1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita sebagai

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wanita sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa sangat rentan
dengan berbagai penyakit kewanitaan. Salah satu penyakit umum yang sering
dialami oleh wanita adalah Vaginitis atau dalam istilah awam lebih dikenal
dengan keputihan. Banyak faktor yang dapat menyebabkan vaginitis . Salah satu
penyebab umumnya adalah ketidakseimbangan mikroflora dalam vagina serta
ketidakstabilan tingkat keasaman (pH) vagina (pH 3,5-4,5). Pada pH ini hidup
beragam mikroflora yang terdiri dari bakteri anaerob dan bakteri aerob (Kale,
Trivedi et al. 2005). Salah satu bakteri anaerob yang hidup dan sangat
mempengaruhi keseimbangan vagina adalah bakteri Lactobaccilus sp. . Populasi
Lactobaccilus sp. dalam vagina hampir 95% sehingga aktifitas Lactobaccilus sp.
penting untuk melindungi wanita dari infeksi genital dan untuk menjaga
keseimbangan alami dari flora vagina (Donati, Di Vico et al. 2010). Sekresi asam
laktat dari Lactobaccilus sp. berperan penting untuk mempertahankan pH asam
dalam vagina. Selain asam laktat, Lactobaccilus sp. juga menghasilkan hidrogen
peroksida dan antimikroba (Laktosin dan Basitrasin) yang mencegah pertumbuhan
mikroorganisme patogen dalam vagina (Aroutcheva, Gariti et al. 2001). Koloni
mikroflora dalam vagina dapat menurunkan jumlah Lactobaccilus sp. .
Kondisi ketidakstabilan mikroflora dalam vagina dapat diobati dengan
memperbanyak produksi asam laktat, probiotik dan antibiotik ataupun kombinasi
dengan sediaan obat yang berefek lokal seperti supositoria untuk vagina yang
dikenal dengan istilah ovula (Kale, Trivedi et al. 2005). Terapi dari Lactobaccilus
sp. ini bertujuan untuk memulihkan pH keasaman dari lumen vagina. Kerugian
dari penggunaan ovula ini yaitu dari migrasi dalam vagina yang mengakibatkan
distribusi zat aktif yang tidak tepat. Penggunaan polimer untuk pengembangan
ovula dapat mencegah terjadinya migrasi di dalam vagina dan pelepasan zat aktif
yang terkendali (Fontaine, 1990).
2
Dalam penelitian ini digunakan basis berupa Polietilen glikol (PEG 4000)
kerena memiliki peleburan yang mudah (Leuner and Dressman, 2000). Basis PEG
4000 aman digunakan untuk ovula yang mengandung Lactobaccilus sp. ,
antimikroba dan asam laktat ataupun dalam kombinasi. Pelepasan asam laktat
menjadi molekul yang lebih kecil akan menurunkan pH saluran vagina yang
menghambat perkembangan bakteri (Petrova, 2007), sedangkan antimikroba dapat
menghambat pertumbuhan patogen mikroba untuk jangka panjang. Salah satu
antimikroba yang dapat digunakan adalah metronidazol. Metronidazol memiliki
aktivitas yang baik terhadap bakteri anaerob di dalam vagina. Oleh kerena
aktivitas yang baik tersebut, maka dibuat kombinasi ovula Lactobaccilus sp. Metronidazol dengan basis Polietilen glikol (PEG).
1.2 Tujuan Penelitian
1. Membuat supositoria vaginal ( ovula ) yang mengandung Lactobaccilus
sp. dikombinasi dengan Metronidazol dengan 2 (dua) metode .
2. Menentukan stabilitas Ovula Lactobaccilus sp.
yang dikombinasi
dengan Metronidazol pada penyimpanan suhu sejuk 5-15 oC dan suhu
kamar 25-30 oC selama 2 bulan.
3. Menentukan pertumbuhan mikroorganisme Lactobaccilus sp.
dalam
sediaan ovula.
1.3 Hipotesis
1. Lactobaccilus sp. dapat diformulasikan sebagai bahan probiotik dalam
bentuk kombinasi ovula Lactobaccilus sp. -Metronidazol.
2. Formulasi sediaan Ovula Lactobaccilus sp. yang dikombinasi dengan
Metronidazol stabil pada penyimpanan suhu sejuk 5-15 oC dan suhu
kamar 25-30 oC selama 2 bulan.
3. Mikroorganisme Lactobaccilus sp. dapat hidup dalam sediaan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian ovula
Ovula adalah salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan untuk
obat luar, dalam hal ini melalui vaginal yang ditujukan untuk mencapai efek
lokal maupun sistemik. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV yang dimaksud
dengan sediaan ovula adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk
yang diberikan melalui vagina. Ovula umumnya meleleh, melunak, atau melarut
pada suhu tubuh. Bahan dasar ovula umumnya lemak coklat, gelatin
trigliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai
bobot molekul dan ester asam lemak Polietilen glikol. Bentuk dan ukuran ovula
harus sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam
lubang atau celah yang diinginkan tanpa meninggalkan kejanggalan begitu
masuk, harus dapat bertahan untuk suatu waktu tertentu (Ansel, 2005)
Penggunaan ovula bertujuan untuk tujuan sistemik karena dapat diserap
oleh membran mukosa dalam vagina, untuk memperoleh kerja lebih cepat, dan
untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal
dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati (Syamsuni, 2005).
2.2
Lactobaccilus sp.
Lactobaccilus sp. adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif
atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini terbentuk sebagian besar dari kelompok
bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat
mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri
ini umumnya tidak berbahaya bagi kesehatan.
4
Gambar 1. Bakteri Lactobaccilus sp.
Sumber : Anonim, 2010
Di dalam tubuh manusia, bakteri ini dapat ditemukan di dalam vagina
dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis dan merupakan sebagian
kecil dari flora usus. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat
asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan.
Beberapa Lactobaccilus sp. dan bakteri asam laktat lainnya mungkin
memiliki potensi untuk pengobatan dan terapi, termasuk pereda rasa nyeri, antikanker, dan kemampuan lainnya. Studi riset telah mendemonstrasikan efek
perlindungan sebagian jenis bakteri ini memiliki pengaruh anti-tumor dan antikanker. Pengaturan asupan makanan membantu tubuh bertahan dari risiko jenis
kanker tertentu dan menekan kejadian tumor kolonik, volum dan kemampuan
membelah yang dirangsang berbagai zat karsinogen. Pemberian beberapa jenis
bakteri secara oral dapat efektif menurunkan formasi ikatan DNA (Dioksi Nukleo
Acid), memperbaiki kerusakan DNA dan mencegah lesi yang putatif
preneoplastik, seperti abberant crypt foci yang dirangsang zat kimia karsinogen di
sistem pencernaan (Aroutcheva, Gariti et al. 2001).
