Manajemen bencana lingkungan

advertisement
MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA DAN LINGKUNGAN
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga
mengakibatkan
timbulnya
korban
jiwa
manusia,
kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2007).
Berdasarkan sumber dan penyebabnya, bencana dapat dibagi menjadi :
1.
Bencana alam adalah segala jenis bencana yang sumber, perilaku,
dan faktor penyebab atau pengaruhnya berasal dari alam, seperti :
banjir, tanah longsor, gempa bumi, erupsi gunung api, kekeringan,
angin ribut dan tsunami.
2.
Bencana
non
alam adalah adalah bencana yang diakibatkan
peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa
gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang
meliputi
konflik
sosial
antarkelompok
atau
antarkomunitas
masyarakat, dan teror.
Bencana dapat berupa kebakaran, tsunami, gempa bumi, letusan
gunung api, banjir, longsor, badai tropis, dan lainnya, oleh karena itu peran
mitigasi benncana sangat diperlukan agar dapat mengurangi dampak dari
bencana yang terjadi.
a) Bencana Banjir Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana banjir
antara lain:
1) Pengawasan
penggunaan
lahan
dan
perencanaan
lokasi
untuk
menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah
yang aman.
2) Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap
banjir dan dibuat bertingkat.
3) Pembangunan infrastruktur harus kedap air.
4) Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai, tembok
laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat
membantu untuk mengurangi bencana banjir.
5) Pembersihan sedimen.
6) Pembangunan pembuatan saluran drainase.
7) Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.
8) Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi kuat)
9) Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.
10) Pelatihan
tentang
kewaspadaan
banjir
seperti
cara
penyimpanan/pergudangan perbekalan, tempat istirahat/ tidur di
tempat yang aman (daerah yang tinggi).
b) Bencana Tanah Longsor Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana
tanah longsor antara lain:
1) Pembangunan permukiman dan vasilitas utama lainnya menghindari
daerah rawan bencana.
2) Menyarankan relokasi.
3) Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang untuk menghindari
bahaya liquefation.
4) Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu, untuk menghindari
penurunan yang tidak seragam (differential settlement).
5) Menyarankan pembangunan utilitas yang ada di dalam tanah harus
bersifat fleksibel.
6) Mengurangi tingkat keterjalan lereng.
c) Bencana Gunung Berapi Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana
Gunung Api antara lain:
1) Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting harus
jauh atau di luar dari kawasan rawan bencana.
2) Hindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava
dan atau lahar
3) Perkenalkan struktur bangunan tahan api.
4) Penerapan desain bangunan yang tahan terhadap tambahan beban
akibat abu gunung api
5) Membuat barak pengungsian yang permanen, terutama di sekitar
gunung api yang sering meletus, misalnya G.Merapi (DIY, Jateng), G.
Semeru (Jatim), G. Karangetang (Sulawesi Utara) dsb.
6) Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung
api harus mengetahui posisi tempat tinggalnya pada Peta kawasan
Rawan Bencana Gunung api (penyuluhan).
7) Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung
api hendaknya faham cara menghindar dan tindakan yang harus
dilakukan ketika terjadi letusan gunung api (penyuluhan)
8) Mensosialisasikan kepada masyarakat agar paham arti dari peringatan
dini yang diberikan oleh aparat/Pengamat Gunung api (penyuluhan).
9) Mensosialisasikan
kepada
masyarakat
agar
bersedia
melakukan
koordinasi dengan aparat/Pengamat Gunung api.
d) Bencana Gempa Bumi Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana
Gempa Bumi antara lain :
1) Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan
getaran/gempa.
2) Memastikan perkuatan bangunan dengan mengikuti standard kualitas
bangunan.
3) Pembangunan fasilitas umum dengan standard kualitas yang tinggi.
4) Memastikan kekuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada.
5) Rencanakan
penempatan
pemukiman
untuk
mengurangi
tingkat
kepadatan hunian di daerah rawan bencana.
e) Bencana Tsunami Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya
antara lain:
1) Peningkatan
kewaspadaan
dan
kesiapsiagaan
tenhadap
bahaya
tsunami.
2) Pendidikan kepada masyarakat tentang karakteristik dan pengenalan
bahaya tsunami.
3) Pembangunan tsunami Early Warning System.
4) Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang
beresiko.
5) Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai
meredam gaya air tsunami.
6) Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah
pemukiman. Tempat/ bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah
diakses untuk menghidari ketinggian tsunami.
f) Bencana Kebakaran Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya
antara lain:
1) Pembuatan dan sosialisasi kebijakan Pencegahan dan Penanganan
Kebakaran.
2) Peningkatan penegakan hukum.
3) Pembentukan
pasukan
pemadaman
kebakaran
khususnya
untuk
penanganan kebakaran secara dini.
4) Pembuatan waduk-waduk kecil, Bak penampungan air dan Hydran
untuk pemadaman api.
5) Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan
secara ketat.
6) Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan
tanaman yang heterogen.
7) Meningkatkan partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di
daerahnya.
g) Bencana Kekeringan Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya
antara lain:
1) Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu dengan
mengganti penggunaan air tanah dengan penggunaan air permukaan
dengan cara pembuatan waduk, pembuatan saluran distribusi yang
efisien.
2) Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan pembuatan
check dam, reboisasi.
3) Pengalihan bahan bakar kayu bakar menjadi bahan bakar minyak
untuk menghindari penebangan hutan/tanaman.
4) Pendidikan dan pelatihan.
5) Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan melaksanakan
pengelolaan Iahan, pengelolaan hutan, waduk peresapan dan irigasi.
h) Bencana Angin Siklon Tropis Secara lebih rinci upaya pengurangan
bencananya antara lain:
1) Memastikan struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk
mampu bertahan terhadap gaya angin.
2) Penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban
angin khususnya di daerah yang rawan angin topan.
3) Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah
yang terlindung dari serangan angin topan.
4) Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angina
i)
Bencana
Wabah
Penyakit
Secara
lebih
rinci
upaya
pengurangan
bencananya antara lain:
1) Menyiapkan masyarakat secara luas termasuk aparat pemerintah
khususnya di jajaran kesehatan dan lintas sektor terkait untuk
memahami resiko bila wabah terjadi serta bagaimana cara-cara
menghadapinya bila suatu wabah terjadi melalui kegiatan sosialisasi
yang berkesinambungan.
2) Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung
upaya-upaya pencegahan, respon cepat serta penanganan bila
wabah terjadi.
3) Menyiapkan
infrastruktur
untuk
upaya
penanganan
seperti
sumberdaya manusia yang profesional, sarana pelayanan kesehatan,
sarana
komunikasi,
transportasi,
logistik
serta
pembiayaan
operasional.
4) Upaya penguatan surveilans epidemiologi untuk identifikasi faktor
risiko dan menentukan strategi intervensi dan penanganan maupun
respon dini di semua jajaran.
j) Bencana Konflik Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana akibat
konflik antara lain :
1) Mendorong peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam rangka
memelihara stabilitas ketentraman dan ketertiban
2) Mendukung kelangsungan demokratisasi politik dengan keberagaman
aspirasi politik, serta di tanamkan moral dan etika budaya politik
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
3) Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara
konsisten, berkeadilan dan kejujuran.
4) Meningkatkan
pemahaman
dan
penyadaran
serta
meningkatnya
perlindungan penghormatan, dan penegakkan HAM.
5) Meningkatkan kinerja aparatur negara dalam rangka mewujudkan
aparatur negara yang berfungsi melayani masyarakat, profesional,
berdayaguna, produktif, transparan, bebas dari KKN.
Apakah Penanggulangan Bencana itu ?
Penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi
penetapan
kebijakan
pembangunan
yang
berisiko
timbulnya
bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Tujuan dari
penanggulangan bencana adalah :
1)
memberikan
perlindungan kepada masyarakat
dari ancaman
bencana;
2)
menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
3)
menjamin
terselenggaranya
penanggulangan
bencana secara
terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
4)
menghargai budaya lokal;
5)
membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
6)
mendorong
semangat
gotong
royong,
kesetiakawanan,
dan
kedermawanan; dan
7)
menciptakan
perdamaian
dalam
kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap
meliputi:
a. prabencana;
b. saat tanggap darurat; dan
c. pascabencana.
Prabencana
Penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
pada
tahapan
meliputi:
a. dalam situasi tidak terjadi bencana; meliputi :
1) perencanaan penanggulangan bencana; yang terdiri atas :
prabencana
pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; pemahaman tentang
kerentanan
masyarakat;
analisis
kemungkinan
dampak
bencana;
pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; penentuan mekanisme
kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan alokasi tugas,
kewenangan,dan sumberdaya yang tersedia.
2) pengurangan risiko bencana; yang terdiri atas : pengenalan dan
pemantauan
risiko
bencana;
perencanaan
partisipatif
penanggulangan bencana; pengembangan budaya sadar bencana;
peningkatan
komitmen
terhadap
pelaku
penanggulangan bencana; dan penerapan upaya fisik, nonfisik, dan
pengaturan penanggulangan bencana.
3) pencegahan; yang terdiri atas : identifikasi dan pengenalan secara pasti
terhadap
sumber
bahaya
atau
ancaman
bencana; kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya
alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi
sumber bahaya bencana; pemantauan penggunaan teknologi yang
secara
tiba-tiba
dan/atau
berangsur
ancaman atau bahaya bencana;
berpotensi
menjadi
sumber
penataan ruang dan pengelolaan
lingkungan hidup; dan penguatan ketahanan sosial masyarakat.
4) pemaduan dalam perencanaan pembangunan yang dilakukan dengan
cara mencantumkan unsur-unsur rencana penanggulangan bencana ke
dalam rencana pembangunan pusat dan daerah, dilakukan secara
berkala dikoordinasikan oleh suatu Badan.
5) analisis resiko bencana
6) pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk
mengurangi
resiko
bencana
yang
mencakup
pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan,
dan penerapan sanksi terhadap pelanggar.
7) pendidikan dan pelatihan; dan
8) persyaratan
standar
teknis
penanggulangan
bencana.
b. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana, meliputi : kesiapsiagaan,
peringatan dini, dan mitigasi bencana.
Tanggap Darurat
Penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
pada
saat
tanggap
darurat
meliputi:
1)
pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya; mengidentifikasi: cakupan lokasi bencana; jumlah
korban; kerusakan prasarana dan sarana; gangguan terhadap
fungsi pelayanan umum serta pemerintahan; dan kemampuan
sumber daya alam maupun buatan.
2)
penentuan status keadaan darurat bencana;
3)
penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana melalui
upaya : pencarian & penyelamatan korban; pertolongan darurat;
dan/atau evakuasi korban.
4)
pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi : kebutuhan air bersih
dan sanitasi; pangan; sandang; pelayanan kesehatan;pelayanan
psikososial; dan penampungan dan tempat hunian.
