BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Fungi Mikoriza Arbuskula adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza, yaitu fungi pembentuk mikoriza yang berkembang di dalam sel-sel akar, tidak membentuk mantel hifa pada permukaan akar maupun jala Hartig dalam jaringan epidermis dan korteks akar, dan mempunyai organ berupa arbuskula. Karakteristik utama dari FMA adalah biotrof obligat yang berarti bahwa setiap daur hidupnya harus berasosiasi dengan tanaman hidup. Fungi Mikoriza Arbuskula merupakan salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza. Imas et al. (1989) menyatakan bahwa karakteristik endomikoriza adalah sebagai berikut : 1. Perakaran yang terkena infeksi tidak membesar 2. Cendawannya membentuk struktur lapisan hifa tipis pada permukaan akar, tetapi tidak setebal mantel pada ektomikoriza 3. Hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks 4. Adanya struktur khusus berbentuk oval yang disebut “Vesicles” dan sistem percabangan hifa yang disebut “Arbuscules” FMA termasuk dalam ordo Glomales (Zygomycotona) dan terdiri dari dua subordo, yaitu Glomineae dan Gigasporineae. Glominae terdiri dari empat famili yaitu Glomaceae, Acaulosporaceae, Aracheosporaceae, dan Paraglomaceae. Sementara Gigasporineae terdiri dari lima famili yaitu Ehtrophospora, Aracheospora, Paraglomus, Gigaspora, dan Scutellspora (INVAM 2011) Jaringan hifa eksternal FMA yang menginfeksi akar tanaman akan memperluas bidang serapan akar terhadap air dan unsur hara. Di samping itu, ukuran hifa yang sangat halus pada bulu-bulu akar memungkinkan hifa dapat menyusup ke pori-pori tanah yang paling halus sehingga hifa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Kilham 1994 dalam Musfal 2011). Hifa yang masuk ke dalam sel-sel korteks akar tumbuhan inang juga akan berkembang membentuk cabang-cabang secara dikotom sehingga sebagian besar volume sel korteks terisi oleh sistem percabangan hifa tersebut. Dengan cara demikian, memungkinkan terjadinya pertukaran hara antara tumbuhan inang dengan fungi pembentuk mikoriza (Russell 1973 dalam Indriyanto 2008). Manfaat FMA bagi ekosistem adalah untuk menghasilkan enzim fosfatase yang dapat melepaskan unsur P yang terikat unsur Al dan Fe pada lahan masam dan Ca pada lahan berkapur sehingga P akan tersedia bagi tanaman (Bolan 1991 dalam Musfal 2010). Terjadinya peningkatan penyerapan fosfor pada tanaman bermikoriza ditentukan oleh spesies tanaman (keperluan tanaman akan fosfor dan kemampuan tanaman untuk menggunakan fosfor tanah dengan sebaik – baiknya, kandungan fosfor dalam tanah, infeksi mikoriza, dan efisiensi spesies funginya (Imas et al. 1989). Keuntungan dari FMA terhadap tanaman setelah berasosiasi adalah meningkatkan pertumbuhan dan kualitas bibit di persemaian dan saat dilakukan kegiatan transplanting di lapangan akan menunjukkan kemampuan lebih stabil (Setiadi 1997 dalam Lewenussa 2009). Keuntungan lain yang akan diperoleh dengan melibatkan mikroba pada tanaman antara lain: meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pengambilan nitrogen (N) dan fosfor (P), tersedianya growth regulating substances, tercegah dari patogen, dan perbaikan struktur tanah (Fakuara 1988). Kemampuan cendawan pembentuk mikoriza untuk bersimbiosis dengan akar tumbuhan sangat berbeda dan bergantung pada kecocokannya. Kecocokan cendawan dengan inang merupakan tingkat asosiasi yang dapat terjadi pada mikoriza, sehingga asosiasi itu kemungkinan dapat khusus pada satu inang, atau berasosiasi pada berbagai jenis inang. Efektivitas mikoriza dalam peranannya untuk meningkatkan pertumbuhan sangat bergantung kepada tingkat asosiasi cendawan pembentuk mikoriza dengan akar tanaman. Konsep ketergantungan tanaman akan mikoriza adalah tingkat relatif dimana tanaman tergantung pada keberadaan cendawan mikoriza untuk mencapai pertumbuhannya yang maksimum pada tingkat kesuburan tanah tertentu (Habte dan Manyunath 1991 dalam Setiadi 2005). Jati (Tectona grandis) merupakan salah satu jenis pohon hutan yang dapat berasosiasi dengan fungi pembentuk endomikoriza (Indryanto 2008). Tingkat ketergantungan tanaman terhadap FMA selain ditentukan oleh tanaman itu sendiri, juga akan ditentukan oleh kandungan fosfat dalam tanah dan jenis isolat cendawan yang dipakai (Dodd dan Jeffries 1991 dalam Setiadi 2005). 