Lactobaccilus sp. juga digunakan untuk mengembalikan keseimbangan
fisiologis tertentu seperti ekosistem vagina (ginoflora). Peran Lactobaccilus sp.
ditinjau dari segi fisis melindungi epitelium vagina dengan membangun lapisan
tebal yang memisahkan epitelium dengan patogen. Secara fisiologis menjaga
keseimbangan ekosistem vagina dengan mempertahankan pH pada 4,5 dan 3,5.
5
Serta membentuk hidrogen peroksida yang melawan mikroorganisme patogen
(Aroutcheva, Gariti et al. 2001).
2.3.
Anatomi dan Fisiologi Vagina (Bhalla, 2007)
Vagina
adalah
fibro
otot
bergaris
dengan
epitel
berlapis,
menghubungkan eksternal dan internal organ-organ reproduksi dan mempunyai
bentuk ke atas dan ke belakang pada sudut sekitar 45° antara kandung kemih di
depan dan rektum dan anus belakang. Pada dewasa, anterior dinding sekitar 7,5
cm (3 inhes) panjang dan dinding posterior adalah sekitar 9,0 cm. Perbedaan ini
disebabkan oleh penonjolan serviks melalui dinding anterior.
Vagina memiliki penutup lapisan luar areolar, lapisan tengah otot polos
dan lapisan dalam berupa jaringan epitel yang dialiri banyak pembuluh darah.
Tidak memiliki sekresi kelenjar, tetapi permukaan tetap lembab oleh sekresi
serviks. Antara pubertas dan Lactobaccilus sp. mikroba menopause biasanya
hadir dan mereka mengeluarkan laktat asam, mempertahankan pH antara 3,5 dan
4,5. Keasaman menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat memasuki vagina
dari perineum.
Penyerapan berbagai macam obat dari vagina telah dipelajari. Sebuah
tinjauan yang menjelaskan studi tentang penyerapan vagina steroid, prostaglandin,
antimikroba, antivirus, protein dan nonxynol-9. Sama dengan pemberian obat lain
yang melalui mukosa.
Perjalanan obat melewati membran vagina dapat terjadi melalui
beberapa mekanisme :
a) Difusi melalui sel karena konsentrasi gradien (rute transelular)
b) Vesikular atau mekanisme transport aktif
c) Difusi antara sel-sel melalui membran intraseluler
Dalam beberapa kasus, obat yang diberikan melalui rute intravaginal
memiliki bioavailabilitas lebih tinggi dibandingkan dengan rute oral. Hal ini
karena obat masuk langsung ke dalam sistemik sirkulasi tanpa melewati
6
metabolism hati. Dinding vagina ini sangat cocok untuk absorpsi obat untuk
penggunaan sistemik, karena berisi jaringan yang luas dari pembuluh darah.
2.4.
Metronidazol
Metronidazol adalah anggota kelas imidazol sebagai agen antibakteri dan
diklasifikasikan
sebagai
antiprotozoa
dan
agen
antibakteri.
Nama
kimia,metronidazol adalah 2-methyl-5-nitroimidazole-1-etanol yang memiliki
rumus kimia dari C6H9N3O3, berat molekul 171,16, dan memiliki struktur sebagai
berikut (Anonim, 1979)
CH2CH2OH
O2N
N
CH3
N
Gambar 2 : Struktur Metronidazol
Sumber : Anonim, 1979
Ditinjau dari segi mikrobiologi, sasaran intraseluler metronidazol pada
anaerob sangat tidak dikenal. Kelompok 5-nitro dari metronidazol berkurang oleh
metabolik anaerob yang aktif, dan studi telah menunjukkan bahwa bentuk
pengurangan obat berinteraksi dengan DNA bakteri. Namun, tidak jelas apakah
interaksi dengan DNA sendiri merupakan komponen penting dalam aksi
bakterisidal metronidazol pada organisme anaerobik. Uji kepekaan bakteri tidak
secara rutin dilakukan untuk menegakkan diagnosis vaginosis bakteri.
Metodologi standar untuk pengujian kerentanan patogen potensial vaginosis
bakteri, vaginalis Gardnerella, Mobiluncus spp, dan. Mycoplasma hominis, belum
didefinisikan. Meskipun demikian, metronidazol adalah agen antimikroba aktif in
vitro terhadap sebagian besar strain organisme berikut yang sudah dilaporkan
dikaitkan dengan vaginosis bakteri (Beigi, Austin et al. 2004) : Bacteroides spp. ,
Gardnerella vaginalis, Mobiluncus spp. , Peptostreptococcus spp.
Penggunaan metronidazol diindikasikan dalam pengobatan vaginosis
bakteri (dahulu disebut sebagai Haemophilus vaginitis, Gardnerella vaginitis,
7
spesifik vaginitis, Corynebacterium vaginitis, atau vaginosis anaerob). Untuk
diagnosis klinis vaginosis bakteri biasanya ditentukan oleh adanya cairan vagina
homogen yang memiliki pH lebih besar dari 4,5, memancarkan “amis” bau amina
bila dicampur dengan 10%. larutan KOH. Identifikasi klinis lebih lanjut
ditunjukkan oleh cairan vagina yang mengandung sel petunjuk pada pemeriksaan
mikroskopis. Gram stain hasil yang konsisten dengan diagnosis vaginosis bakteri
termasuk morfologi Lactobaccilus sp. nyata berkurang atau tidak ada, dominasi
Gardnerella morphotype, dan tidak ada atau sedikit sel darah putih. Patogen lain
yang umumnya terkait dengan vulvovaginitis, misalnya, vaginalis Trichomonas,
Chlamydia trachomatis, N.gonorrhoeae, Candida albicans, dan virus Herpes
simplex harus disingkirkan (Beigi, Austin et al. 2004).
2.5.