5)
perlindungan terhadap kelompok rentan yaitu dengan memberikan
prioritas kepada kelompok rentan (bayi, balita,dan anak-anak; ibu
yang sedang mengandung atau menyusui; penyandang cacat; dan
orang lanjut usia) berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan,
pelayanan kesehatan, dan psikososial.
6)
pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital, dilakukan
dengan
memperbaiki
dan/atau
mengganti
kerusakan
akibat
bencana.
Pascabencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi:
a. rehabilitasi; melalui kegiatan: perbaikan lingkungan daerah bencana;
perbaikan prasarana dan sarana umum; pemberian bantuan perbaikan
rumah masyarakat; pemulihan sosial psikologis; pelayanan kesehatan;
rekonsiliasi dan resolusi konflik; pemulihan sosial ekonomi budaya;
pemulihan keamanan dan ketertiban; pemulihan fungsi pemerintahan;
dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
b. rekonstruksi, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih
baik,
meliputi:
pembangunan
kembali
prasarana
dan
sarana;
pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; pembangkitan kembali
kehidupan sosial budaya masyarakat; penerapan rancang bangun yang
tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha, dan masyarakat; peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan
budaya;
peningkatan
fungsi
pelayanan
publik;
dan
peningkatan
pelayanan utama dalam masyarakat.
MANAJEMEN BENCANA
Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan
terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan
dengan
observasi
kesiapsiagaan,
dan
analisis
peringatan
dini,
bencana
serta
penanganan
pencegahan,
darurat,
mitigasi,
rehabilitasi
dan
rekonstruksi bencana. (UU 24/2007).
Manajemen
bencana
menurut
(University
of
Wisconsin)
sebagai
serangkaian kegiatan yang didesain untuk mengendalikan situasi bencana dan
darurat dan untuk mempersiapkan kerangka untuk membantu orang yang
renta bencana untuk menghindari atau mengatasi dampak bencana tersebut.
Manajemen bencana menurut (Universitas British Columbia) ialah proses
pembentukan atau penetapan tujuan bersama dan nilai bersama (common
value)
untuk
mendorong
pihak-pihak
yang
terlibat
(partisipan)
untuk
menyusun rencana dan menghadapi baik bencana potensial maupun akual.
Secara umum, manajemen bencana bertujuan untuk :
1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan
harta benda dan lingkungan hidup
2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban
3. Mengembalikan
korban
bencana
dari
daerah
penampungan/
pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke
daerah baru yang layak huni dan aman.
4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/
transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan
kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana.
5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.
6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.
Adapula tujuan lainya adalah sebgai berikut:
1. Menghindari kerugian pada individu, masyarakat dan Negara melalui
tindakan dini. Tindakan ini merupakan pencegahan, tindakan ini efektif
sebelum bencana itu terjadi.Tindakan penghindaran biasanya dikaitkan
dengan beberapa upaya. Pertama penghilangan kemungkinan sebab.
Kalau bencana itu bisa disebabkan oleh kesalahan manusia, tindakan
penghilangan sebab tentunya bisa dilakukan. Tentunya hal ini akan
sulit bila penyebabnya adalah alam yang memiliki energi di luar
kemampuan manusia untuk melakukannya. Pergeseran lempeng bumi
yang menyebabkan gempa bumi tektonik, misalnya, merupakan sebab
yang sampai saat ini belum diatasi manusia. Oleh karena itu tindakan
penghindaran bencana alam lebih diarahkan pada menghilangkan, atau
mengurangi
kondisi
yang
dapat
menimbulkan
bencana.
Kondisi
dimaksud dalah struktur bangunan yang sesuai untuk kondisi gempa
yang dapat bangunan tahan terhadap goncangan, sehingga dapat
menghidari kerugian fisik, ekonomi, dan lingkungan.
2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat dan Negara berupa
kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan lingkungan
bila bencana tersebut terjadi, serta efektif bila bencana itu telah terjadi.
Tetapi perlu diingat, piranti tindakan meminimalisasi kerugian itu telah
dilakukan jauh sebelum bencana itu terjadi. Contoh bencana alam
dengan cepat akan menimbulkan masalah pada kesehatan akibat luka
parah, bahkan meninggal, maka tindakan minimalisasi yang harus
dilakukan sejak dini adalah penyebaran pusat-pusat medis ke berbagai
wilayah, paling tidak sampai tingkat kecamatan.
3. Meminimalisasi
penderitaan
yang
ditanggung
oleh
individu
dan
masyarakat yang terkena bencana. Ada juga yang menyebut tindakan ini
sebagai pengentasan. Tujuan utamanya adalah membantu individu dan
masyarakat yang terkena bencana supaya dapat bertahan hidup dengan
cara melepaskan penderitaan yang langsung dialami. Bantuan tenda,
pembangunan kembali perumahan yang hancur, memberi subsidi,
termasuk kedalam kategori ini. Pemberian pemulihan kondisi psikis
individu dan masyarakat yang terkena bencana juga perlu karena
bertujuan untuk mengembalikan optimisme dan kepercayaan diri.
4. Untuk memperbaiki kondisi sehingga indivudu dan masyarakat dapat
mengatasi permasalahan akibat bencana. Perbaikan kondisi terutama
diarahkan kepada perbaikan infrastruktur seperti jalan, jembatan,
listrik, penyedian air bersih, sarana komunikasi, dan sebagainya.
