benteng. Menurut beberapa saksi masjid raya Baiturrahman yang dulu
sangat mirip dengan Masjid Jamik di Indra Puri, yang mana masjid ini sama-sama dibangun oleh
Sultan Iskandar Muda. Perubahan tranformasi tipologi bentuk kubah pada masjid raya Baiturrahman
dari awal mula berbentuk satu kubah di tahun 1873-1874 M, kemudian sampai pada bentuk jumlah
tujuh kubah sampai masa sekarang. Menurut sejarah bahwa Masjid raya Baiturrahman paling awal
dibangun pada masa pemerintahan Sultan Alaidin Mahmudsyah 1 pada tahun 1267-1309 M. Namun
Masjid raya Baiturrahman dibangun kembali pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada
tahun 1607-1636 M.
Masjid raya Baiturrahman dirancang oleh arsitek keturunan Italia Belanda yang bernama Meester De
Bruins dari Burgelijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan Umum) diBatavia. Pada awal
pembangunannya diawasi oleh LP Luyks dan beberapa ahli konstruksi.
Pada tahun 1936, masjid ini di perluas oleh Gubernur Van Aken. Dalam perluasan ini Masjid Raya
Baiturrahman ditambah dua kubah lagi dengan luasan 741 m². Pada tahun 1936, Masjid di perluas
oleh gubernur Van Aken dengan biaya f 35.000(Tiga Puluh Lima Ribu Rupiah Gulden). Dalam masa
perluasan ini Masjid Raya Baiturrahman ditambah dua kubah lagi dengan luasan 741 m².
Perluasan dengan penambahan dua kubah serta dua menara di arah utara dan selatan menurut
(Surat Keputusan menteri agama RI tanggal 31 Oktober 1957). Perletakan batu pertamanya
dilaksanakan pada hari sabtu, 16 Agustus 1958 oleh Menteri Agama yaitu K.H.M.Ilyas. Hasil renovasi
ini dilakukan dengan luas bangunan Masjid raya Baiturrahman menjadi 1.945 m² dengan lima kubah.
Tahun 1992 Masjid Raya Baiturrahman diperluas lagi dengan tujuh kubah dan lima menara dengan
luasan 3.500 m², dan tanah di bagian halaman depan di bebaskan seluas 16.070 m² dengan biaya
sebesar 1.2M. Di halaman depan didirikan menara utama dengan ketinggian 53 meter. Namun ketika
berapa tahun silam ibukota provinsi Aceh yaitu Banda Aceh mengalami tragedi gempa bumi dan
tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang menghancurkan sebagian daerah di Aceh, akan tetapi
Masjid Raya Baiturrahman ini selamat tanpa kerusakan sedikitpun.
540 |Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Armelia Dafrina
Kajian Pustaka
Transformasi berasal dari kata transformation yang memiliki arti perubahan bentuk. Kata tersebut
berasal dari kata transform yang berarti perubahan/pergantian bentuk. Apabila menjadi sifat sesuatu
transformasi menjadi transformatif yang bisa berarti perombakan/perombakan nilai-nilai (Nuruddin,
2014).
Transformasi adalah perubahan fisik yang disebabkan dengan adanya kekuatan non fisik yaitu
perubahan budaya, sosial, ekonomi, dan politik (Rossi, 1982 dalam Sari, 2007) dalam (Ilah, 2013).
Menurut (Laseau,1980) dalam (Ilah, 2003) transformasi terbagi atas 4 kategori yaitu:
1.
2.
3.
4.
Transformasi bersifat tipologikal (geometri) yangmana bentuk geometri berubah dengan
komponen pembentuk dan fungsi ruang yang sama.
Transformasi bersifat gramatikal hiasan(ornamental) dilakukan dengan menggeser,
memutar, mencerminkan, menjungkirbalikkan, melipat.
Transformasi bersifat kebalikan (reversal) pembalikan citra pada figur objek yang akan di
transformasi dimana citra objek dirubah menjadi citra sebaliknya.
Transformasi bersifat merancukan (distortion) kebebasan perancang dalam beraktifitas.
Menurut (Habraken,1976) dalam (Fitrianti, 2012) penyebab terjadinya transformasi terbagi atas 3
kategori yaitu:
1.
2.
3.
Kebutuhan identitas diri (identification) pada dasarnya orang ingin dikenal dan ingin
memperkenalkan diri terhadap lingkungan.
Perubahan gaya hidup (Life Style) perubahan struktur dalam masyarakat, pengaruh kontak
dengan budaya lain dan munculnya penemuan-penemuan baru mengenai manusia dan
lingkungannya.
Pengaruh teknologi baru timbulnya perasaan ikut tren atau model dimana bagian yang
masih dapat dipakai secara teknis (belum mencapai umur teknis dipaksa untuk diganti demi
mengikuti tren atau model.