PEG (Polietilen glikol)
PEG (Polietilen glikol) merupakan salah satu jenis bahan pembawa yang
sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam suatu formulasi untuk
meningkatkan pelarutan obat yang sukar larut. Bahan ini merupakan salah satu
jenis polimer yang dapat membentuk komplek polimer pada molekul organik
apabila ditambahkan dalam formulasi untuk meningkatkan kecepatan pelarutan
yang dapat membentuk komplek dengan berbagai obat. Nama lain basis ini adalah
Carbowax, Carbowax Sentry, Lipoxol, Lutrol E dan Phenol E. (Anonim, 1979)
Polietilen glikol (PEG) disebut juga makrogol, merupakan polimer
sintetik dari oksietilen dengan rumus struktur H(OCH2CH2)nOH, dimana n adalah
jumlah rata-rata gugus oksietilen. PEG umumnya memiliki bobot molekul antara
200–300. Penamaan PEG umumnya ditentukan dengan bilangan yang
menunjukkan bobot molekul rata-rata. Konsistensinya sangat dipengaruhi oleh
bobot molekul. PEG dengan bobot molekul 200-600 (PEG 200-600) berbentuk
cair, PEG 1500 semi padat, dan PEG 3000-20000 atau lebih berupa padatan semi
kristalin, dan PEG dengan bobot molekul lebih besar dari 100000 berbentuk
seperti resin pada suhu kamar. Umumnya PEG dengan bobot molekul 1500-20000
yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat (Warren, 2005).
8
Polietilen glikol 400 (PEG 400) adalah polyethylene glykol H(O-CH2CH2)nOH Pemerian PEG 400 cairan kental jernih, tidak berwarna atau praktis
tidak berwarna,bau khas lemah, agak higroskopik. Dari segi kelarutannya, polimer
ini larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dalam aseton P, dalam glikol lain dan
dalam hidrokarbon aromatik, praktis tidak larut dalam eter P dan dalam
hidrokarbon alifatik dengan bobot molekul rata-rata 380-420, Kandungan
kelembabannya
sangat
higroskopis
walaupun
higroskopis
turun
dengan
meningkatnya bobot molekul, Titik beku 4o-8oC (Nalam, 2009).
Polimer ini mudah larut dalam berbagai pelarut, titik leleh dan
toksisitasnya rendah, berada dalam bentuk semi kristalin (Harris, 1992).
Kebanyakan PEG yang digunakan memiliki bobot molekul antara 4000 dan
20000, khususnya PEG 4000 dan 6000. Proses pembuatan dispersi padat dengan
PEG 4000, umumnya menggunakan metode peleburan, karena lebih mudah
(Leuner and Dressman, 2000).
Dalam pemakaiannya poliettilen glikol (PEG) memiliki beberapa
karakteristik diantaranya memiliki titik lebur 40
o
C, lambat dalam proses
pelelehan dan peleburan zat aktif. Selain itu dapat dilakukan kombinasi PEG
untuk mendapatkan basis yang sesuai karena PEG memiliki viskositas yang
tinggi. Namun PEG memiliki beberapa kelemahan yakni inkompatibilitas dengan
garam bismuth, tannin, fenol, mengurangi aktivitas antimikroba, dan melarutkan
beberapa plastik. PEG dengan berat molekul (BM) yang tinggi menyebabkan
pelepasan zat aktif rendah (Anonim, 1979).
2.6.
Media MRS (de Man, Rogosa Sharpe)
Media MRS adalah suatu media agar yang beguna untuk pertumbuhan
bakteri. Salah satu bakteri yang dapat hidup dalam media ini yaitu Lactobaccilus
sp. . Bakteri Lactobaccilus sp.
dapat hidup dan berkembang dengan baik pada
suhu 15o C dan membutuhkan nutrisi seperti riboflavin, asam folat, kalsium
pantotenat, dan faktor pertumbuhan lain (Engelkirk, 1992). Komposisi MRS
terlampir di Lampiran 4.
9
2.7.
Uji Stabilitas
Pentingnya uji stabilitas pada pengembangan bentuk sediaan farmasi
telah diakui dalam industri farmasi. Lachman menyatakan penerapan prinsip
fisika kimia tertentu pada pelaksanaan pengkajian stabilitas telah terbukti sangat
menguntungkan perkembangan kestabilan sediaan. Hanya pendekatan itu yang
memungkinkan pemanfaatan data yang diperoleh dari penyimpanan dalam kondisi
yang melebihi keadaan normal, tepat dan memadai. Untuk maksud meramalkan
stabilitas pada penyimpanan normal pada jangka waktu lama, sangat penting bagi
produsen farmasi untuk meramalkan dengan tepat stabilitas produk baru pada
penyimpanan normal dari data penyimpanan data dipercepat, karena keuntungan
ekonomis besar yang diperoleh dari pemasaran produk baru secepat mungkin
setelah formulasinya selesai (Lachman, 2004).
Uji stabilitas dipercepat, dapat memberikan praduga tentang kestabilan
suatu produk, dikembangkan mengingat siklus pengembangan produk obat yang
relatif sangat singkat. Suatu pelaksanaan yang praktis yaitu dengan menerima
suatu dengan yang monitoring secara periodik terhadap produk yang ada di contoh
pertinggal yang disimpan pada suhu kamar. Hasil pengamatan dapat digunakan
guna memperbaiki kualitas produk dan dalam menaikkan ketepatan metoda yang
digunakan untuk pengujian stabilitas (Lachman, 2004)
10
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Januari sampai bulan
Maret 2013 di Laboratorium Farmasi Universitas Pakuan di Bogor dan
Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor di Bogor.
3.2
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah biakan dari bakteri Lactobaccilus sp.
yang didapat dari Laboratorium Mikrobiologi IPB, PEG 400, PEG 4000,
Metronidazol, asam asetat anhidrat, asam perklorat, asam asetat glasial, larutan
buffer fosfat, dan media agar MRS (de Man, Rogosa, dan Sharpe).
Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, gelas piala, spatula,
pengaduk kaca, thermometer, cetakan ovula, lemari pendingin , penangas air, pH
meter, disintegration tester, alat uji waktu hancur, disolusi tester, buret,
erlemeyer, cawan petri dan alat-alat lain yang lazim digunakan di laboratorium
kimia.
3.3
Metode Penelitian
Lingkup penelitian meliputi
pengumpulan dan penyediaan bahan,
determinasi bakteri, pembuatan ovula, formulasi sediaan ovula, pembuatan ovula
kombinasi Lactobaccilus sp. -Metronidazol dengan basis PEG (Polietilen glikol)
400 dan 4000, evaluasi sediaan ovula. Skema Penelitian terdapat di Lampiran 1.