Mekanisme manajemen bencana terdiri dari :
1. Mekanisme internal atau informal, yaitu unsur-unsur masyarakat di
lokasi bencana yang secara umum melaksanakan fungsi pertama dan
utama dalam manajemen bencana dan kerapkali disebut mekanisme
manajemen bencana alamiah, terdiri dari keluarga, organisasi sosial
informal (pengajian, pelayanan kematian, kegiatan kegotong royongan,
arisan dan sebagainya) serta masyarakat lokal.
2. Mekanisme eksternal atau formal, yaitu organisasi yang sengaja
dibentuk untuk tujuan manajemen bencana, contoh untuk Indonesia
adalah BAKORNAS PB, SATKORLAK PB dan SATLAK PB.
Secara umum manajemen bencana dan keadaan darurat adalah tahapan prabencana, saat bencana, dan pasca-bencana. Untuk daerah-daerah yang kerap
tertimpa bencana entah itu yang dibuat manusia (banjir, longsor, luapan
lumpur, dll.) ataupun yang tak terduga secara awam (gempa tektonik,
vulkanik, angin puting beliung, dll.), sebaiknya menerapkan tahapan-tahapan
kerja yang lebih mendetail. Setiap tahapan itu adalah sebagai berikut:
1.
Riset: pelajari fenomena alam yang akan terjadi secara umum atau
khusus di satu daerah. Kontur tanah hingga letak geografis suatu
daerah menjadi pengaruh utama penanganan ke depan. Jika yang
terjadi adalah peristiwa kebakaran hutan, riset tentang lokasi dan
pendataan masyarakat di dalam ataupun sekitar hutan mengawali
paket penanganan bencana. Jika kebakaran seperti terjadi di
beberapa pasar, tentulah pendataan kelayakan pasar tersebut akan
membantu akar permasalahan bencana kebakaran tersebut.
2.
Analisis Kerawanan dan Kajian Risiko (Vulnerabilities Analysis
and
Risk
Assessment):
ada
beberapa
variabel
yang
bisa
menyebabkan bencana ataupun keadaan darurat terjadi di satu
daerah. Matriks atas variabel ini patut didaftar untuk kemudian
dikaji risiko atau dampaknya jika satu variabel atau paduan
beberapa variabel terjadi.
3.
Sosialisasi dan Kesiapan Masyarakat: pengetahuan atas fenomena
alam hingga tindakan antisipatif setiap anggota masyarakat menjadi
suatu hal mutlak dilakukan oleh Pemerintah ataupun kalangan
akademisi yang telah melakukan kajian-kajian dan pemantauan
atas fenomena alam di daerahnya.
4.
Mitigasi atau persiapan mendekati terjadinya bencana atau
keadaan
darurat.
perumahan
saya,
Persiapan
misalnya,
menghadapi
dilakukan
banjir
dengan
di
komplek
membersihkan
saluran got dan membangun daerah-daerah penyerapan air ke
tanah. Setiap minggu ada pemuda Karang Taruna berkeliling
meneriakkan “3M”.
5.
Warning atau peringatan bencana: di saat hari ini Gunung Kelud
sudah “batuk” cukup parah, sosialisasi bahaya letusan yang lebih
besar selayaknya juga dilakukan tak hanya dengan upaya persuasif.
Tindakan
memaksa
selayaknya
juga
diterapkan,
tentu
ada
sosialisasi tindakan ini harus diambil, jauh sebelum bencana ini
terdeteksi.
Teriakan
melalui
pengeras
suara
masjid
ataupun
kentongan hingga SMS Blast ke setiap pemilik telepon selular di
daerah tersebut bisa menjadi alternatif peringatan bagi warga
masyarakat.
6.
Tindakan Penyelamatan: jika yang terjadi adalah angin puting
beliung, tentulah tempat paling aman berada di bawah tanah
dengan kedalaman dan persiapan logistik yang memadai. Jika yang
terjadi adalah banjir, penyelamatan barang pribadi ke tempat lebih
tinggi menjadi kewajiban selain logistik dan perahu karet jika
diperlukan.
7.
Komunikasi: faktor komunikasi tetap harus terjaga, yang bisa
dilakukan dengan sistem telepon satelit (lihat www.psn.co.id untuk
alat komunikasi langsung ke satelit), agar bala-bantuan hingga
kepastian keadaan sesaat setelah terjadi bencana bisa terdeteksi
dari Jakarta ataupun pusat pemerintah provinsi.
8.
Penanganan
Darurat: jika
ada
anggota
masyarakat
yang
memerlukan perawatan medis ataupun ada anggota masyarakat
yang
dinyatakan
hilang,
terkoordinasi dengan baik.
kesiapan
regu
penyelamat
harus
9.
Keberlangsungan Penanganan: jika banjir tidak surut dalam waktu
satu-dua
hari
ataupun
lokasi
bencana
tak
memiliki
jalur
transportasi yang memadai, upaya yang berkelanjutan adalah
kewajiban
pemerintah
daerah
ataupun
pusat
dengan
selalu
berkoordinasi di lapangan.
10. Upaya Perbaikan: tahapan pasca-bencana ataupun pasca-keadaan
darurat adalah “proses pengobatan” yang memakan waktu lama.