2.2. Manfaat Asosiasi Mikoriza Pritchet (1979) dalam Fakuara et al. (1993) menyatakan bahwa cendawan pembentuk stuktur mikoriza sangat penting bagi nutrisi dan pertumbuhan pohon. Nye dan Tinker (1977) dalam Fakuara et al. (1993) juga menyatakan bahwa akar bermikoriza aktif menyerap unsur hara sehingga pertumbuhan tanaman yang bermikoriza lebih cepat dibandingkan dengan tanaman yang akarnya tidak bermikoriza. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Harley (1969) dan Bowen (1973) yaitu serapan dan translokasi P lebih cepat jika akar bermikoriza. Selain itu pula, mikoriza dapat berperan sebagai pengendali biologi yaitu dapat menciptakan mekanisme yang memungkinkan dapat meningkatkan ketahanan terhadap patogen akar. 2.3. Kompatibilitas Jati Dengan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Efektifitas FMA sangat tergantung pada kesesuaian antara faktor-faktor jenis FMA, tanaman dan tanah, serta interaksi ketiga faktor tersebut. Perbedaan kompatibilitas oleh beberapa isolat FMA pada 2 jenis klon (hasil perbanyakan kultur jaringan) pada saat penyapihan yaitu klon 07 dan klon 03 (Rohayati 1999 dalam Suraya 2002). Hasilnya menunjukkan bahwa inokulasi isolat FMA G. aggregatum pada bibit jati nomor klom 07 asal KPH Cepu dapat menghasilkan presentase infeksi tertinggi (89.29%) dan inokulasi FMA G.manihotis pada klon yang sama menunjukkan presentase rendah. Sedangkan pada bibit jati klon 03 asal KPH Saradan menunjukkan presentase infeksi tertinggi juga dihasilkan oleh isolate FMA G. aggregatum (91.57%) dan presentase infeksi terendah adalah FMA Gigaspora sp. + Glomus sp. yaitu 47.57%. Menurunnya cahaya dapat berpengaruh negatif terhadap infeksi FMA. Dengan adanya naungan dan hari panjang dapat menurunkan perkembangan FMA dan kepadatan infeksi pada akar lebih banyak dari panjang akar yang sebenarnya diinfeksi. Infeksi FMA meningkat selama musim pertumbuhan (Fakuara 1998 dalam Faisal 2005). Pertumbuhan cendawan yang terus menerus selama musim panas pasti akan mempengaruhi prosentase infeksi akar sehingga diharapkan pertumbuhan akar lebih lambat dalam musim panas daripada musim semi. 2.4. Jati (Tectona grandis Linn. F.) Tanaman jati termasuk ke dalam famili Verbenaceae. Jati tumbuh baik di daerah dengan musim kering yang nyata, jumlah curah hujan rata - rata 1200-2000 mm/tahun dan ketinggian tempat hingga 700 m dpl. Jati memerlukan tanah yang berdrainase baik dan beraerasi cukup sebagai tempat tumbuhnya. Jati juga dapat tumbuh pada kondisi tanah yang memiliki solum tanah tebal dan memiliki pH normal (6,5-7,5) (Khrisnapillay 2000 dalam Qirom, M.A et al. 2009). Pada tanah-tanah yang dangkal, padat, serta becek pertumbuhannya kurang baik dan mudah terserang hama penyakit (Martawijaya et al.1981 dalam Irawan 2009). Keadaan hara tanah yang menunjang pertumbuhan jati yang baik adalah pada tanah yang kandungan kalsium, magnesium, dan fosfornya tinggi (Setiadi 1989 dalam Parlaungan 2005). Wilayah penyebaran jati meliputi Jawa, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Lampung (Martawijaya et al. 1981 dalam Suyanto, 2009). Kayu jati memiliki kondisi kelas kuat dan kelas awet yang baik sehingga banyak dibutuhkan dalam industri properti, seperti untuk kayu lapis dan produk-produk mebeler. Produk kayu jati memiliki pangsa pasar yang luas baik dalam maupun luar negeri, yang belum dapat terpenuhi semua. Dengan kebutuhan yang belum terpenuhi dan didukung dengan nilai jual yang tinggi, usaha penanaman jati memiliki peluang yang bagus (Sumarna 2003 dalam Suyanto 2009).