Tabel 1. Transformasi bersifat tipologikal (geometri)dibagi menjadi 4 jenis yaitu
1.Translasasi (pergeseran) adalah suatu transformasi yang memindahkan setiap titik pada
bidang menurut jarak dan arah tertentu. Memindahkan tanpa mengubah-mengubahkan ukuran
dan tanpa memutar. Kata kuncinya transformasi ke arah yang sama dan jarak yang sama.
2.Refleksi (pencerminan) adalah satu jenis transformasi yang memindahkan setiap titik pada
suatu bidang dengan mengggunakan sifat bayangan "cermin dari titik-titik yang dipindahkan.
ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017| 541
Transformasi Tipologikal pada kubah Masjid Raya Baiturrahman sebagai bangunan bersejarah di Aceh
3.Rotasi (perputaran) adalah transformasi yang memindahkan suatu titik ke titik lain
dengan perputaran terhadap titik pusat tertentu.
4.Dilatasi (Perkalian/perubahan skala) adalah suatu transformasi yang memperbesar atau
memperkecil bentuk tetapi tidak mengubah bentuk.
Tabel 2. Transformasi bersifat gramatikal hiasan (ornamental)
No
Jenis Transformasi
1.
Pengertian Transformasi
Transformasi
ornamen
yang
disamping
terjadi
pada
contoh
merupakan
proses
transformasi yang bersifat gramatikal hiasan
(ornamental)
2.
Transformasi
yang
terjadi
pada
contoh
ornamen disamping merupakan transformasi
yang bersifat gramatikal hiasan (ornamental)
yang termasuk ke dalam jenis transformasi
pencerminan
3.
Transformasi
yang
terjadi
pada
contoh
ornamen disamping merupakan transformasi
yang bersifat gramatikal hiasan (ornamental)
yang termasuk ke dalam jenis transformasi
pergeseran, memutar, dan menjungkirbalikkan
542 |Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Armelia Dafrina
Tabel 3. Transformasi bersifat kebalikan (reversal )
No
Jenis Transformasi
Pengertian Transformasi
1.
Transformasi yang terjadi pada contoh figur
disamping merupakan transformasi yang bersifat
reversal (kebalikan) dimana dapat kita lihat citra
objek dirubah menjadi citra sebaliknya.
2.
Transformasi yang terjadi pada contoh figur
disamping merupakan transformasi yang bersifat
reversal (kebalikan) dimana dapat kita lihat citra
objek dirubah menjadi citra sebaliknya.
Tabel 4. Transformasi merancukan (distortion) dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
No
1.
Jenis Transformasi
Pengertian Transformasi
Transformasi aditif (penambahan) adalah penambahan
bentuk dasar masa tertentu dengan bentukan lain,
sejenis maupun yang berlainan, bisa juga menjadi
kombinasi bentukan tertentu.
Pada contoh
bangunan
di samping, transformasi
diperlihatkan dengan tonjolan pada bangunan yang
juga difungsikan sebagai ruangan.
2.
Transformasi
substraktif
(pengurangan)
adalah
pengurangan sebagian volume, tetap terlihat bentukan
dasarnya maupun berubah dari bentukan dasar masa
tersebut.
Pada contoh
bangunan
di samping, transformasi
ditunjukkan dengan pengurangan pada gubahan massa
dengan bentuk kotak.
3.
Transformasi dimensional adalah merubah satu atau
lebih
dimensinya
namun
identitasnya sebagai
Pada contoh
dimensional
satu
bangunan
ditunjukkan
masih
mempertahankan
bentuk dasar tertentu.
di samping, transformasi
dengan
mempertahankan
bentuk dasar lingkaran.
ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017| 543
Transformasi Tipologikal pada kubah Masjid Raya Baiturrahman sebagai bangunan bersejarah di Aceh
Transformasi Tipologikal Bentuk Kubah pada Masjid Raya Baituraahman Aceh
a.
b.
c.
d.
e.
Masjid raya Baiturrahman yang dirancang oleh arsitek Italia Belanda yang bernama Meester De
Bruins dari Burgelijke Openbare Werken (Departemen Pekerjaan Umum) di Batavia. Pada
kontruksi bangunan diawasi oleh LP Luyks dan beberapa ahli lainnya. Pembangunan masjid ini
di kerjakan oleh seorang Letnan Cina bernama Lie A, dan selesai pada tahun 1880:
Menurut sosial budaya masjid ini bergaya Arab, Eropa klasik dan mengambil arsitektur Moorish
yang terlihat dari pintu depan dan interior. Sedangkan jendela bergaya Arabesque.
Menurut agama arah masjid mengarah ke kiblat.
Menurut lokasi/lingkungan masjid ini berada di daerah yang tropis sebab itu bukaan pada masjid
masih harus besar.