Jika peristiwa Tsunami Aceh memakan korban jiwa dan harta yang
sangat
besar,
merancang
perbaikan
harus
dilakukan
secara
seksama mengingat biaya yang besar yang dikumpulkan dari
masyarakat, bahkan masyarakat internasional. Jika peristiwa banjir
yang tiap tahun melanda pinggiran Kali Ciliwung, tentunya lebih
baik dilakukan tindakan antisipatif yang lebih komprehensif dalam
kerangka perbaikan di masa mendatang.
11. Pelatihan dan Pendidikan: untuk mendapatkan hasil terbaik untuk
mengantisipasi hingga mengupayakan perbaika pasca-bencana,
setiap daerah harus memiliki petugas-petugas yang cakap dan
berpengetahuan. Untuk itu diperlukan pendidikan dan pelatihan
yang
selalu
sejalan
dengan
penemuan
teknologi
penanganan
bencana termutakhir.
12. Simulasi: setelah memiliki petugas yang cakap dan berpengetahuan,
setiap daerah harus melaksanakan simulasi penanganan bencana
atapun keadaan darurat agar setiap anggota masyarakat bisa
mengantisipasi hingga menyelamatkan diri dan anggota keluarganya
,
sehingga
beban
daerah
ataupun
kerugian
pribadi
dapat
diminimalisasi.
Berbicara manajemen bencana kita harus tahu juga mengenai apa itu
bencana?
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU 24/2007)
Bencana dibagi menjadi 3: alam, non-alam dan sosial
Sedikit membahas tentang bencana kita akan mmbahas tentang resiko, ini
berawal dari kerentanan yang nantinya menjadi resiko bencana dan ada
pemicu sehingga menjadi bencana.bisa dikatakan ini kondisi bahaya (hazard)
1. Faktornya Geologi
 Gempa bumi, tsunami, longsor, gerakan tanah
2. Hidro-meteorologi
 Banjir, topan, banjir bandang,kekeringan
3. Teknologi
 Kecelakaan transportasi, industri
4. Lingkungan
 Kebakaran,kebakaran hutan, penggundulan hutan.
5. Sosial
 Konflik, terrorisme
6. Biologi
 Epidemi, penyakit tanaman, hewan
Dan bagaimana penangananya ? Dibagi menjadi 3 periode menurut data
diatas:
1. Pra Bencana : pencegahan lebih difokuskan, kesiapsiagaan berlevel
medium
2. Bencana : pada saat kejadian / krisis tanggap darurat menjadi
kegiataan
terpenting
3. Pasca Bencana : pemulihan dan reconstruksi menjadi proses terpenting
setelah bencana
Kegiatan-kegiatan manajemen bencana :
1. Pencegahan (prevention)
2. Mitigasi (mitigation)
3. Kesiapan (preparedness)
4. Peringatan Dini (early warning)
5. Tanggap Darurat (response)
6. Bantuan Darurat (relief)
7. Pemulihan (recovery)
8. Rehablitasi (rehabilitation)
9. Rekonstruksi (reconstruction)
Pencegahan (prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin
dengan meniadakan bahaya).
Misalnya :
i. Melarang pembakaran hutan dalam perladangan
ii. Melarang penambangan batu di daerah yang curam
iii. Melarang membuang sampah sembarangan
Mitigasi Bencana (Mitigation)
Serangkaian
upaya
untuk
mengurangi
risiko
bencana,
baik
melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (UU 24/2007) atau upaya yang dilakukan
untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Bentuk mitigasi :
a. Mitigasi struktural (membuat chekdam, bendungan, tanggul
sungai, rumah tahan gempa, dll.)
b. Mitigasi
non-struktural
(peraturan
perundang-undangan,
pelatihan, dll.)
Kesiapsiagaan (Preparedness)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna
(UU 24/2007)
Misalnya: Penyiapan sarana komunikasi, pos komando, penyiapan lokasi
evakuasi,
Rencana
Kontinjensi,
dan
sosialisasi
peraturan
/
pedoman
penanggulangan bencana.
Peringatan Dini (Early Warning)
Serangkaian
kegiatan
pemberian
peringatan
sesegera
mungkin
kepada
masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang (UU 24/2007) atau Upaya untuk memberikan tanda
peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi.
Pemberian peringatan dini harus :
1. Menjangkau masyarakat (accesible)
2. Segera (immediate)
3. Tegas tidak membingungkan (coherent)
4. Bersifat resmi (official)
Tanggap Darurat (response)
·
Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian
Bantuan Darurat (relief)
Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar berupa :
1. Pangan
2. Sandang
3. Tempat tinggal sementara
4. kesehatan, sanitasi dan air bersih
Pemulihan (recovery)
1. Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena
bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana
pada keadaan semula.
2. Upaya
yang
dilakukan
adalah
memperbaiki
prasarana
dan
pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar puskesmas, dll).
Rehabilitasi (rehabilitation)
Upaya langkah yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu
masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial
penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.
Rekonstruksi (reconstruction)
Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial
dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang
sama atau lebih baik dari sebelumnya.
Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan
masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa dan kerugian harta
benda. Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah adanya suatu
langkah konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak
kita harapan dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya untuk
pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan secepatnya.
Pengendalian
itu
dimulai
dengan
membangun
kesadaran
kritis
masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan proses
perbaikan
total
atas
pengelolaan
bencana,
penegasan
untuk
lahirnya
kebijakan lokal yang bertumpu pada kearifan lokal yang berbentuk peraturan
nagari dan peraturan daerah atas menejemen bencana. Yang tak kalah
pentingnya dalam manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian
terutama pada daerah rawan bencana.