3.3.1. Isolasi, Identifikasi, dan Pemurnian Bakteri
Bakteri Lactobaccilus sp.
diisolasi dari Yakult dengan metode
pengenceran menggunakan media MRS. Bakteri diisolasi dan diinkubasi pada
suhu 37oC selama 2x24 jam dan dipertahankan kehidupannya pada suhu 2oC pada
media MRS (Nighswonger, Brashears et al. 1996).
11
Pada tahap pemurnian bakteri, satu koloni yang terlihat terdiri dari satu
sel dipilih, kemudian jarum ose dibakar dan setelah dingin ose disentuhkan ke
permukaan koloni bakteri yang digoreskan (streak) pada plat MRS. Goresan ini
merupakan goresan primer pada plat MRS. Jarum ose dibakar, angkat lalu
didinginkan dan digoreskan melewati goresan primer dan dilanjutkan dengan
goresan sekunder tanpa kembali ke goresan primer. Kemudian diulangi untuk
goresan tersier tanpa kembali ke goresan sekunder dan primer.
Proses identifikasi dilakukan dengan teknik pewarnaan gram. Pewarnaan
Gram menurut Hadioetomo, 1985, preparat ulas dibuat pada gelas benda,
kemudian difiksasi di atas api Bunsen. Preparat ditetesi dengan larutan Kristal
ungu, didiamkan selama 60 detik dan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.
Preparat ditetesi dengan larutan iodin dan didiamkan selama 2 menit, dicuci
dengan air mengalir dan dikeringkan. Preparat ditetesi dengan alkohol 96%
sampai warna ungu hilang. Preparat ditetesi dengan safranin dan didiamkan
selama 30 detik, dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Preparat ditetesi
dengan minyak imersi, dan kemudian preparat diamati dengan mikroskop, jika sel
bewarna ungu berarti positif terhadap sel Lactobaccilus sp. .
3.3.2. Pembuatan Konsentrasi Lactobaccilus sp. (Kaewnopparat, Sanae and
Nattha, 2009)
Konsentrasi Lactobaccilus sp.
yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah 108 CFU (Coloni Factory Unit). Konsentrasi tersebut didapat dengan cara
pengenceran sampai 108 dari isolat bakteri murni. Pengenceran yang dibuat
dibandingkan dengan metode kekeruhan Mc Farland. Standar Mc Farland 0,5 ml
setara dengan suspensi bakteri yang mengandung 1x108 dan 2x108 CFU/ml.
Standar 0,5 Mc Farland dibuat dengan 0,5 ml BaCl2 dengan konsentrasi 0,048
mol/liter (1,175% b/v BaCl2 . 2H2O) dan 99,5% H2SO4 0,18mol/liter (1% v/v)
dengan pengadukan yang konstan untuk mempertahankan suspensi. Kepadatan
suspensi diukur absorbansi pada spektrofotometer dengan absorbansi 625 nm.
Kekeruhan suspensi Mc Farland 0,5 harus menunjukkan nilai absorban 0,08-0,13.
Kemudian suspensi Mc Farland ditransferkan 4-6 ml ke tabung dengan ukuran
12
yang sama yang digunakan dalam standarisasi inokulum bakteri. Kemudian
tabung ditutup dan disimpan dalam wadah tertutup sinar matahari (gelap) pada
suhu kamar. Tabel Standar Mc Farland terdapat di Lampiran 4.
3.3.3. Formula dan Prosedur Pembuatan Ovula Lactobaccilus sp. Metronidazol
Setiap Formula yang dibuat sebanyak 12 ovula dengan masing-masing
ovula mempunyai bobot 3000 mg. Basis ovula yang digunakan adalah PEG 400
dan PEG 4000 dengan perbandingan 1:1 (Kaewnopparat, 2009). Formulasi ovula
yang dibuat Lactobaccilus sp. -Metronidazol tampak di Tabel 1.
Sediaan ovula kombinasi Lactobaccilus sp. -Metronidazol dibuat
sebanyak 12 ovula masing-masing seberat 3 gram. Sediaan ovula ini dibuat dalam
4 formula dengan perbedaan konsentrasi Lactobaccilus sp.
dan dosis
Metronidazol yang digunakan. Pada Formula I, tidak menggunakan Lactobaccilus
sp.
dan Metronidazol atau yang disebut dengan plasebo. Formula II,
menggunakan dosis Metronidazol 500 mg tanpa menggunakan Lactobaccilus sp. .
Formula III, menggunakan konsentrasi Lactobaccilus sp.
menggunakan
Metronidazol.
Formula
IV,
108 CFU tanpa
menggunakan
konsentrasi
Lactobaccilus sp. 108 CFU dan dosis Metronidazol 500 mg. Formula I – Formula
IV dibuat dengan menggunakan metode pembuatan ovula konvensional,
sedangkan Formula V dibuat dengan menggunakan metode pembuatan ovula
berongga.
Formulasi Ovula Lactobaccilus sp. –Metronidazol
Bahan
Lactobaccilus
sp.
Metronidazol
PEG 400
PEG 4000
Total
Formula I
Formula II
Formula III
0 mg
0 mg
108 CFU
Formula IV
&
Formula V
108 CFU
0 mg
1 bagian
1 bagian
3000 mg
500 mg
1 bagian
1 bagian
3000 mg
0 mg
1 bagian
1 bagian
3000 mg
500 mg
1 bagian
1 bagian
3000 mg
13
Pembuatan Ovula Konvensional
Basis ovula dilebur pada suhu 70o C dan kemudian Lactobaccilus sp. Metronidazol dicampur bersama dengan basis pada suhu 40o – 45oC. Setelah
bercampur homogen, campuran dituangkan ke dalam cetakan dan dimasukkan ke
dalam lemari pendingin bersuhu 2o-8o C sampai membeku. Setelah membeku,
ovula dikeluarkan dari cetakan dan dikemas dengan menggunakan aluminium foil.