Inilah bentuk tampak awal Masjid Raya Baiturrahman yang sudah dibakar oleh pihak Belanda
Pada tahun 1873-1874 M. Setelah empat tahun silam kemudian masjid ini dibangun kembali
oleh pihak Belanda dengan alasan untuk merebut kembali hati masyarakat Aceh. Pada
transformasi bentuk tampak awal pembangunan Masjid Raya Baiturrahman ini menggunakan
teori transformasi (Laseau, 1980) dalam Ilah (2003).
Gambar 1.Tampak Masjid raya Baiturrahman kubah satu tahun 1880-1900.
Pada tahun 1936, masjid ini di perluas oleh gubernur Van Aken. Dalam perluasan ini Masjid raya
Baiturrahman ditambah dua kubah lagi dengan luasan 741 m². Sebagian besar bahan-bahan yang
digunakan untuk pembangunan masjid ini bersal dari luar Aceh. Dan pembangunan masjid ini selesai
pada tahun 1881. Masjid ini kembali di serahkan untuk rakyat Aceh pada tanggal 27 Desember
1881.Penyebab terjadinya transformasi pada bentuk tampak di atas disebabkan oleh terbentuknya
bentuk tampak yang berbentuk salib terbalik. Transformasi yang terjadi pada bentuk tampak di atas
merupakan proses transformasi yang menggunakan teori (Laseau,1980) dalam (Ilah 2003) yang
bersifat merancukan (distortion) dan menggunakan jenis transformasi penambahan(adictif) dimana
dapat kita lihat dari penambahan antara bentuk kubah, kolom serta jendela.
Gambar 2. Tampak Masjid raya Baiturrahman
kubah tiga tahun 1936
544 |Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Armelia Dafrina
Penyebab terjadinya transformasi pada bentuk tampak pada gambar 2, disebabkan oleh faktor
kebutuhan identitas diri (identification) yang terdiri atas kegiatan hukum, politik, pendidikan, serta
ekonomi dan perubahan gaya hidup (life style) serta ikut tren atau model yang terdiri atas
kebudayaan masyarakat yang makin lama makin meningkat (kurun waktu). Pada transformasi
bentuk tampak diatas merupakan proses transformasi yang menggunakan teori (Laseau,1980) dalam
(Ilah,2003) yang bersifat merancukan(distortion) dan menggunakan jenis transformasi penambahan
(adiktif), yang mana dapat kita lihat pada penambahan bentuk kubah, kolom, serta jendela pada
bentuk dasar masjid di masa itu dengan bentukan lainnya yang sama dan penambahan menara disisi
kanan dan kiri.Pada bentuk tampak renovasi pembangunan masjid ini hanya ditambahkan ruang
para imam dan muazim, ruang tamu, ruang belajar dan perkantoran serta tempat penitipan
kendaraan dan instalasi air mancur di kolam depan.
Gambar 3. Tampak masjid
raya Baiturrahman berkubah
lima tahun 1957-1958
Penyebab terjadinya transformasi pada bentuk tampak kubah pada gambar 4 dibawah, disebabkan
oleh faktor kebutuhan identitas diri (identification) yang terdiri atas kegiatan hukum, politik,
pendidikan, serta ekonomi dan perubahan gaya hidup (life style) serta ikut mode yang terdiri atas
kebudayaan masyarakat yang makin lama makin meningkat (berdasarkan kurun waktu). Pada
transformasi bentuk tampak diatas merupakan proses transformasi yang menggunakan teori
menurut (Laseau, 1980) dalam (Ilah, 2003) yang bersifat merancukan (distortion) dan menggunakan
jenis transformasi aditif (penambahan), serta transformasi yang bersifat tipologikal (geometri), yang
menggunakan jenis transformasi refleksi (pencerminan), yang mana dapat kita lihat pada
penambahan bentuk kubah, kolom, jendela, serta menara dasar masjid dimasa itu dengan bentukan
lainnya yang sama dan memindahkan bentuk kolom dan jendela dengan menggunakan sifat
bayangan. Pada bentuk tampak renovasi pembangunan masjid ini hanya ditambahkan ruang para
imam dan muazim, ruang tamu, ruang belajar dan perkantoran serta tempat penitipan kendaraan
dan instalasi air mancur di kolam depan. Masjid ini sudah menggunakan tujuh kubah dan tiang-tiang
bangunan yang terdiri dari beton, serta penambahan empat menara dan satu menara induk.