MANAJEMEN BENCANA BERBASIS MASYARAKAT
Konsep dasar manajemen bencana berbasis masyarakat adalah upaya
meningkatkan
kapasitas
masyarakat
atau
mengurangi
kerentanan
masyarakat. Besaran bencana merupakan akumulasi berbagai ancaman
bahaya dengan rangkaian kerentanan yang ada di masyarakat. Rangkaian
kerentanan ini antara lain terdiri dari kemiskinan, kurangnya kewaspadaan,
kondisi alam yang sensitif, ketidak-berdayaan, dan berbagai tekanan dinamis
lainnya. Kerentanan satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat
yang lain berbeda akar masalahnya, demikian pula ancaman bahayanya pun
berbeda-beda jenisnya.
Berbagai
jenis
ancaman
bahaya,
berdasar
penyebabnya
dapat
diklasifikasikan menjadi empat, yaitu bencana geologi, bencana iklim, bencana
lingkungan, dan bencana sosial. Bencana geologi antara lain gempa bumi,
tsunami, letusan gunung berapi, dan tanah longsor. Bencana iklim antara lain
banjir, kekeringan, dan badai. Bencana lingkungan antara lain pencemaran
lingkungan (air, udara, tanah), eksploitasi sumber daya alam berlebihan
termasuk penjarahan hutan, alih fungsi lahan di kawasan lindung, penerapan
teknologi yang keliru, dan munculnya wabah penyakit. Bencana sosial antara
lain kehancuran budaya, budaya tidak peduli, KKN, politik tidak memihak
rakyat, perpindahan penduduk, kesenjangan sosial ekonomi budaya, konflik
dan kerusuhan.
Banyak pihak telah mencoba menyusun siklus manajemen dengan
maksud dan tujuan agar mudah dipahami dan mudah diaplikasikan terutama
oleh masyarakat umum. Sebagai contoh pihak United Nation Development
Program
(UNDP)
dalam
program
pelatihan
manajemen
bencana
yang
diselenggarakan tahun 1995 dan 2003, menyusun siklus manajemen bencana
dalam versi cukup sederhana. UNDP membagi manajemen bencana menjadi
empat tahapan besar. Tahap pertama kesiapsiagaan (perencanaan siaga,
peringatan dini), tahap kedua tanggap darurat (kajian darurat, rencana
operasional, bantuan darurat), tahap ketiga pasca darurat (pemulihan,
rehabilitasi, penuntasan, pembangunan kembali), tahap keempat pencegahan
dan mitigasi atau penjinakan.
Pengalaman menunjukkan, dari keempat tahap tersebut justru tahap
kedua yaitu tahap tanggap darurat yang selalu penuh "hiruk pikuk" tetapi
koordinasinya sangat lemah. Hal ini membuktikan bahwa manakala bencana
itu terjadi, penanganan bencana selalu dilakukan dalam suasana kepanikan
dan kebingungan. Pada saat tanggap darurat ini nampak ada yang terkagetkaget dan merasa kecolongan, ada yang serius, ada yang menjadi "seksi repot",
ada yang hanya menonton saja, bahkan ada yang berpura-pura minta
sumbangan tetapi untuk kepentingan pribadi.
Pada tahap ketiga, yaitu pasca darurat, nuansa rehabilitasi dan
rekonstruksi mulai berbau "proyek", banyak pihak yang mencari kesempatan
dalam kesempitan. Pada tahap keempat, yaitu pencegahan dan mitigasi,
semua pihak mulai melupakan peristiwa bencana yang lalu, hampir semua
tidak peduli lagi harus berbuat apa. Kembali ke tahap pertama, yaitu
kesiapsiagaan, bisa dipastikan semua pihak tidak siap dan tidak siaga, dan
bila terjadi bencana, kembali kecolongan, terkaget-kaget dan panik. Padahal
penanganan keempat tahap sejak kesiapsiagaan, tanggap darurat, pasca
darurat, pencegahan dan mitigasi masing-masing memiliki bobot keseriusan
yang sama.
Cita-cita manajemen bencana berbasis masyarakat atau community
based disaster management sudah menjadi visi dari negara-negara maju di
muka bumi ini. Peristiwa bencana gempa dan tsunami di NAD juga membuka
mata dan hati kita betapa di muka bumi ini masih ada semangat
perikemanusiaan dan gotong royong membantu para korban. Berdasar fakta
tersebut, merealisasikan manajemen bencana berbasis masyarakat bukan hal
yang mustahil, walaupun banyak kendala dan hambatan yang harus bersamasama kita hadapi.
Kelompok masyarakat sebagai pelaku utama manajemen bencana ini
harus dapat diupayakan dari tingkat yang paling kecil yaitu kelompok Rukun
Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), dusun, kampung, sampai kelompok yang
lebih besar yaitu desa atau kelurahan, kecamatan, bahkan kota atau
kabupaten.
Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersamasama oleh pemerintahan, swasta maupun masyarakat dalam mitigasi
bencana, antara lain:
1. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau
mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna
tanah agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana.
2. Kelembagaan
kegiatannya
pemerintah
mulai
dari
yang
menangani
identifikasi
kebencanaan,
daerah
rawan
yang
bencana,
penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh bencana,
perencanaan
penanggulangan
bencana,
hingga
penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan yang sifatnya preventif kebencanaan.
3. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat
yang sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi
kerja yang baik.
4. Pelaksanaan
program
atau
tindakan
ril
dari
pemerintah
yang
merupakan pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif
kebencanaan.
5. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam
setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.
Tujuan dari manajemen bencana berbasis masyarakat adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kesiap-siagaan masyarakat, terutama pada
daerah-daerah yang rawan bencana.
2. Memperkenalkan cara membuat peta bahaya setempat.
3. Memperkuat kemampuan masyarakat dalam menanggulangi bencana
dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait.
4. Mengembangkan organisasi bencana di daerah.
5. Memperkaya
pengetahuan
masyarakat
dengan
pendidikan
tentang
bencana.
6. Mempertinggi kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup
DESERTIFIKASI
1.
Definisi Desertifikasi
Desertifikasi adalah persisten degradasi dari ekosistem lahan kering
dengan variasi iklim dan aktivitas manusia. Home untuk sepertiga dari
populasi manusia pada tahun 2000, lahan kering menempati hampir setengah
dari luas daratan bumi. Di seluruh dunia, penggurunan mempengaruhi mata
pencaharian jutaan orang yang bergantung pada ekosistem lahan kering
manfaat yang dapat menyediakan.
Desertifikasi terjadi sebagai hasil dari kegagalan jangka panjang untuk
menyeimbangkan kebutuhan manusia untuk jasa ekosistem dan jumlah
ekosistem dapat pasokan. Tekanan meningkat pada ekosistem lahan kering
untuk menyediakan jasa seperti makanan, pakan, bahan bakar, bahan
bangunan, dan air yang diperlukan bagi manusia, ternak, irigasi, dan sanitasi.
Kenaikan ini disebabkan oleh kombinasi faktor manusia (seperti tekanan
penduduk dan lahan pola) dan faktor iklim (seperti kekeringan). Sementara
interaksi global dan regional faktor-faktor ini sangat kompleks, adalah
mungkin untuk memahaminya pada skala lokal.
Desertifikasi adalah proses yang mengubah produktif menjadi gurun
non-produktif akibat buruk pengelolaan lahan-. Desertifikasi terjadi terutama
di daerah semi-kering (curah hujan tahunan rata-rata kurang dari 600 mm)
berbatasan dengan gurun. Di Sahel, (yang gersang daerah selatan-semi Gurun
Sahara), misalnya, gurun bergerak ke selatan 100 km antara tahun 1950 dan
1975.
Desertifikasi
merupakan
salah
satu
masalah
yang
paling
mengkhawatirkan di dunia lingkungan global. Ini terjadi di seluruh dunia pada
lahan kering . Setidaknya 90% dari penduduk lahan kering tinggal di negara
berkembang dan mereka menderita kondisi ekonomi dan sosial termiskin.
Lahan kering menempati 41% dari luas daratan bumi dan adalah rumah bagi
lebih dari 2 miliar orang. Telah diperkirakan bahwa sekitar 10-20% dari lahan
kering sudah terdegradasi , luas areal dipengaruhi oleh penggurunan menjadi
antara 6 dan 12 juta kilometer persegi, bahwa sekitar 1-6% dari penduduk
hidup di daerah lahan kering desertified, dan bahwa miliar orang berada di
bawah ancaman dari penggurunan lebih lanjut.
Desertifikasi merupakan fenomena bersejarah; gurun besar dunia
terbentuk oleh proses alam berinteraksi selama selang waktu yang lama.
Selama sebagian besar kali, padang pasir telah tumbuh dan menyusut
independen dari aktivitas manusia. Paleodeserts yang besar lautan pasir
sekarang tidak aktif karena mereka stabil oleh vegetasi, beberapa memperluas
luar margin sekarang gurun inti, seperti Sahara .
Desertifikasi mengacu pada baik penyebaran gurun saat ini dan
degradasi tanah di daerah curah hujan rendah. Hal ini disebabkan oleh faktor
alam, seperti kekeringan, dan faktor manusia, seperti berlebihan. Sebuah
iklim dengan variasi suhu harian besar, angin kencang dan curah hujan
intermittent namun intens membuat tanah rapuh rentan terhadap erosi dan
penggurunan.
Kebutuhan manusia meningkatkan menyebabkan penggurunan melalui
overcultivation, berlebihan, penggundulan hutan dan manajemen air yang
buruk. Makan hewan dan kerusakan kayu bakar koleksi vegetasi memegang
tanah bersama-sama. Tanah dipadatkan dengan keras binatang berkaki
kurang mampu menyerap hujan ketika hal itu jatuh dan mudah terkikis oleh
air dan angin. Memotong pohon-pohon untuk kayu bakar daun unshaded
tanah, yang menyebabkan peningkatan suhu tanah dan dalam tingkat
penguapan yang menarik garam ke permukaan. Hal ini semakin mengurangi
pertumbuhan tanaman. Tuntutan tinggi permukaan terbatas dan cadangan air
tanah yang berlebihan dan mengarah ke salinasi lebih lanjut.
2.
Penyebab Desertifikasi
Penggembalaan adalah penyebab utama dari penggurunan di seluruh
dunia. Tanaman daerah semi-kering yang disesuaikan untuk dimakan oleh
jarang
tersebar,
penggembalaan
mamalia,
besar
yang
bergerak
dalam
menanggapi curah hujan merata umum untuk daerah ini. Awal manusia
penggembala yang tinggal di daerah semi-kering disalin sistem alam. Mereka
pindah kelompok-kelompok kecil mereka hewan domestik dalam menanggapi
ketersediaan pangan dan air. pergerakan saham biasa tersebut dicegah
berlebihan dari tanaman penutup rapuh.