Pembuatan Ovula Berongga
Ovula tipe berongga dibuat dengan cara meleburkan basis pada suhu 70o
C kemudian dicetak dalam cetakan berongga, setelah basis dalam keadaan
setengah padat yakni pada suhu 40o – 60o C lalu Lactobaccilus sp. -Metronidazol
dimasukkan ke dalam cetakan berongga. Kemudian dimasukkan ke dalam lemari
pendingin bersuhu 2o-8o C sampai membeku. Setelah membeku, ovula
dikeluarkan dari cetakan dan dikemas dengan menggunakan aluminium foil. Alur
pembuatan ovula terdapat di Lampiran 2.
Basis + Lactobaccilus sp.-Metronidazol
Basis ovula
Lactobaccilus sp.Metronidazol
(A)
(B)
Gambar 3. Skema ilustrasi dari ovula konvensional (A) dan
ovula tipe berongga (B).
Sumber : Kaewnopparat, 2009
3.3.4.
Evaluasi Mutu Sediaan Ovula Lactobaccilus sp. -Metronidazol
Evaluasi mutu sediaan ovula meliputi uji organoleptik, uji kesetaraan
bobot, uji waktu hancur, uji kestabilan sediaan, uji kadar metronidazol, dan uji
kelangsungan hidup mikroorganisme Lactobaccilus sp. dalam sediaan, dan uji
stabilitas sediaan.
14
a)
Uji Organoleptik
Pada uji organoleptik sediaan yang diamati meliputi bau, warna, dan
bentuk dari ovula Lactobaccilus sp. -Metronidazol.
b)
Uji Keseragaman Bobot
Uji kesetaraan bobot ovula dilakukan dengan cara menimbang masing-
masing ovula untuk setiap formula, dilakukan secara duplo. Berat dari ovula tidak
boleh kurang dan tidak lebih dari 3000 mg ± 7,5 %, jadi tidak kurang dari 2775
mg dan tidak lebih dari 3225 mg (Anonim, 1995)
c)
Uji Waktu Hancur
Uji waktu hancur ovula dilakukan dengan prosedur meletakkan enam
ovula pada alat disintegration tester dalam wadah berisi 500 ml air yang bersuhu
36-37 oC, kemudian mesin dihidupkan dan alat akan naik turun sampai seluruh
ovula melebur sempurna. Ovula dinyatakan hancur sempurna bila terlarut
sempurna atau terdispersi menjadi komponen, bagian basis akan terlarut dalam
medium air, karena PEG yang larut dalam air, bagian serbuk yang tidak larut
berada di dasar atau terlarut atau menjadi lunak. Waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan ovula tidak lebih dari 60 menit untuk ovula dengan dasar yang
larut dalam air (Anonim, 1979).
d)
Penetapan Kadar Metronidazol (Anonim, 1979)
Penetapan kadar dilakukan dengan cara menimbang saksama sejumlah
suppositoria metronidazol yang setara dengan 200 mg metronidazol, kemudian
disari sebanyak 6 (enam) kali, tiap kali dengan 10 ml aseton P panas,
dikumpulkan sari, dan didinginkan. Ditambahkan pada kumpulan sari 50 ml asetat
anhidrat P, kemudian dititrasi dengan asam perklorat 0,1 N menggunakan
indikator 2 (dua) tetes larutan hijau berlian P 1 % b/v dalam asam asetat glasial P
hingga warna kekuningan. Dilakukan penetapan blangko.
1
e)
ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 17,12 mg C6H9N3O3
Uji Kelangsungan Hidup Lactobaccilus sp.
Uji kelangsungan hidup mikroorganisme Lactobaccilus sp. dilakukan
dengan cara melarutkan ovula Lactobaccilus sp. -Metronidazol ke dalam medium
disolusi dengan menggunakan kecepatan 100±1 rpm dan temperature 37±0,5 oC.
15
Medium disolusi yang digunakan adalah asam sitrat atau larutan buffer fosfat
dengan pH larutan 4,4. Larutan hasil disolusi diambil sebanyak 4 ml dicampurkan
dengan media agar MRS pada cawan petri dan diinkubasi pada kondisi anaerob
suhu 37
o
C selama 48 jam. Setelah 48 jam dilihat apakah masih ada
mikroorganisme Lactobaccilus sp. yang hidup ( Kaewnopparat et al, 2009).
f)
Uji Stabilitas
Uji stabilitas ovula Lactobaccilus sp. -Metronidazol dilakukan pada
penyimpanan pada suhu sejuk 5-15 oC dan suhu kamar 25-30 oC selama 2 (dua)
bulan. Evaluasi yang dilakukan meliputi penampilan, bobot ovula, waktu hancur,
dan kehidupan Lactobaccilus sp. . Evaluasi penampilan, bobot ovula dan waktu
hancur dilakukan setiap 2 (dua) minggu sekali selama 2 (dua) bulan. Evaluasi
kadar metronidazol dilakukan pada evaluasi pada awal pembuatan. Evaluasi
kelangsungan hidup Lactobaccilus sp.
dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali
selama 2 (dua) bulan (Kaewnopparat et al., 2009). Uji stabilitas terdapat pada
Lampiran 3.
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Isolasi, Identifikasi dan Pemurnian Bakteri
Berdasarkan hasil analisis dari Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen
Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB Bogor,
menerangkan bahwa bakteri yang diisolasi, diidentifikasi dan dilakukan
pemurnian bakteri Lactobaccilus sp.
sp. (terlampir di Lampiran 5). Hasil
menunjukkan bahwa bakteri yang diisolasi dan diidentifikasi memiliki lapisan
peptoglikan yang tebal, karena ketika diberi pewarna pembanding yaitu safranin
tidak berubah warna, Lactobaccilus sp.
tetap bewarna ungu (warna utama).
Safranin dan alkohol pada proses identifikasi berfungsi sebagai peluntur lemak
pada dinding sel, karena Lactobaccilus sp. memiliki komposisi peptoglikan yang
tebal pada dinding sel pada menyusut oleh perlakuan alkohol karena terjadinya
dehidrasi, menyebabkan pori-pori dinding sel menutup sehingga mencegah
larutnya kompleks ungu Kristal-iodium pada langkah pemucatan. Bakteri
Lactobaccilus sp. termasuk dalam kelompok bakteri asam laktat gram positif
yang menguntungkan.