Gambar 4. Tampak masjid
raya Baiturrahman Berkubah
tujuh tahun 1992
Tahun 1992 Masjid Raya Baiturrahman diperluas lagi dengan tujuh kubah dan lima menara dengan
luasan 3.500 m², dan tanah dibagian halaman depan dibebaskan seluas 16.070 m². Dihalaman
depan didirikan menara utama dengan ketinggian 53 meter. Berdasarkan sosial budaya masjid raya
Baiturrahman ini bergaya Arab, Eropa Klasik dan mengambil arsitektur Moorish yang terlihat dari
pintu depan dan interior. Sedangkan jendela bergaya arsitektur Arabesque. Menurut agama arah
masjid mengarah ke kiblat menghadap arah Kabbah. Sedangkan menurut lokasi/lingkungan masjid
ini berada di daerah yang tropis sebab itu bukaan pada masjid masih harus besar.
ProsidingSeminar Heritage IPLBI 2017| 545
Transformasi Tipologikal pada kubah Masjid Raya Baiturrahman sebagai bangunan bersejarah di Aceh
Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, uraian dan analisa pada bab-bab terdahulu yang membahas
mengenai sejarah dan transformasi bentuk serta penerapan transformasi pada sebuah masjid
berdasarkan teori (Laseau ,1980) dalam (Ilah, 2003) maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
2.
3.
Awalnya Masjid Raya Baiturrahman berbentuk persegi dan terbuat dari kayu, sedangkan pada
bentuk atapnya adalah bentuk piramida berjenjang tiga dengan atap meru (istilah model lain
atap bertingkat) lebar tanpa menara, dengan dikelilingi oleh beberapa benteng.
Masjid Raya Baiturrahman telah beberapa kali mengalami perubahan:
a. Perubahan pada tahun 1880 M dengan satu kubah
b. Perubahan pada tahun 1936 M dengan tiga kubah
c. Perubahan pada tahun 1957 M dengan lima kubah dan dua menara
d. Perubahan pada tahun 1992 M dengan tujuh kubah dan empat menara serta satu menara
induk
Perubahan denah terjadi pada Masjid Raya Baiturrahman ada beberapa faktor:
a. Pembangunan kembali denah awal yang berbentuk salib terbalik
b. Renovasi kembali terjadi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
a. Kebutuhan identitas diri (identification) yang terdiri atas kegiatan hukum, politik,
pendidikan, serta ekonomi
b. perubahan gaya hidup (life style) serta ikut model yang terdiri atas kebudayaan
masyarakat yang makin lama makin meningkat (berdasarkan kurun waktu).
DaftarPustaka
Ismail.A, (2004). Masjid Raya Dalam Lintasan Sejarah, Pengurus Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.
Ismail.A, (2012). Sejarah Singkat Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Pengurus Masjid Raya Baiturrahman,
Banda Aceh.
Ismail.A, (2013). Sejarah Singkat Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh A Brief History of Baiturrahman Grand
Mosque Aceh,Pengurus Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.
Sabil.J, (2009). Masjid Bersejarah Di Nanggroe Aceh Jilid 1. Kantor Departemen Agama Provinsi Aceh, Banda
Aceh.
Utaberta.N, (2010). Arsitektur Islam Dan Arsitektur Masjid Di Nusantara, Masjid Sebagai Pusat Perkembangan
Masyarakat, Malaysia.
Fitrianti.I, (2012). Transformasi Perpustakaan UI Dalam Mendukung Universitas Indonesia Menjadi Word Class
University. Universitas Indonesia. Depok.
Wijaya.L, (2008). Masjid Merah Panjunan Cirebon, Perpustakaan Digital UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Yogyakarta.
Iskandar. Syaom, M. & Barliana. (2004). Tradisionalitas dan Modernitas Tipologi Arsitektur Masjid, Jurnal Dimensi
Arsitektur vol.32, No.2, Desember 2004, Universitas Pendidikan Indonesia.
Nuruddin. (2014). Transformasi Sistem Pendidikan Pesantren. Jurnal Fenomena, Vol. 13, No 2 Oktober 2014.
Jember.
Saputra, A. (2013). Ideologi, Teori, Konsep Dan Prinsip Arsitektur Masjid Utsmaniyah. Journal Of
Architecture,Vol.2 No.1.Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Syamsiah, N.R. (2007). Kajian Transformasi Mihrab dalam Arsitektur Masjid melalui identifikasi fungsi teknis dan
estetika, Jurnal Teknik Gelagar vol.18, no.01, 05 Oktober 2016, UMS
Ilah, I. (2003).Transformasi Bentuk Dalam Arsitektur. Kanvas Angan. (http://kanvasangan.blogspot.co.id/2013/04/transformasi-bentuk-dalam-arsitektur.html/). 03 Mei 2016.
Utaberta, N. (2006). Divinely designed dome: kubah dalam arsitektur gereja dan masjid.
(http://www.academia.edu/2004487/Article utk Aceh Institute October 2006 Masalah Inferioriti Kompleks pada
Perancangan Masjid Modern di Nusantara).
546 |Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Download