3.
Dampak Desertifikasi
Desertifikasi
mengurangi
kemampuan
tanah
untuk
mendukung
kehidupan, mempengaruhi spesies liar, hewan domestik, tanaman pertanian
dan orang-orang. Penurunan di cover pabrik yang menyertai penggurunan
mengarah ke erosi tanah dipercepat oleh angin dan air. Afrika Selatan
kehilangan sekitar 3-400 ton lapisan atas tanah setiap tahun. Sebagai
penutup vegetasi dan lapisan tanah berkurang, hujan dampak drop dan-off
meningkatkan dijalankan.
Air hilang dari tanah bukan perendaman ke dalam tanah untuk
memberikan kelembaban bagi tanaman. Bahkan lama-hidup tanaman yang
biasanya akan bertahan mati kekeringan. Penurunan pada tanaman penutup
juga menghasilkan pengurangan jumlah humus dan nutrisi tanaman dalam
tanah, dan produksi tanaman menurun lebih lanjut. Sebagai penutup
tanaman pelindung menghilang, banjir menjadi lebih sering dan lebih parah.
Desertifikasi adalah memperkuat diri, yaitu satu kali proses dimulai, kondisi
yang ditetapkan untuk penurunan terus-menerus.
Dampak utama dari penggurunan berkurang keanekaragaman hayati
dan berkurang kapasitas produktif , misalnya, dengan transisi dari tanah
didominasi oleh shrublands untuk non-pribumi padang rumput. Sebagai
contoh, di daerah semi-kering California selatan, banyak semak pesisir bijak
dan kaparal ekosistem telah digantikan oleh non-pribumi, rumput invasif
karena pemendekan interval membalas tembakan. Dalam Madagaskar 's
dataran tinggi pusat dataran tinggi, 10% dari seluruh negara telah desertified
karena memangkas dan membakar pertanian oleh masyarakat adat.
4.
·
Langkah Antisipasi
Untuk menghentikan penggurunan jumlah hewan di tanah harus
dikurangi, memungkinkan tanaman untuk tumbuh kembali. kondisi tanah
harus dibuat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman dengan, misalnya,
mulsa. Mulsa (lapisan jerami, daun atau serbuk gergaji yang meliputi tanah)
mengurangi penguapan, menekan pertumbuhan gulma, memperkaya tanah
seperti membusuk, dan mencegah dan karenanya limpasan erosi. Reseeding
mungkin diperlukan di daerah yang rusak parah. Mulsa dan reseeding adalah
praktek mahal. Namun, pendekatan realistis skala besar hanya untuk
mencegah penggurunan melalui pengelolaan lahan yang baik di daerah semikering.
1. Lahan kering sangat rentan karena variabilitas iklim dan tekanan
manusia.
Kerusakan
penutup
tanah
dan
tanaman
telah
mempengaruhi 70% dari lahan kering di dunia. Selain itu, negaranegara
dan
orang-orang
yang
paling
terpengaruh
oleh
penggurunan seringkali mereka dengan sumber daya yang sedikit.
Namun adalah mungkin untuk memerangi penggurunan oleh
lestari mengelola lahan kering, merehabilitasi areal yang rusak,
dan dengan mendidik pemuda.
2. Memulihkan dan pupuk tanah, cara mudah dan murah untuk
menyuburkan tanah adalah untuk mempersiapkan kompos, yang
akan menjadi humus dan akan diperbarui tanah dengan bahan
organik.
3. Mengatasi dampak dari angin dengan membangun hambatan dan
menstabilkan bukit pasir dengan spesies tanaman lokal.
4. Reboisasi, pohon memainkan beberapa peran: mereka membantu
memperbaiki
tanah,
bertindak
sebagai
pemutus
angin,
meningkatkan kesuburan tanah, dan membantu menyerap air
saat
hujan
deras.
Karena
pembakaran
lahan
dan
hutan
meningkatkan gas rumah kaca berbahaya, aforestasi - penanaman
pohon baru - dapat membantu mengurangi dampak negatif akibat
perubahan iklim.
5. Mengembangkan praktek-praktek pertanian berkelanjutan, lahan
kering adalah rumah bagi berbagai macam spesies, yang dapat
produk
komersial
juga
becomeimportant:
misalnya,
mereka
memberikan 1 / 3 dari tanaman obat yang diturunkan di Amerika
Serikat. Pertanian keanekaragaman hayati harus dilestarikan.
Tanah
eksploitasi
berlebihan
harus
dihentikan
dengan
meninggalkan 'bernafas' tanah selama periode tertentu-waktu,
dengan budidaya tidak, atau penggembalaan ternak.
6. Tradisional gaya hidup, gaya hidup tradisional seperti yang
dipraktikkan di zona kering banyak menawarkan contoh-contoh
hidup harmonis dengan lingkungan. Di masa lalu, nomadisme
terutama disesuaikan dengan kondisi lahan kering; bergerak dari
satu danau ke yang lain, tidak pernah tinggal di tanah yang sama,
masyarakat pastoral tidak mengerahkan banyak tekanan pada
lingkungan. Namun, perubahan gaya hidup dan pertumbuhan
populasi menempatkan meningkatkan tekanan terhadap sumber
daya yang langka dan lingkungan yang rentan. Jalan Sutra di Asia
dan rute Trans-Sahara di Afrika adalah contoh yang baik dari
pertukaran ekonomi dan budaya yang kuat yang dikembangkan
oleh masyarakat nomaden.
Download