Bakteri asam laktat didefenisikan sebagai kelompok bakteri yang
membentuk asam laktat, baik sebagai satu-satunya produk maupun sebagai
produk utama pada metabolisme karbohidrat. Beberapa ciri yang dimiliki oleh
bakteri asam laktat adalah termasuk dalam bakteri Gram positif (Stamer, 1979),
tidak membentuk spora, berbentuk bulat atau batang dan pada umumnya tidak
memiliki katalase (Hasan, 2006). Ciri ini juga tampak dari hasil identifikasi
Lactobaccilus sp. . Bakteri ini tidak memiliki enzim katalase, karena enzim
katalase mengubah hidrogen peroksida yang diproduksi oleh bakteri menjadi air
dan oksigen. Bakteri Lactobaccilus sp.
merupakan bakteri anaerob, artinya
bakteri tumbuh tanpa oksigen. Hidrogen peroksida dapat membunuh kumankuman yang merugikan bagi tubuh.
17
4.2. Hasil Pengujian Organoleptik Sediaan Ovula Setelah Pembuatan dan
Selama dilakukan Uji Stabilitas
Sediaan ovula dibuat dengan menggunakan cetakan suppositoria, maka
sediaan yang dihasilkan memiliki bentuk seperti suppositoria. Akan tetapi, disebut
ovula karena penggunaan sediaan ini untuk vagina. Sediaan ovula yang dihasilkan
memiliki bentuk dan warna yang seragam. Pada Formula I sampai Formula IV
yang dibuat dengan metode ovula konvensional memiliki bentuk torpedo, warna
putih dan tidak berbau. Formula I tidak berbeda bentuk, warna dan bau dengan
Formula II, Formula III dan Formula IV, hal ini dikarenakan zat aktif dalam
formula menyatu rata ke dalam basis, sehingga yang terlihat hanya warna putih
dari basis, dan juga tidak memiliki bau, karena zat aktif yang berbau seperti
Lactobaccilus sp. tertutup oleh basis yang tidak berbau. Pada Formula V yang
dibuat dengan metode ovula berongga, meskipun komposisi Formula V sama
dengan Formula IV, namun Formula V memiliki organoleptik yang sedikit
berbeda dengan Formula IV. Formula V memiliki bentuk torpedo, warna sedikit
kecoklatan, dan berbau khas. Bau yang tercium seperti bau dari suspensi
Lactobaccilus sp. yang berbau sedikit asam. Adanya perbedaan yang terjadi
dikarenakan oleh Lactobaccilus sp. yang ada di dalam rongga ovula berongga
sedikit terlihat sehingga bau khas dari Lactobaccilus sp. yang sedikit asam juga
ikut tercium. Kesulitan dalam pembuataan ovula ini adalah pada saat
mencampurkan suspensi Lactobaccilus sp. ke dalam basis, karena Lactobaccilus
sp. merupakan bakteri anaerob yang harus dengan segera diproses agar tidak
mati dalam udara yang beroksigen. Kesulitan lain dalam pembuatan adalah pada
pembuatan ovula berongga dimana harus dibuat rongga untuk memasukkan zat
aktif ke dalam basis. Gambar bentuk ovula dapat dilihat pada Lampiran 7.
Sediaan ovula dikemas dalam aluminium foil. Pengujian organoleptik
sediaan dilakukan setiap 2 minggu selama 8 minggu pada suhu sejuk (5 -15 °C)
dan suhu kamar (25-30 °C) meliputi bentuk, warna dan bau sediaan.
Hasil
pengujian stabilitas pada suhu sejuk (5-15 °C) dan suhu kamar (25-30 °C)
menunjukkan semua formula tidak mengalami perubahan bentuk, warna dan bau.
Hasil ini terlihat pada Ovula Konvensial maupun Ovula Tipe Berongga. Hal ini
18
dikarenakan ovula dikemas dalam aluminium foil sehingga terlindung dari cahaya
dan udara luar sehingga ovula tidak teroksidasi.
4.3. Hasil Pengujian Keseragaman Bobot Sediaan Ovula Setelah Pembuatan
dan Selama dilakukan Uji Stabilitas
Uji keseragaman bobot dilakukan setiap 2 minggu sekali sampai waktu 8
minggu. Bobot ovula yang diinginkan seberat 3 gram per ovula. Bobot ini
diharapkan tetap stabil selama penyimpanan 8 minggu. Pada Formula I bobot ratarata yang didapat selama penyimpanan 8 minggu adalah 3,038 mg dengan kisaran
bobot pada Formula I berkisar 3,01-3,12 gram. Pada Formula II memiliki kisaran
bobot berkisar antara 2,99-3,10 gram dengan bobot rata-rata yang didapat 3,014
gram. Pada Formula III memiliki kisaran bobot antara 2,98-3,13 gram. Bobot ratarata yang didapat untuk Formula III selama pengujian stabilita adalah 3,058 gram.
Formula IV memiliki kisaran bobot 2,99-3,14 gram, dengan bobot rata-rata
sebesar 3,032 gram.
Menurut hasil pengujian keseragaman bobot yang dihasilkan dari Formula
I sampai Formula IV memiliki bobot yang relatif stabil dan dan tidak
menyimpang jauh dengan bobot yang diinginkan. Penyimpangan bobot dari bobot
yang diinginkan tidak melebihi 5% (Anonim, 1995), persentase penyimpangan
bobot yang didapat dari Formula I sampai Formula IV tidak lebih dari 5% baik
pada penyimpanan suhu sejuk maupun penyimpanan suhu kamar. Bobot yang
dihasilkan dari Formula V yang memiliki komposisi sama seperti Formula IV,
tapi berbeda dalam metode pembuatan ini memiliki kisaran bobot antara 2,97-3,06
gram dengan bobot rata-rata 3,032 gram. Persentase penurunan bobot dari bobot
yang diharapkan juga tidak lebih dari 5 %. Jika dibandingkan dengan Formula IV,
Formula V tidak memiliki bobot yang tidak jauh berbeda, dan relatif stabil pada
penyimpanan suhu sejuk maupun suhu kamar. Grafik keseragaman bobot selama
penyimpanan 8 minggu dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
19
Gambar 4. Grafik Hasil Uji Keseragaman Bobot
Ket. A : Penyimpanan Suhu Sejuk
B : Penyimpanan Suhu Kamar
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat, bobot awal minggu ke-0 sampai
ke bobot akhir minggu ke-8 mempunyai bobot yang stabil pada penyimpanan
suhu sejuk (5-15 °C) dan suhu kamar (25-30 °C). Ovula yang baik seharusnya
memiliki bobot yang stabil selama dilakukan pengujian stabilitas. Bobot ovula
yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan sesuai dengan Farmakope Indonesia.
Persyaratan bobot ovula dalam Farmakope Indonesia 2775-3225 mg, hasil bobot
ovula yang didapat masuk ke dalam persyaratan FI IV. Tabel hasil pengujian
keseragaman bobot terlampir di Lampiran 8.
4.4. Hasil Pengujian Waktu Hancur Sediaan Ovula Setelah Pembuatan dan
Selama dilakukan Uji Stabilitas
Uji waktu hancur dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu.
Pengujian waktu hancur dilakukan dengan tujuan untuk memperkirakan waktu
hancur sediaan di tempat pemberiannya. Pengujian waktu hancur sediaan dengan
menggunakan alat disintegration tester pada suhu 36-37 oC, digunakan suhu
tersebut karena pada suhu yang demikian sesuai dengan suhu tempat ovula akan
hancur.
20
Menurut hasil pengujian waktu hancur yang didapat, Formula I memiliki
kisaran waktu hancur antara 16-23 menit, baik pada penyimpanan suhu sejuk
maupun suhu kamar. Rata-rata waktu hancur untuk Formula I 18 menit. Formula
II pada penyimpanan suhu sejuk memiliki kisaran waktu hancur 18-23 menit
sedangkan untuk waktu hancur pada penyimpanan suhu kamar memiliki kisaran
waktu 16-18 menit. Waktu hancur untuk penyimpanan suhu kamar lebih cepat
daripada suhu sejuk, dikarenakan sediaan pada suhu sejuk memiliki tekstur seperti
es, sehingga memerlukan waktu lebih lama untuk menstabilkan suhu dengan suhu
lingkungan pada media. Formula III pada penyimpanan suhu sejuk memiliki
kisaran waktu hancur 18-23 menit dan kisaran waktu hancur pada penyimpanan
suhu kamar berkisar 15-17 menit. Untuk formula IV memiliki kisaran waktu
hancur 19-24 menit untuk penyimpanan suhu sejuk dan 16-19 menit untuk sediaan
pada penyimpanan suhu kamar. Pada Formula V dengan komposisi sama seperti
Formula IV berbeda dalam metode pembuatan memiliki kisaran waktu hancur 1719 menit untuk sediaan pada penyimpanan suhu sejuk maupun suhu kamar.
Sediaan Formula V lebih cepat hancur disbanding dengan Formula IV,
dikarenakan sediaan pada Formula V bertekstur lebih lembut karena rongga yang
diisi oleh Lactobaccilus sp. . Hasil uji waktu hancur terlampir di Lampiran 9.
Sediaan ovula yang berbasis PEG merupakan polimerisasi etilen glikol
dengan berat molekul 300-6000. PEG dengan berat molekul dibawah 1000
berbentuk cair sedangkan diatas 1000 bertekstur padat lunak seperti malam. Ovula
berbahan dasar PEG mudah larut dalam cairan dalam rectum, dan tidak ada
modifikasi titik lebur yang berarti mudah meleleh pada penyimpanan suhu kamar
(Syamsuni, 2006). Waktu maksimal yang diperlukan untuk menghancurkan
suppositoria tidak lebih dari 60 menit untuk suppositoria yang larut dalam air.
(Depkes, 1995). PEG larut dalam air, sehingga waktu hancur yang diperoleh dari
sediaan ovula berbasis PEG memenuhi persyaratan. Grafik waktu hancur ovula
dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
21
Gambar 5. Grafik Hasil Uji Waktu Hancur
Ket. : A : Suhu Sejuk 5-15 °C
B : Suhu Kamar 25-30 °C
4.5. Hasil Analisis Kadar Metronidazol
Penentuan kadar metronidazol dilakukan pada waktu awal evaluasi. Dari
hasil evaluasi dengan asam perklorat yang digunakan sebagai penitrasi hasil titik
akhir bewarna kuning. Pada penentuan kadar untuk Formula II yang mengandung
zat aktif Metronidazol 500 mg dan basis ovula didapatkan kadar Metronidazol
dalam Formula II adalah 94,16%. Pada Formula IV dengan kandungan zat aktif
Metronidazol 500 mg yang dikombinasikan dengan Lactobaccilus sp. 108 CFU,
kandungan kadar Metronidazol dalam Formula IV adalah 85,06%. Kandungan
Metronidazol pada Formula V yang berbeda metode pembuatan ini menghasilkan
% kadar Metronidazol adalah 85,06%.
Formula II yang hanya mengandung
Metronidazol dan basis ovula memiliki kadar lebih tinggi dibandingkan dengan
ovula dengan komposisi Metronidazol yang dikombinasi dengan Lactobaccilus
sp. . Kadar yang dianalisis dari sediaan setara dengan 200 mg Metronidazol, hasil
analisis yang didapat memiliki kisaran persentase kadar 85,06% - 94,16%.
Metronidazol merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh anaerob dan
22
berefek menghambat sintesis DNA. Jadi dengan adanya Lactobaccilus sp.
sebagai bakteri anaerob, Metronidazol dapat menghambat sintesis DNA bakteri
patogen.
4.6. Hasil Evaluasi Uji Kelangsungan Hidup Lactobaccilus sp.
Evaluasi uji kehidupan Lactobaccilus sp. dilakukan pada minggu ke-0,
minggu ke-4, dan minggu ke-8. Pengujian hanya dilakukan pada Formula yang
mengandung Lactobaccilus sp. saja yaitu Formula III, Formula IV, dan Formula
V. Formula III pada penyimpanan suhu sejuk, kelangsungan hidup Lactobaccilus
sp. lebih tinggi dibandingkan dengan penyimpanan suhu kamar, dikarenakan
Lactobaccilus sp. pada suhu penyimpanan 5-15 °C lebih terjaga stabil. Formula
IV memiliki tingkat kelangsungan hidup Lactobaccilus sp.
lebih rendah
dibandingkan dengan Formula V yang dibuat dengan metode ovula berongga.
Hasil kelangsungan hidup Lactobaccilus sp. terdapat di Lampiran 9. Grafik hasil
uji kelangsungan hidup Lactobaccilus sp. dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 6. Grafik Kelangsungan Hidup Lactobaccilus sp.
Ket. : A : Suhu Sejuk 5-15 °C
B : Suhu Kamar 25-30 °C
23
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa kelangsungan Lactobaccilus sp.
menurun pada lama penyimpanan minggu ke-4, terlihat dari Formula III, Formula
IV, maupun Formula V baik pada penyimpanan suhu sejuk maupun suhu kamar.
Hal ini dikarenakan suhu kisaran suhu pertumbuhan optimum pada suhu termofil,
yaitu suhu 25–55 oC. Lactobaccilus sp.
termasuk bakteri termofil, sehingga
bakteri masih dapat terdeteksi pada penyimpanan suhu kamar. Temperatur di
bawah suhu optimum pertumbuhan, dapat menekan laju metabolisme, dan apabila
suhu terlalu rendah, maka metabolisme serta pertumbuhan akan terhenti. Suhu
rendah sangat bermanfaat untuk mengawetkan biakan karena mikroorganisme
mempunyai kemampuan yang unik untuk dapat bertahan hidup pada keadaan
yang sangat dingin. Lactobaccilus sp. dapat tetap hidup selama berbulan-bulan
pada temperatur 2-8 oC, karena pada suhu beku ini bakteri dianggap dorman
karena tidak memperlihatkan adanya aktivitas metabolik yang terdeteksi, atau
dengan kata lain bakteri menjadi inaktiv. Maka untuk pengawetan bakteri dapat
digunakan penyimpanan pada suhu beku (Pelczar, 1986). Akan tetapi pada lama
penyimpanan 4 minggu, Lactobaccilus sp. dalam sediaan populasinya menurun,
hal ini dikarenakan bakteri mati lebih cepat daripada terbentuknya bakteri baru.
Faktor penyebabnya antara lain berkurangnya nutrisi untuk melangsungkan
metabolisme, akumulasi produk metabolisme yang mungkin bersifat asam atau
basa yang toksik.
24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Lactobaccilus sp. dengan konsentrasi 108CFU dapat diformulasikan
sebagai bahan probiotik dalam bentuk kombinasi ovula Lactobaccilus
sp. -Metronidazol.
2. Sediaan ovula Lactobaccilus sp. -Metronidazol stabil pada suhu sejuk
(5-15 °C) dan suhu kamar (25-30 oC) selama penyimpanan 2 bulan (8
minggu).
3. Lactobaccilus sp.
sp. Masih dapat terdeteksi dalam sediaan ovula
Lactobaccilus sp. -Metronidazol selama pengujian 2 bulan (8 minggu).
5.2 Saran
Dalam penggunaannya ovula perlu disimpan pada suhu 2-8 oC, mengingat
pada suhu tersebut dapat digunakan untuk pengawetan bakteri, sehingga bakteri
dapat hidup lebih lama.
25
DAFTAR PUSTAKA
Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Universitas Gajah Mada Press Yogyakarta.
Anonim. 1978. Formularium Nasional edisi II. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
______. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
______. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta.
______.2009.http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/12/anatomi_dan
_fisiologi_alat_reproduksi_wanita.pdf. Diakses 28 Februari 2013
______.2010.online.http://iheartfoods.wordpress.com/2010/06/23/lactobacillus/D
akses 28 Februari 2013
______. 2012. Panduan Skripsi Program Studi Farmasi FMIPA-UNPAK. Bogor.
Ansel. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press
Jakarta.
Aroutcheva, A., D. Gariti, et al. 2001. Defense factors of vaginal lactobacilli.
American Journal of Obstetrics and Gynecology 1852: 375-379.
Beigi, R., M. Austin, et al. 2004. Antimicrobial resistance associated with the
treatment of bacterial vaginosis. American journal of obstetrics and
gynecology 1914: 1124-1129.
Bhalla, P. C., R. Garg,S. 2007. Prevalence of bacterial vaginosis among women in
Delhi, India. Indian J Med Res 125February: 167-172.
Donati, L., A. Di Vico, et al. 2010. Vaginal microbial flora and outcome of
pregnancy. Archives of Gynecology and Obstetrics 2814: 589-600.
Engelkirk, P. G., Duben-Engelkirk, J. and Dowell, V. R. 1992. Principles and
Practices of Clinical Anaerobic Bacteriology. Star Publishing Co.,
Belmont, CA 94002.
Hasan, Z.H. 2006. Isolasi Lactobacillus, Bakteri Asam Laktat dari Feses dan
Organ Saluran Pencernaan Ayam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner 2006.
26
Fontaine, E. A. and D. Taylor-Robinson 1990. Comparison of quantitative and
qualitative methods of detecting hydrogen peroxide produced by human
vaginal strains of lactobacilli. Journal of Applied Bacteriology 693: 326331.
Kaewnopparat, Sanae and Nattha. 2009. Formulation and Evaluation of Vaginal
Suppositories Containing Lactobacillus. World Academy of Science,
Engineering and Technologi
Kale, V. V., R. V. Trivedi, et al. 2005. Development and Evaluation of a
Suppository Formulation Containing Lactobacillus and Its Application in
Vaginal Diseases, Annals. New York Academy of Sciences. 1056: 359365.
Launer and Dressman. 2000. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Lachman, L., Lieberman, H. A dan Kanigh, J.L. 2004. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Vol II. Edisi III. Terjemahan Siti Suyatmi. Universitas Indonesia.
Jakarta.
Nalam, Prathima C.; Clasohm, Jarred N.; Mashaghi, Alireza; Spencer, Nicholas
D. 2009. Macrotribological Studies of PolyL-lysine-graft-Polyethylene
glycol in Aqueous Glycerol Mixtures. Tribology Letters 37 3:
541. doi:10.1007/s11249-009-9549-9
Nighswonger, B. D., M. M. Brashears, et al. 1996. Viability of Lactobacillus
acidophilus and Lactobacillus casei in Fermented Milk Products During
Refrigerated Storage. J. Dairy Sci. 792: 212-219.
Pelczar, M.J., Chan, E.C.S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi jilid 1. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Petrova, P., K. Petrov, et al. 2007. Probiotic properties of Bulgarian vaginal
lactobacillus isolates. Comptes Rendus de L'Academie Bulgare des
Sciences 608: 871-878.
Stamer,J.R. 1979. The Lactic Acid Bacteria. Microbes of Diversity. J. Food
Technol.
Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Warren, R., A. Bauer, et al. 2005. Journal of Transepidermal water loss dynamics
of human vulvar and thigh skin. Skin Pharmacology and Physiology 183:
139-143
27
Download